2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Penginderaan Jauh Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
tentang obyek, daerah atau gejala dengan jalan menggunakan alat tanpa kontak langsung terhadap obyek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1979 dalam Johston, 1998). Penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan alat, atau dalam hal ini disebut sensor. Sensor tersebut dipasang pada wahana berupa pesawat terbang, satelit, dan sebagainya. Obyek yang diindera berupa obyek di permukaan bumi, dirgantara, maupun antariksa. Penginderaannya sendiri dilakukan dari jarak jauh, tanpa adanya kontak langsung antara sensor dengan obyek yang diindera. Menurut Lindgren (1985), penginderaan jauh didefinisikan sebagai berbagai teknik yang dikembangkan untuk memperoleh dan menganalisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut khususnya dalam bentuk radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan dari permukaan bumi. Berbeda dengan Lillesand dan Kefer yang memandang penginderaan jauh sebagai ilmu dan seni, Lindgren memandangnya sebagai teknik, yaitu teknik perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Definisi oleh Lindgren, juga disebutkan bahwa dalam penginderaan jauh, diperlukan radiasi elektromagnetik yang dipantulkan atau dipancarkan oleh permukaan bumi. Radiasi elektromagnetik tesebut akan berinteraksi dengan obyek di permukaan bumi. Tiap obyek akan memiliki karakteristik tersendiri dalam interaksinya terhadap gelombang elektromagnetik. Hasil interaksi tersebut yang akan direkam oleh sensor, sehingga karakteristiknya dapat dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang objek tersebut. Hasil rekaman ini disebut data penginderaan jauh. Data tersebut harus diterjemahkan menjadi informasi tentang obyek yang diindera. Proses penerjemahan data menjadi informasi disebut analisis atau interpretasi data.
3
4
2.2.
Citra Foto Udara Citra merupakan gambaran rekaman suatu obyek yang dibuahkan dengan cara
optik, elektro-optik, optik mekanik, atau elektronik (Simonett et al., 2008). Citra terbagi menjadi citra non-foto dan citra foto. Citra non-foto adalah gambar yang dicetak dari hasil perekaman dengan bantuan alat seperti satelit dengan hasil perekaman secara parsial. Citra foto adalah gambar yang dicetak dari hasil pemotretan dengan kamera dengan perekaman secara fotografi, contohnya foto udara. Citra foto didapatkan dengan cara memotret menggunakan sebuah wahana, biasanya berupa balon udara, pesawat udara, pesawat tanpa awak, dan sebagainya. Citra foto udara dapat diperoleh dengan menggunakan tiga jenis pemotretan, yaitu pemotretan udara secara tegak (vertical), pemotretan udara secara condong (oblique), dan pemotretan udara sangat condong (high oblique) (Paine, 1979). Pemotretan udara secara tegak dilakukan dengan memosisikan kamera sehingga sumbu optis kamera tegak lurus dengan gaya berat bumi. Pemotretan udara condong dilakukan dengan memosisikan kamera sehingga sumbu optis kamera membentuk sudut tertentu dengan gaya berat bumi. Pemotretan udara sangat condong dilakukan dengan memosisikan kamera sehingga sumbu optis kamera membentuk sudut yang sangat besar dengan gaya berat bumi, hingga pada hasil foto udara terdapat garis horizon (Santoso, 2001). Secara umum ketiga jenis pemotretan foto udara dapat diilustrasikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Visualisasi Tiga Jenis Foto Udara (Santoso, 2001)
5
2.3.
Motor Listrik Motor listrik merupakan alat yang dapat mengubah energi listrik menjadi
energi mekanik. Motor listrik memiliki fungsi berkebalikan dengan generator dan dinamo yang merubah energi mekanik menjadi energi listrik. Prinsip kerja motor listrik memanfaatkan tenaga magnet, yang disebut elektromagnet. Tenaga listrik akan memanipulasi kutub magnet sehingga akan menyebabkan pergerakan pada motor karena adanya gaya tarik dan tolak-menolak antar kutub magnet. Motor listrik terbagi menjadi 3 jenis, yaitu motor DC, motor stepper, dan motor servo. 2.3.1. Motor DC Motor DC merupakan jenis motor yang digunakan pada aplikasi yang membutuhkan kecepatan tinggi dan torsi yang cukup besar (Solichin, 2009). Kecepatan putar motor dihitung dari jumlah putaran yang dapat dilakukan oleh motor dalam satu menit. Satuan kecepatan putar tersebut disebut dengan RPM (Rotation Per Minute). Pengukuran torsi motor didasarkan pada kemampuan sebuah tuas sepanjang 1cm untuk menggerakkan beban sebaran x kg. Semakin lambat putaran akibat adanya penambahan gear, maka torsi motor akan semakin besar. Motor DC terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya ada yang bertipe brushed atau memiliki kuas dan yang bertipe brushless atau yang tidak memiliki kuas. Kedua tipe motor DC ini memiliki beberapa perbedaan yang cukup signifikan dalam hal penggunaan maupun torsi yang dihasilkannya. 2.3.1.1. Brushed DC Motor Brushed DC (BDC) motor merupakan tipe motor DC yang memiliki kuas karbon yang berfungsi dalam pengaturan kommutasinya. Motor ini memiliki satu atau lebih pasangan kutub magnet yang berfungsi untuk menghasilkan medan magnetik yang menghasilkan putaran motor. Skema BDC motor dua kutub sederhana ditunjukkan pada Gambar 2.
6
Gambar 2. Skema Brushed DC motor dua kutub sederhana (Condit, 2004a) Semua motor BDC terdiri atas komponen dasar yang sama, yaitu stator, rotor atau armature, brushes, dan kommutator. a. Stator Stator merupakan komponen yang menghasilkan medan magnet stasioner yang mengelilingi motor. Medan magnet ini dihasilkan baik oleh magnet permanen maupun oleh lilitan elektromagnetik. Masing-masing tipe BDC motor dibedakan dari konstruksi stator ataupun hubungan antara lilitan elektromagnetik dengan sumber daya (Condit, 2004a). b. Rotor Rotor, disebut juga dengan armature, merupakan komponen yang terbentuk oleh satu atau lebih lilitan. Lilitan-lilitan tersebut akan menghasilkan medan magnet ketika dialiri listrik. Kutub magnet rotor akan tertarik oleh kutub berlawanan yang dihasilkan oleh stator. Hal inilah yang menyebabkan rotor bergerak. Ketika motor berputar lilitan pada rotor akan teraliri listrik secara konstan pada urutan tertentu, sehingga kutub magnet yang dihasilkan oleh rotor tidak melampaui kutub magnet yang dihasilkan oleh stator. Pertukaran medan magnet pada lilitan rotor disebut dengan kommutasi (Condit, 2004a).
7
c. Brushes dan Kommutator Tidak seperti jenis motor elektrik lainnya (seperti Brushless DC dan Induction AC), BDC motor tidak memerlukan controller untuk menukar arus pada lilitan motor. Bahkan kommutasi pada lilitan BDC dilakukan secara mekanis oleh sebuah lengan tembaga tersegmentasi yang disebut sebagai kommutator. Kommutator ini berada pada as BDC motor. Ketika motor berputar, brushes, atau kuas yang berbahan karbon, akan meluncur pada kommutator tersebut dan bersentuhan dengan bagian-bagian kommutator. Kommutator tersebut terhubung dengan lilitan rotor yang berbeda, sehingga medan magnet dinamik terbentuk di dalam motor ketika tegangan digunakan pada brush tersebut (Condit, 2004a). BDC motor dibedakan berdasarkan konstruksi stator dan hubungan antara lilitan elektromagnetik dengan sumber dayanya. Kedua hal tersebut akan mempengaruhi proses pembentukan magnet stasioner pada stator. Berikut tipe-tipe BDC motor (Condit, 2004a): a. Permanent Magnet DC Motor Permanent Magnet DC Motor (PMDC motor) merupakan jenis BDC motor yang paling banyak ditemukan di dunia. Motor ini menggunakan magnet permanen untuk menghasilkan medan stator. PMDC motor sering digunakan dalam aplikasi yang melibatkan tenaga yang kecil karena penggunaan magnet permanen sangat beresiko menyebabkan rusaknya stator. Kekurangan PMDC motor adalah hilangnya sifat magnetik dari magnet yang digunakan seiring dengan waktu. Beberapa PMDC motor menggunakan lilitan yang khusus dibuat untuk mencegah kehilangan sifat magnetik ini.
8
Gambar 3 menunjukkan skema penggunaan magnet permanen pada motor DC. Pada jenis motor ini, magnet permanen digunakan untuk mennghasilkan medan magnet statis, atau sebagai stator.
Gambar 3. Skema PMDC Motor (Condit, 2004a). b. Shunt-Wound DC Motor Shunt-Wound DC Motor (SHWDC motor) merupakan motor yang memiliki gulungan penghasil medan magnet yang tersusun secara parallel terhadap rotornya. Arus pada medan gulungan dan rotor tidak bergantung satu sama lain, sehingga motor ini memiliki keunggulan dalam pengendalian kecepatan. SHWDC motor merupakan tipikal motor yang digunakan dalam aplikasi yang membutuhkan tenaga besar. Sifat magnet pada motor ini tidak akan hilang, sehingga secara umum, motor ini memilki kekuatan lebih besar daripada PMDC motor. Gambar 4 menunjukkan skema penggunaan elektromagnet pada SHWDC motor. Pada SHWDC motor, elektromagnet yang digunakan untuk menghasilkan medan magnet statis tersusun secara parallel terhadap rotor yang menghasilkan medan magnet dinamis.
9
Gambar 4. Skema SHWDC motor (Condit, 2004a) c. Series-Wound DC Motor Berbeda dengan SHWDC motor, Series-Wound DC Motor (SWDC motor) memiliki gulungan penghasil medan magnet yang tersusun secara seri terhadap rotor (Gambar 5.). Idealnya, motor ini cocok pada penggunaan yang membutuhkan torsi tinggi. Hal ini dikarenakan arus listrik yang mengalir pada stator dan rotor akan meningkat seiring dengan pengisian dayanya. Kekurangan SWDC motor adalah tidak adanya kontrol kecepatan yang presisi seperti yang dimiliki oleh PMDC motor dan SHWDC motor.
Gambar 5. Skema SWDC motor (Condit, 2004a)
10
d. Compound-Wound DC Motor Compound-Wound DC Motor (CWDC motor) merupakan kombinasi dari SWDC motor dan SHWDC motor. Motor ini memiliki gulungan penghasil medan magnet yang tersusun secara seri dan parallel terhadap rotornya. Kombinasi gulungan ini menghasilkan kinerja motor yang memiliki torsi lebih tinggi dari SHWDC motor, namun memiliki kontrol kecepatan yang lebih baik dibandingkan dengan SWDC motor (Gambar 6.).
Gambar 6. Skema CWDC Motor (Condit, 2004a) 2.3.1.2. Brushless DC Motor Brushless DC (BLDC) motor merupakan tipe motor yang sedang populer saat ini. Penggunaan BDC motor sangat luas, diantaranya digunakan dalam bidang otomotif, dirgantara, antariksa, dan sebagainya. Sesuai dengan namanya, BLDC motor tidak menggunakan kuas karbon seperti yang digunakan oleh BDC motor. Menurut Yedamale (2003), BLDC motor memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan BDC motor dan motor induksi, diantaranya adalah: -
Kecepatan yang lebih baik bila dibandingkan dengan karakteristik torsi.
-
Respon dinamik yang tinggi.
-
Efisiensi yang lebih tinggi.
-
Masa operasi yang lebih panjang.
-
Tingkat kebisingan yang lebih rendah ketika dioperasikan.
11
-
Rentang kecepatan yang lebih luas. BLDC motor memiliki rasio antara torsi yang dihasilkan dengan
ukuran motor yang lebih besar dibandingkan motor lainnya. Hal ini menyebabkan BLDC motor lebih efektif digunakan ketika ruang gerak dan berat komponen menjadi faktor pembatas. BLDC motor merupakan tipe motor syncronous, yang berarti medan magnet yang dihasilkan oleh stator dan medan magnet yang dihasilkan oleh rotor berotasi pada frekuensi yang sama. BLDC motor memiliki antisipasi terhadap selip, sehingga mengurangi kemungkinan selip yang sering terjadi pada motor induksi. Konfigurasi BLDC motor terbagi menjadi tiga jenis, yaitu konfiguratsi satu-fase, dua-fase, dan tiga-fase. Dari ketiga konstruksi ini, BLDC motor yang memiliki konfigurasi tiga-fase merupakan jenis yang paling populer dan paling luas penggunaannya. BLDC motor memiliki beberapa komponen utama seperti pada BDC motor, diantaranya (Yedamale, 2003): a. Stator Stator pada BLDC motor terdiri atas laminasi besi yang memiliki lilitan dan diletakkan pada slot yang memotong keliling bagian dalam motor secara axial. Secara umum, stator pada BLDC motor menyerupai stator pada motor induksi, namun lilitan-lilitannya didistribusikan dengan cara yang berbeda. Hampir semua BLDC motor memiliki tiga lilitan stator yang terhubung dalam bentuk asteriks atau bintang. Masing-masing lilitan tersebut terbentuk oleh sejumlah gulungan atau coil. Setiap lilitan tersebut didistribusikan melewati lingkaran stator untuk menghasilkan kutub-kutub dengan jumlah yang sama. Berdasarkan jenis lilitannya, terdapat dua jenis BLDC motor yaitu trapezoidal dan sinusoidal. Perbedaan ini ditunjukkan dengan Back Electromotive Force (Back EMF) yang berbeda. Motor
12
trapezoidal menghasilkan back EMF dalam bentuk trapezoid (Gambar 7) sedangkan motor sinusoidal menghasilkan back EMF yang berbentuk sinus (Gambar 8).
Gambar 7. Skema Back EMF Trapezoidal (Yedamale, 2003).
Gambar 8. Skema Back EMF Sinusiodal (Yedamale, 2003). b. Rotor Rotor pada BLDC motor terbuat dari magnet permanen yang dapat terdiri atas dua hingga delapan pasang kutub utara (U) dan selatan (S). Bahan yang dipergunakan untuk membentuk medan magnet dapat berupa Ferrite Magnets dan logam campuran. Ferrite magnets merupakan bahan yang biasa digunakan untuk membuat magnet permanen. Bahan ini lebih murah dibandingkan dengan logam
13
campuran, namun memiliki kekurangan pada densitas flux yang dihasilkan dibandingkan dengan volumenya. Logam campuran saat ini lebih banyak digunakan untuk membentuk medan magnet. Material ini menghasilkan densitas magnetik yang lebih tinggi per volumenya sehingga memungkinkan untuk membuat motor dengan ukuran yang lebih kecil untuk menghasilkan torsi yang sama. Beberapa bahan pembentuk logam campuran tersebut diantaranya Neodymium (Nd), Samarium Cobalt (SmCo) dan campuran Nd, Ferrite, dan Boron (NdFeB). c. Hall Effect Sensor Pertukaran fase pada BLDC motor berbeda dengan BDC motor yang dikendalikan secara mekanis. Pada BLDC motor pertukaran fase dikendalikan secara elektronik. Pertukaran fase ini dilakukan dengan memberikan aliran energi pada lilitan stator secara berurutan. Dengan demikian, mengetahui posisi rotor menjadi hal sangat penting dalam pengendalian motor ini. Posisi rotor dapat diketahui dengan menggunakan hall efect sensor. Umumnya, BLDC motor memiliki tiga hall effect sensor yang tertanam pada ujung-ujung stator yang statis. Ketika sebuah konduktor yang mengandung arus elektrik disimpan dalam sebuah medan magnet, medan magnet tersebut akan menghasilkan gaya melintang untuk menggerakkan pembawa muatan yang digunakan untuk mendorong ke satu sisi konduktor. Penumpukan muatan pada satu sisi konduktor tersebut akan menyeimbangkan pengaruh magnetik dan menghasilkan voltase yang dapat dihitung di antara dua sisi konduktor. Kehadiran voltase secara melintang ini kemudian disebut hall effect setelah E. H. Hall menemukannya pada 1879 (Yedamale, 2003). Ketika kutub magnetik motor melintasi hall effect sensor, kutub tersebut akan memberikan sinyal high atau low. Sinyal tersebut akan mengindikasikan kutub tersebut merupakan kutub U atau S.
14
Berdasarkan kombinasi ketiga hall effect sensor tersebut, urutan pertukaran fase yang tepat dapat diketahui. Menurut Brown (2002), setiap urutan komutasi memiliki satu lilitan yang dialiri energi positif (arus masuk ke dalam lilitan), lilitan kedua negatif (arus keluar dari lilitan) dan yang ketiga dalam kondisi tidak diberikan aliran. Torsi dihasilkan oleh interaksi antara medan magnet yang dihasilkan oleh gulungan stator dan magnet permanen. Idealnya, puncak torsi dihasilkan ketika kedua medan magnet tersebut terletak pada posisi 90o satu sama lain. Medan magnet yang dihasilkan oleh lilitan harus senantiasa berganti posisi untuk membuat motor tetap berputar. 2.3.2. Motor Stepper Motor stepper menempati relung yang unik dalam dunia pengendalian motor.Motor ini umumnya digunakan pada aplikasi pengukuran dan pengendalian. Beberapa contoh aplikasi motor setepper adalah pada ink jet printer dan pompa volumetrik. Beberapa karakteristik umum motor stepper: 1.
Brushless- Motor stepper merupakan jenis motor brushless.
2.
Load Independent- Motor stepper akan berputar dengan kecepatan yang sudah ditentukan, berapapun beban yang diberikan selama beban tersebut tidak melebihi torsi motor tersebut.
3.
Open Loop Positioning- Pergerakan motor stepper merupakan perhitungan kenaikan atau steps. Selama motor bergerak sesuai dengan torsinya, posisi poros motor dapat selalu diketahui tanpa perlu adanya mekanisme umpan balik.
4.
Holding Torque- Motor stepper dapat menahan porosnya untuk tetap statis.
5.
Excellent Response- untuk start-up, stopping, dan reverse.
Motor stepper memiliki torsi yang kecil, namun memiliki keunggulan dalam hal tingkat presisi dalam setiap gerakannya (Solichin, 2009). Kecepatan gerak motor
15
ini dinyatakan dalam satuan step per second atau banyaknya step gerakan yang dilakukan setiap detiknya. Terdapat tiga jenis motor stepper: variable reluctance, permanent magnet, dan hybrid. Motor dengan magnet permanen memiliki rotor bermedan magnet, sedangkan variable reluctance memiliki rotor bergerigi yang terbuat dari besi yang lembut. Motor hybrid memiliki kombinasi aspek dari kedua jenis motor sebelumnya. Stator, bagian statis dr motor stepper, merupakan tempat bertumpunya kumparan. Pengaturan kumparan ini merupakan faktor utama yang menunjukkan perbedaan tipe motor stepper dari sudut pandang elektrikal. Dari perspektif elektrikal dan sistem kontrol, motor variable reluctant memiliki sifat-sifat yang jauh dibandingkan jenis motor lain. Motor jenis magnet permanen dan hybrid dapat menggunakan kumparan unipolar, bipolar atau bifiliar. 2.3.2.1. Motor Variable Reluctance Motor variable reluctant memiliki tiga atau lima kumparan yang terhubung dengan satu terminal (Gambar 9). Rotor pada motor ini memiliki empat gigi dan statornya memiliki enam kutub, dengan setiap kumparan membungkus kutub yang berlawanan. Gigi rotor (tanda X) tertarik ke kumparan 1 ketika dialiri energi. Hal ini disebabkan oleh jalur flux magnetik yang dibangkitkan di sekitar coil dan rotor. Rotor akan mengalami torsi dan menggerakkan rotor seiring dengan teralirinya coil, meminimalisir jalur flux. Motor akan bergerak searah jarum jam ketika kumparan 1 mati dan kumparan 2 dialiri energi. Perputaran searah jarum jam secara kontinu didapatkan dengan urutan pengaliran energi pada kumparan di stator.
16
Gambar 9. Penampang melintang motor variable reluctant (Condit, 2004b).
2.3.2.2. Unipolar Motor Motor unipolar memiliki dua kumparan, masing masing dengan sebuah ujung. Ujung kumparan tersebut bisa dikeluarkan dari motor sebagai dua kabel terpisah (Gambar 10), atau terhubung secara internal menjadi satu kabel. Berapapun jumlah kabelnya, motor unipolar digerakkan dengan cara yang sama. Kabel center tap terhubung dengan power supply dan pada ujung coil- nya dihubungkan dengan ground. Motor stepper unipolar, seperti layaknya motor permanen dan hybrid lainnya, dioperasikan dengan cara yang berbeda dengan motor variable reluctant. Motor ini tidak dioperasikan dengan meminimalisir panjang jalur flux antara kutub stator, yang mana menyebabkan arah aliran arus yang melewati kumparan stator menjadi tidak relevan, motor ini dioperasikan dengan menarik kutub utara dan selatan magnet permanen rotor ke kutub stator. Dengan demikian, pada motor ini, arah arus yang melewati kumparan stator ditentukan oleh rotor mana yang tertarik ke kutub stator. Arah arus pada motor unipolar tidak bergantung dengan bagian kumparan mana yang dialiri energi.Secara fisik, masing-masing bagian kumparan terhubung secara palalel satu sama lain. Oleh karena itu, satu kumparan berlaku sebagai kutub utara ataupun selatan, tergantung bagian mana yang dialiri energi.
17
Gambar 10. Penampang melintang Motor Stepper Unipolar (Condit, 2004b). 2.3.3. Motor Servo Motor servo merupakan motor DC kecil yang diberi sistem gear dan potensiometer sehingga dapat menempatkan servo pada posisi yang dikehendaki. Penentuan posisi motor servo dapat diatur dengan memberikan masukan pulsa digital dengan lebar tertentu melalui pin kontrol untuk membuat motor ini berputar searah jarum jam, berlawanan jarum jam, maupun kembali ke posisi tengah. Motor servo memiliki kecepatan putar yang rendah, tetapi memiliki kekuatan yang besar (Solichin, 2009). Motor servo yang umum digunakan memiliki tiga jalur masukan, yaitu jalur masukan tegangan positif (umumnya 5 volt DC), jalur ground, dan jalur sinyal digital. Ketiga jalur masukan ini biayasanya ditandai dengan kode warna. Kode warna yang digunakan bervariasi mengikuti standar pabrik yang membuat motor tersebut. Tidak seperti motor DC pada umumnya yang akan mengubah arah putar ketika jalur masukan tegangan positif ditukar dengan jalur ground, pada motor servo penukaran jalur akan menyebabkan kerusakan motor. Oleh sebab itu, hal utama yang harus diketahui dalam pengoperasian motor servo adalah mengetahui jalur masukan motor servo tersebut. Secara umum terdapat 2 jenis motor servo, yaitu motor servo standard dan continous. Motor servo standard dapat berputar hingga 180° sedangkan motor servo continous dapat berputar hingga 360°.
18
2.4.
Massa dan Densitas Jumlah zat dalam sebuah benda dijelaskan sebagai massa benda tersebut,
diukur dalam satuan pounds (lbs) atau kilogram (Kg) (Watkinson, 2004). Jumlah zat pada sebuah benda padat tidak dapat berubah-ubah, sehingga dengan demikian massa benda tersebut akan sama kapanpun dan bagaimanapun benda tersebut bergerak. Massa sebuah benda terdistribusi pada seluruh dimensi benda tersebut, karena setiap bagian memiliki massa. Untuk alasan tertentu, massa sebuah benda dapat digantikan dengan massa tungga yang diletakkan di pusat massa. (Watkinson, 2004). Penggunaan istilah massa dalam kehidupan sehari-hari seringkali tertukar dengan istilah berat, padahal terdapat berbedaan mendasar antara massa dan berat. Berat sebuah benda merupakan gaya benda tersebut berdasarkan pendorongnya, dalam hal ini umumnya pendorong tersebut merupakan gravitasi (Watkinson, 2004). Di luar angkasa, benda tidak memiliki pendorong, sehingga tidak memiliki berat, lain halnya dengan benda di permukaan bumi yang memiliki medan gravitasi yang menarik benda-benda ke bawah. Perhitungan berat sebuah benda setara dengan massa benda tersebut dikalikan dengan gaya gravitasi yang bekerta di tempat benda tersebut berada. Umumnya, gaya gravitasi yang digunakan adalah sebesar 9.81 N. Densitas sebuah benda merupakan substansi massa benda per satuan volume. Densitas diukur dengan menggunakan satuan kg/ m3. Pengukuran densitas, relatif dalam satuan internasional didasarkan pada asumsi bahwa air memiliki densitas sebesar satu kg/ m3.
2.5.
Gaya dan Akselerasi Besaran gaya dalam satuan internasional (SI) diberikan satuan Newton (N)
yang didefinisikan sebagai gaya yang dapat menyebabkan sebuah benda dengan massa satu kilogram berakselerasi dengan kecepatan satu meter per detik (Watkinson, 2004). Perhitungan gaya yang bekerja pada sebuah benda dilakukan dengan mengalikan antara massa benda dengan percepatan yang terjadi pada benda tersebut.
19
Secara umum, perhitungan gaya dapat dirumuskan sebagai berikut (Watkinson, 2004): F = m x a ………………………………………… (1) di mana, F = Gaya yang bekerja pada sebuah benda (N) m = Massa benda (kg) a = Percepatan (m/s2) Istilah kecepatan memiliki dua perspektif berbeda dalam menentukan perhitungannya, yaitu sebagai speed dan velocity. Kecepatan dapat didefinisikan sebagai rata-rata waktu yang dibutuhkan sebuah objek untuk menempuh jarak tertentu tanpa memperhitungkan arahnya. Kecepatan dengan definisi tersebut disebut sebagai speed, sedangkan velocity merupakan rata-rata jarak yang ditempuh oleh sebuah objek pada arah yang spesifik (Watkinson, 2004). Percepatan merupakan rata-rata perubahan velocity. Percepatan merupakan besaran vektor karena turut memperhatikan arah pergerakan benda. Percepatan yang diberikan pada sebuah benda dapat menyebabkan perubahan kecepatan benda pada arah yang sama atau dapat menyebabkan perubahan arah benda pada kecepatan yang sama (Watkinson, 2004). Gaya merupakan kuantitas vector, oleh karena itu jika sebuah benda mendapatkan dua gaya yang sama besar dengan arah yang berlawanan, maka benda tersebut akan mengalami fase ekuilibrium, yaitu resultan gaya dan akselerasi benda tersebut bernilai nol. Benda pada fase ekuilbrium tersebut akan tetap diam walaupun terdapat gaya yang bekerja pada benda tersebut. Resultan gaya merupakan perhitungan gaya tunggal yang memberikan efek yang sama dengan berbagai gaya yang bekerja pada sebuah benda (Watkinson, 2004). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa resultan gaya merupakan gaya yang menyimpulkan efek yang terjadi ketika berbagai gaya diberikan pada sebuah benda pada saat yang sama.
20
Gaya, sebagai besaran vektor digambarkan sebagai sebuah anak panah dengan panjang anak panah menggambarkan besarnya gaya dan arah anak panah menggambarkan arah gaya tersebut. Resultan dari beberapa gaya dapat ditentukan dengan menggambarkan gaya dalam bentuk vektor sebagai anak panah, kemudian membuat parallelogram dari vektor-vektor tersebut dengan cara menggambarkan garis bantu yang arahnya sama dengan masing-masing vektor pada ujung vektor yang lain. Ketika parallelogram dari vektor tersebut terbentuk, maka diagonal dari parallelogram merupakan penggambaran resultan dari gaya gaya tersebut. Gambar 11 menunjukkan metode perhitungan resultan gaya dengan menggambarkan vektor gaya sebagai anak panah. Pada bagian (a), vektor AR merupakan resultan dari gaya AC dan AB. Besarnya AR ditentukan dengan lebih dulu menggambar garis bantu CD yang sejajar dengan gaya AB dan garis BE yang sejajar dengan gaya AC. Titik perpotongan dari kedua garis bantu, yaitu titik R, dan titik pusat kedua gaya, yaitu titik A, membentuk diagonal dari parallelogram ABRC yang menggambarkan resultan dari kedua gaya sebagai vektor AR. Fase ekuilibrium dari sebuah benda dapat diwujudkan dengan memberikan gaya dengan besar yang sama dengan resultan gaya yang bekerja pada benda tersebut, namun dengan arah yang berlawanan (Watkinson, 2004). Gambar 11 (b) menunjukkan gaya AB dan AC yang bekerja pada sebuah benda dengan resultan AR. Apabila benda tersebut kemudian diberikan gaya AE yang besarnya sama namun arahnya berlawanan dengan AR, maka benda tersebut akan mengalami fase ekuilibrium, di mana gaya dan akselerasi benda tersebut akan bernilai nol sehingga benda akan diam.
21
Gambar 11. Metode perhitungan resultan dari dua vektor (Watkinson, 2004). Perhitungan komponen gaya dapat dilakukan dengan metode yang berkebalikan dari penentuan resultan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menggambarkan garis vertikal dan horizontal pada ujung-ujung vektor (Watkinson, 2004). Perpotongan dari garis-garis tersebut akan membentuk komponen vertikal dan horizontal dari gaya tersebut Gambar 11 (c) 2.6.
Ketahanan Bahan Ketahanan bahan menggambarkan kemampuan bahan untuk menahan tekanan
yang ditingkatkan secara berkala. Pada umumnya, hampir semua material ketika diberikan tekanan secara berkala akan mengalami beberapa fase yang mengikuti hukum Hooke (Watkinson, 2004). Fase-fase tersebut diantaranya fase elastis, fase
22
plastis, dan breaking point, di mana bahan akan mulai patah. Fase tersebut ditunjukkan pada Gambar 12.
Gambar 12. Fase ketahanan bahan menurut hukum Hooke (Watkinson, 2004). Gambar 12 menunjukkan fase yang akan terjadi ketika sebuah bahan diberikan tekanan secara berkala. Tekanan pada bahan yang diberikan disebut dengan stress, sedangkan konstanta proporsionalitas fase disebut dengan strain. Ketika sebuah bahan menerima tekanan, pada mulanya bahan akan mengalami fase elastis. Pada fase ini, bahan dapat mengalami perubahan bentuk sebagai efek dari tekanan yang diberikan. Namun setelah tekanan dihilangkan, bahan akan mengembalikan dimensinya ke keadaan semula. Ketika tekanan yang diberikan ditingkatkan, bahan akan memasuki fase plastis, di mana perubahan dimensi yang terjadi tidak dapat dikembalikan walaupun tekanan sudah dihilangkan. Fase ini akan berujung pada breaking point, di mana bahan akan mulai patah. Bahan yang memiliki densitas tinggi, umumnya memiliki tingkat ketahanan yang tinggi. Namun, tingginya densitas akan sebanding dengan besarnya massa bahan dan dengan demikian, maka berat bahan juga akan semakin besar.