KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR : KEP-04/BAPEDAL/09/1995 TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PENIMBUNAN HASIL PENGOLAHAN, PERSYARATAN LOKASI BEKAS PENGOLAHAN, DAN LOKASI BEKAS PENIMBUNAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun telah diatur ketentuan mengenai Tata Cara dan Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; b. bahwa sehubungan dengan hal tersebut di atas perlu ditetapkan Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan tentang Tata Cara dan Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3538); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3551) yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Tahun 1995 KEP-04/BAPEDAL/09/1995
1/23
Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3595); 4. Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 1994 tentang Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. MEMUTUSKAN : Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN TENTANG TATA CARA DAN PERSYARATAN PENIMBUNAN HASIL PENGOLAHAN, PERSYARATAN LOKASI BEKAS PENGOLAHAN, DAN LOKASI BEKAS PENIMBUNAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Pasal 1 Penimbunan hasil pengolahan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah tindakan membuang dengan cara penimbunan, dimana penimbunan tersebut dirancang sebagai tahap akhir dari pengelolaan limbah B3 sesuai dengan karakteristiknya. Pasal 2 Tata Cara dan Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi Bekas Pengolahan dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3 adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Keputusan ini. Pasal 3 Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan : di Jakarta Pada Tanggal : 5 September 1995 Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Sarwono Kusumaatmaja Lampiran
KEP-04/BAPEDAL/09/1995
2/23
Tabel 1. Jenis industri/kegiatan limbah B3 dari sumber yang spesifik yang tempat penimbunannya harus di landfill Kategori I Kode limbah D202
Jenis Industri Pestisida
Uraian Limbah - Sludge pengolahan limbah cair - Tong dan macam-macam alat yang digunakan untuk formulasi
D203
Proses kloro alkali
- Sludge pengolahan limbah cair (proses merkuri)
D204
Adesif (UF, PF, MF, lain-lain)
- Buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi
Industri polimer (PVC, PVA, lain-lain)
- Monomer yang tidak bereaksi
D207
Pengawetan kayu
- Sludge
D210
Peleburan timbal bekas
- Sludge
D205
- Katalis
- Katalis
- Debu - Slag D212
Pabrik tinta
- Sludge - Sludge yang mengandung logam berat
D214
Perakitan kendaraan
- Sludge
D215
Elektrogalvani dan elektroplating
- Sludge
D216
Industri cat
- Sludge
D217
Baterai kering
- Sludge - Pasta (Mix) - Buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi
D218
Aki
- Sludge - Debu
D219
Perakitan dan komponen elektronika
- Sludge
D224
Penyamakan dan pengolahan kulit
- Sludge
D225
Zat warna
- Sludge
D228
Laboratorium riset dan komersil
- Sisa contoh
KEP-04/BAPEDAL/09/1995
6/23
Tabel 2. Total Kadar Maksimum Limbah B3 yang belum terolah dan Tempat Penimbunannya Bahan Pencemar
Catatan:
1. Arsenic Barium Cadmium Chromium Copper Cobalt Lead Mercury Molybdenum Nickel Tin Selenium Silver Zinc Cyanide Fluoride Phenols: Pentachlorophenol (PCP) 2,4,5-trichlorophenol 2,4,6-trichlorophenol Monocyclic Aromatic Hydrocarbons: Benzene Nitrobenzene Monocyclic Aromatic Hydrocarbons: o-cresol m-cresol p-cresol total cresol 2,4-dinitrotoluene methyl ethyl ketone pyridine Total Petroleum Hydrocarbons (C6 to C9) TPH (all Cn) Total Petroleum Hydrocarbons (> C9) Organochlorine Compounds : Carbon tetrachloride Chlorobenzene Chloroform Tetrachloroethylene (PCE) Trichloroethylene (TCE) 1,4-dichlorobenzene 1,2 dichloroethane 1,2-dichloroethylene Hexachlorobenzene Hexachlorobutadiene Hexachloroethene Vynil chloride
KEP-04/BAPEDAL/09/1995
Total Kadar Maksimum (mg/kg berat kering)
Total Kadar Maksimum (mg/kg berat kering)
KOLOM A
KOLOM B
Lebih Besar Dari atau Sama Dengan – Tempat Penimbunannya di Landfill KATEGORI I Lebih Kecil Dari -- Tempat Penimbunannya di Landfill KATEGORI II 2. 300 50 2500 1000 500 3000 20 400 1000 500 100 5000 500 4500 10
Lebih Kecil Dari atau Sama Dengan - Tempat Penimbunannya di Landfill KATEGORI I 3. 30 5 250 100 50 300 2 40 100 50 10 500 50 450 1
70
7
200
20
1000
100
-10000
-1000
10
1
7/23
b. Rancang bangun/Desain Bagi Masing-masing Kategori Landfill Rancang bangun/desain bagi masing-masing kategori landfill yang digunakan untuk tempat penimbunan limbah B3 Gambar 1, adalah : (1) Pelapisan Dasar (a) Kategori (Secure Landfill Double Liner) Rancangan bangun minimum untuk kategori I (secure landfill double liner) adalah sebagai berikut: Sistem pelapisan dasar landfill dari bawah ke atas terdiri dari komponen-komponen berikut : 1. Lapisan Dasar (Subbase) Sebelum dilakukan konstruksi pelapisan dasar tersebut harus dilakukan pekerjaan penyiapan di antaranya : a. pengupasan tanah yang tidak kohesif; b. perbaikan kondisi tanah (perataan, pemadatan, dan sebagainya); c. pemenuhan konstruksi daya dukung muatan (bearing capacity) yang diperlukan untuk menopang muatan (landfill dan limbahnya) di atasnya. Lapisan dasar (subbase) berupa tanah lempung yang dipadatkan ulang yang memiliki konduktivitas hidraulik jenuh maksimum 1 x 10 -9 m/detik di atas lapisan tanah setempat. Ketebalan minimum lapisan dasar adalah satu meter. Lapisan setebal satu meter tersebut terdiri dari lapisanlapisan tipis (15 - 20 cm) dimana setiap lapisan dipadatkan untuk mendapatkan permeabilitas (konduktivitas hidraulik) dan daya dukung yang dibutuhkan untuk menopang lapisan di atasnya, limbah B3 yang ditimbun dan lapisan penutup; 2. Lapisan Geomembran Geomembrane)
Kedua
(Secondary
Lapisan dasar dilapisi dengan lapisan geomembran kedua berupa lapisan sintetik yang terbuat dari HDPE (High Density Polyethylene) dengan ketebalan minimum 1,5 - 2,0 mm (60 - 80 mil). Semua lapisan sintetik pada peraturan ini harus dipasang sesuai dengan American Society of Testing Materials (ASTM) D308-786 atau yang setara. Lapisan sintetik ini harus dirancang agar tahan terhadap semua tekanan selama instalasi, operasi dan penutupan landfill; 3. Lapisan untuk Sistem Pendeteksi Kebocoran (Leak KEP-04/BAPEDAL/09/1995
8/23
Detection System) Sistem Pendeteksi Kebocoran dipasang di atas lapisan geomembrane kedua dan terdiri dari geonet HDPE. Geonet HDPE tersebut harus memiliki transmisivitas planar sama dengan atau lebih besar dari transmisivitas planar bahan/tanah butiran setebal 30 cm dengan konduktivitas hidraulik jenuh 1 x 10-4 m/detik. Komponen teratas dari sistem pendeteksi kebocoran ini adalah "non woven geotextile" yang dilekatkan pada geonet pada proses pembuatannya. Sistem Pendeteksi Kebocoran harus dirancang sedemikian rupa dengan kemiringan tertentu menuju bak pengumpul, sehingga timbulan lindi akan terkumpul. Timbulan lindi tersebut dialirkan dengan menggunakan pompa submersible menuju ke tangki penampung atau pengumpul lindi; 4. LapisanTanahPenghalang (Barrier Soil Liner) Lapisan tanah penghalang berupa tanah liat yang dipadatkan hingga berpermeabilitas 10-9 m/detik dengan ketebalan minimum 30 cm atau "geosynthetic clay liner (GCL)" dengan tebal minimum 6 mm. GCL tersebut berupa bentonit yang diselubungi oleh lapisan geotekstil. Jenis-jenis GCL adalah: Claymax, Bentomat, Bentofix, atau yang sejenis; 5. Lapisan Geomembran Pertama (Primary Geomembrane) Lapisan Geomembran pertama berupa lapisan sintetik yang terbuat dan HOPE dengan ketebalan minimum 1,52,0 mm (60 - 80 mil). Lapisan geomembran pertama ini harus dirancang agar tahan terhadap semua tekanan selama proses instalasi, konstruksi, operasi dan penutupan landfill; 6. Sistem Pengumpulan dan Pemindahan Undi (SPPL) SPPL pada dasar landfill terdiri dari sekurang-kurangnya 30 cm bahan/tanah butiran yang memiliki konduktivitas hidraulik minimum 1 x 10-4 m/detik. Pada dinding landfill digunakan geonet sebagai SPPL nya. Transmisivitas geonet tersebut sama dengan atau lebih besar dari transmisivitas planar 30 cm bahan/tanah butiran dengan konduktivitas hidraulik jenuh minimum 1 x 10-4 m/detik. 7. Lapisan Pelindung (Operation Cover) Sistem pungumpulan lindi dilapisi Lapisan Pelindung Selama 0perasi (LPSO) dengan ketebalan minimum 30 cm, dirancang untuk mencegah kerusakan komponen pelapisan dasar landfill selama penempatan limbah di KEP-04/BAPEDAL/09/1995
9/23
landfill. LPSO berupa tanah setempat atau tanah dari tempat lain yang tidak mengandung material tajam. LPSO dipasang pada dasar landfill selama konstruksi awal. Lapisan pelindung tambahan akan dipasang pada dinding set selama masa aktif sel landfill; (b) Katagori II (Secure Landfill Single Liner) Rancangan bangun minimum untuk kategori II (secure landfill single liner) adalah sebagai berikut : Sistem pelapisan dasar landfill dari bawah ke atas terdiri dari komponen-komponen berikut : 1. Lapisan Dasar (Subbase) Sebelum dilakukan konstruksi pelapisan dasar tersebut harus dilakukan pekerjaan penyiapan lahan diantaranya : a. pengupasan tanah yang tidak kohesif; b. perbaikan kondisi tanah (perataan, pemadatan, dan sebagainya); c. pemenuhan konstruksi daya dukung muatan (bearing capacity) yang diperiukan untuk menopang muatan (landfill dan limbahnya) di atasnya. Lapisan dasar (subbase) berupa tanah lempung yang dipadatkan ulang yang memiliki konduktivitas hidraulik jenuh maksimum 1 x 10-9 m/detik di atas lapisan tanah setempat. Ketebalan minimum lapisan dasar adalah satu meter. Lapisan setebal satu meter tersebut terdiri dari lapisanlapisan tipis (15 - 20 cm) dimana setiap lapisan dipadatkan untuk mendapatkan permeabilitas (konduktivitas hidraulik) dan daya dukung yang dibutuhkan untuk menopang lapisan di atasnya, limbah B3 yang ditimbun, dan lapisan penutup; 2. Lapisan untuk Sistem Pendeteksi Kebocoran (Leak Detection System) Sistem Pendeteksi Kebocoran dipasang di atas lapisan dasar (subbase) dan terdiri dari geonet HDPE. Geonet HOPE tersebut harus memiliki transmisivitas planar sama dengan atau lebih besar dari transmisivitas planar bahan/tanah butiran setebal 30 cm dengan konduktivitas hidraulik jenuh 1 x 10-4 m/detik. Komponen teratas dari sistem pendeteksi kebocoran ini adalah "non woven geotextile" yang dilekatkan pada geonet pada proses pembuatannya. Sistem KEP-04/BAPEDAL/09/1995
Pendeteksi
Kebocoran
harus
dirancang 10/23
sedemikian rupa dengan kemiringan tertentu menuju bak pengumpul, sehingga timbulan lindi akan terkumpul. Timbulan lindi tersebut dialirkan dengan menggunakan pompa submersible menuju ke tangki penampung atau pengumpulan lindi; 3. Lapisan Geomembran (Geomembrane) Lapisan dasar dilapisi dengan lapisan geomembran berupa lapisan sintetik yang terbuat dari HOPE (High Density Polyethylene) dengan ketebalan minimum 1,5 2,0 mm (60 - 80 mil). Semua lapisan sintetik pada peraturan ini harus dipasang sesuai dengan American Society of Testing Materials (ASTM) D308-786 atau yang setara. Lapisan sintetik ini harus dirancang agar tahan terhadap semua tekanan selama instalasi, konstruksi operasi dan penutup landfill; 4. Lapisan Tanah Penghalang (Barrier Soil Liner) Lapisan tanah penghalang berupa tanah fiat yang dipadatkan hingga berpermeabilitas 10-9 m/detik dengan ketebalan minimum 30 cm atau geosynthetic clay liner (GCL) dengan tebal minimum 6 mm. GCL tersebut berupa bentonit yang diselubungi oleh lapisan Geotekstil. Jenis-jenis GCL adalah Claymax, Bentomat, Bentofix, atau yang sejenis. 5. Sistim Pengumpulan dan Pemindahan Lindi (SPPL) SPPL pada dasar landfill terdiri sekurang-kurangnya 30 cm bahan/tanah butiran yang memiliki konduktivitas hidraulik minimum 1 x 10-4 m/detik. Pada dinding landfill digunakan geonet sebagai SPPLnya. Transmisivitas geonet tersebut sama dengan atau lebih besar dari transmisivitas planar 30 cm bahan/tanah butiran dengan konduktivitas hidraulik jenuh minimum 1 x 10-4 m/detik. Untuk meminimumkan terjadi penyumbatan pada SPPL, harus dipasang geotekstil pada bagian atas SPPL. SPPL harus mempunyai kemiringan sedemikian rupa sehingga timbulan lindi akan terkumpul dan dapat dipindahkan ke tangki penampungan penampung/pengumpul lindi; 6. Lapisan Pelindung (Operation Cover) Sistim pengumpulan lindi dilapisi Lapisan Pelindung Selama Operasi (LPSO) dengan ketebalan minimum 30 cm, dirancang untuk mencegah kerusakan komponen pelapisan dasar landfill selama pelapisan limbah di landfill. LPSO berupa tanah setempat atau tanah dari tempat yang lain yang tidak mengandung material tajam. LPSO dipasang pada dasar landfill selama konstruksi KEP-04/BAPEDAL/09/1995
11/23
awal. Lapisan pelindung tambahan akan dipasang pada dinding sel selama masa aktif sel landfill; (c) Kategori III (Landfill Clay Liner) Rancangan bangun minimum untuk kategori III (landfill clay liner) adalah sebagai benkut : Sistem pelapisan dasar landfill dari bawah ke atas terdiri dari komponen-komponen berikut : 1. Lapisan Dasar (Subbase) Pelapis dasar berupa tanah lempung yang dipadatkan ulang yang memiliki konduktivitas hidraulik jenuh maksimum 1x10-9 m/detik di atas tanah setempat. Ketebalan minimum pelapis dasar adalah satu meter. Lapisan setebal satu meter tersebut terdiri dari lapisanlapisan tipis (15 - 20 cm) dimana setiap lapisan dipadatkan untuk mendapatkan permeabilitas (konduktivitas hidraulik) dan daya dukung yang dibutuhkan untuk menopang lapisanlapisan di atasnya, limbah B3 yang ditimbun, dan lapisan penutup; 2. Lapisan untuk Sistem Detection System)
Pendeteksi
Kebocoran
(Leak
Sebelum dilakukan konstruksi pelapisan dasar tersebut harus dilakukan pekerjaan penyiapan lahan diantaranya : a. pengupasan tanah yang tidak kohesif; b. perbaikan kondisi tanah (perataan, pemadatan, dan sebagainya); c. pemenuhan konstruksi daya dukung muatan (bearing capacity) yang diperiukan untuk menopang muatan (landfill dan limbahnya) di atasnya. Sistem Pendeteksi Kebocoran dipasang di atas lapisan tanah setempat terdiri dari bahan butiran atau geonet HOPE dan "non woven geotextile". Bahan butiran atau geonet HDPE tersebut harus memiliki transmisivitas planar sama atau lebih besar dari transmisivitas planar bahan butiran setebal 30 cm dengan konduktivitas hidrolik 1 x 10-4 m/detik. Sistem Pendeteksi Kebocoran harus dirancang sedemikian rupa sehingga timbulan lindi akan terkumpul dan dapat dipindahkan ke tempat penampungan/pengumpulan lindi; 3. Lapisan Tanah Penghalang (Barrier Soil Liner) Lapisan tanah penghalang berupa tanah liat yang dipadatkan hingga berpermeabilitas 10-9 m/detik dengan ketebalan minimum 30 cm atau "geosynthetik clay liner (GCL)" dengan tebal minimum 6 mm. GCL tersebut berupa KEP-04/BAPEDAL/09/1995
12/23
bentonit yang diselubungi oleh lapisan geotekstil. Jenis-jenis GCL adalah : Claymax, Bentomat, Bentofix, atau yang sejenis; 4. Sistem Pengumpulan atau Pemindahan Lindi (SPPL) SPPL pada dasar landfill terdiri dan sekurang-kurangnya 30 cm bahan/tanah butiran yang memiliki konduktivitas hidraulik minimum 1 x 10-4 m/detik. Pada dinding landfill digunakan geonet sebagai SPPL nya. Transmisivitas geonet tersebut sama dengan atau lebih besar dari transmisivitas planar 30 cm bahan/tanah butiran dengan konduktivitas hidraulik jenuh minimum 1 x 10-4 m/detik. Untuk meminimumkan terjadi penyumbatan pada SPPL, harus dipasang geotekstil pada bagian atas SPPL. SPPL harus mempunyai kemiringan sedemikian rupa sehingga timbulan lindi akan terkumpul dan dapat dipindahkan ke tangki penampung/pengumpul lindi; 5. Lapisan Pelindung (Operation Cover) Sistem pengumpulan lindi dilapisi Lapisan Pelindung Selama Operasi (LPSO) dengan ketebalan minimum 30 cm, dirancang untuk mencegah kerusakan komponen pelapisan dasar landfill selama penempatan limbah di landfill. LPSO berupa tanah setempat atau tanah dari tempat lain yang tidak mengandung material tajam. LPSO dipasang pada dasar landfill selama konstruksi awal. Lapisan pelindung tambahan akan dipasang pada dinding sel selama masa aktif set landfill; 2. Pelapisan Penutup Akhir (Final Cover) bagi Landfill Kategori I, II dan III Setelah landfill diisi penuh dengan limbah, landfill harus ditutup dengan pelapis penutup akhir (PPA). PPA tersebut harus dirancang sedemikian rupa sehingga mampu : 1. meminimumkan perawatan di masa yang akan datang setelah landfill ditutup; 2. meminimum infiltrasi air permukaan ke dalam landfill, dan 3. mencegah lepasnya unsur-unsur limbah dari landfill. Pelapis penutup akhir landfill limbah B3 Gambar 2, mulai dari bawah ke atas, terdiri dari : a. Tanah Penutup Perantara (Intermediate Soil Cover) Tanah penutup perantara (TPP) ditempatkan di atas limbah ketika tahap akhir dari penimbunan limbah di landfill limba B3 telah dicapai. TPP berupa tanah dengan ketebalan sekurang-kurangnya 15 cm. Lapisan ini harus berfungsi memberikan dasar yang stabil untuk penempatan dan KEP-04/BAPEDAL/09/1995
13/23
pemadatan lapisan di atasnya; b. Tanah Tudung Penghalang (Cap Soil Barrier) Tanah tudung penghalang berupa lapisan lempung yang dipadatkan hingga mempunyai permeabilitas maksimum 1 x 10-9 m/detik. Ketebalan minimum tanah penghalang penutup adalah 60 cm; c. Tudung Geomembran (Cap Geomembrane) Tudung geomembran berupa HDPE dengan ketebalan minimum 1 mm (40 mil) dan permeabilitas maksimum 1 x 109 m/detik. Tudung geomembran ini harus dirancang tahan terhadap semua tekanan selama instalasi, konstruksi lapisan atas, dan saat penutupan landfill; d. Pelapisan untuk Tudung Drainase (Cap Drainage Layer) Pelapisan untuk tudung drainase (PTD) harus dirancang mampu mengumpulkan air permukaan yang meresap ke dalam lapisan tumbuhan yang ada di atasnya dan kemudian menyalurkan ke tepian landfill. PTD ini berupa bahan butiran atau geonet HDPE dengan transmisivitas planar minimum sama dengan transmisivitas planar lapisan bahan.tanah butiran setebal 30 cm dengan konduktivitas hidraulik minimum 1 x 10-4 m/detik. Untuk memperkecil penyumbatan pada PDT oleh lapisan tanah tumbuhan di atasnya maka harus dipasang geotekstil di atas PTD; e. Pelapisan Tanah untuk Tumbuhan (Vegetative Layer) Pelapisan tanah untuk tumbuhan (PTT) berupa tanah setempat atau tanah dari tempat lain dengan sifat fisik perbedaan kembang kerut kecil. Ketebalan minimum 60 cm. PTT harus mampu mendukung tumbuhnya tumbuhan di atasnya; f. Tumbuh-tumbuhan (Vegetation) Setelah konstruksi selesai untuk meminimumkan erosi pada PTT atau sistem penutup. Tanaman yang digunakan/ditanam adalah tanamana yang membutuhkan perawatan sederhana, cocok dengan daerah setempat dan tidak mempunyai potensi merusah lapisan di bawahnya (tanaman rerumputuan). Rancangan bangun landfill limbah B3 secara visual dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2 Penampang Rancang Bangun Landfill Limbah B3.
KEP-04/BAPEDAL/09/1995
14/23
Gambar 1 : Penampang Rancang Bangun Landfill Limbah B3 untuk kategori I, II dan III
Gambar 2 : Pelapis penutup akhir untuk landfill limbah B3 kategori I, II dan III
KEP-04/BAPEDAL/09/1995
15/23
3. Persyaratan Konstruksi dan Instalasi Komponen-Komponen Landfill Pemilik fasilitas landfill wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada 2.2 : a. Sebelum memulai konstruksi dan instalasi komponen-komponen landfill, harus membuat dan menyerahkan Rencana Konstruksi dan Instalasi Landfill serta Rencana Jaminan Kualitas komponen-komponen landfill yang dibangun memenuhi standar yang telah dipersyaratkan; b. Pada saat konstruksi dan instalasi komponen-komponen landfill, harus melakukan kegiatan inspeksi, uji kualitas komponenkomponen landfill, dan melaporkan hasil kegiatan inspeksi dan uji kualitas tersebut kepada Bapedal; c. Setelah konstruksi dan instalasi landfill selesai dilaksanakan, harus membuat dan menyerahkan laporan hasil kegiatan konstruksi dan instalasi komponen-komponen landfill yang dibangun kepada Bapedal; d. Mengikut sertakan Bapedal atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh Bapedal sebagai pengawas dalam setiap kegiatan pelaksanaan konstruksi dan instalasi landfill. 4. Persyaratan Peralatan dan Perlengkapan Fasilitas Landfill Pengoperasian fasilitas landfill harus didukung perlengkapan-perlengkapan sebagai berikut :
peralatan
atau
a. kantor administrasi; b. gudang peralatan; c. fasilitas pencucian kendaraan dan perlengkapan; d. tempat parkir; e. peralatan dan perlengkapan untuk mengatasi keadaan darurat; f. peralatan "emergency shower"; g. peralatan penimbunan limbah di lokasi landfill (contoh: buldoser); h. perlengkapan pengaman pribadi pekerja; i. perlengkapan PPPK (pertolongan pertama pada kecelakaan). 5. Perlakuan Limbah B3 Sebelum Ditimbun Perlakuan limbah B3 yang memerlukan pengolahan awal sebelum ditimbun melakukan tahapan sebagai berikut : a. Melakukan uji analisa limbah B3 di laboratorium untuk KEP-04/BAPEDAL/09/1995
16/23
menentukan cara pengolahan awal yang sesuai dan tepat, misalnya : antara lain dengan cara solidifikasi/stabilisasi; b. Melakukan pengolahan limbah B3 yang sesuai dan tepat berdasarkan hasil analisa butir a di atas, hingga memenuhi persyaratan untuk dapat ditimbun di landfill limbah B3; Untuk limbah B3 yang tidak memerlukan pengolahan awal tetapi telah memenuhi baku mutu TCLP, lolos paint filter test dan uji kuat tekan, dapat ditimbun langsung di landfill. 6. Persyaratan Limbah B3 yang Dapat Ditimbun di Landfill Limbah B3 yang dapat ditimbun di landfill wajib memenuhi syaratsyarat sebagai berikut : a. Memenuhi baku mutu uji Toxity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) Tabel 3; lolos uji Plain Filter Test dan uji kuat tekan (compressive strength); b. Sudah melalui proses stabilitas/solidifikasi, insinerasi atau pengolahan secara fisika atau kimia; c. Tidak bersifat : (1) Mudah meledak. Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui reaksi kimia dapat menghasilkan gas dengan suhu dan tekanan tinggi yang dengan cepat dapat merusak lingkungan sekitar. (2) Mudah terbakar. Limbah mudah terbakar adalah limbah yang apabila bertekanan dengan api, percikan api, gesekan atau sumber nyala lain akan mudah menyala atau terbakar dan apabila telah menyala akan terus terbakar hebat dalam waktu lama. (3) Reaktif. Limbah yang bersifat reaktif adalah limbah yang menyebabkan kebakaran karena melepaskan atau menerima oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi. (4) Menyebabkan infeksi. Biasanya limbah rumah sakit dimana limbahnya terdiri dari bagian tubuh manusia yang terkena infeksi, limbah dari laboratorium atau limbah lainnya yang terinfeksi kuman penyakit yang dapat menular. d. Tidak mengandung zat organik lebih besar dari 10 persen; e. Tidak mengandung PCB; f. Tidak mengandung dioxin; KEP-04/BAPEDAL/09/1995
17/23
g. Tidak mengandung radioaktif; h. Tidak berbentuk cair atau lumpur. Pada saat penimbunan limbah B3 di landfill harus dilakukan pencatatan yang memuat informasi (waste tracking form) mengenai asal penghasil limbah B3, karakteristik awal limbah B3, volume, tanggal, dan lokasi (koordinat) penimbunan. Tabel 3. Baku mutu TCLP (Hasil Ekstraksi/Lindi) Parameter 1. Aldrin + Dieldrin Arsen Barium Benzene Boron Cadmium Carbon tetrachloride Chlordane Chlorobenzene Chloroform Chromium Copper o-Cresol m-Cresol p-Cresol Total Cresol Cyanide (free) 2,4-D 1,4-Dichloroethane 1,2-Dichloroethane 1,1-Dichloroethylene 2,4-Dinitrotoluene Endrin Fluorides Heptachlor + Heptachlor epoxide Hexachlorobenzene Hexachlorobutadiene Hexachloroethane Lead Lindane Mercury Methoxychlor Methyl ethyl ketone Methyl Parathion Nitrate + Nitrite Nitrite Nitrobenzene Nitrilotriacetic acid Pentachlorophenol Pyridine Parathion PCBs Selenium Silver KEP-04/BAPEDAL/09/1995
Konsentrasi dalam ekstraksi limbah (mg/L) 2. 0,07 5,0 100,0 0,5 500,0 1,0 0,5 0,03 100,0 6,0 5,0 10,0 200,0 200,0 200,0 200,0 20,0 10,0 7,5 0,5 0,7 0,13 0,02 150,0 0,008 0,13 0,5 3,0 5,0 0,4 0,2 10,0 200,0 0,7 1.000,0 100,0 2,0 5,0 100,0 5,0 3,5 0,3 1,0 5,0
18/23
Tetrachloroethylene (PCE) Toxaphene Trichloroethylene (TCE) Trihalomethanes 2,4,5-Trichlorophenol 2,4,6-Trichlorophenol 2,,5-TP (Silver) Vynil chloride Zinc
0,7 0,5 0,5 35,0 400,0 2,0 1,0 0,2 50,0
Khusus untuk unsur lain yang belum tercantum dalam tabel di atas akan diatur kemudian. 7. Persyaratan untuk Sistem Pengelolaan Lindi Lindi yang timbul dari kegiatan penimbunan limbah B3 harus dikelola dengan baik. Sistem pengelolaan lindi harus dirancang dan dioperasikan sesuai dengan ketentuan di bawah ini : a. Aliran air hujan (run-on dan run-off) di dalam sistem landfill harus dikendalikan; b. Sistem yang digunakan harus dapat memperkecil jumlah air yang masuk ke dalam landfill. Air yang terkumpul di landfill dan berkontak dengan limbah B3 harus dipindahkan ke tempat penampungan/pengumpulan lindi; c. Air di luar landfill yang kontak dengan limbah B3 harus dikumpulkan dan dipindahkan ke tempat penampungan/pengumpulan, misalnya air dari pencucian truk pengangkut limbah B3; d. Timbulan lindi dalam lapisan pengumpulan lindi dan lapisan pendeteksi kebocoran landfill harus dipindahkan ke tempat penampung/pengumpul lindi; e. Tempat Pengumpul Lindi (Leachate Collection Vessels or Pits); Tempat Pengumpul Lindi (TPL) jika berupa bak atau kolam harus dirancang beratap dan jika berupa tangki harus dipasang tanggul di sekeliling tangki dengan volume 110% volume tangki. Baik tangki maupun kolam tersebut harus dirancang mampu menampung lindi yang timbul selama seminggu. Selain TPL utama harus disediakan TPL cadangan; f. Pengaliran/pembuangan timbulan lindi dari TPL ke perairan bebas dapat dilakukan setelah lindi diuji kualitasnya dan memenuhi baku mutu limbah cair sebagaimana tercantum dalam Tabel Baku Mutu Limbah Cair bagi kegiatan PPLI-B3 (Tabel 5 BMLCK-PPLI-B3). Jika tidak memenuhi baku mutu limbah cair maka timbulan lindi harus diolah terlebih dahulu, hingga memenuhi baku mutu limbah cair; g. Uji kualitas lindi dan laju alir lindi yang dibuang ke perairan bebas dicatat dan catatannya disimpan untuk kemudian dilaporkan kepada Bapedal; h. Wajib melakukan uji kualitas lindi yang berasal dari lapisan sistem kebocoran sebelum dipindahkan ke TPL sebagaimana tercantum pada Tabel 4; KEP-04/BAPEDAL/09/1995
19/23
i. Untuk mencapai kualitas baku mutu limbah cair tidak diperbolehkan melalukan pengenceran. Selama Bapedal belum menentukan metode pengambilan dan analisa contoh, maka metode pengambilan contoh mengikuti "Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water" yang dipublikasikan oleh American Public Health Association dan American Water Works Association. Kemudian untuk metode analisis parameter-parameter sebagaimana tercantum dalam Tabel 5 BMLCK PPLI-B3 digunakan Standar Nasional Indonesia (SNI), sedangkan parameter-parameter yang belum ada SNI-nya maka mengikuti "Standard Methods" di ats; j.
Volume laju lindi yang dibuang harus dibatasi dan disesuaikan dengan daya dukung lingkungan dan kapasitas pengolahan. Tabel 4. Parameter Indikator Lindi Parameter
Kisaran pada air tanah
TOC (filtered)
*
pH
*
Spesific conductance
*
Mangan (Mn)
*
Besi (Fe)
*
Amonium (NH4 sebagai N)
*
Klorida (Cl)
*
Sodium (Na)
*
Keterangan : * = ditetapkan berdasarkan kisaran yang ada di air tanah dangkal dan di dalam sesuai pemantauan rona lingkungan awal setempat sebelum adanya landfill.
8. Persyaratan untuk Sistem Pemantauan Air Tanah dan Air Permukaan Sarana penimbunan limbah B3 harus dilengkapi dengan sistem pemantauan kualitas air tanah zona jenuh dan tak jenuh serta air permukaan di sekitar lokasi. Sistem pemantauan tersebut harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Jumlah, kedalaman, dan lokasi sumur pantai air tanah harus dipasang sesuai dengan kondisi hidrogeologi setempat (jumlah minimum sumur pantau 3 buah, satu sumur pantau up-stream dan 2 sumur pantau down-stream) dan harus mendapat persetujuan Bapedal. b. Contoh air tanah harus diambil dari sumur pantau dan contoh air permukaan dari sungai yang berada di sekitar landfill, setiap bulan selama 2 tahun pertama beroperasinya kegiatan penimbunan limbah B3 dan setiap 3 bulan untuk tahun-tahun berikutnya. Contoh KEP-04/BAPEDAL/09/1995
20/23
air tanah tersebut dianalisis sesuai dengan parameter sebagaimana dimaksud pada Tabel 3. c. Hasil uji analisa contoh air tanah dan air permukaan harus dicatat dan catatannya disimpan untuk dilaporkan ke Bapedal setiap 3 (tiga) bulan sekali. Jika satu parameter atau lebih dari parameter indikator lindi Tabel 4, dari contoh air sumur pantau melewati (*) kisaran air tanah alam maksimum yang diizinkan, maka harus dilakukan analisa total parameter sebagaimana dalam Tabel 5 BMLCK PPLIB3. Kemudian dicari penyebab dilampauinya baku mutu maksimum tersebut dan harus dilakukan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Langkahlangkah perbaikan yang diambil harus ditetapkan bersama Bapedal atau oleh Bapedal. Tabel 5. Baku Mutu Limbah Cair Kegiatan Pengolahan Limbah B3 (BMLCK-PPLIB3) Parameter
Konsentrasi Maksimum Nilai
Fisika Suhu Zat padat terlarut Zat padat tersuspensi Kimia pH Besi, terlarut (Fe) Mangan, terlarut (Mn) Barium, (Ba) Tembaga, (Cu) Seng, (Zn) Krom valensi enam, (Cr+3) Krom total, (Cr) Kadmium, (Cd) Merkuri, (Hg) Timbal, (Pb) Stanum, (Sn) Arsen, (As) Selenium, (Se) Nikel, (Ni) Kobal, (Co) Siandia, (CN) Sulfida, (S2-) Flourida, (F) Klorin bebas, (Cl2) Amoniak bebas, (NH3-N) Nitrat, (NO3-N) Nitrit, (NO2-N) BOD5 COD KEP-04/BAPEDAL/09/1995
Satuan o
38 2000 200
C mg/l mg/l
6-9 5 2 5 2 5 0,1 0,5 0,05 0,002 0,01 2 0,1 0,05 0,2 0,4 0,05 0,05 2 1 1 20 1 50 100
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
21/23
Senyawa aktif biru metilen, (MBAS) Fenol Minyak dan lemak AOX PCBs PCDFs PCDDs
5 0,5 10 0,5 0,005 10 10
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
Catatan: *
Parameter Debit limbah maksimum bagi kegiatan ini disesuaikan dengan kapasitas pengolahan dan karakteristik dari kegiatan.
**
Selain parameter tersebut diatas Bapedal dapat menetapkan parameter kunci lainnya bila dianggap perlu.
3. PERSYARATAN LOKASI BEKAS (PASCA) PENGOLAHAN DAN LOKASI BEKAS (PASCA) PENIMBUNAN LIMBAH B3 1. Persyaratan lokasi bekas (pasca) fasilitas pengolahan limbah B3 Fasilitas pengolahan limbah B3 yang sudah tidak dipergunakan/dioperasikan lagi harus : a. dilakukan penutupan/penguncian terhadap fasilitas yang ada sehingga tidak dapat dioperasikan lagi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab; b. dihindari pengalihan peruntukan lahan menjadi peruntukan perumahan; c. dilarang memanfaatkan air tanah setempat; d. jika lokasi akan dipergunakan untuk peruntukan yang lain maka harus dilakukan pengamanan terhadap bekas fasilitas yang ada; e. jika lokasi tidak akan dipergunakan untuk peruntukan lain maka harus diberi tanda "Berbahaya, yang tidak berkepentingan dilarang masuk" serta dipagar di sekelilingnya. 2. Persyaratan lokasi bekas (pasca) penimbunan limbah B3 Pemilik fasilitas penimbunan limbah B3 harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Sebelum menutup landfill harus mempersiapkan perencanaan pasca penutupan yang meliputi : (1) Pemeliharaan yang terpadu dan efektif untuk penutup akhir landfill; (2) Pemeliharaan dan pemantauan sistem pendeteksi kebocoran dan pelaporan jika ada migrasi lindi langsung ke pelapis (liner); (3) Pemeliharaan dan pengoperasian sistem pengumpul dan pembuangan lindi serta mencatat setiap limbah yang dibuang; KEP-04/BAPEDAL/09/1995
22/23
(4) Pemeliharaan sistem kontrol drainase; (5) Pemeliharaan dan pengoperasian sistem monitor air tanah; (6) Penjagaan dan pemeliharaan patok tanda acuan koordinat ("benchmarks"); (7) Pencegahan terhadap kerusakan atau terkikisnya lapisan penutup landfill karena adanya limpasan air permukaan ("run-on dan run-off"); (8) Pemeliharaan sistem pencegahan terhadap orang/hewan yang tidak berkepentingan memasuki daerah bekas penimbunan limbah B3. b. Sesudah dilakukan penutupan landfill maka pemilik fasilitas wajib melaksanakan hal-hal yang telah direncanakan di atas (butir a). Selain itu juga harus dilakukan pemompaan secara periodik terhadap lindi yang berasal dari sistem pengumpul lindi dan sistem pendeteksi kebocoran. Selanjutnya lindi dianalisis parameter lindi seperti yang terdapat pada tabel Baku Mutu Limbah Cair dari Kegiatan PPLI-B3 (BMLCK PPLIB3), Tabel 5. Pemeriksaan kualitas lindi tersebut harus dilakukan minimal sekali dalam satu bulan untuk satu tahun pertama dan sekali dalam tiga bulan untuk 10 tahun berikutnya dan minimal sekali dalam 6 bulan untuk 20 tahun berikutnya lagi. Hal tersebut juga harus dilakukan terhadap air tanah sekitar. c. Hasil dari seluruh pekerjaan pada masa pasca penimbunan limbah B3 dilaporkan kepada Kepala Bapedal 3 bulan sekali atau sesuai permintaan.
KEP-04/BAPEDAL/09/1995
23/23