2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Kondisi umum lokasi penelitian Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa. Lokasinya berada antara 06°00’40” dan 05°54’40” Lintang Selatan dan 106°40’45” dan 109°01’19” Bujur Timur. Jumlah keseluruhan pulau yang ada di wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu mencapai 110 buah. Adapun komposisi pulau berdasarkan luas yaitu: a. 50 Pulau mempunyai luas kurang dari 5 Ha b. 26 Pulau mempunyai luas antara 5-10 Ha c. 24 Pulau mempunyai luas lebih dari 10 Ha Keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin monsoon yang secara garis besar dapat dibagi menjadi Angin Musim Barat (Desember-Maret) dan Angin Musim Timur (Juni-September). Musim Pancaroba terjadi antara bulan April-Mei dan Oktober-November. Kecepatan angin pada musim Barat bervariasi antara 7-20 knot/jam, yang umumnya bertiup dari Barat Daya sampai Barat Laut. Angin kencang dengan kecepatan 20 knot/jam biasanya terjadi antara bulan Desember-Februari. Pada musim Timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot/jam yang bertiup dari arah Timur sampai Tenggara. Musim hujan biasanya terjadi antara bulan November-April dengan hujan antara 10-20 hari/bulan. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari dan total curah hujan tahunan sekitar 1700 mm. Musim Kemarau terjadi Bulan Mei – Oktober dengan banyaknya hari hujan antara 4 – 10 hari per bulan, dan curah hujan terendah terjadi pada sekitar bulan Agustus. Sedangkan Musim Pancaroba terjadi Bulan April – Mei dan Oktober – November. Dalam hal ini cuaca buruk sering terjadi dalam bulan Desember – November, dan cuaca baik umumnya terjadi pada Bulan Juni – Oktober (Noor 2003). Tipe pasang surut (pasut) tahunan di Kepulauan Seribu adalah Pasut Harian Tunggal (Diurnal), dimana dalam satu hari bulan terdapat satu kali pasang dan satu kali surut dengan periode pasut selama 24 jam 50 menit (Setiyono 1996 in Djaelani 2009). Tinggi Gelombang di perairan Kepulauan Seribu secara umum berkisar antara 0,5 – 1,5 meter. Gelombang pada Musim Barat ketinggiannya antara 0,5 – 1,5
5 m, dan saat angin kencang ketinggian bisa mencapai lebih besar dari 1,5 m. Gelombang pada Musim Timur ketinggiannya antar 0,5 – 1,0 m. Gelombang pada Musim Pancaroba ketinggiannya dapat lebih rendah dari 0,5 m. Arus permukaan di perairan Kepulauan Seribu secara umum dipengaruhi oleh pola angin musim. Arus permukaan bergerak ke Timur pada Musim Barat, dan arus bergerak ke Barat pada Musim Timur. Sekitar bulan Oktober dan April arah arus tidak teratur. Dalam hal ini secara umum arus akibat pasang surut adalah tidak dominan. Kecepatan arus permukaan berkisar antara 0,05 – 0,12 m/detik (Dishidros 1998 in Mihardja & Pranowo 2001). Kawasan Kepulauan Seribu memiliki topografi datar hingga landai dengan ketinggian sekitar 0 – 2 meter d.p.l. Luas daratan dapat berubah oleh pasang surut dengan ketinggian pasang antara 1 – 1,5 m. Suhu permukaan di Kepulauan Seribu pada musim Barat berkisar antara 28,5°C - 30°C. Pada musim Timur suhu permukaan berkisar antara 28,5°C - 31°C. Salinitas permukaan berkisar antara 300/00 - 340/00 pada musim barat maupun pada musim timur (Dinas Perikanan dan Kelautan DKI Jakarta 1998 in Noor 2003).
2.2. Pengertian umum cetacean Cetacean merupakan istilah untuk golongan mamalia laut dengan Ordo Cetacea. Ordo Cetacea mempunyai tiga sub-ordo yaitu Archaeoceti, Mysticeti dan Odontoceti. Namun, sub-ordo Archaeoceti hanya berupa fosil atau sudah punah (Mead dan Gold 2002 in Hendrian 2007). Salah satu anggota dari sub-ordo Mysticeti adalah paus baleen, sedangkan anggota dari sub-ordo Odontoceti antara lain paus bergigi dan lumba-lumba (Jefferson et al.,1993). Sub-ordo Odontoceti ini memiliki gigi runcing yang digunakan untuk menangkap makanannya yang sebagian besar berupa ikan dan cumi-cumi (Webber dan Thurman 1991 in Hendrian 2007). Kata cetacean berasal dari bahasa latin cetus yang berarti “hewan laut yang besar” dan ketos yang berarti “monster laut” (Mead dan Gold 2002; Carwardine 1995 in Hendrian 2007). Sama seperti mamalia lain yang hidup di darat, cetacean juga berdarah panas, bernapas dengan paru-paru dan memiliki rambut, tangan atau kaki depan (yang telah termodifikasi menjadi sirip ventral atau flipper) serta ekor yang disebut dengan fluke (Webber dan Thurman 1991 in Hendrian 2007). Cetacean
6 beradaptasi sepenuhnya di lingkungan perairan, mereka makan, tidur, dan bereproduksi (vivipar) di dalam air. Sebagian besar cetacean hidup di air asin, dan hanya sedikit, seperti beberapa jenis lumba-lumba sungai (river dolphin), yang hidup di air tawar (Mead dan Gold 2002 in Hendrian 2007). Menurut Priyono (2001) terdapat 10 jenis lumba-lumba yang menyebar di Indonesia, antara lain lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus), lumba-lumba totol (Stenella attenuata), lumba-lumba paruh panjang (Stenella longirostris), lumba-lumba bergaris (Stenella coeruleoalba), lumba-lumba biasa (Delphinus delphis), lumba-lumba fraser (Lagenodelphis hosei), lumba-lumba putih cina (Sousa chinensis), lumba-lumba gigi kasar (Steno bredanensis), lumba-lumba abu-abu (Grampus griseus), dan pesut (Orcaella brevirostris).
2.3. Morfologi Cetacea Hewan-hewan dari ordo Cetacea adalah hewan menyusui yang sepanjang hidupnya ada di perairan dan telah melakukan berbagai adaptasi untuk kehidupan di lingkungan ini. Tubuhnya berbentuk seperti torpedo (streamline) tanpa sirip belakang. Sirip depannya mengecil dan memiliki sebuah ekor horizontal yang kuat untuk bergerak seperti baling-baling perahu. Lubang hidungnya (blowhole) berubah menjadi lubang peniup pada bagian atas kepalanya. Di belakang kepala terdapat lengan depan yang berbentuk seperti sirip tanpa jari dan lengan. Morfologi lumbalumba dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Morfologi lumba-lumba (Edward 1993 in Anshori 2004)
7 Kebanyakan mamalia memiliki lubang hidung yang menghadap ke depan, tetapi Cetacea memiliki lubang hidung diatas kepala. Lebih ke belakang, terdapat cekungan di samping kepala yang merupakan posisi dari kuping namun tidak terdapat daun telinga. Cetacea memiliki leher yang pendek, tidak fleksibel dan pergerakan kepala yang terbatas. Bentuk seperti ikan yang terdapat pada bagian tubuh Cetacea adalah sirip dorsal dan sirip ekor (fluks). Sirip dorsal berguna untuk kestabilan dan pengaturan panas tubuh. Pada beberapa spesies, sirip dorsalnya kecil atau bahkan tidak dijumpai sama sekali. Fluks horizontal terdapat di ujung ekor dan ditunjang hanya dibagian tengah oleh bagian akhir tulang ekor (tulang belakang), dan bagian lainnya terdiri dari jaringan non tulang. Menurut Reseck (1998), satu perbedaan mendasar antara ikan dan Cetacea adalah dari bentuk tubuh yaitu pada ekor, dimana ekor mamalia adalah horizontal dan ketika berenang bergerak keatas dan kebawah dan dikombinasikan dengan sedikit gerakan memutar, sedangkan pada ikan ekornya berbentuk vertikal dan bergerak dari sisi ke sisi ketika berenang. Cetacea termasuk kedalam golongan hewan berdarah panas, sebagian besar energi tubuhnya dihabiskan untuk menstabilkan suhu tubuhnya. Rambut atau bulu pada mamalia laut berkurang atau bahkan menghilang, Hal tersebut berhubungan dengan adaptasi mengurangi hambatan dalam pergerakan. Untuk kestabilan suhu, Cetacea memiliki lapisan lemak dibawah kulitnya. Lemak terdapat pula di bagian lain dari tubuh, dengan jumlah sekitar 50% dari berat tubuhnya. Lapisan lemak tersebut untuk mempertahankan o
o
kondisi tubuh tetap pada suhu 36 -37 C, walaupun hidup pada lingkungan dengan o
o
suhu kurang dari 25 C dan mungkin dibawah 10 C. Lumba-lumba hidup di dalam air dan berenang bergerombol. Lumba-lumba masuk ke dalam kelas satwa menyusui (mamalia). Lumba-lumba termasuk ke dalam Famili Delphinidae, yaitu famili yang besar dan bervariasi. Hampir sebagian besar dari famili ini memiliki kesamaan bila dilihat sepintas. Cara membedakan antarspesies dapat dilakukan dengan identifikasi (Ali 2006). Menurut Carwardine (1995), identifikasi lumba-lumba, paus, dan porpoise dapat dilakukan dengan melihat beberapa tanda atau ciri-ciri yang ada, antara lain: a. Ukuran tubuhnya b. Posisi, bentuk, dan warna sirip punggung (dorsal fin)
8 c. Bentuk tubuh, kepala, dan moncongnya d. Warna dan tanda yang ada di tubuhnya e. Karakteristik semburan air dari lubang hidung f. Bentuk ekor dan tanda-tandanya g. Breaching (gerakan meloncat dan menjatuhkan badan ke arah belakang) h. Jumlah kelompok yang diamati i.
Habitat utamanya (pantai, sungai, dan lain-lain)
j.
Lokasi geografis
k. Ciri-ciri lain yang tidak biasa.
2.4. Delphinus delphis (Short-Beaked Common Dolphin) Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa bentuk tubuh lumba-lumba ini ramping dengan moncong sedang sampai panjang serta sebuah sirip punggung yang agak tinggi dan agak membentuk sabit. Punggung berwarna abu-abu kecoklatan gelap, perut berwarna putih serta warna coklat kemerahan pada bagian depan sirip ventral dan melebar ke bawah hingga ke bagian bawah sirip punggung. Corak abu-abu terang terdapat pada batang ekor, moncongnya berwarna gelap dengan sebuah garis yang memenjang dari apexmelon (kening) hingga ke lingkar mata (Priyono, 2001). Dalam satu pod, biasanya lumba-lumba ini terdiri dari 20 – 30 individu sampai ratusan individu (Evans 1994 in www.environment.gov.au 2010). Menurut Priyono (2001), klasifikasi dari Delphinus delphis (Short-Beaked Common Dolphin) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Cetacea
Subordo
: Odontoceti (toothed whales)
Famili
: Delphinidae (oceanic dolphins)
Genus
: Delphinus
Spesies
: Delphinus delphis (Short-Beaked Common Dolphin) (Linneaus 1758)
9
Gambar 2. Delphinus delphis (Short-Beaked Common Dolphin) (Jefferson et al. 1993)
Berdasarkan organisasi CITES, lumba-lumba jenis ini masuk ke dalam Appendix II. IUCN mengkategorikan lumba-lumba ini sebagai Lower risk. Ukuran bayi lumba-lumba ini 80 – 85 cm, sedangkan lumba-lumba dewasa mencapai panjang 2,3 m – 2,6 m. Bobot tubuhnya mencapai 135 kg pada saat dewasa. Daerah penyebaran lumba-lumba ini berada di perairan tropis hingga subtropis. Makanan utama bagi jenis ini adalah ikan-ikan kecil dan cumi-cumi, khususnya schooling ikan dan cumi-cumi yang berada di zona epipelagik dan mesopelagik. Di beberapa lokasi, lumba-lumba ini makan pada malam hari dan memangsa hewan-hewan yang hidup pada lapisan bawah lalu bermigrasi ke permukaan pada siang harinya. Satwa ini aktif muncul ke udara dan bersuara tinggi. Di perairan Indonesia, lumba-lumba ini hampir dijumpai di seluruh perairan laut dari Selat Malaka hingga Irian Jaya (Priyono, 2001).
2.5. Pseudorca crassidens (False Killer Whale) Paus pembunuh palsu (Gambar 3) hampir seluruh tubuhnya berwarna hitam, mulai dari permukaan tubuh bagian dorsal, flippers (sirip pektoral), dan fluks (ekor). Bagian sisi kepala berwarna hitam keabu-abuan. Bagian ventralnya berwarna abuabu muda hingga putih mulai dari leher sampai bagian belakang flippers dan lubang genital. Pada bagian yang berwarna hitam, akan tampak guratan-guratan putih yang merupakan bekas gigitan Isistius brasiliensis (cookie-cutter shark) (Stacey et al. 1994).
10 Menurut Priyono (2001), klasifikasi dari Pseudorca crassidens (False Killer Whale) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Cetacea
Subordo
: Odontoceti (toothed whales)
Famili
: Delphinidae (oceanic dolphins)
Genus
: Pseudorca
Spesies
: Pseudorca crassidens (False Killer Whale) (Owen1846)
Gambar 3. Pseudorca crassidens (False Killer Whale) (www.fpir.noaa.gov)
Panjang maksimum yang dapat dicapai oleh paus pembunuh palsu ini adalah 5,96 m (betina) dan 5,09 m (jantan). Berat badannya dapat mencapai 1360 kg. daerah sebaran paus pembunuh palsu sangat luas, mulai dari perairan tropis, subtropis, dan perairan hangat (Davies 1963 in Stacey et al. 1994). Bayi paus pembunuh palsu biasanya berukuran 1,5 m – 2,1 m (Jefferson et al. 1993). Pada paus pembunuh palsu betina, kematangan organ reproduksi terjadi pada saat ukuran panjangnya mencapai 3,4 m – 3,8 m atau sekitar umur 8 – 11 tahun. Sedangkan pada jantan, kematangan organ reproduksi terjadi pada saat ukuran panjangnya mencapai 3,7 m – 4,6 m atau sekitar umur 8 – 14 tahun. Individu jantan dapat hidup hingga umur 57,5 tahun, sedangkan individu betina dapat mencapai 62,5 tahun. (Stacey et al. 1994). o
o
Paus pembunuh palsu menyukai perairan dengan kisaran suhu 9 – 38 C. Di perairan dekat pantai, spesies ini biasanya ditemukan pada daerah dimana terdapat ikan-ikan yang melimpah (Tomilin 1957 in Stacey et al. 1994). Dalam satu pod
11 (kumpulan) biasanya terdiri dari 10 – 60 individu. Makanan utama dari spesies ini adalah ikan dan cephalopoda. Namun, spesies ini terkadang memangsa cetacean lain. Paus pembunuh palsu merupakan perenang cepat. Biasanya paus pembunuh palsu berasosiasi dengan cetacean lain, paling sering terlihat bersama lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus). Berdasarkan CITES, paus pembunuh palsu masuk ke dalam kategori Appendix II. Organisasi IUCN mengkategorikan spesies ini sebagai Insufficiently known (belum banyak diketahui) (Jefferson et al. 1993).
2.6. Stenella longirostris (Spinner Dolphin) Lumba-lumba paruh panjang (Gambar 4) memiliki tubuh yang ramping dengan moncong yang panjang dan tipis. Sirip punggungnya tegak berbentuk sabit, hampir menyerupai segitiga. Pada lumba-lumba jantan dewasa terkadang sirip punggungnya miring ke depan sehingga nampak seolah-olah sedang bergerak ke arah belakang, dan batang ekor nampak sangat tebal. Terdapat garis gelap dari mata ke flipper, serta warna gelap pada bibir dan ujung moncong. Pola warna pada tubuh lumba-lumba ini ada 3 bagian, yaitu warna abu-abu gelap pada bagian punggung, abu-abu terang pada sisi tubuh dan warna putih pada perut (Priyono 2001). Penyebaran lumba-lumba moncong panjang ini meliputi perairan tropis dan subtropis. Di Indonesia, lumba-lumba ini terdapat hampir di seluruh perairan laut, terutama Laut Jawa, Sumatera, Pulau Lembata, Halmahera, Selat Sunda, Maluku hingga Irian Jaya (Priyono 2001). Makanan utama bagi lumba-lumba paruh panjang antara lain, ikan-ikan mesopelagis kecil, cumi-cumi, dan udang. Di Asia Tenggara, Spinner Dolphin mencari makan di sekitar terumbu karang dan memakan ikan-ikan di dasar perairan yang dangkal (Perrin 1998). Lumba-lumba yang baru lahir panjangnya 75 -80 cm, sedangkan ukuran panjang untuk lumba-lumba dewasa berkisar antara 2 – 2,4 m. Berat tubuh dewasa mencapai 77 kg. Kematangan seksual bagi spesies ini dicapai pada saat panjang tubuhnya berkisar antara 1,29 – 2,35 m, dengan berat tubuh sekitar 23 - 78 kg (Priyono 2001).
12 Menurut Priyono (2001), klasifikasi dari Stenella longirostris (Spinner Dolphin) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Cetacea
Subordo
: Odontoceti (toothed whales)
Famili
: Delphinidae (oceanic dolphins)
Genus
: Stenella
Spesies
: Stenella longirostris (Spinner Dolphin) (Gray 1828)
Gambar 4. Stenella longirostris (Spinner Dolphin) (Jefferson et al. 1993)
Lumba-lumba ini disebut Spinner dolphin karena perilakunya berlompatan dari permukaan air dan berputar sebelum kembali jatuh ke dalam air (Priyono 2001). Tingkah laku tersebut dilakukan sebagai bentuk komunikasi dan petunjuk bagi anggota kelompoknya jika ada salah satu anggota kelompok yang tersesat. Tingkah laku ini juga bertujuan untuk menghilangkan parasit di tubuh (Perrin 1998). Berdasarkan organisasi CITES, spesies ini tergolong ke dalam Appendix II. Organisasi IUCN mengklasifikasikannya sebagai Lower Risk (resiko rendah) (Ross 2006).
2.7. Tursiops truncatus (Bottlenose Dolphin) Lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus) adalah jenis ordo Cetacea kecil yang paling dikenal karena menghuni perairan pantai dan sering dipergunakan
13 dalam pentas satwa, Ciri-ciri lumba-lumba hidung botol (Gambar 5) yaitu tubuhnya relatif tegak dengan moncong yang pendek. Sirip punggungnya tinggi dan berujung agak bengkok seperti bulan sabit serta muncul dari pertengahan punggung. Pada bagian punggung berwarna abu-abu terang hingga agak hitam dan kadang berbintik. Terdapat garis gelap dari mata hingga ke flipper. Pada bagian muka dan dari apex melon ke lubang hidung berwarna abu-abu (Priyono 2001). Menurut Priyono (2001), klasifikasi dari Tursiops truncatus (Bottlenose Dolphin) adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Mammalia
Ordo
: Cetacea
Subordo
: Odontoceti (toothed whales)
Famili
: Delphinidae (oceanic dolphins)
Genus
: Tursiops
Spesies
: Tursiops truncatus (Bottlenose Dolphin) (Montagus 1821)
Gambar 5. Tursiops truncatus (Bottlenose Dolphin) (Jefferson et al. 1993)
Ukuran tubuhnya 1,9 – 3,8 m pada saat dewasa, dimana ukuran lumba-lumba jantan lebih besar dari betina. Sedangkan, pada saat bayi panjangnya berkisar antara 1 – 1,3 m. Bobot tubuhnya mencapai 650 kg. Lumba-lumba hidung botol melakukan perkawinan pada musim semi atau musim panas. Periode gestasinya berkisar antara 10 – 12 bulan. Bayi yang baru lahir diasuh oleh induknya selama kurang lebih enam bulan. Lumba-lumba ini sering memukul-mukul air dengan ekornya, berlompatan dan membentuk formasi di udara. Selain itu, tingkah laku yang unik lainnya juga
14 ditunjukkan oleh spesies ini, dimana mereka siaga untuk menolong anggota kelompoknya yang terluka atau sakit. Biasanya, dua ekor lumba-lumba menopang lumba-lumba lain yang sedang sakit atau lemah ke permukaan air agar lumba-lumba tersebut dapat bernafas (Grzimek 1975). Berdasarkan organisasi CITES, spesies ini tergolong ke dalam Appendix II. Sedangkan organisasi IUCN mengklasifikasikannya sebagai Insufficiently known (belum banyak diketahui) (Ross 2006). Daerah penyebaran lumba-lumba hidung botol terutama di perairan pantai dan lepas pantai di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia, lumba-lumba ini dijumpai di Laut Cina Selatan, Laut Sawu, Selat Sunda, Pulau Bangka, Selat Malaka, Halmahera, Pulau Seram, Laut Jawa, dan Laut Arafura (Priyono 2001).
2.8. Tingkah laku Cetacea Mamalia laut melakukan berbagai macam gerakan dan tingkah laku yang berhubungan dengan kehidupannya. Lumba-lumba terkadang melakukan gerakan melompat ke udara dan menjatuhkan tubuhnya kembali ke air. Gerakan ini biasa disebut aerial. Gerakan menghindar dari kapal (avoidance) juga sering dilakukan lumba-lumba karena biasanya kapal motor mengeluarkan suara yang bising (Carwardine 1995). Ada beberapa bentuk tingkah laku yang sering diperlihatkan oleh Cetacea di atas permukaan air, diantaranya: 1. Breaching Tingkah laku ini terjadi ketika lumba-lumba atau paus meloncat keluar dari air dan menjatuhkan dirinya di atas permukaan air (Gambar 6) (Ayers 2001 in Anshori 2004). Menurut Carwardine (1995), dalam kebiasaan melakukan breaching ini, Cetacea seringkali menjatuhkan dirinya dengan posisi kepala terlebih dahulu.
Gambar 6. Tingkah laku breaching (Ayers 2001 in Anshori 2004)
15 Breaching dilakukan sebagai salah satu tingkah laku cetacea digunakan untuk menghilangkan parasit yang menempel di tubuh mereka, selain itu juga dilakukan untuk menggiring ikan sewaktu mereka makan dan juga sebagai salah satu bentuk komunikasi. Tingkah laku tersebut juga dilakukan sebagai petunjuk bagi anggota kelompoknya jika ada salah satu anggota kelompok yang tersesat (Perrin 1998). 2. Bowriding Perahu menciptakan ombak bertekanan kuat ketika perahu bergerak maju. Cetacean berukuran kecil, terutama lumba-lumba, sering berenang di dalam gelombang pada bagian haluan dari kapal yang sedang melaju. Lumba-lumba juga kadang melakukan" bowride" di dalam ombak yang besar yang diciptakan oleh ikan paus yang berukuran lebih besar (Gambar 7). Penjelasan untuk perilaku ini adalah bahwa cetacean melakukan bowriding hanya untuk kesenangan (Ayers 2001 in Anshori 2004).
Gambar 7. Tingkah laku bowriding (Ayers 2001 in Anshori 2004)
3. Spyhopping Spyhop adalah gerakan memunculkan kepala ke permukaan air (Gambar 8). Gerakan ini berfungsi untuk mengamati keadaan disekitarnya karena jarak pandang di udara lebih jauh dibandingkan di dalam air (Carwardine 1995). Tingkah laku ini sering dilakukan oleh paus, dengan memunculkan dirinya secara tegak lurus dengan perlahan kepermukaan air, sampai mata hewan ini berada dipermukaan air seluruhnya. Setelah beberapa saat paus tenggelam kembali, sampai saat ini belum diketahui dengan pasti mengapa paus melakukan salah satu tingkah laku tersebut, tetapi dimungkinkan paus melakukan hal tersebut untuk melihat keadaan sekitarnya (Ayers 2001 in Anshori 2004).
16
Gambar 8. Tingkah laku spyhopping (Ayers 2001 in Anshori 2004)
4. Lobtailing Cetacea sewaktu sedang diamati sering kali melakukan hal ini, mereka mengangkat ekornya (fluke) keatas permukaan air dan menjatuhkannya keras-keras diatas permukaan air laut (Gambar 9). Diduga hal ini berkaitan dengan agresifitas lumba-lumba dan paus dengan salah satu cara berkomunikasi (Carwadine 1995).
Gambar 9. Tingkah laku lobtailing (Ayers 2001 in Anshori 2004)
5. Logging Tingkah laku ini dilakukan sewaktu paus atau lumba-lumba beristirahat di permukaan air tanpa melakukan pergerakan. Keadaan diam ini menggambarkan seperti kayu gelondongan (log) yang mengapung (Gambar 10). Jenis paus sperma sering melakukan hal ini. Cetacea melakukan hal tersebut guna beristirahat setelah melakukan penyelaman yang dalam dan lama (Ayers 2001 in Anshori 2004).
17
Gambar 10. Tingkah laku logging (Carwardine 1995 in Setiawan 2004)
Menurut Karczmarski dan Cockcroft (1999) in Karczmarski et al. (2000) tingkah laku lumba-lumba dapat dikelompokkan menjadi empat, antara lain: 1. Foraging/feeding yaitu perilaku berupa menyelam dengan arah tak tentu di satu lokasi, muncul ke permukaan dan bernafas berkali-kali, mengejar ikan, dan memakannya. 2. Travelling yaitu melakukan renang ke arah tertentu dan melakukan penyelaman secara berkelompok, muncul ke permukaan air, dan mengejar ikan secara berkelompok. 3. Resting yaitu perilaku istirahat, terkadang terlihat mengapung, jarang muncul ke permukaan, dan sesekali melakukan renang secara pelan. 4. Socializing dan playing yaitu perilaku agresif seperti melompat keluar air, berenang di gelombang pada daerah selancar, dan renang secara cepat dengan merubah arah tujuan atau sering bersentuhan tubuh dengan lumba-lumba lain.
2.9. Makanan dan cara makan Cetacea Weber dan Thurman (1991) in Setiawan 2004 mengatakan bahwa lumbalumba kebanyakan pemakan ikan, walaupun mereka juga memakan cumi-cumi. Mereka memangsa bermacam-macam ikan dengan giginya dan menelannya bulatbulat. Lumba-lumba kecil makanan utamanya ikan-ikan kecil dan cumi-cumi yang berada di zona epipelagik di perairan laut terbuka, beberapa spesies makanannya adalah ikan dasar di perairan dangkal dekat pantai, teluk dan sungai. Menurut Shane (1990) in Setiawan (2004) lumba-lumba memiliki cara makan sebagai berikut :
18 1. Bottom feeding : lumba-lumba, sendiri atau pada saat bebas atau pada saat menyebar luas biasanya menyelam dengan batang ekor atau ujung ekor diangkat ke atas, kadang-kadang lumpur teraduk ke atas; 2. Against current feeding : lumba-lumba kadang-kadang melawan arus pasang surut yang kuat dan tetap berada di satu tempat kecuali sedang menangkap dan mengejar ikan, paling sering berada di permukaan; 3. Horizontal circle feeding : lumba-lumba sering berenang membentuk lingkaran hanya di bawah permukaan dengan dua cara. Pertama, lumba-lumba berenang cepat di sisi lingkaran dengan tubuh membongkok ke depan, lebih seperti kucing mengejar ekornya. Kedua, lumba-lumba berada pada posisi yang hampir vertikal di kolom perairan dengan kepala ke atas, kemudian lumba-lumba itu akan memutar kepalanya atau sangat jarang seluruh tubuhnya akan berputar 360 derajat membentuk busur sehingga satu atau beberapa ikan kecil akan lari ke lingkaran dipinggir mulut lumba-lumba dibawah permukaan; 4. Edge feeding : Lumba-lumba berenang sepanjang batas penghalang pasir (sand bar), penghalang tiram (oyster bar) di bawah permukaan air (submerged bar), kanal dan garis pantai mangrove untuk mencari makan; 5. Cara makan dengan menyerbu (feeding rush) ini terlihat pada cara makan di tepi air. Lumba-lumba akan meningkatkan kecepatannya secara tiba-tiba sejauh 1020 meter kearah garis pantai. Sebelum mencapai pantai, lumba-lumba akan bersandar pada salah satu sisi dan berputar atau membuat tikungan tajam ke bawah untuk menangkap mangsanya; 6. Fish kicking atau menendang ikan adalah cara makan yang paling unik. Lumbalumba menggunakan ujung atau batang ekornya untuk menendang ikan yang berada di dekat permukaan air ke udara. Fish kicking biasanya dilakukan oleh seekor lumba-lumba yang berenang ke arah schooling ikan; 7. Sebelum membawa mangsanya ke bawah, lumba-lumba mengosongkan permukaan air dari mangsanya dengan cara menghentakkan ekornya ke permukaan. Hal ini menyebabkan hisapan ke bawah yang kemudian diikuti dengan feeding circles dan feeding rush;
19 8. Pada beberapa kesempatan lumba-lumba diam di permukaan lalu melambung ke atas dan ke bawah atau menggerakkan badannya dengan kepala di bawah seperti memainkan sesuatu.
2.10. Migrasi Cetacea Musim sangat mempengaruhi migrasi semua makhluk hidup, termasuk cetacean. Musim panas yang panjang di lintang yang tinggi dapat mencairkan es di kutub. Hal ini mengakibatkan populasi fitoplankton berkembang dengan pesat. Fitoplankton inilah yang dimakan oleh krill, copepod, dan zooplankton lainnya. Organisme-organisme tersebut selanjutnya dimakan oleh burung-burung laut, anjing laut, cumi-cumi, ikan-ikan, dan paus. Pada saat ini, cetacean banyak ditemukan di daerah lintang tinggi (Setiawan 2004). Saat
musim
dingin,
lautan di
kutub
kembali
membeku
sehingga
produktivitasnya menurun. Hal tersebut menyebabkan cetacean bermigrasi ke perairan tropis yang lebih hangat dan memiliki produktivitas yang tinggi. selain itu, cetacean melakukan migrasi untuk bereproduksi. Untuk lumba-lumba, migrasi musiman untuk bereproduksi menuju ke daerah pantai yang dangkal dan terlindung. Pada beberapa cetacean, migrasi dilakukan untuk menghindari predator yang akan memangsanya (Carwardine et al. 1997 in Setiawan 2004).
2.11. Adaptasi Cetacea 2.11.1 Daya apung Cetacea sebagai salah satu mammalia laut beradaptasi terhadap daya apung dengan menyimpan lipida (lemak dan minyak), biasanya terdapat sebagai lapisan lemak tepat dibawah kulitnya. Fungsinya bukan saja untuk menjaga daya apung, tetapi juga sebagai isolasi untuk mencegah kehilangan panas (Nybakken 1992).
2.11.2 Ekholokasi (penentuan jarak dengan gema) Peranan suara penting bagi mammalia laut, karena suara merambat dalam air lima kali lebih cepat daripada di udara dan mempunyai kisaran komunikasi yang lebih luas daripada pengelihatan (Nybakken 1992). Gelombang suara pada
20 ekholokasi atau sonar dikeluarkan dari sumber ke arah tertentu. Jika membentur benda, maka gelombang itu akan terpantul dan kembali ke sumbernya. Interval waktu saat suara pertama kali dikeluarkan dan pergerakannya menuju sasaran serta kembalinya setelah terpantul merupakan ukuran jarak antara sumber dan benda. Dengan berubahnya jarak, waktu echo kembali juga berubah. Pengeluaran gelombang suara secara terus-menerus dan evaluasi sensorik dari gelombang yang terpantul selagi berenang merupakan cara hewan tersebut untuk memeriksa benda yang ada disekitarnya dengan mengetahui jarak benda itu, hewan tersebut dapat menjauhinya (predator) atau mendekatinya (sumber makanan) (Nybakken 1992). Suara dengan frekuensi rendah digunakan hewan yang berekholokasi untuk menempatkan dirinya dalam badan air sesuai dengan benda-benda yang ada di sekitarnya. Namun suara dengan frekuensi rendah tidak memberikan informasi mengenai bentuk benda itu. Untuk mendapatkan informasi ini, diperlukan suara dengan frekuensi lebih tinggi yang memantul dari benda dan memberikan perincian lebih lanjut. Oleh karena itu, kebanyakan hewan laut yang mempunyai kemampuan ekolokasi yang berkembang dengan baik juga mempunyai kemampuan mengubah frekuensi suara yang dihasilkan (Nybakken 1992). Lumba-lumba mempunyai dahi bulat dan menonjol. Behubungan dengan hal ini, terdapat lubang nasal eksternal atau lubang udara dibagian punggung. Di bagian dalam, satu seri kantung udara yang kompleks berhubungan dengan saluran nasal mulai dari lubang udara sampai ke paru-paru. Dahi yang bulat disebabkan oleh satu struktur besar yang berisi lemak terletak disebelah dalam yang dinamakan melon (Nybakken 1992). Suara dihasilkan oleh lumba-lumba melalui pergerakan udara yang melewati seluruh nasal dan kantung udara yang berhubungan. Otot-otot khusus pada saluran nasal dan kantung udara membuat saluran ini dapat berubah-ubah bentuk dan volumenya sehingga dapat mengubah frekuensi suara. Melon yang berlemak digunakan sebagai lensa akustik untuk memfokus, sehingga hewan ini dapat mengenali benda dengan suara yang berfrekuensi tinggi. Pembidikan juga didukung oleh tulang-tulang pada tengkorak yang berbentuk khas pada paus begigi ini. Penerimaan gelombang yang terpantul berpusat pada tulang dan lemak yang terletak di rahang bawah dan di telinga dalam (Nybakken 1992).