21
Pertanyaan - Jawaban
Pertanyaan Sesi-1 1. Filino Harahap T: Saya kira apa yang dipresentasikan oleh ketiga pembicara ini baik sekali, kalau kita bisa menyambung-nyambungkannya supaya terjadi pembelajaran. Pak Dillon dan Pak Raka menoleh ke belakang, mau minta tolong ke pak Sukarno, melihat perubahan cara pandang. Superimpose dari semua presentasi ini, adalah kemajuan dalam bidang informasi dan transportasi. Masalahnya peran ITB. Sebetulnya kalau kembali kepada hal penting yang perlu dipraktekkan, adalah bukan memperkaya pengetahuan substansial dan memperkaya pengetahuan kontekstual, tetapi bagaimana menyambung apa yang substanstial dengan konteks yang ada. Jadi ketidak mampuan kita untuk menyambung gagasan dengan konteks, diri kita dengan lingkungan kita. Pembelajaran itu kita harus melihat connection. Pembicara terakhir membawahkan yang terkait dengan virtual knowledge, yaitu information technology. Kita tidak sembunyi lagi dari information technology. Harusnya ITB melihat kesana. Untuk melihat kesana apakah ada modalnya? Lalu bagaimana kita mau menegakkan konsep yang bombastis. Inilah bagaimana hal how do we do sense ke depan untuk mengatasi masalah ke depan. Tetapi perang informasi terus mengubah kita di semua aspek kehidupan.
22 2. Suharyadi T: Ketika saya mendengar permulaan, itu semuanya berpulang ke institusi. Sebetulnya ada hal yang penting di ITB yaitu lulusannya. Ini dapat berdampak besar, kalau kita memberi pendidikan kebangsaan kepada mereka. Perubahan paradigma pendidikan itu yang harus kita lakukan. Kita harus juga membangun leadership. Terimakasih, semoga ini dapat diterima. 3. Kusumaedi (Teknik Sipil ITB Angkatan '70) T: Menanggapi dari pak Gde Raka, dan mas Budiono, mengenai ITB sebagai institut dibandingkan dengan universitas. Saya ada usul, selama ini proyek akhir kita selalu terfokus pada bangunan bertingkat. Saya belum cek apakah juga begitu. Pertama, Coba didik satu atau dua proyek akhir yang integrated departement, dibuat satu proyek penelitian, sebagai proyek akhir masing-masing mahasiswa dan hasilnya disumbangkan ke pemerintah. Kedua, mengenai UU no. 74 tentang sumberdaya air, kemudian mengenai PP tentang sistem penyediaan air minum, semua supply air minum harus dapat langsung diminum. Dari 214 PDAM belum ada satupun yang suplai airnya langsung bisa kita minum. Kami lihat paguyuban Alumni 70 sudah mengikuti nilai simposium ini. Alumni 70 membangun instalasi pengelolaan air yang tersebar di seluruh kampus dengan kualitas air langsung bisa diminum. Kami persilakan untuk mencoba di masing-masing departemen. 4. Indratmo (Mahasiswa Teknik Sipil ITB) T: Pertama, elemen terbanyak di ITB adalah mahasiswa, tetapi kenapa yang hadir dari kalangan mahasiswa sedikit. Kedua, sebagai mahasiswa, saya lihat bahwa mahasiswa belum terlalu dirangkul dalam hal riset. Tadi ada statement bahwa harusnya sebagai lembaga pendidikan, yang saya rasa rasakan kami harus mengikuti peraturan dalam pelatihan. Yang saya alami, kita di himpunan rapatnya malam. Jadi diskusi segala macam bisanya baru malam, karena siang kuliah. Buat kedepan, Campus Center bisakah digunakan sampai jam 11 malam?
Jawaban Sesi-1 Prof. Dr. I Dewa Gede Raka J: Kenapa mahasiswa sedikit. Mungkin ini bedanya mahasiswa dulu dengan mahasiswa sekarang. Tidak tahu apakah undangannya sampai atau tidak. Barangkali zaman juga sudah berubah. Kalau kita berbicara
23 pendidikan, yang perlu kita kembangkan adalah suasana. Untuk merancang suasana kita harus pelajari. Unit kegiatan mahasiswa adalah arena untuk pendidikan. Agenda pendidikan itu sebagian besar berada di tangan mahasiswa sendiri. Institut menyediakan suasananya, fasilitasnya. J: Menanggapi pak Haryadi, saya sepenuhnya mendukung apa yang Bapak sampaikan. Pertama, kita sering sekali lupa peran lulusan kita. Setelah keluar dari ITB, sepertinya hubungannya terputus. Sebab itu saya katakan, kalau kita mau menjalankan misi nilai kebangsaan untuk bangsa ini, kita perlu membangun alumni kita. Alumni kita jumlahnya akan terus bertambah. Bisakah kita bersama-sama menghidupkan kampus dengan alumni. Apalagi dalam BHMN, universitas maju karena dukungan alumninya. Kedua, pendidikan kita diarahkan untuk membangun karakter. Substansi dapat kita peroleh diluar. Ini perlu kita lihat lagi implementasinya. J: Pak Filino, lulusan belum menjadi asset, tetapi masih potensi. Ir. Budiono Kartohadiprodjo J: Menanggapi pak Filino, memang ke depan kita harus mengubah sistem. Sebab ke depan pertarungan sudah kepada knowledge. Knowledge tempat tumbuhnya adalah manusia. Oleh karena itu yang perlu kita didik adalah manusianya. Selama ini pembangunan kita ke arah nature resource based, bukan pada human resource based. Bangsa ini kalau manusianya tidak dibereskan, maka tidak akan beres. Ke depan, mengapa saya katakan, negara tidak usah adil pada pendidikan dan hukum. Kita secara politik tidak mempunya keberanian untuk itu. Ke depan kita harus membangun bangsa ini atas dasar human resource. J: Pak Haryadi, saya pikir, kita membuat paradigma berpikir yang lebih berkonsentrasi pada isi daripada memperhatikan bungkus. Yang lebih penting adalah apakah isi dari SKS? Isi adalah tujuan utama. Oleh karena itu, di dalam membangun perusahaan, saya tidak mengenal anda alumni mana. Saya tidak peduli mempunyai IP berapa. Yang saya perduli adalah anda bisa jawab, dan anda bisa apa. J: Pak Edi, mengenai proyek akhir bisa saja. Tetapi Insinyur itu buat saya adalah orang yang lulus dari ujian yang diselenggarakan oleh institut. Yang penting adalah kita ini bisa menggunakan otak akal dalam kehidupan kita. J: Angkatan 70, saya salut. Pak Indratmo, kalau penelitian jangan tunggu inisiatif dosen. Kalau menunggu dosen, dosennya diam saja. Jadi take initiative. Kita harus bermental pemimpin, apapun diri kita. Jabatan boleh
24 karyawan. Karyawan hanya bisa diperintah, tetapi pemimpin yang memberikan perintah. Kalau itu tidak dilakukan, maka kita menjadi orang yang merugi. Dr. HS Dilon J: Institut atau almamater adalah tempat persemaian benih kepeloporan dan kejuangan. Orang disiapkan dan dibantu untuk menghadapi tantangan masa depan. Instrumennya adalah pendidikan, penelitian dan pengabdian. Mulainya dari pengabdian pada masyarakat, penelitian merupakan bagian integral dari itu. Perguruan tinggi tidak ada gunanya, yang dia ajarkan apa yang dia pelajari kemarin. Karena dosen kebanyakan tidak mau belajar lagi. Yang penting adalah orang disiapkan untuk menjadi orang yang baik. Saya kira kedepan di Indonesia sudah mulai bahwa orang belajar sendiri, dosen adalah fasilitator untuk membantu dia belajar. Kadang-kadang mahasiswa terlalu angkuh. Asset atau liabilites, rektor sudah kerjakan. Kita agak lebih baik, kita sudah tingkatkan gaji dosen menurut performance based. Kita tidak bisa lagi pinter goblok pendapatan sama, tidak ada gunanya lagi BHMN kalau seperti itu. Yang paling menarik, saya rasakan di Thailand. Di Sana alumninya datang ke perguruan tingginya untuk mengajar. Kenapa? Mereka itu betul-betul bersyukur dikaruniai ilmu dan merasa bertanggung jawab. Saya kira akhirnya, ini semua terpulang kepada kita. Apalagi sekarang sudah menjadi BHMN, tidak bisa menyalahkan orang lain. Untuk menjadi kaya, tidak usah menjadi dosen atau pegawai negeri.
Pertanyaan Sesi-2 1. Iman Santoso (Alumni Teknik Mesin) T: Mengenai kebangsaan, saya kira pada waktunyalah kita mengisi kebangsaan dengan hal yang konkrit. Tidak lagi pada posisi konfrontatif, tetapi pada posisi komparatif. Apakah di ITB kalau membeli suku cadang mesin di Singapura? Begitu tahu untuk Indonesia, harganya menjadi lain. Apakah ITB menyadari kita ini sekarang diembargo, akibatnya kita membeli bahan tembaga saja sulit, karena itu bisa dijadikan bahan peluru. Saya kira kita harus membuat embargo tidak resmi ini, kita harus memakai hal ini menjadi menyebabkan kita kompetitif. Tetapi ITB tidak menjawab, pertanyaan saya, apa sebetulnya apa jawaban ITB terhadap situasi rill seperti itu. Saya usul, ITB itu mensponsori adanya suatu sistematerial katalog untuk Indonesia. Kalau kita berhubungan dengan mesin memang kita sukar menggunakan komponen sendiri, karena asuransi tidak percaya.
25
Ini harus diatasi, saya kira yang bisa mengatasi adalah institusi seperti ITB. Ini bukan ide aneh karena kalau kita lihat Australia mempunyai Australian Supply Language. Jadi saya disini mengusulkan bahwa ITB menjawab tantangan sesuai bidangnya. 2. Juanda (Mahasiswa ITB tingkat akhir) T: Ke depan kita memegang teknologi informasi, kalau kita mau maju harus sesuai dengan kompentensi kita. Begitu halnya dengan Indonesia dan ITB. Mungkin dalam persaingan global Amerika lebih hebat dalam teknologi informasi. Tetapi apakah yang menjadi kompetensi kita, daya saing kita. Apakah informasi perlu menjadi core competency kita. Mengenai nilai kemandirian, memang mungkin penting, akan tetapi kongkritnya pelaksanaannya bagaimana? Ada usul atau tidak, seharusnya seperti apa? Selama di ITB, yang tidak saya dapatkan adalah how do the writing. Kebijakan kedepan tentang bagaimana nilai-nilai nasionalisme dan kemandirian yang saya dapatkan dari luar bisa diberikan oleh ITB. Misalnya dengan mengundang alumni untuk sharing pengalaman hidupnya bersama mahasiswa di Campus Center. Bantuan dari alumni sendiri, mohon bantuannya untuk share. 3. Anonim (Mahasiswa Teknik Industri ITB) T: Saya cukup agak bingung dengan perkembangan mahasiswa ITB. Sebenarnya mana yang kita utamakan, dalam hal untuk Tuhan, bangsa dan almamater. Nilai kebangsaan di ITB sudah dikotori oleh isu-isu masalah keagamaan. Yang jelas, saya tidak merasa dengan keberadaan KM sekarang tidak ada nilai-nilai kebangsaan. Karena ketika ada permasalahan agama, kita turun demo. Apakah itu ada kaitannya dengan slogan untuk Tuhan, bangsa dan almamater. 4. Susilo (Alumni Teknik Mesin 1970) T: Ada beberapa hal yang ingin kita sampaikan kepada Pak Dillon dan Pak Rektor. Sangat tertarik pada ucapan pak Dillon, apa peran ITB, menjadi warga ITB adalah berkah dan amanah. Amanah dalam mahasiswa, jadilah mahasiswa yang terbaik. Kalau jadi dosen, dengan amanah jadilah dosen yang paling baik. Sehingga konotasi Pak Dillon, bahwa adjustment dari bangsa dan negara pada lulusan ITB adalah mesin pencetak sarjana yang terbaik, dalam jangka waktu dekat ITB akan menjadi yang terbaik di Indonesia. Pemanfaatan alumni, suka atau tidak suka, mereka ditempa oleh kehidupan. Sehingga marilah kita share pengalaman alumni kepada ITB. Sehingga kalau seluruh alumni kita berdayakan membangun mesin
26 ITB. Mudah-mudahan ini menjadi program yang sudah dicanangkan pak Rektor. 5. Syaiful Bahri Harahap T: Berbicara masalah kebangsaan, coba kita pinjam dimana hidupku lebih baik disitulah tanah airku. Kalau ini dasarnya, atas dasar itu sebenarnya kalau kita membangkitkan kebangsaan ITB, hegemoninya adalah keilmuan dan profesionalisme. Masalahnya bagaimana kita menyusun metoda untuk mencapai ke arah sana. Jadi, sebenarnya, menggarisbawahi soal kebangkitan nilai kebangsaan itu sebenarnya kita harus mengikis nilai-nilai yang artinya menghilangkan kedaulatan seseorang menjadi warga negara Indonesia.
Jawaban sesi-2 Ir. Budiono Kartohadiprodjo J: Pak Juanda, bukan kita menjadi core competency pada informasi teknologi. Oleh karena itu bergeserlah kita pada kondisi, akan kamu apakan informasi itu. Kebangsaan itu adalah perasaan kebangsaan. Rasa, maka pembentukannya itu harus melalui contoh dan perbuatan. Itu tidak mungkin diajarkan di kelas. J: Pak Imam, saya juga bertanya apakah Indonesia itu gudangnya maling? dalam keadaan diembargo, justru penemuan baru tidak jalan di Indonesia. Kalau boleh menyalahkan, saya sendiri juga salah. Lucunya, dalam keadaan ekonomi yang susah, barang mewah paling laku. Saya tidak tahu ilmu apa itu. Prof. Dr. I Dewa Gede Raka J: Apa yang disampaikan Pak Iman, masalahnya adalah linkage. Hubungan ITB dengan alumni dan dunia luar kurang begitu bagus. Sampai saat ini kita belum berhasil membangun linkage. Kedua, pertanyaan sdr. Juanda, tataran praktisnya bagaimana? Ada satu yang perlu kita hindari adalah menghindari eksklusivitas. Bagaimana praktiknya di ITB, perbanyaklah semua kegiatan yang sifatnya inkusif. Itu salah satu wujud kongkritnya. Terimakasih.