ISSN 0853 – 0203
STT NO. 1541/SK/DITJEN PPG/STT/1990
VISI Volume 24
Nomor 3
Oktober 2016
Analisis Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Kopi di Kecamatan Pollung – Kabupaten Humbang Hasundutan Erika Pardede Peran Bhayangkari, Latar Belakang Pendidikan POLRI, dan Satuan Kerja Dalam Meningkatkan Pendapatan (Studi Kasus Pada Pama dan Pamen Polda Sumut) Mei Hotma Mariate Munte Persepsi Mahasiswa Akuntansi Mengenai Faktor-Faktor Pemilihan Profesi (Studi Emperis pada Mahasiswa Akuntansi di Perguruan Tinggi di Medan-Sumatera Utara) Herti Diana Hutapea Pengaruh Waktu Electroplating dengan Chrom Pada Baja Karbon Rendah Terhadap Kekerasan, laju Korosi dan Tebal Lapisan Sutan LMH Simanjuntak1) Parulian Siagian.2) Analisis Kinerja Dan Daya Saing Perekonomian Sumatera Utara Memasuki Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Jongkers Tampubolon 1), Albina br. Ginting 2) Analisis Daya Saing Komoditi Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan Hotden L. Nainggolan 1,), Johndikson Aritonang 2) Determination the Location and Size of Each Zona of Regional Water Conservation Area in Central Tapanuli Distric Pohan Panjaitan
Analisa Waktu Pemesinan Pada Proses Pembubutan Nelson Manurung
Majalah Ilmiah Universitas HKBP Nommensen
VISI Majalah Ilmiah Universitas HKBP Nommensen Izin Penerbitan dari Departemen Penerangan Republik Indonesia STT No. 1541/SK/DITJEN PPG/STT/1990 7 Pebruari 1990 Penerbit: Universitas HKBP Nomensen Penasehat: Ketua BPH Yayasan Rektor Pembina: Pembantu Rektor I Pembantu Rektor IV Ketua Pengarah: Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Ketua Penyunting: Prof.Dr.Monang Sitorus, M.Si Anggota Penyunting: Prof.Dr. Monang Sitorus, M.Si Ir. Rosnawyta Simanjuntak, MP Dr. Richard Napitupulu, ST.,MT Dr. Jadongan Sijabat, SE.,M.Si Junita Batubara, S.Sn.,M.Sn.,PhD Prof. Dr. Hasan Sitorus, MS Dr. Budiman Sinaga, SH.,MH Dr. Sondang Manik, M.Hum Lay out: Alida Simanjuntak, S.Pd Tata Usaha: Ronauli Panjaitan, A.Md
Alamat Redaksi: Majalah Ilmiah “VISI” Universitas HKBP Nommensen Jalan Sutomo No.4A Medan 20234 Sumatera Utara – Medan Majalah ini diterbitkan tiga kali setahun: Pebruari, Juni dan Oktober Biaya langganan satu tahun untuk wilayah Indonesia Rp 30.000 dan US$ 5 untuk pelanggan luar negeri (tidak termasuk ongkos kirim) Biaya langganan dikirim dengan pos wesel, yang ditujukan kepada Pimimpin Redaksi Petunjuk penulisan naskah dicantumkan pada halaman dalam Sampul belakang majalah ini E-mail : visi @ yahoo.co.id
ISSN 0853 – 0203
STT NO. 1541/SK/DITJEN PPG/STT/1990
VISI _____________________________________________________________ Volume 24 Nomor 3 Oktober 2016 ____________________________________________________________________________________________
Erika Pardede
Analisis Ketahanan Pangan Rumahtangga 2685-2693 Petani Kopi di Kecamatan Pollung – Kabupaten Humbang Hasundutan
Mei Hotma Mariate Munte
Peran Bhayangkari, Latar Belakang Pendidikan POLRI, dan Satuan Kerja Dalam Meningkatkan Pendapatan (Studi Kasus Pada Pama dan Pamen Polda Sumut)
Herti Diana Hutapea
Persepsi Mahasiswa Akuntansi Mengenai 2715-2742 Faktor-Faktor Pemilihan Profesi(Studi Emperis pada Mahasiswa Akuntansi di Perguruan Tinggi di Medan-Sumatera Utara)
Sutan LMH Simanjuntak, Parulian Siagian
Pengaruh Waktu Electroplating dengan 2743-2766 Chrom Pada Baja Karbon Rendah Terhadap Kekerasan, laju Korosi dan Tebal Lapisan
2694-2714
Jongkers Tampubolon, Albina Br. Ginting
Analisis Kinerja Dan Daya Saing 2767-2781 Perekonomian Sumatera Utara Memasuki Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
Hotden L. Nainggolan Johndikson Aritonang
Analisis Daya Saing Komoditi Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan
Pohan Panjaitan
Determination the Location and Size of 2801-2811 Each Zona of Regional Water Conservation Area in Central Tapanuli Distric
Nelson Manurung
Pada Proses Pembubutan
Majalah Ilmiah Universitas HKBP Nommensen
2782-2800
2812-2833
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, oleh kasih dan ridhoNya majalah ilmiah Universitas HKBP Nommensen “VISI” Volume 24, Nomor 3, Oktober 2016 dapat terbit. Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada Saudara yang telah mengirimkan artikel untuk dimuat di majalah ini. Dalam rangka pengembangan kualitas tulisan dan penerbitan serta terjalinnya komunikasi dalam pertukaran informasi ilmiah, kami akan senang hati apabila Saudara berkenan memberikan masukan dan mengirimkan tulisannya untuk dimuat pada edisi selanjutnya. Akhirnya, kami berharap semoga tulisan-tulisan yang dimuat pada edisi ini bermanfaat bagi para pembaca.
Pro Deo et Patria Redaksi
PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL Majalah Ilmiah “Visi”, UHN adalah salah satu sarana/media bagi ilmuan dalam menyebarluaskan ilmu pengetahuan, baik untuk pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri maupun untuk kepentingan pembangunan secara umum. Redaksi mengundang ilmuan dari berbagai bidang ilmu pengetahuan untuk berperan serta dalam mengisi majalah ini. Naskah yang dikirim ke redaksi ditulis mengikuti tata cara penulisan ilmiah yang baku secara umum, baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, dengan spesifikasi: - Ukuran kertas : A4 atau letter - Ketikan : 2 spasi - Jumlah halaman : maksimum 24 halaman, dan - Software : Microsoft Words Format dan Pedoman Penulisan Judul Nama Penulis Abstrak (maksimum ¾ halaman). Memuat tujuan, metode dan kesimpulan hasil penelitian, disertai kata kunci. Abstrak dalam bahasa Inggris bila naskah dalam bahasa Indonesia atau sebaliknya. I. Pendahuluan (maks. 4 hal.), memuat latar belakang, masalah, tinjauan pustaka, tujuan dan hipotesis (bila ada). II. Metodologi penelitian (maks. 3 hal), memuat tempat dan waktu penelitian, bahan dan alat atau objek penelitian, perlakuan (bila ada) dan metode (mis.: kriteria sampel, uji statistik). III. Hasil penelitian dan Pembahasan (maks. 12 halaman). Memuat hasil penelitian dan kemukakan secara menarik dan mudah dimengerti, hindari tabel lampiran. Pembahasan memuat interpretasi hasil yang didukung oleh tinjauan pustaka, dan bila perlu pembahasan kelemahan dan kekuatan metode (penelitian) yang digunakan. IV. Kesimpulan dan saran (maks. 2 halaman). Memuat kesimpulan yang relevan dengan judul dan saran (bila ada) yang relevan dengan penelitian. Daftar Pustaka (maks. 2 halaman). Memuat daftar pustaka secara alfabetis dan hanya yang dikutip saja, dengan susunan. Untuk buku: nama belakang. Nama depan (tahun), Judul, kota tempat penerbitan. Penerbit. Untuk penerbitan periodikal: nama belakang, nama depan, (tahun). Judul tulisan, Nama Periodikal, Vol. (nomor), nomor halaman. Prosedur pengiriman naskah: - Kirimkan 1 (satu) eksemplar manuskrip naskah, file naskah dalam disket 31/2, serta riwayat hidup penulis ke alamat Redaksi Majalah VISI UHN. - Naskah belum pernah diterbitkan atau sedang dalam proses penerbitan pada media lain. - Naskah yang dikrim ke redaksi sepenuhnya menjadi milik redaksi. Redaksi berwewenang menyunting artikel tanpa mengubah isi dan tujuannya.
VISI (2016) 24(3) 2685-2693
Analisis Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani Kopi di Kecamatan Pollung – Kabupaten Humbang Hasundutan Erika Pardede1 1
Pogram Studi Teknologi Hasil Pertanian - Fakultas Pertanian – Universitas HKBP Nommensen, Medan - Indonesia
Abstrak. Budidaya kopi merupakan penyumbang terbesar (44,4%) terhadap pendapatan petani di kecamatan Pollung, Kabupaten Humbang Hasundutan. Usaha tani lainnya seperti padi sawah, palawija dan kemenyan menyumbang 41%. Status ketahanan pangan rumahtangga petani kopi Pollung didominasi oleh kategori rentan pangan, dengan menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk belanja pangan yang dikombinasikan dengan kecukupan energi rumahtangga (Household Consumption and Expenditure Survey; HCES). Prevalensi rumahtangga yang tahan, rentan, kurang dan rawan pangan berturut-turut 23,3%, 50%, 13,3%, 13,3%. Rumahtangga petani kopi di Pollung mengandalkan nasi beras sebagai sumber utama energi dan ikan asin sumber utama protein. Separuh rumahtangga mengalami defisiensi energi dan 63,5% mengalami defisiensi protein. Selain dengan peningkatan pendapatan, penganekaragaman sumber energi seperti umbi-umbian dan sumber protein seperti telur diharapkan dapat memperbaiki status ketahanan pangan rumahtangga petani kopi di Pollung. Keywords: Ketahanan pangan; petani kopi; proporsi belanja pangan; kecukupan energi 1. Pendahuluan Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam dan bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan (Undang –Undang Republik Indonesia No 18 tahun 2012 tentang Pangan). Senada dengan pendefinisian oleh FAO (1996), dimana ketahanan pangan 2685 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2685-2693
dicapai ketika tersedia cukup bahan pangan baik tingkat global, nasional, masyarakat maupun tingkat rumah tangga, sepanjang waktu, dan terdapat akses fisik maupun ekonomis untuk mendapatkan kebutuhan pangan sesuai yang diinginkan untuk mendapatkan kehidupan yang sehat dan aktif. Tergambar bahwa terdapat empat aspek utama dalam ketahanan pangan, yakni aspek ketersediaan, akses, utilitas dan stabilitas. Meskipun demikian banyak negara yang hanya menekankan tingkat pemenuhan kebutuhan, yakni ketika suatu negara dapat memproduksi bahan pangan dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jumlah penduduknya (Pinstrup-Andersen, 2009). Terdapat berbagai metoda yang digunakan dalam mengevaluasi ketahanan pangan rumah tangga dengan menggunakan pendekatan yang berbeda-beda. Metoda-metoda seperti Coping Stategies Index (CSI), Reduced Coping Stategies Index (rCSI), Household Food Insecurity Access Scale (HFIAS), The Household Hunger Scale (HHS), Food Consumption Score (FCS), Household Dietary Diversity Scale (HDDS), A self-assesed Measure of Food Security, dan Household Consumption and Expenditure Survey (HCES) (Maxwell dkk., 2013; Smith and Subandoro, 2007) telah banyak sebagai alat untuk menilai status ketahanan pangan baik tingkat rumahtangga maupun tingkat negara. Pendekatan yang berbeda pada meoda yang berbeda tentu saja dapat menghasilkan penilaian status ketahanan pangan suatu rumah tangga berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketahanan pangan rumahtangga petani kopi yang berdomisili di Kecamatan Pollung – Kabupaten Humbang Hasundutan, dengan menggunakan metoda Household Consumption and Expenditure Survey (HCES), yakni metoda yang menerapkan pendekatan yang mengkombinasikan jumlah proporsi pengeluaran untuk belanja pangan (aspek akses) dengan kecukupan energi rumahtangga (aspek utilitas). 2. Metoda Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Pollung - Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara, menggunakan metode kuantitatif yakni metode survey ketahanan pangan dengan Household Consumption and Expenditure Survey (HCES). Penetapan kecamatan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, yakni daerah dimana petani kopi juga sekaligus melakukan budidaya padi sawah. Sehingga terpilihlah Pollung sebagai kecamatan sampel, dengan jumlah responden 30 rumahtangga. Penetapan kelompok tani terpilih tersebut dilakukan dengan metode Simple Random 2686 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2685-2693
Sampling (Stukel dkk, 2012). Data diperoleh melalui wawancara, observasi, dan pencatatan. Data umum yang dikumpulkan berupa profil rumahtangga yakni usia, jumlah dan jenis kelamin anggota rumahtangga. Jumlah pendapatan dan pengeluaran rumah tangga diperoleh dari angka rata-rata pendapatan dan pengeluaran setiap bulannya. Konsumsi energi rumah tangga diperoleh melalui pencatatan balik (recall) kondisi 1 x 24 jam, dimana angka asupan energi total dihitung melalui konversi jumlah setiap jenis makanan ke nilai energi yang dikandungnya. Dalam hal ini, semua jenis bahan yang dimasak/dipersiapkan dianggap habis dikonsumsi. Patokan dasar pada metoda ini adalah jumlah pengeluaran rumahtangga yang dibelanjakan untuk pangan. Maxwell dkk. (2013) belanja rata-rata rumahtangga masyarakat Indonesia untuk pangan adalah < 60% dari total pengeluaran. Angka ini dijadikan dasar utama untuk membedakan rumahtangga yang kategori tahan dan tidak tahan pangan. Pengukuran ini dikolaborasikan dengan penilaian atas kecukupan gizi masing-masing keluarga, dalam hal ini menggunakan angka kecukupan energi (AKE) dan angka kecukupan protein (AKP) untuk orang Indonesia seperti ditetapkan dalam Widya Karya Pangan Nasional. Berdasarkan rasio jumlah energi yang dikonsumsi semua anggota keluarga terhadap kebutuhan total AKE dari rumahtangga tersebut, rumahtangga dapat dikategorikan cukup atau mengalami defiensi energi. Ketika suatu rumah tangga mengkonsumsi energi ≥ 80% dari AKE rata-rata rumahtangga, maka rumahtangga dimaksud dapat dikategorikan tahan, dan konsumsi < 80% dari AKE mengindikasikan ketidaktahanan pangan (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Untuk penetapan status ketahanan pangan rumahtangga digunakan kriteria pada tabel berikut.
Table 1. Kriteria Ketahanan Pangan menurut HCES Status Ketahanan Indikator Pangan Tahan Pangan Pengeluaran untuk pangan < 60% pengeluaran total; Asupan energi ≥ 80% dari AKE ratarata rumahtangga Rentan Pangan Pengeluaran untuk pangan ≥ 60% pengeluaran total; Asupan energi ≥ 80% dari AKE ratarata rumahtangga 2687 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2685-2693
Kurang Pangan
Rawan Pangan
Pengeluaran untuk pangan < 60% pengeluaran total; Asupan energi < 80% dari AKE ratarata rumahtangga Pengeluaran untuk pangan ≥ 60% pengeluaran total; Asupan energi < 80% dari AKE ratarata rumahtangga
Diadopsi dari: Smith dan Subandoro (2007) dan Kementerian KesehatanRI, 2016
3. Hasil dan Pembahasan Rumahtangga petani kopi di Pollung memiliki rata-rata 6 anggota keluarga. Sebanyak 63,3 % kepala keluarga berusia 30-50 tahun, sisanya 36,7% berusia di atas 50 tahun. Pendidikan tertinggi kepala keluarga berturut-turut untuk SD, SLTP, SLTA adalah 17,2%, 37,9%, dan 44,8%. Pendapatan rata-rata rumahtangga petani kopi di Pollung per bulan adalah sebesar Rp. 2.132.917,- , dimana hampir separuhnya disumbang oleh hasil pertanian kopi (Tabel 2). Petani kopi juga mengusahai budidaya pertanian lainnya yakni sawah, atau tanaman palawija, atau menjadi petani (penderes) kemenyan. Hasil usaha pertanian di luar kopi menyumbang 43,3% terhadap pendapatan. Di luar dugaan semula, pendapatan dari kemenyan berkontribusi 18,4%, angka yang lebih tinggi dari kontribusi padi sawah. Table 2. Rata-rata pendapatan rumahtangga petani kopi di kecamatan Pollung per bulan Sumber pendapatan Usaha tani kopi Usaha tani sawah Usaha tani lainnya Non Usaha Tani TOTAL
Pendapatan (Rp/bulan) 947.693 315.972 558.750 310.556 2.132.917
Persentase (%) 44,4 14,8 26,2 14,6 100
Petani kopi Pollung membelanjakan rata-rata 44,1% pengeluarannya untuk pangan dengan nilai rata-rata Rp. 1.501.633 per bulan, dan 55,9% untuk belanja non pangan dengan nilai rata-rata Rp. 1.906.475,- per bulan. Dengan nilai rata-rata pengeluaran sebesar Rp. 3.408.108,- maka terdapat nilai defisit. Di lain pihak, nilai proporsi belanja pangan terhadap total pengeluaran hanya 2688 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2685-2693
44,1% yang mengindikasikan rumahtangga dengan kondisi baik. Kondisi yang kontradiktif ini menunjukkan adanya adanya perbedaan pendapatan dan pengeluaran yang cukup besar antar rumahtangga. Dari hasil wawancara ditemukan fakta bahwa terdapat keluarga yang sampai harus meminjam untuk dapat memenuhi kebutuhan pengeluaran rumahtangga. Fakta lainnya adalah terkait biaya pendidikan, khususnya bagi rumahtangga yang memiliki anggota keluarga yang menempuh pendidikan tinggi, dimana biaya untuk pendidikan menyebabkan angka belanja non pangan menjadi cukup tinggi. Hal ini didukung hasil analisis lanjutan di tingkat rumahtangga yang menunjukkan bahwa hanya 36,7% rumahtangga petani yang belanja pangannya <60% dari total pengeluaran, dan pada 63,3% rumahtangga lainnya proporsi pengeluaran untuk pangan >60% dari total pengeluaran. Dalam penetapan ketahanan pangan rumahtangga dalam metoda HCES, kondisi kecukupan asupan energi rumahtangga menjadi faktor tambahan yang digunakan untuk melihat apakah pangan yang dibelanjakan sudah mencukupi AKE dari seluruh anggota rumahtangga. Ratio asupan energi dan protein rumahtangga ketika terhadap AKE/AKP rumahtangga yang bersangkutan dijadikan dasar pengkategorian kondisi kecukupan energi dan protein rumahtangga (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Rumahtangga petani kopi di Pollung tersebar dalam kategori defisiensi berat hingga berkelebihan, seperti digambarkan dalam grafik dalam gambar 1 berikut. AKE
AKP
40.0
16.7
20.0
26.7
23.3 16.7
16.7
Defesiensi ringan
Defesiensi sedang
10.0
Kelebihan
Normal
16.7
13.3
Defisiensi berat
2689 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2685-2693
Gambar 1: Ratio Kecukupan Energi dan Protein terhadap AKE/AKP Rumahtangga Petani Kopi di Pollung.
Dengan melihat angka kecukupan energi yang diasup oleh rumahtangga berdasarkan jumlah pangan yang dipersiapkan, yang diasumsikan semuanya habis dikonsumsi oleh anggota rumahtangga secara merata, ditemukan bahwa hanya 40% rumahtangga yang asupan energinya dikategorikan normal (asupan energi 90 -119 % dari AKE rata-rata rumahtangga). Separuh rumahtangga petani berada dalam status defisiensi energi, yang tersebar secara merata untuk defisiensi ringan, sedang dan berat. Di lain pihak, terdapat 10% rumahtangga yang asupan energinya berkelebihan. Kecukupan protein menunjukkan hal yang berbeda, dimana 63,3% rumahtangga kekurangan energi protein dan hanya 20% yang mampu mencukupi kebutuhan protein secara normal. Asupan protein yang berkelebihan dialami 16,7% rumahtangga. Rumahtangga petani kopi di daerah Pollung cenderung mengkonsumsi beras sebagai sumber energi utama, sementara ikan asin menjadi lauk yang menjadi sumber utama protein rumahtangga. Sumber energi lainnya berupa umbiumbian dikonsumsi dalam jumlah yang relatif kecil. Sumber energi asal hewani berupa daging, ikan dan telur juga dikonsumsi dalam jumlah sangat minim. Terungkap dalam wawancara, petani mengandalkan penyediaan pangan melalui pasar besar yang berlangsung sekali sepekan, sehingga ketika persediaan habis mereka cenderung menunggu hingga pekan berikutnya. Terdapat juga indikasi bahwa pengetahuan dan kesadaran akan gizi rumahtangga belum memadai, sehingga perlu analisis lebih lanjut. Dalam indikator ketahanan pangan, digunakan angka 80% dari AKE sebagai pembatas untuk menunjukkan kecenderungan ke arah tahan atau rawan pangan, yakni dengan mengikutsertakan kelompok defisiensi energi ringan sebagai kelompok yang masih di dalam batas tahan pangan. Pada rumahtangga petani kopi di Pollung, sebanyak 33,3% rumahtangga hanya mengkonsumsi <80% AKE rumahtangganya. Dengan menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk pangan dan kecukupan energi pada metoda HCES (Smith and Subandoro, 2007), prevalensi ketahanan pangan petani kopi di Pollung untuk setiap kategori tersaji pada gambar-2 berikut.
2690 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2685-2693
50.0 23.3 13.3 Tahan pangan
Rentan pangan
Kurang tahan pangan
13.3 Rawan pangan
Gambar 2: Prevalensi ketahanan pangan petani kopi di Kecamatan Pollung
Sebanyak 50% rumahtangga petani kopi di Pollung dalam status rentan pangan. Status ini menunjukkan pola konsumsi yang sudah mampu memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi dengan menggunakan >60% dari total pengeluaran rumahtangga. Kondisi seperti ini dapat berubah dengan cepat menjadi kurang tahan bahkan rawan pangan ketika pendapatan rumahtangga menurun, misalnya ketika panen kopi atau padi menurun. Kemungkinan lainnya adalah apabila terjadi faktor-faktor yang menyebabkan harga kebutuhan non pangan naik, sehingga proporsi untuk pangan semakin kecil. Di lain pihak, rumahtangga yang kurang tahan pangan mengalokasikan >60% pendapatan untuk pangan, dan ternyata dengan proporsi sedemikian besar jumlah dan jenis pangan yang dibelanjakan masih belum cukup untuk memenuhi kecukupan gizi total keluarga sesuai AKE. Kondisi rawan pangan terdapat pada 13,3% petani kopi responden. Kelompok ini mengalokasikan >60% pengeluaran untuk pangan tetapi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan energi seluruh anggota keluarga. Diperlukan usaha untuk meningkatan pendapatan untuk meningkatkan akses keluarga dalam rangka pemenuhan gizi keluarga. Selain itu penganekaragaman pangan menjadi suatu alternatif lain untuk meningkatkan ketahanan pangan keluarga petani kopi di Pollung mengingat sumber energi 2691 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2685-2693
keluarga masih bertumpu pada nasi, sementara sumber energi berupa umbiumbian yang harganya relatif lebih murah belum menjadi pilihan. 4. Kesimpulan Status ketahanan pangan rumahtangga petani kopi di Kecamatan Pollung – Kabupaten Humbang Hasundutan didominasi rumahtangga yang rentan pangan (50%). Prevalensi rumahtangga yang kurang tahan dan rawan pangan masing-masing 13,3%, sementara untuk rumahtangga yang tahan pangan hanya 23,3%. Selain usaha peningkatan pendapatan, ketahanan pangan rumahtangga petani kopi di Pollung dapat ditingkatkan melalui peningkatan kecukupan energi melalui penganekaragaman sumber energi, yakni dengan mengurangi konsumsi beras dan mensubsitusi dengan sumber energi seperti ubi-ubian yang relatif lebih murah.
Daftar Kepustakaan FAO. 1996. World Food Summit, 13-17 November 1996. Rome, Italy: Food and Agriculture Organisation of the United Nations. Maxwell, D, Coates, J. dan Vailla, B. 2013. How Do Different Indicators od Household Food Security Compare? Empirical Evidence from Tigray. Feinstein International Centre, Tufts University: Medford, USA Pinstrup-Andersen, P. 2009. Food Security: definition and measurement. Food Security 1: 5-7 Smith, L.C. dan Subandoro, A. 2007. Measuring Food Security Using Household Expenditure Survey. Food Series in Practice Service. Washington, D.C.: International Food Policy Research Institute Stukel, D. and Deitchler, M. 2012. Addendum to FANTA Sampling Guide by Robert 2692 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2685-2693
Magnani (1997): Determining the Number of Households That Need to be Contacted. http://www.fantaproject.org/publications/sampling.shtml _____ Statistik Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan, 2015. Badan Pusat Statistik Kabupaten Humbang Hasundutan. _____ Undang –Undang Republik Indonesia No 18 tahun 2012 tentang Pangan _____ Situasi Gizi di Indonesia 2016. Infodatin: Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI: ISSN 2442-7659
2693 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714 Peran Bhayangkari, Latar Belakang Pendidikan POLRI, dan Satuan Kerja Dalam Meningkatkan Pendapatan (Studi Kasus Pada Pama dan Pamen Polda Sumut) Mei Hotma Mariate Munte (Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen)
[email protected]
ABSTRAK This research aims to determine the role Bhayangkari, the educational background of the national police, and its working units in the revenue. Some people perceive increasingly active wife of the police participated in the Bhayangkari, would be good to their husbands. As with the two other variables, namely the educational background of the national police and its working units. Police Academy will occupy a definite position is more likely to earn a lot compared to the Police Officer. Respondents who used as many as 33 people who rank from Ipda to the Commissioner. The data analysis method used is the classical assumption, hypothesis testing and regression analysis with the computer program SPSS 17.0 version. The survey results revealed, partially Bhayangkari, educational background and work unit of the national police negatively affect earnings. However, after the simultaneous testing of all three results obtained simultaneously affect revenue with a probability of 0.024 smaller than the significance level used. Kata kunci: Bhayangkari, Officer, Police Academy, Propam, Income
PENDAHULUAN Pertama-tama, orang harus memahami bahwa setiap istri polisi sudah otomatis tergabung ke dalam keanggotaan Bhayangkari. Peranan utama mereka sebagai anggota bhayangkari adalah memberikan masukan serta dorongan kepada para suami yang berstatus sebagai abdi negara. Singkat kata, peranan istri, anggota bhayangkari menitikberatkan dukungan kepada suami-suami mereka yang merupakan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam menjalankan tugas sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat. Bhayangkari memiliki peran penting sebagai motivator keluarga, pendamping dan penyemangat suami, dalam melaksanakan tugas-tugas kepolisian. Bhayangkari juga harus memiliki mental yang seimbang antara iman dan ketaqwaan sebagai anak bangsa. Bhayangkari Propam Polda Sumut adalah istri para anggota Polri yang sedang bertugas di Propam Kepolisian Daerah Sumatera Utara. Bhayangkari Propam meliputi bhayangkari satuan Paminal, satuan Provost dan satuan Wafrop. Bhayangkari yang memiliki pendamping atau suami bertugas di Propam menganggap bahwa bhayangkari lain yang suaminya bertugas di satuan lain memiliki pendapatan lebih banyak. Pemikiran seperti ini dapat menimbulkan kecemburuan di tengahtengah bhayangkari. Hubungan bhayangkari dengan suaminya juga dapat
2694 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714 dipengaruhi oleh anggapan-anggapan seperti ini, yang pada akhirnya akan menuntut suami untuk mendapatkan uang dengan cara yang tidak tepat lagi. Padahal sebagai pendamping suami yang tugasnya adalah melayani, melindungi dan mengayomi masyarakat, bhayangkari harus dapat menciptakan suasana yang nyaman sehingga suami dapat menjalankan tugas dengan baik. Bhayangkari sebagai pendamping Polri, diharapkan bisa menunjang efektifitas pekerjan suami dan menjadi pendorong agar para suami bisa bekerja dengan baik dan mendorong para suami untuk selalu meningkatkan kemampuannya di bidang pendidikan kepolisian. Pendidikan merupakan sarana strategis menyiapkan SDM polisi yang bertugas sarat dengan muatan perubahan. Pendidikan polisi memerlukan sikap dasar ‘sadar perubahan’. Hal ini dapat diperoleh dari proses belajar di pendidikan tinggi. Ambil contoh Polisi di AS, mereka terus didukung untuk mendapatkan pendidikan tinggi karena diyakini dengan standar kualitas intelek yang tinggi dapat meningkatkan kepekaan mereka terhadap warga negara, bertindak lebih adil, jujur, dan berintegritas. Saat ini terdapat 4,8 juta pemuda Indonesia yang tengah mengenyam pendidikan tinggi. Namun sangat sedikit dari mereka yang berminat menjadi polisi. Sudah saatnya para pemuda bangsa berkualitas ini mampu menjawab persoalan ini dengan berjuang dari dalam sistem demi mendorong penegakan hukum di Indonesia. Pendidikan Polri sangat penting dipikirkan sehingga kasus-kasus yang semakin tinggi angkanya dapat diungkap dengan dengan cepat dan tepat. Tentu saja dibutuhkan keahlian dan keterampilan khusus di bidang kepolisian agar kasus jenis apapun dapat diselesaikan dengan baik tanpa harus menunggu ada uang masuk baru dikerjakan tetapi kalau tidak ada uang masuk maka kasus ”ditidurkan” saja. Polri yang memiliki kecerdasan intelektual dipastikan dapat mengemban tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Latar belakang pendidikan Polri terdiri atas BINTARA dan AKPOL (Akademi Kepolisian). Untuk menjadi BINTARA, jalurnya hanya satu yaitu lewat SPN (Sekolah Polisi Negara). Pendidikan yang harus dijalani oleh para siswa lamanya kurang lebih 7 bulan. Sedangkan untuk menjadi PERWIRA, jalurnya adalah AKPOL. Dari umum langsung jadi PERWIRA hanya satu, yaitu melalui Akademi Kepolisian (AKPOL) di Semarang Jawa Tengah dengan masa pendidikan kurang lebih 3,5 tahun, dengan gelar setara D3. Jalan masuk menjadi AKPOL dari SMA, dari BINTARA junior, atau dari SARJANA. Lulus AKPOL akan mendapat pangkat IPDA. Latar belakang pendidikan BINTARA dan AKPOL menjadi perbedaan yang sangat menyolok di tengah-tengah Polri. Bagaimana tidak, Polri yang berasal dari dua latar belakang pendidikan yang berbeda ini seperti ditempatkan pada dua kasta yang berbeda. AKPOL berada di kasta yang lebih tinggi dan BINTARA berada di kasta yang lebih rendah. Kondisi ini diperparah dengan menularnya suasana “perkastaan” tersebut bahkan sampai ke tengah-tengah bhayangkari sebagai istri dan pendamping Polri. Istri AKPOL merasa bahwa komunitas istri BINTARA bukan merupakan komunitas yang pantas untuk mereka masuki sehingga mereka hanya bersosialisasi dengan komunitas sesama istri AKPOL. Barangkali Negara juga harus ikut bertanggung jawab atas terciptanya “gap” ini. Karena Polri yang berasal dari BINTARA seperti kurang diperhitungkan untuk ditempatkan di posisi-posisi penting di Kepolisian. Padahal, harus diakui bahwa Polri
2695 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714 dari BINTARA banyak yang memiliki kecerdasan tinggi dan layak untuk menempati posisi-posisi penting di Kepolisian. Negara menyediakan posisi yang jauh lebih baik kepada Polri yang berasal dari AKPOL, meski bukan jaminan lulusan AKPOL pasti lebih baik daripada lulusan BINTARA. Lihat saja kasus yang terjadi akhir-akhir ini, anggota Polri nekat melakukan perbuatan yang melanggar hukum. Dan mereka itu, pada umumnya memiliki latar belakang pendidikan Polri dari BINTARA. Patut dipertanyakan mengapa hal ini sampai menimpa Polri khususnya dari kalangan BINTARA. Oleh karena posisi-posisi penting ini pada umumnya dipegang oleh lulusan AKPOL, kemungkinan tingkat ekonomi BINTARA dan AKPOL pun akan berbeda sangat jauh. Sehingga, suasana “kastanisasi” dan kecemburuan sosial akan semakin melekat di lingkungan kerja Polri. Satuan kerja tertentu yang diprediksi menjanjikan pendapatan lebih baik (hanya diperuntukkan bagi lulusan AKPOL) dibandingkan dengan satuan kerja lainnya yang lebih banyak diduduki oleh Polri dari BINTARA. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah Bhayangkari, Latar Belakang Pendidikan Polri, dan Satuan Kerja secara parsial dan simultan berperan dalam meningkatkan pendapatan anggota Propam Polda Sumut yang berpangkat Perwira Pertama (Pama) dan Perwira Menengah (Pamen)? Penelitian ini bertujuan untuk memberikan usulan kepada Negara dan pimpinan Polri: a) Kepada pimpinan Polri, agar menata kegiatan bhayangkari menjadi lebih baik dan bermanfaat sehingga peran sebagai pendamping Polri berjalan dengan tepat. b) Kepada pengurus baik pusat, daerah, cabang sampai ranting agar mengingatkan bhayangkari untuk bersatu dan wajib mendukung tugas suami dengan mengedepankan pengabdian. c) Kepada Negara, agar memberi kesempatan kepada Polri dengan latar belakang pendidikan BINTARA untuk menempati posisi penting di tubuh Polri. d) Kepada Negara, agar memberi kesempatan yang sama kepada Polri BINTARA dan Polri AKPOL. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pendapatan Pendapatan dan tunjangan Polisi dipandang besar oleh kebanyakan masyarakat sehingga tergiur untuk menjadi pegawai pertahanan ini. Polisi merupakan bentuk profesi yang memiliki resiko dan tanggung jawab tinggi atas tugas yang dilakukannya. Maka dengan sepantasnya pemerintah memberikan gaji dan tunjangan yang sesuai. Pendapatan yang diperoleh oleh seorang Polri itu meliputi pendapatan yang teratur dan pendapatan tidak teratur. Pendapatan yang tidak teratur merupakan pendapatan yang tergantung pada satuan kerja polisi tersebut. Untuk pendapatan teratur (pemberian gaji), seorang Polri menerima gaji menurut ketentuan PP No. 32 Tahun 2015 tentang Peraturan Gaji Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain gaji, pemerintah juga memberikan tunjangan kepada Polri seperti tunjangan istri atau suami, dan tunjangan anak yang dihitung masing-masing 10% dan 2%. Tunjangan lain yang diberikan kepada Polri adalah tunjangan medis, sandi, Babinkamtibmas, tunjangan untuk Polwan sebesar Rp 50.000, tunjangan Papua jika Polri ditugaskan di Papua, tunjangan daerah jika Polri ditempatkan di daerah perbatasan yang ditetapkan menurut indeks daerah perbatasan, tunjangan beras 18
2696 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714 kg/Polri, tunjangan umum sebesar Rp 75.000 untuk Polri yang tidak termasuk dalam jabatan struktural. Uang lauk pauk (ULP) diberikan menyatu dengan gaji yaitu Rp 45.000/hari dikali dengan 30 hari sehingga jumlah ULP yang diterima adalah Rp 1.350.000 dan pajak ULP ini ditanggung oleh pemerintah. Selain itu yang termasuk dalam pendapatan teratur adalah tunjangan fungsional yang diberikan kepada anggota yang menduduki jabatan struktural dan tunjangan kinerja. Jadi jika dijumlahkan pendapatan Polri itu bisa mencapai 4jt-19jt tergantung pada posisi atau jabatan yang didudukinya. Berikut daftar gaji yang diperoleh personil Polri menurut PP No. 32 Tahun 2015 untuk golongan I sampai golongan IV mulai pangkat Bharada Dua sampai Jenderal. Pendapatan tidak teratur seorang Polri berasal dari tugas yang diberikan di samping tugas utamanya. Pendapatan tersebut sesuai dengan kegiatan operasional yang diberikan. Uang saku dan uang makan diberikan jika Polri melakukan kegiatan kemitraan untuk meningkatkan pelayanan dan keamanan masyarakat. Tentu saja pemberian pendapatan tambahan ini juga ditentukan menurut satuan fungsi dan kerja di mana Polri yang bersangkutan ditempatkan. Pengertian uang saku dan uang makan di sini adalah hak seorang Polisi ketika melaksanakan kegiatan untuk mendukung tupoksi dalam rangka pembinaan kemitraan dengan masyarakat maupun pemeliharaan keamanan dan ketertiban. Uang makan bisa diberikan dalam bentuk natura atau nominatif. Kegiatan ini sangat tergantung pada satker atau satuan fungsi di mana anggota ditugaskan. Pendapatan tidak teratur tergantung pada satuan kerja atau satuan fungsi di mana seorang anggota Polri bertugas disamping intensitas kegiatannya. Satuan kerja (Satker) seperti Sat Reskrimum, Sat Lantas, Sat Intelkam, Sat Sabhara dan lain-lain berada di tingkat Mabes dan Polda sedangkan satuan fungsi dibawah kendali Polres yakni fungsi Reskrim, Intel, Lantas. Satker dan Satfung secara tupoksi sebenarnya sama, perbedaannya terletak pada satuan yang menaunginya. Kegiatan Kepolisian yang dibiayai negara berpedoman pada Standar Biaya Keluaran (SBK) di lingkungan Polri yang disebut Norma Indeks. SBK ini mengatur indeks semua kegiatan termasuk juga harga materiil, biaya sidik lidik dan lain-lain. Semua kegiatan baik rutin maupun operasional Kepolisian sudah ditentukan indeks biaya beserta peruntukannya. Ada komponen biaya yang merupakan hak bagi anggota Polri seperti uang saku dan uang makan. Ada pula kegiatan yang tidak mencantumkan secara spesifik komponen biayanya dengan hanya mencantumkan indeks per giat (OG). Sebagai contoh pada fungsi Intelkam ada kegiatan persiapan pengamanan/Intelijen atau kegiatan sidik lidik di Reskrimum yang indeksnya ditentukan berdasarkan sangat sulit, sulit, sedang dan mudah. Kegiatan seperti ini bersifat at cost, artinya penggunaannya harus didukung bukti seperti kwitansi/ bukti pendukung lainnya yang sah. Bagi anggota yang mendapatkan sprin (surat perintah) kegiatan akan mendapatkan uang pejalanan dinas (jaldis) sesuai indeks di luar indeks giat. Intinya, penghasilan tidak teratur di atas hanya perkiraan dengan memperhatikan intensitas kegiatan sepanjang tahun. Setiap satker atau satwil di Kepolisian mendapatkan dana dukungan operasional/Duk Opsnal yang dialokasikan dalam DIPA jumlahnya bisa puluhan juta sampai ratusan juta bahkan milyaran per tahun tergantung kesatuannya. Pengelolaannya dibawah kendali Kasatker/wil dengan tetap melalui mekanisme APBN.
2697 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714
2. Bhayangkari Organisasi merupakan alat atau wadah yang statis. Setiap orang tentunya pernah ataupun sedang berada di dalam sebuah organisasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa organisasi yang terkecil adalah sebuah keluarga dan tentunya setiap orang dilahirkan dalam sebuah keluarga. Bhayangkari adalah (www.Bhayangkari.com) suatu Organisasi para Istri Polri yang telah lahir atas gagasan Ny. HL. SOEKANTO pada tanggal 17 Agustus 1949 di Yogyakarta. Pada tanggal 19 Oktober 1952 dilaksanakan konferensi Istri Polri yang dihadiri oleh 27 perwakilan daerah, dengan didapatkan keputusan bahwa para Istri Polri wajib untuk bersatu didalam gerakan perjuangan melalui sebuah wadah tunggal organisasi Persatuan Istri Polri yang diberi nama Bhayangkari dan tanggal tersebut juga ditetapkan pula sebagai Hari Anak-Anak Kepolisian RI. Bhayangkari adalah organisasi persatuan istri anggota Polri yang merupakan badan ekstra struktural Polri yang mempunyai ruang lingkup nasional dengan tujuan membantu meningkatkan dan memelihara kesejahteraan keluarga Polri. Agar suatu organisasi dapat berjalan dengan baik, diperlukan suatu prinsip – prinsip tertentu yang harus dianut sebagai pedoman agar kegiatan organisasi dapat berjalan dengan lancar. Secara umum Prinsip tujuan organisasi merupakan keadaan atau tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi di waktu yang akan datang melalui kegiatan organisasi. Prinsip – prinsip tersebut yaitu: 1.Perumusan tujuan dengan jelas (Formulation of the objective). 2. Pembagian tugas pekerjaan (Division of works). 3.Pendelegasian wewenang (Delegation of Authority). 4. Rentang kekuasaan (Span of control). 5. Tingkat pengawasan (Level of controlling). 6. Kesatuan perintah dan tanggung jawab (Unity of command and responbility). 7. Koordinasi (Coordination). Konflik dapat timbul di dalam organisasi, sehingga hubungan antara orangorang di dalam organisasi semakin lama akan semakin memburuk yang dapat berujung pada berakhirnya persatuan dan kesatuan di antara sesama anggota organisasi. Konflik merupakan bentuk perselisihan yang timbul karena perbedaan pendapat, perselisihan, sikap ingin mempertahankan pendapat, persaingan dan kecemburuan sosial. Di dalam sebuah organisasi, konflik sangat mungkin timbul karena setiap orang yang bergabung di dalam sebuah organisasi memiliki kepentingan yang berbeda dalam hal nilai, tujuan dan persepsi. 3. Latar Belakang Pendidikan Polri Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), latar belakang adalah motif atau keterangan mengenai suatu peristiwa guna melengkapi informasi yang tersiar sebelumnya. Latar belakang pendidikan merupakan suatu motif atau peristiwa yang dilakukan dengan sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui pengajaran bagi peranannya di masa yang akan datang. Latar belakang pendidikan merupakan tingkat atau jenjang pendidikan yang pernah ditempuh atau diambil seseorang yang nantinya diharapkan bermanfaat dalam menghadapi pekerjaan di masa yang akan datang. Akademi Kepolisian atau sering disingkat Akpol adalah sebuah lembaga pendidikan untuk mencetak perwira Polri. Akpol adalah unsur pelaksana pendidikan pembentukan Perwira Polri yang berada di bawah Kalemdikpol. Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 21 Tahun 2010 Akpol bertujuan menyelenggarakan
2698 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714 pendidikan pembentukan Perwira Polri tingkat Akademi. Lama pendidikan ± 3,5 tahun dengan output pangkat Inspektur Dua Polisi. Pendekatan pendidikan melalui metode pembelajaran, pelatihan dan pengasuhan. Bintara adalah golongan pangkat ketentaraan dan kepolisian yang lebih rendah dari Letnan Dua/Inspektur Polisi Dua, dan lebih tinggi dari Kopral Kepala/Ajun Brigadir Polisi. Bintara merupakan tulang punggung Kesatuan atau sebagai penghubung antara Perwira dengan Tamtama atau sebaliknya. Menjadi Polisi dengan jalur seleksi ini, memiliki jenjang kepangkatan dan jabatan yang berbeda dengan Akpol. Lulusan Bintara diperuntukan bagi tenaga operasional dan teknis di lapangan. Untuk menjadi BINTARA, jalurnya hanya satu yaitu lewat SPN (Sekolah Polisi Negara), pendidikan kurang lebih 7 bulan. Sistem penempatan BINTARA secara umum menggunakan prinsip, “Local boy for local job,” yang artinya orang lokal untuk tugas lokal. Implementasinya jika mendaftar di Jawa, penempatan tidak akan jauh dari Jawa (kecuali mendadak dibutuhkan di luar daerah). 4. Satuan Kerja Satuan kerja adalah kelompok orang yang melakukan suatu kegiatan yang sama. Polri memiliki banyak satuan kerja, diantaranya Div Propam. Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian Negara Republik Indonesia - (Div Propram) adalah salah satu wadah organisasi POLRI berbentuk Divisi yang bertanggungjawab kepada masalah pembinaan profesi dan pengamanan dilingkungan internal organisasi POLRI yang disingkat Div Propam POLRI. Div Propam POLRI sebagai salah satu unsur pelaksana staf khusus POLRI di tingkat Markas Besar yang berada langsung di bawah Kapolri. Tugas Div Propam secara umum adalah membina dan menyelenggarakan fungsi pertanggungjawaban profesi dan pengamanan internal termasuk penegakan disiplin dan ketertiban dilingkungan POLRI dan pelayanan pengaduan masyarakat tentang adanya penyimpangan tindakan anggota/pns POLRI. Berdasarkan penjelasan teoritis di atas, kerangka berpikir sebagai dasar penetapan model penelitian dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini: Bhayangkari (X1)
Latar Belakang Pendidikan Polri (X2)
Pendapatan (Y) -Teratur -Tidak teratur
Satuan Kerja (X3)
Gambar 1. Kerangka Berfikir
2699 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714 METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, yang menjadi populasi adalah seluruh anggota Polri yang sedang bertugas di Propam Polda Sumut yaitu sebanyak 124 personil. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik sampel dengan kriteria tertentu (purposive sampling). Penentuan sampel dengan cara ini dilakukan dengan beberapa kriteria seperti (1) Sampel berpangkat IPDA (Inspektur Polisi Dua), IPTU (Inspektur Polisi Satu) dan AKP (Ajun Komisaris Polisi) untuk perwira pertama (Pama) dan KOMPOL (Komisaris Polisi), AKBP (Ajun Komisaris) Besar Polisi dan KOMBES (Komisaris Besar) untuk perwira menengah (Pamen); dan (2) Sampel telah bertugas di Propam Polda Sumut selama 6 bulan. (3) Polri yang berangkutan merupakan Polri dari BINTARA dan dari AKPOL. Dengan demikian jumlah sampel penelitian ini adalah sebanyak 33 orang, 24 orang merupakan Pama dan 9 orang merupakan Pamen. Pemilihan sampel tidak dimungkinkan dilakukan secara proporsional mengingat jumlah Pama dan Pamen yang sedang bertugas di Propam Polda Sumut pada saat penelitian ini dilakukan jumlahnya tidak sama. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji validitas, reliabilitas, normalitas, heterokedastisitas, multikolinearitas, regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menentukan model peran bhayangkari, latar belakang pendidikan polri dan satuan kerja terhadap pendapatan. Menguji kelayakan model regresi digunakan perhitungan ANOVA menggunakan SPSS 17. Berdasarkan pemikiran tersebut, diturunkan hipotesis sebagai berikut: H1: Bhayangkari mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan anggota Polri Pada Pama dan Pamen Propam Polda Sumut H2: Latar Belakang Pendidikan Polri mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan anggota Polri Pada Pama dan Pamen Propam Polda Sumut H3: Latar Belakang Pendidikan Polri mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan anggota Polri Pada Pama dan Pamen Propam Polda Sumut H4: Bhayangkari, Latar Belakang Pendidikan Polri dan Unit Kerja mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan anggota Polri Pada Pama dan Pamen Propam Polda Sumut ANALISIS Responden yang dipakai sebagai sampel dalam penelitian ini adalah semua anggota Polri yang pada saat penelitian ini dilakukan sedang bertugas di Bidpropam Polda Sumut. Keseluruhan jumlah responden yang diperoleh adalah sebanyak 33 orang. Seluruh responden bersedia mengisi, namun responden yang mengembalikan kuesioner adalah sebanyak 32 responden. Berdasarkan data yang terkumpul melalui kuesioner dan sumber data lainnya, peneliti mengetahui informasi seperti latar belakang pendidikan Polri, pangkat dan jabatan. Tabel 1 Data Responden Menurut Latar Belakang Pendidikan Polri Latar Belakang Pendidikan Polri Jumlah BINTARA AKPOL 30
2
32
Sumber: Kasubbagrenmin Propam
2700 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714 Tabel 2 Data Responden Menurut Pangkat No Pangkat Jumlah 1 AKBP 3 2 KOMPOL 8 3 AKP 9 4 IPTU 7 5 IPDA 5 32 Total Sumber: Kasubbagrenmin Propam Tabel 3 Data Responden Menurut Jabatan No Jabatan Jumlah 1 KASUBBID 3 2 KASUBBAG 2 3 KAUR 9 4 PAUR 4 5 KANIT 4 6 PANIT 9 7 PAMIN 1 32 Total Sumber: Kasubbagrenmin Propam Tabel 4 Hasil Uji Validitas Butir Instrumen variabel Bhayangkari Item Pertanyan Bhayangkari Validitas Data 1 2 3 4 5
0,600 0,430 0,609 0,585 0,611
Valid Valid Valid Valid Valid
Sumber: Diolah berdasarkan data primer 2016
Dari hasil uji kevaliditasan terhadap variabel bhayangkari dapat dikatakan bahwa dari lima pertanyaan yang diajukan kepada responden dari mulai item pertama sampai dengan item yang kelima tidak ditemukan item yang tidak valid. Nilai terendah terdapat pada item kedua (0,430) dan nilai tertinggi terdapat pada item yang kelima (0,611). Tabel 5 Hasil Uji Reliabilitas Butir Instrumen variabel Bhayangkari Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Cronbach's Alpha Items N of Items ,786 ,789 5 Sumber: Diolah berdasarkan data primer 2016
Dari hasil pengolahan data sebagaimana ditunjukkan di atas diperoleh hasil bahwa item-item pada variabel bhayangkari adalah reliabel dengan nilai alpha 0,789. Sehingga setiap pertanyaan pada variabel dapat dipakai untuk pengukuran selanjutnya.
2701 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714 Tabel 6 Hasil Uji Validitas Butir Instrumen variabel Latar Belakang Pendidikan Polri (X2) Item Pertanyan X2 Validitas Data 1 2 3 4 5
0,700 0,741 0,622 0,642 0,682
Valid Valid Valid Valid Valid
Sumber: Diolah berdasarkan data primer 2016
Dari hasil uji kevaliditasan terhadap variabel latar belakang pendidikan polri dapat dikatakan bahwa dari lima pertanyaan yang diajukan kepada responden dari mulai item pertama sampai dengan item yang kelima tidak ditemukan item yang tidak valid. Nilai terendah terdapat pada item ketiga (0,622) dan nilai tertinggi terdapat pada item yang kedua (0,741). Tabel 7 Hasil Uji Reliabilitas Butir Instrumen variabel Latar Belakang Pendidikan Polri Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Cronbach's Alpha Items N of Items ,858 ,859 5 Sumber: Diolah berdasarkan data primer 2016
Dari hasil pengolahan data sebagaimana ditunjukkan di atas diperoleh hasil bahwa item-item pada variabel latar belakang pendidikan polri adalah reliabel dengan nilai alpha 0,859. Sehingga setiap pertanyaan pada variabel dapat dipakai untuk pengukuran selanjutnya. Tabel 8 Hasil Uji Validitas Butir Instrumen variabel Satuan Kerja (X3) Item Pertanyan X3 Validitas Data 1 2 3 4 5
0,451 0,315 0,676 0,522 0,497
Valid Valid Valid Valid Valid
Sumber: Diolah berdasarkan data primer 2016
Dari hasil uji kevaliditasan terhadap variabel satuan kerja dapat dikatakan bahwa dari lima pertanyaan yang diajukan kepada responden dari mulai item pertama sampai dengan item yang kelima tidak ditemukan item yang tidak valid. Nilai terendah terdapat pada item dua (0,315) dan nilai tertinggi terdapat pada item yang ketiga (0,676). Selanjutnya hasil uji reliabilitas untuk variabel satuan kerja ditunjukkan di bawah ini.
2702 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714 Tabel 9 Hasil Uji Reliabilitas Butir Instrumen variabel Satuan Kerja Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Cronbach's Alpha Items N of Items ,723 ,722 5 Sumber: Diolah berdasarkan data primer 2016
Dari hasil pengolahan data sebagaimana ditunjukkan di atas diperoleh hasil bahwa item-item pada variabel satuan kerja adalah reliabel dengan nilai alpha 0,722. Sehingga setiap pertanyaan pada variabel dapat dipakai untuk pengukuran selanjutnya. Tabel 10 Hasil Uji Validitas Butir Instrumen variabel Y Item Pertanyan Y Validitas Data 1 0,478 Valid 2 0,531 Valid 3 0,722 Valid 4 0,558 Valid 5 0,500 Valid 6 0,550 Valid 7 0,736 Valid Sumber: Diolah berdasarkan data primer 2016
Dari hasil uji kevaliditasan terhadap variabel pendapatan dapat dikatakan bahwa dari tujuh pertanyaan yang diajukan kepada responden dari mulai item pertama sampai dengan item yang ketujuh tidak ditemukan item yang tidak valid. Nilai terendah terdapat pada item satu (0,478) dan nilai tertinggi terdapat pada item yang ketujuh (0,736). Selanjutnya hasil uji reliabilitas untuk variabel pendapatan ditunjukkan di bawah ini. Tabel 11. Hasil Uji Reliabilitas Butir Instrumen variabel Pendapatan Reliability Statistics Cronbach's Alpha Based on Standardized Cronbach's Alpha Items N of Items ,831 ,832 7 Sumber: Diolah berdasarkan data primer 2016
Dari hasil pengolahan data sebagaimana ditunjukkan di atas diperoleh hasil bahwa item-item pada variabel pendapatan adalah reliabel dengan nilai alpha 0,832. Sehingga setiap pertanyaan pada variabel dapat dipakai untuk pengukuran selanjutnya. Uji normalitas ini dilakukan melalui analisis grafik, yaitu dengan melihat grafik histogram dan grafik normal P-P Plot of regression standardized-smirnov.
2703 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714
Gambar 2. Histogram
Gambar 3. Grafik normal P-P Plot
Dengan melihat tampilan grafik histogram maupun grafik normal plot dapat dinyatakan bahwa grafik histogram memberikan pola distribusi yang normal. Sedangkan pada grafik p-plot terlihat titik-titik menyebar di sekitar garis diagonal. Kedua grafik ini menunjukkan model regresi memenuhi asumsi normalitas. Dari grafik scatterplots terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dapat dikatakan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi, sehingga model regresi layak dipakai untuk memprediksi PENDAPATAN berdasarkan masukan variabel independen BHAYANGKARI, LATAR BELAKANG PENDIDIKAN POLRI, dan SATUAN KERJA.
2704 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714 Gambar 4. Scatterplot
Model 1
Correlations
Covariances
Tabel 12. Hasil Uji Multikolinearitas Coefficient Correlationsa Satker Bhayangkari Ltr Blkg Pndidikan Satker 1,000 -,145 -,395 Bhayangkari
-,145
1,000
-,373
LtrBlkgPndidikan
-,395
-,373
1,000
,130
-,018
-,053
Bhayangkari
-,018
,124
-,049
LtrBlkgPndidikan
-,053
-,049
,141
Satker
a. Dependent Variable: Pendapatan Sumber: Diolah berdasarkan data primer 2016 Tabel 13 Hasil Uji Multikolinearitas Coefficientsa Model Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta 1 (Constant) 44,223 8,329 Bhayangkari -,365 ,352 -,191 LtrBlkgPndidikan -,600 ,376 -,316 Satker -,289 ,361 -,149 a. Dependent Variable: Pendapatan Sumber: Diolah berdasarkan data primer 2016
t 5,310 -1,038 -1,598 -,802
Sig. ,000 ,308 ,121 ,429
Collinearity Statistics Tolerance VIF ,760 ,655 ,745
1,316 1,526 1,342
Melihat hasil besaran korelasi antar variabel independen tampak bahwa variabel SATUAN KERJA dan LATAR BELAKANG PENDIDIKAN POLRI mempunyai korelasi -0,395 atau 39,5%. Hasil perhitungan nilai tolerance juga menunjukkan tidak ada variabel independen yang memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10 yang berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95%. Hasil perhitungan nilai Variance Inflation Factor (VIF) juga menunjukkan hal yang sama, tidak ada satu variabel independen yang memiliki nilai VIF lebih dari 10. Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinearitas antar variabel independen dengan model regresi. Alat uji yang digunakan untuk analisis penelitian ini adalah Uji Regresi Linier Berganda (Multiple regression analysis) untuk melihat pengaruh Bhayangkari, Latar Belakang Pendidikan Polri, dan Satuan Kerja terhadap Pendapatan. Regresi ini untuk menjawab H1 sampai dengan H3. Berikut adalah hasil regresi tersebut.
2705 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714 Tabel 14. Hasil Regresi Coefficientsa Model
1
(Constant) Bhayangkari LtrBlkgPndidikan Satker a. Dependent Variable: Pendapatan
Unstandardized Coefficients B Std. Error 44,223 8,329 -,365 ,352 -,600 ,376 -,289 ,361
Standardized Coefficients Beta -,191 -,316 -,149
t 5,310 -1,038 -1,598 -,802
Sig. ,000 ,308 ,121 ,429
Sumber: Diolah berdasarkan data 2016
Berdasarkan nilai konstanta dan koefisien regresi pada Tabel 4.13 di atas, diketahui persamaan regresi linier berganda sebagai berikut: Y = 44,223 – 0,365X1 – 0,600X2 – 0,289X3 Tabel 15 Hasil Perhitungan R dan R2 Model Summaryb Model Adjusted R Std. Error of the R R Square Square Estimate 1 ,530a ,281 ,204 4,13637 a. Predictors: (Constant), Satker, Bhayangkari, LtrBlkgPndidikan b. Dependent Variable: Pendapatan Sumber: Diolah berdasarkan data 2016
Nilai Adjusted R Square (R2) adalah 0,204, hal ini berarti 20,4% variasi Pendapatan dapat dijelaskan oleh variabel independen Bhayangkari, Latar Belakang Pendidikan Polri, dan Satuan Kerja. Sedangkan sisanya (100% - 20,4% = 79,6%) dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Standar Error of the Estimate (SEE) 4,13637 ribu rupiah. Makin kecil nilai SEE akan membuat model regresi semakin tepat dalam memprediksi variabel dependen. Berdasarkan hasil analisis uji t pada Tabel 4.13 diperoleh nilai thitung dari setiap variabel bebas dalam penelitian ini. Nilai thitung dari setiap variabel independen akan dibandingkan dengan nilai ttabel dengan menggunakan tingkat kepercayaan (confidence interval) 95% (0,05). Tabel 16 Hasil Perhitungan Nilai Intercept dan Slope Hubungan Bhayangkari, Latar Belakang Pendidikan Polri, dan Satuan Kerja terhadap Pendapatan Coefficientsa Model Unstandardized Standardized Collinearity Coefficients Coefficients Statistics B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF 1 (Constant) 44,223 8,329 5,310 ,000 Bhayangkari -,365 LtrBlkgPndidikan -,600 Satker -,289 a. Dependent Variable: Pendapatan
,352 ,376 ,361
-,191 -,316 -,149
-1,038 -1,598 -,802
,308 ,121 ,429
,760 ,655 ,745
1,316 1,526 1,342
Sumber: Diolah berdasarkan data 2016
2706 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714
Dari ketiga variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi, variabel Bhayangkari, Latar Belakang Pendidikan Polri, dan Satuan Kerja secara partial tidak berpengaruh signifikan. Hal ini dapat dilihat dari probabilitas signifikansi untuk Bhayangkari 0,308, untuk Latar Belakang Pendidikan Polri 0,121 dan untuk Satuan Kerja 0,429 di mana ketiganya jauh di atas 0,05. Dengan demikian H1, H2, dan H3 ditolak.
Model 1
Regression Residual
Tabel 17 Hasil Uji F ANOVAb Sum of Squares df Mean Square 187,401 3 62,467 479,068 28 17,110
Total
666,469
F 3,651
Sig. ,024a
31
a. Predictors: (Constant), Satker, Bhayangkari, LtrBlkgPndidikan b. Dependent Variable: Pendapatan Sumber: Diolah berdasarkan data
Dari uji ANOVA atau F test didapat nilai F hitung sebesar 3,651 dengan probabilitas 0,024. Karena probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi PENDAPATAN atau dapat dikatakan bahwa BHAYANGKARI, LATAR BELAKANG PENDIDIKAN POLRI, dan SATUAN KERJA secara bersama-sama berpengaruh terhadap PENDAPATAN. Berdasarkan Hipotesis yang telah diajukan sebelumnya dapat dikatakan bahwa H4 diterima. PEMBAHASAN 1. Peran Bhayangkari Dalam Meningkatkan Pendapatan Berdasarkan hasil pengujian yang ditampilkan pada Tabel 16 yang menunjukkan bahwa secara parsial variabel organisasi Bhayangkari bukan merupakan faktor yang dapat menentukan naik turunnya pendapatan anggota Polri sekalipun para istri mereka mengikuti semua kegiatan yang dilaksanakan oleh Bhayangkari. Kegiatan-kegiatan yang biasanya diikuti oleh bhayangkari antara lain kegiatan sosial, kegiatan organisasi, mendampingi suami jika ada upacara penting seperti kenaikan pangkat, perayaan HUT Bhayangkara, perayaan HUT RI, dan lainlain. Ada bhayangkari yang mengikuti kegiatan tersebut secara lengkap namun ada juga yang tidak dapat mengikutinya dengan alasan tertentu. Untuk bhayangkari yang tidak dapat mengikuti kegiatan tersebut secara lengkap, tidak akan menerima sanksi apapun apalagi jika sanksi tersebut harus berefek kepada suami sebagai Polri. Tugas bhayangkari hanya merupakan pendamping agar suami menjalankan tugas negara dengan baik. Tugas pokok bhayangkari adalah 1. Menghayati, mengamalkan, memasyarakatkan dan mengamankan Pancasila. 2. Membina dan meningkatkan kondisi mental dan fisik serta kesejahteraan keluarga Polri. 3. Membantu Polri dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. 4. Meningkatkan dan memelihara kesejahteraan, persaudaraan, kekeluargaan, persatuan dan kesatuan. 5. Membina anggota Bhayangkari dalam melaksanakan kegiatan sosial politik . Berbagai kegiatan yang dilakukan bhayangkari harus selalu mengacu dan mengikuti apa yang menjadi kebijakan pimpinan Polri. Kepada seluruh anggota
2707 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714 Bhayangkari diminta untuk memiliki komitmen yang kuat untuk bersama-sama membangun dan mengembangkan organisasi Bhayangkari baik di lingkungan keluarga besar Polri maupun masyarakat. Komitmen ini dapat terwujud jika orangorang yang terikat dalam organisasi bhayangkari menyadari prinsip-prinsip organisasi, diantaranya (1) perumusan tujuan dengan jelas. Bhayangkari didirikan dengan tujuan membantu meningkatkan dan memelihara kesejahteraan keluarga Polri. (2) pembagian tugas. Pembagian tugas kepada bhayangkari perlu dilakukan dengan baik dan jelas sehingga tiap-tiap orang yang bergabung di dalam organisasi ini paham apa yang boleh dan tidak boleh dilakukannya.(3) pendelegasian wewenang. Yang menjadi pimpinan di dalam bhayangkari suatu daerah adalah istri pimpinan Polri di daerah bersangkutan. Kadang-kadang karena keterbatasan waktu, dan pengetahuan pimpinan di dalam bhayangkari boleh mendelegasikan tugas dan wewenang kepada bhayangkari lain. Tetapi karena pada hakekatnya Bhayangkari berada di bawah pembinaan Kepala Kepolisian Negara RI, sudah tentu pendelegasian wewenang juga mengikuti institusi Polri yang menyesuaikan dengan hirarki kepangkatan. Oleh sebab itu, kepada pimpinan bhayangkari perlu memahami tingkatan pendelegasian wewenang agar tidak sampai melangkahi gari-garis komando. (4) rentang kekuasaan. Bagi anggota bhayangkari yang menjadi pimpinan hanyalah pendamping bagi anggota Polri. Kekuasaan yang dimiliki hanya berada di lingkungan bhayangkari, dan tidak diperbolehkan melewati organisasi bhayangkari. (5) tingkatan pengawasan. Jenjang kepangkatan di tubuh Polri berlaku juga bagi istri. Jika pangkat suami berada di bawah pangkat suami bhayangkari lain, maka bhayangkari dengan pangkat suami lebih rendah tersebut, wajib menghormati bhayangkari yang suaminya berpangkat lebih tinggi. Dan istri pimpinan Polri di suatu daerah secara otomatis menjadi pimpinan di tubuh bhayangkari, sehingga tugas pengawasan berada di tangan istri pimpinan. (6) kesatuan perintah. Pangkat suami bhayangkari lebih rendah tidak memiliki hak untuk memerintahkan bhayangkari lain yang berpangkat lebih tinggi. (7) koordinasi. Meskipun masing-masing bhayangkari dibatasi oleh hirarki sebagaimana yang berlakuk di tubuh Polri, saling koordinasi harus tetap berjalan sehingga persatuan organisasi dapat terjaga. Konflik dapat timbul di dalam organisasi, jika prinsip-rinsip yang sudah diuraikan di atas tidak dapat dilaksanakan dengan tepat. Konflik yang timbul berpotensi merusak hubungan antara orang-orang di dalam organisasi. Konflik yang muncul seperti, bhayangkari yang menganggap berkuasa memindahkan anggota Polri apabila istri yang bersangkutan kurang aktif mengikuti seluruh kegiatan bhayangkari. Atau, bhayangkari yang merasa lebih dekat dengan istri pimpinan menganggap memiliki hak untuk memerintahkan bhayangkari lain dengan pangkat suami lebih tinggi. Dan masih banyak contoh-contoh konflik yang dapat timbul. Pada saat konflik timbul, hal ini dapat menimbulkan kemarahan, permusuhan, disuniform bahkan kekerasan. Situasi seperti ini akan berdampak destruktif baik dalam kelompok maupun antar kelompok. Konflik bukanlah suatu situasi yang muncul dengan tiba-tiba melainkan telah melalui sebuah proses. Konflik bisa berasal dari individu yang berada di dalam organisasi maupun dari lingkungan sekitar organisasi. Perlu diingat, dari manapun konflik bersumber, persyaratan utama yang wajib diperlukan adalah bagaimana mengelola konflik dengan baik sehingga konflik tidak menimbulkan perpecahan di antara sesama anggota organisasi melainkan
2708 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714 sebaliknya pengelolaan konflik dengan benar akan mengakibatkan semakin eratnya persatuan sesama individu di dalam organisasi. 2.
Peran Latar Belakang Pendidikan Polri Variabel kedua yang dipakai dalam penelitian ini adalah Latar Belakang Pendidikan Polri. Latar Belakang Pendidikan, yang dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu Bintara dan Akpol juga bukan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi Pendapatan. Meskipun dalam kegiatan sehari-hari, terlihat bahwa Polri yang berasal dari Akpol seolah-olah memiliki “level” yang lebih tinggi dibandingkan dengan Polri yang berasal dari Bintara. Namun, kenaikan jenjang kepangkatan untuk lulusan BINTARA sangat berbeda dengan lulusan AKPOL. Lulusan AKPOL langsung menyandang pangkat Inspektur Polisi Dua atau Perwira Pertama yang secara kepangkatan jauh diatas lulusan Sekolah Polisi Negara yang mencetak Bintara – Bintara. Sekolah Polisi Negara yang mencetak Polri BINTARA hanya menyandang pangkat Brigadir Polisi Dua atau Bripda. Untuk menjadi Inspektur Dua, Seorang polisi berpangkat Brigadir Dua harus menghabiskan waktu bertahun-tahun untuk melewati berbagai jenjang karir lagi diatasnya seperti, Brigadir Satu, Brigadir, Brigadir Kepala, Ajun Inspektur Dua, Ajun Inspektur Satu untuk selanjutnya menjadi Inspektur Dua. Sedangkan melalui AKPOL, seorang polisi berpangkat IPDA hanya tinggal beberapa langkah saja menuju karir kepemimpinan yang cemerlang di institusi sipil bersenjata ini. Lamanya waktu yang harus dilalui oleh Polri BINTARA supaya sampai pada pangkat IPDA adalah 19 tahun dan harus melanjutkan tingkat pendidikan ke SECAPA (Sekolah Calon Perwira) atau SAg (Sekolah Alih Golongan). Padahal jika ditempuh lewat jalur AKPOL hanya dibutuhkan waktu 3,5 tahun untuk menjadi IPDA. Lamanya waktu yang dihabiskan oleh Polri BINTARA membuat mereka sudah menginjak usia tua pada saat berhasil lulus mengikuti pendidikan SECAPA atau SAg. Tidak demikian halnya dengan Polri AKPOL. Pada saat lulus dari AKPOL dan berpangkat IPDA, umur mereka masih di kisaran 21-22 tahun (usia normal lulus SMU langsung melanjut ke AKPOL). Pada saat berpangkat IPDA, gaji seorang Polri AKPOL dengan usia yang masih sangat muda dan masa kerja 0 tahun adalah Rp 2.604.600. Sedangkan Polri BINTARA berpangkat yang sama namun masa kerja 19 tahun dan umur sudah tua, hanya menerima gaji sebesar Rp 3.497.400. perbedaan gaji yang diterima ini tidak berlangsung dalam waktu yang lama, sebab untuk berada di pangkat yang lebih tinggi, waktu yang harus dilewati oleh Polri AKPOL lebih singkat daripada Polri BINTARA. Tabel berikut ini menunjukkan hal tersebut, di mana Polri AKPOL sudah berada di pangkat AKP dengan usia yang masih muda jika dibandingkan dengan Polri BINTARA yang sudah menginjak usia 52 tahun dengan pangkat yang sama.
2709 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Tabel 18. Data NRP Pangkat KOMBES AKBP AKBP AKBP KOMPOL KOMPOL KOMPOL KOMPOL KOMPOL KOMPOL KOMPOL KOMPOL AKP AKP AKP AKP AKP AKP AKP AKP AKP IPTU IPTU IPTU IPTU IPTU IPTU IPTU IPDA IPDA IPDA IPDA IPDA
NRP 63070909 76070946 65120405 64100176 62030583 63110169 62080206 64070259 73110630 63090565 68020072 78111148 69120225 65090489 69110159 82081415 67040198 59060136 63050255 75100041 78090041 72080390 73040158 77010305 62070679 65010513 66030287 63120382 67100110 67120043 68010029 73120184 69040122
Sumber: Kasubbagrenmin Propam
3.
Peran Satuan Kerja Dalam Meningkatkan Pendapatan Variabel pertama dan kedua diketahui tidak memiliki peran dalam meningkatkan pendapatan (setelah dilakukan pengujian). Sama hal yang terjadi dengan variabel ketiga yaitu Satuan Kerja. Variabel ketiga ini juga diketahui tidak berperan dalam meningkatkan pendapatan. Demikian halnya dengan bidPropam yang mendeskripsikan pendapatan tinggi ternyata juga tidak berpengaruh terhadap pendapatan Polri. Pendapatan yang diperoleh oleh seorang Polri itu meliputi pendapatan yang teratur dan pendapatan tidak teratur. Pendapatan tidak teratur merupakan pendapatan yang tergantung pada satuan kerja polisi tersebut. Untuk pendapatan teratur (pemberian gaji), seorang Polri menerima gaji menurut ketentuan PP No. 32 Tahun 2015 tentang Peraturan Gaji Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selain gaji, pemerintah juga memberikan tunjangan kepada Polri seperti tunjangan istri atau suami, dan tunjangan anak yang dihitung masing-masing 10% dan 2%. Tunjangan lain yang diberikan kepada Polri adalah tunjangan medis, sandi,
2710 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714 Babinkamtibmas, tunjangan untuk Polwan sebesar Rp 50.000, tunjangan Papua jika Polri ditugaskan di Papua, tunjangan daerah jika Polri ditempatkan di daerah perbatasan yang ditetapkan menurut indeks daerah perbatasan, tunjangan beras 18 kg/Polri, tunjangan umum sebesar Rp 75.000 untuk Polri yang tidak termasuk dalam jabatan struktural. Uang lauk pauk (ULP) diberikan menyatu dengan gaji yaitu Rp 45.000/hari dikali dengan 30 hari sehingga jumlah ULP yang diterima adalah Rp 1.350.000 dan pajak ULP ini ditanggung oleh pemerintah. Selain itu yang termasuk dalam pendapatan teratur adalah tunjangan fungsional yang diberikan kepada anggota yang menduduki jabatan struktural dan tunjangan kinerja. Jadi jika dijumlahkan pendapatan Polri itu bisa mencapai 4jt-19jt tergantung pada posisi atau jabatan yang didudukinya. Pendapatan tidak teratur seorang Polri berasal dari tugas yang diberikan di samping tugas utamanya. Pendapatan tersebut sesuai dengan kegiatan operasional yang diberikan. Uang saku dan uang makan diberikan jika Polri melakukan kegiatan kemitraan untuk meningkatkan pelayanan dan keamanan masyarakat. Tentu saja pemberian pendapatan tambahan ini juga ditentukan menurut satuan fungsi dan kerja di mana Polri yang bersangkutan ditempatkan. Pengertian uang saku dan uang makan di sini adalah hak seorang Polisi ketika melaksanakan kegiatan untuk mendukung tupoksi dalam rangka pembinaan kemitraan dengan masyarakat maupun pemeliharaan keamanan dan ketertiban. Uang makan bisa diberikan dalam bentuk natura atau nominatif. Kegiatan ini sangat tergantung pada satker atau satuan fungsi di mana anggota ditugaskan. Contoh dibawah ini merupakan kegiatan rutin maupun ops yang didukung uang saku dan uang makan: Giat Bintibmas (bimbingan dan penyuluhan Kamtibmas), anggota Polri yang paling terlibat giat ini satker/fungsi Binmas. Uang saku Rp 20.000 per giat , uang makan Rp 18.000 – 25.000 per giat tergantung Wilayahnya. Operasi Kepolisian seperti Operasi Pengamanan, Operasi Lilin, Operasi Zebra dan sebagainya. Uang saku Rp 23.000–Rp 50.000, uang makan Rp 42.000-Rp 60.000. Masing-masing per hari tergantung indeks wilayah. Jenis kegiatan seperti ini biasanya melibatkan sebagian besar anggota Polri tergantung skalanya. Kegiatan fungsi Sabhara seperti pengamanan unjuk rasa, pelayanan kegiatan masyarakat, mendapat uang saku dan uang makan dengan total Rp 30.000– 45.000. Sedangkan kegiatan turjawali (pengaturan, penjagaaan, pengawalan dan patroli) yang juga dilaksanakan fungsi lantas hanya berhak atas uang saku 17.000, kecuali patroli ditambah uang makan Rp 15.000 – 25.000 per giat. Pengamanan obyek vital uang saku Rp 17.000-20.000, uang makan Rp 15.000 – Rp 25.000. Biasanya fungsi Pamobvit dan Brimob yang sering dilibatkan dalam giat ini. Penghasilan tidak teratur di atas adalah perkiraan dengan memperhatikan intensitas kegiatan sepanjang tahun. Setiap satker atau satwil di Kepolisian mendapatkan dana dukungan operasional/Duk Opsnal yang dialokasikan dalam DIPA jumlahnya bisa puluhan juta sampai ratusan juta bahkan milyaran per tahun tergantung kesatuannya. Pengelolaannya dibawah kendali Kasatker/wil dengan tetap melalui mekanisme APBN.
2711 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714 Tabel 19. Berikut ditampilkan DIPA BIDPROPAM Polda Sumut T.A. 2016 No
Uraian
Volume
Harga Satuan
Jumlah
1
HAR RANMOR R4
2 UNIT
13.000.000
26.000.000
2
HAR RANMOR R2
6 UNIT
3.096.000
18.579.000
3
HAR INVENTARIS KANTOR
102 OT
50.000
5.100.000
4
HAR KOMPUTER
25 UNIT
420.000
10.500.000
5
HAR PRINTER
15 UNIT
450.000
6.750.000
6
HAR AC
10 UNIT
345.600
3.456.000
7
GAJI & TUNJANGAN
12 BLN
8
RAKOR FGS PROPAM
1 PKT
192.800.000
192.800.000
9
HONOR OP. SIMAK
12 OB
150.000
1.800.000
10
HONOR OP. SAKPA
12 OB
150.000
1.800.000
11
HONOR OP. RKA-KL
12 OB
150.000
1.800.000
12
HONOR SIMAP
12 OB
150.000
1.800.000
13
KEPERLUAN SEHARI-HARI KANTOR
193 OT
1.400.000
270.200.000
14
DUK.OPS KASATKER
550.000.000
550.000.000
15
UANG MAKAN PIKET
1 PKT 9 org x 365 giat
15.000
49.275.000
16
SIDANG DISIPLIN
60 SDG
2.500.000
150.000.000
17
SIDANG KKEP
60 SDG
3.000.000
180.000.000
18
SIDANG KOMISI BANDING
20 SDG
3.000.000
60.000.000
19
AUDIT INVESTIGASI
36 KSS
3.500.000
126.000.000
20
DUKGAR PEMBINAAN PROVOS
1 PKT
119.500.000
119.500.000
21
DUKGAR GIAT SUBBAGRENMIN
1 PKT
32.000.000
32.000.000
22
PENYELIDIKAN PAMINAL
150 KSS
950.000
142.500.000
23
MONITORING QUICK WINS
1 PKT
25.000.000
25.000.000
JUMLAH
9.018.752.000
-
7.043.892.000
Jika dibandingkan dengan beberapa satuan kerja lain yang ada di Polda, Propam tergolong satuan kerja dengan giat yang tidak sering. Sehingga diduga, variabel ini tidak berpengaruh terhadap pendapatan karena hal tersebut. Sebab, pada pembahasan tentang pendapatan teratur dan tidak teratur jelas dikatakan bahwa besarnya nominal kedua jenis pendapatan Polri ini sangat tergantung atas satuan kerja. Hal ini sekaligus menjadi masukan kepada peneliti selanjutnya untuk memakai responden di satuan kerja yang berbeda. Namun, setelah dilakukan pengujian secara bersama-sama di mana dari uji ANOVA atau F test didapat nilai F hitung sebesar 3,651 dengan probabilitas 0,024. Karena probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka dapat dikatakan bahwa BHAYANGKARI, LATAR BELAKANG PENDIDIKAN POLRI, dan SATUAN KERJA berpengaruh terhadap PENDAPATAN.
2712 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714
KESIMPULAN Memperhatikan hasil analisis dan pembahasan sebelumnya, ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Peranan istri, anggota bhayangkari menitikberatkan dukungan kepada suami-suami mereka yang merupakan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam menjalankan tugas sebagai pelayan, pelindung dan pengayom masyarakat. Aktif tidaknya istri Polri dalam kegiatan Bhayangkari tidak dapat meningkatkan Pendapatan suaminya sebagai anggota Polri. (2)Latar Belakang Pendidikan Polri tidak memberi jaminan akan meningkatnya pendapatan Polri. (3)Satuan Kerja di lingkungan Kepolisian Republik Indonesia tidak dapat mempengaruhi peningkatan pendapatan Polri. (4) Namun, secara bersama-sama ketiga hal di atas berdasarkan hasil pengujian terhadap jawaban-jawaban responden dapat dikatakan bahwa ketiganya berpengaruh terhadap pendapatan. Sedangkan yang menjadi keterbatasan penelitian ini adalah jumlah responden yang digunakan antara Bintara dan Akpol tidak berimbang. Begitupun dengan satuan kerja yang dipakai hanya Propam. Jadi dua hal ini diduga menjadi penyebab tidak ada satupun variabel penelitian yang berpengaruh secara parsial terhadap pendapatan. Oleh karena itu diharapkan kepada peneliti berikutnya, supaya menggunakan jumlah responden yang berimbang dan satuan kerja yang berbeda dan lebih dari satu satuan kerja. DAFTAR PUSTAKA Bintari dan Suprihatin. Ekonomi dan Koperasi. Bandung: Ganesa Exact. 1984. Ghozali, Imam. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Badan Penerbit Undip, Semarang, 2001. Hasibuan S.P.Melayu H., Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi : Bumi Aksara, Jakarta, 2001. Hery. “Teori Akuntansi Suatu Pengantar”. Edisi Pertama. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Jakarta. 2013 Jasin, Moehammad.2012. Memoar JASIN SANG POLISI PEJUANG. Meluruskan Sejarah Kelahiran Polisi Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. ISBN 978-979-22-5177-7. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1994. ISBN 979-407-182-X. Mangkunegara, Prabu. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Cetakan ke2. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Offset. 2011. Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2015 Tentang Peraturan Gaji Anggota Kepolisian Republik Indonesia Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Tahun 2010.
2713 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2693-2714 Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia No. 21 Tahun 2010, Tentang Susunan Organisasi Remaja Rosda Karya, Bandung.Surayin, Kamus Besar Bahasa Indonesia: Yrama Widya, Bandung, 2001. Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Keenambelas: Alfabeta, Bandung. 2008 Soekidjo Notoatmodjo, “Pendidikan dan Perilaku Kesehatan”, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003. https://id.wikipedia.org/wiki/Akademi_Kepolisian http://id.wikipedia.org/wiki/Kepolisian_Negara_Republik_Indonesia www.Bhayangkari.com http://www.wikiapbn.org/ https://id.wiktionary.org/wiki/satuan_kerja
2714 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 Persepsi Mahasiswa Akuntansi Mengenai Faktor-Faktor Pemilihan Profesi (Studi Emperis pada Mahasiswa Akuntansi di Perguruan Tinggi di Medan-Sumatera Utara) Herti Diana Hutapea, SE, MSi, Akt Dosen Fakultas Ekonomi Universitas HKBP Nommensen Email :
[email protected] ABSTRACT The aim of this research is to identify the perception of accounting students about the factors which differentiate of career selection as public accountant, company accountant, government accountant, teachers accountant. The factors used as variabel is financial reward (salary), professional training, professional recognition, social values, work environment, labor market considerations, personality, family and friends and to know what types of careers are much in demand by accounting students in North Sumatra, Medan. Samples criteria were universities in North Sumatra accounting study program are accredited minimum B are HKBP Nommensen University (UHN), North Sumatra University (USU), Medan State University (UNIMED), Methodis University, Muhammadyah North Sumatra University (UMSU), Dharmawangsa University, Panca Budi University, Medan Area University (UMA). With this method of sampling is sampling quotas, the quota by the amount of 20 respondents in each university and the total respondents were 160 respondents. Analysis using Kruskal-Wallis method. The results shows that the differences between accounting student perception about factor which influencing career choice are financial reward (salary), professional training, social values and personality. On the other no differences perception about factor are professional training, work environment, labor market considerations, family and friend. And the profession's favorite choice of student for the overall university is a government accountant is because the future is more assured. Followed by the company's accountants and the next public accountants and the last one is a teachesr accountant.
Keywords: Financial reward (salary), professional training, professional recognition, social values, work environment, labor market considerations, personality, family and friends. 2715 ISSN 0853 -0203
VISI (2016) 2715-2742
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat, perkembangan profesi di bidang akuntansi juga mengalami perkembangan.Perkembangan profesi di bidang akuntansi saat ini, bisa menjadi peluang kerja yang sangat besar tetapi sekaligus juga menjadi sebuah tantangan bagi lulusan jurusan akuntansi.Tuntutan dunia bisnis saat ini yang sangat membutuhkan lulusan yang berkualitas dan siap pakai, disamping itu munculnya berbagai regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Peluang atau tantangan perkembangan dunia bisnis bagi sarjana ekonomi khususnya dari jurusan akuntansi baik dari universitas negeri maupun universitas swasta harus selalu didukung dengan pendidikan akuntansi agar dapat menghasilkan lulusan sarjana yang berkualitas dan siap untuk bersaing di dunia kerja, oleh karena itu diperlukan desain pendidikan akuntansi yang relevan terhadap dunia kerja, dalam hal ini dunia kerja bagi sarjana ekonomi jurusan akuntansi. Model pendidikan yang diterima mahasiswa akuntansi selama di perguruan tinggi sangat berperan membentuk mereka menjadi angkatan kerja yang memiliki daya saing, berkualitas, dan profesional. Karena keterampilan dan pengetahuan yang mereka peroleh merupakan gambaran dari hasil pengalaman pendidikan mereka. Universitas merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan perguruan tinggi yang menghasilkan para lulusan sarjana salah satunya sarjana ekonomi jurusan akuntansi. Perencanaan karir merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai sukses. Oleh karena itu diperlukan suatu stimulasi yang membuat mahasiswa mulai memikirkan secara serius tentang karir yang diinginkannya sejak masih di bangku kuliah agar dapat memanfaatkan waktu dan fasilitas kampus secara optimal. Maka peran seorang akuntan pendidik sebagai stimulator untuk hal ini sangatlah penting. Dalam menentukan pilihan profesi akuntansi tersebut, seorang calon sarjana ekonomi jurusan akuntansi harus mempertimbangkan berbagai faktorfaktor yang membuatnya tertarik atau tidak tertarik terhadap pilihan profesi tersebut.Maka dengan mengetahui persepsi dan minat mahasiswa akuntansi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi mereka dalam pemilihan profesi, maka setiap mahasiswa akuntansi yang akan terjun ke dunia kerja akan dapat tepat memilih profesi yang akan mereka jalani dan pendidikan akuntansi juga dapat merencanakan kurikulum yang sesuai dan relevan sesuai tuntutan dunia kerja, sehingga mahasiswa akuntansi yang lulus dan siap terjun ke dalam dunia 2716 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 kerja lebih mudah menyesuaikan kemampuan yang dimiliki dengan tuntutan dunia kerja. Faktor penghargaan financial atau gaji merupakan hal yang sangat penting karena merupakan balas jasa atas kinerja dari seorang karyawan sehingga karyawan membutuhkan gaji yang memadai. Faktor pelatihan professional sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian khusus karyawan (Rahayu, 2003). Faktor pengakuan professional berhubungan dengan pengakuan terhadap prestasi pekerjaaan (Rahayu, 2003). Pengakuan profesional meliputi kesempatan untuk berkembang, pengakuan terhadap prestasi, cara untuk kenaikan pangkat, dan keahlian khusus untuk mencapai sukses (Merdekawati, 2010). Faktor nilai-nilai sosial meliputi kesempatan untuk melakukan kegiatan sosial, kesempatan menjalankan hobi, perhatian terhadap perlakuan individu dan bekerja dengan orang lain. Lingkungan kerja meliputi pekerjaan rutin, pekerjaan yang lebih cepat dapat diselesaikan, lingkungan kerja yang menyenangkan, pekerjaan yang atraktif (banyak tantangan), sering lembur, tingkat kompetisi antar karyawan dan tekanan kerja. Faktor pertimbangan pasar kerja berhubugan dengan tersedianya lapangan kerja dilapangan. Faktor personalitas berhubungan dengan kesesuaian pekerjaan dan sifat atau kepribadian yang dimiliki oleh seseorang (Andersen, 2012). Faktor keluarga atau teman berhungan dengan pengaruh dalam pemilihan profesi akuntan. Penelitian Averus (2015) menyatakan bahwa ada perbedaan persepsi mahasiswa mengenai pemilihan profesi ditinjau dari faktor gaji, pelatihan profesional, pengakuan profesional, nilai-nilai sosial, lingkungan kerja, personalitas. Sedangkan ditinjau dari faktor pertimbangan pasar kerja dan kebanggaan tidak ada perbedaan persepsi mahasiswa dengan sampel dengan sampel 150 orang mahasiswa di kota semarang. Penelitian ini merupakan replikasi penelitian Averus tahun 2015, perbedaan utama penelitian ini adalah ruang lingkup penelitian. Penelitian Averus (2015) mencoba mengetahui persepsi mahasiswa akuntansi dalam pemilihan profesi di beberapa universitas di Semarang Jawa Tengah, sedangkan penelitian ini mencoba menguak persepsi mahasiswa dalam pemilihan profesi dengan sampel mahasiswa akuntansi di beberapa universitas di Medan-Sumatera Utara dan menambah satu variabel penelitian yaitu keluarga dan teman karena menurut Winkel (2012) menyatakan bahwa salah satu dari beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan karir individu dimana perkembangan karir akan menentukan kematangan karir adalah keluarga dan teman. Khamiah (2012) menyatakan bahwa pengaruh orang tua sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar anak.Dan Purwanta (2012) menyimpulkan bahwa persepsi aspirasi orang tua terhadap perilaku ekplorasi karir dan prestasi akademik siswa sangat berpengaruh. 2717 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742
2. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut : 1. Apakah terdapat perbedaan persepsi mahasiswa mengenai faktor-faktor yang berpengaruh dalam pemilihan profesi ditinjau dari penghargaan financial (gaji), pelatihan profesional, pengakuan profesional, nilai-nilai sosial, lingkungan kerja, pertimbangan pasar kerja, personalitas, keluarga dan teman? 2. Jenis profesi apa yang banyak diminati oleh mahasiswa akuntansi di Medan-Sumatera Utara? 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menganalisis persepsi mahasiswa akuntansi dalam pemilihan profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah, akuntan pendidik ditinjau dari penghargaan financial (gaji), pelatihan profesional, pengakuan profesional, nilai-nilai sosial, lingkungan kerja, pertimbangan pasar kerja, personalitas, keluarga dan teman dan untuk mengetahui jenis karir apa yang banyak diminati oleh mahasiswa akuntansi di Medan-Sumatera Utara. TINJAUAN PUSTAKA 1. Faktor-Faktor Pemilihan Profesi Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi mahasiswa mengenai pemilihan profesi adalah penghargaan finansial merupakan reward dalam bentuk nilai mata uang yang biasanya diberikan sebagai bentuk imbalan timbal balik atas pemberian jasa, tenaga, usaha, dan manfaat seseorang dalam suatu ikatan pekerjaan. Faktor yang kedua adalah pelatihan professional. Merdekawati (2011) menyatakan bahwa Pelatihan profesional meliputi pelatihan sebelum mulai bekerja, adanya pelatihan profesional (latihan ekstern), pelatihan kerja rutin dan pengalaman kerja yang bervariasi.. Faktor yang ketiga adalah pengakuan professional. Pengakuan profesional meliputi kesempatan untuk berkembang, pengakuan terhadap prestasi, cara untuk kenaikan pangkat, dan keahlian khusus untuk mencapai sukses (Wijayanti, 2001 dalam Merdekawati,2011). Faktor selanjutnya adalah factor nilai-nilai sosial. Pekerjaan akuntan membutuhkan lingkungan dan situasi sekitar yang baik.Nilai-nilai sosial mendorong pekerjaan akuntan lebih dihargai dan mendapat tempat distrata sosial masyarakat. Kepedulian dan perhatian pada sekitar oleh seorang akuntan akan meningkatkan nilai instrinsik dan nilai jual akuntan.faktor selanjuntnya adalah factor lingkungan kerja yang meliputi pekerjaan rutin, pekerjaan yang lebih cepat dapat diselesaikan, lingkungan kerja yang menyenangkan, pekerjaan yang atraktif (banyak tantangan), sering 2718 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 lembur, tingkat kompetisi antar karyawan dan tekanan kerja. Faktor selanjutnya adalah faktor pertimbangan pasar kerja. Pertimbangan pasar kerja merupakan pandangan seseorang dilihat dari berbagai aspek atas seberapa baik nilai dan peluang yang ada dari suatu pekerjaan. Dan factor selanjuntanya personalitas yang merupakan salah satu determinan yang potensial terhadap pelaku individu saat berhadapan dengan situasi/ kondisi tertentu. Dan faktor yang keluarga dan teman. Keluarga/orang tua dan teman merupakan orang terdekat dari mahasiswa jurusan akuntansi dalam menjadi kehidupan sehari – hari di lingkungannya. Pengaruh keluarga dan teman yang dimaksud adalah dalam bentuk rujukan yang diberikan kepada mahasiswa akuntansi. Rujukan yang bersifat ke arah positif ataupun negatif dari keluarga dan teman kemungkinan dapat membentuk perilaku dari mahasiswa itu sendiri. 2. Profesi Akuntan di Indonesia Profesi akuntan di Indonesia menurut Averus (2015) dapat dikelompokkan menjadi menjadi 4 yaitu yang pertama Akuntan Publik yaitu Jenis pekerjaan yang dapat dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik. Kedua adalah profesi Akuntan Perusahaan yaitu akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan.Ketiga adalah Akuntan Pendidik atau dosen mempunyai tugas mendidik pendidikan akuntansi yaitu mengajar, menyusun kurikulum pendidikan akuntansi, dan melakukan penelitian dibidang akuntansi. Dan yang terakhir adalah Akuntan Pemerintah yaitu akuntan yang bekerja pada badan badan pemerintah. 3. Kerangka Pemikiran Penelitian ini ingin menganalisis hubungan antar variabel penghargaan financial (gaji), pelatihan profesional, pengakuan profesional, nilai-nilai sosial, lingkungan kerja, pertimbangan pasar kerja, personalitas, keluarga dan teman dalam pemilihan profesi sebagai sebagai akuntan publik, akuntan manajemen, akuntan pemerintah maupun akuntan pendidik. Widyasari (2010) menganalisis faktor-faktor yang memiliki pengaruh dalam pemilihan profesi akuntan publik dan non akuntan publik bagi mahasiswa jurusan akuntansi. Hasil penelitian menunjukkan secara keseluruhan ada perbedaan pandangan mahasiswa akuntansi yang dilihat dari keinginan karir akuntan yang ditinjau dari gaji/penghargaan finansial, pelatihan profesional, pengakuan profesional, nilai-nilai sosial, lingkungan kerja dan pertimbangan pasar kerja, serta dari personalitas disimpulkan bahwa secara keseluruhan tidak ada perbedaan pandangan mahasiswa akuntansi. Penelitian ini melibatkan Sampel yang digunakan sebanyak 96 responden. Andersen (2012) menghasilkan kesimpulan bahwa pada faktor gaji responden memilih menjadi akuntan perusahaan.Berdasarkan faktor pelatihan 2719 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 dan pengakuan profesional, responden memilih untuk menjadi akuntan publik.Berdasarkan nilai-nilai sosial, lingkungan kerja, pertimbangan pasar kerja dan kesetaraan gender, responden memilih untuk menjadi akuntan pendidik. Serta tidak ditemukannya perbedaan persepsi antara responden mahasiswa dan mahasiswi mengenai profesi akuntan, baik akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik yang dilakukan pada pada mahasiswa akuntansi UNDIP, UNIKA UNNES, UNISULLA, UDINUS, UNISBANK, STIE TOTAL WIN dan mahasiswa PPA UNDIP.Jumlah mahasiswa akuntansi yang menjadi objek penelitian sebanyak 440 orang. Kerangka pemikiran yang digunakan untuk merumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Kerangka Pemikiran Penghargaan Financial/Gaji Pelatihan Profesional
Pengakuan Profesional Nilai-Nilai Sosial
Lingkungan Kerja
Profesi Akuntan: – Akuntan Publik – Akuntan Manajemen – Akuntan Pemerintah – Akuntan Pendidik.
Pertimbangan Pasar Kerja Personalitas Keluarga dan Teman
Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Hipotesis 1 :Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi dalam memilih profesi antara sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik ditinjau dari faktor penghargaan financial/gaji. Hipotesis 2 :Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi dalam memilih profesi antara sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik ditinjau dari faktor pelatihan Profesional. Hipotesis 3 :Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi dalam memilih profesi antara sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, 2720 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 akuntan pemerintah dan akuntan pendidik ditinjau dari faktor pengakuan profesional. Hipotesis 4 :Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi dalam memilih profesi antara sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik ditinjau dari faktor nilai-nilai sosial. Hipotesis 5 :Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi dalam memilih profesi antara sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik ditinjau dari faktor lingkungan kerja. Hipotesis 6 :Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi dalam memilih profesi antara sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik ditinjau dari faktor pertimbangan pasar. Hipotesis 7 :Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi dalam memilih profesi antara sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik ditinjau dari faktor personalitas. Hipotesis 8 :Terdapat perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi dalam memilih profesi antara sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik ditinjau dari faktor keluarga dan teman. METODE PENELITIAN 1. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa S1 akuntansi di beberapa Universitas di medan Sumatera Utara, yaitu Universitas HKBP Nommensen (UHN), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Negeri Medan (UNIMED), Universitas Methodis Indonesia (UMI), Universitas Muhammadyah Sumatera Utara (UMSU), Universitas Dharmawangsa, Universitas Panca Budi, Universitas Medan Area (UMA). Metode pengambilan sampling adalah sampling kuota. Sampel dipilih dengan ciri – ciri sampel adalah mahasiswa S1 jurusan akuntansi semester 6 hingga akhir (angkatan tahun 2011 – angkatan tahun 2012), dengan alasan dipilihnya populasi tersebut karena mahasiswa dianggap sudah memiliki pengetahuan dan telah mengikuti mata kuliah mengenai bidang–bidang akuntansi, seperti akuntansi keuangan, akuntansi biaya, akuntansi manajemen, akuntansi pemerintahan, auditing 1 dan juga mata kuliah praktikum baik praktikum akuntansi keuangan, biaya, dan audit. Selain itu mahasiswa pada tingkat tersebut mungkin telah memiliki rencana pemilihan profesi yang akan mereka tekuni setelah lulus dari universitas. Ukuran sampel dengan penentuan kuota 2721 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 yang diinginkan sebanyak 160, dengan masing – masing 20 sampel pada tiap universitas. Alasan dipilihnya universitas tersebut dalam pengambilan sampel adalah bahwa program studi akuntansi untuk setiap universitas diatas berakreditasi B (Akreditasi PTN/PTS BAN PT) dan program studi yang berakreditasi”B” lah yang mampu bersaing dalam bursa kerja. Alasan lainnya adalah mungkin ada perbedaan persepsi atau pendapat antara mahasiswa universitas swasta dan negeri dalam memilih karir dibidang akuntansi, dan juga untuk memperluas wilayah pengambilan sampel yang tidak hanya dalam satu jenis universitas saja. 2. Definisi Operasional Variabel Adapun definisi operasional Varabel dalam penelitian ini adalah : Variabel Penelitian Profesi Akuntan (Y)
Definisi Operasional Profesi sebagai Akuntan publik, Akuntan Pendidik, Akuntan perusahaan dan Akuntan pemerintah
Penghargaan Financial/Gaji (X1)
Penghargaan Finansial atau gaji merupakan sebuah kompensasi atau balas jasa atas kinerja yang dilakukan oleh seorang karyawan terhadap perusahaan atau instansi tempat ia bekerja.
Indikator 1. Akuntan publik adalah akuntan yang bekerja di kantor akuntan publik dan merupakan profesi akuntansi yang melalui Ujian Sertifikasi Akuntan Publik (USAP). 2. Akuntan pendidik merupakan profesi akuntansi yang menghasilkan sumber dayamanusia yang berkarir pada tiga bidang akuntansi lainnya 3. Akuntan perusahaan adalah akuntan yang bekerja di perusahaan. 4. Akuntan pemerintah adalah akuntan yang bekerja di instansi pemerintah. 1. Besarnya gaji awal. 2. Dana pensiun. 3. Kenaikan Gaji yang cepat.
Skala Pengukuran Likert
Likert
2722 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 Pelatihan Profesional (X2)
Pengakuan professional (X3)
Nilai-nilai sosial (X4)
Lingkungan kerja (X5)
Pertimbangan pasar kerja(X6)
Pelatihan profesional merupakan pelatihan peningkatan kemampuan yang berhubungan dengan keahlian khusus suatu profesi. Pengakuan profesional merupakan hal–hal yang berhubungan dengan pengakuan terhadap prestasi atas pekerjaan.
Pelatihan sebelum memulai kerja. Ujian sertifikasi. Pelatihan kerja rutin. Pengalaman kerja.
Likert
1. Lebih banyak memberikan kesempatan berkembang. 2. Ada pengakuan apabila berprestasi. 3. Memerlukan banyak cara untuk naik pangkat. 4. Memerlukan keahlian untuk mencapai sukses.
Likert
1. Kesempatan melakukan kegiatan Sosial. 2. Kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain. 3. Kesempatan untuk menjalankan hobi. 4. Memperhatikan individu lain. 5. Pekerjaan yang bergengsi. 6. Kesempatan untuk bekerja dengan ahli dibidang lain. Lingkungan kerja 1. Pekerjaan rutin. merupakan suasana 2. Pekerjaan lebih cepat dapat kerja (rutin, atraktif, diselesaikan. sering lembur), 3. Pekerjaan lebih banyak tantangan. tingkat persaingan 4. Lingkungan kerja yang antara karyawan menyenangkan. dan tekanan kerja. 5. Sering lembur. 6. Tingkat kompetisi antar karyawan yang tinggi. 7. Ada tekanan kerja untuk mencapai hasil yang sempurna. Pertimbangan pasar 1. Keamanan kerja lebih terjamin. kerja meliputi 2. Lapangan kerja yang ditawarkan keamanan kerja dan mudah diketahui. tersedianya 3. Pekerjaan yang mudah didapat dan lapangan kerja atau diperoleh. kemudahan mengakses lapangan pekerjaan.
Likert
Nilai-nilai sosial berkaitan dengan pandangan masyarakat terhadap karir yang dipilih mahasiswa
1. 2. 3. 4.
Likert
Likert
2723 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 Personalitas (X7)
Keluarga dan teman (X8)
Personalitas merupakan salah satu determinan yang potensial terhadap perilaku individu saat berhadapan dengan situasi atau kondisi tertentu Keluarga/orang tua dan teman merupakan orang terdekat dari mahasiswa akuntansi dalam menjadi kehidupan sehari – hari di lingkungannya
Personalitas berpengaruh terhadap perilaku seseorang
Likert
1. 2. 3. 4.
Likert
Dukungan Keluarga & orang tua Latar belakang sosial ekonomi Cara orang tua mendidik Teman sebaya adalah teman sekelas atau mahasiswa akuntansi lain yang memahami dan mempelajari akuntansi (satu profesi)
3. Pengujian Kualitas Data a. Uji Validitas Pengujian validitas digunakan untuk mengetahui sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji signifikansi dilakukan dengan membandingkan nilai r hitung dengan r table maka butir pertanyaan dinyatakan valid(Ghozali, 2006). b. Uji Reliabilitas Suatu kuesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban seseorang terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.Pengukuran reliabilitas yang digunakan pada penelitian ini yaitu One Shot (pengukuran sekali saja). Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Nunnally, 1960, dalam Ghozali 2006) 4. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis.Uji Kruskal-Wallis merupakan uji nonparametrik yang dikembangkan oleh William Kruskal dan W. Allen Wallis.Uji Kruskal-Wallis merupakan perluasan dari uji nonparametrik Mann-Whitney.Uji Kruskal-Wallis merupakan alternative dari uji parametrik analisis variansi satu arah.Uji Kruskal-Wallis merupakan uji nonparametrik yang digunakan unttuk menguji tiga atau lebih sampel independen. Uji statistik yang digunakan pada uji Kruskal-Wallis adalah uji statistik chi kuadrat. Nilai dari uji statistik chi kuadrat digunakan untuk menentukan apakah hipotesis diterima atau ditolak adalah sebagai berikut : 2724 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 a. Jika hasilnya <0.05 maka signifikan maka hipotesis diterima. Karena itu menyatakan variance yang tidak sama (berbeda). b. Apabila >0.05 maka hasilnya tidak signifikan maka hipotesis ditolak. Karena menandakan variance yang sama. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 1. Jenis Profesi Pilihan Mahasiswa Distribusi hasil profesi pilihan mahasiswa disajikan ditabel 1 berikut : Tabel 1. Jenis Profesi Pilihan Mahasiswa Universitas UHN USU UNIMED UMI UMSU Universitas Dharmawangsa Universitas Panca Budi UMA Total
Akuntan Publik 5 1 3 2 3
Jenis Profesi Akuntan Akuntan Manajemen Pemerintah 6 8 4 14 1 16 4 14 6 8
Akuntan Pendidik 1 1 3
Total 20 20 20 20 20
-
3
17
-
20
1 6 21
2 4 30
17 10 104
5
20 20 160
Sumber : Data Primer yang telah diolah, tahun 2016 Dari tabel 1 diatas menunjukkan bahwa pilihan profesi mahasiswa menunjukkan bahwa profesi favorit pilihan mahasiswa adalah akuntan pemerintah untuk keseluruhan universitas dengan jumlah 104 orang atau sebanyak 65% dari seluruh responden, menurut peneliti bahwa alasan responden lebih banyak memilih akuntan pemerintah adalah karena masa depan terjamin. Disusul akuntan perusahaan sebanyak 30 orang atau 18,75% dan selanjutnya akuntan publik sebanyak 21 orang atau 13,12% dan yang terakhir adalah akuntan pendidik sebanyak 5 orang atau sebanyak 3.14% 2. Uji Kualitas data a. Uji Validitas Pengujian validitas penelitian dapat dilihat dalam tabel 2 berikut:
2725 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 Tabel 2. Hasil Pengujian Validitas Variabel Perhargaan Financial/Gaji (X1) Pelatihan Profesional (X2) Pengakuan Profesional (X3)
Nilai-Nilai Sosial (X4)
Lingkungan Kerja (X5)
Pertimbangan Pasar (X6) Personalitas (X7) Keluarga dan Teman (X8)
X1.1 X1.2 X1.3 X2.1 X2.2 X2. 3 X2.4 X3.1 X3.2 X3.3 X3.4 X4.1 X4.2 X4.3 X4. 4 X4.5 X4.6 X5.1 X5.2 X5.3 X5.4 X5.5 X5.6 X5.7 X6.1 X6.2
r Hitung 0.805 0.748 0.866 0.685 0.863 0.822 0.738 0.658 0.755 0.763 0.792 0.615 0.731 0.734 0.757 0.613 0.693 0.712 0.516 0.706 0.456 0.534 0.713 0.667 0.909 0.893
r Tabel 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154 0.154
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
X7.1
1.000
0.154
Valid
X8.1 X8.2 X8.3 X8.4
0.936 0.936 0.798 0.854
0.154 0.154 0.154 0.154
Valid Valid Valid Valid
Sumber : Data Primer yang diolah, tahun 2016 Dari tabel 2 diatas dapat diperoleh bahwa dari tidak satupun indikator indicator yang dinilai gugur dalam menjelaskan suatu variabel. Hal ini dapat didentifikasi dari nilai r hitungnya lebih besar dari r table.Dengan Demikian, item-item pada masing-masing variable; tersebut layak digunakan sebagai alat ukur dalam pengujian statistik. b. Uji Reliabilitas Hasil pengujian reliabilitas disajikan pada tabel 3 berikut ini: 2726 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 Tabel 3. Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Perhargaan Financial/Gaji Pelatihan Profesional Pengakuan Profesional Nilai-Nilai Sosial Lingkungan Kerja Pertimbangan Pasar Personalitas Keluarga dan Teman
Cronbach's Alpha 0,794 0,781 0,729 0,782 0,733 0,781 1.000 0,904
Batasan
Keteraangan
0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Sumber : Data primer yang diolah, tahun 2016 Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukkan bahwa masing-masing variabel menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha berada diatas 0.6 dengan demikian masing-masing variabel reliable dan layak digunakan sebagai alat ukur dalam pengujian statitik. 3. Uji Hipotesis Pengujian hipotesis pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Uji Kruskal Wallis. Berikut diuraikan pengujian perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi dalam pemilihan profesi sebagai akuntan. a. Penghargaan Financial atau Gaji Untuk menguji hipotesis pertama dianalisis dengan tiga pertanyaan yaitu gaji awal yang tinggi (X1.1), tersedianya dana pensiun (X1.2) dan kenaikan gaji yang lebih (X1.3). Hasil analisis disajikan pada tabel 4 berikut: Tabel 4. Hasil Pengujian Perbedaaan Persepsi BerdasarkanPenghargaan Financial atau Gaji Mean Rank Pernyataan
Kruskal Wallis
Sig.
78.95
8.922
0.030
77.60
79.80
0.894
0.827
73.92
80.90
54,94
8.912
0.030
76.10
85.43
79.37
8.776
0.032
Akuntan Publik
Akuntan Perusahaan
Akuntan Pendidik
Akuntan Pemerintah
X1.1
89.48
76.84
97.80
X1.2
89.05
77.56
X1.3
99.90
Total X1
92.81
Sumber: Data Primer yang telah diolah tahun 2016
2727 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 Berdasarkan data pada tabel 4 bahwa nilai kruskal wallis untuk pernyataan gaji awal yang tinggi (X1.1) sebesar 8,922 dengan signifikansi 0,030 lebih kecil dari alpha 5% atau 0,05 sehingga signifikan. Berarti terdapat perbedaan persepsi yang signifikan dilihat dari gaji awal yang tinggi antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Nilai kruskal wallis untuk dana pensiun (X1.2) sebesar 0,894 dengan signifikansi 0,827 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Berarti tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan mengenai tersedianya dana pensiun antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah, dan akuntan pendidik. Nilai kruskal wallis untuk kenaikan gaji lebih cepat (X1.3) sebesar 8,912 dengan signifikansi 0,030 lebih kecil dari 0,05 sehingga signifikan. Berarti terdapat perbedaan persepsi yang signifikan dilihat dari kenaikan gaji antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Secara keseluruhan hasil pengujian berdasarkan penghargaan financial atau gaji menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan diantara profesi akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah, dan akuntan pendidik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,032 lebih kecil dari 0,05 berarti signifikan. Dengan demikian Hipotesis 1 diterima. b. Pelatihan Profesional Untuk pengujian hipotesis kedua diuji dengan empat pernyataan adanya pelatihan kerja sebelum mulai bekerja(X2.1), sering mengikuti pelatihan diluar lembaga(X2.2),sering mengikuti pelatihan didalam lembaga(X2.3), memperoleh pengalaman kerja yang bervariasi(X2.4). Hasil analisis disajikan pada tabel 5 berikut: Tabel 5. Pengujian Perbedaaan Persepsi Berdasarkan Pelatihan Profesional Pernyataan X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 Total X2
Akuntan Publik 94.64 84.74 84.76 108.83 93.24
Mean Rank Akuntan Akuntan Perusahaan Pendidik 93.94 68.70 75.38 74.50 66.67 69.10 66.52 107.00 75.62 79.82
Akuntan Pemerintah 73.95 81.53 84.52 77.75 79.43
Kruskal Wallis 7.967 0.777 4.687 14.023 4.435
Sig. 0.047 0.855 0.196 0.003 0.218
Sumber: Data Primer yang telah diolah tahun 2016 Berdasarkan data pada tabel 5 bahwa, nilai kruskal wallis untuk adanya pelatihan kerja sebelum mulai bekerja (X2.1) sebesar 7,967 dengan 2728 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 signifikansi 0,047 lebih kecil dari 0,05 sehingga signifikan hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan mengenai pelatihan sebelum kerja antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah, dan akuntan pendidik. Nilai kruskal wallis untuk sering mengikuti pelatihan diluar lembaga (X2.2) sebesar 0.777 dengan signifikansi 0,855 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Dan nilai kruskal wallis untuk sering mengikuti pelatihan didalam lembaga (X2.3) sebesar 0.777 dengan signifikansi 4.687 lebih besar dari 0.196 sehingga tidak signifikan. Berarti terdapat tidak perbedaan persepsi yang signifikan dilihat dari indikator sering mengikuti pelatihan diluar maupun didalam lembaga untuk meningkatkan profesional antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Berdasarkan data pada tabel 5 bahwa, nilai kruskal wallis untuk memperoleh pengalaman kerja yang bervariasi (X2.4) sebesar 14.023 dengan signifikansi 0,003 lebih kecil dari 0,05 sehingga signifikan hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan mengenai pelatihan sebelum kerja antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah, dan akuntan pendidik. Secara keseluruhan hasil pengujian perbedaan persepsi berdasarkan pelatihan profesional diantara akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah, dan akuntan pendidik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0.218 lebih besar dari 0,05 berarti tidak signifikan. Dengan demikian hipotesis 2 ditolak. c. Pengakuan Profesional Pengakuan Profesional dianalisis dengan empat pernyataan yaitu lebih banyak memberikan kesempatan untuk berkembang (X3.1), adanya pengakuan apabila berprestasi (X3.2), memerlukan banyak cara untuk naik pangkat (X3.3), memerlukan keahlian tertentu untuk mencapai sukses (X3.4). Tabel 6 menunjukkan hasil perhitungan uji beda dari masing-masing indikator dan total keseluruhan dalam variabel pengakuan profesional.
2729 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 Tabel 6. Pengujian Perbedaaan Persepsi Berdasarkan Pengakuan Profesional Mean Rank Pernyataan
Kruskal Wallis
Sig.
73.95
7.967
.047
74.50
81.53
.777
.855
84.76
69.10
84.52
4.687
.196
108.83
66.52
107.00
77.75
14.023
.003
93.24
80.15
79.83
79.44
14.381
.002
Akuntan Publik
Akuntan Perusahaan
Akuntan Pendidik
Akuntan Pemerintah
X3.1
94.64
93.94
68.70
X3.2
84.74
75.38
X3.3
84.76
X3.4 Total X3
Sumber: Data Primer yang telah diolah tahun 2016
Berdasarkan data pada tabel 6 bahwa nilai kruskal wallis untuk X3.1 sebesar 7,967 dengan signifikansi 0,047 lebih kecil dari 0,05 sehingga signifikan. Berarti ada perbedaan persepsi yang signifikan dilihat dari indikator lebih banyak memberikan kesempatan untuk berkembang antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah, dan akuntan pendidik. Nilai kruskal wallis untuk X3.2 sebesar 0,777 dengan signifikansi 0,855 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis untuk sebesar 4.687 dengan signifikansi 0.196 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Berarti tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan dilihat dari indikator memerlukan banyak cara untuk naik pangkat dan memerlukan keahlian tertentu untuk mencapai sukses antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Nilai kruskal wallis untuk X3.4 sebesar 14,023 dengan signifikansi 0,003 lebih kecil dari 0,05 sehingga signifikan. Berarti ada perbedaan persepsi yang signifikan dilihat dari indikator memerlukan keahlian tertentu untuk mencapai sukses antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Secara keseluruhan pengujian persepsi mengenai pengakuan profesional menunjukkan adanya perbedaan persepsi yang signifikan diantara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,002 yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hipotesis ketiga diterima.
2730 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 d. Nilai-Nilai Sosial Nilai sosial dianalisis dengan enam pernyataan yaitu memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan social (X4.1), memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain (X4.2), memerlukan kesempatan untuk menjalankan hobi (X4.3), memperhatikan perilaku individu (X4.4), pekerjaan lebih bergengsi (X4.5), dan memberikan kesempatan untuk bekerja dengan ahli dibidang lain (X4.6). Tabel 7 menunjukkan hasil perhitungan hasil uji beda masing-masing indikator maupun keseluruhan dari variabel nilai-nilai sosial. Tabel 7. Pengujian Perbedaaan Persepsi BerdasarkanNilai-Nilai Sosial Pernyataan X4.1 X4.2 X4.3 X4.4 X4.5 X4.6 Total X4
Akuntan Publik 100.21 99.31 98.81 100.29 86.48 102.50 97.93
Mean Rank Akuntan Akuntan Perusahaan Pendidik 78.61 98.30 80.81 101.90 87.48 98.70 78.22 90.50 80.61 76.80 79.30 100.70 80.84 94.48
Akuntan Pemerintah 76.16 75.48 73.65 76.65 79.42 75.36 76.12
Kruskal Wallis 6.675 6.934 7.715 5.502 .468 7.731
Sig. .083 074 .052 .139 .926 .052
9.618
.022
Sumber: Data Primer yang telah diolah tahun 2016 Berdasarkan data pada tabel 7 bahwa nilai kruskal wallis untuk X4.1 sebesar 6.675 dengan signifikansi 0,083 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis untuk X4.2 sebesar 6,934 dengan signifikansi 0,074 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis untuk X4.3 sebesar 7,715 dengan signifikansi 0,052 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis untuk X4.4 sebesar 5,502 dengan signifikansi 0,139 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis untuk X4.5 sebesar 0.468 dengan signifikansi 0,926 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis untuk X4.6 sebesar 7,731 dengan signifikansi 0,052 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Berarti tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan dilihat dari semua indikator antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Secara keseluruhan pengujian perbedaan persepsi berdasarkan nilainilai sosial menunjukkan adanya perbedaan persepsi yang signifikan diantara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,022 yang lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian hipotesis 4 diterima. 2731 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 e. Lingkungan Kerja Faktor lingkungan kerja dianalisis dengan tujuh pernyataan yaitu pekerjaan rutin(X5.1), pekerjaannya lebih cepat dapat diselesaikan(X5.2), pekerjaannya lebih banyak tantangan(X5.3), lingkungan kerjanya menyenangkan(X5.4), sering lembur(X5.5), tingkat kompetisi antar karyawan tinggi(X5.6), ada tekanan kerja untuk mencapai hasil yang sempurna(X5.7). Tabel 8 menunjukkan hasil perhitungan masing-masing indikator dan total keseluruhan dari variabel lingkungan kerja. Tabel 8. Pengujian Perbedaaan Persepsi Berdasarkan Lingkungan Kerja Pernyataan X5.1 X5.2 X5.3 X5.4 X5.5 X5.6 X5.7 Total X5
Akuntan Publik 101.2 95.17 83.33 84.55 90.79 96.57 93.90 92.22
Mean Rank Akuntan Akuntan Perusahaan Pendidik 75.20 87.40 82.11 91.20 75.64 82.20 71.52 88.40 84.67 109.60 75.67 103.90 76.00 95.90 77.26 94.09
Akuntan Pemerintah 77.56 76.45 81.36 81.36 75.65 77.56 77.57 78.22
Kruskal Wallis 6.058 3.653 .534 1.691 4.758 5.083 3.229
Sig. .109 .301 .911 .639 .190 .166 358
7.623
.054
Sumber: Data Primer yang telah diolah tahun 2016
Berdasarkan data pada tabel 8 bahwa nilai kruskal wallis untuk X5.1 sebesar 6,058 dengan signifikansi 0,109 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis unuk X5.2 sebesar 3,653 dengan signifikansi 0,301 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis untuk X5.3 sebesar 0,534 dengan signifikansi 0,911 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis untuk X5.4 sebesar 1,691 dengan signifikansi 0,639 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis untuk X5.5 sebesar 4,758 dengan signifikansi 0,190 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis untuk X5.6 sebesar 5,083 dengan signifikansi 0,166 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis untuk X5.7 sebesar 3,329 dengan signifikansi 0,358 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Secara keseluruhan pengujian perbedaan berdasarkan lingkungan kerja menunjukkan tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi 0,054 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian hipotesis 5 ditolak.
2732 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 f. Pertimbangan Pasar Kerja Pertimbangan pasar kerja dianalisis dengan tiga pernyataan yaitu keamanan kerjanya lebih terjamin(X6.1), lapangan kerja yang ditawarkan mudah diketahui(X6.2), pekerjaan yang mudah didapat dan diperoleh(X6.3). Tabel 9 menunjukkan hasil perhitungan uji beda dari masing-masing indikator dan total keseluruhan dari variabel pertimbangan pasar kerja. Tabel 9. Pengujian Perbedaaan Persepsi Berdasarkan Pertimbangan Pasar Kerja Pernyataan X6.1 X6.2 X6.3 Total X6
Akuntan Publik 101.1 92.10 96.60 96.60
Mean Rank Akuntan Akuntan Perusahaan Pendidik 75.55 73.90 76.91 99.40 76.23 98.90 76.23 86.65
Akuntan Pemerintah 78.13 77.50 77.10 77.82
Kruskal Wallis 5.495 3.101 3.240
Sig. .139 .376 .245
4.189
.242
Sumber: Data Primer yang telah diolah tahun 2016 Berdasarkan data pada tabel 9 bahwa nilai kruskal wallis untuk X6.1 sebesar 5,495 dengan signifikansi 0,139 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis untuk X6.2 sebesar 3.101 dengan signifikansi 0,376 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis untuk X6.3 sebesar 1,866 dengan signifikansi 0,601 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Secara keseluruhan pengujian berdasarkan pertimbangan pasar kerja menunjukkan tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,242 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian hipotesis 6 ditolak. g. Personalitas Personalitas dianalisis dengan satu pertanyaan yaitu profesi mencerminkan personalitas seorang yang bekerja secara professional. Tabel 10 menunjukkan bahwa nilai kruskal wallis untuk X7 sebesar 10,030 dengan signifikansi 0,018 lebih kecil dari 0,05 sehingga signifikan. Berarti terdapat perbedaan persepsi yang signifikan dilihat dari indikator profesi mencerminkan personalitas seorang yang bekerja secara professional antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik.
2733 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 Tabel 10. Pengujian Perbedaaan Persepsi Berdasarkan Personalitas Mean Rank Pernyataan
X7
Akuntan Publik 107.1
Akuntan Perusahaan 70.06
Akuntan Pendidik 85.30
Akuntan Pemerintah 78.06
Kruskal Wallis
Sig.
10.030
.018
Sumber: Data Primer yang telah diolah tahun 2016 h. Keluarga atau Teman Keluarga dan teman dianalisis dengan 4 pernyataan yaitu dukungan keluarga atau orang tua (X8.1), dipengaruhi latar belakang ekonomi (X8.2), dipengaruhi cara mendidik anak oleh orangtua (X8.3) dan Teman sebaya adalah teman sekelas atau mahasiswa akuntansi lain yang memahami dan mempelajari akuntansi atau satu profesi (X8.4). Tabel 11 menunjukkan hasil perhitungan uji beda masing-masing indikator dan total keseluruhan dari variabel keluarga atau teman. Tabel 11. Pengujian Perbedaaan Persepsi Berdasarkan Keluarga dan Teman Mean Rank Pernyataan
Kruskal Wallis
Sig.
79.52
.593
.898
77.70
79.52
.593
.898
69.23
114.10
79.58
6.938
.074
73.36
80.39
76.10
82.22
.734
.865
85.59
77.17
86.40
80.21
.593
.898
Akuntan Publik
Akuntan Perusahaan
Akuntan Pendidik
X8.1
87.43
79.52
77.70
X8.2
87.43
79.52
X8.3
94.14
X8.4 Total X8
Akuntan Pemerintah
Sumber: Data Primer yang telah diolah tahun 2016 Berdasarkan data pada tabel 11 bahwa nilai kruskal wallis untuk X8.1 sebesar 0.593 dengan signifikansi 0,898 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis untuk X8.2 sebesar 0.593 dengan signifikansi 0,898 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis untuk X8.3 sebesar 6.938 dengan signifikansi 0,074 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Nilai kruskal wallis untuk X8.4 sebesar 0.734 dengan signifikansi 0,865 lebih besar dari 0,05 sehingga tidak signifikan. Secara keseluruhan hasil pengujian perbedaan persepsi berdasarkan keluarga atau teman menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan 2734 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,898 yang lebih besar dari 0,05. Dengan demikian hipotesis 8 ditolak. Hasil pembahasan dalam penelitian ini akan diuraikan satu persatu sebagai berikut: 1. Penghargaan Financial atau Gaji Secara keseluruhan hasil pengujian berdasarkan penghargaan financial atau gaji menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan diantara profesi akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah, dan akuntan pendidik. Hal ini sama dengan penelitian Rahayu (2005) yang menyatakan bahwa adanya perbedaan pandangan diantara mahasiswa dalam pemilihan karir sebagai akuntan dan didukung juga dengan penelitian Wijayanti (2001) menyatakan bahwa adanya perbedaan pandangan diatara mahasiswa dalam pemilihan karir sebagai akuntan perusahaan, akuntan publik, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Penghargaan financial atau gaji dianalisis dengan tiga pertanyaan yaitu gaji awal yang tinggi, tersedianya dana pensiun dan kenaikan gaji yang lebih . Dan untuk indikator gaji awal yang tinggi dapat dilihat dari hasil uji beda bahwa mahasiswa menganggap akuntan pendidik memberikan gaji awal yang tinggi. Untuk indikator tersedianya dana pensiun dapat dilihat dari hasil uji beda mahasiswa beranggapan bahwa karir sebagai akuntan publik lebih memberikan jaminan di hari tua kelak. Dan untuk indikator kenaikan gaji mahasiswa beranggapan bahwa akuntan publik lebih dapat memberikan kenaikan gaji yang lebih cepat 2. Pelatihan Profesional Secara keseluruhan hasil pengujian perbedaan persepsi berdasarkan pelatihan profesional diantara akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah, dan akuntan pendidik menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini didukung oleh penelitian Yuanita Widyasari (2010) yang menyatakan bahwa tidak adanya perbedaan pandangan diatara mahasiswa dalam pemilihan karir sebagai akuntan perusahaan, akuntan publik, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik dalam hal pelatihan professional. Pelatihan profesional dianalis dengan empat pertanyaan. Untuk pelatihan sebelum bekerja, dapat dilihat dari hasil uji beda, pelatihan sebelum bekerja dianggap mahasiswa lebih dibutuhkan oleh akuntan publik karena mahasiswa beranggapan karir akuntan publik akan menghadapi masalah yang bermacam-macam dan pelatihan sebelum bekerja diperlukan untuk menghadapi masalah-masalah tersebut. Untuk indikator sering mengikuti latihan di luar lembaga untuk meningkatkan professional dapat dilihat dari hasil uji beda bahwa profesi 2735 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 akuntan publik dianggap mahasiswa perlu sering mengikuti latihan di luar lembaga seperti seminar-seminar untuk meningkatkan profesional dan pelatihan rutin yang diadakan secara periodik oleh pihak perusahaan guna meningkatkan kemampuan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan yang ada. Dan untuk sering mengikuti pelatihan rutin di dalam lembaga, dapat dilihat dari hasil uji beda bahwa mahasiswa menganggap profesi akuntan publik lebih memperoleh pengalaman kerja yang bervariasi dibandingkan karir akuntan pendidik, akuntan perusahaan dan akuntan pemerintah hal ini dikarenakan akuntan publik akan menghadapi berbagai macam jenis klien dengan karakter yang berbeda-beda dan permasalahan yang kompleks. 3. Pengakuan Profesional Secara keseluruhan pengujian persepsi mengenai pengakuan profesional menunjukkan adanya perbedaan persepsi yang signifikan diantara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Dengan demikian hipotesis ketiga diterima. Hal ini didukung oleh penelitian Rahayu (2005), Widyasari (2010), Putra (2011), Andersen (2012) yang menyatakan bahwa adanya perbedaan persepsi diantara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Pengakuan profesional dianalisis dengan empat pertanyaan. Pada indikator lebih banyak memberikan kesempatan berkembang, hasil uji beda mahasiswa beranggapan bahwa akuntan publik lebih memberikan kesempatan berkembang dalam pemilihan karir akuntan publik daripada sebagai akuntan pendidik, akuntan perusahaan dan akuntan pemerintah karena akuntan publik akan menghadapi berbagai macam permasalahan yang sehingga akuntan publik lebih dapat mengembangkan diri. Untuk indikator ada pengakuan apabila berprestasi pada hasil uji beda menunjukkan bahwa akuntan publik dianggap lebih memberikan pengakuan apabila berprestasi dibandingkan dengan karir sebagai akuntan publik, sebagai akuntan pendidik, dan akuntan pemerintah mungkin itu karena cara tersebut dapat digunakan atasan untuk memacu kinerja karyawannya agar lebih baik lagi. Untuk indikator memerlukan banyak cara untuk naik pangkat, hasil uji beda menunjukkan bahwa mahasiswa beranggapan bahwa memilih karir sebagai akuntan publik lebih memerlukan banyak cara untuk naik pangkat dan memerlukan keahlian tertentu untuk mencapai sukses mungkin karena untuk menjadi akuntan publik dibutuhkan waktu sekurang-kurangnya tiga tahun bekerja di KAP dan mempunyai reputasi yang baik di bidang audit. 4. Nilai-nilai Sosial Secara keseluruhan pengujian perbedaan persepsi berdasarkan nilainilai sosial menunjukkan adanya perbedaan persepsi yang signifikan diantara 2736 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Penelitian Merdekawati dan Sulistyawati (2011), Putra (2011) yang mendukung bahwa adanya perbedaan pandangan mahasiswa akuntansi yang karir akuntan yang dilihat dari keinginan ditinjau nilai-nilai sosial. Nilai-nilai sosial dianalisis dengan menggunakan enam indikator. Untuk indikator lebih memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan sosial, dapat dilihat dari hasil uji beda bahwa akuntan publik dianggap lebih banyak memberikan kesempatan untuk melakukan kegiatan social. Untuk indikator lebih memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain, dapat dilihat dari hasil uji beda bahwa akuntan pendidik dianggap lebih banyak memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan orang lain daripada akuntan publik, akuntan perusahaan dan akuntan pemerintah hal ini mungkin karena bekerja sebagai akuntan pendidik pasti bertemu dengan banyak mahasiswa saat mengajar sehingga memungkinkan untuk berinteraksi dengan banyak orang. Untuk indikator lebih memerlukan kesempatan untuk menjalankan hobi, dari hasil uji beda bahwa akuntan pendidik dianggap lebih banyak memerlukan kesempatan untuk menjalankan hobi karena mungkin mahasiswa beranggapan bahwa profesi akuntan pendidik mempunyai banyak waktu yang luang di luar pekerjaannya untuk menjalankan hobinya. Untuk indikator lebih memperhatikan perilaku individu, dapat dilihat dari hasil uji beda bahwa akuntan publik dianggap lebih memperhatikan perilaku individu karena mahasiswa beranggapan akuntan publik sering berhubungan dengan orangorang di luar instansi yang mempunyai hubungan pekerjaan dengannya. Indikator pekerjaannya lebih bergengsi dibanding karir yang lain, dapat dilihat dari hasil uji beda bahwa akuntan publik dianggap karir yang lebih bergensi karena mungkin mahasiswa beranggapan bahwa akuntan publik biasanya melakukan audit dan hasil audit mereka adalah hasil yang dipercaya oleh public sebagai pihak yang independen. Untuk indikator lebih memberi kesempatan untuk bekerja dengan ahli di bidang yang lain, dapat dilihat dari hasil uji beda bahwa akuntan publik dianggap lebih memberi kesempatan untuk bekerja dengan ahli di bidang yang lain karena mungkin profesi akuntan publik slebih ebelum mengeluarkan hasil audit harus lebih atau bekerjasama dengan ahli di bidang yang lain. 5. Lingkungan Kerja Secara keseluruhan pengujian perbedaan berdasarkan lingkungan kerja menunjukkan tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Penelitian Andersen (2012) juga 2737 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 mendukung penelitian ini yang menyatakan bahwa tidak perbedaan pandangan mahasiswa akuntansi ditinjau lingkungan kerja. Variabel lingkungan kerja dianalisis dengan tujuh pertanyaan. Untuk indikator pekerjaan rutin, dapat dilihat dari hasil uji beda bahwa akuntan publik dianggap lebih mempunyai pekerjaan rutin hal ini mungkin dikarenakan akuntan publik mempunyai jadwal rutin dan target menyelesaikan hasil audit. Untuk indikator pekerjaannya lebih cepat dapat diselesaikan, dapat dilihat dari hasil uji beda bahwa akuntan publik dianggap pekerjaannya lebih cepat hal ini dikarenakan target tersebutlah mendorong untuk tidak menunda pekerjaan. Untuk indikator pekerjaannya lebih banyak tantangan, dapat dilihat dari hasil uji beda bahwa akuntan publik dianggap pekerjaannya lebih banyak tantangan, hal itu karena harus siap ditempatkan karena pada saat melakukan audit, akuntan public diperhadapkan dengan berbagai jenis perusahaan dengan berbagai karakter yang akan dihadapi disetiap perusahaan. Untuk indikator lingkungan kerjanya menyenangkan, dapat dilihat dari hasil uji beda bahwa akuntan pendidik dianggap memiliki lingkungan kerjanya menyenangkan karena berhubungan dengan mahasiswa yang masih muda secara usia. Untuk indikator sering lembur dapat dilihat dari hasil uji beda bahwa mahasiswa menganggap akuntan pendidik dianggap pekerjaan yang sering mendapatkan lembur, hal itu mungkin karena mungkin sering mendapatkan jadwal mengajar kuliah pada malam hari. Untuk indikator tingkat kompetisi antar karyawan tinggi dapat dilihat dari hasil uji beda bahwa mahasiswa menganggap akuntan pendidik adalah pekerjaan yang tingkat kompetisi antar karyawannya tinggi itu mungkin karena akuntan pendidik harus berusaha melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi agar bisa menduduki suatu jabatan. Untuk indikator ada tekanan kerja untuk mencapai hasil yang sempurna menunjukkan akuntan pendidik dianggap lebih mendapatkan tekanan kerja untuk mencapai hasil yang sempurna mungkin karena akuntan pendidik harus berusaha mengupdate pengetahuan sesuai dengan perkembangan zaman. 6. Pertimbangan Pasar Kerja Secara keseluruhan pengujian berdasarkan pertimbangan pasar kerja menunjukkan tidak terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Penelitian Widiatami (2013) yang mendukung penelitian ini yang menyatakan bahwa tidak perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi dalam memilih profesi antara sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik ditinjau dari faktor lingkungan kerja. 2738 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 Variabel pertimbangan pasar kerja dianalisis dengan tiga indikator. Dari hasil uji beda terlihat bahwa mahasiswa yang memilih karir sebagai akuntan publik bahwa menganggap kemanan kerjanya lebih terjamin karena mungkin jauh dari PHK. Untuk indikator lapangan kerja yang ditawarkan mudah diketahui, terlihat bahwa mahasiswa yang memilih karir sebagai akuntan pendidik menganggap akses lapangan kerja yang ditawarkan mudah diketahui. Dan indikator yang ketiga adalah pekerjaan yang mudah didapat atau diperoleh adalah akuntan pendidik, hal ini mungkin karena akses informasi tentang pekerjaan dapat diperoleh di kampus. 7. Personalitas Terdapat perbedaan persepsi yang signifikan dilihat dari indikator profesi mencerminkan personalitas seorang yang bekerja secara professional antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Hal ini didukung oleh Rahayu dkk, 2003, Averus (2015), yang menyatakan bahwa tidak perbedaan persepsi mahasiswa akuntansi dalam memilih profesi antara sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik ditinjau dari faktor personalitas. Mahasiswa menganggap bahwa karir yang dipilih mencerminkan personalitas seseorang yang bekerja secara professional. 8. Keluarga Atau Teman Secara keseluruhan hasil pengujian perbedaan persepsi berdasarkan keluarga atau temanmenunjukkan bahwa tidak ada perbedaan persepsi yang signifikan antara mahasiswa yang memilih profesi sebagai akuntan publik, akuntan perusahaan, akuntan pemerintah dan akuntan pendidik. Variabel keluarga dan teman dianalisis dengan empat indikator. Dari hasil uji beda terlihat bahwa mahasiswa yang memilih karir sebagai akuntan publik menganggap bahwa dukungan keluarga dan teman sangat dibutuhkan, hal ini mungkin karena jam kerja sebagai akuntan publik sangat tinggi dibanding akuntan yang lain. Indikator latar belakang ekonomi terlihat bahwa mahasiswa yang memilih akuntan publik menganggap bahwa latar belakang ekonomi menjadi faktor pemilihan profesi. Indikator cara mendidik anak oleh orang tua terlihat bahwa akuntan pendidik menganggap bahwa sebagai figure seorang dosen hampir sama dengan seorang orang tua yang mendidik anaknya. Dan indikator teman sebaya terlihat bahwa akuntan pemerintah menganggap bahwa pemilihan karir sebagai akuntan pemerintah dipengaruhi oleh teman sebaya yang sudah lebih dahulu memilih karir sebagai akuntan pemerintah.
2739 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan faktor penghargaan financial atau gaji terdapat perbedaan persepsi mahasiswa yang signifikan dalam memilih profesi sebagai akuntan. 2. Berdasarkan faktor pelatihan profesional tidak terdapat perbedaan persepsi mahasiswa yang signifikan dalam memilih profesi sebagai akuntan. 3. Berdasarkan faktor pengakuan profesional terdapat perbedaan persepsi mahasiswa yang signifikan dalam memilih profesi sebagai akuntan. 4. Berdasarkan faktor nilai-nilai sosial terdapat perbedaan persepsi mahasiswa yang signifikan dalam memilih profesi sebagai akuntan. 5. Berdasarkan faktor lingkungan kerja tidak terdapat perbedaan persepsi mahasiswa yang signifikan dalam memilih profesi sebagai akuntan. 6. Berdasarkan faktor pertimbangan pasar kerja tidak terdapat perbedaan persepsi mahasiswa yang signifikan dalam memilih profesi sebagai akuntan. 7. Berdasarkan faktorpersonalitas terdapat perbedaan persepsi mahasiswa yang signifikan dalam memilih profesi sebagai akuntan. 8. Berdasarkan faktor keluarga dan teman tidak terdapat perbedaan persepsi mahasiswa yang signifikan dalam memilih profesi sebagai akuntan 9. Profesi favorit pilihan mahasiswa untuk keseluruhan universitas adalah akuntan pemerintah karena masa depan lebih terjamin. Disusul akuntan perusahaan dan selanjutnya akuntan publik dan yang terakhir adalah akuntan pendidik. 2. Saran Saran yang dapat dikemukakan sebagai tindak lanjut dari hasil penelitian bagi peneliti selanjutnya diharapkan agar menambah variabel lainnya yang berhubungan dengan faktor yang mempengaruhi pemilihan profesi sebagai akuntan dan juga menambahruang lingkup penelitian bukan hanya di Medan saja. Dan instrument yang dipakai dalam penelitian hanya menggunakan kuesioner, sehingga kesimpulan yang diambil hanya berdasarkan data-data yang dikumpulkan melalui kuesioner tersebut, sehingga disarankan penelitian selanjutnya sebaiknya dilengkapi dengan wawancara sehingga data yang diperoleh akan lebih akurat.
2740 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 DAFTAR PUSTAKA Andersen, Analisis persepsi mahasiswa akuntansi dalam memilih profesi sebagai akuntan, skripsi, Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.2012 Averus.Analisis Persepsi Mahasiswa Akuntansi Dalam Memilih Karir, skripsi, Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.(Studi Empiris Mahasiswa Akuntansi S1 di Perguruan Tinggi di Semarang), 2015 Dian Putri Merdekawati dan Ardiani Ika Sulistyawati.“Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Karir Akuntan Publik dan Non Akuntan Publik.”, 2011. Ghozali, Imam.“Aplikasi Analisis Multivariate SPSS”.Semarang : Badan Penerbit Undip.2006
Dengan
Program
Khamiah, Keberhasilan anak ditangan orang tua, Jakarta, Media Komputindo, 2012 Putra, Analisis Perbedaan persepsi Mahasiwa Akuntansi Universitas Jambi mengenai Faktor-Faktor Pemilihan Karir, Jurnal Investasi, Universitas Jambi, Jambi, 2011. Purwanto, Faktor yang mempengaruhi ekplorasi karir siswa SLTP, universitas Negeri Jogjakarta, Cakrawala Pendidikan, Juni 2012. Rahayu, Sri, Eko Arief Sudaryono, Doddy Setiawan.“Persepsi Mahasiswa Akuntansi Mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Karir”. Simposium Nasional Akuntansi VI.Surabaya, 2003. Rahmad, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Karir Mahasiswa Akuntansi (Studi Empiris Mahasiswa Akuntansi di Perguruan Tinggi di Semarang) skripsi, Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.2013.
Yuanita Widyasari, Persepsi mahasiswa akuntansi mengenai faktor-faktor yang membedakan pemilihan karir (Studi pada universitas Diponegoro dan Unika Soegijapranata), universitas Diponegoro Semarang, 2010
2741 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 2715-2742 Widyastuti, Widyawati,dkk dan Juliana, Pengaruh Motivasi Terhadap Minat Mahasiswa Akuntansi Untuk Mengikuti Pendidikan Profesi Akuntansi. Simposium Nasional Akuntansi VII.2004. Widyasari, Persepsi Mahasiswa Akuntansi Mengenai Faktor-Faktor Yang Membedakan Pemilihan Karir (Studi pada Universitas Diponegoro dan UNIKA Soegijapranata), skripsi, Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang.2010. Widiatami, Determinan Pilihan Karir Pada Mahasiswa Akuntansi (Studi Empiris pada Mahasiswa Akuntansi S1 Universitas Diponegoro, skripsi, Fakultas Ekonomika Dan Bisnis Universitas Diponegoro Semarang, 2013. Winkel, W.S. & M.M, Sri Hastuti. Bimbingan Dan Konseling Di Institut Pendidikan. Yogyakarta : Media Ab, 2012.
2742 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 Pengaruh Waktu Electroplating dengan Chrom Pada Baja Karbon Rendah Terhadap Kekerasan, laju Korosi dan Tebal Lapisan Oleh:.Sutan LMH Simanjuntak1) Parulian Siagian.2) Dosen Fakultas Teknik Universitas HKBP Nommensen ABSTRAC
Electrically plating or electroplating is one method used to beautify looks fine and also to improve the mechanical properties of the metal. The teksperiment is performed by preparing specimens have been measured with different variations in time for electroplating with a current of 10 amperes at 12 Volts. The results show that the corrosion test specimen electroplating results with the arrest of 0.1889847379 mpy 40 minutes, 30 minutes of 0.1771731918 mpy, 20 minutes by 0.1417385534 mpy, and without coating 0.93298832 mpy. Judging from the results on each specimen corrossion the safest coating coatings with detention is 20 minutes and is the fastest corroded specimens without coating. Hardware test results from each specimen tested showed rising violence in the area coated by electroplating. The test results showed a thick layer on the detention of 40 minutes is the result of sedimentary layers thicker than the initial 30 minutes and 20 minutes. Keywords: Electroplating, hardness, corrossion rate and thickness 1.1.Pendahuluan Electroplating merupakan proses pelapisan logam melalui penggunaan arus listrik searah (DC) dan larutan kimia (elektrolit) yang berfungsi sebagai media penyuplai ion-ion logam membentuk endapan (lapisan) pada elektroda katoda. Elektroplating pada baja pada dasarnya dilakukan dengan cara mengalirkan arus listrik melalui larutan antara logam atau material lain yang konduktif. Dua buah plat logam merupakan anoda dan katoda dihubungkan pada kutup positif dan negatif terminal sumber arus searah (DC). Logam yang terhubung dengan kutup positif sumber arus disebut anoda dan yang terhubung dengan kutup negatif sumber arus searah disebut katoda. Dalam pelaksanaan proses electroplating ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu arus yang dibutuhkan untuk melapis (rapat arus), 2743 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 temperatur larutan, waktu pelapisan dan tegangan (V).Distribusi perpindahan ion-ion logam selama proses pelapisan berlangsung akan dipengaruhi oleh besarnya arus, luas permukaan bahan yang dilapis, temperatur larutan, derajat kesamaan (PH) dan kekentalan atau konsentrasi larutan. 1.2. Tujuan 1. Untuk mengetahui tebal lapisan baja karbon rendah dari hasil electroplating, dengan melakukan variasi waktu 2. Untuk mengetahui dan membandingkan laju korosi dan kekerasan 1.3. Manfaat 1. Untuk menghasilkan pelapisan yang efektif dalam pelapisan Chrom pada baja karbon rendah dengan mengatur arus yang digunakan sehingga didapatkan ketebalan lapisan yg diinginkan. 2. Sebagai acuan untuk mengetahui pelapisan dengan melakukan pengujian berbagai variasi waktu. 3. Sebagai refrensi awal dalam pengembangan usaha pelapisan logam secara electroplating. 1.4 Batasan Masalah 1. Melakukan pelapisan secara listrik (electroplating) dengan bahan pelapis Chrom. 2. Logam induk yang akan dilapis adalah baja karbon rendah dengan dimensi ; P = 60 mm, L= 20 mm, T= 3 mm. 3 mm 20 mm 60 mm Gambar 1.1. Dimensi logam Induk
2744 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 2.. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pelapisan Secara Listrik (Electroplating) Pelapisan secara listrik atau electroplating merupakan proses pelapisan suatu logam melalui penggunaan arus listrik searah (DC) dan larutan kimia (elektrolit) yang berfungsi sebagai media penyuplai ion-ion logam membentuk endapan (lapisan) pada elektroda katoda. Elektroplating dilakukan dengan cara mengalirkan arus listrik melalui larutan antara logam atau material lain yang konduktif. Dua buah plat logam merupakan anoda dan katoda dihubungkan pada kutup positif dan negatif terminal sumber arus searah (DC). Logam yang terhubung dengan kutup positif sumber arus disebut anoda dan yang terhubung dengan kutup negatif sumber arus searah disebut katoda. Dalam pelaksanaan proses electroplating ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu arus yang dibutuhkan untuk melapis (rapat arus), temperatur larutan, waktu pelapisan dan tegangan (V).Distribusi perpindahan ion-ion logam selama proses pelapisan berlangsung akan dipengaruhi oleh besarnya arus, luas permukaan bahan yang dilapis, temperatur larutan, derajat kesamaan (PH) dan kekentalan atau konsentrasi larutan.
Gambar 2.1 Rangkaian Proses Electroplating 2.2.Prinsip Dasar Elektroplating Elektroplating merupakan teknik pelapisan secara elektrodeposisi, yaitu proses pengendapan pelapis logam secara elektrokimia. Cara pelapisan ini memerlukan arus listrik searah (DC). Bila listrik mengalir antara anoda dan katoda, didalam larutan konduktor/larutan elektrolit, maka akan terjadi reaksi kimia pada permukaan logam tersebut. Pada sistem demikian, bila diberi tegangan atau beda potensial, ion-ion bergerak menuju elektroda. Kation 2745 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 bergerak menuju katoda dan anion menuju anoda. Masing-masing mempunyai laju yang khas (konduktivitas ion spesifik). Konduktivitas total larutan tertentu merupakan penjumlahan dan konduktivitas ion individu segenap ion yang dikandungnya. ELEKTRODA Elektroda merupakan kutub atau lempeng pada suatu sel elektrolitik ketika arus listrik memasuki atau meninggalkan sel. Elektroda dimana proses reduksi berlangsung disebut sebagai katoda yang merupakan kutub negatif(penarik elektron), sedangkan elektron dimana proses oksidasi berlandsung disebut anoda yang merupakan kutub positif (pelepas elektron). Anoda biasanya terkorosi dengan melepaskan elektron-elektron dari atomatom logam netral untuk membentuk ion-ion bersangkutan. Berbagai anoda dipergunakan pada elektroplating. Ada anoda inert, ada anoda aktif (terkorosi). Anoda dapat merupakan logam murni, dapat pula sebagai alloy. Katoda biasanya tidak mengalami korosi, walaupun mungkin menderita kerusakan dalam kondisi-kondisi tertentu. Dalam larutan, ion-ion positif bergerak ke katoda dan ion-ion negatif bergerak ke anoda. Adapun logam yang biasa digunakan sebagai elektroda adalah logam yang tidak larut dalam larutan elektrolit yang digunakan sebagai pelapis. 2.3. Laju Korosi Korosi adalah degradasi atau penurunan kualitas dari suatu material akibat terjadinya reaksi kimia antara logam dengan lingkungannya. Pada dasarnya korosi adalah peristiwa pelepasan elektron-elektron dari logam yang berada dalam larutan elektronik seperti air laut, sedangkan atom-atom yang bermuatan positif (Fe2+) akan bereaksi dengan ion hidroksil (OH) akan membentuk ferid hidroksida Fe (OH), yang dikenal sebagai hasil korosi. Oleh sebab itu korosi tidak dapat dihilangkan tetapi korosi dapat dicegah dengan mengendalikan atau memperlambat proses pengerusakan pada peralatan atau struktur konstruksi logam. Korosi dapat juga diartikan sebagai proses balik dari pemurnian logam atau ekstrasi. Logam yang terdapat dialam umumnya berbentuk senyawa,seperti senyawa oksida,sulfida,karbonat dan silikat. energi logam dalam bentuk senyawa adalah sangat rendah,sedangkan dalam unsur tunggal, logam mempunyai ketidsak stabilan sehingga energinya sangat besar.unsur unsur logam bersenyawa dengan unsur lain untuk mencapai kestabilan dengan 2746 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 melepaskan energi. Dengan demikian keadaan unsur besi mempunyai energi yang tinggi.oleh karena itu secara spontan logam besi akan bereaksi kembali dengan oksigen yang terdapat didalam membentuk besi oksida. 1.Metoda kehilangan berat Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan mengukur kekurangan berat akibat korosi yang terjadi. Metode ini menggunakan jangka waktu penelitian hingga mendapatkan jumlah kehilangan akibat korosi yang terjadi. Untuk mendapatkan jumlah kehilangan berat akibat korosi yang digunakan rumus sebagai berikut : Laju korosi (mpy) =
.
. .
Dimana : W = pengurangan berat (mg) A = Luas pnampang (in2) T = Waktu (jam) D = Density Specimen (gr/cm3) Mpy = Mils per year 534 = Konstanta bila laju korosi dinyatakan = mpy 1 mils = 0,0254 mm Maka : 1 mpy = 0,0254 mmpy Metode ini adalah mengukur kembali berat dari benda uji, kekurangan berat dari pada berat awal merupakan nilai kehilangan berat. Kekurangan berat dikmbalikan ke dalam rumus untuk mendapatkan laju kehilangan beratnya. 2.4. Uji Keras Vickers Pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode penekanan yaitu metode Vickers. Pada pengukuran kekerasan menurut Vickers sebuah intan yang berbentuk limas (piramid), 2747 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 kemudian intan tersebut ditekankan pada benda uji dengan suatu gaya tertentu, maka pada benda uji terdapat bekas injakan dari intan ini. Bekas injakan ini akan lebih besar apabila benda uji tersebut semakin lunak dan bila beban penekanan bertambah berat.
d1
d2
d2
d1 Gbr 2.2. Uji Vickers Perhitungan kekerasan didasarkan pada panjang diagonal segi empat bekas injakan dan beban yang digunakan.Nilai kekerasan hasil pengujian metode Vickers disebut juga dengan kekerasan HV atau VHN (Vickers Hardness Numbers)yang besarnya.
Dimana :
P = Beban tekan yang diberikan (kgf) d = Panjang diagonal bekas injakan (mm) θ = Sudut puncak penetrator (136o)
Adapun keuntungan dari metode pengujian Vickers adalah : a. Dengan pendesak yang sama, baik pada bahan yang keras maupun lunak nilai kekerasan suatu benda uji dapat diketahui. 2748 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 b. Penentuan angka kekerasan pada benda-benda kerja yang tipis atau kecil dapat diukur dengan memilih gaya yang relatif kecil. Pengujian mikro Vickers adalah metode pengujian kekerasan dengan pembebanan yang relatif kecil yang sulit dideteksi oleh metode makro Vickers. Pada penelitian ini menggunakan metode mikro Vickers karena untuk mengetahui seberapa besar nilai kekerasan pada permukaan benda uji hasil dari proses heat treatment, sehingga pembebanan yang dibutuhkan juga relatif kecil yaitu berkisar antara 10 sampai 1000 gf.
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : A. Baja Karbon Rendah. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja karbon rendah (strip) yang diperoleh dari pasaran kemudian dipotong atau dibentuk. 1. Menyediakan Larutan Larutan berfungsi sebagai media penghantar ion-ion chrom membentuk lapisan chrom pada elektroda katoda. 2. Chrom Chrom berfungsi sebagai bahan pensuplai ion bahan pelapis dipermukaan katoda (baja karbon rendah /strip yang telah dilapisi Chrom). 3.2. Lokasi dan Alat Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di laboratorium Teknik metalurgi Fakultas Teknik Universitas HKBP Nommensen Medan Alat 1. Gergaji Besi, Mesin Bor, Mesin Polish (gambar 3.1), Timbangan, Wadah atau Bak, Mesin Uji Keras Mikro, Rectifier
2749 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766
Gambar 3.1.Mesin Polish Rectifier berfungsi sebagai sumber daya penghantar untuk memindahkan, menarik ion – ion positif dari anoda.
Gambar 3.2. Rectifier 3.3 Unsur-Unsur Pokok Proses Electroplating Rectifier Arus listrik berfungsi sebagai sumber daya penghantar untuk memindahkan,menarik ion-ion positif dari anoda. Arus listrik yang digunakan pada proses electroplating adalah arus searah atau DC.Untuk mendapatkan arus tersebut diatas digunakan rectifier dimana arus yang dikeluarkan oleh rectifier ini Larutan Elektrolit Larutan adalah suatu sistem campuran yang homogen yang mengandung dua atau lebih zat.Dihasilkan bila zat cair, gas atau padat dilarutkan didalam suatu bahan pelarut.Umumnya jumlah zat yang sedikit disebut zat pelarut (solute) dan zat yang jumlahnya lebih besar disebut yang terlarut (solven). Komposisi zat terlarut dan pelarut dalam larutan disebut konsentrasi larutan, sedangkan proses pencampuran zat terlarut dan pelarut membentuk larutan disebut pelarutan atau solvasi. Sedangkan elektrolit adalah 2750 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 suatu zat yang akan terurai menjadi ion-ion positif atau negatif bila dilarutkan didalam air dan bersifat penghantar listrik. Zat yang digunakan sebagai elektrolit dilarutkan ke dalam air dan akan terurai menjadi ion-ion (terionisasi) sehingga larutan ini dapat menghantarkan arus listrik. Ion listrik positif akan tertarik menuju elektroda negatif (katoda), sedangkan ion negatif akan menuju elektroda positif (anoda). Elektrolit kuat akan terionisasi seluruhnya atau sebagian besar menjadi ion-ion, sedangkan elektrolit lemah hanya sebagian terionisasi menjadi ion di dalam larutan. Istilah-istilah elektrolit kuat dan elektrolit lemah diambil dari daya hantar listriknya.Elektrolit kuat sudah tau mempunyai daya hantar yang kuat karena mengandung jumlah ion yang lebih besar/banyak bila dibandingkan dengan elektrolit lemah.Memang tidak mudah membedakan apakah suatu larutan elektrolit yang terionisasi termasuk elektrolit yang lemah atau pasangan ion.Hal ini harus dari interaksi ion dan ion dengan bahan pelarutnya. Anoda Anoda adalah suatu terminal positif dalam larutan elektrolit. Fungsi dari anoda adalah sebagai sumber bahan baku yang akan dibawa melalui elektrolit kepada permukaan katoda. Anoda biasanya dipilih dari logam murni yaitu untuk menjamin kebersihan elektrolit pada saat proses electroplating. Adanya arus listrik (DC) yang mengalir melalui larutan elektrolit diantara anoda dan katoda, maka pada anoda akan terjadi pelepasan ion-ion logam dan oksigen (reduksi), selanjutnya ion-ion logam tersebut diendapkan pada katoda. Katoda Katoda adalah elektroda negatif dalam larutan elektrolit dimana pada katoda ini terjadi penempelan ion-ion yang tereduksi dari anoda. Pada proses electroplating katoda dapat diartikan sebagai benda kerja yang akan dilapis, katoda bertindak sebagai logam yang dilapisi atau produk yang bekerja menerima ion. Katoda dihubungkan ke kutub negative dari arus listrik. Katoda harus bersifat konduktor supaya proses electroplating dapat berlangsung dan logam pelapis menempel pada katoda. Bak Plating Bak Plating harus terbuat dari bahan yang tahan dengan larutan elektrolit yang digunakan. Umumnya terbuat dari PVC atau PP. Untuk ukuran 2751 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 yang besar bisa menggunakan besi atau semen yang dilapisi PVC atau PP. Ukuran bak menentukan ukuran dan jumlah barang yang bisa diproses. Lapisan logam Lapisan logam yang terbentuk mempunyai karakteristik yang khusus. Tergantung dari kadar kandungan bahan kimia dalam elektrolit, kondisi proses, dan kualitas arus listrik. Diperlukan pengetahuan yang lebih dalam tentang elektroplating untuk bisa menghasilkan lapisan logam dengan karakteristik yang sesuai dengan kebutuhan. Lapisan logam ini dalam satuan micron, dan bisa diukur dengan menggunakan thickness meter. .
Volt meter Volt meter disini untuk mengukur Volt yang sedang digunakan dalam proses Plating. Volt diatur untuk mendapatkan ampere yang diinginkan atau sesuai dengan perhitungan standar. Pengaturan Volt yang tidak tepat akan mempengaruhi kualitas lapisan dan lamanya proses kerja. Ampere meter Ampere meter untuk mengukur ampere dari arus listrik selama proses Plating. Ampere ini sangat penting, karena bisa digunakan untuk menghitung jumlah logam yang melapisi, sehingga bisa digunakan untuk menghitung biaya produksi.Ampere meter idealnya yang digital agar lebih akurat dalam pembacaannya. Ampere ini juga sebagai parameter standar dari Plating, sebab setiap proses Plating mempunyai standar ampere perdesimeterpersegi yang berbeda-beda. Tembaga Tembaga untuk penghantar listrik dari Rectifier ke anoda atau katoda. Ukuran dari tembaga disesuaikan dengan ampere yang digunakan. Sebisa mungkin jangan banyak sambungan, karena dapat memperburuk aliran arus listrik. Setiap sambungan yang ada harus sering di cek dan dibersihkan agar arus listrik tetap lancar. 3.4. Prosedur Penelitian Mempersiapkan specimen , adapun ukuran specimen adalah sebagai berikut. 2752 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 -
Panjang Lebar Tebal
= 60 mm = 20 mm = 3 mm
1. Pembersihan secara mekanik Proses ini bertujuan untuk menghaluskan permukaan dan menghilangkan goresan-goresan serta geram-geram yang masih melekat pada spesimen. Untuk menghilangkan goresan-goresan dan geram-geram dilakukan dengan mesin polish sedangkan untuk menghaluskan dilakukan dengan buffing. 2. Pengeringan (Drying) Proses ini bertujuan untuk mengeringkan specimen sebelum dilakukan proses elektroplating. 3. Proses Elektroplating Setelah specimen bebas dari kotoran-kotoran, maka specimen sudah siap untuk dilapis. Adapun cara pelaksanaan pelapisan chrom adalah sebagai berikut :
Gambar 3.3.Rangkaian Proses Elektroplating Proses pelapisan Chrom : a. Masukkan specimen kedalam larutan. - Asam Chromat ( H 2 CrO 4 ).....................= 300 gram. - Asam Sulphate ( H 2 SO 4 )...................= 2,5 cc. - Aqua( H2O) ........................= 970 cc. - Panaskan air pada suhu = 50 0C. - Masukan Asam Chromat ke air sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai tercampur. - Masukan Asam Sulphate sambil diaduk sampai tercampur. 2753 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 b. Hubungkan khrom (anoda) ke tutup posiitif, sedangkan spesimen (katoda) kekutup negtif sumber arus searah (rectifier). c. Atur kuat arus sesuai dengan variabel yang direncanakan (10 Amper) dengan tegangan listrik 12 Volt. d. Setelah rangkaian siap, maka stop kontak dihidupkan. e. Lama waktu proses elektroplating yang direncanakan adalah 20,30,40 menit. f. Waktu yang direncanakan tercapai maka stop kontak dimatikan. g. Angkat spesimen lalu dibilas dengan air bersih dan selanjutnya dikeringkan. 4. Penimbangan spesimen Setelah proses pelapisan selesai dilakukan, maka dilakukan proses penimbangan pada specimen yaitu untuk mengetahui berat nikel yang terlapis pada baja. 5. Proses pengkorosian Proses pengkorosian dilakukan untuk mengetahui dan membandingkan laju korosi dari spesimen yang tidak mendapat pelindung dengan specimen lain yang mendapat perlindungan yaitu logam pelapis (chrom) dengan variable kuat arus yang berbeda. Sebelum dan sesudah proses pengkorosian dilakukan, specimen harus ditimbang. Hal ini untuk mengetahui berat awal dan berat specimen setelah mengalami proses pengkorosian. Proses korosi dilakukan dengan metode kehilangan berat dengan media larutan NaCl 0,5 %.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Dari hasil penelitian diperoleh data-data uji laju korosi, uji keras dan uji tebal lapisan dari baja yang telah mengalami proses electroplating seperti pada uraian berikut. 4.2 Uji Korosi Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.1 Data Uji Korosi Dengan Menggunakan Metode kehilangan berat. Distribusi laju korosi yang diperlihatkan sebagai fungsi waktu pelapisan, dimana Tanpa pelapisan 2754 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 memiliki laju korosi yang relatif tinggi jika dibandingkan dengan tehadap spesimen yang telah dilapisi lapisan Nikel. Laju korosi terlihat menurun pada waktu pelapisan 20 menit dimana laju korosi terendah adalah 0,1417385534 mpy, sedangkan laju korosi akan meningkat kembali jika waktu pelapisan dinaikkan ( 30 dan 40 menit ).
Laju korosi
= = =
.
. .
,
.
. ,
, ,
, .
= 0,93298832 mpy Tabel 4.1 Data Uji Laju Korosi Dengan Menggunakan Metode kehilangan berat Lama Penahan Tanpa pelapisan 20 menit 30 menit 40 menit
Pengurangan berat (mg) 6,9 1,2 1,5 1,6
Berat Jenis ( gr/cm3 ) 7,85 7,85 7,85 7,85
Laju Korosi ( mpy ) 0,93298832 0,1417385534 0,1771731918 0,1889847379
0,9329883 2
1 0.5 0 0
10
0,1417385 0,17717310,1889847 9 5 4 20 30 40 50
Gambar 4.1 Pengaruh waktu pelapisan terhadap laju korosi
4.3 Uji Keras Pengujian kekerasan dilakukan dengan metode Vickers pada beban 1 kgf. Tiap specimen dilakukan 5 kali pengujian yaitu dari titik terluar specimen menuju kedalam (inti). Data – data hasil pengujian Vickers dapat dilihat pada tabel 4.2. dibawah ini:
2755 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 1. Tabel 4.2 kekerasan spesimen posisi tegak sebelum pelapisan
Spesimen
Titik
1
1 2 3 4 5
P (kgf)
d1 (µm)
d2 (µm)
d Rata-rata
VHN
VHN RataRata
1
25.5015 26.794 26.8057 26.3797 25.245
25.8007 26.7897 26.615 25.9755 25.4057
25.6511 26.7919 26.7104 26.1776 25.3254
2817.7194 2582.8806 2598.6666 2705.5158 2890.672
2719.090 8
2. Tabel 4.3 Kekerasan dengan Posisi Datar Sebelum Pelapisan. Spesimen
1
Titik
P (kgf)
1 2
d1 (µm) 25.1965 25.556
d2 (µm) 25.9545 25.3727
d Rata-rata 25.5755 25.4644
VHN 2834.4021 2859.200
3 4 5 6 7 8 9 10
26.7065 26.667 27.4972 27.2435 27.1621 26.9527 25.4047 25.015
26.3065 26.4065 27.9225 27.5915 27.9242 26.8032 25.951 25.467
26.5065 26.5368 27.7099 27.4175 27.5432 26.8780 25.6779 25.2410
2638.7908 2632.7781 2414.5788 2466.3461 2443.8948 2566.3592 2811.8517 2910.0243
1
VHN Rata-Rata
2657.8226
Contoh perhitungan uji keras : ,
VHN= =
,
(μm)
. ,
P = Beban (gr) .
= 2817.7194 (gr/ μm
d = Diagonal Penekanan
3. Tabel 4.4 Kekerasan dengan posisi tegak pada sampel pelapisan 20 Menit Spesimen
1
Titik 1 2 3 4 5
d1 (
)
25.8015 26.8940 26.8057 25.3797 25.2450
d2 (
)
25.5007 26.5897 26.6150 26.7755 25.1057
dRata-rata ( 25.6511 26.7418 26.7103 26.0776 25.1753
)
VHN 2817.7194 2592.5579 2598.6764 2726.3053 2925.2327
VHN Rata – Rata
2732.0983
2756 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
2
VHN
3
25.4687 27.5897 28.6502 27.3175 26.4065 26.5897 30.1895 28.5897 27.7107 26.6165
25.4082 26.8620 27.1645 26.0435 25.7712 25.9830 29.6752 27.3175 26.9225 25.9795
25.4384 27.2258 27.9073 26.6805 26.0888 26.2863 29.9323 27.9536 27.3166 26.2980
2865.0364 2501.2001 2380.5324 2604.4846 2723.9650 2683.1862 2069.3290 2372.6531 2484.5998 2680.7992
2615.0437
2458.1135
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 0
0,75 1,50 2,25 Jarak Titik Spesimen
3,00
Gambar 4.2 Grafik Kekerasan dengan Posisi Tegak pada sampel Pelapisan 20 Menit
Tabel 4.5 Kekerasan dengan posisi datar pada sampel pelapisan 20 Menit Spesimen
Titik
P (kgf) d1 (µm)
1
d2 (µm)
d Rata-rata
VHN
1
25.8922
25.3762
25.6342
2821.4359
2
25.8905
25.6787
25.7846
2788.6174
3
26.4670
27.1342
26.8006
2581.1943
27.8905
27.1342
27.5123
2449.3787
5
28.8922
27.346
28.1182
2344.9560
6
28.7090
28.6805
28.6947
2251.6784
7
27.8300
28.9510
28.3905
2300.1897
8
27.3460
27.9805
27.6632
2422.7293
9
26.2250
26.6820
26.4535
2649.3751
10
25.1947
25.1360
25.1653
4
1
VHN Rata-Rata
2553.7113
2927.5580
2757 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766
2
1
25.8335
25.7712
25.8023
2
26.7922
26.2207
26.5064
2638.8107
3
26.9090
26.9552
26.9321
2556.0497
27.6502
27.1040
27.3771
2473.6306
5
28.9527
28.9830
28.9678
2209.4221
6
28.8922
28.4990
28.6956
2251.5371
7
27.8620
27.4670
27.6645
2422.5016
8
27.2570
27.4367
27.3468
2479.1152
9
26.6502
26.4367
26.5434
2631.4591
10
25.8620
25.7997
25.8308
2778.6511
1
25.7695
26.5275
26.1485
2
26.0685
27.6752
26.8718
2567.5341
3
27.3762
27.6787
27.5274
2446.6922
27.6182
28.5577
28.0879
2350.0180
5
30.1947
29.6787
29.9367
2068.7208
6
30.8852
31.5810
31.2331
1900.5511
7
28.8417
29.9510
29.3963
2145.4796
8
28.1610
28.0097
28.0853
2350.4531
9
27.9510
27.1947
27.5728
2438.6417
10
26.3745
26.9207
26.6476
2610.9198
1
4
3
1
4
2784.7928
2522.5970
2711.5410
2359.0551
4000
VHN
3000 2000
Sempe l1
1000 0 1
2
3
4
5
6
7
Jarak Titik Spesimen
8
9
10
Gambar 4.3 Grafik Kekerasan dengan Posisi Datar pada sampel pelapisan dengan Waktu 20 Menit
2758 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766
4.
Tabel 4.6 Kekerasan dengan posisi tegak pada sampel pelapisan 30 Menit
Spesimen
Titik
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
4
5
6
d1 (
)
25.0787 26.1040 27.1325 27.6362 25.7712 25.6485 26.8905 27.8905 27.5275 25.9795 25.5275 27.0132 29.0435 27.3710 25.2535
)
dRata-rata ( )
VHN
26.5897 26.7410 28.1022 27.6985 25.5577 26.5830 26.8300 27.4990 26.9527 25.4030 26.4392 26.6275 28.8602 27.8887 26.2250
25.8342 26.4225 27.6173 27.6673 25.6645 26.1158 26.8602 27.6947 27.2401 25.6913 25.9834 26.8203 28.9518 27.6298 25.7393
2777.9197 2655.5955 2430.7892 2422.0113 2814.7888 2718.3459 2569.7522 2417.2212 2498.5747 2808.9193 2746.1196 2577.4038 2211.8649 2428.5903 2798.4526
d2 (
VHN Rata – Rata
2636.5751
2602.5627
2552.4862
3000 2500
VHN
2000
Sempel 1
1500
Sempel 2
1000
Sempel 3
500 0 0
0,75
1,50
2,25
3,00
Jarak Titik Spesimen Gambar 4.4 Grafik Kekerasan dengan Posisi Tegak pada sampel Pelapisan dengan Waktu 30 Menit
2759 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766
5.
Tabel 4.7 Kekerasan dengan posisi datar pada sampel pelapisan 30 Menit
Spesimen
Titik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
4
5
6
VHN
P (kgf) d1 (µm) 25.1965 25.5560 26.4065 26.467 27.4972 27.0435 27.1600 26.9527 26.4047 25.0150 26.4510 26.9850 27.7450 27.0185 28.7375 27.9847 27.0737 26.9780 26.7357 25.6182 25.1360 25.7125 26.1040 27.5275 27.7997 28.1057 30.0632 28.2837 27.8905 26.2872
1
1
1
d2 (µm) 25.9545 25.3727 26.4065 26.4065 27.9225 27.5915 26.9242 26.8032 25.9510 25.4670 25.2535 26.0580 26.3960 27.5310 30.8550 27.4687 27.5275 26.9527 25.8852 24.7410 25.5897 25.4082 26.9510 26.8620 27.5577 27.0452 29.2750 28.4350 27.7695 26.9830
d Rata-rata 25.5755 25.4643 26.4065 26.4367 27.7098 27.3175 27.0421 26.8779 26.1778 25.2415 25.8522 26.5215 27.0705 27.2747 29.7962 27.7267 27.3006 26.9653 26.3104 25.1796 25.3628 25.5603 26.5275 27.1947 27.6787 27.5754 29.6691 28.3593 27.8354 26.6351
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0
VHN 2835.1665 2859.9824 2659.5316 2653.4588 2415.2387 2485.1061 2535.9811 2567.0609 2706.2041 2910.6938 2774.8009 2636.5176 2530.6628 2492.9116 2088.8395 2412.2953 2488.1838 2550.4471 2678.9952 2925.0223 2882.919 2838.5395 2635.3251 2507.6002 2420.6693 2438.8394 2106.7747 2305.8753 2393.4916 2614.0758
VHN Rata-Rata
2662.8424
2557.8680
2514.4110
Sempe l1 Sempe l2 1
2
3
4
5
6
7
Jarak Titik Spesimen
8
9
10
2760 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 Gambar 4.5 Grafik Kekerasan denganPosisi Datar pada sampel Pelapisan dengan Waktu 30 Menit
6.
Tabel 4.8 Kekerasan dengan posisi tegak pada sampel pelapisan waktu 40 Menit
Spesimen
Titik
7
8
9
1 2 3 4 5 1 2 3
25.1947 26.6217 27.4082 27.6502 25.8620 25.4065 27.8637 29.4955
25.6022 25.4402 27.8620 27.2570 26.8905 25.4687 26.8940 29.7672
dRata-rata ( ) 25.3984 26.0309 27.6351 27.4536 26.8762 25.9376 27.3789 29.6314
4
28.4012
27.9172
28.1592
2338.1324
5
25.7635
25.6165
25.6900
2809.1926
1 2 3 4 5
25.8940 26.4385 29.5897 28.7055 25.3285
25.9830 27.7121 28.9527 29.9475 25.6612
25.9385 27.0753 29.2712 29.3265 25.9949
2529.0835 2529.0836 2163.8576 2155.7047 2743.6904
d1 (
)
d2 (
)
VHN
VHN Rata – Rata
2874.0678 2736.0962 2427.6588 2459.8642 2566.6934 2755.8156 2473.3144 2111.5767
2612.8761
2497.6063
2424.2839
3500 3000
VHN
2500 2000
Sempel 1
1500
Sempel 2 Sempel 3
1000 500 0 0
0,75
1,50
2,25
3,00
Jarak Titik Spesimen Gambar 4.6 Grafik Kekerasan dengan Posisi Tegak pada Sampel Pelapisan dengan Waktu 40 Menit
2761 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 7.
Tabel 4.9 Kekerasan dengan posisi datar pada sampel pelapisan dengan 40 Menit
Spesimen
7
8
9
Titik 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
P (kgf)
1
1
1
d1 (µm) 25.3442 26.2250 27.0225 27.9435 28.4367 29.5595 27.378 27.6787 26.346 26.1522 25.1342 27.1342 27.4905 27.8552 28.2552 29.8602 27.5947 27.1275 26.3762 25.5275 25.7677 27.9207 28.5845 29.0737 29.8567 28.7980 28.7980 27.8317 26.862 26.0755
d2 (µm) 25.3122 25.8637 26.773 27.9527 29.2267 28.62 27.749 27.441 26.8922 26.7572 26.5602 26.9687 27.7712 27.983 28.015 30.2872 28.5897 27.104 26.983 26.588 27.7375 27.4350 28.4030 29.2267 29.6752 29.4350 28.0702 27.7712 26.1645 25.8310
d Rata-rata 25.3282 26.0443 26.8977 27.9481 28.8317 29.0897 27.5635 27.5598 26.6191 26.4547 26.8472 27.0514 27.6308 27.9191 28.1351 30.0737 28.0922 27.1157 26.6796 26.0577 27.2526 27.6778 28.4937 29.1502 29.7659 29.1165 28.4341 27.8014 26.5132 25.9527
VHN 2890.0215 2733.2814 2562.5918 2373.587 2230.3305 2190.9438 2440.2875 2440.9428 2616.5136 2649.1347 2572.2415 2533.5544 2428.4145 2378.5205 2342.1397 2049.9157 2349.2986 2521.5529 2604.6604 2730.471 2496.2832 2420.174 2283.5579 2181.8589 2092.531 2186.9124 2293.141 2398.7026 2637.4573 2752.6097
2762 ISSN 0853 - 0203
VHN Rata-Rata
2512.7635
2451.0769
2374.3227
VISI (2016) 24(3) 2743-2766
3500 3000 HVN
2500 2000
Sempel 1
1500
Sempel 2
1000
Sempel 3
500 0 1
2
3
4 5 6 7 Jarak Titik Spesimen
8
9
10
Gambar 4.7 Grafik Kekerasan dengan Posisi Datar pada sampel Pelapisan dengan Waktu 40 Menit
8. Tabel 4.10 Tebal Lapisan NO
Waktu penahanan
Laju korosi (mpy)
Tebal lapisan
(mm/s)
1
20
0,1417385534
0,02883477
2
30
0,1771731918
0,05315196
3
40
0,1889847379
0,0755939
4.4 Hasil Uji Ketebalan Lapisan Penelitian uji tebal lapisan ini dilakukan dengan cara menggunakan metode dimensi vs berat. Tabel 4.12 Sebelum pelapisan dan sesudah pelapisan. NO
Sebelum pelapisan(gr) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
32,8 33,2 32,8 34,0 33,8 33,8 35,0 33,9 34,6
Sesudah Pelapisan (gr) 33,4 33,7 33,5 34,6 34,4 34,8 35,6 34,5 34,0
2763 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 Uji tebal lapisan ini dilakukan dengan cara menggunakan metode dimensi vs berat dan menggunakan rumus seperti di bawah ini : Msebelum = Vsebelum x ρ
=>
ρ = Msebelum / Vsebelum
=>
ρ = Msesudah / Vsesudah
Vsebelum = p x l x t M sesudah = vsesudah / ρ V sesudah = pi x li x ti = (p0 + Δt) x (l0 + Δt) x (t0 + Δt)
Pada temperatur 20 menit.
Vsebelum = 60 x 20 x 3 = 3600 mm M sebelum = 98,8 : 3600 = 0,027444 mm M sesudah = 98,8 : 0,027444 = 3600,0028 mm Vsesudah = (p0 + Δt) x (l0 + Δt) x (t0 + Δt) = Δt + (p0. l0. t0) 3600,00028 = Δt + (3600) Δt = 3600,0028 – 3600 = 0,028 mm NO 1
Waktu penahanan 20
Tebal lapisan (mm) 0,028
2
30
0,058
3
40
0,076
4.5 Pembahasan Hasil uji korosi menunjukan bahwa spesimen hasil electroplating dengan penahanan 40 menit sebesar 0,1889847379 mpy; 30 menit sebesar 0,1771731918 mpy; 20 menit sebesar 0,1417385534 mpy, dan tanpa pelapisan 0,93298832 mpy. Dilihat dari hasil pengkorosian pada setiap 2764 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 spesimen maka pelapisan yang paling aman adalah pelapisan dengan penahanan 20 menit. Hasil uji keras dari setiap spesimen yang diuji menunjukkan naiknya kekerasan pada daerah yang terlapisi oleh electroplating. Hasil uji tebal lapisan menunjukkan pada penahanan 40 menit merupakan hasil lapisan yang lebih tebal dibandingkan dengan penahanan 30 menit dan 20 menit. Ketahanan korosi dapat dilihat pada waktu pelapisan, dimana pada waktu pelapisan dengan waktu 20 Menit laju korosinya lebih rendah dibandingkan pelapisan pada waktu 30 Menit dan 40 Menit. Kemungkinan hal ini dipengaruhi karena, larutan elektrolitnya sudah digunakan berkali-kali pada saat pelapisan sebelumnya.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Hasil uji tebal lapisan menunjukkan pada spesimen 20 menit memiliki tebal lapisan sebesar 0,02883477 mm/s; 30 menit memiliki tebal lapisan sebesar 0,05315196 mm/s; spesimen 40 menit sebesar 0,0755939 mm/s. Hasil uji korosi menunjukan bahwa spesimen hasil electroplating dengan penahanan 40 menit sebesar 0,1889847379 mpy; 30 menit sebesar 0,1771731918 mpy; 20 menit sebesar 0,1417385534 mpy, dan tanpa pelapisan 0,93298832 mpy. Nilai kekerasan pada tabel uji keras. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa kekerasan spesimen yang terlapis tidak memiliki perbedaan yang sangat segnifikan 5.2 Saran 1. Sebelum melakukan proses electroplating hendaknya spesimen terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran – kotoran, karena kualitas dari hasil electroplating sangat tergantung dari kebersihan spesimen. 2. Bahan pelapis (anoda) hendaknya dipilih dari logam murni yaitu untuk menjamin kualitas lapisan dan kebersihan elektrolit pada saat proses elektroplating . 3. Untuk mengukur ketebalan hendaknya menggunakan metode dimensi vs berat.
2765 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2743-2766 DAFTAR PUSTAKA Ir.Azhar A.saleh,”Pelapisan Logam” Balai besar Pengembangan Industri Logam Dan mesin. Kenneth R.Trethewey dan John Chamberlain,”Korosi Untuk Mahasiswa Dan Rekayasawan” PT.GRAMEDIA PUSTAKA UTAMA, jakarta 2002. Asm and Hand Book 2,Metalsn hand book, 8 Edition,1964 Mars G.Fontana,1987,Corrosion Enginering,Third Edition, McGraw Hill Book Company, Singapure http://yusupmaulananm.blogspot.com/2010/06/pelapisanelektroplating.html https://ecovolutiontoday.wordpress.com/ http://riskanurzamza.blogspot.co.id/2012/12/elektroplating.html journal.uinjkt.ac.id › Home › Jurnal Valensi Volume 3//No.1//Mei 2013 ›
2766 ISSN 0853 - 0203
VISI (20160 24(3) 2767-2781 Analisis Kinerja Dan Daya Saing Perekonomian Sumatera Utara Memasuki Era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Jongkers Tampubolon 1), Albina br. Ginting 2) 1,2
) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen email :
[email protected] ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kinerja dan daya saing ekspor Sumatera Utara sebelum implimentasi MEA. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dan analisis revealid comparative advantage (RCA) untuk menganalisis kinerja dan daya saing ekspor non migas Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa; a) perekonomian Sumatera Utara menunjukkan ekonomi yang semakin terbuka dengan kontribusi perdagangan internasional diatas rata-rata Indonesia dengan kontribusi nilai ekspor antara 36 - 43 % dan impor antara 25 – 37% terhadap PDRB, b) Volume dan nilai ekspor Sumatera Utara meningkat pesat selama 13 tahun terakhir (2002 – 2014), diikuti dengan peningkatan surplus neraca perdagangan, c) pertumbuhan tertinggi ekspor Sumatera Utara terjadi pada kelompok barang minyak dan lemak nabati diikuti karet mentah, sintesis dan pugaran, d) Sumatera Utara memiliki daya saing yang kuat di kawasan ASEAN khususnya di negara Singapura dengan nilai RCA > 2 dalam 10 tahun terakhir. e) Singapura sebagai negara tujuan ekspor akan mengekspor lebih lanjut produk asal Sumatera Utara ke negara-negara industri yang akan menjadikannya bahan baku untuk menghasilkan barang olahan dan barang konsumsi (final/consumption good), f) Sumatera Utara memiliki posisi yang sangat bagus dalam menghadapi MEA dan berpeluang sebagai pemenang dalam pasar bebas ASEAN. Sesuai dengan hasil penelitian disarankan; a) Pemerintah Sumatera Utara agar meningkatkan pemberdayaan perkebunan sawit dan karet rakyat agar mampu meningkatkan produktivitasnya, b) mendorong investasi di industri pengolahan produk-produk berbahan baku minyak dan lemak nabati maupun karet/lateks karena pengembangan industri domestik akan meningkatkan permintaan lokal, sehingga volume ekspor meningkat. Kata Kunci : daya Saing, ekspor, impor, PDRB. 2767 ISSN 0853 - 0203
VISI (20160 24(3) 2767-2781
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumatera Utara merupakan salah satu pintu keluar dan masuk dari dan ke Indonesia dalam hubungan perdagangan internasional oleh karena itu dampak kesepakatan perdagangan antara Indonesia dengan negara lain di dunia, khususnya negara-negara ASEAN akan segera terlihat bagi perekonomian Sumatera Utara. Komoditi unggulan ekspor Indonesia ke negara-negara ASEAN adalah komoditi yang memberikan kontribusi ekspor yang diproduksi di Sumatera Utara seperti karet, produk hutan, udang, coklat dan kopi (Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2013). Sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 23,18% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan dengan nilai Rp. 104.269,61 miliyar (BPS Sumatera Utara, 2014) yang bersumber dari perikanan, pertanian kehutanan sehingga berpengaruh terhadap perekonomian daerah. Pertanyaan yang mengemuka terkait diberlakukannya masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC) adalah “seberapa siapkah Sumatera Utara memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN?, dimana secara kuantitatif, kesiapan suatu perekonomian (secara nasional maupun perekonomian daerah) dapat diukur dari daya saing perekonomian dimaksud. Daya saing merupakan kemampuan suatu komoditas untuk memasuki pasar luar negeri dan bertahan dalam pasar tersebut. Daya saing diukur berdasarkan perbandingan pangsa pasar komoditas tersebut pada kondisi pasar yang tetap. World Bank (2001) menyampaikan beberapa indikator daya saing antara lain neraca perdagangan, nilai tukar, upah, ekspor, aliran FDI dan biaya tenaga kerja. Tingkat daya saing industri atau daya saing suatu komoditas ekspor dapat diketahui melalui analisis revealed comparative advantage (RCA), dimana daya saing didasarkan atas kondisi bahwa keunggulan komparatif tercapai apabila suatu negara melakukan perdagangan dengan cara (a) membandingkan bagian relatif (market share) dari ekspor suatu negara di pasar dunia, dan (b) menunjukkan perubahan bagian relatif sepanjang waktu. Indeks RCA dapat diukur dengan menghitung perbandingan antara pangsa pasar ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia (Tambunan, 2001). Tujuan Penelitian 2768 ISSN 0853 - 0203
VISI (20160 24(3) 2767-2781 Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kinerja dan daya saing ekspor Sumatera Utara sebelum implimentasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara yang ditentukan secara secara sengaja (purposive)sesuai dengan keinginan peneliti dengan pertimbangan khusus (Kuncoro, 2009). Sumber dan Pengumpulan Data Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (2000-2014) yang terdiri atas data ekspor dan impor Sumatera Utara yang bersumber dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, Bank Indonesia serta Dinas Perdagangan dan Perindustrian Sumatera Utara. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dan analisis Revealid Comparative Advantage (RCA). Analisis deskriptif untuk membuat deskripsi, gambaran secara sitematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1989). Analisis RCA digunakan untuk menganalisis daya saing ekspor Sumatera Utara. Tambunan (2003) menyampaikan analisis daya saing khususnya analisis keunggulan komparatif dapat menggunakan Revealid Comparative Advantage (RCA). RCA adalah indeks yang menyatakan keunggulan komparatif yang merupakan perbandingan antara pangsa ekspor suatu komoditi dalam ekspor total negara tersebut dibandingkan dengan pasar ekspor komoditi yang sama dalam total ekspor dunia. Dalam penelitian ini, rumus RCA dinamis yang mengacu pada Edwards/Schoer (2001) dihitung menggunakan formula di bawah ini:
2769 ISSN 0853 - 0203
VISI (20160 24(3) 2767-2781 X i. j X i. j RCA j j DRCA j X RCA j i. j X i. j j
X m. j X m. j j X m. j
X
.......... .......... .......... .......... .......... ......... 1)
m. j
j
dimana: DRCAj = Indicator RCA dinamis Xi, j = Ekspor komoditas j negara i ke pasar tujuan (ASEAN atau Negara Anggota) Xm, j = Ekspor komoditas j negara ASEAN ke pasar tujuan (ASEAN atau Negara anggota) HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Nilai Ekspor Propinsi Sumatera Utara ASEAN merupakan wilayah tujuan utama ekspor Sumatera Utara. Hampir dua pertiga dari nilai ekspor Sumatera Utara tahun 2010 diperoleh dari ASEAN, meskipun sesungguhnya negara mitra dagang yang paling dominan adalah Singapura diikuti oleh Malaysia dan Thailand. Kedua negara terakhir ini menyumbang sekitar 10 % dari total nilai ekspor Sumatera Utara. Selain ASEAN, negara dan kawasan yang menjadi tujuan ekspor Sumatera Utara adalah Jepang, Uni Eropah, USA dan Cina. 87 % ekspor Sumatera Utara mengalir ke enam kawasan dan negara ini dan hanya 13 % yang ditujukan pada puluhan negara/kawasan lain di seluruh dunia. Distribusi tujuan ekspor Sumatera Utara tahun 2010 disajikan pada Gambar 1.
2770 ISSN 0853 - 0203
VISI (20160 24(3) 2767-2781
Uni Eropah 6% Cina 4% Jepang 8%
RoW 13%
ASEAN 64%
USA 5%
Gambar 1. Negara/ Kawasan Tujuan Ekspor Sumatera Utara Tahun 2010 (dalam %), (Data Sekunder, diolah, 2016) Analisa data time series menunjukkan bahwa pangsa ekspor Sumatera Utara ke ASEAN meningkat secara konsisten dari tahun ke tahun, sementara ekspor ke Amerika Serikat, Uni Eropah dan Jepang bersifat fluktuatip dengan kecenderungan menurun pada tingkat yang rendah (umumnya dibawah 10 %). Sedangkan ekspor ke Cina bersifat fluktuatip dengan kecenderungan meningkat tetapi juga pada tingkat yang rendah. Perkembangan ekspor Sumatera Utara ke negara/kawasan mitra dagang utamanya tahun 2001 – 2010 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perkembangan Nilai Ekspor Sumatera Utara Ke Negara/Kawasan Mitra Dagang Utama Tahun 2001-2010 (Ribu USD).
2771 ISSN 0853 - 0203
VISI (20160 24(3) 2767-2781 Negara Tujuan Amerika Serikat ASEAN 1. Malaysia 2. Singapura 3. Thailand Jepang RRC Uni Eropa Lain-lain (RoW) Total Nilai Amerika Serikat ASEAN 1. Malaysia 2. Singapura 3. Thailand Jepang RRC Uni Eropa Lain-lain (RoW) Total Nilai
2001 138.201 1.088.972 128.308 904.390 46.734 318.206 21.836 311.517 286.162 2.155.354 6,41% 50.52 5.95 41.96 2.17 14.76 1.01 14.45 13.28 100.00
2002 139.269 1.287.928 128.158 1.119.225 32.725 280.861 16.730 292.942 397.059 2.406.969 5,79% 53.51 5.32 46.50 1.36 11.67 0.70 12.17 16.50 100.00
2003 113.071 1.300.942 134.174 1.130.392 28.926 274.447 110.235 272.379 267.201 2.330.825 4.85 55.81 5.76 48.50 1.24 11.77 4.73 11.69 11.46 100.00
Nilai Ekspor Sumatera Utara 2004 2005 2006 2007 141.721 236.027 268.059 332.917 2.140.495 2.398.322 2.894.639 3.916.279 283.370 301.769 509.374 515.177 1.802.329 1.998.064 2.260.381 3.229.966 44.839 82.431 102.995 143.621 402.581 423.907 539.705 709.867 104.111 204.616 356.024 370.104 444.729 544.952 589.248 670.208 505.493 553.981 532.597 816.016 3.729.173 4.345.747 5.158.383 6.787.876 Proporsi (%) 3.80 5.43 5.20 4.90 57.40 55.19 56.12 57.70 7.60 6.94 9.87 7.59 48.33 45.98 43.82 47.58 1.20 1.90 2.00 2.12 10.80 9.75 10.46 10.46 2.79 4.71 6.90 5.45 11.93 12.54 11.42 9.87 13.56 12.75 10.32 12.02 100.00 100.00 100.00 100.00
2008 394.030 5.551.753 426.735 4.872.988 208.548 768.087 614.516 708.986 932.583 8.926.473
2009 332.501 4.032.720 461.888 3.313.139 216.776 487.955 253.618 414.337 807.350 6.287.564
2010 451.364 5.535.014 529.704 4.719.005 228.446 712.851 300.440 504.004 1.103.763 8.549.577
4.41 62.19 4.78 54.59 2.34 8.60 6.88 7.94 10.45 100.00
5.29 64.14 7.35 52.69 3.45 7.76 4.03 6.59 12.84 100.00
5.28 64.74 6.20 55.20 2.67 8.34 3.51 5.90 12.91 100.00
Sumber: Data Sekunder, diolah 2016. Perkembangan Nilai Impor Sumatera Utara Berbeda dengan ekspor, Impor Sumatera Utara berasal dari beragam negara/kawasan. Peranan ASEAN sebagai sumber impor mengalami penurunan drastis dari 80 % tahun 2001 menjadi hanya 19 % tahun 2012. Sebaliknya, impor dari Cina mengalami peningkatan yang sangat pesat dari 0.07 % tahun 2001 menjadi 25 % tahun 2012. Di internal ASEAN sendiri, peranan Singapura sebagai sumber komoditi impor tidak terlalu berarti dengan kontribusi impor hanya 2 % tahun 2012 sedangkan pangsa impor dari Malaysia 11 % pada tahun yang sama. Impor yang berasal dari luar kelima negara/kawasan tujuan impor, yaitu ASEAN, Uni Eropah, Amerika Serikat, Cina dan Jepang justru stabil berada pada proporsi sekitar 30 % yang merupakan akumulasi dari puluhan negara, diantaranya yang menonjol adalah India, Korea Selatan dan Taiwan, tetapi pangsa impor dari negara-negara ini masih dibawah 5 % setiap tahunnya. Perkembangan pangsa impor Sumatera Utara tahun 2001 - 2012 disajikan pada Gambar 2.
2772 ISSN 0853 - 0203
VISI (20160 24(3) 2767-2781 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 2001
2002
2003
ASEAN
2004
2005
USA
2006
Cina
2007
2008
Jepang
2009
2010
2011
Uni Eropah
2012
RoW
Gambar 2. Perkembangan Proporsi Impor Sumatera Utara dari Berbagai Negara/Kawasan Tahun 2001-2012 (dalam %), (Data Sekunder, diolah, 2016) Negara asal komoditi impor yang sangat beragam, juga tergambar dalam komoditi impor Sumatera Utara yang sangat bervariasi dan tidak didominasi oleh kelompok barang tertentu. Pupuk kimia buatan pabrik, makanan ternak, biji logam, besi dan baja yang menjadi komoditi impor utama, masing-masing hanya membukukan proporsi nilai impor dibawah 9 %. Secara umum, komoditi impor Sumatera Utara hanya terdiri dari bahan baku industri (termasuk peralatan) dan produk hasil olahan (final goods). Mengingat kode barang ekspor dan impor yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa pola perdagangan internasional Sumatera Utara bersifat inter industrial trade yang berdasarkan keunggulan komparatif. Meskipun Sumatera Utara mengekspor buah-buahan dan sayur-sayuran dan pada saat yang sama mengimpor buah-buahan dan sayur-sayuran, dapat dipastikan bahwa jenis buah dan sayur yang diekspor berbeda dengan yang diimpor yang dicirikan oleh produk daerah tropis ditukar dengan produk daerah sub-tropis. Impor Sumatera Utara berdasarkan kelompok barang dapat dilihat pada Tabel 2.
2773 ISSN 0853 - 0203
VISI (20160 24(3) 2767-2781 Tabel 2. Impor Non-migas Sumatera Utara Berdasarkan Kelompok Barang (SITC Dua Digit) 2010.
Kelompok Barang 1. Bijih Logam dan Sisa-sisa Logam (28) 2. Pupuk Kimia Buatan Pabrik (56) 3. Makanan Ternak (08) 4. Besi dan Baja (67) 5. Mesin Industri dan Perlengkapannya (74) 6. Gandum dan Olahan Gandum (04) 7. Mesin Industri Tertentu/Khusus (72) 8. Bahan Kimia Lainnya (59) 9. Kimia Organis (51) 10. Mesin Pembangkit Tenaga (71) 11. Kimia Inorganis (52) 12. Tembakau dan Olahan Tembakau (12) 13. Gula,Olahan Gula dan Madu (06) 14. Pupuk dan Mineral Alam Lainnya (27) 15. Barang-Barang Dari Mineral BukanLigam (66) 16. Logam Tidak Mengandung Besi (68) 17. Mesin Listrik, Aparat dan Alat-Alatnya (77) 18. Bahan Plastik (57) 19. Buah-buahan dan Sayur-sayuran (05) 20. Barang-Barang Logam Lainnya (69) 21. Lain – lain JUMLAH
Nilai (Ribu USD) 201,433 237,789 236,690 143,066 168,305 128,821 122,857 83,092 67,683 106,256 53,768 35 37,564 45,299 69,503 35,276 76,209 98,008 54,788 76,186 615,517 2,658,145
Propors i (%) 7.58 8.95 8.90 5.38 6.33 4.85 4.62 3.13 2.55 4.00 2.02 0.00 1.41 1.70 2.61 1.33 2.87 3.69 2.06 2.87 23.16 100.00
Sumber: Data Sekunder, diolah (2016) Kinerja Ekspor Netto Nonmigas Sumatera Utara Terhadap Ekspor Indonesia Produk ekspor Sumatera Utara didominasi oleh hasil perkebunan, baik dalam bentuk bahan mentah ataupun setengah jadi yang membutuhkan pengolahan lebih lanjut. Dengan demikian dapat dipastikan, Singapura sebagai negara tujuan ekspor akan mengekspor lebih lanjut produk asal Sumatera Utara ke negara-negara industri yang akan menjadikannya bahan 2774 ISSN 0853 - 0203
VISI (20160 24(3) 2767-2781 baku untuk menghasilkan barang olahan (final/consumption good). Ekspor non migas Sumatera Utara berdasar kelompok barang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Ekspor Non-migas Sumatera Utara Berdasarkan Kelompok Barang (SITC Dua Digit) 2010. Kelompok Barang
Nilai
Proporsi
(Ribu USD)
(%)
1. Minyak dan Lemak Nabati (42)
3,406,452
39.84
2. Karet Mentah, Sintetis dan Pugaran (23)
1,756,174
20.54
3. Logam Tidak Mengandung Besi (68)
328,897
3.85
4. Barang-Barang Kayu dan Gabus (63)
159,309
1.86
5. Ikan,Kerang-kerangan,Moluska dan Olahannya (03)
223,471
2.61
43,486
0.51
228,935
2.68
56,694
0.66
9. Minyak Atsiri dan Bahan Wangi-Wangian (55)
185,012
2.16
10. Tembakau dan Olahan Tembakau (12)
203,613
2.38
11. Buah-buahan dan Sayur-sayuran (05)
105,163
0.07
6,393
0.07
244,671
2.86
14. Kimia Organis (51)
41,467
0.49
15. Makanan Ternak (08)
64,739
0.76
16. Kayu dan Gabus (24)
34,925
0.41
17. Pulp dan Kertas (25)
92,177
1.08
18. Barang-Barang Karet (62)
88,365
1.03
19. Hasil Industri Lainnya (89)
30,525
0.36
5,582
0.07
421,413
4.93
8,549,577
100.00
6. Kopi,Teh,Coklat,Rempah-Rempah (07) 7. Pakaian (84) 8. Olahan Minyak dan Lemak Nabati dan Hewani (43)
12. Perabotan (82) 13. Hasil Olahan Makanan Lainnya (09)
20. Aparat Fotografi dan Perlengkapan dsb (88) 21. Lain – lain JUMLAH
Sumber: Data Sekunder, diolah (2016)
2775 ISSN 0853 - 0203
VISI (20160 24(3) 2767-2781 Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebesar 61 % ekspor Sumatera Utara terdiri dari minyak nabati dan karet beserta turunannya dalam proporsi yang sangat kecil. Selanjutnya produk perikanan dan produk makanan dan minuman hasil olahan menyumbang 5.5 % terhadap nilai ekspor diikuti oleh minyak atsiri dan tembakau dan hasil olahannya dengan proporsi yang tidak terlalu jauh berbeda pada tingkat 5 %. Adanya penurunan ekspor yang sangat tajam pada tahun 2011 berasal dari turunnya ekspor minyak dan lemak nabati dari hampir 4 juta ton pada 2010 menjadi hanya 853 ribu ton 2011 dan kemudian meningkat menjadi 4,7 juta ton tahun 2012. Perkembangan ekspor tiga kelompok barang utama Sumatera Utara disajikan pada Gambar 3. 5,000 4,500 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 -
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
Minyak Nabati
Barang Kayu
Pakan Ternak
Gambar 3. Perkembangan Ekspor Kelompok Barang Utama Sumatera Utara Tahun 2002 – 2014 (dalam 000 Ton), Sumber: Data Sekunder, diolah (2016) Daya Saing Ekspor Sumatera Utara Sebelum Implimentasi MEA Perkembangan ekspor Indonesia di Kawasan Asean, Jepang, dan RRC Tahun 2001-2010 dapat dilihat pada Tabel 4.
2776 ISSN 0853 - 0203
VISI (20160 24(3) 2767-2781 Tabel 4. Rata-rata Perkembangan Ekspor Indonesia di Kawasan ASEAN, Jepang dan RRC Tahun 2001 – 2010 (dalam juta US$) Negara Tujuan
2001 9.507,1 0,00% 1.778,6 0,00% 5.363,9 0,00% 1.063,6 0,00% 13.010,2 0,00% 1.290,3 0,00%
ASEAN '+/- Ekspor ke Asean 1. Malaysia '+/- Ekspor ke Malaysia 2. Singapura '+/- Ekspor ke Singapura 3. Thailand '+/- Ekspor ke Thailand Jepang '+/- Ekspor ke Jepang RRC '+/- Ekspor ke RRC
2002 9.933,5 4,49% 2.029,9 14,13% 5.349,1 -0,28% 1.227,4 15,40% 12.045,1 -7,42% 1.242,3 -3,72%
Nilai Ekspor Indonesia (Juta US$) 2003 2004 2005 2006 2007 10.725,4 12.997,5 15.824,9 18.483,1 22.292,1 7,97% 21,18% 21,75% 16,80% 20,61% 2.363,9 3.016,0 3.431,3 4.110,8 5.096,1 16,45% 27,59% 13,77% 19,80% 23,97% 5.399,7 6.001,2 7.836,6 8.929,8 10.501,6 0,95% 11,14% 30,58% 13,95% 17,60% 1.392,6 1.976,2 2.246,5 2.701,5 3.054,3 13,46% 41,91% 13,68% 20,25% 13,06% 13.603,5 15.962,1 18.049,1 21.732,1 23.632,8 12,94% 17,34% 13,07% 20,41% 8,75% 1.183,3 1.387,5 1.492,3 1.703,2 1.687,5 -4,75% 17,26% 7,55% 14,13% -0,92%
2008 2009 27.170,8 24.624,0 21,89% -9,37% 6.432,5 6.811,8 26,22% 5,90% 12.862,0 10.262,7 22,48% -20,21% 3.661,3 3.233,8 19,87% -11,68% 27.743,9 18.574,7 17,40% -33,05% 1.808,8 2.111,8 7,19% 16,75%
Sumber: Data Sekunder, diolah (2016) Nilai Ekspor Indonesia (Juta US$)
Negara Tujuan
2001 ASEAN 9.507,1 '+/- Ekspor ke Asean 0,00% 1. Malaysia 1.778,6 '+/- Ekspor ke Malaysia 0,00% 2. Singapura 5.363,9 '+/- Ekspor ke Singapura 0,00% 3. Thailand 1.063,6 '+/- Ekspor ke Thailand 0,00% Jepang 13.010,2 '+/- Ekspor ke Jepang 0,00% RRC 1.290,3 '+/- Ekspor ke RRC 0,00%
2002 2003 9.933,5 10.725,4 4,49% 7,97% 2.029,9 2.363,9 14,13% 16,45% 5.349,1 5.399,7 -0,28% 0,95% 1.227,4 1.392,6 15,40% 13,46% 12.045,1 13.603,5 -7,42% 12,94% 1.242,3 1.183,3 -3,72% -4,75%
2004 12.997,5 21,18% 3.016,0 27,59% 6.001,2 11,14% 1.976,2 41,91% 15.962,1 17,34% 1.387,5 17,26%
2005 15.824,9 21,75% 3.431,3 13,77% 7.836,6 30,58% 2.246,5 13,68% 18.049,1 13,07% 1.492,3 7,55%
2006 18.483,1 16,80% 4.110,8 19,80% 8.929,8 13,95% 2.701,5 20,25% 21.732,1 20,41% 1.703,2 14,13%
2007 2008 22.292,1 27.170,8 20,61% 21,89% 5.096,1 6.432,5 23,97% 26,22% 10.501,6 12.862,0 17,60% 22,48% 3.054,3 3.661,3 13,06% 19,87% 23.632,8 27.743,9 8,75% 17,40% 1.687,5 1.808,8 -0,92% 7,19%
2009 24.624,0 -9,37% 6.811,8 5,90% 10.262,7 -20,21% 3.233,8 -11,68% 18.574,7 -33,05% 2.111,8 16,75%
2010 33.347,5 35,43% 9.362,3 37,44% 13.723,3 33,72% 4.566,6 41,21% 25.781,8 38,80% 2.501,4 18,45%
Rata2010 rata +/33.347,5 35,43% 14,1% 9.362,3 37,44% 18,5% 13.723,3 33,72% 11,0% 4.566,6 41,21% 16,7% 25.781,8 38,80% 8,8% 2.501,4 18,45% 7,2%
Ratarata +/-
Hasil penelitian pada Tabel 4 menjelaskan bahwa rata-rata 14,1% perkembangan ekspor Indonesia ke tiga negara yang menjadi mitra dagang 18,5% yakni negara kawasan ASEAN adalah sebesar 14,1%, negara Jepang sebesar 11,0% 8.8%, dan negara RRC sebesar 7,2%. Tiga negara ASEAN yang menjadi tujuan ekspor Indonesia terdiri dari negara Malaysia, Singapura, dan Thailand. 16,7% Rata-rata perkebangan ekspor Indonesia ke negara Malaysia adalah sebesar 8,8% 18,5 %, negara Singapura sebesar 11,0%, dan negara Thailand sebesar 16,7 7,2% %. Sementara itu, rata-rata perkembangan Ekspor Sumatera Utara ke negara mitra dagang tersebut diuraikan pada Tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Ekspor Propinsi Sumatera Utara di Kawasan ASEAN, Jepang dan RRC Tahun 2001 – 2010 (dalam juta US$) Negara Tujuan ASEAN '+/- Ekspor ke Asean 1. Malaysia '+/- Ekspor ke Malaysia 2. Singapura '+/- Ekspor ke Singapura 3. Thailand '+/- Ekspor ke Thailand Jepang '+/- Ekspor ke Jepang RRC '+/- Ekspor ke RRC
2001 1.088.972 0,00% 128.308 0,00% 904.390 0,00% 46.734 0,00% 318.206 0,00% 21.836 0,00%
2002 1.287.928 18,27% 128.158 -0,12% 1.119.225 23,75% 32.725 -29,98% 280.861 -11,74% 16.730 -23,38%
2003 1.300.942 1,01% 134.174 4,69% 1.130.392 1,00% 28.926 -11,61% 274.447 -2,28% 110.235 558,91%
Nilai Ekspor Sumatera Utara (Juta US$) 2004 2005 2006 2007 2.140.495 2.398.322 2.894.639 3.916.279 64,53% 12,05% 20,69% 35,29% 283.370 301.769 509.374 515.177 111,20% 6,49% 68,80% 1,14% 1.802.329 1.998.064 2.260.381 3.229.966 59,44% 10,86% 13,13% 42,89% 44.839 82.431 102.995 143.621 55,01% 83,84% 24,95% 39,44% 402.581 423.907 539.705 709.867 46,69% 5,30% 27,32% 31,53% 104.111 204.616 356.024 370.104 -5,56% 96,54% 74,00% 3,95%
2008 5.551.753 41,76% 426.735 -17,17% 4.872.988 50,87% 208.548 45,21% 768.087 8,20% 614.516 66,04%
2009 4.032.720 -27,36% 461.888 8,24% 3.313.139 -32,01% 216.776 3,95% 487.955 -36,47% 253.618 -58,73%
2010 5.535.014 37,25% 529.704 14,68% 4.719.005 42,43% 228.446 5,38% 712.851 46,09% 300.440 18,46%
Sumber: Data Sekunder, diolah (2016) 2777 ISSN 0853 - 0203
Ratarata +/20,4% 19,8% 21,2% 21,6% 11,5% 73,0%
VISI (20160 24(3) 2767-2781 Tabel 5 menjelaskan bahwa rata-rata perkembangan ekspor Sumatera Utara dari tahun 2001 sampai tahun 2010 yaitu sebesar 73,0 % ke negara RRC, kemudian sebesar 20% ke negara kawasan ASEAN, dan sebesar 11,5% ke negara Jepang. Sementara itu rata-rata perkembangan ekspor Sumatera Utara ke tiga negara kawasan ASEAN yang terdiri negara Thailand sebesar 21,6%, negara Singapura sebesar 21, 2 %, dan negara Malaysia sebesar 19,8%. Dari uraian hasil penelitian yang dijelaskan pada tabel 4 dan 5 maka dapat dianalisis daya saing ekonomi Sumatera Utara menjelang implementasi MEA tahun 2015. Tingkat daya saing ekspor Sumatera Utara dapat diketahui dengan analisis Revealed Comparative Advantage (RCA) dimana daya saing didasarkan atas kondisi bahwa keunggulan komparatif tercapai apabila suatu negara melakukan perdagangan dengan cara (a) membandingkan bagian relatif (market share) dari ekspor suatu negara di pasar dunia, dan (b) menunjukkan perubahan bagian relatif sepanjang waktu. Indeks RCA sendiri diukur dengan menghitung perbandingan antara pangsa pasar ekspor komoditas atau sekelompok komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia. Hasil RCA untuk analisis daya saing Sumatera Utara dijelaskan pada Tabel 6. Tabel 6. Daya Saing Ekonomi Sumatera Utara di Kawasan Asean, Jepang dan RRC Tahun 2001 – 2010. Negara Tujuan ASEAN 1. Malaysia 2. Singapura 3. Thailand Jepang RRC
Daya Saing Perekonomian Sumatera Utara di Pasar Asean, Jepang dan RRC (Nilai RCA) 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 1,462 1,440 1,412 1,425 1,370 1,355 1,310 1,308 1,226 1,232 0,921 0,701 0,661 0,813 0,795 1,072 0,754 0,425 0,508 0,420 2,152 2,324 2,436 2,599 2,304 2,190 2,294 2,426 2,417 2,553 0,561 0,296 0,242 0,196 0,332 0,330 0,351 0,365 0,502 0,371 0,312 0,259 0,235 0,218 0,212 0,215 0,224 0,177 0,197 0,205 0,216 0,150 1,084 0,649 1,239 1,809 1,636 2,176 0,899 0,892
Hasil analisis pada Tabel 6 menjelaskan bahwa sejak tahun 2001 sampai dengan 2010 Sumatera Utara memiliki kinerja daya saing yang berbeda-beda. Hal tersebut dipengaruhi oleh faktor permintaaan dan penawaran termasuk faktor non ekonomi lainnya. Adapun nilai RCA terhadap 3 (tiga) negara tujuan ekspor menunjukkan bahwa Sumatera Utara memiliki daya saing yang cukup kuat di negara kawasan ASEAN dari tahun 2001 sampai tahun 2010. Hal ini ditunjukkan dari nilai RCA>1. Namun di negara RRC posisi daya saing Sumatera Utara hanya terjadi pada tahun 2003-2008. Sementara itu, posisi daya saing Sumatera utara di negara Jepang dalam kurun waktu 10 tahun tersebut cukup lemah. 2778 ISSN 0853 - 0203
VISI (20160 24(3) 2767-2781 Namun begitu, dapat diketahui bahwa Sumatera Utara memiliki kekuatan daya saing di kawasan ASEAN terutama di negara Singapura yang ditunjukkan dengan nilai RCA selama 10 tahun yaitu lebih besar dari 2 (dua). KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan uraian hasil penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Perekonomian Sumatera Utara menunjukkan ekonomi yang semakin terbuka dengan kontribusi perdagangan internasional yang relatip tinggi (jauh diatas rata-rata Indonesia), kontribusi nilai ekspor berkisar antara 36 - 43 % PDRB dengan impor antara 25 – 37 % PDRB. 2. Volume dan nilai ekspor Sumatera Utara meningkat dengan pesat dalam 13 tahun terakhir (2002 – 2014), dan diikuti dengan peningkatan surplus dalam neraca perdagangan. 3. Peranan ASEAN sebagai mitra dagang utama Sumatera Utara semakin meningkat baik dari sisi tujuan ekspor dan sumber surplus dalam neraca perdagangan. 4. Pertumbuhan tertinggi ekspor Sumatera Utara dialami oleh kelompok barang minyak dan lemak nabati diikuti oleh Karet Mentah, Sintesis dan Pugaran. Dua pertiga dari nilai ekspor Sumatera Utara pada tahun 2010 berasal dari kedua kelompok barang ini. Selain itu, kedua kelompok barang ini juga menunjukkan trend pertumbuhan yang tinggi. 5. Meski penyumbang terbesar terhadap nilai ekspor, tetapi hasil olahan minyak dan lemak nabati dan hewan tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan dalam 13 tahun terakhir (2002 – 2014). Hal ini menunjukkan tidak berkembangnya industri hilir minyak dan lemak nabati di Sumatera Utara. 6. Sumatera Utara memiliki daya saing yang cukup kuat di negara kawasan ASEAN khususnya di negara Singapura dengan nilai RCA selama 10 tahun yaitu lebih besar dari 2. 7. Singapura sebagai negara tujuan ekspor akan mengekspor lebih lanjut produk asal Sumatera Utara ke negara-negara industri yang akan menjadikannya bahan baku untuk menghasilkan barang olahan (final/consumption good). 8. Sumatera Utara memiliki posisi yang sangat bagus dalam menghadapi MEA dan Propinsi ini akan menjadi pemenang dalam pasar bebas ASEAN. 2779 ISSN 0853 - 0203
VISI (20160 24(3) 2767-2781 Saran Sebagai gerbang Indonesia ke negara luar Propinsi Sumatera Utara sejauh ini telah dapat memainkan perannya dalam perdagangan internasional khususnya dengan Negara-negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura dan Thailand. Posisinya yang secara historis merupakan wilayah yang memiliki comparative advantage untuk produksi tanaman perkebunan khususnya kelapa sawit dan karet tercermin dari kontribusi kedua kelompok komoditi ini terhadap nilai ekspor dan selanjutnya. Tetapi, comparative advantage dalam industri hulu belum termanfaatkan dalam produksi di sektor hilir hingga pada consumer good (final product). Untuk itu hasil penelitian ini menyarankan dua hal berikut; a) Pemberdayaan perkebunan rakyat agar mampu meningkatkan produktivitasnya, b) Mendorong investasi di industri hilir pengolahan produkproduk berbahan baku minyak dan lemak nabati maupun karet/lateks. Pengembangan industri domestik akan meningkatkan permintaan lokal, sehingga volume ekspor dapat terkendali untuk menjaga harga yang menguntungkan secara berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Departemen Perdagangan Republik Indonesia, 2013: Menuju ASEAN Economic Community 2015. Direktorat Jenderal Kerjasama Perdagangan Internasional, Depdag RI, Jakarta. Edwards and Schoer, 2001: The Structure and Competitiveness of South African Trade, Trade and Industrial Policy Strategy, Annual Forum, Muldersdrift. Kuncoro, M. 2009. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi 3. Jakarta: Erlangga. Nazir, M. 1989. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Tambunan, T.H. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian beberapa Isu Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia.
di
Indonesia
Tambunan, 2001 : Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran, Penerbit PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta.
2780 ISSN 0853 - 0203
VISI (20160 24(3) 2767-2781 Widyasanti, Amalia Adininggar. 2010. Do Regional Trade Areas Improve Export Competitiveness ? A Case of Indonesia. Bulletin of Monetary, Economics and Banking. Juli. World Bank Institute, 2010: World Trade Indicators 2009/2010 - User Guide to Trade Data, The World Bank, Washiongton DC.
2781 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 Analisis Daya Saing Komoditi Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan Hotden L. Nainggolan 1,), Johndikson Aritonang 2) 1,2
) Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Jl. Sutomo No. 4A Medan, email :
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui; a) daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan, b) pengaruh luas lahan, modal usahatani, pupuk dan obat-obatan, tenaga kerja terhadap pendapatan petani dan daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif analitis, analisis revealid comparative advantage dan analisis jalur (path analisis) dengan bantuan program statistical product and service solution. Hasil penelitian menunjukkan; a) secara simultan pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2), luas lahan (X1) berpengaruh 94,50% terhadap penggunaan tenaga kerja usahatani kopi (X4) di Kabupaten Humbang Hasundutan, b) secara simultan tenaga kerja (X4), pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2), luas lahan (X1) berpengaruh 94% terhadap pendapatan petani kopi (Y1) di Kabupaten Humbang Hasundutan, c) secara simultan pendapatan petani (Y1), tenaga kerja (X4), pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2) luas lahan (X1) berpengaruh 90,1% terhadap daya saing komoditi kopi (Y2) di Kabupaten Humbang Hasundutan, d) pendapatan petani memberikan kontribusi 10,30 %, tenaga kerja memberikan kontribusi 2,40%, pupuk dan obat-obatan memberikan kontribusi 1,44 %, terhadap daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan, e) modal usahatani memberikan kontribusi 2,10%, luas lahan memberikan kontribusi 2,56 %, terhadap daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar; a) petani di Kabupaten Humbang Hasundutan menggunakan faktor produksi usahatani yang maksimal, b) pemerintah daerah melakukan penyuluhan tentang pemanfaatan faktor produksi usahatani kopi dengan optimal untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani, serta meningkatkan daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Kata kunci : daya saing, komoditi kopi, pendapatan petani.
2782 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 BAB I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang
Sektor pertanian dituntut untuk terus memberikan kontribusi dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), dan perekonomian daerah melalui pembentukan PDRB, perolehan devisa, penyediaan pangan dan bahan baku industri, pengentasan kemiskinan, penyedia lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Selain kontribusi langsung, sektor pertanian juga memiliki kontribusi yang tidak langsung berupa efek pengganda (multiplier effect), yaitu keterkaitan input-output antar industri, konsumsi dan investasi. Peningkatan nilai tambah atas produk pertanian merupakan upaya yang harus dilakukan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas olahan produk pertanian untuk mendukung peningkatan daya saing dan ekspor. Peningkatan kualitas produk pertanian diukur dari peningkatan kuantitas produk pertanian yang mendapat sertifikasi jaminan mutu. Dalam menghadapi persaingan yang semakin kompetitif, produk yang dihasilkan produsen diharuskan dapat memenuhi keinginan konsumen, agar dapat bersaing di pasar, baik domestik ataupun global dan perlu adanya peningkatan kualitas sehingga diminati konsumen. Produsen dapat memilih cara bersaing dengan baik, yaitu dengan harga yang kompetitif atau dengan produk yang berkualitas. Jika produk yang dihasilkan oleh produsen sulit bersaing dalam harga, maka kualitas produk atau kualitas layanan harus ditingkatkan untuk memenangkan persaingan (Zeithaml dan Bitner, 1990). Peningkatan ekspor merupakan upaya yang dilakukan untuk mendukung peningkatan daya saing produk-produk pertanian. Peningkatan ekspor ini difokuskan pada produk yang punya daya saing di pasar internasional (Widyasanti, 2010), baik segar maupun olahan. Indikatornya adalah pertumbuhan volume ekspor. Sasaran strategis pengembangan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian yang ingin dicapai adalah: 1) meningkatnya kapasitas, kemampuan dan kemandirian petani dan pelaku bisnis lainnya dalam usaha agroindustri, 2) menurunnya tingkat kehilangan hasil pertanian, tercapainya kemandirian dan ketahanan pangan dengan harga yang terjangkau, 3 ) meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk pertanian, 4) meningkatnya daya serap pasar domestik dan devisa negara dari ekspor produk pertanian, 5) meningkatnya keragaman produk olahan hasil pertanian, 6) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani. Dalam meningkatkan daya saing produk pertanian perlu dilakukan upaya-upaya diantaranya; menjalin kerja sama dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan kualitas dan daya saing produk pertanian. Dan sangat penting dilakukan kerjasama dengan instansi yang bisa menghasilkan bibit 2783 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 tanaman yang berkualitas dan bersertifikat, serta kerja sama dalam hal pengelolaan lahan seperti; cara bertanam dan pola tanam, disamping itu diperlukan upaya untuk mengembalikan kualitas tanah yang sudah marginal dengan melakukan pola pemupukan yang baik dan berimbang. Propinsi Sumatera Utara sebagai sentra penghasil produk pertanian di wilayah barat Indonesia, termasuk sebagai pasar yang menggiurkan bagi negara-negara di Asia Tenggara, namun hal ini belum dioptimalkan karena produk yang dihasilkan belum memiliki daya saing terutama dalam pasar global. Propinsi Sumatera Utara sebagai daerah pertanian merupakan salah satu pasar untuk produk sektor pertanian yang pasarnya akan mengalami serbuan lebih hebat lagi dengan adanya kesepakatan antara Indonesia dan negara-negara ASEAN atau lebih dikenal dengan era komunitas ASEAN. Kabupaten Humbang Hasundutan yang berada pada dataran tinggi sehingga potensi untuk pengembangan komoditi pangan, holtikultura, komoditas sayur-mayur hingga perkebunan rakyat seperti kopi, karet dan kemenyan. Maka peran pemerintah daerah dalam mengembangkan sektorsektor unggulan diwilayahnya dalam rangka meningkatkan daya saing, merupakan hal yang sangat penting dan menjadi salah satu kunci utama dalam menyukseskan pembangunan daerah. Kohari, dkk (2005) menyampaikan, adanya perbedaan daya saing pada suatu komoditas dapat digunakan untuk menentukan skala prioritas pengembangan komoditas bersangkutan yaitu; a) komoditas yang memiliki daya saing sangat tinggi sangat diprioritaskan untuk dikembangkan, b) komoditas yang memiliki daya saing tinggi masih diprioritaskan untuk dikembangkan, namun lebih diprioritaskan komoditas yang memiliki daya saing sangat tinggi, c) komoditas yang berdaya saing sedang memiliki dua kemungkinan, yaitu dapat dikembangkan atau tidak dapat dikembangkan, tergantung telaah di lapang apakah karena terdapat distorsi kebijakan atau kegagalan pasar, d) semantara itu, bagi komoditas yang memiliki daya saing rendah atau sangat rendah tidak perlu dikembangkan. Sektor pertanian bagi Kabupaten Humbang Hasundutan hingga saat ini merupakan penggerak perekonomian rakyat dan tulang punggung peningkatan pendapatan daerah, pada tahun 2009 sektor ini memberikan kontribusi sebesar 59,08% bagi PDRB kabupaten Humbang Hasundutan (BPS. Humbang Hasundutan, 2010). Selain sebagai sumber penghasilan masyarakat bahwa sektor ini juga merupakan penghasil nilai tambah bagi pembangunan wilayah. Bagi Kabupaten Humbang Hasundutan, komoditi kopi merupakan komoditi perkebuan rakyat unggulan yang sangat potensial untuk dikembangkan karena memberikan kontribusi bagi peningkatan pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah.
2784 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 Potensi pengembangan komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan dapat dilihat dari potensi luas lahan dan produksi komoditi kopi yang sangat baik yang mengalami peningkatan secara signifikan setiap tahunnya. Data BPS (2013) menunjukkan pada tahun 2010, Kecamatan Doloksanggul memiliki luas lahan kopi seluas 3.218 ha dengan produksi 1.208,5 ton, disusul dengan Kecamatan Lintong Nihuta dengan luas 3.019 ha dengan produksi mencapai 1.428 ton. Kemudian pada tahun 2014 luas lahan kopi di Kecamatan Doloksanggul 3.122 ha dengan produksi mencapai 1.466,5 ton dan di susul oleh Kecamatan Lintong Nihuta dengan luas lahan mencapai 2.974 ha dengan produksi mencapai 1.504, 5 ton (BPS, Humbang Hasundutan Dalam Angka, 2013). Melihat potensi luas lahan dan produksi komoditi kopi ini maka sangat penting diketahui bagaimana daya saingnya diwilayah ini, sehingga diharapkan komoditi ini memberikan dampak yang signifikan bagi perekonomian masyaakat dan pembangunan wilayah ini. Upaya peningkatan daya saing dilakukan dengan berbagai cara dan akan difokuskan pada pengembangan produk berbasis sumberdaya local untuk; 1) meningkatkan pemenuhan permintaan untuk konsumsi dalam negeri; dan (2) mengurangi ketergantungan impor (substitusi impor), dengan demikian penelitian ini dilakukan untuk menganalisis daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah; a) bagaimana daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan ?, b) bagaimana pengaruh luas lahan, modal usahatani, pupuk dan obat-obatan, tenaga kerja terhadap pendapatan petani dan daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan ?. 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan maka tujuan penelitian ini adalah; a) untuk mengetahui daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan, b) untuk mengetahui pengaruh luas lahan, modal usahatani, pupuk dan obat-obatan, tenaga kerja terhadap pendapatan petani dan daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Lokasi Penelitian Penentuan lokasi penelitian adalah secara non-probability dengan memilih lokasi penelitian secara sengaja sesuai dengan keinginan peneliti 2785 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 dengan pertimbangan khusus (Kuncoro, 2009), penelitian ini dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan karena daerah ini merupakan sentra komoditi kopi dengan skala ekspor. 2.2. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah petani yang mengelola usahatani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan dengan jumlah 13.582 kk (BPS, Humbang Hasundutan, 2015). Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 30 responden yang ditentukan secara purposive pada 9 kecamatan. Jumlah sampel per kecamatan ditentukan secara proporsional dengan perincian; Kecamatan Pakkat dengan populasi 1.456 kk dengan 3 responden, Kecamatan Onan Ganjang dengan populasi 2.541 kk dengan 6 responden, Kecamatan Sijamapolang dengan populasi 797 kk dengan 2 responden, Kecamatan Dolok Sanggul dengan 3.250 kk dengan 7 responden, Kecamatan Lintong Nihuta dengan populasi 1.460 kk dengan 3 responden, Kecamatan Paranginan dengan responden 190 kk dengan 1 responden, Kecamatan Baktiraja dengan populasi 1.062 kk dengan 2 responden, Kecamatan Pollung dengan populasi 1.576 kk dan Kecamatan Parlilitan dengan populasi 1.250 kk dengan sampel masingmasing 3 responden. 2.3. Sumber dan Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Humbang Hasundutan dan publikasipublikasi resmi lainnya yang berkaitan. Dan data primer yang diperoleh dari lapangan melalui wawancara terhadap petani kopi sebagai responden. 2.4. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitis dan analisis revealid comparative advantage (RCA) untuk menganalisis daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. RCA adalah indeks yang menyatakan keunggulan komparatif (Tambunan, 2003). Dalam penelitian ini analisis RCA menggunakan nilai ekonomi pasar yang merupakan hasil perkalian produksi komoditi wilayah dengan harga pada tingkat produsen dengan formula:
Xij C
Xj Xiw
....................................................................................................................1)
Xw
2786 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 dimana : C = Nilai indeks RCA Xij = Nilai ekonomi pasar komoditi kopi yang dianalisis dari Kabupaten Humbang Hasundutan Xj = Nilai ekonomi komoditi perkebunan total Kabupaten Humbang Hasundutan Xiw = Nilai ekonomi komoditi kopi yang dianalisis Sumatera Utara Xw = Nilai ekonomi komoditi perkebunan total Sumatera Utara Jika nilai indeks RCA < 1 menunjukan bahwa Kabupaten Humbang Hasundutan, untuk komoditi pertanian keunggulan komperatifnya rendah (dibawah rata-rata Sumatera Utara), Jika nilai indeks RCA > 1 menunjukan bahwa Kabupaten Humbang Hasundutan untuk komoditi pertanian dikatakan mempunyai keunggulan komparatif (diatas rata-rata Sumatera Utara). Untuk menganalisis pengaruh luas lahan, modal usahatani, pupuk dan obat-obatan, tenaga kerja terhadap pendapatan petani dan daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan digunakan analisis jalur (path analisis) dengan bantuan program statistical product and service solution (SPSS). Variabel penelitian terdiri atas variabel endogen yaitu daya saing komoditi kopi dan beberapa variabel eksogen yaitu pendapatan petani, modal usahatani, pupuk dan obat-obatan, tenaga kerja, yang digambarkan melalui persamaan substruktural berikut : X2= pX1.Y.1+ e X3= pX2.Y.1+ pX1.Y.1+ e X4= pX3.Y.1+ pX2.Y.1+ pX1.Y.1+ e Y1 = pX4.Y.1+ pX3.Y.1+ pX2.Y.1+ pX1.Y.1+ e Y2 = pY1.Y2 + pX4.Y.1+ pX3.Y.1+ pX2.Y.1+ pX1.Y.1+ e BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Daya Saing Komoditi Kopi Kabupaten Humbang Hasundutan Komoditi kopi merupakan komoditi perkebunan rakyat yang penting di Kabupaten Humbang Hasundutan disamping karena komoditi ini juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Komoditi ini sangat potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Humbang Hasundutan. Hasil analisis data menunjukkan bahwa komoditi kopi memiliki daya saing yang sangat baik jika dibandingkan dengan komoditi perkebunan rakyat lainnya di Kabupaten Humbang Hasundutan sebagaimana disajikan pada Tabel 1.
2787 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 Tabel 1. Daya Saing Komoditi Perkebunan Rakyat Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2011-2014. No Jenis Komoditi 1 2 3 4 5 6 7
Karet Kelapa Kelapa Sawit Aren Kopi Kakao/Coklat Kemenyan
Nilai Ekonomi Perkebunan Rakyat Humbang Hasundutan (Rp.000) 2010 2011 2012 2013 2014 10.338.825,0 11.273.058,0 14.071.725,0 12.132.099,0 12.956.743,8 534.539,3 585.161,0 705.601,5 680.340,0 1.335,0 315.487,5 255.427,5 288.060,5 303.100,0 303.469,7 1.204.320,0 1.429.047,2 1.521.767,0 1.540.750,0 1.504.920,0 26.980.475,0 38.812.414,8 20.636.589,0 29.064.347,5 33.297.770,0 684.517,0 1.017.439,5 1.087.800,0 1.458.431,4 2.649.075,0 41.169.675,0 39.467.610,0 45.181.500,0 46.660.533,0 48.799.720,0
Daya Saing (Nilai RCA) Humbang Hasundutan 2010 2011 2012 2013 2014 0,650 0,550 0,667 0,576 0,539 0,132 0,112 0,151 0,145 0,000 0,006 0,005 0,006 0,005 0,005 3,399 2,726 3,510 3,189 2,938 8,883 7,438 9,294 9,044 8,204 0,693 0,702 1,057 0,953 3,608 15,314 12,216 15,508 15,158 13,873
Sumber : Data Sekunder, Diolah 2016 Berdasarkan hasil pengolahan data sebagaimana disajikan pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa komoditi kopi merupakan komoditi yang memiliki daya saing tertinggi di Kabupaten Humbang Hasundutan, setelah komoditi kemenyan. Daya saing komoditi kopi ini ditunjukkan oleh nilai RCA > 1 secara berturut-turut mulai tahun 2010-2014 dengan nilai RCA; 8,883; 7,428; 9,294; 9,004; 8,204. Hasil penelitian Asmarantaka (2011), menyampaikan secara umum komoditi kopi Indonesia memiliki daya saing yang sangat tinggi yang ditunjukkan oleh nilai RCA mencapai 6,55 dengan menggunakan data time series 1989 sampai 2008. Hasil penelitian Meryana (2007) yang menganalisis daya saing kopi robusta Indonesia di pasar internasional dengan menggunakan Revealed Comparative Advantage (RCA) yang menunjukkan bahwa industri kopi nasional memiliki keunggulan komparatif yang ditunjukkan dengan nilai RCA yang lebih besar dari satu. Sebagai komoditi yang memiliki daya saing yang tinggi, komoditi komoditi ini ternyata sangat potensial di kembangkan hampir pada semua kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan luas lahan yang dikelola masyarakat sebagaimana disajikan pada Tabel 2.
2788 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 Tabel 2. Perkembangan Luas Lahan Komoditi Per Kecamatan Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2009 -2014. No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pakkat Onan Ganjang Sijamapolang Doloksanggul Lintong Nihuta Paranginan Baktiraja Pollung Parlilitan Total
2009 306,00 936,50 564,00 1.485,00 1.620,00 987,00 219,00 709,00 180,00 7.006,50
2010 322,00 1.137,50 621,00 3.218,00 3.019,00 1.654,30 250,00 859,50 229,50 11.310,80
Luas lahan (ha) 2011 2012 330,00 330,00 1.137,50 1.150,50 701,00 721,00 3.088,00 3.078,00 2.949,00 2.956,00 1.650,00 1.648,30 262,00 263,00 854,50 852,00 249,00 249,00 11.221,00 11.247,80
2013 329,00 1.157,50 719,00 3.090,00 2.971,00 1.647,30 261,00 851,00 257,00 11.282,80
% +/- luas lahan 2014 2009/10 2010/11 2011/12 2012/13 2013/14 329,00 5,2% 2,5% 0,0% -0,3% 0,0% 1.160,50 21,5% 0,0% 1,1% 0,6% 0,3% 718,00 10,1% 12,9% 2,9% -0,3% -0,1% 3.122,00 116,7% -4,0% -0,3% 0,4% 1,0% 2.974,00 86,4% -2,3% 0,2% 0,5% 0,1% 1.645,30 67,6% -0,3% -0,1% -0,1% -0,1% 260,00 14,2% 4,8% 0,4% -0,8% -0,4% 851,50 21,2% -0,6% -0,3% -0,1% 0,1% 256,50 27,5% 8,5% 0,0% 3,2% -0,2% 11.316,80 61,4% -0,8% 0,2% 0,3% 0,3%
Sumber : Data Sekunder, Diolah 2016 Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa luas lahan komoditi kopi tahun 2009-2014 mengalami perkembangan yang signifikan di Kabupaten Humbang Hasundutan. Namun jika dilihat perkecamatan luas lahan komoditi ini mengalami perkembangan yang fluktuatif. Berdasarkan Tabel 2 lahan komoditi kopi yang paling luas terdapat di Kecamatan Doloksanggul yang disusul Kecamaran Lintong Nihuta. Tahun 2013 luas lahan komoditi kopi di Kecamatan Doloksanggul adalah 3.090 ha, meningkat 1,0% tahun 2014 menjadi 3.122 ha. Kecamatan Lintong Nihuta memiliki luas lahan 2.971 ha tahun 2013 dan meningkat 0,1% menjadi 2.974 ha tahun 2014. Kemudian lahan kopi yang paling kecil terdapat di Kecamatan Parlilitan yaitu 257 ha tahun 2013 dan turun 0,2% menjadi 256,50 ha pada tahun 2014. Disamping perkembangan luas lahan kopi, pada Tabel 3 disajikan perkembangan produksi komoditi kopi per kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan. Tabel 3. Perkembangan Produksi Komoditi Kopi Per Kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2009 -2014. No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pakkat Onan Ganjang Sijamapolang Doloksanggul Lintong Nihuta Paranginan Baktiraja Pollung Parlilitan Total
2009 236,00 640,50 390,20 1.120,70 1.410,10 835,50 182,80 588,50 102,00 5.506,30
2010 218,50 676,30 409,80 1.208,50 1.426,10 859,50 180,70 587,20 113,50 5.680,10
Produksi (ton) 2011 2012 217,50 219,50 678,30 686,30 408,80 414,80 1.353,53 1.373,53 1.467,91 1.474,91 931,61 933,61 180,56 181,00 572,91 575,20 123,50 125,47 5.934,62 5.984,32
2013 219,40 687,50 415,75 1.458,50 1.499,50 955,61 178,50 578,50 125,55 6.118,81
2014 20,80 692,50 417,60 1.466,50 1.504,50 956,50 180,10 579,20 125,80 5.943,50
2009/10 -7,42% 5,59% 5,02% 7,83% 1,13% 2,87% -1,15% -0,22% 11,27% 3,16%
% +/- produksi 2010/11 2011/12 2012/13 -0,46% 0,92% -0,05% 0,30% 1,18% 0,17% -0,24% 1,47% 0,23% 12,00% 1,48% 6,19% 2,93% 0,48% 1,67% 8,39% 0,21% 2,36% -0,08% 0,24% -1,38% -2,43% 0,40% 0,57% 8,81% 1,60% 0,06% 4,48% 0,84% 2,25%
Sumber : Data Sekunder, Diolah 2016 Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa produksi komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan mengalami perkembangan yang fluktuatif pada tahun 2009-2014, dimana pada tahun 2013 produksi kopi diwilayah ini 2789 ISSN 0853 - 0203
2013/14 -90,52% 0,73% 0,44% 0,55% 0,33% 0,09% 0,90% 0,12% 0,20% -2,87%
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 6.118,8 ton dan mengalami penurunan sebesar 2,87 % menjadi 5.943 ton pada tahun 2014. Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa produksi komoditi kopi yang paling tinggi terdapat di Kecamatan Lintong Nihuta dan disusul Kecamatan Doloksanggul. Pada tahun 2013 produksi komoditi kopi di Kecamatan Lintong Nihuta adalah 1.499,50 ton dan meningkat 0,33% tahun 2014 menjadi 1.504,50 ton. Kemudian disusul Kecamatan Doloksanggul dengan produksi 1.458,50 ton pada tahun 2013 dan meningkat 0,55 % menjadi 1.466, 50 ton pada tahun 2014. Produksi komoditi kopi yang paling rendah terdapat di Kecamatan Parlilitan yaitu 125,55 ton pada tahun 2013 dan naik sebesar 0,20% menjadi 125,80 ton pada tahun 2014. Data BPS (2013) sebagaimana disajikan pada tabel 3, menunjukkan terdapat 3 (tiga) kecamatan yang memberikan kontribusi terbesar bagi produksi komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan, yaitu; Kecamatan Lintong Nihuta memberikan kontribusi sebesar 24,5%, Kecamatan Doloksanggul memberikan kontribusi 23,8% dan Kecamaran Paranginan memberikan kontribusi 15,6% terhadap produksi total komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Kemudian tahun 2014 Kecamatan Lintong Nihuta memberikan kontribusi sebesar 25,3%, Kecamatan Doloksanggul dengan kontribusi 24,7% dan Kecamatan Paranginan dengan kontribusi 16,1 % terhadap produksi total komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan, sementara ini kontribusi terkecil di sumbangkan Kecamatan Parlilitan 2,1% pada tahun 2013 dan Kecamatan Pakkat sebesar 0,3% pada tahun 2014. Adanya perbedaan yang signifikan atas luas lahan dan produksi kopi perkecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan tersebut, juga berpengaruh terhadap tingkat daya saing komoditi tersebut di wilayah ini. Sehingga daya saing komoditi kopi antar kecamatan mengalami perbedaan sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Daya Saing (Nilai RCA) Komoditi Kopi per Kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan Tahun 2009 -2014. No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pakkat Onan Ganjang Sijamapolang Doloksanggul Lintong Nihuta Paranginan Baktiraja Pollung Parlilitan
Produksi Kopi per Kecamatan di Humbang Hasundutan (ton) 2009 2010 2011 2012 2013 2014 236,00 218,50 217,50 219,50 219,40 20,80 640,50 676,30 678,30 686,30 687,50 692,50 390,20 409,80 408,80 414,80 415,75 417,60 1.120,70 1.208,50 1.353,53 1.373,53 1.458,50 1.466,50 1.410,10 1.426,10 1.467,91 1.474,91 1.499,50 1.504,50 835,50 859,50 931,61 933,61 955,61 956,50 182,80 180,70 180,56 181,00 178,50 180,10 588,50 587,20 572,91 575,20 578,50 579,20 102,00 113,50 123,50 125,47 125,55 125,80
Daya Saing (Nilai RCA) Kopi per Kecamatan 2009 2010 2011 2012 2013 2014 0,05 0,07 0,02 0,01 0,03 0,04 1,13 0,97 0,87 1,02 1,08 1,06 0,07 0,04 0,03 0,08 0,09 0,05 2,10 2,31 2,21 2,30 2,40 2,47 2,60 2,45 2,67 2,78 2,53 2,58 1,21 1,23 1,16 1,18 1,32 1,32 0,31 0,31 0,32 0,31 0,31 0,31 1,23 0,97 0,87 0,98 0,79 1,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02 0,02
Sumber : Data Sekunder, Diolah 2016
2790 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa daya saing komoditi kopi sebagai komoditi perkebunan rakyat yang potensial di Kabupaten Humbang Hasundutan memiliki perbedaan yang signifikan antar kecamatan. Berdasarkan daya saing yang ditunjukkan oleh nilai RCA, menunjukkan bahwa pengelolaan komoditi ini berbeda antar kecamatan. Pada beberapa wilayah kecamatan produktifitasnya masih sangat rendah hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan komoditi kopi ini belum menerapkan teknik budidaya yang baik serta belum menerapkan manajemen usaha yang efisien. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan bahwa di beberapa kecamatan di Kabupaten Humbang Hasundutan masih dikelola secara tradisional. Petani masih menggunakan bibit yang diperoleh dari tanaman yang dianggap baik tanpa teknologi dan proses pembibitan yang memadai, sehingga produktifitasnya rendah. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa kecamatan yang memiliki daya saing yang paling tinggi adalah Kecamatan Lintong Nihuta yang ditunjukkan dengan nilai RCA secara berturut-turut 2,78 (2012); 2,53 (2013); 2,58 (2014) dan disusul Kecamatan Dolok Sanggul yang ditunjukkan dengan nilai RCA secara berturut-turut 2,30(2012); 2,40 (2013); 2,47 (2014) dan pada urutan ketiga adalah Kecamatan Paranginan yang ditunjukkan dengan nilai RCA secara berturut-turut 1,18 (2012); 1,32 (2013); 1,32 (2014) dan urutan keempat adalah Kecamatan Onan Ganjang yang ditunjukkan dengan nilai RCA secara berturut-turut 1,02 (2012); 1,08 (2013); 1,06 (2014). 3.2. Pengaruh Luas Lahan, Modal, Pupuk dan Obat-obatan dan Tenaga Kerja Terhadap Pendapatan Petani dan Daya Saing Komoditi Kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Untuk mengetahui pengaruh variabel; luas lahan, modal usahatani, pupuk dan obat-obatan, tenaga kerja terhadap pendapatan petani dan daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan digunakan analisis jalur (path analisis) dengan bantuan program SPSS. Variabel penelitian terdiri atas variabel endogen yaitu daya saing komoditi kopi dan beberapa variabel eksogen yaitu pendapatan petani, modal usahatani, pupuk dan obatobatan, tenaga kerja. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh hasil sebagai berikut :
2791 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 a. Hasil analisis data dengan persamaan substruktur 1. Tabel 5.Hasil analisis data dengan persamaan substruktural 1 melalui path analysis dengan bantuan SPSS : No Variabel Koefisien jalur t hitung 1 Luas lahan (X1) (pX2X1) = 0,935 4,531 2 Modal usahatani (X2) Sumber: Data Primer, diolah 2016. Berdasarkan hasil output regresi sebagaimana pada Tabel 5, diperoleh koefisien jalur (pX2X1) = 0,935 dengan harga t hitung = 4,531, dan harga t tabel = 1,648, fakta ini mengungkapkan bahwa t hitung > t tabel artinya koefisien jalur signifikan. Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diinterpretasikan bahwa luas lahan (X1) berpengaruh positif terhadap modal usahatani (X2), artinya jika luas lahan yang dikelola petani bertambah maka jumlah modal yang dibutuhkan petani akan bertambah. Nilai koefisien jalur 0,935, dapat dijelaskan bahwa luas lahan memberikan kontribusi terhadap kebutuhan modal usahatani sebesar 87,42% (0,935 x 0,935 x 100%), dan sisanya 12,58% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Pengaruh kausal empiris antara variabel luas lahan (X1) dan jumlah modal usahatani (X2), digambarkan melalui persamaan sub struktural sebagai beerikut; X2 = pX2X1+e b. Hasil analisis data dengan persamaan substruktur 2. Tabel 6.Hasil analisis data dengan persamaan substruktural 2 melalui path analysis dengan bantuan SPSS : No Variabel Koefisien jalur t hitung 1 Luas lahan (X1) (pX3X1) = 0,375 4,170 2 Modal usahatani (X2) (pX3X2) = 0,431 4,912 3 Pupuk dan obat-obatan (X3) Sumber: Data Primer, diolah 2016. Berdasarkan hasil output regresi sebagaimana pada Tanel 6 diperoleh koefisien jalur (pX3X2 = 0,431) dengan harga t hitung = 4,912, sedangkan harga t tabel = 1,648, fakta ini mengungkapkan bahwa t hitung > t tabel artinya koefisien jalur signifikan. Berdasarkan hasil pengelolahan data, ditemukan koefisien jalur (pX3X1 = 0,375), dengan harga t hitung = 4,17, sedangkan harga t tabel = 1,648, fakta ini mengungkapkan bahwa t hitung > t tabel artinya koefisien jalur signifikan. Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diinterpretasikan secara simultan modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) berpengaruh terhadap 2792 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 pupuk dan obat-obatan (X3), dengan besaran pengaruh simultan 80,60%, artinya variabel modal usaha (X2) dan luas lahan (X1) berkontribusi sebesar 80,60% terhadap persediaan pupuk dan obat-obatan pada usahatani komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai koefisien jalur pX3X2 = 0,431 dapat dijelaskan modal usahatani memberikan kontribusi terhadap tingkat penyediaan pupuk dan obat-obatan pada usahatani komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 18,57 % (0,431 x 0,431x 100%), dan 80,03 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Nilai koefisien jalur pX3X1 diperoleh = 0,375 dapat dijelaskan bahwa luas lahan memberikan kontribusi terhadap persedian pupuk pada usahatani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 16,16 % (0,375 x0,375 x 100%), dan 83,84 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi, artinya jika luas lahan yang akan dikelola oleh petani mengalami peningkatan maka kebutuhan akan pupuk dan obat-obatan akan meningkat. Hal ini menjelaskan luas lahan (X1) dan modal usahatani (X2) dapat mempengaruhi tingkat ketersediaan pupuk dan obat-obatan (X3) pada usahatani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Pengaruh kausal empiris antara variabel modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) digambarkan dengan persamaan sub struktural sebagai berikut; X3 = pX3X2+ pX3X1+ e c. Hasil analisis data dengan persamaan substruktur 3. Tabel 7. Hasil analisis data dengan persamaan substruktural 3 melalui path analysis dengan bantuan SPSS : No Variabel Koefisien jalur t hitung 1 Luas lahan (X1) (pX4X1) = 0,212 3,280 2 Modal usahatani (X2) (pX4X2) = 0,321 3,570 3 Pupuk dan obat-obatan (pX4X3) = 0,412 2,653 (X3) 4 Tenaga kerja (X4) Sumber: Data Primer, diolah 2016. Berdasarkan hasil output regresi sebagaimana pada Tabel 7 diperoleh koefisien jalur (pX4X3 = 0,412) dengan harga t hitung = 2,653, dan harga t tabel = 1,648, fakta ini mengungkapkan bahwa t hitung > t tabel artinya koefisien jalur signifikan. Berdasarkan hasil pengelolahan data ditemukan koefisien jalur (pX4X2 = 0,321), dengan harga t hitung = 3,57, sedangkan harga t tabel = 1,648, fakta ini mengungkapkan bahwa t hitung > t tabel artinya koefisien jalur signifikan. Berdasarkan hasil pengelolahan data ditemukan 2793 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 koefisien jalur (pX4X1 = 0,212), dengan harga t hitung = 3,28, sedangkan harga t tabel = 1,648, fakta ini mengungkapkan bahwa t hitung > t tabel artinya koefisien jalur signifikan. Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diinterpretasikan bahwa secara simultan pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) berpengaruh sebesar 94,50% terhadap penggunaan tenaga kerja pada usahatani kopi (X4), artinya variabel pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) berkontribusi sebesar 94,50 % terhadap kebutuhan tenaga kerja pada usahatani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai koefisien jalur pX4X3 = 0,412 dapat dijelaskan bahwa luas lahan memberikan kontribusi terhadap kebutuhan tenaga kerja usahatani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 16,97 % (0,412 x 0,412 x 100%), dan 83,03 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Nilai koefisien jalur pX4X2 diperoleh = 0,321 dapat dijelaskan bahwa modal usahatani memberikan kontribusi terhadap kebutuhan tenaga kerja dalam usahatani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 10,30 % (0,321 x 0,321 x 100%), dan 89,7 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi, artinya jika modal usahata yang dimiki oleh petani mengalami peningkatan dapat berdampak pada peningkatan penggunaan tenaga kerja pada usatani komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Kemudian nilai koefisien jalur pX4X1 diperoleh = 0,212 dapat dijelaskan bahwa luas lahan memberikan kontribusi terhadap kebutuhan tenaga kerja dalam usahatani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 0,45 % (0,212 x 0,212 x 100%), dan 99,55 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi, artinya jika luas lahan yang dimiki oleh petani mengalami peningkatan, akan berdampak pada peningkatan penggunaan tenaga kerja usatani komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Hal ini menjelaskan penggunaan pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) dapat mempengaruhi tingkat kebutuhan akan tenaga kerja pada usahatani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Pengaruh kausal empiris variabel pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) digambarkan melalui persamaan sub struktural sebagai berikut; X4 = pX4X3+ pX4X2 + pX4X1+ e. d. Hasil analisis data dengan persamaan substruktur 4. Tabel 8. Hasil analisis data dengan persamaan substruktural 4 melalui path analysis dengan bantuan SPSS : 2794 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 No Variabel Koefisien jalur 1 Luas lahan (X1) (pY1X1) = 0,215 2 Modal usahatani (X2) (pY1X2) = 0,314 3 Pupuk dan obat-obatan (pY1X3) = 0,201 (X3) 4 Tenaga kerja (X4) (pY1X4) = 0,210 5 Pendapatan Petani (Y1) Sumber: Data Primer, diolah 2016.
t hitung 3,543 3,523 2,645 3,584
Berdasarkan hasil output regresi sebagaimana pada Tabel 8, diperoleh koefisien jalur (pY1X4 = 0,210) dengan harga t hitung = 3,584, dan harga t tabel = 1,648, fakta ini mengungkapkan bahwa t hitung > t tabel artinya koefisien jalur signifikan. Berdasarkan hasil output regresi diperoleh koefisien jalur (pY1X3 = 0,201) dengan harga t hitung = 2,645, sedangkan harga t tabel = 1,648, fakta ini mengungkapkan bahwa t hitung > t tabel artinya koefisien jalur signifikan. Berdasarkan hasil output regresi diperoleh koefisien jalur (pY1X2 = 0,314) dengan harga t hitung = 3,523, dan harga t tabel = 1,648, fakta ini mengungkapkan bahwa t hitung > t tabel artinya koefisien jalur signifikan. Berdasarkan hasil output regresi, diperoleh koefisien jalur (pY1X1 = 0,215) dengan harga t hitung = 3,543, sedangkan harga t tabel = 1,648, fakta ini mengungkapkan bahwa t hitung > t tabel artinya koefisien jalur signifikan. Berdasarkan hasil pengolahan data sebagaimana pada Tabel 8 dapat diinterpretasikan secara simultan tenaga kerja (X4), pupuk dan obatobatan (X3), modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) berpengaruh sebesar 94% terhadap pendapatan petani (Y1), artinya variabel tenaga kerja (X4), pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) berkontribusi sebesar 94 % terhadap pendapatan petani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai koefisien jalur pY1X4 = 0,210 dapat dijelaskan bahwa penggunaan tenaga kerja memberikan kontribusi terhadap pendapatan petani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 0,44 % (0,210 x 0,210 x 100%), dan 99,56% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Nilai koefisien jalur pY1X3 diperoleh = 0,201 dengan demikian dapat dijelaskan bahwa pupuk dan obat-obatan memberikan kontribusi terhadap pendapatan petani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 0,40 % (0,201 x 0,201 x 100%), dan 99,6 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Kemudian nilai koefisien jalur pY1X2 = 0,314, dapat dijelaskan bahwa modal usahatani memberikan kontribusi terhadap pendapatan 2795 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 petani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 9,85 % (0,314 x 0,314 x 100%), dan 90,14 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Nilai koefisien jalur pY1X1 diperoleh = 0,215, dapat dijelaskan bahwa luas lahan memberikan kontribusi terhadap pendapatan petani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 4,62 % (0,215 x 0,215 x 100%), dan 95,38 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Hal ini menjelaskan bahwa penggunaan tenaga kerja (X4), penggunaan pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) dapat mempengaruhi tingkat pendapatan petani usahatani komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Pengaruh kausal empiris variabel penggunaan tenaga kerja (X4), pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) digambarkan melalui persamaan sub struktural sebagai berikut; Y1 = pY1X4 + pY1X3+ pY1X2 + pY1X1+ e. e. Hasil analisis data dengan persamaan substruktur 5. Tabel 9. Hasil analisis data dengan persamaan substruktural 5 melalui path analysis dengan bantuan SPSS : No Variabel Koefisien jalur t hitung 1 Luas lahan (X1) (pY2X1) = 0,160 2,554 2 Modal usahatani (X2) (pY2X2) = 0,145 3,452 3 Pupuk dan obat-obatan (pY2X3) = 0,120 2,850 (X3) 4 Tenaga kerja (X4) (pY2X4) = 0,155 3,455 5 Pendapatan Petani (Y1) (pY2Y1) = 0,321 3,854 6 Daya saing (Y2) Sumber: Data Primer, diolah 2016. Berdasarkan hasil output regresi sebagaimana pada Tabel 9, diperoleh koefisien jalur (pY2Y1 = 0,321) dengan harga t hitung = 3,854, dan harga t tabel = 1,648, fakta ini mengungkapkan bahwa t hitung > t tabel artinya koefisien jalur signifikan. Berdasarkan hasil output regresi, diperoleh koefisien jalur (pY2X4 = 0,155) dengan harga t hitung = 3,455, sedangkan harga t tabel = 1,648, fakta ini mengungkapkan bahwa t hitung > t tabel artinya koefisien jalur signifikan. Berdasarkan hasil output regresi diperoleh koefisien jalur (pY2X3 = 0,120) dengan harga t hitung = 2,850, dan harga t tabel = 1,648, fakta ini mengungkapkan bahwa t hitung > t tabel artinya koefisien jalur signifikan. Berdasarkan hasil output regresi, diperoleh koefisien jalur (pY2X2 = 0,145) dengan harga t hitung = 3,452, sedangkan harga t tabel = 1,648, fakta 2796 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 ini mengungkapkan bahwa t hitung > t tabel artinya koefisien jalur ini signifikan. Berdasarkan hasil output regresi, diperoleh koefisien jalur (pY2X1 = 0,160) dengan harga t hitung = 2,554, sedangkan harga t tabel = 1,648, fakta ini mengungkapkan bahwa t hitung > t tabel artinya koefisien jalur signifikan. Berdasarkan hasil pengolahan data ini sebagaimana pada Tabel 9, dapat diinterpretasikan secara simultan pendapatan petani (Y1), tenaga kerja (X4), pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) berpengaruh sebesar 90,1% terhadap daya saing komoditi kopi (Y2) di Kabupaten Humbang Hasundutan. Dapat diartikan bahwa variabel pendapatan petani (Y1), tenaga kerja (X4), pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) berkontribusi sebesar 90,1 % terhadap daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh nilai koefisien jalur pY2Y1 diperoleh =0,321, dapat dijelaskan bahwa tingkat pendapatan petani kopi memberikan kontribusi terhadap daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 10,30 % (0,210 x 0,210 x 100%), dan 89,69% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Kemudian nilai koefisien jalur pY2X4 diperoleh = 0,155 dengan demikian dapat dijelaskan bahwa tenaga kerja memberikan kontribusi terhadap daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 2,40 % (0,155 x 0, 155 x 100%), dan 97,59 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Nilai koefisien jalur pY2X3 diperoleh = 0,120, dapat dijelaskan bahwa pupuk dan obat-obatan memberikan kontribusi terhadap daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan 1,44 % (0,120 x 0,120 x 100%), dan 98,56 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Kemudian terdapat nilai koefisien jalur pY2X2 diperoleh = 0,145 dengan demikian dapat dijelaskan bahwa modal usahatani memberikan kontribusi terhadap daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan 2,10 % (0,145 x 0,145 x 100%), dan 97,89 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Selanjuntya nilai koefisien jalur pY2X1 diperoleh = 0,160, dapat dijelaskan bahwa luas lahan memberikan kontribusi terhadap daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 2,56 % (0,160 x 0,160 x 100%), dan 97,44 % dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi. Hal ini menjelaskan bahwa pendapatan petani (Y1), penggunaan tenaga kerja (X4), penggunaan pupuk dan obat-obatan (X3), modal 2797 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 usahatani (X2) dan luas lahan (X1) dapat mempengaruhi daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Pengaruh kausal empiris variabel pendapatan petani (Y1) penggunaan tenaga kerja (X4), pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) digambarkan melalui persamaan sub struktural berikut ini Y2 = pY2Y1+ pY2X4+ pY2X3+ pY2X2+ pY2X1+ e. BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan; Berdasarkan perhitungan RCA, bahwa komoditi kopi merupakan komoditi yang memiliki daya saing yang tinggi di Kabupaten Humbang hasundutan yang ditunjukkan oleh nilai RCA > 1 secara berturut-turut mulai tahun 2010-2014 dengan nilai RCA; 8,883; 7,428; 9,294; 9,004; 8,204. Luas lahan (X1) berpengaruh positif terhadap modal usahatani (X2), Modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) berpengaruh secara simultan sebesar 80,60% terhadap penggunaan pupuk dan obat-obatan (X3) pada usahatani komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Secara simultan pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) berpengaruh secara simultan sebesar 94,50% terhadap penggunaan tenaga kerja pada usahatani kopi (X4 dalam usahatani komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Secara simultan tenaga kerja (X4), pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) berpengaruh terhadap pendapatan petani (Y1). Besaran pengaruh simultan sebesar 94 %, terhadap pendapatan petani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. Pupuk dan obat-obatan memberikan kontribusi terhadap pendapatan petani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 0,40 %, Modal usahatani memberikan kontribusi terhadap pendapatan petani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 9,85 %, Luas lahan memberikan kontribusi terhadap pendapatan petani kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 4,62 %. Secara simultan pendapatan petani (Y1), tenaga kerja (X4), pupuk dan obat-obatan (X3), modal usahatani (X2) dan luas lahan (X1) berpengaruh terhadap daya saing komoditi kopi (Y2) di Kabupaten Humbang Hasundutan secara simultan sebesar 90, 1%. Pendapatan petani kopi memberikan kontribusi terhadap daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 10,30 %, Tenaga kerja memberikan kontribusi terhadap daya saing komoditi 2798
ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800
8.
kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 2,40 %, Pupuk dan obat-obatan memberikan kontribusi terhadap daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 1,44 %. Modal usahatani memberikan kontribusi terhadap daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 2,10 %, Luas lahan memberikan kontribusi terhadap daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan sebesar 2,56 %.
4.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian maka disarankan; 1. Agar petani di Kabupaten Humbang Hasundutan mengelola usahatani kopi dengan lebih dengan menggunakan faktor produksi usahatani yang maksimal. 2. Agar pemerintah daerah melakukan penyuluhan tentang informasi penggunaan faktor produksi usahatani kopi seoptimal mungkin untuk meningkatkan produksi usahatani kopi dan pendapatan petani itu sendiri, serta meningkatkan daya saing komoditi kopi di Kabupaten Humbang Hasundutan. DAFTAR PUSTAKA Asmarantaka R.W, 2011. Analisis Dayasaing Ekspor Kopi Indonesia. Di dalam : Baga L.M, Fariyanti A, Jahroh S. Kewirausahaan dan Daya Saing Agribisnis. Bogor : Institute Pertanian Bogor. BPS. 2013. Sumatera Utara Dalam Angka Tahun 2013. Medan. BPS. 2010. Kabupaten Humbang Hasundutan Dalam Angka Tahun 2010. Doloksanggul. BPS. 2015. Kabupaten Humbang Hasundutan Dalam Angka Tahun 2015. Doloksanggul. BPS.
2015. Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Humbang Hasundutan 2015. Doloksanggul
Kohari, K., Ma’sum, M. dan Windiastuti, D. 2005. Dampak Kebijakan dan Pemasaran Terhadap Daya Saing Usahatani Kentang di Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo. Laporan Penelitian. Purwokerto: Fakultas Pertanian UNSOED.
2799 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2782-2800 Kuncoro, M. 2009. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi 3. Jakarta: Erlangga. Meryana, E. 2007. Analisis Dayasaing Kopi Robusta Indonesia di Pasar Internasional. Skripsi. Program Sarjana Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tambunan, T.H. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian beberapa Isu Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia.
di
Indonesia
Widyasanti, Amalia Adininggar. 2010. Do Regional Trade Areas Improve Export Competitiveness ? A Case of Indonesia. Bulletin of Monetary, Economics and Banking. Juli. Zeithaml, V.A., M. J. Bitner. 1990. Service Marketing, New Jersey: The McGraw-HillCompanies, Inc.
2800 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2812-2833
Analisa Waktu Pemesinan Pada Proses Pembubutan Nelson Manurung Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Medan ABSTRAK Lathing process is a process of formation of components and equipment such as solid shaft, hollow shaft, a threaded shaft, and other forms of action cutting.The aim of this study was to analyze the differences between the cutting time cutting time theory and practice in the process of turning. Techniques used in analyzing data is a time difference of cutting (cutting time) the results of experiments using statistical methods. Data processing using the distribution of student "t" by taking a significance level ά = 0.05 (1-t) = 95%. From experimental cuts to the depth of cut thin (taken 1 mm), that the result of calculation of cutting time 69.4 seconds. While the practice of cutting time (trial) was 71 125 seconds, or difference 2:39%. For a depth of cut thick (taken 4 mm), the cutting time result of calculation of 42.6 seconds and the cutting time is 43.45 seconds or practice the difference is 1.96%. The result of the calculation of the distribution of student "t" in the amount of 26.87 seconds and 23.78 is much larger than t (0.95) of 1.71. Thus the hypothesis which states that the practice of cutting time longer than the cutting time can theoretically be accepted as true. Keywords: turning, time, analysis, deduction, calculation
2812 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2813-2833
Pendahuluan: Proses pembubutan adalah suatu proses pembentukan komponen mesin dan peralatan seperti poros pejal, poros berongga, poros berulir, dan bentuk lainnya dengan aksi pemotongan. Untuk proses produksi dengan mesin perkakas salah satu faktor yang perlu diketahui adalah waktu pemesinan (machining time), faktor ini berpengaruh terhadap jumlah produksi dan kalkulasi ongkos (biaya), selain waktu setting dan biaya-biaya lainnya. Dengan mengetahui waktu pemesinan maka dapat ditentukan jumlah produksi dalam satuan waktu, sehingga memudahkan untuk menentukan ongkos produksi yang akurat. Waktu untuk menghasilkan produk atau waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan (memotong bagian tertentu produk) dengan cara yang tertentu (menggunakan suatu jenis pahat) adalah merupakan variabel yang penting dalam rangka penentuan kondisi pemesinan optimum. Untuk jumlah produk yang cukup besar maka secara kasar dapat ditentukan waktu pemesinan rata-rata untuk mengerjakan satu produk, yaitu dengan cara membagi seluruh waktu yang digunakan dengan jumlah produk yang dihasilkan. Akan tetapi, cara ini tidak baik untuk dilaksanakan karena tidak memberikan informasi yang jelas mengenai komponen waktu (bagian waktu total) yang berkaitan dengan setiap langkah pengerjaan dalam proses permesinan. Perumusan Masalah : Rumusan teoritis untuk waktu pemesinan telah direkomendasikan, terdapat perbedaan antara rumusan teoritis tersebut dengan pelaksanaan prakteknya. Untuk membuktikan kebenaran dan sejauh mana perbedaannya maka diperlukan pengujian dan pengkajian yang akan dilakukan dalam penelitian ini. Permasalahan yang akan di ungkap dalam penelitian ini adalah: 1. 2.
Seberapa lama waktu pemesinan yang dibutuhkan pada proses pembubutan benda kerja Seberapa besar perbedaan waktu pemesinan antara teori dengan prakteknya.
Tinjauan Pustaka : Proses Bubut (Turning) Proses pembubutan adalah suatu proses pemotongan logam dengan menggunakan alat potong tunggal (single point tool), dimana gerakan utama poros berputar pada sumbunya dan alat potong bergerak sepanjang benda 2813 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2814-2833
kerja, sehingga terjadi serpihan-serpihan yang dinamakan geram. Secara umum proses pembubutan dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu: 1. Proses pembubutan memanjang adalah proses pembubutan searah dengan sumbu utama mesin 2. Proses pembubutan melintang adalah proses pembubutan yang tegak lurus terhadap sumbu utama mesin. 3. Proses pembubutan konis adalah proses pembubutan yang bersudut terhadap sumbu utama. Kecepatan Potong Kecepatan Potong adalah suatu kecepatan berbanding lurus dengan gerakan utama, jika benda berputar satu kali perputaran pada panjang tertentu yang dilalui oleh sisi potong dari alat potong, akan berhubungan dengan keliling dari benda kerja tersebut. Maka kecepatan potong adalah jarak yang didapat karena putaran benda kerja dalam satuan waktu. Hubungan antara benda kerja yang tersayat dalam kelilingnya sebagaimana gambar berikut :
Gambar 1. Penampang potong dari keliling benda kerja Dari gambar 1 diatas bahwa, bila benda kerja membuat putaran satu menit maka panjang tatal (chip) yang tersayat dalam satu menit adalah keliling dari benda kerja tersebut, yaitu: C=תxd
C = keliling benda kerja d = diameter benda kerja Bila benda kerja membuat n putaran dalam satu menit, maka panjang geram yang tersayat dalam satu menit adalah : l = תx d x n l = panjang geram n = putaran Panjang geram ini biasanya diukur dalam satuan meter tiap menit ( V = m/menit ). Jadi kecepatan potong adalah panjang pemotongan dalam meter / menit. Maka besarnya kecepatan potong dapat dinotasikan seperti rumus berikut :
2814 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2815-2833
V = תx d x n ( meter/menit) .......... 2.1 dimana, d = diameter rata-rata n = putaran mesin (rpm) Dari rumus diatas, besarnya kecepatan potong berbanding lurus dengan besar diameter benda kerja dan putaran mesin. Tetapi dalam beberapa literatur, besar kecepatan potong yang diizinkan telah ditentukan sesuai dengan jenis alat potong dan material yang digunakan. Disamping itu kecepatan potong tergantung dari beberapa faktor : a. Bahan dari pada benda kerja Bahan-bahan yang keras menghasilkan lebih banyak panas yang lebih besar dari pada baja kecepatan tinggi (HSS). Oleh karena itu diperlukan kecepatan potong tinggi b. Bahan dari alat potong Bahan dari cemeted karbid dapat menahan panas lebih besar dari pada baja kecepatan tinggi (HSS). Oleh karena itu alat potong ini mempunyai kecepatan potong yang lebih tinggi c. Penampang dari beram (serpihan) Pemotongan beram yang tipis bisa diambil kecepatan yang lebih tinggi dari pada pemotongan beram yang tebal. d. Pendingin Kecepatan potong yang tinggi dapat dipakai bila menggunakan cairan pendingin selama proses pembubutan e. Bentuk dari mesin Mesin yang besar mempunyai kapasitas untuk menentukan kecepatan potong yang tinggi dari pada mesin yang berukuran kecil. Putaran mesin Salah satu faktor yang menentukan hasil pemotongan adalah tersedianya putaran mesin yang sesuai dengan kondisi pemotongan. Dimana untuk jenis dan besarnya diameter membutuhkan putaran yang berbeda. Putaran mesin tersebut dapat kita tentukan dari rumus kecepatan potong, yaitu : V=תxdxn 2.2
maka , n = 1000. V
1000
תx d (put/menit) ..........
Dari rumus diatas bahwa besarnya putaran berbanding lurus dengan kecepatan potong dan besar diameter kerja.
2815 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2816-2833
Pemakanan dan Dalamnya Pemotongan Disamping memilih putaran mesin yang benar, proses pembubutan juga tergantung pada pemakan (feed) dan dalamnya pemotongan (depth of cut). Pemakan adalah pergerakan alat potong dalam satu kali perputaran dari benda kerja dalam pembubutan arah memanjang atau arah melintang. Sedangkan dalamnya pemakan adalah masuknya alat potong kedalam benda kerja. Untuk menganalisa pamakanan dan dalamnya pemotongan dapat dilihat pada gambar 2. Dari gambar tersebut sudut potong utama adalah Kr, yaitu sudut antara mata potong (S) dengan arah kecepatan makan vf. Besar dari sudut ditentukan oleh geometri pahat dan cara pemasangan pahat pada mesin perkakas.
Gambar 2. Geometri pemakanan dan dalamnya pemakanan Ketebalan geram sebelum terpotong dipengaruhi oleh beberapa parameter pemotongan lainnya. Gambar 3 akan dipakai sebagai acuan untuk menguraikan lebih lanjut tentang ketebalan geram sebelum terpotong ini.
2816 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2817-2833
Gambar 3 Penentuan Ketebalan Geram Sebelum Terpotong Untuk harga a dan f yang sama, sudut ini menetukan besarnya lebar pemotongan b dan lebar geram yang terpotong h sebagai berikut : - lebar pemotongan : b = a/sin Kr dalam mm - tebal beram : h = f . sin Kr dalam mm Maka penampang geram yang terpotong adalah : a = b . h (mm2) Besarnya kedalaman pemotongan dapat dicapai dengan pengaturan yang sesuai dengan kondisi pemotongan yang diinginkan. Dengan kata lain bahwa dalamnya pemotongan pada proses pembubutan memanjang berarti pengurangan garis tengah, yaitu: a = D0 - dm (mm) 2 Jika untuk menyelesaikan pekerjaan diperlukan beberapa kali pemotongan ( i ), maka kedalaman pemotongan adalah : a = D0 - dm (mm) 2. i Waktu Pemotongan Parameter waktu pemotongan cukup penting diketahui dalam proses produksi pembubutan, karena dengan menghitung faktor ini dapat diketahui beberapa lama proses berlangsung. Dengan demikian dapat ditentukan besarnya ongkos pemakaian mesin/ongkos produksi. Untuk mendapatkan waktu yang dibutuhkan dalam proses produksi pembubutan, terdiri dari: a. waktu persiapan (setting time) b. waktu tambahan (auxiliary time) c. waktu pemesinan (machining time)
2817 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2818-2833
a. Waktu persiapan (setting time) Adalah waktu yang dibutuhkan untuk mempersiapkan mesin, peralatan, alat ukur yang diperlukan dan pembacaan gambar kerja. b. Waktu tambahan (auxiliary time) Adalah waktu yang dibutuhkan untuk memasang benda kerja, menyetel alat potong, pengukuran dan pemeriksaan hasil pemesinan. Besarnya waktu persiapan dan waktu tambahan tidak dapat ditentukan, tergantung dari kesiapan peralatan dan kecakapan/pengalaman operator. c. Waktu pemesinan (Machining time) Tentang waktu pemesinan pada mesin bubut, jutz & scharcus mengatakan : The machining ( turning ) time is the periode in which the machine performs The actual turning operation ( Jutz & scharcus, hal . 107 ) Waktu pemesinan (pembubutan) adalah perioda dimana mesin melakukan proses pembubutan sebenarnya Adapun rumusan waktu pemesinan berdasarkan literatur adalah sebagai berikut : tc = L ( menit) .......... 2.3 fxn ( Jutz & scharcus, hal. 102 ) Dimana : tc = waktu pemesinan untuk satu kali pemotongan (menit) L = panjang benda kerja yang dipotong (mm) f = pemakanan ( mm/putaran ) n = putaran mesin ( rpm ) 2. tc
=
Lt ( menit) .......... 2.4 fxn (Heinrich gerling, hal . 45 )
Dimana : tc = waktu pemesinan untuk satu kali pemotongan ( menit ) Lt = panjang pembubutan (la + li + l) la = awal kedudukan pahat (mm) li = akhir kedudukan pahat (mm) l = panjang sebenarnya benda kerja yang dipotong ( mm ) f = pemakanan ( mm/putaran ) n = putaranmesin(putaran/menit)Lt
2818 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2819-2833
Gambar 4. Kedudukan awal alat potong Dari kedua rumus tersebut terdapat perbedaan dalam menentukan titik awal pemotongan, dimana menurut “Heinrich gerling” ada penambahan pada awal dan akhir pemotongan sebesar la + li. Hal ini untuk memudahkan dalam awal pemotongan dan akhir pemotongan, terutama untuk operator yang belum berpengalaman. Pahat Bubut Untuk membubut material benda kerja, maka material pahat bubut yang sesuai adalah HSS (High Speed Steel) dan SC (Semented Carbide). HSS digunakan untuk material benda kerja baja karbon sedang dengan kecepatan potong 155 m/min, dan mampu mempertahankan kekerasannnya sampai temperatur 600 0 C, sedangkan pahat bubut SC dapat digunakan hinggga kecepatan pemotongan 4 kali dari kecepatan potong yang dicapai oleh pahat HSS, dan SC mampu mempertahankan kekerasannnya sampai suhu disekitar 800 0C. Tujuan Penelitian : Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui perbedaan antara waktu pemesinan teoritis dengan waktu pemesinan praktik 2. Untuk mendapatkan informasi yang jelas berkaitan dengan waktu yang dibutuhkan dalam proses pembubutan memanjang (longitudinal turning). 3. Untuk mendapatkan standard waktu pengerjaan benda kerja yang nantinya berguna untuk menentukan ongkos produksi. Manfaat Penelitian :
2819 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2820-2833
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh : Instruktur bengkel Teknik Mesin dalam menentukan waktu pemotongan pada proses pembubutan untuk masing-masing latihan. Perbengkelan /Industri manufaktur, dalam menentukan waktu produksi dan ongkos produksi permesinan Metode Penelitian : Metode penelitian ini dimulai dengan studi pustaka dengan menggunakan beberapa literatur, diantaranya buku, jurnal, artikel, dan lain-lain. Setelah studi pustaka, dilakukan analisa terhadap data waktu permesinan teoritis dan praktik . Setelah analisa selesai dilakukan, maka selanjutnya adalah menarik kesimpulan dan membuat laporan.
Persiapan Hasil Pengujian Mesin Pengujian dibengkel Mesin bahan peralatan
data olah data
Mulai
Hasil
Pemeriksaan test
uji pemotongan kajian pustaka
Gambar 5 Fishbon diagram metode pelaksanaan penelitian Data Waktu Pemotongan Penelitian dilaksanakan di Workshop Teknik Mesin Polmed. Data bersumber dari percobaan pembubutan terhadap baja permesinan St 50 dengan ukuran bahan ¢ 25 x 125 (mm) sebanyak 24 buah sampel. Sedangkan ukuran diameter bahan dalam percobaan adalah ¢ 24 dan ¢ 23 mm. Kedalaman potong (depth of cut) ditentukan, yaitu 1 dan 4 mm. Alat yang digunakan adalah : Mesin bubut maximat V13, panjang bed 1.5 m Alat potong baja kecepatan tinggi (HSS), merek DIAMOND (made in Cina ) Jam henti (Stop Watch) Parameter Kerja Kerja Waktu pemotongan
2820 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2821-2833
Sebagaimana dijelaskan pada bab 2, bahwa parameter pemotongan logam pada mesin perkakas merupakan besaran-besaran kinematik yang besarnya dapat diatur meliputi: Gerakan pemakanan (feeding ), f (mm/ put ) Kedalaman pemotongan (depth of cut ), a (mm) Putaran mesin, n (rpm ) Parameter kerja tersebut harus ditentukan terlebih dahulu sesuai dengan kondisi pemotongan (tingkat kualitas) yang diinginkan. Pada percobaan ini besaran kinematika ditentukan, untuk matrial baja 50 dengan alat potong Baja Kecepatan Tinggi (HSS), maka diambil : 1. Untuk pembubutan dengan kedalaman potong, a = 1 mm - diameter bahan, d = 24 mm - gerakan pemakanan (feeding), f =0.2 mm/putaran - kecepatan potong (cutting speed), v = 44 m/menit 2. Untuk pembubutan dengan kedalaman potong, a = 4 mm - diameter bahan, d = 23 mm - gerakan pemakanan (feeding), f = 0.4 mm/ putaran - kecepatan potong (cutting speed), V =32 m/menit Putaran mesin ( n ) didapat dengan menghitung sesuai dengan rumus berikut : 1000 xV n= (rpm) xd Maka untuk kedalaman potong ( a) = 1 mm, kecepatan potong (V) = 44 m/ menit, putaran mesin (n1) adalah : 1000 x 44 n1 = x 24 = 561 rpm Putaran 561 tidak tersedia pada mesin, maka diambil putaran yang mendekati sesuai dengan yang tertera pada tabel mesin yaitu 540 rpm. Untuk kedalaman potong (a) = 4 mm, kecepatan potong (V) = 32 m/menit, putaran mesin (n4) adalah : 1000 x32 n4 = x 23 = 443 rpm Putaran 443 tidak tersedia pada mesin, maka diambil putaran yang mendekati sesuai dengan yang tertera pada tabel mesin yaitu 440 rpm. Prosedur Percobaan Prosedur percobaan adalah prosedur pengambilan data Waktu Pemotongan 2821 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2822-2833
Persiapkan Mesin dan Peralatan Ukur benda kerja berupa diameter dan panjang, berikan nomor urut masingmasing specimen dan bagi dalam 6 sub group. Pasang alat potong (pahat bubut) Cekam benda kerja diantara 2 senter Atur posisi pemotongan, kedudukan pahat tepat pada ujung sebelah kanan dari benda kerja Atur putaran mesin, kedalaman potong dan kecepatan pemakanan. Hidupkan mesin, periksa putaran dengan tacho meter dan matikan setelah pemeriksaan. Persiapkan alat pencatat waktu, atur pada posisi nol. Hidupkan mesin dan gerakan tuas otomatis bersamaan dengan menekan tombol jam henti (stop watch ) Amati proses pemotongan sampai batas pemotongan. 1. Gerakan tuas otomatis ke posisi nol setelah pembubutan sampai batas yang ditentukan, bersamaan dengan itu tekan tombol henti jam ukur. 2. Catat waktu pemotongan 3. Matikan mesin setelah pengujian selesai 4. Ulangi dengan cara yang sama untuk benda uji berikutnya. Data Hasil Percobaan Setelah melakukan percobaan pembubutan terhadap spesimen, maka diperoleh data-data seperti tabel di bawah ini. Tabel 1 Data waktu pemotongan baja 50 , a = 1 mm No Sampel
Waktu (t), detik (x)
(x2)
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12
71.4 71.2 71.4 71.5 71.3 70.9 71.1 71.2 70.8 71.2 71.4 71.3
5097.96 5069.44 5097.96 5112.25 5083.69 5026.81 5055.21 5069.44 5012.64 5069.44 5012.64 5069.44 2822
ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2823-2833
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
71.4 70.8 70.5 71.1 71.3 71.4 70.9 71.4 70.9 70.7 71.4 71.2
5097.96 5012.64 4970.25 5055.21 5083.69 5069.44 5026.81 5097.96 5026.81 4998.49 5097.96 5069.44
X 1707.5
X
2
=121458 Tabel 2 Data waktu pemotongan baja 50 , a = 1 mm x No Sampel 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Waktu (t), detik (x) 44.4 43.2 43.4 44.5 43.3 43.9 44.1 44.2 43.8 43.2 44.4 43.3 43.4 42.8 42.9 44.1 43.3 43.2 42.9 43.4
(x2) 1971.36 1866.24 1883.56 1980.25 1874.89 1927.21 1944.81 1953.64 1918.44 1866.24 1971.36 1874.89 1927.56 1831.84 1840.41 1944.81 1874.89 1866.24 1840.41 1927.56 2823
ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2824-2833
21 22 23 24
42.9 42.7 43.4 42.2 X 1042.9
1840.41 1823.29 1927.56 1780.84 X2 =45408.7 1
Pembahasan Dan Analisa Data Hasil perhitungan teoritis dianalisa sesuai dengan rumusan yang di tetapkan. Sedangkan data hasil percobaan dilakukan pengujian secara statistik sebagaimana yang dijelaskan pada bab sebelumnya. Perhitungan Waktu Pemotongan Waktu pemotongan menurut Jutz & Scharcus L Tcl = (menit) > L =125 mm f x n1 125 = > f = 0.2 mm/put 0.2 x 540 = 1.15 menit > n1=540 rpm = 69.4 detik L Tc4 = (menit) > L = 125mm f x n4 125 = > f = 0.4 mm/put 0.4 x 440 = 0.71 menit > n4 = 440 rpm = 42.6 detik Waktu pemotongan Menurut Heinrich Gerling Lt Tc1 = (menit) > Lt = 1+1a +1i f x n1 = 125 + 5 + 5 = 135 mm 135 = 0.2 x 540 =1.25 menit = 75 detik Lt Tc4 = (menit) > Lt = 1+1a +1i f x n4 2824 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2825-2833
= 125 + 5 + 5 = 135 mm 135 = 0.4 x 440 = 0.76 menit = 46 detik Dari kedua metoda analisa di atas terlihat bahwa terdapat perbedaan waktu pemotongan antara metoda Jutz & Scharcus dan metoda Heinrich gerling. Besar perbedaan, yaitu Tc1 = 75 detik - 69.4 detik = 5.56 detik = 7.41 % Tc4 = 46 detik - 42.6 detik = 3.41 detik = 7.41% Dari analisa di atas metoda Jutz & Scharcus lebih menguntungkan untuk dipakai dalam proses pemotongan, bila operator sudah cukup memahami operasi pembubutan. Analisa Data Percobaan Pemotongan a. Uji Normalitas Data Kelompok A Dalam uji normalitas data kelompok A, data yang bersumber dari tabel 1 dibentuk menjadi 6 (enam) sub grup seperti pada tabel berikut : Tabel 3 Data sub grup waktu pemotongan Sub grup Waktu Pengukuran Ke (Xi) 1 71.4, 71.2, 71.4, 71.5 2 71.3, 70.9, 71.1, 71.2 3 70.8, 71.2, 71.4, 71.3 4 71.4, 70.8, 70.5, 71.1 5 71.3, 71.4, 70.9, 71.4 6 70.9, 70.7, 71.4, 71.2 Jumlah Harga rata-rata dari rata-rata sub grup : Xr >k =banyak sub grup X= k (Sutalaksana, hal.25) Maka, 426.750 X= =71.125 6
Harga Rata-rata Sub grup ( Xr) 71.300 71.125 71.175 70.950 71.250 71.050 Xr =426.750
2825 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2826-2833
Standard deviasi sebenarnya : n
( Xi X ) 2
i 1
...Sutalaksana, hal.30
N 1
dimana : N= Jumlah sampel yang diukur = 24 Xi= Waktu pemotongan yang diamati Sehingga : (71.471.125)2 (71.271.125)2 ....(71.271.125)2 (241) = 0.3175
Maka standard deviasi dari distribusi harga rata-rata sub grup adalah : X= = standard deviasi sebenarnya (Sutalaksana, hal.35) k k= banyak sub grup 0.3157 X= 6 = 0.128 Untuk mengetahui apakah sub grup berada dalam batas kontrol dan berdistribusi normal dapat dikoreksi di antara batas kontrol atas (bka) dan batas kontrol bawah (bkb) BKA=X+3 X BKB=X-3 X (Sutalaksana, hal.140) Selanjutnya Sutalaksana mengatakan, batas kontrol inilah yang merupakan batas, apakah suatu sub grup seragam atau tidak seragam. Jika semua ratarata sub grup berada dalam batas-batas tersebut, maka data tersebut dikatakan seragam (normal). Demikian pula sebaliknya, jika ada rata-rata sub grup berada diluar batas kontrol, maka data tersebut dikatakan tidak normal (tidak seragam). BKA = 71. 125 + 3 x 0.128 = 71.509 BKB = 71. 125 - 3 x 0.128
2826 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2827-2833
= 70.741 71,509
BKA
71,125
Center
70,741
BKB
Gambar 6 Diagram Kontrol Rata-Rata Sub Grup A Dari diagram kontrol di atas terlihat bahwa harga rata-rata dari data kelompok A berada dalam batas kontrol, maka data kelompok A berdistribusi normal. Uji Normalitas Data Kelompok B Sebagaimana uji normalitas kelompok A, uji normalitas kolompok B pada prinsipnya sama. Data yang didapat dari hasil percobaan di bentuk seperti tabel berikut :
Tabel 4 Data sub grup Waktu Pemotongan Sub grup Waktu Pengukuran Harga Rata-rata Ke (Xi) Sub grup (Xr) 1 44.4, 43.2, 43.4, 44.5 43.875 2 43.3, 43.9, 44.1, 44.2 43.875 3 43.8, 43.2, 44.4, 43.3 43.675 4 43.4, 42.8, 43.9, 44.1 43.300 5 43.3, 43.2, 42.9, 42.4 43.200 6 42.9, 42.7, 43.4, 42.2 42.800 Jumlah Xr 260.725
2827 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2828-2833
Harga rata-rata dari rata-rata sub grup : Xr > k = banyak sub grup ….. (Sutalaksana, hal.25) X= k Maka, 260.725 X= =43.45 6 Standard deviasi sebenarnya : n
i 1
( Xi X )
2
......Sutalaksana, hal.30
N 1
dimana : N = Jumlah sampel yang diukur = 24 Xi = Waktu pemotongan yang diamati Sehingga : (44.4 43.45)2 (43.2 43.45)2 ....(44.2 43.45)2 (24 1) = 0.603 Maka standard deviasi dari distribusi harga rata-rata sub grup adalah : > =standard deviasi sebenarnya X= k (Sutalaksana, hal.35) k=banyak sub grup 0.603 X= 6 = 0.246 Untuk mengetahui apakah sub grup berada dalam batas kontrol dan berdistribusi normal dapat dikoreksi di antara batas kontrol atas (bka) dan batas kontrol bawah (bkb). BKA = X+3 X BKB = X-3 X (Sutalaksana, hal.140) Selanjutnya sutalaksana mengatakan, batas kontrol inilah yang merupakan batas, apakah suatu sub grup seragam atau tidak seragam. Jika semua ratarata sub grup berada dalam batas-batas tersebut, maka data tersebut dikatakan seragam (normal). Demikian pula sebaliknya, jika ada rata-rata sub grup berada diluar batas kontrol, maka data tersebut dikatakan tidak normal (tidak seragam).
BKA = 43.45+ 3 . 0.246 = 44.188 BKB = 43.45 - 3 . 0.246 = 42.712
2828 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2829-2833
44,19
BKA
43,45
Center
BKB
42,71
Gambar 7 Diagram Kontrol Rata-Rata Sub Grup B Dari diagram kontrol di atas terlihat bahwa harga rata-rata dari data kelompok B berada dalam batas kontrol, maka data kelompok B berdistribusi normal. Uji Hipotesis Dalam pengujian hipotesis dikenal dengan 3 macam pengertian, yaitu pengertian sama atau tidak memiliki perbedaan disebut hipotesis nol (H0) melawan hipotesis tandingan (H1) yang mengandung pengertian tidak sama, lebih kecil atau lebih besar. Jika hipotesis tandingan (H1) mempunyai rumusan tidak sama, maka distribusi statistik yang digunakan adalah distribusi normal untuk “z”, distribusi student untuk “t” dan seterusnya, maka didapat “z” daerah kritis atau daerah penolakan pada tiap ujung adalah sebesar /2 (hal ini disebut pengujian dua arah atau dua pihak). Jika H1 mempunyai rumusan lebih besar, maka diperoleh daerah kritis sebelah kanan sebesar . Kriteria yang dipakai adalah tolak Ho jika statistik yang dihitung berdasarkan sampel tidak kurang (lebih besar) dari daerah kritis. Untuk hal lainnya terima Ho. Maka pasangan hipotesis adalah : untuk kel. A untuk kel. B H0 : = 69.4 H0 : =42.6 H1 : > 69.4 H1 : > 42.6 Karena simpangan baku tidak diketahui, maka distribusi yang digunakan adalah distribusi student, yaitu :
2829 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2830-2833
X o ………..(Sujana, hal.227) s n dimana : X= harga rata-rata su grup waktu pemotong praktek o = harga waktu pemotongan standart / teoritis s= standart deviasi waktu pemotongan n= jumlah pengukuran Maka distribusi student : 71.125 69.4 ta= 0.3175 24 = 26.87 43.45 42.0 tb= 0.603 24 = 23.78 Dari daftar distribusi student t 0.95, = 0.05 dengan derajat kebebasan (dk) = n-1 =24-1 =23, didapat t =1.71. Sehingga kriteria pengujian adalah : Tolak Ho jika t hitung lebih besar atau sama dengan 1.71, terima Ho untuk hal sebaliknya. Sedangkan hasil penelitian diperoleh ta=26.87 dan tb=23.78 jatuh pada daerah penolakan Ho. Jadi hipotesis Ho ditolak, maka hipotesis H1 diterima. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa waktu pemotongan praktek lebih lama dari waktu pemotongan teoritis dapat diterima kebenarannya. Selanjutnya akan di uji apakah waktu pembubutan untuk kedalaman potong 4.0 mm dengan feeding 0.4 lebih lama dari waktu pembubutan 1.0 mm. Untuk pengujian ini pasangan hipotesis digunakan : Ho : 1 = 2 H1 : 1 2 (Sujana, hal.239) dimana : 1 = rata-rata waktu pemotongan untuk kedalaman potong 1.0 mm 2 = rata-rata waktu pemotongan untuk kedalaman potong 4.0 mm Karena 1 2 dan data kelompok A dan B berdistribusi normal, maka rumus statistik yang digunakan : X 1 X 2 t’= (Sujana, hal.241) 2 2 S1 S2 n1 n2
t=
2830 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2831-2833
Kriteria pengujian adalah : terima H0 jika : W 1.t1 W 2.t 2 W 1.t1 W 2.t 2 < t! < W1 W 2 W1 W 2 dimana : W1 = S12/n1 = (0.3175)2/24 = 0.004153 W2 = S22/n2 = (0.603)2/24 = 0.004347 t1 = t(1-0.5 ), (n1-1) t2 = t(1-0.5 ), (n2-1) s1 = standar deviasi data kelompok A s2 = standar deviasi data kelompok B n1,n2= jumlah sampel data kelompok A,B maka harga t’ adalah : t’ =
71.125 43.45
(0.3157) 2 / 24) (0.603) 2 / 24) 27.555 = 0.12263 = 22.47 Sehingga : t1=t2 = t(1-0.5 ) = 22.47 x (1-0.5*0.05) =21.91 W 1.t1 W 2.t 2 (0.004153).(21.91) (0.00434).(21.91) = 0.004153 0.00434 W1 W 2 = 21.91 Kriteria pengujian adalah : Terima H0 jika -21.91 < t’ <21.91 dan tolak H0 dalam hal lainnya. Dari perhitungan di atas didapat harga t’ =22.47 diluar daerah penerimaan H0. Jadi H0 ditolak pada taraf = 0.05 Akibatnya hipotesis alternatif H1 diterima, yang berarti hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa waktu pemotongan untuk kedalaman yang tebal tidak sama dengan waktu pemotongan untuk kedalaman yang tipis mengandung kebenaran .
Kesimpulan: Dari percobaan pembubutan dan hasil analisa, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : Analisa statistik terhadap hipotesis yang menyatakan bahwa waktu pemotongan praktek lebih lama dari waktu pemotongsn teoritis ( rumusan teoritis ) benar mengandung kebenaran.
2831 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2832-2833
Dari percobaan pemotongan untuk kedalaman potong yang tipis (diambil 1 mm ), bahwa waktu pemotongan hasil perhitungan sebesar 69.4 detik. Sedangkan waktu pemotongan praktek ( percobaan ) adalah 71.125 detik atau perbedaannya 2.39 %. Untuk kedalaman potong yang tebal ( diambil 4 mm ), waktu pemotongan hasil perhitungan sebesar 42.6 detik dan waktu pemotongan praktek adalah 43.45 detik atau perbedaannya 1.96 %. Berdasarkan literatur , bahwa penyimpangan maksimum adalah 6 %. Maka penyimpangan tersebut masih dalam batas yang ditentukan untuk mesin yang sudah relatif lama digunakan ( masa pakai diatas 5 tahun ). Hasil perhitungan distribusi student “ t “ yaitu sebesar 26.87 detik dan 23.78 jauh lebih besar dari t(0.95) sebesar 1.71, sehingga hipotesis H pada taraf signifikasi =0.05. Jadi seandainya dilakukan penelitian ulang sebanyak 100 kali terhadap kebenaran hipotesis ini, maka hasilnya akan memberikan paling sedikit 95 kali sama dengan hasil penelitian ini dan paling besar 5 kali untuk sebaliknya. 4. Hipotesis yang menyatakan bahwa waktu pemotongan lebih lama untuk kedalaman potong yang lebih besar ( dalam hal ini 1.0 mm dengan 4.0 mm ), ternyata mengandung kebenaran. 5. Dari hasil perhitungan t’ Sebesar 22.47 lebih besar dari t1 dan t2 = 21.91. Sehingga Hipotesis Ho ditolak dan hipotesis H1 diterima pada taraf signifikan = 0.05. Sehingga mendukung kebenaran dari hipotesis diatas. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas hasil pembubutan benda kerja dan umur pahat dalam proses pembubutan antara lain : a. Material (jenis benda kerja) b. Kecepatan pemotongan c. Kedalaman pemotongan d.Sudut geram ( rake angle ) e. Gerak makan f. Jenis dan ketajaman pahat Saran : Geometri pahat bubut yang sesuai dengan proses pemesinan material tertentu sangat menentukan hasil benda kerja yang akan diperoleh. Maka pemilihan pahat yang sesuai harus diperhatikan agar didapat optimasi proses pemesinan. Dalam menentukan waktu permesinan (waktu potong) baik untuk keperluan produksi maupun praktik dapat ditambahkan sebesar 6 % dari perhitungan teori Daftar Pustaka : E. Paul De Garmo, 1979, Materials and Processes in Manufacturing , Collier Machmillian Publisher, London 2832 ISSN 0853 - 0203
VISI (2016) 24(3) 2833-2833
Emco, 1981, Instruction Book, Maximat V13, Austria Herman Jutz And Scharcus, 1982 ,Westerman Tables For Metal Trade, Willey Eastern Limited, New Delhi, India Heinrich Gerling, 1982, All About Machine Tools, Willey Eastern Limited, New Delhi, India Lasco And Potter, 1978, Machine Shop, American Technical Society, The United State Syamsir A. Muin, 1986, Dasar-Dasar Perancangan Perkakas Dan MesinMesin Perkakas , Rajawali Pres, Jakarta. Sudjana, 1989, Metode Statistika, Tarsito, Bandung. Sutalaksana, 1985, Teknik Tata Cara Kerja, Teknik Industri ITB, Bandung Taufiq Rochim, 1985, Teori Dan Teknologi Proses Permesinan, Laboratorium Teknik Produksi Teknik Mesin ITB, Bandung 1985
2833 ISSN 0853 - 0203