MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 6/PUU-VI/2008 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BUOL, KABUPATEN MOROWALI, DAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN PROVINSI SULAWESI TENGAH (PASAL 11) TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR 1945 ACARA PEMERIKSAAN PENDAHULUAN (I)
JAKARTA
SENIN, 18 FEBRUARI 2008
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 6/PUU-VI/2008 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol Kabupaten Morowali Dan Kabupaten Banggai Kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah (Pasal 11) terhadap Undang-Undang Dasar 1945 PEMOHON Moch Chair Amir, dkk. ACARA Pemeriksaan Pendahuluan (I) Senin, 18 Februari 2008, Pukul 11.00 – 12.33 WIB Ruang Sidang panel Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Prof. H. Abdul Mukthie Fadjar, S.H., M.S. 2) Prof. H.A.S Natabaya, S.H., LL.M 3) I Dewa Gede Palguna, S.H., M.H. Eddy Purwanto, S.H.
(Ketua) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
1
Pihak yang Hadir: Pemohon : -
Arpat Liato (Anggota DPRD Kab. Banggai Kepulauan) Drs. Syahfudin Irwan Saman, S.E.
Kuasa Hukum Pemohon : -
Arifin Musa, S.H. Dachlan H. Dani, S.H. Muhammad Taufik Makarao, S.H., M.H.
2
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.00 WIB
1.
KETUA : Prof. H. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. Sidang Panel untuk perkara Nomor 6/PUU-VI/2008 dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU IX Saudara Pemohon untuk mengawali persidangan hari ini, saya persilakan untuk memperkenalkan diri siapa-siapa yang hadir pada persidangan ini, silakan.
2.
KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Terima kasih Majelis Panel Hakim Konstitusi,
Assalamu'alaikum wr.wb,
Selamat siang dan salam sejahtera, Saya perkenalkan dari tim Kuasa Hukum Pemohon dalam Perkara Nomor 6 Mahkamah Konstitusi terdiri dari: 1. Arifin Musa S.H 2. Dachlan H. Dani S.H 3. Taufik Makarau SH, M.H Majelis Hakim yang terhormat hadir pula Prinsipal kami para Pemohon dalam perkara ini, pertama dari Lembaga Musyarawah Adat Banggai berdasarkan kuasa dari Ketua Lembaga Adat Musyawarah Banggai. Persidangan hari ini dihadiri oleh Saudara Drs. H. Syahfudin Agama Prinsipal kami, dan Saudara Irwan Saman S.E. Kemudian dari Prinsipal kami dari korban peristiwa berdarah di Banggai Saudara Tanjung, kami persilakan dan salah satu prinsipal kami juga dari sebagai Pemohon Bapak Arpat Liato sebagai Anggota DPRD Kabupaten Banggai Kepulauan, terima kasih Majelis Hakim yang kami muliakan. 3.
KETUA : Prof. H. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. Baik, jadi sidang pada hari ini merupakan sidang pemeriksaan pendahuluan yang diperiksa oleh Panel Hakim yang terdiri dari tiga orang Hakim Konstitusi. Nah, pemeriksaan pendahuluan ini dimaksudkan untuk mendapatkan kejelasan dari permohonan dan juga kelengkapan dari permohonan dan apabila dipandang perlu tentu Panel atau Hakim dapat memberikan masukan atau nasihat-nasihatnya. Nah, untuk itu
3
selanjutnya saya persilakan Saudara Kuasa Pemohon yang nanti apabila perlu ditambahkan oleh Pemohon Prinsipal mengenai isi dari permohonan Saudara. Secara jelas mengenai apa yang Anda persoalkan dalam permohonan pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 ini, saya persilakan. 4.
KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Palu, 25 Januari 2008 Hal: Permohonan Pengujian (Judicial Review) terhadap Pasal 11 UndangUndang Republik Indonesia Nomor: 51 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai Kepulauan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 179, Tambahan Lembaran Negara (TLN)Republik Indonesia Nomor:3900.
Kepada Yth, Ketua Mahkamah/Majelis Hakim Konstitusi RI Jl. Merdeka Barat No. 7 Di – Jakarta Pusat. Kami yang bertanda tangan dibawah ini:-------------------------------------1. Moch. Chair Amir, pekerjaan Tomundo/Ketua Umum Lembaga Musyawarah Adat Banggai (LMAB) Kabupaten Banggai dan Kabupaten Banggai Kepulauan, beralamat di Keraton Kerajaan Banggai, Jl. Brawijaya No 1 Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan – Sulawesi Tengah; selanjutnya disebut Pemohon I; 2. Alwi M. Dg. Liwang, S.H., pekerjaan Anggota DPRD Kabupaten Banggai Kepulauan, beralamat di Jl. Benteng No.9, Kelurahan Lompio, Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan – Sulawesi Tengah; selanjutnya disebut Pemohon II; 3. Arpat Liato, pekerjaan Anggota DPRD Kabupaten Banggai Kepulauan, beralamat di Jl. R. Tadja Kelurahan Dodung, Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan – Sulawesi Tengah; selanjutnya disebut Pemohon III; 4. Frans L. Bukamo, BBA, pekerjaan Anggota DPRD Kabupaten Banggai Kepulauan, beralamat di Jl. Abdul Aziz, Kelurahan Tanobonunungan,
4
Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan – Sulawesi Tengah; selanjutnya disebut Pemohon IV; 5. M. Tanjung, pekerjaan wiraswasta, terpidana 8 bulan kurungan dan percobaan 1,2 tahun karena diputuskan melanggar Pasal 214 jo Pasal 55 KUHP dalam kekerasan sosial yang terjadi pada tanggal 27 Februari 2007, beralamat di Jl. Mandapar, Kelurahan Lompio, Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan – Sulawesi Tengah; selanjutnya disebut Pemohon V; 6. Rizal Arwi, pekerjaan wiraswasta, terpidana 6 bulan kurungan dan 1,5 bulan percobaan karena diputuskan melanggar Pasal 214 jo Pasal 55 KUHP dalam kekerasan sosial yang terjadi pada tanggal 28 Februari 2007, beralamat di Jl. AR Asgar No 1, Kelurahan Lompio, Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan – Sulawesi Tengah; selanjutnya disebut Pemohon VI; 7. Yatno Lagona, pekerjaan wiraswasta, terpidana 6 bulan kurungan dan 1,5 bulan percobaan karena diputuskan melanggar Pasal 214 jo Pasal 55 KUHP dalam kekerasan sosial yang terjadi pada tanggal 28 Februari 2007, beralamat di Perumda ATM, Blok D, Nomor 5, Desa Adean, Kecamatan Banggai Tengah, Kabupaten Banggai Kepulauan – Sulawesi Tengah; selanjutnya disebut Pemohon VII; 8. Hasdin Mondika, pekerjaan wiraswasta, terpidana 1 tahun kurungan 2 (bulan) 2 tahun percobaan karena diputuskan melanggar Pasal 212 jo Pasal 24 ayat (1), jo Pasal 335 ayat (1) ke-1 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dalam kekerasan sosial yang terjadi pada tanggal 28 Februari 2007, beralamat di Jl. Pattimura No 166, Kelurahan Lompio, Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan – Sulawesi Tengah; selanjutnya disebut Pemohon VIII; 9. Sri Siti Hardianti, ahli waris almarhum Junais korban meninggal kekerasan aparat tanggal 28 Februari 2007, pekerjaan ibu rumahtangga, beralamat di Kelurahan Lompio, Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan – Sulawesi Tengah; selanjutnya disebut Pemohon IX; 10. Maryam Yusuf, ahli waris almarhum Ardan Bambang korban meninggal kekerasan aparat tanggal 28 Februari 2007, pekerjaan wiraswasta, beralamat di Kelurahan Lompio, Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan – Sulawesi Tengah; selanjutnya disebut Pemohon X; 11. Harsono Saidia, ahli waris almarhum Ridwan H. Saidia korban meninggal kekerasan aparat tanggal 28 Februari 2007, pekerjaan wiraswasta, beralamat di Kelurahan Lompio, Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan – Sulawesi Tengah; selanjutnya disebut Pemohon XI; dan 12. Arsid Musa, ahli waris almarhum Ilham Musa korban meninggal kekerasan aparat tanggal 28 Februari 2007, pekerjaan wiraswasta, beralamat di Kelurahan Lompio, Kecamatan Banggai, Kabupaten Banggai Kepulauan – Sulawesi Tengah; selanjutnya disebut Pemohon XII; 5
Dalam hal ini Memberi Kuasa kepada: 1. Arfin Musa, S.H, Advokat/Pengacara Reg. No. B.88.10055;----------------2. Dachlan H. Dani, S.H, Advokat/Pengacara, Reg. No.99.10655;-----------3. Mohammad Taufik Makarao, S.H, MH, Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam As-syafi’iyah Jakarta;-----------------------------------------Advokat/Penasihat Hukum pada Kantor Law Office, Lawyer, Legal and Insurance Consultant ARIFIN MUSA, SH & ASSOCIATES, berkantor di Jl. Ir. H. Juanda No.60 Palu/Jl. Monginsidi No. 113 Palu, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 10 Desember 2007 (Surat Kuasa terlampir)--------Selanjutnya dalam hal ini disebut sebagai: PEMOHON;----------------------Dengan ini mengajukan permohonan Judicial Review terhadap Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai Kepulauan (UU-RI Nomor 51 Tahun 1999) karena dipandang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), yang selengkapnya adalah sebagai berikut:---------------------------I.
TENTANG KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI--------------Pasal 24C Ayat (1) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) jo Pasal 10 Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutuskan sengketa kewenangan Lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
II.
KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PEMOHON--------------
1.
Pasal 51 ayat (1) UURI Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi, memberikan kepada antara lain perorangan Warga Negara Indonesia, Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang, Badan Hukum Publik mengajukan permohonan Judicial Review karena hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya suatu UndangUndang; Selanjutnya Pasal 51 ayat (1) tersebut berbunyi sebagai berikut: Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusional dirugikan oleh berlakunya Undang-undang yaitu:--------
6
a. Perorangan warga negara Indonesia;--------------------------------b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;--c. Badan hukum publik atau privat; atau-------------------------------d. Lembaga Negara.----------------------------------------------------------2.
Bahwa penjelasan Pasal 51 Ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi mengatakan “yang dimaksud dengan hak konstitusional adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945”;
3.
Bahwa Pemohon I mewakili Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Banggai yang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang dijamin Undang-undang memandang ketentuan dan pemberlakuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai Kepulauan telah merugikan hak konstitusional Pemohon sebagaimana dijamin oleh Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 dimana disebutkan “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hakhak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang”, dan juga oleh Pasal 28I ayat (3) yang menjamin identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Ketentuan Pasal 11 tersebut tidak mengakui dan tidak menghormati hak tradisional Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Banggai yang secara turun-temurun menempatkan Kota Banggai di Kecamatan Banggai sebagai pusat pemerintahan dan pusat kebudayaan;
4.
Bahwa Pemohon II, III dan IV, dalam kedudukannya sebagai Anggota DPRD Kabupaten Banggai Kepulauan periode 2004 – 2009 memandang ketentuan dan pemberlakuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai Kepulauan telah merugikan hak konstitusional pemohon sebagaimana dijamin oleh Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Ketentuan dan Pemberlakuan Pasal 11 Undangundang No 51 tahun 1999 telah menimbulkan ketidakpastian hukum mengingat ketentuan Ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan dalam undang-undang yang sama juga telah diatur dalam Pasal 10 ayat (2), dan pemaksaan penerapan ketentuan Pasal 11 telah mengakibatkan ketidakpastian hukum dan merugikan hak konstitusional Pemohon sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (2), “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak 7
dalam hubungan kerja”, dimana terhitung sejak Januari 2007 sampai permohonan ini diajukan (selama tiga belas bulan) hak para Pemohon berupa gaji dan tunjangan sebagai anggota DPRD Kabupaten Banggai Kepulauan tidak dibayarkan; 5.
Bahwa Pemohon V, VI, VII dan VIII, masing masing-masing terpidana kurungan 8 bulan, 6 bulan, 6 bulan dan 1 tahun dengan masa percobaan masing-masing 1,2 tahun, dan 2 tahun karena didakwa melanggar Pasal 212, 214 jo Pasal 335 dan Pasal 55 KUHP dalam kekerasan sosial yang terjadi tanggal 27 Februari 2007, memandang ketentuan dan pemberlakuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai Kepulauan telah merugikan hak konstitusional Pemohon. Ketentuan dan Pemberlakuan Pasal 11 Undang-Undang No 51 tahun 1999 telah menimbulkan gejolak sosial bagi masyarakat khususnya di Banggai selama bulan Februari 2007 yang berujung pada kekerasan berdarah tanggal 28 Februari 2007, dan para Pemohon, ditangkap, disidik, didakwa dan kemudian dipidana bersalah sehingga Pemohon kehilangan hak-hak Konstitusional yang dijamin oleh Pasal 28 UUD 1945 yang menjamin “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”, jo Pasal 28E UUD 1945 yang menjamin “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”;
6.
Bahwa Pemohon IX, X, XI dan XII, masing masing-masing adalah ahli waris dari korban meninggal pada kekerasan sosial 28 Februari 2007 memandang ketentuan dan pemberlakuan Pasal 11 Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai Kepulauan telah merugikan hak konstitusional pemohon. Ketentuan dan Pemberlakuan Pasal 11 Undang-undang No 51 tahun 1999 telah menimbulkan gejolak sosial bagi masyarakat khususnya di Banggai selama bulan Februari 2007 yang berujung pada kekerasan berdarah tanggal 28 Februari 2007, dimana suami Pemohon IX dan X, serta anak kandung Pemohon XI dan XII menjadi korban meninggal penembakan aparat penegak hukum (polisi) yang menangani aksi massa secara berlebihan sehingga para Pemohon kehilangan anggota keluarga yang sangat dicintai yang hak konstitusional mereka yang paling asasi yakni hak hidup sebagaimana dijamin Pasal 28I UUD 1945 (“Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, .....adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun”) telah dirampas secara paksa dan tidak berperikemanusiaan. Mohon majelis diteruskan oleh rekan kami.
5.
KETUA : Prof. H. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. Yang pokok-pokoknya saja ya? Jadi terutama kaitan dengan
8
kedudukan hukum, kewenangan, kedudukan hukum dan persoalan konstitusionalitas dari Pasal 11 undang-undang yang dimohonkan pengujian ya? 6.
KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Kami akan lanjutkan lagi oleh rekan kami, Bapak Ketua Majelis.
7. III. 1.
KUASA HUKUM PEMOHON : DACHLAN H. DANI, S.H. TENTANG DUDUK PERKARA Bahwa pada tanggal 4 Oktober 1999 telah disahkan dan diundangkan Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten Banggai Kepulauan dimana kedudukan ibukota daerah Kabupaten Banggai Kepulauan dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-undang tersebut ditetapkan bahwa “Ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan berkedudukan di Banggai”. Akan tetapi dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999 aquo; dinyatakan bahwa:”Selambat-lambatnya dalam jangka waktu lima
tahun terhitung sejak peresmian Kabupaten Banggai Kepulauan kedudukan ibukota dipindahkan ke Salakan”. Pemberlakuan Pasal
11 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 inilah yang merugikan hakhak konstitusional Pemohon.------------------------------------------------------
2.
Bahwa untuk dimaklumi, salah satu landasan yuridis ditetapkannya Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai Kepulauan adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai pengganti Undangundang Nomor 22 Tahun 1999;Dalam konsideran ”Mengingat” UndangUndang Nomor 51 Tahun 1999 (UURI No. 51 Tahun 1999) dinyatakan: Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1),.....................dst.................................. 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 3. ..............................dst..................................................... Selanjutnya, dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah tersebut dinyatakan: --------------------------------------------------------------------------Pasal 5 -------------------------------------(1). Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan ………dst……….… (2). Pembentukan, nama, batas, dan ibukota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Undang-undang.----
9
(3). Perubahan batas yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu Daerah, perubahan nama Daerah, serta perubahan nama dan pemindahan ibukota Daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.----------------------------------------------------------------(4). Syarat-syarat pembentukan daerah………………..dst…………… Dalam Penjelasan pasal-pasal Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dinyatakan: Pasal 5 -----------------------------------------------------------------------Ayat (1) -----------------------------------------------------------------------Cukup jelas ------------------------------------------------------------------Ayat (2) -----------------------------------------------------------------------Untuk menentukan batas dimaksud, setiap undang-undang mengenai pembentukan daerah dilengkapi dengan peta yang dapat menunjukkan dengan tepat letak geografis daerah yang bersangkutan..........................................demikian pula mengenai perubahan batas daerah;------------------------------------------------------------------Ayat (3)---------------------------------------------------------------------Yang dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan pada usul Pemerintah Daerah dengan persetujuan DPRD.----------------------------------------------------------------------------------Ayat (4)--------------------------------------------------------------------Cukup jelas------------------------------------------------------------------Bahwa dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, dalam BAB II Pembentukan Daerah dan Kawasan Khusus dinyatakan sebagai berikut:--------------------------------------------------------------------------------Pasal 7-------------------------------------------(1) Penghapusan dan Penggabungan daerah.............dst................. (2) Perubahan batas suatu daerah, perubahan nama daerah, pemberian nama bagian rupa bumi serta perubahan nama atau pemindahan ibukota yang tidak mengakibatkan penghapusan suatu daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. --------------(3) Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan atas usul dan persetujuan daerah yang bersangkutan;------------3.
Pertanyaan sekarang! Apakah materi muatan Pasal 11 yang mengatur pemindahan ibukota dari Banggai ke Salakan yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan 10
Kabupaten Buol, Morowali dan Kabupatan Banggai Kepulauan tidak bertentangan dengan ”azas legalitas” dan/atau azas kepastian hukum yang dianut dalam Sistem Hukum Nasional (hukum positif) kita? Atau dengan perkataan lain, apakah materi muatan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 aquo Pemindahan Ibukota dari Banggai ke Salakan atas usul Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada saat itu?--------------4.
Bahwa yang dimaksud dengan aturan-aturan yang akan ditetapkan dengan undang-undang memberikan pengertian bahwa muatan yuridis materi perundang-undangan Negara Republik Indonesia yang mengatur tentang ibukota daerah harus dimaknai bahwa: ibukota daerah ditetapkan dengan undang-undang, sedangkan pemindahan ibukota daerah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (azas Bahwa materi muatan Pasal 5 ayat (3) legalitas); Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 (yang telah dicabut/diganti) dengan materi muatan Pasal 7 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Undang-Undang Pengganti) baik pasalnya maupun dalam penjelasannya; tersirat dan terkandung maksud yang sama sama para pembuat Undangundang (dalam hal ini Pemerintah Republik Indonesia dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) adalah untuk mengantisipasi perubahan kawasan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) jika terjadi perubahan baik perubahan secara alamiah atau tuntutan perkembangan masyarakat. Hal ini berarti, bahwa jika terjadi perubahan kawasan atau wilayah, perubahan rupa bumi, dan atau apabila ada pemindahan Ibukota Daerah, maka menurut hukum, harus ditetapkan melalui ruang hukum produk hukum, Peraturan Pemerintah (PP) yang didasarkan pada usul Pemerintah Daerah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD); Dari fakta hukum tersebut, terbukti bahwa materi muatan Pasal 11 dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999, mengandung cacat yuridis, dan pasal tersebut dengan asas legalitas, melanggar undang-undang, dan norma hukum dan bersifat premateur;------------------------------------------
8.
KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD TAUFIK MAKARAO, S.H., M.H. Bahwa pemindahan ibukota dari Banggai ke Salakan (yang telah ditetapkan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999) ternyata bukan dan tidak atas usul Pemerintah Daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Banggai (kabupaten induk) yang berarti pula bahwa materi muatan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 bertentangan dengan Sistem Penyelenggaraan Negara yang ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) bahwa ”Negara Indonesia berdasar
5.
11
atas hukum (rechstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat)”. (Penjelasan UUD Tahun 1945 Sistem Pemerintahan
Negara, butir 1 (1), telah dilanggar oleh pembuat undang-undang di masa itu. Fakta hukum membuktikan bahwa Pasal 11 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 yang berbunyi: ”Selambat-lambatnya dalam
jangka waktu lima tahun terhitung sejak peresmian Kabupaten Banggai Kepulauan kedudukan ibukota dipindahkan ke Salakan”, adalah ”pasal siluman, atau pasal seludupan” yang
bertentangan dengan kaidah-kaidah dan norma-norma hukum dalam pembuatan/pembentukan suatu undang-undang (legal drafting). (Bandingkan dengan Pasal 22 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 51 tahun 1999) aquo); Quo vadis peraturan perundangundangan/hukum positif kita. Oleh karena itu menurut hukum, materi muatan Pasal 11 dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 aquo; secara substansial, historis, normatif bertentangan dan tidak sejalan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 18A dan Pasal 18B), bertindih pula dengan materi muatan Pasal 10 ayat (3) yang menyatakan Ibukota Banggai Kepulauan berkedudukan di Banggai; (Periksa Penjelasan Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999) dan (Lampiran 3 Undang-Undang aquo, Peta Wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan);--------------------------------------------------------------6.
Bahwa berdasarkan alasan-alasan dan pertimbangan tersebut di atas, maka beralasan menurut hukum, materi muatan Pasal 11 dalam Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten Banggai Kepulauan, dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum, dan dinyatakan dicabut dan/atau dinyatakan tidak mengikat, karena bertentangan dan tidak sejalan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945; dan menyatakan menurut hukum materi muatan Pasal 10 ayat (3) dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 adalah pasal yang definitif, tidak bisa dirubah. Dalam teori dan praktik pembuatan suatu undang-undang, maka Pasal 10 ayat (3) telah memenuhi syarat normatif;-----------------
7.
Bahwa justru sebaliknya, sejak peresmian Kabupaten Banggai Kepulauan pada tahun 2001 Ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan berkedudukan di Banggai sesuai Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999; didukung oleh syarat-syarat formal berupa syarat administratif, sosial ekonomi, syarat kewilayahan dan syarat-syarat pendukung lain seperti dinyatakan dalam:---------------------------(1) Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Daerah Tingkat II Banggai (kabupaten induk), Nomor 03/KPTS/DPRD/1999.----------------------------------------------
12
(2) Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah Nomor: 12/Pimp-DPRD/1999, tanggal 17 Juni 1999.--------------------------------------(3) Surat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah Perihal: Usul Pemekaran/Pembentukan Kabupaten Dati II di Propinsi Sulawesi, Nomor:..../Rotapem tanggal 13 April 1999.---(4) Surat Dukungan Pemekaran Wilayah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah Nomor: 125/021 B/Rotapem, Tanggal, Palu 26 Agustus 1999.----------------------------------------8.
Berdasarkan atas fakta hukum tersebut di atas, dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten Banggai Kepulauan oleh Bupati pertama H. Ali Hamid, SH (Tahun 2001 – Agustus 2006), Ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan tetap berkedudukan di Banggai, sesuai Pasal 10 ayat (3) Undang-undang Nomor 51 Tahun 1999 aquo; sehingga semua sarana dan prasarana fisik penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sudah dibangun di Banggai;---------------------------------------------
9.
Bahwa saat ini, oleh Bupati Drs Irianto Malingong (Tahun 2006 – Sekarang) Ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan dengan mendalilkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 dipindahkan ke Salakan. Pemindahan ibukota daerah tersebut ternyata tidak sejalan dan melanggar ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana tersebut diatas.------------------------------------------
10. Bahwa Pemohon berpendapat bahwa pemberlakuan Pasal 11 Undangundang Nomor 51 Tahun 1999 tentang PEMBENTUKAN KABUPATEN BUOL, KABUPATEN MOROWALI DAN KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN bertentangan dan atau tidak sesuai dengan amanat konstitusi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat berserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undangundang”. Dengan demikian Lembaga Muyawarah Adat Banggai
mempunyai hak dan/atau kedudukan konstitusional. Dalam ajaran “beslissingenler” Ter Haar – hukum adat itu – dengan mengabaikan bagian-bagian yang tertulis yang terdiri dari peraturan-peraturan desa, surat-surat perintah raja, adalah keseluruhan peraturan-peraturan yang menjelma dalam keputusan-keputusan para fungsionaris hukum (dalam arti luas/yang mempunyai wibawa (macht) serta pengaruh (invleud) dan yang dalam pelaksanaannya berlaku dengan serta merta (spontan) dan dipatuhi dengan sepenuh hati berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai dengan alam rokhani dan hidup kemasyarakatan anggota-anggota persekutuan itu. Hukum adat dan hak-hak tradisional di daerah Banggai 13
dan Banggai Kepulauan masih tetap akan meminta perhatian para pembangun negara kita Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda) baik untuk memberi bahan-bahan di dalam pembentukan kodifikasi, maupun untuk langsung dipakai dalam lapangan yang belum mungkin dikodifikasi. Hak-hak tradisional sebagai hukum kebiasaan yang tak tertulis akan tetap menjadi sumber dan hukum baru dalam hal-hal yang tidak atau belum ditetapkan Undang-Undang;----11. Walaupun Undang-Undang Dasar Tahun 1945 tidak mengatur/tidak memuat secara jelas dasar berlakunya Hukum Adat dalam UndangUndang (organik), akan tetapi, hak-hak tradisional seperti yang masih dilestarikan/diperlukan dalam Lembaga Musyawarah Adat/ Persekutuan Masyarakat Adat Banggai, dan masih tetap hidup, terpelihara, ditaati dari dahulu–kini–dan akan datang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia yang menyatakan, “Dalam rangka
penegakan hak azasi manusia perbedaan dan kebutuhan dalam masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum, masyarakat dan pemerintah”. ----------------------------------------------------------------------
Secara historis daerah Banggai atau Kota Banggai yang terletak di Pulau Banggai adalah salah satu Landsshaap yang termasuk Keresidenan Manado, terletak di bagian timur jazirah Sulawesi Tengah dan di sebelah tenggara terdapat pulau-pulau antara lain Pulau Peling, Pulau Labobo, Pulau Bangkurung dan pulau-pulau kecil (lihat peta Kabupaten Banggai Kepulauan, Lampiran 3 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999). Sampai pada 1 April 1908, merupakan bagian dari Kesultanan Ternate dan setelah itu, menjadi pemerintahan otonomi dibawah “KORTE VERKLARING” langsung dari Pemerintah Hindia Belanda, dengan pusat pemerintahan/Ibukota di Banggai. Daerah ini sekarang menjadi suatu wilayah atau daerah yakni Kabupaten Banggai Kepulauan yang termasuk dalam wilayah Provinsi Sulawesi Tengah. -------------------------12. Bahwa asal-usul daerah Kabupaten Banggai Kepulauan (Kota Banggai) ini, telah dikenal dan dicatat di dalam dokumen-dokumen pemerintahan beberapa kerajaan besar di Indonesia, seperti Kerajaan Kediri (Tahun 1041-1222), Kerajaan Singosari (Tahun 1222-1292), dan Kerajaan Majapahit (tahun 1293-1478) bahkan nama daerah Banggai ini, tercantum pula di dalam salah satu kronik Kekaisaran Cina tempo dulu. Nama Daerah Banggai (Kota Banggai) ini terdapat dan tersimpan pula di dalam arsip-arsip di Pusat Pemerintahan Portugis di Lisabon dan Pusat Pemerintahan Spanyol di Madrid, karena adanya berbagai laporan dari para penulis dan aparat pemerintah kolonial mengenai daerah Banggai ini; ---------------
14
13. Bahwa selain memiliki nilai historis juga di Kota Banggai sejak semula telah melekat pelbagai aspek kehidupan masyarakat seperti pusat adat istiadat dan kebudayaan yang merupakan hak-hak tradisional Masyarakat Banggai seperti apa yang disebut “Tumpe” dan “Membangun Tunggul” yang sampai saat ini tradisi itu masih hidup dalam masyarakat. Kedua upacara ini harus dilakukan/dilaksanakan di Kota Banggai sebagai pusat kebudayaan dan pemerintahan. Jadi, sebelum adanya pemerintahan yang berbentuk daerah otonom Kabupaten Banggai Kepulauan (Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999) aquo, wilayah yang sekarang mencakup wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan dan Kabupaten Banggai sudah merupakan suatu kesatuan wilayah yang telah memiliki bentuk dan sistem pemerintahan yang teratur berupa kerajaan dengan Banggai (Kota Banggai) menjadi pusat pemerintahan. Di Kota Banggai inilah pada tahun 1600 menjadi tempat dilantiknya Raja Banggai yang pertama, Raja Mandapar, oleh Sultan Ternate. Bahwa dari alasan historis ini, beserta asal-usulnya, tepatlah kiranya “Kota Banggai” dilestarikan kedudukannya sebagai pusat kebudayaan sekaligus pusat pemerintahan Kabupaten Banggai Kepulauan sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 51 tahun 1999 aquo. Dengan demikian jika terjadi pemindahan Ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan sebagaimana dimaksud Pasal 11 aquo, selain bertentangan dengan azas legalitas, juga mengingkari amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945;14. Bahwa karena materi muatan Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 11 Undangundang Nomor 51 Tahun 1999 aquo telah menimbulkan penafsiran ganda dan ketidakpastian hukum atas kedudukan Ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan yang sah dan definitif telah mulai menimbulkan perpecahan antar sesama warga negara, telah menyebabkan kerugian konstitusional warga negara, maka perlu dicarikan jaminan kepastian hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan. Keberadaan dua ketentuan tentang ibukota Kabupaten seperti yang ada sekarang jelas bertentangan dengan hierarki/tata urutan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksudkan Pasal 22A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;------------------------------------------------15. Bahwa oleh karena tempat kedudukan ibukota daerah otonom menurut hukum diatur dan ditetapkan dalam undang-undang, sedangkan pemindahan suatu Ibukota daerah diatur dan ditetapkan dalam peraturan pemerintah sebagaimana telah diuraikan diatas, maka terhadap ketentuan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 aquo yang secara materi dan teknis legal drafting “salah kandang” maka perlu dilakukan uji materi apakah meletakkan/ memasukkan materi Pasal 11 ke dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 aquo tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, jo Pasal 18 ayat (7), yang menyatakan susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang;---
15
16. Bahwa Kota Banggai dalam asal-usulnya merupakan pusat kebudayaan dan pemerintahan tradisonal Kerajaan Banggai dan dalam perkembangan selanjutnya menjadi tempat kedudukan Ibukota Landschap, tempat kedudukan Ibukota Kewedanaan, tempat kedudukan Pembantu Bupati Kabupaten Banggai (kabupaten induk; sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974), dan terakhir sebagai Ibukota Kecamatan Banggai (sebelum terjadi pemekaran dari kabupaten induk); adalah beralasan bila “Kota Banggai” ditetapkan menjadi Ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 10 ayat (3) Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 aquo;----------17. Bahwa secara kultural pada hakekatnya penyelenggaraan upacaraupacara adat yang melekat secara tradisional pada masyarakat adat Banggai seperti “tumpe” dan “membangun tunggul” harus dilaksanakan di tempat kedudukan pusat pemerintahan atau ibukota pemerintahan sebagai bentuk legitimasi pada penguasaan/ pemerintahan atas situs dan ritus sejarah yang menjadi simptom dari dimensi-dimensi dan sendi-sendi adat istiadat yang dibungkus dalam bentuk kearifan tradisonal (Dr. Albert Kruyt: Kepala Orderafdeling dalam buku “De Voraten Van Banggai, atau Tentang Tradisi Masyarakat Banggai);--------------------------------------------------------------18. Bahwa dalam memupuk kesadaran hukum dalam masyarakat dan membina sikap para penguasa daerah terhadap penegakan hukum, keadilan serta perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia sesuai dengan semangat UUD 1945, maka para Pemohon mengajukan permohonan yudicial review kepada Mahkamah Konstitusi RI;----------19. Bahwa para Pemohon berpendapat bahwa pemberlakuan Pasal 10 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang PEMBENTUKAN KABUPATEN BUOL, KABUPATEN MOROWALI dan KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN bertentangan dan/atau tidak sesuai dengan amanat konstitusi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2), jo Pasal 28D ayat (1) UUD 1945; -------------20. Bahwa .selain bertentangan dengan asas kepastian hukum pemberlakuan ketentuan Pasal 11 UU Nomor 51 Tahun 1999 telah terbukti merugikan hak-hak konstitusional para Pemohon yang tidak ternilai:-------------------------------------------------------------------------------(a) dirampasnya hak tradisonal yang melekat pada kesatuan masyarakat hukum adat Banggai yang dalam hal ini wakili oleh Pemohon I;-------------------------------------------------------------------(b) dicabutnya secara paksa dan tidak berprikemanusiaan hak hidup anggota keluarga para Pemohon IX, X, XI dan XII yang jatuh sebagai korban penembakan aparat kepolisian dalam menangani secara brutal kerusuhan atau kekerasan sosial yang terjadi pada tanggal 28 Februari 2007 yang berpangkal pada pertentangan atas
16
legalitas Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 11 Undang-undang Nomor 51 tahun 1999;---------------------------------------------------------(c) dicabutnya kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat para Pemohon V. VI, VII dan VII sebagai akibat dari meletusnya kekerasan sosial pada tanggal 28 Februari 2007;-----(d) dilanggarnya hak untuk bekerja serta mendapat imbalan para Pemohon II, III dan IV sebagai akibat pemaksaan penerapan Pasal 11 Undang-undang Nomor 51 tahun 1999 oleh Bupati dan sebagian anggota DPRD Kabupaten Banggai Kepulauan; ---------IV.
PERMOHONAN Dari uraian mengenai landasan/dasar serta lasan-alasan permohonan yudicial review tersebut diatas, dapat disimpulan beberapa hal:------------
1.
Ketentuan muatan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999, bertentangan dengan azas legalitas, bertentangan dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan daerah (Pasal 18 ayat (1), bertentangan dengan prinsip keadilan dan keselarasan (Pasal 18B ayat (1) dan (2) Undang-undang Dasar 1945, bertentangan dengan asas kepastian hukum; ------------------------------------------------------------
2.
Pertentangan antara Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 aquo telah membawa akibat yang merugikan hak konstitusional kesatuan masyarakat adat Banggai sebagaimana diakui secara tradisional, mengakibatkan dicabutnya hak atas kebebasan berkumpul dan mengeluarkan pendapat, kehilangan hak atas pekerjaan dan imbalan, kehilangan nyawa atau hak hidup anggota keluarga yang masing-masing dijamin oleh Pasal 28I ayat (3), Pasal 28D ayat (2), Pasal 28E, dan Pasal 28I ayat (1) UUD 1945;-
3.
Bahwa ketentuan materi muatan Pasal 10 ayat (3) dan pasal 11 Undang-Undang Nomor 51 tahun 1999 aquo, telah menafsirkan ganda dalam penerapan hukum, tidak memberikan kepastian hukum, sehingga jelas bertentangan dengan maksud dan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945; -----------------------------------------
4.
Pemindahan Ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan dari Banggai ke Salakan merupakan bentuk perlakuan diskriminatif yang tidak dibenarkan oleh Undang-undang Dasar 1945 atau mengingkari amanat UndangUndang Dasar 1945;-----------------------------------------Berdasarkan uraian dan kesimpulan diatas, maka Pasal 11 UndangUndang Nomor 51 tahun 1999 secara tekstual dan kontekstual bertentangan dengan Pasal 1, Pasal 18 ayat (2) UUD 1945, bertentangan dengan ketentuan organik Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
17
dan telah terbukti mengakibatkan kerugian konstitusional yang disebutkan diatas;------------------------------------------------------------------Oleh karena itu para Pemohon meminta kepada Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Terhormat kiranya berkenan memeriksa dan memutus permohonan pengajuan ini (judicial review) dengan menyatakan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 aquo bertentangan dengan UUD 1945, dan dengan demikian harus dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;--------------------------9.
KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H.
V.
PETITUM Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas dengan ini Pemohon meminta kepada Ketua/Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Yang Terhormat kiranya berkenan memeriksa dan memutus permohonan pengujian ini (judicial review) dengan menyatakan: ------------------------------------------
1. Menerima dan mengabulkan permohonan untuk seluruhnya;--------------2. Menyatakan Pasal 11 agar Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat;---------------------------------3. Memerintahkan agar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dimuat dalam berita negara. Atau, apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya. Terima Kasih KUASA HUKUM PEMOHON 1. ARIFIN MUSA, S.H. 2. DACHLAN H. DANI, SH. 3. MOH. TAUFIK MAKARAO, SH, MH. 10. KETUA : Prof. H. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. Baik, jadi dengan uraian yang panjang lebar tadi para Pemohon ini intinya mempersoalkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999. Artinya keberatan terhadap pemindahan ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan yang dikaitkan dengan Pasal 10 Undang-Undang 18
aquo ayat (3) yang sebelumnya telah menyatakan bahwa ibukota Banggai Kepulauan berkedudukan di Banggai. Kemudian Pasal 11 ternyata 5 (lima) tahun terhitung sejak peresmian Kabupaten Banggai Kepulauan kemudian ibukota dipindahkan ke Salakat, betul begitu ya. Pemindahan Ibukota ini sudah berlangsung? Artinya sudah berjalan belum? 11. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Majelis yang terhormat. Bahwa berdasarkan fakta pemindahan ini terjadi sejak saat pelantikan Bapak Bupati yang kedua Bapak Drs. Irianto tahun 2006 secara perlahan-lahan, apakah untuk memperoleh legitimasi masyarakat, maka semua itu mulai secara perlahan-lahan itu dipindahkan ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan dari Banggai ke Salaka. 12. KETUA : Prof. H. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. Baik, jadi itukan tentu bupati kan beralasan untuk melaksanakan Pasal 11 ini kan? Jadi perkaranya adalah perkara pengujian undangundang terhadap Undang-Undang Dasar sehingga seluruh argumentasi tentu berkaitan dengan konstitusionalitas dari pasal yang dimohonkan. Mengapa Pasal 11 ini dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar? Dan para Pemohon menyatakan mengalami kerugian konstitusionalnya. Apa sih kerugiannya itu akibat pindah ibukota itu sebetulnya? 13. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Kabupaten Banggai Kepulauan dengan kedudukan ibukota di Banggai, waktu itu kan dia masih masuk dalam kabupaten induk Kabupaten Banggai dengan kedudukan Ibukota dulu. Dengan UndangUndang Nomor 29 Tahun 1999, Kabupaten Banggai Kepulauan itu yang masih masuk dengan kabupaten induk Banggai terbentuk dengan ibukota Luwuk, maka adat dan tradisi masyarakat Banggai itu 27 tahun tenggelam. Pada tahun 1987 kemudian itu dihidupkan kembali tradisi dan adat budaya masyarakat Banggai dengan dimulainya musyawarah, lembaga musyawarah adat pada waktu itu Banggai dan mulai tahun 1987 selama seperempat abad adat dan tradisi masyarakat Banggai hilang. Barangkali itu salah satu yang termasuk yang dijadikan alasan kerugian konstitusional yang cukup terasa bagi Lembaga Musyawarah Adat Banggai. Terima kasih.
19
14. KETUA : Prof. H. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. Apakah kalau pindah ibukota berarti seluruh hak-hak masyarakat adat, kebudayaan masyarakat adat itu lalu hilang, kira-kira begitu? 15. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Dalam pelaksanaan upacara adat dan tradisi masyarakat adat Banggai secara naluri atau dalam pemberlakuan tradisi dan adat masyarakat budaya itu, keterikatan antara adat dan tradisi dengan ”penguasa” kerajaan waktu itu tentunya dalam masa sekarang itu adalah pemerintah yang tetap berkedudukan di Banggai itu terjalin dan ada hubungan sejarah, antara pelaksanaan upacara adat itu sendiri dengan kedudukan ibukota yang banyak hal-hal yang bersifat dimensional sakral dan lain sebagainya itu di Banggai. Oleh karena itu antara masyarakat adat dengan ”penguasa” Pemerintah sekarang ini atau pemerintah tempo dulu itu sudah semacam contract government kerajaan tempo dulu. Terima kasih Pak. 16. KETUA : Prof. H. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. Baik, jadi intinya Pemohon berpendirian pemindahan ibukota itu menolak ya? 17. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Menolak. 18. KETUA : Prof. H. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. Ya, diantara para Pemohon ini tadi ada yang Anggota DPRD ya? Tadi bulak-balik dikemukakan tidak lagi menikmati hak-haknya. Sekarang masih Anggota DPRD resminya? Mungkin Prinsipal atau masih anggota, ikut sidang-sidang, sudah tidak ikut, sudah ada pemberhentian, belum ada. Masak tidak ada pemberhentian, tidak bisa ikut sidang-sidang, bagaimana ini persoalannya, bagaimana? Ini kan tidak ada kaitannya Pasal 10 dengan kedudukan anda sebagai Anggota DPRD itu. Tentu ada sebab-sebab yang menyebabkan anda misalnya tidak digaji atau (...) Menolak pemindahan itu Ya, jadi ini baru pemeriksaan pendahuluan ya. Jadi permohonan tadi sudah jelas sebetulnya, hanya banyak terulang-ulang, sudah ada permohonan nanti ada petitum lagi. Jadi banyak yang terulang-ulang jadi perlu ditata. Tapi sebelum itu mungkin ada pertanyaan dari Bapak-Bapak Hakim, silakan Pak.
20
19. HAKIM KONSTITUSI : I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. Terima kasih Pak Ketua. Saudara Pemohon sesuai dengan ketentuan Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dalam pemeriksaan pendahuluan ini Panel Hakim diwajibkan untuk memberikan nasihat kepada Pemohon. Jadi diwajibkan untuk memberikan nasihat. Saudara tidak diwajibkan untuk menerima atau untuk ini ya? Tetapi kami wajib memberi nasihat. Tetapi sebelum nasihat itu mungkin bisa merupakan pertanyaan konfirmasi bisa juga nasihat betulan, misalnya perbaikan permohonan. Ini dari hal yang sangat teknis dulu ya mengenai kuasa ini, kuasa nomor tiga Bapak Muhammad Taufik Makarau S.H. M.H. Saudara Advokat? 20. KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD MAKARAO, S.H., M.H. Saya bukan Advokat, Saya dosen fakultas hukum. 21. HAKIM KONSTITUSI : I DEWA GEDE PALGUNA, S.H.
Nah, ini pernyataannya soalnya begini. Itu memang untuk nomor tiga disebutkan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Asshafiyah Jakarta, tetapi keterangan berikutnya Advokat Penasihat Hukum pada Kantor Law Office, Lawyer, Legal and Insurance Consultant ARIFIN MUSA, SH & ASSOCIATES. Tetapi kemungkinan itu Saudara merangkap begitu? 22. KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD MAKARAO, S.H., M.H. Saya tidak. 23. HAKIM KONSTITUSI : I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. Artinya Saudara kuasa tersendiri. Jadi keterangan ini menerangkan siapa ini, advokat, penasihat hukum pada Kantor Law and Office itu? 24. KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD MAKARAO, S.H., M.H. Terima kasih Majelis. Kami memang dalam surat kuasa itu tertulis karena kami memiliki domisili hukum di kantor di Palu, di Jalan Juanda Nomor 60. Terima kasih Majelis.
21
25. HAKIM KONSTITUSI : I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. Bukan, inikan satu, dua, tiga kemudian di bawahnya tertulis begitu. Kalau memang dimaksudkan tersendiri itu lain keterangan dari Bapak Muhammad Taufik Makarau S.H. M.H. ini kan? Di sini memang tidak ada larangan bahwa kuasa itu harus advokat dan sebagainya, tidak. Tetapi kalau keterangannya begini seolah-olah nanti Saudara jadi advokat, jadi nanti itu bisa ramai urusannya dengan Peradi nanti kan? 26. KUASA HUKUM PEMOHON : MUHAMMAD MAKARAO, S.H., M.H. Ya. 27. HAKIM KONSTITUSI : I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. Kalau begini keterangannya ya tidak? Bapak-Bapak yang dua ini kan Anggota Peradi pasti, kalau begini keterangannya Bapak ini bisa menjerumuskan Anda melanggar ketentuan itu, ya tidak? Itu perbaikan teknis ini sebagain dari nasihat. Tolong dibedakan kalau memang beliau sebagai kuasa juga bunyinya bukan begitu seperti ininya. Jadi itu nanti itu kan yang Anda maksudkan satu dua ini kan yang alamat advokat atau penasihat hukum Kantor Law and Office itu kan kuasa yang nomor satu dan dua kan? 28. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Ya. 29. HAKIM KONSTITUSI : I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. Yang nomor tiga tidak termasuk, berarti dia tersendiri dong? Boleh saja Pemohon memberi kuasa kepada Bapak ini, tetapi bukan sebagai advokat dalam keterangan ini. Supaya Bapak nanti jangan melanggar hukum nanti. Kemudian ada pertanyaan saya yang dari tadi menggelitik sebenarnya. kalaulah undang undang ini menjadi persoalan kenapa bukan sejak awalnya ini iya kan? Ini di dalilkan tidak ada persetujuan DPRD. Tentu menjadi pertanyaan, kalau tidak ada persetujuan DPRD bagaimana mungkin pasal itu menjadi terumuskan seperti itu dan menunggu gejolak sembilan tahun lamanya kemudian ada gejolak bukan? Tentu itu adalah pertanyaan logis yang muncul dari siapapun ya kalau dalilnya bunyinya seperti itu. Bahwa kalau itu tidak ada persetujuan DPRD bagaimana mungkin itu muncul Pasal 11 itu kalau tidak ini. Ini pertanyaan logisnya kan demikian, kenapa menunggu 9 tahun baru kemudian muncul? Nah, ini, bagaimana itu Pak klarifikasi dulu, ini mungkin tidak (…)
22
30. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Kami klarifikasi kembali, sebenarnya perjuangan sejak awal pemekaran Banggai Kepulauan itu sendiri yang tergabung dalam Undang Undang Nomor 51, perjuangan masyarakat Banggai Kepulauan untuk tetap mendudukkan ibukota Kabupaten Banggai Kepulauan itu di Banggai telah diperjuangkan sejak RUU ini dibangun, dibuat DPR bersama-sama dengan Pemerintah. Dan itu barangkali kami mohon kepada Majelis kemungkinan juga ada hal-hal yang akan disampaikan nanti oleh para Pemohon dalam kaitannya dengan ini, mungkin pada persidangan Pleno Majelis barangkali kami berkenan kepada majelis Hakim. 31. HAKIM KONSTITUSI : I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. Ya, itu pasti soal itu, kalau soal itu pasti ya? 32. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Yang kedua, perjuangan untuk tetap Pasal 10 ayat (3) itu harus definitif itu semenjak diperjuangkan, sudah diperjuangkan bukan, bukan di dalam ruang gedung DPR, tetapi itu sudah diperjuangkan oleh masyarakat Banggai, baik di Banggai dan itu sudah berjalan selama 9 tahun diperjuangkan melalui suatu forum ataupun namanya perjuangan itu tetap dilakukan. Tetapi selama ini perjuangan yang dilakukan adalah mengarah kepada legislative review. Selama ini perjuangan-perjuangan yang dilakukan oleh masyarakat dan semua komponen masyarakat yang ada di sana sampai hari ini belum membawa hasil apa-apa tetapi akibat daripada pertentangan yang terjadi akibat penafsiran ganda itu sendiri. Korban berdarah sudah jatuh di Banggai pada tanggal 28 Februari 2007. 33. HAKIM KONSTITUSI : I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. Oke, itu berarti saya bisa mengerti. Akhirnya masalahnya sebenarnya kalau memang anu ya? Sesungguhnya kan tidak perlu menunggu sembilan tahun, kalau itu tidak mendapatkan persetujuan begitu? Begitu dia rumuskan kalau memang di uji di sini kalau dianggap bertentangan dengan Undang Undang Dasar kan begitu? Tetapi mungkin kalau memang usahanya legislative review ya barangkali iya itu bisa. Tetapi itu nantilah soal materi, hanya ini hanya saya menurut logikanya saja itu dulu kan? Kenapa baru menunggu sembilan tahun baru kemudian ada konflik sosial begitu kan? Dan konflik sosialnya-pun katanya didasarkan karena alasan pasal ini, itu kan? Bagi saya secara logika itu tampaknya agak menyimpang begitu ya?
23
Kemudian begini Pak, ini Pemohon I khususnya ada beberapa hal di sini ya yang ingin saya tanyakan. Bapak dari Pemohon I mendalilkan kesatuan masyarakat hukum adat, itu benar. Pasal 51 ayat (1) UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyebutkan bahwa salah satu yang mempunyai standing untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang adalah kesatuan masyarakat hukum adat, hanya masyarakat syaratnya banyak di situ Pak. Syarat pertama tentu saja sepanjang masih hidup artinya dia tidak pernah mati bukan begitu? Sebab kalau yang sudah pernah mati tentu dia tidak masih hidup kan? Kalau yang sudah satu-satunya yang pernah mati itu masih hidup itu hanya ada dalam cerita yang barangkali pakai kembang wijaya kusuma begitu. Nah, jadi artinya dia sepanjang masih hidup itu syarat pertama. Yang kedua, sesuai dengan perkembangan masyarakat. Yang keempat, sesuai dengan prinsip negara kesatuan, yang kelima diatur dalam undang undang. Nah, begitu kan persyaratannya? Nah, sekarang begini, tentu kalau mendalilkan bahwa ini adalah kesatuan masyarakat hukum adat, Bapak harus membuktikan dulu bahwa yang Pemohon I itu yang disebut-sebut sebagai Lembaga Musyawarah Adat Banggai (LMAB) itu adalah kesatuan masyarakat hukum adat. Nah, apa itu kesatuan masyarakat hukum adat? Atau rechtgemeinschaft, itu istilahnya ya. Itu ada petunjuk-petunjuknya. Itu, tidak usah dijawab dulu Pak karena ini nasihat dulu, ini untuk membuktikan. Buktikan bahwa Anda masyarakat hukum adat dulu, beda bukan sekedar masyarakat adat. Tetapi masyarakat hukum adat tentu kita sudah tahu ciri-cirinya bahkan klasifikasinya kita sudah tahu ada genelogis, ada yang teritorial itu. Ini yang mana dia? Dan kemudian apakah ciri-ciri itu masih terpenuhi, itu satu. Dan apakah dia memang masih hidup? Tentu yang kedua, sesuai dengan perkembangan masyarakat yang ketiga, prinsip negara kesatuan, yang keempat dan kemudian apakah dia diakui dalam pengaturan undang-undang itu. Itu harus dibuktikan dulu, kalau yang mendalilkan diri sebagai Pemohon adalah atas nama kesatuan masyarakat hukum adat, itu harus dijelaskan dalam permohonan. Bahwa Pemohon I adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang terbukti dari hal-hal sebagai berikut ini, ini, ini terangkan semuanya. Sehingga kami yakin bahwa Anda Pemohon I itu ini adalah memang kesatuan masyarakat hukum adat, baru kemudian Anda sebutkan di situ bahwa sebagai kesatuan masyarakat hukum adat dengan bukti sebagaimana diuraikan di atas masyarakat hukum adat mempunyai hakhak konstitusional ini, ini, ini. Bahwa dengan demikian dengan berpindahnya ibukota ini hak-hak ini terlanggar, jelas bukan jadinya? Hak mana dari masyarakat hukum adat tadi yang terlanggar? Nah, itu dengan demikian permohonan jadi jelas terbaca. Sebab kalau tidak begitu jadi kabur nanti permohonannya. Nah, ini kalau didalilkan adalah Pemohon dalam kualifikasi sebagai kesatuan masyarakat hukum adat.
24
Pertanyaan formal beracara kedua yang harus dijawab adalah apakah menurut ketentuan internal masyarakat hukum adat itu sendiri, kalau itu benar kalau itu masyarakat hukum adat? Memang seorang Ketua boleh dibolehkan bertindak sendiri atas nama masyarakat hukum adat? Itu harus dijelaskan juga dalam permohonan, sebab kalau tidak begitu nanti bagaimana kami akan menjawab kalau nanti misalnya ada yang mengatasnamakan anggota masyarakat hukum adat yang lain? Kami tidak pernah memberikan itu, dia tidak pernah itu dia atas nama sendiri saja datang ke Jakarta cari-cari pengacara untuk beracara di sini. Kami tidak mau menjawab pertanyaan itu, Anda harus membuktikan bahwa menurut aturan di masing-masing masyarakat hukum adat yang disebut apa ini di dalam permohonan ini, seorang Ketua memang boleh bertindak mewakili seluruh kesatuan masyarakat hukum adat itu. Apa betul begitu Wallahualam begitu kan? Saya tidak tahu, karena anda yang harus membuktikan itu dulu. Nah itu harus jelas itu, yang pertama. Kemudian yang kedua, nah ini nasihat Anda boleh pertimbangkan boleh tidak. Kalau dipertimbangkan ya lebih bagus karena ini akan memperlancar proses beracara dan itu tidak akan menimbulkan pertanyaan dikemudian hari. Ketika misalnya siapa tahu ya? Umpama kalau nanti setelah kami melapor, kami harus melapor dulu karena Panel ini tidak mempunyai kewenangan memutus kami harus melapor kepada sembilan Hakim Konstitusi dalam rapat permusyawaratan hakim. Kalau Hakim Konstitusi yang sembilan itu berpendapat bahwa perkara ini memang layak untuk diteruskan sampai pada proses pembuktian, memanggil Pemerintah dan DPR. Nah tentu hal-hal yang teknis seperti ini tentunya sudah selesai di sidang pemeriksaan pendahuluan ini begitu. Nah, yang kedua yang akan saya sampaikan begini yang kedua ada Pemohon ini Anggota DPRD ini, apakah maksud Anda ini Anda sebagai perorangan Warga Negara Indonesia. Sebab kalau di sini mengatasnamakan DPRD ini tidak jelas. Angka 4 saya bacakan ya, “bahwa Pemohon II, III, dan IV dalam kedudukannya sebagai anggota DPRD Kabupaten Banggai Kepulauan 2004-2009 dan seterusnya.” Seolah-olah di sini yang memohon di sini adalah DPRD, karena tidak jelas. Padahal kalau DPRD itu berarti dia kualifikasinya sebagai lembaga Negara, umpamanya Anda mengkualifikasikan sebagai lembaga negara misalnya. Walaupun belum tentu dapat terbukti, misalnya begitu kalau yang didalilkan adalah lembaga DPRD itu maka tentu ada mekanisme pengambilan keputusan kembali lagi seperti pertanyaan yang pertama tadi. Siapa yang berhak mengatasnamakan itu? Nah oleh karena itu kalau memang Anda ingin mendalilkan bukan sebagai kelembagaan di DPRD itu tentu akan lebih baik kalau Anda sebutkan di sini sebagai perorangan warga negara Indonesia sesuai dengan bunyi Pasal 51 ayat (1) huruf a. Karena hak konstitusional seorang warga negara Indonesia tentu berbeda dengan hak konstitusional lembaga negara, berbeda jauh bahkan itu. Beda itu hak-haknya bukan? Kalau Anda sebagai perorangan
25
warga negara Indonesia banyak mempunyai hak itu, Nah itu Bab XA itu semua hak warga negara Indonesia itu kan? Dengan perubahan itu tentu mengakibatkan bunyi dalil-dalil yang Anda kemukakan pun akan berlainan daripada kalau misalnya sebagai lembaga negara umpamanya. Tapi kalau Anda masukkan di sini sebagai perorangan dan tampaknya kalau dilihat dari dalil yang diajukan di permohonan ini memang tampaknya sebagi perorangan warga negara Indonesia lebih baik ditegaskan saja di sini bahwa Pemohon II, III, dan IV adalah sebagai perorangan warga negara Indonesia, bahwa sekarang Anda berkedudukan sebagai anggota DPRD ya okelah itu disebutkan tapi tegasnya sebagai perorangan warga negara Indonesia sehingga nanti tidak timbul pertanyaan Anda sebagai apa DPRD atau ini? Supaya tidak timbul pertanyaan. Nah, itupun memang harus jelas persoalannya. Apakah betul karena soal ibukota ini hak anda dirugikan? Kalau kerugian itu timbul adalah karena Saudara menolak pindah maka penyebabnya tentu itu bukan karena pasal ini, tapi ada ketentuan lain ketentuan indisipliner atau ketentuan apa? Jadi bukan pasal ini yang dilanggar begitu. Itu nasihat dari saya. Sebab supaya ini begini Saudara BapakBapak Pemohon ini ya saya sampaikan. Dalam pokok permohonan pengujian undang-undang itu bukan jumlah Pemohonnya itu yang menentukan jumlah keberhasilan suatu permohonan, walaupun yang mengajukan adalah satu orang tapi kalau dalilnya memang benar-benar kuat dan itu betul-betul bertentangan dengan UUD tidak sedikit permohonan yang dikabulkan. Demikian juga sebaliknya tidak sedikit pula permohonan yang ditolak walaupun diajukan secara keroyokan banyak orang tetapi tidak mempunyai dalil sama sekali. Jadi bukan soal jumlah Pemohon yang menentukan di sini, tapi kualitas dari dalil-dalil yang saudara ajukan pembuktian yang bisa Saudara kemukakan bahwa ini bertentangan dengan UUD itulah yang menentukan. Jadi oleh karena itu maka kalau yang memang tidak ada relevansinya dengan permohonan ini soal kerugian hak konstitusional berkaitan dengan pengujian ini tidak perlulah ikut sebagai Pemohon, maksudnya bukan jumlah itu yang menentukan. Misalnya kalau soal korban kekerasan ini yang disebut sebagai kekerasan social, itukan penyebabnya/ Pertanyaannya kemudian apakah polisi sudah bertindak menurut prosedur hukum acara atau menurut prosedur baik undang-undang tentang misalnya penanggulangan demonstrasi atau unjuk rasa misalnya, apakah dia dalam penangkapan, penahanan sudah mengikuti prosedur KUHAP dan sebagainya kan itu problemnya. Jadi ini problem penerapan undang-undang sedangkan yang kita bicarakan di sini adalah problem konstitusionalitas undang-undang bukan persoalan aplikasi dari norma undang-undang itu. Kalau penerapan norma bukan di sini forumnya itu tentu peradilan umum karena menyangkut misalnya kalau salah tangkap itu bisa pra-peradilan dan sebagainya begitu ya? Itu juga misalnya itu untuk Pemohon V dan VI. Tapi kalau Anda mempunyai dalil
26
sendiri ya ini sebagai saran, sebagai nasihat dari kami karena ini memang diwajibkan, tentu kami wajib memberitahukan kepada Saudara Pemohon apalagi begini hak konstitusional itu apa ada? Ada hak yang diwariskan ada yang tidak. Hak hidup itu apa bisa diwariskan misalnya untuk Pemohon ini Pemohon berapa ini? Pemohon VI. Hak hidup itukan melekat kepada orang yang bersangkutan. Oke kalau hak milik barangkali bisa diwariskan betul. Hak milik bisa diwariskan tapi hak hidup apa bisa diwariskan? Nah, itu sebagai hak asasi—basic right itu. Nah itu harus diberikan penjelasan itu. Tidak mungkin kalau begini. Jadi sebagai ahli waris dari misalnya mendalilkan hak yang berkaitan dengan hak hidup kalau memang hak milik dari ininya jadi terlanggar itu mungkin. Itu hal-hal seperti itu sehingga dalil permohonan yang baik adalah permohonan yang selalu terfokus pada persoalan apa yang menjadi dasar dari permohonan itu, yaitu soal inkonstitutionalitas dari suatu ketentuan norma yang didalilkan itu. Fokuslah ke situ jangan melebar ke sana kemari, tetapi kemudian orang menjadi bingung dengan dalil dan membuat permohonan menjadi kabur. Bapak-Bapak inikan advokat akibat dari sebuah permohonan yang kabur tentu Anda sudah dapat membayangkan nanti keputusannya akan menjadi seperti apa? Nah bukan ditolak tapi tidak dapat diterima kan kalau sebuah permohonan yang obscure ya? Begitu maksud saya. Jadi ini harus difokuskan kembali kepada persoalan konstitusionalitas. Ada satu pertanyaan yang berikutnya dari saya halaman 6 coba dibuka di halaman 6 permohonan itu. Ini juga ada kalimat yang menurut saya tidak masuk akal, coba saya baca ini halaman 6 angka 2 “bahwa untuk di maklumi salah satu landasan yuridis ditetapkannya Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai Kepulauan adalah UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004. Ini orang seketika melihat tidak ada logikanya ini undang-undang dikeluarkan tahun 1999, bagaimana mungkin menjadi dasarnya adalah undang-undang yang lahir kemudian, itu tidak logis kalimat itu. Kalau kalimatnya menjadi begini umpamanya “bahwa yang menjadi dasar dan seterusnya itu adalah Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 sebagaimana kemudian diubah dan ditambah kalau begitu benar. Tapi kalau itu Anda sebutkan lebih dahulu bukan itu struktur kalimat yang salah tentu saja ya, itu tidak logis kalimat itu jadinya. Apalagi kemudian di bawahnya yang anda kutip memang ketentuan tahun 1999 itulah rupanya yang dijadikan ini, kalau ada undang-undang yang begini tentu keliru besar itu ya nah ini tentu itu nanti kalau sudah masuk kepada pembuktian barangkali akan ada penjelasan lain lagi mengenai soal itu. Yang kedua halaman 10, hati-hati ketika kita mengutip pendapat seseorang, apalagi yang bersifat ajaran atau doktrin itu. Seingat kita semua saya kira ini mahasiswa semester III fakultas hukum itu tahu ajaran Ter Haar itu tidak seperti itu bunyinya, itu maksudnya ajaran keputusan maksudnya kan? beslissingenler itu maksudnya. Saya kira
27
bukan begini bunyinya tolonglah diperbaiki lagi, yang dimaksudkan yang disebutkan hukum adat itu sebenarnya tidak lain fungsional adat kan itu inti dari ajaran ter haar kan, jadi bukan begini. Jadi bisa menyesatkan nanti kalimat ini kalau dibaca orang lain, itu menyangkut kutipan. Hal yang terakhir yang hendak saya tanyakan kembali adalah sebuah konfirmasi ini ada 1 lembar yang terpisah ini dari permohonan halaman 15 ini, yang saya pikir sebagian besar yang dibaca adalah lembar yang terpisah ini halaman 15 kalau tidak salah itu ya? Tapi yang dibaca tadi tampaknya berbeda dari yang kami terima, coba dibaca lagi yang di bagian petitum siapa namanya, yang dibagian petitumnya itu Pak Arifin Musa satu bagaimana? 34. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Menerima dan mengabulkan permohonan untuk seluruhnya. 35. HAKIM KONSTITUSI : I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. Yang kedua. 36. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Yang kedua, menyatakan agar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat 37. HAKIM KONSTITUSI : I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. Itu berbeda. 38. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Memerintahkan Pasal 11 Tahun 1999 yang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dimuat dalam berita negara. 39. HAKIM KONSTITUSI : I DEWA GEDE PALGUNA, S.H.
Nah itu, juga berbeda dengan yang ini jadi yang mana yang
dimaksud ini sebenarnya?
40. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Memang pada saat kami menyerahkan berkas ini telah dikoreksi sejak awal memang pertama ada dua 4 poin di situ.
28
41. HAKIM KONSTITUSI : I DEWA GEDE PALGUNA, S.H. Tidak itu yang di halaman 15 itu yang dipakai yang mana yang ini, kalau ini yang dimaksudkan sebagai perbaikan dengan halaman 15 ternyata ini juga berbeda rumusannya dengan yang Bapak baca tadi berbeda rumusannya begitu. Apakah—begini sajalah ini masih ada waktu memperbaiki dalam waktu 14 hari silakan dikonsultasikan semua termasuk dengan nasihat-nasihat itu tadi, apakah kalau itu mau digunakan waktu itu termasuk petitum ya? Kembali supaya ini tidak menjadi pertanyaan di persidangan berikutnya begitu, saya kira demikian Pak Ketua terima kasih. 42. KETUA : Prof. H. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. Ada yang mau ditanggapi atau ditampung saja ya? 43. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Pemohon sudah mendengar apa yang dinasihatkan, dan saya tidak perlu tanyakan itu Sulawesi Tengah itu berapa Kabupaten Sekarang? 44. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Sulawesi Tengah itu ada 9 kabupaten dan 1 kota, 45. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Coba sebutkan. 46. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Pertama Kabupaten Donggala, Kabupaten Toli-Toli, Kabupaten Buol yang kemudian Poso, kemudian Morowali, Banggai, Banggai Kepulauan, Tojo Una-Una. Kemudian Parigi Mautung. 47. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Apa namanya tadi ? 48. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Tojo Una-Una.
29
49. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Sekarang Kabupaten Banggai Kepulauan itu adalah pemekaran dari pemekaran Banggai. Pada waktu Kabupaten Banggai itu ibukota kabupatennya dimana? 50. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Kabupaten Banggai itu pada waktu itu dengan Undang-Undang Nomor 29 tahun 1959 kedudukan ibukotanya di Banggai. Di Luwuk, dari peralihan pemerintahan Swapradja menjadi pemerintahan (…) 51. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Tunggu, tunggu, tunggu jawab pertanyaan saya. Kabupaten Banggai itu ibukotanya apa? 52. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Kabupaten Banggai ibukotanya Luwuk. 53. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Sudah stop, itu saja pertanyaan saya. Lalu pada waktu Kabupaten Banggai Ibukotanya Luwuk itu ada protes tidak orang-orang yang menamakan adat ini? 54. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Protes itu, Kabupaten Banggai sudah tidak lakukan lagi karena secara jelas tertuang dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 bahwa Ibukota Banggai berkedudukan di Luwuk, protes itu dinyatakan atau direalisasikan dengan perjuangan masyarakat Banggai Kepulauan untuk meminta daerah otonomi daerah sendiri. 55. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Tunggu dulu, masalah ini kan seolah-olah kalau pindah ibukota itu adanya itu hilang dan segala macam ini yang mau saya Tanya. Ini argumennya begitu, nah sekarang pada waktu di Luwuk itu hilang tidak adat yang di Banggai itu? 56. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Majelis yang terhormat, sebagaimana apa yang kami kemukakan, bahwa sejak tahun 1960 tradisi masyarakat adat yang disebut sebagai
30
membangun tunggul itu hilang selama 27 tahun. 57. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Hilang bagaimana? 58. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Maksudnya perayaan atau upacara tradisionil (…) 59. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Lha iya, jadi kita harus bedakan antara upacara adat dengan hukum adat, itu dua hal yang beda. Antara upacara adat dengan hukum adat itu berbeda. Jadi sekarang ada beberapa upacara yang tidak dilaksanakan tapi hilangnya itu bukan karena kota Luwuknya ya? Bukan karena kota Luwuknya itu. 60. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Ya karena (…) 61. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Tunggu dulu, karena bupati jadi Luwuk adat istiadat itu. 62. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Memang hilang tidak lagi pernah dilakukan. 63. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Ya, apa sebab akibat itu seolah-olah kalau pindah ini hilang, apakah karena ada faktor yang lain sebab kepala adat itu tidak pindah ke Luwuk dan kepala Adat itu tetap, adat itu bukan pemerintahan ini kan persoalan politik. Kalau di Luwuk tidak ada persoalan adatnya tetap, apalagi tahun 1960, tahun 1960 itu masih berlaku hukum dan pengadilan adat. 64. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Majelis yang terhormat (…) 65. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Tunggu dulu Pak, saya ini kalau soal itu—baru hilang setelah
31
tahun 1979 dengan Undang-Undang Nomor 5. Adanya undang-undang mengenai Desa, itupun hanya mengenai pemerintahannya. Jadi kalau mengenai adat sampai sekarang itu tetap ada. Hukum adat tidak pernah hilang kalau hukum adat itu. 66. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Majelis yang kami hormati bahwa yang kami maksudkan di sini bukan hukum adat nya tetapi tradisi masyarakatnya. 67. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Kalau tradisi itu bisa saja hilang. 68. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Dan itu dia hilang selama 27 tahun yang kami maksudkan tadi sejak tahun 1960 sampai sesudah diselenggarakannya lagi lembaga musyawarah. 69. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Tetapi hilang nya itu bukan karena kota Luwuk itu kan? 70. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Sebenarnya satu faktor, satu itu dalam tradisi masyarakat Banggai itu masih tetap berlaku seperti apa yang kami tulis dalam ini sebut sebagai adat dan tradisi tumpe sekarang. 71. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Saya mau ini, inikan logika. Sekarang Sulawesi itu dulu kan hanya ada dua tadinya hanya satu malah. Hanya satu di Makasar yang namanya gubernur itu lantas pisah ada lagi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah, Selawesi Selatan dan tambah lagi baru berkembang. Nah pada waktu Sulawesi Tengah itu yang di Donggala ya? Ibukotanya di Palu itu ada beberapa kabupaten kan, termasuklah yang Banggai Kepulauan itu bukan? Pertamakali dibentuk Provinsi (…) 72. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Pada waktu pertama dibentuk Provinsi Sulawesi tengah Pak. Waktu itukan baru tiga Poso, Donggala dan Kabupaten Banggai dan ToliToli
32
73. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Banggai, Poso, Donggala. Ibukota Banggai itu di Luwuk bukan? 74. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Sudah di Luwuk karena lahir dengan Undang-Undang Nomor 29. 75. HAKIM KONSTITUSI : Prof. H.A.S NATABAYA, S.H., LL.M Iyalah, jadi adatnya tidak hilang, maksud saya itu yang adat di Pulau Banggai ada tempat yang lain. Bahwa ibukotanya itu di Luwuk ya. Yang tadi juga Ibukota mungkin ada di Morowali itu juga ibukota yang lain ya begitu juga. Nah, begitu juga kalau kita lihat dari Sulawesi, kalau tadi hanya satu Sulawesi pindah dari Makasar pindah ke ini adat tempat lain hilang juga. Walaupun ada bentuk ibukota provinsinya itu ada yang di Poso, di Palu, ada di Manado, ada ini. Nah, jadi itu tidak ada kaitannya dengan antara pindah ibukota dengan adat istiadat. Bahwasanya kalau adatnya itu tidak dilaksanakan lagi itu bisa saja karena proses zaman. Itukan tidak ada yang lekang, ada yang pengaruh segala macam. Nah, itu yang mau saya katakan jadi pemindahan itu kalau inikan argumen yang dibangun ini, inikan argumen seolah-olah dengan pindah itu hilang semua, ini hilang, ini hilang pindah. Ini yang saya mau tahu sebab ini Pasal 10 inikan ini. Bahwa ada yang tidak setuju pindah itu masalah lain itu saya bilang politis, jadi itu masalah lain. Yang kami di sini itu memeriksa, apakah norma yang dibangun oleh Bapak-Bapak Pemohon ini merugikan? Tadi sudah ditanyakan, merugikan hak konstitusionalnya yang sudah dijamin oleh UndangUndang Dasar 1945 antara lain , hak-hak yang dijamin itu adalah Pasal 1 ayat (3), apa ada kaitannya ini negara Indonesia adalah negara hukum, itukan tidak diganggu. Lantas Pasal 18 ayat (1), ayat (2) argumen Bapak, “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah provinsi, daerah provinsi dibagi kabupaten, ini sudah dilaksanakan. Ayat (2)-nya “dan kota mengatur dan ini mengurus diri sendiri, ini betul ini kewenangan. (Pasal) 18B ayat (1), “negara mengakui normatif kesatuan pemerintah daerah yang bersifat khusus, sudah ada kaitan. Ayat (2) “Negara menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hakhaknya diakui kalau memenuhi ketentuan ini. Nah, ini harus dibangun up, up. Pemindahan ini melanggar tidak Pasal 28 ini? Ini yang harus dijelaskan, apalagi tadi dari Saudara Palguna tadi mengatakan, ada yang mengatakan ini anggota DPRD, ada ini yang mengatakan unsur masyarakat, ada ini yang mengatakan karena waris, ini karena meninggal. Apa kaitannya meninggal dengan pindah? Itukan tidak ada kaitannya bukan? Di dalam inikan dikatakan. Lima, masingmasing terpidana kurungan ini apa hubungannya antar terpidana dengan
33
Pasal 11. Lantas ini ahli waris apa kaitannya ahli waris dengan pindahnya, inikan tidak ada ini yang harus dijelaskan bahwa ini Pemohon ini I,II,III pindah rugi, ini rugi. Nah, jadi jangan sampai kalau melihat inikan kabur (obscuur) sekali pandang sudah kelihatan, supaya jangan ini Pemohon itu diberi kesempatan 2 minggu memperbaiki kalau mau, kalau tidak mau ya itu bukan urusan kami. Kami hanya menyampaikan ini saja. Jadi hal-hal itu disesuaikanlah dengan ketentuan hukum acara di sini. Terima kasih. 76. KETUA : Prof. H. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. Ya, jadi Saudara Kuasa Pemohon ya, sudah banyak masukan konfirmasi hal-hal yang perlu diperbaiki terutama argumentasi yang berkaitan dengan konstitusionalitas dari pasal undang-undang yang dimohonkan pengujian ya? Jadi yang lain-lainnya itu ilustrasi-ilustrasi itu jangan sampai mengaburkan dari pokok permohonannya. Nah, menurut ketentuan undang-undang ada tersedia waktu 14 hari untuk melakukan perbaikan-perbaikan dari masukan-masukan dan saran-saran tadi dari Majelis ini. Nah, sebelum kita—jadi sudah paham ya? Jadi paham. Jadi hal-hal yang logis yang memang terkait dengan inti permohonan yang Saudara mempersoalkan bahwa Pasal 11 itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan juga merugikan hak-hak konstitusionalnya apa hak konstitusional yang dirugikan daripada Pemohon ya? Para Pemohon inikan bervariasi, jadi oleh karena itu nanti perlu dikonsolidasi tentu yang anggota DPRD tidak bisa mengatasnamakan DPRD apalagi ini ada permohonan pihak terkait yang hampir seluruhnya anggota DPRD yang tentunya juga menolak argumentasi-argumentasi Pemohon, tapi itu pihak terkait baru akan kami undang nanti pada sidang Pleno ya setelah perbaikan. Baik, jadi ingin ada yang disampaikan sebelum kita mengakhiri sidang pendahuluan ini? Silakan kalau ada? 77. KUASA HUKUM PEMOHON : ARIFIN MUSA, S.H. Majelis yang muliakan, pertama apakah perbaikan itu dalam satu bentuk permohonan yang baru merupakan suatu perubahan daripada permohonan judicial review itu? Kami buat dalam satu bentuk baru perubahan itu dalam satu gugatan permohonan yang baru, itu yang perlu ingin kami ketahui. Yang kedua apakah pada persidangan nanti kami akan juga mengajukan saksi atau mereka yang memberikan keterangan yang peduli atas persoalan bangsa ini yang harus mengajukan permohonan kepada Ketua Mahkamah Konstitusi? Untuk itu kami mohon penjelasan Majelis.
34
78. KETUA : Prof. H. ABDUL MUKTHIE FADJAR, S.H., M.S. Jadi yang pertama ya tentu perbaikan ya kalau perbaikan dari permohonan ini diperbaiki dalil-dalil argumentasinya petitum-nya, tadi petitumnya kan simpang siur antara yang kami terima dan yang Anda bacakan berbeda. Jadi argumentasi-argumentasinya, jadi praktis seperti permohonan baru tapi sudah perbaikan itu sudah kesempatan terakhir untuk memperbaiki. Kemudian yang kedua tentang saksi ataupun ahli kalau ada itu Anda ajukan saja nama-namanya tapi belum dibawa sidang yang akan datang. Nanti ini kalau perkara kan lanjut ke sidang Pleno kita mendengarkan banyak pihak, ini ada pihak terkait, ada pembentuk undang-undang ya, kemudian pemerintah daerah mungkin Pak Bupatinya atau mungkin Pak Gubernurnya itu nanti sidang Pleno. Jadi nama saksi dan ahli itu Anda ajukan saja nama-namanya dan relevansinya dengan pokok perkaranya. Jadi tidak usah dibawa dulu pada sidang yang akan datang. Jadi 14 hari lagi maksimum jadi makin cepat makin baik, jadi paling lambat nanti setelah perbaikan 14 hari sidang yang akan datang kita akan cek bagaimana perbaikannya ya. Masih ada lagi yang ingin disampaikan? Cukup? Baik, dengan demikian untuk sidang Panel untuk pemeriksaan pendahuluan ini saya nyatakan cukup dan kami nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X
SIDANG DITUTUP PUKUL 12.33 WIB
35
36