ir
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA ---------------------
RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 53/PUU-VI/2008
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG PERSEROAN TERBATAS TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR 1945
ACARA MENDENGAR KETERANGAN SAKSI DAN AHLI DARI PEMOHON (V)
JAKARTA KAMIS, 19 FEBRUARI 2009
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 53/PUU-VI/2008 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 40 tahun 2008 tentang Perseroan Terbatas terhadap Undang-Undang Dasar 1945. PEMOHON -
KADIN Indonesia BPP HIPMI IWAPI APAC Apindo
ACARA Mendengar Keterangan Saksi dan Ahli dari Pemohon (V) Kamis, 19 Februari 2009, Pukul 10.00 – 12.54 WIB Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Prof. Dr. Moh, Mahfud MD, S.H. Prof. Abdul Mukthie Fadjar, S.H., M.S H.M. Akil Mochtar, S.H., M.H. Dr. Muhammad Alim, S.H., M.Hum Prof. Dr. Achmad Sodiki, S.H. Dr. M. Sanusi, S.H., M.Hum. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. Maruarar Siahaan, S.H.
Alfius Ngatrin, S.H.
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
1
Pihak yang Hadir: Kuasa Hukum Pemohon : -
Bambang Widjojanto, S.H., M.H. Jhon Pieter Nazar, S.H. M.H. Abdul Ficar Hadjar, S.H., M.H. Iskandar Sonhadji, S.H.
Pemohon : -
Hariadi Sukamdani (KADIN Indonesia) Dewi Motik (IWAPI) Ade Prima (APAC) Rina Fahmi (Iwapi) Sofyan Wanandi (Ketua Apindo) Beni Sutrisno (KADIN Indonesia) Eva (KADIN Indonesia) Rahma (KADIN Indonesia) Utama Kayo (KADIN Indonesia) Mas Ahmad Damiri (KADIN Indonesia)
Ahli dari Pemohon : -
Arief Siregar (Asosiasi Pertambangan) Dr. Faisal Basri (Ahli Ekonomi Makro) Jalal (Lungkar CSR Indonesia) Thimoteus Lesmana (Konsorsium Lesmana/Penggiat CSR)
Saksi dari Pemohon : -
Sinta (PT. Unilever Indonesia Tbk.) Jefry Mulyono (Ketua Asosiasi Tambang Batu Bara)
Pemerintah : -
Ilyas As’ad (Deputi Penataan Lingkungan, KLH) Widodo, S.H., M.H. (Kepala Biro Hukum Dept Perdagangan) Vipin Rosa ratnawati (Asdep Penengakan Hukum, KLH) Qomaruddin (Direktur Litigasi, Dep Hukum dan HAM) Mualimin Abdi (Kabag Penyajian pada Sidang MK, Departemen Hukum dan HAM)
DPR-RI : -
Jhonson Rajagukguk (Kepala Biro Hukum Setjen DPR-RI) Rudi Rochmansyah (Tim Biro Hukum Setjen DPR-RI)
2
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.00 WIB 1.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H.
Assalamualaikum wr.wb. Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi untuk mendengarkan keterangan saksi dan ahli untuk Perkara Nomor 53/PUUVI/2008 dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUKPALU 3X Selanjutnya dipersilakan Pemohon memperkenalkan semua yang hadir bersama Pemohon. 2.
KUASA HUKUM PEMOHON : JHON PIETER NAZAR, S.H., M.H.
Assalamualaikum wr.wb. Ketua Majelis dan Hakim Anggota Majelis
Konstitusi yang kami muliakan, Perkenalkan kami memperekenalkan diri, yang hadir pada persidangan hari ini, kami selaku Kuasa Pemohon 1 sampai 7 hadir 4 orang yaitu saya sendiri John Pieter Nazar, Bambang Widjojanto, Abdul Ficar Hadjar dan Iskandar Sonhadji. Sedangkan dari Pemohon asli juga telah hadir mewakili Kadin yaitu Hariadi Sukamdani sebelah saya, kemudian dari IWAPI Ibu Dewi Motik, Kadin dan mantan IWAPI, kemudian dari Apac itu Ade Prima sebelah saya, kemudian dari PT. Lilipanma, dalam hal ini tidak hadir, kemudian dari PT Kreasi Tiga Pilar Efry Latief tidak ada, kemudian ahli dan saksi fakta juga telah hadir yaitu ahlinya yang akan kami hadirkan pada hari ini adalah Saudara Thimoteus Lesmana yang pakai baju batik, kemudian Dr. Ir. Arif Siregar paling ujung, kemudian Dr. Faisal Basri on the way dalam perjalanan ke sini, Ketua. Kemudian Saudara Jalal paling ujung itu ahli. Kemudian Saksi Fakta yaitu Saudara Jefry Mulyono dari Ketua Asosiasi Pertambangan Batu Bara, kemudian Ibu Sinta dari PT. Unilever, kemudian Pak Sofyan Wanandi Ketua Apindo dan Kadin Bapak Beni SutrisnoK kemudian Saudari Eva, dan Saudara Rahma, dan Utama Kayo, dan Bapak Mas Ahmad Damiri. Demikian Ketua Majelis, terima kasih. 3.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Saya ngecek lagi, ahli siapa saja Pak, yang terakhir?
4.
KUASA HUKUM PEMOHON : JHON PIETER NAZAR, S.H., M.H. Yang ahli paling ujung kami perkenalkan Dr. Arif Siregar. Kemudian, yang ke dua Thimoteus Lesmana, kemudian Jalal, kemudian
3
Dr. Faisal Basri-nya masih dalam perjalanan belum hadir pagi ini. 5.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Jadi empat orang datang semua nanti ya? Yang saksinya?
6.
KUASA HUKUM PEMOHON : JHON PIETER NAZAR, S.H., M.H. Saksi faktanya Jefry Mulyono sama Ibu Sinta yang sebelahnya.
7.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Dua ya? Yang hadir dua ya? Oke, Terima kasih. Cukup? Ada yang datang lagi itu?
8.
KUASA HUKUM PEMOHON : JHON PIETER NAZAR, S.H., M.H. Ketua umum IWAPI Ibu Rina Fahmi baru datang.
9.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H.
Oke, terima kasih. Kepada Pemerintah, silakan. 10.
PEMERINTAH : QOMARUDDIN DEPARTEMEN HUKUM DAN HAM)
(DIREKTUR
LITIGASI
Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi dan salam sejahtera, Yang
Mulia Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati, para Pemohon dan Kuasanya, kami hadir Qomarudin dan bersama Mualimin Abdi dari Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, kemudian di sebelah kami Ibu Vipin dari Kementerian Lingkungan Hidup. Terima kasih. 11.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik terima kasih. Ada yang belum diperkenalkan dari sana? Sudah ya? Dari pihak Saksi Ahli sudah ya? Baik, Saudara sekalian, seperti saya sampaikan tadi bahwa hari ini kita akan mendengarkan keterangan ahli dan saksi. Nah, untuk itu saya persilakan dulu Pemohon untuk menyampaikan pokok-pokok permohonannya secara singkat agar nanti kita langsung nyambung dengan apa yang akan disampaikan oleh Saksi Fakta dan para ahli ini. Silakan.
12.
KUASA HUKUM PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Terima kasih, Pak Ketua. Secara singkat sebenarnya apa yang
4
hendak dipersoalkan oleh Pemohon adalah yaitu secara umum ingin dikatakan permohonan ini ditujukan untuk meletakkan filosofi dasar, konsep dan konteks social responsibility secara benar dan tepat, untuk secara umum seperti itu. Yang ingin dipersoalkan adalah bukan hanya pengujian materiil tapi juga pengujian formil dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 khususnya Pasal 74 dan penjelasan Pasal 74 dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007. Menurut Pemohon, Pasal 74 dan penjelasan Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 itu dirumuskan tidak sesuai dengan filosofi dasar, teori, maupun prinsip-prinsip dari CSR sehingga menimbulkan ketidakpastian, diskriminasi dan melanggar efisiensi keadilan. Hal inilah yang kemudian menjadi dasar bagi Pemohon untuk mengajukan permohonan judicial review ini. Bagian yang terakhir perumusan Pasal 74 dan penjelasannya yang mengubah prinsip dasar CSR menjadi legal obligation itu potensial menimbulkan implikasi yang tidak perlu dan bahkan kemudian bisa menjadi masalah-masalah baru yang dapat menyebabkan kemudaratan. Itu sebabnya melalui Mahkamah Konstitusi ini para Pemohon mengajukan permohonan. Dan untuk diketahui Pak Ketua, Pemohon ini tidak hanya sekedar korporasi, ada beberapa korporasi seperti PT. Lilipania PT. Apac dan PT. Kreasi Tiga Pilar tapi juga ada asosiasi pengusaha yaitu Kadin, IPMI dan IWAPI, kira-kira itu secara singkat permohonan dari Pemohon. 13.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Cukup?
14.
KUASA HUKUM PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Apa kepentingannya dengan ahli, mungkin supaya nanti menghantar masuk ke ahli. Kami menghadirkan ahli dan saksi. Saksi akan menjelaskan bahwa CSR itu sebenarnya sudah dilakukan oleh sebagian korporasi dan itu dilakukan secara benar secara baik dan ada contoh-contohnya dari Unilever, dari Asosiasi Tambang kendati tidak ada aturan yang memaksa, tapi juga kemudian mungkin nanti akan dijelaskan aturan-aturan yang memaksa itu potensial menyebabkan harmoni yang sudah terjadi ini terganggu, itu yang pertama.
15.
KUASA HUKUM PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Saksi Ahli Saudara Faisal Basri akan menjelaskan dari perspektif ekonomi makro bahwa penerapan-penerapan kebijakan yang bersifat legal obligation itu menimbulkan masalah dari sisi overhead cost production menjadi tinggi dan ini malah tidak mendukung situasi yang lebih kondusif apalagi sekarang ini ada financial crisis yang berdampak di
5
Indonesia yang dampaknya akan berkembang pertengahan dan akhir tahun. Pak Thimoteus beliau adalah salah seorang ahli dan penggiat CSR yang mengikuti beberapa asosiasi yang concern terhadap CSR. Beliau akan bisa menjelaskan dari perspektif itu dalam konteks Indonesia. Saudara Jalal juga mempunyai pengetahuan yang cukup memadai untuk menjelaskan mengenai konteks CSR dalam perspektif internasionalnya, ini akan digabung. Sedangkan Pak Arief Siregar beliau juga salah seorang ahli yang sekarang di asosiasi pertambangan dan punya pengetahuan dan bahkan mungkin bisa menggabungkan bukan hanya pengetahuan tapi juga praktik pengetahuannya, ini yang mungkin bisa dilihat dari Pak Arief. Nah, sedangkan tadi sudah saya kemukakan, saksinya itu pelaku-pelaku usaha yang sudah menjalankan CSR, Ibu Sinta dari Unilever dan Pak Jefry dari tambang. Saya pikir itu pendahuluannya Pak Ketua, dan terima kasih. 16.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, terima kasih. Berikutnya kita ambil sumpah dulu kepada saksi yang beragama Islam, Ibu Sinta Kurniawati, silakan maju dulu untuk diambil sumpahnya. Bapak Arsyad, ini saksi ya? Ada saksi lain tidak? Tidak cuma satu. Ya, yang satu Katolik nanti sesudah ini.
17.
HAKIM KONSTITUSI : Dr. M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.Hum. Saudara
Saksi,
Bismillahirrahmanirrahim,
ikuti
lafal
sumpah
yang
saya
ucapkan!
“Demi Allah saya bersumpah, akan menerangkan sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya”. Terima kasih.
18.
yang
SAKSI DARI PEMOHON : SHINTA (PT. UNILEVER INDONESIA Tbk.)
Bismillahirrahmaanirrahim, “Demi Allah saya bersumpah, akan menerangkan yang sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya”. 19.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Kemudian Bapak Jefry Mulyono. Silakan Hakim Maria, ambil sumpah.
20.
HAKIM KONSTITUSI : Prof. Dr. MARIA FARIDA INDRATI, S.H., M.H. Bapak sebagai saksi? Bapak berjanji atau bersumpah? Bersumpah, oke. “Saya bersumpah akan menerangkan yang sebenarnya tidak lain
6
dari yang sebenarnya, semoga Tuhan menolong saya”. 21.
SAKSI DARI PEMOHON : JEFRY MULYONO (KETUA ASOSIASI TAMBANG BATU BARA) “Saya bersumpah akan menerangkan yang sebenarnya tidak lain dari yang sebenarnya, semoga Tuhan menolong saya”.
22.
HAKIM KONSTITUSI : Prof. Dr. MARIA FARIDA INDRATI, S.H., M.H. Terima kasih.
23.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Selanjutnya ahli yang beragama Islam Bapak Arif Siregar, Bapak Faisal Basri belum datang, Bapak Jalal. Silakan Pak Arsyad. Ini ahli, Pak.
24.
HAKIM KONSTITUSI : Dr. M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.Hum. Saudara Ahli ikuti lafal sumpah, Bismillahirrahmaanirrahim, “Demi Allah,” saya minta yang satu ikuti, ulangi ya! Bismillahirrahmaanirrahim, “Demi Allah saya bersumpah sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya”.
25.
SAKSI DARI PEMOHON : Dr. Ir. ARIF SIREGAR (ASOSIASI PERTAMBANGAN, DAN JALAL (LINGKAR CSR INDONESIA)
Bismillahirrahmaanirrahim, “Demi Allah saya bersumpah sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya. 26.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Selanjutnya, Bapak Thimoteus Lesmana.
27.
HAKIM KONSTITUSI : Prof. Dr. MARIA FARIDA INDRATI, S.H., M.H. “Saya bersumpah sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya, semoga Tuhan menolong saya”.
7
28.
AHLI DARI PEMOHON : THIMOTEUS LESMANA (KONSORSIUM LESMANA/PENGGIAT CSR) “Saya bersumpah sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya, semoga Tuhan menolong saya”.
29.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Terima kasih. Kita mulai dari saksi, silakan dipandu apakah langsung menerangkan atau dipandu dengan pertanyaan-pertanyaan, silakan.
30.
KUASA HUKUM PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Saya mohon kepada Pak Thimoteus sebagai ahli yang pertama memberikan kesaksian. Oh, saksi dulu? Kalau saksi dulu saya mohon kesediaan Pak Jefry. mohon maaf Pak Jefry, untuk mengemukakan kesaksiannya. Bapak boleh duduk di situ, boleh juga menggunakan
stage.
31.
SAKSI DARI PEMOHON : JEFRY MULYONO (KETUA ASOSIASI TAMBANG BATU BARA) Bapak Majelis yang saya hormati, Izinkanlah saya menyampaikan dulu dari mulai konsepnya bagaimana kita melakukan community development atau CSR di dunia tambang yang saya kuasai pada umumnya. Saya akan mulai, jadi yang kami ketahui latar belakang saya lebih ke engineering sebagai sarjana tambang yang tumbuh menjadi anggota manajemen dan saya menyadari bahwa kewajiban pemberdayaan masyarakat itu ada di bawah tanggung jawab pemerintah namun terutama ketika krisis 78-79, ketika euforia mulai tumbuh dan masyarakat tidak terberdayakan maka timbul konflik-konflik horizontal dan sebagainya di lapangan terutama yang berhubungan dengan area yang luas dimana perusahaan tambang salah satunya. Karena itu, kemudian timbul kesadaran-kesadaran dari para pelaku tambang, kesadaran ini juga tidak tumbuh dengan sendirinya, harus dengan dorongan dari manajemen yang menyadarkan kepada mereka bahwa ketika pemberdayaan masyarakat yang ditanggungjawabi oleh pemerintah itu tidak efektif, bukan sama sekali tidak, tetapi tidak efektif maka dunia usaha yang diberi “berkah” lebih baik harus turun untuk melakukan perbaikan-perbaikan. Dari situ timbul suatu moral movement gerakan-gerakan moral untuk coba mengelompokkan kepentingan yang diminta oleh masyarakat. Jadi di sini saya melihat bahwa tahun 1945 sampai 1997, itu 52
8
tahun seharusnya masyarakat sudah cukup berdaya tetapi ternyata terutama di daerah yang remote itu banyak yang ketinggalan, sehingga dengan berubahnya rezim timbul euforia-euforia yang mengakibatkan konflik-konflik yang terjadi. Akibat positif yang kita lihat adalah timbul kesadaran dunia industri untuk memberdayakan masyarakat yang kemudian dikenal dengan program community development yang dapat digambarkan sebagai berikut, ini kita coba masukkan ke ESDM untuk melakukan pengaturan, jadi kalau perusahaan tambang mulai masuk ke suatu daerah tidak peduli dia sudah untung atau tidak, pemberdayaan masyarakat di sudut yang orange itu, itu harus sudah mulai jadi, jangan menunggu untung tetapi harus sudah mulai. Kemudian kita coba bikin skema sebagai berikut, jadi pemerintah seharusnya bertanggung jawab kepada masyarakat untuk memberdayakan masyarakat, harus ada pembinaan, bantuan dan sebagainya. Kemudian karena pembinaan kurang efektif maka perusahaan pertambangan masuk ikut sebagai dengan program Comdev nya antara pemerintah dan dunia usaha ini harus ada komunikasi. Apa latar belakang perusahaan untuk melakukan ini lebih ke moral obligation. Kami jumpai bahwa tidak semua perusahaan melakukan Comdev, sehingga perlu diatur dari segi sektor. Jadi kami berkomunikasi dengan pemerintah juga untuk memasukkan kewajiban community development ke dalam rencana kerja dan anggaran belanja tahunan, supaya di situ kelihatan persis apa yang akan dilakukan sehingga kemudian namanya berubah menjadi Corporate Social Responsibility. Nah, di dalam pelaksanaannya pemerintah, dunia usaha dan institusi lain bekerja sama untuk melakukan aktivitas ini. Kemudian latar belakang yang kami pakai untuk sosialisasi mengenai community development ini saya ibaratkan sebagai pembinaan suatu keluarga, ketika sepasang sejoli ingin berkeluarga dan punya citacita untuk mempunyai anak yang mandiri, sarjana dan sebagainya, maka banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan yaitu satu harus mempunyai penghasilan yang baik. Kemudian yang ke dua, situasi keluarganya harus baik, kemudian kesehatan sewaktu hamil harus dijaga dan sebagainya. Jadi community development itu seperti mengembangkan suatu keluarga. Tujuan akhirnya adalah supaya membawa masyarakat yang di kondisi tergantung dan miskin menjadi kaya atau berada dan mandiri. Kemudian yang berikutnya kami mencoba membagi selalu kepada empat kelompok, pertama kesehatan, karena kita yakin kalau anak-anak itu tidak sehat, tidak mungkin bisa mendapat pendidikan yang baik. Ketika sehat dan pendidikannya baik, maka ekonominya juga harus dijaga supaya mendukung keduanya, baru terakhir kebudayaan. Saya kira itu pengantar pertama sebagai konsepnya, kemudian fakta yang saya hadapi di lapangan adalah masing-masing perusahaan akan ketemu dengan masyarakat yang berbeda-beda. Masyarakat di Pulau Jawa dengan masyarakat di Kalimantan dengan masyarakat di
9
Papua itu punya keterbatasan yang berbeda dan punya kelebihan yang berbeda. Sehingga dari situ masing-masing harus melakukan aktifitas sesuai dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat di sana. Jadi suatu hal yang kami selalu garisbawahi ke pemerintah melalui ESDM untuk tidak mengatur secara baku, karena kebutuhan masyarakat di Jawa dengan kebutuhan masyarakat di Papua itu total berbeda. Apa yang kita lihat di lapangan mengacu kepada kesehatan, pendidikan, ekonomi dan kebudayaan itu biasanya yang ketiga pertama itu didahulukan. Karena kalau masyarakat sudah berdaya maka kebudayaannya akan berkembang dengan sendirinya. Jadi pertama dari kesehatan yang saya lihat apakah di Kalimantan, di Sumatera saya tidak banyak melihat, di Papua itu saya lihat memang kesehatan itu menjadi fokus pertama tanpa ada jaminan kesehatan untuk masyarakat yang tidak tersentuh oleh pemerintah, maka sulit untuk kita meningkatkan pendidikannya. Kemudian kita lihat apa kekurangan yang disediakan oleh pemerintah dalam hal pendidikan di situ juga diisi, apakah itu program muatan lokal pendidikannya, apakah pemberdayaan gurunya, apakah sarana pendidikannya termasuk sarana dan prasarana untuk murid-murid itu sendiri. Kita sadari bahwa sambil menunggu kesehatan dan pendidikan yang baik, ekonomi juga harus digerakkan. Jadi kita mulai dengan misalnya pengembangan peternakan ikan, peternakan ayam, pertanian, tidak semua bangsa kita itu mengenal pertanian. Jadi masyarakat yang pemburu dan peramu biasanya tidak pandai untuk bertani, sehingga untuk itu harus melakukan evolusi memperkenalkan kepada mereka bagaimana sebaiknya bertani begitu. Jadi kemudian di sudut lain di dalam kegiatan training kecil-kecilan dibantu untuk membuat koperasi, membuka toko dan sebagainya. Itu ketiganya adalah saling berkaitan kesehatan, pendidikan dan ekonominya. Jadi tidak bisa satu ditinggalkan. Kemudian yang terakhir baru kebudayaannya akan tumbuh sesuai dengan kemandirian masyarakat itu. Sedangkan mengenai contoh-contohnya banyak sekali dan saya tidak mugkin menyajikan di sini satu persatu, tetapi saya siap untuk dipertanyakan lebih dalam. Mungkin itu yang bisa saya sampaikan kepada Majelis Hakim yang terhormat. Terima kasih. 32.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Apa ada yang mau diperdalam dari Pemohon, sebelum ke saksi berikutnya?
33.
KUASA HUKUM PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Saya ingin, Bapak bisa menjelaskan kepada kami, dengan keragaman masyarakat sehingga treatment mengenai CSAR melalui salah satu kegiatannya community development berbeda-beda itu yang menyebabkan tadi disebutkan oleh Bapak tidak memungkinkan
10
pemerintah mengatur secara baku. Bisakah Bapak menjelaskan lebih jauh apa maksudnya meminta kepada pemerintah tidak mengatur secara baku dan kalau itu diatur apa implikasinya sebenarnya? 34.
SAKSI DARI PEMOHON : JEFRY MULYONO (KETUA ASOSIASI TAMBANG BATU BARA) Terima kasih, Pak. Saya coba menjelaskan, kebetulan saya agak lama di Kabupaten Berau, dimana masyarakat utamanya adalah masyarakat Dayak, dari mulai yang nomadik sampai sudah menetap, ada masyarakat Melayu yang umumnya sudah menetap di kota. Ketika memperkenalkan pertanian kepada masyarakat yang sudah di kota, mudah sekali. Tetapi ketika kita bersentuhan dengan masyarakat yang nomadik, menanam saja buat mereka, dalam tanda petik, haram atau rikuh begitu. Jadi sementara lahan mereka hidup berkurang karena kegiatan-kegiatan ekonomi, maka kita harus memperkenalkan bagaimana cara bertanam secara evolusi. Mulai misalnya kalau dia berburu babi kita coba ajari bagaimana berternak babi. Kalau dia biasa nembak ayam atau nyumpit ayam kita coba kasih bibit-bibit ayam. Yang kami lakukan itu umumnya mati semua, Pak. Periode pertama, priode ke dua, dan sebagainya sampai akhirnya mereka bisa. Kalau kita bandingkan dengan suku yang Melayu ketika kita perkenalkan, atau Dayak yang sudah di kota, diperkenalkan mengenai peternakan ayam, segera sudah tahu bikin kandang ayam dan sebagainya. Saya coba lari ke Papua, saudara saya yang di Papua yang katanya pakai koteka itu punya hak asasi untuk menggunakan koteka. Ketika kita paksa untuk pakai baju dia marah, karena dia tidak biasa pakai baju. Nah, masyarakat kota mengatakan teman-teman di Papua, perusahaan itu tidak melakukan apa-apa. Tidak! Mereka melakukan itu, cuman lebih jauh lagi mereka pertama harus memperkenalkan bagaimana berkomunikasi antar suku misalnya, kemudian bagaimana menutup kata kita aurat kata mereka masalahnya tidak ada, begitu. Kita bilang aurat, tetapi sebetulnya yang kita perkenalkan bagaimana mereka melindungi badannya daripada terik matahari dan kedinginan. Baru kemudian diajari sekolah. Jangankan sekolah, pakai baju saja tidak bisa kok, tetapi itu saudara kita begitu. Jadi kalaupun pemerintah mengatur perlakuan seperti suku Melayu dan suku Papua ya gagal begitu. Dan saya melihat kegagalan ini di Australia itu gagal sekali. Menurut saya pemberdayaan Aborigin di Australia menurut saya, saya bukan ahli totally gagal. Karena apa? Mereka dibantu lebih banyak daripada orang yang bukan Aborigin tetapi kondisinya tidak berubah. Mungkin itu yang bisa saya jelaskan, Pak.
11
35.
KUASA HUKUM PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Yang ke dua Pak, Saudara Saksi. Apakah ada implikasi ketika aturan atau CSR atau yang bersifat sukarela voluntarily itu kemudian diubah menjadi sebuah rumusan yang bersifat legal obligation? Secara faktual atau potensial menurut dalam pengalaman, jadi ini bukan Ahli ya, dalam pengalaman Saudara sebagai saksi di perusahaan di korporasi dimana anda bekerja, apakah ada itu muncul potensial maupun faktual implikasi kalau dirumuskan itu menjadi sebuah kewajiban hukum ?
36.
SAKSI DARI PEMOHON : JEFRY MULYONO (KETUA ASOSIASI TAMBANG BATU BARA) Terima kasih, Pak. Sangat Pak, ketika saya bersahabat secara harmonis dengan masyarakat lain, kita kan tahu tidak boleh menampar, tidak boleh menjewer, tidak boleh menyakiti. Tetapi kalau itu diatur kemudian persahabatan ini menjadi kaku sekali begitu, tidak ada lagi moral, itu yang kita lihat di lapangan. Ketika misalnya kita mau membantu berternak ayam, kalau ayamnya mati ya sudah, namanya teman kok, tetapi kalau diatur kita harus bertanggung jawab dan sebagainya, itu persahabatan yang diatur itu tidak mungkin. Ke dua, ada juga keinginan-keinginan lain, jauh sebelum diatur ada beberapa pemerintah daerah yang mengaharapkan budget community development itu masuk ke APBD. Saya sebagai pelaku, saya mengatakan ”Tidak hukumnya gitu!”, karena bapak-bapak pemerintah seharusnya bahwa pendapatan pajak dan sebagainya itu memberdayakan bangsa saya gitu. Bahwa itu tidak efektif dan kemudian kita melakukan, yang mestinya didorong dengan moral obligation yang penuh, kemudian kita bersama-sama masuk kepada rencana pengembangan tahunan daripada pemerintah daerah. Kalau ini diatur, menjadi kaku sekali. Kemudian ada implikasi dari Pasal 74 Undang-Undang Nomor 40 kalau tidak salah, itu mendorong pemerintah daerah untuk lebih demanding masuk ke APBD. Saya sering berdialog dengan para bupati umumnya, saya bilang kalau kita membantu peternakan ikan kemudian ada orang menyetrum pakai listrik kemudian ikannya mati, itu keluarnya dari Pemda, itu orangnya itu bisa dipenjara itu, padahal yang menyetrum listrik orang lain dan tidak mungkin ditunggu 24 jam. Maka untuk seperti itu saya keberatan untuk masuk ke APBD. Tapi manakala saya membuat asrama untuk anak-anak yang terlantar misalnya, itu boleh dimasukkan ke APBD tapi keluar SP Nihil dan saya tidak mau pemerintah daerah ikutikut mengawasi itu. Karena ini gerakan moral. Kalau gerakan moral saja musti dikontrol, susah. Ya seperti yang saya ceriterakan tadi. Mungkin itu yang bisa saya jelaskan, terima kasih.
12
37.
KUASA PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Cukup, Pak. Terima kasih, Pak. Mohon maaf, dari saya cukup tapi dari kolega lain bisa ada pertanyaan.
38.
KUASA PEMOHON: ISKANDAR SONHADJI, S.H. Saudara Saksi juga mempunyai kedudukan sebagai Ketua Asosiasi Tambang Batubara ya Pak ya? Di dalam pelaksanaannya pertambangan itu apakah hanya dijalankan oleh suatu perseroan atau ada bentukbentuk badan usaha yang lain?
39.
SAKSI DARI PEMOHON : JEFRY MULYONO (KETUA ASOSIASI TAMBANG BATU BARA) Jadi kalau saya bisa kelompokkan ekstrim, yang satu perusahaanperusahaan yang legal, yang satu lagi badan hukum yang tidak jelas melakukan aktifitas yang ilegal. Diantaranya macam-macam misalnya ada perusahaan yang punya hak legal tetapi tidak melakukan kompetensi penerapan teknisnya misalnya yang saya kenal dalam di batubara sebelum melakukan feasibility study harus melakukan eksplorasi mungkin 6 bulan sampai 12 bulan, kemudian melakukan feasibility study, kemudian baru melakukan Amdal, baru boleh menambang. Karena Amdal ini Amdal dan Amdas isinya, analisa mengenai dampak lingkungan dan dampak sosial. Di situlah pemerintah melalui ESDM membaca content-nya, Pak. Saya lihat cukup banyak organisasi terutama yang kecil dan setengah besar, itu yang hari ini dapat konsesi, besok punya FS, lusa punya Amdal, hari ke empat sudah menambang, ini yang saya bilang ilegal. Barangkali pemerintah itu lebih melihat yang ini, ketimbang yang sudah baik diatur-atur begitu. Karena ini lepas kontrol. Mudah-mudahan saya menjawab pertanyaan Bapak.
40.
KUASA PEMOHON : ISKANDAR SONHADJI, S.H. Misalnya ada koperasi, ada koperasi jenis menjalankan pertambangan atau bentuk badan hukum?
41.
usaha
yang
SAKSI DARI PEMOHON : JEFRY MULYONO (KETUA ASOSIASI TAMBANG BATU BARA) Ada, Pak.
42.
KUASA PEMOHON : ISKANDAR SONHADJI, S.H. Jadi kalau menurut Saudara bahwa nanti misalnya suatu perseroan itu harus menjadikan CSR, koperasi ini berarti tidak kena,
13
karena tidak diatur. Menurut Saudara ini diskriminasi atau tidak menurut pendapat Saudara? 43.
SAKSI DARI PEMOHON : JEFRY MULYONO (KETUA ASOSIASI TAMBANG BATU BARA) Sangat, Pak. Maaf pak, jadi tadi saya lupa menjelaskan itu, memang betul Pak itu salah satu diskriminasi. Perusahaan yang legal yang sudah melakukan tanggung jawab moralnya dengan baik, mau diatur lebih kaku. Yang liar ini malah didiamkan, didiskriminasi dalam undang-undang ini, yang menyebabkan dispute yang terjadi di antara para pengusaha sendiri.
44.
KUASA PEMOHON : ISKANDAR SONHADJI, S.H. Saya misalnya koperasi atau KUD dan sebagainya kan banyak yang melaksanakan usaha tambang itu banyak?
45.
SAKSI DARI PEMOHON : JEFRY MULYONO (KETUA ASOSIASI TAMBANG BATU BARA) Banyak, Pak.
46.
KUASA PEMOHON : ISKANDAR SONHADJI, S.H. Artinya misalnya tidak liarpun dia tidak akan kena, tidak terjangkau dengan Undang-Undang CSR, maksud saya begitu.
47.
SAKSI DARI PEMOHON : JEFRY MULYONO (KETUA ASOSIASI TAMBANG BATU BARA) Ya betul, Pak.
48.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Silakan Bapak kembali ke tempat. Saksi berikutnya?
49.
KUASA PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Saksi berikutnya adalah Ibu Shinta.
50.
SAKSI : SHINTA (PT. UNILEVER INDONESIA Tbk.) Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang kami hormati. Kami dari Tim CSR Unilever Indonesia mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk menyampaikan cakupan CSR dan
14
bagaimana kami di perusahaan kami melakukan kegiatan CSR ini. Pertama kali kami akan menjelaskan bahwa dalam presentasi kami akan dibagi dalam tiga bagian. Yang pertama adalah kebijakan Perusahaan Unilever karena Unilever ini adalah Multinational Company, jadi kami punya perusahaan induk di Inggris sana, kemudian nanti juga akan diterangkan mengenai bagaimana kita merencanakan kerangka strategis ini untuk Indonesia dan melakukan evaluasi dan monitoringnya. Yang pertama adalah untuk kebijakan, saya hanya ingin sedikit mengulas apa yang dimaksudkan dengan kerangka CSR Unilever secara global. Yang merupakan kegiatan CSR bagi kami di Unilever adalah kegiatan yag menyeluruh, artinya sejak kami mengkonsep suatu produk, itu kita sudah mengkaitkan seluruh kaidah-kaidah yang hubungannya dengan sosial, dengan lingkungan dan dengan konsumen/masyarakat pemakai produk kita. Seberapa banyak dan sejauh mana pembinaan yang kita lakukan juga kita berikan kepada para pemasok bahan baku yaitu supplier dan tentunya pada saat kami memproduksi produk-produk kami di pabrik sudah mengacu kepada aspek-aspek lingkungan dan pada saat pendistribusian barang, kami bekerja sama dengan mitra distributor kami yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia, dan yang terakhir adalah pada saat kami memasarkan produk. Pada akhirnya semua masukan dari kegiatan rantai usaha ini menjadi masukan kembali bagi para ahli kami pada saat mereka menyusun produk. Jadi ini suatu siklus yang berkesinambungan. Saya akan menjelaskan sedikit mengenai apa itu misi Unilever secara global. Unilever secara global memiliki misi menambah vitalitas dalam kehidupan. Dan ini mencakup tiga aspek penting yaitu aspek untuk meningkatkan nilai-nilai sosial, aspek mengurangi dampak terhadap lingkungan, dan aspek yang intinya ingin meningkatkan vitalitas dari individu, mereka yang menggunakan produk-produk Unilever. Apa hubungannya dengan kerangka CSR di Unilever sendiri. Jadi dari misi Unilever yaitu menambah vitalitas kehidupan, kami mempunyai empat fokus utama yaitu di bidang nutrisi dan kebersihan, di bidang pertanian yang berkelanjutan yang ada hubungannya dengan sourcing ataupun pengadaan bahan baku, kemudian inovasi yang berpihak pada lingkungan serta menciptakan kehidupan yang lebih baik terutama bagi kaum perempuan melalui program-program pemberdayaan. Saat ini saya akan masuk khusus untuk Unilever Indonesia. Unilever Indonesia sudah ada di Indonesia sejak tahun 1933 dan meliputi berbagai rangkaian produk baik kebersihan dan perawatan tubuh maupun juga produk makanan dan es krim. Lokasi pabrik kami tersebar di berbagai lokasi, dan jumlah karyawan hampir sekitar 3.000 dan pemasok kurang lebih sekitar 240 dan tadi sudah saya sebutkan mitra kerja kami yaitu distributor yang tersebar di seluruh Indonesia. Visi dan misi yang pertama bagi kami di Unilever Indonesia adalah
15
menjadi pilihan pertama dari konsumen, pelanggan dan yang terpenting adalah komunitas. Bagi Unilever menghadapi masalah sosial, ekonomi dan lingkungan adalah bagian yang terintegrasi dalam misi vitalitas dan strategi bisnis Unilever. Ini menjelaskan beberapa slide pendahulu yang tadi saya sudah tunjukkan. Di Indonesia kami melihat kerangka CSR itu sebagai upaya kami untuk memastikan bahwa usaha bisnis kami ini mengalami proses yang berkelanjutan dan tidak hanya ad hoc dan ini mencakup lingkup baik dari awal kami mencari bahan baku, diproses supply chain atau rantai produksi sampai pada saat kita harus mengolah bahan baku tersebut menjadi produk di pabrik kami sebagai dampak kegiatan berproduksi dan juga bagaimana kami menyebarkan produkproduk kami ke seluruh Indonesia. Dan yang terakhir tentunya adalah pada saat kami harus berhubungan langsung dengan masyarakat melalui berbagai kegiatan masyarakat. Jika Bapak dan Ibu Majelis Hakim yang terhormat tadi melihat kerangka acuan dari global, kita melihat bahwa ini yang dilakukan oleh Unilever Indonesia sudah selaras dengan strategi yang dicanangkan oleh Unilever. Saya akan masuk secara bertahap mulai dari rantai produksi. Prinsip-prinsip CSR sudah terintegrasi sebagai bagian dari bisnis inti, ini merupakan salah satu contoh saja bagaimana dari sisi pemasok atau supplier kita mengembangkan usaha kecil menengah. Empat prinsip yang kita terapkan di sana adalah satu tumbuh dan berkembang bersama masyarakat termasuk petani, lalu memberikan akses atau jaminan pasar karena kami akan menyerap semua outputnya, lalu kami juga mengadakan pelatihan dan pengembangan teknik dan keahlian manajemen dan yang juga penting adalah fasilitasi untuk pengadaan modal karena tanpa ini rasanya sebuah usaha bisnis tidak akan bisa berlangsung. Dampak yang berikutnya adalah pada saat kami melakukan kegiatan produksi di pabrik kami, kami pastikan bahwa kami menerapkan prinsip CSR ketika merencanakan satu produk kita menggunakan teknologi yang juga ramah lingkungan termasuk penanganan aspekaspek lingkungan hidup di sekitar pabrik tempat kami beroperasi. Sedangkan untuk rantai distribusi ini merupakan penciptaan lapangan pekerjaan bagi pengusaha lokal karena mitra kami tidak hanya para distributor tetapi juga adalah masyarakat sekitar yang juga diberdayakan dengan keberadaan dan operasi dari masing-masing distributor tersebut. Salah satu aset yang paling penting bagi perusahaan yaitu adalah sumber daya manusia. Kami melihat sumber daya manusia tidak sebagai subyek tetapi mereka adalah pelaku dari usaha bagi PT. Unilever Indonesia. Untuk itu kami senantiasa memastikan bahwa suasana bekerja bagi para karyawan kami itu benar-benar bisa memacu motivasi dan kreasi dalam bekerja. Salah satu fasilitas yang kami pastikan bagi para karyawan kami adalah adanya pusat kebugaran bagi para karyawan kami karena setelah jam kerja yang cukup lama memastikan bahwa mereka tetap fit dan bagi para ibu-ibu yang masih memiliki anak balita
16
kami juga menyiapkan nursery ataupun day care dan ini merupakan salah satu yang bisa membantu para karyawan kita bisa bekerja secara optimal. Di hal lain kami juga selalu memastikan konsep efisiensi dari penggunaan energi dan air dan ini adalah salah satu upaya kami mereduksi atau meminimalkan dampak terhadap pemanasan global. Aset kedua kami yang tidak kalah pentingnya adalah brand atau merek Unilever, yang saya tunjukkan di sini adalah Pepsodent kebetulan, dan Pepsodent atau setiap brand Unilever itu memiliki misi sosial. Khusus untuk Pepsodent dalam hal perawatan gigi dan gusi memiliki misi yaitu membebaskan anak Indonesia dari gigi berlubang dan itu kita terjemahkan dalam bentuk kegiatan kemasyarakan atau kampanye sikat gigi. Rasanya sederhana dan simpel tetapi bisa dibayangkan kalau anakanak Indonesia itu tidak melakukan hal ini dengan baik maka mereka akan terancam dengan masalah kesehatan gigi dan gusi yang tentunya tidak akan menjadikan mereka generasi yang sehat di masa yang akan datang. Dari segi perencanaan kami melakukan metode kerja seperti yang ada di layar. Strategi kami yang pertama kali adalah kami ingin memastikan bahwa setiap program yang kami lakukan memiliki relevansi. Relevansi tidak hanya pada bisnis itu sendiri tetapi relevansi kepada masyarakat penerima manfaat, karena itu yang akan memastikan program itu akan berjalan terus menerus secara berkesinambungan tidak hanya satu kali atau ad hoc saja. Kemudian yang kita coba bangun adalah model program, kami percaya dengan adanya model sesuatu yang sifatnya sudah kami bakukan itu akan memastikan bisa bekerja dengan sendiri atau self automatic karena kita percaya setiap programprogram yang kami lakukan dengan basis masyarakat, masyarakatlah yang akan menjadi pemilik dari program tersebut. Unilever mungkin di situ hanya sebagai pihak atau promotor. Kemitraan kita lakukan karena tidak mungkin hanya Unilever sendiri yang melakukan tetapi kemitraan ini kita lakukan dengan berbagai pihak apakah itu pemerintah, apakah itu LSM maupun masyarakat itu sendiri sebagai bagian utama dari program. Yang terakhir adalah replikasi. Jadi nanti dalam perjalanannya biasanya kami mulai dari satu daerah kemudian kita akan belajar mengenai hal-hal yang penting untuk bisa kita lakukan peningkatan sebelum kita replikasikan ke daerah lain. Jadi ini sudah kami jalankan untuk program-program lingkungan hidup maupun program-program kemitraan dalam pemberdayaan petani. Yang kami ingin lakukan dari segi implementasi itu adalah kita punya mimpi yang besar. Jadi visi kita untuk satu program itu sangat besar karena kita ingin apapun yang kita ingin lakukan itu berdampak atau mempunyai dampak yang dengan skala yang nasional, tetapi kita akan mulai dengan satu langkah kecil sehingga setelah kita melakukan pembelajaran kita bisa replikasikan secara cepat dan kita akan berbagi setelah kita berkarya. Pemangku
17
kepentingan ataupun stakeholders bagi PT. Unilever Indonesia kita punya internal stakeholders atau stakeholders di dalam, mereka adalah seluruh divisi terkait dalam perusahaan tetapi juga kita memiliki external stakeholders atau kemitraan di luar, mereka adalah pemerintah, LSM, institusi, media dan juga mitra lain. Jadi ini adalah berbagai pihak yang sampai saat ini sudah melakukan kerjasama bersama Unilever untuk mengerjakan berbagai macam program CSR di masyarakat. Saya berikan contoh untuk dua hal saja, program lingkungan program Unilever green and clean ini merupakan salah satu contoh bagaimana program CSR berbasis komunitas yang ingin memberdayakan mereka menjadi agen perubahan lingkungan. Mengapa ini penting? Karena kita melihat relevansi permasalahan terutama kota besar adalah permasalahan sampah dan rasanya kalau semua ini dibebankan kepada pemerintah sendiri akan terlalu berat. Kami dari sektor swasta melihat bahwa dari sisi masyarakat kami bisa melakukan sesuatu, kami punya kapasitas dan kami juga punya beberapa expertise yang bisa kami gandeng dalam kemitraan untuk menggulirkan program ini. Program ini sangat sederhana, hanya sekedar pemilahan sampah tetapi yang menjadi kekuatan program ini adalah karena kita memberdayakan setiap pemuka-pemuka masyarakat untuk menjadi contoh bagi masyarakat lainnya dan ini yang kita gulirkan bagaimana mereka bisa melakukan ini secara mandiri sehingga walaupun suatu saat nanti Unilever sudah tidak ada di situ, program ini akan terus berjalan. Jadi ini adalah contoh bagaimana perjalanan program green and clean sejak tahun 2000 kita mulai di Surabaya di bantaran Kali Brantas saat itu tidak terpelihara, gersang, tetapi pada saat program sudah masuk itu terjadi perubahan yang cukup signifikan, tidak hanya untuk penampilan fisik, Bapak Ibu, tetapi kalau Bapak Ibu nanti berkesempatan hadir, Bapak Ibu bisa melihat bahwa nilai-nilai sosial hubungan antara satu rumah dengan rumah yang lain itu menjadi lebih akrab, nilai-nilai sosial lainpun tetap terpelihara. Program lingkungan kami tidak berhenti di situ Bapak Ibu, tetapi terus bergulir menjadi salah satunya adalah program daur ulang sampah kering. Di sini kami mencoba menyentuh pemberdayaan kaum perempuan karena ibu-ibu ini mempunyai kapasitas kita mencoba masuk dengan teknologi sederhana kita bawa ahlinya untuk membantu mereka untuk mendirikan sebuah small entrepreneurs atau wirausaha. Ini adalah beberapa mitra yang kami gandeng dalam program green and clean dan ini adalah replikasi yang kami sampaikan sebelumnya. Jadi dari Surabaya sejak tahun 2005 bergulir sampai tahun 2008 baik dari jumlah kader lingkungan maupun jumlah wilayah yang dicakup, kemudian bergulir ke Jakarta, kemudian dilanjutkan dengan Jogyakarta dan Makassar dan kota-kota lain di tahun 2009. Ini adalah gambaran mengenai replikasi areanya. Sedangkan contoh kedua adalah pengembangan pengusaha kecil dan menengah khususnya di sini adalah pemberdayaan petani. Latar belakang dari program ini sebenarnya ada latar belakang
18
kebutuhan bisnis dimana Unilever Indonesia memerlukan pasokan kedelai hitam dengan kualitas dan kuantitas tertentu tetapi secara kontinyu, karena yang kita dapatkan pasokan di pasaran yang ada saat itu tidak memadai dan sessional bersifat musiman. Padahal pada saat kita melakukan proses produksi kita perlu pasokan ini secara terus menerus. Di sisi lain petani sebagai pelaku produksi dari produk kedelai hitam ini menginginkan kepastian harga dan pasar bagi produk pertaniannya di samping mereka juga membutuhkan kebutuhan atas peningkatan teknis berbudidaya. Ini merupakan potensi kerja sama juga untuk mengemban misi sosial brand bango itu sendiri karena memang misi sosial dari brand ini ingin memastikan bahwa semua yang terkait dalam rantai produksi produk ini itu bisa mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik. Dari situ bergulirlah program pengembangan petani kedelai hitam. Nah ini strateginya bahwa Unilever Indonesia dari sisi bisnis difasilitasi oleh Yayasan Unilever Indonesia dan kita bermitra dengan petani melalui koperasi atau SME yang secara terus menerus melakukan program kemitraan ini sehingga bisa berjalan dengan lancar. Ini adalah model kemitraannya, kami dibantu juga oleh Tim dari Universitas Gajahmada sebagai tim bimbingan teknis di lapangan. Programnya kita mulai di Bantul saat awal, tetapi saat ini sudah kita replikasikan di lebih dari 7 kabupaten, baik di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Yang tidak kalah pentingnya adalah monitoring dan evaluasi, ini memungkinkan bahwa kita melakukan tanggung jawab kepada para stakeholders karena Unilever Indonesia juga merupakan perusahaan publik, maka kita juga harus melaporkan semua kegiatan yang berkaitan dengan bisnis Unilever itu sendiri yang kita lakukan secara berkala apakah itu mingguan maupun itu laporan tahunan atau berkala lainnya. Evaluasi kita lakukan tidak hanya oleh internal tetapi juga kita lakukan dengan pihak luar. Apa kira-kira yang menjadi manfaat bagi masyarakat itu sendiri? Saya berikan contoh mungkin untuk kedelai hitam, yang pertama tentunya untuk masyarakat adalah mereka memiliki akses pasar ini sangat penting, karena tanpa jaminan pasar, rasanya hasil produksi mereka tidak akan berarti banyak bagi perubahan kesejahteraan mereka. Yang kedua, mereka mendapatkan tambahan ilmu bertani yang lebih baik karena memang membawa expert-nya yaitu tim dari UGM, dan yang penting juga pendapatan tambahan dari ibu-ibu petani kedelai hitam, karena kami memiliki kesempatan untuk melakukan pemberdayaan bagi para ibu-ibu kelompok binaan ini. Bagi pemerintah mereka melihat bahwa dengan adanya mitra ini, ini dapat membantu mencapai sasaran program yang dicanangkan pemerintah karena memang kedelai ini merupakan salah satu komoditas yang memang penting. Bicara mengenai evaluasi, evaluasi program tidak hanya dilakukan secara internal tetapi pihak independen yaitu Okfam salah satu LSM internasional itu juga pernah meneliti mengenai dampak
19
usaha bisnis Unilever Indonesia kepada masayarakat. Nah salah satu kesimpulan riset dari Okfam ini bahwa dengan adanya keberadaan bisnis Unilever di Indonesia itu mampu menciptakan lapangan kerja sebanyak 300 ribu. Jadi kalau dibandingkan dengan jumlah karyawan kurang lebih sekitar 3000 setiap karyawan Unilever itu bisa menciptakan kurang lebih 100 pekerjaan bagi masyarakat Indonesia. Itu adalah salah satu hasil kesimpulan risetnya. Kami juga melakukan secara rutin itu pelaporan dalam bentuk CSR report atau sustainability report dan di sini merupakan aspek holistik perusahaan yang kami laporkan. Mengapa ini penting? Bapak dan Ibu Majelis Hakim kami melihat bahwa upaya CSR itu bukan upaya promosi tetapi yang kami lihat di sini adalah penghargaan yang diberikan oleh komunitas lokal juga diberikan oleh komunitas internasional. Mereka melihat bahwa upaya CSR ini memang benar-benar memberikan dampak bagi masyarakatnya, tidak hanya untuk bisnis itu sendiri tetapi bagi bisnis sebagai entity perusahaan kami merasa bahwa kegiatan-kegiatan itu memberikan dampak positif kepada persepsi masyarakat terhadap produk-produk kami sehingga mereka tahu pada saat mereka memilih satu produk itu mereka melihat tidak hanya produknya semata tetapi mereka melihat perusahaan yang ada di belakangnya bagaimana sepak terjang mereka di masyarakat. Bapak dan Ibu sekalian yang kami hormati, Kami memandang bahwa CSR merupakan bagian yang terintegrasi dari bisnis, kami melihat untuk itu penting sekali mengadakan CSR dengan strategi yang link dengan perusahaan, karena tanpa itu independensi maupun kesesuaian terhadap bisnis kami akan terganggu. Kami yakin bahwa program yang kami lakukan tanpa diminta oleh satu peraturan tertentu itu akan terus kami lakukan karena itu merupakan bagian dari cara kita berusaha di Indonesia ini. Terima kasih. Wassalamualaikum wr. wb. 51.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H.
Waalaikum salam wr. wb. Perlu pendalaman? Silakan. 52.
KUASA HUKUM PEMOHON : ISKANDAR SONHAJI, S.H. Terima kasih. Saudara Saksi, tadi kalau tidak salah menyatakan bahwa CSR itu direncanakan dari sejak perencanaan produk. Misalnya ini di dalam permohonan kami ini ada salah satu contoh draft Perda di daerah Sumatera Utara itu ada draft Perda yang menyatakan bahawa setiap dunia usaha berkewajiban mendukung usaha penanggulangan gelandangan dan pengemis dengan menetapkan prinsip CSR. Artinya ini kan nanti kalau Ibu punya usaha di sana nantinya potensial akan diatur begitu kalau Pasal 74 ini tidak dilakukan perubahan, karena CSR itu suatu kewajiban. Nah, ini baru salah satu provinsi nanti kemungkinan potensial di
20
tempat lain akan mengikuti itu. Bagaimana ini menurut pandangan Ibu kalau dikaitkan dengan program CSR yang sudah berjalan tadi bahwa ini bagian daripada perencanaan produk dan peningkatan maka kemungkinan tiap daerah mempunyai kemampuan masing-masing yang artinya apa yang sudah direncanakan Unilever dari awal produk itu bisa lain nanti pelaksanaannya kalau setiap daerah itu ada Perda yang seperti ini, atau mungkin yang lain untuk kepentingan apa kita tidak tahu. Terima kasih. 53.
SAKSI : SHINTA (PT. UNILEVER INDONESIA Tbk.) Baik, jadi menekankan dari presentase yang tadi saya sampaikan memang betul rasanya kalau ada aturan yang berbeda-beda itu akan membuat kami di pusat dalam pengaturan program itu akan kacau, boleh dibilang seperti itu karena memang perencanaan ini sifatnya holistik satu, dan yang kedua kita lakukan memang selaras dengan apa yang dilakukan Unilever secara global. Jadi kalau ada aturan lain yang menyebabkan kita harus berdeviasi dari apa yang sudah merupakan kerangka acuan strategis kita itu tentunya akan menyulitkan dan dampaknya apa bagi kita kita tentunya adalah keberlangsungan usaha akan terganggu. Jadi dari seluruh tentu stakeholders yang terkait juga akan terganggu dan terkena dampaknya. Saya rasa itu.
54.
KUASA HUKUM PEMOHON : ISKANDAR SONHAJI, S.H. Ibu akan menyatakan bahwa itu negatif Ibu?
55.
SAKSI : SHINTA (PT. UNILEVER INDONESIA Tbk.) Saya, kami menyatakan bahwa itu akan mengganggu jalannya operasi perusahaan.
56.
KUASA HUKUM PEMOHON : ISKANDAR SONHAJI, S.H. Jadi tidak sesuai dengan inovasi dan sebagainya yang dirancang dari awal begitu maksudnya?
57.
SAKSI : SHINTA (PT. UNILEVER INDONESIA Tbk.) Betul.
58.
KUASA HUKUM PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Satu lagi pertanyaan Bu, saya tadi tertarik dengan Think big, Start small, Move fast, tapi kan asumsi di masyarakat kan yang namanya pengusaha atau korporasi itu maunya untung besar, modalnya kecil,
21
cepat atau lambat yang penting selamat. Jadi berbeda, ini asumsi di masyarakat yang berkembang sinyalemennya seperti itu. Nah dengan pola seperti ini dan ini kemudian merupakan bagian dari sebuah proses yang menempatkan CSR itu sesuatu yang sangat terintegrasi Bu ya, mulai dari produk sampai kemudian brand. Nah Ibu kemudian melakukan itu jadi bukan sekedar bagian dari CD atau CD itu hanya bagian kecil saja community development. Ini mulai dari produk sampai distribusi, sampai marketing, jadi terintegrasi, jadi bukan sekedar community development. Pernahkah Ibu dalam pengalaman Unilever mendapatkan satu pengalaman ada pihak lain terutama mungkin pemerintahan daerah yang mencoba mengatur bahwa sebaiknya CSR itu diatur melalui peraturan daerah. Jadi ada “privatisasi” kewajiban publik, jadi kewajiban kekuasaan itu diprivatisasi menjadi kewajiban korporasi. Ada tidak pengalaman seperti itu yang menyebabkan mengganggu atau tidak mengganggu? Punya tidak pengalaman seperti itu? 59.
SAKSI : SHINTA (PT. UNILEVER INDONESIA Tbk.) Kalau secara frontal seperti itu rasanya tidak pernah karena biasanya sebelum kita memulai suatu program yang kita lakukan adalah pemetaan sosial dulu. Jadi ini bagian dari SOP atau standard operating procedure dalam setiap program. Jadi pada saat kita mau mengkonsep suatu program kita juga sudah melakukan survey kepada para pemangku kepentingan di wilayah tersebut. Jadi kita melakukan dialog dengan apakah itu pemerintah, apakah itu dengan pemuka masyarakat, apakah itu dengan pihak-pihak yang terkait. Memang ada yang mungkin tidak langsung setuju tetapi biasanya yang kita alami di daerah itu adalah kita datang sebagai suatu entity mengatakan bahwa kita memiliki suatu program yang kaitannya mendukung juga program masyarakat, pastinya masyarakat itu nanti akan menerima manfaat. Yang ke dua, ini sebenarnya juga selaras dengan agenda pemerintah. Jadi pada saat kami berdialog dengan pemangku kepentingan lokal kalau tokh ada perbedaan pendapat biasanya kami akan mengatakan bahwa kami tidak akan keluar dari kerangka ini tetapi yang kami ingin sampaikan itu adalah hasilnya itu nanti akan dinikmati oleh masyarakat sendiri atau bahkan oleh stakeholders yang lebih luas. Jadi ada friksi pasti ada dalam prosesnya kami alami tentu, biasanya cukup makan waktu untuk menciptakan pengertian dan sudut pandang yang sama mengapa kita melakukan CSR seperti ini. Mungkin kebijaksanaan daerah tidak secara tertulis menyatakan demikian tetapi mereka mengatakan “mengapa tidak program yang lain?” Contohnya kita masuk program pendidikan kesehatan, “Kenapa tidak pendidikan formal saja dalam kurikulum?” Lalu kita sampaikan bahwa mengapa kita masuk dengan promosi pendidikan kesehatan karena kita memang punya expertise atau kita punya keahlian di promosi
22
kesehatan dan itu merupakan suatu hal yang kami ketahui. Sedangkan untuk pendidikan formal itu kami yakin ada expert lain yang lebih paham untuk melakukan kegiatan itu di masyarakat sehingga setelah dialog itu terjadi, program itu bisa diterima dan bisa kita jalankan. 60.
KUASA HUKUM PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Ibu ini yang terakhir, dari jawaban Ibu saya menangkap kesan ada intensi dari pemerintah daerah untuk senantiasa “intervensi” terhadap program CSR yang dilakukan? Ada intensi. Kalau kemudian ada formulasi ketentuan yang menegaskan, “Hai korporasi, anda diwajibkan tidak ada aturan saja ada intention begitu”. Apalagi nanti ada ketentuan yang mengatur itu (...)
61.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Ya sebentar Saudara, saya kira itu sudah pendapat kesimpulan dia, ditulis di kesimpulan saja nanti. Tidak perlu dijawab saya kira kalau itu.
62.
KUASA HUKUM PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Oh ya.
63.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, masih ada lagi?
64.
KUASA HUKUM PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Saya pikir cukup, cuma Ibu mau jawab pertanyaan saya tidak?
65.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Saya kira tidak perlu, itu kesimpulan nanti dari sana, dari sini juga bisa menyimpulkan sendiri. Sekarang ahli tetapi ini Bapak Faisal Basri baru datang, silakan maju dulu Pak untuk mengambil sumpah.
66.
HAKIM KONSTITUSI : Dr. M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.Hum Saudara
Ahli,
ikuti
Bismillahirrahmaanirrahim,
lafal
sumpah
menurut
agama
Islam.
“Demi Allah saya bersumpah sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya”.
23
67.
AHLI DARI PEMOHON : Dr. FAISAL BASRI (AHLI EKONOMI MAKRO)
Bismillahirrahmaanirrahim, “Demi Allah saya bersumpah sebagai ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya”. 68.
HAKIM KONSTITUSI : Dr. M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.Hum. Terima kasih.
69.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, Saudara Pemohon didahulukan diatur saja.
70.
silakan
yang
mana
yang
perlu
KUASA HUKUM PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Terima kasih Pak Ketua. Saya mau mengusulkan saksi yang akan diperiksa, mohon maaf kepada Mas Faisal yang baru datang. Saya ingin Pak Faisal Basri lebih dahulu, oh ahli maaf, maaf, karena dia akan memberikan, ahli lebih dahulu Faisal Basri dalam kapasitas sebagai ahli lebih dahulu yang akan menjadi ahli yang akan memberikan keterangan dalam perspektif ekonomi makro, baru dari situ kemudian menyempit dalam konteks pertambangan Bapak Arif dan kemudian konteks CSR-nya Indonesia dan internasional, Pak Timo dan Pak Jalal. Jadi saya mohon pada Pak Faisal Basri sebagai ahli untuk bisa menjelaskan dan bisa menggunakan stage ini kalau mau. Kalau mau duduk juga boleh.
71.
AHLI DARI PEMOHON : Dr. FAISAL BASRI (AHLI EKONOMI MAKRO)
Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera, Hakim Majelis Mahkamah Konstitusi yang mulia. Pertama-tama saya mengucapkan terima kasih diperkenankan untuk memberikan kesaksian saya. Perkenankan saya menggunakan beberapa powerpoint, mudah-mudahan sudah. Saya beri judul “Menempatkan CSR di antara Peran Negara dan Dunia Usaha”. Namun perkenankan saya di antara banyak definisi tentang CSR saya mencantumkan definisi dari World Business Council for Sustainable Development karena konteks CSR dalam Undang-Undang PT ini terkait dengan sumber daya alam dan lingkungan. Dikatakan di sini bahwa CSR adalah komitmen dunia usaha untuk berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan dan keluarganya, masyarakat tempatan dan masyarakat secara luas dalam meningkatkan kualitas hidup mereka. Lingkup CSR sangat luas, jadi membangun modal manusia, melindungi 24
atau protecting environment, kemudian encourage penerapan good governance, assessing social cohesion, dan sentencing the economist, jadi sangat luas dan saya rasa ini mudah-mudahan ini sejalan dengan yang telah disampaikan oleh teman-teman dari Unilever sekalipun saya belum pernah bertemu sebelum persidangan ini. Oleh karena itu, jangan dipaksakan CSR sebagai sesuatu yang diperlakukan sebagai modal atau kegiatan yang membawa implikasi kepada operasi perusahaan secara tidak patut. Karena sebetulnya ada yang memandang CSR ini sebagai modal sosial, yang modal sosial itu akan menambah value dari perusahaan, segala sesuatunya tidak dilihat dari segi uang saja. Nah, menurut Francis Fukuyama modal sosial ini adalah sebuah norma yang terbentuk secara informal yang mendorong kerjasama antara dua pihak atau lebih. James Coleman memandang bahwa modal sosial ini, CSR sebagai modal sosial adalah sumber daya yang lahir dari kumpulan suatu ikatan sosial tertentu. Jadi saya ada kekhawatiran kalau ada regulasi CSR jadi mesin, tidak lagi sebagai suatu himpunan atau ikatan sosial yang sedemikian sangat dinamik yang di dalam pengalaman di lapangan, norma dan nilai yang lahir dari kesadaran masyarakat yang akhirnya akan memperkuat karakter masyarakat itulah yang muncul dari program-program CSR yang pada akhirnya melahirkan satu masyarakat atau kelompok sosial yang mandiri yang lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh dari luar yang padahal sebelumnya sebelum ada program CSR ini mereka sangat rentan terhadap gejolak-gejolak yang datangnya dari luar lingkungan mereka. Nah di tengah krisis ini saya semakin khawatir Bapak Majelis yang mulia tentang penerapan CSR sebagai sesuatu yang wajib bagi perusahaan di tengah krisis global yang membuat likuiditas semakin ketat, makin kering di dunia ini. Indonesia akan makin terhempas, Bapak Hakim yang mulia bisa saya sampaikan di sini misalnya pada tahun 2008 ini walaupun ini datanya baru sampai September itu ditunjukkan di sini makin segan orang berusaha di Indonesia dan makin sedikit orang investor asing langsung, bukan di pasar saham, kalau asing di pasar saham Indonesia masih jadi favorit tapi jadi sasaran empuk. Jadi kalau asing yang main di sektor keuangan yang sangat spekulatif Januari-September tahun lalu masih datang 6,1 milyar US dolar tapi Foreign Direct Investment dan mereka itu yang main di pasar saham, main di obligasi tidak kena CSR, sangat tidak kena CSR mereka mengeruk keuntungan dalam jangka waktu pendek dari Indonesia dan terbebas dari CSR. Sementara asing-asing yang membawa uang dan membangun pabrik, menciptakan lapangan kerja yang banyak ribuan seperti Unilever divonis untuk mewajibkan CSR bagi perusahaannya walaupun mereka telah advance dalam melakukan CSR. Nah bahkan di tengah krisis ini lebih banyak tidak sekedar asing yang makin sedikit datang orang Indonesiapun makin enggan untuk beroperasi di Indonesia terbukti dari
25
data Foreign Direct Investment tahun 2008 yang sudah minus artinya orang Indonesia yang investasi keluar lebih banyak dari orang asing yang investasi di Indonesia. Jadi ini tidak sekedar ancaman terhadap penanam pemodal asing tapi pengusaha Indonesia pun makin gerah kalau dihadapkan kepada kewajiban-kewajiban yang seperti ini, sehingga pada akhirnya Bapak Majelis yang mulia, Indonesia makin terpinggirkan dari kancah penanaman modal asing di seluruh dunia ini. Indonesia adalah negeri yang melankoli barangkali, negeri yang FDI stock nya terhadap PDB terendah di dunia hanya 5,2%. Bayangkan sangat ironis dengan Venezuela yang baru melakukan referendum yang meng-kick out asing, peranan asing di Venezuela FDI nya 5 kali lipat lebih tinggi dari Indonesia yang katanya bukan negara yang tertutup. Inilah yang menyebabkan saya tidak ingin menyampaikan datanya terlalu detail, menyebabkan industri manufaktur di Indonesia pertumbuhannya merosot hanya 1,8% sebagimana yang disampaikan oleh BPS pada 15 Februari yang lalu. Perlu diingat bahwa industri manufaktur adalah penyerap tenaga kerja terbesar di luar sektor pertanian untuk tenaga kerja formal. Memang kalau untuk keseluruhan tenaga kerja sektor perdagangan dan restauran yang paling besar tapi karena perdagangan di restauran sebagian besar pekerjanya adalah sektor informal maka industri manufakturlah yang menjadi primadona bagi penyelamat penyerapan tenaga kerja formal yang nilainya tidak bisa dibandingkan dengan sekedar berapa persen kewajiban untuk CSR, terlalu mahal yang harus kita korbankan untuk mewajibkan mereka sekedar memperoleh, membayar CSR entah 2,5%, entah 1% entah 5% dan ini semakin membuktikan seingat saya, saya pernah sampaikan khusus untuk peraga ini pada Majelis yang mulia pada pengujian Undang-Undang Penanaman Modal, betapa ironinya Indonesia yang kaya sumber daya alam, pasarnya besar, tapi paling tidak diminati oleh asing, paling tidak diminati oleh investor. Indonesia tergolong sebagai negara yang berkategori under performers bersama dengan Bangladesh, India, Pakistan dan Srilangka. Yang berarti low FDI performance, low FDI potential. Nah penerapan CSR secara wajib akan membuat low FDI potential -nya semakin rendah lagi. Sementara negara-negara tetangga kita yang dekat, sangat dekat dengan kita seperti Brunai, Malaysia, Singapura yang agak jauh sedikit China dan Hongkong secara kontras tergolong sebagi negara yang high performance dan high potential sehingga tergolong dalam kategori front runners. Harusnya kita front runners tapi itu belum diterapkan saja sudah menimbulkan keresahan apalagi sudah diterapkan. Ini saya baru dapatkan data ini kemarin yang latest up date oleh Jbex tahun 2008 Indonesia jalan di tempat, Indonesai Bapak Majelis yang mulia, tahun 2007 itu negara yang sangat dipandang oleh Jepang sebagai paling potensial nomor 3 di dunia. Tapi tahun 2000 turun sampai
26
4, 2003 turun nomor 6, 2004 nomor 7, 2005 nomor 8, 2006 nomor 9. Syukur alhamdulillah 2007 naik setingkat lagi dan 2008 tetap pada posisi ke 8 tapi kalau kita lihat Bapak dan Ibu Majelis Hakim yang mulia trendnya adalah menurun. Nah hampir bisa dipastikan penerapan CSR akan membuat Indonesia di down-grade lagi, mungkin di luar yang 10 ini dan saya tidak bisa menyajikan lagi Indonesia untuk 2009 karena tabel saya cuma muat untuk 10 besar saja. CSR dikaitkan dengan SDA karena intens sekali di undang-undang ini tentang sumber daya alam, sebetulnya tadi Pak Jefry juga sudah mengatakan untuk SDA yang tak terbarukan sudah ada aturan rinci yang spesifik misalnya batubara harus bayar royalty yang nanti uangnya diperuntukkan bagi kegiatan rehabilitasi pasca tambang dan rehabilitasi lahan yang bolong-bolong itu akibat penambangan. Mereka bayar on top dari yang biasanya dibayar oleh dunia usaha lainnya. Nah masalahnya uang itu digunakan secara tidak benar selama ini oleh pemerintah pusat maupun oleh pemerintah daerah, tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya. Nah disangka yang melakukan kesalahan ini dunia usaha dan seluruh CSR lagi. Jadi ini yang berlipat-lipat akan terjadi beban ini. Kemudian ada penerapan standard dan persyaratan khusus misalnya Amdal itu ketat sekali, nah kalau pemerintah bobol bikin Amdal, pengusaha bikin Amdalnya bodong misalnya, jangan diterapkan ke CSR sebagai yang wajib dan dikenakan kepada semua tapi hukumlah perusahaan yang menggunakan atau melakukan studi Amdal secara tidak benar. Kemudian ada pemberlakukan standar sertifikasi internasional misalnya masyarakat Eropa memperketat masuknya sawit ke Eropa karena harus dikaitkan berapa banyak perkebunan sawit di Indonesia menyumbang kepada global warming. Mereka akan kenakan bea khusus jadi luar biasa penerapan standard lingkungan yang telah diterapkan ini. Kalau mereka tidak menerapkan, sawit mereka tidak laku di Eropa ataupun di Amerika. Belum lagi kampanye-kampanye negatif yang dilakukan oleh pihak mereka yang notabene kompetitor dari sawit itu sendiri. Kemudian kasus perkebunan sawit misalnya sangat membuktikan, saya bercengkrama dengan para petani sawit yang menderita di Pekanbaru, di Riau dan di ujung puncak krisis waktu bulan DesemberJanuari itu harga sawit mereka tinggal Rp300,00/kg. Mereka ternyata petani independen, mereka petani bebas, mereka bukan petani mitra, tetapi seluruh petani mitra tidak ada yang sawitnya dihargai Rp300,00. Minimum Rp800,00 s/d Rp850,00. Ini menunjukkan tanpa disuruh terjadi simbiosis mutualistis di antara masyarakat dengan masyarakat sekitar dengan perkebunan besar antara perkebunan kecil dengan perkebunan besar dan alhamdulillah para petani kecil yang bermitra dengan yang besar ini dalam konteks CSR sebagian, sebagian bisnis biasa ternyata menunjukkan keampuhannya di tengah krisis ini.
27
Oleh karena itu, saya menjadi gundah seandainya kita meragukan peran negara sendiri dengan mewajibkan CSR, khususnya untuk perusahaan-perusahaan yang terkait dengan sumber daya alam, berarti negara atau pemerintah khususnya yang sebetulnya memiliki kewenangan penuh melakukan pengaturan untuk menjamin pembangunan berkelanjutan, gagal mengawal untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan itu. Ada kegiatan swasta memang harus diakui yang menimbulkan eksternalitas negatif misalnya membuka kebun dengan membakar, masyarakat sampai Malaysia dan Singapura terkena imbas negatifnya. Nah, untuk mengatasinya, pemerintah bisa mengenakan sanksi yang tegas. Setahu ini, saya belum pernah mendengar mereka disidangkan karena melakukan tindakan kriminal membakar ladang mereka untuk membuka kebun. Dan menggunakan mekanisme perpajakan atau insentif dan disinsentif. Pemerintah sebetulnya masih punya instrumen yang banyak sekali ketimbang mewajibkan CSR ini. Oleh karena itu, jangan justru kegagalan demi kegagalan yang kita saksikan dengan adanya banjir, adanya longsor, gempa bumi, bencana alam lainnya, yang justru mencerminkan kegagalan pemerintah diselesaikan dengan mengalihkan tanggung jawab itu kepada swasta. Dan nanti kalau CSR tidak efektif, swasta yang disalahkan. Saya masih sangat teringat waktu saya melawan kebijakan Pak Harto di ujung pemerintahannya. Waktu Pak Harto memanggil para konglomerat ke Tapos dan mewajibkan seluruh pengusaha untuk membayar 2,5%, ini CSR model Pak Harto. Apa bedanya model Pak Harto dengan yang sekarang, cuman sekarang tidak ada Pak Harto saja tetapi bentuknya yang sama. Mewajibkan seluruh pengusaha menyisihkan 2,5% keuntungannya untuk Yayasan Dana Sejahtera Mandiri. Untuk nanti disalurkan oleh yayasan ini untuk tujuan pemerataan. Sebetulnya yang terjadi adalah desain pembangunan yang salah yang menciptakan ketimpangan tetapi di ujungnya disadari, maka Pak Harto menginginkan ada uang untuk segera diserahkan kepada rakyat agar ketimpangan tidak kasat mata. Yang pada akhirnya kegiatankegiatan seperti ini siapa sebetulnya yang menanggung beban akhirnya? Ya konsumen. Perusahaan semen waktu itu yang monopoli atau oligopoli menerima ini, besoknya dinaikkan 1 sak Rp500,00 selesai semua. Karena usaha di Indonesai baik pengusaha dalam negeri, maupun luar negeri kalau mau berusaha hitung tingkat keuntungannya berapa, dia ingin ada kewajiban lain tambahan, dia ingin mempertahankan keuntungannya, ada kewajiban lain tinggal dia charge saja ke harga mereka. Akhirnya yang paling menderita adalah rakyat dalam bentuk kenaikan harga-harga yang tidak perlu. Dan itu yang menyebabkan inflasi di kita tetap tinggi dibandingkan dengan negara lain. Nah, akhirnya cerita-cerita ini bisa berujung pada sebaliknya dari
28
privatisasi peran negara. Awalnya adalah privatisasi peran negara ditutup nasionalisasi peran swasta. Jadi nanti yang oleh Unilever dilakukan akan diminta biarkan Bappeda yang melakukan CSR. Karena kami lebih tahu masyarakat kami. Nah, itu kelihatannya trend yang akan terjadi dengan diterapkannya Perda-Perda itu. Bukan artinya sekedar diwajibkan, tetapi tolong uang CSR-nya kami yang kelola, maka muncullah instead of satu Yayasan Sejahtera Mandiri yang diketuai oleh Pak Hayono Suyono yang baru ulang tahun itu dan mengagung-agungkan Pak Harto, maka nanti akan bermunculan ratusan yayasan-yasan dana sejahtera mandiri di seluruh Indonesia yang pada akhirnya rakyatlah yang akan menanggung beban dalam bentuk kenaikan harga. Terima kasih, Yang Mulia. 72.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Baik, berikutnya tetapi begini, sidang di sini ini biasanya berakhir jam 12 tetapi nanti karena kita tidak akan membuka sesi ke dua jam 2, mungkin kita bisa akhiri paling lama jam 12.30. Jadi tiga yang tersisa kalau bisa dibagi sepuluh-sepuluh menit, lalu sisanya kita tanya jawab. Silakan, siapa sekarang berikutnya?
73.
KUASA HUKUM PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Yang selanjutnya adalah Pak Arif, Ahli Arif. Silakan Pak Arif.
74.
AHLI DARI PEMOHON PERTAMBANGAN)
:
ARIEF
SIREGAR
(ASOSIASI
Assalamualaikum wr. wb. Ketua Majelis dan Anggota Majelis Mahkamah Konstitusi yang kami muliakan.Tadi Pak Faisal Basri telah mengemukakan beberapa pendapat mengenai CSR. Banyak sebetulnya pendapat yang dikemukakan orang baik melalui media tertulis maupun elektronik tentang apa sebenarnya CSR. Tetapi yang mau saya bawakan sekarang ini adalah CSR yang diikuti, yang didefinisikan oleh Carol and Dahlsrud tahun 2000 yang meliputi pemenuhan tanggung jawab ekonomi, hukum, etis dan filantropis. Saya kebetulan tidak bawa bahan presentasi, jadi saya bicarakan saja. Dari teori Carol tersebut ada empat bagian CSR yang utama. Yang pertama dan ke dua adalah bagian ekonomi dan hukum dari CSR, jadi saya ingin membawa teori mengenai CSR kembali ke asalnya dulu mengenai CSR. Sebab yang kita bicarakan kebanyakan adalah bagian kecil dari CSR yaitu community development. Padahal CSR itu adalah sifatnya komprehensif mengikuti ekonomi, mengikuti hukum, mengikuti etik dan mengikuti filantropis. Ada dua kewajiban penting dalam CSR yang menurut Carol harus diperhatikan yaitu adalah ekonomi dan hukum. Ekonomi adalah inti 29
kegiatan perusahaan, semua kegiatan perusahaan yang dilaksanakan itu adalah berdasarkan segala macam pajak ke pemerintah itu adalah berdasarkan kewajiban-kewajiban ekonomi dari perusahaan ke pemerintah. Kalau karyawan, gaji dan yang lain yang dibayar oleh perusahaan ke karyawannya juga, itu juga bagian dari ekonomi dari sebuah CSR. Pengembalian uang ke shareholder dari pemegang saham juga adalah bagian dari CSR juga. Jadi bagian dasar dari CSR menurut Carol itu adalah kegiatan ekonomi. Berdirinya sebuah perusahaan yang berdasarkan kegiatan ekonomi. Berikutnya adalah hukum, ini etis hukum. Korporasi diharapkan berlaku hukum patuh hukum. Mengenai patuh hukum, semua ketentuanketentuan hukum itu diwajibkan dalam korporasi. Jadi masyarakat bahwa semua stakeholder yang melihat kegiatan korporasi itu harus mengikut aturan-aturan yang jelas, yang sesuai dengan aturan-aturan hukum, itu bagian ke dua dari CSR, itu yang diharapkan masyarakat dari sebuah korporasi. Bagian ke tiga itu adalah etis, dan bagian yang ke empat itu adalah Filantropis. Bagian ke tiga ini adalah perlakuan perusahaan terhadap masyarakat, di sini termasuk community development. Tadi presentasi yang pertama dibicarakan mengenai community development Menurut kami community development itu adalah bagian kecil CSR, community development bukan CSR tapi bagian kecil dari the big picture of CSR. Berikutnya itu adalah filantropis. Dari beberapa diskusi mengenai regulasi undang-undang terhadap CSR ini sebenarnya yang ditarget itu adalah yang filantropisnya saja. Sedangkan yang ekonominya sudah kewajiban, semua perusahaan melaksanakan kaidah-kaidah ekonomi. Semua perusahaan mengikuti aturan-aturan hukum, tapi yang lebih banyak dibicarakan itu adalah yang filantropis yang sumbngan perusahaan, community development yang pembantuan pendapatan daerah dan sebagainya. Jadi saya ingin bicara mengenai praktik CSR di pertambangan, kebetulan background kami adalah di pertambangan. Pertambangan ini agak unik, dari awal masuknya pertambangan ke daerah sebetulnya pertambangan ini telah melaksanakan CSR. Pertama sekali dia masuk dia ketuk rumah lurah, dia permisi, saya mau melaksanakan survei di sini, saya mau melakukan geologi di sini, pada saat itu sebenarnya telah dilaksanakan CSR tanpa ada aturan dari pemerintah bahwa saya harus mengetuk lurah, saya permisi saya mau membangun jembatan di sini, saya mau membangun pasar, dari dulu tidak ada peraturan dari pemerintah untuk melaksanakan itu. Tapi kita khsusnya dari pertambangan karena kita paham betul bahwa kita masuk ke suata daerah yang mungkin tidak civilize dibandingkan dengan Jakarta, kita harus mengikuti norma-norma yang berlaku di daerah tersebut, itu baru dAri awal. Begitu kita masuk ke daerah eksplorasi, daerah survei seperti tadi yang disampaikan presenter yang pertama kita juga membutuhkan
30
bantuan dari masyarakat lokal, itu pun tidak ada diatur dalam peraturan pemerintah. Kita lihat kalau ini potensinya besar misalnya bahwa kita membutuhkan tenaga lokal, pada saat itu kita sudah merencanakan kita akan meng-upgrade pengetahuan masyarakat lokal atau kita mengupgrade pengetahuan anak muda lokal. Sehingga pada akhirnya bisa bekerja di industri pertambangan, ini bagian dari etik dari CSR tadi. Selanjutnya masuk ke eksploitasi. Eksploitasi juga begitu, kita mengusahakan hampir semua industri pertambangan di Indonesia menggunakan tenaga lokal sebagai karyawan di tempatnya, sebelum itu terjadi, terjadilah peningkatan SDM seperti yang tadi disampaikan, peningkatan sumber daya manusia yang tentu dilakukan oleh perusahaan tersebut. Kita harus memisahkan antara kewajiban pemerintah dengan kewajiban perusahaan. Pemerintah wajib menyediakan pendidikan buat rakyatnya, tapi perusahaan juga dalam hal ini memberikan pendidikan buat rakyatnya yang akhirnya diharapkan juga bisa bekerja di perusahaan. Apa konsekuensinya apabila CSR itu di-regulate? Saya kasih contoh tahun 2007 waktu itu saya di INCO, sampai sekarang saya masih di INCO, lokasi pabrik kita ada di Seroak. Kalau saya diwajibkan membayar dana CSR, katakanlah 2,5 persen atau berapapun itu satu persen. Begitu saya bayar satu persen atau 2,5 persen maka saya akan berhenti, saya bilang kewajiban saya telah selesai. Pada saat itu ada kecelakaan di Morowali, kira-kira 60 km jaraknya dari operasi kita yang satu kampung hilang. Kalau saya diwajibkan, kalau CSR di-regulate saya diam saja, tidak saya bantu itu, toh kewajiban saya telah saya penuhi, tapi kan bukan itu yang diharapkan masyarakat sebetulnya. Yang diharapkan masyarakat adalah keberadaan ini memberi manfaat kepada masyarkat lokal. Manfaat itu seperti disampaikan bisa berbeda dari satu lokasi ke lokasi lain. Dulu saya pernah kerja di pedalaman Kalimantan, kita deal dengan orang dayak yang punya kebiasaan beda dengan masyarakat bugis yang ada di Sulawesi Selatan, demikian juga dengan masyarakat yana di Papua misalnya. Jadi tidak bisa dibikin baku mutu, baku standar untuk CSR karena dari satu lokasi ke lokasi lain berbeda. Tapi harapan dari masyarakat dimanapun, itu baik di Papua, di Sulawesi maupun di Kalimantan adalah perusahaan korporasi itu memberikan perhatian ke masyarakat setempat, baik itu dengan bentuk langsung misalnya dengan pendidikan dan sebagainya maupun dalam kasus tadi terjadinya disaster itu sehingga perusahaan ikut membantu. Jadi secara general sebetulnya kegiatan CSR itu kompleks, tidak hanya filantropinya, sumbangannya saja, tapi seluruh kegiatan dari perusahaan itu adalah sudah merupakan CSR. Saya bikin beberapa tulisan di koran mengenai CSR bahwa industri pertambangan itu salah satu agamanya adalah CSR. Ada yang bisa diatur mengenai ekonominya telah diatur, mengenai hukumnya telah diatur, tapi yang ujungnya ini jangan diatur karena ini adalah donasi, karena ini adalah amal yang
31
dipraktikkan oleh perusahaan terhadap masyarakat. Sebelum tahun 2000 mungkin cerita ini tidak menarik, tapi setelah 2000 ke sini, cerita ini jadi menarik. Karena setelah 2000 terjadi perubahan politik di negara kita ini, sehinggga social license itu menjadi sangat penting untuk kelanjutan sebuah perusahaan. Tapi jangan diatur, karena beda dari satu lokasi ke lokasi lain. Perusahaan juga punya kemampuan beda dari perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain. Bentuk aplikasi daripada CSR juga beda dari satu tempat ke tempat yang lain. Kita sudah 28 tahun di pertambangan seperti saya bilang tadi, maka seluruh kegiatan pertambangan itu baik sebelum tahun 2000 maupun setelah tahun 2000 selalu mulai dari CSR. Kita memperkenalkan diri datang ke sana, kita lihat situasi dan sebagainya, tidak ada peraturan dari pemerintah. Kebetulan di industri pertambangan yang mengatur sejauh itu. Cuma kita sadar betul dri awal bahwa social license itu diperlukan demi keberlanjutan dari industri, terutama industri pertambangan. Kebetulan sampai saat di INCO kita sudah membayar ke perusahaan ada tiga belas komponen, kita bayar pajak ini, pajak itu dan sebagainya. Kalau ini ditambah terus ini bebannya beban cost akhirnya. Walaupun dari tiga belas komponen ini tidak termasuk dana community development, sebab dana CSR itu tidak disetorkan ke pemerintah. Kalau ini ditambah terus, maka daya kompetisi kita ke depan akan menjadi melemah. Jadi saya harap pemahaman tentang CSR itu lebih dilihat secara komprehensif, dampak-dampaknya terhadap industri baik industri yang menyangkut mineral maupun tidak mineral, tadi sampai oleh Pak Basri tadi juga terhadap pabrik-pabrik juga supaya dilihat. Saya kira itu saja yang saya kemukakan, dikasih sepuluh menit, terima kasih, wassalamualaikum wr. wb. 75.
KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Berikutnya?
76.
KUASA HUKUM PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Berikutnya Saudara Thimoteus, Pak Ketua.
77.
AHLI DARI PEMOHON : THIMOTEUS LESMANA (KONSORSIUM CSR) Terima kasih Majelis Hakim yang saya hormati, selamat siang dan salam sejahtera bagi kita semua. Pada kesempatan ini saya ingin memberikan tambahan sedikit saja, CSR dalam konteks Indonesia. Sebetulnya di Indonesia kalau kita lihat dari tradisi jauh sebelum undang-undang ini dan jauh sebelum mungkin negara ini merdeka, kita
32
melihat adanya tradisi penghormatan kepada alam. Seperti di masyarakat Jawa itu ada yang dikenal denga nama dandang gula yaitu di mana kita berguru kepada alam semesta. Kemudian kalau kita lihat di masyarakat Maluku, itu ada aturan-aturan dalam pemanfaatan sumber daya alam untuk wilayah Haruku dikenal dengan nama Hasi Haruku. Kemudian dalam tradisi kesetiakawanan sosial, itu juga kurban. Kemudian di masyarakat Jawa kita mengenal dengan Kinanti yaitu bisa dirasakan penderitaan sesama yang lainnya, ada juga kegiatan sukarela seperti donor darah itu juga menjadi satu bagian dari kesetiakawanan sosial. Kemudian semangat gotong-royong adalah semangat yang seringkali pada zaman dulu adalah semangat yang sangat melekat pada masyarakat Indonesia yaitu saling gotong royong, ada budaya di mana budaya Kasepuhan Halimun yaitu budaya Leuit, merupakan budaya lumbung bersama. Jadi masyarakat secara bersamasama mengumpulkan padinya dalam satu lumbung yang nanti digunakan bersama untuk berbagi kepada yang lain ataupun kegiatan kerja bakti. Juga ada kegiatan Jimpitan Beras seperti di sunda di mana setiap masyarakat yang ada menumpukkan beras dari rumah ke rumah kemudian dikumpulkan untuk berbagi kepada yang lain. Nah, kalau melihat ini, semua adalah semangatnya adalah kesukarelawanan. Jadi voluntary bukanlah ada sesuatu yang menjadi kewajiban. Tradisi dari warisan nenek moyang tersebut merupakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, kalau kita lihat tadi seperti Sasi Haruku itu terkait dengan lingkungan dan yang Galu juga terkait dengan lingkungan hidup. Ini semua adalah semangat yang sifatnya voluntary. Jadi, buat kita Indonesia ini tanggung jawab sosial dan lingkungan itu sesuatu bukan yang baru tetapi yang lama, itu pun tidak diwajibkan dalam suatu peraturan tertulis tapi lebih bersifat sukarela. Jadi merupakan tradisi, piranti sosial dari suatu masyarakat yang ada ini juga satu perwujudan kearifan lokal dari setiap daerah yang ada di negeri ini, kemudian merupakan suatu penyelarasan aktivitas manusia, interaksinya dan daya dukung terhadap lingkungan yang ada dan tidak ada aturan yang tertulis aturannya bersifat informal tapi tersruktur. Ada sanksinya, sanksi sosial yang diberikan oleh masyarakat setempat masyarakat tersebut, masyarakat adat dan ditegakkan oleh satu kelembagaan adat. Seiring dengan pertumbuhan industrilisasi, tumbuh korporasi mereka mempunyai tanggung jawab sosial, tanggung jawab moral dalam bentuk sosial dan lingkungan. Jadi tadi apa yang dikatakan ada beberapa persentasi baik saksi maupun yang ahli lain bahwa kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungan ini merupakan suatu dorongan moral seharusnya, gerakan moral, bukanlah suatu gerakan yang wajib. Jadi pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia itu baik secara ekonomi, sosial politik, budaya lingkungan maupun moral yaitu melalui kegiatan perbaikan improvement. Jadi ada sesuatu perbaikan dari waktu
33
ke waktu. Kemudian adanya pertumbuhan dan juga perubahan seperti apa yang dilakukan oleh Unilever itu merupakan satu kegiatan mengubah sekelompok masyarakat. Jadi ada agen-agen perubahan di situ tanpa ada suatu kewajiban. Bentuknya pada awalnya mungkin hanya charity sumbangan donasi dan sebagainya, kemudian meningkat sedikit lebih terstruktur dalam bentuk filantropi dan pada akhirnya berkembanglah terutama di bidang-bidang industri seperti pertambangan, perkebunan, itu suatu kewajiban di dalam peraturan sektoralnya harus adanya satu kegiatan community development, jadi sudah diatur dengan jelas di sana. Sifat dari kegiatan community development yang merupakan bagian kecil dari corporation social responsibility sebetulnya hanya basisnya kepada project, jadi project pada saat tambang akan dimulai kemudian berdasarkan permintaan dari masyarakat setempat dan seringkali juga hanya sifatnya kuratif dan lebih satu arah, jangka pendek sifatnya, kemudian kemitraan seringkali memang tidak terbangun terutama untuk daerah-daerah tertentu yang mana masyarakatnya juga tidak mudah untuk kita tangani, kemuudian dampak sulit terukur karena belum adanya indikator-indikator atau parameter dalam menilainya. Ini semua sifatnya tidak berkesinambungan, jadi belum terbangun apa yang dinamakan triple bottom line tersebut antara kemandirian ekonomi, kelestarian lingkungan dan kesetiakawanan sosial. Muncullah
corporate social responsibility.
Kalau kita melihat dari definisi tadi Pak Faisal Basri tadi sudah menyampaikan dari WBCSD mengenai definisi dari CSR itu sendiri. Saya mungkin secara semantik saja menganggap bahwa arti dari social responsibility sudah jelas bahwa corporate adalah korporasi, kemudian sosial adalah kemasyarakatan kemudian responsibility adalah tanggung jawab. Jadi bagaimana pengertian CSR ini merupakan tanggung jawab perusahaan sebagai lembaga profit terhadap masyarakat di sekitar operasinya perusahaan tersebut. Jadi maksud dan tujuan dilakukannya CSR oleh perusahaan itu sebetulnya apa yang harus dilakukan secara benar oleh perusahaan, jadi rating to do. Kemudian untuk membangun kepercayaan para pemangku kepentingan yang ada di sekitar perusahaan, kemudian juga ada bberaapa yang memenuhi tuntutan pasar kadangkala ada beberapa industri yang mungkin melakukan kegiatannya export kemudian ada permintaan dari buyer dari luar menginginkan adanya reporting terhadap kegiatan sosial yang dilakukan perusahaan. Kemudian yang terakhir adalah menjamin keberlangsungan dari perusahaan tersebut. Jadi pola kerja sama sudah banyak tadi disampaikan bahwa perlunya kemitraan multi pihak, baik masyarakat private sector dalam hal ini adalah sektor swasta yang diwakili oleh perusahaan-perusahaan dan juga pemerintah. Nah, di sini saya ingin menekankan bahwa, jadi CSR itu merupakan satu kegiatan menjadi kegiatan yang koplemeter dengan
34
program pembangunan yang ada di wilayah tersebut yang diprakarsai mungkin sebagaian besar oleh pemerintah tapi bukan merupakan bukan pengganti. Jadi CSR yang ada di perusahaan itu bukanlah menggantikan apa yang dilakukan oleh pemerintah, di sini peranan private sector dengan masyarakat lebih kepada komplementer. Jadi sekali lagi yang saya tekankan di sini bukan menjadi pengganti. Jadi tanggung jawab sosial dari satu perusahaan merupakan tanggung jawab semua unsur masyarakat, baik sektor swasta dan pemerintah. Ini beberapa contoh kegiatan konteks asosiasi dan konteks Indonesia dan pengembangannya, misalnya dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat berupa kredit mikro, koperasi, dan sebagainya, kemudian lingkungan hidup konservasi terhadap lahan kritis, pelestarian tanaman pangan, kemudian pembinaan sumber daya, pelatihan informal berupa focusional training bagi masyarakat setempat atau revitalisasi kurikulum ataupun revitalisasi sekolah setempat atau bantuan kemanusian yang seringkali juga banyak dilakukan oleh perusahaan pada saat kita mengalami bencana yang tidak diduga-duga. Ada beberapa tantangan di sin,i saya akan memberikan, akan saya sampaikan, saya tidak tahu dari Pemohon apakah sudah menyampaikan, saya ada satu bahan persentasi yang disampaikan oleh (…) pada saat itu masih menjadi Bupati Kutai Timur Bapak H. Awang Ishak. Di sana jelas bahwa sampai dikeluarkannya salah satu bahan persentasi dijelaskan begini saya bacakan, “Ini berati daerah berhak mengatur rumah tangganya sendiri termasuk peluang untuk memanfaatkan seoptimal mungkin program community development atau corporate social responsibility dalam mendukung pembangunan daerah.” Atas dasar peraturan tersebut maka dikeluarkannya Peraturan Bupati Nomor 10/02.188.3/HK/72006 tentang Pedoman Penerapan CSR di Kutai Timur dan ini sangat jelas akhirnya dibentuklah yang namanya forum multistakeholder dimana kewajiban perusahaan harus menyetorkan 2,5%. Jadi ini salah satu bukti bahwa betapa beratnya perusahaan yang sudah disampaikan oleh Pak Jefri maupun Ibu Shinta kalau dibebani oleh kewajiban-kewajiban lain yang sebetulnya tidak mendukung. Kemudian dalam Raperda Provinsi Sumatera Utara juga sudah disampaikan pada tahun 2007 itu akan keluar. Belum keluar Perdanya tapi masih Rancangan Penangulangan Gelandangan dan Pengemis dimana dalam Bab VI dicantumkan bahwa peran dunia usaha untuk turut serta menangani gelandangan dan fakir miskin di Sumatera Utara, saya rasa persentasi saya cukup sekian dulu, terima kasih. 78.
KETUA : Prof. Dr. MOH MAHFUD, M.D., S.H. Ya, yang terakhir Pak.
35
79.
KUASA HUKUM PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Silakan, Pak Ahli Jalal.
80.
AHLI DARI PEMOHON : JALAL (LINGKAR CSR INDONESIA)
Assalamualaikum wr.wb, salam sajehtera semuanya, selamat
siang. Kalau kita lihat perspektif atau tentang CSR yang pertama-tama harus disampaikan adalah bahwa negara Indonesia sendiri sebagai negara yang mengatur CSR atau tanggung jawab sosial dari lingkungan. Apalagi sampai mengatur danannya, tidak satupun negara di dunia ini, negara-negara yang lain itu sampai kepada regulasi mengenai aktifitas apalagi dana CSR, itu yang pertama harus disampaikan. Yang ke dua, kalau yang tadi berbagai hal dan berbagai definisi sudah ditunjukkan oleh para ahli lain maupun saksi. Yang harus diperhatikan adalah walaupun definisinya berbeda-beda seorang ahli bernama Alexander Dahlsrud di awal 2008 menyatakan bahwa sekarang ada lebih dari seribu definisi CSR, tetapi ada 39 definisi CSR yang paling populer dia menggunakan google dan dia sampai kepada kesimpulan kebetulan definisi ke-40 sampai seribu sekian itu adalah definisi yang minor, yang jarang diungkapkan. Apa yang dipelajari oleh Alexander Dahlsrud dari melakukan analisis atas 39 definisi yang CSR yang paling populer. Kesimpulannya bahwa walaupun CSR didefinisikan dengan cara yang berlainan, tetapi ada lima komponen CSR yang sudah disepakati oleh 39 definisi ini maupun 1000 lebih definisi. Komponennya yang lima itu adalah, yang pertama ekonomi, dua sosial, tiga lingkungan, empat stakeholder, atau pemangku kepentingan dan yang ke lima adalah voluntary, atau kesukarelaan. Jadi definisi-definisi CSR sudah sampai kepada kesimpulan atau konsensus bahwa CSR itu sifatnya voluntary, sebuah (suara terputus), atur yang lain dari Crane Matten dan Spence itu merangkum perkembangan CSR sampai pertengahan 2008 dan walaupun menggunakan metodologi yang berbeda sampai kepada kesimpulan yang sama, bahwa di antara enam sifat CSR yang sudah disepakati salah satunya adalah voluntary. Jadi kita sebetulnya menjadi terasing di dunia CSR ini karena kita sendirian yang berani menyatakan bahwa CSR adalah wajib. Nah, mengapa masih ada pertentangan pemikiran CSR itu wajib atau sukarela? Mari kita periksa argumentasinya. Argumentasinya atau orang-orang atau pihak yang menyatakan bahwa CSR seharusnya diwajibkan itu adalah argumentasi ketidakpercayaan kepada perusahaan. Mereka menyatakan bahwa tidak, perusahaan diatur saja sering melanggar apalagi tidak diatur. Tetapi apakah argumentasi ini berlaku? Ada banyak kejahatan perusahaan dan ada beberapa saksi dan ahli mengakui itu, tetapi apakah kemudian kejahatan-kejahatan perusahaan
36
ini bisa membenarkan secara keseluruhan bahwa perusahaan seharusnya apapun diwajibkan terhadap mereka tidak ada ruang untuk sebuah kesukarelaan. Kalau kita periksa fakta, apakah perusahaan itu benar-benar hanya menjalankan apa yang diwajibkan, jawabannya tidak. Kita lihat fakta tentang berkaitan dengan ketenagakerjaan, upah minimum saja. Apakah perusahaan memang punya kecenderungan untuk tidak membayar upah minimum ataukah perusahaan-perusahaan sekarang jauh lebih banyak memenuhi upah minimum itu atau bahkan jauh melampauinya? Saya kira banyak sekali data yang bisa ditunjukkan bahwa sebagian perusahaan itu jauh melampaui upah minimum yang ditetapkan. Terkait dengan lingkungan, apakah perusahaan hanya main-main di titik ambang batas pencemaran misalnya? Tidak banyak perusahaan yang banyak sekali yang jauh melampaui ketentuan tentang ambang batas baku mutu. Perusahaan bukan tidak saja mencemari tetapi perusahaan-perusahaan di Indonesia banyak yang berkontribusi pada peningkatan kondisi lingkungan, Unilever sebagai salah satu contoh yang dikemukakan tadi. Ada banyak perusahaan yang karena melihat pemerintah daerah atau pemerintah pusat itu tidak cukup memiliki sumber daya untuk membuat sebuah rencana pengelolaan cagar alam misalnya, perusahaan itu kemudian turun tangan untuk membayari rencana pengelolaan itu, ini merupakan bukti bahwa perusahaan tidak diwajibkanpun untuk membayari sebuah cagar alam itu dilakukan. Di dalam regulasi atau Undang-Undang Perlindungan Konsumen dinyatakan bahwa perusahaan itu seharusnya tidak membuat produk yang berbahaya, apakah memang perusahaan cuma berhenti di situ? Berhenti membuat produk yang tidak membahayakan konsumennya? Perusahaan tidak berhenti di situ saja, perusahaan membuat banyak sekali produk yang sangat-sangat bermanfaat untuk konsumen bukan sekedar tidak berbahaya terhadap konsumennya. Jadi mengapa argumentasi, mengapa bahwa CSR itu wajib itu kemudian sekarang menjadi usang karena fakta-fakta di lapangan menunjukkan di lapangan bahwa perusahaan itu tidak perlu diwajibkan melakukan CSR, mereka sudah melakukannya sendiri, perusahaan tidak perlu diwajibkan di dalam banyak komponen-komponen yang terkait dengan CSR, perusahaan itu dengan sendirnya sudah melampaui itu. Mari kita periksa argumentasi sukarela. Apa yang dimaksudkan dengan bahwa CSR itu adalah sesuatu yang sukarela? Apakah itu artinya bahwa perusahaan boleh memilih tidak boleh melakukan atau melakukan. Atau perusahaan itu boleh melakukan A dan meninggalkan yang B? Bukan demikian, semua pakar CSR itu sepakat bahwa yang namanya sifat voluntary atau sekarela dari CSR adalah pertama-tama perusahaan memenuhi seluruh kewajiban yang sudah ada dalam regulasi yang kemudian ke dua, berusaha sebaik-baiknya untuk melampaui ketentuan regulasi itu, sehingga kinerja CSR yang tinggi itu disandarkan
37
pada jarak antara pemenuhan kewajiban dengan apa yang sesungguhnya sudah dilakukan oleh perusahaan. Semakin jauh perusahaan melakukan apa yang diwajibkan itu merupakan pertanda kinerja CSR perusahaan tersebut semakin baik. Jadi yang mau saya sampaikan di sini adalah bahwa dalam pengertian sukarela, kewajiban-kewajiban yang sudah diregulasi tidak akan pernah ditinggalkan oleh perusahaan. Perusahaan yang punya komitmen CSR, ketika dia menyatakan dia bahwa saya mengikatkatkan diri kepada CSR secara sukarela maka secara otomatis mereka akan memenuhi regulasi yang sudah ada. Sebaliknya apabila CSR diregulasi dan sekali lagi ini merupakan satu-satunya di dunia, maka tidak ada lagi ruang bagi kesukarelaan, Bapak Arief Siregar sudah dengan jelas menyatakan itu. Karena sifat CSR sedari mula itu adalah kehendak untuk meregulasi, kehendak untuk melampaui regulasi tidak pernah bisa diregulasi karena itu artinya mengurung kehendak Yang Mulia. Karenanya dengan demikian pada titik terang seluruh pakar bersepakat bahwa CSR seharusnya bersifat voluntary yaitu voluntary yang melampaui kewajiban-kewajiban regulasi yang telah ada. Saya mau menutup pernyataan saya dengan melihat apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah-pemerintah yang paling maju terkait dengan CSR, seperti yang sudah saya nyatakan semula tidak ada pemerintah di dunia ini yang mewajibkan dana CSR aktivitasnya pun tidak pernah ada yang mewajibkannya. Ada empat jenis aktivitas terkait CSR yang di dorong oleh pemerintah negara-negara maju. Yang pertama adalah, aktivitas kemitraan. Jadi ketika ada persoalan-persoalan tertentu maka pemerintah mengajak dunia usaha untuk bertemu dan kemudian membincangkan komitmen apa yang bisa diberikan oleh perusahaan di dalam memecahkan persoalan-persoalan itu, tidak pernah mewajibkan bahwa persoalan itu di selesaikan oleh perusahaan karena sedari mula pemerintahnya sadar bahwa penyelesaian persoalan itu adalah bagian kerja utamanya pemerintah, sementara perusahaan melakukan itu semua dari dorongan moral, dari kemampuan yang mereka miliki untuk membantu pemerintah bukan kewajiban mereka sesunguhnya. Yang ke dua, itu adalah bentuk-bentuk Bussines Comunity, bagaimana perusahaan bisa berkontribusi sebanyak mungkin dalam dampak positifnya terhadap masyarakat, mengapa demikian? Karena dampak negatif dikurung oleh regulasi. Perusahaan jelas-jelas tidak boleh memberikan dampak negatif atau dampak yang bersih yang negatif kalau perusahaan mempunyai dampak negatif dia harus meminimumkannya, kalau dia gagal membuat itu nol perusahaan harus mengkompensasikannya, tetapi yang kemudian diurus oleh banyak pemerintah itu adalah karena perusahaan bisa ikut berkontribusi positif pada kehidupan masyarakat sekitar operasi perusahaan. Yang ke tiga, itu adalah bentuk Mendorong Keberlanjutan. Jadi
38
kalau kita lihat tadi definisi kesimpulan Alexander Dahlsrud bahwa ekonomi sosial dan lingkungan adalah tiga dari lima komponen CSR, itu semuanya diturunkan dari konsep pembangunan berkelanjutan, dan itu yang menjadi dasar mengapa bagian ketiga dari apa yang dilakukan oleh pemerintah itu adalah mendorong perusahaan memeluk visi pembangunan berkelanjutan. Dan yang ke empat bentuknya adalah mencari konsensuskonsensus diantara banyak hal. Jadi pertemuan antara pemerintah dengan pengusaha hanya terkait hanya dengan policy dialogue atau dialog kebijakan. Bagaimana kita keluar dari krisis misalnya, itu adalah sebuah dialog kebijakan yang penting untuk dilakukan antara pemerintah dengan perusahaan dan banyak pemerintah itu membuka ruang-ruang untuk konsensus seperti ini dalam kerangka CSR. Seperti yang terlihat keempat hal itu tidak pernah menyatakan apa aktivitas CSR, berapa banyak dana yang harus dicurahkan untuk CSR? Kalau kita mau bangsa dimanfaatkan CSR dengan tepat, saya kira harus belajar dengan giat, melihat mengapa negara-negara itu tidak pernah meregulasi CSR sebagaimana yang ada di dalam disebutkan di dalam Pasal 74, terima kasih 81.
KETUA : Prof. Dr. MOH MAHFUD, M.D., S.H. Masih ada ya? Kalau yang terdaftar di sini sudah habis, masih ada habis kan? Baik kalau begitu kita langsung kalau dari pemerintah mau tanya terus nanti hakim sekaligus saja, nanti jawabnya sekaligus tidak pertanyaan satu dijawab satu. Ada dari pemerintah, oke silakan.
82.
PEMERINTAH : VIVIN ROSA RATNAWATI ( ASDEP PENEGAKKAN HUKUM, KLH) Terima kasih Bapak, Ibu Majelis Hakim yang terhormat, ada beberapa hal dari kami pemerintah untuk ditanyakan dan klarifikasi, Bapak Ibu Majelis Hakim. Yang pertama adalah kami akan bertanya Bapak Jefry dari Asosiasi Tambang. Tadi Bapak Jefry menjelaskan bahwa tidak semua perusahaan melakukan community development ketika era sebelum reformasi, kalau saya tidak salah ya Pak? Dan kemudian Bapak menyampaikan bahwa karena tidak semua perusahaan melakukan Komdep. Oleh karena itu, perlu diatur di dalam CSR. Pertanyaan saya kita dari tadi kan bicara masalah CSR, apakah memang semua perusahaan tambang itu sudah melakukan CSR, pertanyaan saya dalam kondisi sekarang ini? Karena saya tadi mendengar dari beberapa ahli yang menyampaikan mengenai konsep CSR yang paling utama itu ada tiga kalau saya tidak salah sosial, ekonomi dan lingkungan. Tapi kalau kita lihat kondisi lingkungan masyrakat yang ada di sekitar daerah tambang, di sebagian besar
39
wilayah Indonesia, apakah itu sudah menjawab bahwa CSR sudah berjalan dengan baik tanpa diwajibkan? Kita melihat bahwa banyak masih banyak masyarakat miskin, lingkungan yang rusak karena tambang, itu yang pertama. Kemudian yang ke dua, ahli dari Bapak Faisal Basri, tadi menarik sekali Bapak data-data yang disampaikan mengenai perkembangan atau trend investasi dari banyak negara dan kemudian Indonesia ternyata dikategorikan sebagai negara yang under performance ya Pak? Dan Bapak menyampaikan bahwa apalagi kalau CSR itu diwajibkan, maka itu akan menambah keterpurukan dan sebagainya. Nah pertanyaan saya apakah memang betul bahwa keterpurukan itu memang ada suatu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan tersebut? Apalagi kita bicara tentang lingkungan hidup dan mayarakat yang ada di sekitarnya, itu yang ke dua. Kemudian tadi ada bebrapa hal disampaikan dari para ahli mengenai statment bahwa kalau Pasal 74 ini kemudian berlaku dan kemudian akan berpotensi bahwa banyak Perda-Perda yang akan menyalahgunakan itu. Pertanyaan saya, apakah kondisi sekarang, maksud saya adalah kalau kita melihat peraturan-peraturan perundangundangan yang lain dengan yang sudah jelas dan sebagainya apakah memang juga Perda tidak menyalahgunakan itu? Banyak perda yang muncul yang kemudian menjadi salah tafsir padahal peraturannya sudah jelas, itu satu. Kemudian ke dua tadi menarik bahwa Pak Faisal Basri menyampaikan asumsi bahwa Perda akan muncul kemudian dan berpotensi untuk kemudian misalnya memasukkan anggaran CSR ini ke dalam anggaran mereka dan menjadi program Bapeda dan sebagainya. Akan tetapi kalau kita baca sebetulnya dengan baik Pasal 74 di situ tertulis bahwa TJSL merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan, bukan biaya pemerintah daerah dan ada satu hal yang menarik Perda yang tadi disampaikan contohnya adalah Perda tahun 2006 Majelis Hakim, padahal UndangUndang 74 ini diundangkan Pada Tahun 2007, demikian dari kami pemerintah, terima kasih. 83.
KETUA : Prof. Dr. MOH MAHFUD, M.D., S.H. Saya undang Hakim Maruarar dulu.
84.
HAKIM KONSTITUSI : MARUARAR SIAHAAN, S.H. Terima kasih Bapak Ketua, saya sebenarnya sudah hampir bisa diyakinkan Ahli ini dan meskipun tadi agak goyah sedikit dari pertanyaan Ibu yang dari pemerintah, tetapi saya menyambung sedikit, tapi saya hanya kepada Bapak Basri saja nanti mungkin dicakup semua apa yang dikemukakan tadi.
40
Tadi Bapak Basri mengatakan, “Jangan kegagalan pemerintah melakukan penegakkan hukum itu misalnya menjadi melakukan CSR itu sebagai suatu semacam privatisasi daripada tugas negara.” Saya tertarik untuk melihat ini karena Bapak Bambang mengutip atau menyebutkan contoh PT Indorayon Lesatari di Tapanuli, kita melihat bagaimana lamanya pertarungan ketika perusahaan tersebut mengabaikan dampak lingkungan dan memang seperti dikatakan Bapak Basri tadi pemerintah barangkali gagal untuk menegakkan aturan di bidang lingkungan sehingga rakyat yang harus bertarung dengan perusahaan itu, dan itu sosial cost-nya sangat besar saya kira dan lama. Dan juga sekarang seperti dikatakan tadi saya setuju dengan Ibu itu seolah-olah pertambangan semua sudah sangat ideal betul, tetapi di Mahkamah ini juga pernah kasus-kasus pertambangan yang mungkin telah menunjukkan bukti-bukti bahwa meraka juga tidak mematuhi kewajibannya di bidang lingkungan dan itu barangkali seribu tahun lagipun tidak bisa diperbaiki, kalau kita melihat gambar itu. Saya kira itu sudah menjadi pengetahuan umum. Saya kembali kepada Bapak Basri, ada lagi contoh sekarang tapi karena itu agak potensial menjadi kasus saya kira tidak usah kita tunjuk. Bagaimana sebenarnya undang-undang lingkungan yang dikutip Bapak Bambang itu strict liability pada perusahaan itu sebenarnya tidak mempersoalkan apakah ini kesalahan siapa, tapi kemudian dicari karena ada suatu klausul di situ, kalau memang tanggung jawab lingkungan karena bencana alam, kita cara-cari kan ahli darimana-mana. Tapi dari sudut corporate social resposibility-nya Bapak Basri, seandainya gagal perusahaan-perusaan itu melakukan kewajiban hukumnya, saja kira-kira menurut Bapak Basri adakah kewajiban sosial secara bersama-sama misalnya karena Kadin juga mengajukan ini menjadi kasus di sini dari Kadin atau seleruh perusahaan untuk meyakinkan, ini social responsibility-nya untuk mematuhi kewajiban hukumnya saja dulu. Saya tidak barangkali di dalam kita punya pikiran sudah bisa ditangkap itu kan dulu diutik-utik alam dari sudut logika saja siapa yang mengutik-mengutik alam business risk-nya kalau ada kemudian dampaknya itu kan di dalam anu-nya strict liability Pak, ini dulu Pak Bambang aktif di bidang lingkungan hidup sebenarnya ini, strict liability tidak ada masalah itu harus disoalkan dulu ini kesalahan siapa Pak, namanya strict liability, tapi sekarang cari dulu di seluruh dunia bahwa itu bencana alam karena ada klausul di situ, bagaimana ini Pak, ini gagal social responsibility daripada perusahaan atau Kadin-lah untukmenggalang itu tidak usah dulu dari sudut hukum, apa yang ada di depan mata kita di sebelah timur. Kira-kira bagaimana pandangan Pak Basri kalau gagal pemerintah to enforce the law apakah tidak ada social responsibility daripada perusahaan misalnya kalau kita hapus Pasal 74 itu untuk meyakinkan bahwa perusahaan yang menjadi anggota itu, saya kurang tahu apakah juga anggota Kadin atau mungkin asosiasi pertambangan, ya patuhi dong, jelas di situ strict liabililty apakah itu
41
punya juga? Terima kasih. 85.
KETUA : Prof. Dr. MOH MAHFUD, M.D., S.H. Terakhir, Pak Akil Muchtar. Masih ada? Ya, silakan Pak Akil dulu.
86.
HAKIM KONSTITUSI : H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H. Ya, terima kasih Pak Ketua. Saya juga yakin betul apa yang disampaikan oleh ahli dalam persidangan ini ya. Tapi kita sharing juga beberapa hal yang mungkin bermanfaat bagi kita untuk menelaah Pasal 74 ini. Kita memahami bahwa CSR ini adalah CSR dalam arti yang umum. Di dalam Undang-Undang Nomor 40 ini adalah tanggung jawab sosial dan lingkungan, itu adalah tanggung jawab corporate untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi. Kerjasama dengan karyawan, keluarga mereka masyarakat kemudian masyarakat lokalnya juga tentu juga dengan tujuan untuk meningkatkan mutu hidup dari rakyat itu sendiri. Kita harus ingat bahwa meningkatkan mutu hidup dari masyarakat itu sendiri. Konsepsi CSR itu sendiri memang mulai dari corporate philantrophy—CP, kemudian bergeser menjadi CSR dengan macammacam, salah satunya community development dan sekarang sudah bergeser menjadi corporate social leadership yaitu sebuah hal di mana di dalam corporate social leadership itu adalah kepemimpinan sosial perusahaan yang dianggap memberikan benefit yang besar bagi masyarakat, maupun perusahaan. Jadi dalam konteks dunia pun terjadi pergeseran-pergeseran apa yang dimaksud dengan konsepsi CSR itu. Bahkan Bill Gates pun mengatakan bahwa kapitalisme itu, kapitalisme kreatif ya memang di dunia ini banyak orang miskin, oleh sebab itu perlu dibantu agar bebas dari kemiskinan itu. Maka kapitalisme itu sepatutnya membantu, itulah yang disebut dengan kapitalisme kreatif. Memang bahwa memberantas orang miskin itu menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi biaya waktu yang lama dalam proses itu juga dana yang sangat besar dan kemampuan pemerintah juga menjadi sesuatu faktor yang dipertimbangkan. Oleh sebab itu kapitalisme itu adalah sebuah kapitalis yang memperoleh keuntungan dari kegiatannya dan membuat banyak orang lebih baik dari kehidupannya. Jadi peran para kapitalis itu dalam membantu orang atau masyarakat yang miskin itu, itu termasuk lingkungannya. Jadi kalau sudah tidak miskin tidak perlu dibantu, itu bisa dilakukan oleh para kapitalis itu, itulah yang disebut dengan kapitalis kreatif itu. Karena apa? Karena mereka punya sumber daya, punya biaya yang bisa langsung ditransferkan kepada masyarakat dan lingkungannya ketimbang pemerintah yang dalam hal itu mempunyai sebuah tangggung jawab yang sangat besar. Nah, dalam konteks CSR sebagai beyond legal
42
complaint jadi sebuah hal yang jauh melampaui kewajiban hukum atau sesuatu yang jauh melampaui peraturan yang diwajibkan itu, saya kira walaupun tadi sudah diuraikan secara sosiologis dan historis bahwa memang itu sudah ada pada masyarakat kita tetapi dalam konteks corporate di tengah situasi kita, masyarakat yang sangat majemuk yang tadi dikatakan oleh Pak Jefry dan Pak Siregar yang banyak membikin lubang-lubang di Kalimantan, tempat saya. Yang dulu kita tahu bahwa hutan memberikan penghasilan yang besar buat negara dalam rangka membantu pembangunan, pemerintah pusat ini ternyata sekarang orang di Kalimantan kebanjiran, tidak makan, seberapa besar tanggung jawab sosial perusahaan di bidang perkayuan yang diberikan kepada rakyat di seputar hutan itu ketimbang yang masuk kepada penguasa-penguasa tapi itu proses yang lalu. Jadi saya melihat bahwa para kapitalis itu lebih senang memberi upeti kepada pejabat ketimbang membantu rakyat, dulu Pak, zaman Orde Baru supaya urusannya lancar, karena dia mendapat keuntungan berlipat ganda. Nah, dalam konteks itulah tadi saya ingin dijawab oleh Ahli, saya ingin soal-soal yang saya ungkapkan tadi, saya hubungkan dengan beyond legal complaint itu, dihubungkan dengan konsepsi Pasal 33 ayat (4) itu tadi Pak, UUD kita. Dan secara lebih spesifik lagi turun sebabsebab saya harus baca, ini penting Pak. Begini, di dalam konsideran menimbang Undang-Undang Nomor 40 ini, kita sebutkan di sini, “Perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas kekeluargaan”. Kemudian di dalam Pasal 1 angka 3, “tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjuran guna meningkatkan kualitas dan kehidupan lingkungan yang bermanfaat, baik perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Memang hal itu sudah sesuai dengan konsep CSR itu undangundang ini. Di tengah krisis global kita ini, di tengah krisis finansial yang tadi diungkapkan oleh Pak Faisal Basri memang banyak Pak yang masih melakukan CSR. Mulai dari perusahaan yang kecil sampai yang sangat established tapi banyak juga yang mempunyai keuntungan berlipat ganda di Republik ini tidak melaksanakan CSR, ada. Kita harus fair juga melakukan itu, itu juga yang harus diungkapkan oleh para ahli. Jadi ada fairness kita itu, banyak, banyak sekali bahkan yang tidak melakukan kewajiban CSR Walaupun itu bukan sebuah kewajiban. Kepada Pasal 74 saya ingin melihat ini Pak, coba dilihat sisi ekonomi atau bagaimana dari sisi keuangan. Pasal 74 ayat (2) itu tidak ada memberikan kewajiban kepada pemerintah untuk meng-collect perseroan tidak ada, coba Bapak lihat di situ. Jadi kalau ada kekhawatiran kalau pemerintah nanti keluar 43
peraturan, ngambil duitnya, dimasukkan, bikin program sendiri menurut saya itu agak salah konsepnya, tidak sesuai dengan jiwa dan perintah Pasal 74 ayat (2), kenapa dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaanya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Jadi apa yang sudah dilakukan oleh Ibu di Unilever itu tapi kalau Unilever tidak melakukan seperti itu sahamnya di bursa dunia juga orang tidak mau beli, karena di pasar global dunia sana CSR menjadi sesuatu yang utama dulu, dinilai apakah corporate ini sudah melakukan tanggung jawab sosial tidak? Jadi dia bukan aturan soal pasar modal itu, ini bukan dilihat direksinya siapa, itu kita paham juga. Justru dilihat seberapa besar komitmen sosial yang dilakukan baru orang mau beli, ini di pasar modal. Jadi kalau Anda menghentikan itu malah memang tidak. Tapi kalau kita di sini tidak, nah tidak ada satu pun norma di dalam Pasal 74 ini yang memberi perintah kepada negara atau pemerintah untuk meng-collecting duitnya perusahaan, namanya persero itu. Sebab dia dipertanggungjawabkan sebagai biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan yang disesuaikan dengan kepatutan dan kewajaran, bagaimana pemerintah ngambil duitnya? Kalau itu yang terjadi misalnya pemerintah keluarkan harus collecting duitnya berarti perusahaan corporate dengan melanggar undang-undang ini, kita juga salah semua. Itu menurut saya Pak mungkin bisa diberi penjelasan sedikit soal itu, terima kasih. 87.
KETUA : Prof. Dr. MOH MAHFUD, M.D., S.H. Pak Hakim Arsyad Sanusi?
88.
HAKIM KONSTITUSI : Dr. H.M. ARSYAD SANUSI, S.H., M.Hum Saudara Pemohon, ingin saya pertanyakan agar nanti di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi ini tidak keliru, apakah para Pemohon ini lima atau enam ya? Sebab ini, apakah ini clericel eror, nanti seolah lima Pemohon ini saja yang mengajukan, padahal di dalam halaman satu itu ada enam Pemohon. Di halaman dua ini Pemohon satu sampai lima apakah ini eror kesalahan ketik saja atau terlupakan. Baik, dalam posita maupun petitum Pemohon, para Pemohon ini nantinya supaya juga dimaknai oleh para ahli maupun saksi dan tadi pemerintah sudah memeberikan respons tentang itu. Pemohon menyatakan bahwa naskah Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas ini tidak terkaji secara naskah akademik dan yang ke dua itu tidak taat asas di dalam undang-undang pembentukkan, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004. Kemudian alasan hukum daripada Pemohon menyatakan bahwa norma 74 itu kontradiksi, melanggar, tidak ada kepastian hukum dan bahkan yang lebih anu lagi bersifat diskriminatif. Beberapa alasan yang dikemukakan
44
Pemohon.
Nah mencermati Pasal 74 sebagai norma yang notabene menurut Pemohon adalah itu diskriminatif dan itu hendaknya dibatalkan dan merupakan satu hal yang notabene itu melanggar kewajiban sosial yang sudah dilakukan oleh para corporate. Nah ingin saya hubungkan dengan keterangan-keterangan daripada Saudara Jalal kemudian Pak Siregar yang notabene sudah gamblang. Nah memang Mahkamah Konstitusi juga barangkali perlu bertanya diantara 1000 definisi, 39 definisi yang mikro correct umumnya sepakat dengan lima elemen tapi di situ tidak ada elemen hukum karena salah satu elemen warna daripada CSR ini tanggung jawab sosial lingkungan ini adalah sifatnya voluntary, sukarela mau dilaksanakan oke, tidak dilaksanakan juga tidak. Tapi voluntary tidak berkonotasi sebagai rechsplicht berkewajiban hukum, namun oleh Undang-Undang 74, Pasal 74 ini ada legal obligation, ada kewajiban hukum. Kami melihat bahwa corporate ini Pak siregar tadi sudah kemukakan, Pak Basri juga sudah kemukakan semuanya bahwasannya perusahaan ini sudah memiliki apa yang namanya legal be wish, kesadaran hukum, sudah sadar, diminta tidak diminta, pokonya mengalir terus, itu demi sosial. Tapi jangan dibebani satu kewajiban hukum. Pertanyaannya kepada Saudara Jalal maupun Pak Siregar, apakah ini dengan adanya legal obligation yang dibebankan Pasal 74 ayat (3) ini, itu berupa legal penalty, ada sanksi pidana. Ini kan yang minta dihilangkan legal penalty-nya? Nah apakah ada satu legal obligation yang tidak ada kewajiban pidananya, tidak ada paksaan tentang itu, ini yang pertama dan perlu dipertanyakan kepada Saudara Jalal, Pak Basri maupun Pak Siregar. Karena setahu saya masyarakat juga menciptakan hukum, perusahaan juga menciptkan hukum, kemudian hukum juga mengatur masyarakat, bahkan terakhir sekali sekarang ini perkembangan masyarakat sekarang bahwa IT, teknologi informasi pun juga merubah mengatur masyarakat tiga komponen di dalam perkembangan dunia dewasa ini. Untuk itu saya ingin bertanya apakah Pak Bambang selaku Pemohon ini, apakah tidak ada satu (...), boleh tidak ada legal obligation tetapi tidak ada legal penalty, ini nilai yang akan dijawab oleh Mahkamah nanti. Inti pokok persoalannya apakah 74 itu perlu ayat (3)-nya dihilangkan ayat (1) dan( 2) itu kan tidak sekedar aturan saja, barangkali demikian Pak Ketua, terima kasih. 89.
KETUA : Prof. Dr. MOH MAHFUD, M.D., S.H. Baik, dalam catatan saya pertanyaan terfokus pada Pak Faisal lalu kepada Pak Jefry, lalu ada beberapa hal kecil juga ditanyakan kepada Pak Siregar dan Pak Jalal. Nah untuk itu dimohon singkat ini sudah jam 12.30, yang penting jelas itu tetapi singkat tidak perlu banyak ilustrasi karena ilustrasi sudah
45
disampaikan pada paparan utama, silakan Pak jefri dulu. 90.
SAKSI DARI PEMOHON : JEFRY MULYONO (KETUA ASOSIASI TAMBANG BATUBARA) Terima kasih Pak Ketua, mungkin jawaban langsung saja. Kalau dikatakan apakah semua perusahaan sudah melakukan, menurut saya tidak ada yang sempurna di dunia ini yang dimaksud harus diatur itu melalui gambaran teknis tapi waktu presentasi RKB harus mengacu pada temuan Amdal dan Amdasnya. Nah ketika ada yang melanggar hukumlah yang berbicara, ESDM harus bertanggung jawab untuk pengawasannya. Masalahnya ketika Undang-Undang Otonomi Daerah lahir sebelum lahir Undang-Undang Minarba, pengawasan pusat ke daerah menjadi terputus. Di situ yang menyebabkan banyak kekurangan yang terjadi. Saya ingin menyampiakan bahwa corporate social responsibility pernah terjadi di pinggir mata kita pada waktu banjir tahun 2006, hari Jumat itu semua panik, hari Sabtu banyak sekali orang yang kelaparan, hari Sabtu sore sudah terkumpul 8 juta rupiah, Minggu pagi, siang, sore kita bagi nasi bungkus. Ini kalau ada aturan tidak akan jalan, itu orang itu harus nunggu sampai hari Senin, belum lagi rapatnya dan sebagainya Yang saya bilang corporate social responsibility beyond regulation. Kemudian ke dua kita membentuk dipayungi oleh Departemen Kehutanan dan ESDM kita bentuk Forum Reklamasi Hutan di lahan bekas tambang dan lahan kritis. Karena di negeri ini selalu dipersalahkan. Tadi yang Bapak bilang hutan dibabat kemudian sekarang dibilang banjir pengusaha hutannya sudah pergi lalu siapa begitu? Makanya masuklah di lahan kritis, itu dananya semuanya dari perusahaan. Kalau sudah diatur CSR lho itu urusan kehutanan, perusahaan hutan yang sudah bangkrut cari saja begitu. Nah, ini juga saya kira sesuatu yang beyond the regulation. Dan ini melakukan penghijauan di lahan luar tambang juga dan juga menggalang generasi muda untuk mengenal itu, ini yang contoh lain. Kemudian kalau pertanyaannya, kok masih banyak yang tertinggal di sekitar tambang? Saya lihat begini, kalau kita mau mengatakan tertinggal itu sebelum ada tambang bagaimana, setelah ada tambanag bagaimana? Saya sembilan tahun kira-kira kerja di Kabupaten Berau. JTP di Kabupaten Berau tidak pernah di bawah 10%, bukan hanya karena saya begitu? Karena memang ekonominya di situ dirangsang satu, sementara di nasional ini ada 4%, 3% dan sebagainya. Jadi barangkali itu. Kalau ditanya sempurna, tidak sempurna, saya yakin sekali, begitu. Katakanlah teman-teman di Papua yang sering dipertanyakan masyarakat banyak, saya dengan seizin pimpinanya Freeport saya minta izin masuk ke pedalaman. Memang di daerah pedalaman yang tidak disentuh tambang ada, tidak ada perusahaan ya akan seperti itu, dengan adanya perusahaan kemudian ada perubahan, perubahannya seperti
46
apa? Ini yang barangkali yang perlu di lakukan dengan baik. Kemudian yang terakhir, saya menyinggung tadi mengenai lubang tambang, jadi teori, bukan teori sebetulnya, perlakuan pertambangan ketika terutama batu bara yang sering dikuasai. Ketika perusahaan itu mengeruk satu juta, satu tahun 20 juta, 30 juta ton, pada akhirnya masa tambang itu ada sekian puluh juta kubik area yang kosong, dan itu tidak mungkin dikembalikan. Yang bisa dilakukan adalah mendayagunakan lubang-lubang itu secara bertanggungjawab menjadi perternakan air tawar atau dan sebagainya, kemudian lingkungan dan sebagainya. Sesuatu hal yang negatif contohnya barangkali di KalSel Pak ya? Itu banyak dipertanyakan orang bagaimana kejadian di KalSel. Saya ambil ilustrasi yang sangat singkat, di KalSel itu terjadi perselingkuhan antara manusia dan istri setan, saya marah karena istrinya selingkuhi, manusianya dimarahi Tuhan karena dia melanggar agama begitu, kenapa? Pengawas, pelaku, pembuat aturan semua bermain. Jadi barangkali itu dengan adanya Undang-Undang Minarba yang baru dimana ada akses pengawasan pusat ke daerah barangakali akan terliminimalisir seperti dunia prostitusi tidak akan pernah habislah yaitu penyimpangan-penyimpangannya Pak. Terima kasih Pak Ketua. 91.
KETUA : Prof. Dr. MOH MAHFUD, M.D., S.H. Silakan, Pak Faisal.
92.
AHLI DARI PEMOHON : Dr. FAISAL BASRI (AHLI EKONOMI MAKRO) Terima kasih Pak Hakim Yang Mulia, saya akan mencoba singkat saja pertama, saya tergerak untuk menjawab kenapa daerah sekitar tambang relatif miskin dibandingkan dengan daerah lain? Yang salah adalah pemerintah pusat, mari kita lihat misalnya Caltex. Caltex itu telah membayar 9,6 Milyar dollar ke kas pemerintah. untungnya Caltex sendiri cuma satu milyar dollar yang dibawa sama (…) dia harus membagi-bagi dibentuk begini. Nah, yang harus ditanya sembilan milyar dollar ini dipakai untuk apa saja oleh pemerintah pusat? Jangan gara-gara uang itu tidak kembali ke warga Riau, warga Riau miskin perusahaannya disalahkan, Caltex sudah membayar 85% bagi hasil kepada pemerintah pusat, kenapa besar? Karena pemerintah pusat menggunakan uangnya untuk kegaiatan-kegiatan pascatambang. Pada kesempatan menguji Undang-Undang Penanaman Modal sudah saya sampaikan di sini bahwa mengapa di Bontang, rakyatnya miskin, belum ada hotel bintang tiga, bukan salah perusahaan gas di sana. Karena bagi hasil terbesar dinikmati oleh pemerintah pusat. Perkenankan saya, Pak Jefry untuk menyampaikan kasus batu bara. Perusahaan batu bara itu membayar pajaknya istimewa Bapak Majelis Yang Mulia, 43% bayar PPH-nya. Kalau yang biasa cuma 30%
47
perusahaan-perusahaan biasa, bayar royality berapa persen Pak? 13,5% Pak ditambah itu sudah 60%, bayar lagi PPN 70% bayar lagi segala macam. Jadi terbesar uang tambang kekayaan alam ini dikelola oleh negara. Negara lah yang membuat tidak sebaik-baiknya mengelola keuangan negara ini dengan subsidi BBM ratusan trilyun yang tidak ada gunanya. Yang rakyat Berau tidak terima subsidi BBM, rakyat Riau tidak terima subsidi BBM, yang masuk BBM itu kita semua. Jadi salah urus polanya, sumber daya alam ini. Itu yang saya katakan Bapak Hakim Maruarar sebagai kegagalan pemerintah. Nah, uang itu tidak dikembalikan untuk peruntukkannya, jadi misalnya dana reboisasi digunakan untuk dana operasional pegawai Departemen Kehutanan. 13% royalty harusnya untuk kegiatan rehabilitasi tambang tetapi tidak digunakan dan tidak dapat pertanggungjawaban. Jadi yang salah menurut saya pemerintah pusat, yang gagal mengelola keuangan menggunakan untuk tujuan-tujuan lain. Nah, ini semua yang ingin ditumpahkan rakyat tambang miskin, wah pemerintah daerahnya juga tidak dapat apa-apa Bapak, Ibu sehingga keluarlah Perda itu, karena ampas yang dinikmati daerah ini. Perlu di ingat daerah-daerah Otda ini, daerah itu tidak dapat apa-apa, tidak satupun pajak pusat diserahkan ke daerah. Oleh karena itulah daerah berlomba-lomba untuk menerapkan Perda untuk pajak daerah dan retribusi daerah yang terus terkesan konyol. Karena mereka lihat wah ini peluang jadi memang belum realize, itulah yang terjadi. Itu barangkali yang bisa saya jawab tentang kegagalan pemerintah yang ingin dicoba dialihkan sebagai “oh swasta” sehingga yang terjadi adalah pemerintah pusat secara tidak langsung mengadu domba masyarakat dengan korporasi, “tuh lihat masyarat itu, korporasi yang kalian bikin susah. Nah, ini jadi kalau pemerintah adu domba lebih ngeri lagi saya. Kemudian yang ke dua, ini ada kajian yang sangat menarik Bapak, Ibu sekalian. Kalau CSR dijadikan sebagai social capital, maka lengkaplah modal perusahaan itu. Adanya human capital, physical capital, spiritual capital, tambah social capital dalam CSR akan menghasilkan perusahaan yang reputasinya baik labanya di atas rata-rata perusahaan yang tidak memiliki CSR. Oleh karena itu, sekalipun tidak diwajibkan barangkali CSR yang dikucurkan perusahaan akan lebih besar sepanjang dia membangun reputasinya itu. Unilever boleh saya berikan contoh ditengah krisis sebelas tahun yang lalu, perusahaan-perusahaan di Indonesia banyak yang semaput, Unilever labanya 40% pada waktu itu. Mudah-mudahan sekarang labanya tidak turun karena krisis. Membuktikan bahwa dia sangat menjalankan konsep holistik tadi yang membuat modal dia lengkap. Nah, pemerintah ingin mencampakkan, tadinya modal sosial jadi modal keuangan physical karena kewajiban. Karena sesuatu yang follow the rule atau mengikuti aturan, itu namanya bukan CSR lagi. Jadi tidak boleh lagi perusahaan mengklaim ini CSR saya, kalau saya mengikuti
48
peraturan. Nah, jadi berarti pasal itu membuat perusahaan, membuat undang undang itu menghilangkan CSR ya? Memang belum ada, tidak ada seperti yang dikatakan itu dan lebih bodoh lagi menurut saya ini, pemerintah ini, bukan pemerintah ya? Pembuat undang undang. Karena memasukkannya ke dalam cost. Nah, kalau memasukkannya ke dalam cost berbeda dengan kefilantropian yang diambil dari keuntungan. Nah, kalau cost negaranya berkurang, jadi negara ambil dari kantong satu tetapi kehilangan kantong yang sebelahnya. Ya kok bloon benar begitu lho yang membuat undang undang itu. Dan infect Bapak dan Ibu Hakim Mahkamah Konstitusi yang Mulia bisa bertanya kepada Dirjen Pajak, Dirjen Pajak tidak akan mengakui ini sebagai cost Bapak Hakim. Tidak akan berlaku, pajak bilang tidak bisa masuk, kena pajak ini, itu. Jadi aturan proses sebenarnya ini sepatutnya dimasukkan di Undang Undang Pajak, pajak tidak mau mengakui, Undang Undang Pajak, pajak tidak mau mengakui Undang Undang PT ini, tidak mengakui adanya lex spesialis. Karena Dirjen pajak mengakui perpajakan ini berlaku lex generalis, termasuk juga soal tambang ini jadi masalah. Jadi ini yang membuat ketidakpastian hukum. Kemudian yang makin menyesakan hati, koperasi induk primer Koperasi TNI AD perusahaannya jauh lebih besar dari PT ABC yang kecil. Dia melakukan kegiatan tebang kayu legal tapi dia tidak kena CSR, ini memang aneh benar undang-undang, sangat diskriminatif. Kemudian juga perusahaan yang merusak bangsa ini, merusak ekonomi negara ini, para spekulan valas, yang main di bursa saham itu yang bikin rusak Bapak Hakim, yang bikin rupiah sempoyongan sekarang ini, tidak kena CSR. Masya Allah, di mana keadilan ini dan kami menuntut keadilan itu, terima kasih. 93.
KETUA : Prof. Dr. MOH MAHFUD, M.D., S.H. Baik singkat juga Pak Siregar barangkali.
94.
AHLI DARI PEMOHON PERTAMBANGAN)
:
ARIEF
SIREGAR
(ASOSIASI
Saya mengulang lagi dari pertanyaan nomor satu tadi, apakah CSR sudah dilakukan semua pertambangan di Indonesia? saya kira setiap pertambangan yang ada di Indonesia apabila dia legal artinya resmi mengikuti semua kaedah-kaeadah yang ditentukan oleh pemerintah, maka mau tidak mau dia harus melakukan CSR. tentu ada yang berkelit dari situ tapi kan bukan itu yang dipermasalahkan, aturannya ada yang mengatakan bahwa perusahaan tersebut harus melaksanakan CSR. Tadi saya sampaikan tahun 2000 terjadi perubahan di negara ini, sekarang ini sebuah indutri apabila dia tidak melaksanakan CSR diatur atau tidak diatur maka dia akan dikejar oleh masyarakat. Jadi tidak usah
49
diatur pun dia akan melakukan CSR, karena dia tidak akan aman beroperasi di satu daerah apabila tidak melaksanakan CSR, itu pertanyaan apakah CSR sudah dilakukan semua pertambangan, saya kira tidak. Tapi kalau pertambangan tersebut mau melakuakan bisnis secara betul dia harus melakukan CSR. Tadi pertanyaan berikutnya adalah Indorayon, saya kira itu kembali ke Amdal Pak kasus Indorayon. Itu sebetulnya dari awal kalau memang dia tidak perlakuan terhadap lingkungan salah mestinya dia melanggar Amdal harusnya dia dituntut dari Amdal karena sebelum mengajukan Indorayon pabrik dibangun dia harus membangun Amdal, apabila lingkungannya ternyata menyalahi Amdal maka dia bisa dituntut ke pengadilan. Kembali ke apakah ada legal obligation tetapi tidak ada legal penalty, sebenarnya tidak bisa Pak. Kita di industri pertambangan kan ada aturan Undang-Undang Lingkungan Hidup yang harus dipenuhi ada aturan-auran dari pertambangan, ada baku mutu yang harus diikuti semua apabila kita melanggar itu ada dua hal biasa terjadi; satu operasinya ditutup, pemerintah mempunyai hak untuk menutup operasi apabila kita melanggar baku mutu yang ditentukan oleh pemerintah. Dua kita bisa ditarik ke pengadilan tentunya. Tadi beyond complaint, sebetulnya dari CSR itu ada Pak, ada empat komponen yang utama. Satu itu adalah ekonomi, semua setuju dari teori manapun dibuka ekonomi ada bagian dari CSR, dua legal, hukum, ada hukum di situ Pak. Jadi sebenarnya korporasi itu harus manut terhadap hukum, ada hukum-hukum yang harus dipatuhi, tiga adalah ethics, etika, yang terakhir adalah filantropi. Yang kita bicarakan banyak orang hanya melihatnya itu yang the top two saja filantropi dan ethics. Kalau komunitas film bagian dari ini ya itu yang dipermasalahkan, padahal secara keseluruhan itu adalah CSR. Tanggung jawab sosial dan lingkungan, tanggung jawab lingkungan di setiap indutri pertambangan ada kaedah-kaedah harus diikuti yang keluar dari Undang-Undang Lingkungan Hidup dan juga dari Dirjen Pertambangan, ada aturan-aturan lingkungan yang harus kita penuhi, semua pertambangan harus memenuhi kalau tidak pemerintah bisa menutup operasi atau mengambil eksekutif dari perusahaan tersebut ke pengadilan. Saya kira itu hanya lebih menjelaskan pertanyaan tadi, terima kasih. 95.
KETUA : Prof. Dr. MOH MAHFUD, M.D., S.H. Baik terima kasih Pak, lalu yang terakhir Pak Jalal, singkat juga Pak.
96.
AHLI DARI PEMOHON : JALAL (LINGKAR CSR INDONESIA) Tidak benar bahwa tidak ada elemen hukum di dalam CSR
50
walaupun kesepakan para pakar menyatakan CSR adalah voluntary, seperti yang tadi saya nyatakan seluruh pakar menyatakan voluntary berarti memenuhi seluruh kewajiban hukum kemudian melampaui. Jadi bukan cuma taat tetapi melampauinya. Ada cukup banyak literatur CSR yang menyatakan bahwa pemenuhan keseluruhan aturan yang berlaku di daerah, negara maupun secara internasional itu merupakan CSR minimum. Jadi kalau mau melihat apakah perusahaan sudah menjalankan CSR secara minimum atau belum, lihatlah apakah seluruh regulasi yang berlaku itu sudah dipenuhi atau belum. Dan saya senang tadi ada ungkapan mengenai corporate social leader dari Gipsin dan Hill, kemudian creative kapitalism yang dicanangkan oleh Bill Gates di Davos persis tahun yang lalu, dan itu semua terjadi tanpa kerangka hukum. Kapitalisme menjadi kreatif karena tidak dikungkung oleh hukum, saya kira itu saja yang saya sampaikan. 97.
KETUA : Prof. Dr. MOH MAHFUD, M.D., S.H. Baik yang terakhir untuk Pak Bambang, saya kira itu bisa dimasukkan di dalam kesimpulan masing-masing tentang apakah ada legal obligation tanpa ada legal penalty nanti saja kan jawabannya bisa panjang yang ada itu begitu. Tetapi di dalam konteks ini Pak Bambang harus menjawab ada atau tidak ada, itu kan jawabannya bisa macammacam sangat teoritis, jadi kesimpulan kita masing-masing itu bisa masuk seutuhnya di dalam putusan hakim. Nah, untuk itu sidang yang akan datang (...)
98.
KUASA HUKUM PEMOHON : BAMBANG WIDJOJANTO, S.H., M.H. Pak Ketua, sejauh mana Kadin sudah melakukan usaha-usaha atau akan melakukan upaya-upaya tertentu supaya kemudian CSR ini bisa dilakukan. Jadi kalau mungkin di bawah lima menit, dua atau tiga menit Pak, Pemohon Asli akan mejelaskan apa sih yang sudah silakukan.
99.
KETUA : Prof. Dr. MOH MAHFUD, M.D., S.H. Baik, silakan dua atau tiga menit.
100. PEMOHON : KADIN Terima kasih, asalammualaikum wr. wb. Ketua Majelis dan anggota Majelis yang kami, hormati posisi dari Kadin itu sudah sangat jelas Bapak, Ibu sekalian bahwa kita melaksanakan semua kegiatan usaha di Indonesia itu harus sesuai dengan hukm yang berlaku, dan menyangkut tanggung jawab sosial itu, tidak hanya di dalam prinsip saja tetapi kami juga mempunyai dua wakil ketua umum yang membidangi
51
masalah tersebut yaitu, Wakil Ketua Umum Bidang Lingkungan Hidup, kebetulan Ibu Dewi Motik ada di sini dan satu lagi adalah Wakil Ketua Umum untuk corporate governance, Bapak Damiri, saya tadi lihat sepintas. Jadi kita sudah sangat jelas untuk masalah itu bahwa kita akan melaksanakannya. Pertanyaan Bapak Hakim tadi menyampaikan bahwa ada perusahaan ”bermasalah” dan sebagainya. Menurut pandangan kami proses itu sudah menjalani proses hukum, saya belum tahu persis nanti proses hukumnya seperti apa, tapi yang jelas ada suatu komitmen sosial Bapak, Ibu sekalian yang sudah disampaikan. Nah nanti kita melihat bagaimana komitmen sosial itu akan terjadi. Namun demikian kami juga ingin menggarisbawahi Bapak, Ibu sekalian karena yang mengganggu dari pada situasi sekarang ini dunia usaha ini ditempatkan seolah-oleh menjadi objek untuk diperah, ini yang terjadi dan kami sependapat dengan Pak Faisal Fasri tadi menyampaikan banyak hal-hal yang berkaitan dengan tidak adilnya pemerataan dari keuangan pusat kepada daerah, akhirnya disalahkan adalah dunia usaha Pak. Saya akan mengambil satu contoh berkaitan dengan masalah TJSL ini, di mana kami tadinya adalah mencoba untuk melakukan suatu kompromi, kalau boleh dibilang kompromi di dalam Peraturan Pemerintah. Namun demikian sulit sekali Bapak, jadi di dalam perjalanan kita berbicara dengan pihak pemerintah mengenai PP kareana batang tubuhnya sudah seperti ini yang terjadi di dalam diskusi, mohon maaf beberapa departemen itu dan kementerian sudah memasukan list Pak, mohon maaf Kementerian Perumahan sudah bikin list, lalu ada Pekerjaan Umum bikin list, jadi sudah seperti itu Pak, terjadi. Nah inilah yang mengkhawatirkan kami bahkan dalam suatu rapat di Bapenas ada satu pejabat pemerintah sudah menyatakan bahwa untuk masalah TJSL ini akan dimasukkan dalam anggaran non bugetter yang akan di koordinasi oleh pemerintah. Nah ini lah yag ingin kami sampaikan betapa terjadi kekacauan nanti apabila terjadi, karena memang kami setuju Pak yang disampaikan oleh Pak Jalal tadi betul, semua kewajiban yang sifatnya itu adalah kewajiban dasar itulah yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Sedangkan CSR itu adalah kewajiban di atas dari pada kewajiban yang ada. Nah dalam notulen-notulen yang kami ikuti di dalam pembahasan DPR yang terungkap itu sebenarnya adalah memang adanyan kerancuan pengertian antara kewajiban dasar yang sudah diatur dalam undangundang sektoral dengan CSR yang merupakan adalah sukarela dari perusahaan apabila mereka ingin melakukan. Karena itu kami hadirkan di sini salah satunya adalah dari Unilever dan Asosiasi Batu bara untuk menjelaskan seperti hal yang sudah kami lakukan selama ini. Sedikit juga Pak, menyangkut masalah filosofi tadi bahwa dunia usha pada kondisi yang sulit karena menjadi semacam obyek perahan,
52
salah satunya juga di dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Di sana muncul ide dari pemerintah untuk memasukan pajak lingkungan, alhamdulilah akhirnya pasal itu bisa di-drop tapi kurang lebih prosesnya seperti TJSL ini. Jadi pajak lingkungan itu dihasilkan karena adanya permintaan pemerintah daerah yang waktu itu merasa tidak adil, tidak menerima bagian dari cukai. Karena tidak dapat cukai dicarilah suatu alasan kira-kira bagaimana untuk bisa mengambil dana lagi, keluarlah isu pajak lingkungan. Pada waktu kami berdebat, berargumentasi dengan pemerintah kami mengejar pajak lingkungan ini dasarnya apa? Itu tidak bisa dijelaskan oleh pemerintah karena tadinya mereka mau masuk ke dalam emisi gas buang yang akhirnya bisa kami counter bahwa emisi gas buang itu sudah ada di pajak kendaraan bermotor dan sebagainya. Sampai akhirnya terbukalah bahwa ini adalah isu anggaran budgeter, kalau anggaran jangan dibilang pajak lingkungan, alhamdulilah itu drop. Kalau tidak saya bertemu Bapak, Ibu lagi di sini untuk masalah pajak lingkungan. Jadi inilah yang ingin kami sampaikan, ada satu main set yang harus dibenahi, kewajiban pemerintah. Kewajiban pemerintah pusat adalah mensejahterakan masyarakatnya, kami membayar pajak. Di atas itu apabila kami mempunyai keuntungan itulah yang akan kami lakukan. Menyangkut yang tadi Pak Faisal Basir mengenai masalah yang tadi bisa dibiayakan. Kami sudah bicarakan denga Menteri Keuangan, dengan Dirjen pajak, apakah mungkin yang namanya TJSL ini bisa dianggap sebagai cost, kami akan klaim untuk mengurangi pajak. Jawabannya simpel Pak. Boro-boro Pak Hariadi, yang namanya stimulus
saja kita repot, apalagi mengurus seperti ini.
Inilah Bapak dan Ibu sekalian dan Majelis Hakim. Yang kami khawatirkan nantinya di dalam perjalanan itu kami tidak hanya akan bertengkar dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, tapi juga denga masyarakat. Karena masyarakat juga melihat ini kan ada 74 dimana kalian harus melakukan ini. Inilah Bapak, Ibu sekalian yang menurut kami menjadi masalah untuk kepastian hukum dan memang betul ada diskriminasi sebagaimana diungkapkan oleh Pak Jefry dan Pak Arief, ada justru di luar PT yang legal yang juga melakukan itu tidak tersentuh oleh masalah ini sebenarnya. Itu memang mohon maaf kami memang meraskan ada diskriminasi itu, sehingga kami dalam tanda petik berusaha untuk mentaati seluruh aturan yang ada justeru energi kami terbuang untuk mengurusi hal seperti itu, bukannya kami itu melakukan usaha-usaha yang lebih produktif untuk bangsa dan negara ini, terima kasih,
wassalamualaikum wr. wb.
101. KETUA : Prof. Dr. MOH. MAHFUD MD, S.H. Menurut catatan kami, pemerintah tidak mengajukan saksi atau
53
ahli. Sehingga sidang berikutnya itu sudah pengucapan putusan, dan dalam waktu satu minggu kepada Pemohon, kepada pemerintah dan kepda DPR juga kalau mau untuk menyampaikan kesimpulan. Sehingga sesudah itu kami akan menjadwalkan untuk sidang. Jadi hari ini hari Kamis dan hari Kamis yang akan datang kesimpulan itu sudah masuk ke Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Saya kira begitu, sidang hari ini bisa kita akhiri, terima kasih, wassalamualaikum wr.wb, dengan ini sidang dinyatakan ditutup.
KETUKPALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.54 WIB
54