BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Caring Teori keperawatan yang diterbitkan oleh Watson (1979), The Phylosophy and Science of Caring, menyatakan caring adalah suatu karakteristik interpersonal yang tidak diturunkan melalui genetika, tetapi dipelajari melalui pendidikan sebagai budaya profesi. Selanjutnya dijelaskan bahwa dalam konteks keperawatan caring bukan merupakan suatu hal yang unik tetapi caring merupakan suatu bentuk pendekatan seni dan ilmu dalam merawat klien yang merupakan sentral praktik perawat (Watson, 1979). Caring adalah sentral praktik keperawatan, yang merupakan suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meingkatkan kepeduliannya terhadap pasien. Hal ini adalah esensi dari keperawatan yang berarti juga pertanggungjawaban hubungan antara perawat-pasien, dimana perawat harus mampu mengetahui dan memahami tentang kebiasaan manusia dan respon manusia terhadap masalah kesehatan yang sudah ada atau bepotensi akan timbul (Watson, 1979). Caring didefenisikan sebagai suatu cara pemeliharaan yang berhubungan dengan menghargai orang lain, disertai perasaan memiliki tanggung jawab (Potter & Perry, 2009). Caring memberikan sebuah hubungan dan mewakili sekelompok partisipan misalnya caring terhadap hubungan keluarga, hubungan pertemanan, hubungan dengan pasien (Benner dan Wrubel, 1989 dalam Potter & Perry, 2009). Hal ini merupakan sentral yang akan menghasilkan kemungkinan untuk beradaptasi,
Universitas Sumatera Utara
kemampuan untuk berkomunikasi dengan sesama dan perhatian terhadap sesama, serta mau memberi dan menerima bantuan (Chinn & Kramer, 2004 dalam Potter & Perry, 2009). Perawat perlu mengetahui kebutuhan individu, bagaimana responnya terhadap sesamanya, kekuatan serta keterbatasan pasien dan keluarganya. Selain itu, perawat membantu serta memberikan perhatian serta empati kepada pasien dan keluarganya. Caring mewakili semua faktor yang digunakan perawat untuk memberikan pelayanan kepada pasien (Watson, 1987, dalam Potter & Perry, 2009). Caring adalah fenomena universal yang mempengaruhi cara manusia berfikir, merasa, dan mempunyai hubungan dengan sesama. Caring memfasilitasi kemampuan perawat untuk mengenali klien, membuat perawat mengetahui masalah klien dan mencari serta melaksanakan solusinya, juga sebagai bentuk dasar dari praktek keperawatan dan juga sebagai struktur mempunyai implikasi praktis untuk mengubah praktek keperawatan (Potter & Perry, 2009). Selain itu Watson (1979) juga mengungkapkan caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi
pasien
sebagai
manusia,
dengan
demikian
mempengaruhi
kesanggupan pasien untuk sembuh. Caring melibatkan keterbukaan, komitmen, dan hubunan perawat dengan pasien (Potter & perry, 2009). 2.2. Perilaku Caring Perilaku caring adalah suatu tindakan yang didasari oleh kepedulian, kasih sayang, keterampilan, empati, tanggung jawab, sensitive, dan dukungan. Perilaku ini berfungsi untuk memperbaiki atau meningkatkan kondisi dan cara hidup
Universitas Sumatera Utara
manusia yang menekankan pada aktivitas yang sehat dan memampukan individu serta kelompok berdasarkan budaya (Watson, 1979). Perilaku Caring yang diharapkan dalam keperawatan adalah perilaku yang didasari oleh 10 faktor yaitu : 1. Pembentukan sistem nilai humanistic - altruistic. Pembentukan sistem nilai humanistic - altruistic mulai berkembang di usia dini dengan nilai-nilai yang berasal dari orang tuanya. Sistem nilai ini menjembatani pengalaman hidup seseorang dan mengantarkan ke arah kemanusiaan. Perawatan yang berdasarkan nilai-nilai humanistik dan altruistik dapat dikembangkan melalui penilaian terhadap pandangan diri seseorang, kepercayaan, interaksi dengan berbagai kebudayaan dari pengalaman pribadi. Hal ini dianggap penting untuk pendewasaan diri perawat yang kemudian akan meningkatkan sikap altruistik. Melalui sistem nilai humanistik dan altruistik ini perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien (Watson, 1979). 2. Menanamkan sikap kepercayaan dan penuh harapan. Kepercayaan dan pengharapan sangat penting bagi proses karatif maupun kuratif. Perawat perlu memberikan alternatif-alternatif bagi pasien jika pengobatan modern tidak berhasil; berupa meditasi, penyembuhan sendiri, dan spiritual. Dengan menggunakan faktor karatif ini akan tercipta perasaan lebih baik melalui kepercayaan dan atau keyakinan yang sangat berarti bagi seseorang secara individu (Watson, 1979). Perawat memberikan kepercayaan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Dalam hubungan perawat-klien yang efektif, perawat memfasilitasi perasaan optimis,
Universitas Sumatera Utara
harapan, dan kepercayaan. Di samping itu, perawat meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan kesehatan (Kozier & Erb, 1985). 3. Sensitif terhadap diri sendiri dan orang lain. Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif dan , murni dan bersikap wajar pada orang lain. Pengembangan perasaan ini akan membawa pada aktualisasi diri melalui penerimaan diri antara perawat dan klien. Perawat yang mampu untuk mengenali dan mengekspresikan perasaannya akan lebih mampu untuk membuat orang lain mengekspresikan perasaan mereka (Watson, 1979). Pengembangan kepekaan terhadap diri dan orang lain, mengeksplorasi kebutuhan perawat untuk mulai merasakan suatu emosi yang muncul dengan sendirinya. Hal itu hanya dapat berkembang melalui perasaan diri seseorang yang peka dalam berinteraksi dengan orang lain. Jika perawat berusaha meningkatkan kepekaan dirinya, maka ia akan lebih autentik (tampil apa adanya). Autentik akan menambah pertumbuhan diri dan aktualisasi diri baik bagi perawat sendiri maupun bagi orang-orang yang berinteraksi dengan perawat itu (Watson, 1979). 4. Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu. Pengembangan hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah sangat krusial bagi transportal caring. Hubungan saling percaya akan meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif. Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan bentuk komunikasi untuk menjalin hubungan dalam keperawatan. Karakteristik faktor ini adalah kongruen, empati, dan ramah. Kongruen berarti menyatakan apa adanya dalam berrinteraksi dan
Universitas Sumatera Utara
tidak menyembunyikan kesalahan. Perawat bertindak dengan cara yang terbuka dan jujur. Empati berarti perawat memahami apa yang dirasakan klien. Ramah berarti penerimaan positif terhadap orang lain yang sering diekspresikan melalui bahasa tubuh, ucapan tekanan suara, sikap terbuka, ekspresi wajah dan lain-lain (Watson, 1979). 5. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif. Perawat menyediakan dan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien. Berbagi perasaan merupakan pengalaman yang cukup beresiko baik bagi perawat maupun klien. Perawat harus siap untuk ekspresi perasaan positif maupun negatif bagi klien. Perawat harus menggunakan pemahaman intelektual maupun emosional pada keadaan yang berbeda (Watson, 1979). 6. Menggunakan problem-solving yang sistematik dalam mengambil keputusan. Perawat menggunakan metode proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan kepada klien, sehingga akan mengubah gambaran tradisional perawat sebagai “pembantu” dokter. Proses keperawatan adalah proses yang sistemati, dan terstruktur seperti halnya proses penelitian (Watson, 1979). 7. Meningkatan belajar-mengajar secara interpersonal. Faktor ini adalah konsep yang penting dalam keperawatan, yang membedakan antara caring dan curing. Perawat memberikan informasi kepada klien. Perawat bertanggung jawab akan kesejahteraan dan kesehatan klien. Perawat memfasilitasi proses belajar mengajar yang didesain untuk memampukan klien memenuhi kebutuhan pribadinya, memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal klien (Watson, 1979).
Universitas Sumatera Utara
8. Menciptakan lingkungan fisik, mental,sosiokultural, spiritual yang mendukung. Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan dan kondisi penyakit klien. Konsep yang relevan terhadap lingkungan internal yang mencakup kesejahteraan mental dan spiritual, dan kepercayaan sosiokultural bagi seorang individu. Sedangkan lingkungan eksternal mencakup variabel epidemiologi, kenyamanan, privasi, keselamatan, kebersihan dan lingkungan yang astetik. Karena klien bisa saja mengalami perubahan baik dari lingkungan internal maupun eksternal, maka perawat harus mengkaji dan memfasilitasi kemampuan klien untuk beradaptasi dengan perubahan fisik, mental, dan emosional (Watson, 1979). 9. Memberi bantuan dalam pemenuhan kebutuhan manusia. Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif yaitu kebutuhan biofisik, psikososial, psikofisikal dan interpersonal klien. Pemenuhan kebutuhan yang paling mendasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat yang selanjutnya. Nutrisi, eliminasi, dan ventilasi adalah contoh dari kebutuhan biofisik yang paling rendah. Pencapaian dan hubungan merupakan kebutuhan psikososial yang tinggi, dan aktualisasi diri merupakan kebutuhan interpersonal yang paling tinggi (Watson, 1979). 10. Terbuka pada eksistensial fenomenologikal Faktor ini bertujuan agar penyembuhan diri dan kematangaan diri dan jiwa klien dapat dicapai. Terkadang klien perlu dihadapkan pada pengalaman / pemikiran yang bersifat proaktif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri. Diakuinya faktor ini dalam ilmu
Universitas Sumatera Utara
keperawatan membantu perawat untuk memahami jalan hidup seseorang dalam menemukan arti kesulitan hidup. Karena adanya dasar yang irrasional tentang kehidupan, penyakit dan kematian, perawat menggunakan faktor karatif ini untuk membantu memperoleh kekuatan atau daya untuk menghadapi kehidupan atau kematian (Watson, 1979). Suatu penelitian yang dilakukan oleh Wolf, et al (1994) membuat konsep 5 faktor caring yang didasari dari 10 faktor caring Watson (1979). Konsep tersebut menggambarkan
dimensi
perilaku
caring
dalam
studi
pengembangan
instrumennya. Pengembangan instrument tersebut menggunakan skala likert. Tes reliabilitas terhadap sampel diperoleh koefisien α kuesioner 0.83 dengan jumlah pasien 263 orang dilengkapi dengan Caring Behaviour Inventory (CBI). Mereka membuat konsep 5 faktor
dalam perilaku caring tersebut tergambar sebagai
berikut: 5 faktor caring Wolf, et al (1994) yang didasari dari 10 faktor caring Watson (1979). No
5 faktor caring Wolf
10 faktor caring Watson
I
1. Mengakui keberadaan manusia (Respectful deference).
1. Pembentukan sistem nilai humanistic - altruistic. 2. Menanamkan sikap kepercayaan dan penuh harapan. 3. Sensitif terhadap diri sendiri dan orang lain.
2. Menanggapi dengan rasa hormat(Assurance of human presence)
4. Mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu.
II
5. Meningkatkan
dan
menerima
Universitas Sumatera Utara
ekspresi perasaan positif dan negatif. III
3.Pengetahuan Dan keterampilan profesional (Professional knowledge and skill).
6. Menggunakan problem-solving yang sistematik dalam mengambil keputusan.
IV
4.Menciptakan hubungan yang positif(Positive Connectedness).
8. Menciptakan lingkungan fisik, mental,sosiokultural, spiritual yang mendukung.
V
5.Perhatian terhadap yang dialami orang lain(Attentive to other’s experience).
9. Memberi bantuan dalam pemenuhan kebutuhan manusia.
7. Meningkatan belajar-mengajar secara interpersonal.
10. Terbuka pada fenomenologikal.
eksistensial
Faktor 1) mengakui keberadaan manusia, kategori ini merupakan kombinasi dari tiga faktor karatif yaitu : pembentukan sistem nilai humanistic - altruistik, menanamkan sikap kepercayaan dan penuh harapan, serta menumbuhkan sensitifitas terhadap diri sendiri dan orang lain. Kategori ini terdiri dari aktivitas caring seperti mendengarkan klien, mengajari atau memberikan informasi kepada klien, berbicara dengan klien, menghargai klien sebagai manusia, memberikan dukungan kepada klien, memanggil nama klien dengan tepat, jujur, dan memberikan kenyamanan.
Faktor 2) menanggapi dengan rasa hormat, kategori ini merupakan kombinasi dari dua faktor karatif yaitu: mengembangkan hubungan saling percaya dan saling membantu, serta meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan
Universitas Sumatera Utara
negatif klien. Kategori ini terdiri dari aktivitas caring seperti bersikap peka terhadap klien, membantu klien, berbicara dengan klien, memenuhi kebutuhan klien, menanggapi secara cepat panggilan klien, menghargai, dan peduli kepada klien. Faktor 3) pengetahuan dan ketrampilan profesional, kategori ini merupakan kombinasi dari dua faktor karatif yaitu, Menggunakan problem-solving yang sistematik dalam mengambil keputusan. dan meningkatkan belajar - mengajar interpersonal. Kategori ini terdiri dari aktivitas caring seperti melakukan tindakan keperawatan dengan baik kepada klien, bersikap percaya diri, menggunakan gaya bahasa yang lembut kepada klien, memperhatikan klien, menunjukkan sikap ceria kepada klien, memberikan obat klien tepat waktu, mempercayai klien dan memberikan perhatian khusus pada saat kunjungan klien pertama kali.
Faktor 4) menciptakan hubungan yang positif , kategori ini hanya terdiri dari satu faktor karatif yaitu Menciptakan lingkungan fisik, mental,sosiokultural, spiritual yang mendukung. Kategori ini terdiri dari aktivitas caring seperti meluangkan waktu dengan klien, memberi harapan kepada klien,mempercayai klien, memiliki sikap empati terhadap klien, sabar, mengelola peralatan secara terampil, dan membiarkan klien mengekspresikan perasaannya.
Faktor 5) adalah perhatian terhadap yang dialami orang lain, kategori ini mencakup dua faktor karatif yaitu memberi bantuan dalam pemenuhan kebutuhan manusia, dan terbuka pada eksistensial-fenomenological. Kategori ini terdiri dari
Universitas Sumatera Utara
aktivitas membebaskan klien dari gejala-gejala, mengutamakan kepentingan klien, dan melakukan perawatan klien dengan baik. Swanson (1991) mempelajari tentang klien dan profesi pemberi layanan dalam usahanya untuk membuat teori tentang caring dalam praktik keperawatan yang bermanfaat dalam memberikan petunjuk bagaimana membangun strategi caring yang berguna dan efektif. Pandangannya tentang keperawatan adalah siapa yang kita layani, bagaimana kita memberikan pelayanan dan kenapa kita terus untuk melayani merupakan keharusan bagi perawat untuk dapat mengintegrasikan ilmu pengetahuan, diri sendiri, fokus pada kemanusian dan caring. Yang kemudian disempurnakan dengan adanya transaksi antara keperawatan, setiap perawat dan klien bahwa perawat adalah profesi yang memiliki komitmen caring, pemeliharan akan martabat manusia dan meningkatkan kesehatan. Teori caring Swanson (1991) ini juga menyajikan permulaan yang baik untuk memahami kebiasaan dan proses karakteristik pelayanan yang berisi lima kategori atau proses. Menurut Swanson (1991) ada lima dimensi yang mendasari konsep caring yaitu; Knowing, Being With, Doing For, Enablings, Maintaining Belief. Dimensi pertama, Knowing adalah berjuang untuk memahami peristiwa yang memiliki makna dalam kehidupan klien. Mempertahankan kepercayaan adalah dasar dari caring keperawatan, knowing adalah memahami pengalaman hidup klien dengan mengesampingkan asumsi perawat mengetahui kebutuhan klien, menggali/menyelami informasi klien secara detail, sensitive terhadap petunjuk verbal dan non verbal, fokus kepada satu tujuan keperawatan, serta melibatkan orang yang memberi asuhan dan orang yang diberi asuhan dan menyamakan
Universitas Sumatera Utara
persepsi antara perawat dan klien. Knowing adalah penghubung dari keyakinan keperawatan terhadap realita kehidupan. Subdimensinya yaitu; a) Avoiding assumptions (menghindari asumsi-asumsi), b) Assessing thoroughly (melakukan pengkajian menyeluruh), c) Seeking clues (perawat menggali informasi-informasi secara mendalam), d) Centering on the cared for (perawat befokus pada klien dalam melakukan asuhan keperawatan), e) Engaging the self of both (melibatkan diri sebagai perawat secara utuh dan bekerja sama dengan klien dalam melakukan asuhan keperawatan yang efektif). Dimensi kedua, Being with maksudnya tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga komunikasi, berbagi perasaan tanpa beban dan secara emosional bersama – sama klien dengan maksud menawarkan kepada klien dukungan, kenyamanan, pemantauan dan mengurangi intensitas perasaan yang tidak diinginkan. Subdimensinya yaitu; a) Non-burdening (perawat bekerjasama dengan klien tanpa memaksa kehendak kepada klien dalam melakukan tindakan keperawatan), b) Convering availability (menunjukan kesediaan perawat dalam membantu klien dan memfasilitasi klien untuk mencapai tahap kesejahteraan / well being), c) Enduring with (bersama-sama berkomitmen dengan klien berusaha dalam meningkatkan kesehatan klien), d) Sharing feelings (berbagi pengalaman bersama klien yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesehatan klien). Dengan being with perawat dapat menunjukkan dengan cara kontak mata, bahasa tubuh, nada suara, mendengarkan serta memiliki sikap positif dan bersemangat yang dilakukan perawat, akan membentuk sesuatu suasana keterbukaan dan saling mengerti.
Universitas Sumatera Utara
Dimensi ketiga, Doing for berarti bersama – sama melakukan sesuatu tindakan yang bisa dilakukan, mengantisipasi kebutuhan yang diperlukan, kenyamanan, menjaga privasi dan martabat klien. Subdimensinya yaitu; a) Comforting ( memberikan kenyamanan), dalam melakukan tindakan keperawatan dilakukan dengan memberikan kenyamanan pada klien dan menjaga privasi klien, b) Performing competently ( menunjukkan ketrampilan), tidak hanya berkomunikasi dan memberikan kenyaman dalam tindakannya, perawat juga menunjukkan kompetensi atau skill sebagai perawat professional, c) Preserving dignity (menjaga martabat klien), menjaga martabat klien sebagai individu atau memanusiakan manusia, d) Anticipating ( mengatisipasi ), perawat dalam melakukan tindakan selalu meminta persetujuan klien dan keluarga, e) Protecting (melindungi), melindungi hak-hak pasien dalam
memberikan
asuhan
keperawatan dan tindakan medis. Dimensi keempat, Enabling adalah memampukan atau memberdayakan klien, memfasilitasi klien untuk melewati masa transisi dalam hidupnya dan melewati setiap peristiwa dalam hidupnya yang belum pernah dialami dengan memberi informasi, menjelaskan, mendukung dengan focus masalah yang relevan, berfikir melalui masalah dan menghasilkan alternative pemecahan masalah sehingga meningkatkan penyembuhan klien atau klien mampu melakukan tindakan yang tidak biasa dia lakukan dengan cara memberikan dukungan, memvalidasi perasaan dan memberikan umpan balik / feedback. Subdimensinya yaitu; a) Validating (memvalidasi), memvalidasi semua tindakan yang telah dilakukan, b Informing
Universitas Sumatera Utara
( memberikan informasi), memberikan informasi yang berkaitan dengan peningkatan kesehatan klien dalam rangka memberdayakan klien dan keluarga klien, c) Supporting (mendukung), memberikan dukungan kepada klien dalam mencapai kesejahteraan / well being sesuai kapasitas sebagai perawat, d) Feedback (memberikan umpan balik), memberikan umpan balik terhadap apa yang dilakukan oleh klien dalam usahanya mencapai kesembuhan / well being, e) Helping patients to focus generate alternatives (membantu pasien untuk focus dan membuat alternative), menolong pasien untuk selalu fokus dan terlibat dalam program peningkatan kesehatannya baik tindakan keperawatan maupun tindakan medis. Dimensi kelima, Maintaining Belief, yaitu menumbuhkan keyakinan seseorang dalam melalui setiap peristiwa hidup dan masa-masa transisi dalam hidupnya serta menghadapi masa depan dengan penuh keyakinan, meyakini kemampuan orang lain, menumbuhkan sikap optimis, membantu menemukan arti atau mengambil hikmah dari setiap peristiwa, dan selalu ada untuk orang lain dalam situasi apa pun. Tujuannya adalah untuk memungkinkan orang lain terbantu dalam batas-batas kehidupannya sehingga mampu menemukan makna dan mempertahankan sikap yang penuh harapan. Memelihara dan mempertahankan keyakinan nilai hidup seseorang adalah dasar dari caring dalam praktek keperawatan. Subdimensinya ; a) Believing in yaitu perawat menanggapi apa yang klien rasakan dan percaya bahwa perasaan – perasaan tersebut bisa terjadi dan wajar terjadi pada siapapun yang sedang dalam masa transisi, b) Offering a hopefilled attitude yaitu menunjukkan perilaku bahwa perawat sepenuhnya peduli/care
Universitas Sumatera Utara
terhadap masalah yang dialami dengan sikap tubuh, kontak mata dan intonasi bicara perawat, c) Maintaining realistic optimism yaitu menjaga dan menunjukan optimisme perawat dan harapan terhadap apa yang menimpa klien secara realistis dan berusaha mempengaruhi agar klien mempunyai optimisme dan harapan yang sama, d) Helping to find meaning yaitu membantu klien menemukan makna akan masalah yang terjadi sehingga klien perlahan - lahan menerima bahwa setiap orang dapat mengalami apa yang dialami klien, e) Going the distance (menjaga jarak), semakin jauh
menjalin/menyelami hubungan dengan tetap menjaga
hubungan sebagai perawat-klien yang tujuan akhir dalam tahap ini adalah kepercayaan klien sepenuhnya terhadap perawat dan responsibility serta caring secara total oleh perawat kepada klien. Dengan demikian dapat disimpulkan caring bukanlah sesuatu yang baru dan unik karena sudah ada sejak jaman Florence Nightingale dan tidak diturunkan melalui genetic tetapi dapat dipelajari melalui budaya profesi. Caring merupakan perilaku profesional perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan berdasarkan kemampuan intelektual, teknikal yang diberikan kepada klien, keluarga dan masyarakat dengan penuh perhatian, peduli, ramah, santun, komunikasi terapeutik serta selalu siap sedia untuk memberikan yang terbaik untuk klien. Berdasarkan penelitian Wolf, et al (1998) didapatkan data bahwa rata-rata perilaku caring perawat 203.92 (SD = 34,35), dengan ketentuan rentang skor 42 252. Penelitian ini menggunakan instrumen caring behavior inventory (CBI) dan patient satisfaction instrument (PSI) dan didapatkan korelasi yang positif antara
Universitas Sumatera Utara
perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien (r=0.78, p < 0.001, R2=61.46%). Adapun yang
menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap
(n=335). Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Wolf, et al (2003) mendapatkan data bahwa rata-rata perilaku caring perawat 237.84 (SD=15.11), dengan ketentuan rentang skor 42 - 252. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah caring behavior inventory (CBI), dan patient satisfaction instrument (PSI). Pada penelitian ini juga didapatkan korelasi yang positif antara caring perawat dengan kepuasan pasien (r=0.53, p=0.01, R2=26.3%). Adapun yang
menjadi sampel
dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (n=73). Pada penelitian lainnya yang dilakukan oleh Palese, et al (2011) didapatkan data bahwa rata-rata perilaku caring perawat 4.9 (SD=0.8), dengan ketentuan rentang skor 1 - 6. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah caring behavior inventory (CBI), dan patient satisfaction scale (PSS). Pada penelitian ini juga didapatkan korelasi yang positif antara caring perawat dengan kepuasan pasien di enam negara di Eropa (Czech Republic r=0.27, Cyprus r=0.76, Finland r=0.71, Greece r=0.85, Hungary r=0.63, dan Italy r=0.45 (p<0.01) ). Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (n=1565). Berdasarkan penelitian Rafii, et al (2007) didapatkan data bahwa rata-rata perilaku caring perawat 184.14 (SD=46.90), dengan ketentuan rentang skor 42 252. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah caring behavior inventory (CBI) dan patient satisfaction instrument (PSI). Pada penelitian ini juga didapatkan korelasi yang positif antara caring perawat dengan kepuasan pasien
Universitas Sumatera Utara
(r=0.72, p<0.001). Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (n=250). Penelitian yang dilakukan oleh Prompahakul, et al (2011) mendapatkan data bahwa rata-rata perilaku caring perawat 2.12 (SD=0.43), dengan ketentuan rentang skor 1 - 3. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah nurse’s caring behavior for dying patient questionnaire (NCBDPQ Adapun yang
menjadi sampel dalam penelitian ini adalah perawat
(n=360). Suatu penelitian yang dilakukan oleh Becker, Blazovich, Schug, Daniels, Neal, Pearson, Preston, et al (2008) mendapatkan data bahwa rata-rata perilaku caring perawat 2.36 (SD=0.50), dengan ketentuan rentang skor 1 – 3. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah caring behavior during blood pressure measurement instrument. Adapun yang
menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah mahasiswa perawat (n=59). Pada penelitian ini juga dijelaskan bahwa dengan melakukan intervensi pemberian pendidikan tentang perilaku caring dapat mengembangkan perilaku caring perawat
selama
melakukan tindakan keperawatan. 2.3.Kepuasan Pasien Kepuasan pasien adalah persepsi, sikap pasien terhadap pelayanan keperawatan, dan merupakan kriteria hasil evaluasi dari kualitas pelayanan keperawatan (Risser, 1975). Risser (1975) menjelaskan tiga dimensi perilaku perawat terhadap kepuasan pasien yaitu, Praktik profesional (Technical-professional), hubungan saling percaya (Trusting relationship), hubungan pendidikan (Educational relationship).
Universitas Sumatera Utara
a. Praktik profesional (Technical-professional) yaitu perilaku perawat yang mampu mencapai tujuan sesuai dengan perannya, sebagai contoh pengetahuan perawat dalam pemeriksaan fisik kepada pasien, dan keahlian dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. b. Hubungan
saling
percaya
(Trusting
relationship)
yaitu
kemampuan
berkomunikasi secara langsung maupun tidak langsung dengan baik, misalnya perhatian kepada pasien, mendengarkan keluhan-keluhan pasien, dan rasa sensitif kepada pasien. c. Hubungan pendidikan (Educational relationship) yaitu pertukaran informasi antara pasien dan perawat, termasuk di dalamnya seperti aktifitas dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan, penjelasan, dan demonstrasi tindakan. Kepuasan pasien adalah keluaran (outcome) layanan kesehatan, dan merupakan salah satu tujuan dari peningkatan mutu layanan kesehatan (Pohan, 2007). Hal ini merupakan bentuk perasaan seseorang setelah mendapatkan pengalaman tehadap kinerja pelayanan yang telah memenuhi harapan (Gerson, 2004). Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah membandingkan antara persepsi terhadap kinerja atau hasil suatu produk atau jasa dan harapan-harapan (Kotler,2007). Hal ini dipengaruhi oleh pelayanan yang diberikan, juga ditentukan oleh pengalaman dan pemikiran perorangan, dan hal ini tidak dapat dengan mudah diupayakan untuk diubah, dan digiring kearah keadaan yang memuaskan (Sabarguna, 2008). Rasa ini adalah perasaan senang seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk dengan harapannya (Nursalam, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Kepuasan pasien adalah tingkat kepuasan pelayanan pasien dari persepsi pasien/ keluarga terdekat. Keadaan ini akan tercapai, apabila diperoleh hasil yang optimal bagi setiap pasien dan pelayanan kesehatan memperhatikan kemampuan pasien atau keluarganya, ada perhatian terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan memprioritaskan kebutuhan pasien, sehingga tercapai keseimbangan yang sebaik-baiknyaantara tingkat rasa puas atau hasil dan derita-derita serta jerih payah yang telah dialami guna memperoleh hasil tersebut (Soejadi, 1996). Dimensi kepuasan yang dirasakan seseorang sangat bervariasi sekali, namun secara umum dimensi dari kepuasan mencakup hal-hal berikut (Azwar, 1996): a. Kemampuan yang mengacu hanya pada penerapan standar kode etik profesi. Pelayanan kesehatan dikatakan memenuhi kebutuhan kepuasan pasien apabila pelayanan yang diberikan mengikuti standar serta kode etik yang disepakati dalam suatu profesi, atau dengan kata lain yaitu bila suatu pelayanan kesehatan yang diberikan telah mengacu pada standar yang telah ditetapkan oleh profesi yang berkompeten serta tidak menyimpang dari kode etik yang berlaku bagi profesi tersebut. Ukuran-ukuran yang digunakan untuk menilai pemikiran seseorang terhadap kepuasan yang diperolehnya mencakup hubungan petugas pasien (relationship), kenyamanan pelayanan (amenities), kebebasan melakukan pilihan (choice), pengetahuan dan kompetensi teknis (scientific knowledge and technical skill), efektifitas pelayanan (effectivess) dan keamanan tindakan (safety). b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan kesehatan. Persyaratan suatu pelayanan kesehatan dinyatakan sebagai pelayanan yang bermutu dan dapat memberikan kepuasan pada penerima jasa apabila
Universitas Sumatera Utara
pelaksanaan pelayanan yang diajukan atau ditetapkan, yang didalamnya mencakup penilaian terhadap kepuasan pasien mengenai ketersediaan pelayanan kesehatan
(available),
kewajaran
pelayanan
kesehatan
(appropriate),
kesinambungan pelayanan kesehatan (continue), penerimaan pelayanan kesehatan (acceptable), ketercapaian pelayanan kesehatan (accessible), keterjangkauan pelayanan kesehatan (affordable), efisiensi pelayanan kesehatan (efficient) dan mutu pelayanan kesehatan (quality). Untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang memenuhi semua persyaratan pelayanan tidak semudah yang diperkirakan, sehingga untuk mengatasi hal ini diterapkan prinsip kepuasan yang terkombinasi secara selektif dan efektif, dalam arti penerapan dimensi kepuasan kelompok pertama dilakukan secara optimal, sedangkan beberapa dimensi kelompok kedua dilakukan secara selektif yaitu yang sesuai dengan kebutuhan serta kemampuan (Azwar, 1996 ). Kepuasan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor dari pihak pemberi pelayanaan saja, tetapi juga dipengaruhi faktor dari luar maupun dari dalam diri pasien. Faktor dari dalam mencakup sumber daya, pendidikan, pengetahuan, dan sikap. Faktor dari luar mencakup budaya, social ekonomi, keluarga dan situasi yang dihadapi (Gerson, 2004). Penilaian kualitas pelayanan dikaitkan dengan kepuasan pasien dengan berfokus pada aspek fungsi dari proses pelayanan (Supranto, 2001), yaitu : a. Tangibles (Wujud nyata) adalah wujud langsung yang meliputi fasilitas fisik, yang mencakup kemutahiran peralatan yang digunakan, kondisi sarana, kondisi SDM perusahaan dan keselarasan antara fasilitas fisik dengan jenis jasa yang diberikan.
Universitas Sumatera Utara
b. Reliability (keandalan) adalah pelayanan yang disajikan dengan segera dan memuaskan dan merupakan aspek – aspek keandalan system pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi kesesuaian pelaksanaan pelayanan dengan rencana, kepedulian perusahaan kepada permasalahan yang dialami pasien, keandalan penyampaian jasa sejak awal, ketepatan waktu pelayanan sesuai dengan janji yang diberikan keakuratan penanganan. c. Responsiveness (tanggung jawab) adalah keinginan untuk membantu dan menyediakan jasa yang dibutuhkan konsumen. Hal ini meliputi kejelasan informasi waktu penyampaian jasa, ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan administrasi, kesediaan pegawai dalam membantu konsumen, keluangan waktu pegawai dalam menanggapi permintaan pasien dengan cepat. d. Assurance (jaminan) adalah adanya jaminan bahwa jasa yang ditawarkan memberikan jaminan keamanan yang meliputi kemampuan SDM, rasa aman selama berurusan dengan karyawan, kesabaran karyawan, dukungan pimpinan terhadap staf. e. Empathy (empati) adalah berkaitan dengan memberikan perhatian penuh kepada konsumen yang meliputi perhatian kepada konsumen, perhatian staf secara pribadi kepada konsumen, pemahaman akan kebutuhan konsumen, perhatian terhadap kepentingan konsumen, kesesuaian waktu pelayanan dengan kebutuhan konsumen. Berdasarkan penelitian Wolf, et al (1998) didapatkan data bahwa rata-rata kepuasan pasien 94,86 (SD = 12,91), dengan ketentuan rentang skor 25 - 125. Penelitian ini menggunakan instrumen patient satisfaction instrument (PSI) dan
Universitas Sumatera Utara
didapatkan korelasi yang positif antara perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (n=335). Suatu penelitian yang dilakukan oleh Wolf, et al (2003) mendapatkan data bahwa rata-rata kepuasan pasien 105,67 (SD=2,26), dengan ketentuan rentang skor 25 - 125. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah patient satisfaction instrument (PSI). Pada penelitian ini juga didapatkan korelasi yang positif antara caring perawat dengan kepuasan pasien. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (n=73). Pada penelitian yang dilakukan oleh Palese, et al (2011) didapatkan data bahwa rata-rata kepuasan pasien 3,3 (SD=0.58), dengan ketentuan rentang skor 1 – 4. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah patient satisfaction scale (PSS). Pada penelitian ini juga didapatkan korelasi yang positif antara caring perawat dengan kepuasan pasien di enam negara di Eropa (Czech Republic r=0.27, Cyprus r=0.76, Finland r=0.71, Greece r=0.85, Hungary r=0.63, dan Italy r=0.45 (p<0.01) ). Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (n=1565). Berdasarkan penelitian Rafii, et al (2007) didapatkan data bahwa rata-rata kepuasan pasien 84,76 (SD=15,65), dengan ketentuan rentang skor 25 - 125. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah patient satisfaction instrument (PSI). Pada penelitian ini juga didapatkan korelasi yang positif antara caring perawat dengan kepuasan pasien (r=0.72, p<0.001). Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap (n=250).
Universitas Sumatera Utara
2.4. Landasan Teori Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan pasien merupakan nilai subyektif pasien terhadap pelayanan yang diberikan setelah membandingkan dari hasil pelayanan yang diberikan dengan harapannya. Kepuasan pasien pada penelitian ini didasari teori yang dikembangkan oleh Risser (1975). Perawat merupakan ujung tombak dari pelayanan kesehatan di rumah sakit, dan merupakan orang yang paling lama berinteraksi dengan pasien, sehingga dalam menjalankan praktik keperawatan perlu lebih memperhatikan perilaku caring perawat sebagai salah satu upaya untuk memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas yang pada akhirnya akan memberikan kepuasan kepada pasien. Perilaku Caring yang diharapkan dalam keperawatan adalah sebuah perilaku yang didasari oleh beberapa aspek diantaranya : pengetahuan, kepedulian, keterampilan, ketulusan hati, tanggung jawab, kepercayaan, mendengarkan, jujur, tepat waktu, spiritual. Perilaku caring yang diteliti pada penelitian ini adalah suatu tindakan yang didasari oleh kepedulian, kasih sayang, keterampilan, empati, tanggung jawab, sensitive, dan dukungan yang didasari oleh teori caring yang dikembangkan oleh Watson (1979). 2.5. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep adalah suatu visualisasi hubungan atau kaitan antara variabel yang satu dengan variabel yang lainnya (Notoadmodjo, 2010). Kerangka konsep pada penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan korelasi perilaku caring perawat dengan kepuasan pasien. Konsep kerja dari penelitian ini digambarkan sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara