RESOLUSI KONFLIK PENAMBANGAN EMAS DI KENAGARIAN LUBUK ULANG ALING KECAMATAN SANGIR BATANG HARI KABUPATEN SOLOK SELATAN
SKRIPSI Diajukan Kepada Tim Penguji Skripsi Program Studi Pendidikan Pancasila Dan Kewarganegaraan sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S1)
Oleh
Iwan Saputra NIM: 05561/2008
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN JURUSAN ILMU SOSIAL POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2013
1
2
3
4
5
ABSTRAK Iwan Saputra: 2008/ 05561. Resolusi Konflik Penambangan Emas di Kenagarian Lubuk Ulang Aling Kecamatan Sangir Batang Hari Kabupaten Solok Selatan. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Padang 2013 Penelitian ini mengamati tentang konflik penambangan emas yang terjadi di Kenagarian Lubuk Ulang Aling. Adapun tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya konflik, kendala-kendala yang dihadapi masyarakat dalam menyelesaikan konflik dan bagaimana upaya masyarakat dalam menyelesaikan konflik penambangan emas di Kenagarian Lubuk Ulang Aling Kecamatan Sangir Batang Hari Kabupaten Selatan. Penelitian ini mengunakan pendekatan penelitian kualitatif deskriptif yaitu suatu jenis penelitian yang bertujuan membuat deskripsi, menemukan fakta-fakta atau hubungan antara fenomena yang diteliti. Informan penelitian adalah Wali Nagari, ketua KAN, kepala Jorong, tokoh masyarakat, pihak investot, ketua pemuda, dan anggota masyarakat. Data dikumpulkan melalui wawancara, pengamatan, dan studi dokumentasi. Uji keabsahan data dilakukan melalui teknik ketekunan pengamatan dan trianggulasi. Hasil penelitian ini mengambarkan adanya permasalahan dalam penambangan emas. Permasalahannya yaitu terjadinya konflik antara masyarakat dengan pihak investor, karena masyarakat menolak lahannya digarap, kemudian masalah ganti rugi tidak sesuia dengan keinginan masyarakat hingga memicu pada tindakan anarkis berupa tindakan brutal. Selain itu konflik membuat kurang harmonisnya hubunggan kekerabatan antara masyarakat yang berkerja sama dengan investor terhadap masyarakat biasa yang tidak berkerja sama dengan investor serta adanya kecemburuan sosial terhadap perubahan sosial yang terjadi diantara masyarakat tersebut, kemudian pertambangan emas juga mengakibatkan kurang harmonisnya hubungan mamak dengan kemenakan, serta rusaknya hubungan silaturahmi antara suku di kenagarian tersebut. Permasalahan ini yang memicu terjadinya konflik dalam kehidupan masyarakat hingga perlu dicari jalan keluarnya yaitu dengan cara diskusi antara pemilik lahan dengan pihak investor serta dengan jalan musyawara dan mufakat agar permasalahan ini tidak menjadi konflik terbuka.
i
6
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “resolusi konflik penambangan emas di kenagarian lubuk ulang aling kecamatan sangir batang hari kabupaten solok selatan”, tak lupa salawat beriring salam penulis persembahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Strata Satu (S1) Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang. Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada: 1. Bapak Drs. Ideal Putra selaku pembimbing I dan Ibuk Lince Magriasti, S.IP, M.Si selaku pembimbing II yang telah banyak membantu penulis dalam memberikan arahan, bimbingan serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. 2. Bapak Drs. Syamsir. M.Si, Ph.D, bapak Drs. Syakwan Lubis dan bapak Drs. Karjuni Dt. Maani, M.Si selaku penguji, yang telah banyak memberikan masukan. 3. Ketua jurusan ISP Bapak Drs. M. Fachri Adnan, M.Si. Ph.D dan Ibu Sekretaris Jurusan Henni Muchtar, S.H, M.Hum beserta seluruh staf pengajar PPKn, yang telah memberikan dorongan, ilmu yang bermanfaat bagi penulis. 4. Penasehat Akademis penulis Ibu Dra. Aina yang telah banyak membantu penulis selama menjalani studi. 5. Dekan beserta staf dan karyawan FIS, yang telah memberikan surat izin penelitian di Kenagarian Lubuk Ulang Aling Kabupaten Solok Selatan.
ii
7
6. Wali Nagari Lubuk Ulang Aling, tokoh masyarakat dan warga masyarakat di Nagari Lubuk Ulang Aling yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Teristimewa kepada kedua orang tua yang telah memberikan bantuan moril dan materil sehingga penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman-teman seperjuangan Jurusan PPKn yang telah memberikan bantuan, dan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Untuk itu semua saran, masukan, dan kritikan yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk lebih baik lagi di masa yang akan datang. Akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan terutama bagi penulis sendiri, serta dapat dijadikan sumbangan pikiran kepada pihak-pihak yang terkait.
Padang,..Juni 2013 Saya yang menyatakan,
Iwan Saputra 2008/05561
iii
8
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR..................................................................................
ii
DAFTAR ISI.................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL................ .......................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang …..............................................................................
1
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah......................................................................
6
2. Batasan Masalah…........................................................................
6
3. Rumusan Masalah..........................................................................
6
C. Fokus Penelitian.................................................................................
7
D. Tujuan Penelitian................................................................................
7
E. Manfaat Penelitian.............................................................................
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis...................................................................................
9
1. Pengertian Konflik............................................................................
9
2. Bentuk-Bentuk Konflik....................................................................
11
3. Unsur-Unsur Konflik........................................................................
14
4. Faktor-Faktor Terjadinya Konflik.....................................................
15
5. Resolusi Konflik................................................................................
16
a. Pengertian Resolusi Konflik......................................................
16
b. Upaya Resolusi Konflik.............................................................
17
c. Kendala-Kendala Resolusi Konflik...........................................
20
B. Kerangka Konseptual.......................................................................
22
iv
9
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian....................................................................................
24
B. Lokasi Penelitian.................................................................................
24
C. Informan Penelitian.............................................................................
25
D. Jenis dan Sumber Data........................................................................
26
1. Jenis Data......................................................................................
26
2. Sumber Data..................................................................................
26
E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data...................................................
27
1. Teknik pengumpulan data.............................................................
27
2. Alat Pengumpulan Data................................................................
28
F. Uji Keabsahan Data............................................................................
28
1. Teknik Ketekunan Pengamatan....................................................
38
2. Teknik Trianggulasi.......................................................................
38
G. Teknik Analisis Data..........................................................................
30
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Umum....................................................................................
32
B. Temuan khusus....................................................................................
40
C. Pembahasan.........................................................................................
56
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan.........................................................................................
62
B. Saran ..................................................................................................
63
DAFTAR PUSTAKA
v
10
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Daftar informan penelitian…………………………………………...
25
2. Jumlah penduduk berdasarkan Desa..................................................
33
3. Jumlah Penduduk berdasarkan umur .......................................... .......
34
4. Jumlah penduduk berdasarkn mata pencarian...................................
35
5. Tingkat pendapatan penduduk berdasarkan KK.................................
36
6. Jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan.............................
37
7. Sarana dan prasarana penduduk..........................................................
39
vi
11
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Pedoman Wawancara 2. Surat Izin Penelitian dari Dekan FIS 3. Surat Izin Penelitian dari kantor kesatuan bangsa, politok dan perlindungan masyarakat 4. Surat Izin Penelitian dari Kantor Wali Nagari Lubuk Ulang Aling
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang kaya sumber daya alam. Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki kawasan Indonesia menjadikan Indonesia memiliki banyak potensi untuk dikembangkan baik dari sektor pertanian, perkebunan, industri, perwisataan dan pertambangan. Dalam memanfaatkan sumber daya alam manusia wajib memperhatikan kelestarian alam sekitar agar sumber daya alam bisa dimanfaatkan secara optimal dan bermanfaat dalam kurun waktu yang lebih lama. Sumber daya alam adalah unsur-unsur lingkungan alam yang diperlukan manusia untuk memenuhi kebutuhan serta meningkatkan kesejahteraan hudupnya. Sumber daya alam merupakan semua kekayaan alam, baik berupa makhluk hidup maupun benda mati yang terdapat di bumi dan dapat di manfaatkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia (Hartono, 2007: 58). Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam terutama dalam bidang Pertambang meliputi emas, perak, tembaga, minyak, gas bumi, batu bara dan lain-lain, dikuasai oleh negara hak penguasaan Negara berisi wewenang untuk mengatur, mengurus, dan mengawasi pengelolaan atau pengusahaan atas sumber daya alam tersebut serta berisi kewajiban untuk
1
2
mempergunakan sebenar-benarnya kemakmuran rakyat, Penguasaan oleh negara diselenggarakan oleh pemerintah (HS. Salim, 2005: 1). Dalam penguasaan sumber daya alam tersebut, pemerintah dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang belum dapat dilaksanakan sendiri oleh instansi pemerintah atau perusahaan negara yang bersangkutan. Dalam hal ini ada yang mengatur tentang pertambangan yaitu Undang Undang No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Sehubungan dengan yang dikemukakan di atas bahwa dalam usaha pertambangan pastilah mengalami permasalahan yang mengakibatkan terjadinya konflik. Konflik di kawasan pertambangan khususnya Indonesia dipicu oleh dua perubahan dasar yakni kondisi ekonomi dan hukum. Kondisi ekonomi dipicu oleh merosotnya kesejahteraan sebagian masyarakat. Kemudian kondisi hukum yang tiada menentu menyebabkan banyak pemegang modal memanfaatkan rakyat untuk mendapatkan akses ke sumber daya mineral tersebut. Salah satu contoh adalah konflik PT. NMR (Newmont Minahasa Raya) dengan
masyarakat sekitar Teluk Buyat, Indumuro
Kencana dengan Penambang Tanpa Izin (PETI), konflik pemanfaatan mineral timah dengan masyarakat Tambang Ilegal (TI) hingga pertambangan batubara di Kalimantan Selatan.
3
Ridwan (2012) mengatakan bahwa akar konflik pertambangan terjadi pada dua skala. Pertama pada skala mikro yaitu terjadinya konflik antara perusahaan dengan masyarakat setempat. Konflik ini umumnya terjadi pada persoalan lokal yang melibatkan pihak perusahaan dengan penambang tanpa izin seperti terjadi pada tambang batubara di Kalimantan Selatan dan tambang timah di Bangka Belitung. Kedua terjadi pada skala makro dimana pada lingkup yang lebih luas yaitu terjadinya konflik antar pemerintah dengan lembaga kehutanan dan lembaga lainya. Konflik pertambangan ini menjadi begitu kompleks dan rumit karena konflik persoalan makro dan mikro meyatukan berbagai variabel yang saling mempengaruhi. Seperti yang terjadi di Freeport Papua, publik awalnya berpendapat bahwa permasalahan disana adalah marginalnya pemerataan kesejahteraan sebagai dampak dari hadirnya PT. Freeport Indonesia. Kemudian berkembang menjadi isu sosial ke arah masyarakat suku pribumi (Amungme, Komoro dan lainya) yang terkait dengan wilayah. Pertambangan di Solok Selatan sudah lama dilakukan oleh masyarakat dengan mengunakan cara dan teknis yang sederhana yang dikenal dengan mendulang, proses pendulangan dilakukan sepanjang aliran Sungai Lubuk Ulang Aling atau beberapa anak sungai lainya. Sejumlah Nagari yang dilalui aliran sungai tersebut, penduduknya memiliki pengetahuan dan pengalaman mendulang. Berdasarkan wawancara penulis dengan salah seorang tokoh masyarakat, yaitu Bapak Ali Umar, pada tanggal 15 September 2012
4
mengatakan bahwa, sekitar tahun 2000, ekploitasi emas tidak lagi dilakukan dengan mendulang ditepi aliran sungai Lubuk Ulang Aling, tapi sejumlah penduduk sudah melakukan penggalian pasir pada aliran sungai dan dilakukan penyaringan secara mekanis dengan menggunakan tenaga mesin pompa dan sedot. Melalui metode demikian, volume pasir yang mampu disaring lebih banyak dan lebih cepat sehingga jumlah emas yang didapat jauh lebih besar. Dengan pola yang demikian, pencarian emas dilakukan lebih intensif sehinga membutuhkan tenaga kerja yang lebih fokus, lebih banyak dan lebih kuat. Kondisi yang demikian tidak hanya melibatkan tenaga kerja dari penduduk setempat, tapi sudah melibatkan sejumlah tenaga kerja yang berasal dari Kalimantan yang sudah berpengalaman melakukan ekploitasi bahan galian berupa tambang emas. Berdasarkan observasi dan wawancara yang peneliti lakukan dengan salah seorang tokoh masyarakat, yaitu Bapak Suwardi, pada tanggal 22 september 2012 mengatakan bahwa, lebih dari setengah jumlah penduduk pada kanagarian Lubuk Ulang Aling terlibat pada usaha tambang emas. Tambang emas tidak lagi dilakukan pada aliran sungai, bahkan sudah dilakukan pada pinggiran tebing, berlanjut ke lokasi-lokasi lain termasuk pada lokasi sawah, kebun dan ladang. Pendulangan sudah berganti dengan pertambangan yang menggunakan alat mekanis pengalian dan penyaringan (pengayakan), untuk pengalian sudah dilakukan dengan menggunakan alat berat traktor maupun escavator. Kalau hal ini dibiarkan masyarakat takut
5
daerah mereka akan terkikis habis dan mengakibatkan banjir serta pendankalan pada sungai. Kehadiran tambang emas di Nagari tersebut mempengaruhi berbagai aspek dan dinamika kehidupan masyarakat, sehingga terjadinya konflik antara masyarakat dengan pihak perusahaan(investor) karena masyarakat menolak lahannya digarap, kemudian masalah ganti rugi tidak sesuia dengan keinginan masyarakat hingga memicu pada tindakan anarkis berupa tindakan brutal. Dilain pihak terjadinya ketidak harmonisan hubungan sesama masyarakat, hal itu diakibatkan adanya kecemburuan sosial antara masyarakat tambang dengan masyarakat biasa. Tambang emas juga mengakibatkan kurang harmonisnya hubungan mamak dengan kemenakan, serta rusaknya hubungan silaturahmi antara suku di kenagarian tersebut. Dengan demikian peranan pemerintah sangat diperlukan terhadap keberadaan dan perkembangan penambangan emas di kenagarian tersebut dengan tujuan untuk mencegah supaya tidak meluasnya konflik dalam masyarakat. Hal-hal diatas peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Resolusi Konflik Penambangan Emas di Kanagarian Lubuk Ulang Aling Kecamatan Sangir Batang Hari Kabupaten Solok Selatan”. B. Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, dan Rumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
6
a. Terjadinya
konflik
dalam
masyarakat
terhadap
keberadaan
Penambangan emas. b. Terjadinya ketidak harmonisan hubungan antara masyarakat tambang dengan masyarakat biasa akibat penambangan emas. c. Timbulnya kecemburuan sosial terhadap perubahan sosial diantara masyarakat akibat Penambangan emas. d. Kurang harmonisnya hubungan mamak dengan kemenakan serta rusaknya hubunangan silaturahmi antara suku akibat keberadaan penambangan emas. e. Kurangnya peranan pemerintah dalam pencegahan konflik atas keberadaan Penambangan emas. 2. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka permasalahan dibatasi pada Resolusi Konflik (Konsiliasi, Mediasi, Kolaborasi, Kompromi) Penambangan Emas di Kanagarian Lubuk Ulang Aling Kecamatan Sangir Batang Hari Kabupaten Solok Selatan. 3. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah diatas maka yang menjadi rumusan masalah adalah: a. Apa saja foktor-faktor penyebab terjadinya konflik penambangan emas di Kenagarian Lubuk Ulang Aling ? b. Apa saja kendala-kendala masyarakat dalam resolusi konflik penambangan emas di Kenagarian Lubuk Ulang Aling ?
7
c. Bagaimana upaya masyarakat dalam resolusi konflik penambangan emas di Kenagarian Lubuk Ulang Aling ? C. Fokus Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini difokuskan pada upaya
yang dilakukan masyarakat dalam mengatasi konflik
penambangan emes di Kenagarian Lubuk Ulang Aling Kecamatan Sangir Batang Hari Kabupaten Solok Selatan. D. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini secara umum bertujuan untuk: 1. Mengetahui foktor-faktor apa yang penyebab terjadinya konflik penambangan emas di Kenagarian Lubuk Ulang Aling Kecamatan Sangir Batang Hari. 2. Mengetahui kendala-kendala yang dihadapi masyarakat dalam Resolusi konflik usaha penambangan emas di Kanagarian Lubuk Ulang Aling Kecamatan Sangir Batang Hari 3. Mengetahui upaya yang dilakukan masyarakat dalam Resolusi konflik usaha penamabangan emas di Kanagarian Lubuk Ulang Aling Kecamatan Sangir Batang Hari. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini antara lain: 1. Secara Teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan teori dalam Sosiologi Hukum
8
2. Secara akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah kepustakaan terutama yang berkaitan dengan Resolusi Konflik. 3. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi masyarakat terkait dengan Resolusi Konflik Penambangan Emas. Disamping itu hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi peneliti lain yang relevan dengan penelitian ini di masa yang akan datang.
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritis 1. Pengertian Konflik Soerjono Soekanto (1982: 7) menyatakan bahwa konflik mencakup suatu proses, dimana terjadinya pertentangan hak atas kekayaan, kekuasaan, kedudukan dan seterusnya dimana salah satu pihak berusaha untuk menghancurkan pihak lain. Brinkerhoff
dan
Popenoe
dalam
Syamsir,
dkk
(2003:62),
menjelaskan bahwa konflik merupakan perebutan atau perjuangan terhadap sumber-sumber langka yang tidak diatur oleh aturan-aturan yang disepakati bersama. Menurut Horton
dan
Hunt dalam Wila Huky (1985:167)
menjelaskan bahwa konflik berkembang bila seseorang atau kelompok memperoleh suatu pahala atau keuntungan, tidak dengan berusaha melebihi orang lain yang turut dalam persaingan, tetapi dengan mencegah mereka untuk bersaing secara efektif, secara formal. Konflik dirumuskan sebagai proses untuk mencapai pahala atau keuntungan dengan mengurangi atau melemahkan orang-orang yang ikut dalam persaingan. Dari uraian di atas terlihat bahwa pengertian konflik muncul dengan adanya keinginan dari suatu lembaga untuk mencari keuntungan tanpa memikirkan adanya pihak atau lembaga lain yang dirugikan akan berusaha
9
10
untuk memberikan perlawanan dari lembaganya. Sedangkan Abdul Syani (1987:34) menyatakan bahwa suatu pertikaian timbul karena adanya persaingan, baik persaingan antar individu ataupun antar kelompok. Selain itu pertikaian dapat timbul karena adanya perbedaan emosi antara orangorang dalam suatu proses interaksi sosial, perbedaan emosi timbul karena adanya kepentingan sosial. Dari uraian di atas terlihat bahwa sesungguhnya setiap konflik bersifat relasional dalam artian konflik hanya mempunyai makna dalam arti kontraksi. Selain itu konflik juga merupakan suatu proses sosial. Proses sosial tersebut terjadi pertentangan antara pihak-pihak yang terlibat di dalam pemerintahan, kepentingan-kepentingan individu atau kelompok. Williams dalam Federico yang dikutip Syamsir, dkk (2003:63) menjelaskan bahwa konflik merupakan suatu bentuk kompetensi dimana para pesaing (competitors) tidak hanya mencoba mengungguli lawan-lawan mereka tapi juga menyingkirkan mereka dari kompetisi, mengontrol, atau menghalangi mereka dari sesuatu yang berlawanan dengan keinginankeinginan mereka. Kompetisi bisa meningkat menjadi konflik bila kelompok-kelompok yang berkompetisi gagal mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati bersama dalam suatu kompetisi. Abdul Syani (1987:34) menyatakan bahwa suatu pertikaian timbul karena adanya persaingan antara individu ataupun antar kelompok, selain itu pertikaian dapat timbul karena adanya perbedaan emosi antara orang-orang
11
dalam suatu proses interaksi sosial, perbedaan emosi boleh jadi timbul karena adanya kepentingan sosial. Soerjono Soekanto dalam Wila Huky (1985:167) menjelaskan bahwa konflik adalah proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain (lawan) dengan ancaman atau kekerasan. Dengan demikian, perbedaan antara konflik dan persaingan terletak dalam fokus dan cara mencapai tujuan. Dalam persaingan fokus primer adalah tujuan dan interaksinya sesuai dengan aturan dan tata cara yang secara membudaya telah dirumuskan. Sementara dalam konflik fokusnya adalah pada pemusnahan dan pembasmian atau memperlemah daya atau kemampuan lawan, sehingga cara yang kurang bersih pun dapat digunakan untuk mencapai tujuan. Konflik dalam mencapai kemenangan berfokus pada usaha mengurangi jumlah lawan sedangkan dalam persaingan fokusnya bukan pada pengurangan lawan, tetapi pada tujuan dan pencapaiannya. 2. Bentuk-bentuk Konflik Robby Candra (1992:53) menjelaskan bahwa bentuk-bentuk konflik sosial di dalam masyarakat terdiri atas dua macam yaitu: a. Konflik Negatif: yaitu konflik dimana pihak-pihak yang terlibat merasa rugi karena konflik itu. Hal tersebut bisa terjadi walaupun pihak luar melihat pihak yang merasa kalah itu sudah unggul. Konflik yang negatif dan merusak munculnya dalam bentuk yang dikenal sebagai spiral konflik. Spiral konflik ini hanya memiliki satu arah yaitu meningkat dan
12
maju. Bentuk konflik negatif adalah suatu konflik yang tidak terselesaikan. Hal ini bisa terjadi dengan salah satu pihak menarik diri, ini dilakukan dengan pengetahuan bahwa pihak lainnya akan dirugikan oleh keputusan itu. b. Konflik Positif: berguna untuk suatu masyarakat atau kelompok yang memungkinkan ekspresi konflik yang terbuka dan memungkinkan pergeseran keseimbangan konflik akan memberikan transisi untuk suatu hubungan baru yang terus direvisi. Ciri-ciri konflik positif ialah adanya transformasi dari elemen-elemen konflik yaitu: 1). Cara konflik itu diekspresikan 2). Persepsi tentang kebutuhan dan tujuan 3). Persepsi tentang kemungkinan pemenuhannya 4). Tingkat persepsi bahwa kedua belah pihak sebenarnya saling terkait 5). Jenis kerjasama dan oposisi Dengan kata lain kedua belah pihak akan merasa diperkaya di dalam hubungan mereka, dan akan lebih bersedia bekerjasama dan bersedia untuk mengatasi konflik dengan lebih terbuka di masa depan. Abdul Syani (1987:35-36) ada beberapa bentuk pertentangan atau konflik secara khusus dalam kehidupan masyarakat yaitu: a. Pertentangan individu, artinya pertentangan yang hanya terbatas dalam hubungan atau interaksi antara dua orang. Pertentangan didasarkan atas persoalan-persoalan pribadi.
13
b. Pertentangan kesukuan, artinya pertentangan yang terjadi karena adanya perbedaan suku. Hal ini mungkin karena masing-masing merasa sukunya yang lebih baik, selain itu dapat juga disebabkan oleh perbedaan keturunan seperti kturunan bangsawan, cadiak pandai, ningrat dan sebagainya. c. Pertentangan kelas sosial, artinya pertentangan yang biasanya disebabkan oleh perbedaan-perbedaan kepentingan, disamping itu disebabkan oleh persaingan-persaingan untuk mencapai status tertentu, sebagai contoh seperti kepentingan buruh dengan majikan, atau persaingan para karyawan dalam memperebutkan status yang lebih tinggi. Sedangkan Simmel dalam Syamsir, dkk (2003:66) menjelaskan ada dua jenis konflik yaitu: Konflik antar kelompok dalam dan kelompok dengan kelompok luar. Selama masa ada ancaman atau konflik dengan orang (kelompok) luar, maka percekcokan atau konflik dalam kelompok cenderung rendah atau menurun, karena para anggotanya bersatu memusatkan perhatian pada usaha bersama untuk menghadapi atau mengalahkan musuh bersama. Akibat konflik yang bersifat integrasi kelompok dalam seperti ini sering terlihat dalam kelompok minoritas dalam suatu masyarakat, dimana solidaritas sosial kelompok minoritas tersebut sangat tergantung pada posisi mereka bersama terhadap masyarakat yang lebih besar. Sebaliknya solidaritas sosial kelompok minoritas cenderung menjadi rusak kalau oposisi dari masyarakat menjadi berkurang. Disamping itu, konflik juga
14
menghasilkan pembentukan kelompok baru yang terdiri dari orang-orang atau kelompok yang sebelumnya acuh tak acuh atau yang malah saling bertentangan. Jadi dapat disimpulkan bahwa konflik, selalu terdapat dalam kehidupan sosial, oleh karena itu ia disebut sebagai unsur interaksi yang penting yang sama sekali tidak boleh disimpulkan bahwa konflik itu selalu tidak baik, memecah, dan merusak dalam suatu tatanan kehidupan sosial dalam suatu masyarakat. 3. Unsur-unsur Konflik Coser dalam Soerjono Soekanto (1988:93) menjelaskan bahwa unsur-unsur konflik terdiri atas: a. Adanya ketegangan yang diekspresikan, konflik terjadi bila pihak-pihak yang terlibat melihat kehadiran sikap atau tindakan di dalam hubungan mereka yang bisa dianggap sebagai “Tindakan konflik”. Tindakan konflik ini diwujudkan secara lisan atau isyarat. Dalam tingkat antar pribadi bisa juga disampaikan secara lain yaitu saling menghindar atau saling diam. b. Adanya sasaran, tujuan atau pemenuhan kebutuhan yang dilihat berbeda, yang dirasakan berbeda, atau yang sesungguhnya bertentangan. c. Kecilnya kemungkinan untuk pemenuhan kebutuhan yang dirasakan. d. Adanya kemungkinan bahwa masing-masing pihak dapat menghalangi pihak lain dalam mencapai tujuannya. e. Adanya saling ketergantungan.
15
Walaupun pihak yang berkonflik saling bergantung namun persepsi mereka tentang hal itu akan menentukan pilihan penanggulangannya, pilihan tersebut ialah: a. Mereka bertindak sebagai pihak-pihak yang merasa tidak saling bergantung. b. Mereka
bertindak
sebagai
pihak-pihak
yang
menyadari
ada
ketergantungan. 5. Resolusi Konflik 1. Pengertian Resolusi Konflik Wirawan (2010:117) menjelaskan bahwa Resolusi konflik merupakan suatu kondisi di mana pihak-pihak yang berkonflik melakukan suatu perjanjian
(agreement)
yang
dapat
memecahkan
ketidakcocokkan
(incompatibility) utama di antara mereka, menerima keberadaan satu sama lain sebagai dan menghentikan tindakan kekerasan satu sama lain. Ini merupakan suatu kondisi yang selalu muncul setelah konfliknya terjadi. Resolusi konflik ini merupakan suatu upaya perumusan kembali suatu solusi atas konflik yang terjadi untuk mencapai kesepakatan baru yang lebih diterima oleh pihak-pihak yang berkonflik. 2. Faktor-faktor Terjadinya Konflik Dahrendorf dalam George Ritzer (2004:27) membedakan golongan yang terlibat konflik atas 2 tipe yaitu: a. Kelompok semu (quasi group)
16
Merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama dan terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan. b. Kelompok kepentingan (interest group) Terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas, kelompok kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta anggotanya yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat. Dahrendorf juga menjelaskan bahwa konsep-konsep kepentingan nyata dan kepentingan laten, kelompok kepentingan dan kelompok semu, posisi dan wewenang merupakan unsur-unsur dasar untuk dapat menerangkan bentuk-bentuk daripada konflik. Dalam kondisi yang tidak ideal ada beberapa faktor yang dapat berpengaruh dalam proses terjadinya konflik sosial yaitu: a) Kondisi teknik dengan personal yang cukup b) Kondisi politik dengan suhu yang normal. c) Kondisi sosial dengan adanya rantai komunikasi d) Mata rantai antara konflik dan perubahan sosial Coser dalam Soerjono Soekanto (1988:93) menyatakan bahwa penyebab terjadinya konflik adalah: a. Kondisi-kondisi yang menyebabkan ditariknya legitimasi dari sistem distribusi yang ada dan intensifikasi tekanan terhadap kelompokkelompok tertentu yang tidak dominan.
17
b. Penarikan legitimasi itu mempengaruhi variabel-variabel struktur sosial, derajat kesetiaan, dan taraf mobilitas yang diperbolehkan dalam suatu sistem. c. Tekanan-tekanan yang semakin intensif dipengaruhi oleh konteks sosialisasi dan kendala-kendala struktural yang dipergunakan untuk menekan kelompok-kelompok yang ada. Coser dalam Soerjono Soekanto (1988:93) menyatakan bahwa kesadaran akan kepentingan-kepentingan yang bertentangan (konflik realistis) cenderung menyebabkan bahwa kelompok-kelompok yang bertikai mengusahakan kompromi agar permasalahan dapat cepat teratasi dan tidak berlarut-larut. 3. Kendala-kendala Penyelesaian konflik Kendala disini berati Faktor-faktor yang menjadi
penghambat
terhadap penyelesaian konflik, Menurut Wirawan (2010:135-137) faktorfaktor tersebut antara lain sebagai berikut: 1. Kepribadian Individu Penyelesaian konflik seorang individu dapat diprediksi dari karakteristik-karakteristik
intelektual
dan
kepribadiannya.
Mereka
menemukan bahwa subjek dengan skor intelektual yang rendah cenderung menggunakan aksi fisik dalam mengatasi konflik. Sebaliknya subek dengan skor intelektual yang tinggi lebih cenderung untuk menggunakan gaya-gaya penyelesaian konflik yang membuat konflik melunak.
18
2. Situasional Aspek situasi yang penting antara lain adalah perbedaan struktur kekuasaan, riwayat hubungan, lingkungan sosial dan pihak ketiga. Apabila satu pihak memiliki kekuasaan lebih besar terhadap situasi konflik, maka besar kemungkinan konflik akan diselesaikan dengan cara dominasi oleh pihak yang lebih kuat posisinya.Termasuk dalam aspek lingkungan sosial adalah norma-norma sosial dalam menghadapi konflik dan iklim sosial yang mendukung melunaknya konflik atau justru mempertajam konflik. Sedangkan campur tangan pihak ketiga yang memiliki hubungan buruk dengan salah satu pihak yang berselisih dapat menyebabkan membesarnya konflik. Sebaliknya, hubungan baik pihak ketiga dengan pihak-pihak yang berselisih dapat melunak- kan konflik karena pihak ketiga dapat berperan sebagai mediator. 3. Interaksi Pendekatan dengan mencari pemahaman akan perilaku sosial dianggap mempunyai manfaat yang terbatas. Pendekatan yang lebih dominan dalam menerangkan perilaku sosial adalah interaksi dan saling mempengaruhinya. 4. Isu Konflik Tipe isu tertentu kurang mendukung resolusi konflik yang konstruktif dibandingkan dengan isu yang lain. Tipe isu seperti ini mengarahkan partisipan konflik untuk memandang konflik sebagai permainan kalah-menang. Isu yang berhubungan dengan kekuasaan,
19
status, kemenangan, dan kekalahan, pemilikan akan sesuatu yang tidak tersedia substitusinya, adalah termasuk tipe-tipe isu yang cenderung diselesaikan dengan hasil menang kalah. Tipe yang lain yang tidak berhubungan dengan hal-hal di atas dapat dipandang sebagai suatu permainan yang memungkinkan setiap pihak yang terlibat untuk menang. Pada umumnya, konflik kecil lebih mudah diselesaikan secara konstruktif daripada konflik besar. Akan tetapi pada konflik yang destruktif, konflik yang sebenarnya kecil cenderung untuk membesar dan meluas. Perluasan ini dapat terjadi bila konflik antara dua individu yang berbeda dianggap sebagai konflik rasial. Selain itu bisa juga jika konflik tentang masalah biasa dipandang sebagai konflik yang bersifat substantif atau dipandang menyangkut harga diri dan kekuasaan. 5. Upaya Penyelesaian Konflik Upaya adalah usaha
mencapai suatu maksud, memecahkan suatu
persoalan, mencari jalan keluar dari suatu masalah yang dihadapi (kamus bahasa indonesia). Dikaitkan dengan penelitian, upaya disini berarti usaha-usaha yang dilakukan untuk menyelesaiakan pesoalan konflik terhadap pertambanagan emas yang saat ini menimbulkan masalah dalam kehidupan masyarakat. Beberapa masalah yang timbul akibat konflik tersebut adalah terjadinya kecemburuan sosial, kurang harmonisnya hubungan dimasyarakat dan lainlain seperti dijelaskan sebagai berikut:
20
Menurut Hendropuspito (1989:250-252) upaya menyelesaikan konflik ada 5 macam yaitu: a. Konsiliasi (Conciliation) Pengendalian semacam itu terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan-keputusan diantara pihak-pihak yang berlawanan mengenai persoalan-persoalan yang mereka pertentangkan. b. Mediasi (mediation) Dimana kedua belah pihak yang bersengketa bersama-sama bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasehatnasehatnya
tentang
bagaimana
mereka,
sebaliknya
walaupun
penyelesaian darai pihak ketiga tersebut bertantangan, namun cara pengendalian ini kadang-kadang menghasilkan penyelesaian yang cukup efektif oleh karena itu cara ini memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk mengurangi irasionalitas yang biasanya timbul di dalam setiap konflik, memungkinkan pihak-pihak yang bertentangan menarik diri tanpa harus kehilangan muka, mengurangi pemborosan yang dikeluarkan untuk membiayai pertentangan dan sebagainya. c. Perwasitan (arbitration) Kedua belah pihak yang bertentangan bersepakat untuk menerima atau “terpaksa” menerima hadirnya pihak ketiga yang akan memberikan “keputusan” tertentu untuk menyelesaikan konflik yang terjadi diantara mereka. Di dalam bentuk mediasi kedua belah pihak yang bertentangan
21
menyetujui untuk menerima pihak ketiga sebagai wasit, akan tetapi mereka bebas untuk menerima atau menolak keputusan-keputusan wasit lebh daripada mediasi, sebaliknya suatu perwasitan menempatkan kedua belah pihak yang bertentangan pada kedudukan untuk harus menerima keputusan-keputusan yang diambil oleh wasit. d. Paksaan (Coercion) Paksaan ialah suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik ataupun psikologis. Bila paksaan psikologis tidak berhasil, dipakailah paksaan fisik. Pihak yang biasa menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang merasa yakin menang, bahkan sanggup menghancurkan pihak musuh. Pihak inilah yang menentukan syarat-syarat untuk menyerah dan berdamai yang harus diterima pihak yang lemah. e. Détente Cara ini merupakan persiapan untuk mengadakan pendekatan dalam rangka pembicaraan tentang langkah-langkah dalam mencapai perdamaian. Jadi dalam hal ini belum ada penyelesaian defenitif, belum ada pihak yang dinyatakan kalah atau menang. Selain itu Pickering (2001:40-47) menampilkan empat upaya menyelesaian konflik yang sudah umum diterima yaitu: 1) Kolaborasi (kerjasama) Gaya menangani konflik dengan tingkat keasertifan dan kerja sama yang tinggi. Tujuanya adalah untuk mencari alternatif, dasar
22
bersama dan sepenuhnya memenuhi harapun kedua bela pihak yang terlibat konflik. Gaya kalaborasi merupakan upaya bernegosiasi untuk menciptakan solusi yang sepenuhnya memuaskan pihah-pihak yang terlibat konflik. Upaya tersebut saling meliputi saling memahami permasalahan konflik atau sling memahami ketidaksepakatan. Selain itu, kreativitas dan inovasi juga digunakan untuk mencari alternatif yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. 2) Mengikuti kemauan orang lain Gaya yang menilai orang lain lebih tinggi dan memberikan nilai rendah pada diri sendiri, barangkali mencerminkan rasa rendah diri orang tersebut. Mendominasi (menonjolkan kemauan sendiri), kebalikan dari gaya mengikuti gaya orang lain, yaitu dengan tidak menggubris sama sekali kemauan orang lain. 3) Menghindari Yaitu gaya “jangan merusak suasana”, orang yang menggunakan gaya ini tidak memberikan nilai yang tinggi pada dirinya atau pada orang lain. 4) Kompromi Gaya ini berorientasi jalan tengah, karena setiap orang punya sesuatu untuk ditawarkan dan sesuatu untuk diterima. Keahlian bernegosiasi dan tawar menawar adalah pelengkap dari gaya kompromi.
23
Keempat upaya penyelesaian konflik diatas dapat dipilih salah satu atau mengkolaborasikan dalam menangani konflik yang akan diselesaikan. B. Kerangka Konseptual Kerangka
konseptual
merupakan
kerangka
berfikir
dalam
mengembangkan hubungan antara konsep yang akan diteliti. Berdasarkan kerangka konseptual akan jelas nampak ada beberapa objek dan konsep yang harus diteliti, maka dalam penelitian ini penulis ingin mengetahui Bagai mana upaya masyarakat dalam Resolusi konflik pertambangan emas di Kanagarian Lubuk Ulang Aling dan apa saja kendala-kendala masyarakat dalam Resolusi konflik pertambangan emas tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam kerangka konseptual di bawah ini:
24
Resolusi Konflik Penambangan Emas
Faktor-faktor penyebab konflik
Upaya Masyarakat Dalam Menyelesaikan Konflik
1. Kelompok semu 2. Kelompok kepentingan Paksaan
1. Konsiliasi (Conciliation) 2. Mediasi (Mediation) 3. Kolaborasi (Kerjasama) 4. Kompromi
Kendala-Kendala Masyarakat Dalam menyelesaikan konflik 1. Kepribadian individu 2. Situasional 3. Interaksi 4. Isu konflik
25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu jenis penelitian yang menggambarkan suatu masalah di dalam masyarakat, yang menghasilkan data deskriptif berupa data tertulis atau data lisan dari suatu perilaku yang diamati. Hal ini sesuai dengan pendapat Bogdan dan Taylor yang dikutip oleh Lexy J. Moleong (2001:3) menyatakan bahwa jenis penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang perilakunya diamati. Jadi penelitian kualitatif dengan metode deskriptif adalah suatu jenis penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran deskripsi dan lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Berdasarkan pendapat di atas maka yang diteliti dalam penelitian ini adalah gambaran, lukisan, atau deskriptif tentang “ Resolusi konflik penambang emas di Kanagarian Lubuk Ulang Aling Kecamatan Sangir Batang Hari Kabupaten Solok Selatan ”. B. Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kanagarian Lubuk Ulang Aling Kecamatan Sangir Batang Hari Kabupaten Solok Selatan. Hal ini didasrkan pada
25
26
observasi awal yang peneliti lakukan, bahwa di daerah ini terdapat penambangan emas yang selalu memicu konflik. C. Informan Penelitian Berkenaan dengan tujuan penelitian kualitatif di atas, maka prosedur informan yang terpenting adalah bagaimana menentukan informan dengan syarat informasi sesuai dengan fokus penelitian. Untuk memilih informan lebih tepat dilakukan secara sengaja (Purposive). Penelitian ini berkaitan dengan, Resolusi konflik penambangan emas di Kenagarian Lubuk Ulang Aling, maka peneliti menentukan informan penelitiannya yaitu: Wali Nagari Lubuk Ulang Aling, ketua KAN, investor, kepala jorong, tokoh masyarakat, ketua pemuda dan masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 3.1 Informan Penelitian No
Nama Informan
Umur
Pekerjaan
1
Thamrin Dt.Kampuang
52Thn
Wali nagari
2
Sudirman. Ts
55 thn
Ketua kan
3
Zulfikar
48 thn
Investor
4
Kaliumar
51 thn
Kepala jorong
5
Suwardi Dt. Gunung bonsu
52 Thn Wiraswasta/tokoh masyarakat
6
Awen
50 Thn Petani/tokoh masyarakat
7
Masriyal
39 Thn Wiraswasta/ketua pemuda
8
Basri
43 Thn Wiraswasta/masyarakat
9
Sien
41 Thn Rumah tangga/masyarakat
Sumber: Data Primer diolah, 2013
Ket
27
D. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data Lofland dalam lexy J. Moleong (2002:112) menyatakan bahwa “Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain” Sesuai dengan pengertian tersebut maka sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah: a.
Data Primer Yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber data. Data primer penulis dapatkan dengan melakukan penelitian lapangan (field Research) terhadap permasalahan yang penulis teliti yang berkaitan dengan Resolusi konflik penambangan emas yang meliputi upaya yang dilakukan masyarakat dalam Resolusi konflik penambangan emas dan kendala-kendala masyarakat dalam resolusi konflik penambangan emas.
b.
Data Sekunder Yaitu data penunjang yang relevan dengan kajian penelitian yang diperoleh peneliti yang berkenaan dengan keadaan geografis, mata pencaharian, pendidikan, fasilitas keagamaan dan lain- lain.
2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah semua pihak (Informan) yang memberikan informasi atau penjelasan tentang Resolusi Konflik Penambangan Emas di Kenagarian Lubuk Ulang Aling.
28
a. Sumber Data Primer Sumber data primer dalam penelitian ini adalah diperoleh dari hasil wawancara dengan informan yang telah ditentukan secara purposive yaitu Wali Nagari, Ketua KAN, Humas Perusahaan, Kepala Jorong, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, dan Anggota Masyarakat. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari bukubuku, arsip, dan dokumen yang berkaitan dengan Resolusi Konflik Penambagan Emas di Kanagarian Lubuk Ulang Aling. E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Agar data yang diperlukan terkumpul dengan baik dan lengkap maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut a. Wawancara Wawancara dilakukan dengan menghubungi sumber utama dan sumber pelengkap yang akan diwawancarai, yang ada hubungannya dengan yang diteliti yaitu Wali Nagari, kemudian wawancara dilanjutkan dengan informan yang ditunjuk oleh Wali Nagari sampai yang dianggap mengetahui tentang Resolusi Konflik Penambangan Emas di Kanagarian Lubuk Ulang Aling. b. Observasi (Pengamatan) Peneliti sendiri merupakan instrumen dalam melakukan observasi (pengamatan), penulis memasuki situasi tertentu melakukan observasi
29
terhadap orang-orang yang terlibat dengan masalah penelitian yang dikaji terutama dalam menafsirkan gejala yang berhubungan dengan Resolusi Konflik Penambangan Emas di Kanagarian Lubuk Ulang Aling. c. Studi Dokumentasi Penulis mencari dan mempelajari dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti yaitu mempelajari dan mengolah arsip-arsip dari Kantor Wali Nagari. 2. Alat Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data penulis dibantu dengan a. Pedoman wawancara (interview guide) b. Alat perekam c. Alat pengambil gambar F. Uji Keabsahan Data 1. Teknik Ketekunan Pengamatan Peneliti
mengadakan
pengamatan
dengan
teliti
dan
secara
berkesinambungan tentang Bentuk-bentuk potensi konflik kemudian menelaah hasil pengamatan secara mendalam untuk mencari solusi yang terbaik dalam mengatasi potensi konflik. 2. Teknik Trianggulasi Lexy J. Moleong (2002:178) menyatakan bahwa trianggulasi adalah “Teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
30
terhadap data itu. Denzim membedakan empat macam trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka teknik triangulasi yang digunakan adalah triangulasi sumber dan triangulasi metode. Triangulasi dengan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda (Patton, dalam Lexy J. Moleong, 2002: 178). Berdasarkan uraian di atas maka dalam penelitian ini akan melihat apakah sama atau berbeda antara keterangan yang diperoleh dari wali nagari sebagai informan utama dengan informan selanjutnya, selanjutnya adalah triangulasi metode yaitu keterangan antra informan yang satu dengan yang lainnya, keterangan seluruh informan dengan pengamatan, dan pembicaraan yang dilakukan secara pribadi dengan umum, sampai menemukan tingkat kejenuhan informasi. Hal itu dapat dicapai dengan jalan: a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara b. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi c. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan pemerintahan.
menengah
atau
tinggi,
orang
berada,
orang
31
d. Membandingkan hasil wawancara dengan suatu dokumen yang berkaitan. G. Teknik Analisis Data Sesuai dengan jenis penelitian yaitu penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, maka teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif. Data yang terkumpul dianalisis langsung selama proses penelitian berlangsung. Miles dan Huberman (1992:15-20) menyatakan bahwa Analisis data dilakukan melalui prosedur atau melalui beberapa tahap sebagai berikut : a. Pengumpulan Data Dilakukan dengan mengumpulkan data dari sumber yaitu dari hasil wawancara, observasi dan dokumen-dokumen yang diperoleh di lapangan. b. Reduksi Data Data yang diperoleh dari lokasi penelitian atau data lapangan dituangkan dalam bentuk uraian atau laporan yang lengkap dan terinci. Laporan lapangan oleh peneliti direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting kemudian dicari tema atau polanya (melalui penyuntingan, pemberian kode, dan pentabelan). Reduksi data (reduction data) ini dilakukan terus menerus selama proses penelitian berlangsung. c. Penyajian Data Penyajian data (display data) dimaksudkan agar memudahkan bagi peneliti untuk melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian
32
tertentu dari penelitian. Dengan kata lain merupakan pengorganisasian data ke dalam bentuk tertentu sehingga kelihatan dengan sosoknya yang lebih utuh. d. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi Verifikasi data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung. Sejak awal memasuki lapangan dan selama proses pengumpulan data, penulis berusaha menganalisis dan mencari makna dari data yang dikumpulkan, yaitu dengan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul, kesimpulan sementara (hipotesis) dan sebagainya, yang dituangkan dalam kesimpulan yang masih bersifat tentatif, akan tetapi dengan bertambahnya data melalui verifikasi secara terus menerus maka akan diperoleh kesimpulan yang bersifat data nyata (grounded). Dengan kata lain setiap kesimpulan senantiasa terus dilakukan verifikasi selama penelitian berlangsung melibatkan interpretasi peneliti.
33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Umum 1. Letak Geografis Nagari Lubuk Ulang Aling merupakan salah satu Nagari yang terletak di Kecamatan sangir batang hari Kabupaten solok Selatan Propinsi Sumatera Barat. Secara Geografis Kecamatan sangir batang hari terletak pada 101011, 04 - 101038, 09 bujur timur dan 01000, 59 - 01022, 24 Lintang Selatan, dengan luas daerah tercatat sebesar 280.01 Km2. Sebelah Utara
: Kabupaten Dharmasraya
Sebelah Selatan
: Kecamatan Sangir jujuan
Sebelah Barat
: Kabupaten Dharmasraya
Sebelah Timur
: Kabupaten Dharmasraya
Nagari Lubuk Ulang Aling terdiri dari 7 desa, yaitu Desa Batu Lantam, Desa Gasing, Desa Sungai Penuh, Desa Batu Laung, Desa Muaro Sangir, Desa Ombak Kubu, dan Desa Limau Sundai. Ketujuh desa diatas tempat dilaksanakanya penambanagan emas. 2. Penduduk Penduduk adalah kekayaan bangsa dan sekaligus menjadi modal pembangunan karena penduduk bukan saja berperan dalam pembangunan tetapi juga menjadi sasaran dari pembangunan itu sendiri. Oleh karena itu untuk menunjang keberhasilan pembangunan maka harus dikembangkan 33
34
terlebih dahulu penduduk yang berkualitas. Pengembangan penduduk yang berkualitas merupakan ciri-ciri dari keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Penduduk
Nagari
Lubuk
Ulang
Aling
Mayoritas
orang
Minangkabau, berasal dari daerah Sumatera Barat itu sendiri. Keadaan penduduk Nagari Lubuk Ulang Aling sudah ramai. Untuk lebih jelas tentang perkembangan penduduk Nagari Libuk Ulang Aling dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Nagari Lubuk Ulang Aling berdasarkan Desa No
Jorong/ Desa
1 2 3 4 5 6 7
Talantam Gasing Sungai Penuh Batu Laung Muro Sangir Ombak Kubu Limau Sundai Jumlah
Laki-laki F % 231 9 398 16 354 14 413 16 362 14 521 20 279 11 2558 100
Perempuan F % 431 17 349 14 427 17 306 12 294 12 482 19 238 9 2527 100
Jumlah F % 662 13 747 15 781 15 719 14 656 13 103 20 517 10 5085 100
Ket
(Sumber: Kantor Wali Nagari Lubuk Ulang Aling, 2011) Berdasarkan tabel 4.1 di atas bahwa jumlah penduduk dari tahun ke tahun semakin meningkat, hal ini dapat dilihat bahwa jumlah penduduk laki-laki yang paling banyak yaitu penduduk Desa Ombak Kubu sebanyak 521 (20%) sedangkan jumlah penduduk perempuan yang paling banyak yaitu penduduk Desa Ombak Kubu sebanyak 482 (19%), jadi dapat dilihat bahwa jumlah penduduk yang paling banyak adalah jumlah penduduk di Desa Ombak Kubu. Jumlah penduduk paling sedikit yaitu di Desa Limau
35
Sundai, dengan jumlah laki-laki sebanyak 279 (11%), sedangkan jumlah perempuannya sebanyak 238 (9%). Data diatas menunjukkan jumlah penduduk dalam satu Nagari yaitu Nagari Lubuk Ulang Aling sebanyak tujuh desa, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Nagari Lubuk Ulang Aling berdasarkan umur No
Umur
F
%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0–4 5–9 10 – 14 15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 50 – 54 55 Keatas
436 492 596 462 395 562 324 392 480 442 297 207
8 10 12 9 8 11 6 8 9 9 6 4
Jumlah
5085
100
Ket
(Sumber: Kantor Wali Nagari Lubuk Ulang Aling, 2011) Berdasarkan tabel 4.2 tersebut jumlah penduduk diatas terlihat bahwa jumlah penduduk terbanyak berkisar antara umur 10 sampai 14 tahun sebesar 596 (12%), sedangkan jumlah penduduk paling sedikit berkisar antara umur 55 tahun keatas sebesar 207 (4%), Jadi jumlah keseluruhan penduduk Nagari Lubuk Ulang Aling adalah 5085 jiwa. 3. Mata Pencaharian Penduduk Nagari Lubuk Ulang Aling merupakan masyarakat yang heterogen baik dari segi ekonomi, pekerjaan, dan pendidikan.
Faktor
36
ekonomi secara umum merupakan faktor penentu utama, sebab faktor tersebut menyangkut potensi dasar yang dikelola untuk menjalankan usaha dalam mencapai kesejahteraan hidup masyarakat. Pada umumnya masyarakat Nagari Lubuk Ulang Aling adalah berpenghasilan dari perkebunan karet, tetapi ada juga yang berpenghasilan dari berdagang, PNS, Swasta, pensiunan dan sebagainya. Hasil perkebunan tersebut banyak membantu penduduk dalam menunjang ekonomi keluarga, sehingga kehidupan ekonomi Nagari Lubuk Ulang Aling cukup bagus. Mata pencaharian bertani merupakan mata pencaharian yang dilakukan secara turun menurun. Berdasarkan data yang diperoleh tahun 2011 terdapat macam-macam
jenis mata pencaharian
masyarakat Nagari Lubuk Ulang Aling. Untuk lebih jelasnya terlihat pada tabel dibawah ini: Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Nagari Lubuk Ulang Aling berdasarkan matapencaharian No 1 2 3 4 5 6
Mata Pencaharian Petani (berkebun karet) Pedagang PNS Pensiunan Wiraswasta Buruh Jumlah
F 3195 149 75 7 138 294 3859
% 82.7 3.8 1.9 0.1 3.5 8.0 100
Ket
(Sumber: Kantor Wali Nagari Lubuk Ulang Aling, 2011) Dari tabel 4.3 diatas terlihat bahwa sebagian besar penduduk di Nagari Lubuk Ulang Aling bermata pencaharian petani/berkebun karet 3195 (82,7%), hal ini sangat sesuai dengan kondisi alam yang sangat subur sehingga cocok untuk perkebunan. Selain berkebun penduduk Nagari
37
Lubuk Ulang Aling juga bekerja sebagai buruh. Pada umumnya pendapatan perkebunan karet lebih besar dari pada pendapatan para Pegawai Negri Sipil 75 (1,9%). Hal ini disebabkan harga karet terus meningkat sehingga pendapatan penduduk bertambah pula. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dilihat bahwa dari 5085 jiwa masyarakat Nagari Lubuk Ulang Aling sebanyak 3859 jiwa sudah memiliki pekerjaan dan sisanya sebanyak 1226 jiwa bisa dikatakan belum bekerja atau masih dalam melaksanakan pendidikan. Berdasarkan mata pencaharian di atas dapat diklasifikasikan kesejahteraan masyarakat berdasarkan tingkat pendapatannya. Terhitung tahun 2011 dari 1648 jumlah KK sebanyak 138 digolongkan sebagai KK miskin, 359 KK sedang, 651 KK prasejahtera, 393 KK sejahtera, dan 179 KK kaya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada perincian tabel berikut ini: Tabel 4.4 Tingkat Pendapatan Penduduk Nagari Lubuk Ulang Aling Berdasarkan KK No 1 2 3 4 5
Kesejahteraan Sosial Miskin Sedang Prasejahtera Sejahtera Kaya
Jumlah 138 359 579 393 179
Tingkat pendapatan
Ket
< Rp 1.000.000 Rp 1.000.000 – Rp 2.500.000 Rp 2.500.000 – Rp 3.500.000 Rp 3.500.000 – Rp 5.000.000 >Rp .5.000.000
Jumlah 1648 Sumber Data: Kantor Wali Nagari Lubuk Ulang Aling Tahun 2011 Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat dari jumlah 1648 KK di Nagari Lubuk Ulang Aling terlihat tingkat pendapatan masyarakat yang paling banyak yaitu berada pada taraf “prasejahtera” sebanyak 579 orang KK dengan tingkat pendapatan sebesar Rp 2.500.000 – Rp 3.500.000. Jadi
38
dapat disimpulkan bahwa masyarakat Nagari Lubuk Ulang Aling kesejahteraan sosialnya dominan diatas sedang menuju sejahtera. 4. Pendidikan Kesadaran masyarakat Nagari Lubuk Ulang Aling terhadap pentingnya pendidikan cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat banyaknya orang tua yang ingin melanjutkan pendidikan anaknya ke SMP atau ke SMA, bahkan sampai ke perguruan tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Nagari Lubuk Ulang Aling Berdasarkan Tingkat Pendidikan NO 1 2 3 4 5 6
Tingkat Pendidikan TK dan PAUD Tidak TamatSD SD SLTP SLTA Diploma/ Sarjana Jumlah
Laki-laki F % 97 16 64 11 142 23 127 21 106 17 74 12
Perempuan F % 65 11 42 7 157 26 112 19 125 21 94 16
Jumlah F % 162 13 106 9 299 25 239 20 231 19 168 14
610
595
1205
100
100
Ket
100
(Sumber: Kantor Wali Nagari Lubuk Ulang Aling, 2011) Dari tabel 4.5 diatas terlihat bahwa yang masih berada di TK dan PAUD sebanyak 162 (13%) jiwa, pada Sekolah Dasar (SD) sebanyak 299 (25%) jiwa, pada Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 239 (20) jiwa, pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 231 (19%) jiwa. Dan pada Perguruan Tinggi 168 (14%) jiwa. Dari sekian banyak yang berada ditingkat pendidikan ada juga yang tidak tamat SD yaitu sebanyak 106 (9%) jiwa.
39
5. Keagamaan Penduduk Nagari Lubuk Ulang Aling 100 % beragama Islam. Untuk memperlancarkan kegiatan ibadah masyarakat maka, di dalam Kecamatan Sangir Batang Hari tempat-tempat ibadah tersebar disetiap desa. Tempat tersebut digunakan penduduk untuk beribadah kepada Allah Swt. Masyarakat menjalankan ajaran Islam seperti shalat, puasa, zakat dan naik haji serta ajaran sunnah lainnya. Namun pada kenyataannya sebagian masyarakat Nagari Lubuk Ulang Aling masih ada yang mempercayai keberadaan makhluk halus seperti leluhur dan kekuatan sakti. Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan ajaran Islam. 6. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana merupakan sesuatu yang digunakan dalam proses kegiatan. Sarana dan prasarana yang ada di Nagari Lubuk Ulang Aling yaitu Masjid, Mushalla, lapangan bola voli, lapangan batminton, puskesmas, TK, PAUD, SD, dan SMP. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
40
Tabel 4.6
Sarana dan prasarana penduduk Nagari Lubuk Ulang Aling No. 1 2 3 4 5 6
Sarana dan Prasarana
F
Masjid/ Mushalla Lapangan Bola Voli dan B.Tangkis Puskesmas TK/ PAUD SD SMP
9 6 2 3 6 2
Jumlah
28
Ket
(Sumber: Kantor Wali Nagari Lubuk Ulang Aling, 2011) Dari tabel 4.6 diatas dapat kita lihat bahwa sarana dan prasarana sangat membantu masyarakat Nagari Lubuk Ulanga Aling dalam berbagai proses kegiatan dan di permudah dengan adanya transportasi. 7. Kehidupan Sosial Budaya Kehidupan sosial budaya merupakan suatu kehidupan dimana individu tidak bisa melangsungkan hidupnya tanpa berhubungan dengan orang lain. Dalam kehidupan sosial, manusia saling membutuhkan dan tidak bisa hidup sendiri. Setiap manusia membutuhkan orang lain dalam arti tidak bisa hidup secara individualis walaupun berbeda suku atau etnis. Hubungan antar sesama masyarakat yang ada di Nagari Lubuk Ulang Aling terjalin dengan baik, Ini terlihat dalam melaksanakan berbagai kegiatan. Masyarakat Nagari Lubuk Ulang Aling memiliki sifat tolong menolong dan saling menghormati antar sesama. Jika ada pembangunan sebuah mesjid atau fasilitas umum lainnya seperti membersihkan jalan, membuat lapangan dan sebagainya, maka terlebih
41
dahulu masyarakat bermusyawarah untuk mencapai kata mufakat dan mengerjakannya secara gotong royong. Dengan demikian penduduk asli dan pendatang tidak terlihat perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin atau orang minang dengan orang jawa, Kebudayaan di Nagari Lubuk Ulang Aling mempunyai ciri-ciri tersendiri berbeda dengan daerah lain. Di Nagari tersebut terdapat berbagi etnis seperti Minangkabau dan jawa. Sebagaian besar masyarakat
Nagari Lubuk Ulang Aling menggunakan bahasa
Minang dan bahasa Jawa. Dalam pergaulan sehari-hari hubungan kedua etnis tersebut cukup baik, Apabila antar etnis berkomunikasi mereka memakai bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Walaupun adat minang dan jawa terpisah secara tersendiri akan tetapi dalam perubahan waktu kedua kebudayaan tersebut saling bercampur satu dengan yang lain. Ini terlihat apa bila terjadi perkawinan campur yaitu orang Minang menikah dengan orang Jawa atau sebaliknya, maka budaya yang digunakannya budaya Minang dan Jawa. Justru kebanyakan orang jawa akan mengikuti budaya minang dan bebas memilih mau tinggal di keluarga Jawa atau Minang. B. Temuan khusus 1. Faktor-faktor terjadinya konflik Faktor-faktor penyebab terjadinya konflik pertambanagan emas di Kenagarian Lubuk Ulang Aling. Adapun faktor penyebab konflik tersebut yaitu sebagai berikut:
42
a. Kelompok semu Penyebab terjadinya konflik di Kenagarian Lubuk Ulang Aling disebabkan adanya kepentingan yang sama dari beberapa pihak pemegang kekuasaan yang ingin menguasai pertambangan emas. Berdasarkan wawancara penulis dengan seorang tokoh mayarakat (Bapak Suwardi Dt. Gunung Bonsu, 22 Maret 2013) mengatakan bahwa: Saya rasa penyebab trerjadinya permasalahan tambang emas yaitu karena adanya kepentingan dari beberapa pihak pemegang kekuasaan yang ingin menguasai pertambangan, makanya sulit sekali bagi kita untuk menyelesaikan masalah ini. Dengan demikian dapat dipahami bahwa penyebab terjadinya konflik pertambangan emas Di Kenagarian Lubuk Ulang Aling yaitu disebabkan karena adanya kepentingan dari beberapa pihak pemegang kekuasaan yang inggin menguasai pertambangan, makanya sulit bagi masyarakat untuk menyelesaikan masalah pertambangan tersebut. b. Kelompok kepentingan Konflik di Kenagarian Lubuk Ulang Aling ini disebabkan karena adanya kepentingan dari beberapa pihak pemegang kekuasaan yang ingin menguasai pertambangan tapi dalam cakupan yang lebih besar. Kelompok kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta anggotanya yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat. Berdasarkan wawancara dengan Wali Nagari Lubuk Ulang Aling (Bapak Thamrin Dt. Kampung, 23 Maret 2013) mengatakan bahwa:
43
Sebenarnya konflik yang terjadi di daerah kita ini disebabkan karena adanya kepentingan yang sama dari beberapa pihak untuk mencari keuntung dari hasil pertambangan. Seperti investor yang masuk kedaerah kita ini, merka melakuakan kerja sama dengan masyarakat pemilik lahan, kemudian ada dari masyarakat kita yang menolak dengan kehadiran tambang emas yang dikelolah investor tersebut, penolakan ini yang memicu timbulnya konflik di kehidupan masyarakat. Dengan demikian penyebab trerjadinya konflik pertambangan emas di Kenagarian Lubuk Ulang Aling disebabkan karena karena adanya kepentingan yang sama dari beberapa pihak untuk mencari keuntung dari hasil pertambangan. Seperti investor yang masuk kedaerah Lubuk Ulang Aling, merka melakuakan kerja sama dengan masyarakat pemilik lahan, kemudian ada dari masyarakat lain yang menolak dengan kehadiran tambang emas yang dikelolah investor tersebut, penolakan ini yang memicu timbulnya konflik di kehidupan masyarakat. Paksaan (coercion)
Bila dicermati konflik yang terjadi di Kanagarian Lubuk Ulang Aling merupakan masalah yang serius. Adapun cara dan tindakan yang digunakan penguasa dalam mengatasi konflik seperti dengan paksaan fisik ataupun psikologis. Bila paksaan psikologis tidak berhasil, dipakailah paksaan fisik. Pihak yang biasa menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang merasa yakin menang, bahkan sanggup menghancurkan pihak musuh. Pihak inilah yang menentukan syarat-syarat untuk menyerah dan berdamai yang harus diterima pihak yang lemah.
44
Berdasarkan wawancara dengan seorang masyarakat pemilik lahan (Ibuk Sien, 26 maret 2013) mengatakan bahwa: “Memang terjadi masalah di lapangan maslahnya yaitu saya tidak terima sawah saya yang berdekatan dengan tambang terkenak imbas dari alat berat/escapator seperti runtuhnya tebing atau pembatas antara lokasi tambang dengan lahan sawah saya, dan saya menuntut ganti rugi atas lahan yang terkenak imbas tersebut, namun pihak dari investor tidak menangapi masalah tersebut dan saya membawa beberapa orang keluarga saya kemudian memberhentikan alat berat yang sedang berkeja tersebut. Namun dalam hal ini kami tidak melakuakan tindakan yang anarkis kami cuman menuntut yang seharunya menjadi hak kami. Kemudian masalah ini kami diskusi untuk mencapai kesepakatan”. Dari wawancara diatas dapat dipahami bahwa tindakan yang dilakukan masyarakat untuk mempertahankan sawahnya adalah memberhentikan escapator yang sedang berkerja dan mendiskusikan masalah tersebut dengan pihak investor. Hasil dari diskusi tersebut pihak investor menganti kerugi lahan masyarakat yang terkenak imbas dari escapator. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 4.1 Sawah masyarakat.
Lokasi tambang emas
45
Dari gambar 4.1 diatas terlihat aktivitas penambangan yang dilakukan
pihak
investor
dalam
mengekploitasi
emas
dengan
mengunakan alat berat berupa escavator yang berakibat runtuhnya tebing antara lokasi tambang dengan sawah masyarakat kemudian pihak pemilik sawah menuntut ganti rugi kepada pihak investot dan masalah ini diselesaikan dengan cara diskusi untuk mencapai kesepakatan antara kedua belapihak. Berdasarkan wawancara dengan seorang ketua pemuda Limau Sundai (bapak Masriyal, 28 maret 2013) mengatakan bahwa: “Dulu kami bersama masyarakat Lubuk Ulang Aling perna melakukan demo kekantor bupati Solok Selatan. Kami menuntut supaya tambang emas yang dikelolah pihak investor diberhentikan, kalau hal ini di biarkan kami takut daerah kami akan terkikis habis. Demo yang kami lakukan sepat terjadi tindakan yang anarkis yaitu terjadinya bentrok dengan pihak keamanan (aparat kepolisian). Itu kami lakukan karena kami tidak mengiginkan investor berkerja didaerah kami, dan kami juga menuntut supaya diberlakukannya izin untuk tambang rakyat”. Dari wawancara diatas dapat dipahami bahwa tindakan yang dilakukan masyarakat untuk menyelesaikan konflik pertambanagan emas di Kanagarian Lubuk Ulang Aling adalah dengan cara demo dengan tujuan menuntut supaya diberhentikan tambang emas yang di kelolah pihak investor dan memberlakukan tambang rakyat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
46
Gambar 4.2 Demo yang dilakukan masyarakat Dari gambar 4.2 diatas terlihat tindakan yang dilakukan masyarakat untuk menyelesaikan konflik pertambanagan emas di Kanagarian Lubuk Ulang Aling adalah dengan cara demo, demo yang dilakukan masyarakat tersebut berakibat pada tindakan yang anarkis yaitu terjadinya bentrokan dengan pihak keamanan (aparat kepolisian) itu dilakukan masyarakat supaya diberhentikannya tambang emas yang dikelolah pihak investor kemudian memberlakukan tambang rakyat dengan mengelurkan izinya. 2. Kendala-Kendala Masyarakat Dalam Menyelesaikan Konflik Kendala disini berarti faktor-faktor penghambat terhadap solusi konflik pertambanagan emas yang saat ini menimbulkan masalah dalam kehidupan masyarakat. Adapun faktor penghambat terhadap solusi konflik, yaitu sebagai berikut:
47
a. Kepribadian Individu Kendala yang dihadapi seseorang dalam mengatasi konflik dapat
dilihat
dari
karakteristik-karakteristik
intelektual
dan
kepribadiannya. Bahwa seorang individu dengan intelektual yang rendah cenderung menggunakan aksi fisik dalam mengatasi konflik. Sebaliknya seorang individu dengan intelektual yang tinggi lebih cenderung untuk menggunakan gaya-gaya penyelesaian konflik yang membuat konflik melunak. Berdasarkan wawancara penulis dengan Kepala Jorong Limau Sundai (Bapak Kaliumar, 27 Maret 2013) mengatakan bahwa: “Berdasarkan pengamatan saya ketika musyawarah yang di adakan dirumah gadang/adat, dalam menyelesaika masalah terkait dengan pertambangan emas ini kebanyakan dari masyarakat tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak diselesaikan dengan kepala dingin dan berhati lapang, hal ini disebabkan karena rendahnya pendidikan masyarakat dalam menyelesaikan permasalahan mengenai tambang emas ini ”. Hal ini sejalan dengan yang di kemukakan oleh investor (Bapak Zulfikar, 25 Maret) mengatakan bahwa: “Saya sebagai investor merasakan heran dengan sikap masyarakat, karena masih banyak dari masyarakat yanag belum paham mengenai solusi yang saya ajukan, Bahkan mereka bersikeras dengan pendapatnya sendiri, padahal solusi yang saya ajukan untuk mencari jalan keluar dari masalah ini”. Dengan demikian dapat dipahami bahwa yang menjadi kendala terhadap upaya penyelesaian konflik yaitu karena masih rendahnya pendidikan masyarakat dan kurangnya pemahaman mengenai solusi
48
yang dikemukakan oleh perangkat Nagari dan investor terkait dengan masalah tersebut. b. Situasional Kendala yang dihadapi masyarakat dalam mengatasi konflik pertambangan adalah kurang baiknya situasi dilapanagan. Situasi disini maksudnya yaitu terjadinya kesalahpahaman diantara masyarakat sehingga menyebakan terjadi bentrokan baik antara masyarakat dengan pihak investor ataupun antara pemilik lahan dengan masyarakat biasa. Berdasarkan wawancara dengan Wali Nagari Lubuk Ulang Aling (Bapak Thamrin Dt. Kampung, 21 maret 2013) mengatakan bahwa: “Berdasarkan laporan yang saya terima dari masyarakat memang sering terjadi keributan dilokasi pertambangan semenjak di bukanya tambang emas ini dan ditambah lagi kedatangan investor dari luar, situasi tersebutlah yang membuat kurang harmonisnya hubungan kekerabatan diantar masyarakat, dan saya selalu menyarankan kepada masyarakat mari kita selesaikan masalah ini dengan musyawarah”. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan seorang tokoh masyarakat (Suwardi Dt. Gunung Bonsu 26 Maret 2013) mengatakan bahwa: “Terkait dengan situasi dilapangan, memang banyak yang melapor kepada saya, apa lagi semenjak masuknya investor kedaerah ini ada yang melapaor mengenai sawahnya, ladangnya, kebunya, bahkan ada yang melapor mengenai perkelahian karena memperebutkan lokasi tambang. Semua laporan dari masyarakat saya tanggapi bahkan kami suda membicarakan masalah ini secara adat yaitu dengan cara musyawarah”.
49
Dari wawancara diatas dapat dipahami bahwa yang menjadi kendala terhadap penyelesaian konflik pertambangan di Kenagarian Libuk Ulang Aling yaitu kurang baiknya situasi dilokasi pertambangan, situasi disini maksudnya yaitu terjadinya kesalah pahaman antara masyarakat dengan pihak investor karena tidadak menerima lahanya berupa ladang pinang terkenak imbas dari tambang emas yang dikelolah oleh pihak investor tersebut. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 4.6 Ladang pinang masyarakat yang terkenak imbas pertambangan emas Dari gambar 4.6 diatas terlihat bahwa yang menjadi kendala terhadap penyelesaian konflik pertambangan di Kenagarian Lubuk Ulang Aling adalah kurang baiknya situasi dilokasi pertambangan, situasi disini maksudnya yaitu terjadinya kesalah pahaman antara masyarakat dengan pihak investor karena tidadak menerima lahanya
50
berupa ladang pinang terkenak imbas dari tambang emas yang dikelolah oleh pihak investor tersebut. c. Interaksi Kendala yang dihadapi masyarakat dalam mengatasi konflik pertambangan emas yaitu kurang baiknya hubungan sosial dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan ketua KAN (Sudirman Ts, 23 Maret 2013) mengatakan bahwa: “Berdasarkan pengamatan serta kondisi yang saya lihat konflik tentang pertambanagan ini terjadi bukan antara investor saja, tapi konflik terjadi karena adanya kecemburuan sosial dari pihak lain. Seperti pertikaian yang terjadi di kampung Limau Sundai. karena merasa kurang senang melihat saudaranya yang berkerja sama dengan investor dan ekonomi saudaranya meningkat, kemudian dia menuntut supaya tanah yang di lokasi tambang tersebut dibagi dua. Saya suda memberikan pengertian kepada masyarakat yang terlibat pertikaian tersebut selesaikan secara kekeluargaan”. Pendapat diatas sejalan dengan yang di kemukakan seorang tokoh masyarakat (Bapak Awen, 28 Maret 2013) mengatakan bahwa: “Kalau saya lihat secara menyeluruh, semenjak adanya tambanga emas perekonomian masyarakat menjadi meningkat, saya rasa ini yang menyebakan terjadinya petikaian di masyarakat karena ada sebagian dari masyarakat merasa iri dengan perkembanggan tersebut. Seharusnya upaya yang dilakuakan pihak Nagari maupun pemuka adat adalah memberikan pengertian kemasyarakat supaya tidak terjadi pertikaian di masyarakat”. Dari pernyataan diatas dapat dipahami bahwa yang menjadi kendala bagi masyarakat Nagari Lubuk Ulang Aling terhadap upaya
51
penyelesaian konflik tambang emas adalah kurang harmonisasi hubungan antara pemuka masyarakat dengan masyarakat, serta terjadinya kesenjanagan sosial dalam kehidupan masyarakat. d. Isu Konflik Isu konflik pertambanagan emas di Kenagarian Lubuk Ulang Aling dan kendala yang dihadapi masyarakat untuk mencari solusi masih menjadi bembicaran di kalangan masyarakat. Berdasarkan wawancara dengan ketua pemuda Limau Sundai (Bapak Masriyal, 28 Maret 2013) mengatakan: “Kalu mengenai isu pertambangan saat ini memang sudah menjadi pembicaraan bagi kami masyarakat disini, terkait dengan upaya penyelesaian sudah sering kami lakukan dengan musyawara namun masih terkendala mengenai perizinanya”. Hal ini juga di ungkapkan wali Nagari Lubuk Ulang Aling (Thamrin Dt. Kampung, 21 Maret 2013) mengatakan bahwa: “Masalah isu pertambangan memeng sudah menjadi pembicaran bagi kami masyarakat Nagari Lubuk Ulang Aling, apalagi mengenai izinya. Saya sebagai Wali Nagari berseta jajaran dan pemuka masyarakat sudah berupaya dan melakukan musyawara dengan bupati Solok Selatan. Namun masalah izin pertambangan bupati solok selatan belum bisa mengeluarakanya, semuanya itu masih perlu proses. Dan hasil rapat dengan bupati tersebut sudah saya sampaikan kepada masyarakat melalui jorong disetiap Nagari yang ada di Kenagarian Lubuk Ulang Aling”. Dari wawancara diatas dapat dipahami bahwa yang menjadi kendala bagi masyarakat Kenagarian Lubuk Ulang Aling terhadap upaya penyelesaian konflik tambang emas adalah masalah perizinanya
52
dan Wali Nagari beserta jajaranya dan pemuka masyarakat suda menemui bapak Bupati Solok Selatan dengan melakukan musyawara terkait izin pertambangan tersebut. Namun masalah izin pertambangan Bupati Solok Selatan belum bisa mengeluarakanya karna masih dalam proses. 3. Upaya Masyarakat Dalam Menyelesaikan Konflik Upaya disini berarti usaha-usaha yang dilakukan untuk mencari jalan keluar/solusi terhadap permasalahan pertambanagan yang saat ini memicu terjadinya konflik dalam kehidupan masyarakat. Adapun upaya yang dilakukan masyarakat dalam mengatasi konflik, yaitu sebagai berikut: a. Konsiliasi (conciliation) Konflik yang terjadi akibat adanya penambangan emas di Kanagarian Lubuk Ulang Aling termasuk masalah yang sangat komplek dan perlu dicari solusi/jalan keluarnya yaitu dengan cara diskusi mengenai masalah yang mereka pertentangkan untuk mencapai kesepakatan agar permasalahan ini tidak berlarut-larut dan tidak menjadi konflik terbuka yang dapat mengakibatkan perbuatan dan tindakan yang bersifat anarkis. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan Wali Nagari Lubuk Ulang Aling (Bapak Thamrin Dt. kampung, 21 maret 2013) mengatakan bahwa: “Kami dari pihak pemerintah Nagari telah berupaya untuk mencari jalan keluar terhadap masalah tambang ini. Adapun
53
jalan keluar yang telah kami tempuh yaitu dengan cara mempertemukan pemuka adat, tokoh masayarakat serta pihak yang terkait dan mendiskusikan masalah tersebut dan hal tersebut sudah terlaksana secara maksimal”. Demikian juga yang dinyatakan oleh ketua KAN ( Bapak Sudirman Ts, 23 Maret 2013) mengatakan bahwa: “Hal yang harus dilakukan adalah mempertemukan kedua bela pihak yang bersengketa kemudian mendiskusikan masalah tersebut untuk mencapai kesepakatan antara pemilik lahan dengan investor, dan hal ini sudah ada dari masyarakat kami yang melakukanya. Ada dari mereka yang melakukan kerja sama dengan investot dan ada juga dengan cara ganti rugi yang dilakukan pihak investor”. Pentingnya upaya penyelesain melalui diskusi ini diungkapkan juga oleh investor (Bapak Zulfikar, 25 Maret 2013) mengatakan bahwa: “Kami telah berupaya melakukan pendekatan secara musyawarah maupun mufakat, melalui perangkat Nagari, hal tersebut telah membuahkan hasil dan kejelasan yang pasti dari pihak pemilik tanah, dan kami melakukan sosialisasi dengan diskusi kemasyarakat pemilik tanah/lahan, didampingi Ninik mamak perangkat adat, perangkat Nagari dan kami telah mendapat kejelasan yang pasti dari mereka”. Dari wawancara diatas dapat dipahami bahwa upaya yang dilakukan masyarakat untuk menyelesaikan konflik pertambangan emas di Kenagarian Lubuk Ulang Aling adalah dengan cara diskusi untuk mencapai kesepakatan demi terciptanya kenyamanan dan kerukunan dari beberapa pihak yang berkonflik. Untuk lebig jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawa ini:
54
Gambar 4.3 Masyarakat Berdiskusi dalam menyelesaikan masalah pertambangan Dari gambar 4.3 diatas terlihat aktifitas yang dilakukan masyarakat dalam menyelesaikan masalah pertambangan yaitu dengan cara mempertemukan kedua bela pihak yang berkonflik (masyarakat dengan pihak investor). Dalam menyelesaikan masalah tersebut juga dihadiri oleh pihak Nagari, tokoh masyarakat, investor dan masyarakat. Kemudian mendiskusikan masalah tersebut untuk mencari jalan penyelesaianya demi terciptanya kenyamanan dan kerukunan dari beberapa pihak yang berkonflik. b. Mediasi (Mediation)
Upaya yang dilakukan masyarakat Lubuk Ulang Aling dalam mengatasi
konflik
pertambanagan
emas
yaitu
dengan
cara
mempertemukan kedua belah pihak yang bersengketa, kemudian
55
bersama-sama bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga sebagai mediatot ( pemuka adat ) yang akan memberikan nasehat-nasehatnya tentang bagaimana mereka, sebaliknya walaupun penyelesaian dari mediator tersebut bertantangan, namun cara pengendalian ini kadangkadang menghasilkan penyelesaian yang cukup efektif. Hal ini sejalan dengan yang dikatakan seorang tokoh masyarakat sekaligus orang yang di tuakan di pasukuan tersebut (Bapak Suwardi Dt. Gunung Bonsu 26 maret 2013) mengatakan bahwa: “upaya yang harus dilakuakan yaitu mempertemukan kedua belah pihak yang besengketa baik itu dari pemilik lahan yang terkenak imbas tambang tesebut, maupun dari pihak investor yang telah mengarap lahan dari masyarakt. Dari pertemuan tersebut sudah kami dapat titik temu secaara adat yaitu berjenjang naik betangga turun atau melalui jalan musyawarah dan mufakat antara pemilik lahan dengan investor, dari kedua pihak sudah sepakat, ada dengan cara kerja sama dan ada juga dengan cara ganti rugi yang di lakukan pihak investor”. Pendapat diatas sejalan dengan yang dinyatakan oleh kepala Jorong Limau Sundai ( Bapak kaliumar, 27 maret 2013) mengatakan bahwa: “Memang di kenagarian kami ini terjadi permaslahan terkait tambang emas yaitu antara pemilik lahan dengan investot, tetapi permaslahan sudah kami cari jalan keluarnya dengan cara mempertemukan kedua belapihak yang bersengketa dan kami selesaikan secara adat oleh pemuka adat melalui musyawara untuk mencapai mufakat”. Dari wawancara diatas dapat dipahami bahwa tindakan yang di lakukan masyarakat Lubuk Ulang Aling dalam mengatasi konflik yaitu dengan cara mempertemukan kedua belah pihak yang berkonflik yang
56
dipimpin mediator (Pemuka adat). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawa ini:
Gambar 4.4 Masyarakat bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah pertambangan. Dari gambar 4.4 diatas terlihat aktifitas yang dilakukan oleh masyarakat
dalam
menyelesaikan
konflik
yaitu
dengan
cara
mempertemukan kedua belah pihak yang berkonflik yang di lakukan oleh pemuka adat sebagai mediator dan mencari solusinya secara adat berjenjang naik bertangga turun atau melalui jalan musyawara dan mufakat. c. Kolaborasi Setiap permaslahan pasti ada cara untuk mengatasinya seperti yang dilakukan masyarakat Kenagaraian Lubuk Ulang Aling mereka bernegosiasi untuk mencari solusi yang sepenuhnya memuaskan pihah-
57
pihak yang terlibat konflik. Upaya tersebut saling meliputi, saling memahami
permasalahan
konflik
atau
saling
memahami
ketidaksepakatan. Selain itu, kreativitas dan inovasi juga digunakan untuk mencari alternatif yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Berdasarkan wawancara dengan seorang toko masyarakat (Bapak Awen, 28 Maret 2013) mengatakan bahwa: “Memang semenjak maraknya tambanag emas di kanagarian ini, banyak dari kami yang berkerja sama dengan investor. Namun banyak pula di antara masyarakat kami yang menolak dengan alasan mereka tidak ingin mengelola lahanya, dan bagi yang berkeja sama dengan investor. Pihak investor menemui pemilik lahan dengan cara bernegosiasi dan membuat kesepakan antara kedua bela pihak”. Pendapat diatas sejalan dengan yang dinyatakan salah seorang masyarakat (Bapak Basri, 29 maret 2013) mengatakan bahwa: “Saya berkerja sam dengan investor lebih kurang setahun, selama saya berkeja sama dengan investor hasil yang saya dapat lumayan untuk anak dan keluaraga saya. Memang lahan saya berupa kebun suda saya serakan ke pihak investor tapi itu tidak semunya cuman yang berda di tepi aliran sungai saja dan sebelum bekerja sama dengan investor tentu kami membuat surat perjanjian kerjasama dengan tujuan untuk mengatasi supaya tidak terjadinya kesalah pahaman diantara kami”. Dari wawancara diatas dapat dipahami, bahwa upaya yang dilakukan masyarakat untuk menghindari kesalah pahaman antara pemilik lahan dengan investor yaitu dengan cara membuat surat perjanjian kerjasama, dengan tujuan supaya tidak terjadi kesalah pahaman antara kedua belah pihak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
58
Gambar 4.5 Surat perjanjian kerjasama antara masyarakat dengan investor Dari gambar 4.5 diatas terlihat upaya yang dilakukan masyarakat Nagari Lubuk Ulang Aling untuk menghindari kesalah pahaman antara pemilik lahan (Basri) dengan pihak investor (Zulfikar) yaitu dengan cara membuat surat perjanjian kerjasama. Isi dari perjanjian tersebut sebagai berikut: Pasal 1. Pihak pertama setuju atas investasi kerjasama pengelolaan lahan pertambangan emas dengan dana sebesar Rp 90.000.000,(Sembilan puluh juta rupiah) sebagai modal awal pertambangan.
59
Adapun dana tersebut diserahkan secara tunai kepada pemilik lahan atas Nama Basri. Pasal 2. Pihak Kedua sepakat bahwasanya jangka waktu pertambangan adalah selama 18 bulan (atau kurang), dan apa bila terjadi perpanjangan waktu akan dibicarakan lagi oleh kedua bela pihak terkait. Pasal 3. Pihak pertama dan Pihak kedua sepakat dalam pengelolaan lahan tambang emas. Surat perjanjian ini ditandatangani oleh kedua pihak di atas Materai tanpa ada paksaan dan dalam keadaan sadar, serta dengan disaksikan oleh 2 orang Notaris, bilamana di kemudian hari terdapat kesalahan dalam kerjasama ini, maka akan diselesaikan dengan jalan Musyawarah. d. Kompromi Gaya ini berorientasi jalan tengah, karena setiap orang punya sesuatu untuk ditawarkan dan sesuatu untuk diterima. Keahlian bernegosiasi dan tawar menawar adalah pelengkap dari gaya kompromi, begitu juga yang dilakukan masyarakat Lubuk Ulang Aling dalam mengatasi konflik pertambanagan emas mereka lakukan dengan cara mencari jalan tengah untuk mengatasi konflik. Hal ini sejalan dengan yang di kemukakan Wali Nagari Lubuk Ulang Aling (Bapak Thamrin Dt. Kampung, 21 Maret 2013) mengatakan bahawa: “Memang sulit sekali untuk mengatasi konflik yang terjadi di kenagarian kita ini, apa lagi mengenai kasus pertambanagan.
60
tapi saya bersama perakat Nagari serta pemuka masyarakat sudah berupaya mengatasinya, setiap kasus yang kami hadapi kami selalu berusaha mencari jalan keluarnya dengan mempertemukan kedua belah pihak yang berkonflik. Ada dengan cara diskusi/musyawara, negosiasi dan ada juga dengan cara jalan tengah untuk mencari solusinya”. Begitu juga yang di ungkapkan ketua KAN (Bapak Sudirman Ts, 23 Maret 2013) mengatakan bahwa: “Sebenarnya apapun masalah yang terjadi, termasuk masalah tambang emas. Kita harus cermati masalah tersebut kemudian baru kita cari upaya apa yang harus kita lakukan untuk menyelesaikanya. Kalu masalah yang terjadi di nagari kita ini bisa jadi dengan mencari jalan tengah, diskusi maupun musyawara itu tergantug kepada kita mencermatinya”. Dengan demikian dapat dipahami bahwa Upaya yang dilakukan masyarakat Nagari Lubuk Ulang Aling dalam menyelesaikan konflik tambang emas yaitu dengan cara mencermati terlebih dahulu masalahnya kemudian baru dicari penyelesaianya dengan cara mempertemukan
kedua
pihak
yang
bertikai
dan
melakuakan
musyawarah yang dimediatori oleh pemuka adat. C. Pembahasan 1. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Konflik Faktor-faktor disini berarti faktor penyebab terjadinya konflik. Menurut Dahrendorf dalam George Ritzer (2004:27) membedakan golongan yang terlibat konflik sebagai berikut:
a. Kelompok semu
61
Merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan atau jabatan dengan kepentingan yang sama dan terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan. Demikian yang terjadi di Kenagarian Lubuk Ulang Aling, bahwa penyebab terjadinya konflik pertambangan emas di Kenagarian tersebut disebabkan karena adanya kepentingan dari beberapa pihak pemegang kekuasaan yang inggin menguasai serta mencari keuntungan dari pertambangan, makanya sulit bagi masyarakat untuk menyelesaikan masalah pertambangan tersebut. b. Kelompok kepentingan Terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas, kelompok kepentingan ini mempunyai struktur, organisasi, program, tujuan serta anggotanya yang jelas. Kelompok kepentingan inilah yang menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat. Demikian yang terjadi di Kenagarian Lubuk Ulang Aling, sebagian besar mayarakat mengatakan bahwa konflik yang terjadi disebabkan karena adanya kepentingan dari beberapa pihak pemegang kekuasaan yang inggin menguasai, serta mencari keuntung dari hasil pertambangan, bahkan pihak penguasa tersebut akan mengunakan segala cara dan tindakan demi mewujutkan keingginanya, tanpa memperdulikan kerugian yang diderita pihak lawan. Seperti yang terjadi di Kenagarian Lubuk Ulang Aling yaitu terjadinya konflik diantara masyarakat dengan pihak investor karena masyarakat menolak lahannya digarap dan masalah ganti
62
rugi yang tidak sesui dengan keinginan masyarakat, hingga memicu pada tindakan anarkis berupa tindakan brutal. Paksaan (Coercion) Paksaan ialah penyebab terjadinya pertikaian dengan menggunakan paksaan fisik ataupun psikologis. Bila paksaan psikologis tidak berhasil, dipakailah paksaan fisik. Pihak yang biasa menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang merasa yakin menang, bahkan sanggup menghancurkan pihak musuh. Pihak inilah yang menentukan syaratsyarat untuk menyerah dan berdamai yang harus diterima pihak yang lemah. Demikian yang terjadi di Kenagarian Lubuk Ulang Aling, masyarakat merasa, bahwa adanya paksaan dari pihak penguasa (investor) yang inggin menguasai pertambangan emas, dan pada akhirnya masyarakat terpaksa menyerahkan lahan berupa sawah/perkebunan kepada pihak investor. Walaupun dalam hal ini pihak investor menganti kerugian kepada pihak pemilik lahan, tapi secara tidak langsung ini suda merupakan paksaan secara pisikologis yang dilakukan pihak investor demi mewujutkan keingginanya untuk menguasai pertambangan, dan mengalah yang harus dilakukan pihak pemilik lahan. 2. Kendala-Kendala Masyarakat Dalam Menyelesaikan Konflik Kendala disini berati Faktor-faktor yang menjadi
penghambat
terhadap penyelesaian konflik, Menurut Wirawan (2010:135-137) faktorfaktor tersebut antara lain sebagai berikut:
63
a. Kepribadian Individu Penyelesaian konflik seorang individu dapat diprediksi dari karakteristik-karakteristik intelektual dan kepribadiannya. Mereka menemukan bahwa subjek dengan skor intelektual yang rendah cenderung menggunakan aksi fisik dalam mengatasi konflik. Sebaliknya subjek dengan skor intelektual yang tinggi lebih cenderung untuk menggunakan gaya-gaya penyelesaian konflik yang membuat konflik melunak. Sesuai dengan temuan penelitian bahwa yang menjadi kendala bagi masyarakat Kenagarian Lubuk Ulang Aling, terhadap penyelesaian konflik adalah kebanyakan masyarakat belum paham terhadap penyelesain yang di lakukan perangkat Nagari maupun pemuka adat. Dalam
menyelesaikan
konflik
pertambangan,
kebanyakan
dari
masyarakat masih mengemukakan egonya masing-masing sehingga permasalahan yang terjadi sulit untuk diselesaikan. b. Situasional Aspek situasi yang penting antara lain adalah perbedaan struktur kekuasaan, lingkungan sosial dan pihak ketiga. Apabila satu pihak memiliki kekuasaan lebih besar terhadap situasi konflik, maka besar kemungkinan konflik akan diselesaikan dengan cara dominasi oleh pihak yang lebih kuat posisinya.Termasuk dalam aspek lingkungan sosial adalah norma-norma sosial dalam menghadapi konflik dan iklim sosial yang mendukung melunaknya konflik atau justru mempertajam konflik.
64
Sedangkan campur tangan pihak ketiga yang memiliki hubungan buruk dengan
salah
satu
pihak
yang
berselisih
dapat
menyebabkan
membesarnya konflik. Sebaliknya, hubungan baik pihak ketiga dengan pihak-pihak yang berselisih dapat melunak- kan konflik karena pihak ketiga dapat berperan sebagai mediator. Sesuai dengan temuan penelitian bahwa yang menjadi kendala bagi masyarakat kenagarian Lubuk Ulang Aling, terhadap penyelesaian konflik pertambangan emas adalah kurang baiknya situasi dilokasi pertambangan, situasi disini maksudnya yaitu terjadinya kesalah pahaman antara masyarakat dengan pihak investor karena tidadak menerima lahanya berupa ladang pinang terkenak imbas dari tambang emas yang dikelolah pihak investor tersebut, dan pada akhirnya masalah ini diselesaikan secara musyawarah yang dilakukan pemuka adat sebagai mediatornya. c. Interaksi Pendekatan dengan mencari pemahaman akan perilaku sosial dianggap mempunyai manfaat yang terbatas. Pendekatan yang lebih dominan dalam menerangkan perilaku sosial adalah interaksi dan saling mempengaruhinya. Sesuai dengan temuan penelitian bahwa yang menjadi kendala bagi masyarakat kenagarian Lubuk Ulang Aling, terhadap upaya penyelesaian konflik pertambangan emas adalah kurang harmonisasi hubungan antara
65
pemuka masyarakat dengan masyarakat, serta terjadinya kesenjanagan sosial dalam kehidupan masyarakat. d. Isu Konflik Tipe isu tertentu kurang mendukung resolusi konflik yang konstruktif dibandingkan dengan isu yang lain. Tipe isu seperti ini mengarahkan partisipan konflik untuk memandang konflik sebagai permainan kalah-menang. Isu yang berhubungan dengan kekuasaan, status, kemenangan, dan kekalahan, pemilikan akan sesuatu yang tidak tersedia substitusinya, adalah termasuk tipe-tipe isu yang cenderung diselesaikan dengan hasil menang kalah. Tipe yang lain yang tidak berhubungan dengan hal-hal di atas dapat dipandang sebagai suatu permainan yang memungkinkan setiap pihak yang terlibat untuk menang. Sesuai dengan temuan penelitian maka kendala-kendala yang dihadapi oleh masyarakat Kenagarian Lubuk Ulang Aling berbagai macam,
yaitu:
pendidikan
masyarakat
yang
rendah,
terjadinya
kecemburuan sosial karena iri melihat perkembangan ekonomi saudaranya, sampai kepada masalah perizinan pertambangan yang belum terselesaikan. 3. Upaya Masyarakat Dalam Menyelesaikan Konflik Upaya disini berarti usaha untuk mencapai suatu maksud, memecahkan suatu persoalan, mencari jalan keluar dari suatu masalah yang dihadapi, menurut Hendropuspito (1989:250-252) upaya menyelesaikan konflik ada beberapa macam yaitu:
66
a. Konsiliasi (conciliation) Pengendalian semacam itu terwujud melalui lembaga-lembaga tertentu yang memungkinkan tumbuhnya pola diskusi dan pengambilan keputusan-keputusan diantara pihak-pihak yang berlawanan mengenai persoalan-persoalan yang mereka pertentangkan. Sesuai dengan temuan penelitian, bahwa upaya yang dilakukan masyarakat Nagari Lubuk Ulang Aling dalam menyelesaikan konflik pertambangan emas adalah dengan cara diskusi untuk mencapai kesepakatan demi terciptanya kenyamanan dan kerukunan dari beberapa pihak yang berkonflik. b. Mediasi (mediation) Dimana kedua belah pihak yang bersengketa bersama-sama bersepakat untuk menunjuk pihak ketiga yang akan memberikan nasehatnasehatnya
tentang
bagaimana
mereka,
sebaliknya
walaupun
penyelesaian darai pihak ketiga tersebut bertantangan, namun cara pengendalian ini kadang-kadang menghasilkan penyelesaian yang cukup efektif oleh karena itu cara ini memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk mengurangi irasionalitas yang biasanya timbul di dalam setiap konflik, memungkinkan pihak-pihak yang bertentangan menarik diri tanpa harus kehilangan mungka, mengurangi pemborosan yang dikeluarkan untuk membiayai pertentangan dan sebagainya. Sesuai dengan temuan penelitian, bahwa upaya yang di lakukan masyarakat Nagari Lubuk Ulang Aling dalam menyelesaikan konflik
67
pertambangan emas yaitu dengan cara mempertemukan kedua belah pihak yang berkonflik yang di lakukan oleh pemuka adat sebagai mediator dan mencari solusinya secara adat berjenjang naik bertangga turun atau melalui jalan musyawara dan mufakat. Selain itu Pickering (2001:40-47) menampilkan beberapa upaya umtuk menyelesaian konflik yaitu: c. Kolaborasi (kerjasama) Gaya menangani konflik dengan tingkat keasertifan dan kerja sama yang tinggi. Tujuanya adalah untuk mencari alternatif dasar bersama dan sepenuhnya memenuhi harapan kedua bela pihak yang terlibat konflik. Gaya kalaborasi merupakan upaya bernegosiasi untuk menciptakan solusi yang sepenuhnya memuaskan pihah-pihak yang terlibat konflik. Upaya tersebut saling meliputi, saling memahami permasalahan konflik atau saling memahami ketidak sepakatan. Sesuai dengan temuan penelitian, bahwa upaya yang dilakukan masyarakat Nagari Lubuk Ulang Aling dalam menyelesaikan konflik pertambangan emas adalah dengan cara membuat surat perjanjian kerjasama antara kedua pihak (masyarakat pemilik lahan dan pihak investor) dengan tujuan supaya tidak terjadi kesalah pahaman diantara mereka, dan Surat perjanjian tersebut ditandatangani oleh kedua pihak di atas Materai tanpa ada paksaan dan dalam keadaan sadar, serta dengan disaksikan oleh 2 orang Notaris, bilamana di kemudian hari terdapat
68
kesalahan dalam kerjasama ini, maka akan diselesaikan dengan jalan Musyawarah. d. Kompromi Gaya ini berorientasi jalan tengah, karena setiap orang punya sesuatu untuk ditawarkan dan sesuatu untuk diterima. Keahlian bernegosiasi dan tawar menawar adalah pelengkap dari gaya kompromi. Sesuai dengan temuan penelitian, bahwa Upaya yang dilakukan masyarakat Nagari Lubuk Ulang Aling dalam menyelesaikan konflik tambang emas yaitu dengan cara mencermati terlebih dahulu masalahnya kemudian baru dicari penyelesaianya dengan cara mempertemukan kedua pihak yang bertikai dan melakuakan musyawarah yang dimediatori oleh pemuka adat.
69
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan uraian hasil penelitian yang telah penulis kemukakan pada BAB terdahulu tentang “Resolusi konflik pertambangan emas di Kenagarian Lubuk Ulang Aling Kecamatan Sangir Batang Hari Kabupaten Solok Selatan” dapat diambil kesimpulan yaitu: 1. Faktor-faktor penyebab terjadinya konflik pertambangan emas di Kenagarian Lubuk Ulang Aling. Adapun faktor penyebab konflik tersebut sebagai berikut: a. Terjadinya ketidak harmonisan hubungan (masyarakat dengan pihak investor) sehinga memicu terjadinya konflik. b. Timbulnya kecemburuan sosial terhadap perubahan sosial yang terjadi diantara masyarakat sehinga berakibat terjadinya konflik. c. Ketidak harmonisan hubungan mamak dengan kemenakan serta rusaknya hubungan silaturahmi antara suku dan berakibat kepada terjadinya konflik. 2. Kendala-kendala yang dihadapi masyarakat dalam menyelesaikan konflik pertambanagan emas di Kenagarian Lubuk Ulang Aling yaitu sebagai berikut:
a. Masih kurangnya
pendidikan/pemahaman masyarakat trerhadap
penyelesaian konflik serta terjadinya kecemburuan sosial oleh pihak
69
70
yang kontra atau pihak yang menolak diteruskannya penambangan di Kenagarian lubuk ulang tersebut. b. Rusaknya hubungan kekerabatan antara masyarakat di Kenagarian Lubuk Ulang Aling sehingga perlu adanya sosialisasi terbuka baik dari pihak pemerinta Nagari atau dari pemuka Adat yang memberikan arahan kepada masyarakat tentang bagai mana penyelesaian terbaik terhadap konflik pertambangan tersebut. c. Kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap penyelesaian konflik pertambangan, sehingga menyebabkan terjadinya konflik terbuka dalam kehidupan masyarakat. 3. Adapun upaya penyelesaian konflik yang dilakukan Masyarakat Nagari Lubuk Ulang Aling sebagai berikut: a. Diutamakan
penyelesaian
secara
adat
yang
dilakukan
antara
pemerintah Nagari dan Kerapatan Adat Nagari (KAN) serta pihakpihak yang merasa berhubungan dengan permasalahan ini secara bermusyawarah dan mufakat dalam bentuk perdamaian dengan mempertemukan masing-masing pihak yang bermasalah untuk menemukan titik temu dalam menyelesaikan permasalahan diantara masyarakat yang sedang bermasalah. b. Serta melakukan pola diskusi bersama agar permasalahan ini tidak berlarut-larut dan tidak merugikan salah satu pihak yang sedang bermasalah di Kanagarian lubuk ulang aling tersebut.
71
B. Saran 1. Hendaknya Wali Nagari beserta unsur yang terkait dalam hal ini KAN dan petinggi adat lebih mencermati permasalahan yanag terjadi dan mencarikan solusinya. 2. Hendaknya pihak investor lebih memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan agar setiap pihak tidak ada yang dirugikan. 3. Hendaknya dari pihak masyarakat yang melakukan penambangan lebih memperhatikan dapak yang akan di timbulkan dari tambang emas tersebut. 4. Agar masalah yang muncul tidak menjadi konflik terbuka, maka dapat dilakukan Resolusi konflik dengan mempertemukan kedua belah pihak (masyarakat dan investor) untuk memusyawarahkan harapan yang diinginkan yatu mencari jalan keluar dengan mendahulukan kepentingan yang lebih dominan dengan mengenyampingkan kepentingan yang kurang dominan sehingga tidak ada pihak yang dikorbankan dalam permasalahan yang terjadi di Kanagarian Lubuk Ulang Aling. 5. Hendaknya dari pihak masyarakat yang berkonflik memiliki kesadaran akan pentingnya hubungan keselarasan dan keharmonisan, agar tidak menimbulkan permasalahan yang besar di antara kedua belah pihak yang berkonflik, sehingga dapat menjalin hubungan yang baik kembali diantara sesama masyarakat di Kanagarian lubuk ulang aling.
72
DAFTAR PUSTAKA
a. Acuan Buku Abdul Syani. 1987. Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial. Jakarta: Fajar Agung Collins Patricia.1990. Teori Konflik dan Perkembangan Sosiologi Makro. Jakarta: Rajawali Pers. George Ritzer. 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media. Hartono. 2007. Jelajah bumi dan alam semesta. Bandung: Citra Praya Hendropuspito. 1989. Sosiologi Sistematik. Yogyakarta: Kanisius. HS. Salim. 2005. Hukum Pertambangan di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Lexi J. Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Lexi J. Moleong. 2001. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rusdakarya Miles dan Huberman. 1992. Analisis data kualitatif. Jakarta:UI Press Pickering Pec. 2001. How To Manage Conflict (Kiat Menangani Konflik). Jakarta: Erlangga Robby Candra. 1992. Konflik dalam Hidup Sehari-hari. Yogyakarta: Kanisius. Soerjono Soekanto. 1982. Teori Sosiologi tentang Pribadi dalam Masyarakat. Jakarta: Ghalia Indonesia. Soerjono Soekanto. 1987. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV Rajawali Soerjono Soekanto dan Ratih Lestarini. 1988. Fungsionalisme dan Teori Konflik dalam Perkembangan Sosiologi. Jakarta: Sinar Grafika.
73
Syamsir, dkk. 2003. Buku ajar pengantar sosiologi. Padang : Jurusan Ilmu Hukum FIS UNP. Wirawan. 2010. Konflik dan manajemen konflik. Jakarta: Salembah Humanika. Wila Huky. 1985. Pengantar Sosiologi Indonesia. Surabaya: Usaha Nasional. b. Skripsi Delmaria Lina. 2009. Dampak usaha penambangan biji besi tehadap potensi konflik sosial di Kenagarian Pinggu Kecamatan Ix Koto Sungai Lasi Kabupaten Solok. Padang: Skripsi. ISP FIS UNP. c. Peraturan Pemerintah PP No. 23 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara. UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara d. Website Ridwan.2012.Konflik tambang. Online diambil darai. http://ridwaninvisible.blogspot.com/2012/11/konflik-tambang.html. (diakses tanggal 15 desember 2012)
74
Pedoman Wawancara
1. Pedoman wawancara untuk wali Nagari a. Upaya apa saja yang bapak lakukan untuk menyelesaikan konflik tambang emas di kanagarian lubuk ulang aling ? b. Apa saja kendala yang dihadapi dalam menyelesaikan konflik pertambangan emas di kanagarian lubuk ulang aling ? c. Apakah ada dari masyarakat yang melapor kepada bapak terkait dengan masalah pertambangan emas di kanagarian lubuk ulang aling ? d. Apakah sudah ada izin dari pemerintah terkait dengan masalah pertambangan emas di kanagarian lubuk ulang aling ? 2. Pedoman wawancara untuk ketua KAN a. Menurut bapak, apa hal yang harus dilakukan untuk menyelesaikan konflik pertambangan emas di kanagarian lubuk ulang aling ? b. Menurut bapa upaya apa saja yang harus di lakukan untuk menyelesaikan konflik pertambangan emas di kangarian lubuk ulang aling ? c. Menurut bapak, apa yang menyebabkan terjadinya konflik pertambanga pertambangan emas di kanagarian lubuk ulang aling ? 3. Pedoman wawancara untuk investor a. Apa saja upaya yang telah bapak lakukan untuk mengatasi konflik pertambangan emas di kanagarian lubuk ulang aling ? b. Apakah dari pihak bapak sudah pernah memberikan solusi terkait konflik pertambangan emas di kanagarian lubuk ulang aling ? 4. Pedoman wawancara untuk kepala jorong a. Apakah upaya yang telah dilakukan masyarakat untuk menyelesaikan konflik pertambngan emas di kangarian lubuk ulang aling ? b. Apakah dalam musyawara yang dilakukan masyarakat berjalan dengan lancar ? 5. Pedoman wawancara untuk tokoh masyarakat
75
a. Apa upaya yang telah bapak lakukan dalam menyelesaikan masalah pertambanagan emas di kangarian lubuk ulang aling ? b. Menurut bapak apakah ada dari masyarakat yang berkerja sama dengan investor dalam pengelolahan usaha pertambangan emas di kanagarian lubuk ulang aling ? c. Menurut bapak, bagai mana situasi yang terjadi dilapangan, apakah ada terjadi keributan ? d. Menurut bapak apa yang menyebabkan terjadinya konflik di kanagarian lubuk ulang aling ? 6. Pedoman wawancara untuk ketua pemuda a. Apa tindakan yang sudah dilakukan masyarakat terhadap keberadaan tambang emas di kanagarian lubuk ulang aling ? b. Dan Upaya apa saja yang sudah dilakukan masyarakat ? 7. Pedoman wawancara untuk masyarakat a. Sebagai pemilik lahan, apa tindakan yang ibuk lakukan terhadap kerusakan yang di akibatkan alat berat berupa escapator ? b. Suda berapa lama bapak berkerja sama dengan investor dan bagai mana hasilnya ? c. Sebelum berkerja sama deng investor apakah ada kesepakatan yang bapak lakukan ?
76
77
78