Volume 4, Nomor 1, Oktober 2016
JURNAL MANAJEMEN DAN BISNIS INDONESIA
VOL. 4
NO. 1
HAL.1-158
OKTOBER 2016
ISSN 2338-4557
Volume 4, Nomor 1, Oktober 2016
Fax: 031 502 6288, E-mail:
[email protected]
Volume 4, Nomor 1, Oktober 2016
1-15
KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DAN RISIKO SAHAM SSERTA DAMPAKNYA TERHADAP RETURN SAHAM Belinda Yuniandri Standyarto, Nicodemus Simu
16-34 35-50 51-66
ANALISIS STRATEGI BERSAING PASAR KAGET UNTUK MEMENANGKAN PERSAINGAN Purwanto, Anaconda Bangkara
67-86
PENGARUH MARKETING MIS TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN DENGAN VARIABEL INTERVINING KEPUASAN PADA RUMAH SAKIT JIWA DR. RADJIMAN WEDIODININGRAT Dyah Sawitri, Martaleni, Ayu Bulan Febry K. D.
87-96
STRATEGI MENINGKATKAN MUTU PRODUK UNTUK MEMASUKI PASAR INTERNASIONAL (STUDI PADA BATIK TULIS KLASIK KAMPUNG GIRILOYO, IMOGIRI, BANTUL) Aftoni Sutanto
97-108
PERAN SELF EFFICACY DALAM MENINGKATKAN KINERJA KOPERASI INDONESIA Iriani Ismail ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS KARYAWAN PADA PT PKS SEUMANTOH KABUPATEN ACEH TAMIANG Tengku Putri Lindung Bulan
THE COMPARATIVE OF CORPARATE PERFORMANCE ANALYSIS BETWEEN PRE AND POST MERGERS & AQUISITIONS COMPANIES IN THE INDONESIA MANUFACTURING INDUSTRIES LISTED ON THE STOCK EXCHANGE IN 2007-2012 Rosiwarna Anwar, Fenny Chintya Debby
109-127
PERAN HUMAN CAPITAL PENGRAJIN SEPATU SEBAGAI DAYA SAING DALAM RANGKA MENINGKATKAN TURIS DI JAWA BARAT (KAJIAN PADA SENTRA CIBADUYUT JAWA BARAT) Joeliaty
128-146
RANCANG BANGUN PENCATATAN PENGELUARAN BIAYA DAN PELAPORAN ANGGARAN BIAYA KARYAWAN MARKETING AND ADMISSION UNIVERSITAS CIPUTRA BERBASIS BLACKBERRY Ivan Sebastian Tjandra, Rinabi Tanamal
147-158
ANALISIS STANDAR BELANJA UNTUK PENYUSUNAN RKA-APBD KEGIATAN PENYEDIAAN BAHAN BACAAN (STUDI PADA SKPD DI PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG TAHUN 2015) Meilinda Trisilia
Fax: 031 502 6288 E-mail:
[email protected]
Belinda Yuniandri Standyarto Nicodemus Simu
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DAN RISIKO SAHAM SERTA DAMPAKNYA TERHADAP RETURN SAHAM Belinda Yuniandri Standyarto1 Nicodemus Simu2 Alumni FEB Perbanas Institute, Jakarta Dosen FEB Perbanas Institute, Jakarta
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on Asset dan beta terhadap return saham. Unit analisis adalah perusahaan subsektor property dan real estate pada Bursa Efek Indonesia. Variabel Prediktor yang digunakan dalam penelitian ini adalah current ratio, debt to equity ratio, return on assets, dan beta. Sementara variabel dependennya adalah return saham. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, dengan kriteria, yaitu (1) perusahaan Property dan Real Estate yang secara konsisten tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2011 – 2015 dan (2) mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit dan tersedia di www.idx.co.id pada Juli 2016. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian adalah 32 perusahaan dan dengan demikian diperoleh 160 data observasi. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda, serta uji hipotesis dilakukan melalui uji-t. Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan DER dan ROA memiliki pengaruh positif signifikan terhadap return saham. Sedangkan, variabel lainnya yaitu CR dan beta tidak memiliki pengaruh terhadap return saham. Key words: Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on Asset, Beta, Return saham Pendahuluan Salah satu tujuan investor dalam berinvestasi, baik investasi riil pada aktiva berujud maupun investasi keuangan adalah mendapatkan keuntungan di dalam bentuk peningkatan nilai asetnya. Sebagai manusia yang rasional, pilihan investasi yang dilakukan investor adalah investasi yang memberikan return yang tinggi, dengan tentu saja memperhatikan risiko yang menyertai investasi tersebut. Di dalam hal investasi pada surat berharga, misalnya saham, potensi keuntungan investor bersumber dari capital gain dan pembagian dividen. Total penjumlahan capital gain dengan dividen pada umumnya disebut dengan return saham. Besarnya return yang dijanjikan oleh masing-masing saham ini dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah kinerja keuangan perusahaan--yang direpresentasikan melalui rasio keuangan--dan tingkat risiko yang dihadapi oleh perusahaan tersebut di dalam menjalankan bisnis. Rasio keuangan adalah rasio yang digunakan sebagai alat ukur kondisi suatu perusahaan di dalam periode tertentu. Setiap rasio akan memberikan informasi yang berguna bagi investor baik untuk menilai kondisi keuangan suatu perusahaan maupun untuk mengambil keputusan investasi di dalam surat berharga. Keputusan untuk buy/sell/hold atas 1 2
Alumni FEB Perbanas Institute, Jakarta Dosen FEB Perbanas Institute, Jakarta 1
Belinda Yuniandri Standyarto Nicodemus Simu
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
suatu saham dari sudut pandang investor umumnya bergantung pada hasil analisis rasio keuangan yang dilakukan oleh investor tersebut. Semakin baik informasi yang diberikan masing-masing rasio menjadi indikasi bahwa perusahaan dijalankan dengan baik dan akan berdampak pada keuntungan yang diperoleh perusahaan. Kondisi ini pada gilirannya juga berdampak pada harga saham dan dividen yang diterima investor. Sejalan dengan adanya return yang dijanjikan, kepemilikan atas suatu saham atau surat berharga lainnya pada dasarnya juga mengandung risiko. Investasi yang menjanjikan return yang tinggi selalu disertai dengan risiko yang tinggi pula. Di dalam investasi surat berharga, investasi di dalam kepemilikan saham mengandung risiko yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tabungan, deposito atau pun investasi pada obligasi. Risiko yang terkandung di dalam investasi terdiri dari risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko tidak sistematis dapat dihindari melalui diversifikasi. Risiko yang patut dipertimbangkan adalah risiko sistematis karena dengan kondisi pasar, bersifat umum dan berlaku bagi semua saham dalam bursa saham yang bersangkutan. Alat ukur risiko sistematis ini disebut dengan β (beta). Husnan (2005:200) menyatakan bahwa return saham dengan risiko sistematis memiliki hubungan linier positif. Beta yang tinggi menunjukkan saham yang menjanjikan return tinggi sekaligus juga berarti saham yang disertai dengan risiko tinggi. Penelitian mengenai kinerja keuangan terhadap return saham telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Beberapa rasio keuangan yang dijadikan sebagai indikator ukuran kinerja keuangan tersebut antara lain current ratio (Ulupui, 2007; Malintan, 2011; Budialim, 2013; serta Nugroho dan Sukhemi, 2015), return on assets (Ulupui, 2007; Malintan, 2011; Susilowati dan Turyanto, 2011; dan Budialim, 2013), return on equity (Susilowati dan Turyanto, 2011; Budialim, 2013; Ismayanti dan Yusniar, 2014; dan Andansari, 2016), debt to equity ratio (Suharli, 2005; Ulupui, 2007; Malintan, 2011; Susilowati dan Turyanti, 2011; Hermawan, 2012, Budialim, 2013; dan Ismayanti dan Yusniar, 2014), earnings per share (Susilowati dan Turyanti, 2011; Hermawan, 2012; Nugroho dan Triyonowati, 2013; Budialim, 2013; Artaya, 2014; dan Ismayanti dan Yusniar, 2014), dan price earnings ratio (Malintan, 2011; Nugroho dan Triyonowati, 2013; Artaya, 2014; dan Ismayanti dan Yusniar, 2014; dan Andansari, 2016). Hasil penelitian seperti yang disebutkan di atas menunjukkan perbedaan pengaruh dari masing-masing variabel terhadap besaran return saham. Di samping penelitian yang menggunakan rasio keuangan sebagai prediktor return saham, penelitian yang menguji dampak risiko saham terhadap return saham juga telah dilakukan beberapa peneliti. Secara umum, parameter pengukur risiko saham yang dijadikan sebagai variabel terdiri dari risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Namun demikian, sebagian besar penelitian tersebut menggunakan β (beta) sebagai pengukur risiko investasi (Suharli, 2005; Budialim, 2013; Nugroho dan Triyonowati, 2013; Ismayanti dan Yusniar, 2014; Artaya, 2014; Paramitasari, 2014; Septiani dan Suparmi, 2014; serta Nugroho dan Sukhemi, 2015). Penelitian yang dilakukan dengan menggunakan variabel β (beta) sebagai prediktor terhadap terjadinya return saham tersebut juga menunjukkan hasil temuan yang berbeda-beda, sebagian menunjukkan adanya pengaruh dan sebagian lagi menunjukkan tidak terjadinya pengaruh. Penelitian ini mencoba untuk mengkaji kembali dampak dari beberapa kinerja keuangan perusahaan, seperti current ratio, debt to equity ratio, return on assets, dan juga risiko saham yang diwakili oleh β terhadap pergerakan harga saham perusahaan, yang pada gilirannya akan juga berdampak terhadap return saham. Unit analisis di dalam penelitian ini adalah industri property dan real estate yang terdaftar di BEI. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cushman & Wakefield Indonesia pada 2015, sampai dengan akhir 2016, perkiraan tingkat occupancy gedung perkantoran di Jakarta berada pada kisaran 90% dan demikian juga sampai dengan 2017, akan dibangun 20 gedung perkantoran dengan luas 1.000.000 meter persegi. Dengan demikian kiranya dapat dipahami bahwa industri ini 2
Belinda Yuniandri Standyarto Nicodemus Simu
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
merupakan industri yang sangat potensial dan masih berkembang pesat, dan patut untuk diteliti. Kajian Pustaka dan Pengembangan Hipotesis Return Saham Menurut Gitman et. al. (2015:363) return is the total gain or loss experienced on an investment over a given period, calculated by dividing the asset’s cash distributions during the period, plus change in value, by its beginning of period investment value. Menurut defenisi tersebut, return dinyatakan secara persentasi dan ditujukan untuk menyebutkan hasil investasi, baik investasi sektor riil maupun investasi pada produk keuangan. Sementra itu, Jogiyanto (2016:264) menyatakan bahwa return terdiri dari capital gain (loss) dan yield. Selanjutnya, yield merupakan presentase penerimaan yang dibayarkan setiap periodik kepada investor terhadap suatu investasi, capital gain (loss) merupakan selisih harga saham saat pembelian dengan harga saham saat penjualan. Susilowati dan Turyanti (2011) mengemukakan bahwa keuntungan yang diperoleh perusahaan dapat berupa current income dan capital gain. Current income diperoleh investor melalui pembayaran yang bersifat periodik, misalnya bunga obligasi dan dividen, sementara dividen merupakan keuntungan yang dibagikan kepada para pemegang saham. Perolehan return saham yang tinggi merupakan suatu daya tarik dari saham tersebut. Mengacu pada teori pilihan rasional (rational choice theory), tidak dapat dipungkiri bahwa investor di dalam berinvestasi mengharapkan perolehan keuntungan, dan bukannya menderita kerugian. Likuiditas terhadap Return Saham Likuditas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk menyelesaikan kewajiban keuangan jangka pendeknya. Perusahaan yang mampu menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya berarti cukup likuid. Keown dkk (2014: 133) menyatakan bahwa likuiditas perusahaan didefinisikan sebagai kemampuan untuk menyediakan kas pada saat dibutuhkan untuk memenuhi kewajiban keuangannya. Dengan kata lain, likuditas diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban secara tepat waktu. Secara spesifik, Subramanyam (2012) berpendapat bahwa likuiditas digunakan untuk mengevaluasi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Melalui likuiditas, dapat diketahui kondisi dari arus kas perusahaan. Pada umumnya, likuiditas dapat diukur dengan menggunakan rasio likuiditas. Terdapat beberapa rasio likuiditas, yaitu current ratio, quick ratio, dan cash ratio. Rasio yang paling umum digunakan current ratio. Rasio ini menunjukkan tingkat likuiditas perusahaan dengan membandingkan aset lancar perusahaan dengan kewajiban lancarnya. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar utang jangka pendek, menunjukkan jumlah ketersediaan aktiva lancar yang dimiliki suatu perusahaan untuk membayar semua kewajiban jangka pendek. Current ratio lebih mewakili keadaan arus kas suatu perusahaan karena merupakan salah satu ratio keuangan yang paling umum digunakan untuk menentukan kondisi perusahaan dalam melunasi kewajiban lancar. Selain itu, current ratio adalah parameter yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat keamanaan (margin of safety) suatu perusahaan (Kasmir, 2014:111). Semakin tinggi current ratio berarti modal kerja perusahaan semakin baik, aktiva lancar yang dimiliki perusahaan cukup likuid dan mampu digunakan untuk membayar kewajiban jangka pendek. Dengan begitu, minat investor untuk menginvestasikan saham pada perusahaan juga meningkat. Karena investor percaya bahwa perusahaan dapat 3
Belinda Yuniandri Standyarto Nicodemus Simu
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
memenuhi kewajiban saat ditagih. Apabila current ratio suatu perusahaan rendah, bisa saja diartikan bahwa aktiva lancar yang dimiliki perusahaan tidak cukup untuk membayar kewajiban jangka pendek, perusahaan perlu memperoleh dana dari tempat lain. Hal ini dapat membuat investor takut untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut, karena dalam mencukupi kewajiban jangka pendeknya saja sudah sulit apalagi dalam memberikan performa yang baik dan memberikan keuntungan bagi investor. Peminat investor yang meningkat akan meningkatkan harga saham dan berpengaruh positif pada return yang akan diterima oleh perusahaan. Menurut Ulupui (2007) investor dapat memperoleh return lebih tinggi saat kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek semakin tinggi. Dengan demikian, hipotesis yang akan diuji adalah: H1 : Current ratio berpengaruh positif terhadap return saham Debt to Equity Ratio terhadap Return Saham Solvabilitas digunakan sebagai pengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajibannya apabila dilikuidasi. Di dalam implementasinya, solvabilitas diukur dengan rasio yang berkaitan dengan utang. Menurut Kasmir (2014:112), rasio solvabilitas mengukur proporsi aktiva yang dibiayai dengan utang. Rasio solvabilitas yang diwakili oleh Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas (Kasmir, 2014:112) dan sekaligus untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan sebagai agunan atas utang perusahaan. DER mencerminkan struktur modal perusahaan yang akan menjadi sumber informasi penting bagi kreditur maupun investor. Jika modal sendiri lebih besar dari modal pinjaman, perusahaan dapat memenuhi seluruh kewajibannya. Gitman et. al. (2015:126) menyatakan bahwa a high debt to equity ratio is often viewed as an indication that a company may not be able to generate enough cash to satisty its debt obligations. Semakin tinggi DER, semakin berat bagi perusahaan untuk menyediakan alat likuid di dalam rangka memenuhi kewajibannya, dan ini berarti risiko perusahaan akan semakin meningkat sejalan karena meningkatnya utang perusahaan yang harus diselesaikan. Utang lebih tinggi juga mencerminkan meningkatnya potensi risiko yang akan ditanggung investor. Hal ini dapat membuat investor kurang percaya pada perusahaan tersebut. Kondisi ini akan membuat investor atau calon investor untuk menahan diri di dalam melakukan pembelian atas saham perusahaan. Dampak yang mungkin ditimbulkannya adalah menurunnya harga saham dan otomatis juga menurunkan return saham. Hasil penelitian Malintan (2011) menunjukkan bahwa DER yang tinggi dapat memperbesar tanggung jawab perusahaan, beban bunga yang ditanggung semakin besar dan mengurangi keuntungan. Tingkat utang yang tinggi dan dibebankan kepada pemegang saham akan meningkatkan risiko investasi para investor. Hermawan (2012) dalam penelitiannya juga diperoleh hasil yang mengindikasikan bahwa DER yang tinggi mengakibatkan return saham menurun. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang akan diuji adalah: H2 : Debt to Equity Ratio (DER) berpengaruh negatif terhadap return saham Profitabilitas terhadap Return Saham Profitabilitas mencerminkan tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan yang dapat dilihat dari laba penjualan dan pendapatan investasi. Apabila manajemen menjalankan kegiatannya dengan efektif, laba dari penjualan dan pendapatan investasi akan meningkat. Semakin tinggi profitabilitasnya, suatu perusahaan memiliki tingkat efesiensi yang semakin 4
Belinda Yuniandri Standyarto Nicodemus Simu
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
tinggi. Profitabilitas yang tinggi dapat merupakan indikator kemampuan perusahaan dan secara tidak langsung dapat membangun prospek yang baik bagi perusahaan. Hal ini meningkatkan kepercayaan investor, meningkatkan harga saham di pasaran, return saham juga akan meningkat seiring dengan peningkatan harga saham. Profitabilitas diukur dengan rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas menurut Kasmir (2014:115) merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio profitabilitas diwakili oleh Return on Asset (ROA). ROA mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba melalui seluruh dana yang ditanamkan dalam aset perusahaan. ROA dapat mewakili jumlah laba atas investasi yang dimiliki perusahaan. ROA yang tinggi menggambarkan perusahaan tersebut cukup efisien, di dalam arti bahwa perusahaan dapat memanfaatkan seluruh aset yang dimilikinya untuk menghasilkan laba. Kemampuan perusahaan untuk mengelola asetnya secara efisien dapat meningkatkan kepercayaan investor, menarik minat investor terhadap saham akan meningkat, meningkatkan harga dan juga meningkatkan potensi return yang diperoleh ROA memiliki hubungan positif terhadap return saham. Hasil penelitian Ulupui (2007) menunjukkan bahwa ROA memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Temuan ini mengindikasikan bahwa semakin tinggi kemampuan perusahaan menghasilkan pendapatan, mengindikasikan bahwa semakin efisien perputaran aset perusahaan, yang berdampak secara langsung terhadap peningkatan nilai perusahaan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Malintan (2011), yaitu semakin tinggi ROA maka kinerja perusahaan semakin baik. Mengacu kepada deskripsi di atas, maka hipotesis yang akan diuji adalah: H3 : Return on Assets (ROA) berpengaruh positif terhadap return saham Risiko (Beta) terhadap Return Saham Risiko merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari di dalam investasi. Adanya risiko memberikan ruangan atas perbedaan return dari investasi tersebut. yang diharapkan oleh investor berbeda dari return yang sesungguhnya diperoleh setiap investor dari hasil investasi. Investor mengharapkan dapat memperoleh return atas setiap risiko investasi yang mungkin terjadi. Terjadinya risiko di dalam investasi merupakan suatu keniscayaan dan tidak dapat dihindari, setiap investasi yang dipilih memiliki risiko yang berbeda-beda. Risiko dalam investasi terdiri dari risiko sistematis dan risiko tidak sistematis. Risiko tidak sistematis merupakan risiko yang tidak dapat dieliminasi melalui diversifikasi mengingat risiko ini berkaitan dengan kondisi pasar secara umum dan akan tetap ditanggung oleh investor. Risiko tidak sistematis atau risiko pasar ini berkaitan dengan misalnya regulasi pemerintah dan kondisi makro ekonomi antara lain perubahan tingkat suku bunga, pergerakan nilai tukar, jumlah uang beredar, dan tingkat inflasi. Parameter yang bisa digunakan untuk menghitung risiko sistematis adalah beta (β). Menurut Gitman et. al. (2015:382) beta coefficient is a relative measure of nondiversifiable risk. An index of the degree of movement an asset’s return in response to a change in the market return. Koefisien β merupakan ukuran kepekaan risiko dengan memperhitungkan tingkat sensitivitas perubahan harga saham sebagai akibat perubahan kondisi pasar. β dapat menjadi gambaran bagi investor, saham mana yang akan memberikan keuntungan tinggi dengan risiko tinggi, serta saham mana yang cenderung aman karena memiliki risiko yang rendah. Perubahan β mengakibatkan perubahan return yang diharapkan oleh setiap investor. Apabila koefisien β berubah semakin tinggi maka expected return akan semakin tinggi, demikian pula sebaliknya, jika koefisien β semakin rendah maka expected return juga 5
Belinda Yuniandri Standyarto Nicodemus Simu
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
semakin rendah (Gitosudarmo dan Basri: 263 – 264). Gitman, et. al. (2015) menyatakan bahwa beta yang semakin tinggi akan menandakan semakin besar suatu sekuritas dihadapkan pada risiko sistematik dan semakin tinggi return yang harus ditawarkan bagi investor. Hal ini sejalan dengan hasil Penelitian Budialim (2013) yang menunjukkan bahwa beta berpengaruh positif signifikan terhadap return saham perusahaan, peningkatan beta akan meningkatkan return saham. Berdasarkan uraian di atas, hipotesis yang akan diuji adalah: H4 : Beta berpengaruh positif terhadap return saham Metode Penelitian Penelitian ini tergolong jenis penelitian asosiatif kuantitatif. Variabel prediktor yang digunakan di dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu variabel yang bersumber dari kinerja keuangan, current ratio, debt to equity ratio, return on asset. Sementara variabel prediktor sebagai proksi dari risiko saham adalah beta (β). Di sisi lain, variabel dependennya adalah return saham. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh perusahaan Real Estate dan Property yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, dengan menggunakan dua kriteria, yaitu: (1) Perusahaan Property dan Real Estate yang secara konsisten tercatat di Bursa Efek Indonesia periode 2011 – 2015 dan (2) mempublikasikan laporan keuangan tahunan yang telah diaudit dan tersedia di www.idx.co.id pada Juli 2016. Berdasarkan kriteria tersebut, maka jumlah perusahaan yang dijadikan sampel adalah sebanyak 32 perusahaan dan menghasilkan 160 data observasi. Pengumpulan data dilakukan dari berbagai sumber. Data variabel CR, DER, dan ROA diperoleh dari Company Report dan Laporan Keuangan Tahunan perusahaan yang telah diaudit serta diperoleh melalui www.idx.co.id. Sedangkan untuk data beta dan return menggunakan data IHSG dan data harga saham individual melalui close price adjusted for dividends and splits di www.yahoofinance.com, melalui angka tersebut dihitung menggunakan rumus sehingga diperoleh beta dan return untuk setiap perusahaan. Tabel di bawah ini menunjukkan definisi operasional masing-masing variabel yang digunakan di dalam penelitian ini, baik sebagai variabel dependen maupun sebagai variabel prediktor. Tabel 1: Operasionalisasi Variabel Variabel Konsep Variabel Ukuran Skala Return Saham Capital gain (loss) + yield Rasio �� − ��− + � (R) ��− � � � Current Ratio Tingkat likuiditas perusahaan Rasio (CR) dengan membandingkan aset � �� � � �� lancar perusahaan dengan kewajiban lancar �� � � � �� Debt to Equity Perbandingan utang dengan � Rasio Ratio ekuitas � �� (DER) Return on Asset (ROA)
Mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba melalui seluruh dana yang ditanamkan dalam aset perusahaan
�� � � � � �
Rasio
6
Belinda Yuniandri Standyarto Nicodemus Simu
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
Variabel Beta (β)
Konsep Variabel A relative measure of nondiversifiable risk. An index of the degree of movement an asset’s return in response to a change in the market return. Sumber: Peneliti (2016), diolah
Ukuran (��, �� ) �� = � ��
Skala Rasio
Analisis data di dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda (multiple regression model) sebagai alat analisis utama. Uji signifikansi pengaruh masingmasing variabel prediktor terhadap variabel dependen menggunakan uji-t (t-test), sementara pengujian goodness of fit akan menggunakan uji-F (F-test). Pengujian untuk mengukur besarnya kontribusi variabel prediktor terhadap variasi variabel dependen menggunakan koefisien determinasi, yaitu koefisien determinasi yang disesuaikan atau Adjusted R Square. Secara umum, model regresi linier berganda yang diajukan adalah sebagai berikut. R = α + b1CR + b2DER + b3ROA + b4β + e Dimana: R CR DER ROA β α b1, b2, b3, b4 e
= Return saham = Current ratio = Debt to Equity Ratio = Return on Asset = Risiko (beta) = Konstanta = Koefisien regresi masing-masing CR, DE, ROA, dan β = standar error
Hasil dan Pembahasan Analisis data terhadap ke-32 perusahaan sampel penelitian dan menggunakan 5 (lima) tahun periode data, menghasilkan 160 data untuk masing-masing variabel. Statistik deskriptif dari data yang dianalisis ditunjukkan pada tabel berikut. Tabel 2: Statistik Deskriptif RETURN Mean 2.798868 Median 1.816060 Maximum 58.52177 Minimum -5.695565 Std. Dev. 6.246103 Observations 160 Sumber: Peneliti (2016). Diolah
CR 1.948568 1.494795 7.827660 0.195135 1.376070 160
DER 0.825483 0.725611 2.850000 0.077094 0.501002 160
ROA 5.939330 5.595000 31.61000 -10.27000 6.051509 160
BETA 1.200725 1.154972 4.808478 -2.439141 1.268164 160
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa besaran return terendah adalah -5,70% dan tertinggi 58,52%, dengan rata-rata sebesar 2,7989% dan standar deviasinya sebesar 6,24610. Sementara itu, pada variabel current ratio, rasio terendah sebesar 19,51% dan tertinggi 783%. Nilai rata-rata current ratio adalah 194,86% dan standar deviasinya 1,376. Selanjutnya untuk 7
Belinda Yuniandri Standyarto Nicodemus Simu
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
variabel DER, nilai terendah sebesar 7,71%, rata-rata 82,55%, dan nilai tertinggi 285%. Standar deviasi DER adalah 0,501. Variabel ROA memiliki nilai terendah -10,27%, nilai tertinggi 31,61%, dengan rata-rata sebesar 5,939% dan standar deviasinya adalah 6,05151. Variabel terakhir, yaitu beta memiliki nilai terendah sebesar -2,44, sementara nilai tertingginya adalah 4,81, rata-rata koefisien beta adalah sebesar 1,2007 dan standar deviasi 1,268. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dilakukan agar data-data yang digunakan di dalam penelitian ini memenuhi asumsi best linear unbiased estimation (BLUE). Untuk itu, pengujian asumsi klasik akan meliputi uji normalitas, uji autokorelasi, uji heteroskedastisitas, dan uji multikolinearitas. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk memastikan data residual yang terbentuk dari model regresi memiliki distribusi normal. Gambar berikut menunjukkan hasil uji normalitas. Gambar 1: Uji Normalitas 20
Series: Residuals Sample 1 160 Observations 160
16
12
8
4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
1.31e-15 -0.173658 12.03996 -7.959750 4.199148 0.269033 2.597393
Jarque-Bera Probability
3.010710 0.221939
0 -8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
12
Sumber: Peneliti (2016), diolah Pada data di atas dapat dilihat bahwa nilai Jarque-Bera sebesar 3,01 yang artinya lebih besar dari 0,05 (5%). Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi secara normal. Uji Autokolerasi Uji autokolerasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara faktor pengganggu satu dengan lainnya. Pengujian autokolerasi dilakukan melalui koefisien DurbinWatson.
8
Belinda Yuniandri Standyarto Nicodemus Simu
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 4, Nomor 1, Oct 2016 Tabel 3: Uji Autokorelasi
Sumber: Peneliti (2016), diolah Data yang diuji tidak mengalami autokorelasi apabila dU < DW < 4-dU. Berdasarkan jumlah sampel (n) = 160, variabel bebas (k) = 4, maka dapat diketahui bahwa 1,7930 < 2,206 < 2,207, sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang diuji terbebas dari adanya autokorelasi. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskdeastisitas digunakan untuk menguji perbedaan varians residual suatu periode pengamatan ke periode pengamatan lain. Prediksi tersebut dapat dilihat melalui pola gambar residual, yang dapat dilihat hasilnya pada tabel berikut ini. Gambar 2: Uji Heteroskedastisitas 20 15 10 5 15
0
10
-5 -10
5 0 -5 -10 25
50 Residual
75
100 Actual
125
150
Fitted
Sumber: Peneliti (2016), diolah Melalui pola di atas, dapat dilihat bahwa residualnya tidak membentuk pola tertentu yang teratur dan data tersebar secara acak di sekitar garis angka 0, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model regresi tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui terdapat atau tidaknya hubungan atau korelasi yang signifikan antar variabel independen. Berikut adalah tabel hasil uji multikolinearitas.
9
Belinda Yuniandri Standyarto Nicodemus Simu
DER BETA ROA RETURN CR
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
Tabel 4: Uji Multikolinearitas DER BETA ROA RETURN 1.000000 0.286892 0.069438 0.229826 0.286892 1.000000 0.052639 0.183773 0.069438 0.052639 1.000000 0.198449 0.229826 0.183773 0.198449 1.000000 -0.244405 0.002676 -0.106990 -0.072291 Sumber: peneliti (2016), diolah
CR -0.244405 0.002676 -0.106990 -0.072291 1.000000
Pada tabel di atas terlihat bahwa besaran koefisien korelasi antar variabel bebas semuanya menunjukan angka sebesar kurang dari 0,8. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinearitas. Analisis Regresi Linier Berganda Pengolahan data dengan menggunakan software statistik menunjukkan hasil sebagai berikut. Tabel 5: Hasil Estimasi Model Regreasi
Sumber: Peneliti (2016), diolah Berdasarkan hasil analisis pada tabel tersebut, diperoleh persamaan sebagai berikut: Return Saham = - 0,788 – 0, 043 CR + 2,242 DER + 0,184 ROA + 0,605 β Interpretasi dari persamaan di atas adalah bahwa apabila tidak terdapat variabel CR, DER, ROA dan beta, maka besarnya return saham adalah -0,788. Selanjutnya--dengan asumsi variabel lain tidak berubah--perubahan sebesar satu persen pada CR akan menyebabkan penurunan return saham sebesar 4,3%. Sebaliknya, asumsi variabel lain tidak berubah, perubahan sebesar satu persen pada masing-masing nilai DER, ROA, dan Beta akan menyebabkan peningkatan return saham secara berurutan adalah sebesar 224,2%, 18,4%, dan 60,5%.
10
Belinda Yuniandri Standyarto Nicodemus Simu
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 4, Nomor 1, Oct 2016 Tabel 6: Tabel Uji F
Sumber: Peneliti (2016), diolah Berdasarkan tabel 6 di atas terlihat bahwa besarnya nilai Prob (F-statistic) adalah sebesar 0,002, dan nilai lebih rendah daripada 5%. Dengan demikian model persamaan regresi regresi yang diperoleh layak digunakan untuk menjelaskan perubahan return saham sebagai akibat dari perubahan-perubahan pada Current Ratio, Debt to Equity Ratio, Return on Asset, dan risiko (beta). Meskipun demikian besarnya pengaruh seluruh variabel terhadap return saham--yang ditunjukkan dengan koefisien Adjusted R-Square--relatif rendah, yaitu sebesarnya 7,7%. Mengacu pada hasil analisis pada tabel 5, pengujian hipotesis penelitian dengan menggunakan uji-t menunjukkan bahwa besaran nilai prob untuk variabel DER dan ROA lebih rendah dari pada 5%, yaitu sebesar 0,0304 dan 0,0214. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa DER dan ROA memiliki pengaruh signifikan terhadap return saham. Hasil yang berbeda terlihat pada variabel CR dan β yang menunjukkan nilai prob kedua masing-masing sebesar 0,9040 dan 0,1261. Nilai prob kedua variabel ini berada di atas 0,05 dan berarti bahwa kedua variabel ini tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Penelitian ini mengajukan hipotesis kedua bahwa DER berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham. Hasil penelitian ini menemukan fakta yang berbeda, yaitu DER berpengaruh positif signifikan terhadap return saham. Pada umumnya, utang merupakan indikator yang terlihat secara nyata oleh investor. Sebagian investor berasumsi bahwa penggunaan utang yang tinggi selalu disertai dengan risiko yang meningkat, terutama yang berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajiban keuangannya. Perusahaan yang bernilai tinggi akan cenderung memiliki lebih banyak utang dibandingkan perusahaan yang bernilai lebih rendah. Cost of debt yang tinggi merupakan penghambat perusahaan dengan nilai rendah untuk berutang lebih banyak. Bagi perusahaan properti dengan aset besar, utang tersebut dimanfaatkan di dalam pembiayaan properti, dan sepanjang dapat secara rutin memberikan cash inflow bagi perusahaan, hal itu tidak dipandang buruk bagi investor. Kepemilikan aset likuid yang tinggi menjamin kelancaran untuk membayar biaya utang yang timbul. Selain itu, penggunaan utang yang banyak juga menandakan bahwa perusahaan memiliki kemampuan membayar kembali bunga utang beserta prinsipalnya. Data supply dan demand properti (mall) Jakarta, Depok, Bogor, Tangerang, dan Bekasi secara konstan menunjukkan peningkatan selama kurun waktu 2011-2015. Statistik ini sekaligus menjadi indkator bahwa meskipun besaran DER mengalami peningkatan, tetapi peningkatan tersebut digunakan diinvestasikan kembali menjadi properti. Sepanjang jumlah permintaan (yang dibuktikan dengan peningkatan tingkat okupansi mall) dapat mengimbangi supply properti yang tersedia, investor atau calon investor saham perusahaan mengasumsikan tetap terjadi net cash inflow bagi perusahaan. Dengan demikian, perusahaan memiliki kinerja yang baik dalam menghasilkan keuntungan dan return saham, serta menambah menambah kepercayaan investor. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Susilowati (2011) dan Ismyanti dan Yusniar (2014) yang menunjukkan bahwa DER memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap return saham, namun berbanding terbalik dengan penelitian Hermawan 11
Belinda Yuniandri Standyarto Nicodemus Simu
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
(2012) yang menyatakan sebaliknya. Hasil penelitian ini juga berbeda dengan penelitian Suharli (2005), Ulupui (2007), Melintan (2011), Budialim (2013) yang menyatakan DER tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Hasil penelitian ini mendukung hipotesis ketiga bahwa ROA berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham diterima. ROA merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba melalui seluruh dana yang ditanamkan dalam aset perusahaan. Semakin tinggi ROA menandakan perusahan cukup baik dalam mengelola asetnya untuk memperoleh keuntungan. Selanjutnya, semakin tinggi ROA, kepercayaan investor untuk menanamkan modal pada perusahaan akan meningkat. Hal ini terjadi karena investor percaya perusahaan dapat memanfaatkan aset dengan baik agar dapat menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Keuntungan yang semakin tinggi akan berdampak pada meningkatnya harga saham yang selanjutnya meningkatkan return. Hasil ini juga didukung oleh hasil penelitian Ulupui (2007) dan Malintan (2011), semakin tinggi ROA maka kinerja perusahaan dipandang semakin baik oleh investor, perusahaan dapat memanfaatkan aset yang dimiliki dengan baik sehingga dapat menghasilkan pendapatan. Sebaliknya, penelitian ini menemukan hasil yang berbeda dibandingkan dengan penelitian Susilowati dan Turyanto (2011) dan Budialim (2013), yaitu ROA tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Penelitian ini menemukan bahwa current ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham dan hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis pertama. Menurut Ross et. al. (2010 : 104), current ratio yang tinggi secara langsung menunjukkan alat likuid perusahaan terlalu banyak dan sekaligus mengindikasikan bahwa perusahaan tidak efisien dalam menggunakan uang kas serta aset jangka pendek yang dimiliki. Dengan bahasa yang berbeda, current ratio yang tinggi adalah indikator adanya idle money. Umumnya, idle money tersebut tidak menghasilkan uang, yang bisa diartikan managemen perusahaan tidak memanfaatkan aset yang dimiliki dengan baik. Gitman et. al. (2015) menyatakan bahwa current ratio yang tinggi memang menandakan likuiditas yang semakin baik. Namun demikian, patut dipahami bahwa kebutuhan likuiditas pada setiap industri dan perusahaan berbeda-beda, nilainya sangat tergantung pada beberapa hal, termasuk antara lain ukuran perusahaan atau pun tingkat volatilitas bisnis yang dihadapi. Aset likuid yang tinggi tersebut akan lebih baik didistribusikan kembali ke dalam investasi yang menguntungkan, sehingga dapat memberikan tingkat pengembalian yang lebih tingi pula. Pada saat memutuskan untuk investasi, tujuan investor adalah mempertahankan dan meningkatan kesejahteraannya dan ini hanya dapat diperoleh apabila perusahaan mendapatkan keuntungan. Apabila perusahaan tidak menunjukkan kinerja yang baik, termasuk tidak bijaksana di dalam memanfaatkan aset lancar yang dimiliki, kepercayaan investor terhadap perusahaan akan menurun. Dikaitkan dengan industri yang dijadikan dasar penelitian ini, dapat disebutkan bahwa perusahaan di sub sektor property dan real estate tidak membutuhkan aset lancar yang besar, oleh karena itu, aset lancar tersebut seharusnya digunakan untuk diinvestasikan kembali agar lebih maksimal lagi dalam menghasilkan keuntungan. Hasil penelitian ini didukung oleh Malintan (2011) dan Budialim (2013), namun tidak sejalan dengan temuan Ulupui (2007) yang menyatakan bahwa current ratio berpengaruh positif signifikan terhadap return saham. Hipotesis ke-4 menyatakan bahwa beta berpengaruh positif terhadap return saham. Gitman, et. al. (2015) menyatakan bahwa beta yang semakin tinggi akan menandakan semakin besar suatu sekuritas dihadapkan pada risiko sistematik. Semakin tinggi risiko sistematik yang membayangi suatu sekuritas, maka semakin tinggi pula return yang harus ditawarkan bagi investor. Penelitian ini menemukan bahwa β tidak memiliki pengaruh terhadap return saham. Hasil serupa sejalan dengan penelitian Suharli (2005), Nugroho dan Triyonowati (2013), Artaya (2014), serta Septiani dan Suparmi (2014). Di sisi lain, Budialim 12
Belinda Yuniandri Standyarto Nicodemus Simu
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
(2013), Ismayanti dan Yusniar (2014), dan Paramitasari (2014) menemukan bahwa β berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham atau penelitian Nugroho dan Sukhemi (2015) yang menemukan bahwa β berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham dan hasil-hasil penelitian ini berbeda dengan temuan di dalam penelitian ini. Beta adalah menunjukkan risiko. Risiko yang dimaksudkan di sini merupakan risiko yang tidak dapat dihindarkan, termasuk dengan melalui serangkaian upaya diversifikasi portofolio karena berkaitan dengan kondisi pasar secara umum. Di dalam penelitian ini, disinyalir bahwa beta bukan merupakan suatu faktor yang diperhatikan oleh investor dalam memutuskan untuk berinvestasi. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya semua industri pasti dihadapkan pada risiko. Oleh karena itu, dianggap bahwa risiko merupakan suatu kenicayaan. Selain itu, para investor kiranya memandang prospek industri sebagai suatu faktor yang cukup dominan untuk menentukan pertimbangan investasi. Sepanjang industri Real Estate dan Property memiliki prospek pertumbuhan yang baik, baik pada sisi supply maupun dari aspek permintaan, investor akan tetap tertarik untuk menanamkan dana pada industri ini. Berdasarkan data sales rate dan supply, dalam hal ini diwakili oleh condominium (apartemen dengan hak milik), sejak 2009 sampai dengan prediksi 2016, diperoleh fakta bahwa tingkat penjualan (sales rate) apartemen dengan hak milik di Jabodetabek tahun 20112015 cenderung stabil dan mendekati tingkat 100%. Demikian pula data tingkat pra penjualan (pre-sales rate) yang menunjukkan kondisi yang stabil. Supply condominium cendung meningkat dari tahun ke tahun, bahkan di tahun 2016 ini diprediksikan meningkat dengan peningkatan yang cukup tinggi. Selain itu, sepanjang 2011-2015, jumlah proposed supply terus mengalami peningkatan, dan terakhir, seperti disebutkan pada bagian sebelumnya, tingkat occupancy mall juga mengalami peningkatan yang tinggi dan konstan. Berbekal gambaran kondisi yang cukup optimis ini kiranya cukup wajar apabila investor memiliki image positif terhadap kinerja perusahaan tersebut di dalam mempertahankan tingkat keuntungan dan membuat investor yakin bahwa menginvestasikan dana mereka pada industri properti memiliki prospek yang baik, tanpa harus memperhatikan besaran beta perusahaan. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bagian sebelumnya, berikut adalah kesimpulan yang dapat diambil, yaitu (1) debt to equity ratio (DER) berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham; (2) Return on asset (ROA) berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham; dan (3) Current ratio (CR) serta beta (β) tidak berpengaruh terhadap return saham perusahaan subsektor property dan real estate pada Bursa Efek Indonesia. Daftar Pustaka Ross, Stephen, Westerfield W., Randolph, dan Jaffe, Jeffrey. (2010). “Coorporate Finance 9th Edition”. New York: The McGraw – Hill. Andansari, Neni Awika. (2016). “Pengaruh Return on Equity (ROE), Price Earning Ratio (PER), Total Asset Turn Over (TATO) dan Price to Book Value (PBV) terhadap Return Saham (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur Sektor Makanan dan Minuman yang terdaftar di BEI Periode 2008 – 2014)”. Journal of Accounting: Vol. 2, No. 2 Artaya, Made, Ida Bagus Anom Purbawangsa, dan Luh Gede Sri Artini. (2014). “Pengaruh Faktor Ekonomi Makro, Risiko Investasi, dan Kinerja Keuangan Terhadap Return Saham Perusahaan di Bursa Efek Indonesia (BEI)”. E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis: Universitas Udayana, 3.12. 13
Belinda Yuniandri Standyarto Nicodemus Simu
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
Budialim, Giovanni. (2013). “Pengaruh Kinerja Keuangan dan Risiko terhadap Return Saham Perusahaan Sektor Consumer Goods di Bursa Efek Indonesia Periode 2007 – 2011". Jurmal Ilmiah Mahasiswa: Universitas Surabaya, Vol. 2 No.1. Cushman & Wakefield Indonesia Research. (2016).”Jakarta Property Market Overview Q2 2016”. ---------. (2015).”Property Market Outlook 2016”. Gitman, J. Lawrence dan Zutter, Chad J. (2015). “Principles of Managerial Finance, 14th Edition”. England: Pearson Education Limited. Gitosudarmo, Indriyo dan Basri. (2013). “Manajemen Keuangan Edisi Keempat”. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Hartono, Jogiyanto. (2016). “Teori Portfolio dan Analisis Investasi Edisi 10”. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Hermawan, Dedi Aji. (2012). “Pengaruh Debt to Equity Ratio, Earning Per Share dan Net Profit Margin terhadap Return Saham”. Management Analysis Journal: 1 (5). Ismayanti, Diah dan Meina Wulansari Yusniar. (2014). “Pengaruh Faktor Fundamental dan Risiko (Beta) Terhdap Return Saham pada Perusahaan Yang Termasuk Dalam Indeks LQ-45”. Jurnal Wawasan Manajemen: Vol. 2, No. 1. Kamaludin dan Indriani, Rini. (2012). Manajemen Keuangan “Konsep Dasar dan Penerapannya Edisi Revisi”. Bandung: CV. Mandar Maju. Kasmir. (2010). “Pengantar Manajemen Keuangan Edisi Kedua”. Jakarta: Prenadamedia Group. Keown, Arthur J., John D. Martin, dan J. William Petty. (2014). “Foundation of Finance: The Logic and Practice of Financial Management”, 8th edition. Edinburg Gate, Harlow, Essex, England, Pearson Education Limited. Malintan, Rio. (2011). “Pengaruh Current Ratio (CR), Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (DER) dan Return on Asset (ROA) terhadap Return Saham Perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2005 – 2010”. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis: Vol. 1 No. 1. Nugroho, Imron Joko dan Triyonowati. (2013). “Pengaruh Risiko Sistematis dan Faktor Fundamental Terhadap Return Saham Perusahaan Otomotif”. Jurnal Ilmu & Riset Manajemen: Vol. 2, No. 12. Nugroho, Inggit dan Sukhemi. (2015). “Pengaruh Risiko Sistematis dan Likuiditas Terhadap Return Saham pada Perusahaan manufaktur Yang Terdaftar di BEI”. Jurnal Akuntansi: Vol. 3, No. 2 Paramitasari, Ratih. (2014). “Pengaruh Risiko Sistematis dan Risiko Tidak Sistematis Terhadap Expected Return Saham Dalam Rangka Pembentukan Portofolio Saham LQ-45 Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Dengan Single Index Model Periode Tahun 200”. Jurnal Organisasi dan Manajemen: Vol. 10, No. 1. Septiani, Ni Nyoman Devi dan Ni Luh Supadmi. (2014). “Analisis Pengaruh Beta Terhadap return Saham Periode Sebelum dan Saat Krisis Global (Studi pada Perusahaan Perbankan di BEI)”. E-Jurnal Akuntansi: Universitas Udayana, 7.1
14
Belinda Yuniandri Standyarto Nicodemus Simu
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol 4, Nomor 1, Oct 2016
Subramanyam. K. R. dan Wild, John J. (2012). “Financial Statement Analysis 10th Edition”. New York: The McGraw - Hill. Suharli, Michell. (2005). “Studi Empiris terhadap Dua Faktor yang Mempengaruhi Return Saham pada Industri Food & Beverages di Bursa Efek Jakarta”. Jurnal Akuntansi & Keuangan: Vol. 7, No. 2. Susilowati, Yeye dan Tri Turyanto. (2011). “Reaksi Signal Rasio Profitabilitas dan Rasio Solvabilitas terhadap Return Saham Perusahaan”. Dinamika Keuangan dan Perbankan, Vol. 3, No. 1. Ulupui, I G. K. A. (2007). “Analisis Pengaruh Rasio Likuiditas, Leverage, Aktivitas dan Profitabilitas terhadap Return Saham (Studi pada Perusahaan Makanan dan Minuman dengan Kategori Industri Barang Konsumsi di BEJ)”. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Bisnis:Vol. 2, No. 1 www.idx.co.id www.yahoofinance.com
15
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
ANALISIS STRATEGI BERSAING PASAR KAGET UNTUK MEMENANGKAN PERSAINGAN Purwanto1,2 , Anaconda Bangkara2 1 Faculty of Economic and Business, Padjajaran University, Bandung, Indonesia 2 Faculty of Business , President University, Bekasi, Indonesia Abstract The problem companies are becoming increasingly complex and competitive business be increased very sharply, as a result of changes in the business environment in the era of globalization. Companies must be able to adapt to the environment in order to survive in the midst of these conditions. For that management is required to manage the organization in a better and more professional in controlling the activities of the company. Business "shock market" Cikarang, Jababeka, Bekasi as a collection of merchants who sell various products to lower middle class should immediately anticipate and prepare for making new business strategies to survive and thrive in the future. The study has the purpose of analyzing the external and internal business environment, identifying, evaluating business strategies and finding alternative strategies for the future that can be implemented " shock market.” External business environment will be analyzed with descriptive qualitative method involving shared business environment (economic, political, ecological and technological), Porter's competitive forces, the forces of the trigger and the key success factors.The results showed that the manager should earnestly follow external analysis results such as politics, economics and ecology as well as industrial environments (competition among members of the industry, the threat of new entrants, threat of substitute products, buyer powerful and strong supplier) Keywords : market shock, the external business environment , the strength of competition Porter 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan bisnis di era globalisasi saat ini mengakibatkan kompetisi antar perusahaan semakin hebat. Tantangan yang dihadapi setiap perusahaan terus bertambah dan kompleks seiring tuntutan dari dalam maupun luar. Pasar tradisional termasuk pasar kaget kini kian tereduksi oleh hadirnya pusat perbelanjaan modern di Indonesia paska reformasi 1998 hingga kini. Eksistensi pasar modern di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Menurut data yang diperoleh dari Euromonitor (2004), hypermarket merupakan peritel dengan tingkat pertumbuhan paling tinggi (25%), koperasi (14,2%), minimarket convenience stores (12,5%), independent grocers (8,5%), dan supermarket (3,5%). Selain mengalami pertumbuhan dari sisi jumlah dan angka penjualan, peritel modern mengalami pertumbuhan pangsa pasar sebesar 2,4% per tahun terhadap pasar tradisional. Berdasarkan survey AC Nielsen (2006) menunjukkan bahwa pangsa pasar dari pasar modern meningkat sebesar 11,8% selama lima tahun terakhir. Jika pangsa pasar dari pasar modern pada tahun 2001 adalah 24,8% maka pangsa pasar tersebut menjadi 32,4% tahun 2005. Hal ini berarti bahwa dalam periode 2001 – 2006, sebanyak 11,8% konsumen ritel Indonesia telah meninggalkan pasar tradisional dan beralih ke pasar modern.
16
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Persoalan eksistensi pasar tradisional pada era globalisasi sekarang ini memang menarik disoroti, terlebih peran yang diembannya sebagai bisnis ritel tradisional. Adanya liberalisasi bisnis ritel tidak terlepas dari liberalisasi ekonomi. Nilai investasi bisnis ritel modern di tahun 2006 sebesar Rp 50,8 triliun dan tahun 2008 meningkat menjadi Rp 58,5 triliun. Hal tersebut berlanjut di tahun 2010 dimana bisnis ritel modern tumbuh 12% dan tahun 2012 diperkirakan ritel modern akan tumbuh 13% 15%. Kondisi ini tentunya sangat kontras dengan kondisi perekonomian yang dihadapi pasar tradisional. Menurut data yang dihimpun dari Kemendag tahun 2011 menyebutkan pasar tradisional mengalami pertumbuhan minus 8,1% setiap tahunnya. Tingkat profitabilitas pasar tradisional juga mengalami penyusutan secara masif semenjak ritel mengalami liberalisasi pada tahun 2000. Tercatat bahwa profitabilitas pasar tradisional di kawasan Jabodetabek pada tahun 2001 mengalami penyusutan hingga 40% dan pada 2011 lalu pasar tradisional mengalami penyusutan mencapai 60%. Kondisi serupa juga berlaku di berbagai wilayah Indonesia lainnya yang rata-rata mencapai 70-80% tiap tahunnya. Oleh karena itulah, sinyalemen bahwa perekonomian nasional tidak berpihak kepada rakyat memang benar adanya. Matinya pasar tradisional sebagai arena ekonomi mikro bagi rakyat oleh hadirnya ritel modern yang dikomandoi oleh swasta asing yang berkolaborasi dengan swasta nasional menandakan bahwa terjadi praktik neokolonialisme dalam konteks perekonomian di Indonesia. Di kota Jababeka, Cikarang, Bekasi dengan jumlah lebih dari 10 ribu perumahan, merupakan pasar yang potensial bagi peritel nasional maupun peritel asing. Memang banyaknya jumlah penduduk merupakan faktor utama berhasil tidaknya pasar ritel. “Pasar kaget” yang diselenggarakan sejak tahun 2011 dan dilaksanakan setiap akhir minggu dan diberi nama “Festival Belanja dan Kuliner Plaza JB” sebagai salah satu pasar ritel simbol perekonomian rakyat. Nilai utilitas atau nilai guna pasar kaget sangat urgen bagi masyarakat bawah, karena terdapat puluhan ribu orang rakyat kecil (pedagang) yang menggantungkan biaya hidupnya, sumber penghidupannya. Pasar ini berada di bawah pengelolaan manajemen PT. Tsann Kuen Property Development Indonesia dan beralamat di Jl. Niaga Raya Kav. 1, Jababeka Cikarang 17550. Sebagai gambaran, pasar kaget atau pasar festival digelar setiap akhir minggu di halaman parkir Plaza JB yang diikuti sekitar 151 pedagang internal (tenant) dan pedagang eksternal. Pedagang internal berasal dari peserta yang setiap harinya membuka kios atau toko di dalam supermarket Plaza JB, sedangkan pedagang eksternal berasal dari luar yang telah lolos seleksi. Jenis produk yang dijual dikelompokkan ke dalam kuliner atau makanan serta non kuliner yang berupa produk asesoris, pakaian, boneka dan sejenisnya. Supermarket di Cikarang tumbuh dengan pesat dan mengindikasikan munculnya berbagai masalah di pasar tradisional umumnya dan pasar kaget khususnya. Indikasi ini terlihat ketika konsumen dan pelanggan berlari meninggalkan pasar kaget dan beralih ke berbagai supermarket. Mengantisipasi perkembangan beralihnya masyarakat ke supermarket, diperlukan peningkatan tuntutan masyarakat yang menginginkan pelayanan pasar yang lebih profesional dan sekaligus mengantisipasi perkembangan atau persaingan perdagangan eceran (retail business) yang semakin tajam dan semakin ketat di masa yang akan datang, maka dituntut melakukan upaya pembenahan untuk mengubah/memperbaiki citra (image) pasar kaget yang terkesan negatif untuk kemudian tampil dalam performa baru menyangkut manajemen/restrukturisasi, sumber daya manusia, sumber dana, kualitas pelayanan dan kuantitas komoditas yang dijual sesuai dengan tuntutan masyarakat. Ditambah lagi di bawah manajemen PT. Jababeka juga menyelenggarakan pasar pagi sejak sekitar setahun yang lalu dan diberi nama Pasar Bersih Cikarang. Kondisi tersebut mengharuskan pihak manajemen dapat mengelola organisasinya secara lebih baik dan profesional agar perusahaan (pasar kaget) tetap survival dan tujuan perusahaan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien, mampu mengevaluasi kejadian dan perubahan 17
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
masa lalu dan mampu bereaksi terhadap perubahan yang sedang terjadi saat ini maupun masa yang akan datang. Pihak manajemen harus introspeksi diri dengan melihat apakah selama ini pedagang telah memahami keinginan konsumen ataukah belum. Apakah persepsi pedagang selama ini sama dengan konsumen ataukah tidak mengenai faktor yang dipertimbangkan konsumen untuk berbelanja di pasar kaget. Selain itu juga perlu diketahui variabel apa yang dipertimbangkan konsumen sehingga memutuskan berbelanja di supermarket atau cenderung di pasar kaget. 1.2. Rumusan dan Pembatasan Masalah Pasar kaget di dekat pemukiman telah memberikan dampak positif diantaranya mampu memberikan pelayanan bagi kebutuhan warga; menyediakan kebutuhan sehari-hari, memberikan peluang usaha, kesempatan kerja serta mendorong pengembangan suatu wilayah, yang pada akhirnya jika kesejahteraan dan pendapatan ekonomi meningkat akan berpengaruh pada perbaikan kualitas masyarakat. Khusus pasar festival, penyelenggaraan setiap akhir pekan bertujuan untuk menarik pembeli dan menambah pelanggan untuk berbelanja di tenda/lapak serta memasuki Plaza JB yang akhir-akhir ini mulai sepi pengunjung. Hal inilah yang mendasari pemikiran manajemen PT. Tsann Kuen Property Development Indonesia agar pasar festival harus banyak pengunjung dan dapat memenangkan persaingan dengan kompetitor lainnya termasuk Pasar Bersih Cikarang dan ritel lainnya. Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah “Analisis Strategi Bersaing Pasar Kaget untuk Memenangkan Persaingan (Studi Kasus Pasar Festival Belanja dan Kuliner Plaza JB, Jababeka, Cikarang) .” Hal-hal yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah strategi manajemen untuk mempertahankan pelanggan serta dapat meningkatkan jumlah konsumen sehingga pengguna atau penyewa pasar kaget meningkat. Analisa permasalahan akan dibatasi dalam ruang lingkup sebagai berikut: a. Lokasi penelitian pasar kaget akan dibatasi di Pasar Festival Belanja dan Kuliner Plaza JB wilayah kota Jababeka, Cikarang, Bekasi yang diselenggarakan sejak tahun tahun 2011. b. Pemakaian data internal, antara lain: jumlah pengguna/penyewa, biaya sewa, jenis produk yang dijual, jumlah pengunjung, jumlah karyawan yang diambil sejak tahun 2011 ke atas. Data kompetitor akan diambil melalui PT. Jababeka, Tbk dan hanya kompetitor yang masih aktif dan sehat. c. Data struktur organisasi, survey kepuasan pelanggan dan observasi langsung di lapangan saat pasar kaget digelar. 2. Tujuan dan Manfaat Penelitian 2.1. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian adalah: a. Menyediakan informasi tentang kebutuhan konsumen/pelanggan, khususnya di Kota Jababeka, Cikarang serta peluang Pasar Festival Belanja dan Kuliner Plaza JB untuk memasok produkproduknya sehingga manajemen dapat mengambil keputusan apakah bisnis yang dijalankan selama ini masih memiliki prospek menjanjikan atau tidak di tahun mendatang. b. Mengidentifikasi para pesaing yang memasok produk sejenis dan melakukan pemantauan terhadap produk yang dihasilkan sebagai bahan evaluasi. c. Mengidentifikasi dan mengevaluasi sistem yang telah dijalankan di internal perusahaan dan dampak bagi konsumen/pelanggan. 18
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
d. Menghasilkan sistem dan metoda yang lebih baik untuk direkomendasikan ke manajemen agar pasar kaget dapat bersaing dengan pasar modern sehingga meningkatkan jumlah omzet. 2.2. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait diantaranya sebagai berikut: a. Bagi pihak manajemen, diharapkan penelitian ini dapat memberikan alternatif dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan proses di internal untuk mengoptimalkan jumlah omzet serta rencana strategi menghadapi pesaing. b. Memberikan kesempatan besar bagi penulis untuk menambah dan memperluas pengetahuan dalam penyusunan strategi yang diterapkan di bisnis pasar kaget. c. Bagi pihak lain, dapat meningkatkan pengetahuan serta wawasan dalam melihat peluang di pasar dan strategi yang akan dipakai organisasi demi memenangkan persaingan. 3. Tinjauan Pustaka 3.1. Manajemen Stratejik Manajemen stratejik merupakan kumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan formulasi dan implementasi rencana, yang didesain untuk mencapai tujuan suatu perusahaan. Karena manajemen stratejik mencakup pengambilan keputusan jangka panjang, berorientasi masa yang akan datang dan rumit, serta memerlukan sumber-sumber daya yang diperlukan, maka partisipasi manajemen puncak adalah penting. Manajemen stratejik adalah proses tiga deretan bertingkat yang meliputi perencanaan tingkat korporat, usaha dan fungsional, serta personil pendukung. Pada tingkat yang lebih bawah, aktivitasaktivitas stratejik ditunjukkan lebih khusus, sempit, jangka pendek, dan berorientasi tindakan dengan resiko yang lebih rendah, akan tetapi kesempatan yang lebih kecil untuk pengaruh yang dramatis. 3.2. Lingkungan Eksternal (External Environment) Ada banyak faktor eksternal yang mempengaruhi pilihan arah dan tindakan suatu perusahaan dan akhirnya struktur organisasi serta proses internalnya. Faktor-faktor ini yang dinamakan lingkungan eksternal, dapat dibagi menjadi sub-kategori yang saling berkaitan: faktor-faktor dalam lingkungan jauh (remote), faktor-faktor dalam lingkungan industri dan faktor-faktor dalam lingkungan operasional. Secara bersama-sama, faktor-faktor ini merupakan landasan peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan dalam lingkungan bersaingnya. Lingkungan jauh terdiri dari faktor-faktor yang bersumber dari luar, seperti: ekonomi, sosial, politik, teknologi dan faktor ekologi. Faktor ekonomi berkaitan dengan sifat dan arah sistem ekonomi tempat suatu perusahaan beroperasi. Baik di tingkat nasional maupun internasional, perusahaan harus mempertimbangkan ketersediaan kredit secara umum, tingkat penghasilan yang dapat dibelanjakan (disposable income), serta kecenderungan belanja masyarakat (propensity to spend). Suku bunga primer, laju inflasi serta kecenderungan pertumbuhan PNB merupakan faktor-faktor ekonomi lain yang harus pula dipertimbangkan. Faktor sosial yang mempengaruhi suatu perusahaan adalah kepercayaan, nilai, sikap, opini dan gaya hidup orang-orang di lingkungan eksternal perusahaan, yang berkembang dari pengaruh kultural, ekologi, demografi, agama, pendidikan dan etnik. Faktor politik berkaitan dengan 19
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
arah dan stabilitas yang menentukan parameter legal dan regulasi yang membatasi operasi perusahaan. Kendala politik dikenakan atas perusahaan melalui keputusan tentang perdagangan yang adil, undangundang antitrust, program perpajakan, ketentuan upah minimum, kebijakan tentang polusi dan penetapan harga, batas administratif dan banyak lagi tindakan yang dimaksudkan untuk melindungi pekerja, konsumen, masyarakat umum dan lingkungan. Faktor teknologi dapat mempunyai dampak segera dan dramatik atas lingkungan perusahaan. Terobosan teknologi dapat membuka pasar dan produk baru yang canggih atau dapat juga mempersingkat usia fasilitas produksi. Faktor ekologi dalam tahun 1990-an paling menonjol dalam lingkungan jauh seringkali adalah hubungan timbal balik antara bisnis dan ekologi. Istilah ekologi mengacu pada hubungan antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan udara, tanah dan air yang mendukung kehidupan mereka. Ancaman terhadap ekologi pendukung kehidupan kita yang utamanya disebabkan oleh kegiatan manusia dalam suatu masyarakat industrial biasanya dinamakan polusi. 3.3. Lingkungan Industri (Industry Environment) Buku dari guru besar Harvard Michael E. Porter “Competitive Strategy (strategi bersaing)“ mendorong konsep lingkungan industri ke permukaan pemikiran strategi dan perencanaan usaha. Inti dari buku tersebut adalah Porter menjelaskan 5 kekuatan yang membentuk kompetisi dalam industri. Kerangka kerja Porter yang didefinisi dengan baik membantu manajer stratejik mengaitkan pengaruh dari faktor-faktor “remote“ terhadap akibat yang dihasilkan pada lingkungan operasi perusahan. Menurut Porter, sifat dan tingkat kompetisi dalam suatu industri bergantung pada 5 kekuatan (five competitive forces), yaitu: 1. Ancaman pendatang baru (The threat of new entrants) 2. Daya tawar pelanggan (The bargaining power of customer) 3. Daya tawar pemasok (The bargaining power of supplier) 4. Ancaman produk atau jasa substitusi (The threat of substitute products or services) 5. Persaingan diantara kontestan yang ada (The jockeying among current contestants atau rivalry among existing firms) Untuk menyusun rancangan strategi menghadapi kekuatan-kekuatan ini dan tumbuh, suatu perusahaan harus memahami bagaimana cara kerja kekuatan-kekuatan tersebut dalam industri dan bagaimana pengaruh mereka terhadap perusahaan dalam situasi tertentu. Intisari formulasi strategi adalah menanggulangi persaingan. Tetapi sering sekali kita memandang persaingan terlalu sempit dan terlalu pesimistik. Tambahan lagi, dalam perjuangan untuk memperoleh bagian pasar (market share), persaingan tidak hanya terjadi di antara sesama peserta persaingan. Persaingan dalam suatu industri berakar pada situasi ekonomi yang mendasarinya, dan kekuatan persaingan yang ada tidak hanya berupa peserta persaingan atau perusahaan yang sudah ada dalam industri tersebut. Pelanggan (pembeli), pemasok, calon pendatang baru, dan produk substitusi (pengganti) semua merupakan “peserta persaingan” yang dapat penting atau aktif bergantung pada industrinya. Kekuatan gabungan dari faktor-faktor ini menentukan potensi laba suatu industri. Persaingan dalam industri dapat tajam seperti ban, kaleng logam dan baja, yang para anggotanya tidak menikmati ROI tinggi, atau sedangsedang saja seperti dalam industri jasa dan peralatan perminyakan, minuman ringan dan kebutuhan kamar mandi, yang para anggotanya masih berpeluang menikmati laba sangat tinggi. 3.4. Kekuatan-kekuatan Pemicu (Driving Forces) Perubahan industri dan kondisi persaingan menyebabkan kekuatan-kekuatan saling menarik atau menekan peserta industri untuk mengubah tindakan mereka. Kekuatan-kekuatan pemicu 20
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
mempunyai pengaruh paling besar dengan berbagai macam perubahan dalam struktur industri dan lingkungan persaingan. Beberapa kekuatan pemicu berasal dari lingkungan makro perusahaan dan beberapa berasal dari dalam industri dan lingkungan persaingan (Thompson & Strickland III, 2005). 3.5. Faktor-faktor Kunci Keberhasilan (Key Success Factors) Analisis industri termasuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkaitan dengan partisipasi yang berhasil dalam industri tertentu. Penentu kunci keberhasilan dalam suatu industri dapat digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan internal suatu perusahaan. Dengan meneliti pesaing industri, dan juga kebutuhan pelanggan, struktur industri vertikal, saluran distribusi, biaya, hambatan untuk masuk, ketersediaan substitusi dan pemasok, manajer strategi berusaha menentukan apakah kemampuan internal perusahaan sekarang menggambarkan kekuatan atau kelemahan dalam area bersaing yang baru (Thompson & Strickland III, 2005). 3.11. Pengertian Pasar dan Pasar Kaget Berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga Usaha Perdagangan, pasar didefinisikan sebagai tempat bertemunya pihak penjual dan pembeli untuk melaksanakan transaksi dimana proses jual beli terbentuk. Pasar menurut kelas pelayanannya dapat digolongkan menjadi pasar tradisional dan pasar modern, sedangkan menurut sifat pendistribusiannya dapat digolongkan menjadi pasar eceran dan pasar perkulakan/grosir. Pasar kaget sebagai salah satu bentuk pasar tradisional telah diatur di dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomer 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern pada pasal 1 ayat 2; “Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerja sama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar – menawar.” Dengan demikian, tanpa adanya campur tangan pemerintah atau sebuah badan usaha, maka pengelolaan dan pengendalian pasar tersebut tidak akan optimal. Dalam lingkup pasar tradisional terdapat 3 (tiga) pelaku utama yang terlibat, dalam aktivitas sehari-hari, yaitu : penjual, pembeli dan pegawai/pejabat dinas pasar (Riasto Widiatmoko, Jurnal Bisnis Strategi, 2006). Selain 3 pelaku utama tersebut terdapat pelaku lain, yaitu : buruh panggul, petugas parkir, petugas kebersihan, preman dan copet. Ciri-ciri pasar tradisional : a. Dalam pasar tradisional tidak berlaku fungsi-fungsi manajemen : planning, organizing, actuating dan controlling. b. Tidak ada konsep marketing, yaitu : pembeli adalah raja, terdapat pelayanan penjualan, penentuan harga berdasarkan perhitungan harga pokok ditambah keuntungan tertentu, produk berkualitas, tempat penjualan yang nyaman bagi pembeli, dan lain-lain. Sedangkan penjual pasar tradisional biasanya mempunyai ciri : a. Tempat penjualannya kumuh, sempit, tidak nyaman, kotor b. Penampilan penjualnya tidak menarik c. Cara menempatkan barang dagangan tanpa konsep marketing. Adapun pembeli pasar tradisional mempunyai ciri : a. Rela berdesak-desakan di tempat yang kumuh dan tidak nyaman b. Tidak peduli dengan lalu-lalang pembeli lainnya 21
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
c. Pembeli pasar tradisional biasanya menguasai dan mengenal pasar tersebut utamanya masalah harga, karena bila tidak tahu, harga komoditas bisa dua atau tiga kali lipat. Definisi pasar kaget tidak dapat ditemukan dalam peraturan perundangan sehingga secara implisit dapat dinyatakan bahwa pemerintah belum menganggap perlu pengawasan dan pengelolaan jenis pasar tersebut. Sementara itu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pasar kaget adalah pasar sesaat yang terjadi ketika terdapat sebuah keramaian atau perayaan. Namun bagi masyarakat Jababeka, Cikarang, sebutan pasar kaget adalah satu jenis pasar tradisional dengan kegiatan pasar yang sifatnya sementara dengan wadah berjualan yang tersedia tidak permanen atau semi permanen dan aktivitasnya hanya untuk hari Sabtu sore dan Minggu pagi. 3.12. Lokasi Pasar Bervariasinya kegiatan yang terjadi dalam pasar serta peran pasar yang penting dalam suatu kota, mengakibatkan pasar membutuhkan lahan dan tempat yang strategis di kota tersebut. Pasar merupakan salah satu komponen pelayanan dari suatu kota, daerah dan wilayah tertentu sehingga akan mengakibatkan kaitan dan pengaruh antar unsur penunjang kegiatan perekonomian kota. Sebuah pasar yang letaknya strategis akan lebih menjamin kelancaran penjualannya daripada yang letaknya di tempat yang kurang strategis. Faktor-faktor keramaian lalu lintas, kemungkinan sebagai tempat pemberhentian orang untuk berbelanja, keadaan penduduk di lingkungan tersebut, keadaan perparkiran kendaraan dan lain-lain merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi sebuah pasar. Lokasi dimana pasar itu dibangun akan sangat mempengaruhi minat masyarakat untuk mengunjungi pasar tersebut. Faktor penting yang harus menjadi pertimbangan adalah wilayah perdagangan yang membatasi suatu kota. Pasar sebaiknya dibangun pada wilayah perdagangan yang ramai dan luas. Pasar yang dibangun pada tempat yang tidak ada aktivitas perdagangan sangat sulit diharapkan akan dikunjungi oleh masyarakat. Jarak antara masyarakat yang diperkirakan akan berkunjung sebaiknya juga tidak terlalu jauh dan untuk mencapainya tersedia cukup fasilitas transportasi atau aksesibilitas yang lancar. Beberapa hal yang menjadi jarak yang jauh dirasakan menjadi lebih dekat yaitu adanya jalan dan transportasi, kemudahan untuk parkir, kelengkapan dan kualitas barang-barang yang dijual dan kemudahan untuk mencapai lokasi (tidak macet misalnya). Jumlah penduduk, pendapatan perkapita, distribusi pendapatan, aglomerasi dan kebijakan pemerintah sangat berpengaruh dalam penentuan lokasi suatu kegiatan (Marsudi Djojodipuro, 1992). Suatu daerah yang memiliki jumlah penduduk banyak merupakan pasar yang perlu dipertimbangkan. 3.13. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu merupakan hasil dari penelitian-penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan ole duh penulis mengenai pasar kaget. Penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut : 1. “Keberadaan dan Perkembangan Pasar Kaget Rawajati Jakarta”, Wicak Hardhika, 2010. Hasil penelitiannya sebagai berikut : Potensi perkembangan pasar kaget Rawajati disebabkan karena demand yang selalu meningkat dan supply yang cukup memenuhi. Selain hal tersebut, ada kemudahan pedagang dan pembeli untuk bertransaksi. Perkembangan pasar dinilai oleh sebagian masyarakat akan dapat meningkatkan dan mengembangkan usaha mereka sehingga sebagian masyarakat menginginkan perkembangan. Perkembangan pasar kaget Rawajati akan memberi dampak terhadap lingkungan pasar dan pemukimannya. Lingkungan pasar dan pemukiman
22
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
khususnya di sekitar pasar akan menjadi bertambah kumuh, jalan semakin macet dan semrawut, saluran drainase mampet, sampah bertambah, jalanan becek dan bau tak sedap. 2. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Lokasi Terhadap Kesuksesan Usaha Jasa (Studi Pada Usaha Jasa Mikro-Kecil di Sekitar Kampus Undip Pleburan),” Azizah Pratiwi, 2010. Hasil penelitiannya sebagai berikut : Pemilihan lokasi usaha yang memperhatikan variabel kedekatan dengan infrastruktur, kedekatan dengan lingkungan bisnis dan biaya lokasi terbukti memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kesuksesan usaha jasa berskala mikro kecil yang berada di sekitar kampus Undip, Pleburan, Semarang. 4.
Metode Penelitian
4.1. Metoda Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematik dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan (Moh. Nazir, 1988 : 2011). Dalam penelitian ini metode pengumpulan data adalah dengan cara pengamatan langsung, melakukan wawancara, dan juga menggunakan daftar pertanyaan yang sering disebutkan secara umum dengan nama kuesioner. Pengamatan data dengan observasi langsung atau dengan pengamatan langsung dilakukan dengan cara melihat langsung dan mengamati lokasi kegiatan usaha yang berada di lapangan. a. Studi pustaka Studi kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari berbagai sumber pustaka seperti bukubuku teks, literatur, jurnal, surat kabar dan makalah yang terkait dengan masalah penelitian sebagai bahan yang akan digunakan dalam penulisan. b. Studi lapangan Pengumpulan data dilakukan melalui: 1). Mengamati dan mewawancara (interview) para pejabat pengambil keputusan serta pelaksana di lapangan berupa gambaran atau uraian mengenai strategi yang diterapkan pihak manajemen pasar kaget. 2). Meninjau dan mengamati proses transaksi para penjual dan pembeli untuk memastikan tawar menawar harga dan jumlah maupun kualitas produk yang ada 4.2. Jenis Data a. Data primer Data primer dikumpulkan melalui survei primer yang dilakukan melalui pengamatan dan pengukuran langsung (observasi) di lokasi pasar festival dan penyebaran kuesioner kepada pedagang dan pengunjung. Adapun teknik pengumpulan data primer terbagi atas beberapa cara, di antaranya adalah pengamatan visual seluruh lokasi dan aktivitas pasar festival. Teknik kedua yaitu melalui rekaman visual, cara ini bertujuan untuk merekam kondisi aktual dengan mengambil gambar menggunakan foto dalam upaya merekam data-data kondisi lapangan. Teknik ketiga yaitu melalui wawancara, teknik ini mencoba menggali lebih dalam mengenai tanggapan pihak manajemen, pedagang dan pengunjung untuk memperkuat analisa yang dilakukan. Teknik terakhir yaitu melalui kuesioner, teknik ini dilakukan untuk memperoleh informasi permasalahan dan potensi wilayah halaman parkir Plaza JB saat ini serta untuk menggali aspirasi dan preferensi pedagang terhadap perkembangan pasar festival. Dengan 23
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
demikian diharapkan bahwa studi ini dapat dilakukan dengan menggunakan kompilasi data yang didapatkan dari instansi terkait dan masukan dari masyarakat setempat sehingga data yang diperoleh secara keseluruhan menjadi lebih akurat. b. Data sekunder Sumber data dapat digolongkan menjadi sumber informasi internal (organisasional) dan eksternal. Sumber internal merupakan data yang berasal dari database manajemen pasar kaget baik yang berbentuk laporan jumlah lapak, jenis produk, struktur organisasi dan kebijakan perusahaan, denah lokasi, jumlah pedagang dan catatan lainnya yang relevan. Sedangkan data eksternal berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS), Website Jababeka, PT. Nielsen Indonesia, Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Depperindag) serta data dari buku yang diterbitkan oleh Pemda Kabupaten Bekasi. 4.3. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling, dalam hal ini semua responden mendapat kesempatan yang sama untuk diambil sampel. Jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Taro Yamane, sebagai berikut : N Dimana : n = ---------------n = jumlah sample 2 Nd + 1 N = jumlah populasi d = level signifikansi yang diinginkan Berdasarkan rumus tersebut, dapat diperoleh rincian jumlah sampel sebagai berikut : a. Sampel pedagang Dengan jumlah populasi sebesar 151 pedagang dan menggunakan level signifikansi sebesar 10%, maka diperoleh jumlah sampel sebesar : n = 151 / (151 x (0,1 x 0,1)) + 1 n = 151 / 2,51 n = 60,16 b. Sampel pengunjung Jumlah populasi pengunjung didapat dari data parkir mobil dan motor selama pasar diselenggarakan dan hasil wawancara dengan petugas keamanan sekitar 4000 orang serta menggunakan level signifikansi sebesar 10%, diperoleh jumlah sampel sebesar : n = 4000 / (4000 x (0,1 x 0,1)) + 1 n = 4000 / 41 n = 97,56 Tabel 4.1. Daftar Jumlah Populasi dan Sampel Kelompok Sampel Jumlah Populasi Jumlah Sampel Keterangan Sampel Pedagang 151 90 Dibulatkan ke atas Sampel Pengunjung 4000 150 Dibulatkan ke atas Sumber : Hasil Analisis Peneliti, 2013
24
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
4.4. Metoda Analisa Data Metoda analisa yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis pendekatan, yaitu : a.
Metode kuantitatif, digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh dalam preferensi masyarakat terhadap perkembangan pasar kaget. Metode ini menggunakan data numeric sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan analisis. b. Metode deskriptif kualitatif, yaitu membandingkan teori-teori tentang stratejik manajemen dengan praktek yang sedang diterapkan oleh manajemen untuk menentukan sampai sejauh mana kesenjangan atau kelemahan dan kelebihan strategi organisasi. Apabila terjadi kelemahan atau kesenjangan akan diidentifikasi serta dicari penyebabnya kemudian diberikan pemecahan untuk perbaikan sistem dan prosedur penetapan strategi organisasi yang diteliti.
5. Analisa dan Pembahasan 5.1. Identitas Responden Dalam identitas responden ini terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan dan etnis atau suku asal. Hasil keseluruhan dari data responden ditunjukkan dalam tabel berikut ini. Tabel 5.1. Identitas Responden Jawaban Jenis Kelamin Usia (Tahun) Pendidikan (61,11%) 9 (38,88%) 39 37 5
Etnis/Suku Asal
1 2 3 4 5 6 7
55 35
(10,00%) 3 ( 3,33%) 36 (43,33%) 13 (14,44%) 23 (41,11%) 61 (67,77%) 20 ( 5,55%) 7 ( 7,77%) 11 5 ( 5,55%) 1 ( 1,11%) 0 ( 0% )
(40%) (25,55%) (22,22%) (12,22%)
Total
90 (100%) 90 (100%) 90 (100%) 90 (100%) Catatan : Isi nomor jawaban sesuai daftar pertanyaan Sumber : Diolah oleh Peneliti, 2013
Menurut data jenis kelamin yang didapat selama melakukan survei dengan pemberian kuesioner terhadap 90 pedagang di pasar festival Plaza JB, menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibanding perempuan dalam melakukan usaha atau berdagang. Hal ini terbukti bahwa prosentase laki-laki sebesar 61,11% atau 55 orang dan prosentase perempuan sebesar 38,88% atau 35 orang dari total sampel yang diambil. Laki-laki yang merupakan tulang punggung keluarga kelihatan bekerja keras dengan berwiraswasta dengan membuka usaha di setiap akhir minggu. Berdasarkan dari usia selama melakukan survei terbukti bahwa pedagang yang berada di usia 15 − < 25 tahun sebesar 10%, usia 25 − < 35 tahun sebesar 43,33%, usia 35 − <45 tahun sebesar 41,11% dan usia ≥ 45 tahun sebesar 5,55%. Hal ini menunjukkan bahwa usia yang berdagang di pasar festival lebih banyak usia produktif dan terlihat masih dalam taraf belajar untuk mencari peluang usaha. Ditinjau dari segi pendidikan menggambarkan bahwa lulusan SMA/SMK sangat dominan dengan prosentase 67,77%, 25
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
diikuti lulusan SMP sebesar 14,44%, Diploma 7,77%, Sarjana 5,55%, SD 3,33% dan S2 sebesar 1,11%. Angka ini memperlihatkan bahwa berdagang di pasar festival tidak menuntut pendidikan yang tinggi namun diperlukan keberanian. Berdasarkan etnis/asal suku menunjukkan bahwa suku Jawa masih paling tinggi sebesar 40%, diikuti Sunda 25,55%, Sumatera 22,22% dan lain-lain 12,22%. Suku Jawa masih banyak di daerah Cikarang terbukti dari hasil survei tersebut. Sedangkan maksud dari suku lain-lain adalah Lombok, Betawi, Kalimantan dan beberapa suku lainnya. 5.2. Informasi Perdagangan Dalam kategori ini dibagi ke dalam lama waktu usaha, jumlah karyawan, komoditas usaha, waktu usaha, besar keuntungan per hari dan biaya sewa tempat per bulan. Ringkasan data tersebut ditunjukkan di bawah ini : Tabel 5.2. Informasi Perdagangan Lama Jawaban Waktu Usaha 28 1 (31,11%) 21 2 (23,33%) 21 3 (23,33%) 20 4 (22,22%) 5 Total
90 (100%)
Keuntungan Per Hari
Sewa Tempat Per Bulan
12-Jun
14 (15,55%)
5 (5,55%)
41 (45,55%)
12-Jun
24 (26,66%)
3 (3,33%)
2 (2,22)
13 (14,44%)
12-Jun
25 (27,77%)
73 (81,11%)
2 (2,22)
17 (18,88%)
12-Jun
14 (15,55%)
5 (5,55%)
12-Jun
13 (14,44%)
4 (4,44%)
Jumlah Karyawan
Komoditas Usaha
33 (36,67%)
19 (21,11%)
29 (32,22%)
Waktu Usaha
90 90 (100%) (100%) Catatan : Isi nomor jawaban sesuai daftar pertanyaan Sumber : Diolah oleh Peneliti, 2013 90
(100%)
90
(100%)
90 (100%)
Berlandaskan data di atas dapat dianalisa bahwa lama waktu usaha sebagian besar pedagang masih di bawah satu tahun yang ditunjukkan dengan prosentase sebesar 31,11%, sedangkan pedagang lainnya telah melakukan usahanya di atas satu tahun seiring sejak dibukanya pasar festival sejak 2011. Menurut kategori jumlah karyawan menggambarkan bahwa selama melakukan usaha, para pedagang cenderung melakukan usaha sendiri dengan prosentase hasil survei sebesar 36,67%, diikuti usaha dengan memiliki karyawan sebagai rekan kerjanya sebanyak 1 sampai 3 orang dengan prosentase 32,22% dan lainnya memiliki karyawan di atas 3 orang dengan prosentase yang kecil. Berdasarkan jenis komoditas usahanya, paling banyak para pedagang berjualan pakaian dengan prosentase 45,55% diikuti kuliner 21,11%, diikuti berbagai jenis usaha lain dan asesories. Waktu usaha para pedagang rata-rata dibuka jam 06.00 pagi sampai 12.00 siang. Sedangkan menurut besar keuntungan per hari menjelaskan bahwa rata-rata pendapatan setiap usaha antara Rp 100.000,- sampai Rp 400.000,-, digambarkan pada tabel di atas dengan prosentase berkisar 26,66% dan 27,77% selanjutnya pendapatan mereka di bawah Rp 100.000,- atau lebih dari Rp 550.000,- per harinya. Biaya sewa per bulan yang 26
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
harus ditanggung pedagang berada di harga Rp 150.000,- sampai Rp 250.000,- per bulannya. Sedangkan lainnya lebih murah karena mendapat dispensasi dari manajemen. 5.3. Kondisi Pasar/Infrastruktur Tabel 5.3. Kondisi Pasar/Infrastruktur Jawaban
Kondisi Jalan Baik
1
2 (2,22%)
2
Ketersediaan Ketersedia Ketersedia Lahan an Listrik an Air Parkir
Kondisi Persampah an Baik
Luas Lapak Yang Memadai
Kondisi Keaman an Yang Baik 0 (0%)
1 (1,11%)
21 (23,33%)
19 (21,11%)
0 (0%)
0 (0%)
9 (10%)
19 (21,11%)
48 (53,33)
12 (13,33%)
8 (8,88%)
22 (24,44%)
4 (4,44%)
3
21 (23,33%)
25 (27,77%)
10 (11,11%)
21 (23,33%)
19 (21,11%)
41 (45,55%)
22 (24,44%)
4
49 (54,44%)
41 (45,55%)
11 (12,22%)
36 (40%)
51 (56,66%)
26 (28,88%)
49 (54,44%)
5
9
0 (0%)
2 (2,22%)
12 (13,33%)
1 (1,11%)
15 (16,66%)
90 (100%)
90 (100%)
Total
(10%) 4 (4,44%)
90 (100%)
90 90 90 (100%) (100%) (100%) Catatan : Isi nomor jawaban sesuai daftar pertanyaan Sumber : Diolah oleh Peneliti, 2013 90
(100%)
Berdasarkan tabel di atas memperlihatkan bahwa pedagang merasa puas dengan beberapa fasilitas yang disediakan oleh manajemen pasar festival seperti: kondisi jalan yang baik, ketersediaan lahan parkir, kondisi persampahan, luas lapak yang memadai serta kondisi keamanan yang baik. Ada dua hal yang harus diperbaiki oleh pihak manajemen yaitu ketersediaan listrik dan air karena menurut data di atas, pedagang masih belum puas.
27
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
5.4. Alasan Memilih Lokasi Tabel 5.4 Alasan Memilih Lokasi
Jawaban
Tersedianya Sarana Transportasi
Biaya Transpor tasi Murah
1
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
0 (0%)
2
6 (6,66%)
11 (12,22%)
30 (33,33%)
3
19 (21,11%)
20 (22,22%)
31 (34,44%)
4
60 (66,67%)
58 (64,44%)
29 (32,22%)
5
5 (5,55%)
1 (1,11%)
0 (0%)
8 (8,88%) 22 (24,44% ) 58 (64,44% ) 2 (2,22%)
Total
90
90 (100%)
(100%)
Harga Sewa Tempat Murah
Jumlah Pembeli Banyak
Jumlah Pesaing Sedikit
Lokasi Pasar Tidak Jauh dari Rumah
1 2 (2,22%) (1,11%) 37 22 (41,11%) (24,44%)
Tersedianya Kelengkapan Peralatan 2 (2,22%) 16 (17,77%)
16 15 (17,77%) (16,67%)
32 (35,55%)
35 48 (38,88%) (53,33%)
39 (43,33%)
1 (1,11%)
3 (3,33%)
1 (1,11%)
90 (100%)
90
90 90 90 (100%) (100%) (100%) Sumber : Diolah oleh Peneliti, 2013
(100%)
Tabel di atas menggambarkan bahwa kriteria pedagang dalam memilih lokasi dikarenakan pasar festival dekat dengan sarana transportasi, biaya transportasi yang murah, jumlah pembeli yang banyak, lokasi tidak jauh dari rumah dan tersedianya kelengkapan peralatan. Sedangkan satu hal yang dikeluhkan pedagang karena banyak penjual dengan komoditas barang sama sehingga banyak pesaing. Sarana transportasi merupakan preferensi utama bagi pedagang dalam pemilihan lokasi. Plaza JB yang terletak di wilayah dekat jalan utama dan perlintasan bagi angkutan kota, bus, kendaraan pribadi serta kendaraan bermotor memudahkan pedagang dalam distribusi dan pengangkutan barang dagangannya. Dalam survei diperoleh angka 66,67% menunjukkan bahwa responden setuju bahwa sarana transportasi sebagai alasan pemilihan pasar festival sebagai tempat berdagang. Biaya transportasi murah adalah dasar pedagang untuk pemilihan lokasi. Di samping akses jalan yang mudah, murahnya biaya transportasi baik menggunakan angkutan umum maupun kendaraan pribadi juga menjadi pertimbangan pedagang. Responden menyatakan setuju dengan biaya transportasi murah yang dinyatakan dengan prosentase sebesar 64,44% atau sekitar 58 dari 90 pedagang. Harga sewa tempat masih dirasakan memberatkan bagi sebagian pedagang. Alasan ini tidaklah berlebihan jika dibandingkan dengan pendapatan pedagang selama berjualan per bulannya. Responden menyatakan dengan merasa tidak setuju 33,33% dan biasa atau cukup 33,34%. Sedangkan pedagang menganggap sewa tempat masih murah jika dibandingkan dengan larisnya dagangan dan tingginya omset yang didapatkan, angka ini ditunjukkan dengan prosentase sebesar 32,22%. Jumlah pembeli banyak dijadikan alasan pedagang lebih tertarik memilih pasar festival sebagai tempat berjualan. Hasil observasi menunjukkan bahwa jumlah pengunjung tidak kurang dari 28
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
4000 orang per minggu, berasal dari sekitar perumahan dan pemukiman penduduk. Data ini diperkuat melalui penjelasan petugas parkir dan petugas keamanan yang selalu berada di lapangan. Responden setuju dengan jumlah ini dan ditunjukkan dengan prosentase sebesar 64,44%. Pedagang tidak setuju dengan pernyataan jumlah pesaing sedikit, kenyataan ini diperlihatkan dengan angka tidak setuju sebesar 41,11%, diikuti dengan menjawab biasa sebesar 17,77%. Banyak pedagang yang menjual barang dengan jenis sama seperti pakaian, asesoris, mainan, dompet dan lainlain. Namun di antara pedagang tidak mengeluh dengan banyaknya pesaing terutama bagian kuliner atau makanan, terbukti semua makanan hampir dipastikan habis sebelum jam 12.00 WIB. Ungkapan ini dibuktikan dengan prosentase sebesar 38,88%. Lokasi pasar tidak jauh dari rumah sebagai alasan utama sebagian pedagang. Banyak pedagang berasal dari lingkungan perumahan atau daerah pemukiman setempat. Angka ini ditunjukkan dengan prosentase setuju sebesar 53,33%, meskipun beberapa pedagang tidak berasal daerah setempat atau dirasakan jauh dari tempat tinggal. Perasaan ini dituangkan dalam angka sebesar 24,44% dan diikuti tanggapan biasa sebesar 24,44%. Tersedianya kelengkapan peralatan juga menjadi salah satu alasan berdagang di tempat ini. Tersedianya lapak, tenda, terpal, tempat sampah dan kelengkapan lainnya memberikan kontribusi untuk menarik sejumlah pedagang. Kenyataan ini ditunjukkan dengan prosentase setuju dan sangat setuju sebesar 35,55% dan 43,33%. 5.5.
Analisis Lingkungan Internal
Analisis dan penilaian lingkungan (environment assessment) pasar festival Plaza JB lebih rumit harus menilai beberapa lingkungan secara bersamaan. Sekumpulan faktor-faktor lingkungan eksternal, lingkungan industri, kekuatan pemicu dan faktor kunci keberhasilan mempengaruhi pemilihan arah dan tindakan suatu perusahaan, akhirnya berdampak pada struktur organisasi dan proses internalnya. Akurasi analisis metoda kuantitatif dan kualitatif dalam peramalan masih diperdebatkan dan kebanyakan riset masih memenangkan model kuantitatif, tetapi perbedaan hasil yang diperoleh kedua metoda ini seringkali tipis saja. Beberapa model analisis yang dipakai untuk meramal faktor-faktor di atas adalah analisis SWOT. Secara keseluruhan analisis ini menyoroti peranan sentral bahwa identifikasi kekuatan-kekuatan dan kelemahan-kelemahan berperan dalam pencarian strategi yang efektif oleh perusahaan. Peluang dan ancaman eksternal secara sistematis dibandingkan dengan kekuatan dan kelemahan internal dalam pendekatan yang terstruktur. Walaupun analisis SWOT menyoroti peranan dari analisis internal dalam mengidentifikasi strategi-strategi yang sehat, analisis SWOT tidak menjelaskan bagaimana pengelola mengidentifikasi kekuatan-kekuatan dan kelemahankelemahan internal. 5.6. Analisis Lingkungan Eksternal Ada beberapa faktor eksternal yang saling berinteraksi antara satu dengan lainnya sehingga mempengaruhi proses atau operasi keputusan strategi suatu pasar. Analisis dan diagnosis lingkungan eksternal memberikan waktu kepada para penyusun strategi untuk mengantisipasi kesempatankesempatan dan merencanakan tanggapan atau reaksi terhadap lingkungan tersebut. Faktor-faktor yang bersumber dari luar seperti: ekonomi, politik, ekologi dan teknologi biasanya tidak berhubungan dengan situasi operasional perusahaan. Lingkungan ini memberikan kesempatan-kesempatan, ancaman-ancaman dan kendala bagi perusahaan, akan tetapi jarang suatu perusahaan tunggal mempunyai pengaruh timbal balik yang berarti. 29
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
5.6.1. Faktor ekonomi Glueck menyatakan bahwa keadaan ekonomi pada saat sekarang dan dalam masa depan dapat mempengaruhi nasib baik dan strategi perusahaan. Berbagai faktor ekonomi yang spesifik harus dianalisis perusahaan meliputi: tingkat siklus bisnis, trend inflasi atau deflasi harga barang dan jasa, kebijakan moneter, tarip bunga dan devaluasi atau revaluasi serta kebijakan perpajakan. Setiap elemen faktor ekonomi tersebut dapat membantu atau merintangi pencapaian tujuan dan kesuksesan atau kegagalan perusahaan (Supriyono, 1993, Manajemen Strategi dan Kebijakan Bisnis). 5.6.2. Faktor politik Faktor-faktor politik menentukan parameter legal dan regulasi yang membatasi operasional pasar tradisional maupun ritel dalam merumuskan strategi. Salah satu isu politik yang hangat pada masyarakat konsumen adalah perlindungan konsumen, ketenagakerjaan, perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup serta peraturan-peraturan pemerintah. Undang-undang tenaga kerja dianggap oleh dunia usaha pada umumnya sangat berpihak kepada pekerja tidak segera diubah pemerintah. Titik lemah materi undang-undang tersebut masih sering dipakai sebagai celah Serikat Pekerja dalam memenuhi tuntutan hak karyawan daripada melaksanakan kewajiban semestinya. Ketentuan upah minimum yang harus dinaikkan setiap tahun merupakan beban tersendiri bagi perusahaan karena tidak diikuti peningkatan etos kerja beberapa karyawan. Kelonggaran peraturan bagi buruh untuk mengajukan protes dan demonstrasi turut serta melengkapi hambatan kemajuan perusahaan. 5.6.3. Faktor ekologi Ancaman terhadap ekologi yang utama disebabkan oleh kegiatan manusia dalam suatu masyarakat industrial biasa dinamakan polusi. Sebagai penyebab utama polusi ekologis, bisnis sekarang memikul tanggung jawab untuk meniadakan hasil samping limbah atau sampah dan membersihkan kembali lingkungan yang telah tercemar. 5.7. Analisis Lingkungan Industri Sifat dan derajat persaingan dalam suatu industri bergantung pada lima kekuatan atau faktor, yaitu: ancaman pendatang baru, ancaman produk pengganti atau substitusi (jika ada), daya tawar-menawar pembeli (pelanggan), daya tawar-menawar pemasok dan pertarungan di antara para anggota industri (peserta persaingan). Tindakan untuk menyusun rancangan strategi menghadapi kekuatan-kekuatan yang tumbuh, suatu perusahaan harus memahami bagaimana cara kerja kekuatan-kekuatan tersebut dalam industri dan bagaimana pengaruh mereka terhadap perusahaan dalam situasi tertentu (Thompson & Strickland III, 2005).
30
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
5.7.1. Ancaman pendatang baru Munculnya pasar-pasar tradisional dan pasar festival yang baru mengakibatkan jumlah pelanggan semakin berkurang. Hal ini diakibatkan karena banyaknya perumahan-perumahan baru yang menyelenggarakan pasar kaget di internal perumahan maupun di sekitar kawasan. 5.7.2. Ancaman produk pengganti Dengan menetapkan batas harga tertinggi (ceiling price), produk substitusi membatasi potensi suatu industri. Jika industri tidak mampu meningkatkan kualitas produk atau mendiferensiasikannya, laba dan pertumbuhan industri dapat terancam. Semakin atraktif saling tukar harga-kinerja yang dijanjikan produk substitusi, makin berat tekanan yang dialami potensi laba industri. Di tengah-tengah maraknya pasar ritel seperti Alfamart dan Indomart yang memberikan jenis produk sejenis dengan harga yang relatif sama akan membuat ancaman bagi pasar festival Plaza JB. 5.7.3. Pembeli yang kuat Posisi pembeli atau pelanggan akan kuat apabila membeli dalam jumlah besar dan mengingat komponen yang dibeli sangat penting dan biaya yang dikeluarkan tinggi maka pelanggan sangat selektif dalam memilih pemasok. Pembeli pasar festival memiliki daya tawar yang tinggi sebab banyak penjual menyediakan jenis produk yang sejenis sehingga kesempatan memilih dan menawar barang lebih kuat serta mulai bermunculannya pasar tradisional di sekitarnya. 5.7.4. Pemasok yang kuat Berkenaan dengan jumlah pasar yang semakin banyak mengakibatkan penjual memiliki daya tawar yang cukup untuk memilih apakah akan berjualan di pasar festival Plaza JB atau tidak. 5.7.5. Persaingan di antara anggota industri Persaingan di kalangan pasar festival sangat besar karena letak dan jarak dengan rirel maupun pasar tradisional lainnya tidak terlalu jauh.
31
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Gambar 5.1. Kekuatan-kekuatan yang Mempengaruhi Persaingan Industri
6.1. Kesimpulan a. Pedagang yang berada di pasar festival lebih didominasi jenis kelamin laki-laki, usia produktif, berasal dari lulusan SMA/SMK, lebih banyak dari suku Jawa. b. Waktu usaha sebagian besar pedagang masih di bawah satu tahun, dengan jumlah karyawan rata-rata 1 – 3 tahun. Berdasarkan jenis komoditas usahanya, paling banyak para pedagang berjualan pakaian diikuti kuliner, diikuti berbagai jenis usaha lain dan asesories. Waktu usaha para pedagang rata-rata dibuka jam 06.00 pagi sampai 12.00 siang. Sedangkan menurut besar keuntungan per hari menjelaskan bahwa rata-rata pendapatan setiap usaha antara Rp 100.000,sampai Rp 400.000,-, dan selanjutnya pendapatan mereka di bawah Rp 100.000,- atau lebih dari Rp 550.000,- per harinya. Biaya sewa per bulan yang harus ditanggung pedagang berada di harga Rp 150.000,- sampai Rp 250.000,- per bulannya. Sedangkan lainnya lebih murah karena mendapat dispensasi dari manajemen.
32
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
c. Pedagang merasa puas dengan beberapa fasilitas yang disediakan oleh manajemen pasar festival seperti: kondisi jalan yang baik, ketersediaan lahan parkir, kondisi persampahan, luas lapak yang memadai serta kondisi keamanan yang baik, sedangkan ketersediaan listrik dan air harus diperbaiki manajemen. Kriteria pedagang dalam memilih lokasi dikarenakan pasar festival dekat dengan sarana transportasi, biaya transportasi yang murah, jumlah pembeli yang banyak, lokasi tidak jauh dari rumah dan tersedianya kelengkapan peralatan. Sedangkan satu hal yang dikeluhkan pedagang karena banyak penjual dengan komoditas barang sama sehingga banyak pesaing. Daftar Pustaka Amin Widjaja Tunggal, 1994, Manajemen Stratejik, Edisi Pertama, Harvarindo, Jakarta Barat Brigham, Daves, 2004, Intermediate Financial Management, 8th Edition, South-Western, Thomson Corporation, United States of America Collis, Montgomery, 2005, Corporate Strategy, 2nd Edition, McGraw-Hill Companies, Inc., New York Cooper & Schindler, 2003, Business Research Method, 8th Edition, McGraw-Hill Companies, Inc., New York Hax & Majluf, Strategic Management: An Integrative Perspective, Prentice-Hall., Englewood, New Jersey 07632 Heizer, Render, 2004, Operations Management, 7th Edition, Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey Kim, Mauborgne, 2005, Blue Ocean Strategy, HBSP, Boston McAfee, 2002, Competitive Solution: The Strategies’s Toolkit, Princeton University Press Octavianto, Fredy, 2005, Evaluasi Aplikasi Perencanaan Strategik Dalam Proses Perencanaan Program Investasi PT. Thames PAM Jaya, Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada: Tesis (tidak dipublikasikan) Supriyono, 1993, Manajemen Strategi dan Kebijakan Bisnis, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta Porter (A), 1985, Competitive Advantage, Free Press, New York Porter (B), 1980, Competitive Analysis, Free Press, New York Supriyono, 1993, Manajemen Strategi dan Kebijakan Bisnis, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta Thompson, Strickland III, Gamble, 2005, Crafting and Executing Strategy, 14th Edition, McGraw-Hill Companies, Inc., New York
33
Purwanto Anaconda Bangkara
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Yukl, 2006, Leadership in Organizations, 6th Edition, Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New Jersey, 07458 Prilia Aristianti (2012), “Fenomena Pasar Modern dan Pasar Tradisional“, Analisis Jurnal Noor Kholis, Alifah Ratnawati, Sitty Yuwalliatin (2011), “Pengembangan Pasar Tradisional Berbasis Perilaku Konsumen”, Dinamika Sosial Ekonomi Volume 7 Nomor 1 Edisi Mei 2011. Wasisto (2012), “Pasar Tradisional versus Liberalisasi Bisnis Ritel di Indonesia”, JESP Vol.4, No. 2, 2012 Wicak (2010), “Keberadaan dan Perkembangan Pasar Kaget Rawajati Jakarta”, Program PascaSarjana, Undip, Semarang
34
Iriani Ismail
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016 PERAN SELF EFFICACY DALAM MENINGKATKAN KINERJA KOPERASI INDONESIA Iriani Ismail
[email protected] Universitas Trunojoyo Madura Abstrak
Meningkatkan kinerja sumber daya manusia (karyawan) bukanlah suatu hal yang mudah karena kinerja mempunyai konsep yang beraneka ragam dan dapat dianalisa dari berbagai sudut pandang serta dipengaruhi oleh berbagai faktor. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar peran self efficacy yang terdiri dari; magnitude, generality, strength terhadap kinerja Perkoperasian di Indonesia di tengah sengitnya persaingan bisnis. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif dengan teknik wawancara dan penyebaran kuesioner pada semua responden terpilih pengurus Koperasi. Analisis ini bertujuan untuk mendukung pengetahuan sebaran magnitude, generality, strength pada pengurus Koperasi-koperasi di Bangkalan yang menjadi obyek penelitian. Populasi yang berjumlah 75 Koperasi tersebar di seluruh Kabupaten Bangkalan yang terdiri dari 18 kecamatan. Hasil penelitian melalui teknik analisis Regresi Linear Berganda menemukan pengaruh terbesar self efficacy terhadap kinerja perkoperasian adalah magnitude, kemudian generality dan strength. Kata kunci: self efficacy, magnitude, generality, strength, kinerja.
THE ROLES OF SELF EFFICACY TO REACH COOPERATION PERFORMANCE IN INDONESIA Iriani Ismail
[email protected] Universitas Trunojoyo Madura Abstract Improving the performance of human resources (employees) is not an easy thing because the performance has so many concept and can be analyzed from different view points and are influenced by various factors. The purpose of this study was to determine the self efficacy are summarized in the magnitude, generality, and strength. The analytical method used in this research is descriptive quantitative method with interview techniques and questionnaires on all respondents. This analysis aimed to determine the distribution of self efficacy at Cooperation management in Bangkalan that the object of this study. Population of 75 Coperations in all of the Bangkalan districts, are 18 districts. Those are the respondents in this study. The results find and identify just only the self efficacy as well as competencies that a capital o f Sustainable Cooperation living, start from magnitude, generality, at last strength. Keywords: self efficacy, magnitude, generality, strength, performance.
35
Iriani Ismail
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Pendahuluan Keyakinan akan kemampuan diri sangat diperlukan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik. Banyak para pegawai yang kurang percaya diri/tidak yakin dengan kemampuannya, atau pasrah saja menerima nasib. Kondisi ini jika dibiarkan tentu saja akan berakibat buruk/tidak baik terhadap kepuasan kerja pegawai tersebut dan lebih lagi bagi pencapaian tujuan atau kinerja institusi/perusahaan dimana bekerja. Keyakinan diri (Self efficacy) dipandang dapat mengubah perilaku seseorang dalam mencapai tujuannya dan memperbaiki kinerjanya dalam perusahaan. Setiap individu memiliki Self efficacy yang berbeda. Self efficacy mencerminkan persepsi ataupun keyakinan individu terhadap kemampuannya sekaligus sebagai komponen motivasional individu dalam menyelesaikan tugas tertentu, yang dikenal sebagai “ittention for effort allocation”. Self efficacy yang tinggi menjadikan seseorang selalu berpikir positif, mampu mengeksplorasi kemampuan diri semaksimal mungkin, tidak tergantung kepada orang lain, dan memiliki lingkungan pergaulan yang tidak terbatas. Pada dasarnya seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang cukup besar akan merasa lebih nyaman dalam menghadapi segala masalah dan merasa cukup bekal dalam mengatasinya. Sedangkan seseorang pegawai yang memiliki self efficacy rendah mengindikasikan mudah menyerah saat menghadapi kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Keadaan ini nantinya akan berpengaruh bagi pencapaian target perusahaan atau organisasi. Koperasi merupakan salah satu kekuatan ekonomi yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat sebagai pendorong tumbuhnya perekonomian nasional sekaligus sebagai soko guru dalam perekonomian di Negara Indonesia. Pada masa pembangunan ini, perannya tidak hanya di bidang perekonomian saja, tetapi diharapkan bisa menjadi alat pemersatu bagi seluruh rakyat Indonesia. Namun ternyata sumbangan dan peranannya di dalam perekonomian nasional tersebut masih sangat terbatas. Berbagai permasalahan yag muncul dalam perkembangan perkoperasian di tanah air merujuk pada lemahnya sumber daya manusia yang ditandai oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia dalam perkoperasian tidak sepenuhnya memperoleh perhatian serius sehingga dalam perjalannya muncul berbagai permasalahan. Kapasitas pelaku perkoperasian dalam menjalankan kehidupan koperasi dan dalam menghadapi tantangan ke depan memerlukan banyak hal dipertimbangkan dan penguatan termasuk nuansa keyakinan diri para pelaku tersebut. Keyakinan diri/self efficacy merupakan salah satu faktor determinasi motivasional diri yang sangat mendukung peningkatan kinerja lembaga perkoperasian. Dengannya diharapkan mampu menghalau semua rintangan dan permasalahan yang selama ini selalu disampaikan ketika membicarakan perkembangan koperasi. Tujuan Penelitian 1. 2. 3. 4.
Mengetahui besarnya pengaruh variabel self efficacy yang terdiri dari magnitude, generality, strength terhadap kinerja perkoperasian Untuk mengetahui pengaruh variabel magnitude terhadap kinerja perkoperasian Untuk mengetahui pengaruh variabel generality terhadap kinerja perkoperasian Untuk mengetahui variabel pengaruh strengh terhadap kinerja perkoperasian
36
Iriani Ismail
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Kajian Pustaka Keyakinan diri atau Self efficacy adalah keyakinan seseorang terhadap kemampuannya mengorganisasikan dan melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai performansi tertentu (Schunk,1991). Secara harfiah, efikasi dapat diartikan sebagai kemujaraban diri (kamus Bahasa Indonesia). Bandura (1997) memaknakan self efficacy sebagai keyakinan akan kemampuan individu untuk dapat mengorganisasi dan melaksanakan serangkaian tindakan yang dianggap perlu untuk mencapai suatu hasil yang diinginkan. Self-efficacy adalah kemampuan generatif yang dimiliki individu meliputi kognitif, sosial, dan emosi. Kemampuan individu tersebut harus dilatih dan diatur secara efektif untuk mencapai tujuan individu. Seringkali dalam kehidupan sehari-hari, ditemukan individu mengalami kegagalan meskipun mengetahui apa yang harus dilakukan dan memiliki kemampuan untuk melakukannya. Karenanya, self-efficacy sekaligus dapat dipandang sebagai konsep yang secara spesifik mengontrol keyakinan atas kemampuan yang dimiliki individu untuk meraih tujuan tertentu. Menurut Bandura & Jourden (1991) mengatakan keraguan dapat mempengaruhi kemampuan yang dimiliki individu sehingga kemampuan tersebut tidak muncul, karena keraguan dapat melemahkan keyakinan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Selanjutnya Bandura juga mengatakan bahwa keyakinan merupakan salah satu regulasi diri yang menentukan seberapa bagus kemampuan yang dimiliki, dilatih secara terus menerus, dan berkontribusi dalam mencapai suatu keberhasilan. Selain itu, sebagai suatu konsep, selfefficacy pada umumnya dipahami sebagai tugas tertentu, dan self-efficacy juga mengacu pada keyakinan kemampuan individu mengatasi berbagai tuntutan dan situasi. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy merupakan keyakinan atas kemampuan yang dimiliki individu dalam mencapai tujuan dengan tingkat kesulitan tugas pada berbagai kondisi, mampu berfikir secara positif, meregulasi diri, dan keyakinan yang positif. Faktor-faktor yang mempengaruhi self-efficacy Menurut Bandura (1997) ada beberapa faktor penting yang mempengaruhi selfefficacy, yaitu: a. Pengalaman keberhasilan (Mastery Experience) Pengalaman keberhasilan merupakan sumber yang sangat berpengaruh dalam selfefficacy. Pengalaman keberhasilan yang diperoleh individu meningkatkan self-efficacy tersebut dan sebaliknya, kegagalan menurunkan self-efficacy. Keberhasilan menghasilkan kekuatan dan kepercayaan diri. Pengalaman keberhasilan individu lain tidak dapat mempengaruhi self-efficacy, tetapi apabila pengalaman keberhasilan itu dari dirinya maka akan mempengaruhi peningkatan self-efficacy. Bandura juga mengatakan bahwa pengalaman keberhasilan menghasilkan kekuatan yang relatif untuk memperkuat keyakinan diri dibandingkan dengan model lain seperti strategi pemodelan, simulasi kognitif, pertunjukan yang sukses, instruksi tutorial. Faktor yang paling penting dalam pengembangan efikasi diri sepertinya adalah pengalaman masa lalu. Jika selama suatu periode waktu berhasil dalam kinerja, maka mungkin akan lebih mengembangkan rasa percaya diri dan keyakinan yang meningkat dalam kemampuan untuk melaksanakan tugas secara berhasil. Penyataan tersebut didukung oleh pernyataan
37
Iriani Ismail
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Bandura yang menyatakan bahwa pengalaman sebelumnya merupakan sumber yang paling potensial.
b. Pengalaman orang lain ( Vicarious Experience or Modeling) Individu tidak dapat hanya mengandalkan pengalaman keberhasilan sebagai sumber informasi tentang kemampuan mereka. Penilaian efikasi merupakan bagian yang dipengaruhi oleh pengalaman orang lain sebagai contoh untuk mencapai keberhasilan. Modelling merupakan cara lain yang efektif untuk menunjukkan kemampuan efikasi individu. Kemampuan individu dinilai dari aktifitas yang dihasilkan dengan indikator memuaskan. Pada saat kepuasan itu harus diukur terutama dalam kaitannya dengan kinerja, maka perbandingan sosial berperan penting sebagai faktor utama dalam penilaian kemampuan diri. Weinberg dalam Bandura (1997) mengatakan bahwa bersaing dapat menimbulkan keyakinan yang kuat untuk berhasil, sedangkan jika ada salah satu yang berhasil maka hal ini dapat menurunkan keyakinan individu lainya. c. Persuasi verbal (Verbal Persuasion) Menurut Bandura (1997) persuasi verbal berfungsi sebagai sarana untuk memperkuat keyakinan atas kemampuan yang dimiliki individu dalam mencapai tujuan. Individu dengan keyakinan secara verbal bahwa mereka memiliki kemampuan untuk menguasai tugas-tugas yang diberikan cenderung berusaha secara maksimal dan mempertahankannya. Keyakinan yang berkenaan dengan efikasi diri adalah sesuatu yang dipelajari (Ivancevich, dkk, 2007). Karenanya, keberhasilan persuasif secara verbal akan dapat memberikan dampak positif pada individu yaitu meningkatkan rasa percaya mereka dalam menghasilkan prestasi. d. Keadaan Fisiologis dan Afektif ( Physiological and Affective State) Informasi kemampuan individu sebagian besar didapatkan dari somatik yang diteruskan ke ranah fisiologis dan afektif. Indikator somatik individu sangat relevan dalam kesehatan fisik, fungsi kesehatan, dan coping dengan stres. Treatment yang menghilangkan reaksi emosional melalui pengalaman keberhasilan dapat meningkatkan keyakinan keberhasilan dengan memperbaiki perilaku yang sesuai pada kinerja. Stres dapat mengurangi self-efficacy pada diri individu. Apabila tingkat stres individu rendah maka self-efficacy akan tinggi, sebaliknya apabila stres tinggi maka self-efficacy pada individu rendah. Ada empat hal dalam meningkatkan keyakinan efikasi yaitu dengan meningkatkan status fisik, mengurangi tingkat stres, kecenderungan emosi negatif, dan memperhatikan kesehatan tubuh. Self efficacy yang tinggi ditunjukkan dengan perilaku sebagai berikut : 1. Be active - select best opportunity 2. Manage the situation - avoid or neutralize obstacles 3. Set goal - establish standarts 4. Plan, prepare, practice 5. Try hard, preserve 6. Creatively solve problems 7. Learn from setbacks 38
Iriani Ismail
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
8. Visualize success 9. Limit stress
Sejauh mana orang meningkatkan self efficacy melalui keberhasilan performansi, akan tergantung seberapa besar usaha yang dikeluarkan. Keberhasilan yang diperoleh melalui usaha yang besar memberikan efficacy yang lebih kecil dari pada keberhasilan yang diperoleh dengan usaha yang sedikit. Hal ini disebabkan karena performansi yang mudah dicapai memberikan kesan tingkat kemampuan diri yang lebih tinggi dari pada prestasi yang diperoleh melalui kerja yang lambat dan berat. Dimensi Self-Efficacy Self-efficacy memiliki beberapa dimensi yang mempunyai implikasi penting pada kinerja, artinya self-efficacy bersifat spesifik dalam tugas dan situasi yang dihadapi. Menurut Bandura (1997), dimensi sel-efficacy ada tiga yaitu Magnitude atau level, Generality, Strenght. a. Magnitude atau Level Magnitude atau level adalah persepsi individu mengenai kemampuannya yang menghasilkan tingkah laku yang akan diukur melalui tingkat tugas yang menunjukkan variasi kesulitan tugas. Tingkat kesulitan tugas tersebut mengindikasikan dimensi kecerdikan/kecerdasan, tenaga, akurasi, produktivitas, atau regulasi diri yang diperlukan untuk menyebutkan beberapa dimensi perilaku kinerja. Individu memiliki self efficacy yang tinggi pada tugas yang mudah dan sederhana, atau juga pada tugas-tugas yang rumit dan membutuhkan kompetensi yang tinggi. Individu yang memiliki self efficacy yang tinggi cenderung memilih tugas yang tingkat kesukarannya sesuai dengan kemampuannya. Individu yang memilki tingkat yang tinggi memiliki keyakinan bahwa ia mampu mengerjakan tugas-tugas yang sukar juga memiliki self-efficacy yang tinggi sedangkan individu dengan tingkat yang rendah memiliki keyakinan bahwa dirinya hanya mampu mengerjakan tugas-tugas yang mudah serta memiliki self-efficacy yang rendah. b. Generality Self-efficacy juga berbeda pada generalisasi artinya individu menilai keyakinan mereka berfungsi di berbagai kegiatan tertentu. Generalisasi memiliki perbedaan dimensi yang bervariasi yaitu: 1) 2) 3) 4)
Derajat kesamaan aktivitas. Modal kemampuan ditunjukan (tingkah laku, kognitif, afektif). Menggambarkan secara nyata mengenai situasi. Karakteristik perilaku individu yang ditujukan.
Penilaian ini terkait pada aktivitas dan konteks situasi yang mengungkapkan pola dan tingkatan umum dari keyakinan orang terhadap keberhasilan mereka. Dimensi ini berkaitan dengan penguasaan individu terhadap bidang atau tugas pekerjaan. Individu dapat menyatakan dirinya memiliki self efficacy pada aktivitas yang luas, atau terbatas pada fungsi domain tertentu saja. Individu dengan self efficacy yang tinggi akan mampu menguasai beberapa bidang sekaligus untuk menyelesaikan suatu tugas. Individu
39
Iriani Ismail
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
yang memiliki self efficacy yang rendah hanya menguasai sedikit bidang yang diperlukan dalam menyelesaikan suatu tugas. c. Strength Keyakinan diri yang lemah disebabkan tidak didukung oleh pengalaman, sedangkan orang-orang yang memiliki keyakinan yang kuat, mereka akan bertahan dengan usaha mereka meskipun ada banyak kesulitan atau hambatan. Individu tersebut tidak akan kalah oleh kesulitan, karena kekuatan pada self-efficacy tidak selalu berhubungan terhadap pilihan tingkah laku. Dimensi yang ketiga ini lebih menekankan pada tingkat kekuatan atau kemantapan individu terhadap keyakinannya. Sel efficacy menunjukkan bahwa tindakan yang dilakukan individu akan memberikan hasil yang sesuai dengan yang diharapkan. Self efficacy menjadi dasar melakukan usaha yang keras, bahkan ketika menemui hambatan sekalipun. Individu dengan tingkat kekuatan tinggi akan memiliki keyakinan yang kuat akan kompetensi diri sehingga tidak mudah menyerah atau frustasi dalam menghadapi rintangan dan memiliki kecenderungan untuk berhasil lebih besar dari pada individu dengan kekuatan yang rendah. Alwisol (2004) mengatakan bahwa efikasi adalah persepsi mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan tindakan yang diharapkan. Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Kreitner dan Kinicki (2004) juga mendefinisikan bahwa self efficacy sebagai a person’s belief about his or her chances of successfully accomplishing a specific task. Self efficacy dapat dikatakan sebagai faktor personal yang membedakan setiap individu. Karenanya, perubahan self efficacy dapat menyebabkan perubahan perilaku terutama dalam penyelesaian tugas dan tujuan. Self efficacy mengarah pada keyakinan individu bahwa dirinya dapat melakukan tindakan yang dikehendaki oleh situasi tertentu dengan berhasil. Dikaakan pula bahwa self efficacy merupakan keyakinan seseorang tentang kemampuannya mengatasi berbagai situasi. Efficacy berarti keefektifan, memiliki kekuatan untuk memperoleh akibat yang diinginkan. Penilaian kemampuan sangat penting bagi individu, individu yang menilai terlalu tinggi kemampuannya bila melakukan kegiatan yang dapat diraih akibatnya ia mengalami kesulitan untuk menurunkan kredibilitasnya dan menderita kegagalan. Sebaliknya individu yang menilai terlalu rendah kemampuannya akan membatasi dirinya dari pengalaman yang menguntungkan, untuk itu individu harus memperoleh pengetahuan diri berkenaan dengan kemampuan, kecakapan fisik, dan keterampilan untuk mengatasi situasi-situasi tertentu. Definisi lebih luas dan lebih tepat untuk perilaku organisasi positif diberikan oleh Stajkovic dan Luthans dalam Luthans (2005) yang mengatakan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan individu mengenai kemampuannya untuk memobilisasi motivasi, sumber daya kognitif, dan tindakan yang diperlukan agar berhasil melaksanakan tugas dalam konteks tertentu. Proses Self efficacy Bandura (1997) mengatakan bahwa self efficacy mengatur fungsi manusia melalui 4 proses utama, yaitu :
40
Iriani Ismail
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
a. Proses kognitif Self efficacy mempengaruhi proses berpikir yang dapat meningkatkan atau mengurangi performansi dan bisa muncul dalam berbagai bentuk, antara lain : 1. Konstruksi Kognitif Sebagian besar tindakan pada awalnya dibentuk dalam pikiran. Konstruksi kognitif tersebut kemudian hadir sebagai penuntun tindakan. Keyakinan orang akan self efficacy, akan mempengaruhi bagaimana mereka menafsirkan situasi dan tipe-tipe skenario pengantisipasi dan memvisualisasikan masa depan yang mereka gagas. Orang dengan self efficacy yang tinggi akan memandang situasi yang dihadapi sebagai sesuatu yang menghadirkan kesempatan-kesempatan yang dapat dicapai. Mereka memvisualisasikan skenario kesuksesan yang dapat memberi arahan positif bagi kinerja mereka. Orang yang menganggap dirinya tidak mampu akan menafsirkan situasi yang tidak pasti sebagai sesuatu yang beresiko dan mereka akan cenderung memvisualisasikan kegagalan. Memvisualisasikan kesuksesan akan meningkatkan kinerja. Sementara membayangkan kegagalan akan menurunkan kinerja. 2. Inferential thinking Fungsi utama berpikir adalah orang mampu untuk memprediksi hasil dari berbagai tindakan yang berbeda dan untuk menciptakan kontrol terhadap hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya. Keterampilan-keterampilan dalam problem solving memerlukan pemrosesan kognitif dari berbagai informasi yang kompleks, ambigu dan tidak pasti, secara efektif. Fakta bahwa faktor-faktor prediktif yang sama mungkin memiliki prediktor yang berbeda menciptakan suatu ketidakpastian. Self efficacy yang tinggi diperlukan dalam menghadapi berbagai ketidakpastian. b. Proses Motivasional Kemampuan untuk memotivasi diri dan melakukan tindakan yang memiliki tujuan berdasarkan pada aktivitas kognitif. Orang memotivasi dirinya dan membimbing tindakannya melalui pemikirannya. Mereka membentuk keyakinan bahwa diri mereka bisa dan mengantisipasi berbagai kemungkinan outcome positif dan negatif, dan mereka menetapkan tujuan dan merencanakan tindakan yang dibuat untuk merealisasikan nilainilai yang ingin diraih di masa depan dan menolak hal-hal yang tidak diinginkan. c. Proses Afektif Keyakinan seseorang mengenai kemampuannya dipengaruhi seberapa banyak tekanan yang dialami ketika menghadapi situasi-situasi yang mengancam. Reaksi-reaksi emosional tersebut dapat mempengaruhi tindakan baik langsung maupun tidak langsung melalui pengubahan jalan pikiran. Individu yang memiliki self efficacy rendah cenderung mempercayai bahwa sesuatu itu lebih berat dari pada kenyataanya. Hal ini menimbulkan perasaan stress dan pandangan yang sempit terhadap bagaimana pemecahan terbaik dari masalah. Sebaliknya, individu dengan self efficacy tinggi memusatkan perhatian dan usaha mereka kepada kebutuhan situasi, serta meningkatkan usaha ketika dihadapkan pada rintangan. Orang yang percaya bahwa dirinya dapat mengatasi situasi yang mengancam, menunjukkan kemampuan. Oleh karena itu tidak merasa cemas atau terganggu oleh ancaman-ancaman yang dihadapinya. Sedangkan orang yang mengancam akan mengalami kecemasan yang tinggi. d. Proses Seleksi Dengan menyeleksi lingkungan, orang mempunyai kekuasaan akan menjadi apa. Pilihan-pilihannya dipengaruhi oleh keyakinan akan kemampuan personalnya. Orang akan menolak aktivitas-aktivitas dan lingkungan-lingkungan yang mereka yakini 41
Iriani Ismail
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
melebihi kemampuan mereka, tetapi siap untuk melakukan aktivitas dan memilih lingkungan sosial yang mereka nilai dapat mereka atasi. Semakin tinggi penerimaan self efficacy, semakin menantang aktivitas yang mereka pilih. Self efficacy akan mempengaruhi tindakan yang dipilih oleh individu, seberapa besar usaha yang dilakukan, seberapa lama kegigihannya dalam menghadapi rintanganrintangan dan kegagalan, seberapa besar depresi dan stress yang dialami dalam proses strategi penanggulangan masalah (coping) dengan tuntutan lingkungan, serta tingkat prestasi yang dicapai. Sejumlah penelitian menemukan bahwa self efficacy merupakan variabel yang dapat mempengaruhi kinerja secara langsung dan memiliki hubungan yang kuat (Arsanti, 2009). Beberapa penelitian yang dilakukan secara berbeda baik secara strategi ataupun metodologi, menunjukkan bahwa self efficacy dapat meningkatkan kinerja (Bandura & Locke. 2003). Selanjutnya dikatakan bahwa hasil meta analisis yang dilakukan terhadap hubungan kausal antara self-efficacy, penetapan tujuan, dan kinerja, menunjukkan bahwa self efficacy berkontribusi secara signifikan terhadap motivasi dan kinerja. Efficacy tidak hanya dapat memprediksi fungsi dalam keperilakuan diantara individu pada tingkat efficacy yang berbedabeda, tetapi juga perubahan fungsi di dalam diri individu dari waktu ke waktu. Wigfield dan Eccles (1990) menemukan bahwa efficacy mempunyai pengaruh yang independent terhadap kinerja. Stajkovic & Luthans (1998) juga mengatakan terdapat hubungan yang signifikan antara self-efficacy dan kinerja. Penelitian yang dilakukan Arsanti (2009) menemukan bahwa self efficacy berhubungan positif secara signifikan terhadap kinerja. Karenanya, self efficacy yang tinggi akan meningkatkan kinerja individu. Hasil atau temuan yang sama juga terdapat dalam penelitian yang dilakukan oleh Warsito (2004) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan kausal positif signifikan antara self efficacy dengan prestasi akademik (r = 0,472). Hasil selanjutnya juga menemukan bahwa self efficacy berhubungan kausal baik secara langsung (r5 = 0,222), maupun secara tak langsung (r5 = 0,154), dengan prestasi akademik. Karena hubungan kausal langsung lebih kuat dari pada tak langsung, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi akademik lebih dipengaruhi secara langsung oleh self efficacy. Cara Meningkatkan Self efficacy Terdapat beberapa saran yang diajukan oleh Baron dan Greenberg dalam Fakhrudin (2008) untuk meningkatkan self efficacy para karyawan. Saran tersebut adalah sebagai berikut: - Give constructive-not destructive feedback. Memberikan umpan balik yang bersifat membangun akan memfokuskan kepada cara untuk meningkatkan kinerja karyawannya bahwa mereka akan memperoleh kesuksesan yang diinginkan. - Expose employees to models of good performance -and success. Sumber efficacy yang utama berasal dari pengalaman, sehingga semakin banyak keahlian dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman akan meningkatkan self efficacy. - Seek continous improvement. Melaksanakan suatu program yang berkelanjutan untuk meningkatkan self efficacy.
42
Iriani Ismail
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Pengertian Kinerja Hasibuan (2007:94) mendefinisikan prestasi kerja/kinerja sebagai suatu hasil kerja yang digunakan seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankannya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Kinerja merupakan gabungan tiga faktor penting, yaitu kemampuan dan minat kerja karyawan. Kemampuan dan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan tingkat motivasi seorang karyawan. Semakin tinggi ketiga faktor tersebut, semakin besar prestasi/kinerja karyawan. Kinerja adalah kuantitas atau kualitas sesuatu yang dihasilkan atau jasa yang diberikan oleh seseorang yang melakukan pekerjaan (Luthans, 2005). Kinerja merupakan prestasi kerja, yaitu perbandingan antara hasil kerja dengan standar yang ditetapkan (Dessler, 2000). Kinerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam melaksanakan tugas sesuai tanggung jawab yang diberikan (Mangkunegara, 2002). Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama (Rivai dan Basri, 2005). Sedangkan Mathis dan Jackson (2006) menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan pegawai. Manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan atau organisasi, termasuk kinerja masing-masing individu dan kelompok kerja di perusahaan tersebut. Kinerja merupakan hasil kerja dari tingkah laku (Amstrong, 1999:15). Pengertian kinerja ini mengaitkan antara hasil kerja dengan tingkah laku. Sebagai tingkah laku, kinerja merupakan aktivitas manusia yang diarahkan pada pelaksanaan tugas organisasi yang dibebankan kepadanya. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja a. Efektifitas dan efisiensi Bila suatu tujuan tertentu akhirnya bisa dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan menilai yang penting dari hasil yang dicapai sehingga mengakibatkan kepuasan walaupun efektif dinamakan tidak efesien. Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut efesien (Prawirosentono, 1999). b. Otoritas (wewenang) Otoritas menurut adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi formal yang dimiliki seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (Prawirosentono, 1999). Perintah tersebut mengatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dalam organisasi tersebut. c. Disiplin Disiplin adalah taat kepda hukum dan peraturan yang berlaku (Prawirosentono, 1999). Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi dimana dia bekerja. d. Inisiatif Inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreatifitas dalam membentuk ide untuk merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.
43
Iriani Ismail
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Karakteristik Kinerja Karyawan Karakteristik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai berikut (Mangkunegara, 2002:68): 1. 2. 3. 4. 5.
Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi. Memiliki tujuan yang realistis. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuannya. Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya. 6. Mencari kesempatan untuk merealisasikan rencana yang telah diprogramkan. Indikator Kinerja Karyawan Indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada enam indikator, yaitu (Robbins, 2006): 1. Kualitas. Kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan. 2. Kuantitas. Merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan. 3. Ketepatan waktu. Merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. 4. Efektivitas. Merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya. 5. Kemandirian. Merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat menjalankan fungsi kerjanya. 6. Komitmen kerja. Merupakan suatu tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor. Dari berbagai pengertian di atas, self efficacy bersinggungan atau berkaitan dengan faktor kualitas dan kemandirian. Metodologi Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai seberapa besar pengaruh self efficacy terhadap kinerja perkoperasian di Bangkalan. Maka dari itu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif – kuantitatif. Ini berarti, selain memberikan gambaran sepintas, penelitian ini juga mempergunakan alat analisis statistik Dari konsep yang diajukan dalam skripsi ini terdiri dari dua variabel, yaitu terdiri atas variabel bebas (independent) dan variabel terikat/tidak bebas (dependent). Berdasarkan kajian logis, maka konsep yang diukur dalam penelitian ini ditetapkan sebagai berikut : a) Variabel bebas (independent) adalah: 1. Magnitude (X1) 2. Generality (X2) 3. Strength (X3)
44
Iriani Ismail
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
b) Variabel tidak bebas/terikat (dependent) adalah kinerja (Y) Model Penelitian Gambar 1. Peran Self-efficacy Terhadap Kinerja Magnitude/tingkat kesulitan pekerjaan
Generality/tingkat keluasan
Kinerja
Strength/tingkat kemantapan
Hasil Penelitian dan Pembahasan Penelitian ini melibatkan 75 koperasi aktif termasuk koperasi wanita (Kopwan) yang tersebar di 18 kecamatan, kabupaten Bangkalan, Madura. Koperasi aktif disini ditunjukkan oleh rutinitas melakukan laporan tahunan melalui RAT (Rapat Anggota Tahunan) selama 3 tahun berturut-turut. Data diperoleh dari Dinas Koperasi UMKM Bangkalan. Teknik Analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Hasil ujinya menemukan signifikansi pengaruh ketiga variabel dalam self efficacy, yang terdiri dari variabel Magnitude, variabel Generality, dan variabel Strength terhadap variabel kinerja perkoperasian. Penelitian ini diawali dengan pra survei di Dinas Koperasi UMKM Bangkalan, dilanjutkan kemudian ke lapangan disertai dengan pemberian kuesioner pada semua pelaku Koperasi tersebut. Banyaknya/jumlah koperasi yang terpilih sebagai responden di kecamatankecamatan di Bangkalan seperti berikut. Tabel 1. Jumlah Responden No. 18 Kecamatan yang tersebar di Kab. Jumlah Koperasi /responden Bangkalan 1 Bangkalan 5 2 Socah 4 3 Kamal 4 4 Burneh 4 5 Kwanyar 4 6 Tanah Merah 5 7 Tragah 4 8 Geger 4 9 Klampis 4 10 Arosbaya 4 11 Tanjung Bumi 5 12 Blega 4 45
Iriani Ismail 13 14 15 16 17 18
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Konang Kokop Modung Galis Labang Sepulu Jumlah
4 4 4 4 4 4 75
Dengan melakukan penyebaran kuesioner untuk mengukur persepsi responden digunakan skala Likert. Pertanyaan dalam kuesioner dibuat dengan menggunakan skala 1-5 untuk mewakili pendapat dari responden. Nilai untuk skala tersebut adalah:skor 5 (Sangat setuju), skor 4 (Setuju) skor 3 (Cukup Setuju) skor 2 (Tidak setuju) skor 1 (Sangat tidak setuju). Hasil uji statistik seperti dalam tabel berikut menunjukkan bahwa semua variabel self efficacy: magnitude, generality, dan strength berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja. Pengaruh terbesar adalah variabel magnitude, artinya kinerja perkoperasian banyak dipengaruhi kekuatan keyakinan atas kemampuannya dalam melaksanakan tingkat kesulitan tugas perkoperasian. Selanjutnya variabel generality dan strength juga memberikan sumbangsih pengaruh bermakna bagi kinerja perkoperasian.
Model 1 (constant) X1 X2 X3
Tabel 2. Hasil Uji Regresi Linier Berganda Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients t Std. B Beta Error ,399 1,281 ,311 ,367 ,122 ,333 2,993 ,308 ,096 ,290 3,199 ,307 ,106 ,310 2,908
Sig ,757 ,004 ,002 ,005
Berdasarkan Tabel di atas maka persamaan regresi yang dihasilkan pada penelitian ini adalah: Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + e Y = 0,399 + 0,367X1 + 0,308X2 + 0,307X3 + e Sebelum menganalisis bagaimana pengaruh self efficacy terhadap kinerja perkoperasian, terlebih dahulu dilakukan pengujian data kuesioner yang telah diperoleh. Pengujian meliputi uji validitas dan reliabilitas yang dilakukan dengan menggunakan SPSS (Statistical Product and Suuccess Solutions) 16 for Windows. Setiap item kuesioner pada variabel dinyatakan valid apabila koefisien korelasinya lebih dari 0,3 (Sugiyono, 2005). Analisis hasil uji validitas dapat dilihat pada tabel berikut.
46
Iriani Ismail
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016 Tabel 3. Hasil Uji Validitas Variabel Magnitude (X1) Item Korelasi (r) r Tabel Keterangan Pernyataan X1.1 0,535 0,227 Valid X1.2 0,376 0,227 Valid X1.3 0,623 0,227 Valid X1.4 0,383 0,227 Valid
Variabel magnitude (X1) terdiri dari 4 item pernyataan. Korelasi setiap item pernyataan memiliki nilai r hitung > r tabel. Sehingga berdasarkan uji validitas menunjukkan bahwa pada semua item pernyataan pada variabel magnitude (X1) dinyatakan valid dan dapat dijadikan sebagai instrumen penelitan. Tabel 4. Hasil Uji Validitas Variabel Generality(X2) Item Korelasi (r) r Tabel Keterangan Pernyataan X2.1 0,446 0,227 Valid X2.2 0,486 0,227 Valid X2.3 0,697 0,227 Valid X2.4 0,449 0,227 Valid Variabel Generality (X2) terdiri dari 4 item pernyataan. Korelasi setiap item pernyataan memiliki nilai r hitung > r tabel. Sehingga berdasarkan uji validitas menunjukkan bahwa pada semua item pernyataan pada variabel Generality (X2) dinyatakan valid dan dapat dijadikan sebagai instrumen penelitan. Tabel 5. Hasil Uji Validitas Variabel Strength (X3) Item Korelasi (r) r Tabel Keterangan Pernyataan X3.1 0,741 0,227 Valid X3.2 0,498 0,227 Valid X3.3 0,805 0,227 Valid X3.4 0,467 0,227 Valid Variabel strength (X3) terdiri dari 4 item pernyataan. Korelasi setiap item pernyataan memiliki nilai r hitung > r tabel. Sehingga berdasarkan uji validitas menunjukkan bahwa pada semua item pernyataan pada variabel strength (X3) dinyatakan valid dan dapat dijadikan sebagai instrumen penelitan. Tabel 6. Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Koperasi Madura (Y) Item Korelasi (r) r Tabel Keterangan Pernyataan Y1 0,487 0,227 Valid Y2 0,470 0,227 Valid Y3 0,602 0,227 Valid Y4 0,679 0,227 Valid 47
Iriani Ismail
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Variabel kinerja koperasi madura (Y) terdiri dari 4 item pernyataan. Korelasi setiap item pernyataan memiliki nilai r hitung > r tabel. Sehingga berdasarkan uji validitas menunjukkan bahwa pada semua item pernyataan pada variabel kinerja koperasi madura (Y) dinyatakan valid dan dapat dijadikan sebagai instrumen penelitan. Hasil Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah suatu pengujian yang akan menunjukkan konsistensi jawaban seseorang terhadap pernyataan yang ada dalam kuesioner tersebut dari waktu ke waktu di dalam mengukur gejala yang sama. Untuk menguji keandalan (reliabel) suatu pernyataan digunakan teknik analisis Cronbach’s Alpha untuk tiap variabel penelitian melalui program SPSS 16. Uji reliabilitas digunakan metode Cronbach’s Alpha, dimana suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach’s Alpha > 0,60 (Ghozali, 2009). Hasil uji reliabilitas dari variabel-variabel yang diteliti dapat dilihat pada tabel berikut:
Variabel Magnitude (X1) (X2) Strength (X3) Kinerja Koperasi (Y)
Tabel 6. Hasil Uji Reliabilitas Cronbach’s Kriteria Alpha 0,691 0,6 0,727 0,6 0,806 0,6 0,760 0,6
Keterangan Reliabel Reliabel Reliabel Reliabel
Berdasarkan Tabel di atas diketahui bahwa nilai Cronbach’s alpha dari variabel (X1), (X2), (X3), dan (Y) lebih dari 0,6 sehingga dapat disimpulkan reliabel, yang berarti bahwa kuesioner dapat digunakan dalam penelitian. Berdasarkan hasil perhitungan yang ditunjukkan dalam tabel, maka seluruh item kuesioner pada variabel self efficacy (X) dan variabel kinerja (Y) dinyatakan reliabel karena koefisien Alpha Cronbach-nya (α) lebih dari 0,6. Daftar inventarisasi masalah Koperasi dan UMKM menunjukkan beberapa permasalahan baik pada Koperasi maupun UMKM. Permasalahan Koperasi dari tahun ke tahun terasa makin banyak khususnya pada sisi sumber daya manusia pelaku Koperasi. Temuan riset ini menunjukkan bahwa magnitude atau keyakinan atas kemampuan diri dalam melaksanakan tingkat kesulitan tugas dalam perkoperasian memberikan pengaruh dominan pada kinerja perkoperasian. Ini diindikasikan oleh kecerdasan/kecerdikan, tenaga/usaha, produktivitas, regulasi diri. Keadaan ini didukung oleh hasil inventarisasi permasalahan Koperasi oleh Kementerian Negara Koperasi & UKM Republik Indonesia (2009) yang menemukan hal-hal antara lain sebagai berikut. 1. Kualitas sumber daya manusia di lingkungan Koperasi baik dari pemahaman perkoperasian maupun bisnis umumnya rendah, 2. Sebagian besar Koperasi belum melaksanakan RAT tepat waktu, 3. Kualitas dan partisipasi anggota Koperasi dari berbagai aspek rendah, 4. Rendahnya partisipasi anggota Koperasi disebabkan oleh motivasi keanggotaan yang tidak relevan dengan tujuan ideal keanggotaan Koperasi, 5. Motivasi keanggotaan Koperasi didorong oleh kepentingan jangka pendek, 6. Kewenangan pengurus mengangkat pengelola menciptakan tradisi kerja sambilan dalam kepengurusan Koperasi.
48
Iriani Ismail
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Kenyataan di lapangan, sebagian besar sumber daya manusia institusi perkoperasian memang sangat rendah. Banyak masyarakat menganggap remeh kehidupan berkoperasi, sehingga menjalankan roda kehidupan koperasi dengan seadanya. Jangankan melakukan kreativitas/inovasi dalam pengelolaan perkoperasiaan, menjalankan dengan penuh tanggung jawab dan maksimal mengelolanya belum banyak ditemukan. Layak ditemukan dalam inventarisasi permasalahan koperasi Indonesia, karena di lapangan memang seperti itu adanya. Apalagi pendirian Koperasi yang diawali dengan pemberian pinjaman lunak, banyak dari koperasi-koperasi tersebut gulung tikar setelah memperolehnya. Keadaan seperti ini menunjukkan bahwa pendiriannya hanya sekedar untuk memperoleh pinjaman. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan perhitungan secara kuantitatif atas penelitian yang dilakukan di beberapa Koperasi aktif dengan mengambil jumlah responden sebanyak 75 orang pengurus, maka dapat diuraikan beberapa kesimpulan sebagai berikut : Hasil perhitungan secara statistik dengan alat bantu software SPSS 16 for windows menyatakan bahwa self efficacy memiliki pengaruh sebesar 67,7 % terhadap kinerja Koperasi. Sehingga, bisa dikatakan jika self efficacy dikelola dengan baik, maka kinerja perkoperasian juga akan baik. Self efficacy yang paling berpengaruh di lingkungan perkoperasian di Bangkalan yaitu magnitude, keyakinan diri bahwa mampu melaksanakan tingkat kesulitan tugas perkoperasian. Magnitude memberikan pengaruh 36,7%, generality memberikan pengaruh 30,8%, dan strength memberikan pengaruh 30,7%. Berdasarkan temuan tersebut, maka direkomendasi bahwa Koperasi adalah institusi yang sangat penting keberadaannya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, utamanya kesejahteraan para anggotanya. Karenanya perlu memperhatikan keberadaan sumber daya manusia yang tangguh dan handal dalam mengelola perkoperasian. Daftar Pustaka Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press Amstrong, Mischael, 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Sofyan dan Haryanto. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Arsanti, Tutuk Ari. 2009. Hubungan Antara Penetapan Tujuan dan Self Efficacy Terhadap Kinerja. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. Jember Jurnal Bisnis dan Ekonomi. 16(2). 97110. ISSN : 1412-3126 Bandura, Albert & Locke, Edwin. A. 2003. Negative Self-Efficacy and Goal Effects Revisited. Journal of Applied Psychology. Vol. 88, No. 1, 87-99. Bandura, A & Jourden FJ. 1991. Self Regulatory Mechanisms Governing Social Comparism Effects on Complex Decision Making. Journal of Personality and Social Psychology, 60, 941-951. Bandura, A. 1997. Self Efficacy: The Excercise of Control. USA: WH Freeman and Company. 49
Iriani Ismail
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Daftar Hasil Inventarisasi Masalah Koperasi dan UMKM, 2009. Kementrian Koperasi dan UKM RI. Jakarta Dessler, Gary. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Terjemahan, Jakarta: PT. Prenhallindo Fakhrudin, M. 2008. Program Percepatan Belajar sebagai Salah Satu Inovasi Labschool Dalam Memberikan Layanan Belajar Bagi Sisw Cerdas Istimewa. Jakarta. Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS, Edisi Keempat, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Ivancevich, J. M; Robert Konopaske, Michael T. Matteson. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Jakarta: Erlangga Kreitner, Robert, dan Kinicki, Angelo. 2004. Organizational Behavior. McGraw-Hill. Luthans, F. 2005. Organizational Behavior. New York: McGraw-hill. Mangkunegara, Anwar Prabu . 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Remaja Rosdakarya. Meece JL, Wigfield A & Eccles JS. 1990. Predictors of Matc Anxciety & Its Influence on Young Adolescents ‘ Course Enrollment Intentions & Performance in Mathematics. Journal of Educational Psychology, 82, 60-70. Mathis, R.L. & J.H. Jackson. 2006. Human Resource Management: Manajemen Sumber Daya Manusia. Terjemahan Dian Angelia. Jakarta: Salemba Empat. Prawirosentono, Suryadi. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE. Rivai, Vethzal & Basri. 2005. Peformance Appraisal: Sistem yang tepat untuk Menilai Kinerja Karyawan dan Meningkatkan Daya Saing Perusahan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. Robbins, Stephen P., 2006. Perilaku Organisasi, PT Indeks, Kelompok Gramedia, Jakarta. Schunk, DH. 1991. Self Efficacy& Academic Motivation. Education Psychologist, 26, 207231. Stajkovic, Alexander. D & Luthans, Fred. 1997. Social Cognitive Theory and Self Efficacy: Going Beyond Traditional and Behavioral Approach. Field report. Organization Dynamics. Elsevier Science Publishing Company, Inc. Sugiyono, 2005, Metode Penelitian Bisnis, Bandung : Alfabeta
50
Tengku Putri Lindung Bulan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS KARYAWAN PADA PT PKS SEUMANTOH KABUPATEN ACEH TAMIANG
Tengku Putri Lindung Bulan Manajemen, Universitas Samudra, Langsa email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas karyawan pada PT PKS Seumantoh Kabupaten Aceh Tamiang. Subjek penelitian ini adalah karyawan yang menjadi sampel dari PKS Seumantoh yang berjumlah 100 orang. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner atau angket yang disusun dengan model skala Likert. Metode analisis data menggunakan SPSS versi 17.0 dengan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa hipotesis pertama yang menyatakan bahan baku berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas, hipotesis kedua menyatakan insentif berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas, hipotesis ketiga menyatakan kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas, hipotesis keempat menyatakan mesin berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas. Dan hipotesis kelima yang menyatakan bahan baku, insentif, kompensasi, dan mesin secara simultan atau bersama-sama berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas karyawan pada PT PKS Seumantoh Kabupaten Aceh Tamiang.
Kata kunci: Bahan Baku, Insentif, Kompensasi, Mesin dan Produktivitas
51
Tengku Putri Lindung Bulan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
I. Pendahuluan Pemerintah terus melakukan kinerja pelaksanaan program pembangunan dalam mendukung sektor pembangunan jangka panjang yang berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada saat ini semua perusahaan yang bergerak didalam pengembangan tehnik-tehnik produksi terus menerus melakukan kegiatan penciptaan produk inovasi agar dapat memberikan pelayanan terhadap kebutuhan konsumen. Pihak manajemen perusahaan melakukan kegiatan
di dalam memberikan peluang maupun tantangan bagi
fungsi manajemen operasi dan melaksanakan strategi bisnis dalam pencapaian tujuan organisasi perusahaan serta peningkatan kesejahteraan karyawan khususnya. Salah satu sektor kegiatan produksi yang beroreintasi terhadap peningkatan kesejahteraan adalah sektor perkebunan kelapa sawit. Sektor perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu pendorong peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat yang dapat menghasilkan hasil bahan kelapa sawit yang berorientasi terhadap peningkatan kualitas produk yang bermutu. PT.PKS Seumantoh adalah perusahaan yang mengelola bahan baku CPO (Crude Palm Oil) terus berupaya untuk dapat melihat kualitas produk yang diinginkan baik pelanggan dalam negeri maupun pasar global yang terus berorientasi kepada kualitas produk CPO (Crude Palm Oil) yang berkualitas baik didalam negeri maupun luar negeri sendiri. PT.PKS Seumantoh terus melakukan produksi CPO (Crude Palm Oil) yang memiliki standar internasional untuk dapat memiliki produktivitas kerja karyawan dalam menghasilkan pencapaian produk
(Crude Palm Oil) berkualitas. Produktivitas erat kaitannya dengan
kemampuan manusia menghasilkan suatu hasil yang maksimal secara konsisten. Namun ada juga yang mengatakan bahwa produktivitas merupakan pencapaian manusia atau elemenelemen lainnya secara optimal berkaitan dengan bahan baku, insentif, kompensasi dan mesin. Bahan baku merupakan komponen bahan utama dalam proses produksi. Insentif adalah upah atau rangsangan dalam melakukan pekerjaan. Kompensasi adalah imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja karyawan. Mesin adalah komponen dalam pendukung pengolahan proses produksi bahan baku menjadi bahan jadi. Fenomena yang ada dalam penelitian ini adalah bahwa antara bahan baku dan pemakaian mesin produksi adanya ketidaklancaran proses produktivitas dalam hal proses produksi sehingga kegiatan mengolah masukan dalam proses produksi masih belum berjalan optimal.
52
Tengku Putri Lindung Bulan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
1.1. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang dikemukakan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi produktivitas karyawan pada PT. PKS Seumantoh Kabupaten aceh Tamiang.
1.2. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa besar Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas karyawan meliputi ( Bahan Baku, Insentif, Kompensasi, dan Mesin) pada PT.PKS Seumantoh Kabupaten Aceh Tamiang.
II. Landasan Teori
2.1. Produktivitas
Render dan Heizer (2008:14) menyatakan produktivitas adalah suatu kemajuan dan perubahan yang perbandingannya naik antara jumlah sumber daya yang dipakai (output), Pengurangan masukan (input) pada keluaran (hasil tetap) atau penambahan pada hasil sementara masukan tetap adalah menunjukkan kemajuan produktivitas. Selanjutnya, Ahyari (2007:9) produktivitas merupakan perbandingan yang senyatanya dengan hasil kegiatan yang seharusnya dengan perhitungan angka dan nilai produktivitas akan berkisar antara 0,00 sampai 1,00 atau 0% sampai dengan 100% bila dinyatakan dengan persentase. Mathis dan Jackson (2008:82) menyatakan, produktivitas adalah ukuran kuantitas kualitas pekerjaan yang dilakukan dengan mempertimbangkan biaya sumber daya yang digunakan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.
2.2. Pola Produktivitas
Ahyari (2007:129) pola produktivitas sebagai salah satu fungsi manajemen sesuai dengan kegiatan masa yang akan datang. Ada beberapa syarat dalam perencanaan produksi yaitu: 1.
Bahan baku tersebut harus dapat diproduksi atau dibuat
sesuai dengan waktu
pemesanan. 53
Tengku Putri Lindung Bulan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
2.
Produk tersebut harus dapat dikerjakan dengan mesin olahan.
3.
Produk tersebut harus sesuai atau dapat memenuhi keinginan pembeli sesuai ramalan baik harga, kuantitas, kualitas dan waktu yang dibutuhkan. Selanjutnya, Handoko (2009:131) menyatakan di dalam pembuatan keputusan
perencanaan produksi sebagai berikut: a. Kebutuhan Modal; b. Kondisi Pasar; c. Tenaga Kerja; d. Bahan Mentah; f. Tehnologi; dan g. Keterampilan Manajemen.
2.3. Indikator Produktivitas
Menurut Handoko (2009:56) indikator produktivitas kerja adalah: 1. Yang menyangkut kualitas dan kemampuan fisik karyawan yang meliputi tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja dan etos kerja, mental dan kemampuan fisik. 2. Sarana pendukung meliputi: a. Lingkungan kerja, meliputi produksi, saran, dan peralatan produksi, tingkat keselamatan dan kesejahteraan kerja. b. Kesejahteraan karyawan meliputi insentif dan kompensasi. Pangestu (2010:158), menyatakan indikator produktivitas adalah: 1. Kuantitas kerja adalah suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standar ada atau dtetapkan oleh perusahaan. 2 Kualitas kerja adalah merupakan suatu standar hasil yang berkaitan dengan mutu dari suatu produk yang dihasilkan karyawan dalam hal ini merupakan suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan secara tehnis dengan perbandingan standar yang ditetapkan perusahaan. 3. Ketepatan waktu
merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang
ditentukan, dilihat dari koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia.
54
Tengku Putri Lindung Bulan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
2.4. Usaha Peningkatan Produktivitas Menurut Mathis dan Jackson (2008:84) ada beberapa langkah didalam meningkatkan produktivitas kerja yaitu sebagai berikut: 1. Sumber luar (Outsource) adalah mengadakan kontrak dengan pihak lain untuk melakukan aktivitas yang sebelumnya dikerjakan oleh tenaga ahli dari organisasi tersebut. 2. Membuat para tenaga kerja lebih efesien dengan peralatan modal. 3. Penggantian tenaga kerja dengan peralatan meliputi beberapa pekerjaan tidak dapat dikerjakan dengan baik oleh manusia yang membutuhkan pemikiran sulit secara fisik dan lain-lain. 4. Menolong tenaga kerja bekerja lebih baik dengan menggantikan metode dan peraturan lama yang tertinggal zaman atau mencari cara yang lebih baik untuk melatih orang untuk bekerja lebih efesien. 5. Merancang kembali pekerjaan dengan merancang ulang untuk membuatnya lebih cepat, lebih mudah dan mungkin lebih memberi kebaikan bagi tenaga kerja. 2.5. Strategi Untuk Meningkatkan Produktivitas Ada beberapa faktor untuk meningkatkan kepuasan kerja menurut Handoko (2009:56): 1. Pekerjaan itu sendiri (Work it self). Setiap pekerjaan memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidangnya masing-masing. 2. Atasan (supervision), atasan yang baik berarti mau menghargai pekerjaan bawahannya. 3. Teman sekerja (workers), merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai dengan atasannya dan dengan pegawai lain, baik yang sama maupun berbeda jenis pekerjaannya. 4. Promosi (promotion), merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. 5. Gaji/upah (Pay), merupakan faktor pemenuhan kebutuhan hidup pegawai yang dianggap layak atau tidak.
55
Tengku Putri Lindung Bulan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
2.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Render dan Heizer (2008:16) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah:
1. Bahan Baku yang menyumbang sebesar 40% kenaikan. 2. Sumber Daya Manusia yang menyumbang sebesar 30% khususnya insentif dan kompensasi 3. Mesin yang menyumbang sebesar 20%.
Selanjutnya, Mathis dan Jackson (2008:83) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah sebagai berikut:
1. Kinerja 2. Hasil dari kemampuan 3. Usaha kerja 4. Dukungan 5. Motivasi 6. Insentif 7. Rancangan pekerjaan 8. Dukungan organisasi 9. Pelatihan 10.Peralatan yang disediakan 11.Harapan.
56
Tengku Putri Lindung Bulan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
2.7. Kerangka Konseptual
Bahan Baku (X1)
Insentif (X2) Produktivitas (Y) Kompensasi (X3)
Mesin (X4)
Gambar 1. Kerangka Konseptual
2.8. Hipotesis Adapun hipotesis atau dugaan sementara yang dapat ditarik adalah: Bahan Baku, Insentif, Kompensasi dan Mesin berpengaruh positif dan signifikan terhadap produktivitas karyawan pada PT.PKS Seumantoh Kabupaten Aceh Tamiang.
III. Metode Penelitian 3.1. Ruang Lingkup dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada PT PKS Seumantoh, dengan alamat Jln Medan Banda Aceh Desa Upah, dengan objek penelitian adalah produktivitas kerja. Dengan demikian bahwa penelitian ini berkosentrasi pada mata kuliah Manajemen operasional, dengan waktu penelitian bulan April s/d Juni 2014. 3.2. Jenis dan Sumber Data 1. Data Primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dan observasi untuk mendapatkan data yang relevan. 2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung melalui buku-buku dan karya ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. 57
Tengku Putri Lindung Bulan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
3.3 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT.PKS Seumantoh yang berjumlah 200 karyawan. Penelitian menggunakan sampel random sampling yaitu pengambilan secara acak sederhana dan bersifat non probability. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 100 orang, dengan menggunakan rumus Slovin (Riduwan,2005).
N = - N 1+Ne2 n = sampel N = populasi e
= Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih ditolerir atau diinginkan misal 10 %. 200
n= 1 + 200(0,10)2 n = 99,50 atau 100
3.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dikumpul dengan cara sebagai berikut. 1. Field Research (Penelitian Lapangan) a. Observasi (pengamatan) Yaitu metode yang dilakukan dengan mengumpulkan data yang bersifat primer yang diperoleh secara langsung pada objek penelitian yaitu pada PT PKS Seumantoh. b. Interview (wawancara) Interview dilakukan dengan cara tanya jawab untuk komunikasi secara
langsung (tatap
muka) dengan orang-orang yang berhubungan dengan penelitian ini.
2. Library Research (Penelitian Kepustakaan) Yaitu metode yang dilakukan dengan membaca buku-buku dari Perpustakaan Universitas Samudra Langsa serta bacaan lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.
58
Tengku Putri Lindung Bulan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
3.5 Metode Analisis Data Untuk melakukan analisa data dilakukan dengan menggunakan metode: Untuk melakukan analisa data dilakukan dengan menggunakan metode:
1. Analisis kualitatif, merupakan metode analisa data yang akan diuraikan
sedemikian
rupa dan didukung oleh pendapat ahli sebagai landasan teoritis 2. Metode kuantitatif, merupakan metode yang dilakukan dengan analisis data yang bersifat angka yang diperoleh dari hasil penelitian untuk melihat makna hubungan antara bahan baku, insentif, kompensasi dan mesin digunakan rumus regresi linear berganda menurut Sugiono (2004:78): Y= a + bX1 + bX2 + bX3+bX4 +e Y
= Variabel Terikat
b
= Koefisien variabel x
a
= Konstanta.
X1,2,3,4 = Variabel bebas. e
= Error Term
Untuk kebutuhan penelitian ini rumus dimodifikasikan menjadi: P = α + b1BB + b2I+ b3K+b4M+e Keterangan: P
= Produktivitas karyawan
α
= Konstanta
b
= Koefisien Variabel X
BB
= Bahan Baku
I
= Insentif
K
= Kompensasi
M
= Mesin
e
= Error Term
59
Tengku Putri Lindung Bulan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Untuk pengujian hipotesis digunakan : 1. Uji secara parsial / individu ( uji t), Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara parsial / individu menerangkan variasi variabel dependen. Bentuk pengujian : Ho : b = 0,artinya secara parsial tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Ha : b1 # 0, artinya secara parsial terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel bebas terhadap variabel terikat. 2. Uji F, yaitu membuktikan hipotesa awal tentang pengaruh motivasi dan kualitas pelayanan secara bersama-sama. Dengan rumus hipotesis sebagai berikut: Ho : b1
=
b2
=
b3=b4= 0
artinya variabel bebas (X1, X2,X3,X4) secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat Y. Ho : b1 # b2 #b3#b4 #0 artinya variabel bebas (X1, X2,X3,X4) secara bersama-sama tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat (Y). Kriteria produktivitas: Ha diterima jika signifikan F < 0,05 tabel pada α = 5 % dan Ho diterima jika tingkat signifikan F > 0,05 pada tabel α = 5 %. 3. Uji Koefisien determinasi (r2). Koefisien determinasi (r2) dimaksudkan untuk mengetahui tingkat ketepatan paling baik dalam analisa regresi dimana hal yang ditunjukan oleh besarnya koefisien determinasi (r2) antara 0 (nol) dan 1 (satu). Koefisien determinasi (r2) nol variabel independen sama sekali tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Apabila koefisien determinasi semakin mendekati satu (1), maka dapat dikatakan bahwa variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Selain itu koefisien (r2) dipergunakan untuk mengetahui persentase perubahan variabel tidak bebas (Y) yang disebabkan oleh variabel bebas (X).
3.6. Definisi Operasional Variabel Adapun pembatasan variabel-variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah: Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas adalah indikator meliputi bahan baku, insentif, kompensasi, dan mesin didukung oleh kemampuan PT PKS Seumantoh dalam menghasilkan suatu hasil minyak mentah yang sifatnya maksimal dan konsisten. 1.
Bahan baku merupakan komponen bahan utama dalam proses produksi.
2.
Insentif adalah upah atau rangsangan dalam melakukan pekerjaan. 60
Tengku Putri Lindung Bulan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
3.
Kompensasi adalah imbalan yang diterima karyawan atas hasil kerja karyawan.
4.
Mesin adalah komponen dalam pendukung pengolahan proses produksi bahan baku menjadi bahan jadi.
IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.1. Model Regresi Linier Berganda Tabel 1. Hasil Analisis Regresi Linier Berganda
Model
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
B
Std. Error
1 (Constan 3.50 t) Bahan
Beta
t
Sig.
.872
12.096
.027
.453
.100
.477 4.533
.000
1.32
.171
1.044 7.738
.000
.171
.493 3.467
.001
.063
.088 1.055
.029
5
Baku Insentif
0 Kompens .592 asi Mesin
.067
Dependent Variable: Produktivitas Sumber: Hasil Penelitian, 2014
Persamaan analisis regresi linier berganda dalam penelitian ini adalah:
P = 3,505 + 0,453 BB + 1,320 I + 0,592 K + 0,194 M
Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa:
a.
Besarnya konstanta Produktivitas sebesar 3,505, artinya Produktivitas yang tidak 61
Tengku Putri Lindung Bulan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
dipengaruhi oleh Bahan Baku, Insentif, Kompensasi dan Mesin adalah sebesar 3,505 satuan. b.
Koefisien untuk regresi Bahan Baku adalah sebesar 0,453, artinya jika Bahan Baku meningkat satu satuan akan berpengaruh terhadap Produktivitas sebesar 0,453 satuan.
c.
Pada koefisien regresi untuk Insentif adalah sebesar 1,320, artinya jika Insentif meningkat satu satuan maka akan berpengaruh terhadap Produktivitas sebesar 1,320 satuan.
d.
Pada koefisien regresi untuk Kompensasi adalah sebesar 0,592, artinya jika Kompensasi meningkat satu satuan maka akan berpengaruh terhadap Produktivitas sebesar 0,592 satuan.
e.
Pada koefisien regresi untuk Mesin adalah sebesar 0,194, artinya jika Mesin meningkat satu satuan maka akan berpengaruh terhadap Produktivitas sebesar 0,194 satuan.
4.2. Hasil Uji Parsial (Uji t)
Tabel 2. Hasil Uji Parsial (Uji t) Unstandardize Standardized d Coefficients Coefficients Std. Model
B
Error
1 (Constan 3.50 t) Bahan
Beta
t
Sig.
.872
12.096
.027
.453
.100
.477 4.533
.000
1.32
.171
1.044 7.738
.000
.171
.493 3.467
.001
.063
.088 1.055
.029
5
Baku Insentif
0 Kompens .592 asi Mesin
.067
62
Tengku Putri Lindung Bulan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Unstandardize Standardized d Coefficients Coefficients Std. Model
B
Error
1 (Constan 3.50 t)
Beta
t
Sig.
.872
12.096
.027
.453
.100
.477 4.533
.000
1.32
.171
1.044 7.738
.000
.171
.493 3.467
.001
.063
.088 1.055
.029
5
Bahan Baku Insentif
0 Kompens .592 asi Mesin
.067
Dependent Variable: Produktivitas Sumber: Hasil Penelitian, 2014
Berdasarkan Tabel 2 ditunjukkan hasil sebagai berikut: 1.
Nilai t hitung untuk jenis bahan baku adalah 4.533 dengan tingkat signifikan 0,000. Maka berdasarkan kriteria uji hipotesis yaitu adanya pengaruh antara bahan baku dan produktivitas karena tingkat signifikan t 0,000 < 0,05 dan dinyatakan signifikan.
2.
Nilai t hitung untuk jenis insentif adalah 7,738 dengan tingkat signifikan 0,000. Maka berdasarkan kriteria uji hipotesis yaitu adanya pengaruh antara insentif dan produktivitas karena tingkat signifikan t 0,000 < 0,05 dan dinyatakan signifikan.
3.
Nilai t hitung untuk jenis kompensasi adalah 3.467 dengan tingkat signifikan 0,001. Maka berdasarkan kriteria uji hipotesis yaitu adanya pengaruh antara kompensasi dan produktivitas karena tingkat signifikan t 0,001 < 0,05 dan dinyatakan signifikan.
4.
Nilai t hitung untuk jenis mesin adalah 1,055 dengan tingkat signifikan 0,029. Maka berdasarkan kriteria uji hipotesis yaitu adanya pengaruh antara mesin dan produktivitas karena tingkat signifikan t 0,029 < 0,05 dan dinyatakan signifikan.
63
Tengku Putri Lindung Bulan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
4.3. Hasil Koefisien Determinasi (R2) Tabel 3. Hasil Uji Determinasi (R2)
Change Statistics Std.
R
Adjust Error Squa R Mod
ed R of the
re
Sig. Durb F
F
in-
Squa Squar Estim Chan Chang df df Chan Wats
el
R
re
1
.94 .893
e
ate
ge
.888
.757 .893 198.1 4 9 .000 .145
5a
e
1 2
12
ge
on
5
a. Predictors: (Constant), Mesin, Insentif, Kompensasi, Bahan Baku b. Dependent Variable: Produktivitas
Dari Tabel 3 di atas terlihat bahwa nilai R square sebesar 0,893 atau 89 % yang artinya variabel Bahan Baku, Insentif, Kompensasi dan Mesin terhadap Produktivitas mempengaruhi variabel sebesar 89 % dan sisanya dijelaskan oleh variabel yang tidak termasuk dalam penelitian ini.
4.4. Pembahasan 4.4.1. Pengaruh
Bahan
Baku,
Insentif,
Kompensasi,
dan
Mesin
Terhadap
Produktivitas Dari hasil analisis data yang telah dilakukan maka hipotesis pertama menyatakan bahwa Bahan Baku (X1) mempunyai pengaruh positif terhadap produktivitas (Y) diterima. Hasil uji parsial menunjukan bahwa koefesien regresi sebesar 0,453. Dengan adanya pengaruh yang positif ini, berarti bahwa antara bahan baku dan produktivitas menunjukan hubungan yang searah. Hasil pengujian signifikansi menunjukan bahwa variabel bahan baku (X1) terdapat nilai sig t sebesar 0,000 yang berarti p value < 0,05 dengan demikian hipotesis dapat diterima. 64
Tengku Putri Lindung Bulan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Hipotesis kedua menyatakan antara insentif (X2) mempunyai pengaruh positif terhadap produktivitas (Y). Hasil uji regresi parsial menunjukan bahwa koefesien menunjukan regresi sebesar 1,320. Dengan adanya pengaruh yang positif ini, berarti antara insentif dan produktivitas menunjukan hubungan yang searah. Hasil pengujian signifikansi menunjukan bahwa variabel insentif (X2) terdapat nilai sig t sebesar 0,000 yang berarti p value < 0,05 dengan demikian hipotesis dapat diterima. Hipotesis ketiga menyatakan antara kompensasi (X3) mempunyai pengaruh positif terhadap produktivitas (Y). Hasil uji regresi parsial menunjukan bahwa koefesien regresi sebesar 0,592. Dengan adanya pengaruh yang positif ini, berarti bahwa antara kompensasi dan produktivitas menunjukan hubungan yang searah. Hasil pengujian signifikasi menunjukan bahwa variabel kompensasi (X3) terdapat nilai sig t sebesar 0,001 yang berarti p value < 0,05 dengan demikian hipotesis dapat diterima. Hipotesis keempat menyatakan antara mesin (X4) mempunyai pengaruh positif terhadap produktivitas (Y). Hasil uji regresi parsial menunjukan bahwa koefesien regresi sebesar 0,067. Dengan adanya pengaruh yang positif ini, berarti bahwa antara mesin dan produktivitas menunjukan hubungan yang searah. Hasil pengujian signifikansi menunjukan bahwa variabel mesin (X4) terdapat nilai sig t sebesar 0,029 yang berarti p value < 0,05 dengan demikian hipotesis diterima. Hipotesis kelima menyatakan bahan baku (X1), insentif (X2), kompensasi (X3), mesin (X4) secara simultan mempunyai pengaruh yang positif terhadap produktivitas (Y). Hasil uji regresi ganda menunjukan bahwa koefesien F hitung sebesar 198.112. Dengan adanya pengaruh yang positif ini, berarti antara bahan baku, insentif, kompensasi, mesin secara simultan dan produktivitas menunjukan hubungan yang searah. Hasil pengujian signifikansi menunjukan bahwa secara simultan variabel independen terdapat nilai sig F sebesar 0,000 yang berarti p value < 0,05 dengan demikian hipotesis kelima yang menyatakan bahwa variabel bahan baku, insentif, kompensasi, mesin secara simultan berpengaruh positif terhadap produktivitas.
V. Kesimpulan
1. Variabel bahan baku, insentif, kompensasi dan mesin secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap Produktivitas pada PT. PKS Seumantoh. 2. Variabel bahan baku, insentif, kompensasi dan mesin secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap Produktivitas pada PT. PKS Seumantoh. 65
Tengku Putri Lindung Bulan
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Daftar Pustaka Assauri, Agus. 2008. Manajemen Produksi Pengendalian Produksi. FEUI. Jakarta. Ahyari, Agus. 2007. Manajemen Produksi Pengendalian Produksi. FEUI. Jakarta. Angelia. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. BPFE. Yogyakarta. Handoko, Hany. T. 2008. Dasar-Dasar Manajemen. BPFE. Yogyakarta. Handoko, Hany. T. 2009. Dasar-Dasar Manajemen. BPFE. Yogyakarta. Husien. 2005. Studi Kelayakan Bisnis. PT Gramedia. Jakarta. Lalu, Sumayang. 2009. Dasar-dasar Manajemen Produksi Operasi. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Mathis, Robert L. dan Jackson. John H. 2008. Motivasi Didalam Perkembangan Sumber Daya Manusia. Salemba Empat. Jakarta. Munandar. 2008. Dasar-dasar Manajemen Produksi Operasi. Penerbit Gramedia. Jakarta. Pangestu. 2010. Manajemen Produksi. Penerbit BPFE. Yogyakarta. Riduan. 2005. Metode Penelitian. Gunung Agung. Jakarta. Render B dan Heizer B. 2008. Prinsip-Prinsip Manajemen Operasi. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Sugiono. 2006. Metode Penelitian. Penerbit Reneka. Jakarta. Soekanto. 2000. Manajemen Produksi. Penerbit Alfabeta. Jakarta. Vangebaun. 2009. Dasar-dasar Manajemen. BPFE. Yogyakarta.
66
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
PENGARUH MARKETING MIX TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN DENGAN VARIABEL INTERVENING KEPUASAN PADA RUMAH SAKIT JIWA Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT Dyah Sawitri1
[email protected] Martaleni2
[email protected] Ayu Bulan Febry K D3
[email protected] Abstract At the world of industrialist and service provider, marketing mix is an interesting concept to be explored, because it can lead to a better guidance on how the organization or industry market their products. The aim of the study is to test and analyze the significance and positive effect of marketing mix variable consisting of product, promotion, place, person and process, on customer’s satisfaction, then to test and analyze the significance and positive effect of marketing mix variable consisting of product, promotion, place, person and process on customer’s loyalty. Furthermore the study tests and analyses the significance and positive effect of marketing mix variable consisting of product, promotion, place, person and process on customer loyalty through costumer’s satisfaction at the Outpatient Psychiatric Clinic RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Mental Hospital. This study is explanatory research using survey as methodology, followed by 100 family caregiver’s schizophrenic patient who is visiting the Outpatient Psychiatric Clinic as respondents of this research. Statistical analysis used in this research is Path Analysis which provide estimates of the magnitude and significance of hypothesized causal connections between sets of variables. Computation of assumption parametric value using SPSS Program 20.0. Result of the study show that there are significance and positive effect of marketing mix variable consisting product, promotion, place, person, process on consumer’s satisifaction at Outpatient Psychiatric Clinic RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Mental Hospital, there are significance and positive effect of marketing mix variable consisting product, promotion, place, person, process on consumer’s loyalty at Outpatient Psychiatric Clinic RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Mental Hospital. There are significance and positive effect of marketing mix variable consisting product, promotion, place, person, process on consumer’s loyalty through consumer’s satisfaction at Outpatient Psychiatric Clinic RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang Mental Hospital. Keywords : Marketing mix, satisfaction, loyality
67
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Pendahuluan Masalah tingginya kemiskinan menjadi beban berat bagi masyarakat dan pemerintah, termasuk di Indonesia. Hasil survei sosial ekonomi nasional pada September 2013 menyebutkan bahwa angka kemiskinan di Indonesia yaitu 28,55 juta jiwa, khusus jumlah penduduk miskin Provinsi Jawa Timur mencapai angka 4,86 juta. Sebanyak 1,62 juta dari angka itu merupakan penduduk miskin perkotaan, sisanya penduduk di pedesaan (http://www.bps.go.id, 2013). Kemiskinan ini tidak hanya berpengaruh pada fisik, tetapi juga berpengaruh secara mental/psikologi (Videback, 2008). Beban psikologi yang berlarut-larut, tentunya dapat berdampak menyebabkan timbulnya masalah gangguan jiwa pada seseorang. Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur (2013), diketahui jumlah penderita gangguan jiwa di Jawa Timur sekitar 3.382.807 jiwa dengan rincian penderita gangguan jiwa berat; 106.548 jiwa dan gangguan mental emosional 3.276.359 jiwa. Tingginya kasus gangguan jiwa di masyarakat ini juga ditunjukkan dengan semakin meningkatnya kunjungan pasien rawat jalan yang berobat ke Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang dalam kurun 5 tahun terakhir ini, yaitu pada tahun 2010 sebesar 14.731 pasien, tahun 2011 jumlah pasien mengalami penurunan menjadi 13.891 pasien dan tahun 2012 terjadi kenaikan kunjungan pasien menjadi 14.700 pasien. Kemudian terus meningkat, tahun 2013 sebanyak 15.855 pasien,dan di tahun 2014 sebanyak 18.449 pasien. Konsep marketing mix dalam dunia bisnis dan layanan jasa sangat menarik untuk dipelajari, karena konsep tersebut, dapat memberikan arah yang lebih baik dalam hal bagaimana cara perusahaan atau organisasi termasuk Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang pun untuk memasarkan produk atau jasa yang dimilikinya. Hal yang melatarbelakangi penelitian dilakukan di rawat jalan di klinik kesehatan jiwa yaitu: Pertama; Berdasarkan laporan akuntabilitas kinerja Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang tahun 2014, target tahunan yang ditetapkan rumah sakit untuk kunjungan rawat jalan di klinik kesehatan jiwa adalah peningkatan 10% jumlah kunjungan dari jumlah kunjungan klinik kesehatan jiwa tahun sebelumnya dan dengan target nilai pertumbuhan produktivitas rata-rata kunjungan rawat jalan per hari sebesar 2%. Untuk tahun 2014, nilai pertumbuhan produktivitas rata-rata kunjungan rawat jalan per hari hanya tercapai 1,34%. Harapannya untuk tahun-tahun berikutnya, dapat tercapai target yang diharapkan. Kedua; Selama sepuluh tahun terakhir ini belum pernah dilakukan penelitian tentang pengaruh marketing mix terhadap kunjungan pasien di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang, padahal kualitas pelayanan selalu dijaga dan promosi cukup gencar dilakukan oleh Instalasi PKRS (Promosi Kesehatan Rumah Sakit) dan Hukormas untuk mensiasati persaingan pasar dalam hal pelayanan kesehatan. Melihat kondisi tersebut, maka penting dilakukan penelitian di Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang untuk mengevaluasi apakah program-program pemasaran atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan marketing mix sudah efektif atau belum. Selain itu hasil penelitian dapat dijadikan masukan agar rumah sakit mempunyai strategi pemasaran yang tepat. Harapannya dapat meningkatkan mutu pelayanan sehingga memuaskan konsumen yang pada akhirnya jumlah kunjungan konsumen meningkat dan loyal kepada Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses) berpengaruh signifikan dan positif terhadap kepuasan konsumen? 68
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D 2. 3.
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Apakah marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses) dan kepuasan berpengaruh signifikan dan positif terhadap loyalitas konsumen? Apakah marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses) berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen melalui kepuasan?
Tinjauan Teoritis Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Jasa Pemasaran adalah suatu fungsi organisasi dan serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada pelanggan dan untuk mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan pemangku kepentingannya”. Menurut Tjiptono (2014:41) untuk menjalankan pemasaran jasa diperlukan marketing mix, “Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan seperangkat alat yang dapat digunakan pemasar untuk membentuk karakteristik jasa yang ditawarkan kepada pelanggan. Alat-alat tersebut dapat digunakan untuk menyusun strategi jangka panjang dan juga untuk merancang program taktik jangka pendek”. Ada 8 unsur bauran pemasaran (marketing mix) dari sektor jasa yaitu; Product, Price, Promotion, Place, People, Physical evidence, Process, dan Customer service (Tjiptono, 2014). Pemasaran Jasa Rumah Sakit Rumah sakit salah bentuk institusi jasa mempunyai ciri-ciri yaitu tidak berwujud, merupakan aktivitas pelayanan antara tenaga medis dan non medis dengan pelanggan, tidak ada kepemilikan, konsumsi bersamaan dengan produksi. Perbedaan yang paling mendasar antara pemasaran rumah sakit dengan pemasaran jasa pada umumnya yaitu; (1) produknya berupa pelayanan yang hanya dapat menjanjikan usaha, bukan menjadi hasil, (2) pasien hanya akan menggunakan pelayanan bila diperlukan, walaupun sekarang ini ia tertarik, (3) tidak selamanya tarif berperan penting dalam pemilihan, terutama pada kasus dalam keadaan darurat, (4) pelayanan hanya dapat dirasakan pada saat digunakan, dan tidak dapat dicoba secara leluasa, dan (5) fakta akan lebih jelas pengaruhnya daripada hanya pembicaraan belaka (Sabarguna, 2004). Kepuasan Konsumen Keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan pada akhirnya akan bermuara pada nilai yang akan diberikan oleh konsumen mengenai kepuasan yang dirasakan. Kepuasan merupakan tingkat perasaan konsumen yang diperoleh setelah konsumen melakukan atau menikmati sesuatu. Kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya (Kotler dan Keller, 2012). Menurut Tjiptono (2007) variabel yang mempengaruhi kepuasan konsumen adalah “strategi produk, harga, promosi, lokasi, pelayanan karyawan, fasilitas, dan suasana yang merupakan atribut-atribut perusahaan”.
69
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Loyalitas Konsumen Loyalitas konsumen merupakan manifestasi dari kepuasan konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh pihak perusahaan, serta tetap menjadi konsumen dari perusahaan tersebut. Loyalitas adalah bukti konsumen yang selalu menjadi pelanggan, yang memiliki kekuatan dan sikap positif atas perusahaan itu. Oleh karena itu, salah satu kunci keunggulan bersaing dalam situasi yang penuh persaingan adalah kemampuan perusahaan dalam meningkatkan kesetiaan konsumen. Kesetiaan konsumen akan menjadi kunci sukses, tidak hanya dalam jangka pendek tetapi keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Hal ini karena kesetiaan pelanggan memiliki nilai strategik bagi perusahaan (Suryani, 2008). Kerangka Konseptual
Hipotesis H1: Terdapat pengaruh signifikan dan positif marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses) terhadap kepuasan konsumen H2: Terdapat pengaruh signifikan dan positif marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses) dan kepuasan terhadap loyalitas konsumen H3: Terdapat pengaruh positif marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses) terhadap loyalitas konsumen melalui kepuasan. Metodologi Penelitian Desain Penelitian Penelitian dilakukan di klinik kesehatan jiwa Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Jenis penelitian yang dilakukan adalah tingkat eksplanasi (level of explanation). Jenis penelitian ini dipilih agar dapat dibangun suatu hasil analisa yang dapat berfungsi untuk menjelaskan, meramalkan dan mengontrol suatu gejala atau hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. 70
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Populasi dan Sampel Penelitian Teknik sampel yang digunakan dalam penentuan sampel adalah random sampling. Populasi yang digunakan adalah keluarga pasien yang menemani berobat dari tahun 20102014 yaitu berjumlah 77.626 orang. Sdangkan jumlah sampel penelitian sebanyak 100 orang, dengan rincian yang mulai berobat tahun 2010 sebanyak 19 orang, tahun 2011 sebanyak 18 orang, tahun 2012 sebanyak 20 orang, tahun 2013 sebanyak 20 orang, dan tahun 2014 sebanyak 24 orang. Data dan Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan data primer yang diambil langsung dari responden, diperoleh dari skor kuesioner yang berupa variabel-variabel produk, promosi, tempat, orang, proses, kepuasan,dan loyalitas. Selain itu juga menggunakan data sekunder sebagai data pendukung dalam penelitian yang diperoleh dari data rekam medis rumah sakit berupa data kunjungan rawat jalan klinik kesehatan jiwa. Pengumpulan data penelitian menggunakan instrumen kuesioner. Metode Analisis Data Setelah seluruh data terkumpul, selanjutnya metode analisis data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif dan teknik analisis statistik inferensial yaitu analisis jalur path. Perhitungan dalam analisis data dilakukan dengan bantuan komputer menggunakan Program SPSS 20.0 for Windows. Analisis dan Pembahasan Deskripsi Responden Hasil penelitian menunjukkan dari 100 orang responden, sebagian besar yaitu 68 orang memiliki jenis kelamin laki-laki, berusia 31-36 tahun yaitu sebanyak 20 orang, 37 orang mempunyai pendidikan SMA, 55 orang pekerjaannya swasta, 71 orang mempunyai pendapatan kurang dari Rp.1.500.000,00, dan 75 orang menggunakan JKN untuk berobat. Nilai rata-rata keseluruhan indikator pada variabel-variabel penelitian adalah sebagai berikut: Variabel produk sebesar 3,95, variabel promosi sebesar 4,04, variabel tempat sebesar 4,03, variabel orang sebesar 3,98, variabel proses sebesar 4,04, variabel kepuasan sebesar 4,10, dan variabel loyalitas sebesar 4,09. Semuanya termasuk kategori baik. Nilai rata-rata keseluruhan indikator pada variabel kepuasan tertinggi dibanding variabel lainnya, sehingga dapat dijelaskan bahwa keluarga pasien menilai kepuasan yang dirasakan memiliki kontribusi tertinggi dalam menentukan loyalitas. Temuan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.
71
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Tabel 1 Deskripsi Rata-Rata Keseluruhan Indikator untuk Variabel Produk, Promosi, Tempat, Orang, Proses, Kepuasan, dan Loyalitas Variabel
Indikator
Rata-Rata Keseluruhan Produk Jumlah dokter spesialis jiwa; 3,95 pelayanan pemeriksa penunjang 24 jam; layanan IGD 24 jam; Kemudahan pelayanan berobat Promosi Cara promosi RS bervariasi; Tersedia 4,04 brosur; Informasi layanan RS melalui telepon; Informasi layanan RS dapat diakses melalui internet, promosi melalui penyuluhan kesehatan; promosi melalui kegiatan sosial Tempat Kemudahan lokasi pelayanan; 4,03 Kenyamanan ruang tunggu; Kenyamanan ruang periksa; Tersedia fasilitas penunjang; Kebersihan toilet; Tersedia tempat parkir Orang Petugas bekerja secara profesional; 3,98 Penyampaian informasi dari petugas; Penampilan petugas; Sikap petugas Proses Ketepatan waktu pelayanan; 4,04 Ketepatan urutan nomor antrian; Lamanya waktu tunggu pemeriksaan dokter; Lamanya waktu tunggu layanan obat Kepuasan Kepuasan terhadap produk; Kepuasan 4,10 terhadap tempat; Kepuasan terhadap promosi; Kepuasan terhadap orang; Kepuasan terhadap proses Loyalitas Pemanfaatan ulang pelayanan RS; 4,09 Tidak berniat pindah berobat ke RS lain; Merekomendasikan ke orang lain; Mengajak orang lain Sumber : Data Primer diolah, Tahun 2015
Kategori Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
72
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Analisis Jalur (Path Analysis) Hasil koefisien jalur persamaan struktural 1 diuraikan dalam tabel 2 : Tabel 2 Hasil Koefisien Jalur-Persamaan Struktural 1 odel
Unstandardized Coefficients
B
Standardize d Coefficient s Std. Error Beta
(Constant 3,007 1,869 ) X1. ,309 ,126 Produk X2. ,066 ,093 Promosi 1 X3. ,161 ,093 Tempat X4. ,464 ,122 Orang X5. ,525 ,109 Proses Dependent Variable: Y. Kepuasan Sumber : Data Primer diolah, Tahun 2015
,219 ,174 ,210 ,346 ,421
T
2,60 9 2,44 4 2,70 8 2,74 2 3,80 0 4,83 1
Sig.
,003 ,001 ,000 ,001 ,000 ,000
Model persamaan struktural 1 yang diperoleh dari hasil koefisien jalur pada tabel 2 sebagai berikut : Y = 0,219 X1+0,174 X2+0,210 X3+0,346 X4+0,421 X5 + 0,611 Hasil analisis statistik diuraikan sebagai berikut : a) Hasil statistik uji t pada variabel produk (X1) diperoleh nilai koefisien beta (β) sebesar 0,219, artinya bahwa variabel produk mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Apabila produk layanan ditingkatkan maka konsumen akan semakin puas dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan. b) Hasil statistik uji t pada variabel promosi (X2) diperoleh nilai koefisien beta (β) sebesar 0,174, artinya bahwa variabel promosi mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Apabila promosi semakin sering dilakukan dengan menggunakan berbagai bentuk promosi yang efektif maka konsumen semakin puas dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan. c) Hasil statistik uji t pada variabel tempat (X3) diperoleh nilai koefisien beta (β) sebesar 0,121, artinya bahwa variabel tempat mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Apabila semakin mudah akses terhadap layanan jasa dan kondisi tempat layanan ditingkatkan maka konsumen akan semakin puas dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan. 73
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
d) Hasil statistik uji t pada variabel orang (X4) diperoleh nilai koefisien beta (β) sebesar 0,346, artinya bahwa variabel orang mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Apabila kompetensi dan sikap petugas dalam melayani konsumen ditingkatkan maka konsumen akan semakin puas dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan. e) Hasil statistik uji t pada variabel proses (X5) diperoleh nilai koefisien beta (β) sebesar 0,421, artinya variabel proses mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen. Apabila proses pelayanan di rumah sakit ditingkatkan maka konsumen akan semakin puas dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan. Hasil koefisien jalur persamaan struktural 2 diuraikan dalam tabel 3 : Tabel 3 Hasil Koefisien Jalur - Persamaan Struktural 2 Model Unstandardized Standardi T Sig. Coefficients zed Coefficie nts B Std. Beta Error 6,44 (Constant) 6,455 1,624 ,000 0 2,40 X1. Produk ,045 ,112 ,055 ,003 4 2,60 X2. Promosi ,128 ,080 ,244 ,003 2 3,43 1 X3. Tempat ,116 ,081 ,257 ,000 8 2,62 X4. Orang ,182 ,112 ,232 ,001 0 2,80 X5. Proses ,084 ,104 ,115 ,002 7 3,67 Y. Kepuasan ,059 ,088 ,101 ,003 3 a. Dependent Variable: Z. Loyalitas Sumber : Data Primer diolah, Tahun 2015 Adapun persamaan struktural 2 berdasarkan tabel 3 adalah sebagai berikut : Z = 0,055 X1+0,244 X2+0,257 X3+0,232 X4+0,115 X5+0,101 Y+ 0,887 Hasil analisis statistik diuraikan sebagai berikut : a) Hasil uji t pada variabel produk (X1) diperoleh nilai koefisien beta (β) sebesar 0,055, artinya variabel produk mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen. Apabila maka produk layanan ditingkatkan maka konsumen akan semakin loyal dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan. b) Hasil uji t pada variabel promosi (X2) diperoleh nilai koefisien beta (β) sebesar 0,244, artinya variabel promosi mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen. Apabila semakin sering promosi dilakukan dengan menggunakan berbagai bentuk promosi 74
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
c)
d)
e)
f)
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
yang efektif maka konsumen akan semakin loyal dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan. Hasil uji t pada variabel tempat (X3) diperoleh nilai koefisien beta (β) sebesar 0,257, artinya variabel produk mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen. Apabila semakin mudah akses terhadap layanan jasa dan kondisi tempat layanan ditingkatkan maka konsumen akan semakin loyal dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan. Hasil uji t pada variabel orang (X4) diperoleh nilai koefisien beta (β) sebesar 0,232, artinya variabel orang mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen. Apabilakompetensi dan sikap petugas dalam melayani konsumen ditingkatkan maka konsumen akan semakin loyal dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan. Hasil uji t pada variabel proses (X5) diperoleh nilai koefisien beta (β) sebesar 0,115, artinya variabel proses mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen. Apabila proses pelayanan di rumah sakit ditingkatkan maka konsumen akan semakin loyal dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan. Hasil uji t pada variabel kepuasan (Y) diperoleh nilai koefisien beta (β) sebesar 0,101, artinya variabel kepuasan mempunyai pengaruh positif terhadap loyalitas konsumen. Apabila kepuasan konsumen ditingkatkan maka konsumen akan semakin loyal dengan asumsi bahwa variabel bebas lainnya konstan.
Dari hasil perhitungan analisis path dari persamaan struktural 1 dan persamaan struktural 2 maka dapat digambarkan model Path (diagram jalur) sebagai berikut :
Untuk mengetahui berapa besar pengaruh secara tidak langsung produk, promosi, tempat, orang, dan proses terhadap loyalitas konsumen melalui kepuasan, maka harus dihitung pengaruh langsung atau DE (Direct Effect), pengaruh tidak langsung atau IE (Indirect Effect), dan pengaruh total atau TE (Total Effect) yang disajikan pada tabel 4. 75
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Tabel 4 Rangkuman Dekomposisi dari Koefisien Jalur, Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung, dan Pengaruh Total Tentang Pengaruh Produk (X1), Promosi (X2), Tempat (X3), Orang (X4), dan Proses (X5) terhadap Loyalitas Konsumen (Z) melalui Kepuasan (Y) Pengaruh Kausal Pengaruh Pengaruh Pengaruh Tidak langsung Pengaruh Total Variabel Langsung Melalui Y X1 terhadap Y 0,219 0,219 X1 terhadap Z 0,055 (0,219 x 0,101) = 0,022 (0,055 + 0,022) = 0,077 X2 terhadap Y 0,174 0,174 X2 terhadap Z 0,244 (0,174 x 0,101) = 0,017 (0,244 + 0,017) = 0,261 X3 terhadap Y 0,210 0,210 X3 terhadap Z 0,257 (0,210 x 0,101 ) = 0,021 (0,257 + 0,021) = 0,278 X4 terhadap Y 0,346 0,346 X4 terhadap Z 0,232 (0,346 x 0,101) = 0,035 (0,232+ 0,034) = 0,267 X5 terhadap Y 0,421 0,421 X5 terhadap Z 0,115 (0,421 x 0,101) = 0,042 (0,115 + 0,042) = 0,157 Y terhadap Z 0,101 0,101 Sumber : Data Primer diolah, Tahun 2015 Penjelasan dari tabel 4 adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh produk terhadap loyalitas konsumen Temuan penelitian menunjukkan produk berpengaruh secara positif terhadap loyalitas konsumen. Besarnya pengaruh langsung produk terhadap loyalitas adalah 0,055, sedangkan pengaruh tidak langsung melalui kepuasan adalah sebesar 0,022. Adapun untuk pengaruh total yang didapat dari model tersebut adalah 0,077. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pengaruh yang terbesar adalah pengaruh total produk terhadap loyalitas konsumen yaitu 0,077. 2. Pengaruh promosi terhadap loyalitas konsumen Temuan penelitian menunjukkan promosi berpengaruh secara positif terhadap loyalitas konsumen. Besarnya pengaruh langsung promosi terhadap loyalitas adalah 0,174, sedangkan pengaruh tidak langsung melalui kepuasan adalah sebesar 0,017. Adapun pengaruh total yang didapat dari model tersebut adalah 0,261. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pengaruh yang terbesar adalah pengaruh total promosi terhadap loyalitas konsumen yaitu 0,261. 3. Pengaruh tempat terhadap loyalitas konsumen Temuan penelitian menunjukkan tempat berpengaruh secara positif terhadap loyalitas konsumen. Besarnya pengaruh langsung tempat terhadap loyalitas adalah 0,210, sedangkan pengaruh tidak langsung melalui kepuasan adalah sebesar 0,021. Adapun pengaruh total yang didapat dari model tersebut adalah 0,278. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pengaruh yang terbesar adalah pengaruh total tempat terhadap loyalitas konsumen yaitu 0,278. 4. Pengaruh orang terhadap loyalitas konsumen Temuan penelitian menunjukkan orang berpengaruh secara positif terhadap loyalitas konsumen. Besarnya pengaruh langsung orang terhadap loyalitas adalah 0,346, sedangkan pengaruh tidak langsung melalui kepuasan adalah sebesar 0,035. Adapun pengaruh total 76
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
yang didapat dari model tersebut adalah 0,261. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pengaruh yang terbesar adalah pengaruh total orang terhadap loyalitas konsumen yaitu 0,267. 5. Pengaruh proses terhadap loyalitas konsumen Temuan penelitian menunjukkan proses berpengaruh secara positif terhadap loyalitas konsumen. Besarnya pengaruh langsung proses terhadap loyalitas adalah 0,421, sedangkan pengaruh tidak langsung melalui kepuasan adalah sebesar 0,042. Adapun pengaruh total yang didapat dari model tersebut adalah 0,157. Hal ini dapat dijelaskan bahwa pengaruh yang terbesar adalah pengaruh total proses terhadap loyalitas konsumen yaitu 0,157. Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian Dari tabel 5 dapat dilihat secara lengkap hasil pengujian hipotesis penelitian. Tabel 5 Hasil Pengujian Hipotesis Dalam Inner Model (Structural Model) Variabel Independen t
Variabel Dependen t
Produk
Kepuasan
Promosi
Kepuasan
Tempat
Kepuasan
Orang
Kepuasan
Proses
Kepuasan
Produk
Loyalitas
Promosi
Loyalitas
Tempat
Loyalitas
Orang
Loyalitas
Koefisien Jalur Pengaruh Langsung
Variabel Intervenin g
Koefisien Jalur Pengaruh Tidak Langsung Nilai Keteranga Pengaru n h
Nilai Beta
Sig
Keteranga n
+ 0,21 9 + 0,17 4 + 0,21 0 + 0,34 6 + 0,42 1 + 0,05 5 + 0,24 4 + 0,25 7 + 0,23
0,001 *
Sig
0,000 *
Sig
0,001 *
Sig
0,000 *
Sig
0,000 *
Sig
0,003 *
Sig
Kepuasan
+ 0,022
Positif
0,003 *
Sig
Kepuasan
+ 0,017
Positif
0,000 *
Sig
Kepuasan
+ 0,021
Positif
0,001 *
Sig
Kepuasan
+ 0,035
Positif
77
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
2 Proses Loyalitas + 0,002 Sig Kepuasan 0,11 * 5 Kepuasan Loyalitas + 0,003 Sig 0,10 * 1 Sumber : Data Primer diolah, Tahun 2015 Keterangan : Tanda * menyatakan signifikan pada taraf 5%
+ 0,042
Positif
Pembahasan Pengaruh Marketing Mix (Produk, Promosi, Tempat, Orang, Proses) terhadap Kepuasan Konsumen. Temuan penelitian menunjukkan bahwa marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses) berpengaruh signifikan dan positif terhadap kepuasan konsumen. Produk yang indikatornya meliputi jumlah dokter spesialis jiwa, pelayanan penunjang pemeriksaan 24 jam, pelayanan IGD 24 jam, dan kemudahan administrasi berobat, ternyata memberikan dampak terhadap peningkatan kepuasan konsumen. Jika melihat kembali tanggapan responden, sebagian besar konsumen merasa puas terhadap produk layanan rumah sakit. Kedepannya pihak manajemen rumah sakit perlu mempertahankan dan meningkatkan kualitas produk layanan yang sudah ada, serta membuat terobosan-terobosan baru untuk menyediakan produk-produk layanan lainnya yang dibutuhkan konsumen. Temuan penelitian bahwa produk berpengaruh terhadap kepuasan ini, didukung juga oleh penelitian yang dilakukan Sani (2014), Gultom (2014), Soedijati (2011) yang menyatakan bahwa produk berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan. Sedangkan pengaruh promosi dinilai dari cara promosi bervariasi, tersedia brosur, informasi layanan melalui telepon, website rumah sakit mudah diakses, manfaat penyuluhan kesehatan, dan kegiatan sosial yang dilakukan rumah sakit, yang memberikan dampak terhadap peningkatan kepuasan konsumen. Melalui promosi ini, dampaknya kunjungan pasien ke rumah sakit pun meningkat. Hal ini didukung oleh pernyataan yang dikemukakan Rusydi (2005) bahwa promosi cara penting untuk memasarkan produk atau jasa bagi sebuah perusahaan agar penjualannya meningkat. Jika melihat tanggapan responden tentang promosi yang dilakukan rumah sakit, ada dua indikator promosi yang mempunyai pengaruh besar dalam kepuasan konsumen yaitu promosi yang dilakukan melalui penyuluhan bagi pengunjung klinik kesehatan jiwa dan informasi layanan rumah sakit melalui telepon. Tempat yang indikatornya meliputi kemudahan lokasi klinik kesehatan jiwa, kenyamanan ruang periksa, ruang tunggu, dan ruang tindakan, tersedia fasilitas penunjang, kebersihan toilet, dan tersedianya tempat parkir, ternyata memberikan dampak terhadap peningkatan kepuasan konsumen. Jika melihat kembali tanggapan responden, ternyata indikator tersedianya tempat parkir yang luas dan aman merupakan faktor yang berpengaruh terbesar terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen pada penelitian ini. Hal ini disebabkan karena konsumen merasa mudah untuk memarkir kendaraannya dan pastinya aman. Rumah sakit jiwa merupakan rumah sakit jiwa terbesar area lahannya se-Asia Tenggara sehingga lahan untuk pakir pun luas. Selain itu, karena pasien rawat inap sehari-harinya tidak ditunggui oleh keluarga maka area parkir sangat lenggang, tidak seperti rumah sakit umum yaang selalu penuh parkir kendaraan keluarga pasien. Temuan penelitian bahwa tempat berpengaruh signifikan dan positif terhadap kepuasan konsumen, didukung oleh penelitian 78
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
yang dilakukan Putra dan Eka (2013), Soegoto (2011), dan Soedijati (2011) yang menyatakan bahwa variabel tempat berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan. Temuan penelitian menunjukkan bahwa orang berpengaruh signifikan dan positif terhadap kepuasan konsumen. Variabel orang ini dinilai dari bagaimana semua petugas bekerja profesional, informasi diberikan dengan tepat dan jelas oleh petugas, penampilan petugas, dan sikap petugas, ternyata memberikan dampak terhadap peningkatan kepuasan konsumen. Jika dilihat kembali tanggapan responden, penampilan petugas yang bersih dan rapi memberikan kontribusi terbesar pada kepuasan dan loyalitas konsumen. Namun tanggapan responden yang kurang puas terhadap indikator petugas bekerja secara profesional dan sikap petugas dalam melayani konsumen perlu diperhatikan karena nilainya tertinggi pada kedua indikator ini. Hal ini bisa menjadi faktor kendala untuk membuat pelanggan puas yang tentunya akan berdampak juga pada loyalitas konsumen, sehingga pihak manajemen rumah sakit perlu mengadakan pelatihan, pemberian motivasi, dan pengawasan terhadap kinerja petugas (dokter, perawat, petugas apotek, kasir, petugas pendaftaran). Temuan penelitian ini, diperkuat oleh pernyataan Lupiyoadi (2008), yang menyatakan bahwa dalam hubungannya pemasaran jasa, maka orang yang berfungsi sebagai service provider sangat mempengaruhi kualitas jasa yang diberikan. Keputusan dalam orang ini berarti berhubungan dengan seleksi, pelatihan, dan motivasi sumber daya manusia. Proses yang indikatornya meliputi pelayanan yang tepat waktu, urutan nomor antrian tepat, lamanya waktu tunggu pemeriksaan dokter, dan lamanya waktu tunggu layanan obat, ternyata memberikan dampak terhadap peningkatan kepuasan konsumen. Jika dilihat kembali tanggapan responden, sebagian besar responden memberikan tanggapan setuju bahwa lamanya waktu tunggu pemeriksaan dokter sesuai standar layanan yaitu maksimal 40 menit. Hal memberikan kontribusi pada kepuasan konsumen. Namun tanggapan responden yang kurang puas terhadap ketepatan waktu pelayanan juga cukup tinggi. Hal ini bisa menjadi faktor kendala untuk membuat pelanggan puas yang tentunya akan berdampak juga pada loyalitas konsumen, sehingga pihak manajemen rumah sakit perlu mengadakan melakukan pengawasan dan evaluasi rutin untuk ketepatan waktu layanan. Temuan penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Sani (2014), Ahmad et al. (2013), dan Soedijati (2011) yang hasil penelitiannya menyatakan bahwa proses berpengaruh signifikan secara parsial terhadap kepuasan. Pengaruh Marketing Mix (Produk, Promosi, Tempat, Orang, Proses) dan Kepuasan terhadap Loyalitas Konsumen. Temuan penelitian membuktikan bahwa marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses) dan kepuasan berpengaruh signifikan dan positif terhadap loyalitas konsumen. Produk yang indikatornya meliputi jumlah dokter spesialis kesehatan jiwa, pelayanan penunjang pemeriksaan 24 jam, pelayanan IGD 24 jam, dan kemudahan administrasi berobat, ternyata memberikan dampak terhadap peningkatan loyalitas konsumen. Jika melihat tanggapan responden terhadap produk, ternyata ada indikator produk yang tanggapan kurang puas cukup tinggi yaitu tentang jumlah dokter spesialis kesehatan jiwa. Responden merasa bahwa jumlah dokter masih kurang. Hal ini perlu menjadi perhatian dari direktorat SDM mengenai penambahan tenaga Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa. Temuan penelitian ini, diperkuat oleh penelitian yang dilakukan Owomoyela et al. (2013), Putra dan Eka (2013), Muala (2012), dan Soedijati (2011) yang menyatakan bahwa ada pengaruh signifikan secara parsial variabel produk terhadap loyalitas. Temuan penelitian juga menunjukkan bahwa promosi berpengaruh signifikan dan positif terhadap loyalitas konsumen. Promosi yang dilihat dari cara promosi bervariasi, 79
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
tersedia brosur, informasi layanan melalui telepon, website rumah sakit mudah diakses, manfaat penyuluhan kesehatan, dan kegiatan sosial yang dilakukan rumah sakit, ternyata mempunyai peran penting dalam mewujudkan loyalitas konsumen. Temuan penelitian ini, diperkuat oleh pernyataan Tjiptono (2014), kunci pokok dalam setiap program promosi loyalitas yang dilakukan rumah sakit adalah upaya menjalin relasi jangka panjang dengan konsumen. Asumsinya bahwa relasi yang kokoh dan saling menguntungkan antara rumah sakit dan konsumen dapat membangun pembelian jasa ulang dan menciptakan loyalitas pelanggan. Tempat dilihat dari kemudahan lokasi klinik kesehatan jiwa, kenyamanan ruang periksa, ruang tunggu, dan ruang tindakan, tersedia fasilitas penunjang, kebersihan toilet, dan tersedianya tempat parkir ternyata mempunyai peran penting dalam mewujudkan loyalitas konsumen sehingga perlu adanya optimalisasi tempat yang layak untuk digunakan oleh para konsumen. Tempat merupakan saluran distribusi yang berarti segala kegiatan atau keseluruhan aktivitas dapat dirasakan serta memuaskan para konsumen sebagai pemakai akhir. Temuan penelitian menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan Putra dan Eka (2013), Owomoyela et al. (2013), dan Muala (2012) yang menyatakan bahwa ada pengaruh signifikan secara parsial variabel tempat terhadap loyalitas. Penilaian orang yang dilihat dari bagaimana semua petugas bekerja profesional, informasi diberikan dengan tepat dan jelas oleh petugas, penampilan petugas, dan sikap petugas ternyata mempunyai peran penting dalam mewujudkan loyalitas konsumen. Hasil ini didukung teori yang menyatakan bahwa pasien merasakan layanan petugas tenaga kesehatan yang memadai, cekatan dengan tampilan yang rapi, sopan, ramah tamah, cepat tanggap akan meningkatkan kenyamanan dalam menjalani perawatan di rumah sakit yang akan membuat pasien menjadi loyal untuk memanfaatkan layanan jasa rumah sakit (Boulter et al., 2000). Temuan penelitian membuktikan bahwa proses berpengaruh signifikan dan positif terhadap loyalitas konsumen. Hasil ini dapat diartikan bahwa proses layanan rumah sakit yang dirasakan langsung oleh konsumen dapat meningkatkan loyalitasnya terhadap rumah sakit. Proses yang indikatornya meliputi ketepatan waktu pelayanan, urutan nomor antrian tepat, lamanya waktu tunggu pemeriksaan dokter, dan lamanya waktu tunggu layanan obat, ternyata memberikan dampak terhadap peningkatan loyalitas konsumen. Temuan penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Ade dan Putra (2013), Permana (2014), Soedijati (2011) yang hasil penelitiannya menyatakan bahwa proses berpengaruh signifikan secara parsial terhadap loyalitas. Temuan penelitian menyatakan bahwa kepuasan berpengaruh signifikan dan positif terhadap loyalitas konsumen. Hasil ini dapat diartikan bahwa kepuasan konsumen dapat meningkatkan loyalitasnya terhadap rumah sakit. Semakin tinggi kepuasan konsumen maka akan semakin tinggi tingkat loyalitas konsumen. Jika dilihat kembali tanggapan responden, rata-rata skor jawaban responden terhadap kepuasan baik untuk produk, promosi, tempat, orang, maupun proses menunjukkan kategori baik. Tentunya ini akan berdampak terhadap meningkatnya loyalitas konsumen. Kepuasan pelanggan merupakan indikator kesuksesan di bisnis di masa depan yang mengukur kecenderungan reaksi konsumen apakah tetap loyal atau tidak terhadap perusahaan di masa yang akan datang (Tjiptono, 2014). Pengaruh Marketing Mix (Produk, Promosi, Tempat, Orang, Proses) Loyalitas Konsumen melalui Kepuasan
terhadap
Temuan penelitian menyatakan marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses) berpengaruh secara positif terhadap loyalitas konsumen melalui kepuasan. 80
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Hal ini bisa terjadi karena kepuasan konsumen diperhatikan oleh pihak manajemen rumah sakit dengan meningkatkan kualitas produk layanan yang sudah ada sehingga konsumen puas dan jika perlu menambah produk-produk layanan baru sehingga konsumen bisa memanfaatkannya. Ini menyebabkan loyalitas konsumen semakin meningkat. Jika dilihat kembali tanggapan responden tentang produk layanan rumah sakit, indikator produk yang sangat berpengaruh terhadap kepuasan dan loyalitas konsumen adalah layanan pemeriksaan penunjang 24 jam (apotek, laboratorium, dan radiologi). Indikator pelayanan penunjang pemeriksaan 24 jam ini pun dianggap telah baik oleh responden dan menempati rata-rata skor tertinggi dibanding indikator lainnya. Tanggapan setuju responden yang tinggi terhadap produk layanan ini, karena konsumen merasa mudah memanfaatkan jasa pemeriksaan masalah gangguan jiwa termasuk jasa apotek, laboratorium, dan radiologi untuk pemeriksaan penunjang saat mereka membutuhkannya. Mereka tidak perlu pergi ke tempat lain untuk melakukan pemeriksaan penunjang sehingga konsumen merasa puas dan loyal. Temuan penelitian menunjukkan bahwa promosi berpengaruh secara positif terhadap loyalitas konsumen melalui kepuasan. Hal ini terjadi karena kepuasan konsumen diperhatikan oleh pihak manajemen rumah sakit dengan meningkatkan promosi yang sudah dilakukan selama ini, misalnya dengan menambah luas jangkauan area promosi yang semula hanya sekitar Malang, sekarang se-Jawa Timur, bahkan nasional. Promosi yang dilakukan tidak semata-mata untuk kepentingan meningkatkan angka kunjungan konsumen ke rumah sakit, tetapi juga memperhatikan manfaat dan aspek sosial nya untuk konsumen. Visi rumah sakit adalah ingin menjadi rumah sakit rujukan nasional psikogeriatri tahun 2019. Kedepannya untuk mencapai skala nasional, menggunakan media promosi yang tepat untuk promosi dengan jangkauan yang lebih jauh misalnya dengan media televisi, siaran radio, media cetak skala nasional, dan internet sehingga sehingga loyalitas konsumen pun akan semakin meningkat. Program promosi yang bisa meningkatkan loyalitas konsumen dikenal dengan istilah program promosi loyalitas (Tjiptono, 2014). Kedepannya rumah sakit juga bisa menerapkan ini untuk menjalin relasi antara rumah sakit dengan konsumen, dengan cara memberikan semacam penghargaan khusus seperti bonus, diskon, voucher, dan hadiah yang dikaitkan dengan kepatuhan kontrol rutin teratur agar konsumen tetap loyal pada rumah sakit. Diantara variabel marketing mix yang diteliti, ternyata tempat memiliki nilai terbesar untuk pengaruh langsung terhadap loyalitas dan total pengaruh. Hal ini terjadi karena kepuasan konsumen diperhatikan oleh pihak manajemen rumah sakit dengan meningkatkan kualitas tempat seperti penambahan sarana prasarana, menjaga kebersihan, kenyamanan, dan keamanan. Pihak manajemen rumah sakit juga memikirkan kemudahan akses bagi konsumen untuk berobat ke klinik kesehatan jiwa, ini ditunjukkan dengan klinik kesehatan jiwa pernah pindah lokasi, ruangan-ruangannya diperluas, dan letak ruangan ditata sedemikian rupa sehingga akses dari tempat pendaftaran ke ruang periksa, ruang tindakan, apotek, dan kasir berdekatan sehingga memudahkan konsumen saat berobat. Diharapkan konsumen lebih merasa nyaman dan puas dengan tempat sehingga loyalitas konsumen tidak menurun, justru semakin meningkat. Temuan penelitian menunjukkan bahwa orang berpengaruh positif terhadap loyalitas konsumen melalui kepuasan. Hal ini bisa terjadi karena kepuasan konsumen diperhatikan oleh pihak rumah sakit dengan meningkatkan kinerja pegawai baik dengan pelatihan-pelatihan, penghargaan kepada pegawai, bahkan pemberian remunerasi (insentif). Proses berpengaruh positif terhadap loyalitas melalui kepuasan, ini terjadi karena kepuasan konsumen diperhatikan oleh pihak rumah sakit dengan meningkatkan proses layanan yang sudah ada dalam hal ketepatan jadual pelayanan, ketepatan nomor antrian, waktu tunggu pemeriksaan dokter, dan waktu tunggu layanan obat sehingga konsumen merasa puas. Dampaknya, loyalitas konsumen pun akan semakin meningkat. Pengobatan 81
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
pasien dengan gangguan jiwa tidak seperti pengobatan untuk penyakit fisik. Butuh waktu bertahun-tahun untuk rutin kontrol setiap bulannya, sehingga ini tidak hanya bisa menyebabkan kejenuhan bagi pasien saja, tetapi juga bagi keluarga yang mengantar. Untuk itu apabila rumah sakit tidak memperhatikan kepuasan konsumen dengan melakukan strategi marketing mix termasuk proses, maka kepuasan konsumen bisa menurun dan akhirnya juga akan berdampak terhadap penurunan loyalitas. Temuan penelitian ini, didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Putra dan Eka (2013) dengan judul pengaruh bauran pemasaran jasa terhadap kepuasan dan loyalitas nasabah PT. Pegadaian (Persero) cabang Mengwi, Badung, Bali yang menyatakan bahwa proses memiliki pengaruh signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang dijelaskan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : (1) Terdapat pengaruh signifikan dan positif marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses) terhadap kepuasan konsumen. (2) Terdapat pengaruh signifikan dan positif marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses) dan kepuasan terhadap kepuasan konsumen. (3) Terdapat pengaruh positif marketing mix (produk, promosi, tempat, orang, proses) terhadap loyalitas melalui kepuasan konsumen. Saran Berdasarkan temuan penelitian yang diperoleh, disarankan kepada pihak manajemen Rumah Sakit Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang agar memperlebar ruang tunggu pasien di klinik jiwa dan apotek serta penambahan kursi karena kapasitas ruang tunggu masih kurang untuk menampung banyaknya pasien rawat jalan klinik kesehatan jiwa. Selain itu temuan penelitian menunjukkan jumlah dokter spesialis kesehatan jiwa (Psikiater) masih kurang. Disarankan pada bagian SDM untuk telaah kebutuhan SDM khususnya Psikiater. Jika setelah ditelaah didapatkan hasil perlu penambahan SDM Psikiater, maka bisa dilakukan dengan cara m embuka peluang bagi dokter umum untuk melanjutkan sekolah ke kedokteran spesialis kesehatan jiwa (Psikiatri) dan merekrut tenaga kontrak dokter spesialis kesehatan jiwa Dengan demikian diharapkan konsumen semakin loyal karena konsumen puas dengan pelayanan yang ada di rumah sakit. Daftar Pustaka Ahmad et al. (2013). The impact of marketing mix strategy on hospitals performance measured by patient satisfaction: an empirical investigation on Jeddah private sector hospital senior managers perspective. International Journal of Marketing Studies, 5(6), pp.210-227. Alma, Buchari. (2007). Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung: CV. Alfabeta. Arikunto, S. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Edisi Revisi VI. Jakarta: PT. Rineka Jakarta. Balthasar. E. (2004). Strategi manajemen pemasaran jasa kesehatan. Manajemen Usahawan Indonesia No. 06/TH.XXXIII Juni 2004. 82
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Badan Pusat Statistik. (2013). Jumlah penduduk miskin, persentase penduduk miskin dan garis kemiskinan, 1970-2013. From http://www.bps.go.id, Retrieved Januari 20, 2015. . (201 0). Penduduk Indonesia menurut provinsi 1971, 1980, 1990, 1995, 2000 dan 2010. http://www.bps.go.id, Retrieved Januari 20, 2015. Boulter et al., (2000). The effects of physical surrounding and employee responses. Journal of Marketing, April, pp.69-82. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. (2013). Prevalensi gangguan jiwa berat dan prevalensi gangguan mental emosional di Jawa Timur. Djojodibroto, D. (1997). Kiat mengelola rumah sakit. Jakarta: Hipokrates. Farida. (2012). Pengaruh strategi pemasaran produk tabungan terhadap loyalitas nasabah pada PT. bank Sulselbar. Skripsi, Program Pasca Sarjana, Universitas Muslim Indonesia, Makasar. Foster. (2010). Pengaruh kinerja bauran pemasaran jasa terhadap loyalitas penabung, survei di bank central asia cabang soekarno hatta Bandung. Ejournal, 18(1), hlm. 1-21. Gujarati, D. (2013). Dasar-dasar ekonometrika. Edisi 5, Buku 1. Penerjemah Eugenia Mardanugraha. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. j
.(2007). Ekonometrika dasar. Cetakan Kelima. Alih Bahasa Sumarno Zain. Jakarta: Erlangga.
Gultom dkk. (2014). Pengaruh bauran pemasaran jasa dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan mahasiswa program studi manajemen fakultas ekonomi universitas muhammadiyah Sumatera Utara. Jurnal Manajemen & Bisnis, 14(1), hlm. 21-33. Haryati dan Hastuti. (2010). Pengaruh kualitas pelayanan dan bauran pemasaran terhadap loyalitas nasabah dengan kepuasan konsumen sebagai variabel intervening. Jurnal Manajemen Bisnis, 16(2), hlm.1-8. Imam, G. (2011). Aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS 19. Semarang: Penerbit Universitas Diponegoro. . (2005). Statistik non parametrik. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Kristiana , E. (2011). Pengaruh bauran pemasaran (marketing mix) terhadap keputusan jasa pada RS Baptis Kediri. Tesis. Malang. Program Sarjana MM, Uniga Malang. Kotler & Keller. (2012). Marketing management Edisi 14, Global Edition.Pearson Prentice Hall. Kotler & Amstrong. (2008). Manajemen pemasaran . Jilid I, Edisi 13. Jakarta: Prehalindo.
83
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Kurniasih, Indah Dwi. (2012). Pengaruh harga dan kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan melalui variabel kepuasan (studi pada bengkel ahass0002 astra motor siliwangi Semarang. Jurnal Administrasi Bisnis, 1(1). Lubis dkk. (2014). Pengaruh kualitas pelayanan terhadap loyalitas pelanggan dengan kepuasan pelanggan sebagai variabel intervening pada bengkel service yamaha sentaral motor Siteba Padang. Ejurnal Bung Hatta, 5(2), pp. 1-13. Retrieved September 14, 2015 from http://ejurnal.bunghatta.ac.id/ index.php?journal=JFEK&page=article&op=view&path[]=3619 Lupiyoadi, Rambat. (2008). Manajemen pemasaran jasa. Edisi 2. Jakarta: Salemba Empat. Muala, Ayed. (2012). Assesing the relationship between marketing mix and loyality through tourist satisfaction in Jordan curative tourism. American Academic & Scholarly Research Journal, 4(2). Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi penelitian kesehatan. Edisi ketiga. Jakarta : Penerbit Rineka Cipta. Owomoyela et al. (2013). Investigasing the impact of marketing mix elemants on consumer loyality : an emprical study on Nigerian Breweries PLC. Interdisciplinary Journal of Contemporary Research in Business, 4(11), pp.485-496. Permana, Indra S. (2014). Pengaruh Bauran Pemasaran Terhadap Loyalitas Pasien di Rumah sakit Umum Daerah (RSUD) Majenang. Retrieved September 14, 2015, from http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t36529.pdf Putra dan Eka. (2013). Pengaruh Bauran Pemasaran Jasa Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Nasabah PT. Pegadaian (PERSERO) Cabang Mengwi, Badung, Bali. pp 938-955. Retrieved September 14, 2015, from http://www.e-jurnal.com /2013/12/pengaruhbauran-pemasaran-jasa-terhadap.html Prasetijo, R, I. (2004). Perilaku konsumen. Yogyakarta: Andi. Riduwan dan Engkos Achmad. (2013). Cara Menggunakan dan Memaknai Path Analysis (Analisis Jalur). Cetakan Kelima. Bandung: Alfabeta. Ridwan. (2008). Dasar-dasar statistika. Cetakan Ketiga. Bandung: Alfabeta. RS Jiwa Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. (2015). Medical records RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang. Rusydi, Abubakar. (2005). Pengaruh penatalaksanaan bauran pemasaran terhadap proses keputusan pembelian konsumen pada jamu di Banda Aceh. Jurnal Teknik Industri, 6(3). Sabarguna, Boy S. (2004). Pemasaran rumah sakit. Yogyakarta: Konsorsium RSI.
84
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Sani, Andi. (2014). Pengaruh Bauran Pemasan Terhadap Kepuasan Pasien di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Islam Faisal Makassar. Retrieved September 14, 2015, from pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/ f135091f7ae06ad1f9778b58b428c0ee.pdf Sekaran, U. (2006). Metode penelitian untuk bisnis I. Edisi Keempat. Jakarta: Salemba Empat. Singgih. (2004). Gambaran faktor-faktor beban kemiskinan dan stres kejiwaan pasca rawat inap pengguna kartu sehat di wilayah kerja RSJ Daerah Provinsi Jambi. Retrieved Januari 20, 2015, from, http://www.eprints.unidp.ac.id. Vol/8305/1/2057.pdf. Soegoto, Dedi. (2011). Pengaruh Kinerja Bauran Pemasaran Jasa dan Keunggulan Position terhadap Kepuasan Penumpang dan Implikasinya pada kepercayaan Penumpang Pesawat Perusahaan Penerbangan Rute Jakarta-Surabaya. Majalah Ilmiah UNIKOM, 8(1), hal. 49-58. Sudjana. (2005). Metode statisitika. Edisi keenam. Bandung: Penerbit Tarsito Bandung. Sugiyono. (2012). Metode penelitian penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D.. Cetakan Ke17. Bandung: Penerbit Alfabeta. . (2003). Statistika untuk penelitian. Cetakan Ke-14. Bandung: Alfabeta. Sulistiadi,W.(2002). Fungsi pemasaran rumah sakit di Indonesia: serba tanggung?. Marsi. 3(3). Suprananto (2002). Pengukuran tingkat kepuasan pelanggan untuk menaikkan pangsa pasar. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Suryani, Tatik.(1998).Nilai strategik kesetiaan pelanggan. Jurnal Pemasaran. No. 09 TH. XXII. Soedijati, Elizabeth Koes. (2011). Pengaruh Bauran Pemasaran Perguruan Tinggi Terhadap Kepuasan dan Dampaknya kepada Loyalitas Mahasiswa Pada Tiga PTS Terkemuka di Kota Bandung. Bina Ekonomi Majalah Ilmiah Fakultas Ekonomi Unpar, 15(2), hal: 94-106. Retrieved September 14, 2015,from http://journal.unpar.ac.id/index.php/BinaEkonomi/ article/ view/ 717/701. Thusyanthy, V & Senthilnathan, S. (2011). Customer Satisfaction on Terms of Physical Evidence and Employee Interaction. The IUP Journal of Marketing Management, 11(3), pp.7-24. Tjandra, Y. A. (2003). Manajemen administrasi rumah sakit. Jakarta: Universitas Indonesia. Tjiptono, F. (2014). Pemasaran jasa prinsip, penerapan, dan penelitian. Yogyakarta: Penerbit Andi. . (2007). Pemasaran jasa. Edisi Pertama. Cetakan Ketiga. Malang: Bayumedia Publishing. 85
Dyah Sawitri Martaleni Ayu Bulan Febry K D
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Usman, H & Purnomo, S. (2002). Pengantar statistika. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Bumi Aksara. Videback, S. L. (2008). Buku ajar keperawatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Widjaya, Amin. (2005). Tanya jawab : perilaku konsumen dan pemasaran strategi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Wijono, Djoko. (1996). Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press. Yazid. (2003). Pemasaran jasa: konsep dan implementasi. Edisi Kedua. Yogyakarta: Penerbit Ekonisia Fakultas ekonomi UII. Zeithaml, V. A & Bitner, M. (2000). Service marketing. Singapore: Mc. Graw-Hill Companies Inc.
86
Aftoni Sutanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
STRATEGI MENINGKATKAN MUTU PRODUK UNTUK MEMASUKI PASAR INTERNASIONAL: (Studi Pada Batik Tulis Klasik Kampung Giriloyo, Imogiri, Bantul) Aftoni Sutanto Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Ahmad Dahlan Email:
[email protected] Abstract The purpose of this study to formulate international business strategies classical batik in Kampung Giriloyo, Imogiri to enter the international market. Methods This study used a qualitative approach with descriptive research. Selection of informants is the snowball method approach. In connection with the problems faced by classical batik artisans to improve the quality of products and markets its products in the international market, there are several strategies to overcome them. Improving product quality through the process of writing to the storage batik cloth batik perfect. Development of classical batik not only by producers but also must be supported by all stakeholders. Support is expected to come from the relevant agencies with policies to encourage the development of classical batik artisans. Support e-commerce facilitation of college related to the development of the international business strategy for a classical batik artisans acceleration phase transformation of traditional batik artisans towards modernization phase of the business. Keywords: Batik classic, international markets, Giriloyo Abstrak Tujuan penelitian ini untuk merumuskan strategi bisnis internasional batik tulis klasik di Kampung Giriloyo, Imogiri, Bantul untuk memasuki pasar internasional. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Pemilihan informan dilakukan dengan pendekatan metode snowball. Berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi oleh pengrajin batik tulis klasik untuk meningkatkan mutu produk dan memasarkan produknya di pasar internasional, ada beberapa strategi untuk mengatasinya. Meningkatkan mutu produk melalui proses penulisan batik sampai penyimpanan kain batik yang sempurna. Pengembangan batik tulis klasik tidak hanya oleh pengrajin saja, tetapi juga harus didukung oleh stakeholder. Dukungan diharapkan datang dari instansi terkait dengan kebijakan untuk mendorong pengembangan pengrajin batik tulis klasik. Dukungan pendampingan e-commerce dari perguruan tinggi terkait pengembangan strategi bisnis internasional bagi pengrajin batik tulis klasik merupakan percepatan tranformasi pengrajin batik dari fase tradisional menuju fase modernisasi bisnis. Keywords: Batik tulis klasik, pasar internasional, Giriloyo
87
Aftoni Sutanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
1.
Pendahuluan
Batik merupakan warisan budaya bangsa Indonesia yang adi luhung sebagai kerajinan tradisional turun-temurun yang kaya akan nilai-nilai budaya. Setiap motif batik tulis memiliki nilai dan makna yang menggambarkan kehidupan sehari-hari. Pesan yang dituliskan dalam motif batik bukan hanya sekadar sebuah karya seni, melainkan juga merupakan karya seni yang mempunyai nilai-nilai filosofis yang sangat mendalam dan menempati kedudukan yang penting dalam masyarakat. Warisan budaya batik membutuhkan kreativitas, keterampilan, ketelatenan, dengan pola atau motif yang beragam, seperti batik tradisional yang dibuat berdasarkan pakem dan memiliki makna tertentu, batik kontemporer yang merupakan produk inovasi, serta batik futuristik yang merupakan wujud berbagai kreasi busana berbahan batik. Batik terbagi atas dua golongan besar, yaitu batik pedalaman dan batik pesisiran. Berdasarkan motif dan warnanya, batik pedalaman atau batik klasik motifnya mengandung filosofi kebudayaan Jawa yang sangat kental dan memiliki warna yang bersifat natural, seperti warna coklat, putih, dan biru. Jenis batik ini berkembang di daerah Yogyakarta dan Surakarta atau Solo. Adapun batik pesisiran banyak dipengaruhi oleh kebudayaan luar, seperti Cina, India, dan Arab, motifnya lebih 10 ekspresif dan bebas dengan warna yang lebih terang dan berani. Jenis batik ini berkembang di daerah pesisir pulau Jawa, seperti Cirebon, Pekalongan, dan Madura. Dahulu, batik tidak terlepas dari kehidupan feodal dengan berbagai simbol-simbol dalam kehidupan. Kini, batik merupakan sebuah hasil karya seni budaya yang mengalami perkembangan yang pesat, batik bahkan memasuki kehidupan masyarakat yang luas sehingga warisan tradisional tersebut menjadi keharusan untuk dimiliki atau dipakai (Normaladewi, 2014). Meluasnya konsumen batik mendorong pengusaha batik untuk dapat memproduksi batik dengan berbagai tingkat kualitas dan harga. Antariksa (2012). Kepala Sub Bidang Industri Kerajinan dan Sandang Kementerian Perindustrian dan Perdagangan (Kemenperindag), Dulles Sihombing, mengatakan jumlah unit usaha batik meningkat pesat sejak 2005. Berdasarkan data yang tercata di Kemenperindag ada sekitar 21.600 unit usaha batik di Indonesia. Jika dibandingkan dengan data 2011, unit usaha meningkat hingga 18.000 unit usaha. Pada 2011, jumlah unit usaha batik tercatat sebanyak 39.600. Kementerian Perindustrian dan Perdagangan mengatakan pertumbuhan batik selama lima tahun terakhir menggembirakan. Perkembangan batik yang sangat luas serta menggambarkan ciri khas budaya Indonesia tersebut, maka batik bisa diakui oleh United Nationals Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai warisan budaya dunia asal Indonesia. Badan PBB untuk pendidikan, ilmu pengetahuan dan budaya (UNESCO) mengkukuhkan batik sebagai sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia pada tanggal 2 Oktober 2009. Sejak saat itulah, pada tanggal 2 Oktober diperingati sebagai “Hari Batik” di Indonesia. Pengakuan yang sangat kuat dari United Nationals Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada tanggal 2 Oktober 2009, merupakan peluang yang sangat bagus untuk mendorong para pengusaha batik di Indonesia dalam memasarkan produk batik ke pasar internasional. Pangsa pasar internasional sangat menjanjiakan bagi kemajuan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Namun sangat disayangkan bahwa sampai saat ini penjualan batik sangat dominan disekitar wilayah Indonesia hanya untuk melayani konsumen lokal dalam negeri saja. Sedangkan penjualan ke pasar internasional masih sangat terbatas dan sebagian kecil saja yang menjual ke pasar internasional. Dengan demikian, perumusan strategi bisnis menjadi penting dan mendasek untuk dikaji dan diteiliti lebih mendalam guna memasuki pasar internasional. Perumusan strategi ini juga sangat penting untuk menjaga dan melestarikan batik sebagai warisan budaya bangsa yang memiliki nilai-nilai budaya adi luhung bagi bangsa 88
Aftoni Sutanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Indonesia. Tujuan dari kajian ini adalah untuk menggali dan menganalisis secara mendalam mengenai perumusan strategi bisnis dalam peningkatan mutu produk untuk memasuki pasar internasional bagi pengrajin batik tulis klasik kampung Giriloyo. 2.
Tinjauan Pustaka
Batik adalah kerajinan karya seni rupa pada kain yang memiliki nilai seni tinggi yang turun-temurun telah menjadi bagian dari budaya Indonesia. Kerajinan membatik adalah proses penulisan gambar atau ragam hias pada kain dengan pewarnaan rintang yang menggunakan lilin batik sebagai perintang warna (Wijaya, 2012). Batik berasal dari bahasa jawa yaitu mbatik yang berasal dari dua kata, yaitu amba yang artinya lebar, luas, kain. Kemudian kata titik yang berarti titik atau matik (kata kerja membuat batik) yang berarti menghubungkan titik-titik menjadi gambar tertentu pada kain yang luas atau lebar (Wulandari, 2011:4). Keunikan motif serta corak yang dihasilkan dari batik-batik berbagai daerah merupakan kekuatan yang sangat luar biasa, khususnya bagi kekayaan seni budaya Indonesia. Belum ada di negara manapun yang memiliki kekayaan desain motif batik seperti yang di miliki oleh bangsa Indonesia. (Sarinastiti, 2011) Proses membuat batik membutuhkan kreativitas, keterampilan, ketelatenan, dengan pola atau motif yang beragam, seperti batik tradisional yang dibuat berdasarkan pakem dan memiliki makna tertentu, batik kontemporer yang merupakan produk inovasi, serta batik futuristik yang merupakan wujud berbagai kreasi busana berbahan batik (Normaladewi, 2014). 2.1 Manajemen Strategi Manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi keputusan-keputusan lintas fungsional yang memampukan sebuah organisasi mencapai tujuannya. Sebagaimana disiratkan oleh definisi ini, manajemen strategis berfokus pada usaha untuk mengintegrasikan manajemen, pemasaran, keuangan, produksi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasional (David, 2011: 5). Proses manajemen strategi terdiri dari tiga tahap (David, 2011: 6-7), yaitu perumusan (formulasi) strategi, penerapan (implementasi) strategi, dan (evaluasi) penilaian strategi. 1. Perumusan strategi mencakup pengembangan visi dan misi, identifikasi peluang dan ancaman eksternal suatu organisasi, kesadaran akan kekuatan dan kelemahan internal, penetapan tujuan jangka panjang, pencarian strategi-strategi alternatif, dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan. 2. Penerapan strategi mengharuskan perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya sehingga strategi-strategi yang telah dirumuskan dapat dijalankan. Penerapan strategi mencakup pengembangan budaya yang suportif pada strategi, penciptaan struktur organisasional yang efektif, pengerahan ulang upaya-upaya pemasaran, penyiapan anggaran, pengembangan serta pemanfaatan sistem informasi, dan pengaitan kompensasi karyawan dengan kinerja organisasi. Menerapkan strategi berarti memobilisasi karyawan dan manajer untuk melaksanakan strategi yang telah dirumuskan. Penerapan strategi merupakan tahap yang paling sulit karena membutuhkan disiplin, komitmen, dan
89
Aftoni Sutanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
pengorbanan personal. Penerapan strategi yang berhasil bergantung pada kemampuan manajer untuk memotivasi karyawan yang lebih merupakan seni daripada pengetahuan. 3. Penilaian strategi adalah tahap terakhir dalam manajemen strategis. Manajer harus tahu kapan ketika strategi tertentu tidak berjalan dengan baik. Semua strategi terbuka untuk dimodifikasi di masa yang akan datang karena berbagai faktor eksternal dan internal terus-menerus berubah. Tiga aktivitas penilaian strategi yang mendasar, yaitu (1) peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan bagi strategi saat ini, (2) pengukuran kinerja, dan (3) pengambilan langkah korektif. Penilaian strategi diperlukan karena apa yang berhasil saat ini tidak selalu berhasil nanti. Proses manajemen strategi dapat digambarkan sebagai pendekatan yang objektif, logis, dan sistematik untuk membuat keputusan besar dalam organisasi. Inovasi yang dibutuhkan adalah kemampuan wirausahaan dalam menambahkan nilai guna atau nilai manfaat terhadap suatu produk dan menjaga mutu produk dengan memperhatikan marked oriented atau apa yang sedang laku di pasaran. Dengan bertambahnya nilai guna atau manfaat pada sebuah produk, daya jual produk tersebut juga meningkat di mata konsumen (Buchari, Alma: 2000; Arif:2007 dalam Normaladewi: 2014). 2.2 Bisnis Internasional Bisnis Internasional adalah bisnis yang kegiatan-kegiatannya melewati batas-batas negara. Definisi ini tidak hanya termasuk perdagangan internasional dan pemanufakturan di luar negeri, tetapi juga industri jasa yang berkembang di bidang-bidang seperti transportasi, pariwisata, perbankan, periklanan, konstruksi, perdagangan eceran, perdagangan besar dan komunikasi massa (Charles, W., et al., 2014) Bisnis internasional dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dari lingkungan internasional seperti: 1. Politis. Ada kecenderungan terhadap penyatuan dan sosialisasi komunitas global. Kesepakatan AFTA/CAFTA 2. Teknologi. Kemajuan-kemajuan dalam teknologi komputer dan komunikasi memungkinkan aliran gagasan dan informasi yang meningkat melewati batas-batas negara dan memungkinkan para pelanggan mempelajari barang-barang luar negeri.. Internet dan komputerisasi jaringan memungkinkan perusahaan kecil bersaing secara global karena memungkinkan adanya aliran informasi yang cepat tanpa mempedulikan lokasi fisik pembeli dan penjual 3. Pasar. Dengan mendunianya perusahaan-perusahaan mereka juga menjadi pelangganpelanggan global. Mengetahui pasar dalam negeri telah jenuh, juga membuat perusahaanperusahaan mulai merambah pasar-pasar di luar negeri terutama ketika para pemasar menyadari ada suatu kesamaan selera dan gaya hidup pelanggan yang diakibatkan oleh meningkatnya perjalanan wisatawan, TV satelit dan pemakaian merek global. 4. Biaya. Economic of scale untuk mengurangi biaya per unit selalu merupakan tujuan manajemen. Salah satu alat untuk mencapainya adalah mengglobalisasi lini-lini produk untuk mengurangi biaya pengembangan produksi dan persediaan. Perusahaan juga dapat menempatkan produksi di negara-negara dimana biaya produksinya lebih rendah. 5. Persaingan. Pesaing harus meningkat secara intensif. Perusahaan-perusahaan baru yang banyak berasal dari negara-negara berkembang dan industri baru, telah memasuki pasarpasar dunia di bidang permobilan dan elektronik. (Charles, W., et al., 2014)
90
Aftoni Sutanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
3. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif yaitu menggali secara mendalam permasalahan yang diteliti. Metode kualitatif berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa interaksi tingkah laku manusia dalam situasi tertentu menurut perspektif peneliti. Penelitian deksriptif bertujuan untuk menggambarkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan usaha batik tulis kampung Giriloyo, Imogiri, Bantul. Situs penelitian ini dilakukan di batik tulis kampung Giriloyo. Pemilihan situs dilakukan berdasarkan beberapa tahap, pertama batik tulis klasik yang menghadapi kendala dalam peningkatan mutu produk serta kendala dalam penjualan di pasar internasional. Kedua dipilih kabupaten Bantul karena memiliki beberapa kelompok pengrajin batik. Ketiga dipilih kampung Giriloyo karena memiliki usaha batik tulis klasik yang paling lama menjalankan proses bisnisnya. Keempat memilih situs batik tulis klasik yang mempertahankan motif-motif jawa kuno asli. Proses pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Lama waktu pengumpulan data dilakukan secara intensive selama dua bulan, yaitu mulai tanggal 9 Juni sampai 6 Agustus 2016. 3.1 Analisis Data Analisis data dilakukan setelah semua data yang terkumpul dianggap memenuhi kecukupan data. Analisis data kualitatif bersifat deduktif, yaitu analisis berdasarkan data yang diperoleh. Teknis analisis yang digunakan adalah analisis model interaktif yang terdiri dari tiga komponen analisis yaitu, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data yaitu proses pemilihan data, menyederhanakan data penting yang dibutuhkan dari lapangan, dan menyisihkan data yang kurang penting yang muncul dari catatang di lapangan (Sugiyono, 2010:338). Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pemngumpulan data selanjutnya dan mencari data tersebut jika suatu saat diperlukan. Penyajian data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan. setelah data direduksi, selanjutnya adalah menyajikan data tersebut. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data yang biasa dilakukan adalah dangen teks yang bersifat naratif atau uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, dan sejenisnya (Sugiyono, 2010:341). Sehingga memudahkan pembaca memahami fenomena yang sedang terjadi dan merencanakan apa yang selanjutnya akan dikerjakan berdasarkan data tersebut. Penyajian data berasal dari hasil reduksi dan hasil selama penelitian berlangsung atau selama proses pengmpulan data agar tidak ada data penting yang tertinggal. Demikian dalam verivikasi data juga memerlukan validitas data tersebut kembali ke proses pemgumpulan data. Peneliti mengumpulkan data melalui wawancara yang mendalam dengan informan baik pemilik usaha maupun pengrajin batik tulis mengenai strategi bisnis internasional. Sedagkan data yang lainnya diperoleh dari artikel yang tersaji di media massa baik elektronik maupun cetak. Selama proses pengumpulan data ini, peneliti mereduksi data, memilih informasi yang dibutuhkan terkait dengan strategi bisnis internasional batik tulis. Selanjutnya peneliti menarik kesimpulan atau verivikasi terhadap penyajian data mulai dari proses pengumpulan data sampai pada data dari hasil reduksi yang dilakukan. Proses verivikasi dilakukan selama proses ketiga kegiatan lainnya, yaitu pengumpulan data, penyajian data, dan reduksi data merupakan hasil akhir yang didapatkan oleh peneliti. 91
Aftoni Sutanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Pengecekan keabsahan data atau validitas data adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat kehandalan suatu alat ukur. Penelitian ini menggunakan teknik keabsahan data dengan triangulasi. Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu (Sugiyono, 2010:369). Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Peneliti melakukan pengecekan informasi yang diperoleh dengan menanyakan hal yang sama kepada beberapa orang yang dianggap paham mnegenai stratgei bisnis internasional batik tulis yang diteliti. 4.
Hasil dan pembahasan
Kampung Giriloyo Imogiri terletak sekitar 20 kilometer ke arah selatan dari pusat kota Yogyakarta. Daerah Giriloyo berjarak sekitar 1-2 kilometer dari areal makam raja-raja Mataram, Keraton Yogyakarta, serta makam para seniman agung. Wilayah geografis Giriloyo berbukit-bukit dengan jalan sempit serta turunan dan tanjakan yang tajam. Giriloyo masuk ke dalam wilayah Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri. Desa ini terdiri atas 16 dusun, 95 rukun tetangga dan 5.600 kepala keluarga atau sekitar 16.000 jiwa. Batik Giriloyo mulai berdiri sejak jaman pemerintahan Sultan Agung dari kerajaan Mataram. Pada tahun 1654, Sultan Agung memerintahkan daerah perbukitan Imogiri menjadi areal makam para raja. Sehingga, para abdi dalem kraton pun harus ada yang menjaga daerah tersebut. Selain menjaga makam, para abdi dalem tersebut juga membatik untuk keperluan kraton. Sampai saat ini, generasi penerus para abdi dalem kraton ini terus membatik untuk melestarikan budaya bangsa. Pada tahun 2006 terjadi bencana alam yaitu gempa yang sangat besar sehingga menghancurkan wilayah ini. Tiap pengrajin mengalami kerugian sampai puluhan juta rupiah akibat rumah ambruk dan hilangnya peralatan batik. Namun demikian, para perajin mendapat bantuan kain dan peralatan dari Pemerintah Daerah Bantul dan beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pada tahun 2007-2008, Dukungan dari Pemerintah Daerah juga mengalir dalam bentuk perbaikan sarana transportasi jalan. LSM membantu membuatkan Gazebo, sebuah areal mirip lapangan sebagai tempat pameran dan pelatihan membatik di Giriloyo. Sampai saat ini jumlah kelompok pengrajin batik di Giriloyo ada banyak, seperti yang disampaikan informan “disini sekarang ada 13 kelompok pengrajin batik”. Sehingga bisnis batik di Giriloyo sangat terkenal di tingkat nasional bahkan di tingkat internasional. Situs penelitian ini menggunakan batik tulis klasik Bima Sakti. Proses produksi batik tulis klasik Bima Sakti ini merupakan bisnis keluarga yang sudah turun-temurun beberapa generasi. Sedangkan penggunaan nama Bima Sakti baru dimulai sejak tahun 1982. Alasan pemilihan situs Bima Sakti ini karena Bima Sakti memenuhi kriteria penelitian yaitu batik tulis klasik yang terkendala dalam pemasaran internasional. Batik tulis klasik Bima Sakti berkomitmen mempertahankan warisan nilai-nilai budaya jawa yang sudah lama digelutinya. Motif dan kualitas batik juga dipertahankan sehingga tidak menghilangkan nilai filosofi yang melekat dalam motif batik. Seperti yang disampaikan oleh informan yang berkomitmen terhadap wasiat dari Bapak Lurah (Alm)“Ti besok kamu tetap mempertahankan batik kuno, sebab kalau tidak kamu pertahankan dan kamu hanya ikut-ikutan batik yang lainnya, nanti batik kuno kahawatir hilang”. Hal inilah yang membedakan antara produk batik tulis klasik yang dihasilkan oleh Bima Sakti dengan produk batik tulis yang dihasilkan oleh pengrajin lainnya. Selain produk batik yang berbeda dengan pengrajin lainnya, rumah yang berbentuk Joglo juga merupakan pembeda dengan pengrajin lainnya. Rumah Joglo ini juga dipertahankan karena merupakan warisan jawa yang memiliki nilai filosofi budaya jawa yang 92
Aftoni Sutanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
sangat tinggi. Hal ini juga sesuai dengan yang disampaikan informan yang komit terhadap wasiat dari Bapak Lurah (Alm) “Rumah mu ini juga tidak usah dirubah, yang buat rumah bagus biar anak-anakmu, kamu mempertahankan seperti ini saja, nanti kalau ada turis yang datang malah heran dan kagum.” Dengan demikian upaya mempertahankan rumah joglo juga menjadi komitmen kelompok pengrajin batik tulis Bima Sakti ini. 4.1 Peningkatan Mutu Produk Batik Tulis Klasik Bima Sakti Hasil observasi di beberapa kelompok pengrajin batik di kampung Giriloyo, Imogiri, Bantul mengambarkan bahwa dalam peningkatan mutu produk batik sangat bervariasi, mulai dari proses penulisan batik di kain sampai pada penyimpanan dan penyajian kain batik kepada konsumen. Kebanyakan dalam penulisan batik pada kain dilakukan hanya pada halaman muka saja. Hal ini terjadi karena alasan biaya proses membatik pada kain pada halaman muka saja bisa lebih efisien dalam hal biaya dan waktu proses membatik jauh lebih cepat. Sehingga cara ini banyak yang dilakukan oleh kebanyak pengrajin kain batik. Seperti yang dituturkan oleh informan sebagai berikut, “kalau disini dan beberapa tempat pengrajin yang lainnya menulis batik pada kain hanya satu halaman depan saja, sedangkan yang halaman kain bagian belakan tidak di tulis lagi supaya biayanya murah dan waktunya lebih cepat selesai”. Namun sebenarnya, metode ini kurang tepat karena akan berpengaruh pada mutu produk kain batik. Karena hanya halaman muka saja yang di batik, maka output kain batik kurang bagus pada gaya dan penampilan kain batik pada saat digunakan. Hasil wawancara yang mendalam kepada beberapa informan mengenai penulisan batik pada kain dapat diperoleh suatu kesimpulan bahwa untuk mempertahankan mutu produk kain batik dalam jangka panjang, maka metode penulisan batik pada kain dilakukan pada kain bagian depan dan juga pada kain bagian belakang. Hal ini akan berdampak pada saat memberikan pewarnaan kain yang lebih bagus dan lebih indah ketika dikenakan oleh pemiliknya. Konsukwensi logis metode ini adalah proses waktu membatik pada kain jauh lebih lama dan biaya menulis kain batik jauh lebih tinggi. Upaya selanjutnya untuk meningkatkan mutu produk kain batik terletak pada proses penyimpanan atau penyajian kepada konsumen. Hasil observasi dan wawancara kepada beberapa informan diperoleh hasil bahwa kebanyakan para pengrajin batik melakukan penyajian dan penyimpanan produk kain batik kurang diperhatikan. Proses penyajian dan penyimpanan kain batik umumnya hanya digantung pada tempat baju dan diletakan pada display atau etalase, dengan maksud supaya konsumen bisa melihat dan tertarik terhadap produk kain batik dan kemudian berminta untuk membelinya. Ternyata metode ini kurang tepat karena bisa mengurangi kualitas warna kain batik tersebut. Dampak yang langsung bisa berpengaruh pada kain batik yaitu kotoran debu yang menempel pada kain batik sehingga akan berdampak pada produk batik semakin menurun kualitas kain batiknya. Kemudian kalau dimasukan dalam etalase kaca akan berdampak pada kualitas warna batik semakin menurun yang disebabkan oleh pantulan cahaya matahari. Hasil yang dapat disimpulkan untuk mempertahankan dan meingkatkan mutu produk kain batik dalam hal penyajian dan penyimpanan adalah dengan menggunakan metode penyimpanan yang diletakan dalam almari yang ditutup rapat dan almari diletakan pada tempat yang tidak terkena sinar matahari. Kemudian ketika ada konsumen yang berminat untuk membeli kain batik maka pada saat itu juga produk kain batik dikeluarkan dan ditunjukan kepada konsumen yang akan membelinya. Dengan metode peyimpanan dan penyajian seperti ini dapat dijelaskan secara rinci bahwa kain batik akan terhindar dari kotoran debu yang ada kemungkinan bisa menempel di kain batik tersebut. Selain itu, produk kain batik tidak terkena sinar matahari baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Sehingga ada proses pematangan antara penulisan batik pada kain dengan proses 93
Aftoni Sutanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
pewarnaannya. Hal ini akan menjadikan kain batik bisa bertahan dan bahkan bisa meningkatkan mutu produk kain batik dalam waktu yang dangat lama. 4.2 Pemasaran Batik Tulis Klasik Bima Sakti Selama ini penjualan batik tulis klasik tidak dipasarkan di pasar dalam negeri. Karena selain harganya paling tinggi diantara pengrajin yang ada, motifnya juga khusus batik tulis klasik yang dipertahankan dari motif turun-temurun dari keraton. Selama ini batik tulis klasik Bima Sakti hanya melakukan penjualan kepada pembeli yang datang langsung ke lokasi pengrajin batik tulis klasik. Ada beberapa pembeli lokal yang sudah mengetahui batik tulis klasik dan akan melakukan pembelian secara langsung, maka pembeli lokal tersebut bisa datang langsung lokasi pengrajin batik tulis. Tetapi tidak sedikit pembeli lokal yang tidak jadi membeli batik tulis motif klasik karena harganya paling tinggi diantara kelompok batik yang ada di Giriloyo. Hal ini seperti yang disampaikan oleh informan “Dari sekian banyak kelompok pengrajin batik yang harganya paling mahal adalah di sini”. Namun demikian motif ini sangat digemari oleh konsumen dari luar negeri. Para pembeli dari manca negara yang datang langsung ke lokasi pengrajin untuk membeli batik tulis klasik. Pembeli dari manca negara yang datang langsung ke lokasi seperti dari Austria, Kanada, Amerika, Jerman, Australia, Jepang dan lain-lain. Namun setelah terjadi bom Jakarta dan bom Bali maka pembeli dari luar negeri mulai berkurang sangat drastis karena ada larangan wisata ke Indonesia. Namun demikian, Sampai saat masih ada satu pembeli loyal, yaitu pembeli dari Jerman yang bernama Brigitta sudah sejak tahun 1999. Seperti yang dismpaikan oleh informan, “Tetapi yang pasti dari Jerman. Selalu melakukan pesanan secara rutin, misal pesan tahun sekarang akan diambil tahun depan. Kemudian pada saat mengambil pesanan, pembeli tersebut malakukan pesanan lagi untuk diambil tahun berikutnya.” Biasanya pembeli dari Jerman ini setahun sekali sekitar bulan Maret – April setiap tahunnya. Permasalahan yang dihadapi pengrajin batik tulis klasik saat ini adalah kendala memasarkan batik tulis klasik ke pasar internasional pasca bom Jakarta dan bom Bali. Keterbatasan pengetahun pengrajin batik mengenai sistem informasi yang dintegrasikan dengan strategi pemasaran menjadi kendala dalam memasarkan batik ke pasar internasional. Dalah hal ini, peran perguruan tinggi menjadi sangat strategis untuk memberikan pendampingan fokus pada upaya memasarkan batik tulis klasik di pasar internasional yang dikemas dalam strategi e-commerce. Perumusan strategi ini merupakan percepatan tranformasi pengrajin batik dari fase tradisional menuju fase modernisasi bisnis internasional. 4.3 Data Base Katalog Batik Tulis Klasik Implementasi strategi e-commerce diawali dengan perancangan dan pengembangan data base katalog batik tulis klasik yang berbasis pada web. Pada tahap perancangan dan pengembangan ini dirumuskan proses bisnis yang akan digunakan sebagai media traksaksi antara penjual batik tulis klasik di Giriloyo Bantul dengan calon pembeli potensial yang berada di pasar internasional. Masing–masing pihak akan dimudahkan dalam melakukan transaksi bisnisnya, pihak pengrajin akan lebih mudah dalam menginformasikan semua produk yang dihasilkan, sedangkan calon pembeli potensial yang berada di luar negeri jauh lebih mudak untuk mendapatkan batik tulis klasik asli dari Giriloyo yang terkenal sangat berkualitas. Tahap berikutnya adalah melakukan input semua informasi batik tulis klasik secara detail dalam data base katalog sehingga bisa diakses oleh semua calon pembeli potensial yang berada di pasar internasional. Data base katalog batik tulis klasik didesain sistematis 94
Aftoni Sutanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
untuk memudahkan semua user sistem informasi dalam proses bisnis ini. Pengembangan model aplikasi ini dapat di benchmark oleh pengrajin batik tulis di seluruh pelosok nusantara untuk percepatan tranformasi dari bisnis tradional menuju bisnis batik yang modern. Hasil yang bisa dimanfaatkan dari data base katalog ini selain untuk mempermudah proses transaksi bisnis batik tulis ke pasar internasional, data base katalog batik juga bisa dimanfaatkan memberikan informasi yang valid kepada pemerintah daerah atas kinerja pengrajin batik tulis bermotif klasik untuk meningkatkan strategi bisnis internasional. Sehingga nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang memiliki filosofi yang sangat tinggi bisa terjamin kelestariannya. 4.4 Kebijakan yang berpihak pada pengrajin Kebehasilan perancangan dan pengembangan proses bisnis internasional batik tulis klasik harus didukung oleh peran instansi yang terkait berupa upaya-upaya yang mampu menghasilkan sebuah kebijakan proses bisnis yang berpihak kepada pengrajin batik tulis klasik di Giriloyo. Peran dan sikap intansi sangat strategis untuk mendorong perkembangan batik tulis klasik untuk menjual produknya ke pasar internasional. Impelentasi kebijakan intansi pemerintah yang sangat riil dan tepat sasaran antara lain 1) pelatihan dan pemberdayaan tenaga pengrajin dalam pengembangan kualitas batik tulis bermotif kalsik. 2) dukungan pemerintah dalam revitaslisasi teknologi dan perlatan yang lebih modern. 3) pemberian kridit yang mudah dan dengan prosedur yang sederhana. Hasil yang akan diperoleh ketika pemerintah mengimplementasikan ketiga program besar tersebut dengan tegas dan konsisten maka akan menciptakan hasil yang sangat luar biasa di pengrajin batik tulis klasik yang nantinya akan berdampak secara nasional . 5.
Kesimpulan
Hasil dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa perumusan strategi bisnis batik tulis klasik harus dimulai dengan peningkatan mutu produk kain batik baik mulai dari proses penulisan batik pada kain bagian depan dan pada kain bagian belakang. Sehingga hasil mutu produk jauh lebih baik. Selanjutnya adalah proses penyimpanan dan penyajian kepada calon konsumen yang akan membeli produk kain batiknya. Selanjutnya dalam perumusan strategi bagi UMKM harus didukung oleh stakeholders, antara lain keberadaan intansi pemerintah yang memiliki peran strategis untuk mendorong perkembangan batik tulis klasik untuk menjual produknya ke pasar internasional. Implementasi kebijakan antara lain 1) pelatihan dan pemberdayaan tenaga pengrajin dalam pengembangan kualitas batik tulis bermotif kalsik. 2) dukungan pemerintah dalam revitaslisasi teknologi dan perlatan yang lebih modern. 3) pemberian kridit yang mudah dan dengan prosedur yang sederhana. Kemudian peran perguruan tinggi menjadi sangat strategis untuk memberikan pendampingan fokus pada upaya memasarkan batik tulis klasik di pasar internasional yang dikemas dalam strategi e-commerce. Perumusan strategi ini merupakan percepatan tranformasi pengrajin batik dari fase tradisional menuju fase modernisasi bisnis internasional.
95
Aftoni Sutanto
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Daftar Pustaka Antariksa, Basuki. 2012. Konsep Ekonomi Kreatif:Peluang dan Tantangan Dalam Pembangunan di Indonesia. Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Jakarta. Charles W. L. Hill, Chow-Hou Wee, Krishna Udayasankar, 2014. International Business: An Asian Perspective. Penerbit Salemba. Jakarta. David, Fred, R. 2011. Manajemen Strategis Konsep. Buku 1 Edisi 12. Editor Palupi Wuriati. Salemba Empat. Jakarta. Normaladewi, Andi. 2014. Peran lingkungan industri dan fenomena inovasi dalam pengembangan usaha kecil menengah batik. Studi pada batik tulis Raden Wijaya Batu dan Batik tulis Celaket Malang. Tesis tidak dipublikasikan. Malang Sarinastiti, Widi. 2011.Perancangan Website Ensiklopedia Batik Untuk Remaja Dengan Konsep Aesthetic Friendly. Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Sugiyono, 2010. Metode Penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D. Alfabeta. Bandung. Tirtaamidjaja, Nurjiswan. 2012. Fenomena Batik Indonesia. batiktusta.blogspot.com. September 2014. Wijaya, Ekaprana. 2012. Adaptasi motif batik semarang pada industri kaos sebagai upaya menggalakkan industri kreatif berbasis budaya lokal, arsip mawapres UDINUS 2012, Semarang. Wulandari, Ari, 2011. Batik Nusantara: Filosofi, cara pembuatan dan industri batik. ANDI, Yogyakarta.
96
Rosiwarna Anwar Fenny Chintya Debby
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
THE COMPARATIVE OF CORPORATE PERFORMANCE ANALYSIS BETWEEN PRE AND POST MERGERS & ACQUISITIONS COMPANIES IN THE INDONESIA MANUFACTURING INDUSTRIES LISTED ON THE STOCK EXCHANGE IN 2007-2012 Rosiwarna Anwar, Fenny Chintya Debby Management, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
[email protected] ,
[email protected] Management, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia
[email protected] Abstract This study aims to analyze the performance of companies doing mergers and acquisitions that proxies by Return on Capital Employed (ROCE), Return on Equity (ROE), Operating Profit Margin (OPM), Net Profit Margin (NPM), EPS (Earnings Per Share), PER (Price Earning Ratio). This study uses the sample based on 90 companies in Indonesia manufacturing industries for the period from 2007 to 2012. Hypothesis testing is done by using the paired t test. We had documented the results of the study findings of the performance of the company which showed the distinction between two conditions, pre mergers and acquisitions when compared with post mergers and acquisitions of companies. However, many out of the results are not statistically significant. Keywords: Mergers & Acquisitions; Corporate Performance; Financial Ratios.
97
Rosiwarna Anwar Fenny Chintya Debby
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Introduction In Indonesia, mergers and acquisitions (M&A) has been conducted since many years ago. The M&A activities has shown in various industries which driven by changes in economic conditions. The change in economic conditions that experienced by businesses, make corporate management must think how to survive and develop their business with different business strategies in both short term and long term. Amongst other things, the reason companies opt to arrange M&A, due to expectation to the increase of market share, diversification, or increase the vertical integration of existing operational activities, etc. M&A has been used as one of the effective business strategy for corporate restructuring as a tool in the business world since 1897. M&A activity first took place during the period 1897 to 1904, at that time mostly occurred in horizontal merger, usually the companies involved are in the same industry, between the acquirer (the bidders) and the company being acquired (target). Merger at that time did not go well, due to the failure of the company in achieving the goals of efficiency, lack of legal regulations governing mergers, as well as poor economic growth accompanied by stock market value (Ross, 2009). Whereas in Indonesia M&A activity started in the early 90s, the first transaction was PT Jakarta International Hotels Development through the purchase of 100% shares of PT Danayasa Arthatama in 1990 (Tirthayatra, 2005). M&A also occurred in 1999, at the time of the crisis in Indonesia resulted in a lot of things happening, including the bankruptcy of four state-owned banks, Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor (Exim), and the dan Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo). The economic crisis forced the government to merge these four banks, and became one and new entity resulted the merger, namely Bank Mandiri, Bank Mandiri has had been through difficult times in the first three years after the merger, but then the bank can show good performances (Winarti, 2010). In fact, mostly M&A activities have had failed to improve performance, to accomplish the expected strategies, and achieve financial objectives that have been set prior to the merger. Another fact concomitantly revealed by several investigators including Cartwright and Cooper (1993), analyses the failure rate of M&A has shown relatively high ranging between 50% to 70%. And the failure of the company to achieve the expected financial goals is one of common failure in M&A (Chatterjee, et.al, 1992), and according to Schweiger, et.al (1993) the failure of the company since they had increased its share price after the merger and acquisition, then (Rossane, 2012) mention on failure in M&A activity may lead to some loss of funds that have been invested and not redeemable and lose shareholders wealth. We adopted several previous studies, the difference is on the selecting independent variables used, periodic time, and locus. This research, we proposed as the first attempt before we compare further to the non-merger companies in terms of the financial ratios’ performances. From these considerations, the authors had conducted research in 2015 with the title "Comparative Analysis of Corporate Performance Between Pre and Post M&A Companies in the Manufacturing Industries listed in the Indonesia Stock Exchange 20072012".: Literature review Corporate Value According to Brigham and Gapensi (2006), the value of the company is very important because of the higher value of the company will be followed by higher prosperity 98
Rosiwarna Anwar Fenny Chintya Debby
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
shareholders (Hermuningsih, 2013). The value of the company, and the level of stock prices is directly proportional, where the higher the stock price the higher the value of the company. Merger and Acquisition In PSAK (Indonesia Accounting Standard) No. 22 defined that the merger as a form of union of two or more separate companies into one economic entity as a company, merges with another company, or acquire control over the assets and operations of another company. Merger is the complete absorption of one company by another, wherein the acquiring firm retains its identity and the acquired firm ceases to exist as a separate entity. The Objectives of Mergers and Acquisitions After the classification of the objectives of a company M&A, there are several motives a company M&A, namely as economic motives, and non-economic motives, as follows (Ross, 2009): (1) The economic motive related to the essence of the company's goal to improve the value of the company or to maximize shareholder wealth. In this study several financial ratios as objective measurement are being analyzed, such as: ROCE (Return On Capital Employed), ROE (Return On Equity), OPM (Operating Profit Margin), NPM (Net Profit Margin), EPS (Earning Per Share), PER (Price Earning Ratio). Several M&A economic reasons are: To obtain a source of raw materials, production facilities, technology, network marketing, or market share invaluable (Subramanyam, 2009), To ensure the financial resources or access to financial resources, Strengthen management, Improve operating efficiency, Encourage diversification, Accelerate entry into the market, Achieve economies of scale, Obtain tax benefits, and Synergies, (2) The non-economic motive, sometimes M&A activity is not only for the sake of economic interests of the company, but also for noneconomic motives such as prestige and ambition of the management company or the owner of the company. Another study conducted by Alamsyah (2002) on oil company M&A, get the result that after the M&A of the company has increased to several financial ratios include the profit margin, ROE, ROCE, EPS, and operating income. In addition other studies conducted by Aruna and Nirmala (2013) in the journal Post Merger acquiring financial performances of selected IT companies in India; they say that two of the three IT companies in careful business shown not produce a positive difference in the profitability of the company after the merger. Two of the three companies showed no significant difference for ROCE of IT company after the merger than before M&A. For OPM and NPM ratio of one in three IT companies have significant difference after the merger, according Azhagaiah and Sathishkumar (2014) in the journal Impact of M&A on Operating Performance that the influence of gross earnings, liquidity, leverage, cost of utilization, growth, operating leverage and ROE towards company M&A in India. Payamta (2004) examined the effect of M&A on the performance of the manufacturing company 2 years before and 2 years after M&A are proxied by financial ratios and stock returns. In that study produced a fact which shows a decline in performance for the periods before and after M&A both in terms of stock returns and financial ratios, but the values are not statistically significant. Subsequent research conducted by Saviera (2012 performed the analysis of M&A of companies non-financial, 3 years prior to the merger and three years after the merger; in a study with approximated by financial ratios and Tobin's q ratio. The research results show that the activity mergers and acquisitions did not generate synergies for the company, also 99
Rosiwarna Anwar Fenny Chintya Debby
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
shown the decrease of the net profit margin and ROE, but the decrease was not significant, meaning that M&A made by the company does not affect the value of net profit margin and ROE. Besides of all financial ratios resulted, only debt equity ratio has decreased significantly. Rossane (2012) conducted a study to analyze the effect of M&A on the financial performance and the method of Economic Value Added (EVA) in manufacturing companies using financial ratios parameters. By using EVA as an indicator of the success of management in managing financial resources owned, this study also tested the performance of the post-acquisition between the acquisition of non-conglomerates and conglomerates. In this study showed that the company experienced changes after M&A with results of an increase in the ROE, EPS, and the net profit margin of the company. In addition there is a significant change after M&A of EVA, ROE, total asset turnover. But among conglomerates and non-conglomerate, the results are significant differences in current ratio, quick ratio, and debt to equity. Another study conducted by Prima (2010) to see the impact of M&A of non-financial companies. This impact is measured using financial ratios change between before and after mergers and acquisitions. The final conclusion is that the financial ratios that undergo significant changes as a result of M&A is the profit margin and return on assets were decreased after M&A. Also similar study conducted by Turang (2010) with a different study period. This study measures the financial performance of companies are working capital, operating profit, earnings per share, ROE, DER. And the results of the study showed that there were no significant differences in financial performance in the period before and after the M&A activity is executed. Only variable, that is, operating profit shows a significant difference in the fifth year after the merger and acquisition process executed. Research Hypothesis A strategy of merger and acquisition being chosen by a company is primarily to increase porfitability, the better the company’s perfomances the higher the profit level. In these instsnces are proxied with ROCE (Return On Capital Employed), ROE (Return On Equity), OPM (Operating Profit Margin), NPM (Net Profit Margin), EPS (Earning Per Share), PER (Price Earning Ratio). To substantiate the hypothesis of study objective outlined above, 6 pairs hypothesis have been formulated and tested. With the notation where: H0 = there is no significant difference between Pre-merger and Post-merger applicability to ROCE (Return On Capital Employed), ROE (Return On Equity), OPM (Operating Profit Margin), NPM (Net Profit Margin), EPS (Earning Per Share), PER (Price Earning Ratio). H1= there is significant difference between Pre-merger and Post-merger applicability to ROCE (Return On Capital Employed), ROE (Return On Equity), OPM (Operating Profit Margin), NPM (Net Profit Margin), EPS (Earning Per Share), PER (Price Earning Ratio) Research Methods In this study, we analyzes of the company's financial performances contrasting between two conditions, Pre-merger and Post-merger of the M&A using proxies of intended financial ratios: ROCE, ROE, OPM, NPM, EPS, and PER accordingly. In this study, we analyze the factors of the financial ratio that might affect the company's decision to the period of pre and post mergers and acquisitions. By using financial statement data such that within two year before and two year after merger, and contrasting 100
Rosiwarna Anwar Fenny Chintya Debby
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
both financial statements of companies since then. The years of financial statements used for companies of M&A is the periodic year in which the year is assumed quiet stable after the crisis that occurred in the two consecutive previous years (2007 and 2008). The number of companies studied were 90 companies had been doing M&A. In this study, we used two research tests include, Firstly, paired sample t-test which is parametric test that usually used for testing hypothesis towards two variables. This t-test technique is one technical analysis of significant of the hypothesis result, as well as to support the t test results previously performed. To test two related samples, primarily to test the twopaired samples whether these are from similar population. If these are true, then all parameters from these two samples are relatively similar one another, these samples are paired or related which are measured with similar technique but different treatment (Santoso, 2014). Payamta (2004) indicates the purpose to know the significant of corporate performance changes of pre and post M&A that is by comparing each financial ratios investigated. In the following research model can be explained in this study using different test models used by Rahman and Lambkin (2015) is a model different test performance of the company before and after mergers and acquisitions by using the average of the year before and the average year after merger. Picture Reseach Model M&A Before
After
Financial Performance
-2
-1
+1
+2
Profitability Non Merger Company
corporate value
Research Result Test Result of Descriptive Statistics of Corporate Performances average on two years after Merger and Aquisition Descriptive Statistics N ROCE_AFTER ROE_AFTER OPM_AFTER NPM_AFTER EPS_AFTER PER_AFTER Valid N (listwise)
Minimum Maximum 18 18 18 18 18 18
-.10 -.18 -30.56 -7.40 -12.42 -44.20
Mean
.39 .1602 .42 .1526 18.85 7.4038 13.06 4.9941 459.54 96.5117 105.74 24.5577
Std. Deviation .13586 .16889 11.37333 5.67293 122.09475 32.48986
18 101
Rosiwarna Anwar Fenny Chintya Debby
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Before examining paired test towards research objects, each data variable must be tested to knowing whether disbruted normally. This is important in order when to test using parametric, in these instances paired t-test and independent sample t test. We use Kolmogorov-Smirnov test. Sig ROCE > 0,05, and also the others: ROE, OPM, NPM, EPS, and PER have resulted similar resultswhich are > 0.05 as shown table below. Based on K-S test all varibles on this research, we can summarize normal distribution. The results shown where: Hypothesis testing: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
H0,1 : ROCE not signigicant difference whereas H1.1 : ROE signigicant difference H0,2 : ROE not signigicant difference whereas H1.2 : ROE signigicant difference H0,3 : OPM not signigicant difference whereas H1.3 : OPM signigicant difference H0,4 : NPM not signigicant difference whereas H1.4 : NPM signigicant difference H05 : EPS not signigicant difference whereas H1.5 : EPS signigicant difference H0,6 : PER not signigicant difference whereas H1.6 : PER signigicant difference
To test comparison pertaining before and after merger, we use Paired t- Test using confidence interval of 95% since the 6 (six) ratio) in questions are normally distributed. Normality test result of Corporate Performance average on two years Before and after Merger and Aqcuisition Variabel Sig before Sig after Summary 0,816 0,760 Normal Distribution ROCE 0,743 0,825 Normal Distribution ROE 0,968 0,637 Normal Distribution OPM 0,933 0,621 Normal Distribution NPM 0,128 0,219 Normal Distribution EPS 0,149 0,394 Normal Distribution PER
Variabel ROCE ROE OPM NPM EPS PER
Table Output Paired t Test Mean before Mean after Diff Merger Merger 0,0243 0,1359 0,1602 0,1493 0,1526 0,0033 7,0174 7,4038 0,3864 4,3472 4,9941 0,6469 48,2556 96,5117 48,2561 -10,0606 34,6183 24,5577
Sig
Conclusion
0.567 0.943 0,882 0,680 0,015 0,455
H0,1 Accepted H0,2 Accepted H0,3 Accepted H0,4 Accepted H0,5 Rejected H0,6 Accepted
From the above test results, only the variable earning per share is experiencing significant difference, while return on capital employed, return on equity, operating profit margin, net profit margin, the price earnings ratio are not experiencing significant difference We can summarize the significancies mean between two values as explained below: 102
Rosiwarna Anwar Fenny Chintya Debby •
•
•
•
•
•
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
ROCE increasing after merger, meaning there is an indication that value added resulted after merger, but not significance difference. This is not proven where merger incapable of returning capital invested. ROE increasing after merger, meaning there is an indication that value added resulted after merger, but not significance difference. This is not proven where merger incapable of giving positively impact toward operating efficiency which in turn profit to sharehoders. OPM increasing after merger, meaning there is an indication that value added resulted after merger, but not significance difference. This is not proven where merger incapable of giving impact toward more competitive which keeping low cost telative to sales. NPM increasing after merger, meaning there is an indication that value added resulted after merger, but not significance difference. This is not proven where merger incapable of positively impact toward operating efficiency which in turn showing the companies incapable of using its assets operations management efficiently. EPS increasing after merger, meaning there is an indication that value added resulted after merger, but not significance difference. This is proven where merger capable of positively impact toward sharehoders prosperity which in turn profit to sharehoders. However this result can not be generalized, due to companies profit do not show significance differences and higher if compared to before merger. Hence, we assumed this happened because of possibly buying back shares outstanding by the company. This seen where the EPS ratio increasing, whereas the company’s shares seemingly low but net profit still equal amount. PER decreasing after merger, meaning there is an indication that investors have not expected overwhelming result after merger. This is not proven where merger incapable of positively impact toward corporates growth in the near future
Discussion These results indicate that there was no significant difference in the performance of a public manufacturing company as measured by the financial ratios for the two years before and two years after the M&A, they are approximated that of six financial ratios are analyzed in this study only shows earnings per share results significant difference for these two periods before and after the M&A. This gives an indication that the purpose of M&A is not economically achieved. Possibilities that may occur in this case are the non-economic reasons being more taken into consideration in undertaking companies in M&A activities, such as preventing the bankruptcy of the target company and the possibility of other non-economic reasons. Based on the observations of many authors of various numbers of financial ratios examined, there were found that the average financial ratios show that the performance of companies after M&A are not better than companies that of before M&A. Allegedly, this was due to the integration of pre planning M&A is not running properly and is unable to provide synergies in companies that after M&A, this resulted in an average performance of those companies are still below the average of companies that before conducingt M&A. The reason a company motives to do M&A one of which is to achieve synergies. In addition to M&A by company as a strategy is in order to maintain the company's business, whereas M&A as one reason to get out of the financial problems facing by company. As it has been explained previously that there are two objectives of the company do M&A, firstly economic objectives which is an increase of corporate profitability and the 103
Rosiwarna Anwar Fenny Chintya Debby
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
welfare of shareholders. But other than economic motives, company has also other motives in doing M&A, and one among others of which is a non-economic motives that rescue target company from bankruptcy, reducing the number of competitors in the industry, the market leader, and wants to enter the market. This connotes to do further research interest further in merger and acquisition, especially myself interest to continue this research with still related comparison among companies of doing and not doing merger. Conclusion Based on research related to analysis of the company's performance before and after M&A, in companies listed on the Stock Exchange Stock Exchange Indonesia) in the period 1 January 2007 up to December 31, 2012 obtained the following results: 1. Based on the results of hypothesis testing carried out showed that there were no differences between the financial performance shown by the return on capital employed and return on equity in manufacturing companies before and after the merger which do not have a statistically significant difference when being compared. Although in this study about an increase in return on capital employed, this is in line with research conducted by Aruna and Nirmala (2013) but did not differ significantly. And the ratio of return on equity in this study did not have a significant difference for the 2 years before and 2 years after M&A, the results in line with the research conducted by Payamta (2004). 2. Based on the results of hypothesis testing carried out has showed that there was no difference between the profitability of companies that indicated by margin of operating profit and net profit margin in manufacturing companies before and after the merger. These show that the ratio of operating profit and net profit margin prior to the M&A do not have a statistically significant difference when compared with after M&A, this is in line with the results of research conducted by Payamta (2004). 3. Based on the results of hypothesis testing carried out showed that there was no difference in the rate of return on investment enterprise shown by the earnings per share and price earnings ratio in the period before and after M&A. Although, in this study results that the EPS has a statistically significant difference. However, this result can not be generalized in comparison of pre and after merger, with the assumption that after merger the corporate possibly buy back the stocks. The increase of EPS due to outstanding shares decrease could lead an increasing EPS, and would impact PER decrease; this conclusion confirm the study by Putri (2004}, stock buyback causing the corporate seen under-price with equal amount of net profit inherently.
104
Rosiwarna Anwar Fenny Chintya Debby
Ratio ROCE ROE OPM NPM EPS PER
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Table Comparison Summary of Corporate Performance of Two Years average Pre-merger and two years average After-merger Comparison of Corporates Performances Summaries Significancy Pre-merger & Acq.< After-merger & Acq. Increasing AfterNot merger & Acq. Significant Pre-merger & Acq.< After-merger & Acq. Increasing AfterNot merger & Acq. Significant Pre-merger & Acq.< After-merger & Acq. Increasing AfterNot merger & Acq. Significant Pre-merger & Acq.< After-merger & Acq. Increasing AfterNot merger & Acq. Significant Pre-merger & Acq.< After-merger & Acq. Increasing After- Significant merger & Acq. Pre-merger & Acq.> After-merger & Acq. Decreasing Not After-merger & Significant Acq.
Based on the table above, we conclude that within two years period post-merger shown no changes in corporate financial performances generally.From the test result above only earning pershare experiencing significant difference, whereas return on capital employed, return on equity, operating profit margin, net profit margin, and price earning ratio are not showing significant differences. If we take closer look in the comparison table, there were found companies had been experiencing changes in financial ratio position after-merger and acquisition. However, many samples among manufacturing companies had been experiencing changes but not significant statistically. It can be concluded that the performance of companies listed on the Stock Exchange which had done M&A in the year 2007-2012 showed no significant performance improvements seen from a financial standpoint because of an increase in profitability, but the magnitude is not significantly increase. The purpose of a company is not just about improving the profitability of the company, but on the other hand, it also wants the enhancement of wealth of shareholders primarily. By increasing profits which enjoyed by shareholders, automatically the value of the stock will rise and this may increase the value of the company (Senior Business, 2012).
105
Rosiwarna Anwar Fenny Chintya Debby
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Daftar Pustaka Alamsyah, C. (2002). Evaluasi Terhadap Kinerja Pasca Merger Perusahaan Multinasional Minyak dan Gas Bumi "TFE" dalam Persaingan Global. Depok: Program Studi Manajemen Universitas Indonesia. Alhenawia, Y., dan Krishnaswamib, S. (2015). Long-Term Impact of Merger Synergies on Performance and Value, The Quarterly Review of Economics and Finance. 1-26. Aharon, D. Y., dan Gavious I. (2010). Stock market bubble effects on mergers and acquisitions, The Quarterly Review of Economics and Finance. 456-470. Aruna, G., & Nirmala, S. (2013). Post-merger financial performance of select acquiring IT companies in India, International Journal on Global Business Management & Research. 48-53. Azhagaiah, R. dan Sathishkumar, T. (2014). Impact of merger and acquitisitions on Operating Performance. Managing Global Transitions. Vol. 12- No. 2. 121-139. Brealey, R. A., Myers, S. C., dan Marcus, A. J. (2001). Fundametal of Corporate Finance, USA : McGraw-Hill. Cooper, D. R., Schindler, P. S. Business Research Methods (12th ed.). New York: McGraw Hill. Cornett, M. C., Tanyeri, B., & Tehranian, H. (2011). The effect of merger anticipation on bidder and target firm announcement. Journal of Corporate Finance. 595–611. DePamphilis, D. (2010). Mergers, Acquisitions, and Other Restructuring Activities (5th ed). Los Angeles: Elsevier. Epstein, M. J. (2005). The Determinants and Evaluation of Merger Success. Business Horizons. Vol. 48, 37-46. Fuadi, M. (2014). Hukum Tentang Akuisisi, Take over, & LBO. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Gosh, S., Dutta, S. (2014). Mergers and Acquisitions: A Strategic Tool for Restructuring in the Indian Telecom Sector. Procedia Economics and Finance. Vol. 11. 396-409. Hermuningsih, S. (2013). Pengaruh Profitabilitas, Growth Opportunity, Sruktur Modal Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Publik di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. 128-148. IAI. (1996) . PSAK No.22 Tentang Akuntansi Penggabungan Usaha. Jakarta: Salemba Empat. Kartikawati, A. (2008). Analisis Pengaruh Kinerja Setelah Merger dan Akuisisi pada Perusahaan yang Terdapat di Bursa Efek Jakarta. Jakarta: Sekolah Pascasarjana Universitas Katolik Indonesia Atmajaya. Keown, J.A. , Martin, J. D., Petty, J.W., Junior, D. F. S., (2008). Manajemen Keuangan: Prinsip dan Penerapan (Edisi 10) (Markus Prihminto , Widodo, M.A, Penerjemah.) Jakarta: Index. Kurniawan, M. H. (2008). Analisis Sinergi Perusahaan Publik yang Melakukan Merger dan Akuisisi Di Indonesia Tahun 2002-2005. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Lupiyoadi, R., Ikhsan, R. B. (2015). Praktikum Metode Riset Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Malhotra, Naresh K. (2010). Marketing Research: an Applied Orientation. Global Edition. USA: Pearson Education Inc. Octavia, P. Fauzie, S. (2013). Analisis Faktor-Faktor Keuangan Perusahaan yang Memotivasi Tindakan Akuisisi pada Perusahaan yang Terdaftar di BEI Periode 2000-2007. Jurnal Ekonomi dan Keuangan. Vol. 1. No. 4. 106
Rosiwarna Anwar Fenny Chintya Debby
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Payamta, (2004). Analisis Pengaruh Keutusan Merger dan Akuisisi Terhadap Perubahan Kinerja Perusahaan Publik Di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi IV. 238-261. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 57 tahun 2010. Prakarsa, G. (2009). Analisis Pengaruh Merger dan Akuisisi Terhadap Konerja Keuangan Pada Perusahaan Go Public Non-Bank Di Indonesia Periode 2000-2006. Depok: Program Studi Manajemen Universitas Indonesia. Prima, R. (2010). Perubahan Kinerja Perusahaan Terbuka Non-Finansial Akibat Merger dan Akuisisi. Depok: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Putri, I. M. (2004). Analisis Kinerja Perusahaan Merger dan Akuisisi yang Diproksikan dengan Rasio Keuangan Pada Bursa Efek Jakarta Tahun 2000-2002. Depok: Program Studi Manajemen Universitas Indonesia. Rahman, M., Lambkin, M. (2015). Creating or Destroying Value Through Merger and Acquitions: A Marketing Perspective. Industrial Marketing Management. 1-12. Ross, S. A., Westerfield, R. W., & Jordan, B. D. (2009). Pengantar Keuangan Perusahaan (Ali Akbar Yulianto, Rafika Yuniasih, & Christine, Penerjemah). Jakarta: Salemba Empat. Rossane, M. (2012). Analisis pengaruh Merger dan Akuisisi Terhadap Kinerja Keuangan dan dengan Metode Economic Value Added (EVA) Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di BEI Pada Periode 2004-2008. Depok: Program Studi Manajemen Universitas Indonesia. Santosa, S. (2014). Statistik Non Parametrik : Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Elex Media Komputindo. Santosa, S. (2014). Statistik Parametrik : Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: Elex Media Komputindo. Sari, K. A. (2008). Analisa Perbedaan Kinerja Jangka Panjang Antara Perusahaan yang Melakukan Merger dan Akuisisi dan Perusahaan yang Tidak Melakukan Merger dan Akuisisi. Depok: Program Studi Akuntansi Universitas Indonesia. Saviera, G. A. (2012). Analisis Merger dan Akuisisi Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2000-2008. Depok: Program Studi Manajemen Universitas Indonesia. Sekaran, U., & Bougie, R. (2006). Research Methods For Business : A Skill-Building Approach (4th ed.). United States of America : John Wiley & Sons, Inc. Senior Business Management Program (angkatan-v/20120). (2012). Pertamina. Indonesia. Shrivastava, P. (1986). Postmerger Integration. The Journal of Business Strategy, 65-76.
107
Sinha, N., Kaushik, K. O., Chaudhary, T. (2010). Measuring Post Merger and Aquisition Performance: An Investigating of Select Financial Sector Organizations in India. International Journal of Economics and Finance. Vol. 2. No.4. Subramanyam, K.R, & Wild, J. J (2009). Financial Statement Analysis. New York: McGrawHill. Syaichu, M. (2006). Merger dan Akuisisi: Alternatif Meningkatkan Kesejahteraan Pemegang Saham. Jurnal Studi Manajemen & Organisasi. Vol. 3. No. 2. 59-68. Tirthayatra, I. M. B. (2005).Peraturan BAPEPAM Atas Merger dan Akuisisi. Jakarta. Turang, J.S. M. (2010) Analisis Dampak Merger dan Akuisisi Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Go Public Non Finansial Di Indonesia Periode 2000-2003. Salemba: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Walsh, C. (2004). Key Management Ratio (3rd ed). (Shalahuddin Haikal, Penerjemah). Jakarta: Erlangga. Weston, J. F & Weaver, S. C. (2001). Merger and Acquisitions. United Stated of America: McGraw-Hill. Winarto, W., W. (2014). Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews (edisi 3). Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Wiranti, R. (2010). Merger dan Akuisisi: Sebuah Perjalanan ke Masa Lalu. Jakarta, 18-20. http://www.idx.co.id http://www.ksei.com http://kbbi.web.id
108
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
PERAN HUMAN CAPITAL PENGRAJIN SEPATU SEBAGAI DAYA SAING DALAM RANGKA MENINGKATKAN TURIS DI JAWA BARAT (KAJIAN PADA SENTRA CIBADUYUT JAWA BARAT) Joeliaty
[email protected] FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS PADJADJARAN Abstrak Industri kreatif adalah salah satu industri yang memiliki daya tarik wisata mancanegara (wisman) untuk berkunjung ke Indonesia. Kawasan sentra industri sepatu Cibaduyut merupakan salah satu sentra kawasan industri kreatif yang berada di daerah kota Bandung Jawa Barat. Sentra Cibaduyut menawarkan produk handmade yang punya keunikan, originalitas dan awet, yang sangat di sukai di pasaran international. Ini cukup potensial menarik wisata mancanegara untuk dapat mengunjungi sentra Cibaduyut, baik untuk cindramata ataupun menjadi komonditi ekspor. Oleh karena itu dalam rangka memenuhi kebutuhan wisman tersebut dibutuhkan adanya keterampilan khusus dari para pengrajin sepatu . Saat ini tantangan yang terbesar adalah belum adanya regenerasi dalam bidang keterampilan pembuatan sepatu sebagai daya saing. Pengrajin yang memiliki keterampilan cenderung untuk beralih profesi. Selain itu tantangan dari segi pemasaran ditandai dengan membanjirnya produk sepatu impor dengan harga lebih murah ,tetapi kualitas kalah dengan hasil lokal produk hand made Cibaduyut. Untuk memperkuat reputasi dan citra tersebut, maka dibutuhkan, sumber daya manusia (human capital ) yang unggul , memiliki kompetensi dalam menghadapi tantangan yang ada. Dalam penelitian ini akan diungkap seberapa jauh peran dari human capital pengrajin sepatu sentra sepatu Cibaduyut sebagai daya saing yang akan menarik wisman di Jawa Barat. Sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif untuk mengungkap tentang peran human capital apasaja yang dapat meningkatkan wisman . Yang didukung dengan data primer melalui questioner yang akan dibagikan pada semua pengrajin sepatu sebagai responden yang telah ditentukan berdasarkan random sampling. Hasil penelitian mengungkap bahwa peran human capital pengrajin sepatu adalah harus “sebagai agen perubahan”, atau sebagai pengrajin sepatu dituntut untuk semakin mampu mengidenfifikasi perubahan-perubahan lingkungannya dan mempu merespon perubahan tersebut. Kata kunci : Human Capital, Daya Saing ,Wisman
109
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
I. Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Penelitian Sektor pariwisata di Indonesia telah memberikan sumbangannya sebagai penyelamat di saat krisis terjadi sekaligus memberikan dampak ganda (multiplier effect) yang cukup besar pada pertumbuhan sektor-sektor lain. Perkembangan inipun dapat menghidupkan banyak usaha kecil sektor informal yang terkait dengan kegiatan wisata, antara lain asongan, warung jasa pemandu wisata dan sebagainya (Damanik dkk, 2005:36 ; Yan Megawati 2013 :77). Berdasarkan data statistik rengking devisa pariwisata mengalami fluktuatif ,pada awalnya tahun 2009 berada pada rengking empat pata tahun 2010,2011,2012 berada pada rangking lima dan pada tahun 2013 kembali lagi pada rangking ke empat.Hal ini menandakan potensi wisata sangat menjajikan dalam mendongkrak devisa negara. Sedangkan berdasarkan Kementrian Pariwosata dan BPS 2015 , jumlah wisman dari tahun 2009 sampai tahun 2013 selalu mengalami kenaikan, tetapi tingkat pertumbuhannya fluktuatif. Dalam rangka mendukung strategi Pemerintah menargetkan 20 juta wisman tahun 2019 , kota Bandung merupakan salah satu kota tujuan pariwisata baik wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Berdasarkan data dari BPS ,jumlah wisman yang berkunjung ke kota Bandung dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2013 sebagai berikut : tahun 2009 berjumlah 168.712 wisman, dalam penelitian ini diasumsikan sebagai tahun dasar. Tahun 2010 adalah 180.603 wisman dan mengalami kenaikan sebesar 7% di bandingkan tahun tahun 2009. Tahun 2011 adalah 194.064 wisman dan mengalami kenaikan sebesar 7% di bandingkan tahun tahun 2010. Tahun 2012 adalah 158.848 wisman dan mengalami penurunan sebesar 22% di bandingkan tahun 2011. Dan tahun 2013 adalah 170.982 wisman dan mengalami kenaikan sebesar 8% di bandingkan tahun tahun 2012. Pada saat ini industri kreatif, menjadi wajah baru Indonesia yang potensial. Industri kreatif menjadi sumber pertumbuhan ekonomi negara berkembang (Tantie, koestantia, dkk ; 2014). Salah satunya sebagai daya tarik wisman untuk berkunjung ke Indonesia. Kawasan sentra industri sepatu Cibaduyut merupakan sentra kawasan industri dari lima kawasan industri yang ditetapkan pemerintah Kota Bandung, yakni Cigondewah sentra industri kain, Cihampelas sentra industry jins, Suci sentra industri kaos dan Binongjati sentra industri rajutan. Dalam penelitian ini melakukan kajian pada sentra Cibaduyut Jawa Barat yang termasuk : Pariwisata untuk usaha dagang (business tourism). Kawasan Cibaduyut, Kec. Bojongloa Kidul merupakan kawasan industi sepatu kulit, tas kulit, jaket kulit, dan sabuk kulit, yang sudah melegenda di Indonesia, keberadaan kawasaan ini sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda sampai saat ini. Kawasan Cibaduyut berada 2 KM dari pusat Kota Bandung. Dari data BPS Kota Bandung pada tahun 2012 jumlah pengrajin di Cibaduyut yang termasuk kualifikasi sedang sebanyak 398 pengrajin, sedangkan kualifikasi kecil 499 pengrajin. Pada tahun 2013 jumlah pengrajin di Cibaduyut yang termasuk kualifikasi besar 1 pengrajin, sedang 4 dan kualifikasi kecil 1.795 pengrajin. Jumlah wisman yang datang ke sentra Cibaduyut berdasarkan wawancara peneliti dengan Bapak Alex [pada tanggal 28 Mei 2015] Kepala UPT Balai Pengembangan Perindustrian (BPP) Instalisasi Pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM) Persepatuan Cibaduyut “Belum ada data pasti jumlah wisman yang berkunjung ke sentra Cibaduyut setiap tahun, tapi menurut pengamatan sekitar 200 sampai 500 wisman yang berkunjung ke sini, ratarata wisman berasal dari Malaysia, Singapura, Brunai, Belanda, negara Eropa Lain dan Amerika”. Selain itu pula peneliti melakukan wawancara dengan pengrajin sepatu Desy [pada 110
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
tanggal 26 Mei 2015] yang merupakan pemilik merk sepatu Onnassis, menyatakan bahwa “ Wisman yang datang ke sini rata-rata tidak menentu, dalam sebulan 1 sampai 5 wisman, biasanya datang dari eropa seperti Belanda, Jerman, selain itu ada yang dari Amerika, mereka biasanya membuat memesan lebih dari satu pasang dan untuk di jual lagi di Negaranya. Pembuatan sepatu disini bisa custom sesuai dengan permintaan pelanggan dan menyediakan size/ukuran untuk sepatu yang besar”. Sentra Cibaduyut menawarkan produk handmadeyang punya keunikan, originalitas dan awet, yang sangat di sukai di pasaran international. Ini cukup potensial menarik wisman untuk dapat mengunjungi sentra Cibaduyut, baik untuk cindramata ataupun menjadi komonditi ekspor. Beberapa tantangan yang di hadapi sentra Cibaduyut agar memiliki daya saing dan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan belanja ke sentra industri sepatu Cibaduyut adalah sebagai berikut : (1). Regenerasi keterampilan menjadi salah satu tantangan bagi sentra sepatu cibaduyut. Persoalan ini harus dihadapi bersamaan dengan sulitnya bertahan di tengah bersaing produk pasaran. Berdasarkan wawancara [pada tanggal 28 Mei 2015] dengan Bapak Alex Kepala UPT BPP IKM Persepatuan Cibaduyut Berdasarkan dan dengan E. Aries Haryadi pemilik merk sepatu Nakerschu , mengatakan bahwa ,beberapa tahun silam, mencari pekerja tambahan bukan hal yang sulit. Sejumlah tetangganya memiliki keterampilan untuk membuat alas kaki. Namun saat ini, jumlah terus berkurang. Pengrajin yang memiliki keterampilan cenderung untuk beralih profesi. Atau kalaupun masih bergelut di produksi alas kaki, pengrajin akan pindah ke industri berskala pabrik. Ditengarai, ini berkaitan dengan pendapatan yang lebih menjanjikan. Saat bekerja di pabrik, pendapatan cenderung lebih terjamin. Penggunaan teknologi membuat keterampilan utama yang dibutuhkan bukan kemampuan membuat sepatu, melainkan kemampuan menggunakan mesin. Sementara saat bekerja di industri rumah tangga, bisa jadi pendapatan yang diterima perajin tidak menentu. (2).Membanjirnya produk impor, selain dari sisi produksi, tantangan juga datang dari sisi pemasaran yang dibanjiri oleh produk impor. Saat ini, produk alas kaki yang dipajang di ratusan gerai sepanjang jalan Cibaduyut Raya tidak hanya buatan sentra lokal, tapi juga produk luar, baik dari sentra industry alas kaki lain di Indonesia, maupun produk serupa impor dari Tiongkok. [PR Online 7 Maret 2012, diakses 30 Mei 2015].Ini diperkuat dari hasil wawancara keberapa pengrajin salah satunya Desy [pada tanggal 26 Mei 2015] yang merupakan pemilik merk sepatu Onnassis, menyatakan bahwa” Produk sepatu Cibaduyut dalam persaingannya sudah mulai kalah bersaing dikarenakan membanjiri produk impor yang harganya lebih murah tetapi kualitasnya kalah dengan produk handmade Cibaduyut”. Hasil penelitian Ghea Utariani S dan Reza Anshari N (2013) mendapat temuan bahwa hambatan pengerajin sentra sepatu Cibaduyut tidak memiliki kepercayaan diri untuk merk asli pengrajin, dikarenakan citra merek lokal masih kurang mendapatkan kepercayaan pelanggan khususnya seperti desain, dan kualitas. Untuk memperkuat reputasi dan citra tersebut, maka dibutuhkan, sumber daya manusia yang unggul (competitive advantage resource base value),memiliki kompetensi dalam menghadapi tantangan yang ada. faktor yang paling berkontribusi dalam penciptaan dan pemeliharaan keunggulan organisasi adalah sumber daya manusia/human capital (Berger ; 2008 dalam Joeliaty ; 2012 :2). Selain itu diperkuat dari hasil penelitian Joeliaty (2014) mendapatkan temuan bahwa kompentensi pengrajin sepatu Cibaduyut dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)adalah pengetahuan yaitu sebesar 80,2% dituntut lebih agar dapat minimal bertahan dalam persaingan. Pengetahuan pengrajin modal penentu human capital dan sumberdaya tidak berwujud perusahaan dalam mengelola keunggulan bersaing (Djurica, Maca et al 2014 : 555) 111
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Beberapa penelitian tentang pengrajin sepatu dalam meningkatkan keunggulan daya saing di sentra industri Cibaduyut. Seputar branding Cibaduyut seperti yang dilakukan oleh (Ghea Utariani S dan Reza Anshari N : 2013), kebijakan pemerintah terkait dengan pola pesebaran tujuan wisata (Tantie Kostantia dkk ; 2014 :1141) dan pengembangan daerah wisata (Yulia Widarti : 2015 : 551).Namun masih jarang penelitian yang dilakukan terkait dengan peran human capital dalam upaya meningkatkan keunggulan bersaing (competitive advantage resource base value) pengrajin sentra industri Cibaduyut. Lebih dalam lagi penelitian mengenai human capital yang dibutuhkan dalam meningkatkan keunggulan bersaing, upaya menarik wisman berkunjung ke sentra industri Cibaduyut. 1.2.Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas , maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini adalah, bagaimana peran dari human capital pengrajin sepatu di sentra sepatu Cibaduyut Jawa Barat dapat menjadi daya saing dalam rangka meningkatkan jumlah wisman Jawa Barat. 1.3.Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran peran human capital pengrajin sepatu sebagai daya saing pada sentra sepatu Cibaduyut Jawa Barat, dalam rangka meningkatkan kunjungan wisman. 1.4.Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang akan melihat bagaimana gambaran kondisi peran human capital sebagai daya saing pengrajin sepatu sentra industri Cibaduyut yang akan memberikan kontribusi pada peningkatan jumlah wisman ke Jawa Barat . Dan mengetahui kondisi keadaan pengrajin sepatu sentra Cibaduyut apakah masih dapat bersaing dengan kondisi saat ini. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode survey explanotary dikarenakan untuk mengetahui gambaran umum variable, ditindaklanjuti dengan metode deskritif (Istijanto, 2006 :20) dan verivikatif dengan menggunakan analisis faktor yang dibantu dengan software SPSS 22.for windows. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pengelompokan analisis pemetaan dimensi-dimensi yang membentuk peran human capital pengrajin . .Dalam penelitian ini juga dijaring dengan jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui questioner terhadap 81 orang pengrajin sepatu dan data sekunder .Permasalahan yang kompleks tidak dapat diisolasikan ke dalam variabel, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari kesatuan atau keutuhan. Hal inilah yang menyebabkan peneliti menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif, mengingat pada penelitian ini peneliti akan berhubungan dengan sebuah organisasi, dan tentu saja berurusan dengan individu dan masyarakat.Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui observasi, wawancara dan studi pustaka. II.Tinjauan Pustaka Target 20 juta wisman pada tahun 2019 ke Indonesia, merupakan tantangan bukan hanya pemerintahaan saat ini saja. Melainkan ini menjadi tantangan bersama para stackholder, dengan meningkatkan kunjungan wisman ke Indonesia. Tentunya akan mempunyai implikasi yang 112
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
signifikan terhadapa devisa negara dan tentunya multipier effect, bagi warga sekitar daerah wisata. Sentra Industi Cibaduyut Jawa Barat merupakan salah satu tujuan wisata belanja, dalam penelitian ini peneliti memetakan masalah yang terkait dengan peran human capital khususnya kekurangan regenerasi baru pengrajin sepatu. Ada pengaruh positif human capital terhadap keunggulan bersaing Emily Auw (2009:30) hal ini di perkuat dengan hasil penelitian oleh (Variyam & Kraybill, 1993;Emily Auw, 2009:30) . Perusahaan yang memiliki human capital tinggi cenderung lebih baik dalam meningkatkan kemampuan perusahaan. Dengan diberlakukannya MEA para pengrajin sepatu di Cibaduyut diharapkan dapat bersiap dan berani bersaing dengan produk dari negara lain. Salah satu akibat dari kerjasama ekonomi yang lebih terbuka bagi kegiatan industry adalah masuknya produk luar ke dalam pasar lokal. Saat ini produk-produk Cina sudah memasuki pasar Indonesia yang menimbulkan persaingan dengan produk lokal. Dengan sistem produksi massal Cina menggunakan alat produksi yang canggih sehingga memilki kapasitas produksi yang besar dan mampu menekan harga produk lebih murah (Sebayang, 2012). Tantangan tersebut juga dialami oleh industri sepatu Cibaduyut. Sebagai salah satu sentra utama industri sepatu di Indonesia, Cibaduyut merupakan salah satu elemen penting yang dapat memicu pertumbuhan lokal. Produk sepatu Cibaduyut harus mampu bersaing dengan produk-produk luar dalam persaingan global.Para pengrajin sepatu di Cibaduyut perlu dibenahi dan dibekali keterampilan hingga mereka mampu menghadapi pasar bebas MEA 2015, salah satunya melalui pengembangan sumber daya manusia dalam hal ini human capital sangat berperan , sehingga para pengrajin sepatu dapat meningkatkan pengetahuan yang mereka miliki agar produk yang mereka hasilkan bisa memiliki daya saing baik secara kualitas, desain, kemasan dan harga yang kompetitif, yang akan menarik para wisman. Human capital sebagai intangible capital yaitu Sumber Daya Manusia (SDM) yang memegang peran strategis dalam upaya daya mendongkrak daya saing perusahaan, berikut peneliti sarikan beberapa definisi human capital.Human capital adalah sebuah konsep yang terdiri dari pendidikan, pengalaman, dan keterampilan pada titik waktu tertentu (Boxall & Steeneveld, 1999) dalam Emily Auw (26 : 2009). Menurut Castanias & Helfat (1991) dalam Emily Auw (26 : 2009), pengertian human capital adalah variasi dalam kemampuan karyawan perketerampilan akan menentukan hasil dari keunggulan kompetitif. Sebuah pandangan tersebut didukung oleh Peteraf & Barney (2003), perusahaan yang memiliki karyawan dengan kemahiran lebih khusus-industri perusahaan akan memiliki keuntungan. Sedangkan human capital menurut Baron dan Amstrong (2007 :6) adalah pengetahuan, keterampilan, kemampuan dan kapasitas untuk mengembangkan dan berinovasi dimiliki oleh orang-orang dalam suatu organisasi dan dibutuhkan, sumber daya manusia yang unggul (competitive advantage resource base value).Berkaitan dengan human capital, Ulrich (1997) dalam Joeliaty (2014 : 6) mengatakan, ada empat peran human capital guna membangun organisasi yang kuat, yaitu: (1) management of strategy human resources (berperan sebagai mitra dalam penentuan strategi perusahaan), (2) management of transformation and change (menjadi agen perubahan dan transformasi organisasi), (3) management of firm infrastructure (ahli dalam proses administrasi), dan (4) management of employee contribution (bermain pada wilayah kontribusi dan menjadi pemenang). Masing-masing peran mempunyai spesifikasi tersendiri. Melalui berbagai peran tersebut akan meningkatkan daya saing suatu organisasi. Peran human capital merupakan faktor utama sebagai daya saing bagi para pengrajin sepatu Cibaduyut dalam rangka meningkatkan wisata mancanegara. Human capital merupakan penggerak kearah kesuksesan sehingga memiliki daya saing , karena melalui peran human 113
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
capital maka para pengrajin sepatu akan memiliki kompetensi yang sesuai bidangnya dengan menghasilkan produk yang memiliki kualitas yang baik dan diminati oleh konsumen dalam dan luar negeri.Dengan adanya peran dari human capital tersebut diharapkan dapat mendorong terciptanya inovasi baik secara kelompok atau individu guna mendukung pertumbuhan usaha dan meningkatkan daya saing yang akan membantu core business activities berjalan lebih efektif sehingga memberikan nilai utilitas optimal bagi pengrajin, konsumen, dan stakeholder. III. Hasil Dan Pembahasan 3.1.Profil Responden Responden dalam penelitian ini adalah pengrajin sepatu di Cibaduyut yang berjumlah 81 orang. Adapun karakteristik responden yang dapat disajikan dalam penelitian ini meliputi beberapa aspek, yaitu: jenis kelamin, usia, pendidikan formal terakhir, masa kerja, serta status perkawinan responden. Untuk lebih jelasnya mengenai aspek-aspek karakteristik responden tesebut, dapat dilihat dalam penjelasan dibawa ini : Pengrajin sepatu dari segi usia, mayoritas termasuk kedalam usia produktif yakni berkisar antara 31-40 tahun sebanyak 39 orang (48%). Artinya dalam usia tersebut merupakan masa-masanya bagi para pengrajin menyenangi bidang-bidang pekerjaan yang cukup menantang dalam mengaplikasikan idealismenya.Namun demikian, yang harus diwaspadai adalah usia yang sudah tidak lagi muda, dimana terdapat 11 orang (20,88%) berada pada kelompok umur diatas 50 tahun yang relatif sudah tidak produktif lagi untuk pekerjaan teknis. Selain itu, perlu juga diperhatikan kelompok usia 41 - 50, dimana dalam kurun waktu 5 sampai dengan 10 tahun kedepan akan memasuki usia tidak produktif. Kondisi ini tentunya menuntut untuk dapat melakukan pengelolaan kesehatan dengan baik untuk mengantisipasi penurunan produktivitas dimasa yang akan datang. Karakteristik dari segi pendidikan, menggambarkan tingkat pendidikan para pengrajin sepatu diadalah tingkat pendidikan SMA sebanyak 31orang (38%),kemudian urutan kedua dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 19 orang (23%), selanjutnya SMP sebanyak16 orang (20%), sedangkan responden yang bependidikan Sarjana sebanyak 11 orang (14%) dan Diploma (D1/D3/D4)berjumlah sebanyak 4 orang (5%). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar tingkat pendidikan para pengrajin sepatu di Cibaduyut adalah SMA, sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Namun, agar dapat meningkatkan kredibiltas dan kemampuan dalam pengetahuan dan pelayanan yang profesional dan berkualitas, para pengrajin masih dapat meningkatkan tingkat pendidikannya untuk dapat menuntut ilmu dan pengetahuan lebih giat baik formal maupun informal. Dri segi masa kerja, rata-rata masa kerja para pengrajin sepatu di Cibaduyut, antara 6 - 10 tahun sebanyak 29 orang (36%). Artinya mereka memiliki kemampuan dan pengalaman yang cukup, sehingga mereka layak diberikan kesempatan lebih untuk dapat meningkatkan kariernya.Namun bukan tidak mungkin, dengan masa kerja yang terlalu lama tersebut timbul rasa jenuh pada diri pengrajin, sehingga dapat menyebabkan turunnya kinerja. Sedangkan karakteristik pengrajin dari segi status perkawinan, sebagian besar para pengrajin sepatu di Cibaduyut berstatus menikah yaitu sebanyak 69 orang (85%). Hal ini juga perlu mendapat perhatian para pengrajin sepatu di Cibaduyut,karena beban kebutuhan hidup 114
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
mereka tentunya akan lebih besar dibandingkan dengan pengrajin yang belum menikah,sehinga perlu dorongan dan pertimbangan dalam hal kesejahteraan finansialnya. 3.2.Gambaran Peran Human Capital Pengrajin Sepatu Di Sentra Sepatu Cibaduyut Jawa Barat Berdasarkan pendapat Dave Ulrich ,(1997) ,bahwa peran Human Capital, terdiri dari empat dimensi yaitu Mitra Strategik, Ahli Administratif, Infrastruktur dan Agen Perubahan. Dari Dimensi mitra strategik terdiri empat indikator yaitu arsitektur organisasional, audit organisasional, identifikasi metode & renovasi arsitektur organisasional, inisiatif dalam menyusun prioritas. Dimensi Ahli Admistraktif terdiri dari empat indikator yaitu staffing, rewarding, training, dan penilaian. Dimensi infrastruktur terdiri dari lima indikator proses operasional, komitmen, kontribusi, loyalitas, dan kemampuan sdm / kinerja. Terakhir dimensi agen perubahan terdiri dari empat indikator yaitu menangkap perubahan, mengkapitalisasi perubahan, inisiatif perubahan dan strategi sdm masa depan. Untuk lebih jelasnya terlihat di Tabel 3.1.1tentang peran human capital pengrajin sebagai mitra srtategis, sebagai berikut Tabel 3.1. Peran Human Capital Pengrajin Sepatu Sebagai Mitra Strategis Dimensi
No. 1.
Arsitektur Organisasional
2. 3. 4. 5.
Audit Organsasional 6.
Identifikasi Metode dan Renovasi Arsitektur Organisasional
7.
Inisiatif dalam
9.
SS (5) 26 32,1% 24 29,6% 17 21% 26 32,1% 22
S (4) RR (3) TS (2) 48 6 1 59,3% 7,4% 1,2% 45 9 3 55,5% 11,1% 3,7% 49 13 2 60,5% 16,0% 2,5% 39 10 5 48,1% 12,3% 6,2% 40 7 7
STS (1) 0 0 0 0 0 0 1 1,2% 5
Total 81 100% 81 100% 81 100% 81 100% 81
27,2%
49,4%
8,6%
8,6%
6,2%
100%
13
43
13
8
4
81
16%
53,1%
16%
9,9%
4,9%
100%
28
38
11
4
0
81
34,6%
40,9%
13,6%
4,9%
0%
100%
14
46
15
5
1
81
17,3%
56,8%
18,5%
6,2%
1,2%
100%
25
42
10
4
0
81
8.
115
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016 Menyusun Prioritas
30,9%
51,9%
12,3%
4,9%
0%
100%
9
45
19
8
0
81
11,1%
55,6%
23,5%
9,9%
0%
100%
10. Sumber : Data Primer Hasil Penelitian, 2015 (data diolah) Dari Tabel 3.1 diatas menunjukkan bahwa pada umumnya kualitas sepatu cibaduyut sudah sesuai dengan kebutuhan pelanggan ,32 1 % responden sangat setuju. Sedangkan pengrajin sepatu pada umumnya memahami perkembangan pasar dan bisnis persepatuan,29,6 % sangat seuju .Adapun tentang penghasilan profesi pengrajin juga pada umumnya sangat menjanjikan ,60,5 % responden setuju. Selain itu pengrajin memiliki visi jangka panjang tentang arah bisnis yang lebih baik ,sebesar 32,1 % responden setuju.selain itu pada umumnya pengrajin mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam berbisnis, 27,2 % responden sangat setuju. Dan sebanyak 53,1 % responden mengatakan setuju tentang pengrajin sepatu dapat menjalankan bisnisnya dengan efisien dan efektif.Selain itu para pengrajin umumnya sangat menguasai skill di bidangnya 34,6 % respondensangat setuju . juga mayoritas pengrajin dapat menyesuaikan diri dengan baik daslam menyikapi perubahan dalam bisnis persepatuan, 30,9 % responden sangat setuju . Selain itu pengrajin juga dapat memahami strategi yang diterapkan dengan baik Adapun Peran Human Capital sebagai Ahli Administrasi adalah dapat dilihat pada Tabel 3.2 sebagai berikut : Tabel 3.2 Peran Human Capital Pengrajin Sebagai Ahli Administrasi Dimensi No SS(5) S(4) RR(3) TS(3) STS(!) 24 45 5 7 0 11 29,6% 55,6% 6,2% 8,6% 0% Staffing 15 49 13 4 0 12 18,5% 60,5% 16% 4,9% 0% 18 28 22 12 1 Rewarding 13 22,2% 34,6% 27,2% 14,8% 1,2% 7 30 21 9 4 14 8,6% 37% 25,9% 23,5% 4,9% 9 22 25 21 4 Training 15 11,1% 27,2% 30,9% 25,9% 4,9% 4 33 20 23 1 16 4,9% 40,7% 24,7% 28,4% 1,2% 9 37 17 17 1 17 11,1% 45,7% 21% 21% 1,2% 7 29 11 31 3 Penilaian 18 8,6% 35,8% 13,6% 38,3% 3,7% 4 32 7 36 2 19 4,9% 39,5% 8,6% 44,4% 2,5% Sumber : Data Primer Hasil Penelitian, 2015 (data diolah)
Total 81 100% 81 100% 81 100% 81 100% 81 100% 81 100% 81 100% 81 100% 81 100%
116
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Dari tabel 3.2 di atas, dapat dilihat bahwa pada umumnya pengrajin sepatu cibaduyut mampu menganalisa kebutuhan jumlah pengrajin,hal ini terliat bahwa 29.6% responden sangat setuju. Ini mengindikasikan bahwa parapengusaha sepatu di Cibaduyut dapat memenuhi kebutuhan sumber daya manusianya, terutama pada pemenuhan kebutuhan tenaga pengrajin sepatu di Cibaduyut. Selain itu pada umumnya pengusaha sepatu cibaduyut, mampu merancang dan mengembangkan kemampuan pengrajin sepatu dengan efisien. Bahwa 18,5% responden sangat setuju, selanjutnya sebesar 60,5% responden setuju, 16% responden ragu-ragu, tidak setuju 4,9% dan terakhir 0% sangat tidak setuju. Ini mengindikasikan bahwa para pengrajin sepatu Cibaduyut dapat bekerja sesuai rancangan para pengusaha, dapat mengembangkan kemampuannya dan sudah bekerja secara efisien . Dan pada umumnya pengusaha sepatu cibaduyut memberikan promosi/ kenaikan pangkat (kenaikan gaji dll) kepada pengrajin sepatu yang berprestrasi.Itu terliat bahwa sebesar 45,7% responden setuju. Selain itu juga pada umumnya pengusaha sepatu cibaduyut memberikan demosi/ penurunan pangkat (pengurangan gaji dll) kepada pengrajin sepatu yang berkinerja buruk. Itu terliat bahwa , sebesar 39,5% responden setuju. Berikut peran Human Capital Pengrajin sebagai Infrastruktur ,akan terlihat dalam Tabel 3.3 sebagai berikut : Tabel 3.3 Peran Human Capital Pengrajin Sebagai Infrastruktur Dimensi
No
SS(5) 18 22,2% 8 9,9% 18 22,2% 31 38,3% 18 22,2% 8 9,9% 23 28,4% 17 21% 17
S(4) 43 53,1% 21 25,9% 43 53,1% 36 44,4% 48 59,3% 29 35,8% 34 42% 36 44,4% 36
RR(3) 14 17,3% 16 19,8% 12 14,8% 9 11,1% 12 14,8% 20 24,7% 15 18,5% 19 23,5% 19
TS(3) 6 7,4% 33 40,7% 8 9,9% 5 5,2% 3 3,7% 21 25,9% 9 11,1% 9 11,1% 9
STS(!) 0 0% 3 3,7% 0 0% 0 0% 0 0% 3 3,7% 0 0% 0 0% 0
Total 81 100% 81 100% 81 100% 81 100% 81 100% 81 100% 81 100% 81 100%
28
21%
44,4%
23,5%
11,1%
29
21 25,9% 25 30,9%
48 59,3% 49 60,5%
10 12,5% 5 6,2%
2 2,5% 2 2,5%
0% 0 0%
100% 81 100% 81 100%
20 Proses Operasional
21 22 23
Komitmen 24 25 Kontribusi
26 27
Loyalitas
Kemampuan SDM / Kinerja
30
0 0%
81
117
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016 31 32
24 29,6% 24 29,6%
49 60,5% 41 50,6%
5 6,2% 11 13,6%
3 3,7% 5 6,2%
0 0% 0 0%
81 100% 81 100%
Dari tabel 3.3 di atas, menunjukkan bahwa sebesar 53,1% responden setuju, mayoritas proses operasional pembuatan sepatu oleh para pengrajin sepatu di Cibaduyut sudah bekerja dengan efisien, hal ini membuat pihak pengusaha sepatu untung dalam efisiensi proses operasional pembuatan sepatu. Sedangkan pengrajin yang melakukan pembuatan sepatu dengan menggunakan teknologi terbaru ,sebanyak 25,9 % setuju,tetapi sebanyak 40,7% tidak setujuk setuju. Ini mengindikasikan bahwa teknologi belum menyentuh sebagian besar para pengrajin sepatu Cibaduyut dalam proses operasional pembuatan sepatu, sebagian besar masih menggunakan alat tradisional. Selain itu bahwa sebanyak 53,1 % mengatakan setuju bahwa produktifitas pengrajin sepatu sudah baik.Begitu juga sebesar 44,4 % setuju tentang pengrajin yang bersungguh-sungguh dalam bekerja , serta memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan profesinya .Dan pada umumnya pengrajin sepatu cibaduyut memiliki tinggat pendidikan yang baik dalam menjalankan profesinya, sebesar 35,8% responden setuju. Disamping itu sebanyak 42% setuju bahwa ,paada umumnya pengrajin sepatu cibaduyut dapat memberikan saran kepada pengusaha sepatu cibaduyut dalam proses pembuatan sepatu demi perbaikan terus menerus. Selain itu sebanyak 44,4 % setuju bahwa pada umumnya pengrajin sepatu cibaduyut memiliki loyalitas yang tinggi pada satu pengusaha sepatu. Dan pada umumnya pengrajin sepatu cibaduyut memiliki kinerja yang baik, sebesar 59,3% responden setuju. Selain itu pada umumnya pengrajin sepatu cibaduyut memiliki keahlian yang baik dalam pembuatan sepatu, bahwa sebesar 60,5% responden setuju.Serta mayoritas pengrajin sepatu di Cibaduyut memiliki kapabilitas dan kemampuan dalam pembuatan sepatu,sebanyak 60,5 % setuju. Serta pada umumnya pengrajin sepatu cibaduyut memiliki kecepatan yang baik dalam pembuatan sepatu, sebesar 50,6% responden setuju, Tabel .3.4 Peran Human Capital Pengrajin Sebagai Agen Perubahan Dimensi Menangkap Perubahan Mengkapitalisasi Perubahan
No 33 34 35 36
Inisiatif Perubahan
37 38
Strategi SDM
39
SS(5) 18 22,2% 19 23,5% 25 30,9% 7 8,6% 28 34,6% 19 23,5% 28
S(4) 50 61,7% 44 54,3% 43 53,1% 44 54,3% 44 54,3% 48 59,3% 46
RR(3) 10 12,3% 13 16% 6 7,4% 10 12,3% 6 7,4% 10 12,3% 5
TS(3) 3 3,7% 5 6,2% 7 8,6% 19 23,5% 3 3,7% 4 4,9% 2
STS(!) 0 0% 0 0% 0 0% 1 1,2% 0 0 0 0 0
Total 81 100% 81 100% 81 100% 81 100% 81 100% 81 100% 81 118
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016 Masa Depan 40 41 42
34,6% 21 25,9% 22 27,2% 25 30,9%
56,8% 50 61,7% 49 60,5% 42 51,9%
6,2% 9 11,1% 7 8,6% 12 14,8%
2,5% 1 1,2% 3 3,7% 2 2,5%
0% 0 0% 0 0% 0 0%
100% 81 100% 81 100% 81 100%
Dari table 3.4 di atas, dapat dilihat bahwa sebesar 61,7% responden setuju, para pengrajin sepatu di Cibaduyut dapat dengan leluasa menyampaikan pendapatnya dan ide dalam proses pembuatan sepatu.Selanjutnya sebesar 54,3% responden setuju, bahwa tingkat kerjasama di antara para pengrajin sepatu di Cibaduyut sangat baik dan tidak ada masalah, para pengrajin pun dapat menciptakan suasana usaha yang kondusif dalam bekerja dan solid dalam tim. Selain itu sebesar 53,1% responden setuju, bahwa para pengrajin sepatu di Cibaduyut sangat fleksibel dalam menghadapi perubahan lingkungan bisnis persepatuan dan dapat mengikuti dengan baik perubahan itu. Dan sebesar 54,3% responden setuju bahwa para pengrajin sepatu di Cibaduyut sangat cakap dalam memanfaatkan teknologi dan strategi dari perubahan lingkungan bisnis sepatu. Sedangkan sebesar 54,3% responden setuju, bahwa pengrajin sepatu Cibaduyut memiliki pemahaman tugas dan pekerjaannya dengan baik.Berikutnya sebesar 59,3% responden setuju, bahwa budaya kerja di antara para pengrajin sepatu di Cibaduyut sangat kondusif dan baik. Adapun untuk memahami gambaran human capital pengrajin secara keseluruhan dapat terlihat pada Tabel 3.5 berikut : Tabel 3.5 Human Capital Para Pengrajin Sepatu di Cibaduyut SKOR
FREKUENSI
PRESENTASE
SKOR KUMULATIF
1
35
1,02%
35
2
392
11,52%
784
3
507
14,9%
1521
4
1714
50,39%
6856
5
754
22,17%
3770
TOTAL
3402
100,0%
12966
Sumber : Data Primer Hasil Penelitian, 2015 (data diolah)
119
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Gambar 3.1 Interval Variabel Human Capital Pengrajin sepatu di Cibaduyut Berdasarkan gambar 3.1 yang berisi interval variabel human capital pengrajin sepatu di Cibaduyut, total skor kumulatif organisasi pembelajaran pada pada para pengrajin sepatu di Cibaduyut adalah 12966 dan tergolong dalam interval tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara human capital pengrajin sepatu di Cibaduyut adalah tinggi.Artinya bahwa para pengrajin sepatu memiliki kemampuan untuk berdaya saing dalam meningkatkan wisman Jawa Barat. 3.3 Analisis Verifikatif Pada penelitian ini ingin menganalisis dimensi-dimensi peran Human Capital pada Pengrajin sepatu dikawasan wisata belanja sepatu Cibaduyut. Dengan analisis faktor, akan didapatkan berapa jumlah faktor yang terbentuk dan pengelompokan dimensi-dimensi pada faktor yang tepat. Pengelompokan pada faktor yang tepat akan mempermudah analisis selanjutnya yaitu pemetaan dimensi-dimensi yang membentuk peran Human Capital Pengrajin sepatu.Proses untuk analisis faktor ini digunakan bantuan software SPSS 22.0for Windows. 3.3.1. Uji Asumsi Analisis Faktor 1. Korelasi antar variabel Independen. Besar korelasi atau korelasi antar independen variabel harus cukup kuat, misalnya di atas 0,5. 2. Korelasi Parsial. Besar korelasi parsial, korelasi antar dua variabel dengan menganggap tetap variabel yang lain, justru harus kecil. Pada SPSS deteksi terhadap korelasi parsial diberikan lewat pilihan Anti-Image Correlation. 3. Pengujian seluruh matriks korelasi (korelasi antar variabel), yang diukur dengan besaran Bartlett Test of Sphericity atau Measure Sampling Adequacy (MSA). Pengujian ini mengharuskan adanya korelasi yang signifikan di antara paling sedikit beberapa variabel.
120
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
3.3.1.1 Uji Asumsi Analisis Faktor Korelasi antar variabel Independen Pengujian asumsi 1 korelasi anta Varibel Independen, seperti pada tabel 3.6 dibawah ini, Tabel 3.6
Sumber : Data kuesioner yang telah diolah, 2015 Kaiser Meyer Olkin Measure of Sampling (KMO) adalah indek perbandingan jarak antara koefisien korelasi dengan koefisien korelasi parsialnya. Jika jumlah kuadrat koefisen korelasi parsial di antara seluruh pasangan variabel bernilai kecil jika dibandingkan dengan jumlah kuadrat koefisien korelasi, maka akan menghasilkan nilai KMO mendekati 1. Nilai KMO dianggap mencukupi jika lebih dari 0,5. Hasil dari tabel 1 penelitian menunjukkan bahwa nilai Kaiser Meyer Olkin Measure of Sampling sebesar 0,701. Dengan demikian persyaratan KMO memenuhi persyaratan karena memiliki nilai di atas 0,5. Pada uji asumsi faktor korelasi pasial, dapat dilihat pada tabel5 dibawah ini dengan melihat output Measures of Sampling Adequacy (MSA). Pengujian persyaratan MSA terhadap 4 variabel, dijelaskan pada tabel di bawah ini : Tabel 3.6
Sumber : Data kuesioner yang telah diolah, 2015 Dapat dilihat pada table 3.6 nilai MSA pada tabel di atas ditunjukkan pada baris Anti Image Correlation dengan tanda "a". Misal “Mitra Strategik” nilai MSA = 0,731, “Ahli Administratif” nilai MSA = 0,580, “Infrastruktur” nilai MSA = 0,734, dan terakhir “Agen Perubahan”nilai MSA =0,672. Ini berarti semua dimensi memenuhi persyaratan dikarenakan nilai MSA >0,5 121
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
3.3.1.2 Uji Asumsi Analisis FaktorPengujian Seluruh Matriks Korelasi Pada uji asumsi analis faktor pengujian seluruh matriks korelasi Pengujian, dapat dilihat pada table 3.7 , dibawah ini Tabel 3.7
Sumber : Data kuesioner yang telah diolah, 2015 Dari table 3.7, diatas semua dimensi yang di uji dilihat dari kolom extraction >0,5 ini berarti terdapat 3 dimensi yang memenuhi persyaratan communalities, yaitu:Mitra Strategik, Infrastruktur, Agen Perubahan.Sedangkan dimensi Ahli Administratif berada di bawah angka 0,5 yang berarti tidak memenuhi persyaratan. Setelah melalui persyaratanketiga asumsi tersebut berarti data yang ada memenuhi prasyarat untuk dianalisis lebih lanjut, dengan menggunakan analisis faktor. Pada table 3.7 dapat dilihat menunjukkan seberapa besar sebuah dimensi dapat menjelaskan faktor. Seperti “Mitra Strategik” sebesar 0,748, artinya dimensi ini dapat menjelaskan faktor sebesar 74,8%. Dimensi “Ahli Administratif”sebesar 0,175, artinya dimensi ini menjelaskan faktor sebesar 17,5%. Dimensi “Infrastruktur”sebesar 0,764, artinya dimensi ini menjelaskan faktor sebesar 76,4%, dan terakhir dimensi “Agen Perubahan” sebesar 0,772, artinya variabel ini menjelaskan faktor sebesar 77,2%. Dari keempatdimensi tersebut dimensi “Agen Perubahan” yang paling tinggi yaitu sebesar 77,2%,yang menjelaskan factor peran Human Capital sebagai agen perubahan. Dengan di temukan faktor terbesar peran Human Capital ini salah satu upaya menghadapi persaingan yang semakin ketat di tingkat global , pengrajin dituntut untuk memiliki daya adaptasi dan daya tahan serta kemampuan melakukan perubahan arah yang cepat yang terfokus pada pengembangan wisata dilihat dari sisi pengrajin agar meningkatkan ketertarikan turis melakukan kunjungan wisata. 3.3.2.Penentuan Banyak Faktor Penentuan banyak faktor dapat dilihat pada tabel 3.8. Total Variance Explained di bawah ini berguna untuk menentukan berapakah faktor yang mungkin dapat dibentuk.
122
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016 Tabel 3.8
Sumber : Data kuesioner yang telah diolah, 2015 Berdasarkan table 3.8 di atas, lihat kolom "Component" yang menunjukkan bahwa ada 4dimensi yang dapat mewakili variabel. Perhatikan kolom "Initial Eigenvalues" yang dengan SPSS 22.0 kita tentukan nilainya 1 (satu). Varians bisa diterangkan oleh dimensi 1 adalah 2.459/4 x 100% = 61,475%. Dengan demikian, karena nilai Eigenvalues yang ditetapkan 1, maka nilai Total yang akan diambil adalah yang > 1 yaitu component 1. Faktor yang paling dominan membentuk Human Capital yaitu sebesar 61,472%, ini tergolong cukup tinggi. Agar dapat menjawab tantangan meningkatkan kunjungan wisata dengan mendongkrak kulitas Human Capital. 3.3.3 Factor Loading Setelah kita mengetahui bahwa faktor maksimal yang bisa terbentuk adalah 1 faktor, selanjutnya kita melakukan penentuan masing-masing dimensi pada fatkor tersebut. Cara menentukan tersebut adalah dengan melihat tabel 3.9 Component Matrix seperti di bawah ini: Tabel 3.9
Sumber : Data kuesioner yang telah diolah, 2015 Tabel 3.9. Di atas menunjukkan seberapa besar sebuah variabel berkorelasi dengan faktor yang akan dibentuk. Pada dimensi “Mitra Strategik” berkorelasi sebesar 0,865. : Dimensi “Ahli
123
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Administratif” berkorelasi sebesar 0,418. : Dimensi “Infrastruktur ” berkorelasi sebesar 0,874. Sedangkan Dimensi “Agen Perubahan” berkorelasi sebesar 0,878 VI. Simpulan dan Saran 4.1. Simpulan Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulakan sebagai berikut : Peran human capital,terdiri dari empat dimensi yaitu Mitra Strategik, Ahli Administratif, Infrastruktur dan Agen Perubahan. Berdasarkan analisis deskriptif peran human capital pengrajin sepatu cibaduyut secara keseluruhan pada posisi intenterval yang tinggi, ini dapat menjadi modal meningkatkan daya saing untuk meningkatkan wisman khususnya wisman Jawa Barat. Dari uji verifikatif mendapatkan temuan bahwa yang paling besar menjelaskan faktor adalah “Agen Perubahan” yaitu sebesar 77,2%, sedangkan dimensi yang paling kecil menjelaskan faktor adalah “Ahli Administrasi “sebesar 17,5 %. Dimensi “Agen Perubahan” terdiri dari empat indikator yaitu menangkap perubahan, mengkapitalisasi perubahan, inisiatif perubahan dan strategi sdm masa depan. Dari hasil analisis deskriptif, ada dua indikator yang paling berperan pertama adalah Inisiatif Perubahan Ini mengindikasikan bahwa pengrajin sepatu Cibaduyut memiliki pemahaman tugas dan pekerjaannya dengan baik. Yang paling berperan kedua adalah strategi SDM masa depan yaitu “Pada umumnya pengrajin sepatu cibaduyut memiliki keinginan dan upaya dalam peningkatan produktivitas” Dimensi Ahli Admistratif terdiri dari empat indikator yaitu staffing, rewarding, training, dan penilaian. Dari hasil analisis deskriptif, ada dua indikator yang paling kecil pertama indikator training, mengindikasikan bahwa pada umumnya pengrajin sepatu di Cibaduyut belum mendapatkan pendidikan dan pelatihan. Yang kedua indikator penilaian, mengindikasikan bahwa pada umumnya pengrajin sepatu Cibaduyut tidak mendapatkan demosi/penurunan pangkat (pengurangan gaji dll) kepada pengrajin sepatu yang berkinerja buruk, dan sebagian lagi mendapatkan demosi. 3.2 Saran Berdasarkan simpulan penelitian, peneliti memberikan saran, agar peran human capital pengrajin sepatu Cibaduyut dapat meningkatkan kunjungan wisman mancanegara sebagai berikut : 1. Dimensi mitra strategik dalam peran human capital yang sudah baik seperti inisiatif perubahan dan strategi SDM masa depan agar terus dijaga dan terus di tingkatkan dengan a. Saat ini pengrajin sepatu Cibaduyut pada umumnya memiliki pemahaman tugas dan pekerjaannya dengan baik, ini walaupun sudah baik perlu terus di tingkatkan dengan cara memberikan informasi update perkembangan teknik pembuatan sepatu, pemasaran dan hal lain yang terkait dengan industry atau bisnis persepatuan.
124
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016 b. Saat ini pengrajin sepatu Cibaduyut pada umumnya memiliki keinginan dan upaya dalam meningkatkan produktivitas sudah baik, ini walaupun sudah baik harus diimbangi terserapnya produksi sepatu hasil pengarajin sepatu Cibaduyut dapat terus diterima pasar.
2. Dimensi ahli administratif yang kurang baik seperti training dan penilaian a. Saat ini pengusaha pengrajin sepatu Cibaduyut pada umumnya kurang kurang memberikan perhatian lebih dengan memberikan pendidikan dan pelatihan untuk pengrajin sepatu, oleh karena itu peneliti mensarankan para pengusaha agar memberikan perhatian lebih dalam pemberikan pelatihan persepatuan khsususnya pelatihan tekniknik pembuatan sepatu yang berkuliatas, teknik pengemasan dan tekik pemasaran yang baik agar ini dikemudian hari tidak lagi menjadi titik lemah. Dan diharpkan stockholeder mampu memberikan kontribusi atau pelatihan lebih terhadap pelatian pengrajin sepatu Cibaduyut. b. Saat ini pada umunya pengusaha sepatu cibaduyut tidak memberikan demosi/ penurunan pangkat (pengurangan gaji dll) kepada pengrajin sepatu yang berkinerja buruk, kepada pengrajin sepatu yang berkinerja dibawah standar, peneliti mensarankan agar menjadikan perhatian lebih sehingga yang berkinerja diwah strandar diberikan demosi demosi/ penurunan pangkat (pengurangan gaji dll) agar jelas penghargaan dan hukumanya, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan lebih bersifat objektif terkait dengan penilaian kinerja pengrajin sepatu Cibaduyut. Daftar Pustaka Anissa Ciptagustia. 2014. Pengaruh Manajemen Bakat Terhadap Pembentukan Kemampuan Khas Serta Implikasinya Pada Keunggulan Bersaing (Survei Pada PerusahaanFurniture Rotan Anggota ASMINDO Cirebon). Tesis Unpad Bandung. Amstrong, Michael. 2006. A Handbook of Human Resources Management Practice. 10th Edition. Kogan Page. London and Philadelphia. p.391. Baron, A., & Armstrong, M. 2007. Human Capital Management: Achieving added value through people. London: Kogan page. Barney, J.B dan Delwyn N. Clark. 2007. Resourced Based Theory“Creating and SustainingCompetitive Advantage”. Oxford University Press. UK. p. 52. Carmeli, Abraham. 2004. Asseing Core Intangible Resources. European Management Journal Vol.22, No.1, p.121. Djurica, Maja, Nina, Maja and Janicic, Radmila. 2014.Building Competitive AdvantageThrough Human Capital.The Clute Institute International Academic Conference. Munich, Germany 2014.
125
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Emily Auw. 2009. Human Capital, Capabilities & Competitive Advantage.International Review of Business Research Papers Vol. 5 No. 5 September 2009 Pp. 25-36. Firer, S. & Mitchell, S.W. 2003. Intellectual capital and traditional measures ofcorporate performance’, Journal of Intellectual Capital. vol. 4(3), pp. 348-60 Galbreath. Jeremy Thomas. 2004. Determinants of Firm Success: A Resources-Based Analysis. Thesis. Curtin Universitu of Technology. p.61. Ghea Utariani S dan Reza Anshari N. 2013.Barriers in Adopting Original Brand Manufacturing Practice among Indonesia’s Footwear SME. Proceedings of 4th Asia-Pacific Business Research Conference 30 September - 1 October 2013, Bay view Hotel, Singapore, ISBN: 978-1-922069-31-3. Istijanto. 2006. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama. Joeliaty. 2012.Pengaruh Modal Intelektual Dan Manajemen Pengetahuan Terhadap Keunggulan Bersaing Dan Dampaknya Terhadap Kinerja Program Studi( Suatu Kajian Pada Perguruan Tinggi Negeri Di Bandung). Desertasi Unpad Bandung. Joeliaty. 2014. Analisis Faktor Kompetensi Pengrajin Sebagai Daya SaingDalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)” (Kajian Pada Sentra Sepatu Cibaduyut). Konfrensi Forum Manajemen Indonesia ke 6 Medan. Millmore. Mike, Philip Lewis, Mark Saunders, Adrian Thornhill, Trevor Morrow. 2007. Strategic Human Resources Management “Contemporary Issues”. Pearson education Limited. England. P.6. Mudrajat Kuncoro. 2003. Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi. Jakarta : Erlangga. Nazir. 2005. Metode penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia. Newber, Scot L. 2007. Empirical Research on The Resources Based View of The Firm: An Assessment And Suggestions For Future Research. Strategic Management Journal, 28. P. 123. Peteraf, M.A. & Barney, J.B. 2003. “Unravelling the resource-based tangle’,Managerial and Decision Economics”, vol. 24, pp. 309-323 Ratna Kusumawati. 2010. Pengaruh Karakteristik Pimpinan Dan Inovasi Produk Baru Terhadap Kinerja Perusahaan Untuk Mencapai Keunggulan Bersaing Berkelanjutan. AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis. Vol. 54 5 No. 9, April 2010. P.56-58. Raymond A.Noe, Jhon R. Hollenbek, Barry Gerhart, Patrick M.Wright. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia “Mencapai Keunggulan Bersaing”. Buku 1. Salemba Empat. P. 45.
126
Joeliaty
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Siddiqui, Faryal. 2012. Human Capital Management: An EmergingHuman Resource Management Practice. International Journal of Learning & DevelopmentISSN 216440632012, Vol. 2, No. 1 Tantie Koestantia, Wiendu Nuryanti, Nindyo Suwarno, Budi Prayitno dan Devi Femina. 2014. The Distribution Pattern of Creative Industries and the Spatial System of Tourist Destinations in Indonesia: The Case of Bandung. International Journal of Architecture and Design, ISSN:2051-5820, Vol.25, Issue.2. Tontowi Jauhari. 2012 “ Perspektif human capital Sebagai pilihan perubahan”. Jurnal Bina alUmmah, Volume VII, Nomor 1, Januari 2012. Yan Megawandi. 2013. Koordinasi Antar Organisasi Dalam Pembangunan Pariwisata Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Desertasi. Unpad Bandung. Yulia Widarti. 2015. Local Government Attitudes toward Sustainable TourismDevelopment (Case of Bandung City, Indonesia).Manuscript received December 27, 2014; revised March 12, 2015 International Journal of Social Science and Humanity, Vol. 6, No. 7, July 2016 Joeliaty, Hilmiana, Adhi Prapaskah Hartadi dan Erman Sumirat. 2014. Kualifikasi Human Capital Dalam Rangka Mengembangkan Kesempatan Kerja Masyarakatlokal Di Proyek Geohermal Cibuni Jawa Barat. Laporan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi. Unpad Bandung Laporan Dinas Kebudayaan dan pariwisata Kota Bandung 2015. Laporan Kementrian Pariwisata Wisman Mancanegara 2015. Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Badan Pusat Statistik Tahun 2015. Badan Pusat Statistik Kota Bandung 2015 . http://www.pikiran-rakyat.com/ PR Online 7 Maret 2012, diakses 30 Mei 2015 http://www.tabloidbintang.com/diakses tanggal 28 Mei 2015
127
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
RANCANG BANGUN PENCATATAN PENGELUARAN BIAYA DAN PELAPORAN ANGGARAN BIAYA KARYAWAN MARKETING AND ADMISSION UNIVERSITAS CIPUTRA BERBASIS BLACKBERRY Ivan Sebastian Putra, Rinabi Tanamal Universitas Ciputra Abstrak Marketing And Admission(MNA) merupakan sebuah departemen yang sering melakukan dinas ke luar kota untuk mempromosikan Universitas Ciputra kepada sekolah-sekolah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, departemen MNA mempunyai bulan- bulan sibuk, yaitu mulai bulan agustus hingga bulan november. Bulan-bulan tersebut disebut bulan sibuk karena pada waktu itu SMA – SMA mengadakan expo pendidikan dan mengijinkan pihak luar untuk memberikan presentasi atau penjelasan tetntang studi lanjut ke murid-murid kelas 12. Pada bulan – bulan sibuk, kelompok yang dibentuk oleh departemen MNA sering sekali melakukan perjalanan dinas ke luar. Jeda waktu antara satu perjalanan dinas dengan perjalanan dinas lainnya sangat berdekatan sehingga Karyawan MNA mengalami kesulitan menyelesaikan laporan perjalanan serta penggunaan anggaran biaya tepat waktu yaitu maksimal 3 hari. Kesulitan lain yang dihadapi oleh karyawan MNA yang dinas di luar, adalah bagaimana mengetahui jumlah yang masih tersisa. Oleh karena itu , dalam penelitian ini dibuat sebuah aplikasi BlackBerry yang mempunyai fungsi mencatat segala pengeluaran anggaran biaya yang dilakukan selama perjalanan dinas. Dengan melakukan pencatatan pengeluaran selama perjalanan dinas, maka laporan yang biasanya dibuat setelah saat perjalanan dinas , dapat dilakukan selama perjalanan. Pencatatan pengeluaran anggaran biaya meliputi kapan pengeluaran dan berapa besar jumlah pengeluaran yang dilakukan serta nama acara dan tujuan. Aplikasi ini juga dapat memberikan informasi berapa jumlah anggaran biaya yang tersisa yang dapat dipakai. Setelah perjalanan dinas tersebut selesai, maka laporan pertanggung-jawaban biaya juga akan selesai. Dengan begitu, karyawan MNA tidak lagi mempunyai kewajiban untuk membuat laporan pertanggung- jawaban anggaran biaya karena aplikasi ini akan men-generate secara otomatis ke dalam format yang telah ditentukan. Key Words: BlackBerry, Anggaran Belanja, personal, keuangan, pencatatan pengeluaran, laporan anggaran biaya, MNA,Marketing and Admission
128
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
1. Pendahuluan Marketing And Admission(MNA) adalah sebuah departemen di Universitas Ciputra yang sering melakukan perjalanan dinas ke luar kota dengan tujuan mempromosikan Unversitas Ciputra kepada sekolah-sekolah khususnya sekolah yang berada di luar kota dan di luar pulau. Pada bulan – bulan tertentu seperti agustus, september, dan oktober, karyawan atau anggota MNA sering melakukan perjalanan Dinas. Pada bulan-bulan tersebut, sering diadakan pameran pendidikan di berbagai tempat dan pada bulan tersebut pula, banyak sekolah masih memberikan ijin kepada pihak marketing untuk melakukan presentasi kepada kelas 12 atau 3 SMA di sekolah tersebut. Jika telah memasuki bulan-bulan sibuk, karyawan departemen MNA sangat sibuk, pengerjaan laporan pertanggung-jawaban atau yang disebut Pertanggung- Jawaban Keuangan(PJK) yang seharusnya harus sudah diberikan kepada departemen Finance maksimal 3 hari setelah perjalanan dinas dilakukan, tidak dapat terwujud. Hal itu disebabkan karena antara perjalanan dinas yang satu dengan perjalanan dinas yang berikutnya waktunya sangat berdekatan. Karyawan dari departemen MNA tidak dapat menyelesaikan pembuatan PJK tersebut dikarenakan jeda waktu antara satu perjalanan dinas dengan perjalanan dinas selanjutnya. PJK dibuat oleh anggota Marketing and Admission(MNA) yang mempunyai tugas sebagai ketua dari perjalanan dinas tersebut. Jumlah PJK tersebut harus dibuat sebanyak jumlah anggota yang mengikuti perjalanan dinas yang diadakannya tersebut. Selain itu, berdasarkan wawancara yang dilakukan, masalah lain yang juga muncul yaitu tidak diketahuinya jumlah anggaran biaya yang masih belum terpakai atau yang masih tersisa dalam perjalanan dinas tersebut . Karyawan yang melakukan perjalanan dinas hanya menaruh uang atau anggaran perjalanan di sebuah amplop , bersama dengan nota atau bon dan tidak menghitung berapa sisa anggaran yang tersisa. Pertanyaan yang timbul dari permasalahan atau kesulitan yang terjadi pada departemen MNA khususnya para ketua perjalanan dinas yaitu bagaimana cara menolong atau membantu karyawan Marketing and Admission(MNA) untuk pembuatan laporan pertanggung-jawaban keuangan sesuai dengan format yang telah ditetapkan oleh departemen Finance dalam waktu maksimal 3 hari setelah perjalanan dinas selesai dilakukan dan mengetahui jumlah anggaran biaya yang tersisa yang masih dapat dipakai selama perjalanan dinas dilakukan. Penelitian ini membuat sebuah aplikasi berbasis BlackBerry yang dapat membuat laporan PJK dengan waktu yang relatif singkat dan mudah penggunaanya. Aplikasi ini dapat membuat sebuah event, dan juga mencatat segala pengeluaran anggaran biaya yang terjadi pada event tersebut , selama ketua perjalanan dinas atau ketua event menggunakan aplikasi ini. Setelah perjalanan dinas selesai dilakukan , aplikasi ini mempunyai fitur settle yang dapat men- generate secara otomatis yang menghasilkan sebuah laporan PJK yang siap di print. Selain itu, aplikasi ini mempunyai sebuah indikator berapa banyak sisa anggaran biaya yang masi dapat terpakai dalam perjalanan dinas tersebut. 2.1 Blackberry Blackberry adalah sebuah smartphone yang diproduksi dan diperkenalkan pada tahun 1999 oleh perusahaan RIM (Research in Motion). Fitur – fitur yang dimiliki oleh smartphone adalah fitur yang dapat digunakan untuk memaksimalkan dalam bekerja, seperti push email 129
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
secara real time. Push email secara real time sangat penting untuk menerima email tepat waktu, mengirim email dengan cepat sehingga client tidak perlu menunggu balasan yang lama. Dengan fitur push email secara real time , fitur tersebut menarik perhatian bagi pengusahapengusaha yang memiliki mobilitas yang tinggi. Selain fitur push email , aplikasi Blackberry Messenger juga salah satu yang membuat orang menggunakan smartphone ini. Kedua fitur yang ditawarkan tersebut membuat beberapa perusahaan mengharuskan anggota atau karyawan dari perusahaan tersebut menggunakan smartphone ini untuk mempermudah hubungan komunikasi baik antar sesama karyawan maupu juga karyawan dengan client perusahaan. 2.2 Anggaran Setiap perusahaan baik perusahaan barang atau jasa bahkan industri memiliki sebuah anggaran untuk menjamin kelangsungan dalam hal keuangan mereka. Anggaran berisi rencanarencana perusahaan yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan operasi perusahaan dan hasil aktual dari operasi tersebut dibandingkan dengan anggaran untuk mengendalikan jalannya operasi dan menjamin penggunaan sumber daya seoptimal mungkin , di mana hasil dari pengendalian ini akan digunakan untuk perencanaan anggaran periode berikutnya. Menurut kamus besar bahasa indonesia, anggaran memiliki 4 arti, perkiraan, perhitungan , taksiran mengenai penerimaan dan pengeluaran kas yang diharapkan untuk periode yang akan datang, dan rencana penjatahan sumber daya yang dinyatakan dengan angka. s2.3 SQLite Sqlite merupakan sebuah library database yang bersifat mandiri , tidak menggunakan server , dan tidak memerlukan pengaturan. Sifat mandiri dari SQLite mengartikan bahwa SQLite ini membutuhkan hanya sedikit dukungan dari library eksternal atau dari sistem operasi. Selain itu, tidak menggunakan server berarti SQLite dapat melakukan perinta Write dan Read langsung ke file database tanpa perlu melalui penengah proses server. Serta tidak memerlukan pengaturan yang berarti bahwa SQLite ini tidak perlu melakukan installasi terlebih dahulu.
3.Perancangan Dan Pengembangan Sistem 3.1 Entity Relationship Diagram (ERD) Pada gambar 3.1 menunjukkan hubungan antar entiti di dalam database. Untuk tabel budget , berisi periode dan total serta id_budget. Tabel budget merupakan tabel yang diisi terlebih dahulu , dan menjadi kunci apakah tabel lainnya dapat diakses atau tidak. Untuk melihat apakah database telah dibuat, user dapat mengecek apakah tabel budget memiliki inputan atau tidak. Jika tidak, berarti program tidak dapat berjalan. Setelah tabel budget tidak kosong, user dapat membuat inputan untuk tabel pos di mana terbagi menjadi 2 pos secara default yaitu pos “Road Show” dan pos “Pameran / Site Promotion / Event”. Barulah setelah itu , user dapat membuat event baru. Event baru tersebut harus memilih anggaran biaya pos mana yang akan dipakai. Setelah event dibuat, user memilih member yang akan ikut dalam event atau perjalanan dinas tersebut. Bila user tersebut belum pernah mengkuti event , ketua 130
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
perjalanan dinas dapat membuat member baru. Setelah semua telah diinputkan, maka user dapat memulai menggunakan fitur utama dari aplikasi ini yaitu mencatat pengeluaran anggaran biaya yang dilakukan.
Gambar 3.1 Entity Relationship Diagram
131
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
3.2 Use Case Diagram 3.2.1 Use Case Admin
Gambar 3.1 : Use Case Diagram Admin Pada gambar 3.1 menunjukkan hal yang bisa dilakukan oleh admin dalam sistem ini. Admin memiliki fitur login dan logout, create budget dan create pos. Semua fitur ini dibuat di website berbasis PHP. Dengan adanya fitu ini, admin dapat membuat anggaran biaya tahunan baru dan menetapkan jumlah anggaran biaya pada masing-masing pos yang akhirnya akan digunakan dalams setiap perjalanan dinas. 3.2.2 Use Case User Pada gambar 3.2 menunjukkan beberapa fitur yang dapat digunakan dalam aplikasi BlackBerry ini. User dapat membuat sebuah acara baru , yang berisi tanggal, kota, jenis pos yang akan dipakai serta jumlah anggaran biaya untuk perjalanan dinas tersebut. Setelah membuat sebuah acara baru, user diharuskan untuk memilih anggota siapa saja yang akan ikut dalam acara atau perjalanan dinas tersebut. Setelah semuanya telah diisi , user sudah dapat mulai menggunakan aplikasi ini untuk mencatat setiap pengeluaran yang dilakukan. Jika ada kesalahan pada pemasukkan pengeluaran, user dapat mengubah bahkan menghapus pengeluaran tersebut. Setelah semuanya telah dicatat, user dapat meng-settle yang berfungsi untuk membuat sebuah laporan PJK yang siap di print.
132
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Gambar 3.2 : Use Case Diagram Ketua Perjalanan 4.
Implementasi dan Pengujian Sistem
4.1
Implementasi
4.1.1
Perangkat Keras
Blackberry Bold 9780 akan digunakan sebagai perangkat untuk menjalankan aplikasi ini. Blackberry Bold 9780 memiliki Operating System versi 6.0.666, dengan Memorry Card sebesar 2GB. Blackberry Bold 9780 juga dilengkapi modul Wi-Fi yang dapat membantu dalam mempercepat Sync secara online. 4.1.2
Web Server
Aplikasi ini membutuhkan sebuah web server yang digunakan untuk menyimpan data secara online melalui fitur Sync yang ada. Web server memakai teknologi PHP yang memiliki method untuk meng-insert dan meng-update database yang sudah ada. 4.1.3
Database
4.1.3.1
MySQL
Untuk menyimpan data di web server, digunakan MySQL yang merupakan database open source.
133
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal 4.1.3.2
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
SQLite
Untuk menyimpan data di device, digunakan SQLite yang dapat terinstall di Blackberry Device. Penggunaan SQLite ini bertujuan agar aplikasi tetap bisa dipakai walaupun sedang tidak ada jaringan internet. 4.1.4
Bahasa Pemrograman
Aplikasi ini dibuat dengan menggunakan bahasa pemrograman JAVA Micro Edition, dan juga IDE dari Blackberry. Selain itu, bahasa pemrograman PHP digunakan untuk membuat web server. 4.2 Pengujian Fitur
Gambar 4.1 : fitur login Tampilan pada halaman login ditunjukkan seperti pada gambar 4.1 dan pengujian skenario ditunjukkan pada tabel 4.1
134
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016 Tabel 4.1 : skenario login 1 Login Untuk keamanan penggunaan aplikasi Ketua Perjalanan Dinas
Fitur # Nama Fitur Tujuan Peran Pengguna Step
Expected Result
Met Expectations
1) user memasukkan username dan password sesuai data yang ada dan yang telah dimasukkan ke dalam database
User berhasil melakukan login dan melanjutkan ke screen berikutnya.
“Success” user berhasil melakukan login dan melanjutkan ke halaman berikutnya “Failed” user tidak berhasil melanjutkan ke halaman berikutnya karena user salah memasukkan username atau password.
2) user menekan tombol login
Gambar 4.1 : fitur create new event Tampilan pada halaman create new event ditunjukkan seperti pada gambar 4.2 dan pengujian skenario ditunjukkan pada tabel 4.2
135
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016 Tabel 4.2 : skenario create new event 2 Create New Event Membuat Event Baru Ketua Perjalanan Dinas
Fitur # Nama Fitur Tujuan Peran Pengguna Step 1) memasukkan nama event, memilih pos, memasukkan kateogori wilayah, memasukkan jumlah anggaran untuk event tersebut
2) user menekan tombol next
Expected Result User berhasil membuat event baru yang akan disimpan di database
Met Expectations “Success” user berhasil membuat event baru yang akan dimasukkan ke database, user melanjutkan ke halaman berikutnya. “Failed” user tidak berhasil membuat dan memasukkan event baru di dalam database,user tidak dapat melanjutkkan ke halaman berikutnya.
Gambar 4.3 : fitur choose member Tampilan pada halaman choose member ditunjukkan seperti pada gambar 4.3 dan pengujian skenario ditunjukkan pada tabel 4.3
136
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016 Tabel 4.3 : skenario choose member 3 Create Member Join Event Menginputkan member yang dalam perjalanan dinas Ketua Perjalanan Dinas
Fitur # Nama Fitur Tujuan Peran Pengguna Step
Expected Result 1) user User berhasil memilih dengan cara men-centang memasukkan nama member yang data ke ikut dalam perjalanan dinas database
2) user menekan tombol next , user mengisi tanggal mulai dan berakhir event, kemudian user menekan tombol next
ikut
Met Expectations “Success” user berhasil memasukkan data member siapa saja yang ikut dan tanggal dimulai serta berakhir event tersebut ke dalam database. “Failed” user tidak berhasil membuat dan memasukkan data member siapa saja yang ikut dan tanggal dimulai serta berakhir event tersebut ke dalam database.
Gambar 4.4 : fitur create new expense Tampilan pada halaman create new expense ditunjukkan seperti pada gambar 4.4 dan pengujian skenario ditunjukkan pada tabel 4.4
137
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Tabel 4.4 : skenario create new expense 4 Create New Expense Membuat Pengeluaran Baru Ketua Perjalanan Dinas
Fitur # Nama Fitur Tujuan Peran Pengguna Step
Expected Result 1) memilih user berhasil menu option add new membuat expense di halaman list pengeluaran expense baru dan data tersebut 2) user disimpan memasukkan nama acara, jumlah pengeluaran, dalam database. jenis pengeluaran dan tanggal pengeluaran
Met Expectations “Success” user berhasil membuat pengeluaran baru dan disimpan dalam database “Failed” user tidak berhasil membuat pengeluaran baru dan data tidak disimpan dalam database.
3) user menekan tombol add
Gambar 4.5 : fitur edit expense Tampilan pada halaman edit expense ditunjukkan seperti pada gambar 4.5 dan pengujian skenario ditunjukkan pada tabel 4.5
138
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Fitur # Nama Fitur Tujuan Peran Pengguna Step
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016 Tabel 4.5 : skenario edit expense 5 Edit Expense Merubah Pengeluaran yang dibuat Ketua Perjalanan Dinas
Expected Result 1) user memilih User berhasil pengeluaran yang melakukan akan dirubah pada perubahan daftar pengeluaran pada 2) user menekan pengeluaran tombol menu Blackberry yang dan memilih update telah dibuat 3) user merubah data sebelumnya yang sudah tersimpan di database lalu menekan tombol update
telah
Met Expectations “Success” user berhasil melakukan perubahan data baik di halaman list pengeluaran maupun di database “Failed” user tidak berhasil melakukan perubahan data baik di halaman list pengeluaran maupun di database
Gambar 4.6 : fitur delete expense Tampilan pada halaman delete expense ditunjukkan seperti pada gambar 4.6 dan pengujian skenario ditunjukkan pada tabel 4.6
139
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016 Tabel 4.6 : skenario delete expense
Fitur # Nama Fitur Tujuan Peran Pengguna Step
6 Delete Expense Menghapus Pengeluaran yang telah dibuat Ketua Perjalanan Dinas
Expected Result User berhasil 1) user memilih menghapus data pengeluaran yang akan dirubah pada baik di list pengeluaran daftar pengelua dan juga di database 2) user menekan tombol menu Blackber
Met Expectations “Success” user berhasil melakukan penghapusan pengeluaran di pengeluaran dan database “Failed” user tidak berhasil melakuka
list di
Gambar 4.7 : fitur settle Tampilan pada halaman settle ditunjukkan seperti pada gambar 4.7 dan pengujian skenario ditunjukkan pada tabel 4.7
140
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Fitur # Nama Fitur Tujuan Peran Pengguna Step
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016 Tabel 4.7 : skenario settle 7 Settle Membuat PJK berupa file PDF Ketua Perjalanan Dinas
Expected Result 1) user User berhasil mengarahkan ke arah membuat tab settle sebuah file pdf yang siap 2) user untuk di print memasukkan alamat email 3) user menekan tombol settle
Met Expectations “Success” user berhasil membuat sebuah file PJK dalam bentuk pdf yang dikirimkan di alamat email yang telah diisi “Failed” user tidak berhasil membuat sebuah file PJK dalam bentuk pdf yang dikirimkan di alamat email yang telah diisi
Gambar 4.8 : fitur sync Tampilan pada halaman sync ditunjukkan seperti pada gambar 4.8 dan pengujian skenario ditunjukkan pada tabel 4.8
141
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal Fitur # Nama Fitur Tujuan Peran Pengguna Step
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016 Tabel 4.8 : skenario sync 8 Sync Melakukan Backup untuk mencegah kehilangan data Ketua Perjalanan Dinas
Expected Result 1) user User berhasil menekan melakukan tombol menu sinkronisasi antara Blackberry data yang ada di 2) user memilih dan SQLite dengan menekan menu item data yang ada di MySQL Sync 3) user menekan tombol settle
Met Expectations “Success” user berhasil melakukan sinkronisasi “Failed” user tidak berhasil melakukan sinkronisasi
4.3 Pengujian Kepuasan Pelanggan 4.5.1 Tujuan Pengujian Untuk mengetahui kepuasan anggota MNA dalam menggunakan aplikasi yang telah dibuat ini. 4.5.2 Metode Pengujian Metode dalam pengujian ini menggunakan metode wawancara yang dilakukan secara langsung terhadap anggota departemen MNA. 4.5.3 Responden Pengujian Responden berjumlah 4 orang anggota MNA yaitu ketua departemen MNA, Administrator departemen MNA, sekertaris anggota MNA dan seorang anggota departemen MNA yang melakukan perjalanan dinas.
142
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
4.5.4 Panduan Wawancara Pengujian Tabel 4.9 : panduan wawancara Jenis Aspek No Pertanyaan yang diajukan Sistem kerja 1 Bagaimana alur program dari aplikasi aplikasi yang telah dibuat? 2
Apakah fitur dari pembuatan sebuah perjalanan dinas sesuai dengan apa yang diminta?
3
Apakah fitur dari pencatatan pengeluaran yang dilakukan untuk perjalanan dinas sesuai dengan yang dibutuhkan?
4
Apakah hasil dari PJK yang dibuat sesuai dengan format yang diminta?
143
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
4.5.5 Hasil Wawancara Pengujian
Jenis Aspek Sistem kerja aplikasi
No 1
2
Tabel 4.10 : hasil wawancara Jawaban Ketua Perjalanan Dinas departemen MNA: Sangat memudahkan, karena tidak terlalu banyak prosedur yang harus dilakukan untuk menjalankan aplikasi ini dalam membuat hasil akhir yaitu PJK. Administrator departemen MNA: Cukup mudah dan efisien , waktu yang diperlukan sangat singkat . Sekertaris departemen MNA : Pencatatan pengeluaran sangat mudah dilakukan karena semua yang dibutuhkan dan apa yang ada di dalam program tersebut sangat tepat. Ketua Departemen MNA: Sangat bagus dan sesuai dengan yang diminta, PJK sesuai dengan format yang telah ditetapkan. Ketua Perjalanan Dinas departemen MNA: Untuk membuat perjalanan dinas, sangat sesuai karena hanya menentukan kota yang akan dituju , anggota yang berpartisipasi dan periode dari perjalanan dinas tersebut. Administrator departemen MNA: Sangat cepat dalam membuat sebuah perjalanan dinas Sekertaris departemen MNA : Semuanya sangat tepat untuk membuat sebuah perjalanan dinas. Ketua Departemen MNA: Efisien dan efektif terutama dalam memasukkan sebuah perjalanan dinas, seperti diharuskan untuk mengisi data yang tepat untuk membuat perjalanan dinas tersebut.
144
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016 3
4
Ketua Perjalanan Dinas departemen MNA: Sangat tepat dan memudahkan karena apa yang harus diisi sangat sedikit dan jelas. Administrator departemen MNA: Data yang harus diisi memang sesuai dengan apa yang harus ada di PJK. Sekertaris departemen MNA : Efisien dan efektif dalam memasukkan sebuah pengeluaran , terlebih dapat diubah ketika ada salah pemasukkan data yang salah. Ketua Departemen MNA: Sesuai dengan apa yang diminta sebelumnya. Ketua Perjalanan Dinas departemen MNA: Sangat sesuai dengan format yang diminta. Administrator departemen MNA: Sangat sesuai dengan format yang diharuskan Sekertaris departemen MNA : Format PJK yang dihasilkan sangat baik , terlebih lagi dokumen tersebut siap untuk di print Ketua Departemen MNA: Sangat bagus dan sesuai.
5 Penutup 5.1
Kesimpulan
Dari hasil perancangan dan pembuatan aplikasi Blackberry ini, bisa disimpulkan bahwa aplikasi ini bisa membantu dalam pembuatan PJK dengan requirement dasar pembuatan PJK yang diminta oleh pihak departemen Marketing and Admission(MNA). 5.2
Saran
Beberapa saran dalam pengembangan lebih lanjut untuk aplikasi ini yaitu : 1. Penambahan fitur untuk penamaan dokumen PJK yang akan dikirim. 2. Pemberian tanda batas berupa .(titik) pada kelipatan angka ribuan. 3. Aplikasi ini dapat digunakan di platform lain selain platform Blackberry. 4. Aplikasi ini dibuat dalam beberapa version sesuai dengan teknologi yang dapat digunakan pada setiap tingkat operating system Blackberry.
145
Ivan Sebastian Tjandra Rinabi Tanamal
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Daftar Pustaka 2009. Anggaran Dan Fungsi Manajemen. [book auth.] Rudianto. Akuntansi Manajemen. s.l. : Grasindo, 2009. David Hunter, Jeff Rafter, Fawcett, Eric Van Der Vlist, Danny Ayers, John Duckett, Andrew Watt, Linda McKinnon. 2007. Beginning, XML 4th Edition. Canada : Wiley Publishing, Inc, 2007. David Hunter, Jeff Rafter, Joe Fawcett, Eric Van Der Vlist, Danny Ayers, Jon Duckett, Andrew Watt, Linda McKinnon. 2011. Beginning XML 4th Edition. Chicago : Wrox, 2011. Don Gosselin, Diana Kokoska, Robert Easterbrooks. 2010. PHP Programming With PHP. Boston : Course Technology, 2010. Dra. Justine T. Sirait, M.B.A.-T. 2002. Anggaran Sebagai Alat Bantu Manajemen. Jakarta : Grasindo, 2002. King, Chris. 2009. Advanced Blackberry Development.America : Apress, 2009. Kofler, Michael. 2005. The Definitive Guide To MySQL 5. America : O'reilly, 2005. Kowalski, Karl G. 2010. BlackBerry Application Development For Dummies. Hoboken : Wiley Publishing , Inc., 2010. Munandar, Drs. M. 2007. Budgeting : Perencanaan kerja, pengkoordinasian kerja, pengawasan kerja. Yogyakarta : BPFE Yogyakarta, 2007. PDF Generator. FPDF. [Online] [Cited: may 2, 2012.] www.fpdf.org. Rasty, Elliotte Harrold. 2003. Processing XML With Java. Boston : Addison Wekley, 2003. Rizk, Anthony. 2009. Beginning Blackberry Development. America : Apress, 2009. University Information Technology Services. 2011. Indiana University. Knowledge Base. [Online] july 2011. [Cited: march 29, 2012.] http://kb.iu.edu/data/aljq.html
146
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
ANALISIS STANDAR BELANJA UNTUK PENYUSUNAN RKA-APBD KEGIATAN PENYEDIAAN BAHAN BACAAN (Studi pada SKPD di Pemerintah Kabupaten Lumajang Tahun 2015)
Meilinda Trisilia,S.Si.,M.Si. Universitas Ma Chung
[email protected]
Abstrak Tuntutan transparansi dan akuntabilitas atas pengelolaan keuangan daerah semakin meningkat, karenanya untuk memenuhi tuntutan tersebut diperlukan pengelolaan keuangan daerah yang ekonomis, efisien, dan efektif. Penerapan ASB dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan ekonomi RKA-APBD. Penyusunan ASB ini bertujuan untuk membentuk model yang digunakan untuk menilai kewajaran beban kerja dan biaya dalam melaksanakan kegiatan penyediaan bahan bacaan di Kabupaten Lumajang. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan dalam analisis data menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Memodelkan ASB dengan analisis regresi dapat menghasilkan model yang wajar, apabila kegiatan-kegiatan yang anggaran belanjanya tidak wajar tidak diikutsertakan (adanya outlier), sehingga model regresi memiliki ketepatan tinggi dalam memprediksi total belanja setiap kegiatan. Keywords : ASB, RKA-APBD, Ordinary Least Square (OLS), model regresi. 1.
Pendahuluan
Penyusunan anggaran merupakan bagian dari fungsi manajemen yaitu perencanaan. Penyusunan anggaran yang kurang tepat dapat mengakibatkan terjadinya kekurangan/deficit dan kelebihan/over anggaran, misalnya kekurangan anggaran menyebabkan kegiatan terhenti dan kelebihan anggaran menimbulkan pemborosan. Analisis Standar Belanja (ASB) sebagai salah satu instrumen anggaran berbasis kinerja telah diamanatkan sejak tahun 2000 yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung-jawaban Keuangan Daerah. Pada PP tersebut istilah yang masih digunakan adalah Standar Analisis Belanja (SAB). Berdasarkan PP tersebut, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia menerbitkan pedoman operasional berupa Kepmen-dagri No.29 Tahun 2002 tentang Pedoman, Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Pada tahun 2004, keluar UndangUndang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang merupakan pengganti Undang-Undang No.22 Tahun 1999, dalam UU tersebut dikenalkan istilah baru yaitu istilah Analisis Standar Belanja (ASB). ASB mempunyai maksud dan makna yang sama dengan Standar Analisis Belanja (SAB) yaitu suatu instrumen untuk penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan. Pada tahun 2007 terbitlah Pemendagri No.59 sebagai penyempurnaan atas Permendagri No.13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengeloalan Keuangan Daerah. Dalam regulasi tersebut, disebutkan bahwa ASB merupakan satu instrumen pokok dalam penganggaran berbasis kinerja. Pada saat ini, tuntutan transparansi dan akuntabilitas atas pengelolaan keuangan daerah semakin meningkat, karenanya untuk memenuhi tuntutan tersebut dapat dilakukan dengan cara pengelolaan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, dan efektif. Penerapan 147
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
ASB dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan ekonomi pembelanjaan pemerintah daerah, yang merupakan salah satu permasalahan pengelolaan keuangan daerah saat ini. Selain itu, penyusunan ASB ini penting dilakukan mengingat selalu muncul fenomena adanya ketidakadilan dan ketidakwajaran anggaran belanja antar kegiatan sejenis antar program dan antar SKPD. Beberapa permasalahan lain dalam APBD yang akan timbul apabila tidak ada ASB adalah penentuan anggaran secara incremental, penentuan anggaran dipengaruhi oleh “Nama‟ kegiatan dan “Siapa‟ yang mengajukan anggaran. Dalam lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 32 Tahun 2008 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dinyatakan bahwa seluruh SKPD dan SKPKD harus menyerahkan beberapa dokumen sebagai lampiran. Dokumen yang dimaksud meliputi KUA, PPAS, Analisis Standar Belanja dan Standar Satuan Harga. Penyediaan bahan bacaan merupakan kegiatan yang penting bagi beberapa SKPD di Kabupaten Lembata, misalnya Dinas Pendidikan, Badan, Dinas, Kantor-kantor dan sebagainya. Namun, kegiatan ini seringkali tidak dilakukan dengan maksimal sehingga manfaat dari kegiatan tersebut tidak dapat dirasakan oleh pihak yang menerima. Penyusunan anggaran yang kurang tepat mengakibatkan terjadinya kekurangan dan kelebihan anggaran, sehingga menyebabkan kegiatan terhenti dan pemborosan. Oleh karena itu, guna mengurangi permasalahan tersebut diperlukan model ASB untuk menilai kewajaran beban kerja dan biaya sehingga tercapai penyusunan anggaran berbasis kinerja. Penyusunan ASB ini bertujuan untuk membentuk model yang digunakan untuk menilai kewajaran beban kerja dan biaya dalam melaksanakan kegiatan penyediaan bahan bacaan di Kabupaten Lumajang. 2.
Tinjauan Pustaka
2.1
Sistem Perencanaan dan Penganggaran
Menurut Kumorotomo (2007), terdapat 2 (dua) hal penting dalam sistem manajemen keuangan yaitu sistem perencanaan dan sistem penganggaran. Sistem manajemen keuangan akan digunakan oleh pemerintah daerah dalam melakukan penganggaran. Pada dasarnya penganggaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah merupakan lanjutan dari anggaran yang berasal dari pemerintah pusat yaitu dari rencana pembangunan jangka panjang pemerintah pusat (RPJPPP). Dalam implementasinya ada penyesuaian terutama berkaitan dengan penetapan beban kerja dan biaya dalam anggaran karena setiap daerah memiliki standar yang berbeda, hal ini bergantung pada kondisi ekonomi, sosial dan budaya suatu daerah. Gambaran dari uraian di atas akan terlihat dalam Gambar 2.1
148
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Gambar 2.1 Sistem Perencanaan dan Penganggaran
Sistem perencanaan dimaksudkan untuk mendukung sistem penganggaran. Dalam sistem ini rencana pembangunan di bagi dalam 3 rencana yaitu rancana pembangunan jangka pendek (1 tahun), rencana pembangunan jangka menengah (5 tahun) dan rencana pembangunan panjang (20 tahun). Dalam sistem penganggaran, semua kegiatan berawal dari rencana pembangunan jangka menengah yang diakomodir dalam rencana kerja pembangunan daerah (RKPD). Dalam RKPD akan dijabarkan proritas pembangunan dan plafon dari anggaran dari masingmasing kegiatan/program pembangunan. Kemudian Prioritas kegiatan dijabarkan lebih rinci dalam rencana kerja anggaran (RKA) yang menjadi input dalam menyusun RAPBD. RKA didokumentasikan dalam rencana kerja anggaran satuan kerja perangkat daerah (RKA SKPD). Selanjutnya dari RAPBD dikemas lagi dalam ABPD dan dijabarkan dalam kegiatan dan program pembangunan yang telah disusun dalam RKPD. 2.2
Anggaran Berbasis Kinerja
Menurut Widjaja (2003), sebagai suatu sistem, perencanaan anggaran negara telah mengalami banyak perkembangan dan perubahan sesuai dengan dinamika manajemen sektor publik dan tuntutan yang muncul di masyarakat, sehingga saat ini berkembang sistem anggaran berbasis kinerja. Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/ program/ kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Dalam konteks daerah, konsep kinerja harus dianggap sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan bersifat relatif atau dapat diperbandingkan baik terhadap waktu maupun terhadap daerah atau SKPD lain. Anggaran dapat diinterpretasikan sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Anggaran sektor publik adalah rencana kegiatan dan keuangan periodik (biasanya dalam periode tahunan) yang berisi program dan kegiatan dan jumlah dana yang diperoleh (penerimaan/pendapatan) dan dibutuhkan (pengeluaran/belanja) dalam rangka mencapai tujuan organisasi publik. Pedoman Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja, memiliki beberapa prinsip yang harus diikuti, prinsip tersebut meliputi: 1) Alokasi anggaran harus berorientasi pada kinerja (output and outcome oriented); 2) Fleksibilitas pengelolaan anggaran untuk mencapai hasil dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager 149
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
manages); 3) Money Follow Function, Function Followed by Structure. Penyusunan anggaran berdasarkan kinerja pada dasarnya sudah dilakukan sejak Pemerintah Daerah mengajukan Kebijakan Umum APBD (KUA) dan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) harus ditentukan secara tegas berdasarkan hasil dan output-nya. Namun, penyusunan anggaran berdasarkan kinerja akan terlihat secara operasional pada setiap SKPD yang mengajukan RKA-SKPD (Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah). 2.3
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
Menurut Yani (2009), APBD merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. 2.3.1 Struktur APBD APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: a. b. c.
Pendapatan daerah, Belanja daerah, dan Pembiayaan daerah.
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana lancar, yang merupakan hak daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 ayat (1) huruf a terdiri atas: a. b. c.
Pendapatan Asli Daerah (PAD); Dana perimbangan; dan Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Pendapatan asli daerah terdiri atas: a. b. c. d.
Pajak daerah; Retribusi daerah; Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan Lain-lain PAD yang sah.
Lain-lain PAD yang sah mencakup: a. b. c. d. e. f. g.
Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; Jasa giro; Pendapatan bunga; Tuntutan ganti rugi; Keuntungan selisih nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing; dan Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah.
150
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Pendapatan dana perimbangan meliputi: a. b. c.
Dana Bagi Hasil; Dana Alokasi Umum; dan Dana Alokasi Khusus.
Lain-lain pendapatan daerah yang sah merupakan seluruh pendapatan daerah selain PAD dan dana perimbangan, yang meliputi hibah, dana darurat, dan lain-lain pendapatan yang ditetapkan pemerintah. Lain-lain pendapatan yang dimaksud di situ adalah pendapatan yang ditetapkan pemerintah seperti dana bagi hasil pajak dari propinsi ke kabupaten/kota dan dana ekonomi khusus. Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan propinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja. Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah. Organisasi pemerintahan daerah yang dimaksud seperti DPRD, kepala daerah dan wakil kepala daerah, sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas, kecamatan, lembaga teknis daerah dan kelurahan. 2.4
Analisis Standar Belanja (ASB)
Menurut Mulyadi (2007), Analisis Standar Belanja (ASB) adalah standar yang digunakan untuk menganalisis kewajaran beban kerja atau biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh suatu satuan kerja dalam satu tahun anggaran. Penerapan ASB pada dasarnya akan memberikan manfaat antara lain : 1. Menentukan kewajaran belanja untuk melaksanakan suatu kegiatan sesuai dengan tupoksinya. 2. Meminimalisir terjadinya pengeluaran yang kurang jelas sehingga meng-akibatkan inefisiensi anggaran. 3. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan keuangan daerah. 4. Penentuan anggaran berdasarkan pada tolok ukur kinerja yang jelas. 2.5
Posisi ASB Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah
Menururt Bastian (2006), ASB memiliki peran yang penting dalam berbagai tahap pengelolaan keuangan daerah, yaitu tahap perencanaan, penganggaran dan tahap pengawasan/pemeriksaan. a. Tahap Perencanaan Keuangan Daerah ASB dapat digunakan pada saat perencanaan keuangan daerah. ASB dapat digunakan pada saat Musrenbang, penyusunan rencana kerja SKPD (Renja SKPD), dan penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Pada tahap tersebut ASB digunakan oleh para perencana untuk mengarahkan para pengusul kegiatan, baik masyarakat ataupun aparatur Pemda untuk fokus pada kinerja.
151
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
b. Tahap Penganggaran Keuangan Daerah ASB digunakan pada saat proses penganggaran Keuangan Daerah, yaitu pada saat penentuan plafon anggaran sementara dan penyusunan rencana kerja anggaran. ASB digunakan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mengevaluasi usulan program, kegiatan, dan anggaran setiap satuan kerja dengan cara menganalisis antara kewajaran beban kerja dan biaya usulan program atau kegiatan bersangkutan. c. Tahap Pengawasan/Pemeriksaan Pada tahap pengawasan/pemeriksaan, para pengawas/pemeriksa dapat menggunakan ASB untuk menentukan batasan mengenai pemborosan dari suatu kegiatan. 2.9
Pendekatan Perilaku Biaya Menurut Mulyadi (2007), biaya (cost) yang digunakan dalam menghasilkan suatu barang dan jasa baik di sektor swasta maupun publik dapat dikategorikan dalam 3 (tiga) jenis biaya, yaitu biaya tetap (fixed cost), biaya variabel (variable cost) dan biaya gabungan (mixed cost). Pemahaman akan jenis biaya ini akan sangat membantu dalam menentukan pembiayaan, pengawasan dan pembuatan keputusan, sehingga diperlukan pemahaman tentang perilaku biaya (cost behavior). Biaya tetap (Fixed Cost) adalah biaya yang tidak mengalami perubahan (tidak naik dan tidak turun) pada skala tertentu, sekalipun output yang dihasilkan mengalami perubahan (naik/turun). Sebuah biaya disebut sebagai biaya variable (Variable Cost) jika dalam total terjadi perubahan jumlah output yang dihasilkan, maka jumlah biaya yang dialokasikan untuk menghasilkan barang/jasa tersebut juga berubah. Pada dasarnya tidak mudah untuk mengelompokkan biaya tetap dan biaya variabel dalam kegiatan yang dilaksanakan di lingkungan pemerintah daerah. Biaya tersebut cenderung bersifat campuran, sehingga seringkali biaya yang diketahui hanya biaya total dan output yang dihasilkan dari suatu kegaitan. Dengan demikian, perlu dipisahkan biaya tersebut dalam biaya tetap dan variabel. Dalam memisahkan biaya total menjadi biaya tetap dan variabel, dapat digunakan metode regresi. 2.10 Metode Estimasi Model Regresi
Salah satu metode estimasi yang digunakan untuk menentukan perilaku cost adalah regresi. Metode ini menganggap bahwa hubungan antara cost dan volume of activity berbentuk garis lurus/linier (Y = a + bX), dimana Y merupakan variabel tak bebas (dependent) dan X merupakan variabel bebas (independent). Analisis regresi adalah analisis tentang studi ketergantungan satu variabel, variabel tak bebas, pada satu atau lebih variabel lain, variabel yang menjelaskan (explanatory varaiables), dengan maksud menaksir dan atau meramalkan nilai rata-rata hitung (mean) atau rata-rata (populasi) variabel tak bebas, dipandang dari segi nilai yang diketahui atau tetap (dalam pengambilan sampel berulang) variabel yang menjelaskan. Dalam proses pendugaan parameter regresi yaitu intercept (fixed cost) dan slope (average varbiable cost) dapat menggunakan metode kuadrat terkecil MKT (ordinary least squares OLS). Menurut Draper dan Smith (1992), bilamana analisis regresi hanya melibatkan satu variabel tak bebas dan beberapa (lebih dari satu) variabel bebas dan bentuk hubungannya linier, maka disebut regresi linier berganda. Model untuk regresi linier berganda diberikan sebagai berikut: Yi = 0 + 1X1i + 2X2i + ….. + kXki + i
(1) 152
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Dimana Y adalah variabel tak bebas (dependent), X adalah variabel bebas (independent), dan adalah residual. Indeks i menunjukkan observasi ke i, sedangkan indeks k pada variabel bebas adalah untuk mengidentifikasi variabel yang bersangkutan. Jumlah dari variabel penjelas adalah k. Penduga dari intersept dan slope dari model tersebut, biasanya dilambangkan dengan bi dapat diperoleh dengan OLS. Dalam proses pendugaan parameter model regresi berganda dapat menggunakan metode kuadrat terkecil (ordinary least square OLS). Metode OLS dalah metode yang meminimumkan jumlah kuadrat residual. Dimana residual merupakan selisih antara nilai peubah respon amatan dengan nilai peubah respon hasil prediksi model regresi yang diperoleh. Teori ekonomi pada umumnya menyatakan bahwa perubahan dari satu variabel bisa dijelaskan oleh perubahan beberapa (lebih dari satu) variabel lainnya. Prinsip dasar dari metode kuadrat terkecil biasa adalah meminimumkan jumlah kuadrat residual, yaitu meminimumkan (). T
εˆ t 1
2 t
εˆ εˆ Y Xβˆ Y Xβˆ Y Y 2βˆ XY βˆ XXβˆ
εˆεˆ 2XY 2XXβˆ 0 β
(2) (3)
Sehingga didapatkan rumus: βˆ βˆ (XX) = XY dan = (XX)-1 XY
(4)
Penerapan metode kuadrat terkecil biasa merupakan cara pertama yang paling mungkin untuk dilakukan. Jika asumsi-asumsi dari regresi linier klasik terpenuhi, maka penduga metode kuadrat terkecil biasa akan mempunyai sifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), yaitu tak bias dan mempunyai varian minimum dibandingkan dengan penduga tak bias lainnya. 3.
Metode Penelitian
3.1
Jenis dan Sumber Data
Penyusunan ASB ini menggunakan data sekunder berupa data Rencana Kerja Anggaran (RKA) Pemerintah Kabupaten Lumajang Tahun 2015 yang diperoleh dari Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD). 3.2
Metode Analisis Data
Sebelum pembentukan model ASB terlebih dahulu dibentuk Cluster untuk setiap kegiatan yang telah dipilih menjadi kegiatan yang dibuatkan model ASB. Pembentukan Cluster dimaksudkan agar anggaran yang direncanakan disesuaikan dengan tingkatan SKPD. Secara umum terdapat enam Cluster, yaitu: Cluster 1 terdiri dari Badan, Dinas, Inspektorat, Sekret DPRD, Bidang pada Dinas Pendidikan Cluster 2 terdiri dari Kantor-Kantor dan Satpol PP Cluster 3 terdiri dari Bagian-bagian pada Sekretariat Daerah Cluster 4 terdiri dari Kecamatan 153
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Cluster 5 terdiri dari Kelurahan Cluster 6 terdiri dari Unit Kerja Bidang Kesehatan Tidak semua Cluster dapat dibuatkan model ASB karena terdapat Cluster tertentu yang memang tidak melaksanakan kegiatan tersebut dan/atau Cluster tersebut tidak menjabarkan cost driver secara rinci. Dalam tahap pembentukan model ASB digunakan analisis regresi dengan metode pendekatan Ordinary Least Square (OLS) sebagai metode pendugaan parameter belanja tetap (fixed cost) dan belanja variabel (variable cost). Dalam penyusunan ASB ini, variabel tidak bebas yang digunakan adalah total biaya/pagu anggaran dari suatu kegiatan, sedangkan variabel bebas yang digunakan adalah cost driver dari kegiatan tersebut. Alokasi belanja setiap Cluster pada kegiatan yang dimodelkan ASB berbeda-beda berdasarkan kebutuhan inti yang diperlukan kegiatan tersebut. Perhitungan presentase rata-rata, batas bawah dan batas atas dari alokasi belanja menggunakan rumus sebagai berikut: Rata − rata % = B. bawah % = B. atas % =
3.3
Rata − rata alokasi dana × Total rata − rata alokasi dana
%
(5)
standar deviasi √banyaknya kegiatan × Total rata − rata alokasi dana
Rata − rata alokasi dana −
standar deviasi √banyaknya kegiatan × Total rata − rata alokasi dana
Rata − rata alokasi dana +
Tahapan Analisis Standar Belanja
% %
(6)
(7)
Terdapat 3 (tiga) tahap dalam penyusunan ASB, meliputi: 1. 2. 3.
Tahap I, merupakan proses pengumpulan data RKA dari seluruh SKPD menjadi suatu database kegiatan. Tahap II, merupakan proses pengelompokan database kegiatan menjadi beberapa kegiatan yang memiliki kemiripan pola kegiatan dan bobot kerja yang setara. Tahap III, merupakan proses pembentukan model ASB dari Cluster yang ada pada kegiatan yang disetarakan.
4.
Hasil dan Pembahasan
4.1
Deskripsi Hasil Analisis
Berdasarkan hasil rekapitulasi data Rencana Kerja Anggaran (RKA) dari 105 SKPD (organisasi) di Pemerintah Kabupaten Lumajang Tahun 2015 terdapat 2.930 kegiatan yang direncanakan. Dari 2.930 kegiatan tersebut, diperoleh 85 kelompok kegiatan yang memiliki kemiripan pola kegiatan dan bobot kerja yang sepadan. Berdasarkan 85 kelompok kegiatan tersebut, ditetapkan 14 kelompok kegiatan yang dapat dibuatkan model Analisis Standar Belanja (ASB). Secara umum jumlah maksimum cluster yang dapat terbentuk adalah 6 cluster dan minimal hanya terdapat 1 cluster untuk satu kegiatan yang di-ASB-kan.
154
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si 4.2
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Analisis Tahap I : Penyusunan Database
Dalam penyusunan ASB tahap I diperoleh 2.930 rencana kegiatan yang berasal dari 105 SKPD (organisasi) Pemerintah Kabupaten Lumajang Tahun 2015. Dari database tersebut, di setiap SKPD (organisasi) terdapat informasi mengenai nama kegiatan yang diusulkan, keluaran kegiatan berupa tolok ukur kinerja, dan total pagu anggaran kegiatan. Berdasarkan database rencana kegiatan pada penyusunan ASB Tahap I, dilakukan analisis deskripsi terhadap variabel total pagu anggaran rencana kegiatan yang terdiri dari rata-rata nilai pagu anggaran, nilai minimum dan nilai maksimum rata-rata pagu anggaran. 4.3
Analisis Tahap II : Penyetaraan Kegiatan ASB
Penyusunan ASB tahap II dilakukan dengan mengelompokkan 2.930 rencana kegiatan yang berasal dari 105 SKPD (Organisasi) Pemerintah Kabupaten Lumajang Tahun 2015 menjadi 85 kelompok kegiatan yang tipikal. Tipikal di sini bermakna memiliki kemiripan pola dan bobot kerja yang sepadan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lain. Informasi mengenai nama SKPD (organisasi) yang mengusulkan, keluaran kegiatan berupa tolok ukur kinerja, dan total pagu anggaran dari 85 kelompok kegiatan. Berdasarkan 85 kelompok kegiatan yang dihasilkan dari penyusunan ASB Tahap II, dilakukan analisis deskriptif variabel total pagu anggaran rencana kegiatan yang terdiri dari rata-rata nilai pagu anggaran dari 85 kelompok kegiatan, nilai minimum dan nilai maksimum rata-rata pagu anggaran. 4.4
Analisis Tahap III
4.4.1 Pembentukan Model ASB Pada tahap III dilakukan pembentukan model ASB dengan menggunakan analisis regresi dengan pendekatan metode kuadrat terkecil (MKT) dalam proses pendugaan parameter belanja tetap (fixed cost) dan belanja variabel (variable cost). Variabel bebas yang digunakan untuk pemodelan ASB adalah cost driver sedangkan variabel tak bebasnya adalah pagu anggaran kegiatan. Dalam penyusunan ASB kegiatan Pemerintah Kabupaten Lumajang dari 85 kelompok kegiatan yang memilki kemiripan pola kegiatan dan bobot kerja yang sepadan, dipilih 14 kelompok kegiatan yang di-ASB-kan. Dasar pertimbangannya adalah karena 14 kelompok kegiatan tersebut dianggap tipikal ada di setiap SKPD. Dalam setiap kegiatan dibentuk cluster berdasarkan kesetaraan tingkatan SKPD, agar model ASB yang didapat setara. Maksimal terdapat 6 cluster dan minimal terdapat 1 cluster pada setiap kegiatan. Hal ini dikarenakan tidak semua cluster melakukan kegiatan tersebut. Selanjutnya dilakukan pendokumentasian/ perumusan ASB dari tahap-tahap sebelumnya. Berikut adalah hasil dalam pembentukan model ASB-01 untuk jenis kegiatan Penyediaan Bahan Bacaan dapat dilihat pada tabel berikut :
155
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Tabel 4.1. Model ASB-01 Penyediaan Bahan Bacaan Pengendali Pengendali Pengendali Belanja Belanja Cluster Belanja Formula ASB Tetap (Fixed Variabel (Cost driver) Cost) (Variable Cost) Jumlah Rp 759.000+ (Rp 73.208 x 1 Rp 759.000 Rp 73.208 Bahan Jumlah Bacaan) Bacaan Rp 525.000+ (Rp 106.250 x 2 Rp 525.000 Rp 106.250 (Eksemplar) Jumlah Bacaan) dalam Durasi Rp 5.679.057 + (Rp 67.210 3 Rp 5.679.057 Rp 67.210 Satu Tahun x Jumlah Bacaan) Deskripsi: Kegiatan pengadaan bahan bacaan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bahan bacaan di lingkungan Badan, Dinas, Inspektorat, Sekretariat DPRD dan Bidang pada Dinas Pendidikan (Cluster 1). Cost driver merupakan banyaknya bahan bacaan yang disediakan selama satu tahun. Satuan yang digunakan adalah eksemplar. Eksemplar untuk bahan bacaan koran/majalah adalah jumlah jenis koran/majalah yang terbit tiap bulan dalam satu tahun (jumlah jenis x bulan). Eksemplar untuk bahan bacaan lainnya adalah jumlah jenis bacaan tiap volume yang terbit dalam satu tahun (jumlah jenis bahan bacaan x volume). Pengendali Belanja (cost driver): Jumlah Bahan Bacaan (Eksemplar) dalam Durasi Satu Tahun Satuan Pengendali Belanja Tetap (fixed cost): = Rp 759.000,00 per kegiatan Satuan Pengendali Belanja Variabel (variable cost): = Rp 73.208,00 per jumlah bacaan Rumus Perhitungan Belanja Total: = Belanja Tetap + Belanja Variabel = Rp 759.000 + (Rp 73.208 x Jumlah Bacaan) Alokasi Objek Belanja Cluster 1: Rata-rata Batas Bawah Objek Belanja N (%) (%) 21 55,86 25,85 Belanja Jasa Kantor Belanja Modal Aset Tetap dan 2 44,14 5,52 Lainnya Jumlah Bacaan (eksemplar) Pagu Anggaran (Rp) Keterangan : Terdiri atas 21 kegiatan
61 5.189.833
36 2.733.607
Batas Atas (%) 85,87 82,76 85 7.646.060
156
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
4.4.2 Kelayakan Model ASB Pada proses pembentukan model ASB didapatkan informasi mengenai kelayakan model. Model layak ketika nilai variabel cost (B1) signifikan (p-value < α = 0,05) dan model tidak layak ketika nilai variabel cost (B1) tidak signifikan (p-value > α = 0,05). Berapa pun nilai N (jumlah data), jika sudah signifikan maka model dianggap layak digunakan. Hanya saja kebaikan model masih bergantung pula pada nilai R-square. Nilai R-square yang rendah menunjukkan bahwa model ASB kurang dapat menggambarkan keragaman data. Tabel 4.2. Kelayakan Model ASB-01 Penyediaan Bahan Bacaan Cluster
N
R-square
Sig
Layak/ Tidak Layak
1 2 3
21 4 3
0.55 0.64 0.97
0.00 0.20 0.11
Layak Tidak Layak Tidak Layak
Keterangan
- Nilai variable cost (β1) tidak signifikan - Nilai variable cost (β1) tidak signifikan
Dari tabel tersebut, dapat diketahui bahwa model ASB yang layak digunakan adalah model ASB Cluster 1.Model ASB yang telah dibuat dapat membantu dalam menentukan Total Belanja suatu rencana kegiatan. Penggunaan Model ASB dapat dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahapan-tahapan dalam menggunakan model ASB adalah sebagai berikut: 1. Misalkan akan dilakukan kegiatan Penyediaan Bahan Bacaan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan. Dengan jumlah bacaan sebanyak 61 eksemplar dalam waktu satu tahun. Dalam hal ini 61 eksemplar dalam waktu 1 tahun merupakan cost driver yang digunakan. 2. Menentukan maksimum total belanja untuk kegiatan tersebut berdasarkan rumus yang ada. Dengan menggunakan model ASB di atas, maka total belanja akan dihitung sebagai berikut : Total Belanja = Rp 759.000+ (Rp 73.208 x Jumlah Bacaan x Jumlah Tahun) Total Belanja = Rp 759.000+ (Rp 73.208 x 61 x 1) = Rp 759.000+ Rp 4.465.688 = Rp 5.224.688 Dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa maksimum total belanja untuk kegiatan tersebut sebesar Rp 5.224.688 3. Alokasikan Total Belanja tersebut ke komponen-komponen belanjanya sesuai dengan persentase yang telah ditentukan (misalnya menggunakan rata-rata), yaitu: Objek Belanja Belanja Jasa Kantor Belanja Modal Aset Tetap dan Lainnya Jumlah
Jumlah Rp 2.918.511 1) Rp 2.306.177 2) Rp 5.224.688
Persentase (%) 55,86 44,14 100
Perhitungan besarnya belanja untuk setiap objek belanja: 1) Belanja Jasa Kantor = 55,86 % x Rp 5.224.688 = Rp 2.918.511 2) Belanja Cetak dan Penggandaan = 44,14 % x Rp 5.224.688 = Rp 2.306.177
157
Meilinda Trisilia, S.Si, M. Si 5.
Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia Vol. 4, Nomor 1, Oct 2016
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah Penyusunan ASB untuk setiap kegiatan sebenarnya dapat dilakukan dengan menghitung ulang beban kerja dan biaya setiap kegiatan berdasarkan keluarannya. Bila terdapat kegiatan yang memiliki keluaran dan cost driver yang sama maka dapat digolongkan ke dalam satu golongan kegiatan dengan jumlah anggaran yang relatif sama besar (adil). Penggunaan analisis regresi untuk memodelkan anggaran belanja merupakan suatu pendekatan yang cukup praktis, efektif dan efisien. Tujuan menggunakan analisis regresi dalam penyusunan ASB adalah untuk menentukan kewajaran dari nilai belanja dibandingkan dengan beban kerja dari suatu kegiatan. Memodelkan ASB dengan analisis regresi dapat menghasilkan model yang wajar, apabila kegiatan-kegiatan yang anggaran belanjanya tidak wajar tidak diikutsertakan (adanya outlier), sehingga model regresi memiliki ketepatan tinggi dalam memprediksi total belanja setiap kegiatan. Implementasi Analisis Standar Belanja (ASB) merupakan salah satu upaya meminimalkan permasalahan anggaran setiap kegiatan SKPD. Melalui ASB dapat ditentukan patokan standar, sehingga nilai anggaran atau total belanja kegiatan tidak berlebihan atau dapat diukur. Rekomendasi dari kajian ini antara lain: 1. Dalam pencapaian efisiensi anggaran berbasis kinerja, sebaiknya dilakukan penyeragaman indikator kinerja keluaran (output) suatu kegiatan SKPD, sehingga indikator tersebut dapat dijadikan cost driver untuk kegiatan yang setara 2. Perlu pembaruan (up date) ASB di setiap tahun dengan pertimbangan terjadi perubahan harga-harga umum sebagai akibat inflasi dan lain-lain. Daftar Pustaka Bastian, I. 2006. Akuntansi Sektor Publik.Erlangga.Yogyakarta. Draper, N.R. and H. Smith. 1992. Applied Regression Analysis.Second Edition, John Wiley and Sons, Inc. New York. Kumorotomo, W. 2007. Penganggaran dan Penilaian Kewajaran Standar Analisis Belanja (SAB). Mulyadi, 2007. Activity Based Cost System: Sistem Informasi Biaya Untuk Pemberdayaan Karyawan, Pengurangan dan Penentuan Secara Akurat Kos Produk dan Jasa.Yogyakarta : BPFE Universitas Gadjah Mada. Widjaja, A. 2003. Activity Based Budgeting. Bandung: Harvarindo. Yani, A. 2009. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers.
158
Anggaran Belanja ASB Bahan Baku Batik classic Batik tulis klasik Beta BlackBerry Corporate Performance Current Ratio Daya Saing Debt to Equity Ratio Financial Ratios Generality Giriloyo Human Capital Insentif International markets Keuangan Kinerja Kompensasi laporan anggaran biaya Loyality Magnitude market shock Marketing and Admission Marketing mix Mergers & Acquisitions Mesin MNA model regresi Ordinary Least Square (OLS) pasar internasional pencatatan pengeluaran Personal Produktivitas Return on Asset Return saham RKA-APBD Satisfaction self efficacy Strength the external business environment the strength of competition Porter Wisman
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
128 147, 148, 151, 152, 153, 154, 155, 156, 157, 158 51, 52, 53, 56, 57, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65 87 87, 89, 91, 92, 93, 94, 95 1, 2, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, 13, 14 128, 129, 130, 132, 133, 134, 139, 142, 145, 146 97, 98, 101, 102, 105 1, 2, 3, 4, 6, 7, 11, 12, 13, 14 109, 111, 112, 113, 114, 120, 124, 126 1, 2, 4, 6, 7, 11, 14 97, 98, 99, 100, 101, 103 35, 36, 39, 44, 45, 46, 47, 49, 87, 89, 91, 92, 93, 94, 95 109, 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 122, 123, 124, 125, 126, 127 51, 52, 53, 54, 56, 57, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65 87 128, 129, 130 35, 36, 37, 38, 39, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50 51, 52, 53, 54, 56, 57, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65 128 67. 84 35, 36, 39, 44, 45, 46, 47, 48, 49 16 128, 129, 145 67, 68, 69, 70, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84 97, 98, 99, 100, 101, 106, 51, 52, 53, 54, 56, 57, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65 128, 129, 142, 144, 145 147, 152, 153, 158 147, 152, 153. 154 87, 88, 89, 91, 94, 95 128 128 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65 1, 2, 5, 6, 7, 11, 13, 14 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 10, 11, 12, 13, 14, 15 147 67, 82, 83, 84, 85, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 44, 45, 46, 48, 49, 50 35, 36, 40, 44, 45, 46, 47, 48, 49 16 16 109, 110, 111, 112, 113, 120, 124, 127
Belinda Yuniandri Standyarto, Nicodemus Simu KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DAN RISIKO SAHAM SSERTA DAMPAKNYA TERHADAP RETURN SAHAM
1
Purwanto, Anaconda Bangkara ANALISIS STRATEGI BERSAING PASAR KAGET UNTUK MEMENANGKAN PERSAINGAN
16
Iriani Ismail PERAN SELF EFFICACY DALAM MENINGKATKAN KINERJA KOPERASI INDONESIA
35
Tengku Putri Lindung Bulan ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS KARYAWAN PADA PT PKS SEUMANTOH KABUPATEN ACEH TAMIANG
51
Dyah Sawitri, Martaleni, Ayu Bulan Febry K. D. PENGARUH MARKETING MIS TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN DENGAN VARIABEL INTERVINING KEPUASAN PADA RUMAH SAKIT JIWA DR. RADJIMAN WEDIODININGRAT
67
Aftoni Sutanto STRATEGI MENINGKATKAN MUTU PRODUK UNTUK MEMASUKI PASAR INTERNASIONAL (STUDI PADA BATIK TULIS KLASIK KAMPUNG GIRILOYO, IMOGIRI, BANTUL)
87
Rosiwarna Anwar, Fenny Chintya Debby THE COMPARATIVE OF CORPARATE PERFORMANCE ANALYSIS BETWEEN PRE AND POST MERGERS & AQUISITIONS COMPANIES IN THE INDONESIA MANUFACTURING INDUSTRIES LISTED ON THE STOCK EXCHANGE IN 2007-2012
97
Joeliaty PERAN HUMAN CAPITAL PENGRAJIN SEPATU SEBAGAI DAYA SAING DALAM RANGKA MENINGKATKAN TURIS DI JAWA BARAT (KAJIAN PADA SENTRA CIBADUYUT JAWA BARAT)
109
Ivan Sebastian Tjandra, Rinabi Tanamal RANCANG BANGUN PENCATATAN PENGELUARAN BIAYA DAN PELAPORAN ANGGARAN BIAYA KARYAWAN MARKETING AND ADMISSION UNIVERSITAS CIPUTRA BERBASIS BLACKBERRY
128
Meilinda Trisilia ANALISIS STANDAR BELANJA UNTUK PENYUSUNAN RKA-APBD KEGIATAN PENYEDIAAN BAHAN BACAAN (STUDI PADA SKPD DI PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG TAHUN 2015)
147
@ Rp. 400.000 @ Rp. 1.000.000 @ Rp. 200.000
Fax: 031 502 6288 E-mail:
[email protected]
Fax: 031 502 6288 E-mail:
[email protected]