PENDIDIKAN AKHLAK BAGI PENUNTUT ILMU DALAM KITAB SYARAH TA’LIM AL-MUTA’ALLIM KARYA SYEKH IBRAHIM BIN ISMAIL Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Disusun Oleh AMALIA 1110011000140
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014 M/ 1436 H
LEMBAR PENGESAHAN Skripsi berjudul $Pendidikan Akhlak bagi Penuntut
ilmu dalam Kilab
Syarah
Ta'lim al-Muta'alim Karya Syeikh Ibrahim bin Ismoit" diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyatr dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri Syarif }lidayatullah Jakarta" dan telah dinyatakan lulus dalam ujian munaqasyah pada tanggal 07 November 2014 dihadapan dewan penguji. Karena itu" menulis berhak memperoleh gelar sarjana
Sl
(S.Pd.I) dalam
Bidang Pendidikan Agama Islam. Jakarta" 07 November 2014
Panitia Ujian Munaqasyah
Tanggal Ketua Panitia (Pgs. Ketua Jurusan PAI)
(Dr.H. Abdul Majid Khon. M.Ag) NIP. 19580707 198703 I 00s
zri> ?:7
Sekretaris (Sekretaris Jurusan PAI)
(Marhamah Saleh. Lc. MA) NrP. 19720313 200801 2 010 Penguji
)/*:??t'
I
(Dr. Rusdi Jamil. MA) NIP. 1962123t 199503
,/.:(.:.'.'...L!.(y
I
005
Penguji II (Dra. Manerah) NIP. 19680323 rgg403 2 0C',.
a/ ,. 4
Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah Can'{gguruan
MA. Ph. D NrP. 19591002 198603 2001
i,
V
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
PENDIDIKAN AKHLAK BAGI PENUNTUT ILMU DALAM KITAB SYARAH TA'LIM AL.MUTA'ALLIM KARYA SYEIKH IBRAHIM BIN
ISMAIL Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk memenuhi syarat mencapai Gelar Sarjana pendidikan Islam (S.pd.I) Disusun Oleh
AMALIA NIM: 1110011000140
Di bawah Bimbingan
NIP: 19580707 1987031 005
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2AMM| 1436H
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini.
Nama
Amalia
TempaVTgl. Lahir
Serang/ 19 Februari 1992
NIM
I I 1001 1000140 (
Jurusan
Judul Skripsi
Pendidikan Agama Islam
: Pendidikan Akhlak dalam Kitab Syarah Ta'lim crl-
Muta'allim karya Syekh Ibrahim bin Ismail Dosen Pembimbing : Dr. FI. Abdul Majid Khon, M.Ag
Dengan
ini
menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil kar rya sencliri dan saya beftang,eung jawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pemyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat menempuh Ujian Mturaqasah
Jakarla, 26 Agustus 2014
Mahasiswa Ybs
Amalia
NIM:
1110011000140
\
ABSTRAK
Amalia (1110011000140). Pendidikan Akhlak bagi Penuntut Ilmu dalam Kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim karya Ibrahim bin Ismail. Skripsi ini membahas tentang pendidikan akhlak bagi penuntut ilmu dalam kitab Syarah Ta’lim al-Muta’allim karya Ibrahim bin Ismail. Pembahasan skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan karakter/akhlak belajar bagi penuntut ilmu dalam pandangan Ibrahim bin Ismail yang terdapat dalam karyanya yaitu Syarah Ta’lim al-Muta’alim. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis dengan memakai teknik content analisis yakni analisis dari berbagai sumber informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
pendidikan
akhlak
haruslah
mendasarkan pada nilai religious, bukan justru anti agama. Menekankan aspek nilai adab, baik adab batiniyah maupun adab lahiriyah, dalam pembelajaran. Dalam kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim ini mengajarkan bahwa pendidikan bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan dan keterampilan, namun paling penting adalah transfer nilai adab.
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat dan salam saya sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya sampai akhir zaman. Tidak lupa pula saya ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua dan keluargaku tercinta Ayahanda Madisa, Ibunda Nasiyah yang selalu mendoakanku dan mendidikku dengan penuh keikhlasan, keridhaan dan kesabaran serta kasih sayang hingga saat ini. Dan kepada kakak-kakak, adik-adikku yang selalu memberikan semangat dalam menuju hidup yang penuh keberkahan, semoga Allah SWT senantiasa menuntun dan menjaga mereka dalam menuju keridhaan-Nya. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini berkat bantuan serta dukungan dari berbagai pihak yang secara tulus ikhlas memberikan bantuannya baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan dan menghaturkan ucapan terimakasih kepada: 1.
Nurlena Rifa’i, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
2.
Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
3.
Marhamah Shaleh, Lc. M.A, Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.
4.
Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Dosen pembimbing skripsi yang dengan tulus ikhlas telah memberikan bimbingan, bantuan serta motivasinya untuk menyelesaikan skripsi ini.
5.
Dr. Zaimuddin, M.Ag, Dosen Penasehat Akademik dan para dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dari awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.
6.
Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
iii
membantu penulis dalam mengumpulkan bahan-bahan referensi untuk menyelesaikan skrpsi ini. 7.
Kawan-kawan yang memberikan keceriaan dalam kehidupan dengan tawa dan canda, para mahasiswa PAI khususnya PAI D Angkatan 2010, segenap kawan-kawan yang secara langsung maupun tidak langsung telah ikut serta membantu dan memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dengan menengadahkan tangan dan mengucap syukur Alhamdulillah hanya
kepada Allah SWT, penulis memohon semoga amal baik yang sudah diberikan menjadi amal shaleh dan diterima disisi-Nya. Akhirnya tiada kata lain yang lebih berarti selain sebuah harapan semoga penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.
Jakarta, 26 Agustus 2014 Penulis
Amalia
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH LEMBAR PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI ABSTRAK ........................................................................................................... i TAJRIDUL BAHTSI ((تجريد البحث....................................................................... ii KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii DAFTAR ISI ........................................................................................................ v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ........................................................................... 7 C. Pembatasan Masalah .......................................................................... 7 D. Rumusan Masalah .............................................................................. 8 E. Tujuan Penelitan ................................................................................. 8 F. Manfaat Penelitian.............................................................................. 8 BAB II KAJIAN TEORITIS A. Deskriptif Teoritik 1. Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran a. Pengertian Pendidikan ............................................................ 10 b. Pengertian Pengajaran ............................................................ 11 c. Perbedaan antara Pendidikan dan Pengajaran ........................ 13 d. Persamaan antara Pendidikan dan Pengajaran ....................... 15 e. Pengertian Pembelajaran ........................................................ 15 f. Pengertian Strategi Pembelajaran........................................... 16
v
2. Pendidikan Karakter a. Pengertian Pendidikan Karakter ............................................. 17 b. Perbedaan antara Karakter, Akhlak dan Etika ....................... 20 c. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam ......................... 21 d. Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Menurut Kemendiknas .......................................................................... 23 e. Tujuan Pendidikan Akhlak (Karakter) ................................... 28 f. Manfaat Pendidikan Akhlak (Karakter) ................................. 29 g. Metode Pendidikan Akhlak (Karakter) .................................. 30 B. Penelitian Relevan ............................................................................ 32 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Penelitian ................................................................................ 34 B. Metode dan Jenis Penelitian ............................................................... 34 C. Sumber Data ....................................................................................... 35 D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................. 35 E. Teknis Pengelolaan dan Analisis Data ............................................... 36 F. Teknik Penulisan ................................................................................ 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Latar Belakang Penyusunan Kitab ................................................ 38
B. Pendidikan Akhlak bagi Penuntut Ilmu dalam Kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim 1. Niat Belajar .................................................................................. 39 2. Menghormati Ilmu dan Ahli Ilmu ................................................ 42 3. Keseriusan, Ketentuan dan Cita-cita yang Luhur......................... 45 4. Tawakal ........................................................................................ 50 5. Bersifat Wara’ dalam Belajar ....................................................... 52
vi
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................... 57 B. Saran.................................................................................................. 57 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 59 LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kajian mengenai pendidikan Akhlak (karakter), masih banyak siswasiswi yang tidak mempunyai Akhlak (karakter) yang baik. Oleh karena itu penting sekali pendidikan karakter tersebut. Karakter itu sama dengan akhlak dalam pandangan Islam. Akhlak dalam pandangan Islam ialah kepribadian. Kepribadian itu komponennya tiga yaitu tahu (pengetahuan), sikap dan prilaku. Yang dimaksud dengan kepribadian utuh ialah bila pengetahuan sama dengan sikap dan sama dengan prilaku. Kepribadian pecah ialah bila pengetahuan sama dengan sikap tetapi tidak sama dengan prilakunya; atau pengetahuan tidak sama dengan sikap, tidak sama dengan prilaku. Dia tahu jujur itu baik, dia siap menjadi orang jujur, tetapi prilakunya sering tidak jujur, ini contoh kepribadian yang pecah (spilt personality).1 Jelaslah bahwa akhlak atau karakter itu sangat penting, ia menjadi penanda bahwa seseorang itu layak atau tidak layak disebut manusia. Karena itu pendidikan akhlak atau karakter adalah bidang pendidikan yang terpenting. Karena akhlak itu adalah kepribadian, maka paradigma pendidikannya sangat berbeda bila dibandingkan dengan pendidikan bidang-bidang pengetahuan dan keterampilan.
Pendekatannya
adalah
pendekatan
untuk
pendidikan
kepribadian. Ada dua cara pendekatan yaitu: Pertama, pendidikan akhlak atau karakter itu adalah tugas semua orang yang berdekatan dengan anak didik termasuk pembuatan kebijakan. 1
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011) cet ke-1 h. v
1
2
Pendidikan akhlak disekolah adalah tugas kepala sekolah guru agama, semua guru yang lain, pegawai tata usaha, dan lain sebagainya. Kedua, pendidikan Akhlak atau karakter sedikit saja berupa pengisian pengetahuan kognitif. Bahkan secara ekstrem dapat dikatakan bahwa akhlak atau karakter itu tidak perlu diajarkan secara kognitif. Tentu ini sangat berbeda bila dibandingkan dengan pendidikan matematika, pendidikan biologi dan sejenisnya. Di sinilah kekeliruan pendidikan akhlak yang selama ini: pendidikan akhlak disamakan dengan pendidikan bidang ilmu. Akhlak itu bukan ilmu, akhlak itu kepribadian.2 Pakar pendidikan, Dr, Arif Rahman menilai bahwa sampai saat ini masih ada yang keliru dalam pendidikan di tanah air. Menurutnya, titik berat pendidikan masih lebih banyak pada prestasi akademik dan kurang memperhitungkan akhlak atau karakter siswa.3 Akhlak atau karakter itu diajarkan melalui metode internalisasi. Teknik pendidikannya ialah peneladanan, pembiasaan, penegakan peraturan, dan pemotivasian.
Yang
jelas,
bukan
dengan
cara
menerangkan
atau
mendiskusikan, jika pun perlu itu hanya cukup sedikit saja. Pendidikan akhlak atau karakter itu dilakukan dengan treatment atau perlakuan-perlakuan. Berikut adalah contohnya “setiap ulangan harian atau ulangan umum di sekolah di atur dengan peraturan agar murid-murid tidak mungkin dapat melihat catatan, tidak mungkin dapat bertanya pada teman didekatnya, tidak mungkin juga dapat melihat jawaban temannya. Ini diatur dengan sangat ketat dengan pengawasan yang sangat ketat pula. Dari sinilah akan dihasilkan murid yang jujur, mandiri, selalu melakukan persiapan”. Keberhasilan suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan oleh melimpah ruahnya sumber daya alam, tetapi sangat ditentukan 2
Ibid, h. v Ulil Amri Syafri, Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012) cet ke-1 h. xiv-2 3
3
oleh kualitas sumber daya manusianya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa “ Bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas/karakter bangsa (manusia) itu sendiri”.4 Karakter bangsa sebuah keniscayaan untuk segera dilaksanakania menjadi pilar penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Walaupun begitu penting, ternyata keajegan perhatian terhadap pembangunan karakter bangsa belum terjaga dengan baik, sehingga hasilnya belum optimal. Karakter bangsa merupakan salah satu amanat pendiri Negara dan telah dimulai sejak awal kemerdekaan. Dalam sebuah pidatonya, pendiri Negara pernah berpesan bahwa tugas bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan adalah mengutamakan pelaksanaan nation and character building. Bahkan beliau telah wanti-wanti, jika pembangunan karakter bangsa tidak berhasil, maka bangsa Indonesia akan menjadi bangsa kuli.5 Fenomena keseharian menunjukkan, perilaku masyarakat belum sejalan dengan Akhlak (karakter) bangsa yang telah dijiwai oleh pancasila, sehingga muncul berbagai permasalahan. Banyak permasalahan berkaitan dengan karakter bangsa yang muncul di sekitar kita. Berdasarkan survey Komnas Perlindungan Anak, PKBI, BKKBN tentang perilaku remaja yang telah melakukan hubungan seks pranikah di perkotaan, diperoleh data sebagai berikut: 62,7% siswa SMP pernah melakukan seks pranikah, 21,2% remaja pernah aborsi, 93,7% remaja SMP dan SMA pernah melakukan ciuman dan oral seks, 97% remaja SMP dan SMA pernah menonton film porno dan masih banyak permasalahn yang lainnya. Melihat fenomena seperti ini, wajar jika pemerintah menjadikan pendidikan akhlak atau karakter sebagai program unggulan. Ini artinya pemerintah serius menangani persoalan bangsa. Tidak ingin bangsa ini 4
Abdul Majid dan Dian Andayani, op. cit., cet ke-1 h. iv- 2 Najib Sulhan, Pengembangan Karakter dan Budaya Bangsa. (Surabaya: Jaring Pena, 2011)
5
h. 1-2
4
menjadi bangsa kuli. Tidak ingin bangsa ini semakin terpuruk nilai-nilai moral yang berkaitan rusaknya sendi-sendi tatanan bangsa.6 Apalagi orang yang sedang menuntut ilmu harus memiliki akhlak atau karakter yang baik, sehingga dapat menerima ilmu dengan baik pula. Dalam kitab syarah Ta’lim pun disebutkan bahwa penuntut ilmu itu harus memiliki akhlak/karakter yang bersungguh-sungguh, tekun dan rajin dalam menuntut ilmu. Syaikhul Islam Ustadz sadiduddin As Syairazy pernah membacakan sya’ir imam Syafi’i:
ٍح كُ َّل بَابٍ مُ ْغلَق ُ وَالْجِ ُّد َيفْ َت
ٍسع ِ ي كُ َّل َامْرٍ شَا ْ َِالْجِ ُّد يُّدْن
“bersungguh-sungguh itu dapat mendekatkan segala perkara yang jauh dan dapat membukakan segala pintu tertutup”.7 Penuntut ilmu hendaknya juga menghindari budi pekerti tercela menurut syara’. Sebab budi pekerti/karakter tercela itu ibarat anjing, karena anjing itu dapat menyakiti orang yang menemaninya, demikian pula budi pekerti yang tercela dapat menyakiti dirinya dan orang yang menemaninya. Maka siapa yang memiliki akhlak atau karakter yang buruk yang digambarkan seperti anjing secara maknawi, maka para malaikat merasa sakit dan lari dari orang itu serta tidak mau memasuki rumahnya. Padahal manusia dapat sukses memperoleh ilmu dengan perantara malaikat. Maka jelaslah bahwa orang yang memiliki karakter atau akhlak yang buruk itu, ia tidak akan mendapatkan keelokan ilmu.8
6
Ibid, h.2 Ibrahim bin Ismail, Syarah Ta’lim Muta’alim, (Al-Haramain: t.p., 2006) h.21 8 Ibrahim bin Ismail, Petunjuk Menjadi Cendikiawan Muslim, Terj. Syarah Ta’lim alMuta’allim oleh Ali Chasan Umar, (Semarang: PT Karya Toha, 2000), h. 35 7
5
Oleh karena itu merujuk pada pendapat para tokoh, pemimpin dan pakar pendidikan dunia yang menyepakati pembentukan karakter sebagai tujuan pendidikan. Namun dalam perjalanannya, pendidikan-pendidikan akhlak atau karakter sempat tenggelam dan terlupakan dari dunia pendidikan, terutama sekolah. Sejak 2500 tahun yang lalu. Socrates telah berkata bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah islam, sekitar 1400 tahun yang lalu, Nabi Muhammad SAW dalam ajaran islam, juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk menyempurnakan akhlak dan mengupayakan pembentukan akhlak (karakter) yang baik (good character). Tokoh pendidikan Barat yang mendunia seperti Klipatrick, Lickona, Brooks, dan Goble seakan menggemakan kembali gaungan yang disuarakan Socrates dan Muhammad SAW bahwa moral, akhlak atau karakter adalah tujuan yang tak terhindarkan dari dunia pendidikan. Begitu juga dengan Martin
Luther
King
menyetujui
pemikiran
tersebut
dengan
mengatakan,“Intelligence plus Character, that is the true aim of education”. Kecerdasan plus karakter, itulah tujuan yang benar dari pendidikan.9 Pendidikan akhlak (karakter) merupakan upaya untuk membantu perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun batin, dari sifat kodratinya menuju ke arah peradaban yang manusiawi dan lebih baik. Sebagai contoh dapat dikemukakan misalnya: anjuran atau suruhan terhadap anak-anak untuk duduk yang baik, tidak berteriak-teriak agar tidak mengganggu orang lain, bersih badan, rapih pakaian, hormat terhadap orang tua, menyayangi yang mudah, menghormati yang tua, menolong teman dan seterusnya merupakan
9
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011) cet ke-1 h.2
6
proses pendidikan akhlak (karakter). Sehubung dengan itu, dewantara (1967) pernah mengemukakan beberapa hal yang harus dilaksanakan dalam pendidikan akhlak (karakter), yakni ngerti-ngeroso-nglakoni (menyadari, menginsyafi, dan melakukan). Pendidikan akhlak (karakter) merupakan proses yang berkelanjutan dan tak pernah berakhir (never ending process), sehingga menghasilkan perbaikan kualitas yang berkesinambungan (continuous quality improvement), yang di tujukan pada terwujudnya sosok manusia masa depan, dan berakar pada nilainilai budaya bangsa. Sekarang, ketika masyarakat dan bangsa yang dilanda krisis moral, system pendidikan akhlak (karakter) tersebut perlu direvitalisasi, terutama dalam mewujudkan akhlak (karakter) pribadi dan karakter bangsa yang telah ada seperti tekun beribadah, jujur dalam ucapan dan tindakan berfikir positif, dan rela berkorban. Oleh karena itu, merupakan langkah yang positif ketika pemerintah (Mendiknas) merevitalisasi pendidikan karakter dalam seluruh jenis dan jenjang pendidikan. Melalui revitalisasi dan penekanan karakter diberbagai lembaga pendidikan, baik informal, formal, maupun nonformal; diharapkan bangsa Indonesia bisa menjawab berbagai tantangan yang semakin rumit dan kompleks. Dalam rangka mempertinggi daya saing, kemampuan memahami hakikat perubahan, dan memanfaatkan peluang yang timbul, serta mengantisipasi terkikisnya rasa nasionalisme dan erosi ideology kebangsaan, serta penanaman system nilai bangsa Indonesia diperlukan pengkajian kembali terhadap pendidikan karakter, yang selama ini dipandang sudah hilang dari kehidupan bangsa Indonesia.
10
Contohnya dikota-kota bahkan
dikampung-kampung banyak terjadi tawuran antar pelajar, tawuran antar mahasiswa, tawuran antar kampong, korupsi hampir disemua sector, kekrasan 10
E. Mulyasa, Mnajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011) cet ke- 1
h.1-3
7
dimana-mana,
unjuk
rasa
dan
masih
banyak
lagi
contoh
yang
mengindikasikan bahwa negeri ini sedang dilanda kemerosotan karakter. Dari permasalahan di atas bahwa akhlak (karakter) manusia di bangsa Indonesia ini sudah dipandang hilang, perlu kiranya dilakukan lebih mendalam mengenai pendidikan akhlak dalam kitab Syarah Ta’lim alMuta’lim dengan pengarang syekh Ibrahim bin Ismail yang merupakan tokoh pendidikan islam. Yang kitab karangannya
sangat popular yang wajib
dipelajari dipesantren-pesantren. Apalagi kitab karangannya membahas tentang pendidikan akhlak yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu. Agar dapat merubah bangsa Indonesia menjadi lebih baik dan berakhlak. Sehubungan dengan itu penulis tertarik untuk menulis studi tentang “Pendidikan Akhlak Dalam Kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim bagi Penuntut Ilmu karya Syekh Ibrahim bin Ismail ”.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat di identifikasikan beberapa masalah yang akan di munculkan, diantaranya: 1.
Kurangnya perhatian masyarakat terhadap pendidikan akhlak (karakter). Survei menunjukkan kenakalan dan tawuran semakin memprihatinkan akibat masyarakat kurang memperhatikan pendidikan karakter anak-nya.
2.
Akhlak penuntut ilmu semakin menurun. Contohnya: murid-murid berani melawan guru
3.
Pendidikan lebih menitik beratkan pada aspek intelektualitas semata dari pada akhlak (karakter).
8
C. Pembatasan Masalah Pemikiran Syeikh Ibrahim bin Ismail dituangkan dalam sebuah karyanya yang diberi judul Syarah Ta’lim al-Muta’alim yang memuat tentang adab atau etika dan karakter murid dalam menuntut ilmu dan di dalamnya terdapat tiga belas pasal. Agar permasalahan tidak melebar, maka pada penelitian ini dibatasi hanya pada seputar pendidikan akhlak bagi penuntut ilmu menurut syeikh Ibrahim bin Ismail yang terdapat dalam kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan pada pembatasan masalah yang dikemukakan di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana Pendidikan Akhlak bagi penuntut ilmu dalam Kitab Syarah Ta’lim Muta’alim karya Syekh Ibrahim bin Ismail? “
E. Tujuan Penelitan Tujuan
penulis
dalam
melakukan
penelitian
ini
adalah
untuk
mendeskripsikan pendidikan Akhlak bagi penuntut ilmu dalam kitab Syarah Ta’lim Muta’alim karya Syekh Ibrahim bin Ismail
F. Manfaat Penelitian 1. Kegunaan Teoritis a. Dari hasil penelitian ini, dapat memberikan informasi kepada pelajar, pemerintah, guru dan orang tua tentang pemikiran Syekh Ibrahim bin Ismail mengenai pendidikan akhlak (karakter) yang sangat penting terutama untuk penuntut ilmu sehingga masyarakat terutama penuntut ilmu dapat memiliki akhlak (karakter) yang baik agar dapat menghadapi tantangan-tantangan global sehingga dapat merubah
9
bangsa Indonesia menjadi bangsa yang berkarakter sesuai kaidahkaidah islam. b. Diharapkan kepada masyarakat terutama pada penuntut ilmu untuk lebih menekankan pendidikan akhlak (karakter) dalam menuntut ilmu sehingga dengan seseorang memiliki (karakter) yang baik maka kesuksesan akan diraihnya.
2. Kegunaan Praktis a. Dalam dunia pendidikan dapat memberikan kontribusi dalam bidang pemikiran pendidikan akhlak (karakter) sehingga bisa memberikan ide bagi pemikir pemula. b. Bagi penulis, sebagai bahan latihan dalam penulisan ilmiyah sekaligus memberikan tambahan khazanah pemikiran-pemikiran pendidikan islam.
10
BAB II KAJIAN TEORITIS A. Deskripsi Teoritik 1. Pendidikan, Pengajaran dan Pembelajaran a. Pengertian Pendidikan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kata “pendidikan” berasal dari kata „didik‟ dan mendapat imbuhan “pen” dan akhiran “an”, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara etimologi definisi “Pendidikan” diartikan sebagai proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.1 Dalam pengertian yang sederhana, pendidikan sering dimaknai sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik potensi jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan.2 Secara terminologi pendidikan dapat diartikan menurut pendapat para ahli di antaranya adalah: 1) Menurut Ki Hajar Dewantara (Bapak Pendidikan Nasional Indonesia) menjelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang. 2) Menurut H. Horne, pendidikan adalah proses yang terus menerus (abadi) dari penyesuaian yang lebih tinggi bagi makhluk manusia
1
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 326 2 Zurinal Z dan Wahdi Sayuti, Ilmu Pendidikan Pengantar dan Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan, (Jakarta: Jakarta Press, 2006), h. 1
10
11
yang berkembang secara fisik dan mental, yang bebas dan sadar kepada Tuhan.3 Selain itu, dalam pengertian yang umum, pendidikan juga diartikan dengan proses bimbingan, pengajaran dan pelatihan yang dilakukan oleh manusia kepada manusia lain dalam rangka pencapaian kedewasaan. Pengertian yang sederhana dan umum tersebut bukan berarti menyederhanakan persoalan pendidikan, karena sesungguhnya jika dilihat secara mendalam maka pendidikan adalah merupakan suatu proses yang sangat sistematis dan berkesinambungan dalam konteks pencapaian hasil yang diharapkan.4 Jadi, dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah bimbingan atau pertolongan yang diberikan oleh orang
dewasa
kepada
perkembangan
anak
untuk
mencapai
kedewasaannya dengan tujuan supaya anak bisa mandiri dan pendidikan itu juga merupakan suatu proses dalam menumbuhkan potensi-potensi yang ada dalam diri manusia serta menjadikan manusia lebih dewasa. Oleh karena itu, pendidikan sangat penting untuk menjadikan manusia lebih baik.
b. Pengertian Pengajaran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “pengajaran” adalah berasal dari kata “ajar” dan mendapat imbuhan “peng” dan akhiran “an” yang artinya petunjuk yang diberikan kepada orang supaya mengetahui. Menurut etimologi pengajaran adalah proses, cara, perbuatan mengajar atau mengajarkan.5
3
Haryanto, Pengertian Pendidikan Menurut Ahli, 2012, artikel diakses 16 Maret 2014 (http://www.Belajarpsikologi.com). 4 Zurinal Z dan Wahdi Sayuti, op. cit., h. 1 5 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.23
12
Sedangkan secara terminologi Pengajaran adalah pemberian pelajaran atau informasi pengetahuan dari berbagai mata pelajaran yang di ajarkan kepada peserta didik, dan upaya menciptakan kondisi yang kondusif dalam kegiatan belajar mengajar, dengan tujuan agar peserta didik memperoleh pengetahuan, dan peserta didik pun dapat mengenal dan menguasai budaya bangsa untuk kemudian dapat memperkayanya. Kecenderungan dalam pengajaran ini dapat membuat peserta didik menjadi pasif, karena hanya menerima informasi dan pengetahuan yang diberikan oleh gurunya. Sehingga pengajarannya bersifat teacher centered. Artinya gurulah yang memegang posisi kunci dalam proses belajar mengajar di kelas.6 Menurut Trianto pengajaran merupakan pendekatan yang efektif untuk memberikan informasi kepada peserta didik agar mereka dapat mengetahui dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia social dan sekitarnya.7 Pengajaran dilaksanakan dalam suatu aktifitas yang kita kenal dengan istilah mengajar. Pengajaran amat dekat dengan pengertian pedagogi. Pedagogi adalah seni atau ilmu untuk menjadi guru. Istilah ini sering kali mengacu kepada strategi pengajaran atau gaya mengajar. William H. Burton, mengatakan bahwa “mengajar adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan, pengarahanm dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar”.8 Pengajaran
juga
didefinisikan
dengan
kegiatan,
praktik,
pekerjaan atau profesi seorang guru. Dewasa ini pengajaran dianggap setara dan identik dengan pembelajaran dengan siswa yang aktif. Pengajaran dipandang sebagai suatu system yang terdiri dari komponen-komponen yang saling bergantung satu sama lain, dan 6
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, Persada, 2000), h. 45-46 7 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 68 8 Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep dasar, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011) h. 16
13
terorganisir antara kompetensi yang harus diraih siswa, materi pelajaran, pokok bahasan, metode dan pendekatan pengajaran, media pengajaran, sumber belajar, pengorganisasian kelas, dan penilaian.9 Jadi, pengajaran itu identik dengan mengajar atau profesi seorang guru.
Pengajaran
juga
merupakan
proses
mentransfer
ilmu
pengetahuan, supaya peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, nilai-nilai dan ketrampilan. Mengajar juga salah satu segi dari pendidikan. Dalam mengajar guru, memberikan ilmu, pendapat dan pikiran kepada murid-murid dengan metode yang sesuai. Guru
berbicara murid-murid
mendengarkan, guru berbuat, murid-murid melihat, guru aktif, muridmurid pasif.
c. Perbedaan antara Pendidikan dan Pengajaran Pengajaran dan pendidikan atau dalam bahasa Arabnya ta’lim dan tarbiyah adalah dua perkara yang penting di dalam membina manusia. Pengajaran dan pendidikan adalah dua hal yang berbeda, tetapi banyak orang yang tidak paham tentang kedua perkara ini. Ada pun perbedaan antara pendidikan dan pengajaran adalah sebagai berikut: 1) Pengajaran lebih menekankan pada penguasaan wawasan dan pengetahuan tentang bidang atau program tertentu. Sedangkan pendidikan lebih menekankan pada pembentukan manusia (penanaman sikap), memakan waktu relative panjang. 2) Pengajaran hanya mentransfer ilmu pengetahuan dan hanya menitik beratkan pada isi dari metode pengajaran. Sedangkan pendidikan mengajarkan tentang segala nilai kehidupan dan mengajarkan kematangan mental seseorang. 3) Pengajaran khusus ditujukan pada akal. Oleh karena itu mudah dilakukan. Sedangkan pendidikan adalah pembinaan insan yang 9
Ibid, h. 17
14
tidak saja melibatkan perkara fisik dan mental tetapi juga hati dan nafsu. Oleh karena itu pendidikan lebih rumit dan susah. 4) Pengajaran juga merupakan proses belajar atau proses menuntut ilmu. Ada dosen, guru, ustadz yang mengajar atau menyampaikan ilmukepada murid yang belajar. Hasilnya murid menjadi pandai, dan berilmu pengetahuan („alim). Sedangkan pendidikan adalah proses mendidik yang melibatkan penerapan nilai-nilai. Di dalam pendidikan terdapat proses pemahaman, penghayatan, penjiwaan, dan pengamalan. Ilmu yang telah diperoleh terutama ilmu agama dicoba untuk dipahami dan dihayati hingga tertanam dalam hati dan dapat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain pendidikan menyangkut tentang akhlak.10 Jadi, pengajaran merupakan kegiatan yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa. Sedangkan pendidikan prosesnya tidak hanya sekedar mentransfer ilmu semata, namun ada proses penggalian potensi, pengendalian diri serta bimbingan dari seorang guru. Sehingga bukan hanya ilmu yang didapat melainkan karakter yang baik. Namun, kita tidak bisa mendidik saja tanpa memberi ilmu, dan begitu
juga
sebaliknya.
Pengajaran
tanpa
pendidikan
akan
menghasilkan masyarakat yang pandai tetapi rusak akhlaknya. Masyarakat akan maju diberbagai bidang dan kemewahan, akan tetapi timbul rasa hasad dan dengki di mana-mana dikarenakan tidak mendapat pendidikan.
10
Laura Kristin, Makalah Kewarganegaraan, di akses 14 Januari 2014
(http://laurasimorangkir.blogspot.com/2013/04/10-perbedaan-pendidikan-dan-pengajaran.html)
15
d. Persamaan antara Pendidikan dan Pengajaran 1) Sama-sama merupakan proses utama dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, pendidikan ataupun pengajaran merupakan aktifitas yang paling utama. 2) Menggunakan guru sebagai pelaku dan pembimbing. Peran yang dimiliki oleh seorang guru dalam tahap ini adalah sebagai fasilitator dengan kata lain sebagai pelaku dalam pentrasferan pengetahuan sekaligus sebagai pembimbing. 3) Tujuannya sama-sama untuk perubahan sikap atau karakter. keduanya bertujuan untuk memperoleh suatu perubahan yang dilakukan secara sadar untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya dan menempatkan dalam tingkah laku sebagai akibat atau hasil dari pengalaman yang lalu dan latihan berinteraksi dengan lingkungannya.11 Jadi, pendidikan dan pengajaran itu mempunyai kesamaan yaitu bertujuan untuk menjadikan manusia atau penuntut ilmu berkarakter yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
e. Pengertian Pembelajaran Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “pembelajaran” berasal dari kata “belajar” dan mendapat imbuhan “pem” dan akhhiran “an” yang artinya berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Secara etimologi pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan menjadikan seseorang belajar.12 Menurut Smith R.M yang dikutip oleh Annisa Basleman dan Syamsu Mappa berpendapat bahwa:
11
Nur Euis Istiqomah, Persamaan dan Perbedaan Pendidikan dan Pengajaran,2011, diakses 17 Maret 2014 (http://www.secarikcatatansangpenyairkecil.blogspot.com/2011/05/Persamaan-dan-perbedaanPembelajaran.htm ) 12 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 23
16
pembelajaran tidak dapat didefinisikan dengan tepat karena istilah tersebut dapat digunakan dalam banyak hal. Pembelajaran digunakan untuk menunjukkan: (1) pemerolehan dan penguasaan tentang apa yang telah dikuasai mengenai sesuatu, (2) penyuluhan dan penjelasan mengenai arti pengalaman seseorang, atau (3) suatu proses pengujian gagasan yang terorganisasi yang relevan dengan masalah. Dengan kata lain, pembelajaran digunakan untuk menjelaskan suatu hasil, proses, atau fungsi.13 Jika pembelajaran digunakan untuk menyatakan hasil, maka tekanannya diletakkan pada hasil pengalaman. Jika pembelajaran digunakan untuk menyatakan suatu proses, biasanya proses itu untuk memenuhi kebutuhan mencapai tujuan. Jika pembelajaran digunakan untuk menyatakan suatu fungsi, maka tekanannya diletakkan pada aspek-aspek penting tertentu (seperti motivasi) yang diyakini bisa membantu menghasilkan belajar.14 Pembelajaran juga merupakan suatu system atau proses yang direncanakan sistematis
atau
agar
didesain,
peserta
dilaksanakan,
didik
dapat
dievaluasi
mencapai
secara
tujuan-tujuan
pembelajaran secara efektif dan efesien.15 Jadi pada intinya pembelajaran itu merupakan suatu proses tempat perilaku diubah, dibentuk, atau dikendalikan. Dan membuat siswa belajar aktif. f. Pengertian Strategi Pembelajaran Dalam Kamus Inggris Indonesia strategy adalah ilmu siasat.16 Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai “a plan, method, or series of activities designed to achieves a particular educational goal.”17 13
Anisah Basleman dan Syamsu Mappa, Teori Belajar Orang Dewasa, (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 12 14 Ibid, h. 13 15 Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2010), h.3 16 John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1976), h. 560 17 Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kecana, 2008) h. 126
17
Ada dua hal yang patut kita cermati dari pengertian di atas. Pertama, strategi
pembelajaran merupakan
rencana tindakan
(rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan sumber daya/kekuatan dalam pembelajaran. Kedua, strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan.18 Secara umum strategi itu mempunyai pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar, strategi bisa diartikan sebagai pola-pola umum kegiatan guru, anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah digariskan.19 Dengan demikian strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu dan penyusunan langkahlangkah pembelajaran, pemanfaatan berbagai fasilitas dan sumber belajar semuanya diarahkan dalam upaya pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, sebelum menentukan stategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas yang dapat diukur keberhasilannya.
2. Pendidikan Karakter a. Pengertian Pendidikan Karakter The term character education is often interpreted in a variety of ways, and the actual discipline, as applied in schools, is frequently misunderstood. Character education is a learning process that enables students and adults in a school community to understand, care about and act on core ethical values such as respect, justice, civic virtue and citizenship, and responsibility for self and other. Upon such core values, we form the atticudes and actions that are the
18
Ibid, h. 126 Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) h. 5 19
18
hallmark of safe, healthy and informed communities that serve as the foundation of our society.20
Pendidikan karakter memiliki makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena pendidikan karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah, tetapi bagaimana menanamkan kebiasaan tentang hal- hal yang baik dalam kehidupan, sehingga anak/peserta memiliki kesadaran, dan pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Wynne yang dikutip oleh E. Mulyasa bahwa “karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana menerapkan nilai-nilai kebaikan dalam tindakan nyata atau perilaku sehari-hari”.21 Oleh sebab itu, seseorang yang berperilaku tidak jujur, curang, kejam dan rakus dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter jelek, sedangkan yang berperilaku baik, jujur, dan suka menolong dikatakan sebagai orang yang memiliki karakter baik/mulia.22 Dari konsep pendidikan dan karakter sebagaimana disebutkan di atas, muncul konsep pendidikan karakter (character education). Menurut Ahmad Amin yang dikutip oleh suyadi mengemukakan bahwa kehendak (niat) merupakan awal terjadinya akhlak (karakter) pada diri seseorang jika kehendak itu diwujudkan dalam bentuk pembiasaan sikap dan perilaku.
Istilah pendidikan karakter mulai
dikenal sejak tahun 1900-an. Thomas Lickona disebut-sebut sebagai pengusungnya, terutama ketika ia menulis buku yang berjudul “The Rutern of Character Education”, kemudian disusul buku berikutnya,
20
Merle J. Schwartz, Effective Character Education: A Guidebook For Future Educators, (tt.p: Beth Mejia, t.t.), h. 1-2 21 E. Mulyasa, Mnajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011) cet ke1 h. 3 22 Ibid, h. 3
19
yakni “Education For Character”. How Our School Can Teach Respect and Responsibility”.23 Menurut Lickona, pendidikan akhlak (karakter) mencakup tiga unsur pokok, yaitu mengetahui kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good), dan melakukan kebaikan (doing the good). Senada dengan Lickona, Frye mendefinisikan pendidikan karakter sebagai, “A national movement creating schools that foster ethical, responsible, and caring young people by modeling and teaching good character through an emphasis on universal values that we all share”.24 Seorang filsuf Yunani bernama Aristoteles sebagaimana yang dikutip oleh Thomas Lickona, mengatakan karakter yang baik sebagai kehidupan
dengan
melakukan
tindakan-tindakan
yang
benar
sehubungan dengan diri seseorang dan orang lain. Aristoteles mengingatkan kepada kita tentang apa yang cenderung kita lupakan di masa sekarang ini: kehidupan yang berbudi luhur termasuk kebaikan yang berorientasi pada diri sendiri (seperti kontrol diri dan moderasi) sebagaimana halnya dengan kebaikan yang berorientasi pada hal lainnya (seperti kemurahan hati dan belas kasihan), dan kedua jenis kebaikan ini berhubungan. Kita perlu untuk mengendalikan diri kita sendiri-keinginan kita, hasrat kita-untuk melakukan hal yang baik bagi orang lain.25 Sebagaimana yang ditunjukkan Novak, tidak ada seorang pun yang memiliki semua kebaikan itu, dan setiap orang memiliki beberapa kelemahan. Orang-orang dengan karakter yang sering dipuji bisa jadi sangat berbeda antara satu dengan yang lainnya.26
23
Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013) cet ke-1 h. 6 24 Ibid, h. 6 25 Thomas Lickona, Education For Character, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), Cet. II, h. 81 26 Ibid, h. 81
20
Dengan demikian pendidikan karakter dapat diartikan sebagai upaya sadar dan terencana dalam mengetahui kebenaran atau kebaikan, mencintainya dan melakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan karakter juga merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral, yang diwujudkan dalam tindakan nyata melalui perilaku baik, jujur, bertanggung jawab, hormat terhadap orang lain, dan nilai-nilai karakter yang lainnya.
b. Perbedaan antara Karakter, Akhlak dan Etika Menurut Aristoteles karakter merupakan kehidupan berprilaku baik dan penuh kebajikan, berprilaku terhadap Tuha yang Maha Esa, manusia, alam semesta dan diri sendiri. Webber mengatakan bahwa karakter itu selalu dihadapkan pada dilemma antara baik dan buruk, dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang. Melakukan yang baik berarti berkarakter baik dan ideal, sebaliknya melakukan yang buruk berarti berkarakter buruk.27 Menurut al-Ghazali yang dikutip oleh Sayyid Kamal al-Haidari akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah tanpa memerlukan pertimbangan dan pemikiran. Jika suatu bentuk memunculkan perbuatan-perbuatan indah dan terpuji berdasarkan akal dan syari‟at, maka bentuk itu dinamakan akhlak yang baik. Namun jika darinya muncul perbuatan buruk, maka bentuk itu dinamakan akhlak buruk.28 Adapun etika adalah ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia. Dan etika juga merupakan studi tentang cara-cara penerapan hal-hal yang baik bagi hidup manusia. Sedangkan Bertens mengartikan etika itu sebagai ilmu yang
27
Ali Mudlorif, Pendidikan Karakter: konsep dan Aktualisasinya dalam Sistem Pendidikan Islam, Nadwa Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7, 2013, h. 238-239 28 Sayyid Kamal al-Haidari, Jihad Akbar: Menempa Jiwa, Membina Ruhani, Terj. Dari AtTarbiyyah ar-Ruhaniyyah: Buhuts Fi Jihad an-Nafs oleh Irwan Kurniawan, (Bandung: Pustaka Hidayah, 2003), h. 59
21
mempelajari adat kebiasaan, termasuk di dalamnya moral yang mengandung nilai dan norma yang menjadi pegangan hidup seseorang atau kelompok bagi pengaturan tingkah lakunya.29 Dapat dibedakan antara karakter, akhlak dan etika sebagai berikut: Karakter adalah sifat-sifat kejiwaan atau kualitas mental. Dan akhlak adalah kelakuan. Namun akhlak mempunyai makna yang lebih dari sekedar kelakuan, akhlak itu hubungan yang khusus antara makhluq dan khaliq. Sedangkan etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik buruk, tindakan yang harus dilakukan manusia terhadap yang lain, tujuan yang harus dicapai dan jalan yang harus ditempuh.30 Walaupun
pada
pembahasan
ini
penulis
mencantumkan
perbedaaan antara karakter, akhlak dan etika. Tapi, penulis mempunyai pendapat tersendiri yaitu: karakter dan akhlak itu sama, karena keduanya merupakan sifat yang tertanam dalam jiwa manusia dan dapat mencirikan manusia itu baik atau buruk dengan melihat karakter atau akhlaknya. Namun, penulis setuju mengenai pembahasan etika yang dikemukakan oleh para ahli yaitu etika merupakan ilmu yang mempelajari soal kebaikan dan keburukan di dalam kehidupan manusia.
c. Pendidikan Akhlak (Karakter) dalam Perspektif Islam Dalam perspektif Islam, pendidikan karakter (Akhlak) secara teoritik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan di dunia; seiring dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki atau menyempurnakan Akhlak (Karakter) manusia. Ajaran Islam sendiri mengandung sistematika ajaran yang tidak hanya menekankan pada aspek keimanan, ibadah dan muamalah, tetapi juga akhlak. Pengamalan ajaran Islam secara utuh (kaffah) merupakan model 29
Zubaedi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasi dalam Lembaga Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), h. 22-23 30 Evi Hanifah, Istilah Nilai, Karakter, Akhlak, Moral, Budi Pekerti dan Etika, diakses 6 April 2014, (hanivie.wordpress.com)
22
karakter seorang muslim, bahkan dipersonifikasikan dengan model karakter Nabi Muhammad SAW, yang memiliki sifat Shidiq, Tabligh, Amanah, Fahonah (STAF).31 Akhlak (karakter) menempati posisi yang sangat penting dalam Islam. Ia dengan takwa, yang akan dibicarakan nanti, merupakan buah pohon Islam yang berakarkan akidah, bercabang dan berdaun syari‟ah. Pentingnya kedudukan akhlak (karakter), dapat dilihat dari berbagai sunnah qauliyah (sunnah dalam bentuk perkata an) Rasulullah di antaranya adalah:
Dari Abu Hurairah ra. Ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: “orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik budi pekertinya di antara mereka, dan orang yang paling baik di antara kamu sekalian yaitu orang yang paling baik terhadap istrinya”. (H.R. At-Tirmizi)32 Dan karakter Nabi Muhammad, yang diutus menyempurnakan akhlak manusia itu, disebut akhlak Islami, karena bersumber dari wahyu Allah yang kini terdapat dalam Al-qur‟an yang menjadi sumber utama agama dan ajaran Islam.33 Dalam Islam, tidak ada disiplin ilmu yang terpisah dari etika-etika Islam. Dan pentingnya komparasi antara akal dan wahyu dalam menentukan nilai-nilai moral terbuka untuk diperdebatkan. Bagi kebanyakan muslim segala yang dianggap halal dan haram dalam Islam, dipahami sebagai keputusan Allah tentang benar dan baik. Dalam Islam terdapat tiga nilai utama yaitu akhlak, adab, dan keteladanan. 31
1 h.5
32
E. Mulyasa, Mnajemen Pendidikan Karakter, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011) cet ke-
Imam An-Nawawi, Terjemah Riyadhus Shalihin, Terj. Dari Riyadhus Shalihin, oleh Musclich Shabir (Semarang: Toha Putra, 1981), h. 513 33 Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2008) h.348
23
Sebagai usaha yang identik dengan ajaran agama, pendidikan karakter dalam Islam memiliki keunikan dan perbedaan dengan pendidikan karakter di dunia Barat. Perbedaan-perbedaan tersebut mencakup penekanan terhadap prinsip-prinsip agama yang abadi, aturan dan hukum dalam memperkuat memperkuat moralitas, perbedaan pemahaman tentang kebenaran, penolakan terhadap otonomi moral sebagai tujuan pendidikan moral, dan penekanan pahala di akhirat sebagi motivasi perilaku bermoral.34 Jadi, inti dari perbedaan-perbedaan ini adalah keberadaan wahyu ilahi sebagai sumber dan rambu-rambu pendidikan karakter dalam Islam. Akibatnya pendidikan akhlak dalam Islam lebih sering dilakukan secara doktrin dan dogmatis, tidak secara demokratis dan logis. Pendekatan semacam ini membuat pendidikan akhlak dalam Islam lebih cenderung pada teaching Right and Wrong.
d. Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Menurut KEMENDIKNAS Dewasa ini pendidikan dituntut untuk dapat merubah para penuntut ilmu kearah yang lebih baik. Oleh karena itu Kementrian Pendidikan Nasional telah merumuskan nilai-nilai karakter yang akan ditanamkan dalam diri penuntut ilmu sebagai upaya membangun karakter bangsa. Berikut ini adalah nilai-nilai karakter menurut KEMENDIKNAS yang dikutip oleh Muchlas Samani dan Hariyanto: 1). Nilai karakter yang ada pada Standar Kompetensi Kelulusan (SKL) SD/MI yaitu: a) Iman dan Takwa, yakni sikap yang baik dalam menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak. b) Jujur, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan antara pengetahuan, perkataan, dan perbuatan (mengetahui apa 34
Abdul Majid dan Dian Andayani. Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung: Remaja osdakarya, 2011) cet ke-1 h. 58-59
24
yang benar, mengatakan apa yang benar, dan melakukan yang benar) sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai pribadi yang dapat dipercaya.35 c) Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku. d) Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya. e) Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau individu dan golongan. f) Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam. g) Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar. h) Peduli social, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang membutuhkan. i) Komunikatif, senang bersahabat, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik. j) Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, social, masyarakat, bangsa, Negara, maupun agama.36
35
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), h. 27 36 Ibid, h. 28
25
2) Nilai karakter yang ada pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) SMP/MTS yaitu: a) Iman dan Takwa, yakni sikap yang baik dalam menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak. b) Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berarti tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain. c) Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku. d) Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau individu dan golongan. e) Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya. f) Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, social, masyarakat, bangsa, Negara, maupun agama. g) Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, suku, adat, bahasa, ras, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut. h) Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.
26
i) Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya. j) Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam. 37 k) Komunikatif, senang bersahabat, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik.38 3) Nilai karakter yang ada pada Standar Kompetensi Lulusan (SKL) SMA/SMK/MAK a) Iman dan Takwa, yakni sikap yang baik dalam menjalankan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan anak. b) Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun persoalan. Namun hal ini bukan berarti tidak boleh bekerjasama secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas dan tanggung jawab kepada orang lain. c) Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku. d) Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau individu dan golongan. e) Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga
37
Ibid, h. 29 Ibid, h. 29
38
27
selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru yang lebih baik dari sebelumnya. f) Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, social, masyarakat, bangsa, Negara, maupun agama.39 g) Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan penghargaan terhadap perbedaan agama, suku, adat, bahasa, ras, pendapat, dan hal-hal lain yang berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat hidup tenang di tengah perbedaan tersebut. h) Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar. i) Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya, sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya. j) Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap, dan perilaku yang mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih mendalam. k) Komunikatif, senang bersahabat, yakni sikap dan tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan baik. l) Adil dan mawas diri, yakni mengembangkan diri secara optimal dengan memafaatkan kelebihan diri serta memperbaiki kekurangannya.40
39 40
Ibid, h. 30 Ibid, h. 31
28
e. Tujuan Pendidikan Akhlak Adapun tujuan pendidikanAkhlak (karakter) menurut Kemendiknas yang dikutip oleh Kusnaedi adalah: 1. Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik. 2. Membangun bangsa yang berkarakter pancasila. 3. Mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia.41
Uraian tersebut di atas telah menggambarkan bahwa Islam menginginkan manusia yang berakhlak (berkarakter) mulia. Akhlak yang mulia demikian di tekankan karena di samping akan membawa kebahagiaan bagi individu, juga sekaligus membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa akhlak utama yang ditampilkan seseorang, manfaatnya adalah untuk orang yang bersangkutan.42 Pendidikan Akhlak (karakter) pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotic, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa berdasarkan pancasila.43 Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan Akhlak (karakter) bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter atau akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan 41
Kusnaedi, Strategi dan Implementasi Pendidikan Karakter Panduan Untuk Guru dan Orang tua, (Bekasi: Duta Media Tama, 2013), h. 26 42 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 171-172 43 Sri Narwanti, Pendidikan Karakter, (Yogyakarta: Familia, 2011) h. 16
29
karakter diharapka peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.
f. Manfaat Pendidikan Akhlak (Karakter) Al-Qur‟an dan al-Hadits banyak sekali memberi informasi tentang manfaat akhlak (karakter) yang mulia itu. Allah berfirman:
“Adapun
orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka
baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami”. (Q.S. al-Kahfi: 88)44 Adapun manfaat pendidikan Akhlak adalah: 1. Mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik dan berprilaku baik. 2. Memperkuat dan membangun prilaku bangsa yang multicultural. Dengan maksud memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga Negara . 3. Meningkatkan
peradaban
bangsa
yang
kompetitif
dalam
pergaulan dunia. Artinya memilih budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain.45 44
Tim Penyususn, Al-Qur’an dan Terjemahnya, surat al-Kahfi ayat 88, (Jakarta: Pustaka Al-Fatih, 2009), h. 303 45 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 30
30
g. Metode Pendidikan Akhlak (Karakter) Metode dalam kamus bahasa Inggris “Method” diartikan sebagai cara.46 Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode diartikan sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai yang dikehendaki.47 Kaitannya dengan pendidikan aklhak (karakter), maka metode itu ialah cara yang tepat untuk membina akhlak (karakter) bagi penuntut ilmu dengan tujuan agar penuntut ilmu tidak hanya memiliki penguasaan ilmu pengetahuan saja tetapi juga bertingkah laku baik dalam kehidupannya baik sebagai hamba Allah SWT maupun hubungan sosialnya dengan sesama makhluk. Adapun metode pendidikan akhlak (karakter) yang digunakan adalah: 1. Metode bercerita seperti Cara Nabi Muhammad SAW mengajarkan akhlak adalah dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur‟an yang berisi kisah-kisah umat terdahulu, supaya dapat mengambil pelajaran dari kisah-kisah tersebut. Orang yang taat dan patuh mengikuti Rasul Muhammad SAW mendapat kebahagiaan dan orang yang durhaka mendapat siksa. Seperti kisah Qorun yang bakhil dan kisah Nabi Musa as yang berbuat baik pada putri syu‟aib.48 Contoh penerapannya: seorang guru menceritakan kisah yang ada dalam al-Qur‟an tentang indahnya surga bagi orang yang beramal sholeh dan berkarakter baik dan menceritakan keganasan neraka bagi orang yang berbuat dosa dan berkarakter buruk. Tujuan dari cerita tersebut adalah supaya penuntut ilmu atau peserta didik akan selalu berusaha untuk melakukan perbuatan yang baik dan
46
Jhon, M. Echol, Kamus Inggris-Indonesia, Terj. An English-Indonesian Dictionary, oleh Hasan Shadly, (Jakarta: Gramedia, 2003), h. 379 47 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 910 48 Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Hidakarya Agung, 1992), h. 29
31
berusaha untuk menghindari perbuatan buruk, sehingga penuntut ilmu yang mempunyai karakter baik akan mudah mendapatkan ilmu. Contoh peristiwa peperangan yang terjadi di Makkah ketika Nabi Muhammad SAW dan kaum mukmin melawan kaum kafir Quraisy, dalam peristiwa peperangan tersebut dianjurkan agar kaum mukmin sabar, tidak dendam dan menahan diri dari amarah. Dalam
pendidikan,
dengan
adanya
peristiwa
tersebut
dianjurkan agar para penuntut ilmu memiliki karakter yang baik seperti sabar dalam menuntut ilmu, tidak membalas dendam jika disakiti orang lain, tabah dalam menghadapi segala ujian hidup. 2. Metode Targhib dan Tarhib Qur’ani Nabawi, adapun Targhib yakni janji atau imbalan yang diberikan oleh Allah SWT kepada seorang hamba yang berbuat baik. Sedangkan metode Tarhib yakni ancanam yang ditimpakan oleh Allah SWT kepada seorang hamba yang berbuat dosa.49 3. Guru
Pendidikan
Agama
Islam
(PAI),
seharusnya
dalam
menyampaikan materi pendidikan Agama Islam menggunakan metode mengajar yang dapat mengaktifkan siswa secara mental dan social, tujuannya agar materi PAI tidak membosankan dalam proses pembelajaran dan penuntut ilmu atau peserta didik juga dapa
menginternalisasi
nilai-nilai
yang
baik
dan
dapat
mempraktekkan dalam kehidupan. Dengan demikian metode pendidikan Akhlak (karakter) itu harus dilakukan oleh semua pihak seperti keluarga, sekolah, guru masyarakat. Pembentukan karakter dalam keluarga itu dilakukan oleh orang tua dengan menumbuh kembangkan dasar-dasar keimanan kepada Allah SWT, terdidik untuk takut kepada-Nya, merasa diawasi oleh-Nya, menyandarkan diri kepada-Nya, 49
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Ter. Ushul al-Tarbiyyah Islamiyyah wa aslubiha fil Baiti wa al-Madrasati wa al-Mujtama’, oleh Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995), Cet. II, h. 296
32
meminta tolong dan berserah diri kepada-Nya, niscaya ia akan kemampuan dan tanggapan naluri untuk menerima setiap keutamaan dan kemuliaan serta terbiasa dengan berakhlak mulia. Sedangkan pembentukan dan pendidikan karakter di sekolah dilakukan oleh guru dan lain-lain dengan menciptakan lingkungan yang bernuansa religious, seperti pembiasaan shalat berjamaah, menegakkan
disiplin,
memelihara
kebersihan,
ketertiban,
kejujuran, tolong menolong, memberikan teladan yang baik dan lain sebagainya. Dan masyarkat pun juga berupaya menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembentukan karakter, seperti menciptakan lingkungan yang tertib, bebas peredaran narkoba, perkumpulan dan perjudian dan lain sebagainya. Jika semua pihak tersebut berperan aktif maka pendidikan karakter pun mudah untuk dilakukan, sehingga para penuntut ilmu atau peserta didik pun memiliki karakter yang baik dalam kehidupan.
B. Penelitian Relevan Setelah penulis meneliti, ternyata judul skripsi “Pendidikan Akhlak bagi Penuntut Ilmu dalam Kitab Syarah Ta’lim Muta’alim karya Ibrahim bin Ismail” belum pernah dikaji, meskipun terdapat judul skripsi yaitu: 1. Konsep Profil Guru PAI menurut Az-Zarnuji dalam Kitab Ta’lim Muta’alim, oleh Ansori (106011000073) tahun 2011.50 Skripsi tersebut sangat berbeda dengan skripsi yang dikaji oleh penulis, karena skripsi tersebut berisi tentang profesionalisme yang harus dimiliki oleh guru pendidikan agama Islam dan guru yang mampu memberi pengaruh untuk masa depan anak melalui kata-kata atau bahasanya adalah guru yang memiliki pribadi yang hangat dan cerdas dalam kitab Ta’lim Muta’alim karangan Az-Zarnuji. 50
Ansori, Konsep Profil Guru PAI Menurut Az-zarnuji dalam Kitab Ta’lim Muta’alim, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011)
33
2. Akhlak Belajar Dalam Kitab Ta’lim Al-Muta’alim oleh Alfian Haikal (106011000067) tahun 2012.51 Skripsi tersebut sedikit berbeda dengan skripsi yang dikaji oleh penulis, karena skripsi tersebut hanya menyebutkan tentang akhlak-akhlak yang ada dalam kitab Ta’lim al-Muta’alim. Sedangkan yang dikaji oleh penulis berisi tentang pendidikan Akhlak (karakter) bagi penuntut ilmu menurut syeikh Ibrahim bin Ismail dalam kitab syarah Ta’lim al-Muta’alim, yang mengakaji tentang bagaimana Akhlak (karakter) yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu supaya mendapatkan keelokan ilmu. Karakter yang harus dimiliki oleh seorang penuntut ilmu diantaranya sungguh-sungguh dan kontinu.
51
Alfian Haikal, Akhlak Belajar dalam Kitab Ta’lim al-Muta’alim, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, (Jakarta: Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012)
34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2014. Dengan jadwal sebagai berikut: bulan Februari digunakan untuk pengumpulan data dari sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari koleksi buku-buku yang ada diperpustakaan, internet serta sumber lainnya yang mendukung penelitian.
B. Metode dan Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat kualitatif. Metode penelitian kualitatif dinamakan sebagai metode baru, karena popularitasnya belum lama, dinamakan metode postpositivistik
karena
berlandaskan
pada
filsafat
postpositiyisme.1
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengahasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Penelitian kulalitatif juga penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Penelitian kualitatif juga yang menghasilakan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis statistic atau cara kuantifikasi lainnya. Penelitian kualitatif didasarkan pada upaya membangun pandangan mereka yang diteliti secara rinci, dibentuk dengan kata-kata.2 Pendekatan kualitatif penulis gunakan untuk menganalisis pemikiran Syekh Ibrahim bin Ismail tentang Pendidikan akhlak bagi Penuntut Ilmu dalam Kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim. Maka dengan sendirinya penganalisaan data ini lebih difokuskan pada penelitian kepustakaan (Library Research), yakni dengan membaca, menelaah dan
1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 13 2 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), h. 4-6
34
35
mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat kaitannya dengan masalah yang dibahas. Sedangkan dipilihnya metode deskriptif, karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Selain itu semua yang dikumpulkan akan menjadi kunci terhadap apa yang diteliti. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari naskah atau dokumen lainnya.
C. Sumber Data Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.3 Adapun sumber data tersebut adalah: 1. Sumber data primer yaitu literature-literatur yang membahas secara langsung objek permasalahan pada penelitian ini. Dalam hal ini sumber data primer yang digunakan adalah buku atau kitab Syarah Ta’lim Muta’lim karangan syekh Ibrahim bin Ismail. 2. Sumber data sekunder sebagai data pendukung atau sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data misalnya, berupa data-data tertulis baik itu buku-buku maupun sumber lain yang memiliki relevansi dengan masalah yang dibahas.4 Dalam hal ini sumber data sekunder yang digunakan adalah buku Landasan Etika Belajar Santri karangan Ahmad Mujib El-Shirazy dan Fahmi Arif El-Munir, buku Manajemen Pendidikan Karakter karangan E. Mulyasa dan lain sebagainya.
3
Ibid, h. 157 Sugiyono, op. cit., h. 193
4
36
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dalam penelitian adalah mendapatkan data. Pengumpulan data juga dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Secara umum terdapat empat macam teknik pengumpulan data yaitu: 1. Observasi. 2. Wawancara. 3. Dokumentasi. 4. Triangulasi/gabungan.5 Dan menarik kesimpulan dengan menggunakan logika deduktif-induktif.
E. Teknik Pengelolaan dan Analisis Data Analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari. Tahap analisis data adalah sebagai berikut: 1. Membaca/mempelajari data, menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data. 2. Mempelajari kata-kata kunci. 3. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan. 4. Mengumpulkan, memilah-milah, membuat ikhtisar. 5.
Berpikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna.6 Sebelum data diolah, penulis terlebih dahulu memahami secara cermat isi
dari kitab Syarah Ta’lim al-Muta’lim. Hal ini dikarenakan kita Syarah Ta’lim al-Muta’alim masih berbahasa Arab, akan tetapi kitab tersebut sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sehingga lebih mempermudah bagi penulis untuk memahaminya. 5
Ibid , h. 308-309 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), h. 248 6
37
Setelah data terkumpul kemudian diolah
dan digarap dengan cara
membuat ringkasan untuk menentukan batasan yang lebih khusus tentang objek kajian dari buku-buku, terutama yang berhubungan dengan tema pokok yang dibahas.7 Mengingat penelitian difokuskan kepada teks atau data yang diperoleh dari kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim sebagai data primernya, maka penulis menggunakan content analysis, yaitu suatu metode penelitian dengan menganalisis isi buku.
F. Teknik Penulisan Teknis penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah merujuk pada Pedoman Penulisan Skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Jakarta.
7
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), h. 278
38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Penyusunan Kitab Penulisan kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim bermula dari kegundahan pengarangnya, yaitu Syaikh Ibrahim bin Ismail, saat mengamati banyaknya penuntut ilmu dimasanya, mereka bersungguh-sungguh dalam belajar menekuni ilmu. Tetapi mereka mengalami kegagalan. Atau mereka sukses, tetapi sama sekali tidak memetik kemanfaatan buah hasil ilmunya, untuk mengamalkan, mengajarkan dan menyebarkan. Mereka sebenarnya tekun belajar, namun terhalang dari kemanfaatan ilmunya. Sebab mereka umumnya salah jalan, yakni metode belajarnya. Mereka meninggalkan berbagai macam syarat yang harus dipenuhi sebagaimana disebutkan dalam kitab ini yang harus dilaksanakan dalam belajar. Padahal siapa yang salah jalan pasti tersesat dan gagal tujuannya sedikit atau banyak, kecil maupun besar. Oleh karenanya dengan motivasi itu Syeikh Ibrahim bin Ismail terpanggil untuk mencoba memberikan bimbingan dan pedoman para pelajar penuntut ilmu, dengan menyusun kitab ini.1 Oleh karena itu kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim sebaiknya perlu kita kaji dan pelajari kembali oleh penuntut ilmu dan para guru karena isinya masih relevan untuk pendidikan masa kini. Dan kitab Syarah Ta’lim alMuta’alim juga bisa membantu mengarahkan para pencari ilmu mendapatkan ilmu yang bermanfaat dengan berbagai macam petunjuk yang praktis.
1
Ibrahim bin Ismail, Petunjuk Menjadi Cendikiawan Muslim, Terj. Syarah Ta’lim alMuta’allim oleh Ali Chasan Umar, (Semarang: PT Karya Toha, 2000), h.ix
38
39
B. Pendidikan Akhlak bagi Penuntut Ilmu dalam Kitab Syarah Ta’lim alMuta’alim Di dalam kitab Syarah Ta’lim al-Muta’allim dijelaskan mengenai yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu di antaranya: 1. bagaimana berniat dalam belajar. 2. mengagungkan ilmu dan ulama. 3. keseriusan ketekunan dan minat dalam belajar. 4. tawakal dalam belajar. 5.
wara’ dalam belajar.
Itu semua adalah karakter (akhlak) yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu yang dijelaskan dalam kitab Syarah Ta’lim al-Muta’alim. Dari batasan yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak (karakter) belajar adalah suatu proses dalam mendapatkan dan menerapkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari hari. Yang merupakan pola belajar yang didasarkan pada niat yang tulus dan ikhlas yang disesuaikan dengan minat dan bakatnya, yang disampaikan oleh guru yang cerdas dan professional dan teman-teman sebaya yang saling mendukung dalam proses belajar demi tercapainya tujuan belajar. Adapun penjelasannya sebagai berikut: 1. Niat dalam Belajar Menurut Ibrahim bin Ismail dalam kitabnya menyatakan bahwa:
2
Ibrahim bin Ismail, Syarah Ta’lim al-Muta’alim, (Al-Haramain: t.p., 2006) h.10
40
para penuntut ilmu wajib berniat untuk belajar selama mempelajari ilmu. Karena niat merupakan dasar pokok dalam segala hal. Maka sebaiknya penuntut ilmu itu berniat menuntut ilmu semata-mata untuk mencari keridhaan Allah SWT, untuk memperoleh pahala akhirat, untuk menghilangkan kebodohan pada dirinya dan dari seluruh orang bodoh, untuk menghidupkan agama dan menegakkan agama Islam.3 Sebagaimana Rasulullah bersabda:
:
Dari Amiril mu’minin, Abu Hafs Umar bin Ibnu Khottab r.a ia berkata, Aku telah mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya amal perbuatan itu hanya tergantung pada niatnya, dan seseorang mendapat pahala sesuai dengan niatnya.”(H.R. Bukhari dan Muslim).4 Dalam menuntut ilmu hendaknya juga berniat mensyukuri nikmat akal dan kesehatan tubuh. Janganlah sekali-kali kamu berniat dalam menuntut ilmu itu untuk memperoleh harta keduniaan, jangan pula berniat untuk mendapat perhatian para manusia dan dimuliakan di sisi seorang raja atau penguasaan serta karena arah yang lain. Ringkasnya jangan sekali-kali berniat selain mencari keridhaan Allah SWT. Penuntut ilmu sebaiknya mau berpikir dalam belajar, kesulitan apa yang dihadapi dan kepayahan apa yang dihasilkan. Sebab ia telah menekuni, mempelajari ilmu dengan penuh kesungguhan, banyak mengalami kepayahan dan keduakaan. Maka setelah sukses jangan sampai semata-mata untuk memburu keduniaan yang begitu hina, sedikit dan cepat sirna.
3
Ibrahim bin Ismail, Petunjuk Menjadi Cendikiawan Muslim, Terj. Syarah Ta’lim alMuta’allim oleh Ali Chasan Umar, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2000), h. 14-15 4 Syaikh Yahya bin Syarifuddin An Nawawi, Arba’in an-Nawawi, (Jakarta: CV Wangsamerta), h. 11
41
Sebaiknya ahli ilmu itu jangan sekali-kali mempunyai perasaan tamak yang tidak semestinya. Kecuali tamak untuk menghasilkan ilmu, maka tamak seperti ini dibolehkan, tidak bahaya bahkan merupakan sasaran kemuliaan. Dan hendaklah menjaga diri dari perkara yang menjadikan hinanya ilmu dan ahlinya dan merendahkan diri.5 Dari pendapat Ibrahim bin Ismail di atas, Ibrahim bin Ismail sangat mengecam bagi para penuntut ilmu yang hanya bertujuan untuk keduniaan belaka. Ibrahim bin Ismail lebih menekankan pada tujuan ukhrawi karena pada hakikatnya dunia adalah tempat bagi kita singgah untuk menuju akhirat. Maka dari itu, sebaiknya setiap pelajar mempunyai niat yang sungguhsungguh dalam mencari ilmu dan keridhaan Allah SWT agar mendapat pahala kelak di akhirat, menghilangkan kebodohan yang ada pada dirinya dan kebodohan orang-orang yang masih bodoh, serta niat menghidupkan dan melestarikan agama Islam. Karena, kelestarian agama itu sendiri dapat terjaga apabila ada ilmu.6 Menurut Khalil Al-Musawi Penuntut ilmu harus meluruskan niatnya, karena dalam Al-qur’an banyak menaruh perhatian kepada keikhlasan niat. Niat yang ikhlas adalah syarat utama diterimanya amal. Sebelum Allah SWT melihat amal perbuatan kita, Allah SWT melihat terlebih dahulu niat kita. Karena niat adalah motivasi seseorang melakukan perbuatan. Sesungguhnya Allah SWT tidak memandang kepada jasad dan rupa kita, melainkan derajat pertama yang Allah SWT pandang adalah hati kita (yang merupakan pusat niat), dan kemudian baru amal kita. Oleh karena itu, semua amal yang kita lakukan harus semata-mata didasari oleh keinginan untuk mencari keridhaan Allah SWT.7
5
Ibrahim bin Ismail, Petunjuk Menjadi Cendikiawan Muslim, op. cit., h.16-18 al-Zarnuji, Pedoman Belajar Pelajar dan Santri (Terjemahan Ta’lim al-Muta’alim) penerjemah: Noor Aufa Shiddiq, (Surabaya: Al-Hidayah, t.t), h. 11 7 Khalil Al-Musawi, Bagaimana Membangun Kepribadian Anda: resep-resep sederhana dan mudah membentuk kepribadian Islam sejati, (Jakarta: Lentera, 1999), cet. 2, h. 45-46 6
42
Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, sedang mereka menghendaki keridhaanNya. kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan kamu (berhak) mengusir mereka, (sehingga kamu Termasuk orang-orang yang zalim).”(Q.S. Al-An’am:52)8 Akan tetapi jika dilihat secara kondisional di zaman sekarang ini, sepertinya jauh dari yang diharapkan. Karena kebanyakan para penuntut ilmu lebih mengutamakan kepentingan pribadi yang bersifat duniawi. Hal ini sulit dipungkiri, karena kebanyakan dari mereka sudah terpengaruh oleh gemerlapnya kemewahan dunia. Seperti kekayaan, kehormatan, kedudukan dan sebagainya. Oleh karena itu, betapa pentingnya pendidikan, terutama pendidikan karakter agar manusia menjadi manusia yang sempurna yang tidak hanya bertujuan untuk kebahagiaan di dunia saja akan tetapi bahagia dunia dan akhirat.
2. Menghormati ilmu dan ahli ilmu
8
Tim Penyususn, Al-Qur’an dan Terjemahnya, surat al-An’am ayat 52, (Jakarta: Pustaka Al-Fatih, 2009), h. 133 9 Ibrahim bin Ismail, Syarah Ta’lim al-Muta’alim, (Al-Haramain: t.p., 2006) h.16
43
Dalam melaksanakan pendidikan Islam, peranan guru sangat penting sekali, artinya guru memiliki tanggung jawab untuk menentukan arah pendidikan tersebut. Itulah sebabnya Islam sangat menghargai dan menghormati orang-orang yang berilmu. Dengan kecintaannya kepada ilmu maka akan menjadi sumber segala inspirasi yang sangat membantu daya berpikir. Ketahuilah bahwa penuntut ilmu hendaknya mengagungkan ilmu dan ulama serta memuliakan dan menghormati guru. Tanpa demikian maka tidak akan memperoleh ilmu yang bermanfaat. Sebagaimana dikatakan, bahwa kesuksesan cita-cita seseorang disebabkan ia sangat mengagungkan ilmu, ulama dan guru serta memuliakan dan menghormatinya. Sebaliknya kegagalan seseorang dalam belajar itu karena tidak mau mengagungkan, memuliakan dan menghormatinya, bahkan meremehkannya. Sementara ulama mengatakan, bahwa menghormati itu lebih baik dari pada taat. Ketahuilah bahwa manusia tidak akan kufur disebabkan berbuat maksiat. Tetapi manusia dapat menjadi kufur lantara tidak mau menghormati perintah Allah swt dan larangan-Nya. Termasuk memuliakan ilmu adalah memuliakan guru.10 Diantara mengagungkan ilmu adalah mengagungkan kitab dengan mentelaah dan membacanya. Maka sebaiknya cara mengagungkan kitab bagi penuntut ilmu hendaknya dalam keadaan suci yaitu berwudhu. Memperindah tulisan dalam kitab. Jangan menulis kecil-kecil sehingga tidak jelas. Berilah sisa ruang tepi halaman untuk catatan-catatan penting, kecuali darurat. Dan jangan memanjangkan (menarik) kaki pada kitab, meletakkan kitab tafsir di atas semua kitab, dan jangan menaruh sesuatu benda di atas kitab. Serta mengagungkan dan menghormati teman-teman yang menemani dalam menuntut ilmu dan belajar serta siapa saja yang pernah mengajar.11
10
Ibrahim bin Ismail, Petunjuk Menjadi Cendikiawan Muslim, Terj. Syarah Ta’lim alMuta’allim oleh Ali Chasan Umar, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2000), h. 29 11 Ibid, h. 33-34
44
Jadi agar mendapatkan ilmu yang bermanfaat para penuntut ilmu harus menghormati ilmu yang dipelajari dan menghormati yang mengajarkan ilmu yaitu guru. Menghormati ilmu bisa kita lakukan dengan cara mengulang-ulang kembali bacaan yang sudah diajarkan dan lebih baik kita juga dalam keadaan berwudhu, karena ilmu itu suci dan yang mempelajarinya pun harus dalam keadaan suci. Sebagaimana yang masih diterapkan di pondok pesantren salafi Bani Syafi’I Cilegon Banten.
Adapun diantara mengagungkan ulama dan guru yang harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh seorang murid adalah: a. Jangan berjalan dimuka gurunya. b. Jangan menduduki tempat duduk gurunya. c. Jangan mendahului bicara dihadapan gurunya kecuali dengan izinnya. d. Jangan banyak bicara di hadapan guru. e. Jangan bertanya sesuatu yang membosankannya. f. Jika berkunjung pada guru harus menjaga waktu, dan jika guru belum keluar maka jangan mengetuk-ngetuk pintu, tetapi bersabarlah hingga guru keluar. g. Selalu memohon keridhaannya. h. Menjauhi hal-hal yang dapat menimbulkan kemarahan guru. i. Melaksanakan perintah guru asal bukan perintah maksiat. j. Menghormati dan memuliakan anak-anak, family dan kerabat gurunya.12 Dan janganlah duduk terlalu dekat dengan guru di waktu murid itu sedang belajar kecuali terpaksa. Tapi ambillah jarak duduk dengan guru sekira lengkung panah. Hsl ini lebih pada ta’dhim (mengagungkan). Menghormati guru adalah keharusan yang tidak dapat ditawar. Tanpa menghormati guru proses pendidikan berjalan tidak sesuai dengan koridornya. Walaupun demikian guru bukanlah Tuhan yang harus 12
Ibid, h. 31,35
45
diagung-agungkan. Akan tetapi dalam penghormatannya ada batas-batas antara akal terhadap pengormatan kepada guru. Menghormati ilmu dan ahli ilmu bila diterapkan pada konteks saat ini, berarti harus ada pembatas antara murid dan guru karena ta’dzim berupa karakter /akhlak yang mana tidak diperbolehkan seorang murid melakukan hal-hal yang tidak disukai oleh gurunya tersebut, dan dalam kitab ini pula terdapat pernyataan bahwa seorang murid tidak akan memperoleh ilmu yang bermanfaat kecuali ia berprilaku hormat pada gurunya. Menurut pengamatan saya, terkait hormat kepada guru pada saat ini kitab ini masih relevan, akan tetapi seiring berkembangnya budaya yang bercampur pada budaya Barat, maka makna menghormati itu berubah yang dulunya klasik menjadi modern, yang dulunya ketika siswa bertemu guru itu tunduk (patuh), dan ketika dalam pembelajaran siswa hanya menerima dan
mendengarkan
pelajaran
tanpa
bertanya
kecuali
ditawarkan
pertanyaan. Semua itu berubah menjadi ketika siswa bertemu dengan guru itu saling menyapa, kemudian dihampiri dan terjadilah percakapan antara guru dan muridnya, dan dalam pembelajaran siswapun bertanya ketika tidak mengerti tanpa ada penawaran dari guru. Dalam hal ini menurut saya masih dalam batas menghormati. 3. Keseriusan, Ketekunan dan Cita-cita yang Luhur
13
Ibrahim bin Ismail, Syarah Ta’lim al-Muta’alim, (Al-Haramain: t.p., 2006) h. 20-23
46
Penuntu ilmu harus benar-benar rajin dan tekun penuh semangat, bersungguh-sungguh secara kontinu, dan mempunyai minat atau cita-cita yang kuat.14 Sebagaimana Firman Allah SWT: “Dan orang-orang yang berjihad untu (mencari keridhaan) Kami sungguh akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Allah beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-Ankabut: 69)15 Ayat tersebut mengandung maksud bahwa orang-orang yang bersungguh-sungguh
dalam
menuntut
ilmu,
maka
Allah
akan
menunjukkan jalan memperoleh ilmu kepada mereka. Dalam pengertian ini dikatakan, bahwa siapa yang bersungguh-sungguh dan berusaha mencari sesuatu dengan baik maka pasti berhasil, siapa tekun pasti sukses, dan siap mengetuk pintu terus menerus tentu dibukakan dan dapat masuk. Demikan pula dengan kadar susah payahmu maka cita-citamu pasti sukses dan berhasil.16
Penulis kitab sepakat dengan syair yang isinya menceritakan kesungguhan para penuntut ilmu dalam memanfaatkan waktu belajar mereka. Syair itu sebagai berikut:
ً َي دَرْكِهَب جَم ال ْ فَلْيَتَخِ ْذ لَيْلَ ُه ِف ال ً َن يَحْتَوِى اَسَبلَ ُه جُم ْ َمَهْ شَب َء ا اَقِْللْ طَعَبمَكَ َكيْ تَحْظَي بِهِ شَهَزًا اِنْ شِئْتَ يَبصَبحِ ِبيْ أَنْ تَبْلُغَ اَلكَمَال “barang siapa ingin semua maksudnya tercapai” “maka jadikanlah malam, tunggangan untuk mencapainya” 14
Ibrahim bin Ismail, Petunjuk Menjadi Cendikiawan Muslim, Terj. Syarah Ta’lim alMuta’allim oleh Ali Chasan Umar, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2000), h. 38 15 Tim Penyususn, Al-Qur’an dan Terjemahnya, surat al-Ankabut ayat 69, (Jakarta: Pustaka Al-Fatih, 2009), h. 404 16 Ibrahim bin Ismail, Petunjuk Menjadi Cendikiawan Muslim, loc. cit., h. 38
47
“sedikitkanlah makanmu, agar dapat bangun di waktu malam” “jika engkau ingin mencapai kesempurnaan wahai sahabatku”
Maksudnya, siapa ingin mengumpulkan segala rencana dan citacitanya, maka gunakanlah waktu malamnya untuk mengejarnya. Dan untuk dapat bangun malam, maka biasakanlah makan sedikit. Sebab dengan menyedikitkan makan, bangun malam dapat terlaksana dan memperoleh kebahagiaan kesempurnaan cita-citanya. Dan siapa yang bangun malam maka hatinya akan merasa senang dan bahagia di siang harinya. Penuntut ilmu harus belajar secara kontinu, terutama di permulaan dan akhir malam. Sebab waktu antara maghrib dan isya’ serta waktu sahur adalah waktu yang sangat baik dan penuh berkah, penuntut ilmu jangan sampai menyia-nyiakan.17 Menurut Aliah B. Purwakania Hasan, bahwa dalam gaya hidup modern, memiliki gangguan siklus tidur bangun yang kemudian mempengaruhi kesehatan fisik dan psikologis seseorang dalam melaksanakan kegaiatan dan menyelesaikan masalah sehari-harinya. Untuk menjaga siklus tersebut agar tetap berjalan baik, dibutuhkan penyeimbang pada malam hari yang membantu kegiatan siang hari. Kualitas dan kuantitas tidur seseorang akan sangat membantu dalam masalah ini. Namun, Islam memberikan jawaban yang lebih baik untuk mengatasi masalah tersebut.18 Menurut ajaran Islam yang dimaksud dengan makan sedikit yaitu berpuasa. Puasa yang dilakukan umat Islam merupakan cara untuk melatih jiwa dan pikiran agar dapat menahan diri, melatih disiplin fisik, mental, dan spiritual. Puasa juga mengandung dimensi social, karena dapat mengingatkan orang kaya akan nasib orang miskin. Melalui disiplin ibadah, puasa dapat meningkatkan solidaritas social dan saling memerhatikan antara umat muslim dari latar belakang yang berbeda-beda. Puasa juga memiliki efek yang baik bagi kesehatan. Puasa sangat 17
Ibid, h. 43-44 Aliah B. Purwakania Hasan, Pengantar Psikologi Kesehatan Islam, (Jakarta: Rajawali Pres, 2008), h. 135-136 18
48
bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan spiritual. Dengan berpuasa, orang akan belajar untuk menahan diri dari segala nafsu duniawi dalam upaya pembersihan jiwa.19 Sebagaimana dalam firman Allah:
“Sesungguhnya bangun malam itu, lebih kuat (mengisi jiwa); dan (bacaan di waktu malam itu) lebih berkesan. Sesungguhnya pada siang hari engkau sangat sibuk dengan urusan-urusan yang panjang.” (Q.S. AlMuzammil: 6-7).20
Mengenai keharusan untuk tekun dalam belajar Ibrahim bin Ismail menjelaskan: “wahai penuntut ilmu! Bersungguh-sungguhlah dan rajinlah anda siang dan malam, karena keberhasilan ilmu itu dengan kesungguhan dan mengulang-ngulang. Sebab setiap sesuatu ada penyakitnya, dan penyakit ilmu adalah meninggalkan kesungguhan dan mengulangngulang.” Penuntut ilmu hendaknya dapat merebut dan mempergunakan masa mudanya untuk tekun belajar. Dan janganlah penuntut ilmu memaksakan dirinya, dan jangan pula melemahkan dirinya sehingga tidak mau bertindak dan memutuskan aktifitas. Tetapi berbuatlah dalam menuntut ilmu dengan hati-hati. Karena berhati-hati itu merupakan modal pokok yang besar dalam segala perkara.21
19
Ibid, h. 144-145 Tim Penyususn, Al-Qur’an dan Terjemahnya, surat al-Muzammil ayat 6-7, (Jakarta: Pustaka Al-Fatih, 2009), h. 574 21 Ibrahim bin Ismail, Petunjuk Menjadi Cendikiawan Muslim, Terj. Syarah Ta’lim alMuta’allim oleh Ali Chasan Umar, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2000), h. 44-45 20
49
Berkenaan dengan cita-cita luhur, dijelaskan pula bahwa penuntut ilmu harus mempunyai minat dan cita-cita yang tinggi terhadap ilmu. Sebab manusia dapat terbang dengan cita-cita, sebagaimana burung terbang dengan sayapnya. Modal pokok untuk menghasilkan segala sesuatu adalah factor kesungguhan dan cita-cita yang kuat. Karena itu adalah pangkal kesuksesan. Sedangkan orang yang bercita-cita tinggi, namun ia tidak bersungguh-sungguh, atau dapat bersungguh-sungguh tetapi tidak mempunyai minat dan cita-cita yang tinggi, maka tidak akan berhasil memperoleh ilmu kecuali sedikit.22 Dikatakan dalam sya’ir:
“Jika engkau menghendaki suatu perkara, maka janganlah tergesahgesah mengharapkan cepat berhasil. Tetapi lakukanlah dengan tekun, karena meluruskan tongkat yang bengkok itu harus dengan cara pelanpelan dan terus-menerus.”23 Jadi, keseriusan, ketekunan, dan cita-cita yang luhur merupakan 3 hal yang harus ada dalam jiwa seorang penuntut ilmu. Tapi jika dihubungkan dengan sekarang ini, rasanya sedikit untuk menemui orang yang mencari ilmu dengan kriteria 3 hal ini. Hal ini bukan karena kurangnya fasilitas dalam belajar, akan tetapi mereka seolah-olah menganggap remeh persoalan mencari ilmu, maka inilah menurut penulis yang sering mengakibatkan timbulnya ketidakseriusan dan berkurangnya ketekunan dalam belajar. Satu hal yang sering terlupakan oleh para penuntut ilmu, yaitu cita-cita yang luhur. Keseriusan dan ketekunan dapat muncul jika dilandasi oleh cita-cita yang luhur, karena dengan adanya cita-cita yang luhur maka akan 22
Ibid. h. 46-47 Al-Zarnuji, Pedoman Belajar Pelajar dan Santri, Terj. Ta’lim al-Muta’alim, oleh Noor Aufa Shiddiq, (Surabaya: Al-Hidayah, t.t), h. 44 23
50
timbul semangat yang akan mendatangkan munculnya keinginan untuk mencapi cita-cita tersebut. Oleh karena itu poin ini erat kaitannya dengan poin satu yaitu niat awal disaat melakukan proses belajar. Oleh karena itu, di dalam mengarungi hidup dan mengerjakan amalamal kebajikan seperti dalam menuntut ilmu, jadilah orang yang mempunyai semangat dan cita-cita, gesit dan cekatan, serta tidak malas dan lamban. Karena dunia diperuntukkan hanya bagi orang-orang yang mempunyai semangat dan cita-cita tinggi. 4. Tawakal
Tawakal maksudnya menyerahkan segala urusan kepada Allah SWT. Penuntut ilmu wajib bertawakal dalam menuntut ilmu. Jangan merasa bingung atau susah dalam urusan rizki. Bertawakal adalah akhir dari proses ikhtiar seorang mukmin untuk mengatasi urusannya. Orang yang cerdik tidak perlu merasa prihatin terhadap urusan keduniaan. Sebab merasa prihatin dan susah itu tidak akan dapat merubah nasib dan tidak membawa manfaat, bahkan dapat membahayakan hati, akal dan tubuh serta merusak amal-amal kebaikan. Karena semuanya telah ditentukan Allah SWT. Penuntut ilmu harus mengurangi urusan keduniaan yang dapat merintangi tercapainya ilmu dengan sekuat kesanggupannya. Penuntut
24
Ibrahim bin Ismail, Syarah Ta’lim al-Muta’alim, (Al-Haramain: t.p., 2006) h. 34-35
51
ilmu juga harus berani menanggung resiko selama perjalanan belajar dalam perantauan menuntut ilmu.25 Tawakal bagi penuntut ilmu bukan berarti meniadakan upaya, dan hanya berpasrah. Tetapi harus ada kerja nyata dan kesungguhan dalam mewujudkan impian. Yaitu bekerja keras dan belajar sungguh-sungguh supaya cita-cita dan impiannya terwujud. Sebagimana tercantum dalam Al-Qur’an selama perjalanannya mencari ilmu, sebagai berikut: “sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (Q.S. Al-Kahfi: 62)26 Maksud ayat tersebut bahwa merantau menuntut ilmu itu tidak akan terlepas dari kepayahan dan kesulitan. Akan tetapi jangan pernah menyerah, terus berusaha dan berdoa. Sebab menuntut ilmu adalah perkara yang agung dan utama dari pada berperang. Demikian menurut pendapat mayoritas ulama. Sedangkan pahala itu menurut kadar kesulitan dan kepayahannya. Maka siapa yang sabar memikulnya niscaya akan sukses merasakan kelezatan ilmu, melebihi seluruh kelezatan dunia.Sebaiknya penuntut ilmu jangan melibatkan aktifitasnya pada pekerjaan lain selain terhadap ilmu dan mendalami fiqih.27 Tawakal menurut Mahmud Al-Mishri dalam Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW adalah: menyandarkan hati kepada Allah ketika mencari maslahat atau menghindari mudarat dalam perkara duniawi dan ukhrawi. Mukmin yang bertawakal akan menyerahkan seluruh urusannya kepada Allah SWT dan mewujudkan keimanannya dengan meyakini bahwa hanya 25
Ibrahim bin Ismail, Petunjuk Menjadi Cendikiawan Muslim, Terj. Syarah Ta’lim alMuta’allim oleh Ali Chasan Umar, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2000), h. 73-74 26 Tim Penyususn, Al-Qur’an dan Terjemahnya, surat al-Kahfi ayat 62, (Jakarta: Pustaka Al-Fatih, 2009), h. 301 27 Ibrahim bin Ismail, op.cit., h. 74-75
52
Allah yang mampu member atau tidak member sesuatu, dan mendatangkan manfaat atau marabahaya.28
Jadi seorang pelajar harus bertawakal penuh kepada Allah ketika sedang melaksanakan proses mencari ilmu atau hal-hal yang lain. Karena ketika seorang penuntut ilmu berkurang rasa tawakalnya maka lambat laun proses belajarnya pun akan terganggu. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa masalah yang sering mendera seorang penuntut ilmu adalah masalah rizki. Oleh karena itu, dalam kondisi seperti inilah peran seorang guru untuk menekankan pada muridnya agar senantiasa kosisten dan tawakal dalam menuntut ilmu. Tawakal bukan berarti menyampingkan semua usaha dan bukan juga hanya berpangku tangan. Akan tetapi lebih kepada menyerahkan hasil akhir kepada Allah setelah berusaha sekuat kemampuan. 5. Bersifat Wara’ dalam Belajar Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “ Wara’” adalah patuh dan taat kepada Allah SWT: kita harus menjauhi segala larangan-Nya.29 Menurut sebagian ulama, wara’ adalah meninggalkan segala sesuatu yang membuat anda ragu, menepis segala sesuatu yang dapat menodai anda, memilih hal yang lebih meyakinkan.” Tingkatan wara’ dibagi menjadi tiga: a.
Wajib, yakni meninggalkan semua perkara yang diharamkan, Ia ditujukan kepada semua orang.
b.
Mandub (dianjurkan), yakni menjauhi semua perkara subhat, ia ditujukan kepada golongan pertengahan.
c.
Fadhilah (keutamaan), yakni mencegah diri dari mengambil hal-hal mubah terlalu banyak dan mencukupkan kepada kebutuhan pokok
28
Mahmud Al-Misri, Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW, (Jakarta: Pena Budi Aksara, 2009), h. 268 29 Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 556
53
yang sangat minim. Ia hanya dimiliki oleh para nabi, orang-orang jujur, orang-orang mati syahid, dan orang-orang yang sholeh.30 Selama orang yang mencari ilmu itu lebih bersifat wara’ maka ilmunya akan lebih bermanfaat, lebih mudah belajarnya dan memperoleh faedah yang lebih banyak. Sebagaimana dalam syarah Ta’lim al-Muta’alim dijelaskan
Ada tiga bahaya yang akan menimpa orang yang tidak wara di dalam waktu belajar yaitu: 1. Allah mematikannya di masa mudanya, dan ini sebagai qadla mu’allaq. 2. Diberi kedudukan di peloksok, yaitu di desa bersama orang-orang bodoh. 3. Diuji mentalnya menjadi pegawai pemerintah berkhidmat kepada raja, maka tersia-sialah ilmu yang dihasilkannya.
30
Mahmud Al-Misri, op. cit., h. 486 Ibrahim bin Ismail, Syarah Ta’lim al-Muta’alim, (Al-Haramain: t.p., 2006) h.39-41
31
54
Di antara wara dalam belajar hendaknya selalu menghindari kenyang dan menjauhi banyak tidur. Bahkan jangan sampai banyak membicarakan ilmu yang tidak bermanfaat. Karena banyak membahsa sesuatu ilmu yang tidak bermanfaat merupakan senda gurau saja dan menyia-nyiakan umur. Hendaknya menjaga diri jangan sampai memakan-makanan pasar jika mampu menjaga diri darinya. Sebab makanan pasar mudah sekali terkena najis dan kotoran, dapat menjauhkan diri dari mengingat Allah swt, dan lebih dekat kepada lupa sehingga menjadi pelupa.32 Adapula di antara sikap wara bagi penuntut ilmu yaitu: 1. Menjauhi orang-orang yang sembarang prilakunya. 2. Menjauhi orang-orang yang biasa berbuat kerusakan. 3. Menjauhi orang-orang yang biasa berbuat maksiat. 4. Menjauhi orang-orang yang suka menganggur, sebab hal itu semua dapat menular. 5. Membiasakan duduk menghadap kiblat. 6. Ucapan, sikap dan perbuatan mengikuti sunnah Nabi saw. 7. Memohon doa ahli kebaikan, para ulama dan shalihin. 8. Menjaga diri dari doa orang yang teraniaya, sebab berdasarkan hadis shohih doa orang yang teraniaya itu mustajab. Sebaiknya juga penuntut ilmu jangan sampai mengabaikan dan jangan malas melakukan tata kesopanan dan kesunahan dalam belajar. Sebab siapa yang mengabaikan tata kesopanan, maka ia terhalang dari beberapa kefardluan. Dan siap yang mengabaikan kefardluan, maka ia terhalang dari pahala akhirat, yaitu pahala yang dijanjikan kepada orang yang ahli melakukan kefardluan. Menurut ulama penjelasan ini adalah merupakan hadits dari Rasulullah saw.
32
Ibrahim bin Ismail, Petunjuk Menjadi Cendikiawan Muslim, Terj. Syarah Ta’lim alMuta’allim oleh Ali Chasan Umar, (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2000), h.85
55
Dan penuntut ilmu juga sebaiknya agar senantiasa membawa buku pada setiap saat untuk mencatat masalah-masalah atau keterangan apa saja yang perlu di catat, agara dikesempatan lain dapat di telaah. 33
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda:
Dari Abu Abdillah Nu’man bin Nasyir r.a berkata, aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: “sesungguhnya perkara yang halal itu sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas, namun di antara keduanya itu ada perkara yang samar (tidak jelas) yang kebanyakan orang tidak mengetahuinya. Maka barang siapa yang memelihara dirinya dari perkara syubhat itu, maka berarti dia telah membersihkan/memelihara agama dan kehormatannya. Dan barang siap yang telah terjerumus pada perkara syubhat, maka ia telah terjerumus pada yang haram. Ia seperti penggembala yang menggembalakan ternaknya di aderah yang terlarang karena khawatir ia akan masuk ke dalamnya. Ingatlah bahwa setiap raja itu mempunyai aturan dan larangan, dan larangan allah adalah apa yang diharamkannya. dan ingatlah bahwa sesungguhnya di dalam tubuh itu terdapat segumpal daging yang apabila daging itu baik, maka akan baguslah seluruh tubuhnya, dan apabila ia buruk, maka akan buruk pulalah seluruh tubuhnya. Ingatlah ia adalah kalbu (hati).” (H.R. Bukhari dan Muslim) 34
33
Ibid, h. 86-89 Syaikh Yahya bin Syarifuddin An Nawawi, Arba’in an-Nawawi, (Jakarta: CV Wangsamerta), h. 22-24 34
56
Jadi penuntut ilmu itu harus berhati-hati dalam memilih sesuatu apapun dari yang haram dan jangan berani untuk maju kepada sesuatu yang bisa membawa kepada yang haram. Oleh karena itu penuntut ilmu harus menjaga apa yang diperintahkan oleh Allah dan menjauhi segala yang dilarang oleh Allah SWT. Keduanya ini harus benar-benar terjaga untuk mentaati. Dan penuntut ilmu pun harus tekun mengerjakan sholat dan memeliharanya dengan mengingat Allah dan mengagungkannya. Karena shalat dapat menjauhkan diri dari perbuatan keji dan munkar. Sebagaimana Allah berfirman:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. AlAnkabut:45)35 Maksud ayat di atas adalah pada dasarnya hakikat shalat adalah mengajak manusia untuk mencegah dirinya dari melakukan perbuatan yang keji dan munkar. Dan di dalam surat ini juga Allah mengingatkan kepada kita agar selalu membaca kitab suci Al-Qur’an karena di dalam AlQur’an terdapat petunjuk hidup, pembeda antara hak dan bathil, penenang jiwa dan rahmat bagi seluruh alam. Dan Allah pun mengingatkan kita untuk selalu berdzikir mengingat-Nya.
35
Tim Penyususn, Al-Qur’an dan Terjemahnya, surat al-Ankabut ayat 45, (Jakarta: Pustaka Al-Fatih, 2009), h. 401
57
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari rangkaian pembahasan dan beberapa uraian di atas, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: Pendidikan akhlak
haruslah mendasarkan pada nilai religius, bukan
justru anti nilai agama. Pemahaman umum yang diyakini kebanyakan pendidik, pendidikan Akhlak adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan, dan menepikan nilai agama. Syeikh Ibrahim bin Ismail, penulis kitab Syarah Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum, menekankan aspek nilai adab, baik adab batiniyah maupun adab lahiriyah, dalam pembelajaran. Kitab ini mengajarkan bahwa, pendidikan bukan sekedar transfer ilmu pengetahuan dan ketrampilan (skill), namun paling penting adalah transfer nilai adab. Kitab yang populer di pesantren-pesantren Indonesia ini memaparkan konsep pendidikan Islam secara utuh, tidak dikotomis. Dalam kitab Syarah Ta’lim al-Muta’allim, Syeikh Ibrahim bin Ismail merumuskan sejumlah metode penting dalam pembentukan akhlak (karakter), yang mencakup adab batin dan lahir. Pertama, metode ilqa’ al-nasihah (pemberian nasehat). Nasihat diberikan berupa penjelasan tentang prinsip haq dan batil. Untuk itu, disyaratkan guru harus terlebih dahulu membersihkan diri dari sifat-sifat tercela agar nasihat yang diberikan membekas dalam jiwa anak didik dan pemberian nasehat harus dengan kesan yang baik, bijak, dan bahasa yang mudah dimengerti. Kedua, metode Mudzakarah (saling mengingatkan). Ketiga, strategi pembentukan mental jiwa. Dalam metode ini ditekankan beberapa aspek yaitu; niat, mengagungkan ilmu dan ahi ilmu, keseriusan, ketekunan dan cita-cita yang luhur, menjaga sifat wara’, istifadah (mengambil faedah guru), dan tawakkal.
57
58
B. Saran 1. Bagi pelajar sebaiknya memperhatikan karakter/akhlak yang harus ia miliki ketika belajar, seperti bersungguh-sungguh dalam, menghormati guru, sabar dan tawakal kepada Allah SWT dalam belajar
karena
karakter/akhlak itu yang dapat menunjang keberhasilan dalam menuntut ilmu. Sehingga ilmu yang didapatkan bermanfaat. 2. Masyarakat sebaiknya juga harus memperhatikan karakter/akhlak bagi para pelajar, dengan cara memberikan teladan dan pembiasaan yang baik dalam kehidupan sehari-hari. 3. Bagi guru dan orang tua juga harus menekankan dan memperhatikan pendidikan karakter/akhlak dengan cara memantau perkembangan para pelajar agar para pelajar tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak diinginkan. 4. Pihak sekolah juga harus memperhatikan akhlak/karakter para pelajarnya dengan
cara
akhlak/karakter.
mengadakan
kegiatan-kegiatan
yang
membangun
59
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Haikal. Akhlak Belajar dalam Kitab Ta’lim al-Muta’alim, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012 Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajawali Pers, 2008 Ansori. Konsep Profil Guru PAI Menurut Az-zarnuji dalam Kitab Ta’lim Muta’alim, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta: Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011 Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, 2013 Basleman, Anisah. dan Mappa, Syamsu. Teori Belajar Orang Dewasa, Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2011 Djamarah, Bahri Syaiful. dan Zain, Aswan. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2010 Echols, John M. dan Shadily Hassan, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1976 Gunawan, Heri. Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta, 2012 Al-Haidari, Sayyid Kamal. Jihad Akbar: Menempa Jiwa, Membina Ruhani, Terj. Dari At-Tarbiyyah ar-Ruhaniyyah: Buhuts Fi Jihad an-Nafs oleh Irwan Kurniawan, Bandung: Pustaka Hidayah, 2003
59
60
Hanifah, Evi. Istilah Nilai, Karakter, Akhlak, Moral, Budi Pekerti dan Etika, diakses 6 April 2014, (hanivie.wordpress.com) Haryanto. Pengertian Pendidikan Menurut Ahli, 2012, artikel diakses 16 Maret 2014 (http://www.Belajarpsikologi.com). Hasan,
Purwakania
Aliah B. Pengantar Psikologi Kesehatan Islam, Jakarta:
Rajawali Pres, 2008 Ibrahim bin Ismail, Petunjuk Menjadi Cendikiawan Muslim, Terj. Syarah Ta’lim alMuta’allim oleh Ali Chasan Umar, Semarang: PT Karya Toha, 2000 Ibrahim bin Ismail, Syarah Ta’lim al-Muta’alim, Al-Haramain: t.p., 2006 Istiqomah, Nur Euis. Persamaan dan Perbedaan Pendidikan dan Pengajaran, 2011,diakses17Maret2014(http://www.secarikcatatansangpenyairkecil.blogsp ot.com/2011/05/Persamaan-dan-perbedaan-Pembelajaran.htm ) Komalasari, Kokom. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi, Bandung: PT Refika Aditama, 2010 Kristin,
Laura.
Makalah
Kewarganegaraan,
di
akses
14
Januari
2014
(http://laurasimorangkir.blogspot.com/2013/04/10-perbedaan-pendidikan-danpengajaran.html) Kusnaedi. Strategi dan Implementasi Pendidikan Karakter Panduan Untuk Guru dan Orang tua, Bekasi: Duta Media Tama, 2013 Lickona, Thomas. Education For Character, Jakarta: Bumi Aksara, 2013 Majid, Abdul. dan Andayani, Dian. Pendidikan Karakter Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011
61
Al-Misri, Mahmud. Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW, Jakarta: Pena Budi Aksara, 2009 Moleong Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014 Mudlorif, Ali. Pendidikan Karakter: konsep dan Aktualisasinya dalam Sistem Pendidikan Islam, Nadwa Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 7, 2013 Al-Musawi, Khalil. Bagaimana Membangun Kepribadian Anda: resep-resep sederhana dan mudah membentuk kepribadian Islam sejati, Jakarta: Lentera, 1999 Mulyasa, E. Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011 An-Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan Masyarakat, Ter. Ushul al-Tarbiyyah Islamiyyah wa aslubiha fil Baiti wa al-Madrasati wa al-Mujtama’, oleh Shihabuddin, Jakarta: Gema Insani Press, 1995 Narwanti, Sri. Pendidikan Karakter, Yogyakarta: Familia, 2011 Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf, Jakarta: Rajawali Pers, 2012 An-Nawawi. Terjemah Riyadhus Shalihin, Terj. Dari Riyadhus Shalihin, oleh Musclich Shabir, Semarang: Toha Putra, 1981 Samani, Muchlas. dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011 Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kecana, 2008 Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, Persada, 2000
62
Schwartz, Merle J. Effective Character Education: A Guidebook For Future Educators, tt.p: Beth Mejia, t.t. Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2012 Sulhan, Najib. Pengembangan Karakter dan Budaya Bangsa, Surabaya: Jaring Pena, 2011 Suyadi. Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013 Suyono.
dan Hariyanto. Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep dasar,
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011 Syafri, Ulil Amri. Pendidikan Karakter Berbasis Al-Qur’an, Jakarta: Rajawali Pers, 2012 Tim Penyusun. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008 Tim Penyususn. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Pustaka Al-Fatih, 2009 Trianto. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007 Yahya bin Syarifuddin An Nawawi. Arba’in an-Nawawi, Jakarta: CV Wangsamerta Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Hidakarya Agung, 1992 Al-Zarnuji. Pedoman Belajar Pelajar dan Santri (Terjemahan Ta’lim al-Muta’alim) penerjemah: Noor Aufa Shiddiq, Surabaya: Al-Hidayah, t.t Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasi dalam Lembaga Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011
63
Zurinal, Z. dan Sayuti, Wahdi. Ilmu Pendidikan Pengantar dan Dasar-dasar Pelaksanaan Pendidikan, Jakarta: Jakarta Press, 2006
DAFTAR REFERENSI
No
Referensi
Ifalaman
Paraf
Skripsi
I
AMul Majid. dan Dian Andayani. Pendtdikan Karafuer Perspeltif 1,2,3,5,23, Isl am, B.andungt Re.maja Rosdakary4 20
11
*"\' 2
Abdurahman An Nahlawi. Pendidikon Islam di Rumah, Sekolah dcn Masyc'ralraf, Ter. Ushul al-TarbQyah Islamiyyah wa aslubiha
Baiti wa al-Madrasati wa al-Mujtama', oleh Shihabuddin,
Y
3l
fil
_\-
Jakarta:
Gema Insani hess, 1995
3
Abudin Nata. AkhlakTasawuf,Jakarta: Rajawali Pers, 2012
28
\4
Ibrahim bin Ismail, Petunjuk Menjadi Cendikiovttan Muslim,Teq. Syarah Ta'lim al-Muta'allim olehAli Chasan Umar, Semarang:
Karya Toh4 2000 5
6
I
4, 39, 4$,
-Y
55
Ibrahim bin Ismail. Syarkhu Ta'lim al-Muta'aliz, Al-Haramain: t.p.,
4,39,
2006
50, 53
Ali Mudlorif. Pendidikan Karakter:
41,
pT 43,44,46,47, 48,49, 51,54,
konsep dan Aktualisasinya dalam
42, 45,
>--
20
Sistem Pendidikan Islam, Nodwa Jurnal Pendidikon Islam, Vol. 7,
-\-
2013
7
Aliah B. Purwak-ania Hasai. Pengantar Psikologi Kesehatan Islam,
47,48
Jakartil Rajawali Pres, 2008
8
Al-Zamuji. Pedoman Belajar Pelajar dan Sontri (Terjemahan Ta'lim
al-Muta'alim) penerjemah: Noor Aufa Shiddiq, Surabaya: AIHidayah, t.t
\4r,49
Y
9
Anisah Basleman. dan Syamsu Mappa. Teori Belaiar Orang Dewasa,
t6
V
Jakarta: Remaja Rosdakarya" 201I
10
An-}.{awawi. Teriemah Riyadhus Shalihin, Tetj. Dari Riyadhus
22
Shalihin, oleh Musclich Shabir, Semarang: Toha Puha" 1981
11
>-
Ansori. Kotuep Pralil Guru PAI Menurut Az-zarnuii dalam Kitab 32
Ta'lim Muta'alim, Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatuttah Jakart4 Jakarta: Perpustakaan
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2Cl1
Syaiful Bahi DjamaraL dan Aswan Zafu- Strotegi Belajar Mengajar.
t7
Jakarta: Rineka Cipta 2010
t3
E. Mulyasa- Manajemen Pendidilan Koraher, Jakarta: PT Bumi 6,18,22
D-
Aksara 20l l
l4 Evi Hanifah. Istilah Nilai,
KaraWer, Afuiah Moral, Budi Pekerti don
21
Etika, diakses 6 April 20I 4, (hanivie.wordpress.com)
l5
Alfian Haikal. Akhlak Belajm dalam Kitob Ta'lim al-Muta'alim,
Skripsi Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakatta" Perpustakaan
r6
JJ
Jakarta:
UIN Syarif Hidayatullah I aY.afia" 2072
Haryanto. Pengertian Pendidikan Merurut
AhIi, 2012,
artikel
11
Kon;tep dan Implementasi,
29
diak ses I 6 Maret 20 I a @B:/hvrvw.Belaj arpsikologi.com).
t7
Heri Grmawan. Pendidikan KmaWer Bandung: Alfabet4 2012
l8 Jotrn M. Echols
>i
v
dan Hassan Shadily, Kamus Inggris'Indonesia, 16,30
Jakarta: GramediaPustakaUtama" 1976
k
v Y
v -v
20
Khalil Al-Musawi. Bagaimana
Membangun Kepribadian Anda:
4t
resepresep sederhana dan mudah membentuk kepribadian Islam s ej
2l
ati, Jakarta: Lentera, 1 999
Kokom Komalasari. Pembelajaron Kontekstual Konsep dm Aplikasi,
16
Bandung: PT RefikaAditarn4 2010
22
V
K*naedi. Strategi dan Implementasi
Pendidilcan Kmalder Panduan
k
28
UntukGuru dan Orang tr:c, Bekasi: DutaMedia Tamar2013
23
Laura Kristir,. Makalah Kewarganegaraan, di akses 14 Januari 2014
t4
ftttp /Aaurasimorangkir.blo gspot.conr,20 1 3/04i 1 0-perbedaanpendidikandan-pengaj aran.hfi nl) 24
I-exy J. Ivloleong Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
34,35,36
Rosdakarya,2014
25
Mahmud Al-Misri. Ewiklopedia Al:hlak Muhammad SAW, Jakarta;
52,53
PenaBudi Aksara 2009
26
Mahmud Yunus. Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Hidakarya
30,
Agung, 1992
27
Merle J. Schwartz. Efective Character Education: A Guidebook For
v -V
X
18
Future Educators,tt.p: Beth Mejia t.t.
28
Mohammad Daud Ali. Pendidikan Agama Islam, Jakarta Rajawali 22 Pers,2008
29
Muchlas Samani. dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan
24,26,27
Y
3,4
v
Kmaher, Bandung: Remaja Rosdakarya, 201I 30
Najib Sulhan.
Pengembangan Korafuer
Surabaya: Jaring Pena, 201
I
dan Budaya
Bangsa,
3l
Nur Euis Istiqomah. Persamaan dan Perbedaan Pendidiknn dan
15
Pengajaran,
\---
20 I l,diakses I 7Maret20 I 40ttp://www.secarikcatatansangpenyairkeci
l.blo gspot.c oml20 | I /05/Persamaan-dan-perbedaan-Pembelai aran,htn
) 32
Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajor Mengajm, (Jakarta: PT.
12
RajaGrafindo, Persad4 2000
33
Sayyid Kamal Al-Haidari- Jihad Akbu: Menempa Jiws, Membina
20
Ruhani, Terj. Dari At-Tmbiyyah ar-Ruhan$yah: Buhuts Fi Jihad an-
.l/af' oleh Invan Kurniawan, Bandung: Pustaka Hidayall 2003 34
Sri Narwanti. PendiCikan KaraWer, Yogyakarta: Famili4 2011
35
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitattf htalitatif, dan 34,35,36
28
R& D, Bandung: Alfabeta, 2012
36
Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekotan PraHik,
v
37
Jakarta: Rin€ka Cipta 2013
37
Suyadi. Strategi Pembelajaran Pendidikan KaroHer, Bandung: PT
l9
\-
Remaja Rosdakaryq 2013
38
Suyono. dan Hariyanto. Belajar dan Pembelajaran Teori
dan
I-
12,13
Konsep dasar, Bandung: Remaja Rosdakarya 2011
39
v
Thomas Lickona- Edication For Chmacter,Iakafia: Bumi Aksarq
l9
2013
40
Tim Penyusun. Kamus Besu Bahasa Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 2008
4t
10,
ll,
15, 30,
52
Tim Penyususn AI-Qur'an dan Terjemalmya, Jakarta: Pustaka AI- 29,42,46,49, Fatib,2009
51,56
)-
v
Trianto. Model-model Pembelajaron Inovatif
Berorientosi
Konstrufuivis tilc, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007
Ulil Amd Syafri. Pendidikon Karakter
Berbasis AI-Qur'an, Jakarta:
Rajawali Pers,2012
Wina Sanjaya Strategi Pembelajaran Berorientasi Stande Proses Pendidiknn, Jakarta: Kecana" 2008
Yahya bin Syarifuddin An Nawawi. Arba'in an-Nawawr, Jakarta: CV Wangsarnerta
Zubaedi. Desain Pendidikan KsraHer: Konsepsi don Aplikasi dalam Lembaga Pendidikan, Jakartfr Kencana Prenada Media Group, 20l
Znrinal,
Z.
l
dan Wahdi Sayuti. IImu Pendidikan Pengantor dan
Dasar4asar P elal<sanaan Pendidilcan, Jakarta: Jakarta Presi, 2006