BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kajian Pustaka 1. Teori Motivasi Motif atau motivasi berasal dari kata latin 'moreve' yang berarti dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Menurut Notoatmodjo (2007) Motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan atau 'needs' atau 'want', kebutuhan adalah suatu potensi dalam diri manusia yang perlu ditanggapi atau direspon. Tanggapan terhadap kebutuhan tersebut dan hasilnya orang akan merasa puas. Apabila kebutuhan tersebut belum direspon atau dipenuhi, maka akan berpotensi untuk muncul kembali sampai terpenuhinya kebutuhan yang diinginkan. Victor H. Vroom (dalam Ndraha, 1999) mengemukakan bahwa motivasi adalah produk tiga faktor, pertama, valence (V), menunjukan seberapa kuat reward, misalnya jika hal yang keinginan seseorang untuk memperoleh suatu reward paling didambakan oleh seseorang pada suatu saat, promosi, maka itu berarti baginya promosi menduduki valensi tertinggi. Kedua, expectancy (E), menunjukan kemungkinan keberhasilan kerja (performance probability). Probabilitas itu bergerak dari 0 (nol, tiada harapan) ke 1 (satu, penuh harapan). Ketiga, Instrumentality (I), menunjukkan kemungkinan diterimanya reward jika pekerjaan berhasil.
14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
15
Sedangkan Mc Clelland dalam Sahlan (2002) mengungkapkan bahwa motif yang ada dalam diri manusia dipelajari dari lingkungan sosial. Dengan menitikberatkan pada pemuasan kebutuhan sekunder yang bersifat sosial, sehingga sering disebut juga “teori motivasi sosial”. Lebih lanjut Mc Clelland mengemukakan dalam Sahlan (2002) bahwa terdapat tiga macam motivasi yang mendorong perilaku manusia, yaitu: Need for Achievement a. Motivasi Berprestasi (Need Achievement) Adalah dorongan untuk mengerjakan sesuatu menjadi lebih baik atau lebih efisien dari pada sebelumnya (Sahlan, 2002). Kebutuhan untuk berprestasi merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecahan masalah. Kebutuhan untuk berprestasi adalah kebutuhan untuk melakukan sesuatu lebih baik dan selalu berkeinginan mencapai prestasi yang lebih baik. Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat seseorang dalam sesuatu. Karena itu kebutuhan akan berprestasi akan
mendorong
seseorang
untuk
mengembangkan
kreatifitas
dan
menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi asalkan ada kesempatan yang diberikan untuk itu. b. Motivasi Berafiliasi (Need for Affiliation) Adalah dorongan untuk membentuk, memelihara atau mempertahankan dan memperbaiki hubungan afeksi yang positif serta untuk disukai dan diterima orang lain. (Sahlan, 2002). Kebutuhan untuk berinteraksi sosial, yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain atau berada bersama orang lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang lain.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
16
Kebutuhan akan afiliasi menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat seseorang. Oleh karena setiap orang pada dasarnya menginginkan hal-hal sebagai berikut: 1) Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan tempat ia bersosialisasi (sense of belonging) 2) Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance) importance 3) Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement achievement) participation 4) Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation) ( for Power c. Motivasi Berkuasa (Need Power)) Menurut Mc Clelland (Sahlan, 2002), motivasi berkuasa merupakan kebutuhan untuk menguasai orang lain. Kebutuhan untuk berkuasa merupakan refleksi dari dorongan untuk mencapai otoritas dan untuk memiliki pengaruh terhadap orang lain. Dengan adanya kebutuhan akan kekuasaan, seseorang akan mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan. Persaingan dapat ditumbuhkan secara sehat dan dapat memotivasi seseorang agar dapat melakukan sesuatu lebih giat dan lebih baik. Berdasarkan teori yang telah dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu dorongan atau keinginan dalam diri manusia yang
menyebabkan
individu
melakukan
sesuatu
kebutuhannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
untuk
memenuhi
17
2. Sosialisasi Peraturan Perpajakan a. Pengertian Sosialisasi Hedi
Sasrawan
dalam
artikelnya
tentang
sosialisasi
(2013)
memaparkan sosialisasi menunjuk pada semua faktor dan proses yang membuat setiap manusia menjadi selaras dalam hidupnya di tengahtengah masyarakat. Seorang anak dikatakan telah melakukan sosialisasi dengan baik, apabila ia bukan hanya menampilkan kebutuhannya sendiri saja, tetapi juga memperhatikan kepentingan dan tuntutan orang lain. Menurut Saragih dalam Setiyoningrum, Tinangon dan Wokas (2014) Sosialisasi perpajakan adalah upaya yang dilakukan oleh Ditjen Pajak untuk memberikan sebuah pengetahuan kepada masyarakat dan khususnya wajib pajak agar mengetahui tentang segala hal mengenai perpajakan baik peraturan maupun tata cara perpajakan melalui metode-metode yang tepat. Susanto (2012) menyatakan bahwa upaya dalam meningkatkan kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak dilakukan dengan sosialisasi perpajakan dengan beragam bentuk atau cara sosialisasi. Namun, kegiatan sosialisasi harus dilakukan secara efektif dan dilakukan dengan mediamedia yang lain yang lebih diketahui masyarakat (Herryanto, 2009). Pengertian sosialisasi secara umum dapat diartikan sebagai proses belajar individu untuk mengenal dan menghayati norma-norma serta nilainilai sosial sehingga terjadi pembentukan sikap untuk berperilaku sesuai dengan tuntutan atau perilaku masyarakatnya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
Proses pembelajaran berlangsung secara bertahap, perlahan tapi pasti dan berkesinambungan. Pada awalnya, proses itu berlangsung dalam lingkungan keluarga, kemudian berlanjut pada lingkungan sekitarnya, yaitu lingkungan tetangga, kampung, kota, hingga lingkungan negara dan dunia.
Di
samping
itu,
individu
mengalami
proses
enkulturasi
(pembudayaan), yaitu individu mempelajari dan menyesuaikan alam pikiran dan sikapnya dengan adat istiadat, sistem norma, dan peraturan yang berlaku dalam kebudayaan masyarakatnya. Manusia lahir ke dunia sebagai bayi yang penuh dengan segala macam kebutuhan fisik. Kemudian ia menjadi seorang manusia dengan seperangkat nilai dan sikap, kesukaan dan ketidaksukaan, tujuan serta maksud, pola reaksi dan konsep yang mendalam, serta konsisten dengan dirinya. Setiap orang memperoleh semua itu melalui suatu proses belajar yang kita sebut sebagai sosialisasi,
yakni proses belajar yang
mengubahnya menjadi seorang pribadi yang manusiawi. Sosialisasi adalah suatu proses di mana seseorang menghayati (internalize) norma-norma kelompok di mana ia hidup sehingga timbullah ‘diri’ yang unik. Definisi sosialisasi ialah proses mempelajari kebiasaan dan tata kelakuan untuk menjadi suatu bagian dari suatu masyarakat, sebagian adalah proses mempelajari peran. Masih dalam Hedi Sasrawan (2013) memaparkan pengertian sosialisasi menurut para ahli sebagai berikut: 1) Soerjono Soekanto
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Sosialisasi adalah proses sosial tempat seorang individu mendapatkan pembentukan sikap untuk berperilaku yang sesuai dengan perilaku orang-orang di sekitarnya. 2) Peter L. Berger Sosialisasi ialah proses pada seorang anak yang sedang belajar menjadi anggota masyarakat. Adapun yang dipelajarinya ialah peranan pola hidup dalam masyarakat yang sesuai dengan nilai dan norma-norma maupun kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. 3) Koentjaraningrat Sosialisasi adalah seluruh proses di mana seorang individu sejak masa kanak-kanak sampai dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan diri dengan individu-individu lain yang hidup dalam masyarakat sekitarnya. 4) Kamus Besar Bahasa Indonesia Sosialisasi artinya suatu proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat di lingkungannya. 5) Prof. Dr. Nasution, S.H. Sosialisasi adalah proses membimbing individu ke dalam dunia sosial (sebagai warga masyarakat yang dewasa). Berdasarkan pengertian sosialisasi yang dikemukakan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut: 1) Sosialisasi ditempuh seorang individu melalui proses belajar untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
memahami, menghayati, menyesuaikan, dan melaksanakan suatu tindakan sosial yang sesuai dengan pola perilaku masyarakatnya. 2) Sosialisasi
ditempuh
seorang
individu
secara
bertahap
dan
berkesinambungan, sejak ia dilahirkan hingga akhir hayatnya. 3) Sosialisasi erat sekali kaitannya dengan enkulturasi atau proses pembudayaan, yaitu suatu proses belajar seorang individu untuk belajar mengenal, menghayati, dan menyesuaikan alam pikiran serta sikapnya terhadap sistem adat dan norma, serta semua peraturan dan pendirian yang hidup dalam lingkungan kebudayaan masyarakatnya. b. Sosialisasi Peraturan Pajak Pembentukan Tim Sosialisasi Perpajakan yang tertuang dalam keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP 114/PJ/2005, hal ini berkaitan dengan kegiatan penyuluhan pajak memiliki andil besar dalam menyukseskan sosialisasi pajak keseluruhan wajib pajak. Sosialisasi perpajakan merupakan suatu upaya dari DJP untuk memberikan pengertian informasi dan pembinaan kepada masyarakat pada umumnya dan wajib pajak pada khususnya mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan perpajakan dan perundangan-undangan perpajakan. Bentuk sosialisasi perpajakan yang telah dilakukan oleh DJP berkaitan dengan kegiatan penyuluhan tersebut antara lain dengan mengadakan seminar-seminar ke berbagai profesi dan pelatihan baik untuk pemerintah maupun swasta, memasang spanduk yang bertemakan pajak, memasang iklan layanan masyarakat di berbagai stasiun televisi,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
mengadakan acara Tax Goes to Campus yang diisi dengan berbagai acara menarik mulai debat pajak sampai dengan seminar pajak. Berbagai program sosialisasi tersebut ditunjang dengan fasilitas yang baik pula dimana harapannya masyarakat agar merasa mudah, cepat dan benar dalam melaksanakan kewajiban perpajakankannya. Sarana-sarana penunjang tersebut antara lain adanya website pajak yaitu www.pajak.go.id yang didalamnya tersedia berbagai macam fasilitas perpajakan online seperti e-register, e-filling, e-faktur, e-spt dan peraturan-peraturan perpajakan yang terupdate salah satunya Peraturan Direktur Direktur Jenderal Pajak No. PER-24/PJ/2015 tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2015 tentang Tata Cara Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah (PPnBM) yang ditetapkan pada tanggal 12 Juni 2015, dan fasilitas lainnya. 3. Teori Pembelajaran Sosial Teori pembelajaran sosial menyatakan bahwa seseorang dapat belajar melalui pengamatan dan pengalaman langsung (Bandura, 1977 dalam Robbins, 1996). Bandura (1977) dalam Robbins (1996) menjelaskan proses pembelajaran yang penting, yaitu: 1) Pembelajaran Observasional (observational learning) Adalah pembelajaran yang meliputi perolehan keterampilan, strategi, dan keyakinan dengan cara mengamati orang lain. Dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
observational learning terdapat empat tahap belajar dari proses pengamatan atau modeling. Proses yang terjadi dalam observational learning tersebut antara lain: a. Proses perhatian (attentional) Proses perhatian yaitu orang hanya akan belajar dari seseorang atau model, jika mereka telah mengenal dan menaruh perhatian pada orang atau model tersebut. Contoh seseorang yang tidak patuh pajak akan belajar mematuhi perpajakan jika pegawai pajak telah melakukan pengelolaan perpajakan sebagaimana mestinya. b. Proses penahanan (retention) Proses penahanan adalah proses mengingat tindakan suatu model setelah model tidak lagi tersedia. Contoh seseorang mematuhi perpajakan dengan cara mengingat bahwa fasilitas negara yang didapat adalah hasil pengelolaan pajak yang baik. c. Proses reproduksi motorik Proses
reproduksi
motorik
adalah
proses
mengubah
pengamatan menjadi perbuatan. Contoh seseorang akan patuh terhadap pajak jika masyarakat di sekitarnya telah sadar serta memenuhi kewajiban perpajakannya. d. Proses penguatan (reinforcement) Proses penguatan adalah proses yang mana individu-individu disediakan rangsangan positif supaya berperilaku sesuai dengan model. Contoh dengan penyuluhan dan pelayanan pajak yang baik,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
diharapkan
mampu
merangsang
individu-individu
untuk
berperilaku terhadap perpajakan. 2) Pembelajaran dengan pengaturan diri (self-regulatory learning) terdiri atas pembangkitan diri dan pemantauan diri atas pikiran, perasaan, dan perilaku dengan tujuan untuk mencapai suatu sasaran. Teori pembelajaran sosial ini relevan untuk menjelaskan persepsi wajib pajak terhadap reformasi pajak. Teori pembelajaran sosial ini menjabarkan bahwa terdapat sebuah hubungan yang saling berkesinambungan antara perilaku, aspek kognitif dan pengaruh lingkungannya. Sehingga menurut teori pembelajaran sosial ini, seseorang akan mengamati perilaku, kognitif dari lingkungannya
sehingga
menjadikannya
sebagai
sebuah
kegiatan
pembelajaran yang efektif. 4. Teori Literatur a. Pengertian dan Fungsi Pajak 1. Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Rochmat Soemitro adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. (Mardiasmo, 2011:1) Sedangkan pengertian pajak menurut Djajaningrat yang dikutip oleh Mardiasmo (2009) : Pajak adalah kewajiban untuk menyerahkan sebagian dari kekayaan kepada negara disebabkan oleh suatu kekayaan, kejadian
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa balik dari negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan umum. 2. Fungsi Pajak Pajak memiliki dua fungsi, yaitu fungsi budgetair dan fungsi mengatur (regulerend). Fungsi budgetair artinya pajak sebagai sumber dana dari pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. Sedangkan fungsi regulerend artinya pajak sebagai alat pemerintah untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. (Mardiasmo, 2011: 1-2) Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Soemitro Djojohadikusumo yang dikutip oleh Wirawan B Ilyas (2007), Fiscal Policy sebagai suatu alat pembangunan yang harus mempunyai satu tujuan yang bersamaan secara langsung menemukan dana-dana yang akan digunakan untuk public invesment dan secara tidak langsung digunakan untuk menyalurkan private saving ke arah sektor-sektor yang produktif, maupun digunakan untuk mencegah pengeluaran-pengeluaran yang menghambat pembangunan. b. PPN dan PPnBM 1. Pengertian PPN dan PPnBM Mengacu
kepada
pendapat
Djoko
Muljono
(2008:4)
Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung, yang dikenakan atas transaksi penyerahan Barang Kena Pajak maupun pemanfaatan Jasa Kena Pajak. Pada dasarnya pengenaan Pajak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
Pertambahan Nilai akan dibebankan kepada konsumen akhir. Pajak Pertambahan Nilai dapat dikenakan berkali-kali. Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan Barang Kena Pajak pada setiap transaksi tersebut dikenakan atas nilai tambah dari Dasar Pengenaan Pajak setiap transaksi. Menurut Mardiasmo (2011: 273) Pajak Pertambahan Nilai merupakan Pajak tidak langsung; Pajak atas konsumsi dalam negeri. PPN merupakan jenis pajak tidak langsung untuk disetor oleh pihak lain (pedagang) yang bukan merupakan penanggung pajak (konsumen akhir). Prinsip dasarnya adalah suatu pajak yang harus dikenakan pada setiap proses produksi dan distribusi akan tetapi jumlah pajak yang terutang dibebankan kepada konsumen akhir yang memakai produk tersebut. (www.online-pajak.com) Mardiasmo. (2011:284) mengemukakan PPnBM merupakan pungutan tambahan disamping PPN. PPN hanya dikenakan 1 (satu) kali pada waktu penyerahan BKP
yang
tergolong mewah
oleh pengusaha
yang
menghasilkan atau pada waktu impor BKP yang tergolong mewah. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) disamping dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2000 Pasal 5 dikenakan juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Menurut Undang-undang PPN No. 18 Tahun 2000 Pasal 5 ayat 1, Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dikenakan atas :
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
a. Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; b. impor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah. Pertimbangan pengenaan PPnBM ini, sebagaimana dinyatakan dalam penjelasannya adalah: 1. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi; 2. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah; 3. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional; dan 4. perlu untuk mengamankan penerimaan negara. Menurut Wahyudi (2007) Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) adalah pajak yang dikenakan atas penjualan Barang Kena Pajak oleh pabrikan (pengusaha yang menghasilkan) dan pada saat impor Barang Kena Pajak Mewah. Dalam pasal 5, pasal 8 dan pasal 10 UU No. 42 tahun 2009 secara garis besar mengatur mekanisme PPnBM dari hal itu dapat disimpulkan bahwa PPnBM memiliki karakteristik sebagai berikut : 1) PPnBM merupakan pungutan tambahan di samping PPN 2) PPnBM hanya dikenakan satu kali (yaitu pada saat impor atau pada saat penyerahan BKP mewah oleh PKP pabrikan. 3) PPnBM tidak dapat dikreditkan, sehingga diperlakukan sebagai biaya. 4) Dalam hal BKP mewah diekspor, PPnBM yang dibayar pada saat perolehannya dapat diminta kembali/direstitusi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
Batasan suatu barang termasuk BKP yang tergolong mewah adalah : a. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok; b. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu; c. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; dan/atau d. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukkan status. 2. Subjek PPN dan PPnBM a. Subjek Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Subjek Pajak menurut Siti Resmi (2008:5) yaitu: 1) Pengusaha Kena Pajak (PKP) yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM tidak termasuk Pengusaha Kecil. Pengusaha dikatakan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah predaran
bruto
dan/atau
penerimaan
bruto
melebihi
Rp
600.000.000 dalam satu tahun. 2) Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dengan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp 600.000.000 dalam satu tahun. Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
PKP, selanjutnya wajib melaksanakan kewajiban sebagaimana halnya PKP. 3) Orang Pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean. 4) Orang pribadi atau badan yang melakukan pembangunan rumahnya sendiri dengan persyaratan tertentu, yaitu: a) Luas bangunan lebih atau sama dengan 200 meter persegi, b) Bangunan diperuntukan untuk tempat tinggal atau tempat usaha, c) Bangunan bersifat permanen, d) Tidak dibangun dalam lingkungan real estate, e) Pembangunan dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaan oleh orang pribadi yang hasilnya digunakan sendiri atau oleh pihak lain. 5) Pemungut Pajak yang ditunjuk oleh Pemerintah pemerintah yaitu terdiri atas Kantor Perbendaharaan Negara, Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah, termasuk Bendahara Proyek. b. Subjek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Berdasarkan UU No. 42 Tahun 2009 pasal 5, Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP yang menghasilkan BKP yang
tergolong
mewah
dalam
lingkungan
perusahaan
atau
pekerjaannya dan pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
3. Objek PPN dan PPnBM Berdasarkan Undang-undang No.42 Tahun 2009 Pasal 4 ayat (1) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dikenakan atas: a. Penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; b. Impor Barang Kena Pajak; c. Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha; d. Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; e. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; f. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; g. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan h. Ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak. Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur Undang-undang No. 18 Tahun 2000 tercantum dalam pasal 5 yaitu sebagai berikut: 1) Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap: a) Penyerahan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dilakukan Oleh Pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah tersebut didalam Daerah Pabean dalam Kegiatan usaha atau pekerjaannya.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
b) Impor Barang kena Pajak Yang Tergolong Mewah. 2) Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya satu kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada Perhitungan Dasar waktu impor. 4. Tarif dan Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak Mengacu kepada pengenaan tarif Pajak Pertambahan Nilai yang berlaku saat ini menurut Waluyo (2009:13) adalah 10%. Sedangkan tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak adalah 0% (nol persen). Pengenaan tarif 0% bukan berarti pembebasan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, tetapi Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat dikreditkan. Mengenai tarif minimal dan maksimal menurut Djoko Muljono (2008:50) adalah sebagai berikut: “Tarif Pajak Pertambahan Nilai dapat diubah minimal 5% dan maksimal sebesar 15, tergantung kebutuhan dana dari Pemerintah. Perubahan tarif ini diajukan pemerintah DPR bersamaan penyusunan RAPBN”. Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tercantum dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2000 Pasal 8 adalah sebagai berikut : a) Adalah Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah paling rendah 10% (sepuluh persen). b) Atas ekspor Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
31
c) Dengan Peraturan pemerintah ditetapkan kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri keuangan. d) Jenis Barang yang dikenakan Pajak Penjualan atas Barang mewah atas Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Menurut Mardiasmo (2011:285) Untuk menghitung besarnya pajak (PPN dan PPnBM) yang terutang perlu adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Yang menjadi DPP adalah: (1) Harga jual, (2) Penggantian, (3) Nilai impor, (4) Nilai Ekspor (5) Nilai lain yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. c. Persepsi Menurut Stanton (2001), “persepsi dapat didefinisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa lalu, stimuli (rangsangan-rangsangan) yang kita terima melalui lima indra. Menurut Hawkins dan Coney (2005), “persepsi adalah proses bagaimana stimuli itu diseleksi, diorganisasi, dan diinterpretasikan.” (Etta Mamang Sangadji dan Sopiah, 2013:64) Persepsi merupakan proses awal dari interaksi manusia dengan lingkungan sekitarnya. Melalui persepsi manusia menerima informasi dari dunia luar untuk kemudian dimasukkan dan diolah dalam sistem
http://digilib.mercubuana.ac.id/
32
pengolahan informasi dalam otak. Pada hakikatnya, persepsi adalah proses yang dialami seseorang dalam memahami informasi tentang lingkungan baik melalui penglihatan, pendengaran, penerimaan dan penghayatan perasaan. Secara umum persepsi diartikan sebagai proses pemberian arti terhadap rangsangan yang datang dari luar. Menurut Gibson et al (1997:144), persepsi berperan dalam penerimaan rangsangan, mengaturnya dan menterjemahkan atau menginterpretasikan rangsangan yang sudah teratur itu untuk mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap dengan kata lain perilaku seseorang akan dipengaruhi oleh persepsi orang tersebut. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa apa yang dipersepsikan oleh seseorang dengan orang lain dapat berbeda dalam pemaknaannya. Individu menangkap informasi (realitas) yang ada disekitar dengan menggunakan inderanya, kemudian dengan persepsinya diolah dan diberi arti. Berdasarkan itulah maka individu tersebut bersikap terhadap suatu hal. Apapun yang ada di lingkungan sekitar dan ditangkap oleh indera tidak diartikan sama dengan realitasnya. Pengertian tersebut tergantung pada orang yang mempersepsikan, objek yang dipersepsikan, serta sekelilingnya. Menurut Robbins (2001) dalam Miladi (2010), persepsi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
http://digilib.mercubuana.ac.id/
33
1) Kepribadian, semua corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. 2) Motif, merupakan faktor internal yang dapat merangsang perhatian, adanya motif menyebabkan munculnya keinginan individu melakukan sesuatu dan juga sebaliknya. 3) Kepentingan, hal yang paling utama yang ingin diperoleh atau yang ingin didapatkan yang dapat berguna bagi individu. 4) Pengalaman masa lalu, suatu rangsangan yang muncul atau terjadi secara berulang-ulang akan menarik perhatian sebelum titik jenuh. 5) Harapan, yang akan menentukan pesan mana yang akan dipilih tersebut akan ditata dan diinterpretasikan. Persepsi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah persepsi objek dimana stimulus yang akan dipersepsikan adalah pajak, dengan hal ini yang ingin diketahui adalah penilaian wajib pajak orang pribadi pada sektor properti terhadap reformasi PPN dan PPnBM tahun 2015. d. Reformasi Pajak Reformasi menurut Emil Salim dan Din Syamsuddin (1998) dalam Rara (2015) perubahan dengan melihat keperluan masa depan, yang kembali dalam bentuk asal. Menurut Banathy (1991) dalam Rara (2015) menyampaikan dalam buku menyemai benih teknologi pendidikan, reformasi dikatakan sebagai usaha “doing more of the same”. Usaha ini kemudian ditingkatkan dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
34
“doing more of the same but doing it better”, yang merupakan usaha peningkatan efesiensi. Sedangkan menurut Khan dalam Rara (2015) reformasi adalah suatu perubahan pokok dalam suatu sistem birokrasi yang bertujuan mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang telah lama. Reformasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek perpajakan. Reformasi pajak dilakukan agar sistem perpajakan dapat lebih efektif dan efisien, sejalan dengan perkembangan globalisasi yang menuntut daya saing tinggi dengan negara lain. Tentu saja dengan memperhatikan prinsip-prinsip perpajakan yang sehat seperti persamaan (equality), kesederhanaan (simplicity), ), dan keadilan ((fairness (fairness), sehingga tidak hanya berdampak terhadap peningkatan kapasitas fiskal, melainkan juga terhadap perkembangan kondisi ekonomi makro. Adapun langkah-langkah reformasi perpajakan tersebut antara lain meliputi ; Langkah-langkah pembaruan kebijakan (tax policy reform), reform melalui Perubahan UU PPh, Perubahan UU PPN dan PPnBM, Perubahan UU PBB, Perubahan UU Bea Materai, serta UU Kepabeanan dan UU cukai. Pada intinya Paket Amandemen Undang-Undang Perpajakan ini lebih dititik-beratkan pada pemberian rasa keadilan dan kepastian hukum di bidang perpajakan, yang bertujuan untuk mendorong investasi, serta mengoptimalkan penerimaan perpajakan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
35
Langkah-langkah
pembaruan
administrasi
perpajakan
(tax
administrative reform), meliputi: 1) Penyempurnaan peraturan pelaksanaan undang-undang perpajakan, 2) Pembentukan dan perluasan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) khusus Wajib Pajak (WP) Besar (Large Taxpayer Office, LTO), diantaranya meliputi pembentukan organisasi berdasarkan fungsi, pengembangan sistem administrasi perpajakan yang terintegrasi dengan pendekatan fungsi, dan implementasi dari prinsip-prinsip Good Corporate Governance, 3) Pembangunan KPP khusus WP menengah, dan KPP khusus WP kecil di Kanwil VI Direktorat Jenderal Pajak, 4) Pengembangan basis data, 5) Pembayaran pajak dan penyampaian SPT secara online 6) Perbaikan manajemen pemeriksaan pajak; serta peningkatan efektivitas penerapan kode etik di jajaran Direktorat Jenderal Pajak dan Komisi Ombudsman Nasional. Reformasi perpajakan pertama, tahun 1983, dengan diundangkannya : a) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP); b) 7 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh 1984);
http://digilib.mercubuana.ac.id/
36
c) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN 1984); d) Undang-undang No. 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi (UU PBB) dan Bangunan; dan e) Undang-undang No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (UU BM). Reformasi undang-undang perpajakan tersebut benar-benar mengganti perpajakan warisan Belanda seperti Pajak Perseroan 1944. Adapun perubahan yang telah dilakukan adalah : a) UU KUP telah diubah dengan UU No. 9 Tahun 1994 (perubahan pertama), UU No. 16 Tahun 2000 (perubahan kedua) dan UU No. 28 Tahun 2007 (perubahan ketiga). b) UU PPh 1984 telah diubah dengan UU No. 7 Tahun 1991 (perubahan pertama), UU No. 10 Tahun 1994 (perubahan kedua), UU No. 17 Tahun 2000 (perubahan ketiga) dan UU No. 36 Tahun 2008 (perubahan keempat). c) UU PPN dan PPnBM 1984 telah diubah dengan UU No. 11 tahun 1994 (perubahan pertama), UU No. 18 tahun 2000 (perubahan kedua) dan UU No. 42 TAhun 2009 (perubahan ketiga). d) UU PBB telah diubah dengan UU No. 12 tahun 1994 (perubahan pertama), UU No. 20 tahun 2000 (perubahan kedua) dan Undangundang Nomor 28 tahun 2009 (perubahan ketiga).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
37
e. Pengertian Wajib Pajak Orang Pribadi Berdasarkan Undang-undang No. 28 tahun 2007 Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi membayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Wajib pajak pribadi adalah setiap orang pribadi yang memiliki penghasilan di atas pendapatan tidak kena pajak. Di Indonesia, setiap orang wajib mendaftarkan diri dan mempunyai nomor pokok wajib pajak (NPWP), kecuali ditentukan dalam undang-undang. (www.wikipedia.com (www.wikipedia.com) 1) Pengertian Pola Konsumsi Konsumsi dari bahasa Belanda consumptie adalah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung. Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk tersebut untuk dijual kembali, maka dia disebut pengecer atau distributor. Pada masa sekarang ini bukan suatu rahasia lagi bahwa sebenarnya konsumen adalah raja sebenarnya, oleh karena itu produsen yang memiliki prinsip holistic marketing sudah seharusnya memperhatikan semua yang menjadi hak-hak konsumen, kecenderungan mengkonsumsi disebut pola konsumsi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
38
Menurut Hoang yang dikutip oleh Aminah (2005) pola konsumsi adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orangdan mempunyai ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Menurut Dumairy (1996:114) menyatakan bahwa konsumsi adalah bagian dari pendapatan yang dibelanjakan. Menurut Samuelson dan Nordhaus (1995:123) mendefinisikan konsumsi rumah tangga adalah pengeluaran untuk pembelian barangbarang dan jasa akhir guna mendapatkan kepuasan ataupun memenuhi kebutuhannya.
Menurut
Dumairy
(1996:117)
menyatakan
bahwa:
Pengeluaran untuk makanan terdiri atas padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayur-mayur, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, bahan minuman, bumbuan, bahan pangan, makanan jadi, minuman beralkohol, tembakau dan sirih. Sedangkan pengeluaran bukan makanan tediri atas perumahan dan bahan baker, aneka barang dan jasa (bahan perawatan badan, bacaan, komunikasi, kendaraan bermotor, transportasi, pembantu, dan sopir), biaya kesehatan, pakaian, alas kaki, tutup kepala, barang tahan lama, pajak dan premi asuransi, keperluan pesta dan upacara. Pola konsumsi menurut Samuelson (Makro ekonomi, 2002) Dalam kehidupan sehari-hari tidak pernah ada dua keluarga yang menggunakan uang mereka dengan cara yang tepat sama. Pola konsumsi dapat dikenali berdasarkan alokasi penggunaannya. Untuk keperluan analisis, secara garis
http://digilib.mercubuana.ac.id/
39
besar alokasi pengeluaran konsumsi masyarakat digolongkan dalam dua kelompok penggunaan, yaitu pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran untuk non- makanan. Perbandingan besar pengeluaran perkapita penduduk perkotaan terhadap penduduk pedesaan cenderung konstan tahun demi tahun . Pengeluaran rata-rata orang kota selalu dua kali lipat pengeluaran orang desa. Perbandingan pola
pengeluarannya juga demikan. Alokasi
pengeluaran untuk makanan di kalangan orang desa lebih besar dibandingkan orang kota. 2) Kelompok Pola Konsumsi Dalam membedakan pola konsumsi secara umum, kita pisahkan konsumen dalam tiga kategori besar. Pemisahan ini sudah cukup mampu menjadi gambaran bagi anda untuk mengkonsep layanan anda sehingga laku dipasaran. a) Konsumen Menengah Kebawah Pola konsumsi kategori ini sesuai dengan kapasitas ekonomi kalangan ini yang terbatas. Mereka cenderung mencari produk dengan harga rendah, tentu dengan kesadaran penuh kalau mereka tidak bisa menuntut produk terbaik dengan harga tersebut. Selain itu kebutuhan mereka lebih terbatas hanya pada hal hal seputar dengan kebutuhan sehari hari. Untuk target ini, anda bisa mengupayakan penghematan biaya produksi seefisien mungkin, demi bisa memberikan harga yang tetap
http://digilib.mercubuana.ac.id/
40
miring namun anda dapat meraih keuntungan yang cukup. Namun upayakan anda tetap mampu memberikan kualitas yang baik, terlebih jika anda mampu memberi produk yang seakan akan berharga mahal. b) Konsumen Menengah keatas Pola konsumsi kelompok ini jauh lebih leluasa dari kelompok sebelumnya. Kelompok ini memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik, sehingga standar kebutuhan mereka juga lebih kompleks. Pada kalangan ini mereka mulai mencari layanan tambahan seperti hiburan, investasi dan lain-lain. Pola konsumsi kategori ini juga lebih siap dengan harga yang lebih tinggi, tentu dengan produk yang diharapkan lebih baik.Namun mereka sangat vokal dengan produk yang mengecewakan. Karenanya anda harus peka dengan kebutuhan mereka dan layanan yang anda berikan. c) Konsumen Luxury Kelompok ini memiliki kekuatan finansial yang sangat baik, sehingga pola konsumsi mereka sangat khusus. Mereka sanggup membeli dengan harga sangat tinggi, namun mereka menuntut untuk mendapat layanan terbaik. Terkadang mereka mendapat layanan VIP karena daya beli mereka, seperti meja khusus, ruang khusus atau bahkan acara khusus. Untuk melayani mereka, anda harus memahami bahwa anda harus mengeluarkan semua upaya untuk memperoleh produk dengan kualitas
http://digilib.mercubuana.ac.id/
41
terbaik, sekali mereka kecewa mereka akan mengajak relasi mereka untuk meninggalkan anda. Begitulah pola konsumsi mereka. 3) Perilaku Konsumen Menurut Engel et al (2006) dalam Sangadji dan Sopiah (2013:7), perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam pemrolehan, pengonsumsian dan penghabisan produk/jasa, termasuk proses yang mendahului dan menyusul tindakan ini. a) Perilaku konsumen rasional, Perilaku konsumen yang didasari oleh proses rasional dalam mengkonsumsi suatu produk. Suatu pembelian dikatakan rasional apabila: 1. Produk tersebut mampu memberikan kegunaan optimal bagi konsumen 2. Mutu produk terjamin 3. Produk tersebut benar-benar dibutuhkan oleh konsumen 4. Harga terjangkau dan sesuai dengan kemampuan konsumen b) Prilaku konsumen tidak rasional Sebuah tindakan dalam berbelanja dikatakan tidak irasional bila seorang
konsumen
memutuskan
untuk
membeli
pertimbangan yang baik. 1. Membeli karena tertarik iklan 2. Membeli hanya karena merknya yang terkenal 3. Membeli karena memperoleh bonus atau diskon
http://digilib.mercubuana.ac.id/
barang
tanpa
42
4. Konsumsi hanya untuk pamer atau gengsi, bukan karena kebutuhan sang konsumen c) Rasional atau tidaknya si konsumen dalam melakukan konsumsi sangat dipengaruhi oleh: 1. Pendidikan 2. Kedewasaan 3. Kematangan emosional Menurut J. M Keynes, tingkat konsumsi seseorang atau rumah tangga ditentukan oleh pendapatannya. Ada faktor lain yang mempengaruhi konsumsi, yaitu: a) Faktor Objektif, yaitu faktor yang secara umum diakui sebagai faktor yang mempengaruhi konsumsi. Faktor objektif dibagi menjadi 3 yaitu: 1. Harga Keynes mengatakan bahwa perubahan harga yang cukup besar akan menyebabkan perubahan daya beli masyarakat yang besar pula. Artinya, naik turunnya tingkat harga umum yang cukup besar akan mengubah pendapatan rill dan nilai rill uang yang cukup besar pula. 2. Kebijakan Fiskal Salah satu instrument kebijakan fiskal, yaitu pajak sangat mempengaruhi besarnya pendapatan yang digunakan untuk konsumsi. Semakin besar tarif pajak yang berlaku terhadap barang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
43
dan jasa, semakin tinggi harga tersebut. Artinya, pendapatan rill masyarakat menurun sehingga konsumsi mereka pun menurun. 3. Suku Bunga Faktor yang menarik sesorang untuk menabung atau investasi adalah suku bunga. Semakin besar suku bunga tabungan, semakin besar pula imbalan jasa yang diberikan oleh bank. Jadi, besar kecilnya suku bunga akan mempengaruhi keputusan konsumsi seseorang. b) Faktor Subjektif, yaitu faktor yang berasal dari kondisi yang dialami oleh setiap orang. Faktor subjektif tidak selalu mempunyai pengaruh yang sama pada setiap orang. Faktor subjektif dibagi menjadi 2 yaitu: 1. Sikap hati-hati Seorang
konsumen
berusaha
untuk
lebih
hati-hati
dalam
membelanjakan uangnya dengan cara mengurangi konsumsi dengan menyisihkan sebagian pendapatnnya untuk menghadapi kesulitan di masa yang akan datang. 2. Kekayaan (wariasan) yang dimiliki Menurut Keynes, seseorang yang mempunyai kekayaan dari warisan atau tabungan akan menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk konsumsi. Sebaliknya, seseorang yang tidak memiliki kekayaan dari warisan atau tabungan akan lebih memilih untuk menyisihkan pendapatannya ke dalam tabungan. Dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/
44
tujuan memperoleh kekayaan yang lebih besar atau untuk persiapan di masa mendatang. Pengertian dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi merupakan kegiatan manusia dalam penggunaan barang dan jasa untuk mengurangi atau menghabiskan daya guna atau manfaat suatu barang dan jasa dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Banyak hal yang mempengaruhi seseorang berubah dalam pola konsumsinya baik itu secara internal maupun eksternal. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi seperti pendapatan, pendidikan, kebiasaan, harga barang, mode, dan sebagainya. 4. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan sosialisasi peraturan pajak, persepsi wajib pajak orang pribadi dan reformasi pajak dapat kita lihat di antaranya dilakukan oleh beberapa peneliti di bawah ini: Setiyoningrum, Tinangon dan Wokas (2013) – (Analisis Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Kualitas Pelayanan Fiskus dan Sanski Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Manado) Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan atau korelasi antara pengaruh sosialisasi perpajakan, kualitas pelayanan fiskus dan sanski perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado secara parsial. Apakah terdapat hubungan positif antara pengaruh sosialisasi perpajakan, kualitas pelayanan fiskus dan sanksi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
45
perpajakan dengan kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Manado. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah Wajib Pajak orang pribadi efektif yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Manado. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah wawancara yaitu dengan teknik kuesioner dimana pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk di jawab. Analisis data menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil pengujian hipotesis secara parsial menunjukkan bahwa terdapat pengaruh antara sosialisasi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Hasil hipotesis secara simultan, dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara sosialisasi perpajakan, kualitas pelayanan fiskus dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Putri dan Pratomo (2014) – Fakultas Ekonomi Universitas Telkom (Pengaruh Sosialisasi Perpajakan dan Help Desk terhadap Kepatuhan Wajib Pajak : Studi pada KPP Pratama Cianjur) Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan atau korelasi antara pengaruh sosialisasi perpajakan dan help desk dengan kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cianjur secara parsial. Apakah terdapat hubungan positif antara pengaruh sosialisasi perpajakan dan help desk dengan kepatuhan Wajib Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cianjur.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
46
Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah Wajib Pajak terdaftar di
Kantor Pelayanan Pajak
yang
Pratama Cianjur. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif yaitu data yang diukur dalam suatu skala numeric (angka). Analisis data menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil pengujian penelitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan positif antara pengaruh sosialisasi perpajakan dan help desk dengan kepatuhan Wajib Pajak secara simultan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cianjur. Danang Rosadi (2012) – Fakultas Ekonomi Universitas Pasundan Bandung (Pengaruh Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap pelaksanaan Self Assesment System: Studi pada KPP Cibeunying Bandung) Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui Untuk mengetahui besarnya pengaruh antara persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap pelaksanaan self assessment system yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama. Sampel ya yang digunakan dalam penelitian adalah wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di KPP Cibeunying Bandung. Alat analisis yang digunakan adalah uji regresi sederhana. Hasil pengujian penelitian ini menunjukkan bahwa Persepsi wajib pajak orang pribadi berpengaruh signifikan terhadap pelaksanaan Self Assessment System pada wajib pajak orang pribadi di KPP Cibeunying Bandung. Besarnya pengaruh persepsi terhadap pelaksanaan Self Assessment System adalah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
47
sebesar 56,4% dan sisanya sebesar 43,6% dipengaruhi oleh faktor lain diluar persepsi wajib pajak. Lya Martha Sari (2013) – Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Surabaya (Analisis Dampak Reformasi Pajak 2009 Terhadap Kinerja Pajak di Indonesia : Khusus PPN dan PPnBM) Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui penerimaan pajak setelah adanya reformasi pajak
pada Undang-Undang PPN & PPnBM. Apakah
penerimaan tersebut sudah mencapai hasil yang optimal serta mengetahui strategi Ditjen Pajak guna memaksimalkan penerimaan pajak negara. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah Laporan Penerimaan Pajak Dalam Negeri di Indonesia selama tahun 2007-2011. Alat analisis yang digunakan adalah uji regresi berganda. Hasil pengujian penelitian ini menunjukkan bahwa penerimaan negara dari jenis pajak tersebut belum mencapai target realisasi. Hal ini dikarenakan adanya restitusi pajak yang diakibatkan adanya peraturan perundang-undangan perpajakan yang memperbolehkan wajib pajak untuk dapat menunda kewajiban pembayaran pajaknya pada saat mengajukan keberatan dan banding. Oleh karena itu, sistem perpajakan di negara kita masih harus dibenahi untuk mencapai target penerimaan negara untuk tahun selanjutnya, selain itu Ditjen pajak masih harus memperbaiki sistem administrasi perpajakan yang telah dijalankan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
48
Feny Fega Stela Sorongan (2015) – Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi Manado (Analisis Efektivitas Pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Manado) Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana efektivitas pemungutan PPnBM terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Manado. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah data laporan realisasi penerimaan pajak di KPP Pratama Manado dalam 4 (empat) tahun terakhir, yaitu tahun 2011-2014. Alat analisis yang digunakan adalah uji regresi berganda. Hasil pengujian penelitian ini menunjukkan bahwa Target Penerimaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dalam kurun waktu empat tahun dari tahun 2011-2014 terus mengalami penigkatan kecuali pada tahun 2012. Namun, dari target yang diberikan KPP Pratama Manado sudah terealisasikan secara efektif. Yuli Chomsatu dan Eny Kustiyah (2014) – Fakultas Ekonomi Universitas Islam Batik (Kemauan WPOP dalam memenuhi kewajiban membayar pajak dan faktor-faktor yang mempengaruhinya) Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara kesadaran membayar pajak, pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan, persepsi yang baik atas efektiitas sistem perpajakan, serta pelayanan iskus terhadap kemauan membayar pajak. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar dan melakukan pembayaran serta pelaporan pajak di
http://digilib.mercubuana.ac.id/
49
KPP Pratama Boyolali dan tergolong sebagai wajib pajak efektif. Alat analisis yang digunakan adalah uji regresi linear berganda. Hasil pengujian penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial, kesadaran membayar pajak dan persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap kemauan membayar pajak, sedangkan pengetahuan dan pemahaman tentang peraturan perpajakan serta pelayanan fiskus tidak berpengaruh secara signfiikan terhadap kemauan membayar pajak. Seluruh variabel bebas dalam penelitian ini secara simultan atau bersama-sama berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Annisa Gama Widjaya (2011) – Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro (Studi Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak sebelum dan sesudah Reformasi Perpajakan 2008 dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Kota Semarang di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jateng 1) Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui perbedaan besarnya Wajib Pajak Yang Menyampaikan SPT dan perbedaan besarnya realisasi penerimaan pajak pada KPP Pratama Kota Semarang sebelum dan sesudah reformasi perpajakan 2008. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah data Wajib Pajak yang menyampaikan SPT dan realisasai penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di wilayah Kota Semarang di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jateng I yang seluruhnya berjumlah 7 pada periode tahun 2006-2009. Alat analisis yang digunakan adalah uji regresi berganda.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
50
Hasil pengujian penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah Wajib Pajak terdaftar, Wajib Pajak efektif dan Wajib Pajak yang menyampaikan SPT sesudah Reformasi Perpajakan Tahun 2008 lebih baik dibandingkan dengan kepatuhan Wajib Pajak sebelum adanya Reformasi Perpajakan 2008. Semakin tinggi Wajib Pajak Yang Menyampaikan SPT maka kepatuhan Wajib Pajak semakin baik sehingga berimplikasi terhadap penerimaan pajak juga. Tetapi, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara Realisasi Penerimaan Pajak sebelum dan sesudah Reformasi Pajak 2008 pada KPP Pratama Kota Semarang karena pada tahun 2008 bertepatan dengan adanya reorganisasi pada KPP Pratama Kota Semarang yaitu pembentukan KPP Madya dan keluarnya 2 Kabupaten yang dari administrasi KPP Pratama Semarang jadi seolah-seolah terjadi penurunan penerimaan pajak. Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Metode No.
Peneliti
Judul
Hasil Penelitian Penelitian
1.
Setiyoningrum, Tinangon dan Wokas (2013)
Analisis Pengaruh Sosialisasi Perpajakan, Kualitas Pelayanan Fiskus dan Sanski Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Manado
Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda.
Sosialisasi perpajakan, kualitas pelayanan fiskus dan sanksi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.
2.
Putri dan Pratomo (2014)
Pengaruh Sosialisasi Perpajakan dan Help Desk terhadap Kepatuhan Wajib Pajak : Studi pada
Penelitian ini menggunakan
Sosialisasi Perpajakan dan Help Desk tidak berpengaruh positif terhadap Kepatuhan
analisis regresi linear berganda
http://digilib.mercubuana.ac.id/
51
KPP Cianjur
Wajib Pajak
3.
Danang Rosadi (2012)
Pengaruh persepsi wajib pajak orang pribadi terhadap pelaksanaan self assesment system
Penelitian ini menggunakan analisi regresi sederhana
Persepsi wajib pajak orang pribadi berpengaruh signifikan terhadap pelaksanaan Self Assessment System pada wajib pajak orang pribadi di KPP Cibeunying Bandung.
4.
Lya Martha Sari (2013)
Analisis Dampak Reformasi Pajak 2009 Terhadap Kinerja Pajak di Indonesia (Khusus PPN dan PPnBM)
Penelitian ini menggunakan
Reformasi Pajak 2009 tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pajak di Indonesia (Khususnya PPN dan PPnBM)
5.
6.
7.
Feny Fega Stela Sorongan (2015)
Yuli Chomsatu dan Eny Kustiyah (2014)
Annisa Gama Widjaya (2011)
analisis regresi berganda
Analisis Efektivitas Pemungutan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama Manado
Penelitian ini menggunakan
Kemauan WPOP dalam memenuhi kewajiban membayar pajak dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
Penelitian ini menggunakan
Studi Evaluasi Kepatuhan Wajib Pajak sebelum dan sesudah Reformasi Perpajakan 2008 dan Implikasinya Terhadap Penerimaan Pajak
Penelitian ini menggunakan
analisis regresi berganda
analisis regresi linear berganda
analisis regresi berganda
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Efektivitas pemungutan PPnBM berpengaruh positif terhadap Penerimaan Pajak di KPP Pratama Manado
Secara parsial, kesadaran membayar pajak dan persepsi yang baik atas efektifitas sistem perpajakan berpengaruh secara signifikan terhadap kemauan membayar pajak. Secara simultan, berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Reformasi Perpajakan Tahun 2008 berpengaruh signifikan terhadap Penerimaan Pajak pada KPP Pratama Kota
52
Semarang di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jateng 1
pada KPP Pratama Kota Semarang di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jateng 1
B. Rerangka Pemikiran Berdasarkan paparan mengenai landasan teori dan beberapa konsep pendukung lainnya, penulis menyusun kerangka pemikiran penelitian ini sebagai berikut: Gambar 2. 1 Model Hubungan Sosialisasi Peraturan Pajak dan Persepsi WPOP atas pengenaan PPnBM sektor Properti terhadap Reformasi Pajak tahun 2015 tentang PPN dan PPnBM
Sosialisasi Peraturan Pajak (X1)
Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi atas Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sektor Properti (X2)
Reformasi Pajak tahun 2015 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Y)
C. Hipotesis Menurut Sugiyono (2007:93) pengertian hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
53
Penelitian Setiyoningrum, Tinangon dan Wokas (2013) menyatakan disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara sosialisasi perpajakan, kualitas pelayanan fiskus dan sanksi perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi. Nugroho (2012) menyatakan bahwa persepsi atas efektivitas perpajakan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kesadaran membayar pajak, dan kesadaran membayar pajak mempunyai pengaruh signifikan terhadap kemauan membayar pajak. Penelitian Yuli Chomsatu Samrotun dan Eny Kustiyah (2014) menyatakan bahwa persepsi yang baik atas efektivitas sistem perpajakan berpengaruh terhadap kemauan membayar pajak. Sedangkan penelitian Widayati dan Nurlis (2010) menyatakan bahwa persepsi yang baik atas efektivitas sistem perpajakan memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap kemauan membayar pajak. Lya Martha Sari (2013) menyatakan bahwa Penerimaan pajak yang berasal dari PPN dan PPnBM setelah adanya reformasi pajak pada tahun 2010 mengalami peningkatan cukup signifikan. Sehingga dapat disimpulkan reformasi pajak tahun 2009 berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak yang berasal dari PPN dan PPnBM. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah: Ha1 : Sosialisasi peraturan pajak mempunyai pengaruh positif terhadap reformasi pajak tahun 2015 tentang PPN dan PPnBM. Ha2 : Persepsi wajib pajak orang pribadi atas pengenaan PPnBM sektor properti mempunyai pengaruh positif terhadap reformasi pajak tahun 2015 tentang PPN dan PPnBM.
http://digilib.mercubuana.ac.id/