sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume, XXVI, Nomor 2, 2001 : 9-16
ISSN 0216 - 1877
PENGGUNAAN INDERAJA PADA PADANG LAMUN Oleh Muhammad Husni Azkab1) ABSTRACT THE USE OF REMOTE SENSING AT SEAGRASS BEDS. Remote sensing is very useful in detecting seagrasses and their distribution, especially on a larger scale. Since the lower depth of growth is determined in large part by water clarity, remote sensing is useful in both turbid and clear waters. There are three basic sensor types available for remote sensing of segarassses i.e. the human eye, cameras and electro-optical devices. Similarly there are three appropriate sensor platform i.e. ballons, aircraft and spacecraft. Based on the observations of reseachers in the world, there are four typical pattern of distribution of seagrass beds, namely; 1, beds in the lee of island, shoals and reefs, 2. wave-eroded beds and paches, 3, beds with poorly defined, diffuse shapes and edges in protected estuaries and laggons, and 4. circular patch beds. PENDAHULUAN Lamun umumnya dapat tumbuh pada perairan daerah tropik dan subtropik yang bentuk penyebaran dan yang mengontrol pertumbuhannya sampai saat ini belum banyak diketahui secara pasti). Kita mengetahui bahwa pembuangan sampah, pengaruh pembangkit tenaga listrik, sedimentasi dan energi angin merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan lamun disuatu daerah perairan. Hanya saja sampai saat ini belum diketahui kapan dan dimana faktor-faktor tersebut yang dapat mempengaruhi pertumhuhan lamun. Di samping itu, sampai saat ini juga belum diketahui secara jelas kapan padang lamun hilang (tercabut) akibat adanya
Oseana, Volume XXVI no. 2, 2001
pengerukan. Sebagai contoh, jenis lamun Thalassia testudinum dan Zostera marina muncul secara alami dengan variasi yang cukup rumit, tetapi bentuk teratur yang muncul mungkin akan dikontrol oleh beberapa faktor seperti angin, geomorfologi dan penetrasi cahaya. Hal ini menunjukkan bahwa jika ekologi dari lamun akan diketahui, maka distribusi lamun harus diketahui sebelumnya. Biasanya sumber daya manusia (SDM) yang tersedia sangat terbatas baik dalam bidang lamun itu sendiri, maupun tenaga penyelam yang dapat mendeteksi bentuk distribusi lamun. sehingga pengambilan contoh atau data di lapangan cukup sulit karena luasnya lokasi sampling yang dibutuhkan. Pada skala yang luas, survei distribusi padang lamun memerlukan pengamatan yang ekstensif. Hal
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
ini tentunya memerlukan biaya yang cukup besar. Biasanya pada daerah geografi yang cukup luas, kita dapat mengetahui kapan lamun ada atau tidak ada, contohnya di perairan pantai utara Australia. Tinjauan tentang lingkungan perairan pesisir dengan inderaja dapat membuka peluang untuk melihat bentuk distribusi lamun. Formasi dari suatu gambar (image) pada suatu film. dari pita rekaman, atau dengan mata dan otak merupakan satu tipe dari inderaja yang sangat berguna untuk mendeteksi lamun dan distribusinya. Sejak pertumbuhan lamun hanya dapat diketahui karena air lautnya jernih, maka dengan bantuan inderaja cukup berguna untuk mengetahui distribusi lamun pada daerah yang luas baik pada air yang jernih maupun pada air yang keruh. Hal ini berarti bahwa sebuah film rekaman dengan analisa inderaja tentunya akan menyediakan data sejarah yang penting (KELLY 1980). Untuk itu, surveisurvei dengan satelit dan pesawat udara pada daerah pesisir akan lebih bermanfaat bagi banyak peneliti
TEHNIK-TEHNIK INDERAJA UNTUK STUDI LAMUN Ada tiga tipe sensor dasar yang biasa digunakan dalam penggunaan inderaja untuk studi lamun yaitu, mata manusia, kamera dan perlengkapan elektro-optik. Di samping itu, juga ada tiga komponen (alat) utama yang digunakan yaitu balon, kapal terbang dan kendaraan ruang angkasa. Untuk beberapa tujuan yang sederhana dengan pengamatan singkat pada lokasi penelitian, dengan meng-gunakan pesawat mungkin sangat bermanfaat, misal untuk pada daerah yang spesifik atau stasiun percobaan. Lamun biasanya dapat dikenal dengan tutupan dasar yang seragam (monospecific). Jadi pengamatan bawah air pada beberapa lokasi/stasiun sebagai tindak lanjut pengamatan dari
Oseana, Volume XXVI no. 2, 2001
pesawat adalah sangat bermanfaat. Biasanya pesawat helikopter yang digunakan adalah dengan pintu yang dapat dibuka-tutup dan pengambilan gambar dapat diulangi pada ketinggian 100 sampai 400 m. Juga sangat berguna untuk membawa sebuah pelampung kecil yang dibuat dari pelampung busa yang diberi bandul pemberat dengan tali 1.5 m. Penentuan lokasi untuk penelitian selanjutnya dapat ditandai dengan pelampung, tetapi biasanya lokasi/stasiun sangat sulit untuk ditentukan dari permukaan air. Pengambilan gambar (foto) juga dapat dilakukan pada waktu yang sama untuk menvisualisasikan suatu daerah. Sangat penting pada suatu lokasi adalah hasil pengambilan foto ditandai pada sebuah peta dan diberi petunjuk dari darat kemudian dibuatkan pelampung. Pada tehnik fotografi untuk inderaja yaitu dengan membuka lensa mulai dari 1/2 sampai 1 f/stop sehingga akan didapatkan pencahayaan yang bagus yang akan memberikan penetrasi pada perairan yang difoto. Untuk perairan yang tampak dengan kontras biru dengan air yang jernih dapat dihilangkan atau dikurangi dengan menggunakan sebuah filter kuning. Memang akan menghasilkan warna kuning, tetapi dengan filter kuning tersebut nantinya akan menghasilkan hasil fotografi yang baik. Pilihan l a i n adalah dengan menggunakan film inframerah yang hasilnya akan mengurangi warna biru dan menghilangkan cahaya yang terpencar sehingga hasil fotografi akan lebih baik. Pada pengambilan gambar dengan pesawat biasanya akan ditemukan goyangan karena adanya getaran pada pesawat. Untuk menghilangkan goyangan kamera dan menghindari hasil yang kurang kontras karena goncangan yang biasanya dapat disebabkan oleh cuaca/atmosfer yang buruk, maka dapat digunakan lensa "wide-angle" (25-mm panjang fokal dengan f i l m 35-mm) terutama pengambilan foto pada ketinggian yang rendah.
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Untuk menghilangkan pancaran cahaya dan refleksi, maka pengambilan foto dilakukan agak vertikal. Sedangkan untuk pemotretan dengan tujuan navigasi, biasanya pengambilan foto dengan sudut miring. Satu ha1 yang perlu diperhatikan adalah dalam pengambilan foto, diusahakan kamera jangan bersentuhan dengan badan pesawat yang dapat menghasilkan fotofoto yang buram karena adanya getaran. Hasil pemotretan yang diambil dari pesawat dapat bagus hasilnya karena pesawat tersebut dilengkapi dengan kamera pemetaan Saat ini banyak perusahaan yang bergerak dalam bidang pemotretan ini sudah mempunyai kemampuan dalam bidang teknologinya, tetapi kadang-kadang personilnya kurang begitu faham dengan keperluan untuk fotografi di atas air. Penjelasan umum tentang peralatan dan prosedur serta beberapa petunjuk sudah banyak diterbitkan, misalnya pada HOLZ (1973). Hanya saja sebagai tambahan pengetahuan bagi fotografer perlu menggunakan pencahayaan dan filter seperti yang telah diterangkan di atas. Disamping itu, penggunaan sinar/cahaya antara 30º - 50° secara horizontal dapat menghilangkan kilapan dari permukaan air dan dapat menghasilkan penetrasi cahaya yang cukup. Permukaan air yang mengkilap dan adanya kekeruhan air, dapat dikurangi dengan kemampuan atau keterampilan fotografi, artinya sangat tergantung dari SDM yang tersedia. Uraian-uraian warna fotografi dengan menggunakan kamera tangan, juga dapat berlaku pada fotografi pemetaan, di samping itu dengan kemajuan tehnologi saat ini, maka banyak film yang tersedia di pasaran khususnya dalam keaneka ragaman warna. Film-film dua warna dengan istilah pengurangan warna biru telah dikembangkan dengan tujuan untuk memaksimalkan penetrasi cahaya. Tetapi dalam pengalaman menunjukkan bahwa hanya sedikit keuntungan bila dibandingkan dengan film-film tiga warna dengan menggunakan filter kuning.
Oseana, Volume XXVI no. 2, 2001
Beberapa daerah pesisir pantai di dunia telah dijelajahi oleh pembuat peta. bahkan banyak dari daerah tersebut telah dilakukan pemetaan beberapa kali dengal bantuan inderaja. Tetapi pemetaan tersebut sering akurasinya kurang tepat karena adanya faktor kekeruhan air atau adanya pantulan cahaya di bagian permukaan. Banyak hasil fotografi merupakan foto hitam-putih. sehingga sering kehilangan banyak informasi yang dibutuhkan bila dibandingkan dengan foto warna. Keuntungannya dengan foto hitam putih adalah biaya rendah. Hasil fotografi mempunyai keuntung dalam penyediaan data sejarah Misal, dengan adanya angin kencang dapat rnempengaruhi distribusi padang lamun di pantai Florida (BALL et al. 1967, THOMAS et al. 1961). Begitu pula adanya pengaruh pengerukan dan pencemaran terhadap distribusi lamun di Pulau Virgin yang telah ditelaah melalui hasil fotografi (NICHOLS et al. 1970). Dengan fotografi "multiband” yang merupakan tehnik yang cukup canggih dapat membuat 3 sampai 9 gambar yang dapat diformat secara simultan pada daerah yang sama tetapi dengan filter band yang sempit. Gambar-gambar tersebut dapat dikombinasikan oleh proyeksi langsung dengan filter warna yang berbeda atau menggunakan peralatan yang spesifik untuk membentuk gambar-gambar dengan warna palsu (false color) yang pada gilirannya dapat disediakan gambar visual dengan warna kontras diantara objek gambar (HOLZ 1973; HELGESON 1970). Keragaman dalam warna dan sifat lamun yang disebabkan epifit, kondisi lamunnya sendiri dan warna perairan membuat tehnik multiwarna dapat mengidentifikasi lamun sehingga distribusinya dapat diketahui (KELLY 1969; KELLY & CASTlGLIONE 1970). Salah satu keuntungan dengan pergambaran multiwarna yaitu dengan band satuwarna (spektrum) dapat memberikan penetrasi yang baik dan kontras dari gambar
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
yang lain. Hal ini karena adanya keragaman warna dari padang lamun dan air (KELLY & CASTIGLIONE 1970). Melalui fotointerpretasi dalam mengidentifikasi padang lamun dan spot-spot (patches) akan lebih mudah dilakukan jika dibandingkan dengan identifikasi padang lamun dari bawah permukaan air. Umumnya padang lamun mempunyai warna/sifat yang seragam dan strukturnya cukup sederhana dan nyata pada bagian pinggir pantainya serta mempunyai bentuk karakteristik tersendiri. Untuk melakukan identifikasi diperlukan praktek lapangan, walaupun ha1 ini biasanya hanya dapat dilakukan pada beberapa kali kunjungan dan penyelaman. Seorang fotointepretasi yang mempunyai pengalaman lapangan atau pengalaman kerjasama dengan fotointer-presrasi yang lain tentunya akan meningkatkan kemampuan yang bersangkutan. Hal ini tentunya dalam melakukan ekstrapolasi untuk mengidentifikasi padang lamun di lain daerah akan lebih akurat. Tetapi walaupun demikian semua fotointerpretasi sangat tergantung pada hasil kunjungan mereka di lapangan. Misalnya untuk memungkinkan mengetahui padang Zostera marina cukup dengan tehnik fotointerprestasi berdasarkan jenis lamun Thalassia testudinum (KELLY 1980). Masalah-masalah interpretasi akan timbul bila ditemukan pada dua situasi yaitu; 1. jika padang lamun dibentuk lebih dari satu jenis lamun, misalnya Syringodium filliforme dan Halodule wrightii, dan 2. jika lamun bercampur dengan tutupan dasar jenis lain seperti adanya gorgonia dan algae. Dalam kasus ini, biasanya jenis lamun yang diidentifikasi sebelumnya hanya dengan pengamatan in situ atau (tapi jarang) dengan habitatnya. Kemudian, lamun diidentifikasi dengan warna dan tekstur jika pertumbuhan cukup padat. Hal ini biasanya dilakukan dengan transek secara cermat dan pemetaan dari jenis yang dominan.
Oseana, Volume XXVI no. 2, 2001
Dengan peningkatan teknologi fotografi yang kian hari lebih baik, maka ada beberapa tehnik-tehnik pemotretan yang lebih baik, mulai dari proses fotografi sampai dengan proses analog dan digital (mikrodensitometri) yang telah digunakan untuk indentifikasi gambar pada aplikasi di darat (HOLZ 1973). Tetapi ha1 ini hanya sedikit digunakan dalam identifikasi padang lamun, karena adanya keragaman warna, sifat dan kekontrasan foto itu sendiri (KELLY & CASTIGLIONE 1970). Penggunaan tehnik gambar elektronik sangat sedikit yaitu dengan video dan skenner multi spektral. Biasanya aplikasi dengan video pada pekerjaan di laut hanya sedikit keuntungannya b i l a dibandingkan dengan fotografi yang konvensional. Skenner multispektrum biasanya dipasang pada pesawat tertentu, dan digunakan untuk mengidentifikasi objek sebagai data dasar yang menunjukkan keunikan dengan adanya refleksi spektrum. Semua objek mempunyai refleksi yang diberikan, karena adanya panjang gelombang dan menunjukkan kurva refleksi spektrum karakteristik yang biasanya diketahui sebagai sebuah tanda spektrum. Jika tanda ini dapat diketahui dengan pembagian gambar atau jika suatu yang unik merupakan tipe objek dalam gambar, maka objek-objek yang mirip dapat diketahui. Sebuah skenner multispektrum sederhana mencatat cahaya refleksi dari objek dalam suatu jumlah panjang gelombang band, dan kemudian dengan sebuah komputer digunakan untuk menyeleksi dan mempetakan semua objek dalam gambar yang mempunyai karakateristik refleksi yang sama. Sebuah skenner multispektrum terdiri dari sebuah cermin yang dapat mengakses dengan cepat pada daerah pesisir yang sejajar dengan bagian pesawat. Refleksi cahaya yang datang dari cermin akan difokuskan, lalu disebarkan oleh prisma. Setelah itu, dengan intensitas cahaya pada band spektrum yang terseleksi (dari 4 sampai lebih 20) akan
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
digunakan oleh susunan fotoreseptor spektrum. Hasil dari reseptor akan didijitasi, kemudian dicatat pada pita magnetik. Jadi sebuah garis sken tunggal akan mencatat hasil spektrum dari objek pada suatu garis dan garis sejajar yang seri pada bagian pesawatdengan menyediakan sebuah catatan dari suatu gambar yang dapat dibuat kembali. Dengan seleksi band, gambar atau foto dengan warna palsu (false color) yang kita kehendaki dapat diproduksi. Hal ini merupakan dasar dari imajinasi warna satelit Landsat. Lebih penting lagi, dengan target seleksi dapat mengidentifikasi dan penggunaan komputer untuk produksi visual video atau hasil cetakan peta semua objek dengan pengenalan atau refleksi spektrum yang mirip. Tehnik ini dapat digunakan untuk potongan-potongan peta dan tipe tanah, bentuk irigasi. Lapisan minyak dan keragaman dari perbedaan objek. Ada keuntungan bahwa differensiasi antara objek dengan warna akan memunculkan identifikasi pada seorang fotointerprerer. Untuk pekerjaan dengan vegetasi bawah air seperti hasil spektrum padang lamun hanya dapat pada jarak yang pendek karena pertumbuhan e p i f i t , struktur lamun, kedalaman, dan perlengkapan optik yang dapat diletakkan di atas permukaan air. Walaupun dengan tehnik ini dapat menggunakan pemetaan secara otomatis tetapi untuk pemetaan padang lamun yang luas akan sulit. BEBERAPA CONTOH PENGGUNAAN INDERAJA Tidak terduga bahwa hanya sedikit peneliti lamun yang menggunakan metode di atas. Hal ini mungkin karena secara rinci, d is tr ib u s i lamun belum begitu banyak diketahui. Untuk itu, pada tulisan ini akan diberikan beberapa contoh yang mungkin dapat digunakan. Contoh-contoh antara lain penelitian yang dilakukan di perairan Bahama selatan Bimini, Teluk Biscayne selatan Miami-Florida, dan pantai selatan dari Pulau Long-
Oseana, Volume XXVI no. 2, 2001
New York. Umumnya pekerjaan penelitian ini menggunakan pesawar dan satelit fotografi untuk studi penyebaran komunitas dasar perairan dangkal. Tetapi secara umum ujicoba di lokasi tersebut di atas, sering lamun merupakan biota yang dominan dan cukup mudah untuk diidentifikasi. Beberapa contoh penelitian di padang lamun dengan menggunakan fotografi udara adalah yang dilakukan oleh BALL (1967). KUMPF & RANDALL ( 1 9 7 1 ) . KELLY ( 1 9 6 9 ) dan KELLY & CASTIGLIONE ( 1 9 7 0 ) . Dari sekian banyak lokasi untuk mengsurvei d i s t r i b u s i lamun maka dapat diketahui beberapa tipe distribusi lamun diantaranya adalah: 1. padang lamun dari suatu daerah tenang atau daerah pantai dan karang pada suatu pulau: 2. padang lamun dan komunitas lamun yang bergerombol dan tererosi, 3. padang lamun dari suatu perairan miskin dan tepi pada suatu estuarin serta goba yang telah dilindungi: dan 4. padang lamun sedikit yaitu hanya ditemukan pada daerah rataan. Sebagai contoh, di perairan bagian selatan Florida, memperlihatkan padang Thalassia testudinum yang tumbuh pada daerah teduh di perairan Pulau Bimini. Padang lamun tersebut tersebar secara bersambung dan merata sepanjang 30 km. kecuali pada daerah yang tidak terlindung dari gelombang. Padang lamun di daerah tersebut sangat padat dan telah dipetakan dengan fotografi udara dan satelit. Hasil pengamatan dengan fotografi satelit menemukan ha1 yang sama dengan daerah yang terlindung. Hal i n i menunjukkan bahwa padang lamun mungkin muncul pada beberapa daerah dekat pantai dari perairan pesisir Bahama atau mungkin padang lamun muncul dengan jenis lain dan tumbuh dengan baik pada perairan pesisir lainnya. Padang lamun yang tererosi ditemukan sepanjang pesisir pantai dari terumbu Florida dan bagian barat dari pesisir pantai Bahama. Padang lamun ini berkembang dan membentuk sebuah padang lamun dengan bentuk setengah
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
bulan purnama yang gelap. Keadaan ini akan menjadi luas karena adanya gabungan dari beberapa padang lamun tersebut. Semua bentuk-bentuk di atas dapat dilihat di perairan Florida dan Bahama, dimana formasi padang lamun seperti ini telah dijelaskan oleh BALL et al. (1967). Padang lamun pada daerah pinggir pantai yang tersebar secara luas dapat ditemukan di daerah Florida dan Bahama. Beberapa padang lamun sangat umum ditemukan pada daerah yang dilindungi, seperti daerah selatan dan barat Bimini, atau utara dan barat dari terusan daerah terumbu Florida Keys. Juga sangat umum ditemukan padang lamun di daerah yang teduh, yaitu di teluk-teluk yang berbatasan dengan selatan Pulau Long. Padang lamun yang tersebar sering terpotong dengan terusan-terusan atau jika suatu pesisir muncul akibat gelombang lautan. Hal ini mungkin akan bergabung dengan padang lamun yang terterosi oleh gelombang. Lingkaran padang lamun yang terpotong-potong akan lebih jelas. Hal ini biasanya muncul dekat dengan suatu daerah yang nantinya terbentuk oleh adanya pengaruh cahaya/sinar yang tepencar dengan sedimen tipis ( 2 - 3 cm). Di sebelah selatan Teluk Biscayne, distribusi padang lamun ini sangat menyolok, dimana lamun tersebut muncul berderet/sejajar. Lebih lanjut pada dasar perairan sangat banyak batu berkapur. dan lamun muncul akibat adanya tekanan dari batu kapur tersebut. Lamun T. testudinun biasanya tumbuh dengan tanaman mangrove, dan bentuk penyebaran ini identik dengan daerah mangrove dekat pantai pesisir (ZIEMAN 1972). Fotografi udara juga dapat mendeteksi pengaruh manusia terhadap distribusi lamun sebagai penelitian tambahan. Misal, daerah distribusi lamun yang dekat dengan pusat tenaga l i s t r i k di Turkey Point di Teluk Biscayane yang telah diteliti oleh KELLY (1969). Pengaruh pengerukan dan pengambilan
Oseana, Volume XXVI no. 2, 2001
krikil juga dapat terlihat, termasuk bukan saja pada daerah terusan tetapi juga dekat dengan lokasi pelaksanaan pengerukan yang akibatnya akan menutupi tanaman hingga menjadi jarang. Hal ini mungkin karena adanya penurunan penetrasi cahaya akibat sedimentasi. Selatan pantai Pulau Long membentuk suatu habitat yang baik untuk Z. marina terutama di Teluk Great South. Tetapi pada beberapa lokasi daun-daun lamun cukup banyak mengandung epifit dari algae hijau, terutama Enteromorpha spp. Daerah-daerah yang banyak epifitnya dapat dilihat pada tempat-tempat gelap dari hasil fotografi udara. pada bagian barat dari pesisir selatan (Teluk Hemstead dan Jamaika) seharusnya juga mendukung kepadatan pertumbuhan lamun. tetapi bagian barat dari padang lamun adalah akhir dari Teluk Great South BURKHOLDER & DOHENY (1960) berspekulasi bahwa daerah bagian barat tidak dapat menutupi secara penuh dari serangan penyakit di tahun 1930-an, tetapi fotografi udara menunjukkan bahwa selama akhir musim panas banyak substrat ditutupi dengan material yang cukup hitam. Material ini membuktikan tebal 2-30 cm dekomposisi dari Enteromopha spp, dimana mungkin akan menghalangi pertumbuhan dari setiap lamun. Konsentrasi nutrisi yang tinggi dari daerah ini mungkin memberi peranan pada pertumbuhan algae. Disarankan bahwa formasi epifit algae hijau harus dimonitor pada daerah lamun yang dekat dengan sumber nutrisi. Fotografi udara dapat mengdeteksi fenomena tersebut, tetapi akan lebih menarik untuk mengetahui daerah padang lamun yang ditutupi oleh algae yang mungkin ditemukan di lain daerah sebagai akibat penerimaan pembuangan dari kota. Studi lamun yang menggunakan fotografi udara dapat sering memberikan keterangan sebagai masalah adanya pertumbuhan algae. Suatu hasil yang cukup mengesankan adalah adanya penemuan bahwa udang, Punulirus argo, padang lamun
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
T. tesrtudinum di daerah lereng terumbu menjadi lebih kecil karena adanya arus pasang-surut, dan daerah ini sangat mudah diketahui melalui hasil fotograf (KELLY 1980). Uraian di atas hanyalah sebuah uraian sepintas tentang tehnik-tehnik inderaja dan penggunaannya. Sebagai ringkasan terlihat bahwa inderaja cukup bagus dengan fotografi udara yang dapat cukup membantu untuk mengetahui fenomena sejarah alam dari padang lamun dan dalam memonitor efek-efek dari kegiatan manusia. Bentuk-bentuk distribusi sangat sedikit diketahui dan banyak studi dari aplikasi tehnik-tehnik inderaja yang baru menimbulkan masalah-masalah baru dalam penelitian ekosistem lamun di dunia. DAFTAR PUSTAKA BALL, M.M. 1967. Carbonate sand hodies of Florida and the Bahamas. J.Sed, Pet. 37: 556-591. BALL
M.M., E.A.SHINN and K.N. STOCKMAN 1967. The geologic effects of hurriecane Donna in South Florida. Geol. 75: 583-597.
BURKHOLDER P.R. and T.E. HOHENY I960 The binlogy of eelgrass. Contr. NO 1227. Lamont Geophysical Observatory. 120 pp. HELGESON, G.A. 1970. Water depth and distance penetration. Phot. Eng. 36: 164-172. HOLZ. R.K. 1973. The surveillant science: remote sensing of the environtment. Houghton Miftlin. Boston. 390 pp.
Oseana, Volume XXVI no. 2, 2001
KELLY. M.G. I969 Application of remote photografy to the study of coastal ecology in Biscayne Bay, Florida. U.S. Naval Oceanographic Office, Rep. Contract N62396-69-C0032. 52 pp. KELLY. M.G. 1980 Remote sensing of seagrass heds. In Handbook of seagrass biology: an ecosystem perspective (R.C. Phillips and C.P. McRoy, eds.). Carland STPM Press. New York 70-85. KELLY. M.G. and L. CASTIGLIONE 1970. Aerial photographic studies of the coastal waters of New York and Long Island. New York Osean Science Lab. Rep. No. 0007. 42 pp. KUMPF. H.E. and H.A. RANDALL 1961. Charting the marine environment of St. John, U.S. Virgin Islands. Bull. Mar. Sci. 11: 543-55 1 NICHOLS. M., M.G. KELLY. G. THOMPSON and L. CASTIGLIONE 1970. Effectiveness of sequential photography for oceanography. Contract report for NOAA-ONR Contracts NO0012-71C-0371 and NRL. 00173-200-289. 152 pp. THOMAS. L.P., D.R. MOORE and R.C. WORK 1961. Effects of hurricane Donna on the turtle grass heds of Biscaync Bay, florida Bull. Mar. Sci. 11: 191-197. ZIEMAN, J.C. 1972 Origin of circular heds of Thalassia (Spermatophyte : Hydrocharitaceae) in South Biscayne Bay. Florida, and their relation ship to mangrove hammocks. Bill. Mar. Sci. 22: 559574.