2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Perikanan laut dan lingkungannya merupakan suatu sistem yang kompleks dan dinamis. Dalam sisterm tersebut berlangsung berbagai proses interaksi yang bersifat
bioekologis,
bioteknologis,
bioekonomis
maupun
sosial,
yang
kesemuanya itu merupakan fungsi tempat dan waktu (Hilborn dan Walters, 1992). Kehidupan ikan akan berlangsung dengan konstan jika tidak terjadi perubahan lingkungannya secara signifikan. Namun pada kenyataannya sering terjadi adanya perubahan berbagai faktor lingkungan yang menyebabkan berubahnya kehidupan ikan secara nyata (Hilborn dan Walters, 1992). Sumberdaya perikanan laut adalah sumberdaya alam yang dapat pulih kembali. Jika sumberdaya ini terganggu (kolap), maka untuk memperbaikinya memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang panjang (Gulland, 1983). Penyelidikan yang menyeluruh tentang masalah makanan, pertumbuhan, reproduksi dan dinamika populasi ikan laut sering disebut biologi perikanan laut (marine fisheries biology). Makanan adalah salah satu faktor dasar yang mempengaruhi kehidupan ikan secara individual maupun populasinya (Effendi, 1979). Dengan adanya keterbatasan suplai makanan pada suatu perairan akan mengakibatkan kompetisi antar
individu
(bahkan
antar
spesies)
yang
menyebabkan
penurunan
rekruimennya. Makanan, faktor ekologi dan kondisi fisiologi ikan dapat memberikan petunjuk produksi suatu biomasa (Holden dan Raitt, 1975). Pergerakan dan migrasi populasi ikan terutama disebabkan oleh pencarian makanan dan tempat memijah. Pertumbuhan ikan, jenis kelamin, umur dan faktor kondisi merupakan petunjuk yang mendasar untuk memprediksi jumlah stok ikan, apakah stok ikan tersebut masih alami ataukah sudah dieksploitasi secara intensif (Spare dan Venema, 1998). Hubungan panjang berat ikan akan berubah berdasarkan phase dan siklus hidupnya, dan informasi ini akan menjelaskan faktor-faktor yang terbawa karena suatu perubahan lingkungannya (Effendi, 1979). Biologi reproduksi, termasuk periode pemijahan dan fekunditas telur merupakan informasi penting yang menentukan kelangsungan hidup ikan dari waktu ke waktu (King, 1995). Beberapa jenis ikan bermigrasi jauh untuk
9
memijah. Reproduksi merupakan potensi dari suatu populasi, hal ini dapat dipelajari dari nilai mutlak fekunditas telur, yang tentunya harus memiliki laju kehidupan tinggi menuju rekruitmen yang baik (Holden dan Raitt, 1975). Secara teoritis, rekruitmen yang kuat dari tahun ketahun kedalam perikanan akan membuat stok ikan tetap terjaga dari eksploitasi penangkanan dengan intesitas yang tinggi (Hilborn dan Walters, 1992). Namun seringkali laju eksploitasi perikanan yang tinggi akan menurunkan kelimpahan stok, hal ini dapat dijelaskan dari turunnya produksi perikanan dan faktor-faktor lainnya. Kelebihan tangkap (over fishing) adalah turunnya hasil tangkapan akibat dari upaya penangkapan yang berlebihan. Akibat dari kelebihan tangkap, maka suatu perairan harus melakukan formulasi pengelolaan yang berdasarkan penelitian dinamika populasi yang akurat. 2.2 Biologi cucut dan pari Pada tahun 1963 dan 1967, Gilbert mempublikasikan dua makalah ilmiah secara lengkap tentang penelitian cucut, ini adalah titik awal (mile stone) dari penelitian ikan bertulang rawan (Elasmobranchii) didunia (Musick, 2003). Cucut (shark) terkenal sebagai hewan paling berbahaya diantara semua hewan laut, meskipun dari 250 spesies yang telah diketahui, ternyata hanya 27 (dua puluh tujuh) spesies saja yang menyerang manusia (Hoeve, 1988). Dari semua jenis yang berbahaya, yang paling berbahaya adalah jenis cucut
putih besar
(Carcharodon carcarias). Cucut ini suka menyerang manusia, dengan ukurannya yang besar ( panjang berkisar 6-11 meter dengan berat mencapai 3000 kilogram). Cucut dikenal sebagai ikan predator yang memiliki penciuman tajam, terutama terhadap bau darah. Indera penciumannya mampu melacak mangsa hingga beberapa kilometer (Stevens, 1999). Dalam mencari makanan ikan cucut dapat melakukannya pada siang dan malam hari dengan mengandalkan indera penciuman serta dapat menjelajah lapisan perairan yang cukup dalam, meskipun tidak semua ikan cucut pemakan daging (karnivor). Jenis Cetorhinus maximus mendapatkan makanan dengan cara menjaring plangton dari air (Compagno, 1999). Jenis-jenis makanan ikan cucut tidak terbatas, mulai dari ikan kecil hingga
10
besar, kepiting, cumi-cumi, penyu, plankton, bahkan cucut dapat memakan jenisnya sendiri atau kanibalisme (Last dan Stevens, 1994). Ikan pari (rays) termasuk dalam sub grup Elasmobranchii, yaitu ikan yang bertulang rawan dan grup Cartilaginous (Last and Stevens, 1994). Ikan pari mempunyai bentuk tubuh gepeng melebar (depressed) dimana sepasang sirip dada (pectoral fins)-nya melebar dan menyatu dengan sisi kiri-kanan kepalanya, sehingga tampak atas atau tampak bawahnya terlihat bundar atau oval. Tidak seperti ikan bertulang sejati, penelitian ikan cucut dan pari (ikan yang bertulang rawan) di perairan Indonesia umumnya dan di Laut Jawa khususnya belum banyak dilakukan. Pemahaman karakteristik biologi ikan, seperti biologi reproduksi, laju pertumbuhan, laju kematian, dapat menjelaskan bagaimana mengeksploitasi dan mengelola ikan ini secara rasional. Seperti sumberdaya hayati lainnya, sumberdaya ikan cucut memang dapat pulih kembali, namun jika salah dalam pengelolaannya akan berdampak negatif pada sumberdaya ini (Gulland, 1983).
2.2.1 Morfologi cucut dan pari
Ikan cucut
termasuk dalam sub group Elasmobranchii, yaitu ikan yang
bertulang rawan (tanpa adanya tulang sejati, meskipun tulang rawan ini kadang diperkuat oleh pengapuran) yang mencakup 250 spesies yang terdapat baik di Samudera maupun di perairan air tawar (Last dan Stevens, 1994). Ikan cucut biasanya memiliki bentuk tubuh yang lonjong dan memanjang seperti cerutu, ekor sedikit banyak berujung runcing, dan cuping atas dari ekornya kerap kali menjadi jauh lebih berkembang dari cuping bawahnya. Celah insang ikan cucut terletak pada sisi kepala (pada ikan pari justru terletak dibawah kepala), biasanya berjumlah
lima buah, tetapi pada famili
Hexanchidae memiliki enam sampai tujuh celah insang (Compagno, 1984). Untuk melakukan pernafasan, air ditarik masuk melalui mulut dan di pompa ke luar melalui celah insang. Gambar 2. menunjukkan terminologi ikan cucut.
11
Gambar 2. Terminologi morfologi cucut (Last dan Stevens, 1994).
Cucut tidak memiliki gelembung berenang, dan karena badannya lebih berat dari pada masa air, maka ikan ini harus terus menerus berenang agar tidak tenggelam. Dengan demikian, badanya menjadi langsing, dan sisik dadanya yang besar berfungsi sebagai hidrofoil, sehingga memberinya daya apung yang cukup besar. Sebahagian jenis ikan cucut menghabiskan sebahagian waktu tertentunya untuk beristirahat di dasar air, contoh dari jenis ikan cucut ini adalah Steggostoma fasciatum (Hoeve, 1988). Beberapa jenis lainnya menghabiskan seluruh masa hidupnya untuk menjelajah air tengah atau air permukaan, dan jenis ini memiliki ciri khas berupa bentuk ekor yang simetris dengan sirip ekor bagian bawah yang lebih kecil, sirip anus dan sirip punggung kedua yang kecil, serta sirip dada yang berbentuk bulan sabit, contoh dari jenis ini adalah cucut mako (Isurus oxyrinchus). Cucut berenang dengan menggunakan daya dorong yang berasal dari gerakan berkelok-kelok dari badannya, sementara sirip-siripnya yang tidak lentur digunakan sebagai pengendali arah. Sebahagian spesies seperti cucut mako, tidak hanya merupakan perenang cepat, tetapi dapat juga melompat keluar dari permukaan air. Cucut memiliki kulit yang tertutup oleh sisik plakoid yang berupa duri halus dan tajam dengan posisinya yang condong kebelakang, sisik ini sangat kecil dan rapat (Hoeve, 1988). Selain itu karena adanya bulu-bulu halus tubuh ikan cucut terasa kasar.
12
Bentuk dari setiap gigi cucut menyerupai bentuk sisiknya. Gigi cucut mirip dengan gigi biasa karena memiliki rongga pembuluh saraf yang dikelilingi oleh dentin (tulang gigi) dan ditutup oleh lapisan tipis email. Gigi-geligi cucut pada dasarnya mempunyai struktur yang sama dan berada dalam beberapa deret, yang berfungsi adalah deret paling luar. Deret sebelah dalam tumbuh dan maju terus ke depan (ke arah luar), siap menggantikan deret paling luar yang tanggal, proses pergantian gigi ini berlangsung terus sepanjang hidupnya (Hoeve, 1988). Ikan pari (rays) termasuk dalam sub grup Elasmobranchii, yaitu ikan yang bertulang rawan dan grup Cartilaginous (Last and Stevens, 1994). Ikan pari mempunyai bentuk tubuh gepeng melebar (depressed) di mana sepasang sirip dada (pectoral fins)-nya melebar dan menyatu dengan sisi kiri-kanan kepalanya, sehingga tampak atas atau tampak bawahnya terlihat bundar atau oval. Ikan pari umumnya mempunyai ekor yang sangat berkembang, berukuran panjang menyerupai cemeti. Pada beberapa spesies, ekor ikan pari dilengkapi duri penyengat sehingga disebut ‘sting-rays’. Mata ikan pari umumnya terletak di kepala bagian samping. Posisi dan bentuk mulutnya adalah terminal (terminal mouth) dan sebagian besar bersifat predator. Bentuk dan struktur gigi ikan pari serupa dengan ikan cucut, namun dalam ukuran yang lebih kecil (Hoeve, 1988). Alat pernapasan berupa celah insang (gill openings atau gill slits) yang berjumlah 5-6 pasang. Posisi celah insang adalah dekat mulut di bagian ventral. Gambar 3 menunjukan terminologi ikan pari. Ikan pari jantan dilengkapi sepasang alat kelamin yang disebut klasper (clasper) yang letaknya dipangkal ekor. Pada ikan pari betina tidak dilengkapi klasper, tapi lubang kelaminnya mudah dilihat. Ikan pari betina umumnya berbiak secara ovovivipar dengan jumlah anak antara 5-6 ekor. Ukuran ikan pari dewasa bervariasi dari ukuran yang ralatif kecil, yaitu lebar 5 cm dengan panjang 10 cm (famili Narkidae) hingga berukuran sangat besar yaitu labar 610 cm dengan panjang 700 cm dan berat 1 – 3 ton (pari manta, famili Mobulidae).
13
Gambar 3. Terminologi morfologi pari (Sumber : Lasts and Stevens, 1994)
2.2.2 Klasifikasi cucut dan pari Klasifikasi adalah tindakan pertama dalam usaha menghimpun segala macam pengetahuan mengenai alam hayati dan segala macam fenomena dengan cara yang beraturan (Saanin, 1984). Selanjutnya Saanin (1984) menjelaskan bahwa sifat ikan yang penting diperhatikan bagi kepentingan identifikasi meliputi: 1) Rumus sirip, yaitu suatu rumus yang menggambarkan bentuk dan jumlah jari-jari sirip. 2) Perbandingan antara panjang, lebar dan tinggi bagian-bagian tertentu atau antara bagian-bagian itu sendiri. 3) Bentuk garis rusuk dan jumlah sisik yang membentuk garis rusuk itu. 4) Jumlah sisik pada garis pertengahan sisi atau garis sisi. 5) Bentuk sisik dan gigi beserta susunan dan tempatnya. 6) Tulang-tulang insang. Ikan cucut tergolong ikan bertulang rawan (sub kelas Elasmobranchii). Ciri-ciri yang sangat jelas, yaitu tidak adanya penutup insang dan tidak mempunyai lembaran-lembaran sisik yang pipih. Celah insang terletak di belakang mata pada kedua sisi kepalanya, masing-masing lima sampai tujuh buah. Kulitnya tertutup oleh sisik plakoid yang berupa duri-duri halus dan tajam dengan
14
posisi condong ke arah belakang. Pada umumnya ikan cucut mempunyai mulut yang letaknya di bagian bawah dan agak ke belakang (Nontji, 1987). Berdasarkan
katalog
FAO
(Compagno,
1984),
ikan
cucut
dapat
diklasifikasikan dalam delapan ordo, dengan tiga puluh famili yang mewakili berbagai spesies yang ada di dunia ini. Adapun klasifikasi itu adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub Kelas : Chondrichthyes Ordo 1 :Hexanchiformes Famili : 1.1 Chlamydoselachidae 1.2 Hexanchidae Ordo 2 : Squaliformes Famili : 2.1 Echinorhinidae 2.2 Squalidae 2.3 Oxynotidae Ordo 3 :Pristiophoriformes Famili : 3.1 Pristiophoridae Ordo 4 :Squantiformes Famili : 4.1 Squantinidae Ordo 5 :Heterodontiformes Famili : 5.1 Heterodontidae Ordo 6 :Orectolobiformes Famili : 6.1 Parascylidae 6.2 Brachaeuliridae 6.3 Orectolobidae 6.4 Hemiscylidae 6.5 Stegostomatidae 6.6 Ginglymostomatidae 6.7 Rhiniodontidae Ordo 7 : Lamniformes
15
Famili : 7.1 Ondotaspididae 7.2 Mitsukurinidae 7.3 Psedocarchariidae 7.4 Megachasmidae 7.5 Alopiidae 7.6 Cetorhinidae 7.7 Lamnidae Ordo 8 : Cacharhiniformes Famili : 8.1 Scyliorhinidae 8.2 Phoscylidae 8.3 Pseudotriakidae 8.4 Leptochariidae 8.5 Triakidae 8.6 Hemigaleidae 8.7 Carcharhinidae 8.8 Sphyrnidae Klasifikasi dengan berbagai ciri khas utama ikan cucut disajikan pada Gambar 4. Ikan pari (rays) atau batoid (termasuk dalam sub grup Elasmobranchii, yaitu ikan yang bertulang rawan dan grup Cartilaginous (Last and Stevens, 1994). Jumlah jenis ikan pari yang mendiami perairan di seluruh dunia belum ada informasi yang pasti. Compagno (1999) memperkirakan bahwa jenis ikan pari berkisar 512 sampai 596 spesies, yang terdiri dari 20 famili dan 64 genus (estimasi sampai Agustus 1995). Sedangkan ikan pari yang pernah teridentifikasi secara akurat di Indonesia sesuai hasil penelitian Sainsbury et al. (1985) dan Tarp and Kailola (1982) yang dilakukan di Samudra Hindia paling tidak sebanyak 16 spesies. Penelitian lain yang di lakukan di Laut Cina Selatan oleh Isa et al. (1998) mencatat sebanyak 4 spesies.
Subani (1985) menyampaikan bahwa ikan pari yang termasuk
mempunyai nilai ekonomis penting di Indonesia ada 4 spesies, yaitu: pari kampret-short tailed butterfly (Gimnura miccrura), pari kemban-spotted stingray
16
(Trigon kuhlii), pari kelapa-cowtail ray (Trigon sephen) dan pari burung-eagle ray (Naethomilus nichifii).
Gambar 4. Klasifikasi cucut (Sumber :Compagno, 1999). Berdasarkan
katalog
FAO
(Compagno,
1984),
ikan
pari
dapat
diklasifikasikan dalam lima ordo, dengan sembilan belas famili yang mewakili berbagai spesies yang ada di dunia ini. Adapun klasifikasi itu adalah sebagai berikut: Phylum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Kelas : Pisces Sub Kelas : Chondrichthyes Ordo 1 : Pristiformes Famili : 1.1 Pristidae Ordo 2 : Torpediniformes Famili : 2.1 Narcinidae
17
2.2 Hypnidae 2.3 Torpedinidae 2.4 Narkidae Ordo 3 : Rajiformes Famili : 3.1 Rhinobatidae 3.2 Rajidae 3.3 Rhinidae 3.4 Platyrhinidae 3.5 Rhinopteridae 3.6 Anacanthobatidae 3.7 Arhynchobatidae Ordo 4 : Hexatrygoniformes Famili : 4.1 Gymnuridae 4.2 Hexatrygonidae Ordo 5 : Myliobatiformes Famili : 5.1 Dasyatididae 5.2 Gymnuridae 5.3 Myliobatididae 5.4 Mobulidae 5.5 Plesiobatidae 5.6 Urolophidae 2.2.3 Biologi reproduksi cucut dan pari Penelitian biologi reproduksi sangat bermanfaat untuk memahami regenarasi tahunan dari stok ikan (Effendi, 1979). Parameter biologi reproduksi seperti ukuran ikan pertama matang gonad, frekwensi pemijahan, fekunditas dan rekruitmen dapat menjelaskan nilai prediksi perikanan dan dapat digunakan untuk menformulasikan pengelolaan perikanan secara rasional (Widodo, 2001). Pemijahan merupakan aspek vital dari kelangsungan hidup ikan, aspek ini tentunya merupakan rangkaian dari siklus kematangan gonad, minimum ukuran matang gonad, fekunditas dan sebagainya. Berbagai aspek biologi reproduksi telah dikembangkan oleh ahli biologi perikanan (Holden dan Raitt, 1975).
18
Pada umumnya perkembangbiakan ikan cucut bersifat ovovivipar, yaitu telurnya dilapisi kelenjar kulit kemudian diteruskan kerahim, selanjutnya dilahirkan. Namun ada juga sebagian kecil ikan cucut yang bersifat ovipar atau berbiak dengan bertelur, dan ada juga yang benar-benar bersifat vivipar karena embrionya langsung diberi makan oleh induknya (cucut martil). Ikan cucut jenis Alopias vulpinus menetas di dalam rahim induknya dan kemudian dilahirkan dengan panjang 1,2 sampai 1,5 meter (Hoeve, 1988). Ikan cucut jenis Carcharhinus cautus memiliki panjang pertama kali matang gonad pada ukuran 105 cm dengan umur empat sampai lima tahun di periran Australia Barat (White et al., 2002). Ikan pari jantan dilengkapi sepasang alat kelamin yang disebut klasper (clasper) yang letaknya dipangkal ekor. Pada ikan pari betina tidak dilengkapi klasper, tapi lubang kelaminnya mudah dilihat. Ikan pari betina umumnya berbiak secara ovovivipar dengan jumlah anak antara 5-6 ekor (Hoeve, 1988). Ukuran ikan pari dewasa bervariasi dari ukuran yang ralatif kecil, yaitu lebar 5 cm dengan panjang 10 cm (famili Narkidae) hingga berukuran sangat besar yaitu labar 610 cm dengan panjang 700 cm dan berat 1 – 3 ton (pari Manta, famili Mobulidae). Tingkat kedewasaan ikan cucut dan pari jantan dilihat pada ukuran klaspernya. Sedangkan ikan pari dan cucut betina didasarkan pada ada tidaknya telur pada indung telur (melalui pembedahan). Gambar 5 menunjukkan berbagai tingkat kedewasaan cucut dan pari jantan.
2.2.4 Umur dan pertumbuhan cucut dan pari Sparre dan Venema (1998), menjelaskan bahwa untuk mempelajari umur dan pertumbuhan ikan (age and growth) dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu: Metode langsung dan Metode tidak langsung. Contoh metode langsung dalam perikanan laut adalah penandaan ikan (tagging experiment). Pertumbuhan ikan dihitung berdasarkan ukuran dan lama waktu saat ikan dilepas sampai ditangkap kembali. Penelitian penandaan ikan ini tidak hanya mahal, tetapi juga memerlukan waktu yang lama.
19
Ikan dan Cucut muda (immatur) Panjang clasper lebih pendek dari panjang pelfic fin . Clasper Pelfic fin
ekor
(1)
Ikan cucut mulai (pertama) dewasa (maturing)
Clasper Pelfic fin
ekor
(2)
Ikan cucut dewasa (mature) Panjang clasper > Panjang pelfic fin
ekor Clasper
(3)
Pelfic fin
Gambar 5.
Tiga tingkat kedewasaan cucut dan pari jantan, yaitu muda (1), mulai dewasa (2) dan telah dewasa (3). (Sumber: Holden and Raitt, 1975 vide Compagno ,1984).
Sedangkan metode tidak langsung dapat dibagi dalam dua cara, yaitu dengan pengukuran distribusi panjang ikan bulanan atau pengukuran bagia keras dari tubuh ikan (seperti otolit). Penelitian dengan menggunakan metode tidak langsung, melalui pengukuran distribusi panjang ikan. Data pengukuran pajang ikan secara harian diambil secara acak dari tempat pendaratan ikan, dan data dikumpulkan secara bulanan dalam waktu satu tahun. Tujuan utama mempelajari umur dan pertumbuhan ikan ada tiga, yaitu: (1) Utuk medapatkan kelas umur yang masuk ke perikanan (2) Untuk mengestimasi laju kematian ikan (3) Untuk mengetahui dan menjaga keberlangsungan stok perikanan. Ikan cucut memiliki ciri tumbuh lambat dan berumur panjang (Compagno, 1984; Last and Stevens, 1994; FAO, 2000). White et al. (2002) melaporkan
20
bahwa hasil penelitiannya di perairan Australia Barat dengan menggunakan metode tidak langsung memperoleh umur masimum 16,4 tahun dengan panjang 133 cm untuk ikan cucut jenis Carcharhinus cautus. Ikan pari memiliki ciri laju pertumbuhan yang lambat dan berumur panjang (Compagno, 1984; Last and Stevens, 1994; FAO, 2000).
2.2.5 Habitat dan distribusi geografis cucut dan pari Ikan cucut hidup di lautan tropis maupun subtropis. Habitat ikan cucut bervariasi salinitasnya (eurohalin). Ikan cucut dapat hidup di laut dekat pantai (inshore) dan laut lepas (offshore), dan terdiri dari berbagai ukuran dan jenis. Pada umumnya ikan pari hidup di dekat dasar perairan yang lembek (berlumpur), lumpur pasir, tanah keras dan bahkan yang berbatu atau koral. Namun beberapa famili seperti Mobulidae atau devil rays di antaranya genus Manta hidup pada zona epipelagis (Compagno, 1999). Distribusi geografis ikan
cucut dan pari sangat luas. Ikan ini dapat
ditemukan pada perairan tropis, sub tropis dan perairan dingin. Di samudera Hindia ikan cucut dan pari yang teridentifikasi mencai 36 jenis (Sainsbury et al., 1985) Penelitian lain di Laut China Selatan mencatat 4 jenis ikan pari (Isa et al., 1998).
2.2.6 Makanan dan kebiasaan makan cucut dan pari Makanan adalah faktor vital dari setiap organisme untuk tumbuh, berkembang, berkembang biak dan melakukan berbagai aktivitas yang memerlukan energi dari makanan. Ikan juga demikian, informasi tentang makan dan kebiasaan makan ikan sangat penting untuk memahami sejarah hidupnya, termasuk pertumbuhan, pemijahan, migrasi, dan juga untuk pengelolaan perikanan secara komersial. Pengetahuan tentang perairan sumber makanan dari stok ikan komersial memberi pengalaman berharga untuk nelayan dalam menentukan daerah penangkapannya secara lebih menguntungkan. Berdasarkan kebiasaan makan, ikan dapat diklasifikasikan sebagai pemangsa (predator), pemakan rumput (grazers), penyaring (strainers), penghisap (sucker) dan parasit (parasites). Perubahan kebiasaan makan ikan dapat
21
terjadi karena perubahan siklus hidup yang diikuti perubahan organ tubuhnya atau tempat hidupnya. Penelitian tentang makanan ikan sebaiknya dapat menjelaskan habitat, penyebaran, migrasi dan faktor-faktor lain yang berkaitan. Jenis makanan ikan terdiri dari satu atau beberapa organisme seperti plangton, nekton, benthos dan detritus. Klsaifikasi ikan berdasarkan makanan (detritus) telah dipelajari secara mendalam oleh Bal dan Rao (1990). Klasifikasi ini dibedakan berdasarkan proporsi makanan, sebagai contoh harbivora memakan 75% tanaman, karnivora memakan 75% binatang dan omnivora minimal memakan 15% binatang atau tumbuhan. Cucut (sharks) dikenal sebagai ikan predaktor yang memiliki penciuman tajam terutama terhadap bau darah. Kemampuan indera penciumannya dapat melacak mangsa hingga beberapa kilometer (Stevens, 1980). Dalam mencari makanan ikan cucut dapat melakukannya pada siang dan malam hari dengan mengandalkan indera penciuman serta dapat menjelajah lapisan perairan yang cukup dalam. Tidak semua cucut pemakan daging (karnivor), jenis Cetorhinus maximus mendapatkan makanan dengan cara menjaring plangton dari air (Compagno, 1999). Jenis-jenis makanan ikan cucut tidak terbatas, mulai dari ikan kecil hingga besar, kepiting, cumi-cumi, penyu, plankton, bahkan cucut dapat memakan jenisnya sendiri atau kanibalisme (Last dan Stevens, 1994). Pari umumnya pemangsa (predator), namun mempunyai bentuk gigi yang kecil-kecil yang berfungsi sebagai penghancur (Hoeve, 1988). Karena ukuran giginya yang kecil-kecil, pari cenderung memangsa ikan-ikan yang berukuran kecil. Mangsa ikan pari bervariasi dari jenis binatang planktonis, invertebrata bentik hingga ikan bertulang keras berukuran kecil. Selain itu ikan pari juga makan binatang bertulang rawan (chondrithian) dan berbagai jenis cephalopoda antara lain cumi-cumi (Compagno, 1999).
2.2.7 Nisbah kelamin cucut dan pari Nisbah kelamin atau rasio kelamin (sex ratio) memberi gambaran proporsi perbandingan jantan dan betina dari satu populasi (Effendi, 1979). Secara alamiah perbandinganya adalah satu berbanding satu. Namun dilapangan sering terjadi perbandingan nisbah kelamin yang tidak seimbang. Hal ini umumnya disebabkan
22
karena adanya tingkah laku ikan menurut jenis kelamin, kondisi lingkungan, penangkapan ikan dll. Pengumpulan data nisbah kelamin sebaikya dilakukan selama kurun waktu satu tahun (Holden dan Raitt, 1975). Tujuan penelitian nisbah kelamin dilakukan untuk mengetahui perpencaran atau peggerombolan ikan berdasarkan makanan, keturunan, dan tingkah laku selama migrasi.
2.3 Eksploitasi perikanan cucut dan pari Eksploitasi atau pemanfaatan utama dari sumber daya hayati laut adalah usaha penangkapan ikan. Hasil tangkapan per unit upaya (catch per unit effort, CPUE) alat tangkap terhadap sumber daya ikan sering digunakan untuk menggambarkan pemanfaatan sumber daya ikan di suatu wilayah perairan. Widodo et al. (2001) membedakan perkembangan pemanfaatan sumber daya ikan menjadi lima tahap, yaitu : 1. Tahap ekplorasi atau percobaan penangkapan 2. Tahap pembangunan penangkapan ikan terhadap jenis ikan yang paling menguntungkan 3. Tahap peningkatan intensitas penangkapan ikan terhadap spesies yang paling menguntungkan dibarengi dengan inisiasi penangkapan ikan lain yang sebelumnya dianggap kurang menguntungkan 4. Tahap peningkatan intensitas penangkapan ikan terhadap semua jenis yang laku dipasarkan. 5. Tahap penerapan pengelolaan perikanan secara penuh (mungkin mengikuti periode over fishing) Hasil kajian stok oleh komisi Pengkajian Stok Ikan Indonesia tahun 2001 menunjukan bahwa sumber daya ikan di Laut Jawa adalah sebagai berikut: Ikan pelagis besar 55.0000 ton per tahun, pelagis kecil 340.000 ton per tahun, ikan karang konsumsi 9.500 ton per tahun, demersal 375.200 ton per tahun, udang peneid 11.400 ton per tahun, lobster 500 ton per tahun dan cumi-cumi 5.040 ton per tahun. Adapun perkiraan stok cucut dan pari serta tingkat pemanfaatannya belum banyak diketahui. Cucut dan pari umumnya didaratkan di pusat-pusat pendaratan ikan di pantai utara Jawa dan pantai selatan Kalimantan. Alat tangkap
23
yang selama ini digunakan
untuk
menangkap cucut dan pari adalah
cantrang/dogol (boat seine), jaring insang (gillnet), jaring tramel (trammel net), rawai dasar (bottom long line) perangkap, bubu dan lainnya.
Perkembangan
teknologi penangkapan cucut dan pari yang terakhir di Laut Jawa adalah munculnya jaring liongbun (large demersal bottom gillnet) dan pancing senggol (rays bottom long line) yang dikhususkan untuk menangkap ikan pari. Jumlah alat tangkap liongbun mencapai 205 unit dan pancing senggol 600 unit. Daerah operasi alat tangkap cucut dan pari umumnya di Laut Jawa. Di perairan Atlantik Utara, ikan cucut telah dieksploitasi sejak tahun 1935, penangkapannya berskala industri maupun rekreasi. Tiga puluh jenis cucut dieksploitasi secara intesif oleh armada berbagai negara seperti Prancis, Inggris, Irlandia, Norwegia dan Spanyol (Pawson dan Vince, 1999). Selanjutnya Joyce (1999) melaporkan sembilan belas jenis cucut dieksploitasi sebagai hasil tangkapan samping di perairan Canada, alat tangkap yang dominan adalah long line. Penangkapan ikan cucut secara komersial di perairan Amerika serikat dimulai tahun 1944 (perang Dunia II), tiga puluh sembilan jenis cucut dieksploitasi secara intensif, termasuk jenis cucut laut dalam (Branstetter, 1999) Pada awalnya komoditas cucut dan pari tidak mendapat perhatian serius di Laut Jawa. Hal ini karena komoditas cucut tidak memiliki nilai harga ekonomis yang tinggi seperti ikan kakap, kerapu, tuna ataupun udang. Ikan cucut yang ikut tertangkap alat tangkap tersebut umumnya hanya digunakan untuk bahan ikan asin atau dibeberapa daerah mengolahnya menjadi ikan asap. Akhir-akhir ini komoditas cucut dan pari telah berubah nilai ekonomisnya. Banyak permintaan sirip dan daging untuk bahan makanan, kulit untuk bahan baku fesyen (tas, dompet dan sepatu) sehingga memicu nelayan untuk memburunya secara lebih intensif. Jika awalnya produksi cucut dan pari
dari perairan Indonesia terus
meningkat, namun sejak tiga tahun terakhir ini ada penurunan produksi dari Laut Jawa.
2.4 Pengelolaan perikanan cucut dan pari Sumber daya ikan merupakan sumber daya yang dapat pulih kembali, maka di dalam pemanfaatannya tidak boleh melewati batas-batas kemampuan sumber
24
daya untuk pulih kembali (King, 1995). Difinisi pengelolaan perikanan menurut FAO (1997) adalah proses terpadu menyangkut pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, pengalokasian sumber daya dan perumusan serta pelaksanaan, dan apabila diperlukan dengan penegakan hukum. Sehubungan dengan difinisi pengelolaan perikanan yang bercakupan luas tersebut adalah bertujuan untuk memastikan sumber daya perikanan dapat dimanfaatkan secara optimal dengan tetap memperhatikan dan menjaga kelestarian sumber daya dan lingkungannya. Adapun langkah pengelolaan sumber daya ikan, dapat dikatagorikan menjadi dua (Purwanto, 2003): 1). Pengendalian penangkapan ikan (control of fishing) 2). Pengendalian upaya penangkapan ikan (control of fishing effort) Pada prinsipnya, pengelolaan perikanan bertujuan untuk mengatur intensitas penangkapan agar diperoleh hasil tangkapan yang optimal dari berbagai aspek (Widodo, 2001). Pengelolaan perikanan juga bertujuan menentukan tingkat hasil tangkapan yang berkelanjutan dalam jangka panjang-long term sustainable (Purwanto,
2003).
Selanjutnya
langkah-langkah
yang
berkaitan
dengan
pengelolaan perikanan mencakup kegiatan mengumpulkan data dasar mengenai biologi, teknologi, ekonomi dan sosial tentang perikanan. Data yang telah diperoleh tersebut ditrasfer kedalam bentuk informasi yang berguna untuk pembuatan berbagai keputusan pengelolaan. Beberapa tehnik yang digunakan untuk menkaji stok Elasmobranchii adalah tehnik demographic analysis. Namun karena keterbatasan data model surplus produksi masih banyak digunakan orang (Simperdorfer, 1999; Au et al., 1997; Enric, 1998). Opsi pengelolaan secara umum bagi perikanan yang telah berkembang antara lain (Merta et al., 2003): 1) Pembatasan ukuran ikan hasil tangkapan (size limitation). 2) Pembatasan alat tangkap dan kapal (vessel and gear limitation) 3) Zona bebas penangkapan (sanctuary zones). 4) Peningkatam monitoring, controlling, surveillance (MCS) 5) Penetapan total allowable catch (TAC) Branstetter (1999) menjelaskan bahwa pengelolaan cucut di perairan Amerika Serikat menggunakan cara pembatasan izin dengan membayar pajak
25
penangkapan tertentu (resources access), pembatasan alat tangkap, pembatasan kapal penangkap, pembatasan ukuran dan jenis yang ditangkap dan pembatasan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (total allowable catch). Pada perairan Karabian, pengelolaan cucut dilakukan dengan membatasi ukuran mata jaring yang di kontrol kementrian setempat (Shing, 1999). Di Afrika Selatan pembatasan hanya dilakukan untuk penangkapan jenis cucut Carcharodon carcharias (Japp, 1999). Walaupun ditangkap hanya berupa hasil sampingan dari beberapa alat tangkap (pukat harimau, jaring insang dan rawai), pengelolaan perikanan pari di perairan Canada
sudah mencapai pendekatan ke hati-hatian (precauntionary
approach), mengingat hasil kajian sumber dayanya yang terus menurun (Kulka dan Mowbray, 1999). Di perairan Indonesia beberapa ahli perikanan bersepakat bahwa perikanan cucut sudah perlu dikelola secara lebih baik (Monintja dan Poernomo, 2000; Priono, 2000; Widodo, 2000). 2.5 Kebutuhan penelitian cucut dan pari di Laut Jawa Cucut dan pari termasuk dalam sub kelompok Elasmobranchii, yaitu ikanikan bertulang rawan. Kedua komoditas ikan tersebut merupakan sumberdaya yang telah lama dieksploitasi di Indonesian, termasuk di Laut Jawa. Menurut perkiraan FAO tahun 2000, Indonesia menduduki tingkat atas dalam hal hasil tangkapan cucut dan pari yakni mencapai 100 000 ton dengan nilai ekspor US $ 13 juta. Perikanan ini memiliki ciri setiap jenisnya berumur panjang, laju pertumbuhan yang lambat, jumlah pembiakan yang sedikit, oleh karenanya perikanan ini perlu dikelola secara hati-hati (Stevens, 1999). Negara-negara lain yang juga mengeksplotasi perikanan cucut dan pari secara intensif telah melakukan langkah pengelolaan yang sangat terkontrol terhadap perikanan ini (Pawson dan Vince, 1999; Kulka dan Mowbray, 1999; Branstertter, 1999; Shing, 1999; Japp, 1999). Isu utama dari perikanan cucut dan pari di Indonesia adalah langkanya data yang berkaitan dengan perikanan dimaksud meliputi:
cucut dan pari itu sendiri.
Data yang
indikator penangkapan (total catch, upaya penangkapan,
CPUE dan operasi penangkapan) dan indikator biologi (ukuran stok, struktur stok, struktur komunitas). Penelitian yang diperlukan untuk perikanan cucut dan pari di
26
Laut Jawa adalah penelitian Pengelolaan dan pemanfaatan perikanan cucut dan pari yang berdasarkan informasi teknologi secara terpadu.
ilmiah tentang aspek-aspek biologi dan