5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Situ Situ adalah salah satu bentuk ekosistem perairan tergenang yang berukuran kecil dan bersalinitas rendah atau tawar. Istilah situ biasanya digunakan oleh masyarakat Jawa Barat untuk sebutan danau kecil (Puspita et al.
2005).
Situ
merupakan suatu wadah atau genangan air di atas permukaan tanah yang terbentuk secara alami maupun buatan, dimana airnya berasal dari air tanah atau air permukaan sebagai siklus hidrologis yang potensial serta keberadaannya harus tetap dijaga (Alkadri & Suhandojo 1999). Situ merupakan perairan tergenang yang proses terbentuknya terdiri dari dua macam yaitu secara alami dan secara buatan. Secara umum situ memiliki tiga nilai manfaat yaitu nilai ekologis, ekonomis, dan sosial budaya. Nilai manfaat ekologis dari situ adalah sebagai habitat dari berbagai jenis flora dan fauna, pengatur hidrologis, dan penjaga sistem serta proses alami yang terjadi di alam. Nilai manfaat ekonomis dari situ adalah penghasil sumberdaya alam, energi, sumber air, sarana wisata, serta olahraga. Nilai manfaat sosial budaya dari situ adalah situ merupakan sarana bagi pengembangan pola kehidupan, kebudayaan, serta sebagai penentu sumber mata pencarian masyarakat sekitar (Puspita et al. 2005).
2.2. Situ Gede Situ Gede merupakan salah satu situ yang terletak di sekitar kampus Institut Pertanian Bogor–Darmaga. Letaknya adalah ± 8 km dari Kota Bogor ke arah barat dengan ketinggian 210 meter dari pemukaan laut. Secara administratif, Situ Gede terletak di Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Batas wilayah sebelah utara Situ Gede adalah kawasan hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, sebelah barat dan selatan adalah kawasan pemukiman penduduk, dan sebelah timur adalah kolam warga (Kelurahan Situ Gede 2010). Saat ini Situ Gede dimanfaatkan sebagai sumber air irigasi dan masyarakat di Desa Situ Gede dan Desa Cikarawang, pengendali banjir, habitat berbagai jenis biota, lokasi penelitian, daerah resapan air, dan lokasi wisata. Terkait dengan
6
kegiatan wisata, macam kegiatan yang saat ini telah dikembangkan di Situ Gede adalah rekreasi memancing, bersepeda air, dan duduk santai. Sebelum dikembangkan sebagai kawasan wisata air, Situ Gede terkenal dengan ritual kegiatan "Bongkar Setu". Ritual ini merupakan kegiatan tahunan yang diadakan setahun sekali menjelang bulan ramadhan. Kegiatannya berupa pemanenan ikan secara massal yang diikuti oleh penduduk sekitar Situ Gede dengan cara menebarkan jala.
Namun sejak dikeluarkannya surat Keputusan
Kepala Kelurahan Situ Gede Nomor 147.3/04/KEP/IV/2007 mengenai penetapan Situ Gede sebagai kawasan wisata air dan menyetujui adanya pembentukan tim pengelola, ritual "Bongkar Setu" mulai ditiadakan dan diganti dengan pengelolaan wisata air yang lebih intensif seperti dijalankannya usaha sepeda air. Lahan di sekitar kawasan ekosistem perairan Situ Gede dimanfaatkan untuk permukiman penduduk, kawasan hutan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan, lokasi perkebunan, lokasi persawahan, dan kolam ikan (Kelurahan Situ Gede 2010).
2.3. Karakteristik Umum Situ Sebagai ekosistem perairan tergenang, situ memiliki keadaan yang heterogen baik secara fisik, kimia, maupun biologi (Horne & Goldman 1994). Menurut Holeck (2007), hal penting dari suatu ekosistem seperti situ adalah adanya keberadaan hubungan antara kondisi fisika (seperti kecerahan perairan), kimia (seperti phosphor), dan biologi (seperti ukuran plankton). Terdapat empat aspek yang berkaitan dengan perairan situ. Aspek tersebut adalah ketersediaan cahaya, ketersediaan nutrien, struktur perairan, dan keseimbangan antara aspek-aspek tersebut dengan komunitas di dalam perairan (Moss 1988). Keragaman fisik dari situ biasanya dapat dilihat dari tingkat penetrasi cahaya dan suhu. Keragaman kimianya dapat dilihat dari nutrien, ion utama, dan kontaminan yang ada pada situ. Keragaman biologi dapat dilihat dari struktur komunitas serta fungsinya yang dihadapkan dengan variabel dinamika populasi seperti biomassa, jumlah populasi, dan laju pertumbuhan organisme. Keberadaan organisme pada situ akan tergantung pada keadaan fisik dan kimianya (Horne & Goldman 1994). Suatu ekosistem perairan akan berdampak terhadap dua hal. Hal pertama yaitu melalui keadaan fisik, maka akan menjadi suatu media bagi
7
organisme di dalamnya untuk melakukan proses kehidupan. Hal kedua adalah melalui keadaan kimia, maka akan dapat menyediakan nutrisi untuk memproduksi bahan organik dari bahan anorganik oleh organisme produsen primer (Ruttner (1963). Terdapat banyak parameter fisik penting dari suatu situ.
Parameter
tersebut antara lain tekanan air, kekentalan air, aliran pergerakan air, keberadaan cahaya, turbiditas, temperatur, dan warna perairan (Welch 1952). Parameter fisik yang terpenting pada situ adalah ketersediaan cahaya, temperatur, dan keberadaan arus yang disebabkan oleh angin.
Ketersediaan cahaya pada kolom perairan
merupakan faktor utama dalam mengontrol temperatur dan proses fotosintesis yang terjadi di dalam situ (Horne & Goldman 1994). Intesitas cahaya yang masuk ke dalam perairan situ akan bervariasi. Hal ini tergantung kepada keadaan musiman yang terjadi akibat penutupan awan. Seiring dengan peningkatan kedalaman, maka tingkat intesitas cahaya yang tersedia pada kolom perairan situ juga akan semakin berkurang (Horne & Goldman 1994). Dari proses fotosintesis pada perairan situ, maka akan menjamin keberlangsungan jejaring makanan di dalam situ dan ketersediaan kandungan oksigen di dalamnya. Organisme yang mampu melakukan fotosintesis pada perairan situ terdiri dari alga yang berada di dalam air (fitoplankton), alga yang menempel di suatu permukaan (perifiton), dan tumbuhan akuatik vaskular (makrophyta). Secara kimiawi, situ akan memiliki molekul dan ion yang berasal dari tanah di daratan sekitar situ, atmosfer, dan dasar perairan situ. Aktivitas manusia juga akan mempengaruhi keadaan kimiawi pada situ. Masukan limbah akibat kegiatan rumah tangga, kegiatan pertanian, limpasan tanah, dan banjir akan menambahkan mikronutrien di situ seperti nitrogen dan phosphor. Keadaan lingkungan situ khususnya secara kimia pada akhirnya akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh organisme akuatik (Horne & Goldman 1994). Terdapat banyak parameter kimiawi penting dari suatu situ. Parameter tersebut adalah keberadaan gas terlarut seperti oksigen, padatan terlarut, dan bahan organik terlarut (Welch 1952),. Keberadaan organisme pada situ akan membentuk suatu komunitas biologi yang berkaitan erat dengan struktur fisik dari situ. Struktur fisik pada perairan situ inilah yang disebut sebagai zonasi. Zona pertama pada perairan situ adalah zona litoral. Zona ini merupakan zona yang memiliki penetrasi cahaya yang memadai
8
dan terdapat banyak sedimen sehingga merupakan tempat hidup dari berbagai organisme akuatik seperti tumbuhan air, alga, invertebrata, ikan, dan organisme lainnya.
Zona kedua adalah zona limnetik.
Merupakan zona terbuka dan
penetrasi cahaya mulai terbatas sehingga tidak semua kolom perairan pada situ akan memiliki intesitas cahaya yang sama. Organisme yang paling melimpah pada zona limnetik adalah invertebrata (benthos) seperti Dipteran atau Crustacea kecil. Secara umum, organisme yang sering berada pada situ adalah ikan, amphibian, plankton, benthos, tumbuhan air, bakteri, dan fungi (Horne & Goldman 1994). Menurut Odum (1993), terdapat empat kelompok penyusun utama dari perairan tawar termasuk situ. Empat kelompok tersebut adalah moluska, serangga air, udang-udangan, dan ikan. Kenyataannya banyak faktor yang akan mempengaruhi keberadaan dari organisme di suatu situ. Hal tersebut antara lain adalah keberadaan sumberdaya makanan, kestabilan lingkungan biotik dan abiotik karena adanya asosiasi geografi dan temporal, tekanan akibat pertumbuhan jumlah individu, dan kemampuan suatu individu untuk bereproduksi terhadap keadaan lingkungan situ yang mengalami perubahan (Horne & Goldman 1994). Semua hal di atas dapat diduga secara kualitatif dengan mengetahui keadaan lingkungan seperti kualitas air, iklim, dan komponen fisik habitat seperti suhu, struktur perairan situ, aliran air, dan batas toleransi lingkungan terhadap seberapa besar jumlah organisme di dalamnya (Orr & Fisher 1993).
2.4. Biota yang Hidup di Lingkungan Situ Pada perairan situ juga terdapat struktur komunitas dari organisme akuatik. Organisme akuatik tersebut dapat disebut sebagai biota.
Biota yang
hidup di lingkungan situ tidak hanya terdapat pada dasar situ saja namun juga pada bagian permukaan situ.
2.4.1. Plankton Plankton adalah organisme yang melayang bebas di perairan, atau organisme motil baik tumbuhan (fitoplankton) maupun hewan (zooplankton), yang pergerakannya dipengaruhi oleh aliran air. Kebanyakan plankton adalah
9
organisme mikroskopik, meskipun untuk sebagian jenis dapat dilihat oleh mata secara langsung (Kendeigh 1961). Plankton adalah organisme mengapung yang pergerakannya kira-kira tergantung pada arus (Odum 1993). Menurut Prihantini et al. (2008), terdapat genus atau spesies yang sering ditemukan pada perairan situ. Genus atau spesies tersebut merupakan anggota dari lima divisi mikroalga yaitu Chromophyta dari Kelas Bacillariophyceae atau Diatom (7 genus atau spesies), Chlorophyta (22 genus atau spesies), Cyanobacteria atau Cyanophyta (14 genus atau spesies), Euglenophyta (3 genus atau spesies), dan Dinophyta (1 genus atau spesies). Terdapat sepuluh jenis genus atau spesies yang sering ditemukan pada perairan situ.
Jenis genus atau spesies tersebut adalah Chlorophyceae,
Charophyceae, Euglenophyceae, Cryptophyceae, Dinophyceae, Xanthophyceae, Chrysophyceae, Bacillariophyceae, Myxophycecae, dan Rhodophyceae (Welch 1952). Peranan plankton bagi perairan situ diantaranya adalah sebagai primary producer (fitoplankton), primary consumer (zooplankton), dan sebagai dasar terbentuknya rantai makanan di suatu perairan (Simcic 2005)
2.4.2. Perifiton Perifiton sering disebut juga aufwuchs. Perifiton adalah organisme baik tumbuhan atau binatang yang berada atau menempel pada permukaan yang menonjol dari dasar dan daun dari tumbuhan yang berakar (Odum 1993). Jenis perifiton yang sering ditemukan biasanya adalah alga biru–hijau, alga hijau, dan Diatom (Weitzel 1979). Perifiton memiliki beberapa peranan bagi perairan situ. Peranan tersebut secara umum tidak berbeda jauh dengan peranan plankton bagi perairan yaitu berperan sebagai produsen primer sehingga menjadi dasar untuk terbentuknya rantai makanan di perairan (Larnet & Scott 2000).
2.4.3. Benthos Benthos adalah organisme yang menempel pada dasar perairan (Kendeigh 1961). Benthos adalah organisme yang melekat atau beristirahat pada dasar atau hidup di dasar endapan. Kelimpahan benthos pada suatu perairan ditentukan oleh keadaan alami dasar perairan dan vegetasi yang ada (Odum 1993). Benthos yang
10
sering ditemukan pada perairan situ adalah Protozoa, Hydra, Rhabdocoela, Nematoda, Rotaria, Gastrotricha, Oligochaeta, Cladocera, Copepoda, Ostracoda, Acarina, Tardigrada, dan beberapa jenis Moluska (Kendeigh 1961).
Benthos
memiliki peranan sebagai bioindikator terhadap perubahan lingkungan dan makanan bagi jenis nekton tertentu.
2.4.4. Nekton Nekton merupakan hewan yang berukuran besar dan pergerakannya tidak dipengaruhi oleh aliran air. Nekton yang dapat ditemukan pada perairan situ sangatlah beragam. Nekton dapat bersifat karnivora, herbivora, atau omnivora. Makanan dari nekton dapat berupa invertebrata, tumbuhan air, telur nekton lain, atau organisme nekton lainnya.
Cypriniformes, Siluriformes, Perciformes, dan
Anguiliformes merupakan ordo dari nekton yang sering ditemukan pada perairan tawar termasuk situ (Moss 1988). Nekton terbagi menjadi tiga kelompok besar berdasarkan jenis makanannya.
Kelompok nekton tersebut adalah nekton
Planktivorous, Benthivorous, dan Piscivorous (Lammens 1999).
Sari (2009)
menyatakan bahwa di dalam ekosistem perairan Situ Gede terdapat nekton jenis Sapu-sapu, Nila, Nilem, Tawes, Lele, Mas, Patin, Gabus, Betutu, dan Betok.
2.4.5. Tumbuhan air Tumbuhan air sering disebut sebagai makrofita. Tumbuhan air memiliki peran penting bagi organisme lain. Sebagai contoh adalah tumbuhan air mampu menyediakan habitat bagi ikan dan invetebrata. Keanekaragaman dari tumbuhan air sangat berhubungan erat dengan latitude suatu wilayah dan tekanan biodiversitas seperti tekanan akibat kegiatan manusia.
Tumbuhan air tingkat
tinggi di suatu perairan situ terdiri dari Bryophyta, Pteriodophyta, dan Spermatophyta (Welch 1952). Terdapat empat kelompok besar dari tumbuhan air yaitu Hydrophyta, Helophyta, tumbuhan di pinggiran, dan lumut-lumutan (Heino & Toivonen 2008).
Terdapat empat karakter spesies dari tumbuhan air yaitu
tumbuhan air mengapung, terendam, terendam sebagian, dan mencuat (Kendeigh (1961). Tumbuhan air di suatu perairan juga berperan sebagai penghasil oksigen, tempat melekatnya perifiton, dan penangkap sedimen.
11
2.5. Biodiversitas Keanekaragaman biologi sering disebut sebagai biological diversity atau biodiversitas. Biodiversitas adalah variasi dari suatu ekosistem, hewan, tumbuhan, dan mikroorganisme yang hidup.
Biodiversitas pada dasarnya menyangkut
biodiversitas pada persentase ekosistem, spesies, dan variasi intraspesifik (Sugandy 1995). Biodiversitas memiliki nilai manfaat baik secara ekonomis, sosial, budaya, dan estetika.
Menurut Smith (2007), biodiversitas akuatik adalah jumlah dan
kelimpahan dari organisme yang hidupnya berada pada ekosistem akuatik. Jumlah dan kelimpahan dari suatu organisme akan meningkat seiring dengan peningkatan kekomplekan variabel habitat (Bunn & Arthington 2009). Biodiversitas akan dipengaruhi oleh persentase kesehatan dari ekosistem (Smith 2007). Biodiversitas secara umum dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor temporal, topografi, dan tingkah laku dari suatu organisme (Klopfer 1962). Selain ketiga faktor tersebut, ternyata tekanan juga mampu mempengaruhi biodiversitas. Tekanan utama yang akan mempengaruhi biodiversitas adalah perubahan pola penggunaan lahan (biasanya akibat peningkatan populasi manusia), eksploitasi sumberdaya alam (khususnya perikanan, pertanian, dan kehutanan), perubahan iklim global, dan polusi industri. Pada saat bersamaan, bioteknologi pengenalan organisme baru juga akan mengancam keberadaan organisme dan habitat tertentu. Namun ternyata, tekanan-tekanan tersebut juga mampu memberikan hal positif bagi biodiversitas. Misalnya dengan adanya aktivitas pertanian maka akan mampu mengembangkan habitat sehingga akan meningkatkan variasi spesies tertentu (OECD 2005).
2.6. Indeks Biologi Ekosistem Istilah diversitas sebenarnya memiliki makna yang sama dengan kompleksitas. Namun diversitas digunakan untuk menunjukkan keanekaragaman unit, sedangkan kompleksitas lebih digunakan untuk mempertimbangkan hubungan unit dan kekurangannya. Diversitas ditujukan pada berbagai aspek jumlah, macam unit, dan sifat dari organisme. Diversitas dari suatu spesies dapat ditunjukkan melalui indeks diversitas.
Indeks diversitas diketahui dengan
12
melakukan analisis terhadap data jumlah spesies dan rerata kepadatan tiap spesies (Odum 1993). Indeks diversitas spesies adalah perbandingan antara jumlah spesies dan nilai kepentingannya seperti jumlah, biomassa, dan produktivitas dalam satu unit contoh (Odum 1971). Indeks diversitas dapat dijadikan sebagai parameter untuk mencirikan kekayaan jenis dan keseimbangan dalam suatu komunitas. Komunitas yang memiliki jumlah jenis yang lebih tinggi maka akan lebih resisten terhadap gangguan dari luar sehingga kondisinya akan tetap stabil (Odum 1993). Indeks diversitas dapat dijadikan sebagai suatu komponen untuk mengukur persentase kejenuhan dari suatu ekosistem.
Suatu ekosistem dapat dikatakan sehat bila
jumlah spesies di dalamnya tinggi dengan tidak ada satu spesies yang mendominasi (Mason 1981). Ketika suatu ekosistem mengalami kejenuhan, maka spesies yang relatif sensitif akan tereliminasi sehingga pada akhirnya akan mengurangi kekayaan dari ekosistem tersebut. Nilai indeks keanekaragaman berkisar dari 1 sampai dengan 3. Bila nilai indeks keanekaragaman melebihi 3, maka dapat dikatakan bahwa ekosistem tersebut merupakan ekosistem yang sehat (belum tercemar). Bila nilai indeks keanekaragaman berkisar antara 1-3, maka dapat dikatakan bahwa ekosistem tersebut merupakan ekosistem tercemar sedang. Sedangkan bila nilai indeks keanekaragaman dibawah 1, maka dapat dikatakan bahwa ekosistem tersebut merupakan ekosistem tercemar berat (Mason 1981). Tidak semua organisme di dalam suatu komunitas memiliki kepentingan dan fungsi yang sama bagi alam dan komunitasnya.
Spesies organisme atau
kelompok dari organisme, kepentingan, dan fungsinya dipengaruhi oleh aliran energi atau dampak lingkungan dari spesies lain. Inilah yang disebut sebagai dominansi ekologis. Dalam mengetahui seberapa besar dominansi pada suatu spesies organisme, maka dapat diketahui melalui indeks dominansi.
Dominansi
dari suatu spesies dapat berupa dominansi dalam aspek jumlah organisme, produksi, dan biomassa (Odum 1971). Nilai indeks dominansi berkisar antara 0 sampai 1.
Apabila nilainya
mendekati 1 berarti di dalam komunitas tersebut terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya, dan apabila nilainya mendekati 0 maka di dalam struktur komunitas tersebut tidak terdapat spesies yang secara ekstrim
13
mendominasi spesies lainnya. Menurut Pirzan & Pong (2008) serta Odum (1993), nilai indeks keseragaman berkisar antara 0 sampai 1.
Apabila nilai indeks
keseragaman semakin rendah maka terjadi penurunan keseragaman populasi sehingga penyebaran organismenya menjadi tidak sama.
Faktor utama yang
mempengaruhi jumlah organisme, keragaman jenis, dan dominansi dari suatu ekosistem adalah pencemaran baik yang bersifat fisik ataupun kimawi, perusakan habitat alami, dan perubahan iklim (Parama et al. 2002).
2.7. Konsep Agroeduwisata Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan, wisata ialah segala kegiatan perjalanan yang dilakukan dengan maksud menikmati atraksi alam dan budaya. Objek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas yang mampu menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah tertentu. Objek dan daya tarik wisata merupakan sumberdaya potensial yang dapat dikembangkan melalui penyediaan aksesibilitas dan fasilitas. Oleh karena itu, suatu potensi daya tarik wisata dapat dikembangkan agar kegiatan wisata dapat diwujudkan. Klasifikasi daya tarik wisata terbagi menjadi daya tarik alam, budaya, dan buatan manusia. Jenis objek dan daya tarik wisata terbagi menjadi dua yaitu alam dan sosial budaya (Marpaung 2002). Suatu ekosistem akan memiliki nilai berupa nilai kegunaan dan nilai non kegunaan. Nilai non kegunaan pada akhirnya akan mendukung nilai kegunaan. Nilai non kegunaan berupa keberadaan organisme, biodiversitas, dan keadaan budaya masyarakat sekitar.
Nilai kegunaan berupa pengembangan wisata,
pengendali banjir, transportasi, nilai estetika, dan pengontrol polusi (The National Academy and Science 2004). Dalam kenyataannya, suatu usaha pengembangan wisata akan bergantung terhadap keadaan alamiah dari lingkungan (baik yang bersifat biotik maupun abiotik) dan kebudayaan masyarakat sekitar yang akan berhubungan dengan lingkungan tersebut (Tisdell 1998). Pengembangan dan pengelolaan wisata yang berkelanjutan akan berhubungan terhadap kegiatan konservasi lingkungan.
14
Melalui studi mengenai keadaan biodiversitas, diupayakan mampu menjadi kajian dasar pendukung bagi pengembangan konsep wisata. Salah satu konsep wisata (nilai kegunaan) yang dapat dikembangkan dari keadaan biodiversitas (nilai non kegunaan) adalah konsep agroeduwisata. Agroeduwisata adalah kegiatan wisata untuk tujuan studi yang dapat memberi pengetahuan dan pengalaman tentang alam pertanian melalui ilmu-ilmu pertanian dalam arti luas yang mencakup pertanian bercocok tanam, peternakan, perikanan, kehutanan, baik di dalam maupun di luar lapang (Riyani 2005 in Ireng 2007). Konsep agroeduwisata telah diterapkan di kampus Institut Pertanian Bogor sejak tahun 2005.
Konsep ini dikembangkan sejak ditetapkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 154 tertanggal 26 Desember 2000 yang menetapkan Institut Pertanian Bogor sebagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Melalui peraturan ini maka kampus Institut Pertanian Bogor dapat menyelenggarakan kegiatan yang bersifat otonom (Institut Pertanian Bogor 2006). Objek wisatawan dari konsep agroeduwisata Institut Pertanian Bogor adalah civitas akademika, masyarakat luar (yang berasal dari kunjungan tamu), dan masyarakat sekitar kampus Institut Pertanian Bogor. Hingga saat ini terdapat delapan lokasi yang sering dijadikan sebagai tempat untuk mengaplikasikan konsep agroeduwisata. Lokasi tersebut adalah Taman Rektorat, Danau LSI, Kebun Lapang Cikabayan, Instalasi Kebun Obat Biofarmaka, Kolam Ikan Fakultas Perikanan, Hutan Sengon, Museum Serangga, dan University farm di Desa Cikarawang. Macam kegiatan dari konsep agroeduwisata Institut Pertanian Bogor antara lain adalah belajar dan bermain di kebun untuk bercocok tanam, melihat koleksi tumbuhan hias dan tumbuhan pertanian, mengenal alat pertanian, menonton video tentang serangga, bermain bebas di hutan, serta melihat proses kimia di laboratorium.
Terkait dengan perairan situ, macam kegiatan yang dapat
dikembangkan adalah melihat koleksi biota air, bermain bebas di sekitar situ, keliling (touring) ekosistem perairan situ, menonton video mengenai pengambilan contoh air dan biota, rekreasi memancing, dan rekreasi penyebaran benih ikan. Konsep agroeduwisata kampus Institut Pertanian Bogor bertujuan sebagai wahana promosi kampus, sarana pendidikan, pengembangan kewirausahaan, serta pemberdayaan masyarakat secara terpadu.