5
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lamun 2.1.1 Deskripsi lamun Lamun (seagrass) adalah tumbuhan air berbunga yang hidup dan tumbuh terbenam di lingkunga laut; berpembuluh, berdaun, berimpang (rhizome), berakar, dan berkembang biak secara generatif (biji) dan vegetatif (tunas) (Hutomo 2009). Sebagian besar lamun berumah dua, artinya dalam satu tumbuhan hanya terdapat bunga jantan atau bunga betina saja. Menurut Arber (1920) dan den Hartog (1970) in Dawes (1981) lamun dapat berkembang biak di perairan laut dangkal karena mempunyai beberapa sifat yang memungkinkannya untuk hidup, yaitu: (a) Mampu untuk hidup pada media air asin (garam), (b) Mampu berfungsi normal dalam keadaan terbenam, (c) Mempunyai sistem perakaran yang berkembang dengan baik dan, (d) Mampu untuk berkembang biak secara generatif dalam keadaan terbenam (hidrophilus, melakukan polinasi di bawah air). Berbeda dengan rumput laut (seaweeds), lamun memiliki akar sejati, daun dan pembuluh internal yang merupakan sistem yang menyalurkan nutrien, air dan gas (Kawaroe 2009). Lamun memiliki bentuk tanaman yang sama seperti halnya rumput di daratan, yang mempunyai bagian-bagian tanaman seperti rimpang yang menjalar, tunas tegak, seludang/pelepah daun, helaian daun, bunga dan buah. Lamun memiliki perbedaan yang sangat nyata dalam struktur akarnya, yang sering dipakai pemberian namanya (Kiswara 2004). Rhizoma atau rimpang merupakan batang yang merayap mendatar dan terbenam, serta berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke atas, berdaun dan berbunga. Dengan rimpang inilah lamun dapat menancap dengan kokoh pada substrat. Rimpang juga digunakan untuk menyimpan cadangan makanan. Genot et al. (1994) in Kumoro (2007) mengemukakan pentingnya persediaan karbohidrat dalam rimpang dan kandungan klorofil untuk keberhasilan transplantasi lamun. Secara teori, lamun yang memiliki rimpang lebih panjang akan lebih mampu bertahan dibandingkan lamun yang
6 memiliki rimpang lebih pendek jika ditransplantasi. Morfologi umum lamun ditunjukan pada Gambar 2.
Gambar 2. Morfologi umum lamun (Mckenzie dan Yoshida 2009) 2. 1.2 Fungsi lamun Peranan atau fungsi dari komunitas lamun pada ekosistem perairan dangkal adalah sebagai produsen primer, habitat biota, stabilisator dasar perairan, perangkap sedimen, pendaur unsur hara dan blue carbon sink di laut (Azkab 2008; Kawaroe 2009). a. Produsen primer Lamun sebagai tanaman tingkat tinggi yang mempunyai klorofil dan mampu melakukan proses fotosintesa adalah produsen primer. Lamun memfiksasi sejumlah karbon organik dan sebagian besar memasuki rantai makanan, baik secara langsung oleh herbivora maupun melalui dekomposisi sebagai serasah. Lamun mempunyai tingkat produktivitas primer tertinggi bila dibandingkan dengan ekosistem lainnya yang ada di laut dangkal (mangrove dan terumbu karang). Dalam komunitas lamun, satu are (1.000 m2) lamun dapat menghasilkan lebih dari 10 ton daun per tahun. Biomas ini dapat menyediakan
7 makanan, tempat hidup dan daerah pemijahan untuk puluhan ribu dari vertebrata dan invertebrata baik dewasa maupun juvenil (Mukhida 2007 in Kiswara 2009). b. Habitat biota Lamun memberikan tempat perlindungan dan tempat menempel berbagai hewan dan tumbuh-tumbuhan (algae). Di samping itu, padang lamun (seagrass beds) dapat juga sebagai daerah asuhan, dan makanan bagi biota laut hingga 360 spesies ikan, 117 jenis makro algae, 24 jenis moluska, 70 jenis krustasea, dan 45 jenis echinodermata. Lamun dari jenis Syringodium isoetifolium merupakan makanan utama dari biota langka ikan Duyung (Dugon dugong) (Kiswara 2009).
c. Penangkap sedimen Daun lamun yang lebat akan memperlambat aliran air yang disebabkan oleh arus dan ombak, sehingga perairan di sekitarnya menjadi tenang. Di samping itu, rimpang dan akar lamun dapat menahan dan mengikat sedimen, sehingga dapat menguatkan dan menstabilkan dasar permukaan. Jadi padang lamun yang berfungsi sebagai penangkap sedimen dapat mencegah erosi (Azkab 2008). d. Pendaur zat hara Lamun memegang peran penting dalam daur berbagai zat hara di lingkungan laut. Fosfat yang diambil oleh daun-daun Phyllospadix dan Zostera dapat bergerak sepanjang helai daun dan masuk ke dalam algae epifitik. Akar Zostera dapat mengambil fosfat yang keluar dari daun yang membusuk yang terdapat pada celah-celah sedimen. Zat hara tersebut secara potensial dapat digunakan oleh epifit apabila mereka berada dalam medium yang miskin fosfat (Azkab 2008). e. Blue carbon sink Blue carbon sink merupakan penyerapan karbon yang dilakukan oleh lautan termasuk di dalamnya organisme hidup. Walaupun biomas tumbuhan laut jika dibandingkan dengan tumbuhan darat hanya sekitar 0,05%, tetapi
8 siklus karbon yang terjadi di laut jika dijumlahkan selama setahun hampir sama bahkan lebih dibandingkan dengan tumbuhan darat. Blue carbon tersimpan dalam bentuk sedimen sampai dengan jutaan tahun dan lebih lama dibandingkan dengan hutan yang hanya tersimpan puluhan sampai ratusan tahun (Kawaroe 2009). 2.1.3 Klasifikasi lamun Lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan bibit seperti banyak tumbuhan darat. Klasifikasi lamun adalah berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi. Tumbuhan lamun mempunyai 2 (dua) famili, yakni Cymodoceae (9 genera) dan Hydrocharitaceae (3 genera). Padang lamun di Indonesia terdiri dari 7 (tujuh) marga dengan 13 spesies. Tiga marga dari suku Hydrocharitaceae, yaitu Enhalus, Thalassia dan Halophyla, dan empat marga dari suku Cymodoceae, yaitu Halodule, Cymodocea, Syringodium dan Thalassodendron (Wibisono 2005). Dari 13 spesies lamun yang terdapat di perairan Indonesia, terdapat 7 jenis diantaranya dapat ditemukan di Kawasan Taman Nasional Kepulauan Seribu yaitu Thalassia hemprichii, Syringodium isoetifolium, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata dan Cymodocea rotundata (BTNKSp 2008). Klasifikasi tumbuhan lamun yang ada di Kepulauan Seribu adalah sebagai berikut: Divisi
: Antophyta
Kelas
: Angiospermae
Sub Kelas : Monocotyledoneae Ordo
: Helobiae
Famili
: Hydrocharitaceae
Genus Spesies Genus Spesies
: Enhalus : Enhalus accoroides : Halophila : Halophila ovalis
9 Genus
: Thalassia
Spesies Famili
: Thalassia hemprichii
: Cymodoceae
Genus
: Cymodocea
Spesies Genus
: Cymodocea rotundata, C. serrulata :
Spesies Genus
Halodule : Halodule uninervis, H. pinifolia
:
Spesies
Syringodium : Syringodium isoetifolium
2.1.4 Zonasi dan karakteristik habitat Lamun tumbuh pada daerah mid-intertidal sampai pada kedalaman 40 m. Zonasi sebaran dan karakteristik habitat lamun di perairan pesisir Indonesia dapat dikelompokkan menurut (Kiswara 1992) : 1)
Genangan air dan kedalaman Pengelompokan lamun menurut genangan air dan kedalaman dapat dibagi menjadi tiga yaitu : Jenis lamun yang tumbuh di daerah dangkal yang selalu terbuka saat air surut. Spesies pada kelompok ini yaitu H. pinifolia, H. uninervis, H. ovalis, T. hemprichii, C. rotundata, C. serrulata, S. isoetifolium, E. acoroides. Jenis lamun yang tumbuh di daerah kedalaman sedang atau di daerah pasang surut. Spesies lamun yang dapat ditemukan pada kedalaman sedang adalah H. ovalis, H. uninervis, T. hemprichii, C. rotundata, C. serrulata, S. isoetifolium, E. acoroides. Jenis lamun yang tumbuh di daerah yang dalam dan selalu tergenang air. Jenis lamun yang dapat hidup di daerah ini adalah H. ovalis, S. isoetifolium, T. hemprichii.
2)
Kecerahan perairan Berdasarkan kecerahan air tempat tumbuhnya lamun dapat dikategorikan menurut lamun yang tumbuh di air jernih dan air yang keruh.
3)
Komposisi jenis Berdasarkan komposisi jenis pertumbuhan lamun dapat dikelompokkan menjadi vegetasi tunggal dan campuran.
10 4)
Tipe Substrat Berdasarkan tipe substratnya, lamun yang tumbuh di perairan Indonesia dapat dikelompokan menjadi katagori yaitu lumpur, lumpur berpasir, pasir, pasir berlumpur, puing karang dan batu karang.
5)
Asosiasi dengan sistem lain Jenis-jenis lamun dapat dikelompokan ke dalam jenis yang dapat tumbuh berasosiasi dengan terumbu karang dan mangrove. Dari karakteristik habitat dan sebaran lamun tersebut di atas dapat dikelompokan jenis lamun yang kosmopolitan (dijumpai hampir semua habitat), moderat (tumbuh pada habitat antara 50 % - 70%) dan lamun yang terbatas sebarannya (tumbuh pada katagori habitat kurang dari 50%).
2.1.5 Komunitas lamun Komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada lingkungan tertentu, saling berinteraksi dan bersama-sama membentuk tingkat tropik dan metaboliknya. Komunitas memiliki lima karakteristik yaitu keanekaragaman, dominansi, bentuk, dan struktur pertumbuhan, kelimpahan relatif serta struktur trofik (Krebs 1972). Padang lamun sebagai suatu komunitas mempunyai dua tipe vegetasi, yaitu vegetasi yang monospesifik dan vegetasi campuran. Vegetasi monospesifik adalah komunitas lamun yang hanya terdiri dari satu spesies atau dapat berupa padang lamun yang luas dan lebat. Vegetasi campuran adalah padang lamun yang terdiri lebih dari satu spesies dan dapat mencapai delapan spesies. Spesies yang pada umumnya membentuk vegetasi monospesifik adalah Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Cymodocea serrulata, dan Thallassodendron ciliatum (Nienhuis et al. 1989 in Hutomo 1997). 2.1.6 Pertumbuhan lamun Pertumbuhan lamun dapat dilihat dari pertambahan panjang bagianbagian tertentu seperti daun dan rhizoma dalam kurun waktu tertentu. Namun pertumbuhan rhizoma lebih sulit diukur terutama pada jenis-jenis tertentu yang umumnya berada di bawah substrat dibanding pertumbuhan daun yang berada
11 di atas substrat, sehingga penelitian pertumbuhan lamun relatif lebih banyak mengacu pada pertumbuhan daun. Umumnya penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan daun muda lebih cepat dibanding pertumbuhan daun tua (Azkab 1999a). Namun hal yang berbeda ditemukan oleh Azkab (1988) yang melakukan penelitian di Teluk Jakarta, dimana daun tua E. acoroides mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibanding pertumbuhan daun mudanya. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan lamun sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal seperti fisiologi, metabolisme dan faktor eksternal seperti zat-zat hara, tingkat kesuburan substrat, dan faktor lingkungan lainnya. 2.1.7 Biomasa lamun Biomasa lamun adalah materi tumbuhan, baik yang di atas maupun yang di bawah substrat, yang biasanya dinyatakan dalam gram berat kering per meter persegi (gbk/m2). Standing crop adalah bagian materi tumbuhan yang diatas substrat saja yang sering digunakan untuk memperkirakan produksi. Banyak jenis lamun menyimpan lebih banyak energi di dalam biomasa di bawah substrat. Data dari berbagai penjuru Indonesia menunjukan bahwa terdapat variasi biomasa yang cukup besar di lokasi-lokasi yang berbeda. Pada umumnya rata-rata biomasa lamun berkisar antara 1 – 1.479 gbk/m2 (Kuriandewa 2009). 2.2 Transplantasi Lamun Transplantasi adalah memindahkan dan menanam di tempat lain; mencabut dan memasang pada tanah lain atau situasi lain. Restorasi adalah membuat kembali atau meletakkan kembali ke bentuk sebelumnya atau keadaan yang asli, memperbaiki; memperbarui; membuat kembali (Bethel 1961 in Azkab 1999b). Transplantasi lamun adalah suatu metode penanaman lamun yang telah dikembangkan untuk melakukan suatu usaha restorasi padang-padang lamun yang telah mengalami kerusakan (Hutomo dan Soemodihardjo 1992). Beberapa kriteria dibutuhkan untuk pemilihan lokasi transplantasi yang jauh dari tempat donor (Foncesa dan Calumpong 2001), yakni: (a) Memiliki kedalaman yang serupa dengan daerah donor,
12 (b) Memiliki sejarah pertumbuhan lamun, (c) Tidak ada gangguan dari aktivitas manusia dan gangguan lain, (d) Tidak ada gangguan reguler badai dan transpor sedimen, (e) Tidak mengalami rekolonisasi alami yang cepat dan meluas dari lamun lainnya, (f) Transplantasi lamun telah berhasil di tempat serupa, (g) Terdapat tempat yang cukup untuk mendukung kegiatan transplantasi dan, (h) Memiliki kualitas habitat yang serupa dengan daerah donor. 2.2.1 Teknik transplantasi lamun Proyek transplantasi lamun yang bertujuan untuk restorasi habitat telah dilakukan pada tahun 1947 oleh Addy dengan menggunakan biji dan bibit vegetatif lamun Zostera marina dekat Woods Hole. Teknik transplantasi lamun dengan menggunakan biji lamun tidak berhasil, tetapi penanaman dengan menggunakan bibit vegetatif menunjukan keberhasilan. Secara garis besar teknik transplantasi lamun dibagi menjadi dua, yaitu dengan mempergunakan dan yang tidak mempergunakan jangkar (Phillips 1994 in Kiswara 2009). a. Teknik transplantasi lamun tanpa jangkar Teknik ini termasuk menanam tanaman lengkap dengan substratnya dan tanaman yang telah dibersihkan dari substratnya. Teknik-teknik ini memerlukan dana yang besar dan tenaga yang banyak sehingga kurang ekonomis untuk diterapkan di daerah yang luas. Terdapat 3 cara melakukan transplantasi lamun tanpa jangkar yaitu Turfs (memindahkan unit lamun sekitar 0,1 m2 yang digali dan dipindahkan menggunakan sekop), Plugs (memindahkan unit lamun berukuran bulat dengan kedalaman 10-15 cm), dan biji (disebarkan di atas permukaan substrat di daerah berarus rendah). b. Teknik transplantasi dengan memakai jangkar. Teknik ini bertujuan untuk menghindari tanaman hanyut terbawa arus. Media jangkar dapat berupa kawat, besi ataupun bambu. Seperti yang dikembangkan oleh F. T. Short di Universitas New Hampshire (Short et al. 2002) yaitu TERFs (Transplanting Eelgrass Remotely with Frame systems), adalah unit
13 penanaman lamun berupa tunas yang diikatkan pada frame besi yang ditanamkan pada substrat. Cara lain dengan mengikat tunas tunggal dengan karet pada sepotong kawat atau besi. Dibawa ke lokasi penanaman, menggali lubang dan setelah itu ditanam dan ditutupi sedimen (Phillips 1974 in Kiswara 2004) 2.2.2 Parameter lingkungan untuk transplantasi lamun a. Suhu Beberapa peneliti melaporkan adanya pengaruh nyata perubahan suhu terhadap kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun. Marsh et al. (1986) in Badria (2007) melaporkan bahwa pada kisaran suhu 25 - 30°C fotosintesis bersih akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35°C. Pengaruh suhu juga terlihat pada biomassa Cymodocea nodosa, dimana pola fluktuasi biomassa mengikuti pola fluktuasi suhu. Penelitian yang dilakukan Barber (1985) in Badria (2007) melaporkan produktivitas lamun yang tinggi pada suhu tinggi, bahkan diantara faktor lingkungan yang diamati hanya suhu yang mempunyai pengaruh nyata terhadap produktivitas tersebut. Pada kisaran suhu 10-35 °C produktivitas lamun meningkat dengan meningkatnya suhu. b. Kedalaman Kedalaman perairan dapat membatasi distribusi lamun secara vertikal. Lamun tumbuh di zona intertidal bawah dan subtidal atas hingga mencapai kedalaman 30 m. Zona intertidal dicirikan oleh tumbuhan pionir yang didominasi oleh Halophila ovalis, Cymodocea rotundata dan Holodule pinifolia, Sedangkan Thalassodendron ciliatum mendominasi zona intertidal bawah (Hutomo 1997). Selain itu, ke dalaman perairan juga berpengaruh terhadap kerapatan dan pertumbuhan lamun. Brouns dan Heijs (1986) mendapatkan pertumbuhan tertinggi E. acoroides pada lokasi yang dangkal dengan suhu tinggi.
14 c. Kecerahan Kecerahan perairan menunjukan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami, kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan proses fotosintesis. Kebutuhan cahaya yang tinggi bagi lamun untuk kepentingan fotosintesis terlihat dari sebarannya yang terbatas pada daerah yang masih menerima cahaya matahari (Berwick 1983 in Kesuma 2005). Nilai kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh kandungan lumpur, plankton dan zat-zat terlarut lainnya (Mintane 1998 in Kesuma 2005). d. Arus Arus merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut atau dapat pula disebabkan oleh gerakan periodik jangka panjang. Arus yang disebabkan oleh gerakan periodik ini antara lain arus yang disebabkan oleh pasang surut. Kecepatan arus perairan berpengaruh pada produktifitas padang lamun. Arus 0,66 m/s akan menghanyutkan semua transplantasi metode Plugs dalam kurun waktu dua minggu (Thorhaug 1976 in Azkab 1999b). Pada daerah yang arusnya lemah, sedimen pada padang lamun terdiri dari lumpur halus dan detritus. e. Substrat Substrat
merupakan
medium
dimana
tumbuhan
secara
normal
memperoleh nutrien. Substrat dapat didefinisikan pula sebagai medium alami untuk pertumbuhan tanaman yan tersusun atas mineral, bahan organik, dan organisme hidup. Air dan udara berada dalam pori-pori substrat. Distribusi dan ukuran rongga pori-pori tergantung pada struktur dan tekstur substrat (Badria 2007). Tipe substrat juga mempengaruhi standing crop lamun (Zieman 1986 in Badria 2007). Selain itu rasio biomassa di atas dan di bawah substrat sangat bervariasi antar jenis substrat. Pada Thalassia, rasio bertambah dari 1 : 3 pada lumpur halus menjadi 1 : 5 pada lumpur dan 1 : 7 pada pasir kasar (Burkholder et al. 1959 in Badria 2007).
15 f. Salinitas Salinitas adalah kadar seluruh ion-ion yang terlarut dalam air. Salinitas menunjukkan jumlah garam zat-zat terlarut dalam 1 kg air laut. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Nontji 1987). Tumbuhan lamun mempunyai toleransi yang berbeda-beda, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar yaitu 10-40 PSU. Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun yang tua dapat menoleransi fluktuasi salinitas yang besar (Zieman 1986 in Badria 2007). Ditambahkan bahwa lamun jenis Thalassia ditemukan hidup dari salinitas 3,5-60 PSU, namun dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran optimum untuk pertumbuhan Thalassia dilaporkan dari salinitas 24-35 PSU. g. Derajat keasaman (pH) Derajat keasaman (pH) menyatakan intensitas keasaman atau kebasaan dari suatu cairan yang mewakili konsentrasi ion hidrogennya. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, kisaran pH optimal untuk kisaran air laut adalah 7,5 - 8,5. Menurut Beer, Eshel dan Waisel (1977) in Phillip dan Menez (1988), kisaran pH yang baik untuk lamun adalah pada saat pH 7,5 - 8,5. h. Oksigen terlarut (DO) Kelarutan oksigen dalam air laut dipengaruhi oleh suhu dan salinitas. Semakin tinggi temperatur dan salinitas perairan makin kecil kelarutan oksigen dalam air. Lapisan atas permukaan laut dalam keadaan normal mengandung oksigen terlarut sebesar 4,5 - 9,0 mg/l (KepMen No. 51 Tahun 2004 Tentang pedoman penetapan baku mutu air laut untuk biota laut). Sumber oksigen terlarut bisa berasal dari difusi oksigen yang terdapat di atmosfer sekitar 35% dan aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Novonty dan Olem 1994 in Effendi 2003).
16 i. Nutrien Karakteristik nutrien berkaitan erat dengan pertumbuhan dan tingkat produksi lamun. Meningkatnya nutrien pada keadaan tertentu secara kuantitatif dapat menaikan laju pertumbuhan dan produksi daun lamun. Keadaan ini merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi lamun (Azkab 1999a). Elemen penting yang diperlukan oleh lamun adalah nitrogen (N), fosfat (P), dan C-organik. Derivat N dan P yang banyak digunakan oleh lamun adalah nitrat, amonium, dan orthofosfat. Ketiganya termasuk ke dalam jenis bahan anorganik. Peran amonium adalah dalam proses nitrifikasi, yaitu mineralisasi nitrogen menjadi nitrit (sebagai produksi intermediet) dan nitrat (sebagai produksi tujuan). Nitrat dalam tanah diserap oleh tumbuhan secara cepat untuk membentuk biomassa sedangkan fosfat digunakan dalam proses fotosintesis dan respirasi lamun. Karbon disimpan dalam tanah ketika tanaman dan hewan membusuk (terurai). Bahan organik ini didekomposisi oleh bakteri, melepaskan CO2 dan methana kedalam tanah lembab. Wood (1987), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kandungan C-organik dengan ukuran tekstur substrat, makin tinggi jumlah liat makin tinggi pula C-organik bila kondisi lainnya sama. Tinggi rendahnya kandungan C-organik dipengaruhi oleh pasokan air dari daratan sehingga lokasi juga mempengaruhi nilai C-organik.