4
2
PENGARUH LANGSUNG DAN TIDAK LANGSUNG KEPUASAN KERJA DAN PERAN KEPEMIMPINAN TERHADAP KINERJA PNS Pendahuluan
Pembangunan suatu bangsa memerlukan aset pokok yang disebut sumber daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam. PNS sebagai sumber daya manusia yang dimiliki organisasi pemerintahan adalah manusia yang mempunyai sifat kemanusiaan, perasaan dan kebutuhan yang beraneka ragam. PNS memiliki peranan penting dalam mewujudkan peningkatan mutu layanan publik secara formal, disamping aspek lainnya seperti sarana prasarana, regulasi, manajemen. Hal tersebut berarti peningkatan kinerja PNS diperlukan manakala terjadi kepuasan kerja dari PNS terlebih dahulu, salah satunya melalui peningkatan kesejahteraan PNS (Marjono, 2011). Kepuasan kerja merupakan kunci pendorong moral, kedisiplinan dan prestasi kerja pegawai dalam mendukung terwujudnya tujuan organisasi (Hasibuan, 2003). Oleh karena itu, organisasi pemerintahan perlu melakukan tindakan-tindakan yang dapat meningkatkan kepuasan kerja pegawai dengan memberikan perhatian yang lebih baik terhadap masalah kepuasan kerja agar kinerja meningkat dan tujuan institusi dapat tercapai. Kepuasan kerja adalah suatu sikap seseorang terhadap pekerjaan sebagai perbedaan antara banyaknya ganjaran (reward) yang diterimanya dan banyaknya ganjaran (reward) yang diyakini seharusnya diterimanya (Robbins, 1994). Seseorang yang memiliki kepuasan kerja tinggi akan memperlihatkan sikap yang positif terhadap pekerjaannya, sedangkan seseorang yang tidak puas akan memperlihatkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu sendiri (Robbins, 2003). Karyawan yang memperlihatkan sikap yang negatif akan sering melamun, semangat kerja yang rendah, cepat bosan dan lelah, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan (Hasibuan, 2003). Di sisi lain, kemampuan pemimpin dalam menggerakkan dan memberdayakan pegawai akan mempengaruhi kinerja. Peran kepemimpinan adalah pemimpin atau manajer yang berorientasi peningkatan kemampuan berfokus pada pengembangan keterampilan-keterampilan pegawai untuk meningkatkan kualitas kinerja pegawai (Challagalla & Shervani, 2006). Lodge & Derek (1993) menyebutkan, peran kepemimpinan memiliki dampak signifikan terhadap sikap, perilaku dan kinerja pegawai. Peran kepemimpinan yang berjalan dengan baik dalam sebuah perusahaan akan meningkatkan iklim kerja yang kondusif dan mampu meningkatkan kinerja dari karyawan (Robbins, 2003). Peran pemimpin (supervisi/pengawas) merupakan sumber penting lain dari kepuasan kerja (Luthan, 2005), dikatakan bahwa ada dua dimensi peran pemimpin (supervisi/pengawas) yang mempengaruhi kepuasan kerja. Pertama adalah berpusat pada pegawai, diukur menurut tingkat di mana pimpinan menggunakan ketertarikan personal dan peduli pada pegawai. Hal itu secara umum dimanifestasikan dalam cara-cara seperti meneliti seberapa baik kerja pegawai, memberikan nasihat dan bantuan pada individu dan berkomunikasi dengan rekan
5
kerja secara personal maupun dalam konteks pekerjaan. Kedua adalah partisipasi atau pengaruh, seperti diilustrasikan oleh pimpinan yang memungkinkan orang untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang mempengaruhi pekerjaan mereka. Pada banyak kasus, cara ini menyebabkan kepuasan kerja yang lebih tinggi. Iklim partisipasi yang diciptakan pimpinan memiliki efek yang lebih penting pada kepuasan kerja daripada partisipasi pada keputusan tertentu (Luthan, 2005). Metodologi Penelitian Kerangka Pemikiran Penelitian Model kerangka pemikiran dikembangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang langsung dan tidak langsung yang mempengaruhi kinerja pegawai yang terdiri dari kepuasan kerja dan peran kepemimpinan. Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori dapat diungkapkan kerangka pemikiran berfungsi sebagai penuntun alur pikir dan sekaligus sebagai dasar dalam penelitian ini, seperti yang disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
6
Model kerangka pemikiran penelitian ini dikembangkan berdasarkan beberapa teori, untuk indikator peran kepemimpinan didasarkan pada teori yang dikemukakan oleh Kouzes and Posner (2004), indikator kinerja pegawai didasarkan pada teori Bernardin (1993), sedangkan untuk kepuasan kerja didasarkan pada teori dua faktor Herzberg yang dikemukakan oleh Luthan (2005). Berdasarkan beberapa teori tersebut maka dibuatlah model penelitian yaitu model pengaruh langsung (model 1) dan model pengaruh tidak langsung (model 2) seperti yang terlihat dalam Gambar 2. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana kepuasan kerja dan peran kepemimpinan berpengaruh secara langsung dan tidak langsung terhadap kinerja pegawai di Diskominfomas DKI Jakarta. INDIKATOR KEPUASAN KERJA (X1) - Kebijakan dan administrasi - Supervisi - Gaji/upah - Hubungan antar pribadi - Kondisi kerja - Keberhasilan pelaksanaan - Pengakuan/penghargaan - Pekerjaan itu sendiri - Tanggung jawab - Pengembangan
-
H1 -
INDIKATOR PERAN KEPEMIMPINAN (X2) Mencontohkan Caranya (Modelling The Way) Menginspirasi Visi Bersama (Inspiring a Shared Vision) Menantang Proses (Challenging The Process) Memungkinkan Orang Lain Bertindak (Enabling Other to Act) Menyemangati Jiwa (Encouraging The Heart)
H2
INDIKATOR KINERJA (Y) Kualitas kerja Kuantitas kerja Ketepatan waktu Efektivitas kerja Kemandirian Komitmen
a. Model pengaruh langsung (direct effect)
INDIKATOR KEPUASAN KERJA (X1) - Kebijakan dan administrasi - Supervisi - Gaji/upah - Hubungan antar pribadi - Kondisi kerja - Keberhasilan pelaksanaan - Pengakuan/penghargaan - Pekerjaan itu sendiri - Tanggung jawab - Pengembangan
H3
-
H1 -
INDIKATOR KINERJA (Y) Kualitas kerja Kuantitas kerja Ketepatan waktu Efektivitas kerja Kemandirian Komitmen
INDIKATOR PERAN KEPEMIMPINAN (X2) Mencontohkan Caranya (Modelling The Way) Menginspirasi Visi Bersama (Inspiring a Shared Vision) Menantang Proses (Challenging The Process) Memungkinkan Orang Lain Bertindak (Enabling Other to Act) Menyemangati Jiwa (Encouraging The Heart)
H2
b. Model pengaruh tidak langsung (inderect effect)
Gambar 2 Model penelitian
7
Hipotesis Penelitian Pengertian hipotesis menurut Margono (2004) berasal dari kata hipo (hypo) yang berarti kurang dari dan tesis (thesis) berarti pendapat. Jadi hipotesis adalah suatu pendapat atau kesimpulan yang sifatnya masih sementara, belum benarbenar berstatus sebagai suatu tesis. Terdapat 3 hipotesis pada model penelitian ini, yaitu : H1 : Kepuasan kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja PNS di Diskominfomas DKI Jakarta. H2 : Peran kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja PNS di Diskominfomas DKI Jakarta. H3 : Peran kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja di Diskominfomas DKI Jakarta Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di Diskominfomas yang berada di Balaikota Pemerintah DKI Jakarta. Penelitian ini dilakukan selama 5 bulan mulai bulan Agustus sampai Desember 2012. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan pada penelitian ini diambil dari dua sumber data, yaitu data primer dan data sekunder. a. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada responden dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang tercantum dalam daftar pertanyaan (kuesioner). Data primer tersebut antara lain mengenai persepsi pegawai terhadap kepuasan kerja dan peran kepemimpinan terhadap kinerja pegawai di Diskominfomas DKI Jakarta. b. Data sekunder digunakan untuk mendukung data primer dalam menganalisis peran kepuasan kerja dan kepemimpinan terhadap kinerja PNS di Diskominfomas DKI Jakarta. Data ini diperoleh melalui studi pustaka seperti literatur atau referensi yang berkaitan dengan sumber-sumber lain di luar organisasi yang menunjang penelitian. Metode Penarikan Sampel dan Jumlah Sampel Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling. Pengertian purposive sampling itu sendiri yaitu penentuan responden dengan menetapkan syarat tertentu (Sugiyono, 2005). Adapun syarat agar bisa dijadikan responden dalam penelitian ini yaitu sudah menjadi PNS di Diskominfomas DKI Jakarta. Melalui syarat ini maka responden yang terpilih benar-benar mengetahui keadaaan Diskominfomas DKI Jakarta, sehingga data yang dikumpulkan diharapkan akurat. Jumlah sampel yang diteliti adalah 70 orang PNS dari total populasi 179 orang PNS di lingkungan Diskominfomas, Balaikota DKI Jakarta.
8
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara melalui instrumen kuesioner atau daftar pertanyaan (Lampiran 1). Wawancara dilakukan oleh peneliti dengan menemui langsung responden secara tatap muka. Pernyataan-pernyataan dalam kuesioner dibuat berdasarkan skala Likert. Pengukuran dengan skala Likert dapat mengetahui sikap responden terhadap sesuatu dan responden diminta menilai dengan skala ordinal berbentuk verbal dalam jumlah kategori tertentu. Selanjutnya, penentuan jumlah skala Likert juga merupakan hal yang penting dalam penelitian, di mana penentuan skala Likert sangat terkait dengan subjektivitas peneliti. Penelitian ini menggunakan skala Likert yang dimodifikasi menjadi empat kategori pilihan, yang ditampilkan pada Tabel 1. Hal ini sesuai dengan pendapat Malhotra (2005) yang menyatakan bahwa, untuk menghindari kecenderungan responden menjawab netral yang menyebabkan bias tanggapan, maka skala dengan jumlah kategori genap dapat digunakan. Alasan menggunakan empat kategori (tidak lima atau ganjil) pilihan dalam penelitian ini adalah untuk mengurangi kemungkinan terjadinya pengumpulan pilihan jawaban di daerah tengah (3, yang berarti normal/sedang/cukup). Skala Likert berhubungan dengan pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, seperti setuju-tidak setuju, suka-tidak suka dan sebagainya (Umar, 2005). Tabel 1 Skor skala Likert A Sangat Tidak Setuju (STS) B Tidak Setuju (TS) C Setuju (S) D Sangat Setuju (SS)
Nilai 1 Nilai 2 Nilai 3 Nilai 4
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah dikumpulkan, selanjutnya diolah agar memiliki makna yang berguna untuk memecahkan masalah yang diteliti. Untuk data-data kualitatif dilakukan analisis deskriptif, sedangkan pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan terlebih dahulu memberikan kode (coding) untuk menyeragamkan data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik SEM dengan pendekatan PLS dengan bantuan Software SmartPLS versi 2.0. Adapun untuk keperluan penolakan atau penerimaan hipotesis, penulis menggunakan taraf signifikansi 5 persen (α = 0,05). 1.
Analisis Deskriptif dan Tabulasi Silang (Cross Tabulation)
Analisis deskriptif adalah analisis yang berkaitan dengan pengumpulan data dan penyajian suatu gugus data, sehingga memberikan informasi yang berguna. Analisis deskriptif dilakukan dengan cara menabulasi hasil kuesioner secara manual yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, usia, status perkawinan, masa kerja, pendidikan terakhir, jenjang kepangkatan dan jabatan. Di sisi lain, analisis deskriptif tabulasi silang (cross
9
tabulation) dilakukan pada data karakteristik responden pendidikan terakhir dengan masa kerja, jenjang kepangkatan dan jabatan. 2.
Analisis Structural Equation Modelling (SEM) dengan Pendekatan Partial Least Squares (PLS)
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah Analisis SEM dengan pendekatan PLS yang digunakan untuk melihat pengaruh langsung antar peubah kepuasan kerja dan peran kepemimpinan terhadap kinerja pegawai, serta pengaruh tidak langsung peran kepemimpinan terhadap kinerja pegawai melalui kepuasan kerja. Berdasarkan hasil analisis SEM dengan pendekatan PLS, juga akan diperoleh berbagai indikator yang benar-benar kuat dalam menggambarkan masing-masing variabel latennya. PLS pertama kali dikembangkan oleh Herman Wold sebagai metode umum untuk mengestimasi path model yang menggunakan konstruk laten dengan multiple indikator (Ghozali, 2008). PLS merupakan metode analisis yang powerfull, karena dapat diterapkan pada semua jenis skala data (distribution free) di mana tidak mengasumsikan data berdistribusi tertentu sehingga data dapat berupa nominal, kategori, ordinal, interval dan rasio. Di samping itu, pendekatan SEM dengan PLS juga tidak membutuhkan banyak asumsi dan ukuran sampel yang dibutuhkan juga tidak harus besar. Selain dapat digunakan sebagai konfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk membangun hubungan yang belum ada landasan teorinya atau untuk pengujian proposisi (Ghozali, 2008). Pemodelan analisis jalur dalam PLS terdiri dari 3 set hubungan, yaitu : 1. Inner Model (structural model) Inner model menspesifikasikan hubungan antar variabel laten berdasarkan teori. Model persamaannya adalah sebagai berikut: j = Σi ji i + Σi jb b + j ………………...………………..…… (1) Dimana menggambarkan vector endogen (dependen) variabel laten, adalah vektor variabel eksogen, j adalah vector variabel residual, ji dan jb adalah koefisien jalur yang menghubungkan prediktor endogen dan laten eksogen sepanjang range indeks i dan b. 2. Outer Model (measurement model) Outer Model menspesifikasikan hubungan antar variabel laten dengan indikator. Outer Model terdiri dari 2 macam mode, yaitu mode reflective (mode A) dan mode formative (mode B). Mode reflektif merupakan relasi dari peubah laten ke peubah indikator atau “effect”. Sedangkan mode formative merupakan relasi dari peubah indikator membentuk peubah laten “causal”. Blok dengan indikator reflektif memiliki bentuk persamaan sebagai berikut: x = x + y = y + ………………...………………..…………………. (2) Dimana x dan y adalah indikator untuk variabel laten eksogen dan endogen. Sedangkan x dan y merupakan matrik loading yang menggambarkan koefisien regresi sederhana yang menghubungkan variabel laten dengan indikatornya. Residual diukur dengan dan sebagai kesalahan pengukuran. Blok dengan indikator formatif memiliki persamaan sebagai berikut: = x X +
10
= y Y + ………………...………………..………………. (3) Dimana , adalah vektor variabel eksogen, x dan y adalah koefisien regresi berganda dari variabel laten dan blok indikator, dimana dan adalah residual dari regresi. 3. Weight Relation Inner dan Outer model memberikan spesifikasi yang diikuti dalam estimasi algoritma PLS. Nilai kasus untuk setiap variabel laten di estimasi dalam PLS sebagai berikut: ξb = ΣkbWkbXkb ………………...………………..…………….... (4) ηi= ΣkiWkiXki ………………...………………..……………….... (5) Dimana, Wkb dan Wki = k weight yang digunakan untuk membentuk estimasi variabel laten ξb dan ηi. Estimasi variabel laten adalah linear agregat dari indikator yang nilai weight-nya didapat dengan prosedur estimasi PLS seperti dispesifikasikan oleh inner dan outer model dimana η adalah vektor variabel laten endogen (dependen) dan ξ adalah vektor variabel laten eksogen (independen). Penelitian ini menggunakan alat analisis SEM dengan pendekatan PLS untuk melihat pengaruh langsung dan tidak langsung antar peubah penelitian, yaitu pengaruh peubah kinerja (sebagai variabel laten endogenous) dan faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja (kepuasan kerja dan peran kepemimpinan) (sebagai variabel laten eksogenous). Diagram alur penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Diagram alur penelitian
11
Keterangan : = = x = y = = = = = =
Ksi, variabel laten eksogen Eta, variabel laten endogen Lamnda (kecil), loading faktor variabel latent eksogen Lamnda (kecil), loading faktor variabel latent endogen Beta (kecil), koefisien pengaruh var. endogen terhadap endogen Gamma (kecil), koefisien pengaruh var. eksogen terhadap endogen Zeta (kecil), galat model Delta (kecil), galat pengukuran pada variabel laten eksogen Epsilon (kecil), galat pengukuran pada variabel latent endogen Operasionalisasi Variabel
Definisi dari operasional adalah sebuah definisi yang dibuat dengan kriteria spesifik sesuai dengan kriteria pengukuran dan pengujian (Cooper & Schindler 2006). Variabel yang diteliti dalam penelitian ini dioperasionalisasikan ke dalam dua variabel utama, yaitu variabel eksogenous atau variabel independen dan variabel endogenous atau variabel dependen. Secara lebih rinci operasionalisasi masing-masing variabel dalam penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2 Definisi operasional variabel dan indikator penelitian Variabel Laten Endogenous: Kinerja
Sub variabel
Definisi
Indikator
Hasil kerja karyawan selama kurun waktu tertentu yang diukur dari kualitas dan kuantitas output yang dihasilkan (Bernadin, 1993) Kualitas kerja Kegiatan yang diberikan oleh Y.01= bekerja sesuai dengan tugas suatu organisasi kepada para pokok dan fungsi. pegawai dengan memperhatikan Y.02= diberikan pengetahuan untuk mutu, pekerjaan itu diselesaikan menjalankan pekerjaan. sesuai dengan apa yang diperintahkan, sesuai dengan data yang akurat, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kuantitas kerja Proses untuk menetapkan Y.03= banyak program kerja jumlah jam kerja orang yang dikerjakan sesuai dengan digunakan akan dibutuhkan jadwal. unuk merampungkan suatu Y.04= sering mengerjakan tugas pekerjaan dalam waktu tertentu. tambahan disamping tugas rutin. Ketepatan waktu Waktu penyelesaian tugas Y.05= menyelesaikan pekerjaan (pekerjaan) sesuai dengan waktu tepat pada waktunya. yang diberikan. Y.06= memanfaatkan waktu dengan baik dalam bekerja. Efektivitas kerja Tingkatan di mana penggunaan Y.07= merencanakan pekerjaan sumber daya organisasi yang di dengan baik. dalamnya menyangkut Y.08= melakukan pekerjaan secara penggunaan fasilitas kantor efektif. berupa manusia, teknologi, dan keuangan untuk mendapatkan hasil yang tertinggi.
12
Lanjutan Tabel 2 Variabel
Sub variabel Kemandirian
Komitmen
Definisi
Indikator
Tingkatan di mana seorang karyawan dapat melakukan pekerjaannya tanpa perlu meminta pertolongan atau bimbingan dari atasannya.
Y.09=
Di mana seorang pegawai merasa percaya diri, punya keinginan yang baik dan bekerja sama dengan rekan kerja.
Y.11=
Y.10=
Y.12= Laten Eksogenous: Kepuasan Kerja
bekerja secara mandiri, sehingga tidak bergantung pada orang lain. mampu menemukan solusi atas permasalahan dalam pekerjaan tanpa petunjuk atasan. berupaya menyelesaikan tugas yang diberikan atasan dengan penuh tanggung jawab melebihi kepentingan pribadi. mampu bekerja sama dalam sebuah tim kerja.
Kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi pegawai mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting (Luthan, 2005) Kebijakan dan administrasi
Berhubungan dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan perusahaan, perhatian perusahaan kepada kepentingan pegawai dan sistem penggajian.
X1.01=
X1.02=
X1.03=
Supervisi
Hubungan antara pimpinan dan bawahan serta pengawasan kerja.
X1.04=
X1.05= X1.06= Gaji/upah
Besarnya gaji, kesesuaian gaji dengan pekerjaan.
X1.07= X1.08= X1.09=
Hubungan antar pribadi
Hubungan antar pegawai di organisasi.
X1.10=
X1.11=
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh organisasi maupun pimpinan menguntungkan kedua belah pihak. administrasi keuangan yang berhubungan dengan gaji/tunjangan sudah berjalan dengan baik. administrasi kepegawaian yang berhubungan dengan dokumen pegawai sudah berjalan dengan baik. sikap supportif dan positif pimpinan dalam melakukan pengawasan terhadap pekerjaan. pimpinan memberikan bimbingan dalam bekerja. pimpinan memberikan solusi dari setiap permasalahan. gaji/upah yang sudah sesuai dengan apa yang dikerjakan. tunjangan kinerja daerah yang diberikan sudah sesuai. tunjangan kesehatan yang diberikan sudah memadai. hubungan dengan sesama rekan kerja sudah harmonis dan baik. hubungan dengan sesama rekan kerja dapat mendorong keberhasilan/kesuksesan pekerjaan.
13
Lanjutan Tabel 2 Variabel
Sub variabel Kondisi kerja
Peran Kepemimpinan
Definisi Meliputi lingkungan kerja, keamanan dan peralatan kerja.
Indikator X1.12= X1.13=
keamanan kerja terjamin. tempat kerja tidak memiliki tingkat resiko yang berbahaya. X1.14= organisasi sudah menyediakan alat-alat kerja yang baik di tempat kerja. Keberhasilan Tolak ukur tugas dan tanggung X1.15= peningkatan pendapatan pelaksanaan jawab yang diberikan dengan selalu berdasarkan prestasi menggunakan standar tertentu. kerja. X1.16= peningkatan jabatan selalu berdasarkan prestasi kerja. X1.17= penilaian prestasi kerja sudah dilakukan dengan baik. Pengakuan/penghar Pujian atas pekerjaan yang telah X1.18= mendapatkan promosi jika gaan dilakukan dan penghargaan melaksanakan pekerjaan terhadap prestasi pegawai. dengan baik. X1.19= ucapan terima kasih pimpinan ketika menyelesaikan pekerjaan. Pekerjaan itu Meliputi tugas-tugas yang X1.20= suka/antusias dengan sendiri diberikan, variasi dalam pekerjaan saat ini. pekerjaan, dan kesempatan X1.21= sudah menempatkan pegawai untuk belajar. pada pekerjaan yang memberikan tantangan untuk maju. X1.22= menempatkan pegawai sesuai dengan pendidikan yang dimiliki. Tanggung jawab Dapat menanggung segala X1.23= diberikan tanggung jawab sesuatu. yang tinggi terhadap pekerjaan. X1.24= hadir tepat waktu dalam bekerja. Pengembangan Peningkatan pengetahuan untuk X1.25= kesempatan mengikuti melakukan pekerjaan di masa pendidikan. yang akan dating. X1.26= kesempatan mengikuti pelatihan. X1.27= kesempatan untuk mengambil keputusan bagi penyelesaian pekerjaan. Pemimpin (manajer) yang berorientasi peningkatan kemampuan berfokus pada pengembangan ketrampilan-ketrampilan pegawai untuk meningkatkan kualitas kinerja pegawai (Chalagalla & Shervani, 1998) Mencontohkan Pimpinan dapat mencontohkan X2.01= memberikan contoh dalam Caranya (Modelling perilaku yang diharapkan dari mematuhi The Way) orang lain secara efektif. peraturan/pelaksanaan disiplin. X2.02= memberikan keyakinan yang tinggi dalam menjalankan tugas. X2.03= memperbaiki sikap jika melakukan kesalahan.
14
Lanjutan Tabel 2 Variabel
Sub variabel
Definisi
Menginspirasi Visi Bersama (Inspiring a Shared Vision)
Pimpinan menginspirasi visi & mengkomunikasikan melalui bahasa yang jelas dan ekspresif.
X2.04=
Menantang Proses (Challenging The Process)
Pimpinan mengenali ide-ide bagus, mendukung ide tersebut dan ketersediaannya untuk menantang sistem kerja yang ada dan penggunaan sistem baru. Pemimpin membuat bawahan merasa kuat dan mampu, sehingga dapat memberikan kinerja yang baik dan setia dalam jangka waktu yang lama.
X2.07=
Memungkinkan Orang Lain Bertindak (Enabling Other to Act)
Indikator
X2.05= X2.06=
X2.08= X2.09= X2.10=
X2.11= X2.12=
Menyemangati Jiwa (Encouraging The Heart)
Tindakan tulus yang dilakukan pimpinan untuk memperdulikan bawahan, sehingga dapat mengangkat semangat dan membuat orang terus maju.
X2.13= X2.14= X2.15=
melibatkan pegawai untuk menentukan visi organisasi. mengkomunikasikan visi. memberikan arahan bekerja sesuai visi. penggunaan metode baru untuk menyelesaikan masalah. memberikan pekerjaan di luar rutinitas. bersedia mengambil resiko. menciptakan suasana saling percaya, saling menghormati dan menghargai. melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan. menanamkan sikap positif kepada bawahan. memberikan semangat kepada bawahan. memberikan pujian. merayakan keberhasilan suatu program kerja.
Sumber : Dikembangkan untuk penelitian ini, 2013
Hasil dan Pembahasan Sejarah Terbentuknya Diskominfomas DKI Jakarta Humas dibentuk pada Tahun 1962, di mana Walikota Jakarta Raya saat itu, Soemarno acap kali berpidato tanpa teks. Urusan catat mencatat pidato kemudian menjadi tanggung jawab jabatan penerangan DKI Jakarta Raya yang dikepalai oleh Soemarno Hadisoemantoro. Lalu ia pun menunjuk Syariful Alam selaku Kepala Bagian Penerangan dan Publisitas untuk mengemban tugas tersebut. Seiring dengan berjalannya waktu, maka tugas pun berkembang. Dari tugas pencatat pidato Walikota DKI Jakarta berkembang dengan keharusan menyebarkan pidato tersebut ke pihak pers, hingga melayani pers dengan informasi tentang kebijakan Walikota DKI Jakarta. Setelah berada di bawah gubernur Ali Sadikin, Tahun 1966, Humas dilembagakan. Syariful Alam menjadi Kepala Bagian Humas, di bawah Biro II (Biro Kepala Daerah) dipimpin oleh Ir. Wardiman Djojonegoro. Saat itu Humas bekerja dengan lima orang staf. Masingmasing bertugas sebagai petugas realease, juru kamera TV, juru foto, petugas kliping dan petugas administrasi. Mereka melayani sekitar 30 orang wartawan. Selama dua periode kepemimpinan Gubernur Ali Sadikin (1966 – 1977), jumlah karyawan Humas bertambah karena kegiatan internal maupun eksternal kian meningkat. Didukung situasi dan kondisi serta kedekatan Humas dengan pucuk pimpinan (gubernur), Humas waktu itu cukup disegani, baik oleh jajaran Pemda sendiri, maupun pihak instansi luar, seperti sipil/swasta ABRI. Hubungan dan kerjasama dengan pihak media massa cetak maupun elektronik sangat baik. Sebagai indikator, terlihat seringnya pemberian media cetak saat itu,
15
menempatkan berita kegiatan, kebijakan Gubernur pada halaman utama sebagai berita utama. Berdasarkan Peraturan Daerah No. 3 Tahun 2001, seluruh unit yang ada di lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengalami perubahan, tidak terkecuali Biro Humas yang berganti nama manjadi Biro Humas Dan Protokol. Biro Humas dan Protokol merupakan penggabungan dua unit kerja yang ada sebelumnya (yang diatur dalam Perda No. 10 Tahun 1992), yaitu Biro Humas dan sebagian tugas dan fungsi dari Biro Administrasi Pimpinan dan Protokol (APP). Sebagian lain dari tugas dan fungsi Biro APP dilebur ke dalam Biro Umum. Untuk Biro Humas dan Protokol ini, berdasarkan surat keputusan Gubernur No. 2264 Tahun 2001, tanggal 19 September 2001, Drs. Muhayat tetap menjadi Kepala Biro. Untuk meningkatkan Pelaksanaan Daerah yang berorientasi pada pelayanan publik dan pengembangan informasi serta memperhatikan kewenangan Pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai daerah otonomi berdasarkan UU No. 22/1999, telah diterbitkan Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah, maka dibentuklah Diskominfomas sebagai gabungan antara Kantor Pengelola Teknologi Informasi (KPTI), Biro Humas dan Protokol (Bidang Humas) dan Dinas Perhubungan (Bidang POS dan Telekomunikasi), dengan adanya penambahan beberapa fungsi yang sebelumnya ditangani instansi lain. Diskominfomas DKI Jakarta dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Tugas Pokok dan Fungsi Diskominfomas DKI Jakarta Tugas pokok Diskominfomas DKI Jakarta adalah melaksanakan urusan komunikasi, informatika, dan kehumasan. Fungsi Diskominfomas DKI Jakarta: 1. Penyusunan, dan pelaksanaan rencana kerja dan anggaran dinas komunikasi, informatika, dan kehumasan; 2. Perumusan kebijakan teknis pelaksanaan urusan komunikasi, informatika, dan kehumasan; 3. Pelaksanaan kehumasan; 4. Pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan teknologi informasi; 5. Pengelolaan, pembinaan, dan pengembangan komunikasi; 6. Pembinaan pos dan telekomunikasi; 7. Pembinaan, dan pengembangan tenaga fungsional pranata kehumasan dan pranata komputer; 8. Pengembangan jejaring kerja kehumasan; 9. Publikasi, pelayanan informasi dan pendokumentasian kegiatan kebijakan pemerintah daerah; 10. Fasilitasi dan pengoordinasian akses publik terhadap pemerintah daerah; 11. Pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan klarifikasi sikap masyarakat terhadap pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah; 12. Pengelolaan media cetak dan elektronik; 13. Pelayanan, pembinaan, dan pengendalian perizinan dan/atau rekomendasi usaha pos, telekomunikasi dan informatika;
16
14. Pemungutan, penatausahaan, penyetoran, pelaporan, dan pertanggungjawaban penerimaan retribusi di bidang komunikasi dan informatika; 15. Pengawasan dan pengendalian kegiatan penyelenggaraan usaha pos, telekomunikasi dan informatika; 16. Pemberian dukungan teknis kepada masyarakat dan perangkat daerah; 17. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, barang, dan ketatausahaan dinas komunikasi, informatika, dan kehumasan; dan 18. Pelaporan, dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi. Diskominfomas DKI Jakarta memiliki visi, yaitu “Membangun citra kota Jakarta yang nyaman dan sejahtera untuk semua”. Sedangkan misinya adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan ketersediaan berita, data, dan informasi yang mudah diakses oleh masyarakat dan/ atau media massa; 2. Meningkatkan wawasan dan kepedulian masyarakat, baik secara individual, komunal maupun institusional; 3. Mendukung terwujudnya peningkatan sarana & prasarana komunikasi dan informatika; 4. Mendukung terwujudnya peningkatan efisiensi dan transparansi birokrasi. Struktur Organisasi Diskominfomas DKI Jakarta Diskominfomas DKI Jakarta dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah No. 10 Tahun 2008 dengan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah. Diskominfomas DKI Jakarta dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dikoordinasikan oleh Asisten Pemerintahan. Bagan susunan organisasi Diskominfomas DKI Jakarta sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4. Diskominfomas DKI Jakarta mempunyai struktur organisasi untuk menjalankan tugas dan fungsinya sebagai berikut: a. Kepala Dinas; b. Sekretariat, terdiri dari : 1. Subbagian Umum; 2. Subbagian Kepegawaian; 3. Subbagian Program dan Anggaran; 4. Subbagian Keuangan. c. Bidang Media Massa, terdiri dari: 1. Seksi Analisa dan Monitoring Berita; 2. Seksi Kemitraan dan Kerjasama Kehumasan; 3. Seksi Penyiapan Materi dan Publikasi. d. Bidang Informasi Publik, terdiri dari: 1. Seksi Informasi Publik; 2. Seksi Penerbitan dan Media Luar Ruang; 3. Seksi Data dan Informasi Kehumasan. e. Bidang Infrastruktur Perangkat Lunak, terdiri dari: 1. Seksi Sistem Perangkat Lunak; 2. Seksi Sistem Basis Data; 3. Seksi Telematika. f. Bidang Sistem Informasi Manajemen, terdiri dari:
17
1. Seksi Manajemen Pemerintahan; 2. Seksi Manajemen Perekonomian, Keuangan, dan Administrasi; 3. Seksi Manajemen Pembangunan. g. Bidang Infrastruktur Perangkat Keras, terdiri dari: 1. Seksi Operasi Perangkat Keras; 2. Seksi Pengelolaan Jaringan; 3. Seksi Pemeliharaan. h. Bidang Pos dan Telekomunikasi, terdiri dari: 1. Seksi Pos; 2. Seksi Telekomunikasi. Di setiap Kota Administrasi dan Kabupaten Administrasi dibentuk Suku Dinas Komunikasi, Informatika, dan Kehumasan. Susunan organisasi Suku Diskominfomas Kota Administrasi, terdiri dari: a. Kepala Suku Dinas; b. Subbagian Tata Usaha; c. Seksi Kehumasan; d. Seksi Infrastruktur Teknologi Informasi; e. Seksi Sistem Informasi; f. Seksi Pos dan Telekomunikasi. Susunan organisasi Suku Dinas Komunikasi, Informatika, dan Kehumasan Kabupaten Administrasi, terdiri dari: a. Kepala Suku Dinas; b. Subbag Tata Usaha; c. Seksi Kehumasan; d. Seksi Teknologi Informasi, Komunikasi, Pos, dan Telekomunikasi. Identitas Responden Sebanyak 70 kuesioner telah didistribusikan kepada PNS di lingkungan Diskominfomas, Balaikota DKI Jakarta, di mana jumlah populasinya sebanyak 179 orang PNS. Penelitian ini mengenai peran kepuasan kerja dan kepemimpinan terhadap kinerja pegawai yang merupakan refleksi dari sikap seseorang terhadap pekerjaanya dan sebagaimana dimaklumi sikap pegawai dalam memberikan jawaban sangat dipengaruhi oleh karakter masing-masing pada saat yang bersangkutan memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan. Sedangkan karakter seseorang erat hubungannya dengan jenis kelamin, usia, status, masa kerja, pendidikan, jenjang kepangkatan dan jabatan. Berikut ini gambaran responden berdasarkan kriteria tersebut, yaitu : 1.
Responden berdasarkan jenis kelamin
Jumlah responden PNS sebanyak 70 orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Adapun identitas responden dalam penelitian ini berdasarkan jenis kelamin disajikan dalam Tabel 3. Berdasarkan tabel 3, terlihat bahwa responden dalam penelitian ini didominasi oleh laki-laki, yaitu sebanyak 40 orang (57,1%), sedangkan responden perempuan sebanyak 30 orang (42,9%). Berdasarkan observasi lapangan diketahui bahwa dominasi tugas di Diskominfomas DKI Jakarta adalah sebagai pegawai di lapangan. Salah satu contohnya dibuktikan
18
dengan banyaknya pegawai laki-laki yang diberikan tugas untuk meliput atau melakukan dokumentasi terhadap suatu acara yang dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta. Tabel 3 Responden Diskominfomas DKI Jakarta berdasarkan jenis kelamin Jumlah Responden Jenis Kelamin Persentase (%) (orang) Laki-laki 40 57,1 Perempuan 30 42,9 Jumlah 70 100 Sumber : Diolah dari data primer (2012)
2.
Responden berdasarkan usia
Usia PNS di Diskominfomas DKI Jakarta memiliki usia yang bervariasi antara lebih dari 24 tahun sampai 56 tahun. Adapun identitas responden berdasarkan usia disajikan dalam Tabel 4. Diketahui bahwa sebagian besar usia responden antara 24 – 31 tahun sebanyak 31 orang (44,3%), sedangkan jumlah terkecil adalah responden yang memiliki usia 40 – 47 tahun yaitu 9 orang (12,9%). Pada tahun 2006 dan 2009 Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengadakan penerimaan lowongan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), salah satunya formasi untuk Diskominfomas DKI Jakarta, di mana batas usia untuk mendaftar menjadi CPNS adalah maksimal 35 tahun. Oleh karena itu, kelompok usia 24 – 31 tahun merupakan kelompok usia yang dominan di Diskominfomas DKI Jakarta. Jenis pekerjaan di Diskominfomas DKI Jakarta juga membutuhkan beban kerja, kreatifitas dan inovasi yang tinggi, sehingga usia yang produktif diharapkan dapat mendukung operasional organisasi dan akan mampu menghasilkan kinerja yang tinggi untuk organisasi. Tabel 4 Responden Diskominfomas DKI Jakarta berdasarkan usia Usia Jumlah Responden Persentase (%) (tahun) (orang) 24 – 31 31 44,3 32 – 39 13 18,6 40 – 47 9 12,9 48 – 56 17 24,2 Jumlah 70 100 Sumber : Diolah dari data primer (2012)
3.
Responden berdasarkan status pernikahan
Status perkawinan menunjukkan PNS di Diskominfomas DKI Jakarta bermacam-macam. Ada yang sudah menikah, ada yang belum. Adapun identitas responden berdasarkan status perkawinan disajikan dalam Tabel 5 di bawah ini. Berdasarkan Tabel 5, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden telah menikah sebesar 54 orang (77,1%) dan belum menikah sebesar 16 orang (22,9%).
19
Berdasarkan hasil dari karakteristik responden pada usia PNS, maka dengan dominasi kelompok usia 24 - 31 tahun merupakan kelompok usia yang sudah siap untuk menikah. Hal ini juga menunjukkan PNS di Diskominfomas DKI Jakarta pada umumnya telah memiliki tanggungan keluarga yang harus mereka nafkahi. Tabel 5 Responden Diskominfomas DKI Jakarta berdasarkan status pernikahan Jumlah Responden Status Pernikahan Persentase (%) (orang) Menikah 54 77,1 Belum Menikah 16 22,9 Jumlah 70 100 Sumber : Diolah dari data primer (2012)
4.
Responden berdasarkan masa kerja
Masa kerja seseorang dalam suatu organisasi dapat menjadi tolak ukur loyalitas pegawai dalam bekerja serta menunjukan masa baktinya. Semakin lama masa kerja seseorang dapat diasumsikan bahwa orang tersebut lebih berpengalaman dan lebih senior. Pada Tabel 6 terlihat bahwa kelompok PNS yang dominan adalah pegawai pada kelompok masa kerja 2 – 9 tahun sebanyak 40 orang (57,1%), sedangkan yang paling kecil jumlahnya adalah kelompok masa kerja 27 – 34 tahun sebanyak 4 orang (5,7%). Hal ini dikaitkan dengan penerimaan CPNS Diskominfomas DKI Jakarta yang diadakan pada tahun 2006 dan 2009, sehingga kelompok masa kerja yang dominan adalah yang termasuk baru bekerja 2 – 9 tahun. Tabel 6 Responden Diskominfomas DKI Jakarta berdasarkan masa kerja Masa Kerja Jumlah Responden Persentase (%) (tahun) (orang) 2–9 40 57,1 10 – 17 11 15,7 18 – 26 15 21,5 27 – 34 4 5,7 Jumlah 70 100 Sumber : Diolah dari data primer (2012)
5.
Responden berdasarkan pendidikan terakhir
Pendidikan merupakan suatu bekal yang harus dimiliki seseorang dalam bekerja dimana dengan pendidikan seseorang dapat mempunyai suatu keterampilan, pengetahuan, serta kemampuan. Dengan besarnya tuntutan jaman dan tuntutan otonomi daerah maka pendidikan saat ini dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang paling mendasar bagi setiap manusia. Responden dengan tingkat pendidikan yang tinggi mampu bekerja dengan tingkat kesulitan dan tanggung jawab yang lebih tinggi (Robbins, 2003). Pada Tabel 7 terlihat bahwa kelompok responden berdasarkan pendidikan paling banyak adalah PNS pada kelompok
20
pendidikan S1 sebanyak 45 orang (64,3%) dan yang terendah adalah SMU/Sederajat sebanyak 6 orang (8,6%). Pada penerimaan CPNS tahun 2006, Diskominfomas DKI Jakarta menerima pegawai dengan pendidikan terakhir teknik informatika S1, sedangkan pada tahun 2009 penerimaan di buka untuk lulusan S1 komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa pegawai secara umum memiliki kesesuaian dengan jenis pekerjaan yang diterimanya, sehingga akan memudahkan individu untuk meningkatkan kinerja karena dengan pendidikan yang tinggi akan semakin cepat menerapkan cara kerja yang efektif dan efisien. Tabel 7 Responden Diskominfomas DKI Jakarta berdasarkan pendidikan terakhir Jumlah Responden Pendidikan Terakhir Persentase (%) (orang) SMU / Sederajat 6 8,6 S0 (D1, D2, D3) 10 14,3 S1 45 64,3 S2 9 12,8 Jumlah 70 100 Sumber : Diolah dari data primer (2012)
6.
Responden berdasarkan jenjang kepangkatan
Proses karir kepangkatan di Diskominfomas DKI Jakarta berjalan dengan lancar sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dengan terpenuhinya hak pegawai tersebut maka secara psikologis akan meningkatkan kepuasan yang pada akhirnya akan meningkatkan juga kinerja pegawai. Pada Tabel 8 terlihat bahwa kelompok pegawai berdasarkan golongan, paling banyak adalah pegawai pada kelompok Golongan III sebanyak 56 orang (80%) dan paling sedikit adalah kelompok pegawai Golongan IV sebanyak 2 orang (2,9%). Hal ini dikaitkan dengan penerimaan CPNS tahun 2006 dan 2009 di Diskominfomas DKI Jakarta dengan pendidikan terakhir adalah S1 dengan masa kerja 2 – 9 tahun, maka jumlah PNS dengan jenjang kepangkatan golongan III adalah yang paling banyak. Tabel 8 Responden Diskominfomas DKI Jakarta berdasarkan jenjang kepangkatan Jumlah Responden Pendidikan Terakhir Persentase (%) (orang) Gol II 12 17,1 Gol III 56 80,0 Gol IV 2 2,9 Jumlah 70 100 Sumber : Diolah dari data primer (2012)
7.
Responden berdasarkan jabatan
Jabatan yang dimaksud di sini adalah jabatan struktural yang diemban oleh pegawai tertentu yang memiliki tingkat kompetensi. Berdasarkan Tabel 9 di atas
21
dapat diketahui bahwa responden berdasarkan jabatan didominasi oleh kelompok pada jabatan staf, sebanyak 61 orang (87,1%). Hal ini berkaitan dengan karakteristik responden berdasarkan lamanya masa kerja 2 – 9 tahun dengan jenjang kepangkatan adalah golongan III, maka PNS di Diskominfomas yang dominan adalah menjabat sebagai staf. Tabel 9 Responden Diskominfomas DKI Jakarta berdasarkan jabatan Jumlah Responden Jabatan Persentase (%) (orang) Staf 61 87,1 Kasi 7 10,0 Kabid 2 2,9 Kadis 0 0 Jumlah 70 100 Sumber : Diolah dari data primer (2012)
Identitas Responden Berdasarkan Analisis Tabulasi Silang (Crosstabulation) 1.
Sebaran PNS berdasarkan pendidikan terakhir dan masa kerja
Pada Tabel 10 menunjukkan tingkat pendidikan dengan lamanya masa kerja. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa PNS dengan masa kerja 2 – 9 tahun dan pendidikan S1 memiliki jumlah yang paling besar yaitu sebanyak 30 orang, kemudian masa kerja 10 – 17 tahun sebanyak 6 orang dan 18 – 26 tahun sebanyak 9 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya masa kerja akan memberikan pengalaman yang cukup, sehingga lebih memahami pekerjaan yang akan dijalankan, tetapi dengan tingkat pendidikan S1 diharapkan PNS di Diskominfomas DKI Jakarta sudah dapat menyesuaikan kemampuan dengan bidang pekerjaan yang dilaksanakan. Tabel 10 Pendidikan terakhir dengan masa kerja MasaKerja 2 - 9 tahun 10 -17 tahun 18 - 26 tahun 27 - 34 tahun Pendidikan SMU 1 1 4 0 1,4% 1,4% 5,7% ,0% S0 4 1 1 4 5,7% 1,4% 1,4% 5,7% S1 30 6 9 0 42,9% 8,6% 12,9% ,0% S2 5 3 1 0 7,1% 4,3% 1,4% ,0% Total 40 11 15 4 57,1% 15,7% 21,4% 5,7% Sumber : Diolah dari data primer (2013)
Total 6 8,6% 10 14,3% 45 64,3% 9 12,9% 70 100,0%
22
2.
Sebaran PNS berdasarkan pendidikan terakhir dengan jenjang kepangkatan
Dari hasil crosstab berdasarkan pendidikan terakhir dengan jenjang kepangkatan yang tersaji pada tabel 11, dapat diketahui bahwa PNS dengan pendidikan S1 dan berpangkat golongan III berjumlah paling banyak, yaitu sebesar 40 orang, sedangkan golongan II sebanyak 5 tahun. Berdasarkan hasil tersebut, dapat diketahui bahwa PNS di Diskominfomas DKI Jakarta termasuk pegawai yang baru bekerja. Hal ini dikaitkan dengan penerimaan CPNS yang diadakan tahun 2006 dan 2009 yang memberikan persyaratan untuk pendidikan terakhir adalah minimal S1. Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2002 menyebutkan bahwa untuk tingkat pendidikan S1, maka jenjang kepangkatan yang diterima adalah golongan III. Tabel 11 Pendidikan terakhir dengan jenjang kepangkatan Gol II Pendidikan
Pangkat Gol III
SMU
2 2,9% S0 5 7,1% S1 5 7,1% S2 0 ,0% Total 12 17,1% Sumber : Diolah dari data primer (2013)
3.
4 5,7% 5 7,1% 40 57,1% 7 10,0% 56 80,0%
Gol IV 0 ,0% 0 ,0% 0 ,0% 2 2,9% 2 2,9%
Total 6 8,6% 10 14,3% 45 64,3% 9 12,9% 70 100,0%
Sebaran PNS berdasarkan pendidikan terakhir dengan jabatan
Tabel 12 menunjukkan tingkat pendidikan dengan jabatan, di mana pada pendidikan S1 dengan jabatan staf adalah yang paling banyak, yaitu berjumlah 40 orang, sedangkan Kepala Seksi sebanyak 5 orang. Hal ini berkaitan dengan ulasan sebelumnya, di mana untuk tingkat pendidikan S1 dengan jenjang kepangkatan golongan III adalah yang paling dominan, sehingga PNS di Diskominfomas DKI Jakarta menjabat sebagai staf. Tabel 12 Pendidikan terakhir dengan jabatan Staf Pendidikan
SMU
6 8,6% S0 10 14,3% S1 40 57,1% S2 5 7,1% Total 61 87,1% Sumber : Diolah dari data primer (2013)
Jabatan Kasie 0 ,0% 0 ,0% 5 7,1% 2 2,9% 7 10,0%
Kabid 0 ,0% 0 ,0% 0 ,0% 2 2,9% 2 2,9%
Total 6 8,6% 10 14,3% 45 64,3% 9 12,9% 70 100,0%
23
Analisis SEM-PLS Kepuasan Kerja dan Peran Kepemimpinan terhadap Kinerja PNS di Diskominfomas DKI Jakarta Semua data yang telah dikumpulkan menurut rancangan model penelitian yang disusun, maka pada tahap selanjutnya adalah dilakukan analisis data. Analisis data yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode Structural Equation Modelling (SEM) dengan pendekatan Partial Least Square (PLS). Perhitungan statistik dilakukan dengan menggunakan software SmartPLS versi 2.0 untuk mengetahui besar pengaruh antara peubah laten bebas dengan peubah laten tidak bebas. Analisis data dengan Partial Least Square (PLS) tidak mengasumsikan adanya distribusi tertentu untuk estimasi parameter, sehingga teknik parametrik untuk menguji signifikansi parameter tidak diperlukan (Chin, 1998 dalam Ghozali, 2008). Tujuan metode analisis yang digunakan pada model ini adalah untuk mengetahui bentuk dan besarnya variabel kepuasan kerja dan peran kepemimpinan terhadap variabel kinerja. Variabel laten dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu kinerja pegawai (KINERJA), kepuasan kerja (PUAS) dan peran kepemimpinan (PIMPIN). Setiap variabel laten memiliki masing-masing variabel manifest (indikator) sesuai dengan yang dijabarkan pada operasionalisasi variabel sebelumnya. Kode angka pada indikator menunjukkan nomor pertanyaan pengukuran pada kuesioner (Misal: X1.10 berarti variabel X1 atau PUAS pertanyaan kuesioner nomor 10). Gambar model awal penelitian dapat dilihat pada gambar 4 berikut:
a. Model pengaruh langung (direct effect)
24
b. Model pengaruh tidak langsung (indirect effect)
Gambar 4 Model awal penelitian Selanjutnya, pada analisis SEM-PLS akan dilakukan dua model yaitu: analisis outer model dan analisis inner model. Model pengukuran (outer model) adalah model yang mendefinisikan bagaimana setiap blok indikator berhubungan dengan variabel latennya (Ghozali, 2008). Evaluasi outer model dilakukan terhadap konstruk yang direfleksikan oleh indikator-indikatornya. Ukuran refleksif indikator dengan konstruknya dikatakan tinggi jika memiliki nilai loading factor lebih dari 0,7. Akan tetapi, untuk penelitian tahap awal dari pengembangan, nilai loading factor 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup (Ghozali, 2008). Dalam penelitian ini, indikator yang memiliki loading factor kurang dari 0,6 akan dieliminasi atau dihapus. Aktivitas eliminasi dilakukan secara berurutan, dimulai dari indikator-indikator pada variabel eksogen (PUAS dan PIMPIN), kemudian dilanjutkan pada variabel endogen (KINERJA). Tahapan eliminasi dilakukan secara satu per satu, pada nilai loading factor yang paling kecil. Untuk mendapatkan model terbaik, proses eliminasi dilakukan berulang hingga semua indikator pada variabel laten memiliki nilai loading factor minimal 0,6. Di sisi lain, model struktural (inner model) adalah model yang menggambarkan signifikansi hubungan dan pengaruh antar variabel laten, yaitu peubah PUAS dan PIMPIN terhadap KINERJA. Analisis model inner akan menjawab hipotesishipotesis yang diajukan dalam penelitian.
25
Analisis Model Outer Indikator PUAS dan PIMPIN yang tidak sejalan dalam mendukung KINERJA dihilangkan. Indikator ini ditandai dengan nilai koefisien yang bernilai negatif atau paling kecil. Pada tahap awal, indikator X1.01 dihilangkan dari model karena bernilai paling kecil diantara indikator-indikator PUAS dan PIMPIN. Semua indikator dalam model penilitian ini berbentuk reflektif, maka analisis model outer termasuk pada mode reflektif. Pengujian model reflektif terlebih dahulu dilakukan dengan menggunaan lima kriteria yaitu : Convergent Validity, Composite Reliability, Average Variance Extracted (AVE), Akar Kuadrat AVE, dan Cross Loading (Ghozali, 2008). Convergent validity merupakan besarnya loading factor untuk masing-masing konstruk. Pada penelitian ini disyaratkan semua indikator memiliki nilai diatas 0,6. Composite reliability menunjukkan konsistensi internal dengan standar nilai diatas 0,6. Average Variance Extracted (AVE) menunjukkan validitas konstruk dengan standar nilai lebih besar dari 0,5. Sedangkan Akar kuadrat AVE dan Cross Loading menunjukkan validitas diskriminan dimana nilai standar untuk akar kuadrat AVE harus lebih besar dari nilai korelasi antar variabel, sedangkan cross loading setiap indikator harus memiliki loading lebih tinggi untuk setiap variabel laten yang diukur, dibandingkan dengan indikator untuk variabel laten lainnya. Berdasarkan hasil analisis nilai loading factor, composite reability masingmasing konstruk dan nilai AVE melebihi standar yang ditetapkan baik pada model pengaruh langsung (model 1) maupun pada model pengaruh tidak langsung (model 2). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa outer model reflektif penelitian ini telah memenuhi nilai standar baik dalam kriteria reliabilitas maupun validitasnya (Tabel 13). Tabel 13 Hasil penilaian kriteria dan standar nilai mode reflektif pada outer model Hasil penilaian Kriteria
Standar
Model 1 (Direct Effect) Semua indikator memiliki loading factor ≥ 0,6
Model 2 (Indirect Effect) Semua indikator memiliki loading factor ≥ 0,6
1. Loading Factor
≥ 0,6
2. Composite Reliability
> 0,6
PUAS = 0,898; PIMPIN = 0,961; KINERJA = 0,863.
PUAS = 0,904; PIMPIN = 0,961; KINERJA = 0,863.
3. Average Variance Extracted (AVE)
> 0,5
PUAS = 0,561; PIMPIN = 0,642; KINERJA = 0,615.
PUAS = 0,516; PIMPIN = 0,643; KINERJA = 0,615.
Semua nilai akar kuadrat AVE dari peubah laten, lebih besar dari korelasi peubah laten lainnya (Lampiran 2. Laten variable correlation)
Semua nilai akar kuadrat AVE dari peubah laten, lebih besar dari korelasi peubah laten lainnya (Lampiran 3. Laten variable correlation)
4. Akar kuadrat AVE
Lebih besar dari nilai korelasi antar variabel
26
Lanjutan Tabel 13 Hasil penilaian Kriteria
Standar
5. Cross Loading
Setiap indikator memiliki loading lebih tinggi untuk setiap laten yang diukur, dibandingkan dengan indikator untuk laten lainnya
Model 1 (Direct Effect) Semua indikator memiliki korelasi yang lebih besar pada laten sendiri daripada korelasi ke laten lainnya (Lampiran 2. Cross loading)
Model 2 (Indirect Effect) Semua indikator memiliki korelasi yang lebih besar pada laten sendiri daripada korelasi ke laten lainnya (Lampiran 3. Cross loading)
Sumber : Diolah dari data primer (2013)
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan software SmartPLS, diketahui bahwa indikator yang dicerminkan oleh setiap variabel pada model pengaruh langsung hanya ada sedikit perbedaan dengan model pengaruh tidak langsung. Gambar model akhir pengaruh langsung dan tidak langsung variabel kepuasan kerja, peran kepemimpinan terhadap kinerja PNS dapat dilihat pada gambar 5 berikut ini :
a. Model pengaruh langsung (direct effect)
27
b. Model pengaruh tidak langsung (indirect effect)
Gambar 5 Model akhir penelitian Pada model pengaruh langsung (model 1), variabel laten kepuasan kerja dicerminkan oleh tujuh indikator, yaitu: supervisi (X1.04, X1.05, X1.06), pengakuan/penghargaan (X1.19), tanggung jawab (X1.23), pengembangan (X1.26, X1.27). Indikator supervisi (pimpinan memberikan bimbingan dalam bekerja) (X1.05), merefleksikan interelasi terbesar dalam menggambarkan kepuasan kerja dengan nilai loading factor 0,845. Sedangkan pada model pengaruh tidak langsung (indirect effect) indikator yang dicerminkan oleh variabel laten kepuasan kerja terdapat beberapa perbedaan, di mana pada model ini terdapat dua buah indikator reflektif tambahan keberhasilan pelaksanaan (X1.15 dan X1.17) dan satu indikator yang menggantikan indikator tanggung jawab (X1.23) menjadi pekerjaan itu sendiri (X1.21). Jadi, variabel laten kepuasan kerja pegawai dicerminkan oleh sembilan indikator, yaitu: supervisi (X1.04, X1.05 dan X1.06), keberhasilan pelaksanaan (X1.15 dan X1.17), pengakuan/penghargaan (X1.19), pekerjaan itu sendiri (X1.21), pengembangan (X1.26 dan X1.27). Interelasi tertinggi dimiliki oleh indikator supervisi (pimpinan memberikan solusi dari setiap permasalahan) (X1.06) sebesar 0,834. Hal ini sejalan dengan penelitian Hadi (2007) yang menunjukkan bahwa supervisi berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kinerja pegawai. Hasil tersebut memberikan gambaran bahwa, adanya bimbingan pimpinan dalam bekerja akan berpengaruh pada kepuasan kerja pegawai, sehingga dapat mencapai kinerja yang optimal di Diskominfomas DKI Jakarta. Pada variabel laten peran kepemimpinan untuk model pengaruh langsung (model 1) dan model pengaruh tidak langsung (model 2) memiliki indikator yang
28
sama, tetapi terdapat sedikit perbedaan untuk nilai loading factor yang tertinggi. Variabel laten peran kepemimpinan dicerminkan oleh indikator modeling the way (mencontohkan caranya) (X2.01, X2.02, X2.03), inspiring a shared vision (menginspirasi visi bersama) (X2.04, X2.05, X2.06), challenging the process (menantang proses) (X2.07, X2.09), enabling other to act (memungkinkan orang lain bertindak) (X2.10, X2.11, X2.12), encouraging the heart (menyemangati jiwa) (X2.13, X2.14, X2.15). Interelasi tertinggi pada variabel laten peran kepemimpinan dimiliki oleh indikator enabling other to act (memungkinkan orang lain bertindak) (pimpinan menanamkan sikap positif kepada bawahan) (X2.12) sebesar 0,896 untuk model pengaruh langsung dan 0, 894 untuk model pengaruh tidak langsung. Hasil penelitian ini mendukung pernyataan yang dikemukakan oleh Srimulyo (1999), bahwa dorongan dan dukungan dari atasan diperlukan untuk lebih meningkatkan semangat dan motivasi pegawai, sehingga secara tidak langsung dapat meningkatkan kinerja pegawai. Selanjutnya, pada variabel laten kinerja untuk model pengaruh langsung (model 1) dan model pengaruh tidak langsung (model 2) memiliki indikator dan nilai loading factor tertinggi yang sama, di mana pencapaian kinerja dicerminkan oleh indikator kualitas kerja (Y.01 dan Y.02), kuantitas kerja (Y.03), komitmen (Y.12). Masing-masing indikator kinerja memiliki interelasi yang cukup tinggi dalam menggambarkan variabel latennya, dimana interelasi tertinggi dimiliki oleh kualitas kerja (diberikan pengetahuan untuk menjalankan pekerjaan) (Y.02) sebesar 0,881. Seorang pegawai akan melakukan pekerjaan dengan baik apabila memiliki pengetahuan tentang pekerjaan tersebut. Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Dharma (2005) bahwa penilaian kinerja yang baik didasarkan pada pemahaman, pengetahuan, keahlian, kepiawaian dan perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik. Oleh karena itu, pimpinan seharusnya memberikan pengetahuan atau arahan kepada pegawai, seperti dengan pelatihan untuk tipe pekerjaan tertentu. Pada Diskominfomas DKI Jakarta, beberapa pegawai diberikan pengetahuan berupa pelatihan untuk mengerjakan pekerjaan tertentu, seperti pelatihan anggaran untuk bagian keuangan dan pelatihan jurnalistik dan fotografi untuk bagian media massa. Analisis Model Inner Pada analisis model inner, pengujian dilakukan terhadap dua kriteria yaitu: R dari peubah laten endogen dan estimasi koefien jalur (Ghozali, 2008). R2 dari peubah laten endogen merupakan variabilitas konstruk endogen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas konstruk eksogen. Estimasi koefien jalur adalah evaluasi terhadap nilai koefisien, meliputi pengaruh nyata melalui bootstrapping dan besarnya nilai koefisien. Selain itu, diduga bahwa kinerja pegawai dipengaruhi secara langsung oleh kepuasan kerja dan peran kepemimpinan dan dipengaruhi secara tidak langsung oleh peran kepemimpinan terhadap kinerja pegawai melalui kepuasan kerja. Dengan demikian, pada model pengaruh langsung terdapat satu peubah endogenous, yaitu kinerja pegawai, sedangkan pada model pengaruh tidak langsung terdapat dua peubah endogenous, yaitu kepuasan kerja dan kinerja pegawai. 2
29
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa pada model pengaruh langsung (model 1) kepuasan kerja dan peran kepemimpinan terhadap kinerja pegawai memberikan nilai R2 sebesar 0,305. Nilai R² dapat diinterpretasikan bahwa variabilitas laten kinerja dapat dijelaskan oleh variabilitas laten kepuasan kerja dan peran kepemimpinan sebesar 30,5 persen, sedangkan 69,5 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar variabel yang diteliti. Sedangkan, hasil analisis pada model pengaruh tidak langsung (model 2) menunjukkan bahwa, model pengaruh peran kepemimpinan terhadap kepuasan kerja menghasilkan R² sebesar 0,579 yang berarti, variabilitas laten kepuasan kerja dapat dijelaskan oleh variabilitas laten peran kepemimpinan sebesar 57,9 persen. Model pengaruh kepuasan kerja dan peran kepemimpinan terhadap kinerja memiliki nilai R² sebesar 0,279 atau variabilitas laten kinerja dapat dijelaskan oleh variabilitas laten kepuasan kerja dan peran kepemimpinan sebesar 27,9 persen. Hasil penilaian kriteria dan standar inner model pada model pengaruh langsung dan tidak langsung dapat dilihat pada Tabel 14 berikut: Tabel 14 Hasil penilaian kriteria dan standar nilai pada inner model Hasil Penilaian Kriteria
Standar
1. R² dari peubah laten endogen
Chin (1998) mengelompokkan nilai R² sebesar 0,67; 0,33; dan 0,19 sebagai “substansial”, “moderat” dan “lemah”
2. Estimasi koefisien jalur
Pengaruh nyata jika, T-statistik > Ttabel. Pada alpha 5 persen, nilai T-tabel adalah 1,96
Model 1 (Direct Effect) R² untuk KINERJA = 0,305
Model 2 (Indirect Effect) R² untuk PUAS = 0,579 KINERJA = 0,279
Nilai T-statistik: PUAS -> KINERJA = 2,336 PIMPIN -> KINERJA = 3,224
Nilai T-statistik: PIMPIN -> PUAS = 14,323 PUAS -> KINERJA = 0,752 PIMPIN -> KINERJA = 3,208
Nilai koefisien: PUAS -> KINERJA = 0,244 PIMPIN -> KINERJA = 0,343
Nilai koefisien: PIMPIN -> PUAS = 0,759 PUAS -> KINERJA = 0,105 PIMPIN -> KINERJA = 0,443
Sumber : Diolah dari data primer (2013)
Untuk menjawab hipotesis yang diajukan dalam penelitian dilakukan teknik bootstrapping dengan SmartPLS. Teknik bootstrapping adalah teknik rekalkulasi data sampel secara random untuk memperoleh nilai T-statistik. Berdasarkan nilai T-statistik yang diperoleh, maka dapat diketahui hubungan antar variabel yang diukur. Selanjutnya, besarnya pengaruh antar variabel dapat dilihat dari kriteria
30
estimasi koefisien jalur untuk masing-masing path yang ada. Gambar analisis data dengan bootstrapping dapat dilihat pada gambar 6 berikut ini :
a. Model pengaruh langsung (direct effect)
b. Model pengaruh tidak langsung (indirect effect)
Gambar 6 Hasil metode boostrapping
31
Pengujian Hipotesis 1 (H1) Hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk model pengaruh langsung (model 1) pada tingkat kepercayaan 95% (α =0,05) kepuasan kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,244 dan nilai T-statistik sebesar 2,336 (lebih besar dari T-tabel). Dengan demikian hipotesis 1 (H1) pada penelitian ini diterima. Sejalan dengan penelitian Koesmono (2005) yang memberikan kesimpulan bahwa kepuasan kerja secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap kinerja. Pada variabel kepuasan kerja, indikator yang memiliki interelasi tertinggi adalah supervisi (pimpinan memberikan bimbingan dalam bekerja). Syaiin (2008) menyebutkan bahwa variabel laten kepuasan kerja terhadap supervisi mempunyai pengaruh signifikan dengan kinerja pegawai. Berdasarkan hasil perhitungan, dapat diketahui bahwa hygiene factor lebih dominan daripada motivational factor. Hasil penelitian ini juga mendukung pendapat Hasibuan (2003), yang menyatakan bahwa pada kenyataannya karyawan cenderung lebih sering memperhatikan faktor pemeliharaan (hygiene factor) dibandingkan faktor motivasional. Di Diskominfomas DKI Jakarta, bimbingan yang diberikan oleh pimpinan membuat pegawai bersemangat dalam melakukan pekerjaannya. Bahkan, pimpinan pun tidak segan-segan menghampiri pegawai untuk menanyakan apakah ada kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan. Oleh karena itu, pegawai merasa senang dengan perlakuan yang diberikan oleh pimpinan, sehingga kepuasan dalam bekerja dapat tercapai. Pada model penelitian pengaruh tidak langsung, kepuasan kerja tidak berpengaruh terhadap kinerja, di mana nilai koefisien jalur sebesar 0,105 dengan nilai T-statistik 0,751 (lebih kecil dari nilai T-tabel), sehingga hipotesis 1 (H1) pada model pengaruh tidak langsung ini ditolak. Sebagian studi yang berkenaan dengan hubungan kinerja dan kepuasan menemukan keterkaitan yang rendah antara kinerja dan kepuasan. Bukti yang ditemukan lebih menunjukkan bahwa seorang karyawan yang puas tidak selalu merupakan karyawan yang berkinerja baik. Usaha manajerial untuk membuat semua orang puas tidak akan selalu menghasilkan produktivitas. Demikian juga, asumsi bahwa seorang karyawan yang berkinerja tinggi lebih mungkin merasa puas juga tidak didukung oleh temuan dengan baik (Ivancevich JM, et al., 2006). Pengujian Hipotesis 2 (H2) Hipotesis 2 pada model pengaruh langsung, menunjukkan bahwa peran kepemimpinan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,343 dan nilai T-statistik sebesar 3,224 (lebih besar dari T-tabel), maka hipotesis 2 (H2) pada model pengaruh langsung ini diterima. Hal serupa juga dapat dilihat dari model pengaruh tidak langsung yang menunjukkan bahwa peran kepemimpinan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,443 dan nilai T-statistik sebesar 3,207 (lebih besar dari T-tabel), sehingga hipotesis 2 (H2) pada model pengaruh tidak langsung juga diterima. Hasil penelitian ini mendukung pendapat dari Robbins (2003), bahwa peran kepemimpinan yang berjalan dengan baik dalam sebuah perusahaan akan
32
meningkatkan iklim kerja yang kondusif dan mampu meningkatkan kinerja dari karyawan. Disisi lain, kemampuan pemimpin dalam menggerakkan dan memperdayakan pegawai akan mempengaruhi kinerja. Lodge & Derek (1993) menyebutkan, peran kepemimpinan memiliki dampak signifikan terhadap sikap, perilaku dan kinerja pegawai. Peran kepemimpinan di Diskominfomas DKI Jakarta dirasakan pegawai sangat penting, karena pimpinan menjadi panutan bagi pegawai dalam melaksanakan pekerjaan. Hasil wawancara dengan beberapa PNS menyebutkan bahwa bagaimana sikap pimpinan dalam memimpin bawahannya memberikan motivasi tersendiri dalam bekerja. Indikator enabling other to act (memungkinkan orang lain bertindak) (pimpinan menanamkan sikap positif kepada bawahan) merupakan indikator tertinggi pada variabel peran kepemimpinan untuk model pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung. Sikap tersebut dapat terlihat di Diskominfomas DKI Jakarta, di mana pimpinan mengajak pegawai berdiskusi mengenai hal-hal positif tentang pekerjaan, juga membantu pegawai belajar dan mengembangkan keahlian guna meningkatkan kepercayaan terhadap kemampuan pegawai untuk membuat suatu perubahan. Pengujian Hipotesis 3 (H3) Pada model pengaruh tidak langsung peran kepemimpinan terhadap kinerja melalui kepuasan kerja memiliki nilai koefisien jalur sebesar 0,759 dengan nilai T-statistik sebesar 14,322 (lebih besar dari T-tabel). Hasil penelitian ini berarti bahwa peran kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Dengan demikian, hipotesis 3 (H3) pada penelitian ini diterima. Berdasarkan hasil tersebut, maka peran kepemimpinan di Diskominfomas DKI Jakarta sebaiknya lebih ditujukan untuk meningkatkan kepuasan kerja pegawai daripada yang berkaitan secara langsung terhadap kinerja pegawai. Hasil ini mendukung pernyataan dari Handoko (2000) bahwa dalam kenyataannya pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja, keamanan, kualitas hidup kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Beberapa pegawai di Diskominfomas DKI Jakarta merasakan peran kepemimpinan lebih berpengaruh terhadap kinerja melalui kepuasan kerja. Misalnya, penghargaan/pengakuan yang diberikan oleh pimpinan membuat pegawai merasakan kepuasan dalam bekerja, yang pada akhirnya secara tidak langsung dapat meningkatkan kinerja pegawai.