PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN CILACAP PERIODE 2002-2013 (Dengan Pendekatan Tipologi Klassen, Shift Share, dan Loqation Quetient)
ILHAM ALKAF
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015M/1436H
PERAN SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN CILACAP PERIODE 2002-2013 (Dengan Pendekatan Tipologi Klassen, Shift Share, dan Loqation Quetient)
ILHAM ALKAF
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015M/1436H
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, April 2015
Ilham Alkaf
Daftar Riwayat Hidup
Data Pribadi Nama
: Ilham Alkaf
Tempat dan Tanggal Lahir
: Yogyakarta, 28 Mei 1991
Alamat
: Jl. Ir. H Juanda Sandratek No. 106 RT 003 RW 01 Kel. Rempoa Kec. Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten
No Telephone
: 085693450039
Email
:
[email protected]
Pendidikan Formal 1998-2004 SD N 02 Bumireja 2004-2007 SMP N 1 Kedungreja 2007-2010 SMA N 1 Kedungreja
RINGKASAN ILHAM ALKAF, Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Cilacap Periode 2002-2013 (Dengan Pendekatan Tipologi Klassen, Shift Share, dan Loqation Quetient). Di bawah bimbingan Siti Rochaeni dan Achmad Tjachja Nugraha. Kabupaten Cilacap menjadi Kabupaten penyumbang pembentuk PDRB Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011-2013. Sektor pertanian sebagai penyumbang terbesar pertama dalam pembentuk PDRB Kabupaten Cilacap tanpa migas. Pada tahun 2012 enampuluh persen dan limapuluh tujuh persen pada tahun 2013 penduduk angkatan kerja di Kabupaten Cilacap bekerja di sektor pertanian. Pertumbuhan sektor pertanian dari tahun 2002-2013 selalu mengalami peningkatan. Menjadikan sektor pertanian sebagai sektor penting dalam perekonomian Kabupaten Cilacap. Sehingga penting untuk mengetahui peran sub sektor dalam sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Cilacap Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis posisi tiap sub sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013. 2) Menganalisis pertumbuhan tiap sub sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013. 3) Menganalisis sub sektor apakah yang menjadi sub sektor pertanian basis dan non basis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Cilacap tahun 20022013. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Cilacap. Kabupaten Cilacap adalah salah satu Kabupaten dalam Provinsi Jawa Tengah. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja dengan pertimbangan sebuah ketimpangan yang terjadi di Kabupaten Cilacap, yaitu menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah selama tahun 2011-2013 Kabupaten Cilacap menjadi penyumbang kedua terbesar setelah Kabupaten Semarang dalam penyumbang pembentuk perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Akan tetapi pada tahun 2013 Kabupaten Cilacap juga menjadi Kabupaten Ketiga termiskin di Provinsi Jawa Tengah Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa PDRB Kabupaten Cilacap periode 2002-2013 dan PDRB Provinsi Jawa Tengah periode 2002-2013. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui posisi tiap sub sektor dalam sektor pertanian dala perekonomian Kabupaten Cilacap adalah analisis Tipologi Klassen. Alat analisis untuk mengetahui pertumbuhan tiap sub sektor dalam sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Cilacap adalah analisis Shift Share. Untuk mengetahui sub sektor basis di Kabupatn Cilacap digunakan alata analisis Loqation Quetient. Posisi sub sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013 adalah: 1) Sub sektor tanaman bahan makanan berada di posisi sub sektor tertinggal. 2) Sub sektor tanaman perkebunan berada di posisi sub sektor potensional atau masih dapat dikembangkan. 3) Sub sektor peternakan berada di posisi sub sektor
tertinggal 4) Sub sektor kehutanan berada di posisi sub sektor tertinggal. 5) Sub sektor perikanan berada di posisi sub sektor tertinggal Pertumbuhan tiap sub sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Cilacap yaitu: 1) Sub sektor yang mengalami pertumbuhan yang cepat atau yang mendapat nilai positif berdasar komponen pertumbuhan proporsional (Pp) yaitu sub sektor tanaman perkebunan dan sub sektor peternakan. Dan sub sektor yang mengalami pertumbuhan lebih lambat dibandingkan pertumbuhan ditingkat Provinsi Jawa Tengah yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor kehutanan, dan sub sektor perikanan. 2) Sub sektor yang mengalami pertumbuhan wilayah (Pw) dengan daya saing yang baik atau kompetitif dengan wilayah-wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah ada dua sub sektor yaitu sub sektor tanaman perkebunan dan sub sektor kehutanan. Sedangkan ketiga sub sektor lainnya, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor peternakan, dan sub sektor perikanan tidak memiliki daya saing yang baik atau tidak kompetitif jika dibanding dengan wilayah-wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah. Sub sektor yang menjadi sub sektor basis dalam perekonomian Kabupaten Cilacap, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan dan sub sektor kehutanan. Sedangkan sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan, dan sub sektor perikanan adalah sub sektor non basis dalam perekonomian Kabupaten Cilacap.
ii
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Cilacap Periode 2002-2013 (Dengan Pendekatan Tipologi Klassen, Shift Share, dan Loqation Quetient)” Shalawat beriring salam selalu tercurahkan
kepada
baginda
Nabi
Besar
Muhammad
SAW,
yang
telah
menyampaikan ajaran islam sebagai penyejuk hati dan penyelamat umat manusia dari belenggu kebodohan. Penulis banyak mendapatkan bantuan, baik berupa materil dan moral yang sangat berarti dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1.
Ibu dan Ayah, kedua orang tua saya tercinta yang selama ini tidak pernah berhenti memberikan kasih sayang, do’a, semangat, motivasi serta segala upaya dalam memberikan dukungan kepada penulis
2.
Kedua Kakak Penulis yang selalu memberikan dukungan, do’a, semangat, dan motivasi.
3.
Bapak Dr. Agus Salim, M.Si, selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Ibu Dr. Ir. Elpawati, MP, selaku ketua program studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5.
Bapak Akhmad Mahbubi, SP, MM, selaku sekretaris prodi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
6.
Ibu Ir. Siti Rochaeni, M. Si dan Bapak Achmad Tjachja Nugraha, SP, MP selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan, solusi dan dukungan kepada penulis selama proses pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi.
7.
Bapak Dr. Ujang Maman, M.Si dan Ibu Rahmi Purnomowati, SP, M.Si selaku dosen penguji yang telah bersedia memberikan kritik dan saran yang bermanfaat demi kesempurnan penulisan skripsi.
8.
Seluruh dosen Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat atas ilmu dan pelajaran dalam perkuliahan atau di luar perkuliahan.
9.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cilacap dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah yang telah memberikan bantuan dalam penyediaan data dan informasi yang berguna dalam penulisan skripsi ini.
10. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Cilacap yang telah memberikan bantuan dalam penyediaan data dan informasi yang berguna dalam penulisan skripsi ini. 11. Sahabat perjuangan, Adrian, Fahmi, Hendrik, Isan, Ricky Ade, Alam, Sofyanto, Tirto, Andika, Adit, Riki Purbaya, Reza, atas semangat dan informasi selama penelitian hingga penulisan skripsi serta sebagai teman diskusi. iv
12. Teman-teman Agribisnis angkatan 2010 yang telah banyak membantu saya melewati masa-masa perkuliahan. Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini mungkin masih banyak kekurangannya. Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk
menyempurnakan
penelitian
ini.
Akhir
kata,
penulis
mengharapkan semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak. Jakarta, April 2015
Penulis
v
DAFTAR ISI
RINGKASAN ...................................................................................................... i KATA PENGANTARAN ................................................................................... iii DAFTAR ISI ........................................................................................................ vi DAFTAR TABEL ............................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 4 1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4 1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................... 5 1.5. Ruang Lingkup ................................................................................ 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 7 2.1 Otonomi Daerah ............................................................................... 7 2.2
Perencanaan Pembangunan............................................................. 9 2.2.1. Pembangunan Ekonomi ....................................................... 11 2.2.2. Pembangunan Pertanian ....................................................... 11 2.2.3. Sektor Unggulan .................................................................. 12
2.3
Definisi Sektor dan Sub Sektor Pertanian....................................... 12
2.4
Hubungan Antara Pertanian dan Perekonomian ............................. 14
2.5
Teori Ekonomi Basis ...................................................................... 17
2.6
Pendapatan Regional....................................................................... 18
2.7
Pertumbuhan Ekonomian Regional ................................................ 19
2.8
Pembangunan Daerah ..................................................................... 21
2.9
PDRB .............................................................................................. 23
2.10 Penelitian Terdahulu ........................................................................ 24 2.11 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 27 BAB III METODELOGI PENELITIAN .......................................................... 29 3.1 Lokasi Penelitian............................................................................. 29 3.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................... 29 3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................. 30 3.4 Metode Analisis .............................................................................. 31 3.1.1 .. Analisis Tipologi Klassen .................................................... 31 3.1.2.. Analisis S-S (Shift-Share) .................................................... 33 3.1.3.. Analisis LQ (Loqation Quetient) ......................................... 37 BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN CILACAP ............................ 40 4.1. Letak Geografis ................................................................................. 40 4.2. Topografi ........................................................................................... 40 4.3. Demografi.......................................................................................... 42 4.4. Komposisi Penduduk Menurut Lapangan Usaha Dari Mata Pencarian Utama ...................................................................... 43 4.5. Pemanfaatan Lahan ........................................................................... 45 4.6. Keadaan Ekonomi ............................................................................. 47 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 49 5.1. Hasil Penelitian ................................................................................. 49 5.1.1 Klarifikasi Pertumbuhan Sub Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap ................................................................. 52 5.1.2 Pertumbuhan Sub Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap ........ 55 5.1.2.1 Perubahan Indikator Kegiatan Ekonomi..................... 55
vii
5.1.2.2 Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi ............................ 56 5.1.2.3 Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Cilacap ...................................................... 58 5.1.3 Sub Sektor Basis Kabupaten Cilacap ..................................... 61 5.2. Pembahasan Per Sub Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 ............................................... 64 5.2.1. Analisis Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 .................................... 66 5.2.2. Analisis Sub Sektor Tanaman Perkebunan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 .................................... 68 5.2.3. Analisis Sub Sektor Perkebunan Kabupaten Cilacap Tahunan 2002-2013 ................................ 70 5.2.4. Analisis Sub Sektor Kehutanan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 ................................... 72 5.2.5. Analisis Sub Sektor Perikanan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 .................................... 74 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 74 6.1. Kesimpulan ................................................................................... 76 6.2. Saran .............................................................................................. 79 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 80 LAMPIRAN ......................................................................................................... 82
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Luas Wilayah Kecamatan Berdasarkan Ketinggian Tempat ............... 41
Tabel 2. Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 ........... 42 Tabel 3. Matapencaharian Penduduk Kabupaten Cilacap Menurut Lapangan Usaha .................................................................................................... 43 Tabel 4. Rumah Tangga Usaha Pertanian Kabupaten Cilacap Tahun 2003 dan 2013 ............................................................................................... 45 Tabel 5. Luas Penggunaan Lahan Di Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 ..... 46 Tabel 6. PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Atas Dasar Harga Konstan 2000 ........................................ 48 Tabel 7. Nilai Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap PDRB Kabupaten Cilacap Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2013 ................ 46 Tabel 8. Nilai Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2013 ....... 46 Tabel 9. Rata-rata Laju Pertumbuhan dan Rata-rata Kontribusi Sub Sektor Pertanian Dalam PDRB Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Cilacap Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2013 ............... 48 Tabel 10. Perubahan Pendapatan Sub Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 .................................................................................. 56 Tabel 11. Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 .................................................................................. 57 Tabel 12. Pertumbuhan Regional Sub Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 .................................................................................. 59 Tabel 13. Pertumbuhan Proporsional Sub Sektor Pertanian Kabupaten CilacapTahun 2002-2013 ................................................... 60 Tabel 14. Pertumbuhan Pangsa Wilayah Sub Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 .................................................. 61 Tabel 15. Nilai LQ Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Cilacap Dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2002-2013 ..... 63
Tabel 16. Nilai Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap PDRB Kabupaten Cilacap Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2013 ................ 64 Tabel 17. Analisis Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 .................................................................... 67 Tabel 18. Analisis Sub Sektor Tanaman Perkebunan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 .................................................................................. 70 Tabel 19. Analisis Sub Sektor Peternakan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 .................................................................................. 72 Tabel 20. Analisis Sub Sektor Kehutanan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 .................................................................................. 74 Tabel 21. Analisis Sub Sektor Perikanan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 .................................................................................. 75
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tingkat Pertumbuhan Sektor Pertanian Tahun 2002-2013.............. 6 Gambar 2. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 28 Gambar 3. Matriks Tipologi Klassen................................................................. 33 Gambar 4. Penduduk Menurut Lapangan Usaha ............................................... 44 Gambar 5. Matriks Tipologi Klassen Klasifikasi Sub Sektor dalam Sektor Pertanian Dalam PDRB Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013 Atas Dasar Harga Konstan 2000 .................................................................................. 54 Gambar 6. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Di Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 ........................................ 66 Gambar 7. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Di Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 ........................................ 69 Gambar 8. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Peternakan Di Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 ........................................ 71 Gambar 9. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Kehutanan Di Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 ........................................ 73 Gambar 10. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Perikanan Di Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 ........................................ 75
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Peta Kabupaten Cilacap Skala 1:100.000 ..................................... 82
Lampiran 2.
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2001-2005 ................................................... 83
Lampiran 3.
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005-2009 ................................................... 84
Lampiran 4.
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Cilacap Tahun 2009-2013 .................... 85
Lampiran 5.
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak Kabupaten Cilacap Tahun 2001-2005 ......... 86
Lampiran 6.
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak Kabupaten Cilacap Tahun 2005-2009 ......... 87
Lampiran 7.
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak Kabupaten Cilacap Tahun 2009-2013 ......... 88
Lampiran 8.
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak Provinsi Jawa Tengah Tahun 2001-2005 .... 89
Lampiran 9.
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2008 .... 91
Lampiran 10. PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2012 .... 93 Lampiran 11. PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2013 .... 95 Lampiran 12. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Cilacap Tahun 2001-2005......... 96 Lampiran 13. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Cilacap Tahun 2005-2009......... 97
Lampiran 14. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Cilacap Tahun 2009-2013......... 98 Lampiran 15. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Jawa Tengah Tahun 2002-2013 .... 99 Lampiran 16. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah ..................................100
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal dengan kekayaan hayatinya yang melimpah, hal ini pun memberikan keuntungan bagi Indonesia untuk memperoleh pendapatan dari pemanfaatan kekayaan hayati tersebut. Akan tetapi kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia dalam hal ini keadaan geografis justru cenderung menyulitkan pemerataan pembangunan perekonomian daerah di Indonesia. Dengan dikeluarkannya UU RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU RI No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, telah member keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk mengelola perekonomiannya secara penuh. Otonomi daerah ini memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan melaksanakan
program-program
pembangunan
daerahnya,
akan
tetapi
juga
mengharuskan kesiapan dari pemerintah daerah untuk melaksanakan segala kebijakan yang kini sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya sendiri. Jawa Tengah sebagai salah satu Provinsi di Indonesia memiliki 29 Kabupaten dan 6 kota yang juga telah menjadi daerah otonom, dengan beragamnya keadaan geografis di Provinsi Jawa Tengah, otonomi daerah akan memberi keuntungan bagi daerahdaerah di Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2011-2013 ada tiga daerah yang menjadi penyumbang terbesar pembentuk PDRB Jawa Tengah, yaitu Kota Semarang, Kabupaten Cilacap dan Kabupaten Kudus.
Kabupaten Cilacap menjadi daerah otonom pada tahun 1999, Otonomi terhitung aktif pada tanggal 1 Januari tahun 2001. Menurut data BPS Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Cilacap menjadi Kabupaten kedua penyumbang terbesar pembentuk PDRB Provinsi Jawa Tengah. Akan tetapi pada tahun 2013 Kabupaten Cilacap juga menempati posisi ketiga sebagai Kabupaten termiskin di Provinsi Jawa Tengah. Menurut data BPS Kabupaten Cilacap jumlah pekerja di Kabupaten Cilacap pada tahun 2013 sebanyak 955.310 orang. Limapuluh tujuh persen jumlah pekerja yang ada di Kabupaten Cilacap bekerja disektor pertanian dengan jumlah 546.888 jiwa, diikuti sektor jasa, sektor perdagangan, lainnya, sektor industri, sektor angkutan dan komunikasi. Dengan demikian sektor pertanian masih menjadi sektor utama sebagai sektor yang banyak menyerap tenaga kerja penduduk Kabupaten Cilacap.(data terlampir) Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Cilacap dari tahun 2002-2013 selalu mengalami peningkatan, dan sektor pertanian berada di peringkat ketiga sebagai sektor terbesar penyumpang perekonomian Kabupaten Cilacap dibawah sektor industri pengolahan, sektor perdagangan hotel dan restoran, jika dihitung dengan migas. Dan akan menjadi sektor penyumbang pertama dalam perekonomian Kabupaten Cilacap jika dihitung tanpa migas (data terlampir). Kondisi ini mengidentifikasikan bahwa sektor pertanian adalah sektor yang berpotensi besar dalam menyumbang PDRB dan sangat berpotensi untuk pengembangan Wilayah dan pengembangan ekonomi daerah Kabupaten Cilacap.
2
Pembangunan sektor pertanian menjadi hal yang terpenting dalam pembangunan perekonomian Kabupaten Cilacap. Ada beberapa hal yang membuat pembangunan sektor pertanian menjadi penting di Kabupaten Cilacap, diantaranya potensi sumberdaya alam yang besar dan beragam Kabupaten Cilacap terdiri dari 24 Kecamatan dengan karakteristik dan kondisi geografis yang berbeda, sehingga memungkinkan keberagaman komoditas yang dihasilkan. Selain itu Sektor pertanian selalu mengalami peningkatan dari tahun 2002-2013. Data-data diatas dapat menunjukan bahwa sektor pertanian adalah sektor penting dalam perekonomian dan dalam usaha pengembangan wilayah Kabupaten Cilacap. Akan tetapi, potensi sektor pertanian belum dapat dimanfaatkan dengan optimal. Dengan kondisi-kondisi tersebut diatas maka perlu diadakan penelitian agar dapat diketahui bagaimana peranan sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Cilacap. Data-data tersebut diatas menjadi dasar penulis untuk melakukan penelitian yang berjudul “Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Cilacap Periode 2002-2013 (Dengan Pendekatan Tipologi Klassen, Shift Share, dan Loqation Quetient)”.
3
1.2.Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana posisi setiap sub sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013 ? 2. Bagaimana pertumbuhan setiap sub sektor pertanian terhadap PDRB di daerah Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013 ? 3. Sub sektor pertanian apa yang menjadi sub sektor basis dan non basis di Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013 ? 1.3.Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis posisi tiap sub sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013. 2. Menganalisis pertumbuhan tiap sub sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013. 3. Menganalisis sub sektor apakah yang menjadi sub sektor pertanian basis dan non basis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013.
4
1.4. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baagi berbagai pihak, antara lain: 1. Bagi masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Cilacap, diharapkan hasil penelitian dapat menjadi bahan informasi dan pertimbangan untuk perencanaan pembangunan daerah. 2. Bagi Penulis, penelitian ini merupakan suatu proses pembelajaran dalam penerapan antara teori dan praktik yang dituangkan dalam suatu karya ilmiah. 3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan serta menjadi referensi penelitian berikutnya dengan topik yang serupa.
5
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Cilacap yang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Tengah. Objek penelitian adalah semua sub sektor pertanian yang terdiri dari tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan yang diamati selama dua belas tahun, yaitu dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2013. Kurun waktu selama dua belas tahun ini dilandasi oleh tahun awal setelah penetapan otonomi daerah yang dialami oleh wilayah kota administratif Cilacap menjadi bagian Kabupaten Cilacap pada tahun 2001 dan peningkatan yang dialami oleh sektor pertanian dalam PDRB Kabupaten Cilacap selama kurun waktu tahun 2002-2013 seperti terlihat pada Gambar 1 berikut. 3500000 3000000 2500000
2000000 1500000 1000000 500000 0 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 1. Tingkat Pertumbuhan Sektor Pertanian Tahun 2002-2013 Sumber: Nilai Kontribusi Sektor Pertanian dalam PDRB atas dasar harga konstan 2000 Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Otonomi Daerah Menurut Undang-Undang Nomer 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ditetapkannya otonomi daerah berarti telah memindahkan sebagian besar kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan (Perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintah dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas. Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah, sumber daya manusia yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah
untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonom (Soenarto, dalam Lusminah 2008:12). Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah otonom memiliki hak dan kewajiban. Hak-hak tersebut adalah sebagai berikut: 1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya. 2. Memilih pemimpin daerah. 3. Mengelola kekayaan daerah. 4. Memungut pajak daerah dan retribusi daerah. 5. Mendapat bagi hasil dari pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang berada di daerah. 6. Mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah. 7. Mendapatkan hak lainnya yang diatur dalam peraturan perundangundangan. Kewajiban yang harus dilakukan daerah dalam penyelenggaraan otonomi adalah: 1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. 3. Mengembangkan kehidupan demokrasi. 4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan. 5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan. 6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan.
8
7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak. 8. Mengembangkan sistem jaminan sosial. 9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah. 10. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah. 11. Melestarikan lingkungan hidup undang-undang. Otonomi daerah memberikan kesempatan yang luas kepada daerah, khususnya kabupaten atau kota dalam melaksanakan program-program pembangunannya. Otonomi daerah juga menuntut kesiapan daerah otonom untuk mempertanggungjawabkan segala urusan yang tadinya adalah tanggung jawab pemerintah pusat dan kini bergeser menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Semua aspek dalam daerah harus memiliki kesiapan dalam melaksanakan otonomi daerah ini, bukan hanya sumberdaya manusia dalam pemerintahan saja, melainkan juga sumberdaya alam yang dimiliki, masyarakat yang harus siap menghadapi otonomi daerah ini. Dalam otonomi daerah diharapkan segala potensi yang ada di daerah mampu dioptimalkan dengan baik. 2.2 Perencanaan Pembangunan Perencanaan
pembangunan
yaitu
suatu
usaha
pemerintah
untuk
mengkoordinasikan semua keputusan ekonomi dalam jangka panjang untuk mempengaruhi secara langsung serta mengendalikan pertumbuhan variabelvariabel ekonomi yang penting (penghasilan, konsumsi, lapangan kerja, investasi, tabungan, eksport-import, dan lain sebagainya) suatu negara dalam rangka mencapai keputusan pendahuluan mengenai tujuan-tujuan pembangunan.
9
Rencana bisa bersifat komperhensif (multi-sektor), bisa bersifat parsial (lokal). Rencana yang bersifat komperhensif targetnya semua aspek penting yang menyangkut perekonomian nasional, sedangkan yang bersifat parsial meliputi sebagian dari ekonomi nasional, seperti sektor pertanian, perindustrian, sektor pemerintahan, sektor swasta dan lain sebagainya (Suryana 2000). Menurut Arsyad (2004) Untuk mencapai keberhasilan sebuah pembangunan yang tepat, dan untuk menghindari kesulitan yang mungkin timbul dalam proses pelaksanannya, maka pemerintah harus menetapkan kebijakan yang meliputi: a. Penyelidikan potensi pembangunan, survei sumberdaya nasional, penelitian ilmiah, penelitian pasar. b. Penyediaan prasarana yang memadai (air, listrik, transportasi, dan telekomunikasi) baik oleh badan usaha negara atau swasta. c. Penyediaan fasilitas latihan khusus dan juga pendidikan umum yang memadai untuk menyediakan keterampilan yang diperlukan. d. Perbaikan landasan hukum bagi kegiatan perekonomian, khususnya peraturan yang berkaitan dengan hak atas tanah, perusahaan, dan transaksi ekonomi. e. Bantuan untuk menciptakan pasar yang lebih banyak dan lebih baik. f. Menemukan dan membantu pengusaha yang potensional, baik dalam negeri maupun luar negeri. g. Peningkatan pemanfaatan sumberdaya secara lebih baik, baik swasta maupun negeri.
10
2.2.1. Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang (Suryana, 2000). Menurut Todaro (2000) ada tiga nilai pokok untuk mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi, yaitu: 1. Berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya (basic needs) 2. Meningkatnya rasa harga diri (self-esteem) masyarakat sebagai manusia. 3. Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. 2.2.2. Pembangunan Pertanian Menurut Kamaludin (1998) pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai bentuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta mengisi dan memperluas pasar, baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Hal tersebut dilaksanakan dengan pertanian yang maju, efisien, dan tangguh sehingga makin mampu meningkatkan dan menganekaragamkan hasil, meningkatkan
11
mutu dan derajat pengolahan produksi dan menunjang pembangunan wilayah. Pembangunan pertanian haruslah mengedepankan potensi wilayah dan kemampuan masyarakatnya. Pembangunan pertanian harus mampu memanfaatkan secara maksimal keunggulan sumberdaya daerah dan dapat berkelanjutan, maka kebijaksanaan pembangunan pertanian harus dirancang dalam perspektif ekonomi wilayah. 2.2.3. Sektor Unggulan Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh keberadaan anugerah (endowment factor). Selanjutya faktor ini berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan ekonomi. Keberadaan
sektor unggulan, maka akan mempermudah
pemerintah dalam mengalokasikan dana yang tepat, sehingga kemajuan perekonomian akan tercapai. Menurut Tarigan (2005) Kriteria sebuah sektor dikatakan sektor unggulan adalah sebagai berikkut: 1. Sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang tinggi. 2. Sektor tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif besar. 3. Sektor tersebut memiliki keterkaitan antara sektor yang tinggi baik ke depan maupun ke belakang. 4. Sektor tersebut mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.
12
2.3 Definisi Sektor dan Sub Sektor Pertanian Pertanian adalah kegiataan atau usaha untuk mengadakan suatu ekosistem buatan yang bertujuan untuk menyediakan bahan makanan bagi manusia. Pada mulanya pertanian di tanah air dilakukan sebagai usaha untuk menghasilkan keperluan sehari-hari petani dari tanah tempatnya berpijak, pertanian seperti itu disebut pertanian gurem dan hidup dalam suatu perekonomian tertutup (Nasoetion, 2005). Pertanian merupakan suatu macam produksi khusus yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan ternak. Dapat dikatakan bahwa pertanian merupakan suatu industri biologi, oleh karena pertanian berproduksi dengan menggunakan sumber daya alam secara langsung, pertanian juga disebut industri primer. Tanaman merupakan pabrik primer pertanian, sedangkan ternak merupakan pabrik sekunder pertanian Pertanian juga adalah suatu kegiatan biologis untuk menghasilkan berbagai kebutuhan manusia termasuk sandang, pangan, papan. Produksi tersebut dapat dikonsumsi langsung maupun jadi bahan antara untuk proses lebih lanjut. Sub pertanian yaitu semua kegiatan yang meliputi penyediaan komoditi tanaman bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Semua kegiatan penyediaan bahan makanan, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan (Statistik Pertanian, 2009). Sub sektor dari sektor pertanian mencangkup : 1. Tanaman bahan makanan ialah tanaman yang menjadi bahan pokok atau utama dalam pola konsumsi manusia seperti beras, jagung, gandum.
13
2. Tanaman perkebunan seperti tanaman sayur-sayuran dan buah-buahan sebagai pelengkap dari pola konsumsi manusia. 3. Kehutanan adalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan). 4. Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semua hewan vertebrata kecuali ikan dan amfibi) atau serangga (misalnya lebah). 5. Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibi dan semua non-vertebrata air). Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai subjek ini bersama-sama untuk kepentingan efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-aspek konservasi sumberdaya alam juga menjadi bagian dalam usaha pertanian. Adapun yang dimaksud dengan rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang sekurang-kurangnya satu orang anggota rumah tangga melakukan kagiatan yang menghasilkan produk pertanian dangan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya untuk dijual atau ditukar untuk memperoleh pendapatan atau keuntungan atas risiko sendiri. Kegiatan dimaksud meliputu bertani, berkebun, beternak ikan dikolam, keramba maupun tambak, menjadi nelayan, dan mengusahakan ternak atau unggas. (Statistik Pertanian, 2009).
14
2.4 Hubungan antara Pertanian dan Perekonomian Sektor pertanian menjadi sebuah sektor penting dalam sebuah negara yang dapat menjadi sektor penyumbang perekonomian, terutama pada sebuah negara agraris yang sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Sehingga sudah menjadi kewajaran apabila sektor pertanian mendapatkan perhatian dominan di negara-negara yang sebagian besar penduduknya menggantungkan hidup pada sektor ini. Diperlukan setidaknya tiga unsur pelengkap untuk membentuk suatu strategi pembangunan ekonomi berlandaskan prioritas pertanian dan ketenagakerjaan (Todaro, 2003): 1. Percepatan
pertumbuhan
output
melalui
serangkaian
penyesuaian
teknologi, institusional, dan insentif harga yang khusus dirancang untuk meningkatkan produktivitas para petani kecil. 2. Peningkatan permintaan domestik terhadap output pertanian yang dihasilkan dari strategi pembangunan perkotaan yang berorientasikan pada upaya pembinaan ketenagakerjaan. 3. Diversifikasi kegiatan pembangunan daerah pedesaan yang bersifat padat karya, yaitu nonpertanian, yang secara langsung dan tidak langsung akan menunjang dan ditunjang oleh masyarakat pertanian. Dalam sebuah negara berkembang pertanian merupakan suatu sektor ekonomi yang sangat potensional kontribusinya terhadap pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional, yaitu (Tambunan, 2001):
15
1. Ekstansi dari sektor-sektor ekonomi nonpertanian sangat tergantung pada produk-produk dari sektor pertanian, bukan saja untuk kelangsungan pertumbuhan suplai makanan, tetapi juga untuk penyediaan bahan-bahan baku untuk keperluan kegiatan produksi disektor-sektor non pertanian tersebut, terutama industri pengolahan. Seperti industri-industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, barang-barang dari kulit, dan farmasi. Hal ini disebut sebagai kontribusi produk. 2. Karena kuatnya bias agraris dari sektor ekonomi selama tahap-tahap awal pembangunan, maka populasi di sektor pertanian (daerah pedesaan) membentuk suatu bagian yang sangat besar dari pasar (permintaan) domestik terhadap produk-produk dari industri dan sektor-sektor lain di dalam negeri, baik untuk barang-barang produsen maupun barang-barang konsumen. Hal ini disebut kontribusi pasar. 3. Karena relatif pentingnya pertanian (dilihat dari sumbangan outputnya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dan andilnya terhadap penyerapan tenaga kerja) tanpa bisa dihindari menurun dengan pertumbuhan atau semakin tingginya tingkat pembangunan ekonomi, sektor ini dilihat sebagai suatu sumber modal untuk investasi di dalam perekonomian. Jadi, pembangunan ekonomi melibatkan transfer surplus modal dari sektor pertanian ke sektor-sektor nonpertanian. Dalam proses pembangunan ekonomi jangka panjang terjadi perpindahan surplus tenaga kerja dari pertanian (pedesaan) ke industri dan sektor-sektor nonpertanian lainnya (perkotaan). Hal ini disebut kontribusi faktor-faktor produksi. 16
4. Sektor pertanian mampu berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan atau neraca pembayaran (sumber devisa), baik lewat ekspor hasil-hasil pertanian atau peningkatan produksi komoditas-komoditas pertanian menggantikan impor (substitusi impor). Hal ini disebut kontribusi devisa. Secara konseptual maupun empiris sektor pertanian cukup layak untuk dijadikan sebagai sektor andalan dalam perekonomian terutama sebagai sektor andalan dalam pemerataan tingkat pendapatan masyarakat yang sebagian besar bekerja pada sektor pertanian, hal ini dikarenakan sektor pertanian mempunyai keunggulan kompetitif yang terbukti mampu menghadapi gangguan dari luar. Keunggulan kompetitifnya didapat dari input yang berbasis sumber daya lokal. 2.5 Teori Ekonomi Basis Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah akan lebih banyak ditentukan oleh jenis keuntungan lokasi (comperative advantage) dan dapat digunakan oleh daerah tersebut sebagai kekuatan ekspor. Keuntungan lokasi umumnya berbeda setiap wilayah hal ini tergantung pada keadaan geografis daerah setempat (Fachrurrazzy, 2009:33). Aktivitas perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan, yaitu aktivitas basis dan nonbasis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) keluar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan, sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan berorientasi lokal
17
yang menyediakan barang dan jasa untuk kebutuhan masyarakat dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan (Tarigan, 2007). Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama (primer mover) dalam pertumbuhan suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju petumbuhan wilayah tersebut, dan begitu pula sebaliknya. Setiap peerubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda (multiplier effect) dalam perekonomian regional (Adisasmita, 2005)Sektor basis adalah sektor yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah karena mempunyai keuntungan kompetitif (Competitive Advantage) yang cukup tinggi. Sedangkan sektor nonbasis adalah sektor-sektor lainnya yang kurang potensional tetapi berfungsi sebagai penunjang sektor basis atau service industries (Sjafrizal, 2008). Inti dari Model Ekonomi Basis (Economic Base Model) menunjukan bahwa arah dan pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Untuk menganalisis basis ekonomi suatu wilayah ditentukan teknik yang digunakan adalah kuosien lokasi (Location Quotient = LQ). LQ digunakan untuk mengetahui seberapa besar tingkat spesialisasi sektor basis atau unggulan (Leading Sector). 2.6 Pendapatan Regional Informasi hasil pembangunan ekonomi yang telah dicapai dapat dimanfaatkan sebagai bahan perencanaan maupun evaluasi pembangunan. Untuk dapat mengukur seberapa jauh keberhasilan pembangunan, khususnya di bidang
18
ekonomi salah satu alat yang dapat dipakai sebagai indikator pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah adalah melalui penyajian angka-angka pendapatan regional. Pendapatan regional didefinisikan sebagai nilai produksi barang-barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah selama satuan tahun (Sukirno, 1985). Menururt Tarigan, pendapatan regional adalah tingkat pendapatan masyarakat pada suatu wilayah analisis. Tingkat pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan wilayah ataupun pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Pertumbuhan pendapatan regional merupakan salah satu indikator yang menggambarkan makin meningkatnya kegiatan ekonomi yang terjadi pada daerah tersebut. Demikian juga yang terjadi dengan Kabupaten Cilacap berdasarkan data PDRB Kabupaten Cilacap Periode 2002-2013 menunjukan bahwa sektor pertanian menempati urutan ketiga setelah sektor Industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel & restoran (atas dasar harga berlaku dengan migas), dan sektor pertanian menempati urutan pertama (atas dasar harga berlaku tanpa migas). Produk Domestik Regional Bruto merupakan indikator penting untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan daerah yang telah dilaksanakan dan sekaligus berguna untuk menentukan arah pembangunan di masa mendatang. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai tambah bruto mencangkup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan 19
gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung netto. Jadi dengan menghitung nilai tambah bruto dari masing-masing sektor dan kemudian menjumlahkannya atau menghasilkan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). 2.7 Pertumbuhan Ekonomi Regional Teori pertumbuhan ekonomi wilayah adalah menganalisis suatu wilayah sebagai suatu sistem ekonomi terbuka yang berhubungan dengan wilayah-wilayah lain melalui arus perpindahan faktor-faktor produksi dan pertukaran komoditas. Pembangunan dalam suatu wilayah akan mempengaruhi pertumbuhan wilayah lain dalam bentuk permintaan sektor untuk wilayah lain yang akan mendorong pembangunan wilayah tersebut, atau suatu pembangunan ekonomi dari wilayah lain akan mengurangi tingkat kegiatan ekonomi di suatu wilayah serta interrelasi (Fazhrurrazy, 2009:25). Pertumbuhan ekonomi dapat dinilai sebagai dampak kebijaksaaan pemerintah, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan yang terjadi dan sebagai indikator penting bagi daerah untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan (Sirojuzilam, 2008:18). Pertumbuhan ekonomi wilayah adalah peningkatan volume variabel ekonomi dari suatu sub sistem suatu bangsa atau negara dan juga dapat diartikan sebagai peningkatan kemakmuran suatau wilayah. Pertumbuhan yang terjadi dapat
20
ditinjau dari peningkatan produksi sejumlah komoditas yang diperoleh suatu wilayah. Pertumbuhan regional dapat terjadi sebagai akibat dari penentu-penentu endogen atau eksogen, yaitu faktor-faktor yang terdapat didalam daerah yang bersangkutan atau faktor-faktor di luar daerah, atau kombinasi dari keduanya. Penentu endogen, meliputi distribusi faktor-faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, dan modal. Sedangkan penentu eksogen adalah tingkat permintaan dari daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah tersebut (Glasson, 1997). Perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat dalam era otonomi daerah. Hal ini cukup logis, karena dalam era otonomi daerah masing-masing daerah berlomba-lomba meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya, untuk meningkatkan kemakmuran masyarakatnya. Oleh karena itu, pembahasan tentang struktur dan faktor penentu pertumbuhan daerah akan sangat penting artinya bagi pemerintah daerah dalam menentukan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong perumbuhan ekonomi daerahnya (Sjafrizal, 2008). Perbedaan pokok antara analisis pertumbuhan perekonomian nasional dan analisis pertumbuhan daerah adalah bahwa yang menjadi titik berat dalam analisis tersebut adalah perpindahan faktor (factor movement). Kemungkinan masuk dan keluarnya arus perpindahan tenaga kerja dan modal menyebabkan terjadinya perbedaan
tingkat
pertumbuhan
ekonomi
regional
(Richardson,
2001).
Perkembangan dan pertumbuhan ekonomi daerah akan lebih cepat apabila 21
memiliki keuntungan absolute kaya akan sumber daya alam dan memiliki keuntungan komperatif apabila daerah tersebut lebih efisien dari daerah lain dalam melakukan kegiatan produksi dan perdagangan (Sirojuzilam, 2008). 2.8 Pembangunan Daerah Menurut Arsyad (1999) permasalahan pokok pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah
yang bersangkutan (endogenous development) dengan
menggunakan potensi sumber daya manusia. Orientasi ini mengarahkan pada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan ekonomi. Sebelum diberlakukannya otonomi daerah, ketimpangan ekonomi regional di Indonesia disebabkan karena pemerintah pusat menguasai dan mengendalikan hampir sebagian besar pendapatan daerah yang ditetapkan sebagai penerimaan negara, termasuk pendapatan dari hasil sumberdaya alam dari sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan/kelautan. Akibatnya daerah-daerah yang kaya sumberdaya alam tidak dapat menikmati hasilnya secara layak. Pembangunan daerah merupakan bagian internal dan integral dari pembangunan nasional, jika pembangunan daerah gagal melakukan pembangunan maka bisa dikatakan pembangunan nasional juga tidak berhasil. Namun harus tetap diperhatikan untuk tercapainya keberhasilan pembangunan suatu daerah harus benar-benar memperhatikan kebutuhan, kondisi dan potensi yang dimiliki.
22
Perbedaan kondisi daerah akan mengakibatkan corak pembangunan yang diterapkan berbeda pula. Kebijaksanaan yang diterapkan dan berhasil pada suatu daerah belum tentu memberikan hasil yang sama bagi daerah lainnya. Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu provinsi, kabupaten, atau kota (Kuncoro, 2004) Dalam pemikiran ekonomi klasik bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan di daerah yang miskin sumberdaya alam. Hingga tingkat tertentu, anggapan ini masih bisa dibenarkan, dalam arti sumber daya alam harus dilihat sebagai modal awal untuk pembangunan yang selanjutnya harus dikembangkan terus. Dan untuk itu diperlukan faktor-faktor lain, diantaranya yang sangat penting adalah teknologi dan sumberdaya manusia (Tambunan, 2001). Perbedaan tingkat pembangunan yang di dasarkan atas potensi suatu daerah, berdampak terjadinya perbedaan sektoral dalam pembentukan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara hipotesis dapat dirumuskan bahwa semakin besar peranan potensi sektor ekonomi yang memiliki nilai tambah terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDRB di suatu daerah, maka semakin tinggi laju pertumbuhan PDRB daerah tersebut.
23
2.9 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat diukur dengan indikator utama yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) (BPS, Kabupaten Cilacap 2012). PDRB baik atas dasar harga berlaku ataupun atas dasar harga konstan dapat digunakan sebagai indikator untuk mengetahui kondisi ekonomi sebuah daerah/Kabupaten. PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam satu wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada setiap tahunnya. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar. PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui pertambahan ekonomi dari tahun ke tahun. 2.10 Penelitian Terdahulu Penelitian dengan pendekatan alat analisis Shift Share, Tipologi Klassen, Loqation Quentient sudah pernah dilakukan, sehingga hasil penelitian yang pernah dilakukan tersebut dapat dijadikan dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji penelitian ini. Beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan adalah:
24
1. Jelita Septina Jamalia tahun 2011, dengan judul studi pengembangan wilayah kota tangerang selatan melalui pendekatan sektor-sektor unggulan. Dalam penelitian ini digunakan alat analisis Shift share dan LQ. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah sektor pertanian adalah sektor unggulan dalam perekonomian Tangerang Selatan. Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian Jelita Septina Jamalia adalah obyek dalam penelitian, jika dalam penelitian Jelita Septina Jamalia obyek penelitian adalah Sektor pembentuk PDRB, sedangkan dalam penelitian penulis obyek penelitian adalah sub sektor dalam sektor pertanian. Selain itu data time-series yang digunakan dalam penelitian penulis pun jauh lebih lama, yaitu data timeseries dari tahun 2002-2013. Serta tempat penelitian. Hasil dari penelitian Jelita Septina Jamalia adalah berdasarkan hasil analisis LQ sektor-sektor ungguluan di Kota Tangerang Selatan pada periode 2007-2008 adalah sektor keuangan, sektor persewaan dan jasa perusahaan, sektor jasa-jasa, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor perdagangan hotel dan restoran, dan sektor listrik gas dan air bersih. Berdasarkan analisis shift share presentase pertumbuhan total PDRB perubahan sektor-sektor ekonomi di Kota Tangerang Selatan periode 2007-2008 menunjukan peningkatan kontribusi sebesar 7,24 persen. Presentase terbesar adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan presentase sebesar 14,66 persen. Berdasarkan pertumbuhan proporsional shift share dihasilkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran memiliki pertumbuhan proporsional yang paling cepat.
25
Berdasarkan analisis shift share pula dihasilkan pertumbuhan wilayah yang memiliki daya saing tertinggi adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. 2. Fitria Mega Sari tahun 2012, dengan judul penelitian peran sub sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Bogor tahun 2008-2010. Penelitan Fitria Mega Sari adalah penelitian yang memiliki kesamaan dari segi alat analisis yang dipergunakan. Perbedaaan penelitian penulis dan penelitian Fitria Mega Sari adalah pada wilayah penelitian dan data time series yang dipergunakan data time series pada penelitian Fitria hanya 3 tahun sedangkan penulis menggunakan data time series 12 tahun. Perbedaan Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukan sub sektor peternakan dan kehutanan sebagai sub sektor yang potensional atau masih dapat dikembangkan. Dengan menggunakan analisis shift share sub sektor tanaman bahan pangan dan sub sektor perikanan mengalami pertumbuhan yang cepat. Berdasarkan hasil perhitungan Location Quetient sub sektor basis yaitu sub sektor tanaman perkebunan dengan nilai LQ sebesar 1,72, sub sektor peternakan dengan nilai LQ 2,14, dan sub sektor perikanan dengan nilai LQ sebesar 1,64. 3. Hilal Almulaibari tahun 2011, dengan judul analisis potensi pertumbuhan ekonomi Kota Tegal tahun 2004-2008. Perbedaan penelitian penulis dengan penelitian Hilal Almulaibari selain wilayah penelitian dan data time series yang digunakan perbedaan juga terdapat pada sektor ekonomi yang diteliti, jika pada penelitian sektor ekonomi yang diteliti oleh Hilal Almulaibari adalah sektor-sektor pembentuk PDRB Kota Tegal pada penelitian Penulis sektor ekonomi yang diteliti adalah semua sub sektor dalam sektor pertanian. 26
Berdasarkan analisis LQ Menunjukan bahwa Kota Tegal memiliki sektor basis yaitu sektor listrik, gas dan air; transportasi dan komunikasi; keuangan; konstruksi; dan perdagangan. Berdasarkan analisis Shift Share bahwa nilai proportional positif adalah sektor listrik, gas dan air; sektor konstruksi; sektor perdagangan; sektor transportasi dan komunikasi; sektor keuangan dan sektor jasa-jasa. Hasil analisis Tipologi Klassen menunjukan ada tiga sektor yang menunjukan sektor industri, sektor bangunan dan sektor perdagangan sebagai sektor potensional. 4. Nudiatulhuda Mangun tahun 2007 dengan judul analisis potensi ekonomi Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Tengah. Perbedaan penelitan penulis dan penelitian Nudiatulhuda Mangun adalah pada obyek penelitian. Pada penelitan Nudiatulhuda mangun obyek yang diteliti adalah wilayah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sulawesi Tengah. Sedangkan dalam penelitian penulis obyek penelitian adalah sub sektor dalam sektor pertanian. Perbedaan juga terdapat pada salah satu alat analisis yang digunakan pada penelitian Nudiatulhuda digunakan alat analisi overlay untuk melihat wilayah yang memiliki potensi daya saing kompetitif dan komparatif. Hasil analisis overlay menunjukkan tidak satupun mempunyai potensi daya saing kompetitif dan komparatif.
Hasil analisis Shift Share menunjukkan tidak terdapat
satupun Kabupaten/Kota yang memiliki sektor yang mempunyai keunggulan kompetitif, tetapi hanya memiliki spesialisasi. Berdasarkan Tipologi Klassen terdapat 3 Kabupaten/Kota yang termasuk daerah maju tertekan, sedangkan 7 Kabupaten lainnya masuk daerah relatif tertinggal.
Sektor perdagangan 27
merupakan sektor yang banyak dimiliki kabupaten/kota di Sulawesi Tengah sebagai sektor prioritas untuk dikembangkan. 2.11 Kerangka Pemikiran Kabupaten Cilacap merupakan daerah yang memiliki berbagai potensi dan letak daerah yang strategis yaitu perbatasan antara Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Barat. Perekonomian Kabupaten Cilacap dapat ditingkatkan dengan meningkatkan sembilan sektor yang dimiliki Kabupaten Cilacap. Peningkatan pertumbuhan ekonomi ini tidak terlepas dengan adanya sektor-sektor unggulan yang dimiliki Kabupaten Cilacap diantaranya adalah Sektor Pertanian, yang tiap tahun dari 2002-2013 selalu mengalami peningkatan. Sebuah sektor dapat bertumbuh dengan baik jika pemerintahan dapat berfokus pada sub sektor unggulan, sehingga potensi yang dimiliki oleh sub sektor tersebut dapat dimanfaatkan dengan baik. Untuk itu perlu dilakukan analisis yang dapat memberikan informasi tentang klasifikasi posisi sub sektor dalam sektor pertanian, pertumbuhan subsektor dalam sektor pertanian, dan subsektor basis dalam sektor pertanian yang ada di Kabupaten Cilacap sehingga pemerintah dapat memanfaatkan potensi sub sektor tersebut dengan baik. Secara skematis kerangka pemikiran dapat dijelaskan pada Gambar 2.
28
Sektor Pertanian Di Kabupaten Cilacap
Sub Sektor Pertanian : 1. Sub Sektor Tanaman Pangan 2. Sub Sektor Tanaman Perkebunan 3. Sub Sektor Kehutanan 4. Sub Sektor Peternakan 5. Sub Sektor Perikanan
Klasifikasi Posisi Sub Sektor Pertanian
Analisis Tipologi Klassen
Pertumbuhan Sub Sektor Pertanian
Sub Sektor Pertanian Basis dan Non Basis
Analisis Shift Share
Analisis Location Quetient
Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Cilacap
Gambar 2. Kerangka Pemikiran
29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada wilayah Kabupaten Cilacap, yang merupakan salah satu Kabupaten dalam Provinsi Jawa Tengah. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja dengan pertimbangan sebuah ketimpangan yang terjadi di Kabupaten Cilacap, yaitu menurut data Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah selama tahun 2002-2013 Kabupaten Cilacap menjadi penyumbang kedua terbesar
setelah
Kabupaten
Semarang
dalam
penyumbang
pembentuk
perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Akan tetapi pada tahun 2013 Kabupaten Cilacap juga menjadi Kabupaten Ketiga termiskin di Provinsi Jawa Tengah dengan angka kemiskinan sebesar 17 persen, ini lebih besar dari angka kemiskinan Provinsi Jawa Tengah sebesar 16 persen. 3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah jenis data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Kuncoro, Mudrajat; 2001) Adapun data yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu: 1. PDRB Kabupaten Cilacap dan Provinsi Jawa Tengah periode 2002-2013. Data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Cilacap dan
Provinsi Jawa Tengah, serta dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Cilacap. 2. Data sekunder lainnya yang masih ada kaitannya dengan tujuan penelitian ini. 3.3 Metode Pengumpulan Data Keberhasilan dalam pengumpulan data merupakan syarat bagi keberhasilan suatu penelitian. Pengumpulan data akan berhasil jika metode yang dipergunakan juga sesuai. Berkaitan dengan hal tersebut maka pengumpulan data diperlukan untuk mendapatkan data-data yang obyektif dan lengkap yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Metode pengumpulan data yang digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang akan di bahas dalam penelitian ini adalah dengan metode dokumentasi yaitu mencari dan mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, notulen, raport, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2006). Menurut Sugiyono (2011) dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu, dokumen dapat berupa tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Menurut Arikunto (2006) metode dokumentasi memiliki kelebihan, yaitu metode ini menghemat waktu karena dapat dilihat secara langsung sekaligus mencatatnya, tidak perlu pengantar orang lain, tidak menimbulkan kecurigaan, dan dapat mengetahui data yang berlalu. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini dipergunakan data-data sekunder
yang akan diperoleh dari BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten
Cilacap, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), Dinas 31
Pertanian dan Peternakan, Dinas Kehutanan, dan Dinas Perikanan Kabupaten Cilacap. 3.4 Metode Analisis Untuk menjelaskan permasalahan yang telah ditetapkan, maka digunakan beberapa metode analisis data, yaitu: 3.4.1
Analisis Tipologi Klassen Untuk menjawab pertanyaan pertama dipergunakan alat analisis
Tipologi Klassen. Tipologi Klassen merupakan salah satu alat analisis ekonomi regional yang dapat digunakan untuk mengetahui klasifikasi sub sektor pertanian perekonomian wilayah Kabupaten Cilacap. Analisis Tipologi Klassen digunakan dengan tujuan mengidentifikasi posisi sub sektor pertanian perekonomian di Kabupaten Cilacap dengan memperhatikan sub sektor pertanian perekonomian Provinsi Jawa Tengah sebagai daerah referensi. Analisi Tipologi Klassen menghasilkan empat klasifikasi sektor dengan karakteristik yang berbeda sebagai berikut (Sjafrizal, 2008): 1) Sektor yang maju dan tumbuh dengan pesat (developed sector) (Kuadran I). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut PDRB daerah
32
yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si>s dan ski>sk. 2) Sektor maju tapi tertekan (stagnant sector) (Kuadran II). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memiliki nilai kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si<s dan ski>sk. 3) Sektor potensional atau masih dapat berkembang (developing sector) (Kuadran III). Kuadran ini merupakan kuadran laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih besar dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s), tetapi memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si>s dan ski<sk. 4) Sektor relatif tertinggal (underdeveloped sector) (Kuadran IV). Kuadran ini merupakan kuadran yang laju pertumbuhan sektor tertentu dalam PDRB (si) yang lebih kecil dibandingkan laju pertumbuhan sektor tersebut dalam PDRB daerah yang menjadi referensi (s) dan sekaligus memiliki nilai kontribusi sektor terhadap PDRB (ski) yang lebih kecil 33
dibandingkan kontribusi sektor tersebut terhadap PDRB daerah yang menjadi referensi (sk). Klasifikasi ini dilambangkan dengan si<s dan ski<sk. Klasifikasi sektor PDRB menurut Tipologi Klassen sebagai berikut: Kuadran I
Kuadran II
Sektor maju dan tumbuh
Sektor maju tapi tertekan
dengan pesat
si<s dan ski>sk
si>s dan ski>sk Kuadran III Sektor
potensional
Kuadran IV atau
masih dapat berkembang
Sektor relatif tertinggal si<s dan ski<sk
si>s dan ski<sk Gambar 3. Matriks Klasifikasi Tipologi Klassen Sumber: Sjafrizal, 2008 3.4.2 Analisis S-S (Shift Share) Untuk menjawab pertanyan kedua menggunakan analisis shift share. Analisis Shift Share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah bawah dibandingkan dengan struktur perekonomian daerah atas. Analisi shift share juga merupakan suatu teknik membagi atau menguraikan pertumbuhan ekonomi suatu daerah sebagai perubahan atau peningkatan nilai suatu variabel/indikator pertumbuhan perekonomian suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu.
34
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis shift share Esteban Marquilas. Analisis shift share Esteban Marquilas merupakan modifikasi dari analisis shift share klasik. Modifikasi tersebut meliputi pendefinisian kembali kedudukan atau keunggulan kompetitif sebagai komponen ketiga dari teknik shift share dan menciptakan komponen shift share dan menciptakan komponen shift share yang keempat yaitu pengaruh alokasi (Aij) Tujuan analisis adalah untuk menentukan kinerja atau produktifitas kerja perekonomian daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar (tingkat Kabupaten terhadap Provinsi). Tiga komponen utama dalam Analisis Shift Share: 1. Pangsa Pertumbuhan Nasional (National Growth Share), yaitu pertumbuhan (perubahan) variabel ekonomi disuatu wilayah yang disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi nasional. 2. Pangsa Pertumbuhan Proporsional, yaitu menggambarkan perubahan dalam suatu sektor lokal yang diakibatkan pertumbuhan atau kemunduran sektor yang sama ditingkat nasional. 3. Pangsa Lokal (Pergeseran Regional), yaitu pangsa dari pertumbuhan yang menggambarkan tingkat keunikan (kekhasan) tertentu yang dimiliki oleh suatu wilayah (lokal) yang bisa menyebabkan variabel ekonomi wilayah dari suatu sektor. Dalam menggunakan analisis Shift Share, langkah-langkah yang diperlukan adalah:
35
1. Menentukan wilayah yang akan dianalisis. Dalam penelitian ini wilayah yang akan dianalisis adalah wilayah Kabupaten Cilacap. 2. Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis. Indikator kegiatan ekonomi yang digunakan adalah pendapatan dilihat dari nilai PDRB Kabupaten Cilacap dan Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan periode analisis digunakan dari tahun 2002 dampai dangan tahun 2013. 3. Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis. Sektor Ekonomi yang akan dianalisis adalah Sektor Pertanian, yang terdiri dari sub-sub sektor yang akan dianalisis. Sub sektor yang dianalisis dalam penelitian ini adalah sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor perikanan, sub sektor pekebunan, sub sektor kehutanan. 4. Menghitung perubahan indikator kegiatan ekonomi, dengan menghitung presentase perubahan PDRB: % ∆Yij =[(Y’ij-Yij)/ Yij].100% Keterangan: ∆Yij
=Perubahan pendapatan sektor pertanian pada wilayah Kabupaten Cilacap
Yij
=Pendapatan dari sektor pertanian pada wilayah Kabupaten Cilacap pada tahun dasar analisis yaitu tahun 2002
Y’ij
=Pendapatan dari sektor pertanian pada wilayah Kabupaten Cilacap pada tahun akhir analisis yaitu tahun 2013
5. Menghitung Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi yang terdiri dari:
36
a. ri ri = (Y’ij-Yij)/ Yij ;dengan ri adalah rasio pendapatan sektor pertanian pada wilayah Kabupaten Cilacap. b. Ri Ri = (Y’i-Yi)/Yi; dengan Ri adalah rasio pendapatan (Provinsi Jawa Tengah) dari sektor pertanian, Y’i adalah pendapatan (provinsi) dari sektor i pada tahun akhir analisis, dan Yi adalah pendapatan (provinsi) dari sektor i pada tahun dasar analisis. c. Ra Ra = (Y’..-Y..)/Y.. ; dengan Ra adalah rasio pendapatan (Provinsi Jawa Tengah), Y’.. adalah pendapatan (Provinsi Jawa Tengah) pada tahun akhir analisis, dan Y.. adalah pendapatan (Provinsi Jawa Tengah) pada tahun dasar analisis. 6. Menghitung Komponen Pertumbuhan Wilayah a. Komponen Pertumbuhan Regional (PR) PRij = (Ra)Yij Keterangan: PRij=Komponen pertumbuhan regional sektor pertanian untuk wilayah Kabupaten Cilacap Yij =Pendapatan dari sektor pertanian pada wilayah Kabupaten Cilacap pada tahun dasar analisis. b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)
37
PPij= (Ri-Ra)Yij ; dimana PPij adalah komponen pertumbuhan proprosional sektor pertanian untuk wilayah Kabupaten Cilacap. Dengan indikator sebagai berikut:
PPij < 0, menunjukan bahwa sektor pertanian pada wilayah Kabupaten Cilacap pertumbuhannya lambat.
PPij > 0,menunjukan bahwa sektor pertanian pada wilayah Kabupaten Cilacap pertumbuhannya cepat.
c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) PPWij = (ri-Ri)Yij Dimana PPWij adalah Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor pertanian untuk wilayah Kabupaten Cilacap, dengan indikator sebagai berikut:
PPWij > 0, berarti sektor pertanian pada wilayah Kabupaten Cilacap mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan wilayah lainnya.
PPWij < 0, berarti sektor pertanian pada wilayah Kabupaten Cilacap mempunyai daya saing yang kurang baik dibandingkan dengan wilayah lainnya.
d. Presentase ketiga pertumbuhan wilayah dapat dirumuskan: %PNij= (PNij)/Yij*100% %PPij= (PPij)/Yij*100% %PPWij= (PPWij)/Yij*100%
38
3.4.3
Analisis LQ (Loqation Quetient) Untuk menjawab pertanyaan ketiga digunakan alat analisis Loqation
Quetient (LQ). Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan kegiatan basis atau non basis, diantaranya adalah teknik Loqation Quetient (LQ). Pendekatan ini sering digunakan untuk mengukur basis ekonomi. Dalam teknik LQ pengukuran dari kegiatan ekonomi secara relatif berdasarkan nilai tambah bruto, analisis LQ juga dapat digunakan untuk menentukan komoditas basis. Loqation Quetient adalah suatu metode untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai sebuah sektor di suatu daerah ( dalam penelitian ini adalah Kabupaten Cilacap) terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan dalam skala Provinsi. Rumus LQ dapat dituliskan: LQ =
Keterangan: Vi(s)
=Pendapatan Sub Sektor pertanian pada daerah bawah (Kabupaten Cilacap)
V(s)
=Pendapatan total Sektor Pertanian daerah bawah (Kabupaten Cilacap)
Vi r
= Pendapatan Sub Sektor Pertanian pada daerah atas (Provinsi Jawa Tengah)
Vr
= Pendapatan total Sektor Pertanian daerah atas (Provinsi Jawa Tengah) 39
Jika nilai LQ>1 maka sub sektor pertanian tersebut dikategorikan sektor unggulan. Artinya
sub sektor pertanian dalam perekonomian
Kabupaten Cilacap dapat memberikan peranan lebih besar dari pada peranan sub sektor pertanian dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. LQ=1 maka sub sektor pertanian dikategorikan sektor tertutup. Karena dianggap hasilnya hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri, namun kondisi yang demikian sulit ditemukan dalam sebuah perekonomian suatu daerah. LQ<1 maka sub sektor pertanian tersebut dikategorikan sebagai sektor non unggulan, artinya peranan sub sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Cilacap Lebih kecil dibanding peranan sub sektor pertanian dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Metode LQ memiliki beberapa keunggulan, keunggulan tersebut antara lain: 1) Metode LQ memperhitungkan ekspor langsung dan ekspor tidak langsung. 2) Metode LQ sederhana dan tidak mahal serta dapat diterapkan pada data historis untuk mengetahui trend.Kelebihan analisis LQ yang lainnya adalah analisis ini bisa dibuat menarik apabila dilakukan dalam bentuk time-series/trend, artinya dianalisis selama kurun waktu tertentu. Dalam hal ini perkembangan LQ bisa dilihat untuk suatu komoditi tertentu dalam kurun waktu yang berbeda, apakah terjadi kenaikan atau
penurunan (Tarigan, 2005).
40
BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN CILACAP
4.1. Letak Geografis Kabupaten Cilacap merupakan kabupaten terluas di Provinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Kabupaten Cilacap seluruhnya adalah 225.361Ha (termasuk luas pulau Nusakambangan11.511Ha) atau sekitar 6,94% dari luas wilayah Jawa Tengah. Kabupaten Cilacap secara astronomi terletak diantara 108 4’ 30 “-109 30’ 30 “ dan 7 30’ – 745’ 20 “ LS. Kabupaten Cilacap secara administratif terbagi menjadi 24 kecamatan, yang terdiri dari 269 desa dan 15 kelurahan. Pada Sebelah Utara Kabupaten Cilacap berbatasan dengan Kabupaten Banyumas, pada Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia, pada Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat, pada Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kebumen 4.2. Topografi Topografi daerah Kabupaten Cilacap bervariasi dari dataran rendah sampai pegunungan. Wilayah Kabupaten Cilacap terletak pada ketinggian mulai dari 0 mdpl (garis pantai) sampai ketinggian 1.146 mdpl (Gunung Bongkok di Kecamatan Wanareja). Dengan ketinggian wilayah berkisar antara 0-1.146 mdpl. Perincian ketinggian berdasarkan konsep Wilayah Tanah Usaha (WTU) di beberapa kecamatan di Kabupaten Cilacap dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 1. Luas Wilayah Kecamatan Berdasarkan Ketinggian Tempat Kecamatan
Luas Wilayah Berdasarkan Ketinggian Tempat (Ha) 0-7 7-25 25-100 100500>1000 mdp mdpl mdpl 500 1000 mdpl l mdpl mdpl
Dayeluhur Wanareja Majenang Cimanggu Karangpucung Sidareja Kedungreja Gandrungmangu Kawunganten Jeruklegi Kesugihan Adipala Maos Kroya Binangun Nusawung Cilacap Selatan Cilacap Tengah Cilacap Utara
629 1.640 313 1.523 2.343 400 -
1.175 6.785 4.650 425 9.426 15.084 10.644 27.561 4.580 5.652 4.356 5.222 5.883 3.619 3.783 511 2.215 1.884
1.725 3.450 1.300 3.400 5.225 4.175 3.125 5.325 3.775 1.050 106 -
9.181 4.225 4.756 12.369 5.800 3.950 550 2.775 1.575 900 17 -
4.425 4.500 2.925 550 475 -
100 225 2.050 -
Sumber: Dinas Pertanian (2014) Wilayah Cilacap Bagian Barat yang meliputi Kecamatan Dayehluhur, Wanareja,
Majenang,
Cimanggung,
Cipari,
Karangpucung,
Sidareja,
Gandrungmangu, Kawunganten, yang wilayahnya mempunyai daerah perbukitan dan pegunungan sesuai untuk pengembangan tanaman perkebunan dan kehutanan dengan kepentingan ekonomis maupun ekologis. Tanaman padi-palawija dan hortikultura sebarannya luas mulai dari dataran rendah sampai pegunungan, sehingga bisa dikembangkan di semua bagian wilayah Kabupaten Cilacap. Perikanan laut dan perikanan tambak potensial
42
dikembangkan di daerah yang dekat dengan wilayah laut seperti Kecamatan Kesugihan, Adipala, Maos, Binangun, Nusawungu, dan Cilacap Selatan. 4.3. Demografi Menurut BPS Provinsi Jawa Tengah Pada tahun 2013 Kabupaten Cilacap adalah Kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar kedua di Provinsi Jawa Tengah setelah Kabupaten Brebes. Dari tahun 2002-2013 jumlah penduduk Kabupaten Cilacap selalu mengalami peningkatan, dan yang terbesar terjadi pada tahun 2013, seperti yang terlihat dalam tabel berikut. Tabel 2. Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Tahun
Jumlah Penduduk
2002 1.696.765 2003 1.704.596 2004 1.709.908 2005 1.716.232 2006 1.722.607 2007 1.730.469 2008 1.738.603 2009 1.744.128 2010 1.748.705 2011 1.755.268 2012 1.764.003 2013 1.798.299 Sumber: BPS Kabupaten Cilacap (2014)
Pertumbuhan (%) 0,45 0,46 0,31 0,37 0,37 0,46 0,47 0,32 0,26 0,38 0,50 1,94
43
4.4. Komposisi
Penduduk
Menurut
Lapangan
Usaha
Dari
Mata
Pencahariaan Utamanya Tingkat penyerapan tenaga kerja adalah salah satu indikator dari keberhasilan pembangunan suatu wilayah, dengan semakin besar penyerapan tenaga kerja akan semakin meningkatkan pendapatan per kapita penduduk. Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Cilacap pada tahun 2012 dan tahun 2013 sektor pertanian menjadi sektor yang menyerap tenaga kerja terbanyak seperti yang terlihat pada tabel berikut: Tabel 3: Matapencaharian Penduduk Kabupaten Cilacap Menurut Lapangan Usaha Tahun Lapangan Usaha 2012 Pertanian 556.348 Industri 70.481 Perdagangan 99.567 Angkutan Komunikasi 23.156 Jasa 92.875 Lainnya 88.067 Jumlah 930.494 Sumber: BPS Kabupaten Cilacap (2014)
2013 546.888 74.215 104.698 23.560 95.016 110.933 955.310
Laju Pertumbuhan (%) -1,70 5,30 5,15 1,74 2,31 25,96 2,67
Pada table diatas dapat dilihat bahwa pada kurun waktu tahun 2012-2013 sektor pertanian adalah sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja di
44
Kabupaten Cilacap, akan tetapi tenaga kerja pada sektor ini mengalami penurunan sebesar 1,70 Persen. Penurunan tenaga kerja yang bekerja dalam sektor pertanian ini dipengaruhi dengan lambatnya aliran uang yang terjadi pada sektor pertanian sesuai dengan karakteristik produk pertanian yang bersifat musiman,yang mengakibatkan aliran uang hanya terjadi pada musim-musim tertentu saja, misalnya musim panen padi, musim panen palawija, musim panen kayu perhutanan, dan sebagainya. Namun tidak halnya dengan sektor-sektor lain, yang mengalami peningkatan dalam penyerapan tenaga kerja. Grafik perbandingan matapencaharian penduduk Cilacap tahun 2012-2013 dapat dilihat pada gambar berikut
Matapencaharian Penduduk Cilacap Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2012-2013 600.000 500.000 400.000 300.000
2012
200.000
2013
100.000 -
Gambar 3. Penduduk Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012-2013 Sumber: Tabel 7 (Diolah) Menurut sensus pertanian tahun 2013 jumlah rumah tangga usaha pertanian selama sepuluh tahun terakhir yaitu tahun 2003-2013 mengalami penurunan sebesar 24,84 persen. Penurunan jumlah rumah tangga usaha tani terjadi pada sub sektor Hortikultura,
45
sub sektor perkebunan, sub sektro peternakan, sub sektor perikanan (penurunan hanya terjadi pada penangkapan ikan), dan sub sektor kehutanan. Sementara jumlah rumah tangga usaha pertanian justru mengalami peningkatan, yaitu pada sub sektor tanaman pangan khususnya pada tanaman pangan padi, serta pada sub sektor jasa pertanian. Seperti terlihat pada table berikut: Tabel 4: Rumah Tangga Usaha Pertanian Kabupaten Cilacap Tahun 2003 dan 2013
Sektor/Subsektor Sektor Pertanian 1. Tanaman Pangan Padi Palawija 2. Hortikultura 3. Perkebunan 4. Peternakan 5. Perikanan Budidaya Ikan Penangkapan Ikan 6. Kehutanan 7. Jasa Pertanian
2003 337.205 199.543 177.516 76.599 234.018 197.160 252.942 29.394 18.381 11.395 110.530 6.665
Rumah Tangga Usaha Pertanian Perubahan 2013 Absolut % 243.449 -83.756 -24,84 200.940 1.397 0,70 192.001 14.485 8,16 45.374 -31.225 -40,76 116.862 -117.156 -50,06 112.628 -84.532 -42,87 127.029 -125.913 -49,78 25.017 -4.377 -14,89 20.094 1.713 9,32 5.195 -6.200 -54,41 97.473 -13.057 -11,81 7.419 754 11,31
Sumber: BPS Kabupaten Cilacap (Sensus Pertanian Kabupaten Cilacap 2013) 4.5. Pemanfaatan Lahan Dalam bidang pertanian ketersediaan lahan adalah sebuah hal yang sangat penting untuk menunjang keberhasilan bidang pertanian dalam menghasilkan produktifitas yang tinggi. Kabupaten Cilacap adalah kabupaten terluas di Provinsi Jawa Tengah dengan luas wilayah 213.850 Ha tanpa pulau Nusa Kambangan. Dengan mayoritas tenaga kerja Kabupaten Cilacap yang bekerja disektor pertanian maka diperlukan luas lahan pertanian yang memungkinkan untuk
46
mendapatkan produktifitas yang tinggi. Penggunaan lahan di Kabupaten Cilacap tahun 2013 ada pada tabel berikut. Tabel 5. Luas Penggunaan Lahan Di Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Luas Lahan
164 164 164 164 171 171 171 171 151 111 97 6
Kolam Empang
44.877 44.877 44.877 44.877 45.224 45.213 45.213 45.213 45.797 45.397 43.564 42.457
Tambak
719 719 719 719 719 719 719 719 284 284 284 284
Kebun
2002 62.261 4.213 41.747 10.084 2003 62.261 4.213 41.747 10.084 2004 62.466 4.206 41.747 10.084 2005 62.466 4.206 41.747 10.084 2006 63.097 4.206 43.519 9.579 2007 63.093 4.206 43.519 9.579 2008 63.093 4.206 43.519 9.579 2009 63.093 4.208 43.518 9.579 2010 63.318 4.294 42.823 10.153 2011 63.963 3.747 40.992 11.921 2012 64.502 1.536 45.258 12.453 2013 64.744 1.348 46.375 12.899 Sumber: BPS Kabupaten Cilacap 2014
Ladang
Perkebunan
Negara
Rakyat
Tahun
Sawah
Hutan
436 436 531 531 563 554 554 609 607 514 356 338
Pada tahun 2002-2013 pemanfaatan lahan di Kabupaten Cilacap mengalami pertumbuhan yang fluktuatif. Untuk lahan sawah mengalami peningkatan ini terkait dengan pengalih fungsian lahan yang dimiliki penduduk yang tadinya berupa lahan pekarangan, kebun, ladang ataupun juga lahan tak tergarap dirubah menjadi lahan sawah. Lahan kehutanan baik hutan rakyat ataupun hutan negara mengalami pertumbuhan yang fluktuatif akan tetapi pada tahun 2013 menjadi puncak tertinggi luas hutan negara, sedangkan hutan rakyat justru mengalami penurunan luasan, ini terkait dengan kegiatan pengalih fungsian lahan untuk membuat pemukiman atau tempat tinggal baru oleh warga Cilacap. Lahan ladang
47
juga mengalami penurunan luas, lahan tersebut dikonfersikan untuk lahan sawah atau pun untuk lahan non pertanian baik pemukiman ataupun industri. Untuk luas lahan kebun mengalami pertumbuhan fluktuatif, sempat naik dengan luas yang cukup besar pada tahun 2010, akan tetapi tahun sesudahnya mengalami penurunan yang cukup banyak. Untuk lahan pada sektor perikanan justru mengalami penurunan, khususnya pada lahan tambak, terus mengalami kemerosotan luasan lahan. Sedangkan untuk lahan kolam atau empang mengalami pertumbuhan fluktuatif, sempat naik pada tahun 2009 lalu tahun sesudahnya juga mengalami penurunan yang cukup drastis. Secara garis besar perkembangan luas lahan pertanian di Kabupaten Cilacap mengalami peningkatan pada luas lahan sawah, hutan negara, dan perkebunan. Sedangkan lahan pertanian yang lain mengalami penurunan, baik lahan yang dikonfersi untuk membuka lahan pertanian baru, dalam hal ini lahan sawah, ataupun untuk dikonfersikan ke lahan non pertanian.
4.6. Keadaan Ekonomi Keadaaan ekonomi suatu daerah dapat menunjukan keberhasilan atau kegagalan pemerintah daerah dalam mengurus dan mengatur daerahnya. Menurun atau meningkatnya keadaan ekonomi suatu daerah dapat ditunjukan dengan tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Berdasarkan data BPS Kabupaten Cilacap, Perekonomian Kabupaten Cilacap berdasarkan PDRB atas harga konstan 2000
48
tanpa migas, Laju Pertumbuhan Ekonominya mengalami pertumbuhan yang fluktuatif cenderung meningkat. Seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 6. PDRB dan Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun PDRB Laju Pertumbuhan Ekonomi (%) 2002 17.678.237,93 8,96 2003 18.832.659,81 6,53 2004 20.122.240,93 6,85 2005 19.565.231,07 -2,77 2006 20.564.936,13 5,11 2007 21.108.693,92 2,64 2008 22.390.015,92 6,07 2009 22.732.979,33 1,53 2010 23.736.627,80 4,41 2011 24.702.784,39 4,07 2012 25.452.057,81 3,03 2013 26.065.800,51 2,41 Sumber: BPS Kabupaten Cilacap 2014 (diolah) Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa perkembangan ekonomi Kabupaten Cilacap mengalami perkembangan yang cukup baik pada tahun 2002-2004 ditandai dengan nilai laju pertumbuhannya yang memiliki nilai positif, yang artinya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Cilacap mengalami peningkatan. Akan tetapi, pada tahun 2005 mengalami penurunaan pendapatan dari sebesar 2,77 persen. Selanjutnya pada tahun 2006-2013 perekonomian Kabupaten Cilacap tanpa migas selalu mengalami peningkatan yang beragam ditunjukan dengan nilai laju pertumbuhan yang memiliki nilai positif.
49
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian Pada PDRB Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013 berdasarkan atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha menunjukan bahwa sektor pertanian mengalami peningkatan setiap tahunnya. Seperti pada tabel berikut: Tabel 7. Nilai Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap PDRB Kabupaten Cilacap Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2013 (Juta Rupiah) Lapangan Usaha Tahun Tanaman Bahan Tanaman Jumlah Peternakan Kehutanan Perikanan Makanan
Perkebunan
2002
1.784.975,08
131.183,78
258.688,16
106.404,35
189.481,73
2003
1.881.027,27
133.082,79
263.889,03
103.107,15
148.847,61
2004
1.929.707,76
141.984,60
276.198,13
104.458,26
131.713,22
2005
1.966.454,64
161.919,13
284.199,84
97.091,66
127.287,03
2006
2.001.806,25
165.187,26
302.298,32
100.246,34
139.330,55
2007
2.049.658,02
167.979,70
315.302,23
100.336,49
154.382,32
2008
2.107.594,31
179.826,64
324.343,25
110.205,87
167.613,50
2009
2.165.530,60
209.980,71
333.759,75
119.551,39
172.050,31
2010
2.220.616,82
263.481,78
337.489,38
120.499,71
178.267,48
2011
2.243.753,11
283.288,64
351.905,88
124.845,23
183.704,30
365.084,84
126.628,82
191.655,96
2012
2.271.041,72
301.808,22
2013
2.300.662,22
316.138,49
384.757,36
128.037,89
197.451,82
Ratarata
2.076.902,32
204.655,15
316.493,01
111.784.43
165.148,82
Sumber: BPS Kabupaten Cilacap 2014
2.470.733,10 2.529.953,85 2.584.061,97 2.636.952,30 2.708.868,72 2.787.658,76 2.889.583,57 3.000.872,76 3.120.355,17 3.187.497,16 3.256.219,56 3.327.047,78 2.763.199,30
Dari Tabel 7 terlihat sub sektor yang memberikan rata-rata nilai kontribusi paling besar terhadap perekonomian Kabupaten Cilacap pada periode 2002-2013 adalah sub sektor tanaman bahan makanan, diikuti sub sektor peternakan, tanaman perkebunan, perikanan, dan kehutanan. Sejalan dengan PDRB Kabupaten Cilacap, PDRB Provinsi Jawa Tengah pun mengalami peningkatan setiap tahunnya selama periode 2002-2013. Seperti yang terlihat pada tabel berikut: Tabel 8. Nilai Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2013 Tahun
Lapangan Usaha Tanaman Bahan Makanan
Tanaman Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan
2002
19.610.997,42
2.515.998,01
3.249.634,00
595.594,79
1.752.861,86
27.725.086,08
2003
19.575.711,22
2.460.627,43
3.055.450,68
352.329,24
1.713.477,05
27.157.595,62
2004
20.679.734,58
2.634.349,91
3.076.706,09
468.457,78
1.746.988,92
28.606.237,28
2005
21.507.487,27
2.747.119,29
3.292.244,97
693.825,67
1.683.965,05
29.924.642,25
2006
22.120.970,77
2.854.270,38
3.603.302,51
580.320,98
1.843.334,47
2007
22.335.544,19
3.041.564,58
4.033.969,27
582.294,07
1.869.325,49
2008
23.150.206,55
3.061.080,00
4.155.830,07
555.656,45
1.957.934,78
2009
23.912.094,91
3.251.610,00
4.408.535,28
579.230,53
1.949.677,41
2010
24.587.491,51
3.147.265,36
4.665.006,67
630.780,66
1.925.881,19
34.956.425,39
2011
24.559.128,85
3.276.056,48
4.905.554,99
652.913,15
2.006.147,09
35.399.800,56
2012
25.427.512,90
3.411.458,95
5.107.200,13
645.799,07
2.120.369,38
36.712.340,43
2013
25.777.283,67
3.559.549,75
5.391.172,08
647.386,14
2.138.565,98
37.513.957,62
Jumlah
Rata 22.770.346,99 2.996.745,85 4.078.717,23 582.049,04 1.892.377,39 -rata Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah 2014
31.002.199,11 31.862.697,60 32.880.707,85 34.101.148,13
32.320.236,50
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sektor pertanian mengalami penurunan nilai kontribusi pada tahun 2002 ke tahun 2003 baik sektor pertanian maupun sub
51
sektor pertanian mengalami penurunan nilai kontribusi, akan tetapi pada tahun-tahun sesudahnya selalu mengalami peningkatan. Sub sektor tanaman bahan makanan adalah sub sektor yang selalu mengalami peningkatan nilai kontribusi dari tahun 2003-2013, selain itu sub sektor ini adalah sub sektor yang menjadi sub sektor yang memiliki nilai rata-rata terbesar dalam nilai kontribusi terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah. Diikuti oleh sub sektor peternakan. Sub sektor peternakan juga memiliki nilai kontribusi yang selalu meningkat dari tahun 2003-2013. Sub sektor yang memberikan rata-rata nilai kontribusi terbesar ketiga adalah Sub sektor tanaman perkebunan. Sub sektor ini mengalami pertumbuhan yang cukup baik pada tahun 2003-2009 ditandai dengan peningkatan nilai kontribusi pada tiap tahunnya, akan tetapi nilai kontribusi sub sektor tanaman perkebunan mengalami penurunan pada tahun 2010. Pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2011-2013 sub sektor tanaman perkebunan mengalami peningkatan nilai kontribusi. Nilai kontribusi sub sektor pertanian terbesar keempat ada pada sub sektor perikanan. Sub sektor perikanan memiliki nilai kontribusi yang fluktiatif cenderung meningkat, pada tahun 2002 ke tahun 2003 nilai kontribusinya menurun, tapi pada tahun selanjutnya nilai kontribusinya meningkat, dan kembali menurun pada tahun 2005. Dan kembali meningkat pada tahun 2006 sampai tahun 2008. Dua tahun selanjutnya, yaitu tahun 2009 dan 2010 kembali menurun nilai kontribusi terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Selanjunya pada tahun 2011-2013 mengalami peningkatan nilai kontribusi. Dan sub sektor yang memberikan nilai rata-rata kontribusi paling kecil adalah sub sektor kehutanan dengan perkembangan nilai kontribusi yang fluktuatif juga. Mengalami peningkatan pada tahun 2003 sampai tahun 2005, namun kembali 52
menurun pada tahun 2006, kembali meningkat pada tahun 2007 namun pertumbuhan negatif kembali terjadi pada tahun 2008. Pada tahun selanjutnya yaitu tahun 2009 sampai tahun 2011 meningkat tapi kembali menurun pada tahun 2012, dan sedikit mengalami peningkatan pada tahun 2013. 5.1.1 Klasifikasi Pertumbuhan Sub Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap Untuk mengatahui klasifikasi pertumbuhan sub sektor pertanian dalam penelitian ini digunakan alat analisis Tipologi Klassen. Dalam menganalisis klasifikasi pertumbuhan sub sektor menggunakan analisis Tipologi Klassen digunakan laju pertumbuhan dan nilai kontribusi baik dari Kabupaten Cilacap dan Provinsi Jawa Tengah. Tabel 9. Rata-rata Laju Pertumbuhan dan Rata-rata Kontribusi Sub Sektor Pertanian Dalam PDRB Provinsi Jawa Tengah dan Kabupaten Cilacap Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2013 Provinsi Jawa Tengah Kabupaten Cilacap Rata-rata Pertumbuhan n(S)
Rata-rata Kontribusi (Sk)
Rata-rata Pertumbuhan n(Si)
Rata-rata Kontribusi (Ski)
Lapangan Usaha Tanaman Bahan Makanan 2,83 22.770.346,99 2,34 2.076.902,32 Tanaman Perkebunan 2,76 2.996.745,85 8,53 204.655,15 Peternakan 5,13 4.078.717,23 3,69 316.493,01 Kehutanan 3,14 582.049,04 1,80 111.784.43 Perikanan 1,77 1.892.377,39 0,83 165.148,82 Sumber: Nilai Kontribusi dan Laju Pertumbuhan Sektor Pertanian (BPS Kabupaten Cilacap dan Provinsi Jawa Tengah tahun 2014) Dari tabel 9 terlihat bahwa sub sektor dari sektor pertanian yang memiliki kontribusi rata-rata paling besar terhadap PDRB Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013 adalah sub sektor tanaman bahan makanan, diikuti sub sektor peternakan, sub sektor
53
tanaman perkebunan, sub sektor perikanan, dan sub sektor kehutanan. Jika dilihat dari rata-rata pertumbuhan sub sektor pertanian terhadap PDRB Kabupaten Cilacap maka akan didapat Sub sektor tanaman perkebunan yang memiliki nilai rata-rata pertumbuhan terbesar, diikuti oleh sub sektor peternakan, sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor kehutanan, dan sub sektor perikanan. Dari tabel 9 juga dapat dilihat sub sektor yang memiliki rata-rata nilai kontribusi terbesar di Provinsi Jawa Tengah adalah sub sektor tanaman bahan makanan, diikuti oleh sub sektor peternakan, sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor perikanan, dan sub sektor kehutanan. Sedangkan nilai rata-rata pertumbuhan sub sektor pertanian dalam PDRB Provinsi Jawa Tengah tahun 2002-2013 adalah sub sektor peternakan, diikuti sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor kehutanan, sub sektor tanaman bahan makanan, dan sub sektor perikanan. Berdasarkan tabel 9 dapat diklasifikasikan sub sektor dalam sektor pertanian dalam PDRB Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013 Atas Dasar Harga Konstan 2000 dengan menggunakan analisis Tipologi Klassen untuk menentukan posisi masingmasing sub sektor dengan membandingkan rata-rata laju pertumbuhan sub sektor tingkat Kabupaten Cilacap dengan rata-rata laju pertumbuhan sub sektor tingkat Provinsi Jawa Tengah, dan membandingkan rata-rata nilai kontribusi sub sektor tingkat Kabupaten Cilacap dengan rata-rata nilai kontribusi sub sektor tingkat Provinsi Jawa Tengah. Seperti terlihat dalam matriks Tipologi Klassen berikut:
54
Kuadran I Sub Sektor maju dan tumbuh dengan pesat Si>S dan Ski>Sk
Kuadran III Sub Sektor potensional atau masih dapat berkembang Si>S dan Ski<Sk Tanaman Perkebunan
Kuadran II Sub Sektor maju tapi tertekan Si<S dan Ski>Sk
Kuadran IV Sub Sektor relatif tertinggal Si<S dan Ski<Sk Tanaman Bahan Pangan Peternakan Kehutanan Perikanan
Gambar 5. Matriks Tipologi Klassen Klasifikasi Sub Sektor dalam Sektor Pertanian Dalam PDRB Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013 Atas Dasar Harga Konstan 2000 Sumber: Tabel 9 (diolah) Dari hasil analisis Tipologi Klassen tidak terdapat sub sektor pertanian dalam PDRB Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013 yang termasuk dalam klasifikasi sub sektor yang maju dan pesat, serta dalam klasifikasi sub sektor maju tapi tertekan. Adalah sub sektor tanaman perkebunan yang termasuk dalam klasifikasi sub sektor potensional atau masih dapat berkembang. Sedangkan keempat sub sektor pertanian yang lain berada dalam klasifikasi sub sektor relatif tertinggal yaitu, sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor peternakan, sub sektor kehutanan, dan sub sektor perikanan.
55
5.1.2 Pertumbuhan Sub Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap Untuk mengetahui pertumbuhan sub sektor pertanian di Kabupaten Cilacap dalam penelitian ini digunakan alat analisis Shift-Share. Analisis ini bertujuan untuk mengurai pertumbuhan atau perubahan suatu variabel daerah. Dalam analisis ShiftShare terdapat tiga tahap untuk menjawab sebagai berikut: 5.1.2.1 Perubahan Indikator Kegiatan Ekonomi Dalam tahapan ini dilakukan perhitungan yang terjadi dalam PDRB Sub Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013. Untuk mengetahui perubahan Sub Sektor dalam PDRB Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013 dengan menggunakan rumus berikut: % ∆Yij =[(Y’ij-Yij)/ Yij].100 Keterangan: ∆Yij =Perubahan pendapatan sektor pertanian pada wilayah Kabupaten Cilacap Yij
=Pendapatan dari sektor pertanian pada wilayah Kabupaten Cilacap pada tahun dasar analisis yaitu tahun 2002
Y’ij =Pendapatan dari sektor pertanian pada wilayah Kabupaten Cilacap pada tahun akhir analisis yaitu tahun 2013
56
Dari hasil perhitungan perubahan pendapatan sub sektor pertanian Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 didapatkan hasil seperti pada tabel berikut: Tabel 10 . Perubahan Pendapatan Sub Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Lapangan Usaha ∆Yij (%) Tanaman Bahan Makanan 28,89 Tanaman Perkebunan 140,99 Peternakan 48,73 Kehutanan 20,33 Perikanan 4,21 Sumber: Nilai Kontribusi Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap (BPS Kabupaten Cilacap, 2014) Pada tabel 10 terlihat bahwa pada tahun 2002-2013 terjadi peningkatan pada tiap-tiap sub sektor dalam sektor pertanian di Kabupaten Cilacap. Peningkatan terbesar terjadi pada sub sektor tanaman perkebunan dengan 140,99%, kemudian sub sektor peternakan dengan 48,73%, tanaman bahan makanan dengan 28,89%, sub sektor kehutanan dengan 20,33%, dan yang terkecil sub sektor perikanan dengan 4,20%, 5.1.2.2 Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi Secara umum seluruh sub sektor pertanian di Kabupaten Cilacap mengalami peningkatan namun tidak halnya rasio pada setiap sub sektor. Rasio adalah perbandingan antara dua hal yang saling berhubungan, dalam hal ini rasio yang dimaksud adalah rasio indikator kegiatan ekonomi sub sektor dalam sektor pertanian di Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013. Setiap sub sektor dalam sektor pertanian memiliki rasio yang berbeda-beda baik pada Perekonomian Kabupaten Cilacap
57
Maupun Perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Dalam menghitung rasio indikator kegiatan ekomoni ada tiga rasio yang dihitung, yaitu: d. ri ri = (Y’ij-Yij)/ Yij ;dengan ri adalah rasio pendapatan sektor pertanian pada wilayah Kabupaten Cilacap. e. Ri Ri = (Y’i-Yi)/Yi; dengan Ri adalah rasio pendapatan (Provinsi Jawa Tengah) dari sektor pertanian, Y’i adalah pendapatan (provinsi) dari sub sektor i pada tahun akhir analisis, dan Yi adalah pendapatan (provinsi) dari sub sektor i pada tahun dasar analisis. f. Ra Ra = (Y’..-Y..)/Y.. ; dengan Ra adalah rasio pendapatan (Provinsi Jawa Tengah), Y’.. adalah pendapatan (Provinsi Jawa Tengah) pada tahun akhir analisis, dan Y.. adalah pendapatan (Provinsi Jawa Tengah) pada tahun dasar analisis. Tabel 11. Rasio Indikator Kegiatan Ekonomi Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Lapangan Usaha Ri Ri Ra Tanaman Bahan Makanan 0,29 0,31 0,35 Tanaman Perkebunan 1,41 0,41 0,35 Peternakan 0,49 0,66 0,35 Kehutanan 0,20 0,09 0,35 Perikanan 0,04 0,22 0,35 Sumber: Nilai Kontribusi Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap dan Provinsi Jawa Tengah (BPS Kabupaten Cilacap dan Provinsi Jawa Tengah, 2014)
58
Dari tabel 11 menunjukkan nilai ri, Ri, Ra. Seperti yang terlihat didapatkan rasio pendapatan sektor pertanian pada wilayah Kabupaten Cilacap (ri) terbesar adalah sub sektor tanaman perkebunan, diikuti sub sektor peternakan, sub sektor perikanan sub sektor kehutanan dan yang terakhir sub sektor tanaman bahan makanan. Nilai Ri atau rasio pendapatan tiap sub sektor dalam sektor pertanian di wilayah Provinsi Jawa Tengah menghasilkan nilai rasio tertinggi berada dalam sub sektor kehutanan, kemudian sub sektor peternakan, selanjutnya sub sektor tanaman perkebunan, diikuti sub sektor tanaman bahan makanan, dan yang terakhir sub sektor perikanan. Ra didapat dari perhitungan selisih antara total PDRB Sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah tahun akhir analisis dengan total PDRB sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah tahun dasar/awal analisis dibagi dengan jumlah PDRB sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah pada tahun dasar/awal analisis. Dari hasil perhitungan didapat nilai Ra sebesar 0,35 yang berarti bahwa pertumbuhan ekonomi sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah meningkat sebesar 0,35. 5.1.2.3 Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Cilacap Pertumbuhan sub sektor pertanian wilayah Kabupaten Cilacap dipengaruhi oleh beberapa komponen pertumbuhan
wilayah, yaitu Pertumbuhan Regional (PR),
Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Jika ketiga komponen tersebut memiliki nilai positif, maka laju pertumbuhan sub sektor dalam sektor pertanian di Kabupaten Cilacap memiliki peningkatan.
59
Pertumbuhan Regional (PR) didapatkan dari rasio pendapatan sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah dikalikan dengan pendapatan sub sektor Pertanian Kabupaten Cilacap pada tahun dasar analisis yaitu tahun 2002, dan didapatkan hasil seperti pada tabel 12 berikut. Tabel 12. Pertumbuhan Regional Sub Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Lapangan Usaha Prij PRij (%) Tanaman Bahan Makanan 630.219,57 35,31 Tanaman Perkebunan 46.316,94 35,31 Peternakan 91.334,80 35,31 Kehutanan 37.568,09 35,31 Perikanan 66.900,15 35,31 Sumber: Nilai Kontribusi Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap dan Provinsi Jawa Tengah (BPS Kabupaten Cilacap dan Provinsi Jawa Tengah, 2014)
Pada tabel 12 dapat dilihat bahwa pertumbuhan sub sektor pertanian di Kabupaten Cilacap dipengaruhi secara positif oleh pertumbuhan perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Sub sektor pertanian Kabupaten Cilacap yang mendapat pengaruh paling besar dari pertumbuhan perekonomian Provinsi Jawa Tengah adalah sub sektor tanaman bahan makanan, diikuti sub sektor peternakan, sub sektor perikanan, sub sektor tanaman perkebunan, dan yang terkecil mendapat pengaruh dari pertumbuhan perekonomian Provinsi Jawa Tengah adalah sub sektor kehutanan. Pertumbuhan Proporsional adalah komponen selanjutnya yang mempengaruhi pertumbuhan sub sektor pertanian Kabupaten Cilacap. Pertumbuhan Proprosional (PP) dihasilkan dari selisih antara rasio pendapatan tiap sub sektor dalam sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah (Ri) dan rasio pendapatan Sektor Pertanian Provinsi Jawa
60
Tengah (Ra)
dikalikan pendapatan sub sektor dalam sektor pertanian Kabupaten
Cilacap pada tahun dasar analisis yaitu 2002. Hasil perhitungan pertumbuhan proporsional (PP) pada tabel berikut. Tabel 13. Pertumbuhan Proporsional (PP) Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Keterangan Lapangan Usaha PPij PPij (%) Pertumbuhan Tanaman Bahan Makanan -68.969,82 -3,86 Lambat Tanaman Perkebunan 8.093,70 6,17 Cepat Peternakan 79.143,03 30,59 Cepat Kehutanan -28.315,45 -26,61 Lambat Perikanan -25.206,11 -13,30 Lambat Sumber: Nilai Kontribusi Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap dan Provinsi Jawa Tengah (BPS Kabupaten Cilacap dan Provinsi Jawa Tengah) Dari tabel 13 dapat dilihat bahwa ada tiga sub sektor dalam sektor pertanian di Kabupaten Cilacap yang memiliki nilai Pertumbuhan Proporsional positif. Dimulai dari yang memiliki nilai (PP) terbesar yaitu sub sektor peternakan, kemudian sub sektor tanaman perkebunan. Kedua sub sektor ini memiliki nilai Pertumbuhan Proporsional sub sektor positif (PPij>0) yang artinya kedua sub sektor ini memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat. Kemudian tiga sub sektor pertanian yang tersisa mendapat nilai Pertumbuhan Proporsional negatif,yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, kemudian sub sektor kehutanan, dan selanjutnya sub sektor perikanan. Ketiga sub sektor pertanian ini mendapatkan nilai pertumbuhan proporsional sub sektor pertanian negatif (PPij<0) yang berarti tingkat pertumbuhan ketiga sub sektor ini adalah lambat. Komponen ketiga yang mempengaruhi pertumbuhan sub sektor pertanian di Kabupaten Cilacap adalah Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). Pertumbuhan Pangsa
61
Wilayah adalah hasil dari selisih rasio pendapatan sub sektor pertanian di Kabupaten Cilacap (ri) dan rasio pendapatan sub sektor pertanian di Provinsi Jawa Tengah (Ri) dikali pendapatan sub sektor pertanian Kabupaten Cilacap pada tahun dasar analisis yaitu 2002. Hasil perhitungan pertumbuhan pangsa wilayah dapat dilihat ditabel 14 berikut ini. Tabel 14.
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) Sub Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Lapangan Usaha PPWij PPWij% Keterangan Tanaman Bahan Makanan Tidak Kompetitif -45.562,60 -2,55 Tanaman Perkebunan Kompetitif 130.544,07 99,51 Peternakan Tidak Kompetitif -44.408,63 -17,17 Kehutanan Kompetitif 12.380,90 11,64 Perikanan Tidak Kompetitif -33.723,95 -17,80 Sumber: Nilai Kontribusi Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap dan Provinsi Jawa Tengah (BPS Kabupaten Cilacap dan Provinsi Jawa Tengah, 2014) Dari tabel 14 dapat dilihat bahwa sub sektor dalam sektor pertanian Kabupaten
Cilacap memiliki nilai positif dan nilai negatif. Nilai positif artinya sub sektor tersebut memiliki daya saing yang baik terhadap sub sektor di wilayah (Kabupaten/Kota) lain di Provinsi Jawa Tengah (Kompetitif), sedangkan nilai Pertumbuhan Pangsa Wilayah negatif artinya sub sektor tersebut memiliki daya saing yang kurang baik terhadap sub sektor dalam sektor pertanian di wilayah (Kabupaten/Kota) lain di Provinsi Jawa Tengah (Tidak Kompetitif). Sub sektor yang memiliki pertumbuhan wilayah kompetitif adalah sub sektor tanaman perkebunan dan sub sektor kehutanan.sub sektor yang memiliki pertumbuhan wilayah tidak kompetitif adalah sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor peternakan, dan sub sektor perikanan.
62
5.1.3 Sub Sektor Basis dan Non Basis Kabupaten Cilacap Dalam penelitian ini digunakan analisis Loqation Quetient untuk mengetahui sub sektor basis dan non basis dalam perekonomian Kabupaten Cilacap. Loqation Quetient adalah suatu metode untuk menghitung perbandingan relatif sumbangan nilai sebuah sektor di suatu daerah ( dalam penelitian ini adalah Kabupaten Cilacap) terhadap sumbangan nilai tambah sektor yang bersangkutan dalam skala Provinsi. Rumus LQ dapat dituliskan: LQ =
Keterangan: Vi(s)
= Pendapatan Sub Sektor pertanian pada daerah bawah (Kabupaten Cilacap)
V(s)
= Pendapatan total Sektor Pertanian daerah bawah (Kabupaten Cilacap)
Vi r
= Pendapatan Sub Sektor Pertanian
pada daerah atas (Provinsi Jawa
Tengah) Vr
= Pendapatan total Sektor Pertanian daerah atas (Provinsi Jawa Tengah)
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pendapatan sub sektor pertanian atas dasar harga konstan 2000 Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013 dan pendapatan sub sektor pertanian atas dasar harga konstan 2000 Provinsi Jawa Tengah tahun 20022013.
63
Tabel 15. Nilai LQ Berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Cilacap dan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2002-2005 Lapangan Usaha
Tanaman Bahan Makanan
Tanaman Perkebunan
Peternakan Kehutanan Perikanan
Tahun 2002 1,02 0,59 0,89 2,00 2003 1,03 0,58 0,93 3,14 2004 1,03 0,60 0,99 0,98 2005 1,04 0,67 0,98 1,59 2006 1,04 0,66 0,96 1,98 2007 1,05 0,63 0,89 1,97 2008 1,04 0,67 0,89 2,26 2009 1,03 0,73 0,86 2,35 2010 1,01 0,94 0,81 2,14 2011 1,01 0,96 0,80 2,12 2012 1,01 1,00 0,81 2,21 2013 1,01 1,00 0,80 2,23 Ratarata 1,03 0,75 0,88 2,20 Sumber: Nilai Kontribusi Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap dan Provinsi
1,21 0,93 0,83 0,86 0,87 0,94 0,97 1,00 1,04 1,02 1,02 1,04 0,98
Jawa Tengah (BPS Kabupaten Cilacap dan Provinsi Jawa Tengah, 2014) Berdasarkan perhitungan Location Quetient (LQ), sub sektor dalam sektor pertanian yang termasuk sub sektor basis dalam perekonomian Kabupaten Cilacap adalah sub sektor kehutanan dan sub sektor tanaman bahan makanan. Sub sektor dalam sektor pertanian yang terasuk sub sektor non basis dalam perekonomian Kabupaten Cilacap adalah sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan, dan sub sektor perikanan. 5.2 Pembahasan Per Sub Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013
64
Tahap ini dilakukan untuk mengambil kesimpulan dengan menggabungkan ketiga hasil alat analisis, yaitu analisis Tipologi Klassen, analisis Shift Share, dan analisis Location Quetient (LQ). Dalam tahap ini akan didapatkan sub sektor mana yang memiliki peran paling dominan terhadap perekonomian Kabupaten Cilacap. Tabel 16. Persentase Nilai Kontribusi Sub Sektor Pertanian Terhadap PDRB Kabupaten Cilacap Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2002-2013 Lapangan Usaha Tanaman Tanaman Peternakan Kehutanan Perikanan Bahan Perkebunan Tahun Makanan Jumlah 2002 72,24% 5,31% 10,47% 4,31% 7,67% 100% 2003 74,35% 5,26% 10,43% 4,08% 5,88% 100% 2004 74,68% 5,49% 10,69% 4,04% 5,10% 100% 2005 74,57% 6,14% 10,78% 3,68% 4,83% 100% 2006 73,90% 6,10% 11,16% 3,70% 5,14% 100% 2007 73,53% 6,03% 11,31% 3,60% 5,54% 100% 2008 72,94% 6,22% 11,22% 3,81% 5,80% 100% 2009 72,16% 7,00% 11,12% 3,98% 5,73% 100% 2010 71,17% 8,44% 10,82% 3,86% 5,71% 100% 2011 70,39% 8,89% 11,04% 3,92% 5,76% 100% 2012 69,74% 9,27% 11,21% 3,89% 5,89% 100% 2013 69,15% 9,50% 11,56% 3,85% 5,93% 100% Sumber: Nilai Kontribusi Sektor Pertanian Kabupaten Cilacap (BPS Kabupaten Cilacap)
Pada tabel diatas dapat dilihat nilai kontribusi setiap sub sektor dalam sektor pertanian, sub sektor tanaman bahan makanan adalah sub sektor yang memiliki persentase paling basar dalam pembentuk nilai kontribusi sektor pertanian. Akan tetapi, pada table diatas ditunjukan bahwa setiap tahunnya persentase nilai kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan cenderung mengalami penurunan, yaitu pada
65
tahun 2005-2013. Sub sektor selanjutnya yang memberikan persentase terbesar dalam pembentuk nilai kontribusi sektor pertanian adalah sub sektor perkebunan. Perkembangan nilai kontribusi sub sektor peternakan fluktuatif, menurun pada tahun 2003, kembali mengalami trend positif pada tahun 2004-2007, kembali menurun pada tiga tahun selanjutnya yaitu tahun 2008-2010. Dan ditiga tahun selanjutnya mengalami peningkatan persentase nilai kontribusi. Sub sektor tanaman perkebunan adalah sub sektor ketiga yang memberikan persentase nilai kontribusi terbesar. Pada tahun 2003 penurunan trend presentase nilai kontribusi terjadi. Lalu pada dua tahun selanjutnya, yaitu tahun 2004-2005 mengalami peningkatan. Akan tetapi pada dua tahun selanjutnya juga sub sektor tanaman perkebunan mengalami penurunan persentase nilai kontribusinya. Selanjutnya pada tahun 2008-2013 selalu mengalami peningkatan persentase nilai kontribusi. Sub sektor peringkat keempat sebagai sub sektor yang memberikan persentase nilai kontribusi terbesar adalah sub sektor perikanan dengan perkembangan yang fluktuatif. Pada tahun 2003-2005 mengalami penurunan, selanjutnya pada tahun 2006 sampai tahun 2008 kembali meningkat. Akan tetapi pada tahun 2009 dan 2010 kembali menurun, dan selanjutnya pada tahun 2011-2013 kembali mengalami trend positif atau peningkatan. Sub sektor yang memiliki persentase nilai kontribusi terkecil adalah sub sektor kehutanan. Dengan presentase nilai kontribusi yang menurun pada tahun 2002-2005. Kembali naik pada tahun 2006, akan tetapi kembali memiliki trend menurun pada tahun 2007, kembali naik pada tahun 2008 dan 2009. Dan kembali memiliki trend negatif pada tahun 2010-2013.
66
5.2.1 Analisis Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Dalam peranan pembentuk perekonomian Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013 Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan memiliki peranan yang cukup besar. Hal tersebut ditunjukan dengan rata-rata nilai kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan sebesar 72,40%. Kontribusi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan pada tahun 2002-2013 mengalami pertumbuhan yang fluktuatif cenderung mengalami penurunan, seperti yang terlihat pada Gambar berikut.
Tanaman Bahan Makanan 76,00 75,00 74,00 73,00 72,00 71,00 70,00 69,00 68,00 67,00 66,00
74,35 74,68 74,57 72,24
73,90 73,53
72,94
72,16 71,17 70,39
69,74
69,15
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun
Gambar 6. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Sumber: Nilai Kontribusi Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan dalam PDRB Kabupaten Cilacap 2002-2013 (BPS Kabupaten Cilacap, 2014) Meskipun perkembangan kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan mengalami pertumbuhan yang fluktuatif bahkan cenderung mengalami penurunan, ini berbanding lurus dengan posisi sub sektor yang diklasifikasikan sebagai sub sektor
67
relatif tertinggal dengan rata-rata laju pertumbuhan sub sektor tanaman bahan makanan yang sebesar 2,34% dan nilai ini lebih kecil dari rata-rata laju pertumbuhan sub sektor tanaman bahan makanan di tingkat Provinsi Jawa Tengah. Dari hasil analisis Location Quetient untuk sub sektor tanaman bahan makanan menunjukan nilai LQ rata-rata sebesar 1,03 (>1) yang menunjukan sub sektor tanaman bahan makanan merupakan sub sektor unggulan (basis), ini artinya sub sektor tanaman bahan makanan dapat memenuhi kebutuhan untuk Kabupaten Cilacap dan dapat melakukan pengiriman ke daerah lain. Hasil analisis Shift Share sub sektor tanaman bahan makanan nilai komponen Pp (Pertumbuhan Proporsional) sebesar Rp -68.969,82347 artinya sub sektor ini adalah sub sektor yang tumbuh dengan lambat jika dibandingkan dengan tingkat Provinsi Jawa Tengah. Nilai pertumbuhan wilayah sub sektor tanaman bahan makanan memiliki nilai negatif yang artinya sub sektor tanaman bahan makan adalah sub sektor yang tidak kompetitif jika dibandingkan sub sektor tanaman bahan makanan di wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah. Tabel 17. Analisis Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 No Aspek Parameter Keterangan 1 Tipologi Klassen IV Sub Sektor Relatif Tertinggal 2 Pp Lambat 3 Pw Tidak Kompetitif/Perlu Dikembangkan 4 LQ >1 Sub Sektor Basis Sumber: Gambar 5, Tabel 12, 14, dan 15 (diolah)
68
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
sub sektor tanaman bahan
makanan adalah sub sektor relatif tertinggal akan tetapi menjadi sub sektor basis di Kabupaten Cilacap, dan memiliki pertumbuhan yang lambat dan masih perlu mendapatkan perhatian untuk dikembangkan sehingga menjadi sub sektor yang kompetitif dan memiliki pertumbuhan yang cepat. Kabupaten Cilacap mendapat julukan sebagai salah satu lumbung padi Jawa Tengah, julukan ini disematkan pada Kabupaten Cilacap karena jumlah produksi padi di Cilacap yang selalu mengalami surplus, sehingga mampu mengirim padi keluar daerah Cilacap. Produktifitas padi yang tinggi juga terkait dengan semakin meningkatnya luas lahan sawah di Kabupaten Cilacap. Akan tetapi untuk ladang dan kebun luas lahannya justru mengalami penurunan yang cukup signifikan, sehingga produktifitas tanaman hortikultura dan palawija juga mengalami penurunan. 5.2.2 Analisis Sub Sektor Tanaman Perkebunan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Sub sektor tanaman perkebunan mempunyai peranan yang cukup besar dalam perekonomian Kabupaten Cilacap ditunjukan dengan rata-rata kontribusi dari tahun 2002-2013 sebesar 6,97% dengan laju pertumbuhan sebesar 8,53, laju pertumbuhan ini lebih besar dari laju pertumbuhan Provinsi Jawa Tengah. Dari hal itu maka sub sektor tanaman perkebunan diklasifikasikan sebagai sub sektor potensional.
69
Kontribusi (%)
Tanaman Perkebunan 10,00 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
8,44
9,50 8,89 9,27
7,00
5,31 5,26 5,49
6,14 6,10 6,03 6,22
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun
Gambar 7. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Tanaman Perkebunan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Sumber: Nilai Kontribusi Sub Sektor Tanaman Perkebunan dalam PDRB Kabupaten Cilacap 2002-2013 (BPS Kabupaten Cilacap, 2014) Berdasarkan analisis shift share nilai komponen pertumbuhan proporsional (Pp) memiliki nilai positif sebesar Rp 8.093,699066 menunjukan bahwa sub sektor tanaman perkebunan merupakan sub sektor yang tumbuh cepat jika dibandingkan sub sektor tanaman perkebunan ditingkat Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan komponen pertumbuhan wilayah (Pw) dengan nilai positif sebesar Rp130.544,07 artinya sub sektor tanaman perkebunan memiliki daya saing didaerah Provinsi Jawa Tengah. Hasil analisis LQ sub sektor tanaman perkebunan menunjukan nilai rata-rata sebesar 0,75 (<1), berarti sub sektor tanaman perkebunan bukanlah sub sektor basis di Kabupaten Cilacap.
70
Tabel 18. Analisis Sub Sektor Tanaman Perkebunan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 No Aspek Parameter Keterangan 1 Tipologi Klassen III Sub Sektor potensional 2 Pp + Cepat 3 Pw + Kompetitif 4 LQ <1 Sub Sektor Non-Basis Sumber: Gambar 5, Tabel 12, 14, dan 15 (diolah) Tanaman perkebunan menunjukan trend peningkatan dalam perkembangan kontribusinya pada perekonomian Kabupaten Cilacap. Hal ini terkait dengan pertumbuhan luas lahan perkebunan di Kabupaten Cilacap yang mengalami peningkatan yang cukup signifikan pada tahun 2011-2013 sehingga produktifitas hasil tanaman perkebunan pun mengalami peningkatan. Hasil tanaman perkebunan yang ada di Kabupaten Cilacap diantaranya: kelapa, karet, kopi, kakao, kayu putih, dan pala. Peningkatan produktifitas tanaman perkebunan juga terkait dengan tersedianya perusahaan-perusahaan di Kabupaten Cilacap yang bergerak pada bidang perkebunan. Menurut hasil sensus pertanian Kabupaten Cilacap, pada tahun 2013 terdapat enam perusahan berbadan hukum yang bergerak dibidang pertanian khusus pada sub sektor perkebunan. Hanya sub sektor perkebunan yang memiliki perusahaan berbadan hukum di Kabupaten Cilacap. 5.2.3 Analisis Sub Sektor Peternakan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Dari tahun 2002-2013 Sub sektor peternakan memberikan rata-rata kontribusi sebesar 10,98% dan memiliki laju pertumbuhan sebesar 3,69%, Laju pertumbuhan ini berada dibawah rata-rata laju pertumbuhan Provinsi. Dari hasil analisis Tipologi Klassen sub sektor peternakan diklasifikasikan dalam sub sektor relatif tertinggal.
71
Kontribusi (%)
Peternakan 11,80 11,60 11,40 11,20 11,00 10,80 10,60 10,40 10,20 10,00 9,80
11,56 11,31 11,16 10,69
11,22
11,21
11,12
11,04
10,82
10,78
10,47 10,43
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun
Gambar 8. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Peternakan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Sumber: Nilai Kontribusi Sub Sektor Peternakan dalam PDRB Kabupaten Cilacap 2002-2013 (BPS Kabupaten Cilacap, 2014)
Berdasarkan analisis Shift Share sub sektor peternakan memiliki nilai positif untuk Pertumbuhan Proporsional (Pp) sebesar Rp 79.143,02851 berarti sub sektor peternakan tumbuh dengan cepat dibandingkan dengan sub sektor peternakan di Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan nilai komponen Pertumbuhan Wilayah (Pw) memiliki nilai negatif sebesar Rp -44.408,627, artinya sub sektor peternakan tidak memiliki daya saing terhadap sub sektor peternakan di Provinsi Jawa Tengah, sehingga sub sektor ini memerlukan perhatian agar mampu berdaya saing. Berdasarkan analisis LQ sub sektor peternakan memiliki nilai rata-rata sebesar 0,88 (<1) artinya sub sektor peternakan bukan menjadi sub sektro basis di Kabupaten Cilacap.
72
Tabel 19. Analisis Sub Sektor Peternakan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 No Aspek Parameter Keterangan 1 Tipologi Klassen IV Sub Sektor Relatif Tertinggal 2 Pp + Cepat 3 Pw Tidak Kompetitif/Perlu Dikembangkan 4 LQ <1 Sub Sektor Non-Basis Sumber: Gambar 5, Tabel 12, 14, dan 15 (diolah) Nilai konribusi sektor peternakan mengalami pertumbuhan yang fluktuatif ini terkait dengan keadaan peternakan yang terjadi di Kabupaten Cilacap yang dilakukan oleh perorangan dengan cara-cara yang masih tradisional. Peternakan yang ada di Kabupaten Cilacap diantaranya peternakan sapi potong, ayam petelur, ayam pedaging, kelinci, kambing, dan bebek. Semua peternakan-peternakan ini dimiliki oleh warga dengan kapasitas usaha yang masih dalam skala usaha kecil dan menengah. Karena usaha peternakan membutuhkan modal yang cukup besar, maka kebanyakan warga Cilacap hanya mampu mengelola peternakan dalam skala kecil dan menengah. Menurut hasil sensus pertanian tahun 2013 terdapat 133.665 warga Cilacap yang bekerja pada bidang pertanian. 5.2.4 Analisis Sub Sektor Kehutanan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Sub sektor kehutanan memiliki rata-rata kontribusi yang paling rendah diantara lima sub sektor pertanian Kabupaten Cilacap, yaitu sebesar 3,89%. Selain itu sub sektor kehutanan memiliki rata-rata laju pertumbuhan sebesar 1,80. Laju pertumbuhan sub sektor kehutanan Kabupaten Cilacap lebih kecil dari laju pertumbuhan Provinsi Jawa Tengah. Menurut hasil analisis Tipologi Klassen sub sektor kehutanan termasuk diklasifikasikan sebagai sub sektor relatif tertinggal.
73
Kehutanan 4,40
Kontribusi (%)
4,20 4,00
4,31 4,08
4,04
3,98
3,80 3,60 3,40
3,81 3,68
3,86
3,92
3,89
3,85
3,70 3,60
3,20 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun
Gambar 9. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Kehutanan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Sumber: Nilai Kontribusi Sub Sektor Kehutanan dalam PDRB Kabupaten Cilacap 2002-2013 (BPS Kabupaten Cilacap, 2014) Berdasarkan hasil analisi Shift Share sub sektor kehutanan memiliki nilai komponen Pertumbuhan Proporsional (Pp) negatif, yaitu sebesar Rp -28.315,44821 artinya sub sektor ini tumbuh lambat jika dibandingkan sub sektor kehutanan di Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan nilai untuk komponen Pertumbuhan Wilayah adalah positif dengan besar nilai Rp 12.380,89872, artinya sub sektor ini memiliki daya saing terhadap sub sektor kehutanan di Provinsi Jawa Tengah. Berdasarkan hasil analisis LQ sub sektor kehutanan memiliki nilai rata-rata sebesar 2,20 (>1) artinya sub sektor kehutanan adalah sub sektor basis di Kabupaten Cilacap.
74
Tabel 20. Analisis Sub Sektor Kehutanan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 No Aspek Parameter Keterangan 1 Tipologi Klassen IV Sub Sektor Relatif Tertinggal 2 Pp Lambat 3 Pw + Kompetitif 4 LQ >1 Sub Sektor Basis Sumber: Gambar 5, Tabel 12, 14, dan 15 (diolah) Perkembangan nilai kontribusi sub sektor kehutanan dari tahun 2002-2013 menunjukan trend yang fluktuatif cenderung menurun. Untuk lahan hutan rakyat memang mengalami penurunan luasan lahan, akan tetapi luas lahan hutan negara mengalami pertumbuhan yang cenderung meningkat. Akan tetapi nilai kontribusi sub sektor kehutanan cenderung menurun ini dikarenakan masa panen untuk tanaman kehutanan yang memerlukan waktu yang cukup lama yaitu 5-10 tahun. Tanaman pepohonan yang ditanam di hutan-hutan Kabupaten Cilacap antara lain: jati, mahoni, dan albasia. 5.2.5 Analisis Sub Sektor Perikanan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Dari tahun 2002-2013 sub sektor perikanan memberikan nilai kontribusi yang cukup besar, dengan nilai rata-rata kontribusi sebesar 5,75%. Dengan laju pertumbuhan sebesar 0,83. Nilai laju pertumbuhan ini lebih kecil dibanding nilai laju pertumbuhan di Provinsi Jawa Tengah. Menurut hasil analisis Tipologi Klassen sub sektor perikanan di Kabupaten Cilacap masuk kedalam klasifikasi sub sektor relatif tertinggal.
75
Kontribusi (%)
Perikanan 9,00 8,00 7,00 6,00 5,00 4,00 3,00 2,00 1,00 0,00
7,67 5,88 5,10
4,83
5,15
5,54
5,80
5,73
5,71
5,76
5,89
5,93
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Tahun
Gambar 10. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Perikanan Di Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 Sumber: Nilai Kontribusi Sub Sektor Perikanan dalam PDRB Kabupaten Cilacap 2002-2013 (BPS Kabupaten Cilacap, 2014) `Berdasarkan hasil analis Shift Share nilai komponen pertumbuhan poropsional (Pp) sebesar Rp -25.206,11125, nilai Pp sub sektor perikanan memiliki nilai negatif ini artinya sub sektor perikanan adalah sub sektor yang tumbuh lambat. Sementara nilai Pertumbuhan Wilayah (Pw) sebesar Rp -33.723,94504 nilai ini menunjukan sub sektor perikanan tidak kompetitif atau perlu dikembangkan. Berdasarkan hasil analisis LQ sub sektor perikanan memiliki rata-rata nilai 0,98 (<1), artinya sub sektor perikanan bukan sub sektor basis di Kabupaten Cilacap Tabel 21. Analisis Sub Sektor Perikanan Kabupaten Cilacap Tahun 2002-2013 No Aspek Parameter Keterangan 1 Tipologi Klassen IV Sub Sektor Relatif Tertinggal 2 Pp Lambat 3 Pw Tidak Kompetitif/Perlu Dikembangkan 4 LQ <1 Sub Sektor Non-Basis Sumber: Gambar 5, Tabel 12, 14, dan 15 (diolah)
76
Nilai kontribusi sub sektor perikanan mengalami pertumbuhan fluktuatif akan tetapi tidak terlalu mengalami perubahan yang signifikan hanya pada tahun 2002 ke tahun 2003 yang mengalami penurunan kontribusi cukup besar. Pertumbuhan yang fluktuatif ini diakibatkan semakin sedikitnya lahan untuk perikanan berupa tambak ataupun kolam empang. Keterbatasan modal dan pengetahuan mendasari enggannya masyarakat menggeluti bidang budidaya perikanan. Selain itu dengan keadaan cuaca yang cenderung menyulitkan nelayan untuk melaut dan ketidak mampuan nelayannelayan lokal untuk menyediakan alat tangkap ikan yang lebih efisien.
77
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.Kesimpulan Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Cilacap tentang peran sub sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Cilacap tahun 2002-2013 dengan pendekatan sub sektor dalam sektor petanian pembentuk PDRB dapat ditentukan beberapa kesimpulan, yaitu: 1. Posisi sub sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Cilacap tahun 20022013 adalah: a) Sub sektor tanaman bahan makanan berada di posisi sub sektor tertinggal b) Sub sektor tanaman perkebunan berada di posisi sub sektor potensional atau masih dapat dikembangkan. c) Sub sektor peternakan berada di posisi sub sektor tertinggal d) Sub sektor kehutanan berada di posisi sub sektor tertinggal e) Sub sektor perikanan berada di posisi sub sektor tertinggal 2. Pertumbuhan tiap sub sektor pertanian dalam perekonomian Kabupaten Cilacap yaitu: a) Sub sektor yang mengalami pertumbuhan yang cepat atau yang mendapat nilai positif berdasar komponen pertumbuhan proporsional (Pp) yaitu sub sektor tanaman perkebunan dan sub sektor peternakan. Dan sub sektor yang mengalami pertumbuhan lebih lambat dibandingkan pertumbuhan ditingkat
Provinsi Jawa Tengah yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor kehutanan, dan sub sektor perikanan. b) Sub sektor yang mengalami pertumbuhan wilayah (Pw) dengan daya saing yang baik atau kompetitif dengan wilayah-wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah ada dua sub sektor yaitu sub sektor tanaman perkebunan dan sub sektor kehutanan. Sedangkan ketiga sub sektor lainnya, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan, sub sektor peternakan, dan sub sektor perikanan tidak memiliki daya saing yang baik atau tidak kompetitif jika dibanding dengan wilayah-wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah. 3. Sub sektor yang menjadi sub sektor basis dalam perekonomian Kabupaten Cilacap, yaitu sub sektor tanaman bahan makanan dan sub sektor kehutanan. Sedangkan sub sektor tanaman perkebunan, sub sektor peternakan, dan sub sektor perikanan adalah sub sektor non basis dalam perekonomian Kabupaten Cilacap. 4. Jika dilihat berdasarkan hasil ketiga alat analisis diatas menunjukan bahwa tidak ada sub sektor yang memiliki peran paling dominan dalam perekonomian Kabupaten Cilacap. Sub sektor tanaman perkebunan adalah sub sektor yang memungkinkan untuk memenuhi kriteria sebagai sub sektor yang bisa dikembangkan sebagai sub sektor yang memiliki peranan dominan dalam perekonomian Kabupaten Cilacap ditunjukan dengan posisi sub sektor tanaman perkebunan yang berada di sub sektor potensional, dan nilai Pertumbuhan Proporsional (Pp) dan nilai Pertumbuhan Wilayah (Pw) positif. Meskipun sub sektor tanaman perkebunan memiliki nilai LQ yaitu 0,75 (<1) yang menunjukan sub sektor ini bukan sub sektor basis. 80
6.2.Saran Berdasarkan hasil pembahasan yang telah didapat, penulis menyarankan beberapa hal untuk pihak-pihak terkait,yaitu: 1. Sub sektor tanaman perkebunan adalah sub sektor yang memiliki potensi peran paling dominan dalam perekonomian Kabupaten Cilacap dengan posisi sub sektor potensional dan Pertumbuhan Proporsional dan Pertumbuhan Wilayah sub sektor perkebunan memiliki nilai positif, akan tetapi nilai LQ hanya sebesar 0,75 (<1) maka perhatian lebih untuk sub sektor ini harus dilakukan untuk meningkatkan nilai kontribusinya. Dengan menjaga luas lahan perkebunan, dan lebih menginsentifkan penggunaan bibit unggul untuk tanaman perkebunan dan penggunaan pupuk yang berkualitas, serta penyampaian teknologi-teknologi baru untuk menunjang produktifitas sub sektor tanaman perkebunan. 2. Pemerintahan Kabupaten Cilacap harus lebih mengedepankan kebijakan-kebijakan yang berpihak pada sektor pertanian dan kepentingan petani. Seperti kebijakan dalam penyediaan saprotan, kebijakan untuk memperketat alih fungsi lahan pertanian
menjadi
lahan
non
pertanian,
penyuluhan-penyuluhan
dan
pendampingan bagi petani untuk meningkatan pendapatan daerah dari sektor pertanian.
81
Lampiran 1. Peta Kabupaten Cilacap Skala 1:100.000
Sumber: BAPPEDA Kabupaten Cilacap (2014)
Lampiran 2. PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2001-2005
83
Lampiran 3. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Cilacap Tahun 2005-2009
84
Lampiran 4. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Cilacap Tahun 20092013
85
Lampiran 5. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Migas Kabupaten Cilacap Tahun 2001-2005
86
Lampiran 6. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak Kabupaten Cilacap Tahun 2005-2009
87
Lampiran 7. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak Kabupaten Cilacap Tahun 2009-2013
88
Lampiran 8. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak Provinsi Jawa Tengah Tahun 2001-2005
89
Lampiran 8. Lanjutan
PDtRB Jawa Tengah Tahun 2005
90
Lampiran 9. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak Provinsi Jawa Tengah Tahun 2004-2008
91
Lampiran 9. Lanjutan
PDRB Jawa Tengah Tahun 2008
92
Lampiran 10. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2010
93
Lampiran 10. Lanjutan
PDRB Jawa Tengah Tahun 2010
94
Lampiran 11. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011-2013
95
Lampiran 12. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak Kabupaten Cilaap Tahun 2001-2005
96
Lampiran 13. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Migas Kabupaten Cilacap Tahun 2005-2009
97
Lampiran 14. Laju Pertumbuhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tanpa Minyak Kabupaten Cilaap Tahun 2009-2013
98
Lampiran 15. Laju Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Konstan 2000 Tanpa Migas Tahun 2002-2013
Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata
Tanaman Bahan Makanan 5,67 -0,18 5,64 4,00 2,85 0,97 3,65 3,71 2,82 -0,12 3,54 1,38 2,83
Tanaman Perkebunan -2,65 -2,20 7,06 4,28 3,90 6,56 0,64 6,22 -3,21 3,21 4,13 4,34 2,76
Lapangan Usaha Peternakan Kehutanan
8,69 -5,98 0,70 7,01 9,45 11,95 3,02 6,08 5,82 5,82 4,11 5,56 5,13
5,44 -40,84 32,96 48,11 -16,36 0,34 -4,57 4,24 8,90 8,90 -1,09 0,25 3,41
Perikanan
0,50 -2,25 1,96 -3,61 9,46 1,41 4,74 -0,42 -1,22 -1,22 5,69 0,86 1,77
Sumber:PDRB Provinsi Jawa Tengah 2001-2013 (diolah)
99
Lampiran 16. PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Kabupaten/Kota di ProvinsiJawa Tengah Tahun 2011-2013
100