2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat hidup dalam kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh mikroorganisme prokariotik adalah Cyanobacteria (Cyanophyceae), dan contoh mikroorganisme eukariotik adalah alga hijau (Chlorella) dan diatoms (Bacillariophyta). Mikroalga dapat ditemukan dihampir semua ekosistem di bumi, tidak hanya di perairan tetapi juga di daratan. Terdapat lebih dari 50.000 spesies akan tetapi hanya sekitar 30.000 saja yang sudah analisis dan dipelajari (Mata, et.al., 2010). Mikroalga Nannochloropsis sp. memiliki sel berwarna kehijauan, tidak motil, dan tidak berflagel. Selnya berbentuk bola, berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. Mikroalga dapat digunakan sebagai pakan untuk rotifer dan artemia. Nannochloropsis sp. memproduksi asam eicosapentanoic (EPA) (Barsanti dan Gualtieri, 2006). Nannochloropsis sp. memiliki satu atau lebih plastid berwarna hijau kuning yang mengandung klorofil a tidak mengandung klorofil c. Violaxanthin merupakan pigmen tambahan yang berfungsi membantu dalam penyerapan cahaya (Graham dan Wilcox, 2000). Nannochloropsis sp. merupakan alga yang hidup bebas, tidak berkoloni dan bersifat kosmopolitan yaitu dapat hidup dimanapun kecuali tempat yang sangat kritis bagi kehidupannya seperti gurun pasir dan salju abadi (Hirata, 1980 in Anonim, 2007).
3
4
Susunan klasifikasi Nannochloropsis sp. (Hibberd, 2000) adalah sebagai berikut: Domain: Eukaryota Kingdom: Chromista Filum: Ochrophyta Class: Eustigmatophyceae Genus: Nannochloropsis Spesies: Nannochloropsis sp.
Komposisi asam lemak dari Nannochloropsis sp. dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan seperti intensitas cahaya. Faktor tersebut juga mempengaruhi proses fotosintesis dan mempengaruhi sel asam lemak sintesis dan metabolismenya. Nannochloropsis sp. juga memiliki pigmen seperti astaxanthin dan canthaxanthin (Hu dan Gao, 2006). Chiu et al. (2008) dalam jurnalnya mengatakan bahwa mikroalga Nannochloropsis sp. Dapat tumbuh dengan baik dengan aerasi karbondioksida daripada aerasi biasa, kaitannya dengan pertumbuhan mikroalga dengan sumber karbon yang cukup tanpa pembatasan sumber karbon. Dibidang budidaya Nannochloropsis sp. banyak dimanfaatkan sebagai tambahan nutrisi untuk pakan larva ikan dan udang. Wujud fisik Nannochloropsis sp. ditunjukkan pada Gambar 1.
5
20µm
Gambar 1. Nannochloropsis sp. (CSIRO, 2009) 2.2 Kultivasi Mikroalga Ada banyak tingkat dari pertumbuhan alga bergantung pada volume kultivasi dan kepadatan alga. Asumsinya antara lain adalah, kumpulan alga ditempatkan pada wadah bervolume besar, dan wadah tersebut tersedia cukup karbondioksida (CO2) dan cahaya matahari untuk memicu pertumbuhan maksimum (Richmond, 2003). Mikroalga dapat dikultivasi dalam kondisi di bawah kondisi iklim yang biasa dan dapat memproduksi dalam jumlah besar dan menghasilkan produk yang komersial seperti lemak, minyak, gula dan senyawa bioaktif. Tujuan dari kultivasi mikroalga adalah meningkatkan kelimpahan sel dan laju pertumbuhan (Rocha et al.,2003). Menumbuhkan mikroalga dalam sebuah kultivasi, lingkungan atau kondisi diharapkan sesuai dengan kebutuhan organisme tersebut. Faktor-faktor lingkungannya seperti, suhu, cahaya dan mineral-mineral dapat mecukupi untuk digunakan oleh sel-sel mikroalga (Becker, 1994).
6
Pertumbuhan mikroalga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain nutrisi, suhu, karbondioksida, pH, dan salinitas. Nutrisi yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga terdiri dari makro dan mikro nutrien. Untuk makro nutrien terdiri dari C, H, N, P, K, S, Mg dan Ca, sedangkan untuk mikro nutrien antara lain Fe, Cu, Mn, Zn, Co, Mo, Bo, Vn dan Si. Dan yang menjadi faktor pembatas untuk mikroalga adalah N dan P. Suhu optimum untuk pertumbuhan mikroalga antara 20-24 °C, dan mikroalga masih dapat mentoleransi suhu antara 16-27 °C. Karbondioksida yang dibutuhkan untuk mikroalga akan digunakan dalam proses fotosintesis. Rata-rata pH untuk seluruh jenis mikroalga antara 7-9 dan pH optimum rata-rata adalah 8.2-8.7. Mikroalga laut memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan salinitas, sebagian besar mikroalga laut dapat tumbuh optimum pada kisaran salinitas 20-35 ‰. Manfaat dan nilai komersial mikroalga bagi kepentingan industri telah cukup lama dikenal. Sejak tahun 1940 penelitian dan pengembangan secara intensif telah dilakukan di beberapa negara, baik dalam skala laboratorium maupun lapang. Mikroorganisme fotosintetik ini telah dimanfaatkan dalam produksi biomassa, produksi energi, produksi berbagai produk bermanfaat, bioakumulasi senyawa tertentu serta berbagai proses biotransformasi. Produk-produk yang dihasilkan mikroalga sebagian besar bersifat ekstraselular, mulai dari metabolit sederhana hingga antibiotik kompleks, toksin, pigmen serta sejumlah produk bermanfaat lainnya (Trevan dan Mak, 1988 dalam Kurniawan dan Gunarto, 1999). Chisti (2007) mengatakan bahwa keuntungan biodiesel dari mikroalga adalah karena mikroalga mudah dikultivasi dan area untuk kultivasi yang tidak terlalu luas.
7
Mikroalga menjadi satu-satunya sumber dari biodiesel yang sangat potensial untuk menggantikan bahan bakar fosil, karena mikroalga berbeda dari tanaman penghasil minyak lainnya yaitu dapat tumbuh dengan cepat dan menjadi dua kali lipat lebih banyak dalam waktu 24 jam (Chisti, 2007).
2.3 Pemanfaatan Karbondioksida (CO2) oleh Mikroalga Karbondioksida merupakan senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon, berbentuk gas pada keadaan suhu dan tekanan standar dan berada di atmosfer bumi, karbondioksida adalah gas yang tidak berwarna dan berbau. Karbondioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuh-tumbuhan, fungi dan mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada proses fotosintesis. Oleh karena itu, karbondioksida merupakan komponen penting dalam kultivasi (Borowitzka, 1988). Siklus karbon di bumi adalah atmosfer dan perairan, terutama lautan. Laut mengandung karbon lima puluh kali lebih banyak daripada karbon di atmosfer. Perpindahan karbon dari atmosfer ke laut terjadi melalui proses difusi. Karbon yang terdapat di atmosfer dan perairan diubah menjadi karbon organik melalui proses fotosintesis, kemudian masuk kembali ke atmosfer melalui proses respirasi dan dekomposisi yang merupakan proses biologis mahluk hidup (Effendi, 2003). Siklus karbon di bumi ditunjukkan pada Gambar 2.
8
fotosintesis
respirasi
Reservoir CO2 Atmosfer Perairan/Laut kombinasi kimiawi
respirasi
fotosintesis
pembakaran, pelapukan, dan aktivitas vulkanik pembakaran
pembakaran
Batu bara, minyak bumi dan Batuan karbonat
Konsumen
Produsen organisme mati dan limbah
Dekomposer (Pengurai) Gambar 2. Siklus Karbon di Bumi (Effendi, 2003). Keseimbangan CO2 di atmosfer yaitu produksi primer kotor dan respirasi oleh biosfer daratan, dan pertukaran fisik antara atmosfer dan laut. Perubahan yang terus menerus ini kira-kira seimbang setiap tahun, tetapi ketidakseimbangannya dapat mempengaruhi konsentrasi CO2 di atmosfer secara signifikan dari tahun ke tahun. Panah yang tipis menandakan fluks alami tambahan yang cukup penting pada skala waktu yang lebih panjang (IPCC, 2001). Karbondioksida adalah hasil akhir dari organisme yang mendapatkan energi dari penguraian gula, lemak dan asam amino dengan oksigen sebagai bagian dari metabolisme dalam proses yang dikenal sebagai respirasi sel. Pada tumbuh-tumbuhan karbondioksida diserap dari atmosfer pada proses fotosintesis, dalam proses ini tumbuh-tumbuhan dapat mengurangi kadar karbondioksida di atmosfer dengan melakukan proses fotosintesis yang disebut juga dengan
9
asimilasi karbon dengan menggunakan energi cahaya untuk memproduksi materi organik dengan mengkombinasi karbondioksida dengan air. Di atmosfer kandungan karbondioksida semakin meningkat, oleh karena itu dibutuhkan solusi agar karbondioksida di atmosfer dapat digunakan kembali salah satunya untuk proses fotosintesis pada tumbuhan. Fiksasi biologi dari karbondioksida merupakan pilihan yang menarik, karena tumbuhan secara alami mengambil dan menggunakan karbondioksida sebagai bagian dari proses fotosintesis. Mikroalga laut merupakan calon yang sangat baik karena kemampuannya untuk berfotosintesis yang cukup tinggi dan mudah dikultur pada air laut dimana larutan karbondioksidanya cukup tinggi. Fiksasi karbondioksida oleh fotosintesis mikroalga dan konversi biomassa menjadi bahan bakar cair dianggap mudah dan tepat sebagai sirkulasi karbondioksida di bumi (Chiu et al., 2008). Menurut Benemann (1997), penggunaan karbondioksida pada kultivasi mikroalga memiliki beberapa keuntungan, seperti mikroalga tumbuh di air, lebih mudah diamati pertumbuhannya daripada tumbuhan tingkat tinggi, mikroalga dapat tumbuh sangat cepat dan mikroalga tidak membutuhkan tempat atau lahan yang sangat luas untuk tumbuh. Untuk organisme seperti mikroalga, karbondioksida merupakan faktor yang penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolism mikroalga (Hoshida, et al., 2005). Penggunaan karbondioksida pada kultivasi mikroalga juga dilakukan oleh Olaizola et al. (2004), dalam jurnalnya dikatakan bahwa mikroalga dapat menyerap karbondioksida pada kisaran pH dan konsentrasi gas karbondioksida yang berbeda. Efisiensi dari penyerapan karbondioksida oleh mikroalga
10
tergantung dari pH kultivasi tetapi tidak dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi gas. Bentuk karbondioksida di air bergantung pada pH, suhu dan konsentrasi nutrien. Pada sistem buffer yang buruk, sama halnya dengan kultivasi mikroalga, pengaruh karbondioksida atau bikarbonat oleh pertumbuhan mikroalga yang sangat cepat menyebabkan pergeseran kesetimbangan mengakibatkan peningkatan nilai pH oleh mikroalga pada media kultivasi. Brown dan Zeiler (1993) dalam Chiu et al. (2008) mengatakan gas rumah kaca meningkat secara drastis di atmosfer bumi sebagai akibat dari aktivitas manusia dan industrialisasi. Peningkatan konsentrasi gas rumah kaca menyebabkan peningkatan suhu di permukaan udara dan permukaan laut. Karbondioksida (CO2) merupakan gas rumah kaca, banyak percobaan fisika dan kimia untuk melihat kandungan karbon dioksida di atmosfer. Pendekatan biologi yang dilakukan, mikroalga dapat dengan efisien berfotosintesis daripada tanaman darat dan merupakan kandidat terpenting yang efisien untuk fiksasi karbon dioksida.