PENATAAN SITU DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WISATA TIRTA BERBASIS KONSERVASI STUDI KASUS SITU KEMUNING KABUPATEN BOGOR
SUPOMO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penataan Situ dalam rangka Pengembangan Wisata Tirta Berbasis Konservasi: Studi Kasus Situ Kemuning, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor,
Juli 2013
Supomo NIM 110021
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
RINGKASAN SUPOMO. Penataan Situ dalam rangka Pengembangan Wisata Tirta Berbasis Konservasi: Studi Kasus Situ Kemuning, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh BAMBANG SULISTYANTARA dan MOHAMMAD YANUAR JARWADI PURWANTO. Situ Kemuning di Kabupaten Bogor telah diketahui fungsinya sebagai daerah tampungan air untuk pengendali banjir dan rekreasi atau wisata. Kondisi situ Kemuning saat ini mengalami penurunan fungsi karena pendangkalan, penyusutan yang disebabkan oleh aktivitas masyarakat dalam eksploitasi situ. Situ Kemuning sebagai infrastruktur sumberdaya air memiliki faktor ancaman, dan potensi diperlukan upaya mengelola situ agar bermanfaat bagi masyarakat sekitar sehingga keberadaanya dapat dilestarikan. Penelitian ini memiliki tujuan utama yaitu mengidentifikasi kondisi fisik lingkungan situ untuk mendukung konservasi sumberdaya air, dan menilai potensi pengembangan wisata tirta situ melalui pemanfaatan ruang potensial. Metode penelitian merupakan studi kasus dengan pendekatan penilaian kondisi fisik situ, analisis pemanfaatan ruang potensial, daya dukung wisata dan perumusan strategi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi fisik situ Kemuning saat ini tergolong situ terganggu. Faktor gangguan teridentifikasi dari perubahan morfologi situ terlihat adanya penyusutan luas perairan yang tinggi (>25%) dan pendangkalan di sebagian badan air. Meskipun situ Kemuning termasuk situ terganggu, tetapi masih memiliki potensi wisata alam yang didukung dengan daerah operasi wisata. Analisis pemanfaatan ruang diperoleh luas 5.27 ha 34.35% potensial untuk mendukung kegiatan wisata tirta. Kebutuhan ruang terbagi menjadi dua, yaitu ruang terbuka hijau dan ruang servis wisata. Analisis daya dukung kawasan diperoleh bahwa situ mempunyai daya dukung untuk kegiatan memancing (202 orang/hari), relaxing dan jogging (1698 orang/hari) dan aktivitas atraksi air (142 orang/hari). Implementasi pengembangan wisata situ diintegrasikan dengan pengelolaan dampak untuk mendukung keberlanjutan. Terdapat strategi prioritas untuk pengembangan pengelolaan situ Kemuning melalui pendekatan wisata tirta, yaitu 1) Revitalisasi situ dan strukturisasi pengaturan pemanfaatan ruang potensial sebagai pendekatan terpadu, 2) Sosialisasi kepada masyarakat melalui pemberdayaan dan pelajar melalui pendidikan lingkungan hidup di sekolah. Selanjutnya, pemecahan masalah situ Kemuning dalam pengelolaan berkelanjutan diperlukan revitalisasi situ dan strukturisasi pengaturan pemanfaatan ruang potensial sebagai action plan dan pemberdayaan masyarakat sekitar untuk mendorong rasa memiliki. Kata kunci: daya dukung, penataan, potensi wisata, revitalisasi, situ terganggu, strategi
SUMMARY SUPOMO. Lake Site Planning due to Conservation Base Water Tourism: Case Study of Situ Kemuning, Kabupaten Bogor. Supervised by BAMBANG SULISTYANTARA and MOHAMMAD YANUAR JARWADI PURWANTO. Kemuning lake located in Kabupaten Bogor known has a function as a reservoir of water that control flood and provide recreation. The condition of Kemuning lake declines due to silting up and shrinkage caused by anthropogenic activities. Kemuning lake as a water resource infrastructure is facing threats, and potential efforts are required to manage it for its preservation and also for the benefit the surrounding community. The aims of this study was to identify the physical condition to support conservation of the water resource in Kemuning lake and to analyze of water tourism development in the lake through the potential space utilization. The case study research method was done with the approach to assess the physical condition of lake, carrying capacity of tourism, potential spatial analysis and strategy formulation. The results showed that the physical condition of Kemuning lake is currently disturbed. It mainly caused by silting and shrinkage or encroachment. The percentage of shrinkage of water is more than 25%. Eventhough the lake has been disturbed but it still has a good potential to support tourism. Extensive spatial analysis showed that 34.35% (5.27 ha) of area have a potential to support tourism. Space was divided into two sections, namely; green open space and tourist services space. Carrying capacity analysis found that the lake has a carrying capacity to support fishing (202 person/day), relaxing and jogging (1698 person/day) and water attraction activity (142 person/day). The implementation of tourism development has to be integrated with impact management in order to support sustainability. There are two main strategy for developing management of Kemuning lake through water tourism approach, e.g. 1) revitalization and restructuring of the potential space utilization as integrated approach, 2) Socialization of the community through empowerment and environmental education in schools. Furthermore, the problem solving of Kemuning lake for sustainable management requires lake revitalization and restructuring of potential space utilization as action plan, and empowering local communities to encourage sense of ownership. Key words: carrying capacity, disturbed lake, lake planing, revitalization, strategy ,tourism potency.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
PENATAAN SITU DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WISATA TIRTA BERBASIS KONSERVASI STUDI KASUS SITU KEMUNING KABUPATEN BOGOR
SUPOMO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ii
Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Aris Munandar, MS
iii Judul Tesis : Penataan Situ dalam rangka Pengembangan Wisata Tirta Berbasis Konservasi: Studi Kasus Situ Kemuning Kabupaten Bogor Nama : Supomo NIM : P052110021
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr Ketua
Dr Ir M.Yanuar Jarwadi Purwanto, MSc Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 27 Juli 2013
Tanggal Lulus:
iv
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai bulan Juni 2013 dengan judul Penataan Situ dalam rangka Pengembangan Wisata Tirta Berbasis Konservasi: Studi Kasus Situ Kemuning Kabupaten Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Bambang Sulistyantara M.Agr dan Bapak Dr Ir Mohammad Yanuar Jarwadi Purwanto M.Sc yang telah membimbing dan memberi pengarahan terhadap ilmu pengetahuan sehubungan dengan penyusunan karya ilmiah ini sebagai dasar kajian tentang konsep penataan dan pemanfaatan situ. Karya ilmiah ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi ilmiah dalam diseminasi ilmu pengetahuan dan teknologi secara khusus terkait dengan penataaan situ-situ yang ada di kawasan Jabodetabek dan secara umum dalam pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Supomo
v
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 2 3 3 3
2
IDENTIFIKASI KONDISI FISIK LINGKUNGAN SITU KEMUNING DALAM UPAYA KONSERVASI SUMBERAYA AIR UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WISATA TIRTA Pendahuluan 5 Bahan dan Metode 6 Hasil 7 Pembahasan 11 Simpulan 14
3
ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN WISATA TIRTA SITU KEMUNING MELALUI PEMANFAATAN RUANG POTENSIAL Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil Pembahasan Simpulan
15 17 19 29 36
STRATEGI ARAHAN PENGEMBANGAN PENGELOLAAN SITU KEMUNING BERBASIS WISATA TIRTA BERKELANJUTAN Pendahuluan Bahan dan Metode Hasil Pembahasan Simpulan
37 38 39 42 45
5
PEMBAHASAN UMUM
46
6
SIMPULAN DAN SARAN
51
4
DAFTAR PUSTAKA
53
LAMPIRAN
58
RIWAYAT HIDUP
63
DAFTAR TABEL 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 4.1 5.1
Kriteria nilai kualitas kondisi fisik situ Hasil identifikasi penilaian kondisi fisik lingkungan situ Kemuning Gambaran hasil pengukuran debit saluran air situ Kondisi data jumlah curah hujan tahun 2011 sampai bulan Maret 2013 Kasus banjir luapan air situ selama tujuh tahun terakhir Matrik rekomendasi revitalisasi situ Kemuning Karakteristik wilayah Kecamatan Bojonggede Hasil penelitian kondisi daerah operasi dan objek daya tarik wisata alam Hasil analisis indeks kesesuaian wisata yang dikembangkan saat ini Komposisi kendaraan yang melalui jalan raya Bojonggede-Tajurhalang Luas situ Kemuning dengan buffer 50 m berdasarkan komposisi ruang Perhitungan daya dukung kawasan untuk pengembangan wisata tirta Data interaksi dan persepsi masyarakat tentang fungsi dan manfaat situ Sikap masyarakat terhadap pengembangan wisata tirta situ Kemuning Matrik pengelolaan dampak timbul dari kegiatan wisata tirta Matrik analisis SWOT sebagai alat fomulasi strategi pengembangan Matrik penataan situ berbasis wisata tirta melalui pemanfaatan ruang potensial dengan upaya revitalisasi situ
7 8 10 11 12 14 20 21 21 22 25 26 27 28 33 40 50
DAFTAR GAMBAR 1.1 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 4.1
Skema kerangka pemikiran penelitian Peta lokasi penelitian di situ Kemuning Kabupaten Bogor Daerah tangkapan air situ Kemuning Kondisi sebagian fisik situ yang telah mengalami pendangkalan Peta distribusi situ buffer 20 km situ Kemuning sebagai titik sentral Profil penampang saluran outlet utama . Grafik lengkung debit aliran outlet situ Kemuning Peta situasi Kemuning dalam arahan rencana tata ruang wilayah Peta distribusi situ buffer 20 km situ Kemuning sebagai titik sentral Situasi dan kondisi pemanfaatan situ saat ini Kondisi bagian objek alam situ Kemining saat ini Konsep pengembangan situ berbasis wisata alam (wisata tirta) melalui pemanfaatan ruang potensial Rancangan arahan zonasi situ Kemuning melalui pemanfaatan ruang potensial Skema pengembangan wisata tirta situ Kemuning melalui pemanfaatan ruang potensial Grafik pola kunjungan wisata di situ Kemuning Skema konsep penataan situ melalui pemanfaatan ruang potensial Diagram posisi analisis SWOT untuk strategi pengembangan pengelolaan situ berbasis wisata tirta
4 6 7 9 9 10 10 19 22 23 23 24 25 26 28 30 41
4.2
Arena aksi pengelolaan dan pemanfaatan situ sebagai infrastruktur sumberdaya air
44
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Analisis regresi antara peubah kondisi fisik lingkungan situ dengan peubah kepadatan penduduk Analisis daerah operasi objek dan daya tarik wisata alam Perhitungan indeks kesesuaian wisata yang ada di situ Kemuning saat ini Perhitungan bobot tiap variabel dan rating berdasarkan rating Matriks IFE Perhitungan bobot tiap variabel dan rating berdasarkan rating matriks EFE
58 59 60 61 61
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Situ merupakan ekosistem perairan tergenang memiliki fungsi dan manfaat potensial baik secara lingkungan maupun sosial ekonomi. Salah satu fungsi situ yang penting adalah sebagai tempat penampungan atau parkir air (retarding basins) berguna untuk konservasi sumberdaya air dan pengendali banjir. Secara umum keberadaan situ terdistribusi di kawasan Jabodetabek. Dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur, situ didefinisikan sebagai suatu wadah tampungan air di atas permukaan tanah, yang terbentuk secara alami maupun buatan yang airnya berasal dari tanah atau air permukaan sebagai suatu siklus hidrologis, yang merupakan salah satu bentuk kawasan lindung. Keberadaan situ-situ di kawasan Jabodetabek yang diharapkan sebagai sarana pengisian air tanah dan pengendali banjir, kondisinya cenderung mengalami penurunan fungsi sampai pada tingkat kerusakan, bahkan ada yang tidak teridentifikasi. Berdasarkan data dari Balai Besar Wilayah Sungai CiliwungCisadane (2007) di wilayah Jabodetabek terdapat sekitar 202 situ; dari jumlah tersebut hanya 19 situ dalam kondisi baik. Sebaran situ-situ meliputi Kabupaten Bogor terdapat 95 situ, Kota Bogor terdapat 6 situ, Kota Depok terdapat 21 situ, Kabupaten Tangerang dan Tangerang Selatan terdapat 38 situ, Kota Tangerang terdapat 8 situ, Kota Bekasi terdapat 18 situ, dan DKI Jakarta terdapat 16 situ. Dari 95 situ yang ada di Kabupaten Bogor, berdasarkan data inventarisasi sampai tahun 2007 menunjukkan 61.05% situ dalam kondisi rusak, 8.24% dalam kondisi baik, 2.11% dalam kondisi sedang dan 28.42% situ telah direhabilitasi. Kondisi ini mengindikasikan adanya gangguan atau ancaman terhadap kelestarian situ. Menurut Waryono (2005) ancaman terhadap keberadaan dan kelestarian kawasan tandon air di wilayah Jabodetabek secara umum dapat dikelompokan menjadi tiga bagian yaitu: 1) Konversi atau alih fungsi status, akibat laju pertumbuhan penduduk yang cenderung memacu kebutuhan ruang dan lahan untuk kepentingan pemukiman, 2) Pendangkalan, akibat akumulasi endapan lumpur ditambah dengan limbah domestik (sampah organik) yang bersumber dari rumah tangga, dan 3) Pencemaran limbah, baik yang bersumber dari home industri maupun limbah rumah tangga yang terbawa oleh limpasan aliran air. Sebagai akibat yang ditimbulkan berpengaruh terhadap kehidupan liar biota perairan, proses eutrofikasi hingga semakin melimpahnya gulma air Eichornia crassipes yang cenderung mempercepat pendangkalan. Situ Kemuning saat ini telah dimanfaatkan untuk kegiatan wisata tirta yang dikelola secara tunggal, dan mengandalkan kondisi lingkungan situ yang cenderung mengalami penurunan fungsi. Penyempitan luasan genangan air situ yang disebabkan oleh aktivitas penguasaan lahan (penyerobotan) diduga menjadi faktor peningkatan potensi banjir luapan air situ. Berdasarkan prasurvei penelitian juga terlihat di sebagian perairan telah mengalami pendangkalan dan terdapat sisa sampah yang dibawa oleh aliran yang masuk ke perairan situ. Padahal kegiatan wisata merupakan kegiatan pemanfaatan situ yang paling menonjol selama lima tahun terakhir. Pemanfaatan wisata tirta di situ Kemuning telah memberikan karakteristik bentuk pengembangan pengelolaan manfaat situ dilokasi tersebut.
2 Jika dilihat dari rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bogor, lokasi situ Kemuning salah satu penataannya sebagai pemanfaatan kawasan zona wisata alam kategori danau (situ), namun kondisinya belum terkelola dengan baik. Situasi antara faktor yang berperan mempengaruhi perubahan lingkungan situ dengan nilai fungsi dan manfaat situ menjadi suatu kondisi yang menuntut suatu pendekatan penataan dan pengelolaan situ terpadu. Pendekatan konsep pengelolaan situ perlu didasarkan dengan upaya konservasi tanah dan air melalui kegiatan-kegiatan preservasi tanpa mengesampingkan manfaat potensi wisata tirta yang telah berkembang saat ini. Pemaduserasian antara pemanfaatan situ secara optimal dengan upayaupaya (olahdaya) pelestarian terhadap daya dukung lingkunganya, merupakan alternatif yang dinilai paling ideal (Waryono, 2005). Salah satu upaya pendekatan alternatif dapat dilakukan melalui pendekatan wisata tirta. Oleh karena itu, menurut Priadie (2010) diperlukan upaya untuk dapat menumbuhkan rasa memiliki, sehingga kondisi situ tetap terjaga dan lestari dengan harapan fungsi situ sebagai tempat rekreasi dan daerah resapan air dapat dipertahankan. Situ sebagai suatu ekosistim tata air seharusnya situ memberikan manfaat yang banyak bagi masyarakat, seperti penyedia air, pengendali banjir sampai jasa rekreasi (Faisal dan Nasuha, 2011). Namun, karena berbagai faktor kondisi dan fungsinya cenderung mengalami penurunan, sehingga perlu dilakukan penilaian kualitas kondisi situ yang untuk mengetahui kondisi situ (berupa situ baik, situ terganggu atau situ rusak). Pengetahuan tentag kualitas kondisi situ terkait dengan rekomendasi sebagai rencana tindak pengelolaan dan pendayagunaan situ.
Perumusan Masalah Konsekuensi dari perkembangan jumlah penduduk yang menuntut penyediaan ruang untuk pemukiman dan perubahan landuse berdampak pada perubahan fungsi kawasan. Situ Kemuning yang berada di Kabupaten Bogor sebagai salah satu infrastruktur sumberdaya air terindikasi adanya pendangkalan, ancaman prilaku ekploitasi negatif masyarakat yang tidak terkontrol. Upaya penyerobotan area genangan air situ telah menyebabkan penyusutan luasan situ Kemuning. Berdasarkan data inventaris BBWSCC (2007) penyusutan tercatat 39.46%. Situasi dan kondisi lingkungan yang kurang mendukung tersebut menurunkan fungsi dan manfaat situ Kemuning yang telah diketahui sebagai fungasi daerah tandon air yang berperan untuk pengendali banjir dan pemanfaatan untuk wisata tirta. Upaya menciptakan ruang hijau sebagai penyangga daerah tampungan air, diintegrasikan dengan pengembangan wisata tirta situ Kemuning, tampaknya menjadi langkah terapan yang strategis dalam upaya mengembalikan fungsi dasar situ sebagai retarding basins. Pendekatan wisata tirta dipilih karena merupakan satu bentuk pemanfaatan situ yang memadukan pengelolaan perairan dan daratan situ bila dibandingkan dengan pendekatan-pendekatan lain. Penataan dan pengeloaan situ Kemuning menjadi fokus kajian ini, dengan cara mengidentifikasi masalah dan karakteristik kondisi biofisik lingkungan. Hal ini merupakan langkah awal dalam penyusunan rencana melalui zonasi pemanfaatan ruang potensial yang memiliki fungsi perlindungan dominan dengan aspek pemanfaatannya. Karena masih terbatasnya penelitian tentang penataan dan pengelolaan situ terkait dengan pemanfaatan ruang potensial, maka penelitian ini mengkaji hal tersebut dengan menintegrasikan melalui pendekatan wisata tirta.
3 Tujuan Penelitian Penelitian ditujukan untuk melakukan upaya penataan situ Kemuning yang merupakan infrastruktur sumberdaya air dalam rangka konservasi, pemanfaatan potensi yang terkandung didalamnya dan bagaimana arahan strategi pengembangan pengelolaannya. Selanjutnya, untuk mencapai hal tersebut diperlukan tahapan yang dituangkan ke dalam tujuan khusus penelitian, yaitu: 1. Mengindentifikasi kondisi fisik lingkungan situ Kemuning dalam upaya konservasi sumberdaya air untuk mendukung pengembangan wisata tirta. 2. Menganalisis potensi pengembangan wisata tirta situ Kemuning berkelanjutan melalui pemanfaatan ruang potensial. 3. Memformulasi strategi arahan pengembangan pengelolaan situ melalui pendekatan berbasis wisata tirta.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi stakeholder dan masyarakat di sekitar situ. Ada pun manfaat penelitian ini adalah: 1. Menjadi informasi ilmiah sebagai konsep dan action plan penataan dan pengelolaan situ di wilayah Jabodetabek melalui pendekatan wisata tirta yang mengacu dengan konsep ecotourism sebagai upaya konservasi sumberdaya air sehingga ekosistem situ dapat dilestarikan. 2. Sebagai upaya menyediakan dan memanfaatkan ruang terbuka hijau yang dapat dijadikan sarana rekreasi untuk mendorong pemberdayaan masyarakat lokal.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi: 1) Ruang lingkup substansial, bahasan pokok terkait upaya konservasi sumberdaya air situ dengan pemanfaatannya untuk wisata tirta, 2) Ruang lingkup spasial, sebagai batasan lingkup wilayah studi penelitian yang mencakup perairan dan garis senpadan situ dengan melihat pemanfaatan kawasan dalam rencana tata ruang wilayah. Ruang lingkup secara substansial terkait dengan pencapaian tujuan akan dilakukan bahasan tentang pengertian situ, fungsi dan manfaat situ yang potensial, infrastruktur sumber daya air, nilai objek dan daya tarik wisata tirta, pemanfaatan ruang potensial. Untuk keperluan pencapaian tujuan didasarkan pada penilaian kondisi fisik lingkungan situ dengan lima indikator kunci dan penilaian potensi pengembangan situ Kemuning yang diperoleh dari nilai analisis daerah operasi objek, carrying capacity, dan data sosial terkait dengan persepsi masyarakat sekitar situ yang selanjutnya digunakan untuk merumuskan arahan strategi pengembangan pengelolaan situ secara berkelanjutan. Ruang lingkup secara spasial, mencakup penataan dan pengelolaan garis sempadan situ yang ditetapkan sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Penataan dan pengelolaan garis sempadan situ untuk mendapatkan konsep dan arahan zonasi pemanfaatan ruang potensial yang akan direkomendasikan.
4 Penataan situ berbasis wisata tirta melaui pemanfaatan ruang potensial dijadikan pendekatan untuk mempertahankan dan melestarikan situ. Mengidentifikasi masalah situ dan menganalisis potensi selanjutnya merumuskan rekomendasi strategi dituangkan ke dalam skema kerangka pemikiran penelitian (Gambar 1.1). Peningkatan jumlah pemukiman
Perubahan penggunaan lahan
Regulasi/ Kebijakan
Stakeholders
Perubahan Fungsi Kawasan
Okupasi lahan sekitar situ
Aktivitas warga tidak terkontrol
Aktivitas masyarakat
Penyusutan luasan situ
Situ: Common Pool Resources Penataan dan pengelolaan SDA dan lingkungan situ melalui pendekatan wisata berbasis Air
Identifikasi aspek wisata tirta
Identifikasi data situ kondisi bio-fisik lingkungan Analisa Kondisi Situ: - Aspek hidrologis - Kondisi morfologi situ - Sumber air situ - Gambaran DTA situ - Fungsi situ dan kondisi lingkungan sekitar situ - Data curah hujan
Analisa Potensi: - Daya Dukung - Strategy Position - Analisa SWOT - Analisa Ruang
Analisa Aspek: - Kependudukan - Persepsi masyarakat - Data pengunjung - Partisipasi masyarakat dalam pelestarian situ. - Deskripsi daerah operasi - Sarana dan prasarana - objek dan atraksi wisata
Potensi Nilai sosial ekonomi dan lingkungan Arahan strategi pengembangan dan penataan kawasan situ berbasis wisata tirta berkelanjutan
Rekomendasi Program
Gambar 1.1 Skema kerangka pemikiran penelitian
Gangguan kualitas perairan situ
5
2 IDENTIFIKASI KONDISI FISIK LINGKUNGAN SITU DALAM UPAYA KONSERVASI SUMBERDAYA AIR UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WISATA TIRTA
Pendahuluan
Situ memiliki peranan penting dalam menciptakan keseimbangan ekologi dan tata air yang penting bagi kesejahteraan manusia. Dilihat dari sudut pandang sistem tata air, keberadaan situ memberikan kontribusi yang besar bagi keseimbangan air tanah, sumber air tanah, sebagai tempat pengendalian banjir dan bisa dimanfaatkan untuk keperluan pertanian (Maryono, 2006). Upaya konservasi sumberdaya air harus dilakukan, kegiatan ini sebagaimana telah diatur dalam Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air yang tertuang pasal pasal 1 bahwa konservasi sumberdaya merupakan upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumberdaya air agar senatiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadahi untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. Situ Kemuning sebagai infrastruktur sumberdaya air sangat rentan terhadap ancaman dari prilaku masyarakat dan perubahan lingkungan alam seperti peningkatan curah hujan yang berdampak pada perubahan fisik dan kualitas perairan situ. Laju perubahan fisik lingkungan di situ Kemuning yang terdapat di Kabupaten Bogor ini dapat dikatakan sangat tinggi, berdasarkan data dari BBWSCC (2007) penurunan luas situ Kemuning tercatat sekitar 39.46%. Namun, perubahan kondisi tersebut belum mendapat rencana tindak penanganan. Di sisi lain situ mempunyai manfaat sebagai sarana irigasi dan potensi wisata tirta. Perubahan lingkungan spesifik hingga difungsikannya wilayah Bogor sebagai kawasan resapan air, menuntut keberadaan situ-situ diwilayah ini harus dilestarikan dan dimanfaatkan secara optimal melalui konservasi dan kegiatan perlindungan setempat. Hal ini terkait dengan potensi sumberdaya situ dan peranan fungsi sebagai daerah tampungan atau parkir air dan pengendali banjir. Perubahan kondisi situ dan ancaman yang terjadi di situ Kemuning hanya merupakan salah satu kasus dari situ-situ yang terdapat di Kabupaten Bogor. Situ Kemuning yang telah dimanfaatkan untuk kegiatan wisata sebagai salah bentuk interaksi masyarakat dengan lingkungan situ. Namun, pemanfaatan kegiatan wisata masih dihadapkan pada kondisi lingkungan yang cenderung mengalami penurunan fungsi. Penilaian kondisi fisik lingkungan situ diperlukan sebagai dasar untuk penataan dan pengelolaan situ selaras dengan upaya konservasi air. Menurut Waryono (2001) bahwa kondisi fisik wilayah situ berdasarkan proses terbentuknya merupakan dasar pendekatan sebagai bahan pertimbangan dalam manajemen penanganan. Hal ini mengingat bahwa potensi daya dukung lingkungan situ seperti jenis tanah, besaran curah hujan, dan kondisi penutupan vegetasinya berpengaruh terhadap sifat fisik-kimia tanah yang berkaitan erat dengan ancaman yang potensial terhadap kelestarian dan keberadaan situ-situ.
6 Penelitian ini diharapkan menjadi masukan praktis dalam rangka upaya konservasi sumberdaya air sehingga keberadaan situ dapat dilestarikan. Penilaian kondisi lingkungan situ merupakan bagian dari proses inventarisasi data sebagai dasar dalam action plan pengelolaan situ. Tujuan penelitian ini adalah mengindentifikasi kondisi fisik lingkungan situ Kemuning dalam upaya konservasi sumberdaya air untuk mendukung pengembangan wisata tirta.
Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di situ Kemuning di Desa Cimanggis, Kecamatan Bojonggede, Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari sampai Juni 2013. Lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Peta lokasi penelitian di situ Kemuning Kabupaten Bogor Teknik Pengumpulan data Penelitian merupakan studi kasus, jenis data adalah data primer dan data sekunder yang dikumpulkan dengan teknik observasi, ground check, wawancara dan dokumentasi dari instansi terkait. Bahan dan alat yang digunakan adalah GPS, kamera, meteran, Microsoft office Excell 2007 dan ArcGIS 9. Data yang dikumpulkan terdiri dari kondisi hidrolgis berupa debit aliran, curah hujan, sumber air situ dan indikasi, morfologi situ, fungsi dan kondisi lingkungan sekitar situ, gambaran daerah tangkapan air/DTA situ.
7 Analisis Data Penilaian kondisi fisik lingkungan situ dianalisis dengan kuantifikasi melalui bobot dan skor dengan modifikasi penambahan indikator penyesuaian (* Tabel 2.2) yang bersumber dari referensi DPSDA dan LPPM ITB (2004) yang tetap mengacu pada kriteria penilaian berdasarkan Rancangan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2009 dalam Priadie (2011). Pengukuran luas situ diperoleh dari sumber citra ikonos dengan proyeksi UTM WGS 1984. Sedangkan kategori kualitas fisik situ yang digunakan mempunyai selang nilai antara 100-300 yang terbagi dalam tiga kategori yaitu rusak, terganggu dan baik (Tabel 2.1). Tabel 2.1 Kriteria nilai kualitas kondisi fisik situ Nilai 100- 166 167-233 234-300
Kategori kualitas fisik situ
Rekomendasi
Rusak Terganggu Baik
Rehabilitasi Revitalisasi Pelestarian
Hasil Situ Kemuning merupakan infrastruktur sumberdaya air berada di daerah aliran sungai ciliwung-cisadane, dengan daerah tangkapan air situ adalah kali Kemuning yang bersumber dari sub daerah aliran sungai Pesanggrahan (Gambar 2.2). Karakteristik topografi memiliki kemiringan selang antaran 8-15% (kategori datar sampai landai).
Gambar 2.2 Daerah tangkapan air situ Kemuning Hasil penelitian terhadap identifikasi kondisi fisik lingkungan situ Kemuning dijadikan inventaris data untuk action plan dalam rangka konservasi sumberdaya air, (Tabel 2.2).
8 Tabel 2.2 Hasil identifikasi penilaian kondisi fisik lingkungan situ Kemuning. Indikator
Kondisi parameter Tinggi (>25%) Sedang (5-25%) Rendah (<5%)
Skor
Nilai
1 2 3
20
10
Dangkal (<2 m) Sedang (2-5 m) Dalam (>5 m)
1 2 3
20
10
Tinggi (>25%) Sedang (5-25%) Rendah (<5%)
1 2 3
20
10
Tidak ada Ada, sempit Ada, >100 m
1 2 3
20
Persentase tutupan
20
>50% 25-50% <25%
1 2 3
60
Daya tampung*
Kapasitas luasan situ
10
Kecil (<2 ha) Sedang (2-10 ha) Besar (>10 ha)
1 2 3
20
Aksesbility*
Lokasi situ 10
Kurang strategis Cukup strategis Strategis
1 2 3
30
10
Kelas IV Kelas III Kelas I/II
1 2 3
30
Morfologi situ
Parameter Penyusutan luas situ Kedalaman situ pada saat musim hujan Penurunan air saat musim kemarau
Bobot
20
Sempadan situ
Gulma air
Sumber air*
Nilai akhir
Indikasi dan jumlah sumber
220
Hasil identifikasi diperoleh data perubahan morfologi situ yang menunjukkan adanya penyusutan luas perairan situ sebesar 29%, yang terukur kurang lebih 8.95 ha dari luas sebelumnya 12.65 ha. Penyusutan tersebut telah mempengaruhi daya tampung situ dari ukuran kapasitas besar menjdi sedang. Penyusutan terjadi karena aktivitas pengurugan. Kedalaman air situ saat ini berubah menjadi sedang atau rata-rata terukur 2.43 m, perubahan kondisi ini terjadi karena adanya pendangkalan (sedimentasi), bahkan proses pendangkalan secara visual terlihat telah membentuk daratan tanah timbul dalam badan air (Gambar 2.3), dan identifikasi kondisi perairan situ juga terdapat aktivitas buangan yang bercampur limbah domestik dan sampah. Kondisi tutupan gulma Eichhornia crassipes yang ada di perairan situ saat ini terukur sekitar 8.71% dari luas perairan. Kondisi tersebut masih tergolong baik karena pertumbuhannya masih dibawah kondisi parameter <25%.
9
Gambar 2.3 Kondisi sebagian fisik situ yang telah mengalami pendangkalan Posisi situ Kemuning menunjukkan berada di tengah-tengah antara Kota Bogor dan Kota Depok dalam buffer 20 km yang terdapat didalamnya distribusi situ di wilayah Bogor sebanyak 59 situ dan wilayah Depok berdasarkan data inventaris situ dari BBWSCC (2007) sebanyak 21 situ (Gambar 2.4).
Gambar 2.4 Peta distribusi situ buffer 20 km situ Kemuning sebagai titik sentral Kondisi Pengamatan Debit Aliran Permukaan Indikasi sumber air situ Kemuning termasuk kedalam kriteria baku mutu air kelas II dan salah satu peruntukannya adalah dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi. Hasil ini didasarkan pada ketentuan pasal 55 yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air. Sumber air situ Kemuning berasal dari sub daerah aliran kali Pesanggrahan yang mengalir melalui kali Kemuning. Gambaran kondisi air situ dilakukan pengukuran debit aliran air situ pada outlet utama yang memiliki luas penampang sekitar 6.95 m2 (Gambar 2.5). Saluran outlet ini pengalirannya terbagi dua yang satu untuk aliran pengairan atau irigasi 29 ha dan empang budidaya ikan, sedangkan aliran yang lain mengalir ke drainase pemukiman warga dan menyatu kembali dengan aliran sungai pesanggrahan selanjutnya mengalir ke wilayah hilir.
10
Gambar 2.5 Profil penampang saluran outlet utama Hasil pengukuran debit aliran selama penelitian diperoleh tinggi aliran air permukaan selang antara 0.14 m sampai 0.52 m dengan Q terendah 0.07 m3/detik dan Q tertinggi 0.61 m3/detik (Tabel 2.3). Pada saluran outlet ini ketinggian muka air bisa mencapai 1.7 m pada saat musim hujan. Debit ini hanya diperoleh selama penelitian sehingga gambaran debit aliran yang terukur merupakan debit sesaat. Tabel 2.3 Gambaran hasil pengukuran debit saluran outlet utama. Tanggal
L (m)
H (m)
Luas (m2)
Vm (m/dt)
Q (m3/detik)
3/4/2013 2.64 0.52 1.37 0.45 0.61 26/4/2013 2.65 0.29 0.77 0.34 0.26 12/5/2013 2.65 0.17 10.80 0.450 0.11 15/5/2013 2.65 0.14 0.37 0.19 0.07 25/5/2013 2.65 0.41 1.09 0.39 0.42 28/5/2013 2.65 0.36 0.96 0.19 0.38 30/5/2013 2.65 0.38 1.07 0.38 0.38 Keterangan: Vm: Panjang kecepatan rata-rata (m/detik), Q: Debit aliran (m3/detik)
debit Aliran outlet (Q m3/detik)
Peningkatan tinggi muka air yang diikuti dengan peningkatan debit aliran dan atau sebaliknya. Berdasarkan data di atas diperoleh grafik lengkung debit aliran outlet yang menjelaskan hubungan antara debit aliran yang dipengaruhi oleh tinggi muka air (Gambar 2.6). Grafik Lengkung debit aliran outlet 0.8
y = 1.875x1.633 R² = 0.994
0.6 0.4 0.2 0 0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
Tinggi Muka Air (Meter)
Gambar 2.6 Grafik lengkung debit aliran outlet situ Kemuning
0.6
11 Data hasil pengukuran curah hujan yang terjadi di wilayah penelitian yang terukur di pos hujan Kecamatan Bojonggede, menunjukkan curah hujan tahunan yang terjadi selama dua tahun terakhir terjadi peningkatan dari 2775 mm pada tahun 2011 menjadi 3126 mm pada tahun 2012 atau curah hujan meningkat sebesar 351 mm, data selengkapnya disajikan pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Kondisi data jumlah curah hujan tahun 2011 sampai bulan Maret 2013
Sumber: BMKG Darmaga Kabupaten Bogor, 2013 Berdasarkan 5 (lima) indikator kunci yang diteliti dan kriteria kualitas kondisi fisik lingkungan situ, maka hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan nilai akhir 220 yang artinya kondisi fisik situ Kemuning saat ini tergolong kategori Situ Terganggu. Gangguan situ teridentifikasi dari perubahan morfologi situ dan ditambah dengan kondisi pendangkalan (sedimentasi) perairan situ.
Pembahasan Indikator utama yang teridentifikasi mempengaruhi perubahan kondisi fisik lingkungan situ Penyusutan luas situ yang tergolong tinggi yaitu lebih dari 25% merupakan parameter indikator utama yang mempengaruhi kondi fisik lingkungan situ menjadi kategori terganggu. Perbubahan penyusutan luas situ juga mempengaruhi kondisi penilaian parameter yang lain, seperti perubahan daya tampung dari kapasitas ukuran besar menjadi sedang. Kedalaman air situ yang berubah secara rata-rata dari ukuran dalam menjadi ukuran sedang, selain dipengaruhi oleh perubahan morfologi situ yang cenderung menurun, perubahan kedalaman air juga terkait dengan kondisi yang terjadi saat ini yaitu pendangkalan sebagai proses sendimentasi yang terakumulasi. Kondisi daerah tangkapan air situ Kemuning merupakan daerah yang penggunaan lahannya berkembang untuk pemukiman, sebagai konsekuensi ikut berkontribusi terjadinya peningkatan proses pendangkalan perairan situ. Menyitir pendapat Waryono (2005) bahwa pendangkalan situ merupakan akumulasi endapan lumpur ditambah dengan limbah domestik dan limbah yang terbawa oleh limpasan aliran air. Sebagai akibat yang ditimbulkan adanya proses eutrofikasi, sehingga akan meningkatkan pertumbuhan Eichornia crassipes yang cenderung mempercepat pendangkalan, dan kondisi tersebut yang merupakan ancaman atau ganggguan terhadap kelestarian situ sebagai kawasan tandon air. Selanjutnya Hariyani et al. (2007) dalam penelitiannnya juga menjelaskan bahwa faktor yang sangat menentukan kualitas fisik perairan danau (kesamaan dengan situ) adalah perubahan luas area, sedimentasi atau pedangkalan.
12 Perubahan kondisi lingkungan situ dari kategori baik menjadi terganggu, telah menimbukan dampak turunan negatif terhadap lingkungan. Dampak tersebut tidak hanya terjadi di area lokal situ tetapi meliputi area bagian hilir situ. Beberapa dampak yang telah terjadi pada lingkungan situ Kemuning sebagai situ terganggu adalah perubahan estetika lingkungan sekitar situ dan potensi peningkatan kejadian banjir luapan air situ yang juga mempunyai dampak turunan berupa kerugian materi. Dampak yang timbul akibat perubahan kondisi lingkungan situ mengindikasikan adanya penurunan fungsi dasar situ sebagai retarding basins. Dampak perubahan kondisi fisik lingkungan situ Kemuning Perubahan kondisi fisik lingkungan situ telah berkontribusi menjadi potensi banjir luapan air situ Kemuning dan meningkatnya waktu genangan yang terjadi selama tujuh tahun terakhir, yaitu pada tahun 2007 dan tahun 2013 (Tabel 2.5). Tabel 2.5 Kasus banjir luapan air situ selama tujuh tahun terakhir Kasus
Waktu
Durasi
Tinggi air (cm)
Banjir luapan 1
/02/2007
15:00-17:30 (2 jam 30 menit)
10-25
Banjir luapan 2
13/02/2013
19:30-6:00 (12 jam 30 menit)
40-100
Sumber: Wawancara dan survei 2013. Kejadian banjir berkaitan dengan kondisi fisik situ saat ini yang tergolong situ terganggu. Selain indikator gangguan morfologi situ dan pendangkalan, juga terdapat saluran outlet yang kurang berfungsi yang menghubungkan ke lokasi situ Tonjong. Banjir luapan air situ pada yang terjadi pada bulan Februari 2013 lebih besar kejadiannya dibandingkan pada tahun 2007. Faktor perubahan iklim, salah satunya adalah peningkatan curah hujan yang membentuk laju aliran. Data yang tersedia menunjukkan peningkatan curah hujan per tahun, terukur 2775 mm pada tahun 2011 meningkat menjadi 3126 mm pada tahun 2012. Indikasi peningkatan curah hujan bulanan Januari sampai Maret tahun 2013 terukur tinggi dibandingkan dengan curah hujan pada bulan yang lain. Curah hujan sebagai salah satu komponen pembentuk laju aliran permukaan mempengaruhi terjadinya proses sedimentasi dan erosi. Menurut Fakhrudin et al. (2007) dalam kajiannya bahwa laju aliran permukaan paling besar pengaruhnya terhadap proses terjadinya erosi dan sedimentasi, hal tersebut karena besarnya laju aliran permukaan akan menentukan beban material yang masuk ke dalam badan air. Curah hujan yang tinggi pada waktu dan kondisi tertentu, terkait dengan perubahan kondisi fisik situ Kemuning menyebabkan situ tidak mampu menampung limpasan air permukaan, sehingga air meluap dan menggenangi area di sekitar situ, seperti kejadian luapan air yang terjadi pada bulan Februari 2013 dengan durasi yang lebih lama kurang lebih 12 jam 30 menit sebagai gambaran debit aliran limpasan air permukaan yang tidak bisa dialirkan melalui outlet. Fakhrudin et al. (2007) menjelaskan penggunaan lahan juga merupakan faktor yang cepat berubah sesuai dengan perkembangan jumlah penduduk dan tingkat sosial ekonomi masyarakat. Kondisi tersebut juga berlaku dan terjadi di daerah tangkapan air situ Kemuning yang hulunya sebagian berada di wilayah Kota Bogor. Pemanfaatn lahan yang ada telah berkembang untuk pemukiman penduduk dan kegiatan perladangan.
13 Waryono, (2005) juga menyebutkan bahwa konversi atau alih fungsi status lahan, akibat laju pertumbuhan penduduk yang cenderung memacu kebutuhan ruang dan lahan untuk kepentingan pemukiman merupakan salah satu faktor ancaman kelestarian situ yang umum terjadi di kawasan Jabodetabek. Penyebab perubahan kondisi lingkungan situ Kemuning tidak bisa dijelaskan oleh kondisi lokal saja, tetapi juga terkait dengan kondisi di daerah bagian hulunya, maka pengelolaan kawasan situ Kemuning harus terintegrasi dengan bagian hulunya. Terdapat kondisi seperti pencemaran air permukaan yang terjadi di sepanjang daerah aliran sungai masuk (inlet) ke perairan danau akibat ulah manusia yang menurut Kumurur (2009) diinterprestasikan sebagai eutrofikasi kultural yang dapat mempercepat terganggunya keseimbangan alami perairan. Kepadatan penduduk di sekitar situ yang cenderung mengalami peningkatan selama lima tahun terakhir. Berdasarkan analisis secara regresi-korelasi linier dengan significansi 10% diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar -0.84 (lampiran 1). Nilai r sebesar -0.84 artinya antara variabel kondisi fisik situ dengan variabel kepadatan penduduk mempunyai korelasi negatif tinggi. Koefisien diterminasi (R) sebesar 0.71 yang menginterprestasikan bahwa 71% keragaman nilai kondisi fisik situ dapat dijelaskan oleh nilai kepadatan penduduk melalui hubungan linier, dan 29% dijelaskan oleh faktor lain. Kepadatan penduduk secara kuantitas nyata memberi tekanan terhadap lingkungan situ, ditambah dengan prilaku negatif masyarakat menjadikan situ semakin terganggu atau rusak yang berdampak pada daya dukung lingkungan. Dalam hal ini Soemarwoto (2004) menjelaskan bahwa faktor biofisik yang mempengaruhi daya dukung lingkungan bukan hanya faktor alamiah, melainkan juga faktor buatan manusia. Sebagai gambaran dari kerusakan situ, sebuah studi kasus tentang estimasi nilai kerugian ekonomi masyarakat akibat kerusakan situ di Jakarta Timur tahun 2011 mengungkapkan bahwa kerusakan situ menuntut masyarakat mengeluarkan biaya kesehatan apabila terjangkit penyakit dan biaya pencegahan terhadap banjir. Estimasi biaya kesehatan masyarakat sebesar Rp 123.857.945, per periode dan Rp 256.699.094, per tahun. Nilai ini menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi pada situ tersebut memberikan dampak yang cukup besar terhadap kesehatan masyarakat sekitarnya. Estimasi biaya pencegahan terhadap banjir yang dikeluarkan masyarakat secara agregat sebesar Rp 3.887.085.449, (Dewi, 2011). Penilaian terhadap situ Kemuning yang telah diketahui sebagi situ terganggu, perlu upaya mengembalikan kondisi situ sehingga fungsi sebagai dareah tampungan air yang berperan untuk sarana pengendali banjir menjadi normal (kategori situ baik), upaya tersebut dapat dilakukan dengan rekomendasi action plan yang tepat yaitu revitalisasi situ (Plan A). Revitalisasi terhadap situ Kemuning sangat direkomendasikan sekaligus menjadi langkah untuk pengembangan pengelolaan fungsi dan manfaat situ secara umum. Revitalisasi situ, sebagai perencanaan pengelolaan (Plan A) perlu diintegrasikan dengan penataan dan pengelolaan sempadan situ, dan daerah tangkapan air situ. Dalam hal ini, Priadie (2011) juga mengungkapkan dalam penelitiannya terhadap situ Cangkring di Kota tangerang, bahwa revitalisasi diperlukan dalam arti sebagai usaha mengembalikan kondisi situ sehingga fungsinya sebagai daerah parkir air untuk mengurangi banyaknya air limpasan dapat terwujud.
14 Matrik kegiatan revitalisasi situ dibuat sebagai upaya normalisasi fungsi situ dalam rangka konservasi sumberdaya air, (Tabel 2.6). Tabel 2.6 Matrik rekomendasi revitalisasi situ Kemuning Parameter situ
Bentuk kegiatan
Lingkungan air situ: Sedimentasi dan Pendangkalan
- Pengerukan material sedimentasi - Membuat check dam (empang): media pengendali sedimen - Normalisasi fungsi saluran outlet ke situ Tonjong - Melengkapi inlet dengan water treatment
Penurunan kualitas air situ
- Pengendalian limbah domestik yang masuk ke perairan situ - Perbaikan DTA situ terintegrasi
Tumbuhan tutupan air
- Pengembangbiakan spesies ikan pemakan gulma air seperti Ikan koan Ctenopharyngadon idella - Mekanis: pengangkatan gulma
Daerah sempadan situ: Sempadan situ - Re-estabilishing luasan situ awal - Pengendalian hunian melalui mekanisme perizinan. - Pengelolaan sempadan sesuai dengan manfaat dan potensi melalui mekanisme riset dan carrying capacity - Penetapan zoning melalui pemanfaatan ruang potensial dalam pendayagunaan situ. - Penurapan khusus pada area potensi erosi tebing, yang berfungsi untuk penyangga badan air
Upaya revitalisasi diharapkan dapat memaksimalkan kembali fungsi situ secara ekologis dan hidrologis serta sumber biodiversity. Secara sosial ekonomi dapat menunjang kebutuhan masyarakat, menyediakan jasa lingkungan berupa wisata tirta yang tertata dan terkelola, sekaligus menjadi infrastruktur pengendali banjir baik lokal maupun di wilayah Jabodetabek. Sebagai pengembangan Plan A, bila memungkinkan perlu direncanakan restorasi situ. Dalam kondisi ini, menurut DPSDA dan LPPM ITB (2004) banwa restorasi situ dimaksudkan sebagai upaya untuk mengembalikan situ karena degradasi lingkungan ke kondisi asalnya. Simpulan Hasil identifikasi kondisi fisik situ Kemuning diperoleh nilai 220 yang tergolong kategori situ terganggu, faktor gangguan teridentifikasi dari kondisi morfologi situ dengan paremeter penyusutan luas perairan yang tinggi (>25%), dan telah terjadi perubahan daya tampung situ dari ukuran besar menjadi sedang yang disebabkan adanya kegiatan pengurugan area genangan situ. Gangguan lain juga teridentifikasi adanya pendangkalan. Rekomendasi rencana tindak lanjut dari situ terganggu perlu adanya revitalisasi situ (Plan A) sebagai upaya untuk mengembalikan kondisi situ sehingga fungsinya sebagai dareah tampungan air untuk mengurangi banyaknya air limpasan dan sarana pengendali banjir menjadi kategori situ baik. Selanjutnya manfaat secara sosial ekonomi dapat menunjang kebutuhan masyarakat, seperti dengan menyediakan jasa berupa wisata tirta yang tertata melalui optimalisasi pemanfaatan ruang potensial. Bentuk pengembangan Plan A, bila memungkinkan perlu direncanakan dengan restorasi situ
15
3 MENGANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN WISATA TIRTA SITU KEMUNING BERKELANJUTAN MELALUI PEMANFAATAN RUANG POTENSIAL Pendahuluan Kawasan situ Kemuning mempunyai karakteristik perairan tergenang yang berada di lingkungan pemukiman berkembang. Situ Kemuning keberadaannya telah dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai suatu daerah tandon air. Seperti umumnya situ-situ lain yang ada di Jabodetabek, situ Kemuning yang berlokasi di Kabupaten Bogor merupakan situ yang memiliki daya tarik dan objek wisata bagi masyarakat sekitar kawasan. Objek wisata situ Kemuning secara administrasi berbatasan dengan Kota Bogor dan Kota Depok. Lokasi tersebut menentukan letak situ yang strategis untuk dikembangkan. Upaya pengembangan situ Kemuning sebagai daya tarik dan objek wisata menuntut kegiatan-kegiatan perlindungan dalam rangka konservasi sumberdaya air. Nilai daya tarik dan objek wisata situ Kemuning terlihat dari pengamatan awal secara visual menunjukkan bahwa kondisinya masih relatif alami, Kegiatan wisata tirta situ Kemuning saat ini menawarkan atraksi berupa wahana pemancingan, tempat relaxing dan atraksi air. Kegiatan ini telah menarik minat masyarakat untuk memanfaatkan aktivitas tersebut. Terlihat adanya pengunjung yang datang yang setiap hari ke lokasi situ. Indikasi kunjungan juga terlihat meningkat pada waktu akhir pekan (weekend). Kegiatan wisata tirta situ telah berjalan sejak situ direhabilitasi pada tahun 2003, selama lima tahun terakhir wisata tirta situ Kemuning dikelola secara tunggal dan perkembangan kegiatan tersebut masih berlanjut sampai sekarang. Permasalahan yang ada di objek situ Kemuning, secara umum hampir sama dengan permasalahan situ-situ yang ada di wilayah Jabodetabek, secara spesifik masalah situ Kemuning terkait dengan pengembangan wisata tirta adalah adanya gangguan situ berupa pendangkalan, belum adanya penataan dan pengelolaan ruang untuk optimalisasi pemanfaatan wisata dengan fungsi konservasi air, penyempitan semapadan situ, dan kurangnya peran serta masyarakat sekitar situ. Dalam suatu perencanaan pengembangan dan pengelolaan situ, menurut DPSDA (2003) dalam Rahman (2010) harus diidentifikasi dan dipertimbangkan beberapa faktor-faktor antara lain: 1) Fungsi situ yang berupa sebagai sumber air baku, irigasi pertanian, pengendali banjir rekreasi, perikanan, 2) Kapasitas atau daya tampung situ, 3) Instansi yang menangani: pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten atau kota dan investor swasta, 4) Kondisi fisik situ (berupa kondisi: rusak, terganggu dan baik), 5) Kendala sosial, 6) Lokasi situ berada: sangat strategis, cukup strategis dan kurang strategis (dengan indikator: letak di daerah resapan air, prospek wisata, aksesbilitas) dan 7) Sumber air andalan situ. Situ memiliki berbagai fungsi penting, antara lain sebagai tempat parkir air dan kawasan resapan air, sehingga dapat mengurangi volume air permukaan (run off) yang tidak tertampung (penyebab banjir). Disamping itu, situ dapat
16 dimanfaatkan sebagai irigasi, pengimbuh air pada cekungan air tanah, cadangan air bersih, perikanan, sarana rekreasi maupun wisata alam (Ilham, 2011). Terkait dengan wisata, dalam Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalan jangka waktu sementara. Secara spesifik Pendit (1999) menjelaskan tentang wisata tirta adalah jenis wisata dengan kegiatan yang ditunjang oleh sarana prasarana di suatu badan air seperti di danau, pantai, laut. Mencermati pentingnya fungsi situ, sudah seyogyanya pengelolaan situ perlu dilakukan melalui mekanisme riset, agar rencana kelola menjamin kelestarian situ. Situ yang terdiri dari badan air dan garis sempadan (dalam Keputusan Presiden Nomor 2 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung yang menetapkan situ dengan jarak sempadan ekosistem situ 50-100 m). Keterpaduan pengelolaan badan air dengan sempadan situ tidak bisa dipisahkan untuk mendapatkan daya guna dan hasil guna optimal dari fungsi situ. Pendekatan wisata tirta digunakan untuk kajian penataan dan pengelolaan situ melalui pengaturan pemanfaatan ruang potensial, dan diharapkan pendekatan ini dapat menjadi terobosan dalam mengatasi permasalahan situ yang terjadi secara lokal di situ Kemuning dan secara kawasan di Jabodetabek. Menurut Ilham, (2011) salah satu hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pengelolaan situ, perlunya penetapan sistem zonasi dan sempadan situ agar pengembangan kegiatan tidak merusak fungsi utama situ. Pengembangan kegiatan pariwisata secara keseluruhan akan bertumpu pada keunikan, kekhasan dan daya tarik sumberdaya wisata alam dan budaya (Suwarno, 2011), oleh karena itu agar kelangsungan kegiatan pariwisata dapat terjaga aktivitas dan manfaatnya bagi pembangunan daerah maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka kegiatan pariwisata harus dikelola dengan mengacu pada prinsip-prinsip pelestarian dan keberlanjutan (Timothy dan Boyd, 2003) dan termasuk didalamnya pemberdayaan masyarakat merupakan hal yang penting dalam perencanaan wisata, (Suwarno, 2011). Pengembangan wisata tirta situ Kemuning secara berkelanjutan menuntut adanya penataan dan pengelolaan sumberdaya alam, penetapan daya dukung untuk wisata, dan pengelolaan dampak timbul negatif. Menurut Soemarwoto (1983) daya dukung lingkungan dinyatakan dalam jumlah pengunjung persatuan luas per satuan waktu Daya dukung rekreasi. Basuni dan Soedargo dalam Ruhiyat, (2008) juga memberikan pengertian tentang daya dukung rekreasi sebagai sumber daya rekreasi untuk mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pengalaman rekreasi yang diinginkan. Konsep yang perlu dikembangkan dalam penataan situ Kemuning merupakan kombinasi antara pemanfaatan ruang potensial dengan pengelolaan manfaat situ berupa wisata tirta. Strukturisasi pemanfaatan ruang merupakan penataan zonasi situ untuk mengatur interaksi antara lingkungan alami, binaan dan sosial. tujuan penelitian ini adalah menganalisis potensi pengembangan situ Kemuning berbasis wisata tirta melalui pemanfaatan ruang potensial.
.
17 Bahan dan Metode
Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di situ Kemuning yang di Desa Cimanggis, Kecamatan Bojonggede. Kabupaten Bogor. Situ Kemuning merupakan salah satu destinasi wisata. Waktu penelitian mulai bulan Februari sampai Juni 2013. Teknik Pengumpulan data Penelitian merupakan studi kasus (case study), yaitu penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas (Nazir, 1999). Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dengan tokoh pemerintah desa, pengawas situ dan atau pengelola atraksi wisata, dan masyarakat yang mempunyai interaksi langsung dengan situ Kemuning. Teknik kuesioner dilakukan dengan responden dari satuan pelaksana pendidikan yang ada di sekitar lingkungan situ, dokumentasi dan observasi lapangan dilakukan untuk menilai kondisi objek yang disesuaikan dengan data hasil wawancara. Dokumen dari instansi terkait merupakan data sekunder. Bahan yang diperlukan adalah data primer dan data sekunder, sedangkan alat yang digunakan adalah daftar pertanyaan, GPS, kamera, meteran, Microsoft office Excell 2007, Microsoft office Powerpoint 2007 dan ArcGIS 9. Responden dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling dengan jumlah 98 responden yang diperoleh dengan metode sampling yang dirumuskan oleh Slovin. Data yang dikumpulkan terdiri dari data kependudukan, interaksi dan aktivitas masyarakat dengan lingkungan situ, sarana prasarana, infrastruktur, transportasi, atraksi wisata, data peta terkait dengan penataan ruang, perangkat kebijakan, pendidikan dan pelatihan konservasi lingkungan, pendapat stakeholders. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data potensi pengembangan wisata tirta situ Kemuning melalui pemanfaatan ruang potensial, analisis dilakukan dengan: 1) menggunakan adaptasi bagian dari pedoman analisis daerah operasi dan daya tarik wisata alam yang dirumuskan oleh Direktorat Wisata Alam dan Jasa Lingkungan (2003) untuk menilai tingkat kelayakan, 2) Perhitungan indeks kesesuaian wisata dalam penelitian ini dilakukan penambahan beberapa parameter dari tabel kriteria yang digunakan oleh Emilia (2009), kesesuaian kawasan diperoleh dari tingkat persentase kesesuaian yang dinilai dari total nilai seluruh parameter. Indeks Kesesuaian Wisata dihitung dengan rumus: IKW
= ∑ [Ni / Nmaks] x 100%
Keterangan: IKW = Indeks kesesuaian wisata Ni = Nilai parameter ke-i (bobot x skor) Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori wisata
18 3) Perhitungan daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata yang mencakup pengelolaan kawasan situ Kemuning dengan pemanfaatan sumberdaya yang memperhatikan kelestarian lingkungan. Daya Dukung Kawasan (DDK) adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia, dihitung dengan persamaan sebagai berikut: DDK = K .
Lp . Wt Lt . Wp
Keterangan: DDK = K = Lp = Lt = Wt = Wp =
Daya dukung kawasan Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Unit area untuk kategori tertentu Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata per hari Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu, (dalam Yulianda, 2007). 4) Analisis pemanfaatan ruang potensial berdasarkan buffer 50 m dari perairan situ di analisis dengan teknik overlay (Jaya, 2012), pengukuran luas situ dari sumber citra ikonos dengan proyeksi UTM WGS 1984, dan 5) Analisis data terkait persepsi masyarakat disajikan dalam bentuk tabulasi data. Output tujuan penelitian dari analisis ini adalah peta arahan zonasi pemanfaatan ruang potensial untuk pengembangan wisata tirta situ, jumlah daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata tirta dan matrik penataan dan pengelolaan situ dalam rangka pengembangan wisata tirta.
.
19 Hasil
Kondisi umum wilayah penelitian Secara umum lokasi penelitian berada di Desa Cimanggis, Kecamatan Bojonggede (Gambar 3.1) dengan pusat pertumbuhan wilayah yang mudah dijangkau. Kondisi morfologi lahan berbentuk dataran berombak 90%, berombak berbukit 5%. Lahan berada di sepanjang daerah aliran sungai Ciliwung, kali Pesanggrahan dan sebagian kali Baru.
Gambar 3.1 Situasi situ Kemuning dalam arahan rencana tata ruang wilayah
20 Kecamatan Bojonggede pemanfaatan lahannya sekitar 45.43% dari luas wilayah merupakan kompleks perumahan atau pemukiman, dengan rata-rata kepadatan penduduk dari tahun 2008 sampai 2012 sebesar 8416 jiwa/km2 dengan luas wilayah 26.70 km2. Penduduk Kecamatan Bojonggede merupakan penduduk terpadat ketiga dalam data statistik Kabupaten Bogor. Ada pun kepadatan penduduk Desa Cimanggis sebesar 3152 jiwa/ km2 dengan luas wilayah tercatat seluas 5.20 km2. Kepadatan penduduk di Kecamatan Bojonggede sangat bervariasi. Dari sembilan desa yang ada di kecamatan ini terdapat tiga desa dengan kepadatan penduduk tertinggi, yaitu Desa Bojonggede sebesar 16.716 jiwa/ km2, Desa Pabuaran sebesar 15.780 jiwa/ km2 dan Desa Rawa Panjang sebesar 11.440 jiwa/ km2. Karakteristik wilayah Kecamatan Bojonggede adalah sebagai berikut (Tabel 3.1) Tabel 3.1 Karakteristik wilayah Kecamatan Bojonggede No
Karakteriktik lokasi
Menejemen bioregional Peta tematik Jabodetabek LIPI 2006
1
Zona kerentanan tanah
Kategori Sangat rendah zona ini sangat jarang terjadi gerakan tanah, baik tanah lama maupun tanah baru. Kecuali pada daerah tidak luas disekitar tebing sungai. Kondisi daerahnya datar-landai, slope < 15%, tidak dibentuk oleh endapan gerakan tanah, timbunan, lempung.
2
Jenis Tanah
Latosol merah Latosol coklat
3
Prioritas penanganan banjir berdasarkan lintasan sungai
Prioritas I - DAS Ciliwung (58.138Ha) - DAS Pesanggrahan dengan aliran air sedang
4
Curah hujan tahunan
2500-3000 mm/tahun
5
Jumlah hari hujan tahunan
140-160 HH/tahun dan 160-180 HH/tahun (lokal)
6
Geologi
Endapan kipas aluvial: berupa tuf berlapis, tuf lapili, sebagian endapan rombakan batuan gunung api muda.
7
RTRW saat ini
Peruntukan kawasasan Pemukiman padat tinggi (Pp1), Wisata alam, bagian penataan Kawasan Cibinong Raya (identifikasi)
8
Situasi aktivitas pemanfaatan laha sekitar situ Kemuning saat ini
Ladang singkong, lahan kebun jati dan jabon, pengairan, tambak ikan, ternak ayam, pemukiman berkembang perdagangan, wahana rekreasi (observasi).
21
Daerah operasi dan daya tarik wisata Keberadaan situ Kemuning sebagai infrastruktur sumberdaya air memiliki nilai potensi daerah operasi objek dan daya tarik wisata alam, (Tabel 3.2). Tabel 3.2 Hasil penelitian kondisi daerah operasi dan objek daya tarik wisata alam No
Kondisi daerah operasi berdasarkan unsur
Nilai*
Keterangan
1 Daya tarik objek 80.56 Sedang 2 Aksesbilitas/kadar hubungan 94.44 Baik 3 Kondisi sekitar lingkungan objek 86.67 Baik 4 Sarana dan prasarana 91.67 Baik 5 Kondisi air bersih 83.33 Baik 6 Keamanan lingkungan 83.33 Baik *) Kriteria penilaian, Baik : > 83, Sedang : 51 – 83 dan Kurang : ≤ 50. Daerah operasi dan objek daya tarik wisata alam berdasarkan penilaian enam unsur diatas dinterprestasikan kondisinya mendukung untuk pengembangan kegiatan wisata tirta situ dalam rangka mendapatkan daya guna dan hasil guna optimal dengan tetap menjamin kelestarian objek alam. Terdapat unsur daya tarik objek dengan nilai kriteria sedang (80.56). Nilai kondisi daya tarik tersebut terkait dengan kondisi situ yang saat ini terganggu adanya pendangkalan perairan dan perubahan morfologi situ. Temuan ini didasarkan pada hasil indentifikasi kondisi fisik lingkungan situ Kemuning. Indek kesesuaian wisata yang dikembangkan saat ini Hasil penelitian kesesuaian wisata yang dikembangkan saat ini, menunjukkan hanya kegiatan wahana pemancingan yang sesuai dengan kriteria indeks kesesuaian wisata (85.71). Ada pun kegiatan untuk relaxing, jogging dan atraksi air menunjukkan kategori sesuai bersyarat, (Tabel 3.3). Tabel 3.3 Hasil analisis indeks kesesuaian wisata yang dikembangkan saat ini Jenis Kegiatan
IKW*
Keterangan
Wahana pemancingan 85.71 Sesuai Relaxing, jogging 76.47 Sesuai bersyarat Atraksi air 75.56 Sesuai bersyarat *) Kriteria penilaian, Sesuai: >83, Sesuai Bersyarat: 51-83 dan Kurang sesuai ≤50 Penilaian kondisi kesesuaian tersebut di atas secara langsung juga mempengaruhi dan menjelaskan hasil analisis penilaian daya tarik wisata. Kondisi fisik situ saat ini keberadaanya terancam oleh pendangkalan, penyempitan sempadan situ, pengkaplingan lahan oleh masyarakat dan pemanfaatan ruang yang belum tertata. Penilaian kondisi aksesbilitas terhadap daerah operasi dan objek situ Kemuning mempunyai nilai tinggi, karena letak yang strategis dari arah perkotaan dengan kondisi akses lokasi didukung oleh sistem jaringan tranportasi umum yang berkembang dan mudah ditempuh oleh jenis kendaraan. Lokasi situ Kemuning yang berdekatan dengan jalan raya Bojonggede-Tajunghalang berdasarkan hasil preliminary survey (pagi-siang-sore) dilalui oleh kendaraan roda dua sebanyak 5854 unit (75%), kendaraan roda empat sebanyak 1726 unit (22%) dan kendaraan roda enam sebanyak 224 unit (3%) (Tabel 3.4).
22 Tabel 3.4 Komposisi kendaraan yang melalui jalan raya Bojonggede-Tajurhalang. Kendaraan roda 2 (Sepeda Waktu motor) Unit Jalan Bojonggede - Tajurhalang Pagi (6:30 - 8:30) Arah ke Bojonggede 759 Arah ke Tajurhalang 1279 Jumlah I Kendaraan
Kendaraan roda 4 Kendaraan (Angkot-Taxiroda 6 Mobil Box-Mobil (Truk) Pribadi-Pick Up) Unit Unit
Total
284 282
27 21
1070 1582 2652
Siang (11:00 - 13:00) Arah ke Bojonggede Arah ke Tajurhalang Jumlah II
1028 1089
323 312
64 42
1415 1443 2858
Sore (16:00 - 18:00) Arah ke Bojonggede Arah ke Tajurhalang Jumlah III
723 976
251 274
39 31
1013 1281 2294
Total (I + II + III) 5854 1726 224 7804 Sumber: Preliminary survey, 2013. Posisi situ Kemuning sebagai titik sentral menunjukkan posisi sangat strategis dalam area buffer 20 km (Gambar 3.2) dengan memasukkan distribusi semua situ di Kota Bogor dan Kota Depok, teridentifikasi 59 situ berada wilayah Bogor dan 21 situ di Kota Depok, hal ini berimplikasi menjadi strategi dan peluang kerja sama pengelolaan situ terpadu bagi ketiga pemerintah daerah tersebut dalam rangka menyediakan area resapan air dan RTH kota melalui pendekatan wisata tirta dengan mengacu konsep ekowisata.
Gambar 3.2 Peta distribusi situ buffer 20 km situ Kemuning sebagai titik sentral
23 Pemanfaatan situ Kemuning saat ini sebagai tempat wisata, situasi dan kondisinya saat ini (Gambar 3.3) memerlukan upaya penataan yang memadukan dengan fungsi konservasi sumberdaya air. Walau pun keberadaannya terganggu, kondisi sebagian bagian objek alam situ Kemuning saat ini yang masih mempunyai daya tarik wisata tersendiri bagi masyarakat di sekitar (Gambar 3.4).
Gambar 3.3 Situasi dan kondisi pemanfaatan situ saat ini
Gambar 3.4 Kondisi bagian objek alam situ Kemuning saat ini
24 Rekayasa dan modifikasi lingkungan diperlukan untuk penataan dan pengelolaan situ Kemuning berbasis wisata melalui pengaturan pemanfaatan ruang potensial. Rekayasa dan modifikasi lingkungan ini dilakukan dengan tujuan untuk memadukan fungsi konservasi sumberdaya air dengan rekreasi. Analisis pemanfaatan ruang potensial Analisis pemanfaatan ruang potensial merupakan bagian dari rekayasa dan modifikasi lingkungan untuk penataan dan pengelolaan situ Kemuning. Terkait dengan komposisi luas pemanfaatan ruang lahan sempadan (buffer 50 m) dan perairan situ Kemuning, konsep ruang dibangun berdasarkan referensi, studi komparasi (best practice management) dan observasi karateristik biofisik lingkungan situ (Gambar 3.5). Arahan susunan penetapan peruntukan pemanfaatan ruang perairan dan sempadan situ (buffer zone) didefinisihkan dengan mengintegrasikan fungsi dan manfaatnya perairan situ ke dalam satu kesatuan interaksi antara kegiatan preservasi dan konservasi sumberdaya air sebagai kegiatan inti dan kegiatan rekreasi sebagai kegiatan pendukung yang tertata dan terkelola.
Sumber: Analisis 2013. Gambar 3.5 Konsep pengembangan situ berbasis wisata alam (wisata tirta) melalui pemanfaatan ruang potensial Konsep pengaturan ruang di atas membagi lahan sempadan (buffer 50 m) dalam lima lapisan (ring) yang masing-masing tetap berfungsi sebagai daerah resapan air dan melindungi badan air situ. Konsep tersebut sekaligus menjadi kriteria dalam penentuan daya dukung kawasan untuk pengembangan wisata tirta melalui pemilihan lokasi pemanfaatan ruang potensial.
25 Berdasarkan analisis konsep ruang di atas, maka penataaan pemanfaatan ruang untuk situ Kemuning diperoleh hasil rancangan zonasi untuk penataan dan pengelolaan sebagai perencanaan optimalisasi pemanfaatan ruang potensial, (Gambar 3.6).
Gambar 3.6 Rancangan arahan zonasi situ Kemuning melalui pemanfaatan ruang potensial Luas situ Kemuning berdasarkan komposisinya diperoleh luas perairan situ saat ini terukur 6.50 ha. Luas tersebut diperoleh dari pengukuran data citra ikonos yang terukur seluas 5.83 ha ditambah dengan pecahan luas perairan situ seluas 0.65 ha. Dalam penelitian ini untuk menghitung daya dukung kawasan pemanfaatan wisata tirta menggunakan luas perairan 5.83 ha dengan luas sempadan situ buffer 50 m seluas 9.51 ha sehingga diperoleh jumlah luas situ ideal secara keseluruhan adalah 15.34 ha, (Tabel 3.5). Tabel 3.5 Luas situ Kemuning dengan buffer 50 m berdasarkan komposisi ruang Komposisi ruang
Luas (Ha)
Persentase (%)
A. Luas Perairan B. Luas sempadan - Lapisan 1-2 - Lapisan 3 - Lapisan 4 - Lapisan 4-5 Jumlah B
5.38
38.01
0.53 0.18 2.00 6.80 9.51
61.99
Total luas situ
15.34
100
Keterangan Badan air situ Lingkungan binaan alami (3 m) Jalan sempadan situ (1 m) Forest landscape (11 m) Forest tree (35 m)
26 Berdasarkan Tabel 3.5 setelah dianalisis dengan penelusuran lokasi diperoleh 34.35% atau 5.27 ha merupakan luas unit pemanfaatan ruang potensial untuk kegiatan pengembangan wisata tirta. Kebutuhan ruang terbagi menjadi ruang terbuka hijau dan ruang servis wisata. Penjabaran rancangan perencanaan (Plan B) dari konsep pengembangan situ melalui pemanfaatan ruang potensial yang berlaku untuk situ Kemuning diperoleh rancangan skema pengembangan seperti terlihat pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7 Skema pengembangan wisata tirta situ Kemuning melalui pemanfaatan ruang potensial Perhitungan daya dukung kawasan untuk kegiatan wisata tirta Bentuk rancangan penataan situ Kemuning berdasarkan hasil perhitungan daya dukung kawasan untuk pengembangan kegiatan wisata tirta (Tabel 3.6) diperoleh daya dukung kawasan yang tinggi untuk jenis kegiatan relaxing, jogging yaitu sebesar 1698 orang/hari secara terdistribusi, wahana pemancingan 202 orang/hari dan atraksi air 142 orang/hari. Perhitungan daya dukung digunakan untuk membatasi kunjungan maksimal dan upaya pengelolaan dampak timbul dari kegiatan yang dikembangkan yang bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan kualitas lingkungan situ sehingga pengelolaan dan pemanfaatan dapat berkelanjutan. Tabel 3.6 Perhitungan daya dukung kawasan untuk pengembangan wisata tirta Jenis Kegiatan K L (m2) Lt Wp Wt DDK (m) (jam) (jam) (orang/hr) Wahana pemancingan Relaxing, joging Atraksi air
1 1 2
909 5094 10646
9 9 900
4 2 1
8 6 6
202 1698 142
27 Interaksi masyarakat dan persepsi tentang fungsi dan manfaat situ Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk interaksi masyarakat secara langsung terhadap keberadaan situ adalah penggunaan situ sebagai tempat rekreasi dan memanfaatkan sebagian sempadan untuk usaha berdagang, termasuk kegiatan memancing oleh warga masyarakat sekitar. Bentuk interaksi lain masyarakat adalah penggunaan aliran air situ sebagai irigasi untuk usaha budidaya perikanan (hilir). Data dari Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor (2012) mencatat situ Kemuning merupakan daerah irigasi/DI mengairi lahan sekitar 29 ha. Bentuk interaksi masyarakat tersebut berlangsung setelah rehabilitasi situ Kemuning yang dilakukan pada tahun 2003/2004. Awal pemanfaatan untuk usaha keramba ikan, selanjutnya lebih banyak dimanfaatkan untuk kegiatan rekreasi sampai saat ini, (Tabel 3.7). Tabel 3.7 Data interaksi dan persepsi masyarakat tentang fungsi dan manfaat situ. Bentuk interaksi Persepsi masyarakat tentang masyarakat fungsi dan manfat situ Responden (%) Penggunaan untuk rekreasi keluarga
Sebagai sarana wisata/rekreasi/ pemancingan/olah raga dan tempat liburan keluarga
74
75.51
Irigasi dan budidaya ikan (area hilir)
Sebagai sumber air, daerah resapan, daerah tangkapan/ tampungan/tandon air
66
67.35
Pemancingan ikan
Sebagai tempat perlindungan dan untuk pelestarian makluk hidup, kenyamanan masyarakat sekitar serta estetika lingkungan.
44
44.90
25
25.51
Sebagai daerah pencegah dan pengendali banjir Sumber pendapatan masyarakat dan tempat mencuci
20
20.41
16
16.33
Sebagai tempat budidaya ikan
8
8.16
Sebagai pengairan atau sarana irigasi
Persepsi masyarakat tentang fungsi dan manfaat situ secara peringkat menunjukkan 75.51% dari total responden adanya kecenderungan memberikan jawaban situ sebagai sarana wisata dan rekreasi. Terdapat 67.35% dari total responden cenderung memberikan jawaban situ merupakan sumber air, daerah resapan, daerah tangkapan/tampungan/tandon air, dan terdapat 44.90% dari total responden memberikan kecenderungan jawaban situ sebagai tempat perlindungan dan pelestarian makluk hidup, kenyamanan masyarakat sekitar serta estetika lingkungan.
28 Data berikutnya menunjukkan kurang dari sama dengan 25% dari total responden memberikan kecenderungan jawaban antara lain bahwa situ berfungsi dan bermanfaat sebagai pengairan atau sarana irigasi, sebagai daerah pencegah dan pengendali banjir, sumber pendapatan masyarakat, dan tempat budidaya ikan. Interprestasi data persepsi masyarakat tersebut,mengindikasikan bahwa kecenderungan masyarakat lebih banyak mengenali situ dari manfaatnya sebagai sarana wisata atau rekreasi keluarga dari pada fungsi vitalnya sebagai sumber air, daerah resapan/tampungan/tandon air. Kecenderungan data persepsi masyarakat tersebut tidak lepas dari kondisi pemanfaatan situ sendiri yang sejak direhabilitasi dimanfaatkan oleh masyarakat untuk aktivitas rekreasi. Persepsi masyarakat tersebut didukung oleh data respon sikap masyarakat terhadap pengembangan pengelolaan situ sebagai wahana tirta yang menunjukkan arah data positif (Tabel 3.8). Terdapat 88.87% responden memberikan repon sikap setuju, dan 6.12% reponden yang menyatakan respon sikap kurang setuju. Tabel 3.8 Sikap masyarakat terhadap pengembangan wisata tirta situ Kemuning. Sikap masyarakat terhadap pengembangan fungsi situ sebagai wahana wisata tirta Setuju Ragu-ragu Kurang setuju Jumlah
Persentase Responden
(%)
87 5 6
88.78 5.10 6.12
98
100
Terkait dengan data kunjungan wisata ke situ Kemuning, pola peningkatan kunjungan terjadi ketika hari sabtu dan minggu dan terlihat pola kunjungan juga meningkat pada saat kalender hari libur. Kunjungan pada senin-jumat terlihat pola kunjungan wisata relatif stabil di angka kunjungan kurang dari 400 pengunjung setiap harinya. Data kunjungan tersebut hanya dihitung selama penelitian dalam jangka waktu 21 hari terhitung mulai tanggal 11 sampai 31 Maret 2013 (Gambar 3.8), artinya data ini hanya mencerminkan data gambaran sekilas pola kunjungan wisata yang ada saat ini. Ada pun data kunjungan sebelumnya tidak tersedia, karena kegiatan wisata situ Kemuning belum terkelola dengan baik. Kondisi jumlah pengunjung selama 11 - 31 maret 2013 1000 500
Jumlah pengunjung situ dengan berbagai motivasi kunjungan
0
Sumber: survei dan pengelola atraksi, 2013. Gambar 3.8 Grafik pola kunjungan wisata di situ Kemuning
29 Pembahasan
Daerah operasi dan objek daya tarik wisata Kondisi daerah operasi objek dan daya tarik wisata alam situ Kemuning tergolong baik secara operasioanal, artinya kondisi daerah operasi mendukung dan layak untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata alam kategori minat khusus wisata tirta. Hasil tersebut diperoleh berdasarkan penggunaan metoda adaptasi pedoman analisis daerah operasi objek dan daya tarik wisata alam yang dirumuskan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan (2003). Dalam kriteria penilaian dan pengembangan daya tarik dan objek wisata alam berbentuk perairan khususnya objek yang berbentuk danau, analisis ini menempatkan situ mempunyai kemiripan dengan ekosistem perairan danau. Kelayakan daerah operasi dijelaskan oleh nilai unsur kadar hubungan, kondisi sekitar lingkungan objek, sarana dan prasarana, kondisi air bersih dan faktor keamanan lingkungan. Posisi situ Kemuning sebagai daerah tujuan wisata didukung dengan jaringan transportasi yang telah berkembang dan mudah ditempuh. Hal ini telah memberikan nilai pada peningkatan daya tarik daerah. Menurut Warpani dan Warpani (2007) bahwa daerah tujuan wisata hanya memiliki makna pengembangan apabila mudah dikunjungi, artinya memiliki tingkat aksesbilitas tinggi. Penyelarasan dengan rencana tata ruang diperlukan untuk mengatur hubungan dengan daerah-daerah lain. Situ Kemuning dijadikan titik patokan perencanaan perjalanan wisata yang berhubungan dengan sebaran situ dengan jarak 20 km. Pertimbangan jarak perjalanan tersebut menjadikan sebaran situ yang berada di Kota Bogor dan Kota Depok menjadi peluang untuk pengembangan kawasan situ hijau terpadu dengan wisata tirta situ melalui pengaturan pemanfaatan ruang potensial. Pengelolaan potensi wisata situ dimaksudkan untuk menyediakan dan memanfaatkan ruang terbuka hijau yang notabene keberadaan situ banyak ditemukan dalam kawasan perkotaan dan pemukiman penduduk berkembang. Hal ini menjelaskan daerah operasi. Warpani dan Warpani (2007) juga menjelaskan bahwa jumlah penduduk menunjuk pada potensi dan pasar wisatawan. Kecamatan Bojonggede yang di dalamnya terdapat situ Kemuning mempunyai kepadatan penduduk 8416 jiwa/km2 (terpadat ke tiga di Kabupaten Bogor). Warpani dan Warpani (2007) menerangkan lagi bahwa perencanaan ruang pariwisata harus dilakukan dengan landasan kaidah-kaidah pelestarian lingkungan dan keberlanjutan. Pemanfaatan ruang potensial dijadikan bagian rencana pengelolaan untuk mencegah kerusakan lingkungan dari kegiatan wisata. Penataan situ Kemuning meliputi pengeloaan perairan dengan area sempadan melalui pemanfaatan ruang potensial. Konsep ini diaplikasikan dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang pedoman penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan. Pengembangan potensi wisata tirta situ Kemuning pada dasarnya akan bertumpu pada sumberdaya alam maka perencanaannya harus mengacu pada prinsip perlindungan dan konservasi. Timothy dan Boyd (2003) menjelaskan prinsip preservasi dan konservasi adalah kunci keberhasilan yang harus diwujudkan dan menjadi dasar pijakan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pokok program pembangunan pariwisata.
30 Kondisi lingkungan sekitar objek situ Kemuning merupakan kawasan peruntukan wisata alam dari rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bogor, kesesuaian ini juga didukung oleh persepsi dan sikap masyarakat sekitar. Mata pencaharian masyarakatnya secara umum banyak yang berkerja di sektor jasa, perdagangan dan pertanian, mayoritas penduduk merupakan urbanisasi dan pendatang. DJPHKA-DWAPJL (2003) menjelaskan agar pembangunan dan pengembangan objek dan daya tarik wisata alam dapat berjalan efektif dan efesien, maka perlu memperhatikan rencana umum tata ruang wilayah dan hasil pelaksanaan ADO-ODTWA serta ketentuan yang berlaku, hal tersebut dimaksudkan agar ODTWA dapat memberikan manfaat optimal bagi masyarakat dan kawasan pengembangan tetap terjaga kelestariannya. Konsep pengembangan wisata tirta melalui pemanfaatan ruang Potensial Berdasarkan Gambar 3.5, Konsep pengembangan pengelolaan situ Kemuning berbasis wisata tirta dimaksudkan untuk mengelola sumberdaya air situ melalui upaya konservasi dengan pengaturan kegiatan-kegiatan perlindungan yang dimanfaatkan untuk rekreasi dan penentuan kriteria penentuan daya dukung. Skema tata dan kelola situ dibuat untuk menjelaskan fungsi dan manfaat ruang (Gambar 3.9).
Gambar 3.9 Skema konsep penataan dan pengelolaan situ melalui pemanfaatan ruang potensial Gambar 3.9 merupakan skema penataan dan pengelolaan situ dari rekayasa dan modifikasi lingkungan terhadap perubahan lingkungan situ. Struktur pengaturan pemanfaatan ruang yang terbagi dalam ring-ring bertujuan untuk preservasi.
31 Kebutuhan ruang dalam pengembangan penataan situ Kemuning terbagi dua yaitu kebutuhan ruang terbuka hijau dan ruang servis. Kebutuhan ruang tersebut secara langsung akan dibatasi dan diatur pemanfaatannya oleh struktur lapisan (ring) yang berada pada sempadan situ (buffer 50 m). Penjelasan konsep pengembangan penataan situ (Gambar 3.5 dan atau Gambar 3.9), sebagai berikut: Lapisan (ring) 1 dan 2 merupakan lingkungan binaan alami yang menyatu dengan lebar 3 meter dari permukaan air pasang tertinggi. Lapisan 1 yang merupakan bagian daerah tepiaan atau ekoton (daerah peralihan antara perairan situ dengan daratan) yang langsung berinteraksi dengan periran, lapisan ini berfungsi untuk mengatur dan membatasi tingginya aktivitas langsung masyarakat yang memanfaatkan daerah ini. Dan lapisan 2 merupakan lapisan pelindung sekaligus pembatas (green belt) yang melindungi daerah lingkungan binaan alami dari prilaku masyarakat yang kurang terkontrol, bentuknya adalah vegetasi yang mampu beradaptasi dengan lahan basah. Sebagian ring ini dapat dimanfaatkan dengan aktivitas rendah atau berdampak kecil, seperti menyediakan sebagian area yang sesuai untuk pemancingan. Lapisan ini difungsikan untuk memperkuat daerah rivarian. Menurut Hariyani et al. (2007) pengelolaan daerah rivarian secara fisik menstabilkan wilayah dan struktur tepian sedangkan secara kimiawi akan menjadi dinding menahan sejumlah besar nutiren dari daratan, sebagai keanekaragaman hayati memberikan naungan dan tutupan yang cukup dan sebagai pelindung biota air dan biota lainnya dan juga sebagai sumber pakan bagi ikan. Lapisan (ring) 3 merupakan jalan sempadan situ dengan lebar 1 meter, dibuat dengan teknis ramah lingkungan, jalan yang masih semi permanen tanpa mengganggu proses infiltrasi air hujan, berfungsi untuk mengendalikan aktivitas masyarakat (pengunjung) melalui penyediaan fasilitas ruang yang dimanfaatkan khusus untuk aktivitas jogging dan menikmati daya tarik dan objek alam situ. Lapisan (ring) 4 merupakan daerah campuran rumput, semak belukar, pohon dan vegetasi baik tinggi maupun rendah yang berupa lapisan forest tree didalamnya terdapat forest landscape dengan lebar 11 meter dari jalan sempadan situ (ring 3), dibuat dengan tujuan untuk menyediakan keteduhan dan pemandangan bagi pengunjung yang ingin menikmati suasana bersantai atau relaxing yang dikondisikan berdasarkan area pemanfaatan ruang yang potensial. Daerah ini masih berfungsi dalam penataan rivarian. Dalam hal ini, DPSDA dan LPPM ITB (2004) menjelaskan untuk semua situ lebar minimum 15 m (horizontal) dari sempadan situ yang diukur dari batas air tertinggi, harus tetap dikondisikan alami. Pembolehan penjarangan vegetasi untuk menyediakan akses pemandangan dari badan air atau meyediakan akses lebar 3 m ke air yang tidak dalam bentuk garis lurus. Selanjutnya fungsi alaminya sebagai mengatur unsur hara dan menyaring sedimen yang dapat meningkatkan dan memelihara kualitas air, fungsi lain sebagai daerah pelindung untuk menstabilkan tebing dan menyediakan pengendalian banjir dengan memperlambat kecepatan air. Lapisan (ring) 5 merupakan batas terluar dari buffer zone sebagai grenbelt yang tipis dan melingkar yaitu vegetasi yang mempunyai nilai pembatas dengan kontak daerah di luar buffer zone situ. Konsep ini diadaptasi dari Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 bahwa greenbelt adalah ruang terbuka hijau yang diartikan memiliki tujuan utama untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu.
32 Selanjutnya Ilham (2011) menjelaskan bahwa penetapan sistem zonasi situ pada dasarnya bertujuan untuk membatasi kegiatan pada zona-zona tertentu disekeliling situ untuk mempertahankan kualitas fisik maupun kualitas air situ. Dalam pengelolaan sumberdaya perairan tergenang seperti danau, dalam hal ini situ yang lebih banyak ditemukan di perkotaan mempunyai karakteristik hampir sama dengan danau. Menyitir pendapat Hariyani et al. (2007) menjelaskan rekayasa lingkungan merupakan bagian penting dari implementasi sistem pengelolaan perairan danau khususnya untuk adaptasi kondisi perairan terhadap perubahan lingkungan dan dimensi waktu yang bertujuan mengoptimalkan manfaat sumberdaya air secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Analisis penelusuran lokasi pemanfaatan ruang situ (Gambar 3.6) yang diperoleh luas sekitar 34.35% (5.27 ha) merupakan luas unit pemanfaatan ruang potensial untuk kegiatan pengembangan wisata tirta. Dari luas tersebut hanya 14.64% (2.25 ha) yang digunakan secara intensif untuk penunjang kegiatan wisata. Di luar zona ini (65.65% didefinisihkan sebagai area yang tidak direkomendasikan untuk pengembangan ruang wisata) penataan dan pengelolaan lingkungan sempadan situ lebih dikondisikan untuk menfaat dan fungsi rivarian dan membatasi kegiatan yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan situ. Hasil perhitungan daya dukung kawasan yang menunjukkan daya dukung tinggi untuk jenis kegiatan relaxing, duduk, jogging yaitu sebesar 1698 orang/hari secara terdistribusi. Perhitungan daya dukung digunakan untuk membatasi kunjungan maksimal dan upaya pengelolaan dampak timbul kegiatan pegembangan. Tujuan penetapan daya dukung dan pengelolaan dampak untuk mempertahankan kualitas dan kondisi fisik lingkungan situ. Soemarwoto (2004) menggarisbawahi bahwa dalam perencanaan pengembangan pariwisata harus memperhatikan daya dukung berdasarkan atas tujuan pariwisata. Perencanaan pariwisata yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan akan menurunkan kualitas lingkungan dan rusaknya ekosistem sehingga akan menghambat bahkan menghentikan perkembangan pariwisata. Selanjutnya Fandeli dan Muhammad (2009) menambahkan masalah daya dukung menjadi sangat penting karena berkaitan erat dengan kerusakan lingkungan. Penentuan daya dukung kegiatan wisata tirta situ kemuning tersebut, setidaknya pertimbangan ini telah mengacu pada konsep ekowisata situ. Menurut Damanik dan Weber (2006) ekowisata merupakan salah satu bentuk kegiatan khusus, tujuan proyek ekowisata harus jelas dan terukur. Sehingga prinsip-prinsip ekowisata harus diterapkan terutama terkait dengan lingkungan, salah satunya seperti disebutkan oleh TIES (2000) dalam Damanik dan Weber (2006) adalah mengurangi dampak negarif berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata. Tujuan perencanaan pengembangan wisata tirta situ Kemuning dengan konsep ekowisata yang ingin dicapai adalah kelestarian situ dan kesejahteraan masyarakat melalui upaya strategi strategi pilihan. Secara regulasi situ diatur sebagai kawasan lindung. Menurut Warpani dan Warpani (2007) menjelaskan bahwa kawasan lindung bukan berarti tidak dapat dimanfaatkan untuk kepentingan lain, bahwa ancaman terhadap kelestarian tetap ada karena ulah manusia atas lingkungan, dan untuk mengurangi resiko dan menyelamatkan kawasan lindung kuncinya terletak pada program pendidikan lingkungan dan pengelolaan pariwisata yang bersentuhan langsung dengan kawasan lindung.
33 Pengelolaan dampak timbul pengembangan wisata tirta Pengelolaan dampak timbul (Tabel 3.9) bagian dari penataan dan pengembangan pengelolaan situ berbasis wisata tirta dengan pemberdayaan masyarakat akan berhubungan dengan pengelolaan kualitas lingkungan. Pemberdayaan masyarakat diarahkan untuk meningkatkan produktivitas secara jangka panjang atau berkelanjutan serta mengendalikan dampak negatif yang ditimbulkan dari pengembangan pemanfaatan secara khusus di tingkat lokal (objek). Tabel 3.9 Matrik pengelolaan dampak timbul dari kegiatan wisata air Jenis Kegiatan Wahana pemancingan
Relaxing, Jogging
Atraksi air
Dampak potensial yang ditimbulkan
Rencana pengelolaan dampak
Gangguan kebersihan (berupa sampah)
Penyediaan dan penempatan TPS di area fishing.
Penggunaan bahan kimia terlarang
Pembuatan papan larangan/ peringatan
Gangguan kebersihan (sampah dan limbah)
Penyediaan dan penempatan TPS di area kegiatan.
Aksi pengunjung kurang terkontrol
Pembuatan papan peringatan dan rambu operasional
Gangguan kebersihan (berupa sampah)
Penyediaan dan penempatan TPS di area kegiatan.
Gangguan kestabilan gelombang perairan
Pengaturan siklus operasi dan ramburambu
Pembuatan fasilitas PAL
Larangan buang sampah ke badan air
Pelaksana dan pelaku
Penanggung jawab
LOJA situ, Masyarakat Pemanfaat, Pengunjung.
Instansi:
LOJA situ, Masyarakat Pemanfaat, Pengunjung.
Instansi:
LOJA situ, Masyarakat Pemanfaat, Pengunjung.
Instansi:
Pengelolaan kualitas lingkungan situ terkait dengan badan air dan lahan sempadan dilakukan dengan melengkapi fasilitas dan pengaturan pemanfaatan ruang. Pemaduserasian antara karakteristik fungsi dan manfaat sumberdaya situ dengan pengaturan pemanfaatan ruang potensial ditambah dukungan kelembagaan dijadikan pendekatan terapan dalam rangka pendayagunaan sumberdaya situ.
34 Persepsi masyarakat yang cenderung lebih mengenali situ dari manfaatnya sebagai wisata atau wahana rekreasi dari pada fungsi dasar sebagai daerah resapan atau daerah tampungan air. Menurut Van den ban dan Hawkins (1999) persepsi merupakan proses menerima informasi ata stimulasi dari lingkungan dan mengubahnya kedalam kesadaran psikologis. Berdasarkan pengertian ini, indikasi persepsi masyarakat tersebut dipengaruhi oleh pemanfaatan lingkungan situ yang selama ini digunakan untuk kegiatan wisata tirta. Hal ini menjadi penting untuk menempatkan masyarakat sebagai subjek ekowisata. Damanik dan Weber (2006) menjelaskan masyarakat lokal, terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena merekalah yang sesungguhnya akan menyediakan sebagian besar atrkasi sekaligus menentukan kualitas wisata. Melalui pemberdayaan, Warpani dan Warpani (2007) menegaskan hendaknya diarahkan pada peningkatan kinerja di bidangnya masingmasing tanpa harus beralih profesi. Masyarakat lokal dalam pengembangan wisata merupakan subjek dari kegiatan wisata itu sendiri. Masyarakat lokal dengan atribut komunitasnya memberikan bentuk karakteristik wisata setempat, data tentang persepsi dan respon masyarakat menjadi data perencanaan pengembangan wisata tirta situ. Kecenderungan publik memahami masalah lingkungan terletak pada materi sumberdaya secara fisik, padahal kalau ditarik kebelakang akar masalah tersebut, justru akan ditemukan masalah lingkungan terletak pada prilaku manusia. Dengan demikian, penting peran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan. Pentingnya peran serta masyarakat atau komunitas lokal digarisbawahi oleh Wearing (2001) dalam Suwarno (2009) yang menegaskan bahwa kesuksesan jangka panjang industri pariwisata sangat tergantung pada tingkat penerimaan dan dukungan dari komunitas lokal. Ilustrasi yang dikemukakan oleh Wearing menegaskan bahwa masyarakat lokal memiliki kedudukan yang sama pentingnya sebagai salah satu pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengembangan pariwisata, selain pemerintah dan swasta. Pola kunjungan wisata saat ini menjadi potensi pasar wisata, adanya kecenderungan kunjungan meningkat pada hari sabtu dan mingggu, juga pada waktu kalender hari libur. Namun, pola kunjungan wisata akan menurun ketika terjadi curah hujan yang tinggi. Pengunjung umumnya berasal dari masyarakat sekitar kecamatan Bojonggede, tetapi juga ada yang berasal dari luar daerah seperti Kota Depok, Kota Bogor dan Jakarta pun pernah melakukan kunjungan ke situ Kemuning. Motivasi kunjungan adalah menikmati atraksi wisata tirta, memancing, berkuliner dan ada yang hanya sekedar singgah untuk makan dan minum di area situ sekalian menikmati objek alam situ. Data pengunjung dan jumlah penduduk mencerminkan adanya potensi pasar wisata. Dalam konteks ini, pengunjung sebagai wisatawan (pelaku wisata), menurut Damanik dan Weber (2006) wisatawan adalah konsumen layanan. Dengan demikian menurut Warpani dan warpani (2007) maka pelayanan yang baik dan menarik merupakan cara membangun citra daerah tujuan wisata dan menjadi faktor penarik wisatawan. Pengembangan wisata tirta situ Kemuning direncanakan dengan konsep ekowisata. Menurut Afra et al, (2008) salah satu keuntungannya adalah menyediakan suatu momentum atau stimulus yang dapat meningkatkan pengembangan konservasi dan wisata. Konservasi dapat dilakukan saat
35 pengambilan keputusan tentang penggunaan lahan. Dan ekowisata juga dapat memberikan peluang kerja untuk masyarakat sekitar. Pariwisata akan menjadi lebih baik apabila diposisikan sebagai sektor pendukung keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan wilayah. Karena saat ini, konsep pengembangan kegiatan pariwisata ramah lingkungan semakin mengemuka seiring dengan peningkatan isu lingkungan. Menurut Ramly (2007) pengembangan kawasan wisata dilakukan dengan menata kembali potensi kekayaan alam dan hayati secara terpadu. Pada tahap berikutnya dikembangkan model pengelolaan kawasan wisata yang berorientasi pelestarian lingkungan. Pengembangan kawasan situ Kemuning sebagai objek dan daya tarik wisata merupakan bentuk pengelolaan kawasan khusus mandiri wilayah, yang menurut Sadoso (2006) merupakan entitas spasial dengan fungsi khusus (seperti kampus, industri, pemukiman, wisata) yang direncanakan sepenuhnya untuk fungsi tersebut, sehingga pengelolaannya dilakukakan oleh lembaga khusus dan mandiri. Keberadaan situ yang cenderung mengalami perubahan ke arah common pool resources sering berhadapan dengan persoalan overuse, pencemaran, karena sumberdaya terus dieksploitasi dan di sisi lain terlalu besar biaya yang akan digunakan untuk melarang orang menggunakan sumberdaya baik dengan cara menghambat secara fisik maupun dengan instrumen hukum dan kebijakan. Hal tersebut oleh Mihalic (2003) dalam Munandar (2005) mencoba untuk dijelaskan bahwa terdapat beberapa instrimen kebijakan terkait dengan perubahan kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh kesisteman, pertumbuhan maupun prilaku. Sebagai pembahasan dalam kasus ini adalah terkait dengan kerusakan yang diakibatkan oleh pertumbuhan populasi, maka instrumen yang dibutuhkan untuk mencegah terjadinya kerusakan yang akan ditimbulkan adalah dapat dilakukan dengan pembatasan atau penentuan daya dukung. Ketepatan dan keterkaitan unsur penentuan daya dukung sekaligus menjadi upaya pengelolaan dampak timbul. Keterlibatan unsur baik biofisik lingkungan dan masyarakat merupakan basis dari pemahaman daya dukung sebagai instrumen kebijakan, dalam hal ini McCool dan Lime (2001) mejelaskan bahwa pengetahuan lokal dan mengelola pengalaman, pengertian rekreasi dan daya dukung wisata perlu juga melibatkan tipe inisial utama (biofisik dan sosial) pada kapasitas fasilitas-fasilitas lainnya. Daya dukung rekreasi diartikan sebagai suatu jumlah rekreasi digunakan yang dapat ditampung oleh objek-objek area yang dikelola. Kegiatan wisata umumnya didasarkan atas ketersediaan sumberdaya alam seperti tanah dan air. Sumberdaya alam tersebut dijadikan obyek sekaligus produk kegiatan wisata. Ekosistem alam akan rusak jika perencanaan, pengembangan dan pengoperasiannya tidak diatur dengan tepat. Di lain pihak jika dikembangkan secara berkelanjutan, pariwisata dapat menjadi kekuatan positif bagi konservasi lingkungan yang dilengkapi dengan instrumen kebijakan didasarkan pada pemahaman jenis barang dan jasa serta karakteristik sumberdaya alam. Pengelolaan situ melalui pengembangan wisata tirta untuk menghadapi fenomena common pool resources, hal ini berkaitan dengan tanggungjawab atas property resoerces yang dapat dimiliki oleh pemerintah pusat, provinsi kabupaten, kota dalam wujud sebagai public goods atau oleh masyarakat adat sebagai common property resource, atau dimiliki oleh perusahaan sebagai Private Goods. Menurut sarsiti dan Taufif (2012) perlindungan terhadap potensi wisata yang ada harus dapat dipertahankan, karena objek wisata ciri khas suatu daerah (negara).
36 Salah satu pembahasan yang perlu dikedepankan adalah keterkaitan pengelolaan sumber daya air situ dengan rencana tata ruang wilayah. Perencanaan tata ruang yang meliputi sistem jaringan prasarana sumber daya air, kawasan lindung (termasuk kawasan konservasi), termasuk daerah layanan irigasi. Oleh karena itu, rencana tata ruang diharapkan menjadi pedoman untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor. Menurut Irianto et al (2010) dengan keterpaduan tersebut diharapkan konflik yang timbul akibat penggunaan air untuk berbagai kepentingan dapat dikurangi. Susilo (2013) menjelaskan peningkatan kualitas ruang terutama untuk kawasan lindung di sekitar danau (termasuk situ) dapat tercapai melalui program pengelolaan ekosistem danau, lebih lanjut dalam upaya melindungi badan airnya, sempadan perairan danau harus dipertegas. Pembuatan batas alami berupa tanaman keras sebagai ”green belt” akan dapat memenuhi keinginan tersebut. Sebagaimana hal tersebut juga diungkapkan oleh Kurniawan (2008) bahwa hal ini berkaitan dengan dibukanya lahan yang didominasi oleh bebagai macam tanaman keras di kawasan green belt yang berbatasan langsung dengan perairan. Pengembangan wisata tirta situ Kemuning merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi air atau lebih mengarah konsep ekowisata. Sehingga perlu adanya pendidikan dan pelatihan lingkungan melalui kegiatan penyuluhan dalam mendukung keberlanjutannya. Menurut Sarminingsih (2008) bahwa sebagian besar program kepedulian konservasi air terdiri atas penyuluhan dan pendidikan masyarakat sehingga diperlukan keahlian di bidang sosialisasi (social marketing) dan pendidikan. Saputra (2002) juga menjelaskan bahwa kontribusi kegiatan penyuluhan bagi pelaksana, pengelola maupun masyarakat sebagai stakeholders penting terutama dalam upaya bersama mengembangkan sistem menejemen terpadu pada sebuah objek wisata. Setyadi et al (2012) menegaskan bahwa kurangnya pembinaan dapat menimbulkan perbedaan persepsi dan rendahnya disiplin sehingga dapat menghambat pengembangan ekowisata. Simpulan Situ kemuning sebagai infrastruktur sumberdaya air yang diketahui mempuyai fungsi daerah tandon air dan daerah irigasi. Di sisi lain, Situ Kemuning juga mempunyai potensi wisata yang didukung oleh kelayakan daerah operasi dan objek wisata alam. Konsep penataan situ dengan membagi pemanfaatan ruang menjadi lima lapisan (ring) yang bertujuan untuk fungsi preservasi dan konservasi sumberdaya air. Luas unit pemanfaatan ruang potensial untuk pengembangan wisata tirta terdapat 5.27 ha (34.35%). Dari luas tersebut hanya 14.64% (2.25 ha) yang digunakan secara intensif untuk penunjang kegiatan wisata. Kebutuhan ruang terbagi menjadi ruang terbuka hijau dan ruang servis wisata tirta. Perhitungan daya dukung wisata diperoleh untuk wahana pemacingan sebesar 202 orang/hari, dan untuk aktivitas relaxing, jogging sebesar 1698 orang/hari yang terdistribusi. Penataan situ berbasis wisata tirta melalui pemanfaatan ruang potensial diimplementasikan dengan upaya pengelolaan dampak timbul kegiatan pengembangan yang bertujuan menjaga dan mempertahankan kualitas dan kondisi fisik lingkungan sehingga dapat menunjang keberlanjutan. Daya dukung kawasan wisata dan pengelolaan dampak timbul digunakan sebagai instrumen pengelolaan.
37
4 FORMULASI STRATEGI ARAHAN PENGEMBANGAN PENGELOLAAN SITU KEMUNING MELALUI PENDEKATAN BERBASIS WISATA TIRTA.
Pendahuluan Kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan sumberdaya air telah dibuat mulai dari undang undang sampai dengan peraturan daerah, isi substansi dari kebijakan dan peraturan tersebut berusaha mengatur pengelolaan melalui tiga komponen utama pengelolaan sumberdaya air yaitu konservasi, pemanfaatan dan pengendalian daya rusak air. Selanjutnya BLK (2010) mengemukakan meskipun telah banyak kebijakan dan peraturan yang diundangkan terkait dengan pengelolaan sumberdaya air akan tetapi kenyataannya konservasi sumber daya air, pengendalian daya rusak air terhadap sumber daya air pada danau dan waduk, situ, embung masih jauh dari harapan dan justru keadaannya semakin rusak baik secara kuantitas maupun kualitasnya. Pengelolaan situ di kawasan Jabodetabek saat ini masih menghadapi permasalahan yang kompleks, karena belum terdapat pola pengaturan dan perencanaan yang terpadu. Hal ini yang menyebabkan belum ada jaminan keberlanjutan fungsi dan pemanfatan situ. Situ Kemuning salah satu situ di Kabupaten Bogor yang diatur dalam pemanfaatan kawasan wisata alam. Pemanfaatan situ sebagai wisata tidak hanya di situ Kemuning, tetapi juga terdapat di sebagian situ-situ yang ada di Jabodetabek. Mencermati potensi situ Kemuning saat ini yang meliputi: 1) Sebagai tempat parkir air di musim hujan 2) Sumber air untuk keperluan irigasi, 3) Sarana pengendali banjir, dan 4) Tempat wisata atau rekreasi. Namun, keberadaannya juga memiliki permasalahan, yang teridentifikasi antara lain: 1) Kecenderungan penyusutan luasan situ akibat aktivitas pengurukan, 2) Penurunan kondisi situ, 3) kurangnya partisipasi, 4) terbatasnya koordinasi pengelolaan. Identifikasi keterkaitan antara masalah dan potensi tersebut dimaksudkan untuk perumusan strategi action plan pengelolaan terkait dengan potensi situ sebagai tempat wisata yang alami, sehingga kegiatan menjadi tepat sasaran sesuai dengan fokus permasalahannya. Dalam memformulasi strategi pengelolaan situ Kemuning, analisis SWOT digunakan untuk merumuskan strategi arahan pengembangan pengelolaan situ untuk saat ini maupun akan datang, sehingga strategi yang dihasilkan dapat dijadikan problem solving dan perencanaan berjangka. Terkait dengan penggunaan analisis ini, Rangkuti (2005) menjelaskan analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematik untuk merumuskan strategi. Hasil perumusan strategi pengelolaan situ Kemuning akan dijadikan dasar pengelolaan fungsi dan manfaat situ keberlanjutan. Selanjutkan Ilham (2011) menjelaskan strategi dasar pengelolaan situ merupakan panduan untuk perumusan rencana kegiatan penanganan permasalahan situ, yang hakekatnya merupakan penjabaran dari analisis kondisi situ, yang terkait dengan kebijakan pengelolaan situ. Pengembangan kegiatan wisata tirta situ Kemuning pada dasarnya akan bertumpu pada penggunaan sumberdaya air, maka perencanaannya harus mengacu pada prinsip-prinsip konservasi.
38 Menurut Timothy dan Boyd (2003) prinsip preservasi dan konservasi adalah kunci keberhasilan yang harus diwujudkan dan menjadi dasar pijakan dalam penyusunan kebijakan, strategi, dan pokok program pembangunan pariwisata. Terkait dengan ekowisata situ, Damanik dan Weber (2006) menjelaskan bahwa perencanaan ekowisata terkait dengan berbagai sektor, sehingga perencanaannya juga harus diletakkan pada pendekatan multidisiplin dan menuntut pekerjaan yang bersifat kolaborasi berdasarkan mekanisme yang jelas. Dari tinjauan pustaka yang digunakan diatas dan permasalahan secara lokal di situ Kemuning diperlukan strategi pengembangan pengelolaan situ sebagai rencana tindak pengelolaan situ terkait dengan konsep ekowisata. Penelitian ini bertujuan untuk memformulasi strategi arahan pengembangan pengelolaan situ melalui pendekatan berbasis wisata tirta.
Bahan dan Metode Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di situ Kemuning, Kabupaten Bogor. Situ Kemuning merupakan salah satu infrastruktur sumberdaya air dan destinasi wisata. Waktu penelitian mulai bulan Februari sampai Juni 2013. Teknik Pengumpulan data Penelitian merupakan studi kasus (case study), yaitu penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas (Nazir, 1999). Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dengan tokoh pemerintah desa, pengawas situ dan atau pengelola atraksi wisata, dan stakeholder dari instansi Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane dan Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor, studi komparasi di situ Pengasinan di Kota Depok dan observasi lapangan dilakukan untuk menilai kondisi objek yang selanjutnya dijadikan bagian dari identifikasi faktor. Data sekunder dikumpulkan dari sumber jurnal dan dokumendokumen penunjuang tujuan dari instansi terkait. Data yang dikumpulkan terdiri dari data kondisi fisik lingkungan situ, data inventaris situ, RTRW Kabupaten Bogor, interaksi dan aktivitas masyarakat dengan lingkungan situ dan persepsi stakeholder terhadap pengelolaan situ. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan teknik analisis SWOT, yang dijabarkan menjadi enam tahapan, yaitu: 1. Tahab identifikasi faktor internal dan faktor eksternal 2. Tahab penentuan bobot tiap variabel 3. Tahab rating 4. Tahab pembuatan matrik SWOT 5. Tahab Pembuatan rangking alternatif stratrgi 6. Tahab penentuan posisi strategi (Rangkuti, 2005). Output tujuan penelitian ini adalah arahan strategi prioritas pengembangan pengelolaan situ melalui pendekatan berbasis wisata tirta.
39 Hasil Faktor-faktor yang berperan mempengaruhi pengelolaan dan pengembangan situ Kemuning adalah faktor internal yang meliputi unsur kekuatan (strenght) dan unsur kelemahan (weakness), dan faktor eksternal yang meliputi unsur peluang (Opportunity) dan unsur ancaman (Threat). Terdapat 16 faktor yang berperan mempengaruhi pengelolaan dan pengembangan situ Kemuning saat ini dan masa datang. Hasil identifikasi faktor-faktor tersebut adalah, sebagai berikut: Faktor Kekuatan (S) 1. Sesuai pemanfaatan ruang RTRW kabupaten 2. Daerah operasi objek dan daya tarik wisata alamnya mendukung 3. Penyediaan dan pemanfaantan RTH untuk konservasi dan sosial ekonomi 4. Persepsi dan dukungan masyarakat Faktor Kelemahan (W) 1. Hak kepemilikan lahan di sekitar situ 2. Terbatasnya anggaran dan koordinasi pengelolaan fungsi dan manfaat situ. 3. Sumber daya manusia belum memadahi 4. Sempadan situ yang sempit Faktor Peluang (O) 1. Co-manajemen (masyarakat dengan pemerintah) 2. Optimalisasi pengembangan RTH kawasan kota di area situ 3. Pathnership 4. Multiplier effect terhadap nilai konservasi dan manfaat situ Faktor ancaman (T) 1. Sedimentasi dan pendangkalan 2. Okupasi sempadan dan penyusutan luasan situ 3. Potensi buangan limbah 4. Pendirian konstruksi bangunan rumah tidak terkontrol di area situ Berdasarkan pembobotan variabel dan rating terhadap faktor-faktor internal dan (Lampiran 4 dan Lampiran 5). Evaluasi terhadap faktor internal dihasilkan jumlah skor untuk unsur kekuatan (S) dengan besaran 1.88 dan jumlah skor unsur kelemahan (W) dengan besaran 0.85 sehingga diperoleh nilai P adalah 1.03. Nilai P dinterprestasikan bahwa nilai unsur kekuatan lebih besar dari pada unsur kelemahan. Sedangkan evaluasi terhadap faktor eksternal dihasilkan jumlah skor unsur peluang (O) dengan besaran 0.93 dan jumlah skor unsur kelemahan (T) dengan besaran 1.11 dan diperoleh nilai Q adalah -0.18. Nilai Q diinterprestasikan bahwa nilai unsur ancaman lebih besar dari pada unsur peluangnya. Penyusunan faktor-faktor strategis pengelolaan dianalisis dalam bentuk matrik SWOT berdasarkan integrasi faktor internal dan faktor esksternal (Tabel 4.1), melalui matrik tersebut dapat menggambarkan arah strategi kegiatan pengelolaan yang akan diterapkan. Analisis menggunakan matrik SWOT ini menghasilkan empat set kemungkinan alternatif strategi. Pilihan alternatif strategi ditentukan dengan hasil analisis situasi dan nilai faktor eksternal dan faktor internal yang berperan mempengaruhi pengelolaan dan pengembangan situ Kemuning saat ini
40 Tabel 4.1 Matrik analisis SWOT sebagai alat fomulasi strategi pengembangan IFE Faktor Kekuatan (S) Sesuai pemanfaatan ruang RTRW Kabupaten Daerah operasi objek dan daya tarik wisata alamnya mendukung Penyediaan dan Pemanfaantan RTH untuk konservasi dan sosial ekonomi Persepsi dan dukungan Masyarakat
Faktor Kelemahan (W) Hak kepemilikan lahan di sekitar situ Terbatasnya anggaran dan koordinasi pengelolaan fungsi dan manfaat situ. Sumber daya manusia belum memadahi Sempadan situ yang sempit.
Faktor Peluang (O) Co-manajemen (Masyarakat dengan Pemerintah) Optimalisasi fungsi RTH kawasan di area situ. Menejemen pathnership Multiplier effect dari nilai konservasi situ dan manfaatnya
Strategi S-O Mengembangkan menejemen kolaboratif untuk penguatan kelambagaan tata kelola situ berkelanjutan Meningkatkan pemahaman bersama tentang nilai konservasi situ dan multiplier efectnya
Strategi W-O Mengembangkan potensi dengan pathnership melalui pengelolaan fungsi dan manfaat situ Membangun kelembagaan lokal
Faktor ancaman (T) Sedimentasi dan Pendangkalan situ Okupasi sempadan dan penyusutan luasan situ Potensi buangan limbah ke badan air situ Pendirian konstruksi bangunan rumah tidak terkontrol
Strategi S-T Merevitalisasi situ dan strukturisasi pengaturan pemanfaatan ruang potensial sebagai model penataan situ terpadu. Sosialisasi kepada masyarakat melalui pemberdayaan dan pelajar melalui pendidikan lingkungan di sekolah Membangun area konservasi situ berbasis RTH yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan sosial ekonomi masyarakat
Strategi W-T Koordinasi dalam mengatasi masalah sumberdaya situ dan ancamannya Mendorong kesaradan dan partisipasi masyarakat dalam upaya pelestarian situ
EFE
41 Hasil analisis matrik SWOT di atas dijadikan acuan menentukan prioritas strategi utama dalam pengelolaan situ berbasis wisata tirta. Selanjutnya berdasarkan besaran nilai P (1.03) dan nilai Q (-0.18), secara diagram SWOT terbentuk posisi untuk strategi pengembangan pengelolaan situ yang diilustrasikan pada Gambar 4.1.
Kuadran IV (S-T) P(1.03), Q(-0.18)
Gambar 4.1 Diagram posisi analisis SWOT untuk strategi pengembangan pengelolaan situ berbasis wisata tirta Diagram posisi menunjukkan strategi berada di kuadran IV, artinya strategi arahan pengelolaan saat ini dan pengembangannya ke depan adalah menggunakan strategi S-T yang dapat diinterprestasikan dengan cara mengatasi ancaman saat ini dengan menggunakan kekuatan internal yang dimiliki, strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang yang ada. Penentuan prioritas strategi arahan pengembangan pengelolaan situ dilakukan dengan menganalisis saling keterkaitan lintas faktor. Rangking prioritas strategi arahan pengembangan pengelolaan diperoleh setelah menjumlahkan skor saling keterkaitan lintas faktor mulai dari jumlah skor terbesar sampai jumlah skor yang terkecil. Jumlah skor terbesar merupakan skala prioritas utama yang akan menjadi rekomendasi Empat prioritas utama dihasilkan sebagai rekomendasi alternatif strategi arahan pengembangan pengelolaan situ yang perlu ditindak lanjuti dalam penataan dan pengelolaan situ berbasis wisata tirta terpadu melalui pemanfaatan ruang potensial untuk saat ini dan masa depan, yaitu:
1. Merevitalisasi situ dan strukturisasi pengaturan pemanfaatan ruang potensial sebagai model penataan situ terpadu. 2. Sosialisasi kepada masyarakat melalui pemberdayaan dan pelajar melalui pendidikan lingkungan hidup di sekolah. 3. Mengembangkan menjemen kolaboratif untuk penguatan kelambagaan tata kelola situ yang berkelanjutan. 4. Membangun area konservasi situ berbasis RTH yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan sosial ekonomi masyarakat.
42 Pembahasan Strategi prioritas pengembangan pengelolaan situ Kemuning sebagai landasan penyusunan program pengelolaan situ dalam rangka upaya konservasi dan pendayagunaan situ saat ini dan masa depan, adalah sebagai berikut: 1. Merevitalisasi situ dan strukturisasi pengaturan pemanfaatan ruang potensial sebagai model penataan situ terpadu. 2. Sosialisasi kepada masyarakat melalui pemberdayaan dan pelajar melalui pendidikan lingkungan hidup di sekolah. 3. Mengembangkan menjemen kolaboratif untuk penguatan kelambagaan tata kelola situ yang berkelanjutan. 4. Membangun area konservasi situ berbasis RTH yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Merevitalisasi situ dan strukturisasi pengaturan pemanfaatan ruang potensial sebagai model penataan situ terpadu. Upaya revitalisasi situ Kenuning saat ini sangat diperlukan terkait dengan peningkatan penyusutan luas area genangan air yang tinggi, sedimentasi dan masuknya limbah domestik secara indikatif telah mempengaruhi perubahan kualitas perairan yang berakibat pedangkalan dasar situ, kondisi ini telah berdampak pada peningkatan potensi banjir dan lama waktu genangan. Potensi limbah organik dari kawasan pemukiman yang terbawa oleh aliran permukaan juga telah meningkatkan kesuburan air situ, terlihat adanya gulma air (8.71%) yang menutupi sebagian area perairan. Revitalisasi situ di sini dimaksudkan untuk mengatasi dan mengendalikan faktor ancaman yang mempengaruhi keberlanjutan fungsi situ dengan menggunakan faktor-faktor kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Sehingga diperlukan instrumentasi kebijakan, Ilham (2011) menjelaskan kebijakan pengelolaan situ ditetapkan dengan tujuan untuk 1) Perlindungan dan peningkatan fungsi situ, 2) Penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan dan 3) Pemulihan pencemaran dan kerusakan situ. Situ Kemuning merupakan bagian dari sistem daerah aliran sungai atau DAS Ciliwung dengan DTA situ Kemuning situ meliputi kali Kemuning yang bersumber dari sub aliran kali Pesanggrahan, maka pengelolaannya harus dilakukan secara terpadu, input membuat sumur resapan di kawasan pemukiman yang berada di DTA situ Kemuning sangat direkomendasikan untuk mengurangi laju aliran permukaan pada waktu musim hujan. Optimalisasi struktur pengaturan pemanfaatan ruang secara potensial di area sempadan situ menjadi bagian dari revitalisasi situ untuk memperkuat fungsi dan manfaat situ Kemuning. Revitalisasi ekologi situ-situ dapat berarti melakukan aktivitas pemaksimalan atau pengembalian kembali fungsi situ-situ, membuat kondisi situsitu tersebut kembali kepada kehidupan normal dan dimaksimalkan fungsinya agar dapat menguntungkan bagi komponen ekologisnya serta tetap dalam kerangka proses ekologis. Dalam konteks arsitektur bentang alam (landscape architecture), merevitalisasi situ-situ diartikan mendesain suatu fungsi yang terencana dan terukur sehingga dapat dimaksimalkan penggunaannya, mempunyai nilai tambah untuk pemanfaatan manusia maupun kebutuhan untuk pelestarian alam dan keberlanjutan proses ekologis di dalamnya (Anonim, 2008)
43 Sosialisasi kepada masyarakat melalui pemberdayaan dan pelajar melalui pendidikan lingkungan hidup di sekolah. Masyarakat merupakan komponen yang secara langsung akan menerima manfaat dan dampak dari keberadaan situ. Strategi pemberdayaan masyarakat menjadi strategi prioritas utama dalam pengelolaan situ Kemuning untuk mendukung kelestarian dan konservasi air. Perlu adanya kesepahaman bersama bahwa situ harus dipandang sebagai sumberdaya alam yang mempunyai fungsi dan manfaat baik secara lingkungan maupun sosial ekonomi dan dikelola dengan pemberdayaan potensi sekaligus menjadi media sosialisasi pendidikan lingkungan bagi masyarakat sendiri dan generasi (remaja usia didik). Pemberdayaan masyarakat dan sosialisasi pelajar melalui pendidikan lingkungan di satuan pelaksana pendidikan, menjadi bagian dari proses pengembangan institusi lokal yang merupakan suatu kemendesakan. Kelembagaan tersebut secara langsung dan terus menerus berinteraksi dengan lingkungan situ. Proses sosialisasi tidak hanya dilakukan di tingkat instansi tetapi juga harus dilakukan sampai tingkat lokal. Pemberdayaan masyarakat diupayakan untuk mendorong peningkatan peran serta masyarakat, sebagai mana hal ini telah dimuat dalam kebijakan nasional pengelolaan sumberdaya air yang meliputi peran serta masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Menurut Gonku1 (2013) melalui diskusi dan wawancara dalam hal ini menjelaskan bahwa saat ini sangat diperlukan pembinaan secara khusus bagi lembaga pengelola situ yang ada agar bisa lebih aktiv dalam upaya pelestarian situ dan pemberdayaan sehingga bisa mendorong swadaya masyarakat, karena secara menyeluruh pemerintah sudah melakukan revitalisasi dan pelestarian situ. Pendekatan pemberdayaan masyarakat yang berpusat pada manusia merupakan landasan wawasan dalam pengelolaan sumberdaya lokal sehingga terbentuk mekanisme perencanaan yang menekankan pada teknik pembelajaran sosial dan strategi program bersama masyarakat (Nasution et al. 2007). Kegiatan pemberdayan di sini dimaksudkan sebagai kampanye untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap konservasi dan pemanfaatan air. Peningkatan pendidikan pengetahuan lingkungan hidup di satuan pendidikan juga dinilai penting sebagai strategi untuk membentuk dan sosialisasi prilaku sadar lingkungan. Waryono (2005) mengatakan peranan masyarakat (remaja) juga memiliki pengetahuan yang ada di lingkungannya (kearifan lokal), sehingga dapat saling berbagi pengetahuan. Remaja yang masih dalam jenjang pendidikan adalah modal dasar pembangunan di masa mendatang, pembekalan awal akan memacu kepedulian positif, khususnya terhadap lingkungan. Mengembangkan menejemen kolaboratif untuk penguatan kelambagaan tata kelola situ yang berkelanjutan. Menejemen kolaboratif merupakan peluang yang sangat mungkin untuk dimanfaatkan dalam strategi pengelolaan situ (situ Kemuning). Menejemen kolaboratif di dalam konteks ini diartikan sebagai pendelegasian sebagian kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dan masyarakat lokal. Mengingat kewenangan dalam pengelolaan sumberdaya air permukaan berada di pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum. Infrastruktur sumberdaya air berupa situ keberadaanya menyangkut kepentingan lintas sektor, hal ini terlihat dari bentuk-bentuk pemanfaatn situ oleh masyarakat, seperti pemanfaatan untuk kegiatan pertanian, perikanan, wisata tirta. 1)
Seorang penggiat lingkungan yang melakukan upaya konservasi situ melalui penataan dan pengelolaan sempadan situ-situ di Kota Depok.
44 Beberapa institusi yang terlibat langsung dalam pengelolaan situ Kemuning saat ini terdiri dari: Balai Pengelolaan Sumberdaya Air wilayah sungai ciliwung cisadane sebagai pengelola dengan menempatkan tenaga operasional lapangan di loksi situ, Dinas Bina Marga dan Pengairan (bersifat koordinasi dan pemeliharaan terkait dengan pemanfaatan situ sebagai daerah irigasi) dan di tingkat lokal ada pemerintah desa yang mempunyai aturan main. Dari beberapa institusi tersebut terbentuk arena aksi pengelolaan dan pemanfaatan situ sampai pada di tingkat lokal yang diilustrasikan pada Gambar 4.2. Secara normatif dan prosedural perlu adanya izin pemanfaatan situ kepada pemerintah pusat sebagai institusi yang berwenang, walaupun keberadaan situ ada di wilayah administrasi pemerintah daerah (Kabupaten/Kota). Maka strategi menejemen kolaboratif sebagai penguatan kapasitas kelembagaan digunakan untuk mengendalikan dan mencegah kerusakan sumberdaya situ dari eksploitasi atau pemanfaatan situ secara illegal (tanpa disertai izin) di tingkat lokal yang menyebabkan kondisi situ (data saat saat ini) cenderung mengalami penurunan fungsi dan beralih fungsi bahkan ada yang tidak teridentifikasi lagi. Kementrian Pekerjaan Umum Direktoriat Jendral PSDA
Pemerintah Pusat: terkait kewenangan pengelolaan
BBWS
Pemerintah Daerah Propinsi Dinas PSDA Balai PSDA-WS (Sundawapan)
Balai Data dan Informasi SDA
Pengelolaan sumberdaya air di tingkat Provinsi (berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat No 45 tahun 2010) Pelaksana teknis Perencanaan program Pemeliharaan dan pemantauan
Tenaga OP lapangan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Dinas Bina Marga dan Pengairan/SDA*
Koordinasi terkait pemanfaatan dan pemeliharaan infrastruktur sumberdaya air
* pemanfaatan dan pemeliharaan terkait jaringan irigasi/pengairan Ijin Manfaat
Infrastruktur SDA (SITU) (Fungsi dan Manfaat Situ) User/Pemanfaat/Okupasi tingkat lokal
PT/ Peneliti dan Pemerhati (Fungsi dan Manfaat Situ) Pemanfaatan dan ekspolitasi situ tidak terkontrol
Gambar 4.2 Arena aksi pengelolaan dan pemanfaatan situ sebagai infrastruktur sumberdaya air
Pengelolaan bersama merupakan suatu pengaturan kemitraan dalam tanggungjawab dan kewenangan antara pelaku kunci atau pemangku kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam yaitu masyarakat lokal dan pemerintah (KLH, 2007). Selanjutnya Sanim (2011) menjelaskan keterlibatan dan partisipasi masyarakat adalah pendekatan yang terpenting sedangkan pemerintah diharapkan menjadi pihak bertanggungjawab secara langsung terhadap operasionalisasi pelestarian sumberdaya air.
45 Membangun area konservasi situ berbasis RTH yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan sosial ekonomi masyarakat. Strategi ini merupakan strategi prioritas utama ke empat dari beberapa strategi yang telah dibahas. Keberadaan situ Kemuning yang strategis sebagai daerah operasi dan objek wisata alam yang didukung oleh kesesuaian rencana tata ruang wilayah pemerintah daerah menjadi kekuatan untuk mengatasi faktor-faktor yang mengancam kelestarian situ. Penataan dan pengelolaan situ dengan strategi membangun area konservasi dengan memadukan ruang terbuka hijau yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang kegiatan sosial ekonomi masyarakat menjadi dapat pilihan untuk penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan, sebagai mana hal ini telah dibuat pedoman dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 dan telah disosialisasikan oleh Dinas Tata Ruang dan Pertanahan (DTRP) Kabupaten Bogor. Upaya pelestarian situ Kemuning yang memiliki fungsi dan manfaat potensial perlu modifikasi dan rekayasa lingkungan melalui penataan struktur pemanfaatan ruang potensial situ sebagai pengejawantahan dari integrasi fungsi lingkungan dan sosial ekonomi. Pembangunan RTH dengan konsep wisata berbasis konservasi air adalah strategi pilihan pengembangan pengelolaan situ. Sebagai contoh adalah studi kasus situ Pengasinan, Kota Depok. Upaya konservasi situ yang dilakukan oleh Gonku (penggiat lingkungan) dengan pendekatan swadaya, partisipasi dan kelembagaan pemerintah melalui pengelolaan pemanfaatan sempadan situ sebagai ruang terbuka hijau dengan desain estetika landscape dan pemanfatan untuk kegiatan nursery telah memberikan nilai manfaat dari sempadan situ seperti: 1) Menunjang kegiatan konservasi tanah dan air, 2) Manfaat untuk ekowisata, 3) Meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat sekitar yang tergabung sebagai anggota koperasi Maju Bersama dengan penghasilan rata-rata berkisar antara 2-3 juta/bulan, 4) Kawasan wisata situ Pengasinan juga menjadi ladang penghasilan baru bagi masyarakat, nilai manfaat yang merupakan multiplier effect tersebut juga terdapat nilai tambah lain yaitu dijadikan lokasi syuting oleh beberapa media (Gonku, 2013). Simpulan Faktor kekuatan yang dominan adalah persepsi dan dukungan masyarakat dan kesesuaian dengan RTRW Kabupaten. Sedangkan faktor ancaman pengembangan pengelolaan situ Kemuning adalah berasal dari prilaku eksploitasi alih fungsi oleh masyarakat yang tidak terkontrol dan pendangkalan (sedimentasi). Formulasi strategi arahan pengembangan pengelolaan yang perlu ditindak lanjuti dalam penataan situ berbasis wisata tirta terpadu melalui pemanfaatan ruang potensial untuk saat ini dan masa depan, yaitu: 1) Merevitalisasi situ dan strukturisasi pengaturan pemanfaatan ruang potensial sebagai model penataan situ terpadu, 2) Sosialisasi kepada masyarakat melalui pemberdayaan dan pelajar melalui pendidikan lingkungan hidup di sekolah, 3) Mengembangkan menejemen kolaboratif untuk penguatan kelambagaan tata kelola situ yang berkelanjutan dan 4) Membangun area konservasi situ berbasis RTH yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan sosial ekonomi masyarakat.
46
5 PEMBAHASAN UMUM
Pengelolaan situ Kemuning saat ini membutuhkan upaya revitalisasi situ. Faktor ancaman terhadap keberadaan situ Kemuning yang teridentifikasi dari penyusutan luas genangan air situ akibat dari kegiatan masyarakat yang kurang terkontrol telah menyebabkan perubahan kondisi morfologi situ. Pendangkalan juga merupakan indikator yang mempengaruhi kondisi situ. Pengerukan material sedimen perlu dilakukan untuk memperbaiki morfologi situ. Namun, upaya mengembalikan dan memulihkan fungsi lingkungan situ Kemuning menjadi situ baik tidak cukup hanya dengan revitalisasi sebagai pendekatan teknik sipil, tetapi perlu juga pendekatan teknik vegetatif dan sosial melalui pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan dimaksudkan untuk proses pembelajaran yang berkesinambungan untuk menstimulasi peran dan tanggung jawab masyarakat sebagai upaya proses melembagakan nilai dan aturan (institusionalisasi). Dalam hal ini, Fandeli dan Muhammad (2009) mengemukakan bahwa pendekatan pemulihan lingkungan dapat dilakukan dengan upaya technoengineering, bioengineering dan socioengineering. Pengembangan potensi situ Kemuning untuk kegiatan wisata tirta ke arah konsep ekowisata harus dipahami sebagai pendekatan untuk melestarikan lingkungan situ. Kasus situ kemuning, keterbatasan peran serta masyarakat menjadi faktor kendala dalam mengembangkan pengeloaan situ, sehingga justru menyulitkan dalam membuat rencana pengelolaan yang berkelanjutan. Keterbatasan keterlibatan masyarakat sekitar situ juga menjadi faktor kendala mengendalikan ancaman prilaku tidak terkontrol masyarakat lain dalam mengeksploitasi situ. Ilham (2011) menjelaskan rencana kegiatan pengelolaan situ pada hakekatnya merupakan penjabaran dari analisa kondisi situ, sehingga penting melibatkan peran serta masyarakat ke dalam sistem. Damanik dan Weber (2006) menjelaskan pendapat kesepakatan beberapa ahli bahwa pertimbangan khusus atas serangkaian faktor akan menjadi kunci sukses dalam perencanaan ekowisata. Penataan dan pengelolaan ekowisata situ sebagai bagian dari pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan diperlukan pemahaman antara nilai manfaat dan fungsi serta faktor yang dapat menyebabkan kerusakannya. Menyitir pendapat Mihalic (2003) dalam Munandar (2005) bahwa penurunan kulaitas lingkungan ekowisata dipahami dari suatu situasi paradoksal “tourism destroys tourism” dan aktivitas ekonomi lain yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Selanjutnya penyebab kerusakannya setidaknya juga dapat dipahami dari beberapa sudut pandang teori, yaitu: teori sistem, teori pertumbuhan dan teori prilaku. Dalam teori sistem disebutkan bahwa objek ekowisata merupakan public good. Sehingga pemerintah merupakan pihak yang bertanggungjawab dalam kegiatan ekowisata, maka dalam penetapan instrumen kebijakannya perlu memperhatikan larangan, pemberian lisensi dan penetapan standar lingkungan. Dalam teori pertumbuhan juga menjelaskan bahwa pertumbuhan akan membebani lingkungan, penekanan populasi merupakan upaya mencegah kemunduran kualitas lingkungan. pertumbuhan secara teori akan menciptakan kondisi the law of diminishing return. Dalam teori pertumbuhan pendekatan instrumen kebijakan adalah perlu penetapan carrrying capacity, pengaturan temporal pengunjung.
47 Terkait dengan perencanaan ekowisata, Damanik dan Weber (2006) menegaskan bahwa perencanaan ekowisata merupakan perencanaan mikro kawasan atraksi, dan ekowisata terkait dengan berbagai sektor sehingga perencanaannya juga harus diletakkan pada pendekatan multidisiplin, menuntut pekerjaan yang bersifat kolaborasi yang berdasarkan mekanisme yang jelas. Gutierrez et al. (2005) menjelaskan ekowisata sering diarahkan menjadi pengaturan prinsip berdasarkan kegiatan lingkungan dan sosial yang dapat dipertanggungjawabkan, sebagaimana halnya sebuah segmen pasar khusus. Selanjutnya ekowisata dan wisata keberlanjutan memiliki potensi terkait dengan konservasi alam dengan keinginan baik dari masyarakat lokal melalui suatu jumlah keuntungan positif yang mengikutsertakan revenue generation, pelestarian budaya, dan kapasitas bangunan. Posisi situ Kemuning sebagai poros dalam distribusi situ buffer 20 km melingkupi sebaran situ-situ yang ada di wilayah Bogor dan Kota Depok menjadi peluang strategis pengelolaan situ terintegrasi dalam membangun peta situ hijau kawasan yang berpotensi dalam penyediaan reservoir yang berfungsi sebagai infrastruktur pengendali banjir berupa RTH konservasi yang dapat dikembangkan untuk wisata tirta dengan konsep ekowisata, mengingat keberadaan lingkungan situ kondisinya cenderung mengalami penurunan fungsi, karena jika kondisi tersebut dibiarkan berlanjut dikhawatirkan persoalan bencana atau kerusakan yang terjadi di area lokal atau Jabodetabek secara umum terkait dengan situ sebagai infrastruktur sumberdaya air akan semakin sulit untuk ditanggulangi. Penataan dan pengelolaan lingkungan situ perkotaan pada wilayah daerah aliran sungai yang tidak dapat berdiri sendiri, serta pentingnya melihat keterkaitan antara lingkungan fisik daerah aliran sungai dengan kondisi sosial masyarakat di sekitarnya. Kasus situ Gintung mengindikasikan terjadinya bencana di sekitar daerah aliaran sungai terkait dengan pelaksanaan tata ruang yang tidak terkendali, dan kurangnya pemeliharan infrastruktur kawasan hulu, (Suganda et al 2009). Keikutsertaan sektor swasta dan masyarakat sekitar situ sangat diharapkan dalam meningkatkan pemanfaatan dari potensi fungsi situ dan upaya untuk pengendalian banjir dengan ikut menanggung biaya pemeliharaan lingkungan. Menurut Indriatmoko (2010) dalam penelitiannya tentang penerapan zero delta Q dalam pembangunan menjelaskan jika pemerintah dengan segala kemampuan yang dimiliki baik tenaga ahli maupun daya kekuatan finansial di maksimalkan dengan sungguh-sungguh dan masyarakat diberdayakan dengan pemberian penghargaan atas upaya untuk kepentingan lingkungan hidup maka penerapan zero delta Q sebagai suatu budaya akan dapat membuat lingkungan terhindar dari banjir. Terdapat kasus pengelolaan situ dengan arah startegi konservasi dengan konsep ekowisata yang dinilai cukup berhasil, sebagai contoh dalam kasus ini adalah pengelolaan situ Babakan dan situ Pengasinan. Alam (2009) memberikan hasil penelitiannya tentang kajian sumberdaya situ Babakan untuk pengelolaan dan pengembangan ekowisata DKI Jakarta dengan rekomendasi perlunya strategi yang dijalankan dengan memaksimalkan fungsi kawasan sebagai objek wisata yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan serta mencegah terjadinya eksploitasi kawasan yang tidak memperhatikan daya dukung. Menurut Kurniawan (2008) dengan konsep ekowisata, pengenbangan daerah pariwisata intensif dapat diarahkan dengan memanfaatkan ruang di bawah tegakan dan pembangunan fasilitas wisata yang sesuai dengan kaidah konservasi.
48 Kondisi lain juga ditemukan pada situ Pengasinan yang berada di Kota Depok. Handayani (2009) dalam penelitiannya menyebutkan diawali dengan latarbelakang adanya kecenderungan peningkatan alih fungsi ruang terbuka hijau dan badan situ untuk pembangunan fisik, sehingga mendorong perhatian masyarakat peduli lingkungan Kota Depok untuk menyelamatkan dan memelihara ruang terbuka dan keberadaan situ-situ yang secara faktual semakin berkurang luasan dan jumlahnya. Adanya kebijakan untuk dapat memanfaatkan sempadan situ yang bernilai lingkungan dan bernilai ekonomi bagi masyarakat, telah merubah strategi penanganan situ-situ melalui agrowisata. Pelaksanaan melibatkan multi pelaku dari pemerintah kota dan partisipasi aktif masyarakat. Lebih lanjut Handayani (2009) menjelaskan terjadinya sistem inovasi di dalam proses pelaksanaan kegiatan pengelolaan Situ Pengasinan yang mengarah kepada upaya pengembangan agrowisata, meskipun kegiatan ini cukup berhasil merubah tata fisik lingkungan dan persepsi masyarakat untuk peduli terhadap lingkungannya, namun upaya untuk mengembangkan kegiatan agrowisata di kawasan ini masih dihadapkan oleh berbagai kendala. Dalam rangka untuk meningkatkan tingkat kepedulian masyarakat dan kepastian hukum terhadap kelestarian situ Kemunig, sebagai wisata tirta dan sistem tata air, bila memungkingkan perlu dibahas adanya usulan untuk dibuat Peraturan Daerah, sebagaimana Rita et al. (2003) dalam Priadie (2011) pernah membahas dalam penelitiaanya, seperti yang telah dibuat untuk situ Babakan sebagai salah satu daerah tujuan wisata melalui Keputusan Gubernur Nomor 92 Tahun 2099 tentang pengelolaan perkampungan Betawi di wilayah DKI Jakarta. Menurut Drumm dan More (2005) terdapat beberapa kemungkinan dengan ekowisata memberikan kontribusi terhadap konservasi, 1) Ekowisata dapat meneruskan upaya area pelestarian, 2) Ekowisata juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar, penyediaan insentif ekonomi untuk mendukung area pelestarian, 3) Ekowisata dapat meningkatkan pendidikan lingkungan bagi pengunjung atau wisatawan, 4) Ekowisata dapat menyediakan justifikasi untuk menentukan area sebalgai perlindungan atau meningkatkan dukungan area itu sendiri, yang akhirnya program utama ekowisata mampu membatasi dampak negatif dari kegiatan pengunjung wisata alam. Pengembangan wisata tirta situ sangat bergantung pada kualitas lingkungan. Meskipun terdapat beberapa kategori wisata yang kurang hubungannya dengan lingkungan, tapi secara umum kenyamanan wisata tetap tergantung pada lingkungan yang bersih baik di pemukiman maupun di pusat kota. Hal ini untuk menjamin kualitas wisata. Secara ekologis, hal ini pun secara langsung maupun tidak langsung berhubungan erat dengan keberadaan lingkungan. Satu yang tak dapat dipungkiri bahwa pariwisata seperti berwisata di situ-situ memiliki hubungan yang erat dengan lingkungan dan kebersihan air. Hal yang ingin ditekankan di sini, bahwa pariwisata sangat bergantung dan membutuhkan lingkungan yang bersih, alami dan asli sesuai keinginan pengunjung. Hal ini juga tentunya seiring dengan keinginan kita masyarakat yang menghendaki adanya kebersihan, ketertiban dan keharmonisan dengan lingkungan. Menurut Satria (2009) meski konsep ecotourism mengedepankan isu konservasi didalamnya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pelanggaran terhadap hal tersebut masih saja ditemui di lapangan. Hal ini merupakan dampak negatif dari pariwisata terhadap kerusakan lingkungan.
49 Pengelolaan sumberdaya alam terkait dengan pemanfaatan jasa lingkungan berupa wisata, menurut Yaman dan Mohd (2004) dalam konteks terkait dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan ditandai oleh: 1) partispasi anggota masyarakat dalam proses perencanaan dan pembangunan pariwisata, 2) pendidikan bagi tuan rumah, pelaku industri dan pengunjung, 3) kualitas habitat kehidupan liar, penggunaan energi, iklim mikro. Pelaksanaan pengembangan Plan A (revitalisasi situ dan atau restorasi situ) dan Plan B (penataan dan pengembangan situ berbasis wisata tirta) setidaknya dapat diterapkan untuk menindaklanjuti permasalahan dan faktor ancaman situ Kemuning saat ini. Faktor persepsi dan dukungan masyarakat yang tinggi terhadap pengembangan manfaat wisata situ Kemuning perlu untuk mengakomodasi dukungan tersebut melalui suatu kelembagaan yang dikembangkan ditingkat lokal sebagai pengelola kerja situ (LOJA situ) yang bertanggungjawab. Menurut Satria (2009) partisipasi masyarakat sebagai stakeholder penting dalam pengembangan wilayah atau kawasan wisata. Operasionalisasi kelembagaan lokal ini keberadaannya sebatas sebagai satuan kerja pelaksanaan pengelolaan. Ada pun kewenganan tetap berada di pemerintah pusat. Kelembagaan lokal tersebut yang akan berinteraksi langsung dengan situ dalam mengatur dan mengendalikan kegiatan pemanfaatan situ. Pengembangan LOJA situ sebagai upaya untuk membuka dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya air dalam merencanakan, melaksanakan dan memonitoring kegiatan. Tanggungjawab LOJA situ secara koordinasi kepada instansi yang membinanya apakah oleh langsung pemerintah pusat, pemerintah provinsi atau kabupaten/kota. Menurut sidharta (2004) Pengelolaan sumberdaya air yang serba kompleks menyangkut kepentingan banyak sektor memerlukan dukungan sistem kelembagaan yang kuat dan terstruktur. Hal ini diperlukan untuk memanfaatkan sumberdaya air agar dapat didayagunakan sekaligus mendukung pelaksanaan konservasi. Perlindungan dan pelestarian sumber air dilaksanakan secara vegetatif atau teknis sipil melalui pendekatan sosial, ekonomi dan budaya. Perlindungan secara vegetatif dilakukan melalui penanaman pohon atau tanaman yang sesuai pada daerah tangkapan air atau daerah sempadan sumber air, sedangkan cara teknis sipil, dilakukan melalui rekayasa teknis, seperti pembangunan, perubahan sedimen, pembuatan teras (sengkedan), dan penguatan tebing sumber air. Pendekatan terpenting adalah keterlibatan dan partisipasi masyarakat, sedangkan pemerintah diharapkan menjadi pihak bertanggungjawab (Sanim, 2011). Kegiatan revitalisasi situ dan pengembangan wisata tirta dengan membangun kawasan situ melalui penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau, diharapkan menjadi alternatif terapan yang dapat mendukung mewujudkan penataan ruang di kawasan jabodetabek. Permana (2011) menyebutkan pola ruang kawasan Jabodetabekpunjur mencakup pengaturan ruang terbuka hijau regional, pengaturan kawasan resapan air, pengaturan situ, pengaturan kawasan lindung dengan zonasi, pengendalian pemanfaatan ruang, pengawasan, dan kelembagaan, peran masyarakat dan pembinaan. Selanjutnya Kutarga et al (2008) menambahkan Konsep peningkatan kawasan sebagai upaya pengembangan wilayah pada kawasan tertentu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat.
50 Pengelolaan situ Kemuning perlu mebutuhkan keterpaduan karena terkait dengan pemanfaatan lintas sektor sehingga untuk mewujudkan tersebut disusun matrik penataan dan pengelolaan situ dengan upaya revitalisasi untuk mengembalikan fungsi dan manfaat situ yang selanjutnya dapat mendukung keberlanjutan (Tabel 5.1) Tabel 5.1 Matrik penataan dan pengelolaan situ berbasis wisata tirta melalui pemanfaatan ruang potensial dengan upaya revitalisasi situ. Program kegiatan
Aksi kegiatan
Fungsi dan manfaat potensial
Recovery dan perbaikan area genangan air permukaan situ
Re-estabilishing luas sesuai dengan data dan regulasi. Pengerukan sedimen
Penyediaan tempat hidup bagi biota air Mengembalikan fungsi habitat perairan situ
Pengendalian sedimentasi (proses pendangkalan) di perairan situ
Menperbaiki DTA situ. Membuat check dam Membangun dan normalisasi inlet-outlet dengan water treatment
Mengendalikan peningkatan potensi banjir luapan air situ Meningkatkan umur fungsi dan manfaat situ
Pengendalian pencemaran dan gulma air
Menata drainase di area situ untuk pengendalian limbah domestik Vegetasi riparian dan ikan koan
Mempertahankan kualitas air situ Mengurangi vegetasi gulma air situ
Penataan dan pengelolaan buffer zone atau sempadan situ melalui pemanfaatan ruang potensial untuk mendukung konservasi situ dan menunjang kegiatan sosial ekonomi masyarakat
Re-inovasi struktur pemanfaatan ruang secara potensial terpadu Pengejawantahan fungsi dan manfaat struktur pemanfaatan ruang potensial dengan carrying capacity
RTH publik sebagai mendukung natural tourism Menperkuat fungsi dan manfaat situ baik intrinsik-ekstrinsik Media sosialisasi pendidikan lingkungan
Pengembangan institusi dan penguatannya dalam pengelolaan situ (local institusion) yang berinteraksi langsung dengan lingkungan situ
membentuk forum situ Membangun kesepahaman sosial terhadap nilai, norma yang disepakati dan tidak bertentangan UU Co-management
terkelolanya situ secara partisipasi, terpadu dan keberlanjutan berbasis pemberdayaan masyarakat. mengelola dampak timbul. Good Governance
Inventarisasi basis data dan sistem informasi pengelolaan situ
Networking lintas sektoral Diseminasi teknologi penataan dan pengelolaan situ Riset situ berkala
Monitoring dan evaluasi mekanisme tata kelola situ berkelanjutan Upaya mitigasi bencana Good Governance
51
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian penataan situ dalam rangka pengembangan wisata tirta berbasis konservasi, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Kondisi fisik situ Kemuning saat ini tergolong situ terganggu, faktor gangguan teridentifikasi dari perubahan morfologi situ yang menunjukkan adanya penyusutan luas perairan situ yang tinggi (>25%), akibat adanya aktivitas pengurukan di area genangan situ, indikator gangguan lain juga dijelaskan oleh kondisi perairan situ telah mengalami pendangkalan. 2. Situ Kemuning meskipun tergolong situ terganggu masih mempunyai potensi wisata yang didukung oleh kelayakan daerah operasi dan objek wisata alam. Terdapat luas 5.27 ha (34.35%) sebagai unit pemanfaatan ruang potensial untuk pengembangan wisata alam. Kapistas daya dukung kawasan wisata tirta untuk wahana pemacingan sebesar 202 orang/hari, kegiatan atraksi air 142 orang/hari dan untuk aktivitas relaxing, jogging sebesar 1698 orang/hari yang terdistribusi. Penataan situ berbasis wisata tirta melalui pemanfaatan ruang potensial diimplementasikan dengan upaya pengelolaan dampak timbul kegiatan pengembangan bertujuan menjaga dan mempertahankan kualitas dan kondisi fisik lingkungan situ sehingga dapat keberlanjutan. Daya dukung dan pengelolaan dampak menjadi instrumen kebijakan penataan dan pengelolaan kegiatan yang perlu diterapkan untuk menyiasati faktor kerusakan yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi. 3. Empat strategi prioritas arahan pengembangan pengelolaan situ dihasilkan untuk menindak lanjuti tata kelola situ berbasis wisata tirta berkelanjutan melalui pemanfaatan ruang potensial untuk saat ini dan masa depan, yaitu: 1) Revitalisasi situ dan strukturisasi pengaturan pemanfaatan ruang potensial sebagai model penataan situ terpadu, 2) Sosialisasi kepada masyarakat melalui pemberdayaan dan pelajar melalui pendidikan lingkungan hidup di sekolah, 3) Mengembangkan menejemen kolaboratif untuk penguatan kelambagaan tata kelola situ yang berkelanjutan dan 4) Membangun area konservasi situ berbasis RTH yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan sosial ekonomi masyarakat.
Saran Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, maka direkomendasikan saransaran sebagai berikut: 1. Revitalisasi situ sebagai tindak lanjut untuk mengembalikan fungsi dasar situ baik ekologis maupun hidrologi dalam rangka optimalisasi pemanfaatan situ. Pengembangan dari Plan A bila memungkinkan dilakukan restorasi situ. 2. Pemberdayaan masyarakat sekitar diperlukan dalam pengelolaan situ bersama melalui kegiatan insentif untuk mendorong “rasa memiliki” dan untuk mengatasi faktor ancaman terhadap kelestarian lingkungan situ.
52
.
53
DAFTAR PUSTAKA Afra D, Damayanti VD, Hadi AA. 2008. Perencanaan Penataan Lanskap Gunung Kapur Cibadak untuk Ekowisata di Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Jurnal Ilmu Petanian Indonesia. 13.3:182-193. Alam AS. 2009. Kajian Sumberdaya Situ Babakan untuk Pengelolaan dan Pengembangan Ekowisata DKI Jakarta. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2008. Desain Ekologi Bentang Alam untuk Revitalisasi Situ-Situ di Jabodetabek. [internet]. di unduh 2013 jam 15:00. Tersedia pada http://ruanghijau.wordpress.com/2008/11/28/desain-ekologi-bentang-alamuntuk-revitalisasi-situ-situ-di-jabodetabek/. [BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2013. Data Curah Hujan Bojonggede Tahun 2013 – 2013. Bogor. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. 2010. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah Kecamatan Bojonggede: Bogor. [BBWSCC] Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane. 2007. Inventarisasi Situ-Situ di Jabodetabek sampai 2007. PKSA BBWS Ciliwung Cisadane. [BPSDAWSCC] Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane. 2012. Data dan Inventarisasi Situ di Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane: Bogor. Basuni S, Soedargo. 1988. Beberapa Pengertian dan Terminologi dalam Rekreasi. Media Konservasi, 2.1: 4-6. Damanik J, Weber HF. 2006. Perencanaan Ekowisata dari Teori dan Aplikasi. Yogyakarta (ID): PUSPAR UGM dan ANDI. Dewi RA (2011). Estimasi Nilai Kerugian Ekonomi Masyarakat Akibat Kerusakan Situ Rawa Badung. (skripsi). Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [DBMP] Dinas Bina Marga dan Pengairan Kabupaten Bogor. 2013. Data Inventarisasi Situ Tahun 2011. Bogor. [DPSDA dan LPPM ITB] Dinas Pengelolaan Sumberdaya Air dan Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat ITB. 2004. Pedoman Eksploitasi dan Pemeliharaan Situ di Jawa Barat: Bandung (ID). [DJPHKA-DWAPJL] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam-Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan. 2003. Pedoman Analisis Daerah Operasi Objek dan Daya Tarik Wisata Alam. Bogor. Djakapermana RD. 2011. Rencana Tata Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur: Upaya menyeimbangkan Pertumbuhan Ekonomi dengan Kelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta: Direktorat Jenderal Penataan Ruang. Drumm A, More A. 2005. Ecotourism Development, A Manual for Conservation Planners and Managers Volume 1: An Introduction to Ecotourism Planning. USA: The Nature Conservancy. Emilia F. 2009. Alternatif Pemanfaatan Danau bagi Pengembangan Wisata melalui Konsep Keberlanjutan Sumberdaya Perairan dan Perikanan Di Danau Singkarak, Sumatera Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
54 Faizal H, Nasuha N. 2011. Tinjauan pada Pengelolaan Situ-Situ di Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane. Bogor: Balai PSDA Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane. Fakhrudin M, Wibowo H, Ridwansyah I. 2007. Karakteritik Hidrologi Danau Semayang Melintang dalam Pengkajian Kebijakan Penelitian dan Pengembangan Limnologi: Laporan Teknis. Bogor: LIPI. Fandeli C. 1995. Dasar-Dasar Manajemen Kepariwisataan Alam. Yogyakarta (ID): Penerbit Liberty. Fandeli C, Muhammad. 2009. Prinsip-Prinsip Dasar Mengkonservasi Lanskap. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Gonku H. 2012. Bahan Presentasi Metode Ecospirit Religion: Studi Kasus Situ Pengasinan. Depok. Gutierrez E, Lamoureux K, Matus S, Sebunya K. 2005. Linking Communities, Tourism and Conservation: A Tourism Assessment Process. Washington DC (ID). The george Washington University. Handayani SP. 2009. Inovasi Kesisteman Pengembangan Agrowisata melalui Pengelolaan Situ Pengasinan di Kota Depok. [internet]. Bandung: Master Theses from JBPTITBPP Studi Pembangunan. Institut Teknologi Bandung. [diunduh 2013 September 4]. Tersedia pada http://konservasisitudepok.wordpress.com. Hariyani GS, Fakhrudin M, Chrismadha T, Lukman, Ridwansyah I. 2007. Konsep Strategi Pengelolaan Lingkungan Danau Studi Kasus Danau Limboto. dalam Pengkajian Kebijakan Penelitian dan Pengembangan Limnologi: Laporan Teknis Bogor: LIPI. Ilham AI. 2011. Funsgi Situ, Kebijakan dan Strategi. [internet]. diunduh 2013 tersedia di http://antonirfanilham.blogspot.com/2011/07/fungsi-situkebijakan-dan-strategi.html. jam 23.15. Indriatmoko RH. 2012. Penerapan Prinsip Kebijakan Zero Delta Q dalam Pembangunan Wilayah. JAI. 1.1:77-83. Irianto EW, Triweko RW, Yudianto D. 2010. Pengembangan Kriteria Status Mutu Ekosistem Danau bagian dari Indikator Pengelolaan Terpadu Wilayah Sungai. Jurnal Teknik Hidraulik. 1.1:1-94. Jaya INS. 2012. Tehnik-Tehnik Pemodelan Spasial dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Bogor (ID): Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. [KLH] Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2008. Pedoman Pengelolaan Ekosistem Danau. Jakatra (ID). Kumurur VA. 2009. Pengaruh Perubahan Pemanfaatan Ruang Daratan Sekitar Danau Terhadap Eutrofikasi Perairan Danau. Jurnal Sabua.1.1: 9-20. Kurniawan I. (2008) Pengembangan Ekowisata di Kawasan Waduk Cacaban Kabupaten Tegal. Jurnal Ilmu Lingkungan. 2: 1-25. Kutarga ZW, Nasution Z, Tarigan R, Sirojuzilam. (2008). Kajian Penataan Ruang Kawasan Danau Tawar dalam rangka Pengembangan Wilayah Kabupaten Aceh Tengah. Wahana Hijau Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. 3.3:106-115. Maryono A. 2006. Metode Memanen dan Memanfaatkan Air Hujan untuk Penyediaan Air Bersih. Jakarta (ID): Kementerian Lingkungan Hidup. McCool SF, Lime DW. 2001. Tourism Carrying Capacity: Tempting Fantasy or Useful Reality? Journal of Sustainable Tourism. 9.1:372-388.
55 Michalic T. 2003. Economic Instruments of Environmental Tourism Policy Derived from Environmental Theories. Di dalam: Fennell DA, Dowling RK (ed). Ecotourism Policy and Planning. Cambridge (ID): CABI Publishing. Munandar A. 2005. Hand Out Mata Kuliah Kebijakan dan Pengelolaan Ekowisata. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Nasution. 2007. Sosial Budaya Masyarakat Nelayan: Konsep dan Indikator Pemberdayaan. Jakarta (ID): Badan Riset Kelautan dan Perikanan, departemen Kelautan dan Perikanan. Natasaputra S. 2000. Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. Prosiding Semiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. Universitas Padjajaran 7 November 2000. Bandung: Fakultas Perikanan dan Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran. Nazir M. 1999. Metode Penelitian. Jakarta (ID): Gahlia Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumberdaya Air. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2008. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Rancangan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Tahun 2009 tentang Evaluasi Kriteria Penilaian Kualitas Situ. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Undang Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Jakarta (ID): Kementerian Pekerjaan Umum. Pemeritah Kabupaten Bogor. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 19 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor Tahun 2005-2025. Bogor. Pendit NS. 1999. Ilmu Pariwisata Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta (ID): Pradya Paramita. Priadie B. 2010. Konservasi Sumberdaya Air sebagai upaya Pengembangan Pariwisata Situ Lembang Jakarta Pusat. Jurnal. Teknik Hidraulik, 1.1:15-26. Priadie B. 2011. Upaya Revitalisasi Situ Di Perkotaan Suatu Tinjauan Pengelolaan Kualitas Situ Cangkring Kota Tanggerang. Jurnal Sumberdaya Air. 7.1:16-30. Rahman A. 2010. Potensi Pengembangan Situ di Kota Bogor sebagai Objek Wisata. [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Ramly N. 2007. Pariwisata Berwawasan Lingkungan. Jakarta (ID). Grafindo Khazanah Ilmu. Rangkuti F. 2005. Analisis SWOT. Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.
56 Rita I, Bakrie B, Wiguna IWAA. 2003. An Ecological Assesment of Situ Babakan Lake for Agrotourism Development in Jakarta. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. 6.2:176‐184. Ruhiyat Y. 2008. Studi Daya Dukung Biofisik Kawasan Rekreasi Kebun Raya Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sadoso H. 2006. Kerangka Spasial Pengembangan Kawasan Khusus. Jurnal Perencanaan Iptek. 4.2:47-49. Sanim B. 2011. Sumber Daya Air dan Kesejahteraan Publik, Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis. Bogor (ID): IPB Press. Saputra YM. 2002. Penyuluhan Menejemen Olah Raga Kesehatan dan Rekreasi di Objek Wisata Situ Ciburuy Kabupaten Bandung. ABMAS Media Komunikasi Dan Informasi Pengabdian Kepada Masyarakat. 2:1-4. Sarminingsih A. 2008. Kajian Upaya Konservasi Sumberdaya Air dalam Peningkatan Kesadaran Masyarakat. Jurnal Presipitasi. 5.2:42-48. Sarsiti, Taufiq M. 2012. Penerapan Perlindungan Hukum terhadap Wisatawan yang mengalami Kerugian di Objek Wisata. Jurnal Dinamika Hukum. 12.1: 28-44. Satria D (2009). Strategi Pengembangan Ekowisata Berbasis Ekonomi Lokal dalam rangka Program Pengentasan Kemiskinan Di Wilayah Kabupaten Malang. Journal of Indonesian Applied Economics. 3.1:37-47. Setyadi IA, Hartoyo, Maulana A, Muntasib EKSH. 2012. Strategi Pengembangan Ekowisata di Taman Nasional Sebangau. Jurnal Menejemen dan Agribisnis. 9.1:1-12. Sidharta H. 2004. Pembaharuan Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air di Indonesia. Padang: jurnal Visi. 23:7-29. Soemarwoto O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta (ID): Penerbit Djambatan. Soemarwoto O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta (ID): Penerbit Djambatan. Suganda E, Yatmo YA, Atmodiwirjo P. 2009. Pengelolaan Lingkungan dan Kondisi Masyarakat pada Wilayah Hilir Sungai. MAKARA Sosial Humaniora. 13. 2: 143-153. Susilo JT. 2013. Kebijakan Tata Ruang Pengelolaan Ekosistem Danau. [internet] hlm 1-13; Urip Santoso. [diunduh 2013 September 4]. Tersedia pada http://uripsantoso.wordpress.com/2013/04/29/kebijakan-tata-ruangpengelolaan-ekosistem-danau.Suwarno N. 2009. Model Pengembangan Tata Ruang Kawasan Objek Wisata Air Studi Kasus: Objek Wisata Air Jolotundo Klaten. Jurnal Manusia dan Lingkungan.16.1. Timothy DJ dan Boyd SW. 2003. Heritage Tourism. London (ID): Prentice Hall. Van den ban AW, Hawkins HS. 1999. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta (ID): Kanisius. Warpani SP, Warpani IP. 2007. Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah. Bandung (ID): ITB Press. Waryono T. 2001. Aspek Pengelolaan dan Pengembangan Situ-Situ sebagai Wahana Rekreasi dan Sumber PAD. Makalah. Disampaikan pada Diskusi Pengembangan Situ-Situ di Wilayah Kota Depok, 5 Juni 2001. Waryono T. 2005. Strategi Pemberdayaan Minat Remaja dalam Pelestarian Lingkungan Hidup. Makalah. Disampaiakn dalam Sarasehan Kelompok
57 Remaja Sadar Lingkungan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, 12 Mei 2005. Waryono T. 2001. Ancaman degradasi Kawasan Tandon Air dan Aspek Pengelolaannya. Makalah. Disampaikan dalam Lokakarya Aliran Permukaan Pengendalian Banjir Sejak dari Sumbernya, Bogor 24-25 Pebuari 2005. Wearing S. 2001. Volunteer Tourism: Experiences That Make A difference. Sydney: CABI Publishing. Yaman A, Mohd A. 2004. Community Based Ecotourism: New Proposition for Sustainable Development and Environment Conservation in Malaysia. Journal of Applied Sciences. 4:583-589. Yulianda F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
58 Lampiran 1 Analisis regresi antara peubah kondisi fisik lingkungan situ dengan peubah kepadatan penduduk ANOVA Df 1 3 4
Regression Residual Total
SS 0.850 0.350 1.2
MS 0.850 0.117
Significanc eF 0.074
F 7.272
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0.841 0.708 0.611 0.342 5
Coefficient s
Standard Error
Intercept
10.05
2.7672
X
-0.002
0.0008
t Stat 3.632 2.697
Pvalue
Lower 95%
Upper 95%
Lower 90.0%
Upper 90.0%
0.036
1.24
18.856
3.538
16.562
0.074
-0.005
0.0004
-0.004
-0.0003
Selanjutnya diagram pencarnya adalah sebagai berikut: 3.5 3 y = 10.05 - 0.002x 2.5 2 1.5 1 2900
3000 y
3100 Predicted y
3200
3300 Linear (Predicted y)
3400
59 Lampiran 2 Analisis daerah operasi objek dan daya tarik wisata alam No
Kondisi daerah operasi berdasarkan Nilai* Keterangan unsur dan sub unsur 1 Rata-rata Daya tarik objek 80.56 Keindahan 66.67 Sedang Kenyamanan 66.67 Sedang Keselamatan 100.00 Baik Stabilitas air sepanjang tahun 83.33 Baik Kebersihan air dan lingkungan 66.67 Sedang Variasi kegiatan di lingkungan situ 100.00 Baik 2 Rata-rata Aksesbilitas/kadar hubungan 94.44 Kondisi jarak jalan kec/kab/kota 100.00 Baik Waktu tempuh dari kec/kab/kota 100.00 Baik Frekuensi kendaraan ke objek 83.33 Baik 3 Rata-rata Kondisi sekitar lingkungan objek 86.67 RTRW daerah objek 100.00 Baik Tingkat pengangguran 83.33 Baik Mata pencaharian penduduk 50.00 Kurang Pendidikan 100.00 Baik Tanggapan masyarakat 100.00 Baik Pendidikan (mayoritas) 100.00 Baik 4 Rata-rata Sarana dan prasarana 91.67 Sarana 83.33 Baik Prasarana 100.00 Baik 5 Rata-rata Kondisi air bersih 83.33 Volume atau jumlah 83.33 Baik Dapat/tidaknya dialirkan ke objek 83.33 Baik Ketersediaan 83.33 Baik Kelayakan dikonsumsi 83.33 Baik 5 Rata-rata Keamanan lingkungan 83.33 Keamanan pengunjung 100.00 Baik Faktor kebakaran 83.33 Baik Landuse (eksploitasi) 66.66 Sedang 6 Dibahas terpisah Daya dukung kawasan Sumber: Survei dan analisis 2013 berdasarkan bagian dari pedoman analisis daerah operasi objek dan daya tarik wisata alam DJPHKA, 2003. *) Kriteria penilaian, Baik : > 83, Sedang : 51 – 83 dan Kurang : ≤ 50.
60 Lampiran 3 Penelitian kesesuaian wisata yang ada di situ Kemuning saat ini. No
Parameter
1
Wahana Pemancingan - Kelimpahan ikan - Jenis ikan - Kedalaman air * - Lebar tepi situ* - Pelindungan* Jumlah Lokasi Relaxing, jogging - Lebar tepi danau - Pemandangan - Vegetasi danau - Biota berbahaya - Aktivitas liar* Jumlah Atraksi air - Warna perairan - Bau perairan - Kedalaman air - Biota berbahaya* - Aktivitas lain masuk dalam area perairan* Jumlah
2
3
Bobot
Hasil
Skor
Bobot x Skor (Ni)
Skor Maks
Nilai Maks
5 3 1 3 1
Banyak >4 jenis 2 meter <4 meter Alami
3 3 2 2 3
15 9 2 6 3 36
3 3 3 3 3
15 9 3 9 3 42
1 5 5 3 3
3 meter sedang >4 Jenis
2 2 3 3 1
2 10 15 9 3 39
3 3 3 3 3
3 15 15 9 9 51
2 2 3 3 2
10 6 3 9 6
3 3 3 3 3
15 9 3 9 9
12
34
5 3 1 3 3
Tidak ada
2
Hijau Sedang <3 Tidak ada
1
IKW
85.71 (S)
76.47 (SB)
75.56 (SB)
45
*Parameter tambahan dari tabel penilaian yang digunakan oleh Emilia (2009). Kriteria penilaian: Sesuai jika IKW > 83, Sesuai bersyarat jika IKW 51 – 83 dan Kurang Sesuai jika IKW ≤ 50.
61 Lampiran 4 Perhitungan bobot tiap variabel dan rating berdasarkan rating matrik IFE Faktor
Bobot
Rating
Skor
Jumlah Skor S
Jumlah Skor W
P
S1 S2 S3 S4 W1 W2 W3 W4
0.112 0.095 0.147 0.155 0.103 0.103 0.129 0.155
4 4 4 3 2 2 1 2
0.448 0.379 0.586 0.466 0.207 0.207 0.129 0.310
1.88
0.85
1.03
Total
1
1.88
0.85
1.03
Lampiran 5 Perhitungan bobot tiap variabel dan rating berdasarkan rating matrik EFE Faktor
Bobot
Rating
Skor
Jumlah Skor O
Jumlah Skor T
Q
O1 O2 O3 O4 T1 T2 T3 T4
0.122 0.102 0.112 0.122 0.122 0.143 0.122 0.153
2 2 1 3 2 2 1 3
0.245 0.204 0.112 0.367 0.245 0.286 0.122 0.459
0.93
1.11
-0.18
Total
1
0.93
1.11
-0.18
62
63
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Karanganyar pada tanggal 15 Juli 1980 sebagai anak kedua dari pasangan Wagiyo Budi Darwanto dan Siti Hardinah. Pendidikan sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian Universitas Andalas, lulus pada tahun 2004. Pada tahun 2011 Penulis diterima di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun 2013. Penulis sebelumnya bekerja sebagai sebagai tenaga peneliti di pusat studi irigasi, sumberdaya air, lahan dan pembangunan Universitas Andalas pada tahun 2004, selanjutnya pada tahun 2006 menjadi staf pengajar bidang Pendidikan Lingkungan Hidup di Yayasan Pendidikan Tri Dharma Kota Bogor. Selama mengikuti program S-2, penulis menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.