KESANTUNAN BERBAHASA MANDAILING DALAM TINDAK TUTUR DIREKTIF ANAK KEPADA ORANG TUANYADI NAGARI UJUNG GADING KECAMATAN LEMBAH MELINTANG KABUPATEN PASAMAN BARAT
SKRIPSI
untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
AHMAD YAHDI NIM 04525/2008
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DAN DAERAH FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2012
ABSTRAK Ahmad Yahdi, 2012. ”Kesantunan Berbahasa Mandailing dalam Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat”. Skripsi. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Padang. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing, mendeskripsikan prinsip kesantunan berbahasa yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing, dan konteksnya dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat. Pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Data penelitian ini adalah peristiwa tutur dalam percakapan antara anak dengan orang tuanya. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik rekam, observasi, dan catatan lapangan. Data penelitiandiolah berdasarkan langkahlangkah berikut. Pertama, mengidentifikasikan semua tuturan anak kepada orang tuanya. Kedua, mengelompokkan tuturan yang termasuk tindak tutur direktif. Ketiga, mengklasifikasikan prinsip kesantunan dan konteks tuturan. Keempat, menafsirkan data. Kelima, menyimpulkan data. Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan hal-hal berikut. Terdapat lima bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing yaitu, tindak tutur direktif menyuruh, menyarankan, memerintah, menantang, dan memohon. Tindak tutur direktif yang paling dominan digunakan adalah tindak tutur direktif menyarankan dan yang paling sedikit digunakan adalah tindak tutur direktif memerintah. Terdapat empat maksim kesantunan yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing, yaitu (a) maksim kedermawanan, (b) maksim kesepakatan, (c) maksim kearifan, (d) maksim pujian. Maksim yang paling dominan digunakan yaitu maksim kesepakatan dan yang paling sedikit digunakan yaitu maksim pujian dan kearifan. Konteks pemakaian maksim adalah sebagai berikut. Maksim kedermawanan cenderung digunakan untuk tujuan menyuruh. Topik tindak tutur umumnya pembicaraan sehari-hari, terjadi di rumah dalam suasana tenang. Maksim kesepakatan cenderung digunakan untuk tujuan menyarankan dan memohon. Topik tindak tutur umumnya pembicaraan seharihari, terjadi di rumah, halaman rumah dalam suasana tenang. Maksim kearifan dan pujian cenderung digunakan untuk tujuan menyarankan. Topik tindak tutur umumnya pembicaraan sehari-hari, terjadi di rumah dalam suasana tenang.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt karena dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Kesantunan Berbahasa Mandailing dalam Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.” Penyusunan skripsi ini bertujuan memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana pendidikan Strata Satu (S1). Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan berbagai pihak, terutama sekali penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Novia Juita, M.Hum., selaku pembimbing I dan kepada Dr. Ngusman, M.Hum., selaku pembimbing II sekaligus Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah. Selanjutnya, terima kasih kepada Dr. Irfani Basri, M.Pd., Dra. Ermawati Arief, M.Pd., dan Dra. Emidar, M.Pd., selaku dosen penguji skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah. Ucapan terima kasih yang tulus juga penulis ucapkan kepada keluarga penulis serta teman-teman yang telah memotivasi dan memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat sehingga usaha penulis dan bantuan dari semua pihak diridhoi oleh Allah Swt. Penulis masih mengharapkan adanya kritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhir kata, semoga Allah Swt membalas semuanya dengan pahala yang berlipat ganda, Amin Ya Robbal ’Alamin.
Padang,
April 2012
Penulis
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK .....................................................................................................
i
KATA PENGANTAR ....................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
iii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
v
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................
1
B. Fokus Masalah ...............................................................................
3
C. Perumusan Masalah .......................................................................
4
D. Pertanyaan Penelitian .....................................................................
4
E. Tujuan Penelitian ...........................................................................
5
F. Manfaat Penelitian .........................................................................
5
G. Definisi Operasional.......................................................................
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori ...................................................................................
7
1. Kesantunan Berbahasa Sebagai Kajian Pragmatik ..................
7
2. Tindak Tutur Direktif ...............................................................
13
3. Peristiwa Tutur .........................................................................
15
4. Konteks Tuturan .......................................................................
16
5. Bahasa Mandailing ...................................................................
17
6. Hakikat Anak ...........................................................................
18
7. Hakikat Orang Tua.................................................................. .
19
8. Perkembangan Bahasa Anak ....................................................
20
B. Penelitian yang Relevan .................................................................
23
C. Kerangka Konseptual .....................................................................
24
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 1. Jenis dan Metode Penelitian ...........................................................
27
2. Data dan Sumber Data ...................................................................
27
3. Informan/Subjek Penelitian ............................................................
28
iii
4. Teknik Pengumpulan Data .............................................................
28
5. Teknik Pengabsahan Data ..............................................................
29
6. Teknik Penganalisisan Data ...........................................................
29
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Temuan Penelitian .........................................................................
30
1. Bentuk Tindak Tutur Direktif yang digunakan oleh Anak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing ...................................
30
2. Prinsip Kesantunan Berbahasa yang digunakan oleh Anak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing ...................................
31
3. Konteks Tindak Tutur yang digunakan oleh Anak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing ..............................................
32
B. Pembahasan ....................................................................................
33
1. Bentuk Tindak Tutur Direktif yang digunakan oleh Anak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing ................................
34
2. Prinsip Kesantunan Berbahasa yang digunakan oleh Anak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing ................................
66
3. Konteks Tindak Tutur yang digunakan oleh Anak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing ...........................................
94
BAB V PENUTUP A. Simpulan ......................................................................................
120
B. Implikasi Hasil Penelitian ..............................................................
121
C. Saran ..............................................................................................
121
KEPUSTAKAAN LAMPIRAN
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lamnpiran 1 Transkrip Data Kesantunan Berbahasa Mandailing dalam Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat .......................................................................... 124 Lampiran 2
Klasifikasi Bentuk Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat ..................................... 141
Lampiran 3
Klasifikasi Prinsip Kesantunan yang Digunakan dalam Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat ......................................................................... 144
Lampiran 4
Klasifikasi Konteks Tindak Tutur Anak kepada Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat ..................................... 147
Lampiran 5
Data Informan ..........................................................................
158
Lampiran 6
Surat Izin Penelitian .................................................................
166
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah objek kajian linguistik atau ilmu bahasa. Ilmu bahasa terdiri atas beberapa cabang ilmu. Cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa berdasarkan konteks adalah pragmatik.Dalam pragmatik makna dikaji dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar.Peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsung interaksi antara dua belah pihak, yaitu penutur dan mitra tutur dalam bentuk satu ujaran atau lebih pada waktu,tempat dan situasi tertentu (Chaer dan Agustina, 1995:6). Jadi, tindak tutur yang berlangsung pada masyarakat Ujung Gading dengan mengunakan bahasa sebagai alat komunikasi adalah sebuah peristiwa tutur. Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penutur dengan maksud agar lawan tutur mau melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujarannya misalnya menyuruh, memohon, menuntun, menyarankan dan menantang.Tindak tutur direktif disebut juga tindak tutur imposif, yaitu tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tuturnya melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan tersebut, misalnya menyuruh, memohon, dan menantang (Gunawan,1994:85). Proses berbahasa dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, misalnya di rumah. Rumah merupakan salah satu tempat atau wadah terjadinya komunikasi baik secara lisan maupun tulis.Dalam kegiatan ini, terjadi
1
2
komunikasi yang bersifat lisan, artinya tindak tutur yang digunakan langsung diucapkan oleh anak. Kesantunan berbahasa anak terhadap orang tua di Mandailing berdasarkan pada norma-norma umum yang ada dalam masyarakat Mandailing. Masyarakat Mandailing memiliki adat-istiadat dan agama yang kuat. Walaupun demikian, anak tidak lagi berbahasa yang santun kepada orang tuanya.Berdasarkan pengamatan penulis di Nagari Ujung Gading pada bulan Juni 2011, kesantunan berbahasa anak terhadap orang tua semakin menurun.Anak tidak lagi mengindahkan tatakrama atau kesantunan dalam berbahasa dengan orang tuanya. Misalnya, pada peristiwa tutur berikut: (30) Anak
: Mua dpe jakna yah! ke maita. kenapa lagi yah, pergi kita lagi „Kenapa lagi yah!Kita pergi lagi.‟ Orang tua :Kinai ma, satongkin nai nantilah, sebentar lagi „Nantilah sebentar lagi.‟ Anak :Ipas ma yah! Au dung marjanji buse ke main bola dot dongan nangkinan. cepatlah yah saya sudah berjanji pula akan main bola dengan anak orang tadi „Cepatlah Yah! Saya sudah berjanji akan bermain bola dengan teman.‟ Orang tua :Nagigih mada ho, sodang mangua ayah jakna nida ho. cerewet betul kamu ini sedang mengapa ayah terlihat kamu „Cerewet sekali kamu, kamu bisa melihat bahwa Ayahsedang sibuk.‟ Tindak tutur itu dilakukan oleh ayah dan anak di rumah.Anak berada di halaman sedang membersihkan motor, sedangkan orang tua berada di dalam rumah sedang mengganti pakaian.Tindak tutur yang terdapat pada konteks peristiwa tutur di atas merupakan tuturan yang berbentuk direktif, yaitu memerintah.Anak memerintah orang tua untuk segera berangkat bersama
3
dirinya.Kata ipas ma yah „CepatlahYah‟ menyimpang dari maksim kedermawanan.Anak bersedia mengantar orang tua ke pasar, tetapi anak tidak ingin dirugikan waktunya, dia tidak mau datang terlambat main bola. Tindak tutur anak yang berada pada konteks peristiwa tutur di atas dianggap tidak santun karena kata ipas ma yah „Cepatlah Yah‟ yang dituturkan oleh anak bersifat langsung dengan maksud agar orang tua tidak lama mengganti pakaian karena anak akan bermain bola dengan temannya. Sebaiknya seorang anak mengatakan kepada orang tuanya dengan berkata lambat dope ayah agar terkesan lebih santun. Berdasarkan pemaparan di atas, penulis perlu untuk meneliti kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.Peneliti memilih bahasa Mandailing di Nagari Ujung
Gading
karena
untuk
menambah
keanekaragaman
penelitian
kesantunan berbahasa.Oleh sebab itu, peneliti ingin mengetahui kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya yang ada di Nagari Ujung Gading pada saat sekarang.
B. Fokus Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan diteliti adalah kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat. Agar analisis penelitian ini mendalam, penelitian
4
ini difokuskan pada tindak tutur direktif, prinsip kesantunan, dan konteks tuturan anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.
C. Perumusan Masalah Bertolak dari fokus masalah itu, masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Bagaimanakahkesantunan berbahasa Mandailing dalamtindak tutur direktif anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.
D. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut ini. 1. Bentuk tindak tutur direktif apa sajakah yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam kesantunan berbahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat? 2. Apa saja prinsip kesantunan berbahasa yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat? 3.
Bagaimana konteks tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupten Pasaman Barat?
5
E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah sebagai berikut ini. 1. Mendeskripsikan bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam kesantunan berbahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat. 2. Mendeskripsikan prinsip kesantunan berbahasa yang digunakanoleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat. 3. Mendeskripsikan konteks tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh peneliti, guru, dan pembaca.Bagi peneliti , dapat mendorong perkembangan linguistik khususnya di bidang pragmatik. Bagi guru, agar memakai kesantunan berbahasa supaya komunikasi berjalan dengan efektif. Bagi pembaca menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya serta memberikan sumbangan terhadap penelitian berikutnya dan dapat dijadikan pemicu bagi peneliti lainnya untuk bersikap kritis dan kreatif dalam menyikapi perkembangan tindak bahasa.
6
G. Definisi Operasional Ada beberapa istilah dalam penelitian ini.Pertama, kesantunan berbahasa adalah alat yang digunakan untuk menunjukkan kesadaran wujud pribadi seseorang dalam melakukan suatu interaksi menggunakan bahasa untuk membuat adanya keyakinan-keyakinan dan pendapat yang tidak sopan menjadi sekecil mungkin dengan mematuhi prinsip kesantunan berbahasa yang terdiri atas bidal-bidal atau maksim.Kedua, tindak tutur adalah segala tindakan yang dilakukan melalui berbicara terkait dengan konteksnya.Ketiga, penutur
adalah
orang
yang
melakukan
tuturan,
atau
orang
yang
bartutur.Keempat, petutur adalah orang yang menjadi pendengar penutur atau mitra bicara tutur.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori Penelitian ini membutuhkan landasan berpikir untuk menganalisis data.Kerangka
teori
yang
disusun
bertujuan
untuk
memecahkan
masalah.Sehubungan dengan itu, dibutuhkan teori-teori yang digunakan untuk menganalisis data. Teori tersebut akan dijabarkan sebagai berikut ini. 1. Kesantunan Berbahasa sebagai KajianPragmatik Istilah pragmatik lahir dari seorang filsuf yang bernama Charles Morris, yang meneliti semiotika (ilmu tanda dan lambang) dan kemudian semiotika dibagi menjadi tiga cabang, yaitu sintaksis, semantis, dan pragmatik (Gunarwan, 1994:39). Yule (2006:4-5) menjelaskan perincian itu satu persatu.Sintaksis mengkaji hubungan antara bentuk-bentuk kebahasaan dengan mengamati bentuknya seperti kalimat, klausa, frase, dan kata.Semantik mengkaji hubungan bentuk-bentuk dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya dengan objek yang diacunya.Pragmatik membahas makna ujaran yang dikaji menurut makna yang dikehendaki penutur sesuai dengan konteksnya. Morris (dalam Maksan,1994:29) berpendapat pragmatik adalah studi mengenai hubungan formal antara tanda dengan penafsirannya. Contoh ujaran berbunyi, sudah hampir pukul 10 diucapkan dalam konteks: (1) di asrama putri pada malam hari, oleh seorang ibu kos kepada teman lelaki yang masih berada di situ. Dalam konteks tersebut, bermakna si tamu lelaki itu diminta
7
8
supaya segera pulang (Chear dan Agustina,2004:222).Menurut Leech (1993:8) pragmatik adalah studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasisituasi ujar (speech situations). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik adalah ilmu bahasa yang mengkaji tentang makna yang sesuai dengan konteksnnya. Dalam kehidupan bermasyarakat ataupun dalam keluarga, bahasa merupakan alat komunikasi yang harus disertai dengan norma-norma atau tatakrama berbahasa yang berlaku dalam budaya masyarakat itu. Sistem tingkah laku berbahasa menurut norma-norma budaya disebut oleh Geertz (dalam Chaer dan Agustina 1995:226) sebagai etika berbahasa atau tata cara berbahasa. Sedangkan yang dimaksud dengan sopan santun berbicara adalah memberikan suatu penghargaan atau menghormati orang yang diajak bicara (Keraf, 1990:114). Tata cara sopan santun berbahasa ini merupakan salah satu dari adat sopan santun dalam hidup bermasyarakat di Mandailing. Menurut Chaer dan Agustina (1995:226) yang diatur dalam berbahasa adalah hal-hal sebagai berikut: (a) Apa yang harus dikatakan pada waktu dan keadaan dengan status sosial dan budaya dalam masyarakat itu. Penggunaan dalam hal ini maksudnya pembicara harus mengerti keadaan pada saat berbicara dan ia harus memperhatikan penggunaan kata yang tepat sesuai dengan status sosialnya. (b) Ragam bahasa apa yang paling wajar digunakan di dalam situasi sosiolinguistik dan budaya tertentu. Misalnya, seseorang kakak berbicara dengan adiknya, ragam bahasa apa yang tepat digunakan. (c) Kapan dan bagaimana menggunakan giliran bicara dan menyela pembicaraan
9
orang lain. Jika berkumpul dengan anggota keluarga, maka dalam pembicaraan
bagaimana
(bercanda,
rapat
keluarga,
dan
lain-lain),
mengungkapkan pendapat atau menyela pembicaraan salah seorang anggota keluarga. Gunakanlah cara yang tepat untuk menyela orang lain. (d) Kapan harus diam. Mungkin pada saat orang tua sedang berbicara atau memberi nasihat kepada salah seorang anggota keluarga, maka pada saat itu harus diam, atau saat orang tua memarahi jangan melawan dengan kata-kata kasar. (e) Bagaimana kualitas suara dan sikap fisik dalam berbicara. Kualitas suara maksudnya adalah tinggi rendahnya suara pada saat berbicara dengan lawan berbicara harus disesuaikan.Misalnya minta tolong kepada adik tidak dengan kata kasar, tetapi dengan sikap lembut dan menghormati.Sedangkan posisi fisik di sini maksudnya yaitu posisi tangan badan saat berbicara. Secara lebih lengkap Brown dan Levinson (dalam Gunarwan 1994:90) menyatakan bahwa teori kesantunan berbahasa itu berlandaskan pada konsep muka (face). Teori tersebut menganggap bahwa setiap orang (yang rasional) mempunyai dua muka, yaitu muka positif dan muka negatif. Muka negatif mengacu ke citra diri orang yang berkeinginan agar yang dilakukan, yang dimiliki nilai-nilai, yang diyakininya itu diakui oleh orang lain sebagai suatu hal yang berharga, yang bernilai baik, yang menyenangkan, dan yang terhormat. Sebaliknya muka positif
mengacu ke citra diri orang yang
berkeinginan agar dihargai dengan jalan orang lain membiarkan orang itu bebas melakukan tindakan.
10
Fraser (dalam Gunarwan, 1994:88) mendefinisikan kesantunan menjadi tiga kelompok. Pertama, properti atau bagian dari ujaran; jadi, bukan ujaran itu sendiri.Kedua, pendapat pendengarlah yang menentukan apakah kesantunan itu ada pada ujaran. Mungkin saja sebuah ujaran dimaksudkan sebagai ujaran yang santun oleh si penutur, tetapi tidak di telinga si pendengar ujaran itu ternyata tidak terdengar santun. Ketiga, kesantunan itu dikaitkan dengan hak dan kewajiban penyerta interaksi.Maksudnya, apakah sebuah ujaran terdengar santun atau tidak.Hal ini dapat diukur berdasarkan (a) apakah si penutur tidak melampaui hak lawan bicara dan (b) apakah penutur memenuhi kewajiban kepada lawan bicara. Kesantunan berbahasa juga memiliki sejumlah maksim dan skala kesantunan. Berikut akan dibahas lebih lanjut mengenai maksim-maksim kesantunan dan skala kesantunan. 1) Maksim-Maksim Kesantunan Kesantunan berbahasa akan melibatkan dua individu atau lebih sebagai penutur atau mitra tutur. Hubungan penutur dan mitra tutur ini berada dalam ruang lingkup percakapan atau peristiwa tutur. Dalam percakapan ada dua prinsip umum yang harus diperhatikan yaitu prinsip kesantunan dan prinsip kerja sama. Menurut
Leech
(1993:206-207),
maksim-maksim
kesantunan
cenderung berpasangan sebagai berikut: (a) Maksim kearifan (tact maxim). Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin, buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. (b) Maksim kedermawanan (generosity maxim). Buatlah
11
kerugian diri sendiri sekecil mungkin, buatlah keuntungan diri sendiri sebesar mungkin. (c) Maksim pujian (approbation maxim). Kecamlah orang lain sedikit mungkin, pujilah orang lain sebanyak mungkin. (d) Maksim kerendahan hati (modesty maxim). Pujilah diri sendiri sedikit mungkin, kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin. (e) Maksim kesepakatan (sympathy maxim). Usahakan agar ketaksepakatan antara diri dengan orang lain terjadi sedikit mungkin, usahakan agar kesepakatan antara diri dengan orang lain terjadi sebanyak mungkin. (f) Maksim simpati. Kurangilah rasa antipasti antara diri dengan orang lain hingga sekecil mungkin, tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri dan orang lain. 2) Skala Kesantunan Berdasarkan Parameter Kesantunan Maksim-maksim kesantunan yang telah diuraikan di atas dapat diukur tingkat kesantunannya dengan menggunakan skala kesantunan. Menurut Leech dalam Rahardi (2005:66-68) ada lima skala keantunan berbahasa, yaitu: (a) Cost-Benefit Scale (skala kerugian keuntungan). Apabila sebuah peruturan merugikan bagi diri si penuturnya, maka akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Apabila tuturan tersebut menguntungkan bagi diri penuturnya dan merugikan orang lain, maka dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. (b)Optionality Scale (skala pilihan).Apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan untuk menentukan pilihan bagi penutur dan mitra tutur, tuturan tersebut akan akan dianggap sangat tidak santun. Apabila penuturan itu memberikan kemungkinan untuk menentukan pilihan bagi penutur dan mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap semakin santun.
12
(c)Inderectness Scale (skala ketidaklangsungan). Semakin tuturan itu bersifat langsung,to the point, apa adanya, tidak berbelit-belit, tidak banyak basa basi, akan cenderung dianggap semakin tidak santunlah tuturannya. Semakin tidak langsung maksud sebuah tuturan, semakin banyak samita, sanepo, samudana, dan isyarat yang dikandung di dalamnya, akan dianggap semakin santunlah tuturan tersebut. (d)Authority Scale (skala kekuasaan). Semakin jauh distansi atau jarak peringkat sosial (rank rating) antara penutur dan mitra tutur, tuturan yang digunakan akan cenderung menjadi santun. Semakin dekat jarak peringkat status sosial penutur dan mitra tutur, akan cenderung berkuranglah tingkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam keseluruhan aktivitas bertutur. (e)Social Distance Scale (skala jarak sosial). Semakin dekat jarak peringkat sosial penutur dengan mitra tutur, maka semakin kurang santunlah tuturan itu dan apabila jarak peringkat sosialnya semakin jauh, maka semakin santunlah tuturan itu. Berdasarkan teori para ahli yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesantunan berbahasa adalah suatu cara yang digunakan dalam berbahasa atau berbicara untuk menghormati atau memberikan penghargaan terhadap lawan bicara dalam berkomunikasi. Cara berbahasa yang santun adalah pada saat melakukan komunikasi dengan lawan bicara kita harus memperhatikan semua etika atau tatacara berbicara yang santun seperti, cara bicara, kapan kita harus berbicara, dengan siapa kita berbicara dan kapan kita harus diam. Pada saat ini sebagian besar masyarakat Mandailing kurang
13
memperhatikan tata aturan atau tatakrama berbicara yang santun dalam berkomunikasi.
2. Tindak Tutur Direktif Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujarannya. Tindak tutur direktif dapat berbentuk menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang. Tindak tutur direktif disebut juga tindak tutur imposif, yaitu tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar lawan tuturnya melakukan tindakan yang disebutkan dalam tuturan tersebut, misalnya menyuruh, memohon, dan menantang (Gunawan,1994:85) Searle (dalam Gunawan,1994:48) mengemukakan tindak tutur direktif yaitu tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran itu (misalnya: menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan dan menantang). Senada dengan itu, Austin (dalam A.R 1992:46) menyebutkan tindak tutur direktif adalah tuturan yang berfungsi mendorong
pendengar untuk melakukan
sesuatu, seperti mengusulkan, memohon, mendesak. Yule (1996:93) menjelaskan tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini meliputi: perintah, pemesanan, permohonan, pemberian saran dan bentuknya dapat berupa kalimat negatif dan positif.
14
Menurut Amir danNgusman (2006:11), tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang berpotensi mengancam muka pelaku tutur. Muka atau citra diri penutur dapat jatuh jika suruhannya atau perintahnya tidak diperhatikan oleh penutur. Sebaliknya, muka atau citra diri penutur dapat terancam karena permohonan yang ditujukan kepadanya bersifat membebani, memaksa penutur atau melecehkan penutur. Tindak tutur direktif terdiri atas tindak tutur menyuruh, memohon, menyarankan, menuntut dan menantang.Rahardi (2005:96) menyatakan bahwa kalimat yang bermakna menyuruh itu, biasanya digunakan bersama penanda kesatuan coba. Rahardi (2005:96) menyatakan bahwa kalimat bermakna memohon itu, biasanya ditandai dengan penanda kesatuan mohon, selain ditandai dengan penanda kesatunan itu, pertikel lah- juga lazim digunakan untuk memperhalus kadar tuturan direktif permohonan. Menurut
Rahardi
(2005:114-115),
kalimat
yang
bermakna
menyarankan biasanya ditandai dengan penanda kesatuan kata hendaknya dan sebaliknya. Rinaldi (2005:100) mengemukaan bahwa kalimat dengan makna menuntut atau desakan mengunakan kata ayo dan mari sebagai pemerkah makna. Selain itu, kadang-kadang digunaan kata harap dan harus untuk memberi penekanan maksud tersebut. Tindak tutur menantang adalah tindak tutur untuk memotivasi seseorang agar mau mengerjakan apa yang dikatakan penutur. Melalui tuturan
15
ini, penutur berusaha agar penutur tertantang untuk melakukan apa yang dituturkan. Berdasarkan penjelasan tindak tutur direktif di atas disimpulkan bahwa tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujarannya. Tindak tutur direktif dapat berbentuk menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, dan menantang.
3. Peristiwa Tutur Peristiwa tutur adalah suatu kegiatan yang melibatkan penutur dan mitra tutur (lawan bicara) dalam berinteraksi dengan satu pokok tuturan dalam waktu, tempat dan situasi yang berbeda. Menurut Hymes (dalam Sumarno dan Partana, 2002:320) mengungkapkan, Peristiwa tutur berwatak komunikatif dan diatur oleh kaidah untuk penggunaan tutur. Tiap peristiwa tutur terbatas kepada kegiatan atau aspek kegiatan yang secara langsung diatur oleh kaidah atau norma bagi pengguna tutur. Peristiwa tutur terjadi di dalam situasi tutur dan terdiri satu tindak tutur atau lebih. Menurut Sumarsono dan Partana (2002:320), peristiwa tutur terjadi di dalam situasi tutur dan terdiri dari satu tindak tutur atau lebih.Konteks situasi tuturan ada, karena adanya perbedaan pandangan (pengetahuan) penutur dengan mitra tutur, dan aspek-aspek luar kebahasaan. Menurut Yule (1996:82), peristiwa tutur merupakan suatu keadaan dimana penutur berharap maksud komunikatifnya akan dimengerti pendengar dan biasanya penutur dan pendengar terbantu oleh keadaan di sekitar lingkungan tutur itu.
16
Percakapan adalah salah satu contoh peristiwa tutur.Chaer dan Agustina (1995:61-62) menyatakan sebagai berikut. Peristiwa tutur (speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat dan situasi tertentu. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa peristiwa tutur mempunyai maksud untuk memberikan reaksi pendengar dan tuturan juga dapat mempengaruhi suasana penutur dan mitra tutur lewat partisipasi, topik, latar, budaya, dan tujuan tuturan.Peristiwa tutur biasanya terjadi di dalam situasi tutur yang berbeda.Jadi, interaksi interaksi yang berlangsung antara anak dengan orang tuanya di tempat tertentu dan pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur.
4. Konteks Tuturan Makna sebuah tuturan dapat dipahami secara tepat bila diketahui siapa pembicara, siapa pendengar, dan situasinya.Oleh karena itu, ahli wacana menganalisis
kalimat
dengan
menganalisis
konteksnya
terlebih
dahulu.Konteks adalah suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang membantu mitra tutur menafsirkan tuturan.Menurut Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 2004:48-49) peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang dirangkaikan menjadi akronim SPEAKING.Kedelapan komponen tersebut adalah: (a) S (Setting and scene), setting berkaitan dengan waktu dan tempat tuturan berlangsung, sedangkan
17
scene mengacu pada situasi, tempat, dan waktu, atau situasi psikologis; (b) P (Participant) adalah pihak-pihak yang terlibat dalam tuturan, yaitu pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan) yang dapat saling bertukar peran; (c) E (Ends:purpose and goal) merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan; (d)A (Act sequances) mengacu pada bentuk dan isi ujaran yaitu kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan; (e) K (Key) mengacu pada nada, cara, dan semangat di mana suatu pesan disampaikan; (f) I (Instrumentalities) mengacu pada jalur bahasa yang digunakan seperti jalur lisan, tertulis, telegraf, atau telefon; (g) N(Norm of interaction and interpretation) mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi dan norma penafsiran terhadap ujaran lawan bicara; (h) G(Genre)mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya. Dari uraian itu, dapat disimpulkan
bahwa suatu peristiwa tutur
mempunyai banyak unsur yang saling berkaitan satu sama lain. Tanpa ada satu atau beberapa aspek lainnya, maka peristiwa tutur tidak akan terjadi.
5. Bahasa Mandailing Salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia adalah bahasa Mandailing. Sebagai bahasa daerah, bahasa Mandailing dipakai sebagai bahasa pertama oleh masyarakat untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka.Bahasa Mandailing ini digunakan pada salah satu daerah atau satu kampung yaitu daerah Ujung Gading. Di daerah ini penduduknya dominan menggunakan bahasa Mandailing. Bahasa Mandailing di Ujung Gading ini
18
sangat berbeda dengan bahasa Mandailing di daerah sekitarnya seperti di daerah Silaping dan Sungai Aur. Karena penyampaian kata-kata yang digunakan sangat lunak bila dibandingkan dengan bahasa Mandailing di daerah lainnya. Sopan santun dalam masyarakat Mandailing berbeda dari masyarakat Inggris disebabkan perbedaan budaya dan mobilitas masyaratkatnya. Masyarakat Inggris adalah masyarakat yang bukan saja berinteraksi dengan sesama anggota masyarakat seasal tetapi banyak juga berinteraksi dengan masyarakat atau pengunjung dari luar sebab negara Inggris adalah salah satu negara yang paling banyak dikunjungi oleh pendatang/turis dari luar negeri sedangkan masyarakat Mandailing lebih banyak berintekraksi dengan sesama anggota masyarakat dan hampir tidak memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan masyarakat luar. Dengan demikian tidak ada pola-pola pertuturan yang telah menjadi baku untuk orang asing dan orang yang telah dikenal.
6. Hakikat Anak Anak merupakan makhluk sosial sama hal nya dengan orang dewasa. Anak juga membutuhkan orang lain untuk bisa membantu mengembangkan kemampuannya, karena pada dasarnya anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Menurut John Locke (dalam Artikel Dunia Psikologi Anak, 2008:1),anak merupakan pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. Menurut Agustinus (dalam Artikel Dunia Psikologi Anak, 2008:1), anak tidaklah sama
19
dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa. Sobur
(dalam
Artikel
Dunia
Psikologi
Anak,
2008:1)
juga
mengartikananak sebagai orang atau manusia yang mempunyai pikiran, sikap, perasaan, dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan. Menurut Haditono (dalam Artikel Dunia Psikologi Anak, 2008:1), anak adalah mahluk yang membutuhkan kasih sayang, pemeliharaan, dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu, anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan kepada anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa, anak adalah orang atau manusia yang mempunyai pikiran, sikap, perasaan, dan minat berbeda dengan orang dewasa dengan segala keterbatasan, yang juga membutuhkan kasih sayang dan pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan serta juga termasuk makhluk sosial sama dengan orang dewasa.
7. Hakikat Orang Tua Orang tua adalah ayah dan ibu yang telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Peranan orang tua
20
dalam adat Mandailing sangat penting terutama untuk menanamkan adat sopan santun kepada anaknya. Penanaman adat sopan santun pada anak umumnya melalui sosialisasi sejak bayi sampai dewasa, selama itu mereka akan diberikan tata tertib bagaimana berbicara yang baik dengan orang tua, keluarga atau yang lebih muda.Cara berbicara seorang anak sangat banyak dipengaruhi oleh bagimana cara orang tuanya berbicara kepada si anak. Orang tua sebaiknya selalu memperhatikan perkembangan tersebut, agar anak sopan dalam berbicara. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan contoh yang baik dalam berbicara kepada si anak (http://massofa.wordpress.com). Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa orang tua adalah ayah dan ibu yang telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Cara berbicara orang tua sangat mempengaruhi cara berbicara anak.
8. Perkembangan Bahasa Anak Bahasa adalah segala bentuk komunikasi dimana pikiran dan perasaan seseorang disimbolisasikan agar dapat menyampaikan arti kepada orang lain (http://massofa.wordpress.com). Oleh karena itu, perkembangan bahasa dimulai dari tangisan pertama sampai anak mampu bertutur kata.Penelitian yang dilakukan terhadap perkembangan bahasa anak tentunya tidak terlepas dari pandangan, hipotesis, atau
teori
psikologi
yang
dianut.
Menurut
Jean
Piaget
(dalam
Chaer,2003:223) menyatakan bahwa bahasa itu bukanlah suatu ciri alamiah
21
yang terpisah, melainkan salah satu diantara beberapa kemampuan yang berasal dari kematangan kognitif. Bahasa distrukturi oleh nalar, maka perkembangan bahasa harus berlandas pada perubahan yang lebih mendasar dan lebih umum di dalam kognisi.Jadi urut-urutan perkembangan kognitif menentukan urutan perkembangan bahasa. Bagaimana
hubungan
antara
perkembangan
kognitif
dan
perkembangan bahasa pada anak dapat kita lihat dari keterangan Piaget sebagai berikut. Pertama,
tahap
sensorimotor
(0;0--2;0).
Dalam
tahap
ini
perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri anak. Keinginan (emosi) terbesarnya adalah keinginan untuk menyentuh/memegang, karena didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya. Kesukaan anak pada masa ini adalah anak senang dinyanyikan, diceritai, mendengar radio dan televisi, serta melihat gambar-gambar yang berwarna cerah seperti merah, kuning, hijau, dan lainnya. Kedua, tahap praoperasional (2;0--7;0). Pada usia ini anak menjadi 'egosentris', sehingga berkesan 'pelit', karena ia tidak bisa melihat dari sudut pandang orang lain. Anak tersebut juga memiliki kecenderungan untuk meniru orang di sekelilingnya. Meskipun pada saat berusia 6-7 tahun mereka sudah mulai mengerti motivasi, namun mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis - rumit. Pikiran anak praoperasional bersifat ireversibel. Anak pada masa ini senang diceritai dengan disertai alat peraganya. Warna kesukaannya juga bervariasi.
22
Ketiga, tahap operasional konkret (7;0--12;0). Saat ini anak mulai meninggalkan 'egosentris'-nya dan dapat bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (bekerja sama). Anak sudah dapat dimotivasi dan mengerti hal-hal yang sistematis. Tingkat ini merupakan permulaan berpikir rasional. Anak memiliki operasi-operasi logis yang dapat diterapkan pada masalahmasalah konkret. Anak dalam periode ini dapat menyusun satu seri obyek dalam urutan. Piaget menyebut operasi ini seriasi. Selama periode ini, anak kurang egosentris dan lebih sosiosentris. Emosi anak pada masa ini seperti marah dan cemburu. Kesukaan anak pada masa ini adalah anak suka bermain, bekerja sama, dan berolahraga dengan teman-temannya. Keempat, tahap operasional formal (12;0--15;0). Pengajaran pada anak pra-remaja ini menjadi sedikit lebih mudah, karena mereka sudah mengerti konsep dan dapat berpikir, baik secara konkrit maupun abstrak, sehingga tidak perlu menggunakan alat peraga. Emosi anak pada masa ini meninggi seperti merajuk, ledakan amarah, dan murung jika keinginannya tidak sesuai yang ia harapkan. Kesukaan anak pada masa ini adalah berkumpulan dengan temanteman remaja lainnya dan rekreasi. Berdasarkan pendapat Piaget tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak dari segi kejiwaan dapat dilihat pada empat tahap, yaitu tahap sensorimotor, praoperasional, operasi konkret, dan operasional formal. Kejiwaan anak dapat dilihat mulai dari emosi anak yang rendah sampai tinggi, cara bernalar atau berpikirnya yang tidak sistematis menjadi kongkrit dan abstrak, sampai
23
kepada kesukaan anak yang rendah menjadi meningkat dan berkembang menurut umur dan tahap masing-masing.
B. Penelitian yang Relevan Berdasarkan studi kepustakaan yang dilakukan, penelitian yang relevan dengan penelitian ini dilakukan oleh Mery, Ningsih, dan Maiezra . Meri (2000) meneliti analisis kesopanan tindak tutur dalam acara dialog opini berita ranah Minang. Dalam penelitian ini ditemukan tindak tutur berdasarkan jenisnya terbagi atas: refresentatif, direktif, ekspresif, dan deklaratif. Fungsi bahasa yang ditemukan adalah menjelaskan, mengemukakan, meminta keterangan, mengira, dan menetapkan. Tindak tutur dalam bentuk kurang sopan banyak digunakan oleh pewawancara dibanding nara sumber. Ningsih (2002) meneliti kesantunan berbahasa pramuniaga dalam melayani konsumen: studi kasus di Plaza Minang. Hasil penelitian Ningsih menunjukkan bahwa ada empat tindak tutur yang sering digunakan pramuniaga plaza minang yang melayani konsumen, yaitu tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, dan deklaratif. Maiezra (2008) meneliti kesantunan berbahasa Minangkabau pedagang kaki lima dalam melayani pembeli di pasar tradisional Payakumbuh. Penelitian ini menemukan lima maksim, yaitu maksim maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim kerendahan hati, maksim pujian, dan maksim kesepakatan. Maksim yang dominan digunakan adalah maksim kerendahan
24
hati dan maksim kearifan. Tindak tutur yang digunakan refresentatif, direktif, ekspresif, dan deklaratif. Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian sebelumnya, yaitu penelitian kesantunan berbahasa yang terdahulu lebih memperhatikan bentuk tuturan yang dihasilkan dari tindak tutur yang digunakan penutur dan mitra tutur dalam kesantunan berbahasa.Pada penelitian ini, penulis hanya mengkaji tentang bentuk-bentuk tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya dalam kesantunan berbahasa Mandailing, prinsip kesantunan yang terdapat dalam kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya dan konteks tuturan yang terdapat dalam kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.
C. Kerangka Konseptual Banyak orang yang berbicara secara bebas tanpa disadari oleh pertimbangan moral, nilai, maupun agama. Akibatnya, komunikasi penutur dan mitra tutur tidak berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh kedua belah pihak. Oleh sebab itu, penutur dan mitra tutur hendaknya memiliki kesantunan berbahasa di dalam berkomunikasi. Kesantunan berbahasa adalah berbahasa yang sesuai dengan norma dan nilai yang dipegang oleh masyarakat pengguna bahasa. Jadi, kesantunan berbahasa berarti seseorang menggunakan bahasa yang halus dan baik (budi
25
bahasa, tingkah laku) yang sesuai dengan norma dan nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat. Kesantunan berbahasa dapat diamati dari pilihan kata, nada suara, intonasi, bahasa badan yang digunakan, dan bercakap mengikuti giliran. Kesantunan berbahasa juga memiliki sejumlah maksim yakni: maksim kearifan, maksim kedermawanan, maksim pujian, maksim kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati. Sesuai dengan judul dan fokus masalah susunan dalam kesantunan berbahasa dapat dilihat pada bagan kerangka konseptual di sebelah.
26
Pragmatik
Tindak Tutur
Kesantunan Berbahasa
Bentuk tindak tutur direktif 1. Menyuruh
Prinsip Kesantunan 1. Maksim Kearifan
2. Menyarankan
2. Maksim Kedermawanan
3. Memerintah
3. Maksim Pujian
4. Menantang
4. Maksim Kerendahan Hati
5. Memohon
5. Maksim Kesepakatan
Konteks tuturan 1. Waktu dan Tempat Tuturan Berlangsung 2. Pembicara dan Pendengar 3. Maksud dan Tujuan Tuturan 4. Situasi / suasana
6. Maksim simpati
Kesantunan berbahasa Mandailing dalam Tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat
Gambar Kerangka Konseptual
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Metode Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Menurut Moleong (2002:2), penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang tidak mengadakan perhitungan atau angka-angka. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, atau pun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 2005:54). Tujuan penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat hubungan antara fenomena yang diselidiki. Penelitian kualitatif ini digunakan untuk mendapatkan tuturan anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing.Metode deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai kesantunan berbahasa Mandailing dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading ditinjau dari prinsip kesantunan dan konteks tuturan.
B. Data dan Sumber Data Penelitian ini dilaksanakan di Nagari Ujung Gading. Nagari ini terletak di Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat.Data penelitian ini adalah peristiwa tutur dalam percakapan antara anak dengan orang tua
27
28
dalam keluarga.Sumber data penelitian ini adalah anak dan orang tuanya yang merupakan penduduk asli daerah tersebut.
C. Informan/Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah masyarakat di Nagari Ujung Gading Kecamatan
Lembah
Melintang
Kabupaten
Pasaman
Barat.Informan
penelitian ini adalah anak yang sudah mencapai tahap operasional formal (12;0--15;0), karena anak sudah berpikir logis seperti halnya dengan orang dewasa. Informan merupakan anak penduduk asli Nagari Ujung Gading. Informan penelitian berjumlah 18 orang yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara bertingkat.Pada tahap pertama, diadakan pengumpulan data tuturan direktif anak kepada orang tuanya dalam kesantunan berbahasa Mandailing.Untuk itu, digunakan alat perekam berupa tape recorderdan lembaran format pengamatan (observasi).Selain itu, juga digunakan catatan lapangan untuk melengkapi data penggunaan tuturan direktif anak.Pada tahap kedua direkam tindak tutur direktif anak dengan menggunakan alat perekam (tape recorder).Selanjutnya, hasil rekaman tersebut, ditranskripkan dan dianalisis berdasarkan teori yang digunakan mengenai tindak tutur direktif.
29
E. Teknik Pengabsahan Data Teknik pengabsahan data dilakukan dengan tambahan jika ada yang meragukan. Di samping itu, pengabsahan data juga dilakukan dengan menanyakan kembali kepada anak yang diamati apakah data yang dihasilkan peneliti sama dengan yang diuraikan atau dilakukan anak. Peneliti terpusat mengamati pada apa yang diuraikan dan diyakini anak.
F. Teknik Penganalisisan Data Moleong (2002:103) menjelaskan bahwa teknik analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti disarankan data. Berdasarkan uraian tersebut analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) mengumpulkan semua tuturan anak kepada orang tuanya; (2) mengelompokkan tuturan yang termasuk tindak tutur direktif; (3) mengidentifikasi tuturan berdasarkan prinsip kesantunan dan konteks tuturan; (4) menginterprestasikan data; (5) menyimpulkan data.
30
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Temuan Penelitian Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, pada bab ini akan dijelaskan temuan penelitian sebagai berikut. (1) Bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing; (2) Prinsip kesantunan berbahasa yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing; dan (3) Konteks tindak tutur yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing. 1. Bentuk Tindak Tutur Direktif yang Digunakan oleh Anak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing Tindak tutur direktif adalah tindak tutur yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujarannya.Tindak tutur direktif dapat berbentuk menyuruh, menyarankan, memerintah, menantang dan memohon. Pada penelitian ini, peneliti mengkaji lima bentuk tindak tutur direktif. Kelima jenis tindak tutur direktif tersebut adalah tindak tutur direktif menyuruh, tutur direktif menyarankan, tindak tutur direktif memerintah, tindak tutur direktif menantang, dan tindak tutur direktif memohon. Dari hasil penelitian diperoleh 47 tuturan. Bentuk tindak tutur direktif menyuruh terdapat 11 tuturan, menyarankan terdapat 15 tuturan, memerintah terdapat 5 tuturan, menantang terdapat 7 tuturan, dan memohon terdapat 9 tuturan. Dari lima bentuk tindak tutur direktif tersebut, yang paling banyak ditemukan pada
30
31
penelitian ini adalah tindak tutur direktif menyarankan dan yang paling sedikit ditemukan adalah tindak tutur direktif memerintah. 2. Prinsip Kesantunan Berbahasa yang Digunakan oleh Anak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing Dalam melakukan tindak tutur, penutur umumnya mempertimbangkan petuturnya kemudian baru menerapkan prinsip kesantunan, diperoleh 47 tindak tutur dan terdapat empat maksim kesantunan yang digunakan dalam tuturan anak kepada orang tuanya. Keempat maksim itu adalah: (1) maksim kedermawanan; (2) maksim kesepakatan; (3) maksim kearifan; (4) maksim pujian. Dari keempat maksim tersebut yang paling banyak digunakan adalah maksim kesepakatan. Maksim kesepakatan mengharuskan setiap penutur dan petutur
untuk
memaksimalkan
kesepakatan
dan
meminimalkan
ketidaksepakatan. Maksim ini digunakan untuk membentuk kesantunan ujaran karena cara itu dapat mengarahkan nalar petutur. Dari data penelitian, ditemukan maksim kesepakatan sebanyak 23 tuturan. Maksim kedermawanan mengharuskan setiap peserta tutur untuk memaksimalkan kerugian diri sendiri dan meminimalkan keuntungan diri sendiri. Maksim ini digunakan untuk membentuk kesantunan ujaran karena cara itu dapat memberikan kehormatan kepada petuturnya. Petutur akan merasa dirinya diuntungkan karena tuturan dari penutur yang menanyakan dengan tuturan yang sopan. Dari data penelitian ini, ditemukan maksim kedermawanan sebanyak 16 tuturan.
32
Maksim kearifan mengharuskan setiap peserta tutur meminimalkan kerugian orang lain atau memaksimalkan keuntungan bagi orang lain. Maksim ini digunakan untuk membentuk kesantunan ujaran karena semakin panjangtuturan seseorang semakin besar pula keinginan orang tersebut untuk bersikap sopan kepada petuturnya. Dari data penelitian ini, ditemukan maksim kearifan sebanyak 7 tuturan. Maksim pujian mengharuskan setiap peserta tutur meminimalkan kecaman bagi orang lain sedikit mungkin dan memaksimalkan pujian bagi orang lain sebanyak mungkin. Maksim ini digunakan untuk membentuk kesantunan ujaran karena semakin banyak memuji orang lain maka akan lebih bersikap sopan kepada penutur. Dari data penelitian ini, ditemukan maksim pujian sebanyak 1 tuturan. Dari uraian di atas, tuturan anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing cenderung menggunakan maksim kesepakatan dengan jumlah tuturan sebanyak 23 tuturan. Hal ini dikarenakan tindak tutur anak kepada orang tuanya cenderung mengusahakan kesepakatan. Kesantunan berbahasa dalam tindak tutur kepada orang tua pada umumnya tergolong santun karena sesuai dengan prinsip kesantunan.
3. Konteks Tindak Tutur yang Digunakan oleh Anak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing Makna sebuah kalimat dapat dipahami secara tepat bila diketahui siapa pembicara, siapa pendengar, dan situasinya. Konteks adalah suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan petutur
33
yang membantu petutur menafsirkan tuturan. Pada penelitian ini, konteks konteks tuturan yang dibahas adalah partisipan meliputi siapa pembicara dan siapa pendengar, perbedaan umur atau usia, dan tingkat keakraban. Setting meliputi situasi atau suasana, tempat dan waktu. Berdasarkan analisis data, konteks pemakaian maksim adalah sebagai berikut.
Maksim
menyuruh.Maksim
kedermawanan kesepakatan
cenderung cenderung
digunakan digunakan
untuk
tujuan
untuk
tujuan
menyarankan dan memohon. Maksim kearifan dan pujian cenderung digunakan untuk tujuan menyarankan. Maksim yang paling dominan digunakan adalah maksim kesepakatan dengan tujuan menyarankan dan memohon, dan yang paling sedikit digunakan adalah maksim kearifan dan pujian dengan tujuan menyarankan.
B. Pembahasan Berdasarkan temuan penelitian, dilakukan pembahasan sebagai berikut. (1) Bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing; (2) Prinsip kesantunan berbahasa yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing; dan (3) Konteks tindak tutur yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing.
34
1. Bentuk Tindak Tutur Direktif yang digunakan oleh Anak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing Bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya adalah tindak tutur direktif menyuruh, tindak tutur direktif menyarankan, tindak tutur direktif memerintah, tindak tutur direktif menantang, dan tindak tutur direktif memohon. Bentuk-bentuk tindak tutur direktif tersebut dirincikan sebagai berikut. 1. Menyuruh Ditemukan 11 tuturan yang menggunakan tindak tutur direktif menyuruh. Penggunaan tindak tutur menyuruh dapat dilihat dari contoh peristiwa tutur berikut. (1) Isas : Na bahat measar di bagason mak i! banyak sekali sampahdirumahinibu „Banyak sampah di rumah ini, Bu!‟ Ibu : Paias ma tongan asari. Bersihkanlahsampahitu „Bersihkan sampah itu.‟ Isas : Umak ma paias na, au loja dope lala. ibuyangbersihkansayamasihcapek „Ibu yang membersihkan, saya masih capek sekarang.‟(peristiwa tutur 8) Tindak tutur menyuruh pada contoh (1) diungkapkan oleh penutur (Isas) berusia 15 tahun kepada petutur (Gusneli) berusia 46 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Isas yang mengatakan umak ma paias na, au loja dope lala „ibu yang bersihkan, saya masih capek‟. Dari tuturan Isas, terbukti kalau Isas menyuruh ibunya untuk membersihkan sampah, karena dia masih capek. Tuturan Isas dianggap tidak santun karena Isas menyuruh ibunya langsung untuk membersihkan sampah tanpa
35
memikirkan bagaimana perasaaan ibunya. Sebaiknya anak berkata satongkin nai ma mak u paias „Sebentar lagi bu saya bersihkan‟ agar lebih terkesan santun. (2) Tika : Abiskon ma dabo mak, u pamasak sada na i. habiskanlahbusayamasaksatulagi „Habiskan bu, saya masak satu lagi.‟ Ibu : Nda mangua jakna? tidakapa-apa „Tidak apa-apa?‟ Tika : Nda mangua mak i, au tapi dung mangan mau. tidakapa-apabu, sayatapisudahmakan „Tidak apa-apa bu, saya sudah makan.‟ (peristiwa tutur 14) Tindak tutur menyuruh pada contoh (2) diungkapkan oleh penutur (Tika) berusia 15 tahun kepada petutur (Ismaniar) berusia 43 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Tika yang mengatakan abiskon ma dabo mak, u pamasak sada nai „habiskanlah Bu, saya masak satu lagi‟. Dari tuturan Tika, terbukti kalau Tika menyuruh ibunya untuk menghabiskan makanan dengan bahasa yang santun tanpa menyinggung perasaan ibunya. (3) Putra : Dung tabusi ayah ma lalu tas ki? sudahjadi ayah belitasuntukku „Sudah jadi ayah beli tas itu untukku?‟ Ayah : Nda pedo bah. belumlagi „Belum lagi.‟ Putra : Tabusion ma dabo yah, dung mangkasibak ma dabo yah taskon. belikanlah yah, sudah robek yah tas saya ini „Belikanlah yah, sudah robek tas saya ini.‟ Ayah : Cogot domai. besok lagi „Besok lagi.‟ (peristiwa tutur 10) Tindak tutur menyuruh pada contoh (3) diungkapkan oleh penutur (Putra) berusia 15 tahun dan penutur (Sarkoni) berusia 54 tahun. Tuturan
36
menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Putra yang mengatakan dung tabusi ayah ma lalu tas ki „sudah jadi ayah beli tas untukku‟. Dari tuturan Putra, terbukti kalau Putra menyuruh ayahnya dengan paksaan untuk membelikan tas. Tuturan ini dianggap tidak santun karena tuturan Putra langsung memaksa ayahnya untuk membelikan tas untuknya. Sebaiknya anak berkata Yah, dung jadi ma laluna tabusion ayahjau tas„Yah, sudahjadi ayah belikanlah saya tas‟ agar terkesan lebih santun. (4) Isas : Yah, dokon umak oban indahan tu saba. yah, kata ibu bawa nasi ke sawah „Yah, ibu mengatakan untuk membawa nasi ke sawah.‟ Ayah : Dung kema umakmu jakna? sudah pergi ibumu „Apakah ibumu sudah pergi?‟ Isas : Olah yah, manyogoti dope. ya yah, pagi tadi „Sudah yah, tadi pagi.‟ (peristiwa tutur 29) Tindak tutur menyuruh pada contoh (4) diungkapkan oleh penutur (Isas) berusia 15 tahun dan petutur (Dirwan) berusia 49 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Isas yang mengatakan yah, dokon umak oban indan tu saba „yah, kata ibu bawa nasi ke sawah‟. Dari tuturan Isas, terbukti kalau Isas menyuruh ayahnya membawa nasi ke sawah atas pesan ibunya. Tuturan Isas dianggap santun karena Isas tidak langsung menyuruh ayahnya, tapi mengatakan pesan dari ibunya, sehingga ayah tidak tersinggung dengan apa yang disuruh oleh Isas. (5) Fitrah : Mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang. bu, cepatlah datang ke warung, saya mau main „Bu, cepat datang ke warung, saya mau pergi main.‟ Ibu : Olo, tongkin nai ro ma umak. ya, sebentar lagi datang ibu „Ya, sebentar lagi ibu datang.‟
37
Fitrah : Ipas ma mak, ompak bat alak! cepatlah bu, sedang banyak orang „Cepat bu, orang sedang banyak!‟ (peristiwa tutur 34) Tindak tutur menyuruh pada contoh (5) diungkapkan oleh penutur (Fitrah) berusia 13 tahun dan petutur (Nipda) berusia 47 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Fitrah yang mengatakan mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang „Bu, cepatlah datang ke warung, saya mau main‟. Dari tuturan Fitrah, terbukti kalau Fitrah menyuruh ibunya untuk cepat datang ke warung, karena orang sedang banyak berbelanja. Tuturan Fitrah dianggap tidak santun karena Fitrah menyuruh ibunya dengan tuturan langsung. Sebaiknya anak berkata tu lopo ma dabo umak jolo, au giot ke jalang garina „Ke warung lah ibu dulu, kalau bisa saya mau pergi main‟ agar terkesan lebih santun. (6) Tika : Kema dabo ayah tu sikolai, kinai tarlambat buse ayah. pergilah ayah ke sekolah itu, nanti terlambat pula ayah „Pergilah Ayah ke sekolah, nanti terlambat ayah.‟ Ayah : Tapi mangoban adikmu dope. tapi membawa adikmu lagi „Tapi membawa adikmu lagi.‟ Tika : Ulang yah be, abang ma naon mangoban na. tidak usah yah, kakak saja yang membawanya „Jangan lagi yah, kakak saja yang membawanya.‟ (peristiwa tutur 42) Tindak tutur menyuruh pada contoh (6) diungkapkan oleh penutur (Tika) berusia 15 tahun dan penutur (Maryulis) berusia 45 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Tika yang mengatakan kema dabo ayah tu sikola, kinai tarlambat buse ayah „pergilah ayah ke sekolah itu, nanti terlambat pula ayah‟. Dari tuturan Tika, terbukti kalau Tika menyuruh ayahnya agar segera pergi ke sekolah, supaya ayahnya tidak terlambat.
38
Tuturan Tika dianggap santun karena tidak memberatkan beban kepada ayahnya untuk membawa adiknya ke sekolah. (7) Seri
: Yah, panaet jolo kompori bo. yah, nyalakan dulu kompor itu „Yah, nyalakan kompor itu. Ayah : Giot mangua ho jakna? mau apa kamu rupanya „Mau apa kamu?‟ Seri : Giot pamasak aek milas, tapi abis ma aek untuk diminum yah. mau memasak air panas, tapi sudah habis air untuk diminum yah „Mau memasak air, air minum sudah habis yah.‟ (peristiwa tutur 37)
Tindak tutur menyuruh pada contoh (7) diungkapkan oleh penutur (Seri) berusia 15 tahun dan petutur (Kirman) berusia 40 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Seri yang mengatakan yah, panaet jolo kompori bo „Yah, nyalakan dulu kompor itu‟. Dari tuturan Seri, terbukti kalau Seri menyuruh ayahnya untuk menyalakan kompor. Tuturan Seri tersebut dianggap tidak santun karena Seri langsung menyuruh ayahnya untuk menyalakan kompor tanpa meminta tolong sedikitpun. Sebaiknya anak berkata yah, tolong jolo panaet ayah kompori bo „Yah, tolong dulu nyalakan konpor itu‟ agar terkesan lebih santun. (8) Pikri
Ibu
Pikri
: Mak, ajakkon jau PR jolo mak, nda mangerti au. bu, ajarkan saya PR bu, tidak mengerti saya „Bu, ajarkan saya PR bu, saya tidak mengerti.‟ : Tapi dung balajar mo di sikola. tapi sudah belajar kamu di sekolah „Tapi kamu sudah belajar di sekolah.‟ : Olo ma da mak, tapi ana payah na sada on bo ya lah bu, tapi memang susah yang satu ini „Ya bu, tapi susah yang satu ini.‟ (peristiwa tutur 3)
39
Tindak tutur menyuruh pada contoh (8) diungkapkan oleh penutur (Pikri) berusia 14 tahun kepada petutur (Erlis) berusia 44 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Pikri yang mengatakan mak, ajakkon jau PR jolo mak, nda mengerti au „Bu, ajarkan saya PR Bu, tidak mengerti saya‟. Dari tuturan Pikri, terbukti kalau dia menyuruh ibunya untuk mengajarkan PR karena dia tidak mengerti. Tuturan Pikri dianggap tidak santun karena Pikri langsung menyuruh ibunya untuk mengajarkan PR, padahal dia sudah belajar di sekolah. Sebaiknya anak berkata mak, PRku adong mon sikola, jadi adong na inda mengerti au, tolong umak ajarkon jolo jau „Bu, PR saya ada dari sekolah, tetapi ada yang tidak saya mengerti, tolong ibu ajarkan saya dulu‟ agar terkesan santun. (9) Fitrah : Ulang asal patibal soni baju ayah i dabo, pasimpu ma dabo denggan yah. jangan asal diletakkan baju ayah itu, rapikan dengan bagus yah „Jangan sembarangan baju ayah diletakkan, tolong ayah rapikan dengan benar.‟ Ayah : Loja dope ulala, baru muli marusaho dope ayah. masih capek lagi, ayah baru pulang berusaha „Masih capek ayah sekarang, ayah baru pulang berusaha.‟ (peristiwa tutur 23) Tindak tutur menyuruh pada contoh (9) diungkapkan oleh penutur (Fitrah) berusia 13 tahun dan petutur (Ramadhan) berusia 49 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Fitrah yang mengatakan ulang asal patibal soni baju ayah i dabo, pasimpu ma da dabo denggan yah „jangan asal diletakkan baju ayah itu, rapikan dengan bagus Yah‟. Dari tuturan Fitrah, terbukti kalau Fitrah menyuruh ayahnya untuk merapikan pakaian, jangan
40
asal diletakkan disembarangan tempat. Tuturan Fitrah dianggap santun karena Fitrah menggunakan bahasa yang santun. (10) Ija
: Yah, tujia ayah cogot? yah, kemana ayah besok „Yah . besok ayah kemana?‟ Ayah : Ayah giot tu Simpang opat, mua jakna? ayah mau ke Simpang Empat, memangnya kenapa „Ayah mau ke Simpang Empat, ada apa?‟ Ija : Adong rapat di sikola dabo yah, wali murid harus hadir, bisa ayah de roi? ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa ayah dating „Ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa ayah untuk datang?‟ Ayah : Nda bisa ayah ke do, umakmu ma cogot ke de. tidak bisa ayah untuk pergi, ibumu saja besok yang pergi „Ayah tidak bisa untuk pergi, ibumu saja besok yang akan pergi.‟ Ija : Jadi ma yah. ya yah „Ya yah.‟ (peristiwa tutur 30)
Tindak tutur menyuruh pada contoh (10) diungkapkan oleh penutur (Ija) berusia 15 tahun dan petutur (Jemal) berusia 50 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Ija yang mengatakan adong rapat di sikola dabo yah, wali murid harus hadir, bisa ayah de roi „ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa ayah datang‟. Dari tuturan Ija, terbukti kalau Ija menyuruh ayahnya untuk hadir di sekolah besok karena ada rapat wali murid. Tuturan ini dianggap santun karena Ija tidak langsung mengatakan hal tersebut kepada ayahnya. (11) Pican : Pala muli umak mon pasar, tabusion jau duku de mak. kalau pulang ibu dari pasar, belikan saya duku ya bu „Kalau ibu sudah pulang dari pasar, belikan duku ya bu.‟
41
Ibu
: Duku ajo tongan giotmu. duku saja maumu „Duku saja mau kamu.‟ Pican : Olo ma dabo mak. ya lah bu „Ya lah bu.‟ (peristiwa tutur 24) Tindak tutur menyuruh pada contoh (11) diungkapkan oleh penutur (Pican) berusia 15 tahun dan petutur (Suraida) berusia 49 tahun. Tuturan menyuruh tersebut terbukti dari tuturan Pican yang mengatakan pala muli umak mon pasar, tabusion jau duku de mak„kalau pulang ibu dari pasar, belikan saya duku ya Bu‟. Dari tuturan Pican, terbukti kalau Pican menyuruh ibunya untuk membelikan duku. Tuturan ini dianggap kurang santun karena Pican langsung mengatakan kepada ibunya untuk membelikan duku. Sebaiknya anak berkata inda manabusi duku umak naon pala muli mon pasar„tidak membeli duku ibu nanti kalau sudah pulang dari pasar‟ agar terkesan lebih santun.
2. Menyarankan Ditemukan 15 tuturan yang menggunakan tindak tutur direktif menyarankan. Penggunaan tindak tutur direktif menyarankan dapat dilihat dari contoh peristiwa tutur berikut. (12) Ibu
: Aha doma ken umak dokon t abangmu, anso ra ia manolong umak tu saba. apa lagi yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar kakakmu mau membantu ibu ke sawah „Apa yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar mau membantu ibu ke sawah.‟
42
Ismi : Ulang poning bage umak be, sabar ajo ma, kinai boto ia de sonjia nadeges na dabo mak i. jangan pusing lagi bu, sabar sajalah, nanti dia akan tahu mana yang terbaik bu. „Jangan pusing bu, sabar saja, nanti dia akan mengetahui mana yang terbaik bu.‟ (peristiwa tutur 17) Tindak tutur menyarankan pada contoh (12) diungkapkan oleh penutur (Ismi) berusia 15 tahun kepada petutur (Hayati) berusia 43 tahun. Tuturan menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Ismi yang mengatakan ulang poning bage umak be, sabar ajo ma, kinai boto ia de sonjia nadeges na dabo mak i „jangan pusing lagi Bu, sabar sajalah, nanti dia akan tahu mana yang terbaik Bu‟. Dari tuturan Ismi, terbukti kalau dia menyarankan agar ibunya untuk bersabar menghadapi kelakuan kakaknya. Tuturan Ismi dianggap santun karena dia menyarankan kepada ibunya dengan menggunakan bahasa yang santun dan ibu pun menuruti saran Ismi tanpa memarahi kakaknya. (13) Pikri
: Ulang mabahat tu dabo yah mangidupi. jangan terlalu banyak yah untuk merokok „Yah, jangan terlalu banyak merokok.‟ Ayah : Nda bisa ayah pala nda mangidup tidak bisa ayah kalau tidak merokok „Ayah tidak bisa tanpa merokok.‟ Pikri : Nda soni yah, urangi ajo na mangidupi, nda deges tu kesehatan nibai. begini saja yah, kurangi saja merokok itu, karena tidak baik dengan kesehatan „Begini saja yah, kurangi merokok karena tidak baik dengan kesehatan ayah.‟ (peristiwa tutur 21)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (13) diungkapkan oleh penutur (Pikri) berusia 14 tahun kepada petutur (Syawal) berusia 45 tahun. Tuturan menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Pikri yang mengatakan nda soni yah, urangi ajo na mangidupi, nda deges tu kesehatan nibai „begini saja Yah,
43
kurangi saja merokok itu, karena tidak baik dengan kesehatan‟. Dari tuturan Pikri, terbukti kalau dia menyarankan agar ayahnya tidak banyak untuk merokok karena akan merusak kesehatan. Tuturan Pikri dianggap santun karena Pikri menyarankan ayahnya dengan menggunakan bahasa yang santun, dan ayahnya tidak merasa keberatan dengan saran yang diberikan. (14) Ika
Ayah
Ika
: Giot ke tusaba doma ayah? mau pergi ke sawah lagi ayah „Mau ke sawah lagi yah?‟ : Olo, mua de? ya, memangnya kenapa „Ya, ada apa?‟ : Dokon umak oban lading, giot mambuat soban umak. kata ibu bawa parang, mau mengambil kayu ibu „Kata ibu, ayah membawa parang, ibu mau mengambil kayu.‟(peristiwa tutur 1)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (14)diungkapkan oleh penutur (Ika) berusia 15 tahun kepada petutur (Asbi) berusia 40 tahun. Tuturan menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Ika yang mengatakan dokon umak oban lading, giot mambuat soban umak „kata ibu bawa parang, mau mengambil kayu ibu‟. Dari tuturan Ika, terbukti kalau dia menyarankan agar ayahnya membawa parang karena ibunya mau mengambil kayu. Tuturan Ika dianggap santun karena Ika menyarankan dengan bahasa yang santun dan ayahnya merasa tidak terpaksa untuk membawa parang. (15) Rita
Ibu
: Giot tujia de umak i? mau kemana ibu itu „Mau kemana bu?‟ : Giot tu pasar, mua jakna? mau ke pasar, memangnya kenapa „Mau ke pasar, ada apa?‟
44
Rita
: Oh, baju on ma dabo pake umak bo, ulang na ian be, ana sompik uida. oh, baju ini saja pakai ibu, jangan yang itu lagi, sempit kelihatan „Oh, baju ini saja ibu pakai, jangan itu lagi, sempit kelihatan.‟ (peristiwa tutur 19)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (15) diungkapkan oleh penutur (Rita) berusia 14 tahun kepada petutur (Ripna) berusia 52 tahun. Tuturan menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Rita yang mengatakan oh, baju on ma dabo pake umak bo, ulang na ian be, ana sompik uida „oh, baju ini saja pakai ibu, jangan yang itu lagi, sempit kelihatan‟. Dari tuturan Rita, terbukti kalau dia menyarankan agar ibunya memakai baju yang lain karena baju yang dipakai ibu kelihatan sempit. Tuturan Rita dianggap santun karena Rita menyarankan dengan menggunakan bahasa yang santun. (16) Rio : Adong do lalu alak karejo tu saba yah? ada jadinya orang kerja ke sawah yah „Ada orang kerja ke sawah yah?‟ Ayah : Adong, mua jakna? ada, memangnya kenapa „Ada, memangnya kenapa?‟ Rio : Nda ke ayah tu saba be, kinai lain-lain ajo soni karejo nalai. tidak pergi ayah ke sawah lagi, nanti lain-lain saja kerja mereka „Tidak pergi ayah ke sawah, nanti lain-lain kerja mereka.‟ (peristiwa tutur 32) Tindak tutur menyarankan pada contoh (16) diungkapkan oleh penutur (Rio)berusia 14 tahun kepada petutur (Sukirman) berusia 40 tahun. Tuturan menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Rio yang mengatakan nda ke ayah tu saba be, kinai lain-lain ajo soni karejo nalai „tidak pergi ayah ke sawah lagi, nanti lain-lain saja kerja mereka‟. Dari tuturan Rio, terbukti kalau dia
45
menyarankan kepada ayahnya untuk pergi ke sawah untuk melihat orang yang bekerja di sawah, agar mereka tidak main-main untuk bekerja. Tuturan Rio dianggap santun karena dia menyarankan kepada ayahnya dengan berbahasa yang santun. (17) Een : Istirahat ma dabo ayah, loja ma ayah uida na karejoi. istirahatlah ayah dulu, sudah capek ayah kelihatan karena kerja itu „Istirahat ayah dulu, kelihatan ayah sudah capek karena kerja.‟ Ayah : Ayah harus karejo, nada tontu cogot adong buse karejo nalain. ayah harus kerja, mana tau besok ada pula kerja yang lain „Ayah harus kerja, mana tau besok ada kerja yang lain.‟ Een : Oh, soni yah. oh, begitu yah „Oh, begitu yah.‟ (peristiwa tutur 20) Tindak tutur menyarankan pada contoh (17) diungkapkan oleh penutur (Een) berusia 15 tahun kepada petutur (Joli) berusia 40 tahun. Tuturan menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Een yang mengatakan istirahat ma dabo ayah, loja ma dabo ayah uida na karejoi „istirahatlah ayah dulu, sudah capek ayah kelihatan karena kerja itu‟. Dari tuturan Een, terbukti kalau dia menyarankan kepada ayahnya untuk beristirahat karena dia melihat ayahnya sudah capek karena kerja terus. Tuturan Een dianggap santun karena dia menggunakan bahasa yang santun dan enak didengar. (18) Santi : Nda ke ayah marjagal? tidak pergi ayah jualan „Tidak pergi ayah jualan?‟ Ayah : Ke, tapi kinai dope, giot marubat dope. pergi, tapi sebentar lagi, mau berobat lagi „Pergi, sebentar lagi, mau berobat lagi.‟
46
Santi : Oh, marubat ma yah tongan jolo, kinai martamba marun ayahi. oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam ayah itu „Oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam ayah.‟ (peristiwa tutur 46) Tindak tutur menyarankan pada contoh (18) diungkapkan oleh penutur (Santi) berusia 15 tahun kepada petutur (Risal) berusia 40 tahun. Tuturan menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Santi yang mengatakan oh, marubat ma yah tongan jolo, kinai martamba marun ayahi „oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam ayah itu‟. Dari tuturan Santi, terbukti kalau dia menyarankan kepada ayahnya untuk berobat agar demam ayahnya tidak bertambah. Tuturan Santi dianggap santun karena dia menggunakan bahasa yang santun dan demam ayah pun ada sedikit terobati. (19) Ibu
Feri
: Parjolo ma umak ke sikola de. duluan ibu ke sekolah ya „Dulian ibu ke sekolah ya.‟ : Tongkin nai ma dabo mak, udan dope na. bentar lagilah bu, masih hujan lagi „Sebentar lagi bu, hujan masih turun.‟ (peristiwa tutur 26)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (19)diungkapkan oleh penutur (Feri) berusia 14 tahun kepada petutur (Enda) berusia 40 tahun. Tuturan menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Feri yang mengatakan tongkin naima dabo mak, udan dope na „bentar lagilah Bu, masih hujan lagi‟. Dari tuturan Feri, terbukti kalau dia menyarankan ibunya untuk pergi ke sekolah sebentar lagi karena hari masih hujan. Tuturan Feri dianggap santun karena dia menggunakan bahasa yang santun.
47
(20) Nepra : Ulang disi patibal botoli yah be! jangan disitu letakakn botol itu yah „Jangan disitu diletakkan botol itu yah!‟ Ayah : Dijia do di patibal? dimana lagi diletakkan „Dimana diletakkan? Nepra : Tu balakang ma oban ayah, pala dison kinai matapor di baen alak. ke belakang saja bawa ayah, kalau di sini nanti bisa pecah dibuat orang „Ke belakang saja ayah bawa, kalau di sini bisa pecah dibuat orang.‟ (peristiwa tutur 45) Tindak tutur menyarankan pada contoh (20) diungkapkan oleh penutur (Nepra) berusia 15 tahun kepada petutur (Sam) berusia 40 tahun. Tuturan menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Nepra yang mengatakan tu balakang ma oban ayah, pala dison kinai matapor dibaen alak „ke belakang saja ayah bawa, kalau di sini bisa pecah dibuat orang‟. Dari tuturan Nepra, terbukti kalau dia menyarankan kepada ayahnya untuk membawa botol ke belakang karena takut pecah. Tuturan Nepra dianggap santun karena dia menggunakan bahasa yang santun dan ayahnya tidak terpaksa untuk melakukannya. (21) Tika
Ibu
Tika
: Jilbab nabontar on ma dabo dipake umak! jilbab yang putih itu sajalah dipakai ibu „Jilbab putih itu saja dipakai ibu!‟ : Nda onak dot baju na umak pake i. tidak cocok dengan baju yang ibu pakai itu „Tidak cocok dengan baju yang yang ibu pakai.‟ : Nda mangua bagei, onak do dabo dipake mak. tidak apa-apa, cocok itu dipakai ibu „Tidak apa-apa, cocok dipakai ibu.‟ (peristiwa tutur 15)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (21) diungkapkan oleh penutur (Tika) berusia 15 tahun kepada petutur (Ismaniar) berusia 43 tahun. Tuturan menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Tika yang mengatakan jilbab
48
nabontar on ma dabo dipake umak „jilbab yang putih itu sajalah dipakai ibu‟. Dari tuturan Tika, terbukti kalau dia menyarankan kepada ibunya agar memakai jilbab pilihannya. Tuturan Tika dianggap santun karena dia menyarankan kepada ibunya untuk memakai jilbab dengan bahasa yang santun dan ibu pun tidak keberatan untuk memakainya. (22) Azra : Maek dope anduk ayahi di? basah baru handuk ayah itu „Basah handuk ayah itu?‟ Ayah : Olo, nada pedo koring, ayah giot ke maridi. ya, belum lagi kering, ayah mau pergi mandi „Ya, belum kering, ayah mau mandi.‟ Azra : Andukkon ajo ma ayah pake jolo bo. handuk saya saja dulu pakai ayah „Handuk saya dulu pakai ayah.‟ (peristiwa tutur 22) Tindak tutur menyarankan pada contoh (22) diungkapkan oleh penutur (Azra) berusia 12 tahun kepada petutur (Afis) berusia 36 tahun. Tuturan menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Azra yang mengatakan andukkon ajo ma ayah pake jolo bo „handuk saya saja dulu paka ayah‟. Dari tuturan Azra, terbukti kalau dia menyarankan kepada ayahnya untuk memakai handuknya karena handuk ayahnya belum kering. Tuturan Azra dianggap santun karena Azra menyarankan kepada ayahnya dengan bahasa yang santun. (23) Ija
Ibu
Ija
: Degesan baju nangkinani ditabusi umak pado on. bagus lagi baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini „Bagus baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini.‟ : Mangua jakna? kenapa rupanya „Memangnya kenapa?‟ : Masompik tu uida dipake umak. terlalu kecil kelihatan kalau dipakai ibu „Terlalu kecil kelihatan dipakai ibu.‟
49
Ibu
Ija
: Patut me, baen nabarui dope nai. tidak mungkin, lantaran masih baru lagi itu „Tidak mungkin, lantaran masih baru lagi.‟ : Lo mak. ya bu „Ya bu.‟ (peristiwa tutur 9)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (23) diungkapkan oleh penutur (Ija) berusia 15 tahun kepada petutur (Yuhanna) berusia 49 tahun. Tuituran menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Ija yang mengatakan degesan baju nankinani ditabusi umak padoon „Bagus lagi baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini.‟ Dari tuturan Ija, terbukti kalau dia menyarankan kepada ibunya untuk membeli baju yang lain karena baju yang dibeli ibunya kelihatan sempit. Tuturan ini dianggap santun karena Ija menyarankan ibunya dengan bahasa yang santun. (24) Isas
: Sumbayang ma ayah, au ma manjago emeon jolo. sholatlah ayah dulu, saya yang menjaga padi ini dulu „Sholatlah ayah, saya yang menjaga padi ini.‟ Ayah : Olo, sumbayang doma ayah jolo. ya, sholat lagi ayah dulu „Ya, sholat lagi ayah.‟ (peristiwa tutur 28)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (24) diungkapkan oleh penutur (Isas) berusia 15 tahun kepada petutur (Dirwan) berusia 49 tahun. Tuturan menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Isas yang mengatakan sumbayang ma ayah, au ma manjago emeon jolo „sholatlah ayah dulu, saya yang menjaga padi ini dulu‟. Dari tuturan Isas, terbukti kalau dia menyarankan kepada ayahnya untuk sholat terlebih dahulu dan dia mau menjaga padi samapai ayahnya selesai sholat. Tuturan ini dianggap santun karena Isas menyarankan dengan bahasa yang santun.
50
(25) Ismi
Ibu
Ismi
Ibu
Ismi
Ibu
: Sodang mangua umak nari? sedang mengapa ibu sekarang „Mengapa ibu sekarang?‟ : Umak sodang mamasak bubur. ibu sedang memasak bubur „Ibu memasak bubur.‟ : Bubur aha de na di pamasak umak i? bubur apa itu yang dimasak ibu „Bubur apa yang ibu masak?‟ : Bubur asang padi, cubo kinyom kok dung manis ma. bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis „Bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis.‟ : Olo mak, manis doma, na malo me umak mamasaki, ajari ma au de mak, anso malo au buse mamasak. ya mak, manis lagi terasa, pandai sekali ibu memasak itu, ajarkan pula saya bu, biar pandai pula saya memasak „Ya mak, manis rasanya, pandai sekali ibu memasak, ajarkan saya bu, biar pandai saya memasak.‟ : Olo, umak ma tongan. ya, ibulah pula „Ya, ibulah pula.‟ (peristiwa tutur 35)
Tindak tutur menyarankan pada contoh (25) diungkapkan oleh penutur (Ismi) berusia 15 tahun kepada petutur (Hayati) berusia 43 tahun. Tuturan menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Ismi yang mengatakan olo mak, manis doma, na malo me umak mamasaki, ajari ma au de mak, anso malo buse au mamasak „ya mak, manis lagi terasa, pandai sekali ibu memasak itu, ajarkan pula saya Bu, biar pandai pula saya memasak‟. Dari tuturan Ismi, terbukti kalau dia menyarankan kepada ibunya agar dia diajarkan memasak. Tuturan Ismi dianggap santun karena Ismi menyarankan ibunya dengan bahasa yang santun. (26) Andre : Ke tu saba dope umak? pergi ke sawah ibu lagi „Pergi ke sawah ibu lagi?‟
51
Ibu
: Olo, mua jakna? ya, ada apa „Ya, memangnya kenapa?‟ Andre : Nda dong bah, utaruon ma umak de, lotih umak namardalani tu sabaan. tidak ada bu, saya antarkanlah ibu, capek ibu jalan kaki terus ke sawah „Tidak ada bu, saya antarkan ibu, ibu capek jalan kaki terus ke sawah.‟ (peristiwa tutur 16) Tindak tutur menyarankan pada contoh (26) diungkapkan oleh penutur (Andre) berusia 15 tahun kepada petutur (Deli) berusia 41 tahun. Tuturan menyarankan tersebut terbukti dari tuturan Andre yang mengatakan nda dong bah, utaruon ma umak de, lotih umak namardalani tu sabaan „tidak ada Bu, saya antarkanlah ibu, capek ibu jalan kaki terus ke sawah‟. Dari tuturan Andre terbukti kalau dia menyarankan kepada ibunya untuk diantarkan ke sawah agar ibunya tidak capek jalan kaki. Tuturan Andre dianggap sopan karena Andre menyarankan dengan bahasa yang santun dan ibunya pun sangat senang.
3. Memerintah Ditemukan 5 tuturan yang menggunakan tindak tutur direktif memerintah. Penggunaan tindak tutur memerintah dapat dilihat dari contoh peristiwa tutur berikut. (27) Ibu
: Karojoon ma na didokon umak i, mua dope jakna! kerjakanlah yang dikatakan ibu, kenapa lagi „Kerjakanlah yang ibu katakan tadi, apa lagi!‟ Santi : Nda ra au, uni ma saruon umak mangarojoon na. tidak mau saya, kakaklah ibu suruh untuk mengerjakannya „Saya tidak mau, kakak saja ibu suruh untuk mengerjakannya.‟
52
Ibu
: Na payah buse ho ken saruononi. sulit sekali kamu untuk disuruh „Sulit sekali kamu untuk disuruh.‟ (peristiwa tutur 5)
Tindak tutur memerintah pada contoh (27) diungkapkan oleh penutur (Santi) berusia 15 tahun kepada petutur (Ani) berusia 38 tahun. Tuturan memerintah tersebut terbukti dari tuturan Santi yang mengatakan nda ra au, uni ma saruon umak mangarojoon na „tidak mau saya, kakaklah ibu suruh untuk mengerjakannya‟. Dari tuturan Santi, terbukti kalau dia memerintah ibunya untuk lagsung mengatakan kepada kakaknya untuk melakukan pekerjaan. Tuturan Santi dianggap tidak santun karena seorang anak tidak sepantasnya mengatakan hal seperti itu kepada orang tuanya. Sebaiknya anak berkata uni ma dabo mak e mangarojoon na „Kakaklah bu yang mengerjakannya‟ agar terkesan santun. (28) Een
Ibu
Een
: Umak ma mambasu piringi de! ibulah yang mencuci piring itu „Ibu saja yang mencuci piring itu!‟ : Umak bat dope karejo, ho ma mambasuna. ibu masih banyak kerja lagi, kamu saja yang mencucinya „Ibu masih banyak kerja, kamu saja yang mencucinya. : Nda ra au, umak jo ma, au mambaen PR bage dope au mak. tidak mau saya, ibu sajalah, saya membuat PR lagi bu „Saya tidak mau, ibu saja, saya membuat PR lagi bu.‟ (peristiwa tutur 6)
Tindak tutur memerintah pada contoh (28) diungkapkan oleh penutur (Een) berusia 15 tahun kepada petutur (Hafni) berusia 38 tahun. Tuturan memerintah tersebut terbukti dari tuturan Een yang mengatakan umak ma mambasu piringi de „ibulah yang mencuci piring itu‟. Dari tuturan Een,terbukti kalau dia memerintah ibunya untuk mencuci piring padahal
53
ibunya sedang banyak pekerjaan namun dibiarkan saja karena dia juga masih ada PR untuk diselesaikan. Tuturan Een dianggap tidak santun karena Een langsung memerintah ibunya untuk mencuci piring tanpa menggunakan bahasa yang santun. Sebaiknya anak berkata satongkin nai mak, u siapkon jolo PRkon mak bo „Sebentar lagi bu, saya selesaikan PR ini dulu ya bu‟ agar terkesan santun. (29) Ismi
: Ulang asal patibal soni tas ayahi! jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu „Jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu!‟ Ayah : Loja dope lala ayah baen baru mon saba. capek lagi terasa ayah karena baru pulang dari sawah „Ayah masih merasa capek, karena baru pulang dari sawah.‟(peristiwa tutur 18)
Tindak tutur memerintah pada contoh (29) diungkapkan oleh penutur (Ismi) berusia 15 tahun kepada petutur (Anan) berusia 45 tahun. Tuturan memerintah tersebut terbukti dari tuturan Ismi yang mengatakanulang asal patibal soni tas ayahi „jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu‟. Dari tuturan Ismi, terbukti kalau dia memerintah agar ayahnya jangan sembarangan meletakkan tas, padahal dia tahu kalau ayahnya masih capek karena baru pulang dari sawah. Tuturan Ismi dianggap tidak santun karena dia langsung saja memerintah ayahnya tanpa menggunakan bahasa yang santun. Sebaiknya anak berkatason ma dabo patibal tas ayahi bo „Di sini saja ayah letakkan tas itu‟ agar terkesan lebih santun. (30) Feri :Mua dpe jakna yah! ke maita. kenapa lagi yah, pergi kita lagi „Kenapa lagi yah!Kita pergi lagi.‟ Ayah :Kinai ma, satongkin nai nantilah, sebentar lagi „Nantilah sebentar lagi.‟
54
Feri : Ipas ma yah! Au dung marjanji buse ke main bola dot dongan nangkinan. cepatlah yah saya sudah berjanji pula akan main bola dengan anak orang tadi „Cepatlah Yah! Saya sudah berjanji akan bermain bola dengan teman.‟ Ayah : Nagigih mada ho, sodang mangua ayah jakna nida ho. cerewet betul kamu ini sedang mengapa ayah terlihat kamu „Cerewet sekali kamu, kamu bisa melihat bahwa ayah sedang sibuk.‟ (peristiwa tutur 41) Tindak tutur memerintah pada contoh (30)diungkapkan oleh penutur (Feri) berusia 14 tahun kepada petutur (Pajri) berusia 42 tahun. Tuturan memerintah tersebut terbukti dari tuturan Feri yang mengatakanIpas ma yah! „Cepatlah Yah! Saya sudah berjanji akan bermain bola dengan teman.‟ Dari tuturan Feri, terbukti kalau dia memerintah ayahnya untuk segera berangkat. Tuturan Feri dianggap tidak santun karena Feri memerintah ayahnya untuk segera cepat berangkat dengan bahasa yang yang tidak santun. Sebaiknya anak berkata lambat dope ayah„lama lagi yah‟ agar terkesan lebih santun. (31) Ibu
Isas
Ibu
: Kema tabusi es ken obanon tu sabai! pergilah beli es untuk dibawa ke sawah itu „Pergi beli es untuk dibawa ke sawah.‟ : Jau bage sada de mak! untukku satu ya bu „Untuk saya satu ya bu!‟ : Olo, kema tabusi. ya, pergilah beli „Ya, pergi beli.‟ (peristiwa tutur 38)
Tindak tutur memerintah pada contoh (31) diungkapkan oleh penutur (Isas) berusia 15 tahun kepada petutur (Gusneli) berusia 46 tahun. Tuturan memerintah tersebut terbukti dari tuturan Isas yang mengatakanjau bage sada de mak „untukku satu ya bu‟. Dari tuturan Isas, terbukti kalau Isas memerintah
55
ibunya untuk minta dibelikan juga. Tuturan Isas dianggap tidak santun karena Isas langsung memerintah ibunya untuk dibelikan tanpa menggunakan bahasa yang santun. Sebaiknya anak berkata tabusion bage ma jau sada dabo mak e „belikanlah saya satu bu‟ agar terkesan lebih santun.
4. Menantang Ditemukan 7 tuturan yang menggunakan tindak tutur direktif menentang. Penggunaan tindak tutur menentang dapat dilihat dari contoh peristiwa tutur berikut. (32) Ibu
: Kema sosah abit nakotori dabo! pergilah cuci kain yang kotor itu „Pergi cuci kain yang kotor itu!‟ Rita : Olo mak, satongkin nai ma. ya bu, sebentar lagilah „Ya bu, sebentar lagi.‟ Ibu : Satongkin nai ajo dokon ko, tapi nda ke ho do. sebentar lagi saja kamu katakan, tapi kamu tidak pergi „Sebentar terus kamu katakana, tapi tidak kamu lakukan.‟ Rita : Pala nda ra au, mua jakna mak? kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu „Kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu?‟ Ibu : Mambantah ajo karejomu, kema manyosahi! membantah saja kerjamu, pergilah menyuci itu „Membantah saja kerjamu, pergilah menyuci!‟ Rita : Lo mak. ya bu „Ya bu.‟ (peristiwa tutur 4)
Tindak tutur menantang pada contoh (32) diungkapkan oleh penutur (Rita) berusia 14 tahun kepada petutur (Ripna) berusia 52 tahun. Tuturan menantang tersebut terbukti dari tuturan Rita yang mengatakan pala nda ra au mua jakna mak „kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu‟. Dari tuturan Rita, terbukti kalau dia mencoba menantang ibunya. Tuturan Rita
56
dianggap tidak santun karena rita menantang ibunya dengan bahasa yang tidak santun, walau pada akhirnya Rita menuruti kemauan ibunya. Sebaiknya anak berkata olo mak, u karojoon kinai „Ya bu, saya kerjakan sebentar lagi‟ agar terkesan lebih santun. (33) Ibu
: Pamate ma TV i Putra! matikanlah TV itu Putra „Matikan TV itu Putra!‟ Putra : Lo mak, pala nda ra au mangua mak? ya bu, kalau saya tidak mau bagaimana bu „Ya bu, kalau saya tidak mau, bagaimana bu?‟ Ibu : Kema balajar, ho giot ujian! pergilah belajar, kamu mau ujian „Pergi belajar, kamu mau ujian!‟ Putra : Lo mak. ya bu „Ya bu.‟ (peristiwa tutur 44)
Tindak tutur menantang pada contoh (33) diungkapkan oleh penutur (Putra) berusia 15 tahun kepada petutur (Ramnah) berusia 52 tahun. Tuturan menantang tersebut terbukti dari tuturan Putra yang mengatakan lo mak, pala nda ra au mangua mak „ya bu, kalau saya tidak mau bagaimana Bu‟. Dari tuturan Putra, terbukti kalau di mencoba menantang ibunya. Tuturan Putra dianggap kurang santun karena dia menantang kepada ibunya dengan bahasa yang kurang santun walaupun akhirnya dia menuruti kemauan ibunya. Sebaiknya anak berkata olo mak, u pamate domana „Ya bu, saya matikan lagi‟ agar terkesan lebih santun. (34) Nepra : Mak, jia balanjoku sikola! bu, mana uang jajan sekolahku „Bu, mana uang jajan untuk sekolah!‟ Ibu : Na kuat buse me dongan soramui. keras sekali suara kamu itu „Keras sekali suara kamu.‟
57
Nepra : Olo tongan, tarlambat kinai au ke sikolai, ipas ma! ya pula, terlambat nanti saya pergi sekolah, cepatlah „Ya pula, terlambat saya nanti pergi sekolah, cepatlah!‟ (peristiwa tutur 47) Tindak tutur menantang pada contoh (34) diungkapkan oleh penutur (Nepra) berusia 15 tahun kepada petutur (Lina) berusia 38 tahun. Tuturan menantang tersebut terbukti dari tuturan Nepra yang mengatakan olo tongan, tarlambat au kinai ke sikolai, ipas ma „ya pula, terlambat nanti saya pergi sekolah‟. Dari tuturan Nepra, terbukti kalau dia mencoba menantang ibunya karena ibunya belum membeikan uang jajan. Tuturan Nepra dianggap tidak santun karena dia menantang ibunya dengan bahasa yang kasar dan seperti memaksa. Sebaiknya anak berkata len ma dabo mak, mabiar au tarlambat kinai sikola „Kasihlah bu, takut saya nanti terlambat ke sekolah‟ agar terkesan lebih santun. (35) Azra
Ibu
Azra
Ibu
Azra
: Mak, au ke jalang dot dongan de! bu, saya mau pergi main dengan teman „Bu, saya mau pergi main bersama teman! : Jalang tujia jakna? main kemana rupanya „Mau pergi main kemana?‟ : Tu bagas dongan mak. ke rumah teman bu „Ke rumah teman bu.‟ : Sapai jolo ayahmu pala patola ia. tanya dulu ayahmu kalau dibolehkannya „Tanya dulu ayahmu kalau dibolehkan.‟ : Anso usapai bage ayah, tapi tu umak do au marsapa pala tola ke jalang. kenapa ditanya pula ayah, tapi sama ibu saya bertanya kalau boleh saya pergi main „Kenapa ayah yang ditanya, tapi saya bertanya sama ibu kalau boleh saya pergi main.‟ (peristiwa tutur 13)
58
Tindak tutur menantang pada contoh (35) diungkapkan oleh penutur (Azra) berusia 12 tahun kepada petutur (Eni) berusia 35 tahun. Tuturan menantang tersebut terbukti dari tuturan Azra yang mengatakan anso usapai bage ayah, tapi tu umak do au marsapa pala tola ke jalang „kenapa ditanya pula ayah, tapi sama ibu saya bertanya kalau boleh saya pergi main‟. Dari tuturan Azra, terbukti kalau dia mencoba menantang perintah dari ibunya. Tuturan Azra dianggap tidak santun karena Azra tidak mau menuruti kemauan dari ibunya untuk menanyakan kepada ayahnya apakah dia boleh pergi main bersama temannya. Sebaiknya anak berkata jadi ma mak pala soni, usapai ma jolo ayah „Ya lah bu, kalau begitu saya Tanya ayah dulu‟ agar terkesan lebih santun. (36) Isas
Ibu
: Pala umak ajo manyosah abiti mua jakna, au baru mulisikola dope, loja dope au mak. kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya baru pulang lagi dari sekolah, masih capek lagi bu „Kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya baru pulang dari sekolah, saya masih capek bu.‟ : Umak bat dope karejo, giot tusaba bage dope. ibu banyak lagi pekerjaan, mau ke sawah pula lagi „Ibu banyak pekerjaan, mau ke sawah lagi.‟ (peristiwa tutur 43)
Tindak tutur menantang pada contoh (36) diungkapkan oleh penutur (Isas) berusia 15 tahun kepada petutur (Gusneli) berusia 46 tahun. Tuturan menantang tersebut terbukti dari tuturan Isas yang mengatakanpala umak ajo manyosah abiti mua jakna, au baru muli sikola dope, loja dope aumak „kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya baru pulang lagi dari sekolah, masih capek lagi bu‟. Dari tuturan Isas, terbukti kalau dia mencoba menentang ibunya. Tuturan Isas dianggap tidak santun karena Isas menentang
59
ibunya dengan bahasa yang tidak enak didengar. Sebaiknya anak berkata olo mak e, kinai ma u sosah, istirahat jolo tongkin „Ya bu, nanti saya cuci, istirahat dulu sebentar‟ agar terkesan lebih santun. (37) Ayah
:
Ika
:
Ayah
:
Ulang ke juo maridi tu batang aek de, musim parudan nari. jangan pergi juga mandi ke sungai ya, musim hujan sekarang „Jangan pergi juga mandi ke sungai, musim hujan sekarang. Mua jakna yah, tagi dabo maridi pala godang batang aek. kenapa rupanya yah, asyik itu mandi kalau besar sungai „Memangnya kenapa yah, asyik mandi kalau sungai sudah besar.‟ Tagi dokon ko, kinai baru mayub ko. asyik kamu katakan, nanti baru hanyut kamu „Asyik kamu katakan, nanti baru hanyut.‟ (peristiwa tutur 2)
Tindak tutur menantang pada contoh (37) diungkapkan oleh penutur (Ika) berusia 15 tahun kepada petutur (Asbi) berusia 40 tahun. Tuturan menantang tersebut terbukti dari tuturan Ika yang mengatakan mua jakna yah, tagi dabo maridi pala godang batang aek „kenapa rupanya yah, asyik itu mandi kalau besar sungai‟. Dari tuturan Ika, terbukti kalau dia mencoba menantang keinginan ayahnya karena melarang untuk mandi ke sungai. Tuturan Ika dianggap tidak santun karena dia membantah ayahnya dengan bahasa yang tidak santun. Sebaiknya anak berkata olo yah, nda ke au do „Ya yah, saya tidak akan pergi‟ agar terkesan lebih santun. (38) Ayah
: Pamate ma senio i! matikanlah senio itu „Matikan senio itu!
60
Pican
Ayah
: Tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai. tapi belum penuh lagi yah, sebentar lagi „Tapi belum penuh yah, sebentar lagi.‟ : Nda pedo ponuh dokon ko, dung malimpah ma emberi. belum penuh kamu katakan, sudah melimpah dari ember itu „Belum penuh kamu katakan, sudah melimpah air dari ember itu.‟ (peristiwa tutur 22)
Tindak tutur menantang pada contoh (38) diungkapkan oleh penutur (Pican) berusia 15 tahun kepada petutur (Ramlan) berusia 53 tahun. Tuturan menantang tersebut terbukti dari tuturan Pican yang mengatakan tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai „tapi belum penuh lagi yah, sebentar lagi‟. Dari tuturan Pican, terbukti kalau dia menantang ayahnya karena disuruh mematikan senio, namun dia membantah ayahnya. Tuturan Pican dianggap kurang santun karena menantang perintah dari ayahnya. Sebaiknya anak berkata olo yah, u pamate kinai pala dung ponuh „Ya yah, saya matikan kalau sudah penuh‟ agar terkesan lebih santun.
5. Memohon Ditemukan 9 tuturan yang menggunakan tindak tutur direktif memohon. Penggunaan tindak tutur memohon dapat dilihat dari contoh berikut. (39) Ibu
Ika
Ibu
: Tolongi umak mambangkit eme jolo! tolong ibu mengangkat padi dulu „Tolong ibu mengangkat padi!‟ : Olo mak, pataeng satongkin nai. ya bu, tunggu sebentar lagi „Ya bu, tunggu sebentar lagi.‟ : Ipas ma bo, udan giot ro ma bo! cepatlah, hujan mau turun lagi „Cepatlah, hujan mau turun!‟
61
Ika
: Lo, mak. ya bu „Ya bu.‟ (peristiwa tutur 27)
Tindak tutur memohon pada contoh (39) diungkapkan oleh penutur (Ika) berusia 15 tahun kepada petutur (Ita) berusia 38 tahun. Tuturan memohon tersebut terbukti dari tuturan Ika yang mengatakan olo mak, pataeng satongkin nai „ya bu, tunggu sebentar lagi‟. Dari tuturan Ika, terbukti kalau dia memohon waktu sebentar kepada ibunya. Tuturan Ika dianggap santun karena Ika memohon dengan bahasa yang santun tanpa menolak permintaan dari ibunya. (40) Rio
Ibu
Rio
Ibu
: Mak, len ma jau dabo epeng giot manabusi buku garina! bu, kasihlah saya uang mau membeli buku „Bu, kasih saya uang untuk membeli buku!‟ : Tapi dung ditabusi ma potangi. tapi sudah dibeli kemaren „Tapi sudah dibeli kemaren.‟ : Urang dope mak, sada mata pelajaran harus dua buku na! kurang lagi bu, satu mata pelajaran harus dua bukunya „Kurang bu, satu mata pelajaran harus dua bukunya! : Epeng balanjomu ma manabusi na jolo, kinai umak ganti. uang belanjamu dulu untuk membelinya, nanti ibu ganti „Uang belanjamu dulu membelinya,. nanti ibu ganti.‟ (peristiwa tutur 11)
Tindak tutur memohon pada contoh (40) diungkapkan oleh penutur (Rio) berusia 14 tahun kepada petutur (Ana) berusia 39 tahun. Tuturan memohon tersebut terbukti dari tuturan Rio yang mengatakanmak, len ma jau dabo epeng giot manabusi bukugarina„bu, kasih saya uang mau membeli buku‟. Dari tuturan Rio, terbukti kalau dia memohon agar ibunya bisa
62
memberikan dia uang. Tuturan Rio dianggap santun karena Rio memohon kepada ibunya dengan bahasa yang santun. (41) Rita
: Yah, pala cogoton dung tomat au sikola, au giot kuliah de yah. yah, kalau besok ini saya sudah tamat sekolah, saya mau kuliah yah „Yah, kalau besok saya sudah tamat sekolah, saya mau kuliah yah.‟ Ayah : Olo, usahoon ma nilaimu deges dungi ulang lupa sumbayang ko anso di lehen Allah jita rosoki. ya, usahakan saja nilaimu bagus sudah itu jangan lupa sholat kamu, agar dikasih Allah rezeki sama kita „Ya, usahakan nilaimu bagus sudah itu jangan lupa sholat agar dikasih Allah rezeki sama kita.‟ Rita : Olo yah. ya yah „Ya yah.‟ (peristiwa tutur 21)
Tindak tutur memohon pada contoh (41) diungkapkan oleh penutur (Rita) berusia 14 tahun kepada petutur (Syamsul) berusia 54 tahun. Tuturan memohon tersebut terbukti dari tuturan Rita yang mengatakan yah, pala cogoton dung tomat au sikola, au giot kuliah de yah „Yah, kalau besok ini saya sudah tamat sekolah, saya mau kuliah yah‟. Dari tuturan Rita, terbukti kalau dia memohon kepada ayahnya untuk menyekolahkannya ke jenjang yang lebih tinggi kalau dia sudah tamat sekolah. Tuturan Rita dianggap santun karena dia memohon kepada ayahnya dengan bahasa yang santun. (42) Seri
: Yah, tamba ma jolo epengkon! yah, tambahlah dulu uangku ini „Yah, tambah dulu uangku!‟ Ayah : Urang dope jakna? kurang lagi rupanya „Kurang memangnya?‟
63
Seri
: Olo yah, harga bukui pitu ribu, epeng dilehen umak lima ribu mia, urang dua ribu nai yah. ya yah, harga buku itu Rp.7000, uang dikasih ibu Cuma Rp.5000, jadi kurang Rp.2000 lagi yah. „Ya yah, harga buku Rp.7000, uang dikasih ibu Rp.5000, jadi kurang Rp.2000 lagi yah.‟(peristiwa tutur 40)
Tindak tutur memohon pada contoh (42) diungkapkan oleh penutur (Seri) berusia 15 tahun kepada petutur (Kirman) berusia 40 tahun. Tuturan memohon tersebut terbukti dari tuturan Seri yang mengatakan yah, tamba ma jolo epengkon „Yah, tambah dulu uangku ini‟. Dari tuturan Seri, terbukti kalau dia memohon kepada ayahnya untuk meminta uang agar cukup membeli buku karena harga buku Rp.7000 sedangkan uang yang diberi ibunya Rp.5000 sehingga kurang Rp.2000 lagi. Tuturan Seri dianggap santun karena dia memohon kepada ayahnya dengan menggunakan bahasa yang santun. (43) Ibu
: Buat jolo tas umak di biliki! ambil dulu tas ibu di kamar „Ambil tas ibu di kamar!‟ Tika : Olo mak, satongkin nai, marabit dope au. ya bu, sebentar lagi, berpakaian saya lagi „Ya bu, sebentar lagi, saya sedang berpakaian.‟ Ibu : Ipas ma, tarlambat buse kinai umak! cepatlah, nanti terlambat pula ibu „Cepatlah, nanti ibu terlambat!‟ (peristiwa tutur 7)
Tindak tutur memohon pada contoh (43)diungkapkan oleh penutur (Tika) berusia 15 tahun kepada petutur (Ismaniar) berusia 43 tahun. Tuturan memohon tersebut terbukti dari tuturan Tika yang mengatakan olo mak, satongkin nai, marabit dope au „ya bu, sebentar lagi, berpakaian saya lagi‟. Dari tuturan Tika, terbukti kalau dia memohon waktu sebentar kepada ibunya
64
karena dia sedang berpakaian. Tuturan Tika dianggap santun karena dia tidak menolak apa yang dikatakan ibunya dengan bahasa yang santun. (44) Andre
Ayah
Andre
: Au nda dot tu saba nari yah do, cogot ma au dot de yah! saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok sajalah saya ikut yah „Saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok saja saya ikut yah!‟ : Anso, tapi libur do nari sikola. kenapa, tapi libur sekarang sekolah „Kenapa, tapi libur sekolah sekarang.‟ : Olo yah, au tu bagas dongan dope giot mambaen PRku. ya yah, saya pergi ke rumah teman lagi mau membuat PR saya „Ya yah, saya pergi ke rumah teman mau membuat PR.‟ (peristiwa tutur 33)
Tindak tutur memohon pada contoh (44) diungkapkan oleh penutur (Andre) berusia 15 tahun kepada petutur (Nasa) berusia 47 tahun. Tuturan memohon tersebut terbukti dari tuturan Andre yang mengatakan au nda dot tu saba nari yah do, cogot ma au dot de yah „saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok sajalah saya ikut yah‟. Dari tuturan Andre, terbukti kalau dia memohon kepada ayahnya agar dia tidak pergi ke sawah karena dia mau membuat PR ke rumah temannya. Tuturan Andre dianggap santun karena dia memohon kepada ayahnya dengan bahasa yang baik dan santun. (45) Isas : Mak, pala dung manggotol ta, tabusion jau baju de mak! bu, kalau sudah menuai kita, belikan saya baju ya bu „Bu, kalau kita suda menuai, belikan saya baju ya bu!‟ Ibu : Tengok jolo de, eme pe mura do nari. lihat dulu ya, padi murah sekarang „Lihat dulu, padi murah sekarang.‟ Isas : Oh, jadi ma mak. oh, ya lah bu „Oh, ya bu.‟ (peristiwa tutur 39)
65
Tindak tutur memohon pada contoh (45)diungkapkan oleh penutur (Isas) berusia 15 tahun kepada petutur (Gusneli) berusia 46 tahun. Tuturan memohon tersebut terbukti dari tuturan Isas yang mengatakan mak, pala dung manggotol ta, tabusion jau baju de mak „bu, kalau sudah menuai kita, belikan saya baju ya Bu‟. Dari tuturan Isas, tebukti kalau dia memohon kepada ibunya untuk dibelikan baju kalau sudah menuai padi. Tuturan Isas dianggap santun karena memohon kepada ibunya dengan bahasa yang santun dan tidak memaksa. (46) Seri : Mak, len jau epeng, nda dong epengku, len ma dabo mak! bu, kasih saya uang, tidak ada uangku, kasihlah bu „Bu, kasih saya uang, uang saya tidak ada, kasihlah bu!‟ Ibu : Epeng ajo giotmu, tapi dung umak lehen ma, sajia ajo tongan umak len abis sudena dibaen ko. uang saja maumu, tapi sudah ibu kasihlah, berapa saja ibu kasih habis semuanya dibuat kamu „Uang saja mau kamu, tapi sudahibu kasih, berapa saja ibu kasih habis semuanya.‟ (peristiwa tutur 31) Tindak tutur memohon pada contoh (46) diungkapkan oleh penutur (Seri) berusia 15 tahun kepada petutur (Rodiana) berusia 39 tahun. Tuturan memohon tersebut terbukti dari tuturan Seri yang mengatakanmak, len jau epeng, nda dong epengku, len ma dabo mak „Bu, kasih saya uang, tidak ada uangku, kasihlah Bu‟. Dari tuturan Seri, terbukti kalau dia memohon kepada ibunya untuk meminta uang karena uangnya tidak ada. Tuturan Seri dianggap santun karena dia memohon kepada ibunya dengan bahasa yang santun. (47) Pikri : Pala ke umak tu pasar, tabusion jau tas de mak, pala adong do epeng umak bah! kalau pergi ibu ke pasar, belikan saya tas kalau ada uang ibu. „Kalau ibu pergi ke pasar, belikan tas kalau ada uang ibu!‟
66
Ibu
: Tas potangon deges dope na. tas kemaren mahih bagus lagi „Tas kemaren masih bagus.‟ Pikri : Nda mak, dung masibak ma. tidak bu, sudah robek bu „Tidak bu, sudah robek.‟ (peristiwa tutur 36) Tindak tutur memohon pada contoh (47)diungkapkan oleh penutur (Pikri) berusia 14 tahun kepada petutur (Erlis) berusia 44 tahun. Tuturan memohon tersebut terbukti dari tuturan Pikri yang mengatakanpala ke umak tu pasar, tabusion jau tas de mak,pala adong do epeng umak bah„kalau pergi ibu ke pasar, belikan tas kalau ada uang ibu‟. Dari tuturan Pikri, terbukti kalau dia memohon kepada ibunya untuk dibelikan tas karena tasnya sudah robek. Tuturan Pikri dianggap santun karena dia memohon kepada ibunya dengan bahasa yang santun.
2. Prinsip Kesantunan Berbahasa yang digunakan olehAnak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing a. Maksim Kedermawanan Dari hasil analisis data, maksim kedermawanan digunakan dalam 16 tuturan. Penggunaan maksim kedermawanan dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing dapat dilihat dari contoh berikut. (48) Isas : Na bahat me asar di bagason mak i! banyak sekali sampah di rumah ini bu „Banyak sampah di rumah ini Bu!‟ Ibu : Paias ma tongan asari. bersihkan lah sampah itu „Bersihkan sampah itu.‟
67
Isas : Umak ma paias na, au loja dope lala. ibu yang bersihkan, saya masih capek „Ibu yang membersihkan, saya masih capek sekarang.‟ (peristiwa tutur 8) Contoh (48) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim kedermawanan. Kataumak ma paias na, au loja dope lala ‘ibu yang bersihkan, saya masih capek‟ menyimpang dari maksim kedermawanan. Isas tidak mau membersihkan sampah karena masih merasa capek dan dia tdak ingin dirugikan waktu istirahatnya. Dari tuturan tersebut dianggap kurang santun karena Isas memaksimalkan keuntungan diri sendiri dengan menyuruh ibunya untuk membersihkan sampah. Sebaiknya anak berkata satongkin nai ma mak u paias „Sebentar lagi bu saya bersihkan‟ agar lebih terkesan santun. (49) Tika : Abiskon ma dabo mak, u pamasak sada nai. habiskanlah bu, saya masak satu lagi „Habiskan bu, saya masak satu lagi.‟ Ibu : Nda mangua jakna? tidak apa-apa „Tidak apa-apa?‟ Tika : Nda mangua mak i, au tapi dung mangan mau. tidak apa-apa bu, saya tapi sudah makan „Tidak apa-apa bu, saya sudah makan.‟ (peristiwa tutur 14) Contoh (49) merupakan maksim kedermawanan. Kata abiskon ma dabo mak, upamasak sada nai „habiskanlah Bu, saya masak satu lagi‟ dianggap santun karena Tika menyuruh ibunya untuk menghabiskan makanan. Merupakan maksim kedermawanan karena Tika memaksimalkan keuntungan ibunya dan meminimalkan keuntungan diri sendiri dengan cara menyuruh ibunya menghabiskan makanan.
68
(50) Isas
: Yah, dokon umak oban indahan tu saba. yah, kata ibu bawa nasi ke sawah „Yah, ibu mengatakan untuk membawa nasi ke sawah. Ayah : Dung kema umakmu jakna? sudah pergi ibumu „Apakah ibumu sudah pergi?‟ Isas : Olah yah, manyogoti dope. ya yah, pagi tadi „Sudah yah, tadi pagi.‟ (peristiwa tutur 29)
Contoh(50) merupakan maksim kedermawanan. Kataolah yah, manyogti dope „ya yah, pagi tadi‟ dianggap santun karena Isas memberitahukan kepada ayahnya dengan bahasa yang santun. Merupakan maksim kedermawanan karena Isas memaksimalkan keuntungan ayahnya dan meminimalkan keuntungan diri sendiri. (51) Fitrah : Mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang! bu, cepatlah datang ke warung, saya mau main „Bu, cepat datang ke warung, saya mau pergi main!‟ Ibu : Olo, tongkin nai ro ma umak. ya, sebentar lagi datang ibu „Ya, sebentar lagi ibu datang.‟ Fitrah : Ipas ma mak, ompak bat alak! cepatlah bu, sedang banyak orang „Cepat bu, orang sedang banyak!‟ (peristiwa tutur 34) Contoh (51) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim kedermawanan. Katamak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang „Bu, cepatlah datang ke warung, saya mau main‟ menyimpang dari maksim kedermawanan. Fitrah bersedia menjaga warung, tetapi dia tidak ingin dirugikan waktunya. Dari tuturan tersebut dianggap kurang santun karena Fitrah memaksimalkan keuntungan diri sendiri dengan menyuruh ibunya segera datang. Sebaiknya anak berkata tu lopo ma dabo umak jolo, au giot ke jalang garina „Ke warung lah ibu dulu, kalau bisa saya mau pergi main‟ agar terkesan lebih santun.
69
(52) Tika
: Kema dabo ayah tu sikolai, kinai tarlambat buse ayah. pergilah ayah ke sekolah itu, nanti terlambat pula ayah „Pergilah ayah ke sekolah, nanti terlambat ayah.‟ Ayah : Tapi mangoban adikmu dope. tapi membawa adikmu lagi „Tapi membawa adikmu lagi.‟ Tika : Ulang yah be, abang ma naon mangoban na. tidak usah yah, kakak saja yang membawanya „Jangan lagi yah, kakak saja yang membawanya.‟ (peristiwa tutur 42)
Contoh (52) merupakan maksim kedermawanan. Kata ulang yah be, abang ma naon mangoban na „tidak usah yah, kakak saja yang membawanya‟ tuturan Tika dianggap santun karena menyuruh ayahnya cepat pergi agar tidak terlambat ke sekolah. Merupakan maksim kedermawanan karena Tika memaksimalkan keuntungan ayahnya dan meminimalkan keuntungan diri sendiri. (53) Seri : Yah, panaet jolo kompori bo. yah, nyalakan dulu kompor itu „Yah, nyalakan kompor itu.‟ Ayah : Giot mangua ho jakna? mau apa kamu rupanya „Mau apa kamu?‟ Seri : Giot pamasak aek milas, tapi abis ma aek untuk diminum yah. mau memasak air panas, tapi sudah habis air untuk diminum yah „Mau memasak air, air minum sudah habis yah.‟ (peristiwa tutur 37) Contoh (53) merupakan maksim kedermawanan. Kata giot pamasak aek milas, tapi abis ma aek untuk diminum yah ‘mau memasak air panas, tapi sudah habis air untuk diminum yah‟ tuturan Seri dianggap santun karena dia tidak merasa dipaksa untuk memasak air. Merupakan maksim kedermawanan
70
karena Seri memaksimalkan keuntungan ayahnya dan meminimalkan keuntungan diri sendiri. (54) Rio : Adong do lalu alak karejo tu saba yah? ada jadinya orang kerja ke sawah yah „Ada orang kerja ke sawah yah? Ayah : Adong, mua jakna? ada, memangnya kenapa „Ada, memangnya kenapa?‟ Rio : Nda ke ayah tu saba be, kinai lain-lain ajo soni karejo nalai. tidak pergi ayah ke sawah lagi, nanti lain-lain saja kerja mereka „Tidak pergi ayah ke sawah, nanti lain-lain kerja mereka.‟ (peristiwa tutur 32) Contoh (54) merupakan maksim kedermawanan. Kata nda ke ayah tu saba be, kinai lain-lain ajo soni karejo nalai ‘tidak pergi ayah ke sawah lagi, nanti lain-lain saja kerja mereka‟ dianggap santun karena Rio menyuruh ayahnya untuk pergi ke sawah agar orang yang bekerja di sawah tidak asal bekerja. Merupakan maksim kedermawanan karena Rio meminimalkan keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan ayahnya. (55) Ibu
: Parjolo ma umak ke sikola de. duluan ibu ke sekolah ya „Dulian ibu ke sekolah ya.‟ Feri : Tongkin nai ma dabo mak, udan dope na. bentar lagilah bu, masih hujan lagi „Sebentar lagi bu, hujan masih turun.‟(peristiwa tutur 26)
Contoh (55) merupakan maksim kedermawanan. Kata tongkin nai ma dabo mak, udan dope na ‘bentar lagilah Bu, masih hujan lagi‟ dianggap santun karena Feri menyuruh ibunya jangan dulu berangkat ke sekolah karena masih hujan. Merupakan maksim kedermawanan karen Feri memaksimalkan keuntungan ibunya dan meminimalkan keuntungan diri sendiri.
71
(56) Andre : Ke tu saba dope umak? pergi ke sawah ibu lagi „Pergi ke sawah ibu lagi?‟ Ibu : Olo, mua jakna? ya, ada apa „Ya, memangnya kenapa?‟ Andre : Nda dong bah, utaruon ma umak de, lotih umak namardalani tu sabaan. tidak ada bu, saya antarkanlah ibu, capek ibu jalan kaki terus ke sawah „Tidak ada bu, saya antarkan ibu, ibu capek jalan kaki terus ke sawah.‟ (peristiwa tutur 16) Contoh(56) merupakan maksim kedermawanan. Kata nda dong bah, utaruon ma umak de, lotih umak namardalani tu sabaan „tidak ada bu, saya antarkanlah ibu, capek ibu jalan kaki terus ke sawah‟ dianggap santun karena Andre tidak tega melihat ibunya berjalan ke sawah. Merupakan maksim kedermawanan karena Andre meminimalkan keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan ibunya. (57) Ibu
: Karojoon ma na didokon umak i, mua dope jakna! kerjakanlah yang dikatakan ibu, kenapa lagi „Kerjakanlah yang ibu katakan tadi, apa lagi!‟ Santi : Nda ra au, uni ma saruon umak mangarojoon na. tidak mau saya, kakaklah ibu suruh untuk mengerjakannya „Saya tidak mau, kakak saja ibu suruh untuk mengerjakannya.‟ Ibu : Na payah buse ho ken saruononi. sulit sekali kamu untuk disuruh „Sulit sekali kamu untuk disuruh.‟ (peristiwa tutur 5)
Contoh (57) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim kedermawanan. Kata nda ra au, uni ma saruon umak mangarojoon na ‘tidak mau saya, kakaklah ibu suruh untuk mengerjakannya‟ menyimpang dari maksim kedermawanan karena tidak mau disuruh oleh ibunya. Dari tuturan tersebut dianggap tidak santun karena Santi memaksimalkan keuntungan diri
72
sendiri dengan menyuruh orang lain untuk mengerjakannya. Sebaiknya anak berkata uni ma dabo mak e mangarojoon na „Kakaklah bu yang mengerjakannya‟ agar terkesan lebih santun. (58) Een : Umak ma mambasu piringi de! ibulah yang mencuci piring itu „Ibu saja yang mencuci piring itu!‟ Ibu : Umak bat dope karejo, ho ma mambasuna. ibu masih banyak kerja lagi, kamu saja yang mencucinya „Ibu masih banyak kerja, kamu saja yang mencucinya.‟ Een : Nda ra au, umak jo ma, au mambaen PR bage dope au mak. tidak mau saya, ibu sajalah, saya membuat PR lagi bu „Saya tidak mau, ibu saja, saya membuat PR lagi bu.‟(peristiwa tutur 6) Contoh(58) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim kedermawanan. Kata nda ra au, umak jo ma, au mambaen PR bage dope au mak ‘tidak mau saya, ibu sajalah, saya membuat PR lagi Bu‟ menyimpang dari maksim kedermawanan. Een tidak mau mencuci piring karena mau mengerjakan PR. Dari tuturan tersebut dianggap tidak santun karena Een memaksimalkan keuntungan diri sendiri dengan menyuruh ibunya untuk mencuci piring. Sebaiknya anak berkata satongkin nai mak, u siapkon jolo PRkon mak bo „Sebentar lagi bu, saya selesaikan PR ini dulu ya bu‟ agar terkesan lebih santun. (59) Nepra : Mak, jia balanjoku sikola! bu, mana uang jajan sekolahku „Bu, mana uang jajan untuk sekolah!‟ Ibu : Na kuat buse me dongan soramui. keras sekali suara kamu itu „Keras sekali suara kamu.‟
73
Nepra : Olo tongan, tarlambat kinai au ke sikolai, ipas ma! ya pula, terlambat nanti saya pergi sekolah, cepatlah „Ya pula, terlambat saya nanti pergi sekolah, cepatlah!‟ (peristiwa tutur 47) Contoh (59) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim kedermawanan. Kata olo tongan, tarlambat kinai au ke sikolai, ipas ma! „ya pula, terlambat nanti saya pergi sekolah, cepatlah‟ menyimpang dari maksim kedermawanan. Nepra meminta uang kepada ibunya dengan suara yang keras. Dari tuturan tersebut dianggap tidak santun karena memaksimalkan keuntungan diri sendiri untuk meminta uang kepada ibunya dengan suara yang keras. Sebaiknya anak berkata len ma dabo mak, mabiar au tarlambat kinai sikola „Kasihlah bu, takut saya nanti terlambat ke sekolah‟ agar terkesan lebih santun. (60) Ayah : Pamate ma senio i! matikanlah senio itu „Matikan senio itu!‟ Pican : Tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai. tapi belum penuh lagi yah, sebentar lagi „Tapi belum penuh yah, sebentar lagi.‟ Ayah : Nda pedo ponuh dokon ko, dung malimpah ma emberi. belum penuh kamu katakan, sudah melimpah dari ember itu „Belum penuh kamu katakan, sudah melimpah air dari ember itu.‟ (peristiwa tutur 22) Contoh (60) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim kedermawanan. Kata tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai „tapi belum penuh lagi yah, sebentar lagi‟ menyimpang dari maksim kedermawanan. Dari tuturan tersebut dianggap tidak santun karena Pican memaksimalkan keuntungan
diri
sendiri
dengan
tidak
langsung
menuruti
kata
74
ayahnya.Sebaiknya anak berkata olo yah, u pamate kinai pala dung ponuh „Ya yah, saya matikan kalau sudah penuh‟ agar terkesan lebih santun. (61) Ibu
: Buat jolo tas umak di biliki! ambil dulu tas ibu di kamar „Ambil tas ibu di kamar!‟ Tika : Olo mak, satongkin nai, marabit dope au. ya bu, sebentar lagi, berpakaian saya lagi „Ya bu, sebentar lagi, saya sedang berpakaian.‟ Ibu : Ipas ma, tarlambat buse kinai umak! cepatlah, nanti terlambat pula ibu „Cepatlah, nanti ibu terlambat!‟ (peristiwa tutur 7)
Contoh(61) merupakan maksim kedermawanan. Kataolo mak, satongkin nai, marabit dope au „ya bu, sebentar lagi, berpakaian saya lagi‟ tuturan Tika dianggap santun
karena mau disuruh ibunya untuk
mengambilkan di kamar. Merupakam maksim kedermawanan karena Tika meminimalkan keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan ibunya. (62) Azra
Ibu
: Mak, len jau epeng, nda dong epengku, len ma dabo mak! bu, kasih saya uang, tidak ada uangku, kasihlah bu „Bu, kasih saya uang, uang saya tidak ada, kasihlah bu!‟ : Epeng ajo giotmu, tapi dung umak lehen ma, sajia ajo tongan umak len abis sudena dibaen ko. uang saja maumu, tapi sudah ibu kasihlah, berapa saja ibu kasih habis semuanya dibuat kamu „Uang saja mau kamu, tapi sudahibu kasih, berapa saja ibu kasih habis semuanya.‟ (peristiwa tutur 31)
Contoh (62) merupakan maksim kedermawanan. Kata mak, len jau epeng, nda dong epengku, len ma dabo mak! „Bu, kasih saya uang, tidak ada uangku, kasihlah Bu‟ ttuturan Azra dianggap santun karena dia memohon kepada
ibunya
dengan
bahasa
yang
santun.Merupakam
maksim
75
kedermawanan karena Tika meminimalkan keuntungan diri sendiri dan memaksimalkan keuntungan ibunya. (63) Pikri
Ibu
Pikri
: Pala ke umak tu pasar, tabusion jau tas de mak! kalau pergi ibu ke pasar, belikan saya tas ya bu „Kalau ibu pergi ke pasar, belikan tas ya bu!‟ : Tas potangon deges dope na. tas kemaren mahih bagus lagi „Tas kemaren masih bagus.‟ : Nda mak, dung masibak ma. tidak bu, sudah robek bu „Tidak bu, sudah robek.‟ ?(peristiwa tutur 36)
Contoh (63) merupakan maksim kedermawanan. Kata pala ke umak tu pasar, tabusion jau tas de mak! „kalau pergi ibu ke pasar, belikan saya tas ya Bu‟ tuturan Pikri dianggap santun karena dia minta dibelikan tas dengan bahasa yang santun dan dia juga tidak memaksakan ibunya untuk membelikan
tas.
Merupakan
maksim
kederamawanan
karena
Pikri
memaksimalkan keuntungan ibunya dan meminimalkan keuntungan diri sendiri.
b. Maksim kesepakatan Dari hasil analisis data, maksim kesepakatan digunakan dalam 23 tuturan. Penggunaan maksim kesepakatan dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing dapat dilihat dari contoh berikut. (64) Putra : Dung tabusi ayah ma lalu tas ki? sudah jadi ayah beli tas untukku „Sudah jadi ayah beli tas itu untukku?‟ Ayah : Nda pedo bah. belum lagi „Belum lagi.‟
76
Putra : Tabusion ma dabo yah, dung mangkasibak ma dabo yah taskon. belikanlah yah, sudah robek yah tas saya ini „Belikanlah yah, sudah robek tas saya ini.‟ Ayah : Cogot domai. besok lagi „Besok lagi.‟ (peristiwa tutur 10) Contoh (64) merupakan maksim kesepakatan. Kata cogot domai „besok lagi‟ merupakan kesepakatan bahwa ayah sepakat untuk membelikan tas besok kepada Putra. Tuturan Putra dianggap santun karena ayahnya mau membelikan tas kepada Putra besok. Merupakan maksim kesepakatan karena memaksimalkan kesepakatan antara Putra dan ayahnya. (65) Pikri
Ibu
Pikri
: Mak, ajakkon jau PR jolo mak, nda mangerti au. bu, ajarkan saya PR bu, tidak mengerti saya „Bu, ajarkan saya PR bu, saya tidak mengerti.‟ : Tapi dung balajar mo di sikola. tapi sudah belajar kamu di sekolah „Tapi kamu sudah belajar di sekolah.‟ : Olo ma da mak, tapi ana payah na sada on bo. ya lah bu, tapi memang susah yang satu ini „Ya bu, tapi susah yang satu ini.‟ (peristiwa tutur 3)
Contoh (65) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim kesepakatan. Kata olo ma da mak, tapi ana payah na sada on bo„ya lah Bu, tapi memang susah yang satu ini‟ menyimpang dari maksim kesepakatan karena Pikri memaksakan ibunya untuk mengajarkan PRnya. Tuturan Pikri dianggap tidak santun karena tidak memaksimalkan kesepakatan antara Pikri dan ibunya. Sebaiknya anak berkata tolong ma dabo mak ajarkon au, ana payah na sada on bo „tolonglah ajarkan saya bu, sulit sekali yang satu ini‟ agar terkesan santun.
77
(66) Ija
: Yah, tujia ayah cogot? yah, kemana ayah besok „Yah . besok ayah kemana?‟ Ayah : Ayah giot tu Simpang opat, mua jakna? ayah mau ke Simpang empat, memangnya kenapa „Ayah mau ke Simpang empat, ada apa?‟ Ija : Adong rapat di sikola dabo yah, wali murid harus hadir, bisa ayah de roi? ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa ayah datang „Ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa ayah untuk datang?‟ Ayah : Nda bisa ayah ke do, umakmu ma cogot ke de. tidak bisa ayah untuk pergi, ibumu saja besok yang pergi „Ayah tidak bisa untuk pergi, ibumu saja besok yang akan pergi.‟ Ija : Jadi ma yah. ya yah „Ya yah.‟ (peristiwa tutur 30)
Contoh (66) merupakan maksim kesepakatan. Kata jadi ma yah „ya yah‟ merupakan kesepakatan bahwa ayahnya tidak bisa datang ke sekolah dan Ija mau digantikan oleh ibunya untuk datang ke sekolah. Tuturan Ija dianggap santun karena ija setuju dengan apa yang dikatakan ayahnya. Merupakan maksim kesepakatan karena memaksimalkan kesepakatan antara Ija dengan ayahnya. (67) Pican : Pala muli umak mon pasar, tabusion jau duku de mak. kalau pulang ibu dari pasar, belikan saya duku ya bu „Kalau ibu sudah pulang dari pasar, belikan duku ya bu.‟ Ibu : Duku ajo tongan giotmu. duku saja maumu „Duku saja mau kamu.‟ Pican : Olo ma dabo mak. ya lah bu „Ya lah bu.‟ (peristiwa tutur 24)
78
Contoh (67) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim kesepakatan. Kata olo ma dabo mak „ya lah Bu‟ menyimpang dari maksim kesepakatan karena Pican minta dibelikan duku kepada ibunya tapi dengan cara memaksa. Tuturan Pican dianggap tidak santun karena tidak memaksimalkan kesepakatan antara Pican dan ibunya. Sebaiknya anak berkata pala adong epeng umak, tabusion ma jau duku de mak „kalau ada uang ibu, belikanlah saya duku ya bu‟ agar terkesan lebih santun. (68) Ika
: Giot ke tusaba doma ayah? mau pergi ke sawah lagi ayah „Mau ke sawah lagi yah?‟ Ayah : Olo, mua de? ya, memangnya kenapa „Ya, ada apa?‟ Ika : Dokon umak oban lading, giot mambuat soban umak. kata ibu bawa parang, mau mengambil kayu ibu „Kata ibu, ayah membawa parang, ibu mau mengambil kayu.‟ (peristiwa tutur 21)
Contoh (68) merupakan maksim kesepakatan. Katadokon umak oban lading, giot mambuat soban umak „kata ibu bawa parang, mau mengambil kayu ibu‟ tuturan Ika dianggap santun karena dia menyuruh ayahnya membawa parang atas pesan dari ibunya dan ayahnya pun tidak merasa terpakasa.
Merupakan
maksim
kesepakatan
karena
kesepakatan antara Ika dan ayahnya. (69) Rita : Giot tujia de umak i? mau kemana ibu itu „Mau kemana bu?‟ Ibu : Giot tu pasar, mua jakna? mau ke pasar, memangnya kenapa „Mau ke pasar, ada apa?‟
memaksimalkan
79
Rita : Oh, baju on ma dabo pake umak bo, ulang na ian be, ana sompik uida. oh, baju ini saja pakai ibu, jangan yang itu lagi, sempit kelihatan „Oh, baju ini saja ibu pakai, jangan itu lagi, sempit kelihatan.‟ (peristiwa tutur 19) Contoh (69) merupakan maksim kesepakatan. Kata oh, baju on ma dabo pake umak bo, ulang na ian be, ana sompik uida „Oh, baju ini saja pakai ibu, jangan yang itu lagi, sempit kelihatan‟ tuturan Rita dianggap santun karena ibunya bisa menerima atas saran yang dikatakan Rita. Merupakan maksim kesepakatan karena telah memaksimalkan kesepakatan antara Rita dan ibunya. (70) Een
: Istirahat ma dabo ayah, loja ma ayah uida na karejoi. istirahatlah ayah dulu, sudah capek ayah kelihatan karena kerja itu „Istirahat ayah dulu, kelihatan ayah sudah capek karena kerja.‟ Ayah : Ayah harus karejo, nada tontu cogot adong buse karejo nalain. ayah harus kerja, mana tau besok ada pula kerja yang lain „Ayah harus kerja, mana tau besok ada kerja yang lain.‟ Een : Oh, soni yah. oh, begitu yah „Oh, begitu yah.‟ (peristiwa tutur 20)
Contoh (70) merupakan maksim kesepakatan. Kata oh, soni yah „oh, begitu yah‟ merupakan kesepakatan bahwa Een setuju dengan apa yang dikatakan oleh ayahnya karena pekerjaan itu tidak akan pernah habis dan terus selalu ada. Tuturan Een dianggap santun karena telah memaksimalkan kesepakatan antara Een dan ayahnya.
80
(71) Nepra : Ulang disi patibal botoli yah be! jangan disitu letakakn botol itu yah „Jangan disitu diletakkan botol itu yah!‟ Ayah : Dijia do di patibal? dimana lagi diletakkan „Dimana diletakkan?‟ Nepra : Tu balakang ma oban ayah, pala dison kinai matapor di baen alak. ke belakang saja bawa ayah, kalau di sini nanti bisa pecah dibuat orang „Ke belakang saja ayah bawa, kalau di sini bisa pecah dibuat orang.‟ (peristiwa tutur 45) Contoh(71) merupakan maksim kesepakatan. Kata tu balakang ma oban ayah, pala dison kinai matapor di baen alak „ke belakang saja bawa ayah, kalau di sini nanti bisa pecah dibuat orang‟ merupakan kesepakatan bahwa ayahnya mau meletakkan botol ke belakang karena takut pecah dibuat orang. Tuturan Nepra dianggap santun karena telah memaksimalkan kesepakatan antara Nepra dan ayahnya. (72) Tika : Jilbab nabontar on ma dabo dipake umak! jilbab yang putih itu sajalah dipakai ibu „Jilbab putih itu saja dipakai ibu!‟ Ibu : Nda onak dot baju na umak pake i. tidak cocok dengan baju yang ibu pakai itu „Tidak cocok dengan baju yang yang ibu pakai.‟ Tika : Nda mangua bagei, onak do dabo dipake mak. tidak apa-apa, cocok itu dipakai ibu „Tidak apa-apa, cocok dipakai ibu.‟ (peristiwa tutur 15) Contoh(72) merupakan maksim kesepakatan. Kata nda mangua bagei, onak do dabo dipake mak „tidak apa-apa, cocok itu dipakai ibu‟ merupakan kesepakatan bahwa Tika memilihkan jilbab yang cocok untuk ibunya dan ibunya menuruti pilihan dari Tika. Merupakan maksim kesepakatan karena memaksimalkan kesepakatan antara Tika dengan ibunya.
81
(73) Ija
Ibu
Ija
Ibu
Ija
: Degesan baju nangkinani ditabusi umak pado on. bagus lagi baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini „Bagus baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini.‟ : Mangua jakna? kenapa rupanya „Memangnya kenapa.‟ : Masompik tu uida dipake umak. terlalu kecil kelihatan kalau dipakai ibu „Terlalu kecil kelihatan dipaki ibu.‟ : Patut me, baen nabarui dope nai. tidak mungkin, lantaran masih baru lagi itu „Tidak mungkin, lantaran masih baru lagi.‟ : Lo, mak. ya bu „Ya bu.‟ (peristiwa tutur 9)
Contoh (73) merupakan maksim kesepakatan. Kata lo mak „ya bu‟ merupakan kesepakatan bahwa ija sepakat dengan baju yang ibu beli. Tuturan Ija dianggap santun karena setuju dengan apa yang dibeli ibunya. Merupakan maksim kesepakatan karena memaksimalkan kesepakatan antara Ija dengan ibunya. (74) Feri : Mua dpe jakna yah! ke maita. kenapa lagi yah, pergi kita lagi „Kenapa lagi yah!Kita pergi lagi.‟ Ayah :Kinai ma, satongkin nai nantilah, sebentar lagi „Nantilah sebentar lagi.‟ Feri : Ipas ma yah! Au dung marjanji buse ke main bola dot dongan nangkinan. cepatlah yah saya sudah berjanji pula akan main bola dengan anak orang tadi „Cepatlah Yah! Saya sudah berjanji akan bermain bola dengan teman.‟ Ayah : Nagigih mada ho, sodang mangua ayah jakna nida ho. cerewet betul kamu ini sedang mengapa ayah terlihat kamu „Cerewet sekali kamu, kamu bisa melihat bahwa ayah sedang sibuk.‟ (peristiwa tutur 41) Contoh(74) merupakan maksim kesepakatan. Kata Ipas ma yah! Au dung marjanji buse ke main bola dot dongan nangkinan. „Cepatlah Yah! Saya
82
sudah berjanji akan bermain bola dengan teman‟menyimpang dari maksim ksesepakatan karena Feri memerintah ayahnya untuk segera berangkat. Tuturan Feri dianggap tidak santun karena tidak memaksimalkan kesepakatan antara Feri dan ayahnya. Sebaiknya anak berkatalambat dope ayah, au garina giot ke buse main bola „lama lagi yah, saya rencana mau pergi main bola‟ agar terkesan lebih santun. (75) Ibu
Isas
Ibu
: Kema tabusi es ken obanon tu sabai! pergilah beli es untuk dibawa ke sawah itu „Pergi beli es untuk dibawa ke sawah.‟ : Jau bage sada de mak! untukku satu ya bu „Untuk saya satu ya bu!‟ : Olo, kema tabusi. ya, pergilah beli „Ya, pergi beli.‟ (peristiwa tutur 38)
Contoh (75) merupakan maksim kesepakatan. Kata olo, kema tabusi „ya, pergilah beli‟merupakan kesepakatan bahwa Ibu mau membelikan es kepada Isas. Tuturan Isas dianggap santun karena dia tidak menolak apa yang disuruh oleh ibunya. Merupakan maksim kesepakatan karena telah memaksimalkan kesepakatan antara Isas dan ibunya. (76) Ibu : Kema sosah abit nakotori dabo! pergilah cuci kain yang kotor itu „Pergi cuci kain yang kotor itu!‟ Rita : Olo mak, satongkin nai ma. ya bu, sebentar lagilah „Ya bu, sebentar lagi.‟ Ibu : Satongkin nai ajo dokon ko, tapi nda ke ho do! sebentar lagi saja kamu katakan, tapi kamu tidak pergi „Sebentar terus kamu katakana, tapi tidak kamu lakukan!‟ Rita : Pala nda ra au, mua jakna mak? kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu „Kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu?‟
83
Ibu : Mambantah ajo karejomu, kema manyosahi! membantah saja kerjamu, pergilah menyuci itu „Membantah saja kerjamu, pergilah menyuci!‟ Rita : Lo mak. ya bu „Ya bu.‟ (peristiwa tutur 4) Contoh (76) merupakan maksim kesepakatan. Kata lo mak „ya bu‟ merupakan kesepakatan bahwa Rita mau mencuci kain kotor yang disuruh oleh ibunya. Merupakan maksim kesepakatan karena tuturan Rita kepada ibunya telah memaksimalkan kesepakatan antara Rita dengan ibunya. (77) Ibu
: Pamate ma TV i Putra! matikanlah TV itu Putra „Matikan TV itu Putra!‟ Putra : Lo mak, pala nda ra au mangua mak? ya bu, kalau saya tidak mau bagaimana bu „Ya bu, kalau saya tidak mau, bagaimana bu?‟ Ibu : Kema balajar, ho giot ujian! pergilah belajar, kamu mau ujian „Pergi belajar, kamu mau ujian!‟ Putra : Lo mak. ya bu „Ya bu.‟ (peristiwa tutur 44)
Contoh (77) merupakan maksim kesepakatan. Kata lo mak „ya bu‟ merupakan kesepakatan bahwa Putra mau mematikan TV karena disuruh ibunya untuk belajar. Tuturan Ija dianggap santun karena Putra setuju dengan apa yang dikatakan ibunya. Merupakan maksim kesepakatan karena memaksimalkan kesepakatan antara Putra dengan ibunya. (78) Azra
Ibu
: Mak, au ke jalang dot dongan de! bu, saya mau pergi main dengan teman „Bu, saya mau pergi main bersama teman!‟ : Jalang tujia jakna? main kemana rupanya „Mau pergi main kemana?‟
84
Azra
Ibu
Azra
: Tu bagas dongan mak. ke rumah teman bu „Ke rumah teman bu.‟ : Sapai jolo ayahmu pala patola ia. Tanya dulu ayahmu kalau dibolehkannya „Tanya dulu ayahmu kalau dibolehkan.‟ : Anso usapai bage ayah, tapi tu umak do au marsapa pala tola ke jalang. kenapa ditanya pula ayah, tapi sama ibu saya bertanya kalau boleh saya pergi main „Kenapa ayah yang ditanya, tapi saya bertanya sama ibu kalau boleh saya pergi main.‟ (peristiwa tutur 13)
Contoh (78) merupakan maksim yang maenyimpang dari maksim kesepakatan. Kata anso usapai bage ayah, tapi tu umak do au marsapa pala tola ke jalang „kenapa ditanya pula ayah, tapi sama ibu saya bertanya kalau boleh saya pergi main‟ menyimpang dari maksim kesepakatan karena membantah apa yang disuruh oleh ibunya. Tuturan Azra dianggap tidak santun karena tidak memaksimalkan kesepakatan antara Azra dan ibunya.Sebaiknya anak berkata jadi ma mak pala soni, usapai ma jolo ayah „Ya lah bu, kalau begitu saya Tanya ayah dulu‟ agar terkesan lebih santun. (79) Isas
Ibu
: Pala umak ajo manyosah abiti mua jakna, au baru muli sikola dope, loja dope au mak. kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya baru pulang lagi dari sekolah, masih capek lagi bu „Kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya baru pulang dari sekolah, saya masih capek bu.‟ : Umak bat dope karejo, giot tusaba bage dope. ibu banyak lagi pekerjaan, mau ke sawah pula lagi „Ibu banyak pekerjaan, mau ke sawah lagi.‟ (peristiwa tutur 43)
Contoh (79) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim kesepakatan. Kata pala umak ajo manyosah abiti mua jakna, au baru muli sikola dope, loja dope au mak„kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa
85
bu, saya baru pulang lagi dari sekolah, masih capek lagi bu‟ menyimpang dari maksim kesepakatan karena menyuruh kembali ibunya padahal ibunya menyuruh dia untuk mencuci kain. Tuturan tersebut dianggap tidak santun karena tidak memaksimalkan kesepakatan antara Isas dan ibunya. Sebaiknya anak berkata olo mak e, kinai ma u sosah, istirahat jolo tongkin „Ya bu, nanti saya cuci, istirahat dulu sebentar‟ agar terkesan lebih santun. (80) Ayah : Ulang ke juo maridi tu batang aek de, musim parudan nari. jangan pergi juga mandi ke sungai ya, musim hujan sekarang „Jangan pergi juga mandi ke sungai, musim hujan sekarang. Ika : Mua jakna yah, tagi dabo maridi pala godang batang aek. kenapa rupanya yah, asyik itu mandi kalau besar sungai „Memangnya kenapa yah, asyik mandi kalau sungai sudah besar.‟ Ayah : Tagi dokon ko, kinai baru mayub ko. asyik kamu katakan, nanti baru hanyut kamu „Asyik kamu katakan, nanti baru hanyut.‟ (peristiwa tutur 2) Peristiwa tutur (80) merupakan maksim yang menyimpang dari maksim kesepakatan. Kata mua jakna yah, tagi dabo maridi pala godang batang aek „kenapa rupanya yah, asyik itu mandi kalau besar sungai‟ menyimpang dari maksim kesepakatan karena Ika tidak mau mendengarkan apa yang dikatakan oleh ayahnya. Tuturan Ika dianggap tidak santun karena tidak memaksimalkan kesepakatan antara Ika dan ayahnya. Sebaiknya anak berkata olo yah, nda ke au do „Ya yah, saya tidak akan pergi‟ agar terkesan lebih santun.
86
(81) Ibu
Ika
Ibu
Ika
: Tolongi umak mambangkit eme jolo! tolong ibu mengangkat padi dulu „Tolong ibu mengangkat padi! : Olo mak, pataeng satongkin nai. ya bu, tunggu sebentar lagi „Ya bu, tunggu sebentar lagi.‟ : Ipas ma bo, udan giot ro ma bo! cepatlah, hujan mau turun lagi „Cepatlah, hujan mau turun!‟ : Lo mak. ya bu „Ya bu.‟ (peristiwa tutur 27)
Contoh (81) merupakan maksim kesepakatan. Kata lo mak „ya bu‟ merupakan kesepakatan bahwa Ika mau membantu ibunya untuk mengangkat padi karena hujan sudah mayu turun. Tuturan Ika dianggap santun karena Ika setuju dengan apa yang dikatakan ibunya. Merupakan maksim kesepakatan karena memaksimalkan kesepakatan antara Ika dengan ibunya. (82) Rio : Mak, len jau epeng giot manabusi buku! bu, kasih saya uang mau membeli buku „Bu, kasih saya uang untuk membeli buku!‟ Ibu : Tapi dung ditabusi ma potangi. tapi sudah dibeli kemaren „Tapi sudah dibeli kemaren.‟ Rio : Urang dope mak, sada mata pelajaran harus dua buku na! kurang lagi bu, satu mata pelajaran harus dua bukunya „Kurang bu, satu mata pelajaran harus dua bukunya! Ibu : Epeng balanjomu ma manabusi na jolo, kinai umak ganti. uang belanjamu dulu untuk membelinya, nanti ibu ganti „Uang belanjamu dulu membelinya,. nanti ibu ganti.‟(peristiwa tutur 11) Contoh (82) merupakan maksim kesepakatan. Kataepeng balanjomu ma manabusi na jolo, kinai umak ganti „uang belanjamu dulu untuk membelinya, nanti ibu ganti‟ merupakatan kesepakatan bahwa Rio mau
87
membelikan buku dengan uang belanja yang ibu berikan. Tuturan Rio dianggap santun karena telah memaksimalkan kesepakatan antara Rio dan ibunya. (83) Rita : Yah, pala cogoton dung tomat au sikola, au giot kuliah de yah. yah, kalau besok ini saya sudah tamat sekolah, saya mau kuliah yah „Yah, kalau besok saya sudah tamat sekolah, saya mau kuliah yah.‟ Ayah : Olo, usahoon ma nilaimu deges dungki ulang lupa sumbayang ko anso di lehen Allah jita rosoki. ya, usahakan saja nilaimu bagus sudah itu jangan lupa sholat kamu, agar dikasih Allah rezeki sama kita „Ya, usahakan nilaimu bagus sudah itu jangan lupa sholat agar dikasih Allah rezeki sama kita.‟ Rita : Olo yah. ya yah „Ya yah.‟ (peristiwa tutur 25) Contoh (83) merupakan maksim kesepakatan. Kata olo yah „ya yah‟ merupakan kesepakatan bahwa Rita berusaha untuk mendapatkan nilai yang bagus seperti yang dikatakan ibunya. Tuturan Rita dianggap santun karena ibu senang dengan yang dikatakannya. Merupakan maksim kesepakatan karena memaksimalkan kesepakatan antara Rita dengan ibunya. (84) Seri : Yah, tamba jolo epengkon! yah, tambah dulu uangku ini „Yah, tambah dulu uangku!‟ Ayah : Urang dope jakna? kurang lagi rupanya „Kurang memangnya? Seri : Olo yah, harga bukui pitu ribu, epeng dilehen umak lima ribu mia, urang dua ribu nai yah. ya yah, harga buku itu Rp.7000, uang dikasih ibu Cuma Rp.5000, jadi kurang Rp.2000 lagi yah. „Ya yah, harga buku Rp.7000, uang dikasih ibu Rp.5000, jadi kurang Rp.2000 lagi yah.‟ (peristiwa tutur 40)
88
Contoh (84) merupakan maksim kesepakatan. Kata olo yah, harga bukui pitu ribu, epeng dilehen umak lima ribu mia, urang dua ribu nai yah „ya yah, harga buku itu Rp.7000, uang dikasih ibu Cuma Rp.5000, jadi kurang Rp.2000 lagi yah‟ merupakan kesepakatan bahwa Seri menjelaskan untuk apa dia meminta uang dan ayahnya pun tidak keberatan untuk menambahnya. Tuturan Seri dianggap santun karena telah memaksimalkan kesepakatan antara Seri dan ayahnya. (85) Andre : Au nda dot tu saba nari yah do, cogot ma au dot de yah! saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok sajalah saya ikut yah „Saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok saja saya ikut yah!‟ Ayah : Anso, tapi libur do nari sikola. kenapa, tapi libur sekarang sekolah „Kenapa, tapi libur sekolah sekarang.‟ Andre : Olo yah, au tu bagas dongan dope giot mambaen PRku. ya yah, saya pergi ke rumah teman lagi mau membuat PR saya „Ya yah, saya pergi ke rumah teman mau membuat PR.‟ (peristiwa tutur 33) Contoh (85) merupakan maksim kesepakatan. Kata au nda dot tu saba nari yah do, cogot ma au dot de yah! „saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok sajalah saya ikut yah‟ merupakan kesepakatan bahwa Andre tidak bisa ke sawah sekarang tapi besok dia bisa ke sawah. Tuturan Andre dianggap santun karena telah memaksimalkan kesepakatan antara Andre dan ayahnya. (86) Isas
: Mak, pala dung manggotol ta, tabusion jau baju de mak! bu, kalau sudah menuai kita, belikan saya baju ya bu „Bu, kalau kita suda menuai, belikan saya baju ya bu!‟
89
Ibu
Isas
: Tengok jolo de, eme pe mura do nari. lihat dulu ya, padi murah sekarang „Lihat dulu, padi murah sekarang.‟ : Oh, jadi ma mak. oh, ya lah bu „Oh, ya bu.‟ (peristiwa tutur 39)
Contoh (86) merupakan maksim kesepakatan. Kata oh, jadi ma mak „oh ya lah bu‟ merupakan kesepakatan bahwa Ibu akan membelikan baju kepada Isas kalau sudah panen padi. Tuturan Isas dianggap santun karena tidak membantah apa yang dikatakan ibunya. Merupakan maksim kesepakatan karena memaksimalkan kesepakatan antara Isas dengan ibunya.
c. Maksim Kearifan Dari hasil analisis data, maksim kearifan digunakan dalam 7 tuturan. Penggunaan maksim kearifan dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing dapat dilihat dari contoh berikut. (87) Fitrah : Ulang asal patibal soni baju ayah i dabo, pasimpu ma dabo denggan yah. jangan asal diletakkan baju ayah itu, rapikan dengan bagus yah „Jangan sembarangan baju ayah diletakkan, tolong ayah rapikan dengan benar.‟ Ayah : Loja dope ulala, baru muli marusaho dope ayah. masih capek lagi, ayah baru pulang berusaha „Masih capek ayah sekarang, ayah baru pulang berusaha.‟ (peristiwa tutur 23) Contoh (87) merupakan maksim kearifan. Kata ulang asal patibal soni baju ayah i
dabo, pasimpu ma dabo denggan
yah „jangan asal
diletakkan baju ayah itu, rapikan dengan bagus yah‟ tuturan Fitrah dianggap santun karena dia menyuruh ayahnya untuk tidak sembarangan meletakkan
90
baju karena rumah sudah dibersihkan. Merupakan maksim kearifan karena Fitrah meminimalkan kerugian dan memaksimalkan keuntungan ayahnya. (88) Ibu : Aha doma ken umak dokon t abangmu, anso ra ia manolong umak tu saba. apa lagi yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar kakakmu mau membantu ibu ke sawah „Apa yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar mau membantu ibu ke sawah.‟ Ismi : Ulang poning bage umak be, sabar ajo ma, kinai boto ia de sonjia nadeges na dabo mak i. jangan pusing lagi bu, sabar sajalah, nanti dia akan tahu mana yang terbaik bu. „Jangan pusing bu, sabar saja, nanti dia akan mengetahui mana yang terbaik bu.‟ (peristiwa tutur 17) Contoh (88) merupakan maksim kearifan. Kata ulang poning bage umak be, sabar ajo ma, kinai boto ia de sonjia nadeges na dabo mak i ‘jangan pusing lagi bu, sabar sajalah, nanti dia akan tahu mana yang terbaik bu‟ tuturan Ismi dianggap santun karena dia menyarankan ibunya untuk bersabar atas tingkah laku kakaknya. Merupakan maksim kearifan karena Ismi memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kerugian ibunya. (89) Pikri
: Ulang mabahat tu dabo yah mangidupi. jangan terlalu banyak yah untuk merokok „Yah, jangan terlalu banyak merokok.‟ Ayah : Nda bisa ayah pala nda mangidup tidak bisa ayah kalau tidak merokok „Ayah tidak bisa tanpa merokok.‟ Pikri : Nda soni yah, urangi ajo na mangidupi, nda deges tu kesehatan nibai. begini saja yah, kurangi saja merokok itu, karena tidak baik dengan kesehatan „Begini saja yah, kurangi merokok karena tidak baik dengan kesehatan ayah.‟ (peristiwa tutur 21)
Contoh (89) merupakan maksim kearifan. Kata nda soni yah, urangi ajo na mangidupi, nda deges tu kesehatan nibai „begini saja yah, kurangi saja
91
merokok itu, karena tidak baik dengan kesehatan‟ tutuan Pikri dianggap santun karena dia menasehati ayahnya untuk mengurangi merokok. Merupakan maksim kearifan karena Pikri meminimalkan kerugian dan memaksimalkan keuntungan ayahnya. (90) Santi : Nda ke ayah marjagal? tidak pergi ayah jualan „Tidak pergi ayah jualan?‟ Ayah : Ke, tapi kinai dope, giot marubat dope. pergi, tapi sebentar lagi, mau berobat lagi „Pergi, sebentar lagi, mau berobat lagi.‟ Santi : Oh, marubat ma yah tongan jolo, kinai martamba marun ayahi. oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam ayah itu „Oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam ayah.‟ (peristiwa tutur 46) Contoh (90) merupakan maksim kearifan. Kata oh, marubat ma yah tongan jolo, kinai martamba marun ayahi„oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam ayah itu‟ tuturan Santi dianggap santun karena dia menyuruh ayahnya untuk berobat agar agar demamnya tidak bertambah. Merupakan maksim kearifan karena Santi meminimalkan kerugian dan memaksimalkan keuntungan ayahnya. (91) Azra
: Maek dope anduk ayahi di? basah baru handuk ayah itu „Basah handuk ayah itu?‟ Ayah : Olo, nada pedo koring, ayah giot ke maridi. ya, belum lagi kering, ayah mau pergi mandi „Ya, belum kering, ayah mau mandi.‟ Azra : Andukkon ajo ma ayah pake jolo bo. handuk saya saja dulu pakai ayah „Handuk saya dulu pakai ayah.‟ (peristiwa tutur 12)
Contoh (91) merupakan maksim kearifan. Kata andukkon ajo ma ayah pake jolo bo „handuk saya saja dulu pakai ayah‟ tuturan Azra dianggap santun
92
karena mau memberikan handuk kepada ayahnya. Merupakan maksim kearifan karena Azra meminimalkan kerugian dan memaksimalkan keuntungan ayahnya. Azra menawarkan handuknya untuk dipakai oleh ayah sebelum ayah memintanya. (92) Isas
: Sumbayang ma ayah, au ma manjago emeon jolo. sholatlah ayah dulu, saya yang menjaga padi ini dulu „Sholatlah ayah, saya yang menjaga padi ini.‟ Ayah : Olo, sumbayang doma ayah jolo. ya, sholat lagi ayah dulu „Ya, sholat lagi ayah.‟ (peristiwa tutur 28)
Contoh (92) merupakan maksim kearifan. Kata sumbayang ma ayah, au ma manjago emeon jolo „sholatlah ayah dulu, saya yang menjaga padi ini dulu‟ tuturan isas dianggap santun karena mau menjaga padi. Merupakan maksim kearifan karena dengan tuturan tersebut Isas memperkecil kerugian ibunya dan meningkatkan keuntungan ibunya. (93) Ismi
: Ulang asal patibal soni tas ayahi! jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu „Jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu!‟ : Loja dope lala ayah baen baru mon saba. capek lagi terasa ayah karena baru pulang dari sawah „Ayah masih merasa capek, karena baru pulang dari sawah.‟ (peristiwa tutur 18)
Ayah
Contoh (93) merupakan maksim kearifan. Kata ulang asal patibal soni tas ayahi! „jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu‟ tuturan Ismi dianggap santun karena dia mengatakan kepada ayahnya untuk tidak sembarangan meletakkan tas agar rumah kelihatan rapi. Merupakan maksim keafifan
karena
Ismi
keuntungan ayahnya.
meminimalkan
kerugian
dan
memaksimalkan
93
d. Maksim Pujian Dari hasil analisis data, maksim pujian digunakan dalam 1 tuturan. Penggunaan maksim pujian dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya dalam bahasa Mandailing dapat dilihat dari contoh berikut. (94) Ismi
Ibu
Ismi
Ibu
Ismi
Ibu
: Sodang mangua umak nari? sedang mengapa ibu sekarang „Mengapa ibu sekarang? : Umak sodang mamasak bubur. ibu sedang memasak bubur „Ibu memasak bubur.‟ : Bubur aha de na di pamasak umak i? bubur apa itu yang dimasak ibu „Bubur apa yang ibu masak?‟ : Bubur asang padi, cubo kinyom kok dung manis ma! bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis „Bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis!‟ : Olo mak, manis doma, na malo me umak mamasaki, ajari ma au de mak, anso malo au buse mamasak. ya mak, manis lagi terasa, pandai sekali ibu memasak itu, ajarkan pula saya bu, biar pandai pula saya memasak. „Ya mak, manis rasanya, pandai sekali ibu memasak, ajarkan saya bu, biar pandai saya memasak.‟ : Olo, umak ma tongan. ya, ibulah pula „Ya, ibulah pula.‟ (peristiwa tutur 35)
Contoh (94) merupakan maksim puijian. Kata olo mak, manis doma, na malo me umak mamasaki, ajari ma au de mak, anso malo buse au mamasak „ya mak, manis lagi terasa, pandai sekali ibu memasak itu, ajarkan pula saya bu, biar pandai pula saya memasak‟ merupakan maksim pujian karena Ismi mencoba bubur yang dimasak ibu dan terasa memang manis. Merupakan maksim pujian karena Ismi memaksimalkan pujian pada ibunya.
94
3. Konteks Tindak Tutur yang digunakan oleh Anak kepada Orang Tuanya dalam Bahasa Mandailing a. Maksim Kedermawanan Penggunaan konteks tutur pada maksim kedermawanan dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya dapat diuraikan dari contoh berikut. (95)
Isas : Na bahat me asar di bagason mak i! banyak sekali sampah di rumah ini bu „Banyak sampah di rumah ini Bu!‟ Ibu : Paias ma tongan asari. bersihkan lah sampah itu „Bersihkan sampah itu.‟ Isas : Umak ma paias na, au loja dope lala. ibu yang bersihkan, saya masih capek „Ibu yang membersihkan, saya masih capek sekarang.‟ (peristiwa tutur 8)
Contoh (95) terjadi di dalam rumah pada siang hari pukul 13.30 antara Isas dan ibunya. Isas sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 46 tahun. Isas sedang duduk di rumah baru pulang dari sekolah, sedangkan ibunya baru pulang dari sawah. Tujuan tuturan di atas agar sampah di dalam rumah di bersihkan. (96)
Tika
Ibu
Tika
: Abiskon ma dabo mak, u pamasak sada nai. habiskanlah bu, saya masak satu lagi „Habiskan bu, saya masak satu lagi.‟ : Nda mangua jakna? tidak apa-apa „Tidak apa-apa?‟ : Nda mangua mak i, au tapi dung mangan mau. tidak apa-apa bu, saya tapi sudah makan „Tidak apa-apa bu, saya sudah makan.‟ (peristiwa tutur 14)
Contoh (96) terjadi di dapur pada sore hari pukul 16.00 antara Tika dan ibunya. Tika sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya berusia 43 tahun. Tika sedang duduk di ruang tamu sambil menonton televisi, sedangkan
95
ibunya sedang makan di dapur. Tujuan tutruran tersebut adalah Tika menyuruh ibunya untuk menghabiskan makanan karena Tika sudah makan sebelumnya. (97)
Isas
:
Ayah :
Isas
:
Yah, dokon umak oban indahan tu saba. yah, kata ibu bawa nasi ke sawah „Yah, ibu mengatakan untuk membawa nasi ke sawah. Dung kema umakmu jakna? sudah pergi ibumu „Apakah ibumu sudah pergi?‟ Olah yah, manyogoti dope. ya yah, pagi tadi „Sudah yah, tadi pagi.‟ (peristiwa tutur29)
Contoh (97) terjadi di dalam rumah pada siang hari pukul 13.00 antara Isas dan ayahnya. Isas sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 49 tahun. Isas sedang makan di ruang tamu, sementara ayah baru pulangdari masjid. Tujuan tuturan ini agar ayah membawa nasi ke sawah karena disuruh oleh ibunya. (98)
Fitrah : Mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang! bu, cepatlah datang ke warung, saya mau main „Bu, cepat datang ke warung, saya mau pergi main!‟ Ibu : Olo, tongkin nai ro ma umak. ya, sebentar lagi datang ibu „Ya, sebentar lagi ibu datang.‟ Fitrah : Ipas ma mak, ompak bat alak! cepatlah bu, sedang banyak orang „Cepat bu, orang sedang banyak!‟ (peristiwa tutur 34)
Contoh(98) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 16.30 antara Fitrah dan ibunya. Fitrah sebagai penutur berusia 13 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 43 tahun. Fitrah sedang berada di warung, sedangkan ibunya
96
sedang memasak di dapur. Tujuan tuturan di atas menyuruh ibunya cepat datang ke warung karena orang sedang ramai. (99)
Tika
: Kema dabo ayah tu sikolai, kinai tarlambat buse ayah. pergilah ayah ke sekolah itu, nanti terlambat pula ayah „Pergilah ayah ke sekolah, nanti terlambat ayah.‟ Ayah : Tapi mangoban adikmu dope. tapi membawa adikmu lagi „Tapi membawa adikmu lagi.‟ Tika : Ulang yah be, abang ma naon mangoban na. tidak usah yah, kakak saja yang membawanya „Jangan lagi yah, kakak saja yang membawanya.‟ (peristiwa tutur 42)
Contoh (99) terjadi di ruang tamu rumah pada pukul 07.20 antara Tika dengan ayahnya. Tika sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 45 tahun. Tika sedang siap-siap di dalam kamar mau berangkat sekolah, sementara ayah sedang menunggu adik untuk diantar ke sekolah. Tujuan tuturan tersebut Tika menyuruh ayahnya agar segera berangkat ke sekolah dia takut ayahnya terlambat ke sekolah, untuk mengantarkan adik ke sekolah biar kakak saja yang mengantarkannya. (100)
Seri : Yah, panaet jolo kompori bo. yah, nyalakan dulu kompor itu „Yah, nyalakan kompor itu.‟ Ayah : Giot mangua ho jakna? mau apa kamu rupanya „Mau apa kamu?‟ Seri : Giot pamasak aek milas, tapi abis ma aek untuk diminum yah. mau memasak air panas, tapi sudah habis air untuk diminum yah „Mau memasak air, air minum sudah habis yah.‟ (peristiwa tutur 37)
97
Contoh (100) terjadi di dapur pada sore hari pukul 16.00 antara Seri dan ayahnya. Seri sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 40 tahun. Seri sedang di dapur mau memasak air dan ayahnya sedang duduk di kursi makan. Tujuan tuturan di atas menyuruh ayah untuk menyalakan kompor. (101)
Rio
: Adong do lalu alak karejo tu saba yah? ada jadinya orang kerja ke sawah yah „Ada orang kerja ke sawah yah?‟ Ayah : Adong, mua jakna? ada, memangnya kenapa „Ada, memangnya kenapa?‟ Rio : Nda ke ayah tu saba be, kinai lain-lain ajo soni karejo nalai. tidak pergi ayah ke sawah lagi, nanti lain-lain saja kerja mereka „Tidak pergi ayah ke sawah, nanti lain-lain kerja mereka.‟ (peristiwa tutur 32)
Contoh (101) terjadi di dalam rumah pada siang hari pukul 14.00 antara Rio dan ayahnya. Rio sebagai penutur berusia 14 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 40 tahun. Rio dengan ayahnya sedang duduk baru siap makan. Tujuan tuturan ini agar ayahnya segera pergi ke sawah untuk melihat orang yang bekerja di sawah. (102)
Ibu
Feri
: Parjolo ma umak ke sikola de. duluan ibu ke sekolah ya „Duluan ibu ke sekolah ya.‟ : Tongkin nai ma dabo mak, udan dope na. bentar lagilah bu, masih hujan lagi „Sebentar lagi bu, hujan masih turun.‟ (peristiwa tutur 26)
Contoh (102) terjadi di dalam rumah pada pagi hari pukul 07.15 antara Feri dan ibunya. Feri sebagai penutur berusia 14 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 40 tahun. Feri sedang bersisir di depan kaca, sementara ibunya
98
mau berangkat ke sekolah. Tujuan tuturan di atas agar ibunya jangan dulu berangkat karena masih hujan. (103)
Andre : Ke tu saba dope umak? pergi ke sawah ibu lagi „Pergi ke sawah ibu lagi?‟ Ibu : Olo, mua jakna? ya, ada apa „Ya, memangnya kenapa?‟ Andre : Nda dong bah, utaruon ma umak de, lotih umak namardalani tu sabaan. tidak ada bu, saya antarkanlah ibu, capek ibu jalan kaki terus ke sawah „Tidak ada bu, saya antarkan ibu, ibu capek jalan kaki terus ke sawah.‟ (peristiwa tutur 16)
Contoh (103) terjadi di dalam rumah pada pagi hari pukul 08.20 antara Andre dan ibunya. Andre sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 41 tahun. Andre sedang menonton televisi dan ibunya mau berangkat ke sawah. Tujuan tuturan di atas adalah untuk mengantarkan ibu ke sawah karena ibu kelihatan capek berjalan kaki. (104)
Ibu
: Karojoon ma na didokon umak i, mua dope jakna! kerjakanlah yang dikatakan ibu, kenapa lagi „Kerjakanlah yang ibu katakan tadi, apa lagi!‟ Santi : Nda ra au, uni ma saruon umak mangarojoon na. tidak mau saya, kakaklah ibu suruh untuk mengerjakannya „Saya tidak mau, kakak saja ibu suruh untuk mengerjakannya.‟ Ibu : Na payah buse ho ken saruononi. sulit sekali kamu untuk disuruh „Sulit sekali kamu untuk disuruh.‟ (peristiwa tutur 5)
Contoh (104) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 16.00 antara Santi dan ibunya. Santi sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 38 tahun. Santi baru siap membersihkan rumah sedangkan
99
ibunya baru pulang dari pasar. Tujuan tuturan di atas agar ibu menyuruh kakaknya untuk mengerjakannya karena dia baru siap membersihkan rumah. (105)
Een
Ibu
Een
: Umak ma mambasu piringi de! ibulah yang mencuci piring itu „Ibu saja yang mencuci piring itu!‟ : Umak bat dope karejo, ho ma mambasuna. ibu masih banyak kerja lagi, kamu saja yang mencucinya „Ibu masih banyak kerja, kamu saja yang mencucinya.‟ : Nda ra au, umak jo ma, au mambaen PR bage dope au mak. tidak mau saya, ibu sajalah, saya membuat PR lagi bu „Saya tidak mau, ibu saja, saya membuat PR lagi bu.‟ (peristiwa tutur 6)
Contoh (105) terjadi di dapur pada sore hari pukul 16.45 antara Een dan ibunya. Een sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 38 tahun. Een sedang duduk sambil melihat buku sedangkan ibunya sedang memasak di dapur. Tujuan tuturan di atas menyuruh ibunya untuk mencuci piring karena dia mau membuat PR. (106)
Nepra : Mak, jia balanjoku sikola! bu, mana uang jajan sekolahku „Bu, mana uang jajan untuk sekolah!‟ Ibu : Na kuat buse me dongan soramui. keras sekali suara kamu itu „Keras sekali suara kamu.‟ Nepra : Olo tongan, tarlambat kinai au ke sikolai, ipas ma! ya pula, terlambat nanti saya pergi sekolah, cepatlah „Ya pula, terlambat saya nanti pergi sekolah, cepatlah!‟ (peristiwa tutur 47)
Contoh (106) terjadi di dalam rumah pada pagi hari pukul 07.20 antara Nepra dan ibunya. Nepra sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 38 tahun. Nepra sedang siap-siap untuk pergi sekolah
100
sementara ibu sedang memakaikan baju untuk adiknya. Tujuan tuturan di atas untuk meminta uang jajan karena mau berangkat ke sekolah. (107)
Ayah
Pican
Ayah
: Pamate ma senio i! matikanlah senio itu „Matikan senio itu!‟ : Tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai. tapi belum penuh lagi yah, sebentar lagi „Tapi belum penuh yah, sebentar lagi.‟ : Nda pedo ponuh dokon ko, dung malimpah ma emberi. belum penuh kamu katakan, sudah melimpah dari ember itu „Belum penuh kamu katakan, sudah melimpah air dari ember itu.‟ (peristiwa tutur 22)
Contoh (107) terjadi di dalam rumah pada waktu malam hari pukul 19.30 antara Pican dan ayahnya. Pican sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 53 tahun. Pican sedang makan sambil menonton sedangkan ayahnya sedang duduk baru selesai makan. Tujuan tuturan di atas untuk mematikan mesin senior karena air dalam ember sudah melimpah. (108)
Ibu
: Buat jolo tas umak di biliki! ambil dulu tas ibu di kamar „Ambil tas ibu di kamar!‟ Tika : Olo mak, satongkin nai, marabit dope au. ya bu, sebentar lagi, berpakaian saya lagi „Ya bu, sebentar lagi, saya sedang berpakaian.‟ Ibu : Ipas ma, tarlambat buse kinai umak! cepatlah, nanti terlambat pula ibu „Cepatlah, nanti ibu terlambat!‟ (peristiwa tutur 7)
Contoh(108) terjadi di dalam rumah pada pagi hari pukul 07.00 antara Tika dengan ibunya. Tika sebagai penutur berusia 15 tahun daan ibunya sebagai petutur berusia 43 tahun. Tika di dalam kamarnya sedang berpakaian, sementara ibunya sudah mau berangkat ke sekolah dan menyuruh Tika
101
mengambil tas ibunya di kamar. Tujuan tuturan di atas ibu menyuruh Tika mengambilkan tas. (109)
Azra : Mak, len jau epeng, nda dong epengku, len ma dabo mak! bu, kasih saya uang, tidak ada uangku, kasihlah bu „Bu, kasih saya uang, uang saya tidak ada, kasihlah bu!‟ Ibu : Epeng ajo giotmu, tapi dung umak lehen ma, sajia ajo tongan umak len abis sudena dibaen ko. uang saja maumu, tapi sudah ibu kasihlah, berapa saja ibu kasih habis semuanya dibuat kamu „Uang saja mau kamu, tapi sudahibu kasih, berapa saja ibu kasih habis semuanya.‟ (peristiwa tutur 31)
Contoh (109) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 16.30 antara Azra dan ibunya. Azra sebagai penutur berusia 14 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 35 tahun. Azra sedang duduk di kursi tamu sedangkan ibunya sedang membersihkan rumah. Tujuan tuturan di atas untuk pergi bermain ke rumah temannya. (110)
Pikri
Ibu
Pikri
: Pala ke umak tu pasar, tabusion jau tas de mak! kalau pergi ibu ke pasar, belikan saya tas ya bu „Kalau ibu pergi ke pasar, belikan tas ya bu!‟ : Tas potangon deges dope na. tas kemaren mahih bagus lagi „Tas kemaren masih bagus.‟ : Nda mak, dung masibak ma. tidak bu, sudah robek bu „Tidak bu, sudah robek.‟ (peristiwa tutur 36)
Contoh (110) terjadi di dalam rumah pada siang hari pukul 14.00 antara Pikri dan ibunya. Pikri sebagai penutur berusia 14 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 44 tahun. Pikri sedang makan di ruang tamu sedangkan ibunya sedang bersiap-siap untuk pergi ke pasar. Tujuan tuturan di atas minta untuk dibelikan tas karena tasnya sudah robek.
102
b. Maksim kesepakatan Penggunaan konteks tutur pada maksim kesepakatan dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya dapat diuraikandari contoh berikut. (111)
Putra
Ayah
Putra
Ayah
: Dung tabusi ayah ma lalu tas ki? sudah jadi ayah beli tas untukku „Sudah jadi ayah beli tas itu untukku?‟ : Nda pedo bah. belum lagi „Belum lagi.‟ : Tabusion ma dabo yah, dung mangkasibak ma dabo yah taskon. belikanlah yah, sudah robek yah tas saya ini „Belikanlah yah, sudah robek tas saya ini.‟ : Cogot domai. besok lagi „Besok lagi.‟ (peristiwa tutur 10)
Contoh (111) terjadi di dalam rumah pada malam hari pukul 20.00 antara Putra dan ayahnya. Putra sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 54 tahun. Putra sedang melihat buku pelajaran sedangkan ayahnya sedang duduk baru siap makan. Tujuan tuturan di atas menyuruh ayahnya untuk membelikan task arena tasnya sudah robek. (112)
Pikri
Ibu
Pikri
: Mak, ajakkon jau PR jolo mak, nda mangerti au. bu, ajarkan saya PR bu, tidak mengerti saya „Bu, ajarkan saya PR bu, saya tidak mengerti.‟ : Tapi dung balajar mo di sikola. tapi sudah belajar kamu di sekolah „Tapi kamu sudah belajar di sekolah.‟ : Olo ma da mak, tapi ana payah na sada on bo ya lah bu, tapi memang susah yang satu ini „Ya bu, tapi susah yang satu ini.‟ (peristiwa tutur 3)
Contoh (112) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 17.00 antara pikri dan ibunya. Pikri sebagai penutur berusia 14 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 44 tahun. Pikri sedang melihat buku pelajarannya sedangkan
103
ibunya sedang bersih-bersih di dapur. Tujuan tuturan di atas untuk diajarkan PR karena dia tidak mengerti dengan PR sekolahnya. (113)
Ija
: Yah, tujia ayah cogot? yah, kemana ayah besok „Yah . besok ayah kemana?‟ Ayah : Ayah giot tu Simpang opat, mua jakna? ayah mau ke Simpang empat, memangnya kenapa „Ayah mau ke Simpang empat, ada apa?‟ Ija : Adong rapat di sikola dabo yah, wali murid harus hadir, bisa ayah de roi? ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa ayah datang „Ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa ayah untuk datang?‟ Ayah : Nda bisa ayah ke do, umakmu ma cogot ke de. tidak bisa ayah untuk pergi, ibumu saja besok yang pergi „Ayah tidak bisa untuk pergi, ibumu saja besok yang akan pergi.‟ Ija : Jadi ma yah. ya yah „Ya yah.‟ (peristiwa tutur 30)
Contoh (113) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 17.00 antara Ija dengan ayahnya. Ija sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 50 tahun. Ija sedang duduk di lantai di depan televisi, sementara ayahnya sedang duduk di kursi tamu. Tujuan tuturan di atas Ija menyuruh ayahnya agar datang ke sekolah karena besok ada rapat wali murid. (114)
Pican : Pala muli umak mon pasar, tabusion jau duku de mak. kalau pulang ibu dari pasar, belikan saya duku ya bu „Kalau ibu sudah pulang dari pasar, belikan duku ya bu.‟ Ibu : Duku ajo tongan giotmu. duku saja maumu „Duku saja mau kamu.‟
104
Pican : Olo ma dabo mak. ya lah bu „Ya lah bu.‟ (peristiwa tutur 24) Contoh(114) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 16.00 antara Pican dan ibunya. Pican sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 49 tahun. Pican sedang duduk di ruang tamu dan ibunya mau berangkat ke pasar. Tujuan tuturan di atas menyuruh ibunya untuk membelikan duku. (115)
Ika
: Giot ke tusaba doma ayah? mau pergi ke sawah lagi ayah „Mau ke sawah lagi yah?‟ Ayah : Olo, mua de? ya, memangnya kenapa „Ya, ada apa?‟ Ika : Dokon umak oban lading, giot mambuat soban umak. kata ibu bawa parang, mau mengambil kayu ibu „Kata ibu, ayah membawa parang, ibu mau mengambil kayu.‟ (peristiwa tutur 1)
Contoh (115) terjadi di dalam rumah pada siang hari pukul 14.00 antara Ika dengan ayahnya. Ika sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 40 tahun. Ika sedang tidur-tiduran di lantai sedangkan ayahnya sedang duduk di kursi. Tujuan tuturan di atas menyuruh ayahnya membawa parang ke sawah karena pesan dari ibunya. (116)
Rita : Giot tujia de umak i? mau kemana ibu itu „Mau kemana bu?‟ Ibu : Giot tu pasar, mua jakna? mau ke pasar, memangnya kenapa „Mau ke pasar, ada apa?‟
105
Rita : Oh, baju on ma dabo pake umak bo, ulang na ian be, ana sompik uida. oh, baju ini saja pakai ibu, jangan yang itu lagi, sempit kelihatan „Oh, baju ini saja ibu pakai, jangan itu lagi, sempit kelihatan.‟ (peristiwa tutur 19) Contoh (116) terjadi di dalam kamar pada siang hari pukul 13.00 antara Rita dengan ibunya. Rita sebagai penutur berusia 14 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 52 tahun. Rita sedang tidur-tiduran di kamar ibunya sedangkan ibunya sedang memakai baju untuk berangkat ke pasar. Tujuan tuturan di atas menyarankan ibunya untuk memakai baju yang lain karena baju yang dipakai ibu kelihatan sempit. (117)
Een : Istirahat ma dabo ayah, loja ma ayah uida na karejoi. istirahatlah ayah dulu, sudah capek ayah kelihatan karena kerja itu „Istirahat ayah dulu, kelihatan ayah sudah capek karena kerja.‟ Ayah : Ayah harus karejo, nada tontu cogot adong buse karejo nalain. ayah harus kerja, mana tau besok ada pula kerja yang lain „Ayah harus kerja, mana tau besok ada kerja yang lain.‟ Een : Oh, soni yah. oh, begitu yah „Oh, begitu yah.‟ (peristiwa tutur 20)
Contoh (117) terjadi di dalam rumah pada malam hari pukul 20.30 antara Een dengan ayahnya. Een sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 40 tahun. Een sedang membaca buku pelajarannya sedangkan ayahnya sibuk dengan kerjaan kantor. Tujuan tuturan di atas menyarankan kepada ayahnya agar beristirahat karena sudah kelihatan capek.
106
(118)
Nepra
Ayah
Nepra
: Ulang disi patibal botoli yah be! jangan disitu letakakn botol itu yah „Jangan disitu diletakkan botol itu yah!‟ : Dijia do di patibal? dimana lagi diletakkan „Dimana diletakkan?‟ : Tu balakang ma oban ayah, pala dison kinai matapor di baen alak. ke belakang saja bawa ayah, kalau di sini nanti bisa pecah dibuat orang „Ke belakang saja ayah bawa, kalau di sini bisa pecah dibuat orang.‟(peristiwa tutur 45)
Contoh (118) terjadi di teras rumah pada sore hari pukul 16.30 antara Nepra dengan ayahnya. Nepra sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 40 tahun. Nepra sedang duduk di teras rumah sedangkan ayahnya sedang mengangkat botol. Tujuan tuturan di atas menyarankan ayahnya agar botol diletakkan ke belakang supaya tidak pecah dibuat orang. (119)
Tika
Ibu
Tika
: Jilbab nabontar on ma dabo dipake umak! jilbab yang putih itu sajalah dipakai ibu „Jilbab putih itu saja dipakai ibu!‟ : Nda onak dot baju na umak pake i. tidak cocok dengan baju yang ibu pakai itu „Tidak cocok dengan baju yang yang ibu pakai.‟ : Nda mangua bagei, onak do dabo dipake mak. tidak apa-apa, cocok itu dipakai ibu „Tidak apa-apa, cocok dipakai ibu.‟ (peristiwa tutur 15 )
Contoh (119) terjadi di kamar ibunya pada siang hari pukul 13.30 antara Tika dengan ibunya. Tika sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 43 tahun. Ibu sedang di kamar memilih jilbab yang akan dipakainya, sementara Tika sedang duduk di tempat tidur ibunya. Tujuan tuturan di atas Tika menyarankan kepada ibunya untuk memakai
107
jilbab yang lain karena dia melihat tidak cocok dengan baju yang dipakai ibunya. (120)
Ija
Ibu
Ija
Ibu
Ija
: Degesan baju nangkinani ditabusi umak pado on. bagus lagi baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini „Bagus baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini.‟ : Mangua jakna? kenapa rupanya „Memangnya kenapa.‟ : Masompik tu uida dipake umak. terlalu kecil kelihatan kalau dipakai ibu „Terlalu kecil kelihatan dipaki ibu.‟ : Patut me, baen nabarui dope nai. tidak mungkin, lantaran masih baru lagi itu „Tidak mungkin, lantaran masih baru lagi.‟ : Lo mak. ya bu „Ya bu.‟ (peristiwa tutur 9)
Contoh (120) terjadi di ruang tamu pada pagi hari pukul 09.00 antara Ija dengan ibunya. Ija sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibu sebagai petutur berusia 49 tahun. Ibu sedang melipat kain yang baru dibeli, sedangkan Ija sedang duduk di kursi sambil melihat baju yang dibeli ibunya. Tujuan tuturan di atas Ija menyarankan ibunya agar membeli baju yang lain karena Ija melihat baju yang dipakai ibu terlalu sempit. (121)
Feri :Mua dpe jakna yah! ke maita. kenapa lagi yah, pergi kita lagi „Kenapa lagi yah!Kita pergi lagi.‟ Ayah :Kinai ma, satongkin nai nantilah, sebentar lagi „Nantilah sebentar lagi.‟ Feri :Ipas ma yah!Au dung marjanji buse ke main bola dot dongan nangkinan. cepatlah yah saya sudah berjanji pula akan main bola dengan anak orang tadi „Cepatlah Yah! Saya sudah berjanji akan bermain bola dengan teman.‟
108
Ayah:Nagigih mada ho, sodang mangua ayah jakna nida ho. cerewet betul kamu ini sedang mengapa ayah terlihat kamu „Cerewet sekali kamu, kamu bisa melihat bahwa ayah sedang sibuk.‟(peristiwa tutur 41) Contoh (121)terjadi di dalam rumah pada sore hari hari pukul 16.30 antara Feri dengan ayahnya. Feri sebagai penutur berusia 14 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia berusia 42 tahun. Feri sedang membersihkan motor sedangkan ayahnya di rumah mengganti pakaian. Tujuan tuturan di atas agar ayahnya cepat mengganti pakaian karena dia mau pergi main bola dengan temannya. (122)
Ibu
: Kema tabusi es ken obanon tu sabai! pergilah beli es untuk dibawa ke sawah itu „Pergi beli es untuk dibawa ke sawah.‟ Isas : Jau bage sada de mak! untukku satu ya bu „Untuk saya satu ya bu!‟ Ibu : Olo, kema tabusi. ya, pergilah beli „Ya, pergi beli.‟ (peristiwa tutur 38)
Contoh (122) terjadi di teras rumah pada siang hari pukul 13.00 antara Isas dengan ibunya. Isas sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 46 tahun. Isas sedang duduk di teras rumah sedangkan ibunya mau berangkat ke sawah. Tujuan tuturan di atas untuk minta dibelikan es karena ibunya menyuruh membelikan es untuk dibawa ke sawah. (123)
Ibu
Rita
Ibu
: Kema sosah abit nakotori dabo! pergilah cuci kain yang kotor itu „Pergi cuci kain yang kotor itu!‟ : Olo mak, satongkin nai ma. ya bu, sebentar lagilah „Ya bu, sebentar lagi.‟
: Satongkin nai ajo dokon ko, tapi nda ke ho do!
109
Rita
Ibu
Rita
sebentar lagi saja kamu katakan, tapi kamu tidak pergi „Sebentar terus kamu katakana, tapi tidak kamu lakukan!‟ : Pala nda ra au, mua jakna mak? kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu „Kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu?‟ : Mambantah ajo karejomu, kema manyosahi! membantah saja kerjamu, pergilah menyuci itu „Membantah saja kerjamu, pergilah menyuci!‟ : Lo mak. ya bu „Ya bu.‟ (peristiwa tutur 4)
Contoh (123) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 16.30 antara Rita dan ibunya. Rita berusia 14 tahun dan ibunya sbagai petutur berusia 52 tahun. Rita sedang tidur-tiduran di kamar, sedangkan ibunya baru pulang dari pasar. Tujuan tuturan tersebut agar Rita mau pergi mencuci kain karena ibunya baru saja pulang dari pasar. Rita membantah apa yang disuruh ibunya walaupun jadi dikerjakannya. (124)
Ibu
: Pamate ma TV i Putra! matikanlah TV itu Putra „Matikan TV itu Putra!‟ Putra : Lo mak, pala nda ra au mangua mak? ya bu, kalau saya tidak mau bagaimana bu „Ya bu, kalau saya tidak mau, bagaimana bu?‟ Ibu : Kema balajar, ho giot ujian! pergilah belajar, kamu mau ujian „Pergi belajar, kamu mau ujian!‟ Putra : Lo mak. ya bu „Ya bu.‟ (peristiwa tutur 44)
Contoh (124) terjadi di rumah pada malam hari pukul 20.00 antara Putra dengan ibunya. Putra sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 52. Putra sedang asyik menonton televisi, sementara
110
ibunya sedang menyetrika pakaian. Tujuan tuturan di atas menyuruh agar Putra mematikan televisi dan segera belajar karena besok dia akan ujian. (125)
Azra
Ibu
Azra
Ibu
Azra
: Mak, au ke jalang dot dongan de! bu, saya mau pergi main dengan teman „Bu, saya mau pergi main bersama teman!‟ : Jalang tujia jakna? main kemana rupanya „Mau pergi main kemana?‟ : Tu bagas dongan mak. ke rumah teman bu „Ke rumah teman bu.‟ : Sapai jolo ayahmu pala patola ia. tanya dulu ayahmu kalau dibolehkannya „Tanya dulu ayahmu kalau dibolehkan.‟ : Anso usapai bage ayah, tapi tu umak do au marsapa pala tola ke jalang. kenapa ditanya pula ayah, tapi sama ibu saya bertanya kalau boleh saya pergi main „Kenapa ayah yang ditanya, tapi saya bertanya sama ibu kalau boleh saya pergi main.‟ (peristiwa tutur 13)
Contoh (125) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul pukul 17.00 antara Azra dengan ibunya. Azra sebagai penutur berusia 14 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 35 tahun. Azra sedang siap-siap mau pergi main ke rumah temannya sedangkan ibunya sedang duduk baru siap memasak. Tujuan tuturan di atas pergi main ke rumah temannya. (126)
Isas
Ibu
: Pala umak ajo manyosah abiti mua jakna, au baru muli sikola dope, loja dope au mak. kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya baru pulang lagi dari sekolah, masih capek lagi bu „Kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya baru pulang dari sekolah, saya masih capek bu.‟ : Umak bat dope karejo, giot tusaba bage dope. ibu banyak lagi pekerjaan, mau ke sawah pula lagi „Ibu banyak pekerjaan, mau ke sawah lagi.‟ (peristiwa tutur 43)
111
Contoh (126) terjadi di dalam rumah pada siang hari pukul 14.00 antara Isas dengan ibunya. Isas sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 46 tahun. Isas sedang tidur-tiduran karena capek pulang dari sekolah sedangkan ibunya sedang melipat kain. Tujuan tuturan di atas menyuruh ibunya untuk mencuci kain karena dia masih capek. (127)
Ayah : Ulang ke juo maridi tu batang aek de, musim parudan nari. jangan pergi juga mandi ke sungai ya, musim hujan sekarang „Jangan pergi juga mandi ke sungai, musim hujan sekarang. Ika : Mua jakna yah, tagi dabo maridi pala godang batang aek. kenapa rupanya yah, asyik itu mandi kalau besar sungai „Memangnya kenapa yah, asyik mandi kalau sungai sudah besar.‟ Ayah : Tagi dokon ko, kinai baru mayub ko. asyik kamu katakan, nanti baru hanyut kamu „Asyik kamu katakan, nanti baru hanyut.‟ (peristiwa tutur 2)
Contoh (127) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 17.00 antara Ika dengan ayahnya. Ika sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 40 tahun. Ika dengan teman-temannya mau pergi ke sungai sedangkan ayanya sedang duduk baru pulang dari sawah. Tujuan tuturan di atas agar tidak pergi mandi ke sungai karena musim hujan. (128)
Ibu
Ika
Ibu
: Tolongi umak mambangkit eme jolo! tolong ibu mengangkat padi dulu „Tolong ibu mengangkat padi! : Olo mak, pataeng satongkin nai. ya bu, tunggu sebentar lagi „Ya bu, tunggu sebentar lagi.‟ : Ipas ma bo, udan giot ro ma bo! cepatlah, hujan mau turun lagi „Cepatlah, hujan mau turun!‟
112
Ika
: Lo mak. ya bu „Ya bu.‟ (peristiwa tutur 37)
Contoh (128) terjadi di halaman rumah pada sore hari pukul 15.00 antara Ika dan ibunya. Ika sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 38 tahun. Ika sedang di dalam rumah asyik menonton televisi, sementara ibunya sedang di halaman rumah mau mengangkat padi karena hujan sudah mulai turun. Tujuan tuturan di atas membantu ibunya untuk mengangkat padi. (129)
Rio : Mak, len jau epeng giot manabusi buku! bu, kasih saya uang mau membeli buku „Bu, kasih saya uang untuk membeli buku!‟ Ibu : Tapi dung ditabusi ma potangi. tapi sudah dibeli kemaren „Tapi sudah dibeli kemaren.‟ Rio : Urang dope mak, sada mata pelajaran harus dua buku na! kurang lagi bu, satu mata pelajaran harus dua bukunya „Kurang bu, satu mata pelajaran harus dua bukunya! Ibu : Epeng balanjomu ma manabusi na jolo, kinai umak ganti. uang belanjamu dulu untuk membelinya, nanti ibu ganti „Uang belanjamu dulu membelinya,. nanti ibu ganti.‟ (peristiwa tutur 11)
Contoh (129) terjadi di dalam rumah pada pagi hari pukul 07.10 antara Rio dan ibunya. Rio sebagai penutur berusia 14 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 39 tahun. Rio mau berangkat ke sekolah sedangkan ibunya sedang duduk di kursi melihat anaknya pergi sekolah . tujuan tuturan di atas meminta uang kepada ibunya untuk membeli buku.
113
(130)
Rita : Yah, pala cogoton dung tomat au sikola, au giot kuliah de yah. yah, kalau besok ini saya sudah tamat sekolah, saya mau kuliah yah „Yah, kalau besok saya sudah tamat sekolah, saya mau kuliah yah.‟ Ayah : Olo, usahoon ma nilaimu deges dungki ulang lupa sumbayang ko anso di lehen Allah jita rosoki. ya, usahakan saja nilaimu bagus sudah itu jangan lupa sholat kamu, agar dikasih Allah rezeki sama kita „Ya, usahakan nilaimu bagus sudah itu jangan lupa sholat agar dikasih Allah rezeki sama kita.‟ Rita : Olo yah. ya yah „Ya yah.‟ (peristiwa tutur 25)
Contoh (130) terjadi di dalam rumah pada malam hari pukul 19.30 antara Rita dengan ayahnya. Rita sebagai penutur berusia 14 tahun dan ayahnya sebaga petutur berusia 54 tahun. Ayah sedang duduk di atas kursi , sementara Rita sedang belajar di dalam kamarnya. Tujuan tuturan di atas Rita memohon kepada ayahnya agar mau menyekolahkannya ke jenjang yang lebih tinggi kalau dia sudah tamat sekolah. (131)
Seri
: Yah, tamba jolo epengkon! yah, tambah dulu uangku ini „Yah, tambah dulu uangku!‟ Ayah : Urang dope jakna? kurang lagi rupanya „Kurang memangnya? Seri : Olo yah, harga bukui pitu ribu, epeng dilehen umak lima ribu mia, urang dua ribu nai yah. ya yah, harga buku itu Rp.7000, uang dikasih ibu Cuma Rp.5000, jadi kurang Rp.2000 lagi yah. „Ya yah, harga buku Rp.7000, uang dikasih ibu Rp.5000, jadi kurang Rp.2000 lagi yah.‟ (peristiwa tutur 40)
Contoh (131) terjadi di dalam rumah pada pagi hari pukul 07.00 antara Seri dengan ayahnya. Seri sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya
114
sebagai petutur berusia 40 tahun. Seri sudah siap-siap untuk berangkat sekolah sedangkan ayahnya mau berangkat ke sawah. Tujuan tuturan di atas meminta ditambah uang untuk membeli buku. (132)
Andre : Au nda dot tu saba nari yah do, cogot ma au dot de yah! saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok sajalah saya ikut yah „Saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok saja saya ikut yah!‟ Ayah : Anso, tapi libur do nari sikola. kenapa, tapi libur sekarang sekolah „Kenapa, tapi libur sekolah sekarang.‟ Andre : Olo yah, au tu bagas dongan dope giot mambaen PRku. ya yah, saya pergi ke rumah teman lagi mau membuat PR saya „Ya yah, saya pergi ke rumah teman mau membuat PR.‟ (peristiwa tutur 33)
Contoh (132) terjadi di dalam rumah pada pagi hari pukul 08.00 antara Andre dan ayahnya. Andre sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 47 tahun. Andre mau berangkat ke rumah temannya untuk membuat PR sedangkan ayahnya mau berangkat ke sawah. Tujuan tuturan di atas dia tidak pergi ke sawah karena mau membuat PR. (133)
Isas : Mak, pala dung manggotol ta, tabusion jau baju de mak! bu, kalau sudah menuai kita, belikan saya baju ya bu „Bu, kalau kita suda menuai, belikan saya baju ya bu!‟ Ibu : Tengok jolo de, eme pe mura do nari. lihat dulu ya, padi murah sekarang „Lihat dulu, padi murah sekarang.‟ Isas : Oh, jadi ma mak. oh, ya lah bu „Oh, ya bu.‟ (peristiwa tutur 39)
115
Contoh (133) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 17.30 antara Isas dengan ibunya. Isas sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 46 tahun. Isas sedang duduk di ruang tamu, sementara ibunya sedang memasak di dapur. Tujuan tuturan di atas Isas memohon kepada ibunya untuk dibelikan baju kalau sudah menuai padi.
c. Maksim Kearifan Penggunaan konteks tutur pada maksim kearifan dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya dapat diuraikan dari contoh berikut. (134)
Fitrah : Ulang asal patibal soni baju ayah i dabo, pasimpu ma dabo denggan yah. jangan asal diletakkan baju ayah itu, rapikan dengan bagus yah „Jangan sembarangan baju ayah diletakkan, tolong ayah rapikan dengan benar.‟ Ayah : Loja dope ulala, baru muli marusaho dope ayah. masih capek lagi, ayah baru pulang berusaha „Masih capek ayah sekarang, ayah baru pulang berusaha.‟ (peristiwa tutur 23)
Contoh (134) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 17.00 antara Fitrah dengan ayahnya. Fitrah sebagai penutur berusia 13 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 49 tahun. Fitrah baru selesai membersihkan rumah sedangkan ayahnya baru pulang berdagang. Tujuan tuturan di atas agar ayahnya jangan sembarangan meletakkan pakaian karena rumah baru dibersihkan. (135)
Ibu
: Aha doma ken umak dokon t abangmu, anso ra ia manolong umak tu saba. apa lagi yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar kakakmu mau membantu ibu ke sawah „Apa yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar mau membantu ibu ke sawah.‟
116
Ismi : Ulang poning bage umak be, sabar ajo ma, kinai boto ia de sonjia nadeges na dabo mak i. jangan pusing lagi bu, sabar sajalah, nanti dia akan tahu mana yang terbaik bu. „Jangan pusing bu, sabar saja, nanti dia akan mengetahui mana yang terbaik bu.‟ (peristiwa tutur 17) Contoh (135) terjadi di dalam rumah pada malam hari pukul 20.00 antara Ismi dengan ibunya. Ismi sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 43 tahun. Ismi duduk dilantai sambil melihat buku sedangkan ibunya sedang duduk di kursi sambil beristirahat. Tujuan tuturan di atas agar mau membantu ibunya ke sawah. (136)
Pikri : Ulang mabahat tu dabo yah mangidupi. jangan terlalu banyak yah untuk merokok „Yah, jangan terlalu banyak merokok.‟ Ayah : Nda bisa ayah pala nda mangidup tidak bisa ayah kalau tidak merokok „Ayah tidak bisa tanpa merokok.‟ Pikri : Nda soni yah, urangi ajo na mangidupi, nda deges tu kesehatan nibai. begini saja yah, kurangi saja merokok itu, karena tidak baik dengan kesehatan „Begini saja yah, kurangi merokok karena tidak baik dengan kesehatan ayah.‟ (peristiwa tutur 21)
Contoh (136) terjadi di dalam rumah pada malam hari pukul 19.20 antara Pikri dengan ayahnya. Pikri sebagai penutur berusia 14 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 45 tahun. Pikri baru selesai makan sedangkan ayahnya asyik merokok karena siap makan. Tujuan tuturan di atas agar ayahnya mengurangi merokok karena tidak baik dengan kesehatan. (137)
Santi : Nda ke ayah marjagal? Tidak pergi ayah jualan „Tidak pergi ayah jualan?‟
117
Ayah : Ke, tapi kinai dope, giot marubat dope. pergi, tapi sebentar lagi, mau berobat lagi „Pergi, sebentar lagi, mau berobat lagi.‟ Santi : Oh, marubat ma yah tongan jolo, kinai martamba marun ayahi. oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam ayah itu „Oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam ayah.‟ (peristiwa tutur 46) Contoh (137) terjadi di dalam rumah pada pagi hari pukul 07.00 antara Santi dengan ayahnya. Santi sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 40 tahun. Santi mau berangkat sekolah sedangkan ayahnya ma pergi jualan tapi dia ingin berobat terlebih dahulu karena demam. Tujuan tuturan di atas menyuruh ayahnya agar berobat . (138)
Azra
: Maek dope anduk ayahi di? basah baru handuk ayah itu „Basah handuk ayah itu?‟ Ayah : Olo, nada pedo koring, ayah giot ke maridi. ya, belum lagi kering, ayah mau pergi mandi „Ya, belum kering, ayah mau mandi.‟ Azra : Andukkon ajo ma ayah pake jolo bo. handuk saya saja dulu pakai ayah „Handuk saya dulu pakai ayah.‟ (peristiwa tutur 12)
Contoh (138) terjadi di dapur pada sore hari pukul 17.15 antara Azra dengan ayahnya. Azra sebagai penutur berusia 14 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 36 tahun. Azra sedang duduk melihat ibunya memasak, sementara ayahnya mau mandi dan dia melihat handuk ayahnya masih basah. Tujuan tuturan di atas Azra menyarankan kepada ayahnya untuk memakai handuknya karena handuk ayahnya belum kering. (139)
Isas : Sumbayang ma ayah, au ma manjago emeon jolo. sholatlah ayah dulu, saya yang menjaga padi ini dulu „Sholatlah ayah, saya yang menjaga padi ini.‟
118
Ayah : Olo, sumbayang doma ayah jolo. ya, sholat lagi ayah dulu „Ya, sholat lagi ayah.‟ (peristiwa tutur 28) Contoh (139) terjadi di teras rumah pada siang hari pukul 13.00 antara Isas dengan ayahnnya. Isas sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 49 tahun. Isas sedang membersihkan rumah, sedangkan ayahnya sedang duduk di teras rumah sambil menjaga padi. Tujuan tuturan di atas Isas menyarankan kepada ayahnya untuk sholat dan dia mau menjaga padi saat ayahnya sholat. (140)
Ismi : Ulang asal patibal soni tas ayahi! jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu „Jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu!‟ Ayah : Loja dope lala ayah baen baru mon saba. capek lagi terasa ayah karena baru pulang dari sawah „Ayah masih merasa capek, karena baru pulang dari sawah.‟ (peristiwa tutur 18)
Contoh (140) terjadi di dalam rumah pada sore hari pukul 17.00 antara Ismi dengan ayahnya. Ismi sebagai penutur berusia 15 tahun dan ayahnya sebagai petutur berusia 45 tahun. Ismi baru selesai membersihkan rumah sedangkan ayahnya baru pulang dari sawah. Tujuan tuturan di atas menyarankan kepada ayahnya agar tidak sembarangan meletakkan tas.
d. Maksim Pujian Penggunaan konteks tutur pada maksim pujian dalam tindak tutur direktif anak kepada orang tuanya dapat diuraikan dari contoh berikut. (141)
Ismi : Sodang mangua umak nari? sedang mengapa ibu sekarang „Mengapa ibu sekarang?
119
Ibu
: Umak sodang mamasak bubur. ibu sedang memasak bubur „Ibu memasak bubur.‟ Ismi : Bubur aha de na di pamasak umak i? bubur apa itu yang dimasak ibu „Bubur apa yang ibu masak? Ibu : Bubur asang padi, cubo kinyom kok dung manis ma! bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis „Bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis!‟ Ismi : Olo mak, manis doma, na malo me umak mamasaki, ajari ma au de mak, anso malo au buse mamasak. ya mak, manis lagi terasa, pandai sekali ibu memasak itu, ajarkan pula saya bu, biar pandai pula saya memasak „Ya mak, manis rasanya, pandai sekali ibu memasak, ajarkan saya bu, biar pandai saya memasak.‟ Ibu : Olo, umak ma tongan. ya, ibulah pula „Ya, ibulah pula.‟ (peristiwa tutur 35) Contoh (141) terjadi di dapur pada pagi hari pukul 08.30 antara Ismi dengan ibunya. Ismi sebagai penutur berusia 15 tahun dan ibunya sebagai petutur berusia 43 tahun. Ismi sedang duduk di dapur sambil melihat ibunya memasak bubur, sementara ibunya sedang memasak bubur. Tujuan tuturan di atas memuji ibunya karena pandai memasak dan ingin diajarkan untuk memasak.
120
BAB V PENUTUP A. Simpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa bentuk-bentuk tindak tutur direktif yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat dalam berkomunikasi ada lima bentuk, yakni tindak tutur direktif menyuruh, menyarankan, memerintah,menantang, dan memohon. Tindak tutur direktif yangpaling dominan ditemukan adalah Tindak tutur direktif menyarankan dan yang paling sedikit ditemukan adalah tindak tutur direktif memerintah. Berdasarkan prinsip kesantunan yang digunakan oleh anak kepada orang tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintng Kabupaten Pasaman Barat dalam berkomunikasi ada empat maksim, yakni maksim kedermawanan, kesepakatan, kearifan, dan pujian. Maksim yang paling dominan digunakan adalah maksim kesepakatan dan maksim yang paling sedikit digunakan adalah maksim pujian dan kearifan. Konteks pemakaian maksim adalah sebagai berikut. Maksim kedermawanan cenderung digunakan untuk tujuan menyuruh. Topik tindak tutur umumnya pembicaraan sehari-hari, terjadi di rumah dalam suasana tenang. Maksim kesepakatan cenderung digunakan untuk tujuan menyarankan dan memohon. Topik tindak tutur umumnya pembicaraan sehari-hari, terjadi di rumah, halaman rumah dalam suasana tenang. Maksim kearifan dan pujian cenderung digunakan untuk tujuan menyarankan. Topik tindak tutur umumnya pembicaraan sehari-hari, terjadi di rumah dalam suasana tenang.
120
121
B. Implikasi Hasil Penelitian dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Sehubungan dengan adanya penelitian ini, dilihat dari bentuk tindak tutur direktif, prinsip kesantunan, dan konteks tuturan dapat diimplikasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah. Pembelajaran bahasa bukan mengajarkan tentang bahasa, tetapi bagaimana bahasa yang sesungguhnya itu digunakan untuk berkomunikasi yang baikdengan orang lain.Dikaitkan dengan penelitian ini pada pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah terdapat pada Standar Kompetensi (SK) mengemukakan pikiran, perasaan, dan informasi melalui kegiatan diskusi dan protokoler, dengan Kompetensi Dasar(KD) membawakan acara dengan bahasa yang baik dan benar serta santun.
C. Saran Melalui penelitian ini, penulis memberikan saran kepada pihak-pihak berikut. Pertama, anak di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat dalam berkomunikasi kepada orang tua hendaknya mengutamakan kesantunan berbahasa dalam bertindak tutur. Kedua, orang tua supaya lebih mengarahkan atau membimbing anak dalam bertindak tutur yang santun kepada siapa pun. Ketiga, Guru sebagai pendidik hendaknya memberikan contoh bagaimana cara berbicara yang santun agar komunikasi dengan siswa berjalan dengan efektif. Keempat, peneliti yang tertarik untuk meneliti kesantunan berbahasa, disarankan melakukan penelitian pada aspek-aspek yang lain dalam kesantunan berbahasa.
122
KEPUSTAKAAN
Chaer Abdul dan Leonie Agustina.2004.Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul dan Leonie Agustina. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 2003. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta. Gunarwan, Asim. 1994. “Pragmatik: Panduan Mata Burung”. Di dalam Soenjono Dardjowi Djojo (editor). Mengiring Rekan Sejati: Festschrift Buat Pak Ton. Jakarta: Universitas Katolik Atmajaya. Maksan, Marjusman. 1994. Ilmu Bahasa . Padang: UNP Padang Press. Keraf, Gorys. 1990. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Ghalia Indonesia. Leech, Geoffey. 1993. Prinsip-prinsip Pragmatik. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Moleong, Lexy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nababan, P.W.J. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapan). Jakarta: Depdikbud. Dirjen Dikti. Nasir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Mahsun. 2006. Metodologi Penelitian Bahasa. Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada. Ningsih Wirda. (2002).”Kesantunan Berbahasa Pramuniaga dalam Melayani Konsumen: Studi Kasus di Plaza Minang”.(Skripsi). Padang: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBSS UNP. Rahardi R, Kunjana. 2005. Pragmatik Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Maiezra, (2008).”Kesantunan Berbahasa Minangkabau Pedagang Kaki Lima dalam Melayani Pembeli di Pasar Tradisional Payakumbuh”. Padang: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBSS UNP.
122
123
Sofa (dikutip tanggal 19 Juni 2011). Perkembangan Bahasa Anak. http://massofa.Wordpress.com. Sumarsono dan Partana.2002.Sosiolinguistik. Yogyakarta: Andi Offset. Susanti Yesi Meri. (2000).” Analisis Kesopanan Tindak Tutur dalam Acara Dialog Opini Berita Ranah Minang”.(Skripsi). Padang: Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia FBSS UNP. Tarigan, Henry Guntur. 1990. Pengajaran Pragmatik. Yogyakarta:Kanisius. Yule, George.1996. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Piaget,
John. Sekolah Minggu.http://www.Pemuda sekolahminggu.php. diunduh 16 Oktober 2011.
kristen.com/artikel/
Lock, Jhon. 2008. “Pengertian Anak”. http:// duniapsikologi. dagdigdug.com/ 2008/11/19/pengertian-anak-tinjauan-secara-kronologis-dan-psikologis/
124
Lampiran 1 Transkrip Data Kesantunan Berbahasa Mandailing dalam Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat Peristiwa tutur (1) Ika : Giot ke tusaba doma ayah? mau pergi ke sawah lagi ayah „Mau ke sawah lagi yah?‟ Ayah : Olo, mua de? ya, memangnya kenapa „Ya, ada apa?‟ Ika : Dokon umak oban lading, giot mambuat soban umak. kata ibu bawa parang, mau mengambil kayu ibu „Kata ibu, ayah membawa parang, ibu mau mengambil kayu.‟ Peristiwa tutur (2) Ayah : Ulang ke juo maridi tu batang aek de, musim parudan nari. jangan pergi juga mandi ke sungai ya, musim hujan sekarang „Jangan pergi juga mandi ke sungai, musim hujan sekarang. Ika : Mua jakna yah, tagi dabo maridi pala godang batang aek. kenapa rupanya yah, asyik itu mandi kalau besar sungai „Memangnya kenapa yah, asyik mandi kalau sungai sudah besar.‟ Ayah : Tagi dokon ko, kinai baru mayub ko. asyik kamu katakan, nanti baru hanyut kamu „Asyik kamu katakan, nanti baru hanyut.‟ Peristiwa tutur (3) Pikri : Mak, ajakkon jau PR jolo mak, nda mangerti au. bu, ajarkan saya PR bu, tidak mengerti saya „Bu, ajarkan saya PR bu, saya tidak mengerti.‟ Ibu : Tapi dung balajar mo di sikola. tapi sudah belajar kamu di sekolah „Tapi kamu sudah belajar di sekolah.‟
125
Pikri
: Olo ma da mak, tapi ana payah na sada on bo ya lah bu, tapi memang susah yang satu ini „Ya bu, tapi susah yang satu ini.‟
Peristiwa tutur (4) Ibu : Kema sosah abit nakotori dabo! pergilah cuci kain yang kotor itu „Pergi cuci kain yang kotor itu!‟ Rita : Olo mak, satongkin nai ma. ya bu, sebentar lagilah „Ya bu, sebentar lagi.‟ Ibu : Satongkin nai ajo dokon ko, tapi nda ke ho do. sebentar lagi saja kamu katakan, tapi kamu tidak pergi „Sebentar terus kamu katakana, tapi tidak kamu lakukan.‟ Rita : Pala nda ra au, mua jakna mak? kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu „Kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu?‟ Ibu : Mambantah ajo karejomu, kema manyosahi! membantah saja kerjamu, pergilah menyuci itu „Membantah saja kerjamu, pergilah menyuci!‟ Rita : Lo mak. ya bu „Ya bu.‟ Peristiwa tutur (5) Ibu : Karojoon ma na didokon umak i, mua dope jakna! kerjakanlah yang dikatakan ibu, kenapa lagi „Kerjakanlah yang ibu katakan tadi, apa lagi!‟ Santi : Nda ra au, uni ma saruon umak mangarojoon na. tidak mau saya, kakaklah ibu suruh untuk mengerjakannya „Saya tidak mau, kakak saja ibu suruh untuk mengerjakannya.‟ Ibu : Na payah buse ho ken saruononi. sulit sekali kamu untuk disuruh „Sulit sekali kamu untuk disuruh.‟
126
Peristiwa tutur (6) Een : Umak ma mambasu piringi de! ibulah yang mencuci piring itu „Ibu saja yang mencuci piring itu!‟ Ibu : Umak bat dope karejo, ho ma mambasuna. ibu masih banyak kerja lagi, kamu saja yang mencucinya „Ibu masih banyak kerja, kamu saja yang mencucinya.‟ Een : Nda ra au, umak jo ma, au mambaen PR bage dope au mak. tidak mau saya, ibu sajalah, saya membuat PR lagi bu „Saya tidak mau, ibu saja, saya membuat PR lagi bu.‟ Peristiwa tutur (7) Ibu : Buat jolo tas umak di biliki! ambil dulu tas ibu di kamar „Ambil tas ibu di kamar!‟ Tika : Olo mak, satongkin nai, marabit dope au. ya bu, sebentar lagi, berpakaian saya lagi „Ya bu, sebentar lagi, saya sedang berpakaian.‟ Ibu : Ipas ma, tarlambat buse kinai umak! cepatlah, nanti terlambat pula ibu „Cepatlah, nanti ibu terlambat!‟ Peristiwa tutur (8) Isas : Na bahat me asar di bagason mak i! banyak sekali sampah di rumah ini bu „Banyak sampah di rumah ini Bu!‟ Ibu : Paias ma tongan asari. bersihkan lah sampah itu „Bersihkan sampah itu.‟ Isas : Umak ma paias na, au loja dope lala. ibu yang bersihkan, saya masih capek „Ibu yang membersihkan, saya masih capek sekarang.‟ Peristiwa tutur (9) Ija : Degesan baju nangkinani ditabusi umak pado on. bagus lagi baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini „Bagus baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini.‟
127
Ibu
Ija
Ibu
Ija
: Mangua jakna? kenapa rupanya „Memangnya kenapa?‟ : Masompik tu uida dipake umak. terlalu kecil kelihatan kalau dipakai ibu Terlalu kecil kelihatan dipakai ibu.‟ : Patut me, baen nabarui dope nai. tidak mungkin, lantaran masih baru lagi itu „Tidak mungkin, lantaran masih baru lagi.‟ : Lo mak. ya bu „Ya bu.‟
Peristiwa tutur (10) Putra : Dung tabusi ayah ma lalu tas ki? sudah jadi ayah beli tas untukku „Sudah jadi ayah beli tas itu untukku?‟ Ayah : Nda pedo bah. belum lagi „Belum lagi.‟ Putra : Tabusion ma dabo yah, dung mangkasibak ma dabo yah taskon. belikanlah yah, sudah robek yah tas saya ini „Belikanlah yah, sudah robek tas saya ini.‟ Ayah : Cogot domain. besok lagi „Besok lagi.‟ Peristiwa tutur (11) Rio : Mak, len jau epeng giot manabusi buku! bu, kasih saya uang mau membeli buku „Bu, kasih saya uang untuk membeli buku!‟ Ibu : Tapi dung ditabusi ma potangi. tapi sudah dibeli kemaren „Tapi sudah dibeli kemaren.‟ Rio : Urang dope mak, sada mata pelajaran harus dua buku na! kurang lagi bu, satu mata pelajaran harus dua bukunya „Kurang bu, satu mata pelajaran harus dua bukunya!
128
Ibu
: Epeng balanjomu ma manabusi na jolo, kinai umak ganti. uang belanjamu dulu untuk membelinya, nanti ibu ganti „Uang belanjamu dulu membelinya,.nanti ibu ganti.
Peristiwa tutur (12) Azra : Maek dope anduk ayahi di? basah baru handuk ayah itu „Basah handuk ayah itu?‟ Ayah : Olo, nada pedo koring, ayah giot ke maridi. ya, belum lagi kering, ayah mau pergi mandi „Ya, belum kering, ayah mau mandi.‟ Azra : Andukkon ajo ma ayah pake jolo bo. handuk saya saja dulu pakai ayah „Handuk saya dulu pakai ayah.‟ Peristiwa tutur (13) Azra : Mak, au ke jalang dot dongan de! bu, saya mau pergi main dengan teman „Bu, saya mau pergi main bersama teman!‟ Ibu : Jalang tujia jakna? main kemana rupanya „Mau pergi main kemana?‟ Azra : Tu bagas dongan mak. ke rumah teman bu „Ke rumah teman bu.‟ Ibu : Sapai jolo ayahmu pala patola ia. tanya dulu ayahmu kalau dibolehkannya „Tanya dulu ayahmu kalau dibolehkan.‟ Azra : Anso usapai bage ayah, tapi tu umak do au marsapa pala tola ke jalang. kenapa ditanya pula ayah, tapi sama ibu saya bertanya kalau boleh saya pergi main „Kenapa ayah yang ditanya, tapi saya bertanya sama ibu kalau boleh saya pergi main.‟ Peristiwa tutur (14) Tika : Abiskon ma dabo mak, u pamasak sada na i. habiskanlah bu, saya masak satu lagi „Habiskan bu, saya masak satu lagi.‟
129
Ibu
Tika
: Nda mangua jakna? tidak apa-apa „Tidak apa-apa?‟ : Nda mangua mak i, au tapi dung mangan mau. tidak apa-apa bu, saya tapi sudah makan „Tidak apa-apa bu, saya sudah makan.‟
Peristiwa tutur (15) Tika : Jilbab nabontar on ma dabo dipake umak! jilbab yang putih itu sajalah dipakai ibu „Jilbab putih itu saja dipakai ibu!‟ Ibu : Nda onak dot baju na umak pake i. tidak cocok dengan baju yang ibu pakai itu „Tidak cocok dengan baju yang yang ibu pakai.‟ Tika : Nda mangua bagei, onak do dabo dipake mak. tidak apa-apa, cocok itu dipakai ibu „Tidak apa-apa, cocok dipakai ibu.‟ Peristiwa tutur (16) Andre : Ke tu saba dope umak? pergi ke sawah ibu lagi „Pergi ke sawah ibu lagi?‟ Ibu : Olo, mua jakna? ya, ada apa „Ya, memangnya kenapa?‟ Andre : Nda dong bah, utaruon ma umak de, lotih umak namardalani tu sabaan. tidak ada bu, saya antarkanlah ibu, capek ibu jalan kaki terus ke sawah „Tidak ada bu, saya antarkan ibu, ibu capek jalan kaki terus ke sawah.‟ Peristiwa tutur (17) Ibu : Aha doma ken umak dokon t abangmu, anso ra ia manolong umak tu saba. apa lagi yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar kakakmu mau membantu ibu ke sawah „Apa yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar mau membantu ibu ke sawah.‟
130
Ismi
: Ulang poning bage umak be, sabar ajo ma, kinai boto ia de sonjia nadeges na dabo mak i. jangan pusing lagi bu, sabar sajalah, nanti dia akan tahu mana yang terbaik bu. „Jangan pusing bu, sabar saja, nanti dia akan mengetahui mana yang terbaik bu.‟
Peristiwa tutur (18) Ismi : Ulang asal patibal soni tas ayahi! jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu „Jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu!‟ Ayah : Loja dope lala ayah baen baru mon saba. capek lagi terasa ayah karena baru pulang dari sawah „Ayah masih merasa capek, karena baru pulang dari sawah.‟ Peristiwa tutur (19) Rita : Giot tujia de umak i? mau kemana ibu itu „Mau kemana bu?‟ Ibu : Giot tu pasar, mua jakna? mau ke pasar, memangnya kenapa „Mau ke pasar, ada apa?‟ Rita : Oh, baju on ma dabo pake umak bo, ulang na ian be, ana sompik uida. oh, baju ini saja pakai ibu, jangan yang itu lagi, sempit kelihatan „Oh, baju ini saja ibu pakai, jangan itu lagi, sempit kelihatan.‟ Peristiwa tutur (20) Een : Istirahat ma dabo ayah, loja ma ayah uida na karejoi. istirahatlah ayah dulu, sudah capek ayah kelihatan karena kerja itu „Istirahat ayah dulu, kelihatan ayah sudah capek karena kerja.‟ Ayah : Ayah harus karejo, nada tontu cogot adong buse karejo nalain. ayah harus kerja,mana tau besok ada pula kerja yang lain „Ayah harus kerja, mana tau besok ada kerja yang lain.‟
131
Een
: Oh, soni yah. oh, begitu yah „Oh, begitu yah.‟
Peristiwa tutur (21) Pikri : Ulang mabahat tu dabo yah mangidupi. jangan terlalu banyak yah untuk merokok „Yah, jangan terlalu banyak merokok.‟ Ayah : Nda bisa ayah pala nda mangidup tidak bisa ayah kalau tidak merokok „Ayah tidak bisa tanpa merokok.‟ Pikri : Nda soni yah, urangi ajo na mangidupi, nda deges tu kesehatan nibai. begini saja yah, kurangi saja merokok itu, karena tidak baik dengan kesehatan „Begini saja yah, kurangi merokok karena tidak baik dengan kesehatan ayah.‟ Peristiwa tutur (22) Ayah : Pamate ma senio i! matikanlah senio itu „Matikan senio itu!‟ Pican : Tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai. tapi belum penuh lagi yah, sebentar lagi „Tapi belum penuh yah, sebentar lagi.‟ Ayah : Nda pedo ponuh dokon ko, dung malimpah ma emberi. belum penuh kamu katakan, sudah melimpah dari ember itu „Belum penuh kamu katakan, sudah melimpah air dari ember itu.‟
Peristiwa tutur (23) Fitrah : Ulang asal patibal soni baju ayah i dabo, pasimpu ma dabo denggan yah. jangan asal diletakkan baju ayah itu, rapikan dengan bagus yah „Jangan sembarangan baju ayah diletakkan, tolong ayah rapikan dengan benar.‟
132
Ayah : Loja dope ulala, baru muli marusaho dope ayah. masih capek lagi, ayah baru pulang berusaha „Masih capek ayah sekarang, ayah baru pulang berusaha.‟ Peristiwa tutur (24) Pican : Pala muli umak mon pasar, tabusion jau duku de mak. kalau pulang ibu dari pasar, belikan saya duku ya bu „Kalau ibu sudah pulang dari pasar, belikan duku ya bu.‟ Ibu : Duku ajo tongan giotmu. duku saja maumu „Duku saja mau kamu.‟ Pican : Olo ma dabo mak. ya lah bu „Ya lah bu.‟ Peristiwa tutur (25) Rita : Yah, pala cogoton dung tomat au sikola, au giot kuliah de yah. yah, kalau besok ini saya sudah tamat sekolah, saya mau kuliah yah „Yah, kalau besok saya sudah tamat sekolah, saya mau kuliah yah.‟ Ayah : Olo, usahoon ma nilaimu deges dungi ulang lupa sumbayang ko anso di lehen Allah jita rosoki. ya, usahakan saja nilaimu bagus sudah itu jangan lupa sholat kamu, agar dikasih Allah rezeki sama kita „Ya, usahakan nilaimu bagus sudah itu jangan lupa sholat agar dikasih Allah rezeki sama kita.‟ Rita : Olo yah. ya yah „Ya yah. Peristiwa tutur (26) Ibu : Parjolo ma umak ke sikola de. duluan ibu ke sekolah ya „Duluan ibu ke sekolah ya.‟ Feri : Tongkin nai ma dabo mak, udan dope na. bentar lagilah bu, masih hujan lagi „Sebentar lagi bu, hujan masih turun.‟
133
Peristiwa tutur (27) Ibu : Tolongi umak mambangkit eme jolo! tolong ibu mengangkat padi dulu „Tolong ibu mengangkat padi!‟ Ika : Olo mak, pataeng satongkin nai. ya bu, tunggu sebentar lagi „Ya bu, tunggu sebentar lagi.‟ Ibu : Ipas ma bo, udan giot ro ma bo! cepatlah, hujan mau turun lagi „Cepatlah, hujan mau turun!‟ Ika : Lo mak. ya bu „Ya bu.‟ Peristiwa tutur (28) Isas : Sumbayang ma ayah, au ma manjago emeon jolo. sholatlah ayah dulu, saya yang menjaga padi ini dulu „Sholatlah ayah, saya yang menjaga padi ini.‟ Ayah : Olo, sumbayang doma ayah jolo. ya, sholat lagi ayah dulu „Ya, sholat lagi ayah.‟ Peristiwa tutur (29) Isas : Yah, dokon umak oban indahan tu saba. yah, kata ibu bawa nasi ke sawah „Yah, ibu mengatakan untuk membawa nasi ke sawah. Ayah : Dung kema umakmu jakna? sudah pergi ibumu „Apakah ibumu sudah pergi?‟ Isas : Olah yah, manyogoti dope. ya yah, pagi tadi „Sudah yah, tadi pagi.‟ Peristiwa tutur (30) Ija : Yah, tujia ayah cogot? yah, kemana ayah besok „Yah .besok ayah kemana?‟ Ayah : Ayah giot tu Simpang opat, mua jakna? ayah mau ke Simpang Empat, memangnya kenapa „Ayah mau ke Simpang Empat, ada apa?‟
134
Ija
: Adong rapat di sikola dabo yah, wali murid harus hadir, bias ayah de roi? ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa ayah datang „Ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa ayahuntuk datang?‟ Ayah : Nda bisa ayah ke do, umakmu ma cogot ke de. tidak bisa ayah untuk pergi, ibumu saja besok yang pergi „Ayah tidak bisa untuk pergi, ibumu saja besok yang akan pergi.‟ Ija : Jadi ma yah. ya yah „Ya yah.‟ Peristiwa tutur (31) Azra : Mak, len jau epeng, nda dong epengku, len ma dabo mak! bu, kasih saya uang, tidak ada uangku, kasihlah bu „Bu, kasih saya uang, uang saya tidak ada, kasihlah bu!‟ Ibu : Epeng ajo giotmu, tapi dung umak lehen ma, sajia ajo tongan umak len abis sudena dibaen ko. uang saja maumu, tapi sudah ibu kasihlah, berapa saja ibu kasih habis semuanya dibuat kamu „Uang saja mau kamu, tapi sudahibu kasih, berapa saja ibu kasih habis semuanya.‟ Peristiwa tutur (32) Rio : Adong do lalu alak karejo tu saba yah? ada jadinya orang kerja ke sawah yah „Ada orang kerja ke sawah yah?‟ Ayah : Adong, mua jakna? ada, memangnya kenapa „Ada, memangnya kenapa?‟ Rio : Nda ke ayah tu saba be, kinai lain-lain ajo soni karejo nalai. tidak pergi ayah ke sawah lagi, nanti lain-lain saja kerja mereka „Tidak pergi ayah ke sawah, nanti lain-lain kerja mereka.‟
135
Peristiwa tutur (33) Andre : Au nda dot tu saba nari yah do, cogot ma au dot de yah! saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok sajalah saya ikut yah „Saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok saja saya ikut yah!‟ Ayah : Anso, tapi libur do nari sikola. kenapa, tapi libur sekarang sekolah „Kenapa, tapi libur sekolah sekarang.‟ Andre : Olo yah, au tu bagas dongan dope giot mambaen PRku. ya yah, saya pergi ke rumah teman lagi mau membuat PR saya „Ya yah, saya pergi ke rumah teman mau membuat PR.‟ Peristiwa tutur (34) Fitrah : Mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang. bu, cepatlah datang ke warung, saya mau main „Bu, cepat datang ke warung, saya mau pergi main.‟ Ibu : Olo, tongkin nai ro ma umak. ya, sebentar lagi datang ibu „Ya, sebentar lagi ibu datang.‟ Fitrah : Ipas ma mak, ompak bat alak! cepatlah bu, sedang banyak orang „Cepat bu, orang sedang banyak!‟ Peristiwa tutur (35) Ismi : Sodang mangua umak nari? sedang mengapa ibu sekarang „Mengapa ibu sekarang?‟ Ibu : Umak sodang mamasak bubur. ibu sedang memasak bubur „Ibu memasak bubur.‟ Ismi : Bubur aha de na di pamasak umak i? bubur apa itu yang dimasak ibu „Bubur apa yang ibu masak?‟ Ibu : Bubur asang padi, cubo kinyom kok dung manis ma. bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis „Bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis.‟
136
Ismi
Ibu
: Olo mak, manis doma, na malo me umak mamasaki, ajari ma au de mak, anso malo au buse mamasak. ya mak, manis lagi terasa, pandai sekali ibu memasak itu, ajarkan pula saya bu, biar pandai pula saya memasak „Ya mak, manis rasanya, pandai sekali ibu memasak, ajarkan saya bu, biar pandai saya memasak.‟ : Olo, umak ma tongan. ya, ibulah pula „Ya, ibulah pula.‟
Peristiwa tutur (36) Pikri : Pala ke umak tu pasar, tabusion jau tas de mak! kalau pergi ibu ke pasar, belikan saya tas ya bu „Kalau ibu pergi ke pasar, belikan tas ya bu!‟ Ibu : Tas potangon deges dope na. tas kemaren mahih bagus lagi „Tas kemaren masih bagus.‟ Pikri : Nda mak, dung masibak ma. tidak bu, sudah robek bu „Tidak bu, sudah robek.‟ Peristiwa tutur (37) Seri : Yah, panaet jolo kompori bo. yah, nyalakan dulu kompor itu „Yah, nyalakan kompor itu.‟ Ayah : Giot mangua ho jakna? mau apa kamu rupanya „Mau apa kamu?‟ Seri : Giot pamasak aek milas, tapi abis ma aek untuk diminum yah. mau memasak air panas, tapi sudah habis air untuk diminum yah „Mau memasak air, air minum sudah habis yah.‟ Peristiwa tutur (38) Ibu : Kema tabusi es ken obanon tu sabai! pergilah beli es untuk dibawa ke sawah itu „Pergi beli es untuk dibawa ke sawah.‟
137
Isas
Ibu
: Jau bage sada de mak! untukku satu ya bu „Untuk saya satu ya bu!‟ : Olo, kema tabusi. ya, pergilah beli „Ya, pergi beli.‟
Peristiwa tutur (39) Isas : Mak, pala dung manggotol ta, tabusion jau baju de mak! bu, kalau sudah menuai kita, belikan saya baju ya bu „Bu, kalau kita suda menuai, belikan saya baju ya bu!‟ Ibu : Tengok jolo de, eme pe mura do nari. lihat dulu ya, padi murah sekarang „Lihat dulu, padi murah sekarang.‟ Isas : Oh, jadi ma mak. oh, ya lah bu „Oh, ya bu.‟ Peristiwa tutur (40) Seri : Yah, tamba jolo epengkon! yah, tambah dulu uangku ini „Yah, tambah dulu uangku!‟ Ayah : Urang dope jakna? kurang lagi rupanya „Kurang memangnya? Seri : Olo yah, harga bukui pitu ribu, epeng dilehen umak lima ribu mia, urang dua ribu nai yah. ya yah, harga buku itu Rp.7000, uang dikasih ibu Cuma Rp.5000, jadi kurang Rp.2000 lagi yah. „Ya yah, harga buku Rp.7000, uang dikasih ibu Rp.5000, jadi kurang Rp.2000 lagi yah.‟ Peristiwa tutur (41) Feri :Mua dpe jakna yah! ke maita. kenapa lagi yah, pergi kita lagi „Kenapa lagi yah!Kita pergi lagi.‟ Ayah :Kinai ma, satongkin nai nantilah, sebentar lagi „Nantilah sebentar lagi.‟
138
Feri : Ipas ma yah!Au dung marjanji buse ke main bola dot dongan nangkinan. cepatlah yah saya sudah berjanji pula akan main bola dengan anak orang tadi „Cepatlah Yah! Saya sudah berjanji akan bermain bola dengan teman.‟ Ayah : Nagigih mada ho, sodang mangua ayah jakna nida ho. cerewet betul kamu ini sedang mengapa ayah terlihat kamu „Cerewet sekali kamu, kamu bisa melihat bahwa ayah sedang sibuk.‟ Peristiwa tutur (42) Tika : Kema dabo ayah tu sikolai, kinai tarlambat buse ayah. pergilah ayah ke sekolah itu, nanti terlambat pula ayah „Pergilah Ayah ke sekolah, nanti terlambat ayah.‟ Ayah : Tapi mangoban adikmu dope. tapi membawa adikmu lagi „Tapi membawa adikmu lagi.‟ Tika : Ulang yah be, abang ma naon mangoban na. tidak usah yah, kakak saja yang membawanya „Jangan lagi yah, kakak saja yang membawanya.‟ Peristiwa tutur (43) Isas : Pala umak ajo manyosah abiti mua jakna, au baru muli sikola dope, loja dope au mak. kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya baru pulang lagi dari sekolah, masih capek lagi bu „Kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya baru pulang dari sekolah, saya masih capek bu.‟ Ibu : Umak bat dope karejo, giot tusaba bage dope. ibu banyak lagi pekerjaan, mau ke sawah pula lagi „Ibu banyak pekerjaan, mau ke sawah lagi.‟ Peristiwa tutur (44) Ibu : Pamate ma TV i Putra! matikanlah TV itu Putra „Matikan TV itu Putra!‟ Putra : Lo mak, pala nda ra au mangua mak? ya bu, kalau saya tidak mau bagaimana bu „Ya bu, kalau saya tidak mau, bagaimana bu?‟
139
Ibu
: Kema balajar, ho giot ujian! pergilah belajar, kamu mau ujian „Pergi belajar, kamu mau ujian!‟ Putra : Lo mak. ya bu „Ya bu.‟ Peristiwa tutur (45) Nepra : Ulang disi patibal botoli yah be! jangan disitu letakakn botol itu yah „Jangan disitu diletakkan botol itu yah!‟ Ayah : Dijia do di patibal? dimana lagi diletakkan „Dimana diletakkan?‟ Nepra : Tu balakang ma oban ayah, pala dison kinai matapor di baen alak. ke belakang saja bawa ayah, kalau di sini nanti bisa pecah dibuat orang „Ke belakang saja ayah bawa, kalau di sini bisa pecah dibuat orang.‟ Peristiwa tutur (46) Santi : Nda ke ayah marjagal? tidak pergi ayah jualan „Tidak pergi ayah jualan?‟ Ayah : Ke, tapi kinai dope, giot marubat dope. pergi, tapi sebentar lagi, mau berobat lagi „Pergi, sebentar lagi, mau berobat lagi.‟ Santi : Oh, marubat ma yah tongan jolo, kinai martamba marun ayahi. oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam ayah itu „Oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam ayah.‟ Peristiwa tutur (47) Nepra : Mak, jia balanjoku sikola! bu, mana uang jajan sekolahku „Bu, mana uang jajan untuk sekolah!‟
140
Ibu
: Na kuat buse me dongan soramui. keras sekali suara kamu itu „Keras sekali suara kamu.‟ Nepra : Olo tongan, tarlambat kinai au ke sikolai, ipas ma! ya pula, terlambat nanti saya pergi sekolah, cepatlah „Ya pula, terlambat saya nanti pergi sekolah, cepatlah!‟
141
Lampiran 2 Tabel. Klasifikasi Bentuk Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat No
Tuturan
Bentuk Tindak Tutur Direktif MY MYN MR MT MH
1.
Umak ma paias na, au loja dope lala!
2.
Abiskon ma dabo mak, u pamasak sada
nai. 3.
Dung tabusi ayah ma lalu tas ki!
4.
Yah, dokom umak oban indahan tu saba!
5.
Mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang!
6.
Kema ayah dabo tu sikolai, kinai
tarlambat buse ayah. 7.
Yah, panaet jolo kompori bo!
8.
Mak, ajarkon jau PR jolo mak, nda mangerti au! Ulang asal patibal soni baju ayahi dabo, pasimpu ma dabo denggan yah. Adong rapat di sikola dabo yah, wali murid harus hadir, bisa ayah de roi? Pala muli umak mon pasar, tabusion jau duku de mak! Ulang poning bage umak be, sabar ajo ma kinai boto ia de sonjia nadeges na dabo mak i. Nda soni yah, urangi ajo na mangidupi, nda deges tu kesehatan nibai. Dokon umak oban lading, giot mambuat soban umak. Oh, baju on ma dabo pake umak bo.
9 10. 11. 12.
13. 14. 15.
16. Nda ke ayah tu sabai be, kinai lain-lain ajo soni karejo nalai. 17. Istirahat ma dabo ayah, loja ma ayah uida na karejoi. 18. Oh, marubat ma tongan ayah jolo, kinai martamba buse marun ayahi. 19. Tongkin nai ma dabo mak, udan dope na.
142
20. Tu balakang oban ayah, pala dison kinai matapor di baen alak. 21. Jilbab nabontar on ma dabo dipake umak
22. Andukkon ajo ma jolo dipake ayah bo.
23. Degesan baju nangkinan ditabusi umak pado on. 24. Sumboyang ma ayah, au ma manjago emeon jolo. 25. Olo mak, manis doma, na malo me umak mamasaki, ajari ma au de mak, anso malo au buse mamasak 26. Nda dong bah, utaruon ma umak de, lotih umak namardalani tu sabaan. 27 Nda ra au, uni ma saruon umak mangarojoon na 28. Umak ma mambasu piringi de.
29. Ulang asal patibal soni tas ayahi.
30. Ipas ma yah
31. Jau bage sada de mak.
32. Pala nda ra au mua jakna mak!
33. Lo mak, pala nda rau mangua mak!
34. Olo tongan tarlambat au kinai ke sikola, ipas ma! 35. Anso u sapai bage ayah, tapi tu umak do u sapai pala tola ke jalang 36. Pala umak ajo manyosah abiti mua jakna, au baru muli sikola dope, loja dope au mak. 37. Mua jakna yah, tagi dabo maridi pala godang batang aek. 38. Tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai.
39. Olo mak, pataeng satongkin nai
40. Mak, len jau epeng giot manabusi buku!
41. Yah, pala cogoton dung tomat au sikola, au giot kuliah de yah. 42. Yah, tamba jolo epengkon.
43. Olo mak, satongkin nai, marabit dope au.
44. Au nda dot tu saba nari yah do, cogot ma au dot de yah.
143
45. Mak, pala dung manggotol ta, tabusion jau baju de mak. 46. Mak, len jau epeng, nda dong epengku, len ma dabo mak. 47. Pala ke umak tu pasar, tabusion tas jau de mak. Keterangan : MY
= Menyuruh
MYN = Menyarankan MR
= Memerintah
MT
= Menantang
MH
= Memohon
144
Lampiran 3 Tabel. Klasifikasi Prinsip Kesantunan yang Digunakan dalam Tindak Tutur Direktif Anak kepada Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat No
Tuturan
Prinsip Kesantunan Der
1.
Umak ma paias na, au loja dope lala
2.
Abiskon ma dabo mak, upamasak sada nai.
3.
Olah yah manyogoti dope.
4.
Mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang.
5.
Ulang yah be, abang ma naon mangoban na.
6.
Giot pamasak aek milas, abis ma aek untuk diminum yah.
7.
Nda ke ayah tu saba be, kinai lain-lain ajo soni karejo nalai.
8.
Tokin nai ma dabo mak, udan dope na.
9.
Nda dong bah, lotih umak namardalani tu sabaan
10. Nda ra au, uni ma saruon umak mangarojoon na.
11. Nda ra au, umak jo ma, au mambaen PR bage dope au mak.
12. Olo tongan, tarlambat kinai au ke sikolai, ipas ma!
13. Tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai.
14. Olo mak, satongkin nai ma, marabit dope au
15. Mak, len jau epeng, nda dong epengku, len ma dabo mak!
16. Pala ke umak tu pasar, tabusion jau tas de mak!
Sep
Ari
Puj
145
17. Cogot domain
18. Olo ma da mak, tapi ana payah na sada on bo.
19. Jadi ma yah.
20. Olo ma dabo mak
21. Dokon umak oban lading, giot mambuat soban umak.
22. Oh, baju on ma dabo pake umak bo, ulang na ian be, ana sompik uida.
23. Oh, soni yah.
24. Tu balakang ma oban ayah, pala dison kinai matapor di baen alak.
25. Nda mangua bagei, onak do dabo dipake mak.
26. Lo mak.
27. Ipas ma yah! Au dung marjanji buse ke main bola dotdongan nangkinan. 28. Olo, kema tabusi.
29. Lo mak.
30. Lo mak.
31. Anso usapai bage ayah, tapi tu umak do au marsapa pala tola ke jalang.
32. Pala umak ajo manyosah abiti mua jakna, au baru muli sikola dope, loja dope au mak.
33. Mua jakna yah, tagi dabo maridi pala godang batang aek.
34. Lo mak.
35. Epeng balanjomu ma manabusi na jolo, kinai umak ganti.
36. Olo yah.
37. Olo yah, harga bukui pitu ribu, epeng dilehen umak lima ribu mia, urang dua ribu nai yah.
146
38. Au nda dot tu saba nari yah do, cogot ma au dot de yah!
39. Oh, jadi ma mak.
40. Ulang asal patibal soni baju ayah i dabo, pasimpu ma dabo denggan yah.
41. Ulang poning bage umak be, sabar ajo ma, kinai boto ia de sonjia nadeges na dabo mak i.
42. Nda soni yah, urangi ajo na mangidupi, nda deges tu kesehatan nibai.
43. Oh, marubat ma yah tongan jolo, kinai martamba marun ayah i.
44. Andukkon ajo ma pake ayah jolo bo.
45. Sumboyang ma ayah, au ma manjago emeon jolo.
46. Ulang asal patibal soni tas ayahi.
47. Olo mak, manis doma, na malo me umak mamasaki, ajari ma au de mak, anso malo buse au mamasak.
Keterangan : Der = Maksim Kedermawanan Sep = Maksim Kesepakatan Ari = Maksim Kearifan Puj = Maksim Pujian
147
Lampiran 4 Tabel. Klasifikasi Konteks Tindak Tutur Anak kepada Orang Tuanya di Nagari Ujung Gading Kecamatan Lembah Melintang Kabupaten Pasaman Barat No 1.
2.
3.
4.
5.
Tuturan
Konteks Tindak Tutur
Isas :Na bahat me asar di bagason mak i! „Banyak sampah di rumah ini Bu!‟ Ibu :Paias ma tongan asari. „Bersihkan sampah itu.‟ Isas :Umak ma paias na, au loja dope lala. „Ibu yang membersihkan, saya masih capek sekarang.‟ Tika:Abiskon ma dabo mak, u pamasak sada na i. „Habiskan bu, saya masak satu lagi.‟ Ibu :Nda mangua jakna? „Tidak apa-apa?‟ Tika :Nda mangua mak i, au tapi dung mangan mau. „Tidak apa-apa bu, saya sudah makan.‟ Putra : Dung tabusi ayah ma lalu tas ki? „Sudah jadi ayah beli tas itu untukku?‟ Ayah :Nda pedo bah. „Belum lagi.‟ Putra : Tabusion ma dabo yah, dung mangkasibak ma dabo yah taskon. „Belikanlah yah, sudah robek tas saya ini.‟ Ayah :Cogot domai. „Besok lagi.‟ Isas :Yah, dokon umak oban indahan tu saba. „Yah, ibu mengatakan untuk membawanasi ke sawah. Ayah :Dung kema umakmu jakna? „Apakah ibumu sudah pergi?‟ Isas :Olah yah, manyogoti dope. „Sudah yah, tadi pagi.‟ Fitrah:Mak, ipas ma tu lopo, au giot ke jalang. „Bu, cepat datang ke warung, saya mau pergi main.‟ Ibu :Olo, tongkin nai ro ma umak. „Ya, sebentar lagi ibu datang.‟ Fitrah:Ipas ma mak, ompak bat alak! „Cepat bu, orang sedang banyak!‟
Tujuan menyuruh membersihkan sampah Topik rumah kurang bersih Tempat di dalam rumah Waktu siang hari Situasi kesal Tujuan menyuruh menghabiskan makanan Topik memasak supermi Tempat di dapur Waktu sore hari Situasi tenang
Tujuan menyuruh membelikan tas Topik membeli tas Tempat di dalam rumah Waktu malam hari Situasi kesal
Tujuan menyuruh membawa nasi Topik pergi ke sawah Tempat di dalam rumah Waktu siang hari Situasi tenang Tujuan menyuruh datang ke warung Topik pergi main Tempat di dalam rumah Waktu sore hari Situasi kesal
148
6.
7.
8.
9.
10.
Tika :Kema dabo ayah tu sikolai, kinai tarlambat buse ayah. „Pergilah Ayah ke sekolah, nanti terlambat ayah.‟ Ayah :Tapi mangoban adikmu dope. „Tapi membawa adikmu lagi.‟ Tika :Ulang yah be, abang ma naon mangoban na. „Jangan lagi yah, kakak saja yang membawanya.‟ Seri:Yah, panaet jolo kompori bo. „Yah, nyalakan kompor itu.‟ Ayah :Giot mangua ho jakna? „Mau apa kamu?‟ Seri :Giot pamasak aek milas, tapi abis ma aek untuk diminum yah. „Mau memasak air, air minum sudah habis yah.‟ Pikri :Mak, ajakkon jau PR jolo mak, nda mangerti au. „Bu, ajarkan saya PR bu, saya tidak mengerti.‟ Ibu :Tapi dung balajar mo di sikola. „Tapi kamu sudah belajar di sekolah.‟ Pikri :Olo ma da mak, tapi ana payah na sada on bo „Ya bu, tapi susah yang satu ini.‟. Fitrah:Ulang asal patibal soni baju ayah i dabo, pasimpu ma dabo denggan yah.„ Jangan sembarangan baju ayah diletakkan, tolong ayah rapikan dengan benar.‟ Ayah :Loja dope ulala, baru muli marusaho dope ayah. „Masih capek ayah sekarang, ayah baru pulang berusaha.‟ Ija :Yah, tujia ayah cogot? „Yah .besok ayah kemana?‟ Ayah: Ayah giot tu Simpang opat, mua jakna? „Ayah mau ke Simpang Empat, ada apa?‟ Ija :Adong rapat di sikola dabo yah, wali murid harus hadir, bisa ayah de roi? „Ada rapat di sekolah yah, wali murid harus hadir, bisa ayahuntuk datang?‟
Tujuan menyuruh ayahnya untuk berangkat Topik pergi sekolah Tempat di ruang tamu Waktu pagi hari Situasi tenang
Tujuan untuk menyalakan kompor Topik memasak air Tempat di dapur Waktu sore hari Situasi tenang
Tujuan untuk diajarkan PR Topik PR sekolah Tempat di dalam rumah Waktu sore hari Situasi tenang
Tujuan untuk merapikan pakaian Topik pakaian Tempat di dalam rumah Waktu sore hari Situasi tenang
Tujuan untuk datang ke sekolah Topik rapat wali murid Tempat di dalam rumah Waktu sore hari Situasi tenang
149
11
12.
13.
14
15.
Ayah :Nda bisa ayah ke do, umakmu ma cogot ke de. „Ayah tidak bisa untuk pergi, ibumu saja besok yang akan pergi.‟ Ija :Jadi ma yah. „Ya yah.‟ Pican:Pala muli umak mon pasar, tabusion jau duku de mak. „Kalau ibu sudah pulang dari pasar, belikan duku ya bu.‟ Ibu :Duku ajo tongan giotmu. „Duku saja mau kamu.‟ Pican : Olo ma dabo ma. „Ya lah bu.‟ Ibu :Aha doma ken umak dokon t abangmu, anso ra ia manolong umak tu saba. „Apa yang harus ibu katakan pada kakakmu, agar mau membantu ibu ke sawah.‟ Ismi : Ulang poning bage umak be, sabar ajo ma, kinai boto ia de sonjia nadeges na dabo mak i. „Jangan pusing bu, sabar saja, nanti dia akan mengetahui mana yang terbaik bu.‟ Pikri :Ulang mabahat tu dabo yah mangidupi. „Yah, jangan terlalu banyak merokok.‟ Ayah :Nda bisa ayah pala nda mangidup „Ayah tidak bisa tanpa merokok.‟ Pikri :Nda soni yah, urangi ajo na mangidupi, nda deges tu kesehatan nibai. „Begini saja yah, kurangi merokok karena tidak baik dengan kesehatan ayah.‟ Ika :Giot ke tusaba doma ayah? „Mau ke sawah lagi yah?‟ Ayah :Olo, mua de? „Ya, ada apa?‟ Ika :Dokon umak oban lading, giot mambuat soban umak. „Kata ibu, ayah membawa parang, ibu mau mengambil kayu.‟ Rita :Giot tujia de umak i? „Mau kemana bu?‟ Ibu :Giot tu pasar, mua jakna? „Mau ke pasar, ada apa?‟
Tujuan untuk membelikan duku Topik minta dibelikan duku Tempat di dalam rumah Waktu sore hari Situasi tenang Tujuan agar mau membantu ibu Topik membantu ibu Tempat di dalam rumah Waktu malam hari Situasi tenang
Tujuan agar ayah mengurangi merokok Topik banyak merokok Tempat di dalam rumah Waktu malam hari Situasi tenang
Tujuan agar ayah membawa parang Topik pergi ke sawah Tempat di dalam rumah Waktu siang hari Situasi tenang
Tujuan agar ibu memakai baju pilihannya Topik pakaian Tempat di dalam kamar Waktu siang hari
150
16.
17.
18.
19.
20.
Rita :Oh, baju on ma dabo pake umak bo, ulang na ian be, ana sompik uida. „Oh, baju ini saja ibu pakai, jangan itu lagi, sempit kelihatan.‟ Rio :Adong do lalu alak karejo tu saba yah? „Ada orang kerja ke sawah yah?‟ Ayah :Adong, mua jakna? „Ada, memangnya kenapa?‟ Rio :Nda ke ayah tu saba be, kinai lain-lain ajo soni karejo nalai. „Tidak pergi ayah ke sawah, nanti lainlain kerja mereka.‟ Een :Istirahat ma dabo ayah, loja ma ayah uida na karejoi. „Istirahat ayah dulu, kelihatan ayah sudah capek karena kerja.‟ Ayah : Ayah harus karejo, nada tontu cogot adong buse karejo nalain. „Ayah harus kerja, mana tau besok ada kerja yang lain.‟ Een :Oh, soni yah. „Oh, begitu yah.‟ Santi :Nda ke ayah marjagal? „Tidak pergi ayah jualan?‟ Ayah :Ke, tapi kinai dope, giot marubat dope. „Pergi, sebentar lagi, mau berobat lagi.‟ Santi :Oh, marubat ma yah tongan jolo, kinai martamba marun ayahi. „Oh, berobatlah ayah dulu, nanti bertambah demam ayah.‟ Ibu :Parjolo ma umak ke sikola de. „Duluan ibu ke sekolah ya.‟ Feri:Tongkin nai ma dabo mak, udan dope na. „Sebentar lagi bu, hujan masih turun.‟
Nepra:Ulang disi patibal botoli yah be! „Jangan disitu diletakkan botol itu yah!‟ Ayah :Dijia do di patibal? „Dimana diletakkan?‟ Nepra:Tu balakang ma oban ayah, pala dison kinai matapor di baen alak. „Ke belakang saja ayah bawa, kalau di sini bisa pecah dibuat orang.‟
Situasi tenang
Tujuan untuk melihat orang yang bekerja Topik pergi ke sawah Tempat di dalam rumah Waktu siang hari Situasi tenang
Tujuan agar ayah beristirahat Topik capek bekerja Tempat di dalam rumah Waktu malam hari Situasi tenang
Tujuan agar berobat Topik sakit Tempat di dalam rumah Waktu pagi hari Situasi tenang
Tujuan jangan berangkat karena masih hujan Topik pergi sekolah Tempat di dalam rumah Waktu pagi hari Situasi terburu-buru Tujuan agar botol tidak pecah Topik meletakkan botol Tempat di teras rumah Waktu sore hari Situasi tenang
151
21.
22.
23.
24.
25.
Tika :Jilbab nabontar on ma dabo dipake umak! „Jilbab putih itu saja dipakai ibu!‟ Ibu :Nda onak dot baju na umak pake i. „Tidak cocok dengan baju yang yang ibu pakai.‟ Tika :Nda mangua bagei, onak do dabo dipake mak. „Tidak apa-apa, cocok dipakai ibu.‟ Azra :Maek dope anduk ayahi di? „Basah handuk ayah itu?‟ Ayah :Olo, nada pedo koring, ayah giot ke maridi. „Ya, belum kering, ayah mau mandi.‟ Azra :Andukkon ajo ma ayah pake jolo bo. „Handuk saya dulu pakai ayah.‟ Ija :Degesan baju nangkinani ditabusi umak pado on. „Bagus baju yang tadi dibeli ibu dari pada ini.‟ Ibu :Mangua jakna? „Memangnya kenapa?‟ Ija :Masompik tu uida dipake umak. „Terlalu kecil kelihatan dipakai ibu.‟ Ibu:Patut me, baen nabarui dope nai. „Tidak mungkin, lantaran masih baru lagi.‟ Ija :Lo mak. „Ya bu.‟ Isas :Sumbayang ma ayah, au ma manjago emeon jolo. „Sholatlah ayah, saya yang menjaga padi ini.‟ Ayah :Olo, sumbayang doma ayah jolo. „Ya, sholat lagi ayah.‟ Ismi :Sodang mangua umak nari? „Mengapa ibu sekarang?‟ Ibu :Umak sodang mamasak bubur. „Ibu memasak bubur.‟ Ismi :Bubur aha de na di pamasak umak i? „Bubur apa yang ibu masak?‟ Ibu :Bubur asang padi, cubo kinyom kok dung manis ma. „Bubur kacang padi, coba cicipi kalau sudah manis.‟ Ismi :Olo mak, manis doma, na malo me umak
Tujuan menyarankan untuk memakai jilbab pilihannya Topik jilbab Tempat di dalam kamar Waktu siang hari Situasi tenang Tujuan menyarankan untuk memakai handuknya Topik handuk masih basah Tempat di dapur Waktu sore hari Situasi tenang Tujuan menyarankan ibunya untuk membeli baju yang lain Topik baju yang dibeli Tempat di ruang tamu Waktu pagi hari Situasi tenang
Tujuan menyarankan agar ayahnya sholat Topik sholat Tempat di teras rumah Waktu siang hari Situasi tenang Tujuan ingin pandai memasak bubur Topik memasak bubur Tempat di dapur Waktu pagi hari Situasi tenang
152
26.
27.
28.
29.
30.
mamasaki, ajari ma au de mak, anso malo au buse mamasak. „Ya mak, manis rasanya, pandai sekali ibu memasak, ajarkan saya bu, biar pandai saya memasak.‟ Ibu :Olo, umak ma tongan. „Ya, ibulah pula.‟ Andre:Ke tu saba dope umak? „Pergi ke sawah ibu lagi?‟ Ibu:Olo, mua jakna? „Ya, memangnya kenapa?‟ Andre:Nda dong bah, utaruon ma umak de, lotih umak namardalani tu sabaan. „Tidak ada bu, saya antarkan ibu, ibu capek jalan kaki terus ke sawah.‟ Ibu :Karojoon ma na didokon umak i, mua dope jakna! „Kerjakanlah yang ibu katakan tadi, apa lagi!‟ Santi :Nda ra au, uni ma saruon umak mangarojoon na. „Saya tidak mau, kakak saja ibu suruh untuk mengerjakannya.‟ Ibu :Na payah buse ho ken saruononi. „Sulit sekali kamu untuk disuruh.‟ Een :Umak ma mambasu piringi de! „Ibu saja yang mencuci piring itu!‟ Ibu:Umak bat dope karejo, ho ma mambasuna. „Ibu masih banyak kerja, kamu saja yang mencucinya.‟ Een:Nda ra au, umak jo ma, au mambaen PR bage dope au mak. „Saya tidak mau, ibu saja, saya membuat PR lagi bu.‟ Ismi :Ulang asal patibal soni tas ayahi! „Jangan sembarangan diletakkan tas ayah itu!‟ Ayah :Loja dope lala ayah baen baru mon saba. „Ayah masih merasa capek, karena baru pulang dari sawah.‟ Feri : Mua dpe jakna yah! ke maita. „Kenapa lagi yah!Kita pergi lagi.‟ Ayah :Kinai ma, satongkin nai „Nantilah sebentar lagi.‟
Tujuan untuk mengantarkan ibu ke sawah Topik pergi ke sawah Tempat di dalam rumah Waktu pagi hari Situasi tenang Tujuan menyuruh kakaknya yang bekerja Topik bekerja Tempat di dalam rumah Waktu sore hari Situasi kesal
Tujuan menyuruh ibunya mencuci piring Topik mencuci piring Tempat di dapur Waktu sore hari Situasi kesal
Tujuan jangan sembarangan meletakkan tas Topik tas asal diletakkan Tempat di dalam rumah Waktu sore hari Situasi kesal Tujuan agar segera cepat berangkat Topik main bola Tempat di dalam rumah Waktu sore hari
153
31.
32.
33.
34.
Feri :Ipas ma yah!Au dung marjanji buse ke main bola dot „Cepatlah Yah! Saya sudah berjanji akan bermain bola dengan teman.‟ Ayah :Nagigih mada ho, sodang mangua ayah jakna nida ho. „Cerewet sekali kamu, kamu bisa melihat bahwa ayah sedang sibuk.‟ Ibu :Kema tabusi es ken obanon tu sabai! „Pergi beli es untuk dibawa ke sawah.‟ Isas :Jau bage sada de mak! „Untuk saya satu ya bu!‟ Ibu : Olo, kema tabusi. „Ya, pergi beli.‟ Ibu :Kema sosah abit nakotori dabo! „Pergi cuci kain yang kotor itu!‟ Rita :Olo mak, satongkin nai ma. „Ya bu, sebentar lagi.‟ Ibu : Satongkin nai ajo dokon ko, tapi nda ke ho do. „Sebentar terus kamu katakana, tapi tidak kamu lakukan.‟ Rita :Pala nda ra au, mua jakna mak? „Kalau saya tidak mau, memangnya kenapa bu?‟ Ibu :Mambantah ajo karejomu, kema manyosahi! „Membantah saja kerjamu, pergilah menyuci!‟ Rita : Lo mak. „Ya bu.‟ Ibu :Pamate ma TV i Putra! „Matikan TV itu Putra!‟ Putra :Lo mak, pala nda ra au mangua mak? „Ya bu, kalau saya tidak mau, bagaimana bu?‟ Ibu :Kema balajar, ho giot ujian! „Pergi belajar, kamu mau ujian!‟ Putra : Lo mak. „Ya bu.‟ Nepra:Mak, jia balanjoku sikola! „Bu, mana uang jajan untuk sekolah!‟ Ibu :Na kuat buse me dongan soramui. „Keras sekali suara kamu.‟ Nepra:Olo tongan, tarlambat kinai au ke sikolai, ipas ma!
Situasi kesal
Tujuan minta dibelikan es Topik membeli es Tempat di teras rumah Waktu siang hari Situasi tenang Tujuan agar mau mencuci kain Topik kain kotor Tempat di dalam rumah Waktu siang hari Situasi kesal
Tujuan untuk mematikan televisi Topik sedang menonton Tempat di dalam rumah Waktu malam hari Situasi tenang
Tujuan meminta uang jajan sekolah Topik pergi sekolah Tempat di dalam rumah Waktu pagi hari Situasi terburu-buru
154
35.
36.
37.
38.
„Ya pula, terlambat saya nanti pergi sekolah, cepatlah!‟ Azra :Mak, au ke jalang dot dongan de! „Bu, saya mau pergi main bersama teman!‟ Ibu :Jalang tujia jakna? „Mau pergi main kemana?‟ Azra : Tu bagas dongan mak. „Ke rumah teman bu.‟ Ibu :Sapai jolo ayahmu pala patola ia. „Tanya dulu ayahmu kalau dibolehkan.‟ Azra :Anso usapai bage ayah, tapi tu umak do au marsapa pala tola ke jalang. „Kenapa ayah yang ditanya, tapi saya bertanya sama ibu kalau boleh saya pergi main.‟ Isas :Pala umak ajo manyosah abiti mua jakna, au baru muli sikola dope, loja dope au mak. „Kalau ibu saja yang mencuci kain itu kenapa bu, saya baru pulang dari sekolah, saya masih capek bu.‟ Ibu :Umak bat dope karejo, giot tusaba bage dope. „Ibu banyak pekerjaan, mau ke sawah lagi.‟ Ayah :Ulang ke juo maridi tu batang aek de, musim parudan nari. „Jangan pergi juga mandi ke sungai, musim hujan sekarang. Ika :Mua jakna yah, tagi dabo maridi pala godang batang aek. „Memangnya kenapa yah, asyik mandi kalau sungai sudah besar.‟ Ayah :Tagi dokon ko, kinai baru mayub ko „Asyik kamu katakan, nanti baru hanyut.‟ Ayah :Pamate ma senio i! „Matikan senio itu!‟ Pican :Tapi nda pedo ponuh yah, tongkin nai. „Tapi belum penuh yah, sebentar lagi.‟
Ayah :Nda pedo ponuh dokon ko, dung malimpah ma emberi.
Tujuan pergi main ke rumah temannya Topik pergi main Tempat di dalam rumah Waktu sore hari Situasi tenang
Tujuan menyuruh ibu untuk mencuci pakaian Topik mencuci pakaian Tempat di dalam rumah Waktu siang hari Situasi kesal
Tujuan agar jangan mandi ke sungai Topik mandi ke sungai Tempat di dalam rumah Waktu sore hari Situasi tenang
Tujuan untuk mematikan mesin senio Topik air melimpah Tempat di dalam rumah Waktu malam hari Situasi tenang
155
39.
40.
41.
42.
„Belum penuh kamu katakan, sudah melimpah air dari ember itu.‟ Ibu :Tolongi umak mambangkit eme jolo! „Tolong ibu mengangkat padi!‟ Ika :Olo mak, pataeng satongkin nai. „Ya bu, tunggu sebentar lagi.‟ Ibu :Ipas ma bo, udan giot ro ma bo! „Cepatlah, hujan mau turun!‟ Ika :Lo mak. „Ya bu.‟ Rio :Mak, len jau epeng giot manabusi buku! „Bu, kasih saya uang untuk membeli buku!‟ Ibu :Tapi dung ditabusi ma potangi. „Tapi sudah dibeli kemaren.‟ Rio :Urang dope mak, sada mata pelajaran harus dua buku na! „Kurang bu, satu mata pelajaran harus dua bukunya! Ibu :Epeng balanjomu ma manabusi na jolo, kinai umak ganti. „Uang belanjamu dulu membelinya,.nanti ibu ganti.‟ Rita :Yah, pala cogoton dung tamat au sikola, au giot kuliah de yah. „Yah, kalau besok saya sudah tamat sekolah, saya mau kuliah yah.‟ Ayah : Olo, usahoon ma nilaimu deges dungi ulang lupa sumbayang ko anso di lehen Allah jita rosoki. „Ya, usahakan nilaimu bagus sudah itu jangan lupa sholat agar dikasih Allah rezeki sama kita.‟ Rita :Olo yah. „Ya yah. Seri :Yah, tamba jolo epengkon! „Yah, tambah dulu uangku!‟ Ayah :Urang dope jakna? „Kurang memangnya?
Seri :Olo yah, harga bukui pitu ribu, epeng dilehen umak lima ribu mia, urang dua
Tujuan membantu ibu untuk mengangkat padi Topik mengangkat padi Tempat di halaman rumah Waktu sore hari Situasi terburu-buru Tujuan meminta uang unuk membeli buku Topik membeli buku Tempat di dalam rumah Waktu pagi hari Situasi tenang
Tujuan ingin kuliah kalau sudah tamat sekolah Topik rajin belajar Tempat di dalam rumah Waktu sore hari Situasi tenang
Tujuan minta ditambah uang untuk membeli buku Topik membeli buku Tempat di dalam rumah Waktu pagi hari Situasi tenang
156
43.
44.
45.
46.
47.
ribu nai yah. „Ya yah, harga buku Rp.7000, uangdikasihibuRp.5000, jadi kurang Rp.2000 lagiyah.‟ Ibu :Buat jolo tas umak di biliki! „Ambil tas ibu di kamar!‟ Tika: Olo mak, satongkin nai, marabit dope au. „Ya bu, sebentar lagi, saya sedang berpakaian.‟ Ibu : Ipas ma, tarlambat buse kinai umak! „Cepatlah, nanti ibu terlambat!‟ Andre:Au nda dot tu saba nari yah do, cogot ma au dot de yah! „Saya tidak ikut ke sawah sekarang yah, besok saja saya ikut yah!‟ Ayah : Anso, tapi libur do nari sikola. „Kenapa, tapi libur sekolah sekarang.‟ Andre:Olo yah, au tu bagas dongan dope giot mambaen PRku. „Ya yah, saya pergi ke rumah teman mau membuat PR.‟ Isas :Mak, pala dung manggotol ta, tabusion jau baju de mak! „Bu, kalau kita suda menuai, belikan saya baju ya bu!‟ Ibu :Tengok jolo de, eme pe mura do nar.i „Lihat dulu, padi murah sekarang.‟ Isas :Oh, jadi ma mak. „Oh, ya bu.‟ Azra :Mak, len jau epeng, nda dong epengku, len ma dabo mak! „Bu, kasih saya uang, uang saya tidak ada, kasihlah bu!‟ Ibu :Epeng ajo giotmu, tapi dung umak lehen ma, sajia ajo tongan umak len abis sudena dibaen ko. „Uang saja mau kamu, tapi sudahibu kasih, berapa saja ibu kasih habis semuanya.‟ Pikri :Pala ke umak tu pasar, tabusion jau tas de mak! „Kalau ibu pergi ke pasar, belikan tas ya bu!‟ Ibu : Tas potangon deges dope na. „Tas kemaren masih bagus.‟ Pikri :Nda mak, dung masibak ma.
Tujuan untuk mengambilkan tas Topik pergi sekolah Tempat di dalam rumah Waktu pagi hari Situasi kesal Tujuan agar tidak pergi ke sawah Topik pergi ke sawah Tempat di dalam rumah Waktu pagi hari Situasi tenang
Tujuan minta untuk dibelikan baju Topik membeli baju Tempat di dalam rumah Waktu sore hari Situasi tenang
Tujuan meminta uang karena uangnya habis Topik meminta uang Tempat di dalam rumah Waktu siang hari Situasi kesal
Tujuan minta untuk dibelikan tas Topik membeli tas Tempat di dalam rumah Waktu siang hari Situasi tenang
157
„Tidak bu, sudah robek.‟
158
Lampiran 5 Data Informan No
Nama Anggota Keluarga
1.
Ayah : Dirwan Ibu
Jenis Kelamin LK
: Gusneli
Anak : Isas 2.
Ayah : Sarkoni Ibu
3.
15 tahun
Pelajar
54 tahun
Pegawai
52 tahun
Ibu rumah tangga
Ayah : Pajri
42 tahun
Wiraswasta
40 tahun
Pegawai
: Enda
Anak : Feri
14 tahun
Pelajar
Ayah : Sam
40 tahun
Pedagang
38 tahun
Ibu rumah tangga
: Lina
Anak : Nepra
15 tahun
Pelajar
Ayah : Afis
36 tahun
Pedagang
35 tahun
Ibu rumah tangga
: Eni
Anak : Azra
14 tahun
Pelajar
Ayah : Kirman
40 tahun
Petani
39 tahun
Ibu rumah tangga
15 tahun
Pelajar
45 tahun
Pegawai
43 tahun
Pegawai
15 tahun
Pelajar
47 tahun
Petani
41 tahun
Ibu rumah tangga
: Rodiana
Ayah : Maryulis Ibu
: Ismaniar
Anak : Tika Ayah : Nasa Ibu
9.
Ibu rumah tangga
Anak : Seri
8.
46 tahun
pelajar
Ibu
7.
15 tahun
Ibu
6.
Petani
Ibu
5.
(tahun) 49 tahun
: Ramnah
Pekerjaan
Anak : Putra
Ibu
4.
PR
Umur
: Deli
Anak : Andre
15 tahun
Pelajar
Ayah : Sukirman
40 tahun
Petani
39 tahun
Ibu rumah tangga
Ibu
: Ana
159
Anak : Rio
14 tahun
Pelajar
10. Ayah : Syamsul
54 tahun
Pedagang
52 tahun
Ibu rumah tangga
14 tahun
Pelajar
45 tahun
Petani
43 tahun
Ibu rumah tangga
15 tahun
Pelajar
45 tahun
Wiraswasta
44 tahun
Pegawai
14 tahun
Pelajar
5o tahun
Pegawai
49 tahun
Pegawai
15 tahun
Pelajar
53 tahun
Wiraswasta
49 tahun
Pedagang
Ibu
: Ripna
Anak : Rita 11. Ayah : Anan Ibu
: Hayati
Anak : Ismi 12. Ayah : Syawal Ibu
: Erlis
Anak : Pikri 13. Ayah : Jemal Ibu
: Yuhanna
Anak : Ija 14. Ayah : Ramlan Ibu
: Suraida
Anak : Pican
15 tahun
Pelajar
15. Ayah : Ramadhan
49 tahun
Wiraswasta
: Nipda
43 tahun
Pedagang
Anak : Fitrah
13 tahun
Pelajar
40 tahun
Petani
38 tahun
Ibu rumah tangga
15 tahun
Pelajar
40 tahun
Pedagang
38 tahun
Ibu rumah tangga
15 tahun
Pelajar
40 tahun
Pegawai
38 tahun
Ibu rumah tangga
15 tahun
Pelajar
Ibu
16. Ayah : Asbi Ibu
: Ita
Anak : Ika 17. Ayah : Risal Ibu
: Ani
Anak : Santi 18. Ayah : Joli Ibu
: Hafni
Anak : Een