2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Suhu Permukaan Laut (SPL) Suhu menyatakan banyaknya bahang (heat) yang terkandung dalam suatu
benda. Secara alamiah sumber utama bahang dalam air laut adalah matahari. Daerah yang paling banyak menerima panas dari matahari adalah daerah-daerah pada lintang 0º. Oleh karena itu nilai SPL atau Sea Surface Temperature (SST) yang tertinggi akan ditemukan di daerah sekitar ekuator. Daerah ekuator lebih banyak menerima panas daripada daerah kutub disebabkan oleh tiga faktor, yaitu (1) sinar matahari yang merambat melalui atmosfir akan banyak kehilangan panas sebelum sampai di daerah kutub, bila dibandingkan dengan daerah ekuator, (2) besarnya perbedaan sudut datang sinar matahari ketika mencapai permukaan bumi akan menyebar pada daerah yang lebih luas daripada di daerah ekuator, dan (3) panas yang diterima oleh permukaan bumi di daerah kutub lebih banyak dipantulkan kembali ke atmosfir (Hutabarat dan Evans, 1986). Menurut Martono et al. (2008), pada musim barat sebaran SPL di Samudera Hindia relatif hangat dengan kisaran nilai rata-rata sekitar 28,62°C, dimana di bagian selatan SPL lebih dingin sehingga arus ekuator utara dan selatan menguat ke arah barat. Saat musim peralihan pertama pada bulan Maret, April dan Mei, pola SPL mengalami perubahan. Pola sebaran SPL di Samudera Hindia tropis makin hangat dengan kisaran nilai rata-rata sekitar 29,63°C. Sementara itu, sebaran SPL di Samudera Hindia bagian selatan lebih dingin serta melebar ke arah utara. Perubahan pola SPL juga terjadi pada musim timur di bulan Juni, Juli dan Agustus. Pada musim timur sebaran SPL di Samudera Hindia secara umum lebih
3
4
dingin daripada musim barat dan musim peralihan pertama karena pola sirkulasi angin permukaan baik di belahan bumi bagian utara maupun belahan bumi bagian selatan menunjukkan pola yang teratur. Pada musim peralihan kedua di bulan September, Oktober dan November, sebaran SPL di belahan bumi bagian utara Samudera Hindia mulai menghangat dikarenakan sirkulasi angin melemah, serta arus ekuator utara yang belum bergerak menyebabkan sebaran SPL di belahan bumi bagian selatan Samudera Hindia lebih dingin (Martono et al., 2008).
Gambar 1. Sebaran SPL di Samudera Hindia pada bulan Agustus 2010 (Sumber : NCEP NOAA, http://polar.ncep.noaa.gov/sst/ophi/)
2.2.
Anomali Suhu Permukaan Laut (SPL) Anomali merupakan setiap kejadian yang tidak biasa ataupun perbedaan
yang cukup signifikan dari pola yang ada. Anomali SPL menggambarkan seberapa besar suhu yang menjauhi tingkat normal pada kurun waktu tertentu. Perubahan anomali SPL di Samudera Hindia dipengaruhi oleh perubahan SPL itu sendiri.
5
Gambar 2. Sebaran anomali SPL di Samudera Hindia pada tahun 1971-2000 (Sumber : NOAA, http://www.esrl.noaa.gov/psd/map/clim/sst.shtml)
2.3.
Angin Angin merupakan gerakan udara mendatar (horizontal) yang disebabkan
oleh adanya perbedaan tekanan udara. Perbedaan tekanan udara ini disebabkan oleh adanya perbedaan suhu antara dua tempat, tekanan udara naik jika suhunya rendah dan turun jika suhunya tinggi. Gaya primer yang menyebabkan terjadinya aliran udara horizontal adalah gaya gradien tekanan. Gaya ini timbul karena adanya perbedaan tekanan yang disebabkan perbedaan suhu. Dalam hubungan ini permukaan air menerima radiasi dengan laju pemanasan yang berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Perbedaan pemanasan ini tercermin dari suhu udara yang berlangsung di atas bagian yang terpanasi, sehingga ketidakseimbangan ini menimbulkan perbedaan tekanan. Udara yang berada pada daerah bersuhu tinggi akan mengembang dan bergerak ke atas sehingga tekanannya menjadi lebih rendah dari sekitarnya. Perbedaan tekanan ini menimbulkan gradien tekanan yang memicu terjadinya angin. Udara bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah
6
dan semakin tinggi perbedaan tekanan maka akan semakin cepat udara bergerak (Riehl, 1979). Selain gaya primer yang meyebabkan angin bergerak adalah gaya sekunder. Gaya sekunder adalah gaya yang bereaksi pada udara setelah udara mulai bergerak. Ada tiga gaya sekunder yang penting yang menyebabkan terjadinya jalur pada arah yang berbeda beda gaya ini adalah (i) Gaya Coriolis, yaitu gaya yang timbul karena rotasi bumi (gaya semu). Di belahan bumi utara angin berbelok ke kanan, sedangkan di belahan bumi selatan angin berbelok ke kiri. Gaya ini juga sebanding dengan kecepatan angin yaitu semakin besar kecepatan angin maka semakin besar juga gaya coriolis yang menyebabkannya. (ii) Gaya Sentrifugal, yaitu gaya tarik yang terjadi ke arah luar untuk mengimbangi gaya sentripetal yang bergerak ke arah dalam. Gaya sentrifugal ini merupakan penyebab terjadinya sirkulasi udara yang berbeda pada daerah bertekanan rendah ke tinggi. (iii) Gaya Gesekan, dimana setiap benda yang berada pada permukaan bumi akan dipengaruhi oleh gaya gesekan yang ditimbulkan dari interaksi benda yang bergerak di atas permukaan yang tidak rata. Karena pengaruh kekasapan permukaan bagian yang penting dari gaya gesekan, kecepatan angin diatas permukaan air jauh lebih tinggi daripada di permukaan daratan. Dengan mempertimbangkan pengaruh gesekan ini, dapat dijelaskan kecepatan angin lebih besar pada lapisan atmosfer yang lebih tinggi daripada dekat permukaan bumi. Berkurangnya kecepatan angin karena adanya gaya gesekan menyebabkan gaya Coriolis semakin berkurang, sehingga udara membelok dari aslinya (Riehl, 1979).
7
Gambar 3. Sebaran angin di Samudera Hindia pada 31 Maret 2007 (Sumber : Cirene, http://www.locean-ipsl.upmc.fr/Cirene/satdata.php)
2.4.
Anomali Angin Adanya angin dipengaruhi oleh perubahan suhu yang kemudian
mengakibatkan perubahan tekanan. Anomali angin di Samudera Hindia juga disebabkan oleh anomali SPL yang ada.
Gambar 4. Sebaran anomali angin di Samudera Hindia pada bulan Januari 2011 (Sumber : IRI, http://iridl.ldeo.columbia.edu)
8
2.5.
Gelombang Rossby Gelombang Rossby merupakan respon dinamis skala besar dari laut untuk
pemanasan dan pendinginan pada batas timur dan sepanjang lautan (Chelton dan Schlax, 1996). Gelombang Rossby menyeberangi lautan dari arah timur ke barat, dengan kecepatan penjalaran yang lambat (1-10 cm), panjang gelombang yang panjang (1.000-10.000 km), dan memiliki periode bulanan hingga tahunan (Polito dan Liu, 2003). Hal ini membuat gelombang Rossby di laut tidak mudah untuk dideteksi. Teori gelombang Rossby pertama kali ditemukan oleh Carl-Gustav Rossby pada tahun 1930 (Chelton dan Schlax, 1996). Gelombang Rossby dipengaruhi oleh gravitasi, gaya coriolis f, dan variasi tekanan coriolis utara-selatan ∂f/∂y = β. Dengan β sebagai gaya pemulih, gelombang Rossby disebut sebagai planetary wave, yang bergerak menjalar ke arah barat (westward) (Stewart, 2002). Berdasarkan sifat perambatannya, gelombang Rossby terbagi menjadi baroclinic Rossby wave dan barotropic Rossby wave. Baroclinic Rossby wave bersifat non-dispersif dan transportasi energi bergerak ke arah barat untuk membantu menjaga gyres lintang tengah dan mengintensifkan arus batas barat (Polito dan Liu, 2003). Saat merambat menyeberangi lautan, baroclinic Rossby wave membutuhkan waktu beberapa bulanan sampai tahunan, sedangkan barotropic Rossby wave dapat merambat lebih cepat dengan menghabiskan waktu beberapa minggu saja. Hal ini dikarenakan baroclinic Rossby wave terpengaruh oleh stratifikasi di lautan, sedangkan barotropic Rossby wave tidak terpengaruh oleh stratifikasi tersebut (Chelton dan Schlax, 1996).
9
Gelombang Rossby di Samudera Hindia dihasilkan dari dua mekanisme. Mekanisme pertama, gelombang Rossby yang disebabkan oleh adanya sebagian pantulan balik dari energi gelombang Kelvin yang menabrak daratan Pulau Sumatera (Jury dan Huang, 2004). Aliran massa air laut ke arah barat seiring dengan penumpukan massa air di bagian barat Samudera Hindia, dapat menimbulkan gelombang Kelvin sepanjang equator yang bergerak ke arah timur. Gelombang ini selanjutnya akan mengangkat lapisan termoklin, yaitu lapisan air yang merupakan batas antara massa air lapisan permukaan yang lebih hangat dengan air yang lebih dingin di bawahnya, di bagian Timur Samudera Hindia (Selatan Jawa dan Barat Sumatra). Ketika termoklin ini terangkat (upwelling), maka suhu permukaan air laut akan menurun. Sebaliknya, di sisi barat gelombang tersebut akan menekan lapisan termoklin lebih masuk ke dalam (downwelling), yang mengakibatkan suhu permukaan air laut pun meningkat. Ketika energi gelombang ini menjalar sepanjang ekuator ke arah barat, maka gelombang Rossby muncul sebagai salah satu fenomena yang hadir akibat gelombang ini. Mekanisme terbentuknya gelombang Rossby yang kedua, berasal dari pembangkitan gelombang Rossby di khatulistiwa yang merupakan efek kombinasi dari angin zonal (timur-barat (u)) di ekuator dan angin southeast (tenggara) yang menciptakan anticyclone kuat di lautan terbuka dengan koordinat berkisar 10ºS (Jury dan Huang, 2004).
2.6.
Kondisi Umum SPL dan Angin di Samudera Hindia Samudera Hindia merupakan samudera terkecil di antara Samudera Pasifik
dan Samudera Atlantik. Tiga laut mediterania turut mempengaruhi pergerakan
10
massa air di Samudera Hindia, yaitu Persian Gulf, Red Sea, Australasian Mediterranean Sea (Tomczak dan Godfrey, 2001).
Gambar 5. Topografi Samudera Hindia (Tomczak dan Godfrey, 2001)
Rata-rata SPL di Samudera Hindia bagian barat berkisar antara 26-28°C, dimana sirkulasi ini turut mempengaruhi Madagaskar dan Mozambique. Bila dibandingkan dengan SPL di Samudera Hindia bagian timur yang mendapat upwelling dari Somalia dan arus pendinginan dari Madagaskar, SPL di Samudera Hindia bagian barat cenderung lebih dingin. Angin zonal di Samudera Hindia lemah karena adanya pengaruh angin monsoon meridional. Karena kurangnya
11
gradien zonal di Samudera Hindia, diperkirakan Samudera Hindia tidak memiliki fitur yang sesuai untuk berkembangnya variabilitas El-Nino Southern Oscillation (ENSO) (Jury dan Huang, 2004). Berdasarkan data reanalisis diketahui bahwa variabilitas antar musiman dan tahunan sirkulasi SPL di wilayah perairan Samudera Hindia sangat dipengaruhi oleh sistem angin monsunal dan juga fenomena Indian Ocean Dipole. Perubahan pola angin, arus dan distribusi SPL terutama terjadi di belahan bumi bagian utara dan sebaliknya di belahan bumi bagian selatan mempunyai pola yang lebih teratur dan relatif kecil perubahannya. Hal ini dimungkinkan karena di bagian utara Samudera Hindia dibatasi oleh Benua Asia sehingga pengaruh daratan sangat kuat, dan di bagian selatan merupakan laut terbuka, serta pengaruh penjalaran gelombang Kelvin dan Rossby yang ada di perairan Samudera Hindia tersebut (Tomczak dan Godfrey, 2001).
Gambar 6. Sistem angin monsunal di Samudera Hindia (Tomczak dan Godfrey, 2001)