WORKING PAPER WP/06/2008
PERAN INVESTASI DALAM MENDORONG PERTUMBUHAN EKONOMI
Yati Kurniati Donni Fajar Anugrah Tevy Chawwa
Juni 2008
Peran Investasi dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi
Yati Kurniati, Donni Fajar Anugrah, Tevy Chawwa
1
Working Paper Nomor 06 Juni 2008 ABSTRAKS Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui kontribusi kapital dan tenaga kerja dalam pertumbuhan ekonomi untuk setiap sektor dan subsektor perekonomian. Berdasarkan hasil pengujian empiris, peran kapital pada sektor industri (terutama subsektor industri makanan, minuman dan tembakau) dan sektor jasa cukup tinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya. Peningkatan investasi pada kedua sektor tersebut berdampak signifikan dalam menggerakan roda perekonomian Selanjutnya, dilengkapi dengan hasil pengolahan data Tabel Input Output 2005 diketahui bahwa untuk mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tetapi tetap memperhatikan daya serap tenaga kerja tinggi maka pengembangan investasi seyogyanya diarahkan terutama pada sektor Industri makanan, minuman dan tembakau Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit, Hotel & Restoran, Industri kayu dan barang dari kayu dan Sektor Pengangkutan. Walaupun demikian perhatian pada semua sektor tetap diperlukan, karena tidak dapat dipungkiri adanya hubungan antar sektor dalam perekonomian
JEL classification: O47; E22; J01 Keywords: Economic Growth; Capital, Investment; Labor
1
Peneliti Ekonomi di Biro Riset Ekonomi (BRE), Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter (DKM), Bank Indonesia. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bpk. Wijoyo Santoso dan rekan-rekan BRE yang telah memberikan dukungan dan informasi. Pandangan dalam paper ini merupakan pandangan penulis dan tidak merefleksikan pandangan DKM atau Bank Indonesia. Kesalahan atau kekeliruan yang ada adalah semata-mata kesalahan penulis:
[email protected] ,
[email protected],
[email protected]
i
DAFTAR ISI Abstraks Daftar Isi 1. Pendahuluan 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Tujuan 2 2. Studi Literatur 2 2.1 Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi 2 2.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi 2 2.1.2. Investasi 4 2.2 Tabel Input Output 4 3. Data, Model dan Metodologi 6 3.1 Model Ekonometrik 6 3.2 Metode Perhitungan Multiplier Investasi 7 3.3 Perhitungan Dampak Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja 8 3.4 Data 10 4. Analisis Empiris 11 4.1 Model Struktural Pertumbuhan Ekonomi 11 4.1.1 Sektor Pertanian 11 4.1.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian 13 4.1.3 Sektor Industri 15 4.1.4 Sektor Listrik, Gas, dan Air 17 4.1.5 Sektor Bangunan 17 4.1.6 Sektor Perdagangan, Rumah Makan, dan Hotel 18 4.1.7 Sektor Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi 19 4.1.8 Sektor Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan 20 4.1.9 Sektor Jasa 21 4.2 Leading sectors dalam Investasi 22 4.3 Dampak Investasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral 26 5. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan 29 5.1 Kesimpulan 29 5.2 Rekomendasi Kebijakan 30 DAFTAR PUSTAKA 31
ii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pembagian Sektor dan Subsektor ........................................................................ 10 Tabel 2 Hasil Pengujian Empirik Sektor Pertanian ............................................................. 12 Tabel 3 Hasil Pengujian Empirik Sektor Pertambangan & Penggalian ................................ 14 Tabel 4 Hasil Pengujian Empirik Sektor Industri ................................................................ 15 Tabel 5 Hasil Pengujian Empirik Sektor Listrik Gas dan Air ................................................ 17 Tabel 6 Hasil Pengujian Empirik Sektor Perdagangan, Rumah Makan dan Hotel ............... 18 Tabel 7 Hasil Pengujian Empirik Sektor Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi ............ 19 Tabel 8 Hasil Pengujian Empirik Sektor Keuangan ............................................................ 20 Tabel 9 Hasil Pengujian Empirik Sektor Jasa ..................................................................... 21 Tabel 10 Multiplier Investasi dan Keterkaitan antar Sektor (9 sektor) ................................ 23 Tabel 11 Multiplier Investasi dan Keterkaitan antar Sektor (Industri Pengolahan) .............. 25 Tabel 12 Multiplier Investasi dan Keterkaitan antar Sektor (Subsektor lainnya) ................. 26 Tabel 13 Dampak Investasi Terhadap Tenaga Kerja (9 Sektor) .......................................... 27 Tabel 14 Dampak Investasi Terhadap Tenaga Kerja (Sektor Industri) ................................. 28 Tabel 15 Dampak Investasi Terhadap Tenaga Kerja (SubSektor Lainnya) ........................... 28 Tabel 16 Matriks Pembagian Sektor berdasarkan Dampak Investasi ................................. 29
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Kontribusi Investasi dan Konsumsi dalam GDP .................................................. 1 Gambar 2 Pertumbuhan GDP Sub Sektor Pertanian ......................................................... 13 Gambar 3 Pertumbuhan PDB Sub Sektor Industri (y-o-y) .................................................. 16 Gambar 4 PDB dan Growth Perhotelan ........................................................................... 19 Gambar 5 Sub Sektor Jasa (miliar Rp) .............................................................................. 22 Gambar 6 Proporsi Investasi Sektoral Indonesia ............................................................... 24 Gambar 7 Proporsi Investasi Subsektor Industri ................................................................ 25 Gambar 8 Koefisien Tenaga Kerja .................................................................................... 27
iii
1. Pendahuluan 1.1
Latar Belakang Kondisi perekonomian Indonesia yang mulai membaik telah menimbulkan harapan
baru. Namun pertumbuhan ekonomi tersebut lebih banyak ditopang oleh tingginya konsumsi. Kontribusi konsumsi terhadap GDP cukup besar dalam kurun waktu lima tahun terakhir yaitu sekitar 67 %. Sebaliknya, peran investasi dalam pembentukan GDP sangat kecil yaitu rata-rata 22% pada tahun 2003-2007.
80% 70%
68.18%
68.34%
68.50%
68.35%
68.24%
67.31%
66.29%
65.40%
60% 50%
Konsumsi
40%
Investasi 30%
19.85%
20.40%
20.43%
20%
19.62%
21.42%
22.48%
21.82%
22.41%
10% 0% 2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Gambar 1 Kontribusi Investasi dan Konsumsi dalam GDP
Hal tersebut cukup memprihatinkan mengingat investasi seharusnya menjadi faktor pendorong perekonomian. Investasi baik berupa investasi domestik maupun luar negeri (FDI) dapat berdampak pada peningkatan kinerja sektoral. Rendahnya investasi di Indonesia disebabkan iklim investasi yang kurang kondusif seperti kurangnya faktor kepastian hukum, birokrasi yang rumit dan sebagainya. Selain itu, prospek dari sektor riil juga mempengaruhi minat investor. Perbedaan potensi dari sektor-sektor perekonomian juga mempengaruhi penempatan investasi oleh investor. Beberapa sektor perekonomian pada saat ini justru mengalami penurunan, tercatat sektor bangunan hanya tumbuh 7.54% pada triwulan III tahun 2007 dibandingkan dalam tahun sebelumnya sebesar 9.29%. Sementara sektor industri manufaktur mencatat pertumbuhan sebesar 4.53% pada triwulan III tahun 2007 menurun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 5.93%. Sedikit menurunnya pertumbuhan kedua sektor tersebut perlu mendapatkan perhatian pemerintah, terutama sektor manufaktur. Beberapa industri dalam sektor ini, seperti industri tekstil menurun seiring dengan turunnya ekspor tekstil ke luar negeri yang 1
disebabkan adanya kuota impor tekstil dari Indonesia pada beberapa negara. Untuk meningkatkan pertumbuhan pada masing-masing sektor tersebut, pemerintah telah melakukan upaya-upaya tertentu, antara lain dengan meningkatkan peran investasi. Usaha pemerintah dalam rangka mendorong investasi terus dilakukan. Namun demikian, diperlukan suatu kajian yang dapat memberikan gambaran seberapa besar investasi yang diperlukan pada masing-masing sektor tersebut dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, perlu dikaji mengenai potensi pada masingmasing sektor tersebut. Sehingga peningkatan investasi pada suatu sektor akan tepat sasaran untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi pemerintah. Analisis peran investasi dalam pertumbuhan ekonomi dalam paper ini, akan disampaikan dengan sistematika penulisan sebagai berikut : setelah bagian pendahuluan pada bagian kedua akan dijabarkan studi literatur yang menunjang topik analisis, bagian ketiga akan mendeskripsikan data, model serta metodologi yang digunakan, bagian keempat merupakan penjabaran hasil perhitungan dan analisis dan ditutup dengan bagian kelima yang merupakan kesimpulan dan rekomendasi kebijakan.
1.2
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan investasi dalam pertumbuhan
ekonomi yang meliputi : a. Mengetahui kontribusi kapital dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi b. Mengetahui sektor-sektor yang mampu menciptakan tambahan output yang terbesar bagi perekonomian dari setiap tambahan investasi dan komponen permintaan akhir lainnya. c. Mengetahui sektor-sektor yang dengan peningkatan kegiatan investasi mampu menyerap tenaga kerja yang lebih besar.
2. Studi Literatur 2.1
Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi
2.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Teori pertumbuhan ekonomi diklasifikasikan menjadi dua teori yaitu teori exogenous growth dan endogenous growth. Teori exogenous growth merupakan dasar teori pertumbuhan ekonomi yang biasanya digunakan dalam penelitian. Exogenous
2
growth mengasumsikan bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi merupakan variabel eksogen. Dengan menggunakan dasar teori produksi Cobb Douglas, diperoleh variabel yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara eksogen yaitu teknologi, kapital dan labor. Salah satu model pertumbuhan ekonomi yang menggunakan teori ini dan sering menjadi rujukan dalam penelitian yaitu Model Solow-Swan. Model ini menggambarkan suatu ekonomi tertutup yang memproduksi satu jenis barang dengan menggunakan tenaga kerja dan kapital. Model Solow-Swan memadukan sisi supply neoklasik dengan sisi demand Keynesian. Model mengasumsikan technological progress dan saving rate sebagai exogen. Didalam model ini tidak ada sektor Pemerintah, jadi hanya ada sektor perusahaan dan rumah tangga. Didalam sektor perusahaan, ada sejumlah perusahaan dengan production technology yang sama. Harga output bersifat konstan dan harga faktor produksi (factor prices) bersifat fleksibel untuk menjamin full utilization. Terdapat empat variabel utama yang menjadi fokus Model Solow Swan yang merujuk pada fungsi Cobb Douglas, yaitu : 1. Output yang diwakilkan dengan notasi Y 2. Kapital yang diwakilkan dengan notasi K 3. Labor yang diwakilkan dengan notasi L 4. Teknologi yang diwakilkan dengan notasi A
Dalam bentuk persamaan sebagai berikut: Y = AK
α
L1 − α
Apabila kedua ruas diubah ke bentuk logaritma, maka dapat diperoleh :
log Y = log{ At K α L1−α } log Y = log A + α log K + (1 − α ) log L log A = log Y − α log K − (1 − α ) log L Keterangan: Y = GDP riil
A = total factor productivity (TFP) K = capital stock
L = labor
α = capital share Adapun teori endogenous growth merupakan pengembangan dari teori exogenous growth. Salah satu model yang merujuk pada teori endogenous growth yaitu 3
Model Mankiw-Romer-Weil, dimana model ini mengasumsikan diminishing return baik terhadap physical capital maupun human capital. 2.1.2. Investasi Pada penjabaran mengenai investasi akan dijelaskan hubungan antara investasi dan kapital stok dengan persamaan berikut ini (Mankiw, 2003): Δ k = I − α k .......................................................................................... (1) Δ k
Keterangan:
= Perubahan kapital stok
I
= Investasi
α
= Depreciation rate
k
= Kapital stok
Persamaan (1) dapat dituliskan kembali sebagai berikut: I = α k + Δ k ......................................................................................... (2)
Bila diasumsikan perubahan kapital stok dalam bentuk: Δ k = β k
dimana β merupakan koefisien kapital stok.
Maka persamaan (2) dapat dituliskan kembali dalam bentuk persamaan berikut ini: I = (α
+ β )k
...................................................................................... (3)
Sehingga kita dapat menghitung koefisien kapital stok terhadap investasi.
2.2
Tabel Input Output Tabel input-output pada dasarnya merupakan sistem penyajian data statistik tentang
transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi yang terjadi di suatu wilayah. Semua informasi yang dimuat oleh suatu tabel input-output terbatas pada informasi untuk sektor ekonomi, yang merupakan gabungan dari berbagai kegiatan ekonomi atau komoditi. Dengan segala keterbatasannya, tabel input-output merupakan sumber informasi yang komprehensif dalam melakukan berbagai analisis ekonomi. Tabel input-output disajikan dalam bentuk matriks, yaitu sistem penyajian data yang menggunakan dua dimensi: baris dan
kolom.
Isian
sepanjang
baris
tabel
input-output
menunjukkan
pengalokasian/pendistribusian dari output yang dihasilkan oleh suatu sektor dalam memenuhi permintaan antara oleh sektor lainnya dan permintaan akhir. Sedangkan isian 4
sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam kegiatan produksinya. Dengan menggunakan tabel ini, dapat dilakukan berbagai analisis mengenai hubungan perekonomian antar sektor, analisis sektor unggulan serta dampak dari peningkatan permintaan terhadap output, terhadap penyerapan tenaga kerja, terhadap PDB, terhadap pendapatan masyarakat dll. Penelitian mengenai kontribusi investasi terhadap perekonomian dan tenaga kerja dengan menggunakan tabel input output antara lain dilakukan Yan Cuihong (2000). Dalam penelitian tersebut, Cuihong melakukan studi untuk mengkaji pengaruh China Township and Village Enterprises (TVEs) terhadap perekonomian nasional dengan menghitung tiga jenis multiplier dari TVEs dan non-TVEs, yaitu investment multiplier, household income multiplier dan employment multiplier berdasarkan input-output 1992. Hasil analisis menunjukkan bahwa TVEs di China tidak hanya memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional, namun juga berperan penting dalam menyerap tenaga kerja. Berdasarkan investment multiplier dan household income multiplier dapat diidentifikasikan bahwa industri tekstil, produk kulit, hasil kayu olahan dan furniture, makanan olahan dan konstruksi merupakan sektor-sektor yang berpengaruh lebih besar terhadap perekonomian dibandingkan sektor-sektor lainnya. Dengan memperhitungkan efek
multiplier
dimaksud,
Cuihong
merekomendasikan
agar
pemerintah
China
memberikan prioritas pengembangan industri-industri tersebut, kecuali tekstil yang kapasitas produksinya telah terlalu berlebih. Disamping itu, dengan mempertimbangkan besar employment multiplier, industri tersier seperti perdagangan, catering trade, jasa pengangkutan (freight) dan postal merupakan industri yang banyak menyerap tenaga kerja sehingga membutuhkan dukungan pemerintah dalam pengembangannya. Dari dalam negeri, Sahara dan Resosudarmo (1995) melakukan analisis peran sektor industri pengolahan terhadap perekonomian di Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta. Dalam penelitian tersebut, analisis sektor perekonomian dibagi menjadi 9 sektor kemudian untuk sektor industri pengolahan dilakukan analisis lebih dalam menjadi 35 sub sektor. Peran sektor dan subsektor tersebut diperoleh dari indeks total keterkaitan ke belakang (backward linkages), indeks total keterkaitan ke depan (forward linkages), indeks pendapatan masyarakat dan indeks tenaga kerja. Hasil penelitian tersebut antara lain bahwa sektor industri pengolahan memiliki peringkat ke-3 dalam pembentukan nilai tambah bruto dan memiliki peran penting dalam mendorong output sektor-sektor hulu maupun hilirnya. Adapun subsektor kunci dalam industri pengolahan adalah subsektor industri kimia,
barang karet dan plastik, logam besi dan baa serta peralatan listrik. 5
Sedangkan sektor lain yang memiliki peran tinggi dalam peningkatan PDB adalah perdagangan hotel & restoran serta sektor keuangan, sementara sektor pertanian dan jasa memiliki peran terbesar dalam penyerapan tenaga kerja. Penelitian terbaru mengenai dampak peningkatan investasi terhadap penyerapan tenaga kerja sektoral di Indonesia dilakukan oleh Yati Kurniati (2007) dengan menggunakan indikator multiplier investasi dan multiplier tenaga kerja. Sektor perekenomian dibagi menjadi 20 sektor, kemudian dianalisisis perubahannya sebelum krisis (menggunakan tabel IO 1995) dan setelah krisis (menggunakan tabel IO 2003). Hasil identifikasi menunjukkan sektor-sektor yang leading dalam investasi adalah sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor industri pengolahan (terutama industri kimia, industri pulp/kertas, industri makanan dan industri tekstil& pakaian jadi), sektor bangunan; dan sektor transportasi, dimana sektor-sektor ini memiliki keterkaitan antar sektor yang tinggi, terutama keterkaitan ke belakang (backward linkage). Dampak peningkatan investasi terhadap penyerapan tenaga kerja terbesar terjadi di sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor industri pengolahan (terutama industri kayu, industri kimia dan industri tekstil) dan sektor transportasi.
3. Data, Model dan Metodologi
Pada penelitian ini akan digunakan dua metode untuk menghitung peran investasi dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi. Metode pertama menggunakan pendekatan ekonometrik dengan model panel data dengan cross section berupa data sektoral dan regresi linear sederhana. Sedangkan metode kedua menggunakan pendekatan statistik dengan menggunakan Tabel I/O (Input-Output) untuk menghitung Multiplier Investasi dan Dampak Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
3.1
Model Ekonometrik
Model ekonometrik yang digunakan untuk melihat hubungan investasi serta tenaga kerja dengan pertumbuhan ekonomi adalah Solow Swan Model dengan fungsi produksi Cobb Douglas untuk melihat kontribusi kapital dan labor, dengan persamaan dasar sebagai berikut:
Y = AK α L1−α Keterangan:
Y = GDP riil 6
A = total factor productivity K = capital stock L = labor
α = capital share
Model ini akan diolah menggunakan metode panel data dengan cross section berupa data sektoral dan regresi linear sederhana.
3.2
Metode Perhitungan Multiplier Investasi2 Multiplier investasi menunjukkan peningkatan nilai tambah perekonomian secara
keseluruhan (PDB total) yang terjadi sebagai akibat dari adanya tambahan investasi di suatu sektor. Sektor-sektor yang memiliki multiplier investasi terbesar merupakan sektorsektor kunci dalam investasi. Multiplier ini diperoleh dengan menghitung rasio antara total effect peningkatan PDB total akibat investasi terhadap initial effectnya. MI = MIT/MII dimana MI = multiplier investasi; MIT = total effect dari investasi; dan MII = initial effect dari investasi Initial effect menggambarkan efek investasi di sektor i terhadap pembentukan nilai tambah sektor tersebut, yang diformulasikan sebagai Berikut: MII = Av . k ................................................................................................................ (4) di mana : Total effect menggambarkan efek investasi terhadap pembentukan total PDB (nilai tambah dalam perekonomian secara keseluruhan). MIT = Av . (I-A)-1. k ....................................................................................................(5) dimana ki
= (k1, k2, ...k9)adalah proporsi investasi sektor i terhadap total investasi ( 0 < k <1);
Av
= (av1, av2,..av9) adalah koefisien nilai tambah (value added) masing-masing sektor yang menggambarkan pengaruh penciptaan output terhadap nilai tambah sektoral. Av diperoleh dari ratio gross value added dari tabel input out (klasifikasi no 209) per sektor terhadap total output dari masing-masing sektor (klasifikasi no 600)
2
Dikutip dari makalah “Dampak Peningkatan Investasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral di Indonesia” oleh Yati Kurniati (2007) berdasarkan model dalam Yang Cuihong (2000) dan Ronald E.Miller and Peter D. Blair (1985).
7
(I – A)
-1
merupakan Leontief inverse matriks yang menunjukkan bilangan pengganda,
dimana A = koefisien input output dan I adalah matrix identitas Dari Leontief inverse matriks dapat diperoleh keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan derajad kepekaan (forward linkage) dari masing-masing sektor dalam perekonomian. Dari Leontief inverse matriks dapat diperoleh daya penyebaran (backward linkage) dan derajad kepekaan (forward linkage) dari masing-masing sektor dalam perekonomian. Daya penyebaran (backward linkage) menunjukkan dampak dari perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi di suatu wilayah atau negara dan merupakan ukuran untuk melihat keterkaitan ke belakang sektor-sektor ekonomi di suatu wilayah atau negara.
rj = ∑ i bij Derajad kepekaan (forward linkage) menjelaskan dampak yang terjadi terhadap output suatu sektor sebagai akibat dari perubahan permintaan akhir pada masing-masing sektor perekonomian. Oleh karena itu dapat dimanfaatkan untuk melihat keterkaitan ke depan (forward linkages).
si = ∑ j bij Untuk keperluan pembandingan, backward linkage dan forward linkage dinormalkan dalam bentuk indeks. Indeks backward linkage dirumuskan:
αj =
∑i bij ⎛1⎞ ⎜ ⎟∑ ∑ bij j ⎝n⎠ i
α j = indeks backward linkage bij
Indeks forward linkage dirumuskan: b ∑ j ij βi = ⎛1⎞ ⎜ ⎟∑ ∑ bij j ⎝n⎠ i
β i = indeks forward linkage
n = jumlah sektor
= dampak yang terjadi terhadap output sektor i akibat perubahan permintaan akhir sektor j (= sel matriks kebalikan (I-A)-1 pada baris i dan kolom j)
3.3
Perhitungan Dampak Investasi Terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Pendekatan input output merepresentasikan perekonomian sebagai kumpulan dari n sektor, yang masing-masing sektor memiliki fungsi produksi yang linear dengan faktorfaktor produksinya. Sistem produksinya dapat diilustrasikan sbb:
8
a11 X1 + a12 X2 + ....+ a1n Xn + F1 = X1 ............................................................................ (6) an1 X1 + an2 X2 + ....+ ann Xn + Fn = Xn .................................................................... ...... (7) di mana Xn menunjukkan output di sektor n, aij menunjukkan jumlah dari komoditi sektor i yang digunakan oleh sektor j, dan Fn merupakan sektor i (i,j=1,2,...n). Total output yang dihasilkan sektor i kemudian terbagi menjadi output yang digunakan sebagai bahan baku dalam proses produksi seluruh sektor (intermediate demand) dan yang digunakan sebagai konsumsi akhir (final demand). Model tersebut selanjutnya digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antar sektor dalam perekonomian. Dalam bentuk matriks, sistem tersebut dapat digambarkan sbb: AX + F = X ....................................................................................................... (8) Di mana A = matriks koefisien input-output, aij, X = vektor output, AX= matriks intermediate demand, dan F = matriks final demand. Dampak perubahan final demand terhadap output sektoral dapat diturunkan sbb: X – AX = F (I – A) X = F X = (I - A)-1 F ...................................................................................................... (9)
Dampak dari shock final demand (ΔF) terhadap total output: ΔX = (I - A)-1 ΔF .............................................................................................. (10) Mengingat output memiliki hubungan linear dengan tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksinya, maka implikasi dari perubahan final demand terhadap tenaga kerja adalah: ΔL =
l ΔX = l (I - A)-1 ΔF ...... ............................................................................(11)
Di mana ΔL merupakan tambahan tenaga kerja dalam perekonomian dan
l adalah
vektor koefisien tenaga kerja. Mengingat dalam kajian ini diasumsikan final demand yang berubah adalah investasi, maka ΔF direpresentasikan sebagai ΔInv. ΔL =
l ΔX = l (I - A)-1 ΔInv .. ............................................................................
(12)
Koefisien dampak investasi terhadap penyerapan tenaga kerja sektoral :
εj =
∑ j l j (I − A )
−1
9
Dimana ε j = koefisien jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dari setiap peningkatan investasi pada sektor ke j.
3.4
Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini antara lain dapat dijelaskan sebagai berikut: -
Tabel Input Output Indonesia 2005 dengan klasifikasi sektor diagregasikan menjadi 9 sektor kemudian diperluas menjadi 25 sektor berdasarkan pertimbangan keperluan analisis.
Tabel 1 Pembagian Sektor dan Subsektor Sektor 1
Pertanian
2
Pertambangan dan Penggalian
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Subsektor Pertanian dan perkebunan Peternakan dan Perikanan Kehutanan Migas Non Migas Penggalian Industri makanan, minuman dan tembakau Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit Industri kayu dan barang dari kayu, termasuk perabot RT Industri kertas dan percetakan Industri kimia Industri mineral non logam Industri logam dasar Industri barang dr logam, mesin & peralatan Industri lainnya Listrik gas dan air Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Pengangkutan Komunikasi Lembaga Keuangan
23
Usaha persewaan/jual beli tanah & Jasa
24 25
Jasa Pemerintahan Jasa Lainnya
1 2 3 4 5 6 7 8 9
3
Industri
4 5
Listrik gas dan air Bangunan Perdagangan, rumah makan dan hotel Angkutan, pergudangan dan komunikasi Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan
6 7 8 9
-
Jasa
Data investasi sektoral diperoleh dari selisih data kapital stok tahun 2004 dan 2005 yang diperoleh dari BPS serta data investasi domestik dan investasi luar negeri Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM). Masalah perbedaan klasifikasi sektor antara data tabel input output dan data kapital stok diatasi dengan melakukan disagregasi sektor berdasarkan perbandingan output. 10
-
Data tenaga kerja sektoral diperoleh dari Sakernas BPS tahun 2005. Sama seperti sebelumnya, masalah perbedaan klasifikasi sektor antara data tabel input output dan data tenaga kerja diatasi dengan melakukan disagregasi sektor berdasarkan perbandingan output
-
Data GDP diperoleh dari BPS
4. Analisis Empiris 4.1
Model Struktural Pertumbuhan Ekonomi Hasil pengujian empirik dengan menggunakan pendekatan panel data dengan
fixed effect, diperoleh kapital dan labor berpengaruh positif dan signifikan terhadap perekonomian. Tercatat elastistitas kapital dan labor masing-masing sebesar sebesar 0.4 dan 0.2. Beberapa penelitian lain menunjukan elastisitas kapital relatif sama yaitu sebesar 0.4 (Tjajono & Anugrah, 2006). Namun elastisitas labor lebih besar yaitu 0.6. Namun demikian, dalam penelitian ini, kita lebih memfokuskan melihat pengaruh kapital ke dalam GDP.
y = 5 .8 9 + 0 .4 K
+ 0 .2 L
(0.25)*** (0.05)*** (0.02)*** R2 = 0.98 DW
= 0.16 Dalam menghitung pengaruh investasi ke output, maka perlu dilihat hubungan
antara investasi dan kapital dengan menggunakan persamaan identitas. Dalam model sektoral dengan menggunakan 9 sektor, maka diambil koefisien rata-rata dari kesembilan sektor tersebut dan diperoleh koefisien sebesar 0.54. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa pengaruh investasi pada GDP sebesar 0.74. Hal ini berarti bahwa setiap peningkatan investasi sektoral sebesar 1% akan diikuti dengan peningkatan GDP sebesar 0.74%.
4.1.1
Sektor Pertanian
Pada sektor pertanian dengan pembagian 3 sub sektor yaitu 1. Pertanian dan perkebunan 2. Peternakan dan perikanan 3. Kehutanan 11
diperoleh elastisitas kapital terhadap GDP yang berbeda (tabel 2). Secara sektoral, pengaruh kapital terhadap GDP pada sektor pertanian relatif kecil yaitu sebesar 0.29. Sebaliknya pengaruh labor atau tenaga kerja cukup besar dengan elastisitas sebesar 0.49. Hal ini memang sesuai dengan kondisi bahwa sektor pertanian lebih berupa labor intensif, dimana tenaga kerja lebih banyak digunakan dalam menghasilkan output dibandingkan modal atau kapital. Dengan
menggunakan
perhitungan
yang
sama
seperti
telah
dijelaskan
sebelumnya, diperoleh koefisien hubungan investasi dan kpital sebesar 0.56 pada sektor pertanian. Sehingga pengaruh investasi ke GDP sebesar 0.52, dimana setiap kenaikan investasi di sektor pertanian sebesar 1% akan diikuti kenaikan GDP sebesar 0.52%. Pengaruh investasi pada sektor pertanian relatif lebih rendah dibandingkan pengaruh ratarata investasi sektoral terhadap GDP. Hasil ini menguatkan dugaan bahwa sektor pertanian lebih merupakan sektor padat karya yang membutuhkan tenaga kerja lebih dibandingkan kapital.
Tabel 2 Hasil Pengujian Empirik Sektor Pertanian Y Sektor Pertanian -
Pertanian dan perkebunan
-
Peternakan dan Perikanan
-
Kehutanan
K 0.29 (0.02)*** 0.15 (0.13) 0.54 (0.04)*** 0.15 (0.08)*
L 0.49 (0.02)*** 0.59 (0.36)* 0.17 (0.15) 0.01 (0.01)
R2 0.96
DW 0.53
0.14
2.5
0.81
0.57
0.1
2.5
Bila kita melihat pengaruh investasi pada sub sektor pertanian akan diperoleh hasil yang sedikit berbeda. Pengaruh kapital terhadap sub sektor pertanian dan sub sektor kehutanan relatif sama yaitu sebesar 0.15, namun sub sektor pertanian tidak signifikan. Sebaliknya, elastisitas kapital pada sub sektor peternakan dan perikanan terhadap output cukup besar yaitu 0.54 dan signifikan.
12
40.00 Pertanian dan perkebunan Peternakan dan Perikanan
30.00
Kehutanan
20.00
%
10.00
Jan‐08
Jun‐07
Apr‐06
Nov‐06
Sep‐05
Jul‐04
Feb‐05
Dec‐03
Oct‐02
May‐03
Mar‐02
Jan‐01
Aug‐01
Jun‐00
Apr‐99
Nov‐99
Sep‐98
Jul‐97
Feb‐98
Dec‐96
Oct‐95
‐10.00
May‐96
Mar‐95
0.00
‐20.00
Gambar 2 Pertumbuhan GDP Sub Sektor Pertanian Sumber: BPS
Pengaruh investasi terhadap output pada sub sektor pertanian dan perkebunan sebesar 0.27 sama dengan sub sektor kehutanan, dimana kenaikan investasi pada sub sektor tersebut sebesar 1% akan mendorong kenaikan output sebesar 0.27%. Sementara itu, pada sub sektor peternakan dan perikanan pengaruh investasi lebih besar yaitu 0.96. Hal ini menunjukan bahwa sub sektor peternakan dan perikanan lebih merupakan sub sektor padat modal, dimana setiap penanaman investasi dapat menghasilkan output yang cukup signifikan.
4.1.2
Sektor Pertambangan dan Penggalian Pada sektor ini, diperoleh pengaruh kapital yang lebih besar daripa labor terhadap
output. Tercatat koefisien kapital dan labor masing-masing sebesar 0.16 dan 0.02. Namun untuk koefisien labor tidak signifikan. Hasil ini menunjukan bahwa pada sektor pertambangan lebih mengarah pada kapital insentif, dimana penambahan modal akan berdampak lebih besar pada output dibandingkan labor. Hasil pengujian empirik menguatkan dugaan bahwa pada sektor pertambangan peran investasi atau kapital lebih besar dibandingkan peran tenaga kerja dalam menghasilkan output. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa kenaikan investasi 1% akan diikuti dengan kenaikan output sebesar 0.3%.
13
Tabel 3 Hasil Pengujian Empirik Sektor Pertambangan & Penggalian Y Sektor Pertambangan dan Penggalian - Migas - Non Migas - Penggalian
K 0.16 (0.02)*** 0.04 (0.04) 0.64 (0.02)*** 0.3 (0.05)***
L 0.02 (0.04) -0.27 (0.02)*** -0.11 (0.06)** 0.04 (0.02)
R2 0.96
DW 1.5
0.72
0.5
0.95
1.2
0.5
0.23
Pada sektor ini dibagi dalam 3 sub sektor sebagai berikut: 1. Migas 2. Non Migas 3. Penggalian Sebagaimana sektor sebelumnya, pada pada pengelompokan sub sektor diperoleh elastisitas kapital terhadap GDP yang berbeda (tabel 3). Pada hasil pengujian empirik untuk kelompok sub sektor diperoleh beberapa hasil yang tidak signifikan. Bahkan diperoleh hasil koefisien yang negatif untuk labor, dimana hasil ini tidak sesuai dengan teori. Secara teori produksi Cobb Douglas, pengaruh kapital dan labor terhadap output positif, dimana kenaikan kapital atau labor akan berdampak pada peningkatan output, begitu juga sebaliknya. Namun demikian, hasil pengujian empirik menunjukan bahwa pengaruh kapital positif untuk semua sub sektor pertambangan. Khusus untuk sub sektor migas, elastisitas kapital terhadap outpus sangat kecil yaitu 0.04 dan tidak signifikan. Sementara itu, pada sub sektor non migas dan sub sektor penggalian masing-masing memiliki elastisitas sebesar 0.64 dan 0.3, serta signifkan. Dengan menghitung koefisien kapital dan investasi, diperoleh pengaruh investasi terhadap output kedua sektor di atas masing-masing sebesar 1.18 dan 0.55. hal ini menunjukan bahwa setiap penambahan investasi pada sub sektor non migas sebesar 1% akan mendorong peningkatan output sebesar 1.18%. Dapat disimpulkan bahwa peningkatan investasi pada sub sektor non migas memiliki pengaruh yang cukup besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sub sektor ini. Sementara itu, koefisien investasi terhadap output sebesar 0.55 yang berarti kenaikan investasi sebesar 1%, maka akan mendorong kenaikan output sebesar 0.55%. Pengaruh investasi terhadap pertumbuhan ekonomi pada masing-masing sub sektor menunjukan bahwa sub sektor non migas memiliki pengaruh yang paling besar.
14
4.1.3
Sektor Industri Sektor industri merupakan satu-satunya sektor yang memiliki 9 sub sektor dengan
rincian berikut ini: 1. Industri makanan, minuman, dan tembakau 2. Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit 3. Industri kayu, dan barang dari kayu, termasuk perabot RT 4. Industri kertas dan percetakan 5. Industri kimia 6. Industri mineral non logam 7. Industri logam dasar 8. Industri barang dari logam, mesin, dan peralatan 9. Industri lainnya Dari hasil pengujian empirik, diperoleh elastisitas kapital (0.41) terhadap output pada sektor industri lebih kecil dibandingkan elastisitas labor (0.7) terhadap output pada sektor tersebut. Hasil ini menunjukan bahwa pada sektor industri lebih bersifat labor intensif, dimana faktor tenaga kerja lebih dominan dibandingkan faktor kapital. Ini menguatkan fakta di lapangan bahwa peran tenaga kerja di sektor industri cukup besar. Hal ini juga ditunjang masih rendahnya upah tenaga kerja di Indonesia, sehingga banyak perusahaan asing yang membuka pabriknya di Indonesia untuk menekan biaya produksi.
Tabel 4 Hasil Pengujian Empirik Sektor Industri Y Sektor Industri -
Industri makanan, minuman dan tembakau
-
Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit
-
Industri kayu dan barang dari kayu, perabot RT
-
Industri kertas dan percetakan
-
Industri kimia
-
Industri mineral non logam
-
Industri logam dasar
-
Industri barang dr logam, mesin & peralatan
-
Industri lainnya
K 0.41 (0.09)*** 0.46 (0.05)*** 0.29 (0.1)*** -0.5 (0.03)*** 0.4 (0.15)** 0.4 (0.06)*** 0.17 (0.06)*** -0.02 (0.1) -0.05 (0.17) 0.3 (0.07)***
L 0.7 (0.21)*** 0.65 (0.16)*** 0.7 (0.09)*** 0.12 (0.07)* 0.25 (0.13)* 0.01 (0.05) -0.01 (0.02)*** -0.04 (0.04) 0.2 (0.14) 0.05 (0.01)***
R2 0.98
DW 0.64
0.88
1.6
0.55
0.3
0.83
0.31
0.81
0.38
0.74
0.12
0.61
0.24
0.03
0.36
0.09
0.08
0.27
0.39
15
Dari hasil perhitungan antar kapital dan investasi, diperoleh pengaruh investasi terhadap output pada sektor industri sebesar 0.76. Setiap penambahan investasi pada sektor industri sebesar 1% akan mendorong peningkatan output sebesar 0.76%. Hal ini menunjukan bahwa peran investasi masih cukup besar pada sektor ini. Upaya pemerintah untuk mengundang investasi asing atau FDI pada sektor industri dirasa tepat, mengingat peran investasi untuk meningkatkan GDP cukup besar pada sektor ini. Hasil uji empirik pada kesembilan sub sektor industri menunjukan hasil yang menyerupai sektor industri pada umumnya. Hanya pada sub sektor industri kayu, indsutri logam dasar, dan industri barang dari logam yang menghasilkan koefisien negatif pada kapital dan tidak signifikan. Sementara itu, keenam sub sektor yang lain menunjukan peran kapital yang positif dengan koefisien antara 0.17 - 0.46. Sub sektor industri mineral non logam memiliki koefisien kapital terendah dan sub sektor industri
makanan,
minuman, dan tembakau memiliki koefisien kapital tertinggi. Hasil perhitungan koefisien investasi terhadap output pada sub sektor industri makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0.85. Peningkatan investasi sub sektor ini sebesar 1% akan meningkatkan outputnya sebesar 0.85%. Hasil ini sesuai dengan fakta bahwa industri makanan, minuman, dan tembakau merupakan sub industri yang cukup berkembang dan diminati investor. Pembelian saham Sampurna oleh pihak asing menunjukan investasi di sub sektor ini memang sangat diminati, bahkan oleh pihak asing.
40.00 Industri makanan, minuman dan tembakau 30.00
Industri mineral non logam
20.00
10.00
Sep‐07
Mar‐08
Sep‐06
Mar‐07
Sep‐05
Mar‐06
Sep‐04
Mar‐05
Sep‐03
Mar‐04
Sep‐02
Mar‐03
Sep‐01
Mar‐02
Sep‐00
Mar‐01
Sep‐99
Mar‐00
Sep‐98
Mar‐99
Sep‐97
Mar‐98
Sep‐96
Mar‐97
Sep‐95
Mar‐96
%
Mar‐95
0.00
‐10.00
‐20.00
‐30.00
‐40.00
‐50.00
Gambar 3 Pertumbuhan PDB Sub Sektor Industri (y-o-y) Sumber: BPS
16
Peran investasi yang cukup besar terhadap pertumbuhan ekonomi terdapat juga pada sub sektor industri kertas/percetakan dan industri kimia dengan koefisien sama yaitu sebesar 0.74. Artinya setiap penambahan investasi sebesar 1% akan mendokrak output sebesar 0.74%. sementara dua sub sektor lain yang memiliki pengaruh investasi terhadap output yang relatif sama (0.55) yaitu sub sektor industri tekstil dan industri lainnya. Investasi pada sub sektor mineral dan non logam berdampak pada pertumbuhan ekonomi yang paling rendah dengan koefisien sebesar 0.31. Hal ini mengindikasikan bahwa investasi pada sub sektor ini sedikit dampaknya pada output. Sehingga sub sektor ini kurang diminati oleh investor. 4.1.4
Sektor Listrik, Gas, dan Air Pada sektor ini tidak dilakukan pengelompokan dalam sub sektor menimbang
keterbatasan ketersediaan data. Hasil pengujian empirik pada sektor ini menunjukan bahwa peran kapital masih di bahwa peran labor dalam menghasilkan output. Koefisiean kapital dan labor masing-masing sebesar 0.4 dan 0.6 (tabel 5). Dapat disimpulkan bahwa sektor listrik, gas, dan air lebih ke arah labor intensif, meskipun perbandingan elastisitas kedua variable relatif tidak jauh berbeda. Adapun hitungan koefisien investasi dan kapital sebesar 0.51, sehingga diperoleh koefisien investasi dan output menjadi sebesar 0.74. Hal ini berarti setiap kenaikan investasi sebesar 1% akan berdampak pada peningkatan output sebesar 0.74%. oleh karena itu, sektor ini termasuk memiliki potensi mendorong pertumbuhan ekonomi bila investasinya ditingkatkan.
Tabel 5 Hasil Pengujian Empirik Sektor Listrik Gas dan Air Y Sektor Listrik Gas dan Air Sektor Bangunan
4.1.5
K 0.4 (0.04)*** 0.12 (0.09)
L 0.6 (0.2)** 0.7 (0.12)***
R2 0.96
DW 0.63
0.95
0.82
Sektor Bangunan Sebagaimana sektor sebelumnya, sektor bangunan juga tidak dibagi dalam sub
sektor, karena belum adanya data penunjang. Hasil pengujian empirik pada sektor ini menunjukan peran labor jauh lebih besar dibandingkan kapital. Elastisitas kapital terhadap output hanya sebesar 0.12 dan tidak signifikan. Sementara itu, pengaruh labor terhadap output cukup besar dengan elastisitas sebesar 0.7 dan signifikan (tabel 4). Namun demikian, rendahnya peran kapital dibandingkan labor pada sektor ini sesuai dengan 17
kondisi yang ada. Sektor banguan relatif sedikit menggunakan kapital, dan bahkan lebih banyak menggunakan tenaga kerja. Buruh-buruh bangunan dibutuhkan dalam jumlah yang besar, sehingga sektor ini lebih bersifat labor insentif. Berdasarkan perhitungan koefisien investasi terhdapa output sebesar 0.21. Penambahan investasi pada sektor bangunan sebesar 1% akan mendorong peningkatan GDP sektor bangunan hanya sebesar 0.21%. Oleh karena itu, investasi pada sektor ini dirasa kurang dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dibandingkan empat sektor sebelumnya.
4.1.6
Sektor Perdagangan, Rumah Makan, dan Hotel Hasil penelitian menunjukan bahwa peran kapital dan labor terhadap output sektor
ini signifikan dan seimbang. Masing-masing memiliki tingkat elastisitas sebesar 0.2. Dari perhitungan hubungan investasi dan output diperoleh koefisien sebesar 0.38 bermakna kenaikan investasi sebesar 1% akan diikuti kenaikan output sebesar 0.38%. Bila dibandingkan dua sub sektor lainnya yaitu perdagangan dan restoran, sub sektor perhotelan memiliki elastisitas kapital terhadap output yang paling besar yaitu 0.28. Sub sektor perdagangan dan restoran memiliki elastisitas masing-masing sebesar 0.01 dan 0.05, dimana dua-duanya tidak signifikan (Tabel 6). Dua sub sektor tersebut memiliki elastisitas labor terhadap output yang cukup besar yaitu masing-masing sebesar 0.8 dan 0.34.
Tabel 6 Hasil Pengujian Empirik Sektor Perdagangan, Rumah Makan dan Hotel Y Sektor Perdagangan, Makan dan Hotel - Perdagangan -
Hotel
-
Restoran
K Rumah
0.2 (0.02)*** 0.01 (0.09) 0.28 (0.03)*** 0.05 (0.04)
L 0.2 (0.02)*** 0.8 (0.29)** 0.2 (0.03)*** 0.34 (0.05)***
R2 0.99
DW 0.2
0.45
0.3
0.8
0.3
0.71
0.2
Pengaruh investasi pada output pada sub sektor perhotelan sebesar 0.53, dimana penambahan investasi sebesar 1% akan mendorong peningkatan output sebesar 0.53%. Minat investor pada perhotelan dirasa mulai menurun belakangan ini, namun dilihat pertumbuhan GDP perhotelan masih positif (Gambar 3).
18
40000
20.00
39000
15.00
38000
10.00
37000
Miliar Rp
5.00 36000 0.00 35000 ‐5.00
Perhotelan
34000
y‐o‐y
‐10.00
33000
Jul‐07
Sep‐06
Jan‐05
Nov‐05
May‐…
Mar‐04
Jul‐02
Sep‐01
Jan‐00
Nov‐00
May‐…
Mar‐99
Jul‐97
Sep‐96
‐20.00
Jan‐95
31000
Nov‐95
‐15.00
Mar‐94
32000
Gambar 4 PDB dan Growth Perhotelan Sumber : BPS, diolah
4.1.7
Sektor Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi Hasil pengujian empirik yang terlihat pada tabel 7 menunjukan bahwa pengaruh
kapital dan labor positif dan signifikan. Pengaruh kapital lebih rendah dibandingkan labor, dimana koefisien masing-masing sebesar 0.27 dan 0.57. Lebih banyaknya peran tenaga kerja pada sektor ini sedikit berbeda dengan dugaan semula bahwa sektor ini lebih mengarah pada kapital insentif. Bila dihitung hubungan investasi dengan output pada sektor ini diperoleh koefisien sebesar 0.46. Peningkatan investasi sebesar 1% pada sektor ini akan mendorong peningkatan output sebesar 0.46%.
Tabel 7 Hasil Pengujian Empirik Sektor Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi Y Sektor angkutan, pergudangan & komunikasi - Pengangkutan - Komunikasi
K 0.27 (0.03)*** 0.12 (0.03)*** 0.4 (0.06)***
L 0.57 (0.09)*** 0.26 (0.08)*** 0.35 (0.16)**
R2 0.9
DW 0.1
0.38
0.15
0.86
0.05
Pembagian sub sektor meliputi pengangkutan dan komunikasi. Hasil pengujian empirik menghasilkan koefisien positif untuk kedua sub sektor tersebut yang sesuai dengan teori dasar Cobb Douglas. Pada sub sektor pengangkutan diperoleh pengaruh capital lebih kecil dibandingkan dengan pengaruh tenaga kerja, dimana koefisien masingmasing sebesar 0.12 dan 0.26. Sebaliknya, pada sub sektor komunikasi diperoleh 19
pengaruh kapital yang lebih besar dibandingkan pengaruh labor pada output dengan elastisitas masing-masing sebesar 0.4 dan 0.35. Selanjutnya, perhitungan pengaruh investasi terhadap output pada sub sektor pengangkutan dan komunikasi masing-masing sebesar 0.24 dan 0.8. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan investasi sebesar 1% pada masing-masing sub sektor tersebut mendorong kenaikan output sebesar 0.24% dan 0.8%. Dapat disimpulkan bahwa penambahan investasi di sub sektor komunikasi berdampak lebih besar dibandingkan sub sektor pengangkutan. Oleh karena itu, investasi di sub sektor ini sangat diminati oleh kalangan investor mengingat hasil output nya yang besar. Hasil ini menguatkan sinyalemen saat ini yang menunjukan kuatnya minat investor pada sub sektor komunikasi dan pesatnya pertumbuhan GDP dari sub sektor ini.
4.1.8
Sektor Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan Pada sektor ini peran kapital terlihat lebih besar dibandingkan peran labor dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi. Elastisitas kapital dan labor terhadap output masingmasing sebesar 0.3 dan 0.2 (tabel 8). Hasil yang signifikan ini bisa dijelaskan dengan kondisi bahwa pada sektor keuangan tenaga kerja yang digunakan relatif tidak banyak. Sumbangan kapital meskipun tidak banyak, namun masih lebih besar dibandingkan sumbangan tenaga kerja dalam peningkatan output.
Tabel 8 Hasil Pengujian Empirik Sektor Keuangan Y Sektor Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan - Lembaga Keuangan -
Asuransi
- Usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan
K
L
0.3 (0.06)***
0.2 (0.03)***
0.11 (0.15) 0.26 (0.09)*** 0.23 (0.11)**
0.75 (0.27)*** 0.28 (0.05)*** 0.14 (0.03)***
R2 0.99
DW 0.4
0.18
0.55
0.62
0.54
0.42
0.1
Dari hasil perhitungan hubungan investasi dan kapital pada sektor ini, diperoleh bahwa peningkatan investasi pada sektor ini sebesar 1% berdampak pada penambahan output sebesar 0.53%. Sementara itu, bila dibagi dalam sub sektor diperoleh 3 sub sektor yaitu:
20
1. Lembaga Keuangan 2. Asuransi 3. Usaha Persewaan Bangunan, Tanah, dan Jasa Perusahaan Ketiga sub sektor tersebut di atas memiliki elastisitas kapital yang relatif sama yaiu masingmasing sebesar 0.11 (tidak signifikan), 0.26 (signifikan), dan 0.23 (signifikan). Melalui perhitungan untuk memperoleh koefisien hubungan investasi dan output, diperoleh masing-masing sub sektor tersebut sebesar 0.19, 0.46, dan 0.40. Setiap kenaikan investasi di pada ketiga sub sektor tersebut masing-masing sebesar 1% akan diikuti kenaikan output masing-masing sebesar 0.19%, 0.46%, dan 0.40%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan investasi pada asuransi dan usaha persewaan lebih besar pengaruhnya pada peningkatan output dibandingkan penambahan investasi pada lembaga keuangan. 4.1.9
Sektor Jasa Sektor jasa dibagi dalam dua sub sektor yaitu jasa pemerintahan dan jasa lainnya.
Dari tabel 9 diperoleh bahwa pengaruh kapital cukup besar dengan elastisitas sebesar 0.64 dan signifikan. Sementara itu, labor berpengaruh negatif dan tidak signifikan. Bila dibagi dalam sub sektor, jasa pemerintahan memiliki elastisitas kapital sebesar 0.14 lebih besar dibandingkan elastisitas labor terhadap output yang sebear 0.06. Adapun jasa lainnya justru memiliki elastisitas kapital terhadap output yang cukup besar yaitu 0.75 dan signifikan, dibandingkan dengan labor yang hanya 0.01 dan tidak signifikan. Tabel 9 Hasil Pengujian Empirik Sektor Jasa Y Sektor Jasa - Jasa Pemerintahan - Jasa Lainnya
K 0.64 (0.04)*** 0.14 (0.04)*** 0.75 (0.05)***
L -0.05 (0.07) 0.06 (0.04) 0.01 (0.1)
R2 0.74
DW 0.05
0.31
0.2
0.82
0.06
Dengan menggunakan perhitungan hubungan kapital dan investasi, diperoleh bahwa peningkatan investasi pada sektor jasa sebesar 1% ternyata menyebabkan kenaikan output sebesar 1.12%. Hasil ini menunjukan bahwa investasi pada sektor jasa berpengaruh cukup besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
21
30000
Private Services Public Administration
25000
20000
15000
10000
5000
Jun‐07
Mar‐08
Sep‐06
Dec‐05
Jun‐04
Mar‐05
Sep‐03
Dec‐02
Jun‐01
Mar‐02
Sep‐00
Dec‐99
Jun‐98
Mar‐99
Sep‐97
Dec‐96
Jun‐95
Mar‐96
Sep‐94
Dec‐93
Mar‐93
0
Gambar 5 Sub Sektor Jasa (miliar Rp) Sumber : BPS
Sementara itu, pengaruh investasi terhadap output pada sub sektor jasa pemerintahan dan jasa lainnya masing-masing sebesar 0.25 dan 1.31. Bila dilihat dalam sub sektor jasa, maka penambahan investasi dalam jasa lainnya justru berdampak lebih besar pada peningkatan outputnya dibandingkan jasa pemerintahan. Hal ini mengingat pada sub sektor jasa lainnya terdapat jasa swasta, dimana pada jasa swasta lebih banyak investasi yang menghasilkan output lebih besar. PDB pada jasa swasta cenderung meningkat dibandingkan PDB jasa pemerintahan (Gambar 4). Hal ini, dapat dijelaskan bahwa jasa pemerintahan lebih ke arah sosial, di sisi lain jasa swasta lebih bertujuan pada keuntungan. Sehingga peran kapital atau investasi pada sub sektor jasa swasta atau jasa lainnya lebih besar dibandingkan jasa publik atau pemerintahan.
4.2
Leading sectors dalam Investasi Salah satu indikator untuk menggolongkan suatu sektor perekonomian sebagai
leading sector dalam dalam investasi adalah multiplier investasi yang diolah menggunakan tabel Input Output. Multiplier investasi menggambarkan seberapa besar peningkatan nilai tambah perekonomian secara keseluruhan, baik langsung maupun tidak langsung, sebagai akibat dari tambahan investasi di suatu sektor. Hasil perhitungan dalam tabel berikut menunjukkan bahwa sektor listrik, gas dan air; sektor bangunan dan industri pengolahan memiliki multiplier investasi yang tinggi. Untuk sektor listrik, gas dan air yang memiliki multiplier investasi 2,71 berarti tambahan investasi sebesar Rp 1 milyar di sektor tersebut akan menghasilkan peningkatan PDB sebesar Rp 2, 71 milyar. Relatif besarnya multiplier 22
investasi sektor listrik, bangunan dan industri dibandingkan sektor-sektor lainnya sejalan dengan besarnya keterkaitan antar sektor terutama keterkaitan ke belakang. Multiplier investasi yang tinggi di ketiga sektor terkait erat dengan kemampuan sektor tersebut menciptakan permintaan atas output dari sektor-sektor lainnya untuk digunakan sebagai input di sektor tersebut sehingga peningkatan investasi di sektor listrik, bangunan dan industri menghasilkan peningkatan nilai tambah yang lebih tinggi pada perekonomian. Sebagai contoh, backward linkage sektor listrik, gas dan air sebesar 2,023 memiliki arti adanya peningkatan Rp 1 juta permintaan akhir di sektor tersebut akan mendorong peningkatan output sektor-sektor lainnya sebesar Rp 2,02 juta. Selain memiliki backward linkage yang tinggi sektor industri juga memiliki kepekaan yang tinggi terhadap peningkatan permintaan sektor-sektor lainnya. Peningkatan Rp 1 juta permintaan akhir sektor-sektor lain akan meningkatan output sektor industri sebesar Rp 3,03 juta. Hal ini wajar mengingat hasil dari sektor industri digunakan oleh hampir semua sektor lain dalam perekonomian. Sementara itu, sektor keuangan, pertanian dan pertambangan merupakan sektor dengan multiplier investasi yang rendah. Hal ini dapat dijelaskan karena sektor-sektor tersebut memiliki keterkaitan antar sektor yang rendah sehingga dampak peningkatan output di sektor tersebut tidak banyak pengaruhnya terhadap peningkatan output sektorsektor lainnya dan menyebabkan dampak investasi di sektor tersebut terhadap perekonomian secara keseluruhan menjadi kecil.
Tabel 10 Multiplier Investasi dan Keterkaitan antar Sektor (9 sektor) No
Sektor
1 2 3
Listrik gas dan air Bangunan Industri Angkutan, pergudangan dan komunikasi Jasa Perdagangan, rumah makan dan hotel Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan Pertanian Pertambangan dan Penggalian
4 5 6
7 8 9
Multiplier Investasi 2.707 2.217 2.066 1.680 1.585 1.545
Backward Linkage 2.023 1.847 1.729
Forward Linkage 1.297 1.163 3.033
1.669 1.631
1.421 1.314
1.601
1.562
1.425 1.379 1.211
1.620 1.577 1.527
1.345 1.286 1.156
Dalam aktualnya, secara total (PMDN + PMA) investasi di Indonesia terbesar terjadi di sektor industri. Sementara investasi di sektor listrik, gas air dan sektor bangunan yang
23
sebenarnya memberikan dampak besar terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi justru relatif kecil proporsinya (1,4% dan 4,8% pada tahun 2007).
Investasi Indonesia 2007
Investasi Indonesia 2005
Angkutan, pergudangan dan komunikasi 24.95%
Keuangan, asuransi, usaha persew aan bangunan, tanah dan jasa perusahaan 1.77%
Jasa 3.09%
Pertanian 6.45%
Pertambangan dan Penggalian 1.62%
Keuangan, asuransi, usaha persew aan bangunan, tanah dan jasa perusahaan Angkutan, 0.46% pergudangan dan komunikasi 23.55%
Jasa 4.07%
Pertanian 4.89%
Pertambangan dan Penggalian 2.72%
Perdagangan, rumah makan dan hotel 4.64%
Perdagangan, rumah makan dan hotel 4.95%
Industri 46.86%
Bangunan 9.74%
Listrik gas dan air 0.57%
Industri 53.46% Bangunan 4.80%
Listrik gas dan air 1.42%
Gambar 6 Proporsi Investasi Sektoral Indonesia
Sumber : BKPM, diolah
Jika dilakukan analisis lebih dalam terhadap subsektornya, industri logam dasar, industri makanan minuman, serta industri tekstil,kertas dan kayu merupakan subsektor yang leading dalam investasi dibandingkan subsektor industri pengolahan lainnya (multiplier investasi > 2). Tambahan investasi sebesar Rp 1 milyar pada industri logam dasar akan meningkatkan PDB sebesar Rp 3.09 milyar karena sektor ini mampu mempengaruhi peningkatan output sektor-sektor lainnya sebagai pemasok input bagi sektor ini. Sementara itu, industri mineral non logam, industri barang logam dan industri kimia relatif memiliki multiplier investasi yang rendah. Berdasarkan nilai backward linkagenya, terlihat bahwa hampir semua subsektor industri memiliki daya penyebaran yang besar terhadap peningkatan output sektor-sektor lainnya terutama industri makanan, minuman dan tembakau dimana peningkatan 1 unit permintaan di subsektor tersebut dapat meningkatkan output seluruh sektor sebesar 1,94 unit . Di sisi lain, subsektor industri kimia memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sektor-sektor lainnya karena terdapat banyak sektor (terutama sektor industri lainnya) yang menggunakan bahan-bahan kimia.
24
Tabel 11 Multiplier Investasi dan Keterkaitan antar Sektor (Industri Pengolahan) Subsektor Industri 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Industri logam dasar Industri makanan, minuman dan tembakau Industri lainnya Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit Industri kertas dan percetakan Industri kayu dan barang dari kayu, termasuk perabot RT Industri mineral non logam Industri barang dr logam, mesin & peralatan Industri kimia
Multiplier Investasi 3.09
Backward Linkage 1.873
Forward Linkage 1.254
2.61
1.940
1.779
2.18
1.770
1.034
2.12
1.891
1.499
2.07
1.826
1.609
2.06
1.804
1.275
1.84
1.680
1.157
1.81
1.617
1.936
1.74
1.462
2.961
Berdasarkan data BKPM, investasi di sektor industri terbesar terjadi pada subsektor industri kertas dan percetakan, industri kimia industri makanan minuman serta industri barang dari logam dan mesin. Investasi pada subsektor industri logam dasar yang sebenarnya memiliki multiplier investasi tinggi justru relatif kecil. 25000
2005
2007
20000
15000
10000
5000
0 makanan, tekstil, kayu dan kertas dan minuman pakaian jadi barang dari percetakan dan dan kulit kayu, tembakau
kimia
mineral no n lo gam
lo gam dasar
barang dr lo gam, mesin & peralatan
lainnya
Gambar 7 Proporsi Investasi Subsektor Industri
Subsektor dari sektor-sektor lainnya memiliki multiplier investasi yang relatif kecil (< 2) kecuali subsektor hotel dan restoran dengan multiplier investasi 2.07. Multiplier investasi dan keterkaitan antar sektor lain selengkapnya digambarkan dalam tabel berikut :
25
Tabel 12 Multiplier Investasi dan Keterkaitan antar Sektor (Subsektor lainnya) Multiplier Investasi
Backward Linkage
Forward Linkage
1.96 1.20
1.739 1.273
1.886 1.302
1.60 1.51
1.621 1.610
1.746 1.025
Hotel & Restoran
2.07
2 Perdagangan Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan 1 Lembaga Keuangan Usaha persewaan/jual beli 2 tanah & Jasa Pertanian
1.40
1.885 1.485
1.248 2.284
1.42
1.459
1.932
Sektor & Subsektor Angkutan, pergudangan dan komunikasi 1 2 Jasa
Pengangkutan Komunikasi
1 Jasa Lainnya 2 Jasa Pemerintahan Perdagangan, rumah makan dan hotel 1
1 Peternakan dan Perikanan 2 Pertanian dan perkebunan 3 Kehutanan Pertambangan dan Penggalian 1 Non Migas 2 Penggalian 3 Migas
4.3
1.385
1.28
1.594
1.44 1.23 1.15
1.537 1.301 1.236
1.473 1.917 1.228
1.26 1.19 1.09
1.345 1.308 1.094
1.751 1.154 1.795
Dampak Investasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral Selain peran terhadap pertumbuhan ekonomi, dampak investasi terhadap
penyerapan tenaga kerja merupakan sesuatu yang penting untuk dianalisis. Tingginya tingkat pengangguran saat ini dapat dikurangi dengan mengembangkan sektor-sektor yang bersifat labor intensive. Sektor yang bersifat labor intensive dapat dilihat berdasarkan koefisien tenaga kerjanya seperti pada gambar berikut. Dari gambar tersebut terlihat bahwa sektor-sektor yang memerlukan banyak tenaga kerja untuk menghasilkan output adalah sektor pertanian, kehutanan & peternakan; 3
perdagangan, rumah makan dan hotel serta sektor jasa.
Untuk menghasilkan 1 milyar
rupiah output sektor pertanian, kehutanan dan peternakan diperlukan tenaga kerja sebanyak 78.9 orang.
3
Koefisien tenaga kerja adalah jumlah tenaga kerja (orang) yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu unit output (dalam miliar rupiah). Dalam input output model, diasumsikan output dan tenaga kerja memiliki hubungan yang linear, sehingga setiap peningkatan output akan diikuti dengan peningkatan kebutuhan tenaga kerja. Koefisien ini diperoleh dari tabel input output dengan membagi tenaga kerja per output sektoral
26
Pertambangan dan Penggalian
2.1
Listrik gas dan air Keuangan, dan jasa perusahaan Industri
2.1 3.0 5.6 7.6
Bangunan
13.9
Angkutan, pergudangan dan komunikasi
19.8
Jasa
25.9
Perdagangan, rumah makan dan hotel
78.9
Pertanian
-
10
20
30
40
50
60
70
80
Gambar 8 Koefisien Tenaga Kerja
Dampak peningkatan investasi terhadap penyerapan tenaga kerja menggunakan tabel input output adalah sebagaimana dituliskan dalam tabel berikut. Angka tersebut bermakna tambahan investasi sebesar Rp 1 milyar di sektor Pertanian, Kehutanan dan Peternakan akan mampu menciptakan permintaan tenaga kerja sebesar 91 orang. Sementara investasi dengan jumlah yang sama di sektor Pertambangan dan Penggalian hanya akan menciptakan permintaan tenaga kerja sebanyak 4 orang.
Tabel 13 Dampak Investasi Terhadap Tenaga Kerja (9 Sektor) Sektor
Multiplier Tenaga Kerja 91 38 30 23 22 20
1 2 3 4 5 6
Pertanian, Kehutanan dan Peternakan Perdagangan, rumah makan dan hotel Jasa Angkutan, pergudangan dan komunikasi Industri Bangunan
7
Listrik gas dan air
12
8
Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan
7
9
Pertambangan dan Penggalian
4
Untuk sektor industri, dampak investasi terhadap peningkatan permintaan tenaga kerja terbesar terdapat di subsektor industri makanan, minuman tembakau serta industri kayu. Hal tersebut disebabkan karena multiplier investasi subsektor-sektor tersebut yang tinggi serta koefisien tenaga kerja yang relatif tinggi dibandingkan dengan subsektor lainnya. Industri makanan, kayu dan tekstil memang masih memerlukan tenaga manusia 27
dalam banyak proses produksinya, sedangkan industri-industri lain seperti industri kimia, logam dasar, industri mineral lebih banyak menggunakan teknologi dan mesin-mesin otomatis sehingga untuk menghasilkan output bernilai tertentu hanya memerlukan sedikit tenaga kerja.
Tabel 14 Dampak Investasi Terhadap Tenaga Kerja (Sektor Industri) Sektor
8
Industri makanan, minuman dan tembakau Industri kayu dan barang dari kayu, termasuk perabot RT Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit Industri kertas dan percetakan Industri kimia Industri lainnya Industri barang dr logam, mesin & peralatan Industri logam dasar
9
Industri mineral non logam
1 2 3 4 5 6 7
Multiplier Tenaga Kerja 53 42 25 14 11 10 9 9 6
Dampak investasi terhadap penyerapan tenaga kerja pada subsektor lainnya ditampilkan dalam tabel berikut. Dari seluruh subsektor terlihat bahwa jika pemerintah ingin meningkatkan penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar, maka bidang pertanian dan perkebunan merupakan sektor yang paling tepat untuk ditingkatkan investasinya. Jika merujuk pada data investasi BKPM tahun 2005 dan 2007 sebelumnya, investasi di sektor pertanian masih kecil proporsinya ( 4.5 - 6.5%).
Tabel 15 Dampak Investasi Terhadap Tenaga Kerja (SubSektor Lainnya) Sektor & Subsektor
Multiplier Tenaga Kerja
Pertanian 1 2 3
Pertanian dan perkebunan Kehutanan Peternakan dan Perikanan Perdagangan, rumah makan dan hotel
126 44 36
1 Perdagangan 2 Hotel & Restoran Jasa 1 Jasa Lainnya 2 Jasa Pemerintahan Angkutan, pergudangan dan komunikasi
40 31
1 2
Pengangkutan Komunikasi
31 26 27 5
28
Multiplier Tenaga Kerja
Sektor & Subsektor Keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan 1 Usaha persewaan/jual beli tanah & Jasa 2 Lembaga Keuangan Pertambangan dan Penggalian 1 Non Migas 2 Penggalian 3 Migas
7 6 8 4 1
Berdasarkan analisis terhadap leading sektor investasi serta dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja, dapat disusun matriks sebagai berikut:
Tinggi Rendah
Dampak Investasi terhadap Tenaga Kerja
Tabel 16 Matriks Pembagian Sektor berdasarkan Dampak Investasi Dampak Investasi terhadap PDB Tinggi Rendah Industri makanan, minuman dan Jasa Lainnya tembakau Jasa Pemerintahan Bangunan Peternakan dan Perikanan Industri tekstil, pakaian jadi dan kulit Perdagangan Hotel & Restoran Pertanian dan perkebunan Industri kayu dan barang dari kayu, Kehutanan termasuk perabot RT Pengangkutan Industri logam dasar Listrik gas dan air Industri lainnya Industri kertas dan percetakan Industri mineral non logam Industri barang dr logam, mesin & peralatan
Industri kimia Lembaga Keuangan Usaha persewaan/jual beli tanah & Jasa Non Migas Komunikasi Penggalian Migas
Keterangan : Rendah : di bawah rata-rata; tinggi : di atas rata-rata, diurutkan berdasarkan multiplier investasi
5. Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan 5.1
Kesimpulan
1. Dari hasil uji empirik diperoleh bahwa secara rata-rata faktor kapital cukup berperan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, meskipun faktor tenaga kerja atau labor masih lebih besar peranannya. Ditinjau dari sisi sektoral, peran kapital pada sektor industri dan jasa lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya. Tercatat tingkat
29
elastisitas kapital pada sektor industri sebesar 0.41, dimana kenaikan 1% capital akan mendorong pertumbuhan output sebesar 0.41%. 2. Sementara itu, dilihat dari tambahan output yang dapat dihasilkan secara sektoral, sektor-sektor yang mampu menciptakan tambahan output yang terbesar bagi perekonomian dari setiap tambahan investasi adalah sektor listrik, gas dan air; sektor bangunan dan industri pengolahan. 3. Sedangkan, sektor-sektor yang memiliki tingkat penyerapan tinggi dari setiap tambahan investasi adalah sektor pertanian, kehutanan dan Peternakan, Perdagangan, rumah makan dan hotel serta Jasa.
5.2
Rekomendasi Kebijakan
1. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia maka strategi investasi perlu diarahkan pada sektor-sektor yang memiliki multiplier investasi tinggi yaitu listrik, gas dan air, bangunan dan industri (terutama industri logam dasar, industri makanan, minuman dan tembakau, industri tekstil, industri kertas dan kayu). Pemilihan sektorsektor tersebut sebagai prioritas agar pertumbuhan outputnya lebih tinggi, sehingga secara aggregate dapat diperoleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi. 2. Sementara itu, ditinjau dari sisi penyerapan tenaga kerja oleh masing-masing sektor tersebut, maka investasi ditujukan pada sektor-sektor tertentu yang dapat menyerap tenaga kerja tinggi. Oleh karena itu, strategi investasi perlu diarahkan pada sektorsektor yang memiliki multiplier investasi dan tenaga kerja tinggi yaitu : industri makanan, minuman dan tembakau, sektor bangunan, industri tekstil, hotel dan restoran, industri kayu dan pengangkutan. 3. Pemerintah melalui departemen-departemen yang terkait diharapkan dapat terus mendorong pertumbuhan pada masing-masing sektor yang menjadi prioritas investasi, seperti listrik dan industri makanan. Namun tetap memperhatikan sektor-sektor lain yang masih memiliki multiplier efek investasi yang rendah. Hal ini perlu menjadi perhatian agar pertumbuhan setiap sektor dapat merata pada akhirnya.
30
DAFTAR PUSTAKA
BPS.2007. Materi Pelatihan Analisis Dampak Model Input Output Cuihong, Yang .2000.. Study on Multiplier Effect of China Township and Village Enterprises on National Economy. Institute of Systems Science. Chinese Academy of Sciences. Paper submitted to the 13th International Conference on Input-Output Technique, August 21-25, 2000, Macerata, Italy Dewan, Edwin and Shajehan Hussein.2001. Determinants of Economic Growth (Panel Data Approach). Working Paper No 01/04. Reserve Bank of Fiji, Fiji
Mankiw, N. Gregory, David Romer, and David N. Weil.1956. A Contribution to the Empirics of Economic Growth, Quarterly Journal of Economics Miller, Ronald E. and Blair, Peter D. 1985. Input Output Analysis. Foundation and Extensions. Prentice-Hall, Inc, Englewood Cliffs, New Jersey. Sahara & Resosudarmo, Budy P. 1995. Peran Sektor Industri Pengolahan terhadap Perekonomian DKI Jakarta : Analisis Input Output. Direktorat Pengkajian Sistem Sosial, Ekonomi dan Pengembangan Wilayah BPP Teknologi Tjahjono, Endy Dwi dan Donni Fajar Anugrah. 2006. Faktor-Faktor Determinan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Working Paper No 08. Bank Indonesia Weil, David N. 2005. Economic Growth, First Edition, Pearson Education Yati Kurniati. 2007. Dampak Peningkatan Investasi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral di Indonesia
31