UU NOMOR 7 TAHUN 1989 TTG PERADILAN AGAMA
RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VI/2008
I.
PEMOHON Nama pekerjaan Alamat
: Suryani : Buruh sesuai dengan KTP : Serang Propinsi Banten
II.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI : Pemohon dalam permohonan sebagaimana dimaksud menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, adalah : ⌧ Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh undangundang dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”. ⌧ Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi ”menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
III.
KEDUDUKAN PEMOHON (LEGAL STANDING) 1. Pemohon mendalilkan Pasal 51 ayat (1) UUMK mengatur bahwa Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu : a. Perorangan warga negara Indonesia; b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan RI yang diatur dalam undang-undang; c. Badan hukum publik atau privat;atau d. Lembaga negara. 2. Pemohon mendalilkan bahwa penjelasan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi mengatakan: "Yang dimaksud dengan 'hak konstitusional' adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945". 3. Pemohon mendalilkan dirinya adalah perorangan warga negara Indonesia seperti yang disebut pada Pasal 51 ayat (1) dalam hal ini yang beragama Islam, mempunyai kualifikasi untuk mengajukan Permohonan Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama yang kemudian diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama khususnya Pasal 49 ayat (1) beserta penjelasannya terhadap UUD 1945, karena merasa hak/kewenangan konstitusional Pemohon dirugikan, yaitu hak untuk bebas memeluk agama dan beribadat menurut ajaran agama Pemohon dalam hal ini islam secara kaffah sebagai bentuk ibadah, sebagai syarat mutlak untuk mencapai tingkatan takwa atau tingkatan iman yang sempurna, dan sebagai bagian yang tak bisa terpisahkan dari Agama Islam. Sehingga dengan demikian Pemohon memiliki Kedudukan Hukum (Legal Standing).
1
UU NOMOR 7 TAHUN 1989 TTG PERADILAN AGAMA
4. Pemohon berkeyakinan bahwa selama ketentuan dalam pasal dimaksud masih diberlakukan, maka Pemohon sebagai warga negara Indonesia yang beragama Islam merasa telah dan atau berpotensi akan dirugikan. IV.
NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI. 1. NORMA MATERIIL - Sebanyak 2 (dua) norma, yaitu : 1. Pasal 49 ayat (1) ”Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang : a) Perkawinan b) Waris c) Hibah d) Wakaf e) Zakat f) Infaq g) Shadaqah; dan h) Ekonomi syari’ah; 2. Penjelasan Pasal 49 ayat (1) “Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan pelaku kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari’ah” 2. NORMA UUD 1945 SEBAGAI ALAT UJI - Sebanyak 5 (lima) norma, yaitu : 1. Pasal 28E ayat (1) (1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. 2. Pasal 28I Ayat (1) (1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. 3. Pasal 28I Ayat (2) (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. 4. Pasal 29 ayat (1) (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. 5. Pasal 29 ayat (2)
2
UU NOMOR 7 TAHUN 1989 TTG PERADILAN AGAMA
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu
V.
POKOK PERKARA. Alasan-Alasan Pemohon Dengan Diterapkan UU a quo Bertentangan Dengan UUD 1945, karena : 1. Pemohon mendalilkan bahwa berdasarkan UUD 1945 Pasal 29 ayat (1) yaitu : Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa. Bermakna bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara beragama, yang harus dilandasi oleh Iman dan Takwa (Imtak) kepada Tuhan yang Maha Esa. Karena negara ini adalah negara beragama yang bukan sekedar beragama secara formalitas saja. Maka Beriman dan Bertakwa juga merupakan amanat konstitusional yang diperintahkan UUD 1945 dan Pencasila kepada seluruh bangsa Indonesia. 2. Pemohon mendalilkan bahwa yang dimaksud ibadah dalam ajaran agama, memiliki cakupan yang luas. Dan bahwa menjalankan apa-apa saja yang diperintahkan dan meninggalkan apa-apa saja yang dilarang oleh Allah SWT sebagaimana yang telah diatur oleh Hukum Agama Islam (Syari’at Islam) sudah pasti bernilai ibadah. 3. Pemohon mendalilkan bahwa untuk dapat menjadi bangsa yang bertakwa (seperti yang telah diamanatkan UUD 1945 dan Pancasila sebagai sumber hukum utama negara kita), umat muslim haruslah patuh dan melaksanakan Hukum Agama (Syari’at) Islam secara menyeluruh (Kaffah). Maka sudah menjadi keharusan bahwa Negara wajib menegakkan Hukum Agama (Syari’at) Islam, dengan cakupan ibadah seluas-luasnya dan dalam semua bentuk hukum. Selain berupa Hukum Perdata juga dalam bentuk Hukum Pidana. 4. Pemohon mendalillkan rumusan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1989 Nomor 49 yang kemudian diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan Penjelasannya hanya mengakomodir perkaraperkara yang bersifat perdata tertentu saja yaitu: a. Perkawinan b. Waris c. Hibah d. Wakaf e. Zakat f. Infaq g. Shadaqah; dan h. Ekonomi syari’ah. 5. Pemohon mendalilkan bahwa apabila negara membatasi dan atau melarang umat Islam untuk menerapkan dan menjalankan Hukum Agama (Syari’at) Islam-nya secara menyeluruh (kaffah), itu sama saja dengan membatasi dan atau melarang umat Islam untuk dapat beribadah dan patuh pada ajaran agamanya. hal tersebut sangat bertentangan dengan Pasal 28E ayat (1) UUD 1945 yang menentukan bahwa: ”Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya”. 6. Pemohon mendalilkan bahwa apabila negara membatasi umat Islam untuk menegakkan Hukum Agama (Syari’at) Islam-nya secara menyeluruh dan total, hal tersebut sama juga artinya bahwa negara telah membatasi umat Islam dalam memeluk agamanya. hal ini bertentangan dengan Pasal 28I ayat (1)
3
UU NOMOR 7 TAHUN 1989 TTG PERADILAN AGAMA
UUD 1945 yang menentukan bahwa: ”Hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”. 7. Pemohon mendalilkan bahwa pemeluk agama lain (non muslim) dalam kehidupan beragamanya untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan mereka tidak diintervensi oleh negara, sedangkan pemohon dan seluruh umat Islam di Indonesia untuk menjalankan perintah Tuhan kami (yaitu menegakkan Hukum Agama (Syari’at) Islam secara menyeluruh (kaffah)) agar dapat mencapai tingkatan takwa, dengan nyata telah dibatasi oleh negara. Maka jelaslah hal ini merupakan sebuah bentuk diskriminasi negara kepada umat Islam yang hidup di Indonesia. Hal ini bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, yang menentukan bahwa: ”Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Kesimpulan Pemohon: 1. Iman dan Takwa adalah amanat Konstitusi (Pasal 29 ayat (1)UUD 1945). Dan untuk beriman sempurna dan mencapai tingkatan takwa, umat Islam haruslah menjalankan Hukum Agama (Syari’at) Islam secara menyeluruh dan total. 2. Hak untuk dapat dipayungi Hukum Agama (Syari’at) Islam secara kaffah adalah Hak umat Islam Indonesia yang tidak boleh dikurangi dalam keadaan apapun (Pasal 28I ayat (1)UUD 1945). 3. Penegakkan Hukum Agama (Syari’at) Islam secara menyeluruh dan total adalah wujud perlindungan negara bagi umat Islam Indonesia untuk bebas beragama dan beribadat menurut ajaran agamanya (Pasal 28E ayat (1) dan Pasal 29 ayat (2) UUD 1945). 4. Negara tidak boleh berlaku diskriminatif (Pasal 28E ayat (2). Dan untuk menjaga netralitas negara, sebaiknya dibentuk lembaga independen yang khusus mengurusi agama dan moralitas. 5. Negara tidak boleh mengkhususkan fasilitas negara hanya kepada golongan, suku maupun agama tertentu. 6. Ketentuan unsur Pidana dan Sanksi dalam Hukum Agama (Syari’at) Islam adalah sebagai identitas dan pembeda agama Islam dengan agama yang lain, yang sudah semestinya dihormati dan dihargai. 7. Penegakkan Hukum Agama (Syari’at) Islam ditujukan hanya bagi umat yang meyakininya saja, yaitu umat Islam itu sendiri. VI.
PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyetujui saran/usulan Pemohon; 3. Menyatakan isi Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, yang kemudian diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama pada pasal yang sama beserta penjelasannya adalah bertentangan / atau tidak sesuai dengan Pasal 28E ayat (1), Pasal 28I ayat (1) dan (2) serta Pasal 29 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 4. Menyatakan isi Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, yang kemudian diubah oleh Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama pada pasal yang sama beserta penjelasannya adalah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; .
4
UU NOMOR 7 TAHUN 1989 TTG PERADILAN AGAMA
CATATAN : Registrasi Permohonan tanggal 30 Juni 2008; a. Permohonan tertanggal 24 Juni 2008 b. Permohonan diterima tanggal 26 Juni 2008
5