PEMBATALAN AKTA HIBAH OLEH AHLI WARIS DARI PEMBERI HIBAH (STUDI KASUS: PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO.1818 K/PDT/2008) Ira Suryani Maghfirah Fakultas Hukum Universitas Indonesia
E-mail:
[email protected] Abstrak Skripsi ini membahas secara khusus mengenai hibah berdasarkan teori dan KUHPerdata yang kemudian diterapakan dalam studi kasus Putusan Mahkamah Agung No. 1818 K/Pdt/2008 mengenai Pembatalan Akta Hibah oleh Ahli Waris dari Pemberi Hibah. Hal ini bertujuan agar hibah dapat dilakukan dengan tata cara yang tepat, sehingga tidak merugikan ahli waris sebagai akibat pemberian hibah dikemudian hari. Penelitian ini adalah penelitian dengan pendekatan yuridis normative dan bersifat deskriptif analitis. Hasil dari penelitian menyatakan bahwa kepada ahli waris sebaiknya diberitahukan terlebih dahulu sebelum dilaksanakannya hibah, serta pelaksanaan hibah memperhatikan Legitieme Portie setiap ahli waris. Sehingga dengan terlanggarnya Legitieme Portie setiap ahli waris akibat pemberian hibah, maka ahli waris dapat mengajukan permohonan pembatalan hibah tersebut kepada pengadilan. Kata Kunci : Hibah, Pembatalan hibah; Tanah; Waris
Title in English Abstract This thesis discusses the particulars of the grant either based on the theory or by the Civil Code system, which is then applied in the case study of the decision of the Supreme Court Decision No. 1818 K/Pdt/2008 regarding Cancellation Deed of Grant by Heirs Grant Giver. It is intended that the grant can be done in the right manner, so as not to harm the heirs as a result of the grant in the future. This research is the normative juridical approach is descriptive and analytical. Results of the study suggested that the heirs should be informed in advance before implementation of the grant, as well as the implementation of the grant notice Legitieme portie any heirs. So with any violation of the provisions of Legitieme portie grant, the heirs may apply for cancellation of the grant to the court. Keywords: Cancellation grant; Grants;Land; Waris
Pendahuluan Setiap orang akan melewati masa-masa sejak dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Dimana semasa hidupnya akan terdapat banyak peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi dan terdapat berbagai pengaturan yang dibuat untuk mempermudah subyek hukum dengan memberi kebebasan yang seluas-luasnya tetapi dibatasi dengan pengaturan-pengaturan yang
Pembatalan Akta ..., Ira Suryani Maghfirah, FH UI, 2013
1
berlaku. Salah satu peristiwa hukum yang dialami oleh subyek hukum adalah perkawinan, yang diatur dalam hukum keluarga. Setiap subyek hukum yang telah dewasa atau cukup umur dapat melakukan perkawinan dengan memperhatikan serta menerapkan peraturan-peraturan hukum yang mengatur hal tersebut. Asasinya setiap manusia pasti akan meninggal, dan peristiwa hukum tersebut menimbulkan suatu kondisi kewarisan dalam hukum perdata. Hukum waris akan secara otomatis mengatur apabila terdapat subyek hukum yang meninggal dunia dengan meninggalkan harta dan keluarga. Dimana hukum waris akan mengatur pembagian harta peninggalan serta bagian-bagian yang akan diperoleh oleh keluarga yang ditinggalkan. Biasanya pewaris dimasa hidupnya memberikan hibah ataupun membeirkan hibah wasiat wabik itu kepada ahli waris ataupun kepada orang lain. Dan biasanya pemberian hibah tersebut tidak diketahui oleh ahli warisnya, yang kemudian menimbulkan permasalahan mengenai harta warisan tersebut. Dengan demikian terdapat permasalaha bagaimana hukum Indonesia mengatur mengenai hibah baik itu dari teori maupun Kitab Undang-Undang Hukum Perdata? dan juga bagaimana analisa putusan Mahkamah Agung No. 1818 K/Pdt/2008 mengenai pembatalan hibah oleh ahli waris dari pemberi hibah?. Dimana tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui teori maupun pengaturan yang terdapat di dalam KUHPerdata mengatur mengenai hibah secara lebih rinci.
Tinjauan Teoritis Penelitian ini diharapakan dapat berguna baik secara teoritis dan praktis dalam pemanfaatan yang sebagaimana mestinya. Sehingga diharapkan penulisan ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum, khusus dibidang Hukum Kewarisan Perdata Barat di Indonesia. Dan juga penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada instansi-instansi pemerintah maupun swasta, khususnya dalam pembagian waris menurut perdata barat di Indonesia sebagai salah satu cara untuk melakukan pembagian harta warisan yang adil kepada setiap ahli waris yang berhak mendapatkannya berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Pembatalan Akta ..., Ira Suryani Maghfirah, FH UI, 2013
2
Metode Penulisan Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penulisan hukum dengan pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder sebagai sumber utama dan menggunakan spesifikasi penelitian yang digunakan bersifat deskriptif analitis, yaitu memberi gambaran fakta-fakta disertai analisis yang akurat tentang peraturan perundang-undangan yang berlaku dihubungkan dengan teori-teori.
Analisis Putusan Pengadilan Tentang Pembatalan Akta Hibah Oleh Ahli Waris dari Pemberi Hibah
Gambar Garis Kewarisan Abdullah Djoeffie
AD
SL
EM
ES
K
E
Gambar ini menjelaskan bahwa Abdullah Djoeffrie (AD) telah menikah dengan Sri Lestari (SL) pada tahun 1949 yang kemudian baru dicatatkan ke Kantor Catatan Sipil Kota Madya Surakarta dengan Kutipan Akte Perkawinan No. Nas.183/1976 tanggal 23 Juli 1976. Dalam pernikahannya ini melahirkan seorang perempuan bernama Erna Mariani (EM) pada tanggal 14 April 1950 yang dinyatakan dalam Surat Kelahiran No. 25 tanggal 14 April 1950 dari Balai Kota Surakarta, Kelurahan Kebumen. Kemudian pada tanggal 13 Nopember 1950 Abdullah Djoeffrie menlangsungkan perkawinan keduanya dengan Kusrijatinah (K) seperti yang terdapat di dalam Surat Nikah No. 866. Pada tanggal 21 Februari 1956 Abdullah Djoeffrie mengangkat seorang anak perempuan bernama R.Rr.Soesje Saraswati yang sekarang bernama Enny Saraswati (ES) menjadi anak
Pembatalan Akta ..., Ira Suryani Maghfirah, FH UI, 2013
3
angkat sah dengan Keputusan No. 95/1963/Pdt). Dan kemudian pada tanggal 11 Januari 1960 mengangkat lagi seorang anak laki-laki bernama Edi Suhono (E). Kemudian pada tanggal 24 Maret 1995 Abdullah Djoeffrie menghibahkan seluruh hartanya kepada Enny Saraswati berupa tanah dan bangunan diatasnya. Hibah tersebut telah dicatatkan kepada Notaris Ida Sofia, S.H. dengan Akta HIbah No. 45/Banjarsari/1995. Dalam kasus yang terjadi, Abdullah Djoeffrie yang meninggal dunia pada tahun 1999 dengan meninggalkan seorang ahli waris bernama Erna Mariani selaku anak kandung dari pewaris. Dalam hal ini Erna Mariani berhak atas seluruh harta peninggalan yang dimiliki oleh Abdullah Djoeffri. Dengan meninggalnya Abdullah Djoeffri, maka timbul hukum waris yang berfungsi untuk memberikan keadilan dalam membagikan harta peninggalan yang ditinggalan pewaris untuk ahli warisnya. Berdasarkan Pasal 830 yang menyatakan bahwa “pewarisan berlangsung karena kematian”. Dengan demikian dengan meninggalnya Abdullah Djoeffri maka pewarisan dapat berlangsung. Sebelumnya, perlu kita ketahui syarat-syarat dari pewarisan. Unsur-unsur terjadinya pewarisan mempunyai tiga persyaratan yaitu berdasarkan kasus yang terjadi diatas, dijelaskan bahwa pada tahun 1999 Abdullah Djoeffri meninggal dunia, maka telah dipenuhinya syarat pertama untuk dapat terjadinya pewarisan. Kemudian, untuk syarat keduanya pewaris memiliki ahli waris yang masih dalam keadaan hidup. dalam kasus ini Abdullah Djoeffri meninggalkan ahli waris tunggal bernama Erna Mariani yang termasuk dalam golongan kesatu yaitu anak kandung dari Abdullah Djoeffri. Berdasarkan hal tersebut, jelaslah semua harta Abdullah Djoeffri menjadi milk Erna Mariani, tetapi permasalahannya harta tersebut telah dihibahkan kepada Enny Saraswati pada saat pewaris masih hidup. Dalam hal ini Erna Mariani selaku ahli waris berhak atas harta benda pewaris. Dalam kasus ini telah diperjelas bahwa, 4 (empat) tahun sebelum pewaris meninggal dunia, pewaris telah menghibahkan kepada Enny Saraswati berupa sebidang tanah pekarangan dengan sertifikat hak milik Kel. Mangkubumen No.1467 atas nama Abdullah Djoeffri dengan luas 969 m2 yang terletak di Jl. Yosodipuro No.113, Kel. Mangkubumen, Kec. Banjarsari, Kodya Surakarta, dimana diatas tanah itu berdiri satu bangunan rumah induk dan kamar paviliun serta Kios, yang selanjutnya disebut dengan objek hibah/objek waris. Padahal harta benda yang dimiliki pewaris hanya sebidang tanah pekarangan yang diatasnya terdapat bangunan induk, kamar pavilun dan kios. Dengan melihat hal tersebut, dapat dikatakan bahwa semua harta pewaris telah dihibahkan dengan Akta Hibah No. 45/Banjarsari/95 tertanggal 24 Maret 1995 kepada Enny Saraswati yang merupakan anak angkat Abdullah Djoeffri, yang telah diserahkan dengan Akta Penyerahan tanggal 1 Januari 1959 oleh Sarosantoso selaku ayah kandung dari Enny
Pembatalan Akta ..., Ira Suryani Maghfirah, FH UI, 2013
4
Saraswati. Dalam hal ini Enny Saraswati telah sah menjadi anak angkat Abdullah Djoeffri dengan adanya Keputusan No. 95/1963/Pdt. Selain itu Abdullah Djoeffri juga telah mengangkat seorang anak bernama Edi Suhono pada 11 Januari 1960 dari seorang ayah bernama Soenarso untuk dipelihara dan diasuh. Apabila kita lihat pengaturan hibah di Indonesia, berdasarkan Pasal 1666 KUHPerdata, disebutkan bahwa hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya dengan cuma-cuma dan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu. Tentunya dalam kasus ini jelas bahwa Abdullah Djoeffri menyerahkan tanah beserta bangunan diatas nya dalam keadaan sadar dan dibuatkan akta hibah tersebut yang ditujukan untuk Enny Saraswati. Dalam hal ini permberian hibah tersebut dilakukan Abdullah Djoeffri tanpa sepengetahuan Erna Mariani selaku ahli waris tunggal dari Abdullah Djoeffri. Tetapi di dalam peraturan tidak disebutkan bahwa diharuskan ahli waris untuk mengetahui pemberian hibah yang dilakukan oleh pewaris pada masa hidupnya. Hal ini dikarenkan hak milik suatu benda merupakan hak yang melekat terhadap setiap individu dan ia berhak untuk mengalihkan benda tersebut kepada yang dikehendakinya. Apabila kita lihat, akta hibah merupakan akta yang dibuat dihadapan notaris yang bersifat otentik dan diakui keabsahan dari isi akta tersebut. Sehingga seharusnya akta hibah tersebut tidak boleh dibatalkan, karena akta dibuat berdasarkan kehendak dari pemberi hibah/pewaris. Dalam hal ini pemberi hibah/pewaris tentunya punya alasan tersendiri untuk melakukan hibah tersebut kepada Enny Saraswati. Tetapi perlu di perhatikan juga bahwa ahli waris memiliki Hak Saisine diatur di dalam Pasal 833 KUHPerdata yang berbunyi “Sekalian ahli waris dengan sendirinya karena hukum memperoleh hak milik atas segala barang, segala hak dan segala piutang si yang meninggal.” Dalam hal ini dengan sendirinya ahli waris memiliki hak untuk memperoleh harta peninggalan dari pewaris tanpa berbuat sesuatu. Sehingga secara otomatis ahli waris menggantikan kedudukan pewaris dalam lapangan hukum kekayaan. Dengan demikian, ahli waris meneruskan orang yang meninggal dunia (pewaris) sebagai subyek hukum. Dengan begitu, hak serta kewajiban dari pewaris juga beralih secara otomatis dari pewaris kepada ahli warisnya, meskipun ahli waris belum atau tidak mengetahui adanya pewarisan. Dengan begitu seharusnya harta peninggalan harus secarta otomasi dimilki Erna Mariani selaku ahi waris. Seperti yang dijelaskan di dalam kasus tersebut, apabila hibah tetap dilaksanakan, maka ahli waris memiliki hak Hereditaiis Petitio yang diatur di dalam Pasal 834 KUHPerdata yang berbunyi “Tiap-tiap ahli waris berhak memajukan gugatan guna memperjuangkan hak
Pembatalan Akta ..., Ira Suryani Maghfirah, FH UI, 2013
5
warisnya, terhadap segala mereka, yang baik atas dasar hak yang sama, baik tanpa dasar sesuatu hak pun menguasai seluruh atau sebagian harta peninggalan, seperti pun terhadap mereka, yang secara licik telah menghentikan penguasaanya”. Dalam hal ini, seluruh ahli waris dinyatakan berhak untuk mengajukan tuntutan terhadap harta peninggalan pewaris yang dikuasai orang lain. Dalam hal ini ahli waris memiliki hak untuk mengajukan tuntutan tersebut dengan waktu 30 (tiga puluh) tahun sejak terbukanya warisan. Seperti disebutkan dalam Pasal 835 KUHPerdata yang menyatakan “Tiap tuntutan demikian gugur karena kedaluarsa dengan tenggang waktu selama tiga puluh tahun”. Sehingga ahli waris diberikan jangka waktu 30 (tiga puluh) tahun untuk mengajukan tuntutan setelah pewaris meninggal dunia, tetapi apabila telah lewat dari 30 (tiga puluh) tahun terbukanya warisan maka ahli waris kehilangan haknya untuk mengajukan tuntutan karena telah melewati tenggang waktu yang diberikan. Dalam kasus ini jelas bahwa harta peninggalan telah dihibahkan dan ahliwaris dapat mengajukan tuntutan supaya ahli waris mendapatkan bagiannya berdasarkan KUHPerdata. Dalam hal ini, karena Erna Mariani merupakan ahli waris tunggal, maka ia seharusnya mendapatkan seluruh dari harta tersebut. Tetapi karena telah dihibahkna, maka perlu dilihat, bahwa hibah tersebut batal demi hukum. karena berdasarkan putusan M.A.R.I. No. 426 K/sip/1963 bahwa “Hibah dilarang apabila mengakibatkan hilangnya hak ahli waris dari anak sah pewaris” berdasarkan putusan ini, maka hibah tersebut tidak dapat terjadi karena dengan dilaksnakan hibah, maka ahli waris kehilangan haknya untuk mendapat harta peninggalan dari pewaris. Putusan tersebut juga dikuatkan dengan Putusan M.A.R.I. No. 391 K/ Sip/ 1969, bahwa: ”Penghibahan seluruhnya harta yang dimiliki yang merugikan ahli waris lain, harus dinyatakan tidak sah dan harus dibatalkan, sebab bertentangan dengan prikeadilan pada umumnya dan juga bertentangan dengan hukum waris adat Indonesia dan juga hukum adat yang berlaku di daerah tersebut.“ Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa hibah tidak dapat terjadi apabila mengakibatkan hilangnya hak ahli waris tersebut. Dalam kasus ini jelas bahwa apabila hibah terjadi, maka ahli waris tidak mendapatkan harta warisan, karena semua harta telah dihibahkan kepada Enny Saraswati. Dengan melihat putusan tadi maka hibah dapat dikatakan batal demi hukum karena hilangnya hak ahli waris. Dengan demikian, akta hibah itu perlu dibatalkan karena hibah tersebut telah melanggar hak yang harusnya diterima oleh ahli waris. Hal ini dikarenakan supaya ahli waris memperoleh haknyaterhadap harta peninggalan tersebut.
Pembatalan Akta ..., Ira Suryani Maghfirah, FH UI, 2013
6
Dalam putusan ini juga terdapat pernyataan dalam jawaban Tergugat point 6 bahwa sekitar bulan April 1994 Abdullah Djoeffri telah menulis wasiat yang ditujukan kepada Edi Suhono dan Enny Saraswati yang isinya sebuah pesan sehubungan dengan rumah yang ada di Mangjubumen No. 113 agar dipelihara dan dilestarikn (surat tersebut dititipkan Om Kunto di Cilacap yang sekarang ini disimpan oleh Edi Suhono). Apabila melihat jawaban tergugat tersebut, dapat dikatakan bahwa surat tersebut tidak menyatakan bahwa objek hibah tersebut diberikan kepada Edi Suhono dan Enny Saraswati, melainkan hanya untuk dipelihara dan dilestarikan. Dan juga wasiat tersebut keasliannya dapat diragukan. Hal ini karena dalam KUHPerdata dikatakan bahwa terdapat 3 (tiga) bentuk surat wasiat, yaitu:Pertama, wasiat ditulis sendiri (Olografis) diatur di dalam Pasal 932 KUHPerdata. Kedua, wasiat umum (Openbaar Tesrament) diatur dalam Pasal 938 KUHPerdata dan yang Ketiga, wasiat rahasia (Geheim) diatur dalam Pasal 940 KUHPerdata. Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dikatakan bahwa surat wasiat yang disimpan oleh Edi Suhono tersebut tidak sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan mengenai surat wasiat. Seharusnya, apabila surat wasiat tersebut ingin dilaksanakan dan memiliki kekuatan hukum, maka harus mengikuti prosedur tersebut. Dalam hal ini surat wasiat tersebut merupakan surat wasiat Olografis yang dibuat dengan tangan sendiri. Permasalahannya disini, surat tersebut tidak diserahkan kepada notaris untuk disimpan, melainkan diserahkan kepada Om Kunto. Dalam hal ini Om Kunto bukan orang yang berhak dan memiliki wewenang untuk memegang menyimpan surat wasiat tersebut, sehingga kurang keabsahan surat wasiat tersebut. Dan jika kita melihat surat wasiat tersebut, dapat dikatakan bahwa Om Kunto merupakan
fidei
comis
dan
Edi
Suhono
serta
Enny
Saraswati
merupakan
Bewindvoerder/pengelola. Apabila kita lihat surat wasiat yang diititipkan kepada om Kunto lebih dahulu dibuat pada bulan April 1994, baru kemudian akta hibah yang telah dibuat oleh notaris pada Maret 1995 oleh pewaris sendiri. Tentunya pewaris mempunyai maksud dan tujuan dengan memberikan onjek hibah/waris tersebut. Dengan melihat hal ini, maka akta hibah dianggap hal yang paling diinginkan pewaris, karena pewaris melakukan perubahan keinginan, dimana tadinya Edi Suhono dan Enny Saraswati hanya memiliki hak untuk mengelola objek hibah/waris tersebut, tetapi di bulan maret 1995 Pewaris dimasa hidupnya menghibahkan objek hibah tersebut kepada Enny Saraswati. Kemudian, kembali ke hukum warisnya, bahwa apabila hibah tetap dilaksanakan maka, bagian mutlak ahli waris telah tersinggung. Sehingga berdasarkan Pasal 914 KUHPerdata bagian mutlak dari Erna Mariani selaku satu-satunya ahli waris dari pewaris adalah ½
Pembatalan Akta ..., Ira Suryani Maghfirah, FH UI, 2013
7
(setengah) bagian dari harta peninggalan. Seperti yang disebutkan dalam Pasal 914 yang menyatakan “dalam garis lurus ke bawah, apabila si yang mewariskan hanya meninggalkan anak yang sah satu-satunya saja, maka terdirilah bagian mutlak itu atas setengah dari harta peninggalan, yanag mana oleh si aak itu dalam pewarisan sedianya harus diperolehnya Dengan demikian, seharusnya ahli waris memperoleh bagian harta peninggalan sesuai dengan bagian mutlak dan hibah pun dapat dilaksanakan sebagian. Kemudian, timbul pertanyaan baru, bagaimana objek hibah tersebut telah di jual belikan kepada orang lain? Bagaimana perlindungannya terhadap pembeli yang beritikad baik dan ahli waris yang bagian mutlaknya telah disinggung? Melihat hal ini maka perlu adanya suatu pembuktian. Pembuktian ini dengan melihat dan menyelidiki proses dari jual beli tersebut. Apabila pembeli tidak memiliki itikad baik atau pembeli dan penjual (penerima hibah) bekerjasama untuk memiliki objek hibah tersebut, maka secara hukum jual beli tersebut dapat dibatalkan, tetapi apabila pembeli tersebut memiliki itikad baik dan tidak tahu mengenai sejarah dari objek hibah tersebut, maka berdasarkan hukum pembeli tersebut dilindungi oleh hukum terhadap harta yang telah dibelinya. Dalam suatu kasus terdapat kejadian dimana penerima hibah telah menjual hibah tersebut kepada pembeli yang beritikad baik dan penerima hibah melunasi semua hutang-hutang penerima hibah dengan menggunakan uang hasil penjualan objek hibah tersebut. Dalam hal ini, apabila penggugat merupakan ahli waris yang tidak mengetahui hibah yang terjadi, maka hibah tersebut akan dibatalkan oleh hakim dan ahi waris akan memperoleh haknya sesuai dengan ketentuan yang ada. Tetapi dapat permasalahan, dimana penerima hibah sudah tidak memiliki objek hibah ataupun uang. Karena objek hibah telah dijual dan uang hasil penjualan objek hibahdigunakan untuk membayar hutang. Sehingga penerima hibah tidak memiliki uang. Dengan demikian, walaupun ahli waris menggugat dan menang dalam pengadilan, tetapi ahli waris tetap tidak mendapatkan haknya, karena penerima hibah tidak memiliki uang untuk mengembalikan objek hibah tersebut. Begitu juga dengan pembeli yang tidak beritikad baik dan penerima hibah yang berkerjasama dengan pembeli, seolah-olah objek hibah telah dijual belikan. Dalam hal ini ahli waris dapat mengajukan gugatan dan hakim akan memeriksa dan menyelidiki hal kebenaran hal tersebut dan apabila hal ini terbukti, maka hakim akan membatalakan jual beli tersebut dan memintakan objek hibah tersebut dikembalikan dalam keadaan semula dan ahli waris akan mendapatkan haknya sesuai ketentuan di dalam undang-undang.
Pembatalan Akta ..., Ira Suryani Maghfirah, FH UI, 2013
8
Kesimpulan Hibah dalam hukum Indonesia diatur dalam KUHPerdata. Hibah terdiri dari hibah biasa dan hibah wasiat. Dalam hal hibah biasa diatur dalam KUHPerdata buku III bab X tentang hibah Pasal 1666 - Pasal 1693 KUHPerdata sedangkan hibah wasiat diatur dalam buku II bab XIII tentang wasiat bagian ke enam tentang hibah wasiat Pasal 957 – Pasal 1004 KUHPerdata. Hibah biasa dapat dilakukan secara langsung dari pemberi hibah kepada penerima hibah. Tanpa adanya proses khusus kecuali hibah yang diberikan misalnya dalam bentuk tanah beserta dan atau tanpa bangunan diatasnya. Begitu juga dengan hibah wasiat, perbedaanya dengan hibah biasa hibah tersebut dibuat oleh pemberi hibah dan dapat dilaksanakan setelah pemberi hibah meninggal dunia.Dalam melakukan hibah baik itu hibah biasa atau hibah wasiat, sebaiknya calon ahli waris dari pemberi hibah diberitahu akan dilakukan hibah kepada penerima hibah. Sehingga apabila pemberi hibah telah meninggal dunia, tidak akan adanya penuntutan terhadap penerima hibah dan penerima memperoleh objek hibah dari pemberi hibah. Akta Hibah No. 45/Banjarsari/1995 yang dibuat pada tanggal 24 Maret 1995 oleh Ida Sofia, SH PPAT Kodya Surakarta. Beserta proses balik nama sertifikat tanah sengketa Hak Milik No. 1467 Kel. Mangkubumen, atas nama Abdullah Djoefri secara keseluruhan menjadi atas nama Enny Saraswati adalah tidak sah, cacat hukum dan tidak berkekuatan hukum dengan segala akibatnya, hal ini dikarenakan proses pemberian hibah tidak diketahui oleh ahli waris dari pemberi hibah yang menyebabkan legitime portie ahli waris dilanggar. Penerima hibah tetap mendapat bagian harta atas harta Abdullah Djoeffrie. Dengan pertimbangan bahwa Abdullah Djoeffrie pada masa hidupnya telah menghibahkan tanah dan bangunan tersebut kepada Enny Saraswati. Tetapi karena seluruh harta tersebut diberikan kepada orang Enny Saraswati, maka ahli waris yaitu Erna Mariani tidak memperoleh bagian yang seharusnya di peroleh. Sehingga dihitunglah hak mutlak yang seharusnya diterima oleh Erna Mariani. Berdasarkan Pasal 914 KUHPerdata bagian mutlak Erna Mariani adalah ½ (setengah) bagian dari seluruh harta peninggalan. Sehingga masih ada sisa ½ (setengah) bagian lagi yang di dapat diberikan kepada Enny Saraswati agar hibah dapat tetap terlaksana sesuai dengan kehendak Abdullah Djoeffrie pada masa hidupnya dulu. Saran Pengaturan mengenai hibah didalam KUHPerdata masih sangat kurang. Sebaiknya KUHPerdata dapat di revisi supaya pengaturan mengenai hibah dan pengaturan hukum
Pembatalan Akta ..., Ira Suryani Maghfirah, FH UI, 2013
9
mengenai orang dan keluarga dapat lebih jelas dan penerapan hukumnya dapat terlaksana dengan baik serta dapat memberikan perlindungan hukum kepada penerima hibah. Sehingga tidak menimbulkan kekeliruan dalam menerapkan hukum. Begitu juga Hakim dalam memutus suatu perkara harus lebih teliti dalam memperhatikan dan mempertimbangkan semua keterangan saksi-saksi dan bukti-bukti yang telah diajukan serta harus disesuaikan dengan peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Perlu diketahui pada saat ini bahwa pemberian hibah harus disertai dengan adanya pernyataan ahli waris. Sehingga apabila terdapat kasus seperti ini, penerima hibah tidak akan kehilangan haknya karena pemberian hibah ini telah diketahui dan disetujui oleh ahli waris dari pemberi hibah dengan adanya pernyataan ahli waris tersebut. Dengan demikian dengan adanya pernyataan ahli waris tersebut, maka dapat mengurangi gugatan ke pengadilan oleh ahli waris dari pemberi hibah apabila terdapat kasus seperti ini lagi. Daftar Pustaka Buku Afandi, Ali. Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian. Cet. 4. Jakarta: Rineka Cipta, 1997. Ali, Zainuddin. Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia. Cet.1. Jakarta: Sinar Grafika, 2008). Amanat, Anisitus. Membagi Warisan Berdasarka Pasal-pasal Hukum Perdata BW. Cet.3. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003. Asri, Benyamin dan Thabrani Asri. Dasar-Dasar Hukum Waris Barat (suatu pembahasan Teoritis dan Praktek). Ed. 1. Bandung: Tarsito, 1988. Djamali, R. Abdoel. Pengantar Hukum Indonesia. Ed.2.Jakarta: Rajawali Pres, 2009. Hadikusuma, H. Hilman. Hukum Waris Indonesia menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama Hindu-Islam. Cet. 1. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1991. Mamudji, Sri. et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Perangin, Effendi. Hukum Waris. Cet. 11. Jakarta: Rajawali Pers, 2013. Pitlo, A. Hukum Waris : menurut kitab undang-undang hukum perdata Belanda [Het Erfrecht naar het Nederlands Burgerlijk Weboek], Diterjemahkan oleh M.Isa Arief, Cet. 4. Jakarta: Intermasa, 1994.
Pembatalan Akta ..., Ira Suryani Maghfirah, FH UI, 2013
10
Poesponoto, K. Ng. Soebakti. Azas dan susunan Hukum Adat. Jakarta: Pradnya Paramita, 1960. Purnamasari, Irma Devita. Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris. Cet.1. Bandung:Mizan Media Utama, 2012. Satrio, J. Hukum Waris. Cet. 2. Bandung: Penerbit Alumni, 1992. Sjarif, Surini Ahlan. Intisari Hukum Waris menurut burgerlijk wetboek. Cet. 1. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983. Sjarif, Surini Ahlan dan Nurul Elmiyah. Hukum Kewarisan Perdata Barat. Cet. 3. Jakarta:Kencana Renada Media Group, 2010. Soemardi, Dedi. Pengantar Hukum Indonesia. Cet. 5. Jakarta: Ind-Hill-Co, 2007. Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Cet. 3. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2010. Subekti, R. Hukum Keluarga dan Hukum Waris. Cet. 4. Jakarta: Intermasa, 2004. Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Cet.32. Jakarta: PT Intermasa, 2005. Sudarsono. Hukum Waris dan Sistem Bilateral. Cet. 2. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994. Suparman, Eman. Intisari Hukum Waris Indonesia. Cet.3. Bandung: Mandar Maju, 1995. Suparman, Eman. Hukum Waris Indonesia. Cet. 2. Bandung: Refika Aditama, 2007. Van, Apeldoorn, L.J. Pengantar Ilmu Hukum [Inleiding Tot De Studie Van Het Nederlandse Recht], Diterjemahkan oleh Oetarid Sadino. Cet. 29. Jakarta: Pradnya Paramita, 2001.
Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Cet. 33. Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 2003.
Pembatalan Akta ..., Ira Suryani Maghfirah, FH UI, 2013
11