PROGRAM REHABILITASI SOSIAL BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I CIPINANG JAKARTA: PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL KOREKSIONAL
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Disusun Oleh :
Ilmawati Hasanah NIM. 1110054100014
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M/1436 H
ABSTRAK ILMAWATI HASANAH PROGRAM REHABILITASI SOSIAL BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I CIPINANG JAKARTA: PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL KOREKSIONAL Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang dan masih banyak permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia. Mulai dari perampokan, pencurian, penipuan, korupsi dan lain-lain. Di balik kejahatan yang terjadi di Indonesia terdapat alasan mengapa seseorang melakukannya. Untuk menangani permasalahan ini, para pelaku kejahatan dihukum dan ditahan di lembaga pemasyarakatan. Hal ini dilakukan agar narapidana menjadi jera dan mendapat pembinaan, agar mereka tidak mengulangi kesalahannya di kemudian hari. Indonesia memiliki lembaga pemasyarakatan besar yang salah satunya adalah Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta. Lapas ini terkenal dengan tingkat keamanannya yang tinggi, jenis kejahatan yang dilakukan narapidana yang ditahan di dalamnya juga menjadikan lapas ini ditakuti oleh sebagian besar masyarakat Indonesia khususnya warga Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pola rehabilitasi sosial melalui pembinaan berdasarkan perspektif pekerjaan sosial koreksional, bagaimana metode pembimbinaan narapidana yang diterapkan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta, dan bagaimana pendampingan bagi narapidana selama mengikuti pembinaan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan serangkaian observasi, wawancara dan dokumentasi. Prosedur pemilihan informan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Dari penelitian tersebut, dapat dijelaskan bahwa dalam melaksanakan program rehabilitasi sosial, Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta menerapkan kegiatan pembinaan bagi narapidana. Pola rehabilitasi sosial bagi narapidana melalui program pembinaan berdasarkan perspektif pekerjaan sosial koreksional yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta dibagi menjadi 2 (dua), yaitu pembinaan kepribadian yang terdiri dari pembinaan rohani dan jasmani. Dan pembinaan kemandirian yang terdiri dari pembinaan intelektual dan bimbingan kerja. Selain itu, Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang juga mengadakan pembinaan minat dan bakat yang terdiri dari kegiatan bermusik, melukis dan memahat. Program rehahibilitasi sosial yang diterapkan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta merupakan program yang telah ditentukan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, namun ada juga program yang diadakan berdasarkan kebutuhan, minat dan usulan dari narapidana. Dengan kata lain, metode yang diterapkan dalam rehabilitasi sosial ini adalah menggunakan pendekatan dari bawah ke atas (bottom up approach) dan pendekatan dari atas ke bawah (top down approach). Sedangkan pendampingan narapidana dalam menjalani rehabilitasi sosial, hanya dilakukan bagi narapidana yang mengikuti pembinaan keagamaan saja. Kata kunci: Rehabilitasi Sosial, Pembinaan, Lembaga Pemasyarakatan, Pekerjaan Sosial Koreksional.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan dan melimpahkan segala bentuk nikmat kepada peneliti, nikmat jasmani, rohani, nikmat lahir dan batin, sehingga peneliti bisa menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam tak lupa pula peneliti ucapkan kepada Nabi besar kita, Nabi Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi kita semua. Dalam penulisan skripsi ini, peneliti menyadari masih banyak kekurangankekurangan ataupun kesalahan baik pada teknis penulisannya ataupun materinya, mengingat akan kemampuan yang dimiliki peneliti. Untuk itu, kritik serta saran dari semua pihak sangat peneliti harapkan demi menyempurnakan pembuatan skripsi ini. Hingga pada akhirnya, peneliti menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak, kerabat-kerabat yang membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Wakil Dekan I, II dan III yang secara tidak langsung turut menbantu peneliti. 2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Ibu Nunung Khoiriyah, MA selaku sekretaris Program Studi Kesejahteraan Sosial Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Siti Napsiyah, MSW, selaku dosen pembimbing peneliti yang telah berperan penting dalam penyusunan skripsi, memberikan banyak saran, arahan, motifasi dan waktunya hingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak Ibu atas bimbingannya dan mohon maaf apabila ada perkataan ataupun perbuatan yang tidak berkenan. 5. Bapak Ahmad Zaky, M.Si, selaku Dosen Pembimbing Akademik Program Studi Kesejahteraan Sosial 2010 yang telah meluangkan dan
ii
mengorbankan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan dan motifasi kepada peneliti. 6. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya kepada Bapak/Ibu Dosen Program Studi Kesejateraan Sosial yang telah memberikan sumbangan wawasan keilmuan dan membimbing peneliti selama menjadi mahasiswa dan menimba ilmu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bapak Suwarno, S.H, Staf Divisi Bimbingan Pemasyarakatan yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing peneliti selama melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta. 8. Kepada seluruh pegawai dan petugas Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta, terima kasih atas waktu dan izinnya sehingga peneliti bisa melaksanakan penelitian ini. 9. Orang tuaku tercinta, Bapak Adimin dan Ibu Pipit Ruspiah. Terima kasih tak terhingga untuk kasih sayang yang diberikan kepada peneliti. Perhatian, do’a, motivasi, nasehat-nasehat berharga yang peneliti dapat selama ini. Terima kasih, semoga Allah memberikan kesehatan, kebahagiaan dan berkah kepada keluarga kita. 10. Kakak-kakakku tersayang, juga ipar-iparku. Terima kasih telah memberikan masukan dan pengalaman kalian selama menjalani perkuliahan, sehingga peneliti bisa termotivasi. Terima kasih telah menjadi tauladan yang baik bagi adik kalian ini. 11. Sahabat-sahabatku, Ratih Eka Susilawati, S. Sos, Asisah, S. Sos, Nur Hikmah, S. Sos, Epidasari, S. Sos dan Syf. Lubna Asseggaf, S. Sos. Yang sudah memberi banyak pengalaman dan pelajaran, makna pertemanan semasa kuliah. 12. Teman-teman seperjuangan, Kessos 2010 UIN Jakarta yang juga telah
memberikan semangat, do’a dan kenangan indah semasa di perkuliahan. 13. The last and special for my best friend, Nurrahman. Semoga bisa cepat menyelesaikan kuliahnya.
iii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................. ii DAFTAR ISI ................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 B. Pembatasan Masalah ......................................................................... 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................................................... 9 1. Tujuan Penelitian ......................................................................... 9 2. Manfaat Penelitian ....................................................................... 10 D. Metode Penelitian .............................................................................. 10 E. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 17 F.
Sistematika Penulisan ........................................................................ 18
BAB II LANDASAN TEORI A. Rahabilitasi Sosial ............................................................................. 20 1. Pengertian Rehabilitasi Sosial ...................................................... 20 2. Tahapan Rehabilitasi Sosial ......................................................... 20 B. Pekerjaan Sosial Koreksional ............................................................ 22 1. Pengertian Pekerjaan Sosial Koreksional ..................................... 22 2. Fungsi Pekerja Sosial Koreksional ............................................... 22 C. Sistem Pemasyarakatan dalam Pekerjaan Sosial Koreksional ............. 23 D. Pembinaan......................................................................................... 25 1. Pengertian Pembinaan ................................................................. 25 2. Asas Pembinaan Pemasyarakatan ................................................ 26 3. Tujuan Pembinaan ....................................................................... 28 4. Pola Pembinaan ........................................................................... 28 5. Metode Pembinaan ...................................................................... 30 E. Teori Perubahan Perilaku .................................................................. 31 1. Moral Development Theory ......................................................... 31 2. Social Learning Theory ............................................................... 32
iv
F.
Model Intervensi ............................................................................... 33 1. Terapi Individu (Social Case Work Method) ................................ 33 2. Terapi Kelompok (Social Group Work Method)........................... 35
G. Narapidana ........................................................................................ 36 1. Pengertian Narapidana ................................................................. 36 2. Hak-hak Narapidana .................................................................... 37 H. Lembaga Pemasyarakatan ................................................................. 38 1. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan .......................................... 38 2. Fungsi Lembaga Pemasyarakatan ................................................ 39 3. Tujuan Lembaga Pemasyarakatan ................................................ 40 4. Klasifikasi Lembaga Pemasyarakatan .......................................... 40 BAB III GAMBARAN UMUM LAPAS KLAS I CIPINANG A. Sejarah .............................................................................................. 43 B. Visi dan Misi ..................................................................................... 44 C. Tugas Pokok dan Fungsi .................................................................... 45 D. Struktur Organisasi ............................................................................ 47 E. Status Penghuni ................................................................................. 49 F. Manajemen Keuangan ....................................................................... 51 G. Program Rehabilitasi ......................................................................... 51 H. Profil Informan .................................................................................. 53 1. Informan Sukur ............................................................................ 53 2. Informan Damar .......................................................................... 59 3. Informan Inal ............................................................................... 63 BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS A. Proses Penerimaan Narapidana .......................................................... 67 B. Program Pembinaan Narapidana ........................................................ 71 1. Pembinaan Kepribadian ............................................................... 71 2. Pembinaan Kemandirian .............................................................. 83 C. Kendala ............................................................................................. 90 D. Indikator Keberhasilan ...................................................................... 93 E. Pendampingan Narapidana ................................................................ 95
v
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................... 98 B. Saran ................................................................................................. 100
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 102 LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan suatu negara yang sedang berkembang. Dalam
perkembangannya, Indonesia masih banyak dihadapi dengan permasalahanpermasalahan sosial. Masalah sosial dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketidaksesuaian antara norma, hukum, nilai dan budaya yang berlaku dengan perilaku manusia, sehingga dapat membahayakan kehidupan masyarakat. Masalah sosial juga dapat diartikan sebagai suatu kondisi yang tidak sesuai dengan harapan, kondisi yang tidak dikehendaki, bersifat mengganggu dan dapat merugikan, merusak, membahayakan orang, sehingga menghambat tujuan hidup bermasyarakat. Seperti yang di sampaikan oleh Kartini Kartono dalam bukunya yang berjudul “Patologi Sosial”, masalah sosial adalah semua bentuk tingkah laku melanggar hukum atau memperkosa adat-istiadat masyarakat.1 Permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia sangatlah beragam jenisnya. Mulai dari pencurian, perampokan, penculikan, perjudian, terorisme, korupsi, perkosaan,
perkelahian
antar
warga,
tawuran
antar
pelajar,
penipuan,
pembunuhan, hingga pembegalan yang saat ini sedang hangat dibicarakan. Kondisi seperti ini pasti sangat memperihatinkan dan meresahkan masyarakat. Sehingga timbul perasaan takut, sulit untuk mempercayai orang lain, curiga, hingga akan timbul masalah sosial baru seperti saling tidak peduli satu dengan lainnya. Karena pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak
1
Dr. Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta: Rajawali Press, 2005), h. 1.
1
2
dapat hidup tanpa berdampingan dengan manusia lainnya, tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain, baik dari saudara, tetangga, kerabat dekat, atau bahkan orang yang tidak dikenal sebelumnya. Namun pada kenyataannya, kejahatan yang terjadi di negara kita dilakukan oleh siapa saja. Sekarang ini banyak diberitakan oleh media masa tentang pembunuhan yang dilakukan oleh orang terdekatnya, seorang anak yang dicabuli oleh ayah kandungnya sendiri, dan lain sebagainya. Ini jelas bahwa kondisi seperti ini dapat menimbulkan krisis kepercayaan kepada sesame, atau bahkan timbul rasa dendam sehingga akhirnya saling melakukan kejahatan Seperti yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik, jumlah kejadian kejahatan pada tahun 2011 sebanyak 347.605 kasus, turun menjadi sebanyak 341.159 kasus pada tahun 2012 dan kembali naik pada tahun 2013 menjadi 342.084 kasus.2 Dari data tersebut, DKI Jakarta memegang peringkat tertinggi angka kriminalitas dengan jumlah 49.498 kasus. Dengan tingkat kejahatan yang begitu besar, kita dapat membayangkan bagaimana masyarakat Indonesia terus dibayang-bayangi oleh tindak kejahatan, rasa tidak aman dan takut menjadi salah satu korban dari tindak kejahatan yang menjamur di Indonesia. Dalam kacamata Ilmu Kesejahteraan Sosial, kondisi seperti ini masih jauh dari kata sejahtera. Karena kesejahteraan itu sendiri merupakan kondisi di mana seseorang atau masyarakat mejalani hidup sesuai dengan tata kehidupan, terpenuhi segala kebutuhannya baik itu dari segi materi ataupun spiritual, tentram lahir batin, dan diliputi oleh rasa tentram dan damai. Seperti yang disampaikan
2
Diadaptasi dari situs resmi Badan Pusat Statistik, http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/watermark%20_Statistik_Kriminal_2014.pdf.
3
oleh Isbandi dalam bukunya “Ilmu Kesejahteraan dan Pekerjaan Sosial”, bahwa kesejahteraan sosial ialah: “suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materil maupun spirituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.”3 Namun, di balik kejahatan yang terjadi di Indonesia pasti ada penyebab mengapa mereka melakukan tindakan seperti itu. Banyak sekali motif-motif seseorang melakukan kejahatan. Faktor seseorang melakukan kejahatan di antara lain adalah karena kondisi ekonomi. Mengingat kebutuhan hidup yang semakin besar, dan harga bahan pokok yang kian hari menaik, banyak orang merasa tertekan dengan kondisi tersebut. Sedangkan penghasilan mereka tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dengan kondisi seperti ini seseorang bisa saja nekat dan melakukan tindakan pencurian atau perampokan. Faktor yang selanjutnya adalah lingkungan atau kondisi sosialnya. Seseorang bisa melakukan kejahatan karena memang dia hidup di lingkungan yang sudah terbiasa melakukan kejahatan atau pelanggaran. Misalnya seorang yang bergaul dengan kelompok geng motor yang sering melakukan balap liar atau tindak pengerusakan lingkungan. Bisa juga orang yang bergaul dengan para pengguna narkoba, sehingga dia ikut terbawa arus pergaulannya. Seseorang bisa melakukan kejahatan juga karena faktor psikologinya. Apabila seseorang pernah mendapat perlakuan kejahatan atau menjadi korban tindak kejahatan, maka itu akan mempengaruhi kondisi psikologinya. Orang tersebut menjadi trauma atau bahkan timbul rasa dendam, sehingga dia melakukan kejahatan di kemudian hari. 3
Isbandi Rukminto Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Pengantar Pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan), (Jakarta: FISIP UI Press, 2005), h. 16.
4
Menurut Prof. Jamhari dalam pidatonya di sebuah seminar nasional, faktor seseorang melakukan kejahatan dalam konteks Islam ada tiga hal, yaitu faktor lingkungan, lupa (ghofilun) dan kesombongan. 4 Dalam perspektif Islam pula, keimanan seseorang menjadi alasan mengapa seseorang melakukan kejahatan. Seperti hadits Rasulullah SAW yang berbunyi:
ِلَِ ي ْؤ ِمنِ أَ َحدك ِْم َحتىِ َيكوْ نَِ ه ََواهِ تَ َبعًا ِل َما ِج ْئتِ ِب ِه “Tidak beriman seseorang sehingga hawa nafsunya (keinginannya) disesuaikan dengan apa yang telah didatangkan bersamaku (yaitu hukumhukum Islam).” Hal ini sependapat dengan Kartini Kartono yang menjelaskan bahwa orang yang tidak beragama dan tidak percaya kepada nilai-nilai keagamaan, pada umumnya sangat egoistic, sangat sombong dan mempunyai harga diri berlebihan. Dunia dianggap sebagai miliknya, yang bisa dimanipulasi semau sendiri. Dengan demikian sifatnya menjadi bengis, ganas, sewenang-wenang dan jahat terhadap sesame makhluk. Egoisme yang ekstrem menimbulkan sifat agresif juga sifat-sifat yang keras dan kasar, serta kurang berkeprimanusiaan. 5 Di Indonesia, segala sesuatu atau perilaku yang melanggar hukum, aturanaturan atau norma-norma akan dikenakan sanki yang sudah disusun dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Kemudian pelaku-pelaku tindak kejahatan ini merupakan orang-orang yang melanggar hukum pidana, dikenakan sanki pidana dan disebut sebagai narapidana. Negara kita juga memiliki badan hukum yang bertugas untuk mengatur segala permasalahan hukum di antaranya adalah Polisi Republik Indonesia, Pengadilan Negeri, Mahkamah Agung, dan Kementerian 4
Pidato Prof. Jamhari pada Seminar Nasional: Restorative Justice dalam Sistem Pemasyarakatan Guna Mengatasi Kriminalitas dan Overkapasitas Lapas dan Rutan di Indonesia, (Jakarta: 25 Maret 2015). 5 Dr. Kartini Kartono, Patologi Sosial Jilid 1, (Jakarta: Rajawali Press, 2007), h. 157.
5
Hukum dan HAM. Masing- masing lembaga tersebut mempunyai peranan serta fungsinya dalam penegakan hukum di Indonesia. Biasanya, para pelaku kejahatan ini awalnya ditangkap oleh polisi, selanjutnya akan ditetapkan hukuman pada persidangan di pengadilan. Kemudian apabila sudah ditetapkan vonis, maka pelaku kejahatan ini akan menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan, yang biasa kita sebut dengan lapas atau LP. Namun pada hakikatnya narapidana juga merupakan manusia. Mereka juga dilahirkan dalam keadaan fitrah, namun dikarenakan fitrah mereka tidak dipelihara maka membuat hati mereka tertutup untuk melihat kebenaran dan kebaikan, dan menjadikan mereka berada pada martabat yang serendahrendahnya. Sebagaimana Allah berfirman dalam Surat asy-Syams ayat 7-10:
.ن دَسا هَا ِْ خَاب َم َِ َوقَ ِْد.ن زَ كاهَا ِْ ح َم َِ َ قَ ِْد أَ ْفل.ورهَا َوتَ ْق َواهَا َ فَأ َ ْلهَ َمهَا فج.َونَ ْفسِ َو َما َسواهَا “Demi jiwa yang menyempurnakan (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” Dari ayat di atas dijelaskan bahwa sesungguhnya manusia adalah ciptaan Tuhan yang diilhami kefasikan dan ketakwaan, sesungguhnya manusia diciptakan dalam keadaan suci dan tidak tahu apa-apa. Namun masih banyak manusia yang bertindak sesuka hati dan hanya mengikuti hawa nafsunya sehingga terjadilah masalah-masalah dan tindakan kejahatan yang tidak diinginkan dan meresahkan orang lain. Meski demikian, manusia merupakan makhluk yang memiliki hati nurani dan akal pikiran. Sehingga masih ada kesempatan bagi mereka untuk bertaubat merubah dirinya menjadi lebih baik, sehingga mereka tidak menjadi manusia yang merugi.
6
Untuk itu, agar narapidana bisa menjadi manusia yang lebih baik, maka sangatlah penting diadakan pembinaan sebagai upaya rehabilitasi sosial. Rehabilitasi juga harus dilakukan dan sangat penting, agar mereka tidak melakukan kesalahannya lagi dan bisa melangsungkan hidup kelak mereka selesai menjalani masa hukuman di lembaga pemasyarakatan. Di dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menjelaskan bahwa rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Dalam proses rehabilitasi ini, narapidana diberikan pembinaan, bimbingan, pembelajaran, baik secara kemandirian maupun kepribadian. Hal ini bertujuan untuk menambah wawasan dan membuka hati narapidana, sehingga mereka bisa benar-benar merubah dirinya, pola pikirnya, dan perilakunya agar menjadi lebih baik, dapat dikatakan agar mereka bisa mengakui kesalahannya, bertaubat dan tidak menguilangi kesalahannya di kemudian hari. Hal ini sependapat dengan peran dan fungsi lembaga pemasyarakatan yang dituangkan dalam Pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang berbunyi sebagai berikut: “Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk wagra binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat berperan aktif dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.” Dalam kutipan di atas disebutkan bahwa tujuan dari sistem pemasyarakatan adalah untuk membentuk wagra binaan pemasyarakatan menjadi manusia seutuhnya, tidak mengulangi kesalahannya di kemudian hari dan dapat diterima
7
kembali di masyarakat dan bisa menjalani kehidupan secara wajar. Hal ini sejalan dengan tujuan rehabilitasi sosial yang telah dijelaskan sebelumnya. Karena narapidana adalah orang yang terpidana, maka semua kegiatan rehabilitasi sosial ini di lakukan di lembaga pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan sendiri merupaka unit pelaksanaan teknis Kementerian Hukum dan HAM, berada dalam Divisi Pemasyarakatan. Terdapat sebanyak + 246 Lembaga pemasyarakatan yang berdiri di seluruh Indonesia. Salah satunya adalah Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang yang berada di DKI Jakarta, tepatnya di kawasan Jakarta Timur. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang merupakan lapas terbesar yang berada di Jakarta. Lapas ini juga menyimpan banyak sejarah, mengingat awal berdirinya lapas tersebut pada masa penjajahan Belanda. Di lapas ini terdapat banyak sekali narapidana dengan bermacam-macam jenis kejahatannya, mulai dari yang terkecil hingga besar. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang juga merupakan lapas yang banyak ditakuti oleh kebanyakan orang selain Lapas Nusakambangan yang berada di Jawa Tengah. Banyak orang berpendapat bahwa narapidana yang berada di Lapas Cipinang merupakan penjahat-penjahat kelas kakap dan sangat berbahaya. Hal ini peneliti ketahui keteka peneliti menanyakan opini kepada 10 orang teman peneliti tentang Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. Mereka mengatakan bahwa Lapas Cipinang merupakan tempat yang menakutkan dan menyeramkan karena di sana terdapat orang-orang jahat dan sebagian besar dari mereka tidak ingin berkunjung ke sana. Hal serupa juga sempat terlintas dalam pemikiran peneliti, hingga akhirnya peneliti memilih tempat ini untuk dijadikan tempat penelititan.
8
Dari latar belakang masalah yang sudah dijelaskan di atas, maka peneliti memutuskan untuk melaksanakan penelititan dengan judul “PROGRAM REHABILITASI
SOSIAL
BAGI
NARAPIDANA
DI
LEMBAGA
PEMASYARAKATAN KLAS I CIPINANG JAKARTA: PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL KOREKSIONAL”.
9
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.
Pembatasan Masalah Agar pembahasan tidak menyimpang dari pokok bahasan yang telah
ditetapkan, maka penulis membatasi masalah pada pelaksanaan program rehabilitasi bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. penelitian ini dikhususkan bagi narapidana yang aktif mengikuti program yang diadakan di lapas tersebut.
2.
Perumusan Masalah Berdasarkan penguraian latar belakang masalah di atas, maka peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana pola rehabilitasi sosial melalui pembinaan berdasarkan perspektif pekerjaan sosial koreksional? b. Bagaimana metode pembinaan narapidana yang diterapkan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta? c. Bagaimana pendampingan bagi narapidana dalam menjalani pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta?
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penelitian Tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui pola rehabilitasi sosial malalui pembinaan berdasarkan perspektif pekerjaan sosial koreksional.
10
b. Untuk mengetahui metode pembinaan narapidana yang diterapkan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta. c. Untuk mengetahui sistem pendampingan bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta.
2.
Manfaat Penelitian a. Akademis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan tambahan referensi khususnya pada program studi kesejahteraan sosial. dapat mengetahui lebih banyak tentang pekerjaan sosial koreksional. b. Praktis: Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dan pengetahuan bagi para pembaca ataupun peneliti sendiri. Juga pekerja sosial yang berkaitan dengan lembaga-lembaga koreksional. c. Institusi: Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam menyusun rencana dan strategi dalam merehabilitasi melalui program-program yang diadakan Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang berdasarkan perspektif pekerjaan sosial koreksional.
D.
Metode Penelitian Metode penelitian dapat diartikan sebagai langkah-langkah, cara-cara, yang
bertujuan untuk mendapatkan data sebanyak-banyaknya baik itu data premier maupun sekunder, sehingga dapat mencapai pokok pembahasan penelitian.
11
Menurut Kristi Poerwandi, metodologi penelitian adalah teknik atau cara dalam pengumpulan data atau bukti yang dalam hal ini perencanaan tindakan yang dilaksanakan serta langkah-langkah apa yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan dan sasaran penelitian. 6
1.
Pendekatan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Maksud istilah qualitative research adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara lain dari kuantifikasi (pengukuhan).7 Bogdan dan Taylor mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang dapat diamati. Kemudian Klick dan Miller mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya. 8 Dari definisi-definisi tersebut dapat diartikan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data-data berupa tulisan, deskriptif, penjelasan, definisi berupa kata-kata, dengan melakukan teknit
6
E. Kristi Poerwandi, PendekatanKualitatif dalam Penelitian Psikologi ( Jakarta: Fakultas Psikologi Indonesia, 1998), h. 78. 7 Prof. Dr. H. Syamsir Salam, MS dan Jaenal Aripin, M. Ag, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 30. 8 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 4.
12
tertentu dan tidak menggunakan penghitungan angka atau statistik, bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain.
2.
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang, Jakarta Timur. Peneliti mengambil lokasi ini karena Lapas Klas I Cipinang merupakan lapas terbesar yang berada di Provinsi DKI Jakarta, juga lokasinya yang cukup terjangkau dari tempat tinggal peneliti, peneliti juga ingin mengetahui lebih dalam tentang program rehabilitasi sosial bagi narapidana yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan dalam perspektif pekerjaan sosial koreksional, khususnya bagi narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, Jakarta. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini selama 7 bulan, yang akan dimulai pada bulan Desember 2014 sampai bulan April 2015.
3.
Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang ditempuh penulis adalah: a.
Penelitian Kepustakaan (Library Research) Yaitu dengan membaca, memahami dan menginterprestasikan
buku-buku, dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan pembahasan ini.
13
b.
Observasi Observasi adalah salah satu metode utama dalam penelitian
dampak sosial terutama penelitian kualitatif. Observasi adalah mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari jawaban, mencari bukti terhadap fenomena dampak sosial (perilaku, kejadian-kejadian, keadaan, benda dan simbol-simbol tertentu) selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena tersebut guna menemukan data dan analisis. 9 C. Wragg menjelaskan bahwa observasi yaitu pengamatan secara sistematis dan analisa yang memegang peranan penting untuk meramalkan tingkah laku sosial, sehingga hubungan antara satu peristiwa dengan yang lainnya menjadi jelas. Menurutnya pula bahwa aspek-aspek yang diamati, sifat pribadi, interaksi verbal, non-verbal, aktifitas, pengaturan, keahlian profesional, sarana dan alat yang digunakan, afektif, kognitif dan sosiologis. 10
c.
Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. 11
9
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Agama (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 167. 10 Prof. Dr. H. Syamsir Salam, MS dan Jaenal Aripin, M. Ag, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 30. 11 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 186.
14
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode wawancara mendalam. Wawancara ini bersifat luwes, artinya susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah saat wawancara berlangsung. Sebelum wawancara dilakukan, terlebih dahulu disiapkan pedoman wawancara yang berhubungan dengan keterangan yang ingin digali. Adapun hal yang akan diwawancarai adalah seputar program rehabilitas bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakat Klas I Cipinangberdasarkan perspektif pekerjaan sosial koreksional. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bahasa Indonesia dalam mewawancarai responden, yaitu para narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang.
4.
Analisis Data Penelitian ini dilakukan dengan penelitian kualitatif, data yang
diperoleh melalui wawancara dan pengamatan tersebut dideskripsikan dalam bentuk uraian. Setelah data terkumpul dan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan penelitian,
maka selanjutnya
peneliti
melaksanakan analisis terhadap data dan informasi tersebut. Dalam menulis data
tersebut,
peneliti
menggunakan
analisis
deskriptif,
yaitu
mendeskripsikan hasil temuan penelitian secara sistematik, faktual dan akurat yang disertai dengan petikan wawancara yang akan dipaparkan oleh peneliti. Maksud utama analisis data adalah untuk membuat data itu dapat
15
dimengerti, sehingga penemuan yang dihasilkan bisa dikomunikasikan kepada orang lain.
5.
Macam dam Sumber Data Macam dan data yang diambil peneliti ini terdapat dua data, data
primer (pokok) dan data sekunder (pendukung). a. Sebagi data primer (pokok), diperoleh melalui wawancara dengan narapidana dan pegawai yang bertugas yang berhubungan dengan pelaksanan program rehabilitasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. b. Sebagai data sekunder (pendukung), diperoleh melakui studi pustaka, internet, jurnal, artikel dan data-data pendukung lainnya yang dapat melengkapi data primer.
6.
Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. 12 Seperti yang telah dijelaskan oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya Metodologi Kualitatif. Untuk menentukan keabsahan data adalah dengan melakukan triangulasi, dimana triangulasi adalah teknik pemeriksaan
12
Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung:Alfabeta, 2010), h. 83.
16
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembandingan terhadap data itu. Menurut Susan Stainback, tujuan dari triangulasi bukan untuk mencari kebenaran tentang beberapa fenomena, tetapi lebih pada peningkatan pemahaman peneliti terhadap apa yang telah ditemukan. Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik triangulasi dengan cara membandingkan sumber-sumber data yang diperoleh dengan kenyataan yang ada pada saat penelitian.
7.
Teknik Pemilihan Informan Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, teknik pemilihan
informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling13 yang memberikan keleluasaan kepada peneliti dalam menyeleksi informan yang sesuai dengan tujuan penelitian, yang terpenting disini bukanlah jumlah informan, melainkan potensi dari tiap kasus untuk memberikan pemahaman teoritis yang lebih baik mengenai aspek yang dipelajari. Teknik purposive (bertujuan), dimana informan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu dan dianggap sebagai orang-orang yang tepat dalam memberikan informasi tentang Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang terutama tentang program rehabilitasi bagi narapidana berdasarkan perspektif pekerjaan sosial koreksional. Peneliti akan menggali data seluas-luasnya dari pihak-pihak yang terlibat dalam pembinaan keagamaan yang dilakukan di Lembaga 13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h. 222
17
Pemasyarakatan Klas I Cipinang, pihak-pihak tersebut antara lain: Kepala Sesi Pembinaan Kemasyarakatan, Staff Sesi Pembinaan Kemasyarakatan, Pembina (Ustadz) Keagamaan, serta 3 orang narapidana. Dalam penelitian ini penulis memilih narapidana yang telah menjalani masa hukuman minimal 2 tahun, karena menurut penulis narapidana tersebut sudah cukup merasakan binaan dan sudah bisa merasakan perubahan apa saja yang terjadi dalam diri narapidana selama menjalani pembinaan.
E.
Tinjauan Pustaka Teknik penulisan skripsi ini mengacu kepada buku Pedoman Penulisan
Skripsi, Tesis dan Disertasi yang disusun oleh UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang diterbitkan oleh CeQDA UIN, April, Cet. Ke-2 tahun 2007. Namun penulis juga mendapati hasil karya mahasiswa yang dapat dijadikan bahan referensi dalam penulisan skripsi ini, yaitu: Nama
: Fahrur Rohman
Program studi
: Pengembangan Maysarakat Islam
Judul skripsi
: Pemberdayaan Narapidana Melalui Program Jenjang Pendidikan S1 Hukum di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta
Dalam skripsi tersebut, penulis bisa mempelajari sekilas tentang Lembaga Pemasyarakatan yang akan dijadikan tempat penelitian, serta jenis-jenis pemberdayaan apa saja yang terdapat di dalamnya. Dan skripsi tersebut merupakan satu-satunya skripsi yang ada di Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang meneliti di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang
18
F.
Sistematika Penulisan
BAB I
: Pendahuluan, bab ini menjelaskan tentang : Latar Belakang Masalah Pembatasan dan Perumusan Masalah Tujuan dan Manfaat Penelitian Metodologi Penelitian Tinjauan Pustaka Sistematika Penulisan.
BAB II
: Tinjauan Teoritis, bab ini menjelaskan tentang : Pengertian dan Tujuan Rehabilitasi Sosial Pengertian Pekerjaan Sosial Koreksional Teori-toeri Perubahan Perilaku Pengertian Pembinaan Spiritualitas dalam Praktik Pekerjaan Sosial Model Intervensi Pengertian Narapidana Pengertian dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan
BAB III : Profil Lembaga, bab ini menjelaskan tentang : Sejarah Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Visi dan Misi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Tugas Pokok dan Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Struktur Organisasi
19
Data Pegawai dan Status Penghuni Prose Penerimaan Managemen Keuangan Gambaran Umum Program Rehabilitasi BAB IV : Proses Rehabilitasi Bagi Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang berdasarkan perspektif Pekerjaan Sosial Koreksional, bab ini menjelaskan tentang : Sistem Penerimaan Narapidana Pola Pembinaan Narapidana Metode Pembinaan dan Pendekatan Narapidana Kendala Indikator Keberhasilan BAB V
: Penutup, bab ini membahas tentang : Kesimpulan Saran
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Rehabilitasi Sosial 1.
Pengertian Rehabilitasi Sosial Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, rehabilitasi berarti pemulihan
kepada kedudukan (keadaan, nama baik) yang dahulu (semula) supaya menjadi manusia yang berguna dan memiliki tempat di masyarakat. Sedangkan dalam Pasal 1 Ayat 8 Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial menjelaskan bahwa rehabilitasi sosial adalah proses
refungsionalisasi
dan
pengembangan
untuk
memungkinkan
seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan dalam Pasal 1 ayat 17 Undang-undang No. 39 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan bahwa rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
2.
Tahapan Rehabilitasi Sosial Terdapat 7 (tujuh) tahapan dalam melaksanakan rehabilitasi sosial,
yaitu: a. Pendekatan
awal.
Merupakan
rangkaian
yang
mengawali
keseluruhan proses rehabilitasi sosial, terdiri atas kegiatan
20
21
sosialisasi dan konsultasi, identifikasi, motivasi, seleksi dan penerimaan. b. Pengungkapan dan pemahaman masalah. Merupakan kegiatan mengumpulkan,
menganalisis
dan
merumuskan
masalah,
kebutuhan, potensi dan sumber yang meliputi aspek fisik, psikis, sosial, spiritual dan budaya. c. Penyusunan rencana pemecahan masalah. Merupakan kegiatan penyusunan rencana pemecahan masalah berdasarkan hasil pengungkapan dan pemahaman masalah meliputi penentuan tujuan, sasaran, kegiatan, metoda, strategi dan teknik, tim pelaksana, waktu pelaksanaan dan indikator keberhasilan. d. Pemecahan masalah. Merupakan pelaksanaan kegiatan dari rencana pemecahan masalah yang telah disusun. e. Resosialisasi. Merupakan kegiatan menyiapkan lingkungan sosial, lingkungan pendidikan dan lingkungan kerja. f. Terminasi. Merupakan kegiatan pengakhiran rehabilitasi sosial kepada korban penyalahgunaan NAPZA. g. Bimbingan Lanjut. Merupakan bagian dari penyelenggaraan rehabilitasi sosial sebagai upaya yang diarahkan kepada klien yang telah selesai mengikuti proses rehabilitasi sosial, baik di dalam maupun di luar lembaga. 14
14
Peraturan Menteri Sosial No. 26 tahun 2012 tentang Standar Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya.
22
B.
Pekerjaan Sosial Koreksional (Correctional Social Work) 1.
Pengertian Pekerjaan Sosial Koreksional Dalam lembaga pemasyarakatan mempunyai suatu profesi pekerjaan
sosial atau biasa dikatakan dalam lembaga pemasyarakatan yaitu perugas pemasyarakatan yang membantu narapidana. Adapun pekerjaan sosial di setting koreksional merupakan sub sistem pada sistem peradilan pidana. Pekerjaan sosial koreksional adalah pelayanan profesional pada seting koreksional yang meliputi lembaga pemasyarakatan, rumah tahanan, bapas narkotika dan seting lain dalam sistem peradilan Indonesia yang bertujuan untuk membantu pemecahan masalah klien serta dapat meningkatkan keberfungsian sosialnya.15
2.
Fungsi Pekerja Sosial Koreksional Dalam melaksanakan peranan sebagai pekerja sosial di bidang
koreksional, maka pekerja sosial memiliki fungsinya sebagai pekerja sosial dalam pelayanan koreksional. Berikut fungsi pekerjaan sosial koreksional, adalah : a. Membantu narapidana memperkuat motivasinya. b. Memberikan kesempatan kepada narapidana untuk menyalurkan perasaannya dan memberikan informasi kepada narapidana. c. Membantu pelanggar hukum untuk membuat keputusan-keputusan. d. Membantu napidana merumuskan situasi yang dialaminya.
15
Dikutip dari blog Bambang Rustanto, dosen STKS, http://bambangrustanto.blogspot.com/2015/03/pekerja-sosial-koreksional.html. Diakses pada hari selasa, 28 April 2015.
23
e. Memberikan bantuan dalam hal merubah atau memodifikasi lingkungan keluarga dan lingkungan dekat. f. Membantu pelanggar hukum mengorganisasi kembali pola-pola perilakunya dan memfasilitasi kegiatan rujukan. Maksud dari fungsi pekerjaan sosial diatas adalah bahwa setiap orang dapat mengalami ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi sosialnya. Karena itu mereka membutuhkan bantuan dari pihak lain untuk menentukan tujuan dan aspirasi bagi dirinya serta dapat mengambil keputusan yang akan dilaksanakan untuk mencapai suatu tujuan. Fungsi pekerjaan sosial adalah membantu mereka yang membutuhkan pertolongan, seperti narapidana yang oleh berbagai alasan tidak mampu menghilangkan tekanan-tekanan psikis dalam kehidupannya di masyarakat.
C.
Sistem Pemasyarakatan dalam Pekerjaan Sosial Koreksional Program pemasyarakatan dalam pekerjaan sosial koreksional dimaksudkan
terutama untuk pencegahan dan retribusi, dan program lain yang dirancang untuk mereformasi pelanggar16. Adapun program tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Konseling Tujuannya konseling adalah untuk mengidentifikasi masalah spesifik
masing-masing pelaku (termasuk alasan yang memotivasi dia untuk terlibat dalam kegiatan kriminal), dan kemudian mengembangkan program-program khusus untuk memenuhi kebutuhan ini. Kebutuhan dapat mencakup berbagai macam bidang termasuk kesehatan, psikis, keuangan, keluarga dan 16
Charles Zastrow, Introduction to Social Welfare Institutions: Social Problems, Services and Current Issues (Chicago: The Dersey Press, 1986), h. 288.
24
hubungan teman sebaya, perumahan, pendidikan, pelatihan kejuruan, dan pekerjaan. Perhatian juga diberikan kepada sikap kriminal, motif, hubungan kelompok dan rekan, dan rasionalisasi mengenai kriminalitas.
Pendidikan
2.
Pendidikan di penjara memiliki dua tujuan, yang pertama untuk memperoleh pelatihan akademis formal sebanding dengan sekolah dan yang kedua adalah tujuan asrama dari sosialisasi ulang narapidana sikap dan perilaku. Untuk mencapai tujuan tersebut penjara menggunakan program TV, film, perpustakaan, instruksi kelas dalam mata pelajaran akademik (meliputi SD, SMP, dan kadang-kadang bahkan materi tingkat perguruan tinggi), program keagamaan, diskusi kelompok, dan program rekreasi.
3.
Pelatihan Kejuruan Tujuan dari program ini adalah untuk melatih narapidana dalam
keterampilan pekerjaan yang cocok untuk kapasitas mereka yang akan mempersiapkan mereka untuk bekerja.
Kebaikan
4.
Kebaikan memungkinkan papan ulasan lembaga pemasyarakatan untuk
membebaskan
tahanan
sebelumnya
jika
narapidana
telah
mempertahankan perilaku yang baik. Ini dirancang untuk membuat penghuni bertanggung jawab atas perilaku mereka. 17
17
Ibid, h. 294-298.
25
D.
Pembinaan 1.
Pengertian Pembinaan Dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyaraktan menjelaskan bahwa pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pelaksanaan pembinaan pemasyarakatan didasarkan atas prinsip-prinsip sistem
pemasyarakatan
untuk
merawat,
membina,
mendidik
dan
membimbing warga binaan dengan tujuan agar menjadi warga yang baik dan berguna. Pembinaan di sini dapat diartikan sebagai pembaharuan aspek kepribadian seseorang yang dilakukan melalui proses belajar, baik melalui pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Hal ini seperti dan sesuai dengan pengertian pembinaan menurut Endang Sumantri, bahwa pembinaan adalah suatu upaya atau usaha pendidikan baik formal maupun non-formal yang dilaksanakan secara sadar, terencana, teratur dan bertanggungjawab
dalam
rangka
memperkenalkan,
menumbuhkan,
membimbing dan mengembangkan dasar-dasar kepribadian yang seimbang, utuh, selaras dalam rangka memberikan kemampuan sebagai alat untuk menabah, meningkatkan dan mengembangkan dirinya serta lingkungan ke arah tercapainya martabat, mutu dan kemampuan manusiawi yang optimal dan pribadi mandiri. 18 18
Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian BP4, Membina Keluarga Bahagia dan Sejahtera (Jakarta: BP4, 1994).
26
Pembinaan hampir sama dengan bimbingan. Bimbingan secara harfiah dapat diartikan sebagai memajukan, memberi jalan, atau menuntun orang lain ke arah tujuan yang bermanfaat bagi hidupnya di masa kini dan masa mendatang. 19 Dan juga dapat disebut sebagai suatu proses belajar individu melalui usahanya sendiri untuk menemukan dan mengembangkan kemampuannya agar memperoleh kebahagiaan pribadi dan kemanfaatan sosial. 20 Jadi dari uraian di atas, penulis berpendapat bahwa pengertian pembinaan adalah berusaha membentuk manusia untuk menjadi yang lebik baik dan dapat beradaptasi dengan baik terhadap lingkungannya, dan menata ulang pola hidupnya sehingga dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan tepat, dan berjalan dengan lancar serta tercapainya tujuan hidup yang layak dan normatif.
2.
Asas Pembinaan Pemasyarakatan Dalam
pelaksanaan
pembinaan
yang
dilakukan
di
lembaga
pemasyarakatan, terdapat asas-asas yang mendasari pembinaan tersebut, yaitu: a. Pengayoman, perlakuan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan dalam
rangka
melindungi
masyarakat
dari
kemungkinan
diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat.
19
HM. Arifin, Pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h. 18. 20 Abu Ahmad, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Semarang: Toha Putra, 1977), h. 8.
27
b. Persamaan perlakuan dan pelayanan, pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada Warga Binaan Pemasyarakatan tanpa membeda-bedakan orang. c. Pendidikan
dan
pembimbingan,
bahwa
penyelenggaraan
pendidikan dan bimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila, antara
lain
penanaman
jiwa
kekeluargaan,
keterampilan,
pendidikan kerohanian, dan kesempatan untuk menunaikan ibadah. d. Penghormatan harkat dan martabat manusia, bahwa sebagian orang yang
tersesat
Warga
Binaan Pemasyarakatan
harus
tetap
diperlakukan sebagai manusia. e. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan, Warga Binaan Pemastarakatan harus berada dalam lapas untuk jangka waktu tertentu, sehingga negara mempunyai kesempatan penuh untuk memperbaikinya. f. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang tertentu, walaupun Warga Binaan Pemasyarakatan berada di lapas tetapi harus tetap didekatkan dan dikenalkan dengan masyarakat dan tidak boleh diasingkan dari masyarakat, antara lain berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hibulan ke dalam lapas dari anggota masyarakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga. 21
21
Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
28
3.
Tujuan Pembinaan Tujuan pembinaan adalah kesadaran. Untuk memperoleh kesadaran
dalam diri seseorang, maka seseorang harus mengenal diri sendiri. Diri sendiri yang akan mampu merubah seseorang untuk menjadi lebih baik, lebih maju, lebih positif. Tujuan pembinaan dapat dibagi dalam tiga hal yaitu : a. Setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan tidak lagi melakukan tindak pidana. b. Menjadi manusia yang berguna, berperan aktif dan kreatif dalam membangun bangsa dan negaranya. c. Mampu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.22
4.
Pola Pembinaan Menurut Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan
Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang salah satunya adalah hak untuk mendapatkan asimilasi dengan 6 (enam) bentuk pola pembinaan, antara lain : a. Pembinaan mental spiritual yang bertujuan untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan melalui kesadaran beragama. Usaha ini diperlukan untuk memberikan pengertian agar narapidana dapat menyadari akibat perbuatan yang telah dilakukannya selama ini.
22
47-48.
C. I. Harsono Hs, Sistem Baru Pembinaan Narapidana (Jakarta: Djambatan, 1995), h.
29
b. Pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara. Usaha ini dilaksanakan melalui pemahaman wawasan kebangsaan, termasuk menyadarkan narapidana agar menjadi warga negara yang dapat memberikan sumbangsihnya kepada bangsa dan negara. c. Pembinaan kemampuan intelektual, baik melalui pendidikan formal maupun nonformal seperti program kejar paket A atau melanjutkan pendidikannya di sekolah umum. d. Pembinaan kesadaran hukum yang diberikan melalui penyuluhan hukum. Pembinaan ini menanamkan pemahaman bagi narapidana terhadap norma dan kaedah hukum, agar tidak melanggar hukum. e. Pembinaan
kemandirian.
Tujuan
pembinaan
ini
untuk
meningkatkan kemampuan narapidana melalui kegiatan kerja. f. Pembinaan dalam hal mengintegrasikan diri dengan masyarakat. Pengintegrasian diri ini bertujuan untuk memperbaiki hubungan narapidana dengan masyarakat di lingkungannya kelak sesudah selesai menjalani hukumannya di lembaga pemasyarakatan. Pembinaan tersebut memberi kesempatan untuk mengembangkan aspek-aspek pribadi yang ada pada diri narapidana yang bersifat seluas-luasnya. Kewajiban yang harus dilaksanakan oleh warga binaan yaitu bahwa setiap narapidana wajib mengikuti program pendidikan dan bimbingan agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Kewajiban warga binaan ditetapkan pada Undang-undang tentang Pemasyarakatan Pasal 15 yaitu:
30
a. Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan tertentu b. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintahan.
5.
Metode Pembinaan Dalam membina narapidana, dapat digunakan banyak metode
pembinaan. Metode pembinaan merupakan cara dalam penyampaian materi pembinaan, agar dapat secara efektif dan efisien diterima oleh narapidana dan dapat menghasilkan perubahan dalam diri narapidana, baik perubahan dalam berpikir, bertindak atau dalam bertingkahlaku. a.
Pendekatan dari atas (Top down approach) Dalam pembinaan ini, materi pembinaan berasal dari pembina,
atau paket pembinaan bagi narapidana telah disediakan dari atas. Narapidana tidak ikut menentukan jenis pembinaan yang akan dijalaninya, tetapi langsung saja menerima pembinaan dari para pembina. b.
Pendekatan dari bawah (Bottom up approach) Pendekatan pembinaan narapidana dari bawah merupakan suatu
cara pembinaan narapidana dengan memperhatikan kebutuhan pembinaan atau
kebutuhan belajar
narapidana.
Tidak
setiap
narapidana mempunyai kebutuhan belajar yang sama, minat belajar
31
yang sama. Semua sangat tergantung dari pribadi narapidana sendiri, dan fasilitas yang dimiliki oleh lembaga pemasyarakatan. 23
E.
Teori Perubahan Perilaku Menurut Prof. Noch, kriminalitas manusia normal adalah akibat, baik dari
faktor keturunan maupun dari faktor lingkungan, di mana kadang-kadang faktor keturunan dan kadang-kadang pula faktor lingkungan memegang perana utama, dan di mana kedua faktor itu juga dapat saling mempengaruhi. 24 Faktor keturunan dan faktor lingkungan masing-masing bukan merupakan satu faktor saja, melainkan suatu gabungan faktor. Gabungan faktor itu senantiasa saling mempengaruhi sehingga pada akhirnya peranan faktor-faktor dalam lingkungan itulah yang memegang peranan yang lebih utama dari pada peranan faktor-faktor keturunan di dalam perkembangan tingkah laku kriminal pada manusia normal. 1.
Moral Development Theory Psikolog Lawrence Kohlberg, menemukan bahwa pemikiran moral
tumbuh dalam tiga tahan. Pertama, preconventional stage atau tahap prakonvensional. Di sini aturan moral dan nilai-nilai moral anak terdiri atas “lakukan” dan “jangan lakukan” untuk menghindari hukuman. Menurut teori ini, anak-anak di bawah umur 9 hingga 11 tahun biasanya berpikir pada tinggat pra-konvensional. Remaja
biasanya
berpikir
pada
conventional
level
(tingkat
konvensional). Pada tingkatan ini, seorang individu meyakini dan 23 24
Ibid, h. 344-347. Gerungan, W. A., Psikologi Sosial (Bandung: Reflika Aditama, 2004), h. 212.
32
mengadopsi nilai-nilai dan aturan masyarakat. Lebih jauh lagi, mereka berusaha menegakan aturan-aturan itu. Akhirnya, pada tingkatan poskonvensional (postconventional level) individu-individu secara kritis menguji kebiasaan-kebiasaan dan aturanaturan sosial sesuai dengan perasaan mereka tentang hak-hak asasi universal,
prinsip-prinsip
moral
dan
kewajiban-kewajiban.
Tingkat
pemikiran moral seperti ini umumnya dapat dilihat setelah usia 20 tahun.
2.
Social Learning Theory Ada beberapa jalan kita mempeljari tingakah laku, melalui observasi,
pengalaman langsung, dan penguatan yang berbeda. a. Observation Learning berpendapat bahwa individu mempelajari kekerasan dan agresi melalui behavioral modeling. Anak belajar bagaimana bertingkah laku malalui peniruan tingkah laku orang lain. b. Patterson dan kawan-kawan menguji bagaimana agresi dipelajari melalui pengalaman langsung (direct experience). Anak-anak yang be rmain secara pasif sering menjadi korban anak-anak yang lainnya, tetapi kadang-kadang berhasil mengatasi serangan itu dengan agresi balasan. Dengan berlalunya waktu, anak ini belajar membela diri dan pada akhirnya mereka memulai perkelahian. c. Menurut teori differential association-reinforcement, berlangsung terusnya tingkah laku kriminal tergantung pada apakah ia diberi penghargaan atau diberi hukuman. Penghargaan dan hukuman yang
33
paling berarti adalah yang diberikan oleh kelompok yang sangat penting dalam kehidupan si individu. Jika tingkah laku kriminal mendatangkan penghargaan maka ia akan terus bertahan. 25
F.
Model Intervensi 1.
Terapi Individu (Social Case Work Method) Metode Bimbingan Sosial Individu menekankan pada pertolongan
secara khusus terhadap individu yang mengalami masalah tersebut. Dalam metode ini, paling sering menggunakan cara konseling. Konseling adalah salah satu teknik dalam gugus pendekatan pekerjaan sosial dengan individu yang dikenal dengan nama metode casework atau terapi perseorangan. Terapi perseorangan melibatkan serangkaian strategi dan teknik pekerjaan sosial yang ditujukan untuk membantuk individuindividu yang mengalami masalah secara perseorangan atau berdasarkan relasi satu per satu (one-to-one relation).26 Konseling pada dasarnya merupakan suatu keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan khusus. Namun demikian konseling bukanlah suatu peristiwa mistik maupun magic. Meskipun pelatihan dan pengalaman dalam konseling sangat penting, setiap orang memiliki potensi untuk memberikan pertolongan kepada orang lain melalui proses mendengar dan berbicara mengenai masalah-masalah yang dihadapinya. 27 a.
25
Konseling Berdasarkan Perspektif Pekerja Sosial
Ibid, h. 53-56. Edi Suharto, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri - Memperkuat Corporate Social Responcibility, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 25. 27 Ibid, h. 27. 26
34
Berdasarkan perspektif pekerja sosial, konseling dapat dilakukan melalui tiga tahap, yakni membangun relasi (building a relationship), menggali masalah secara mendalam (exploring problems in depth) dan menggali solusi alternatif (exploring alternative solitions).
b.
Konseling Berdasarkan Perspektif Klien Konseling dapat pula dilakukan dilihat dari perpsektif atau
kepentingan klien. berdasarkan perspektif ini, proses konseling terdiri dari delapan tahapan kegiatan. Di antaranya yaitu kesadaran masalah (problem awareness), relasi dengan konselor (relationship to counselor),
motivasi
(motivation),
konseptualisasi
masalah
(conceptualizing the problem), penggalian strategi-strategi pemecahan masalah (exploring resolution strategies), pemilihan strategi (selection of strategy), implementasi strategi (implementation of the strategy) dan evaluasi (evaluation). Kedelapan tahapan ini ditandai oleh kalimat-kalimat kunci yang harus diyakini oleh klien manakala akan melakukan konseling bersama konselor atau pekerja sosial. Keuntungan dari perspektif ini adalah memberikan kerangka bagi perbaikan keberhasilan proses konseling. Manakala konseling tidak membantu memperbaiki masalah klien, keranga ini mampu memberi indikasi melalui pengidentifikasian kalimat kunci yang dinyatakan sendiri oleh klien (self-talk). Melalui perspektif ini, alasanalasan mengapa tidak ada kemajuan dalam konseling dapat diketahui
35
secara dini dan kemudian perubahan-perubahan yang perlu dilakukan dapat segera dirumuskan.
2.
Terapi Kelompok (Social Group Work Method) Terapi kelompok adalah salah satu metoda pekerjaan sosial yang
menggunakan kelompok sebagai media dalam proses pertolongan profesionalnya. Terdapat beberapa alasan mengapa kelonpok dipandang sebagai media yang penting dalam proses pertolongan pekerjaan sosial. Di antaranya adalah karena orang-orang yang terlibat dalam kelompok terlibat relasi, interaksi dan saling mempengaruhi satu sama lain. Mereka saling berbagi pengalaman, berbagi tujuan dan berbagi cara mengatasi suatu masalah, yang tidak selalu mungkin dilakukan secara sendiri-sendiri. Selain itu, metode ini lebih efisien dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana karena proses pemecahan masalah tidak dilakukan secara satu per satu, melainkan bersama-sama. Dalam kasus ini, jenis kelompok yang terdapat di lembaga pemasyarakatan adalah kelompok sosialisasi (socialization group). Tujuan dibentuknya kelompok ini adalah untuk mengembangkan atau merubah sikap-sikap dan perilaku para anggota kelompok agar lebih dapat diterima secara
sosial.
Kelompok
sosialisasi
biasanya
memfokuskan
pada
pengembangan keterampilan sosial, peningkatan kepercayaan diri dan perencaraan masa depan. 28
28
Ibid, h. 43
36
G.
Narapidana 1.
Pengertian Narapidana dan Warga Binaan Pemasyarakatan Menurut Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan,
narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan. Dalam pengertian sehari-hari narapidana adalah orang-orang yang telah melakukan kesalahan menurut hukum dan harus dimasukkan ke dalam penjara. Menurut Ensiklopedia Indonesia, status narapidana dimulai ketika terdakwa tidak lagi dapat mengajukan banding, pemeriksaan kembali perkara atau tidak ditolak permohonan agrasi kepada presiden atau menerima keputusan hakim pengadilan. Status terdakwa menjadi status terhukum dengan sebutan napi sampai terhukum selesai menjalani hukuman (penjara) atau dibebaskan. 29 Harsono mengatakan bahwa narapidana adalah seseorang yang telah dijatuhkan vonis bersalah oleh hakim dan harus menjalani hukuman. Sedangkan Wilson mengatakan narapidana adalah manusia bermasalah yang dipisahkan dari masyarakat untuk belajar bermasyarakat dengan baik. Jadi, narapidana adalah manusia yang melanggar norma hukum yang berlaku kemudian mendapatkan vonis dari hakim untuk menjalani masa hukuman dan dibina di suatu tempat, yaitu lembaga pemasyarakatan, ingga kelak dia bisa kembali bermasyarakat dengan baik.
29
Tim Pengkajian Hukum Tentang Sistem Pembinaan Narapidana Berdasarkan Prinsip Restorative Justice, Tim Kerja Pengkajian Umum, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI tahun 2012.
37
2.
Hak-hak Narapidana Selama menjalani masa tahanan di dalam lapas, narapidana
mempunyai hak-hak sebagai berikut: a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaan; b. Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran; d. Mendapatkan pelayanan kesehatan; e. Menyampaikan keluhan; f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang; g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan; h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya; i. Mendapatkan pengurangan masa pidana; j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; k. Mendapatkan pembebasan bersyarat; l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. 30
30
Undang-undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan.
38
H.
Lembaga Pemasyarakatan 1.
Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Di dalam pasal 1 ayat 3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan bahwa lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut lapas adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Pada dasarnya tempat pemberdayaan bagi narapidana atau orang yang terpidana haruslah tempat di mana nantinya membuat terpidana menjadi jera serta berdaya setelah melewati masa penahanan. Adanya sebuah lembaga pemasyarakatan bagi orang yang terpidana awalnya dimaksudkan untuk membatasi ruang gerak narapidana atau hilangnya kebebasan, serta menjadi perlindungan hukum bagi korban, serta bagi pelaku tindakan kriminal agar tidak saling main hakim. 31 Secara filosofis Pemasyarakatan adalah sistem pemidanaan yang sudah jauh bergerak meninggalkan filosofi Retributif (pembalasan), Deterrence (penjeraan), dan Resosialisasi. Dengan kata lain, pemidanaan tidak ditujukan untuk membuat derita sebagai bentuk pembalasan, tidak ditujukan
untuk
membuat
jera
dengan
penderitaan,
juga
tidak
mengasumsikan terpidana sebagai seseorang yang kurang sosialisasinya. Pemasyarakatan sejalan dengan filosofi reintegrasi sosial yang berasumsi kejahatan adalah konflik yang terjadi antara terpidana dengan masyarakat.
31
C. I. Harsono Hs, Sistem Baru Pembinaan Narapidana (Jakarta: Djambatan, 1995), h. 79.
39
Sehingga
pemidanaan
ditujukan
untuk
memulihkan
konflik
atau
menyatukan kembali terpidana dengan masyarakatnya (reintegrasi). 32
2.
Fungsi Lembaga Pemasyarakatan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan membahasnya sebagai berikut : “Bagi negara Indonesia yang berdasarkan pancasila, pemikiranpemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan integrasi sosial warga binaan pemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang sejak lebih dati tiga puluh tahun yang lalu dikenal dan dinamakan sistem pemasyarakatan.” Menurut Saharjo, bahwasannya narapidana itu adalah orang yang sedang tersesat yang mempunyai waktu dan kesempatan bertaubat, yang dalam keberadaannya perlu mendapat pembinaan. Serta taubat tidak dapat dicapai dengan hukuman dan penyiksaan, tetapi dengan bimbingan agar kelak berbahagia di dunia dan akhirat.33 Dari penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa fungsi lembaga pemasyarakatan selain dijadikan tempat pelaksanaan hukuman bagi terpidana, namun juga tempat untuk dilaksanakannya bimbingan dan pembinaan agar kelak para pelaku pidana bisa menjadi manusia yang lebih baik dan tidak melakukan kejahatan di kemudian hari. Dengan fungsi tersebut, sebenarnya banyak hal positif yang bisa didapat oleh narapidana. Selain diberikannya kesempatan untuk bertaubat, narapidana juga terhindar dari amarah masyarakat yang bisa saja melakukan 32
Artikel ini diakses di http://www.kumham-jakarta.info/pelayananpublik/layananpas/selayang-pandang pada tanggal 6 Oktober 2014. 33 Petrus Irwan Panjaitan, Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan: Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), h. 49.
40
tindakan tindakan seperti main hakim sendiri, baik dari keluarga korban ataupun masyarakat umum.
3.
Tujuan Lembaga Pemasyarakatan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang
tertulis
di
pasal
2
menegaskan
bahwa
sistem
pemasyarakatan
diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP)
agar
menjadi
manusia
seutuhnya,
menyadari
kesalahan,
memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Dari penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa tujuan lembaga pemasyarakatan yaitu sebagai tempat di mana para tindak pidana bisa benarbenar bertaubat, menjadi manusia yang lebih baik, melalui bimbingan, pembinaan dan pelatihan-pelatihan yang kemudian bisa kembali ke masyarakat dengan baik, dan bisa menjalankan fungsi sosialnya sebagai mana mestinya.
4.
Klasifikasi Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia Lembaga pemasyarakatan diklasifikasikan berdasarkan kapasitas
hunian atau daya tapung narapidana, yaitu: a. Lembaga Pemasyarakatan Klas I : Kapasitas hunian standar > 1.500 orang.
41
b. Lembaga Pemasyarakatan Klas II A : Kapasitas hunian standar > 500 – 1.500 orang. c. Lembaga Pemasyarakatan Klas II B : Kapasitas Hunian standar < 500 orang.34 Dalam Ordonasi 10 Desember 1917 atau yang lebih dikenal dengan sebutan Gestichtenreglement (Reglemen Penjara) disebutkan bahwa orangorang yang terpidana penjara dibagi menjadi 4 (empat) kelas, yaitu: a. Kelas I, yaitu: -
Orang yang terpidana penjara seumur hidup;
-
Orang yang terpidana penjara untuk sementara, yang tidak dapat dikendalikan atau berbahaya untuk keamanan para pegawai penjara atau sesama terpidana.
b. Kelas II, yaitu: -
Orang yang dipidana penjara lebih dari 3 (tiga) bulan pada permulaan pidananya, bila mereka tidak perlu dimasukkan dalam kelas I;
-
Orang yang dipidana penjara dari kelas satu yang dinaikkan ke kelas II;
-
Orang yang dipidana penjara dari kelas III yang diturunkan ke kelas II.
c. Kelas III, yaitu: -
Orang-orang yang dipidana penjara dari kelas II, yang selama 6 bulan berturut-turut berkelakuan baik.
34
Artikel ini diadaptasi dari https://lpcipinangsatu.wordpress.com/about-us, diakses pada tanggal 14 September 2015.
42
-
Kalau kelakuannya tercela, maka orang terpidana kelas III diturunkan ke kelas II.
d. Kelas IV, yaitu: Orang-orang yang dipidana penjara selama 3 (tiga) bulan atau kurang dari 3 bulan.
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I CIPINANG
A.
Sejarah Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang adalah unit pelaksana teknis di
bidang pemasyarakatan yang berada dibawah Kementerian Hukum dan HAM RI cq. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan bertanggung jawab langsung kepada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM RI.35 Lembaga Pemasyarakatan Cipinang Jakarta didirikan pada tahun 1912 oleh kolonial Belanda sebagai tempat pemenjaraan bagi rakyat pribumi yang melakukan kesalahan hukum, saat itu dengan nama penjara Cipinang. Pada tahun 1926 di Cipinang terjadi pemberontakan oleh para tahanan, para tahanan waktu itu disebut sebagai tahanan komunis Indonesia oleh pihak kompeni. 36 Pada masa Orde Baru tepatnya pada tanggal 26 Februarui 1985 ketik perubahan nama dari penjara Cipinang menjadi Lapas Cipinang, maka sistem pemenjaraannya pun berubah menjadi sistem pemasyarakatan, yakni sebuah lembaga yang menangani pemberdayaan para narapidana. Sehingga sebuah lapas tidak hanya tempat seseorang menghabiskan waktu hukumannya, tetapi juga di dalam lapas tersebut terdapat pemberdayaan dan pembinaan, agar setelah para narapidana selesai menjalani hukuman dapat kembali ke dalam masyarakat dengan memiliki keahlian yang didapat di dalam lapas. 35
Sumber diadaptasi dari situs resmi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, http://lapascipinang.com/profil/menu-showcase/dropline-menu diakses pada tanggal 20 September 2014. 36 Lapas Cipinang Jakarta, Selayang Pandang Tentang Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta Tahun 2008 (Jakarta: Lapas Klas I Cipinang, 2008), h. 2.
43
44
Di tahun 2003 kompleks Lapas Cipinang Jakarta mengalami renovasi total bangunan lama. Serta membagi lapas menjadi 4 (empat) bagian yakni Lapas Klas IIA Narkotik, Rumah Sakit Lapas, Rumah Tahanan Klas I Cipinang dan Lapas Klas I Cipinang, dengan berbagai keadaan, fasilitas, serta kondisi pengamanan yang saling berbeda. Dengan merubuhkan bangunan tua yang memiliki arti sejarah cukup panjang, pemerintah Indonesia merenovasi Lapas Cipinang dengan bangunan-bangunan baru sehingga Lapas Cipinang merupakan salah satu Lapas yang memiliki tingkat keamanan super maksimum atau maximum security bagi narapidananya. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang mulai diresmikan pada tanggal 27 April 2006 oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia pada saat itu, Bapak Hamid Awaluddin. Lapas Klas I Cipinang dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No: M.01.PR.07.03 Tahun 1985 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan yang beralamat di Jl. Bekasi Timur No.170 Jakarta Timur. Dari informasi yang peneliti dapat, Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang kini hadir dengan bangunan baru yang berkapasitas 902 orang narapidana dan luas tanah sekitar 3 hektar, terdiri dari 3 Blok Hunian yang mencakup 208 kamar.37
B.
Visi dan Misi 1.
Visi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang mempunyai visi sebagai
serikut : Menjadi unit pelaksana teknis Pemasyarakatan yang akuntabel,
37
Wawancara pribadi dengan Pak Suwarno, pada tanggal 5 November 2014.
45
transparan dan profesional di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM Kantor Wilayah DKI Jakarta.
2.
Misi Pemenuhan hak-hak narapidana berlandaskan nilai-nilai HAM. Melaksanakan registrasi dan pembinaan narapidana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Meningkatkan kompetensi dan potensi sumber daya petugas secara
konsisten dan berkesinambungan. Mengembangkan kerjasama dengan stakeholder. Melaksanakan tata kehidupan yang aman dan tertib. Memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Melaksanakan dan mengelola administrasi secara transparan dan
akuntabel. 38
C.
Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No: M.01.PR.07.03 Tahun
1985 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemasyarakatan, Tugas Pokok dan Fungsi Lapas Klas I Cipinang adalah “Melaksanakan Pemasyarakatan Narapidana dan Anak Didik.” Sedangkan fungsi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang adalah sebagai berikut : 1. Melakukan pembinaan narapidana dan anak didik. 38
Sumber diadaptasi dari situs resmi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, http://lapascipinang.com/profil/menu-showcase/dropline-menu diakses pada tanggal 20 September 2014.
46
2. Memberikan bimbingan, mempersiapkan sarana dan mengelola hasil kerja 3. Melakukan bimbingan sosial/kerohanian narapidana dan anak didik. 4. Melakukan pemeliharaan keamanan dan tata tertib LAPAS 5. Melakukan urusan tata usaha dan rumah tangga
47
D.
Struktur Organisasi dan Data Pegawai Gambar 3.1 Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta Ka. Lapas Cipinang
Ka. Bag. Tata Usaha
Ka. Subag. Kepegawaian
Ka. Subag. Keuangan
Ka. Subag. Umum
Ka. KPLP
Ka. Bid. Pembinaan
Ka. Bid. Admkamtib
Satuan Pengamanan Tahanan/Narapidana
Ka. Sie. Registrasi
Ka. Sie. Keamanan
Ka. Sie. Bimbingan Kerja
Ka. Sie. Peltatib
Ka. Sie. Sarana Kerja
Ka. Sie. Bimkemasy
Ka. Bid. Kegiatan Kerja
Ka. Pengelola Hasil Kerja Ka. Sie. Perawatan
48
Tabel 3.1 Jumlah Pegawai Berdasarkan Fungsi Pada Tahun 2014 Struktural (STU) 17 orang Satuan Pengamanan (PAM) 206 orang Pembina (PEM) 31 orang Dukungan Teknis (DKT) 34 orang Kesehatan (KES) 18 orang Jumlah 306 orang Tabel 3.2 Jumlah Pegawai Berdasarkan Pendidikan Pada Tahun 2014 DS (SD atau SMP) 3 orang SM (SMA atau SMK) 150 orang DP (Diploma, termasuk AKIP) 9 orang S1 125 orang S2 19 orang S3 0 orang Jumlah 306 orang AKIP 17 orang Total SDM Pria
= 249 orang
Total SDM Wanita
= 57 orang
49
E. Status Penghuni Tabel 3.3 Jumlah Penghuni Berdasarkan Statusnya Pertanggal 7 Oktober 2014
TAHANAN NARAPIDANA A I (Penyidik) B.I 2751 orang A II (Kejari) B.IIa 4 orang A III (PN) 13 orang B.IIb A IV (PT) 9 orang B.IIIs 26 orang A V (MA) 11 orang SH 21 orang MT 9 orang Reg. C 4 orang Jumlah 33 orang Jumlah 2816 orang Tabel 3.4 Jumlah Penghuni Berdasarkan Jenis Kejahatan Pertanggal 7 Oktober 201439
TAHANAN JENIS KEJAHATAN NARAPIDANA Korupsi 5 orang 1 orang Penyelundupan Perjudian Pencurian 7 orang Pembunuhan 59 orang 1 orang Perampokan 36 orang 2 orang Penipuan 14 orang Narkotika 2436 orang 25 orang UU Drt. 12/51 9 orang 1 orang Terorisme 32 orang Pelanggaran HAM Lain-lain 218 orang 3 orang Jumlah 2816 orang 33 orang Total 2849 orang
Keterangan : AI
: Tahanan Penyidik (Polisi)
A II
: Tahanan Kejaksaan
A III
: Tahanan Pengadilan Negeri
A IV : Tahanan Pengadilan Tinggi AV
: Tahanan Mahkamah Agung
39
Wawancara Pribadi dengan Bapak Komang, Staf Sesi Registrasi.
50
BI
: Narapidana hukuman lebih dari 1 tahun
B IIa : Narapidana hukuman 3-12 bulan B IIb : Narapidana hukuman 1-3 bulan B IIIs : Narapidana menjalani subsider (denda sebelum masa habis) SH
: Narapidana hukuman Seumur Hidup
MT
: Narapidana hukuman Mati
Reg. C : Narapidana atau Tahanan titipan40
40
Ibid.
51
F.
Manajemen Keuangan Dalam memenuhi semua kebutuhan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang, semua dana berasal dari anggaran pemerintah yang setiap tahunnya diajukan ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Setiap anggarah yang diterima dan dipakai untuk keperluan di Lapas Cipinang selalu dilaporkan secara transparan di website resmi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang yang bisa diakses oleh masyarakat umum.
G.
Program Rehabilitasi 1.
Pembinaan Kepribadian Pembinaan kepribadian terdapat dua jenis, yaitu pembinaan jasmani
dan rohani. Pembinaan jasmani merupakan pembinaan olahraga berupa : Tenis Meja Voli Badminton Futsal Sedangkan pembinaan rohani merpakan pembinaan yang berhubungan dengan spiritual, yaitu pembinaan keagamaan. Terdapat 4 pembinaan agama yaitu : Pembinaan Agama Islam Pembinaan Agama Kristen Katholik dan Protestan Pembinaan Agama Budha Pembinaan Agama Hindu.
52
2.
Pembinaan Kemandirian Pembinaan kepribadian merupakan pembinaan yang bertujuan
memberi pelatihan berupa bimbingan kerja. Bimbingan kerja di sini meliputi : Pengelolaan kompos dan lingkungan Perkayuan Percetakan dan sablon Bengkel Perikanan, pertanaman dan peternakan Elektronik Menjahit atau konveksi
53
A.
Profil Informan 1.
Informan “Sukur”
Nama
: “Sukur” (nama samaran)
Usia
: 38 tahun
Asal
: Jakarta
Status
: Duda
Pekerjaan
: Pedagang Stiker
Tindak Pidana : Penyalahgunaan Narkotika Informan “Sukur” merupakan salah satu narapidana yang sudah menjalankan masa binaan lebih dari satu tahun di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, dengan jenis tindakan penyalahgunaan narkoba. “Sukur” dikenakan Pasal 115 Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dengan vonis 6 tahun masa tahanan. “Sukur” terbukti memiliki shabu seberat 2 gram. “Sukur” merupakan seorang duda yang mempunyai dua anak, perempuan dan laki-laki. “Sukur” berasal dari suku Sunda-Betawi. Ayahnya yang memiliki dara Betawi sudah meninggal pada tahun 2002 silam, sedangkan Ibunya yang berdarah Sunda saat ini tinggal di satu kawasan di Kabupaten Bogor. “Sukur” mempunyai tinggi badan kurang lebih 165 cm, badannya agak kurus namun dengan otot yang sedikit terbentuk. Kulitnya berwarna sawo matang, matanya agak kecil, alis terbentuk rapi namun tidak terlalu tebal. Kumisnya agak tidak rata seperti baru akan tumbuh kembali. Mempunyai jenggot yang lumayan panjang namun hanya beberapa helai.
54
Rambutnya berwarna hitam, namun tidak jelas modelnya karena informan sering mengenakan peci putih. Hidungnya mancung besar, dengan gigi yang tertata rapi namun agak sedikit kuning karena dampak rokok. “Sukur” merupakan anak pertama dari istri kedua seorang karyawan di salah satu bank swasta di Indonesia. Dari pernikahan yang pertama, ayah “Sukur” mendapatkan 3 orang anak. Karena sang istri meninggal, maka ayah harus menikah lagi dengan seorang gadis dan mendapatkan 4 orang anak. Namun begitu, hubungan “Sukur” dengan saudara-saudara tirinya berjalan dengan baik dan tidak pernah bertengkar. “Sukur” lahir di Jakarta dan besar di Jakarta. Namun saat lulus SD, “Sukur” pindah ke Bogor untuk melanjutkan sekolahnya di Madrasah Tsanawiyah. Karena himpitan ekonomi, “Sukur” akhirnya mengakhiri pendidikannya hanya sampai jenjang SMP. Setelah lulus dari MTs, “Sukur” kembali ke Jakarta dan memulai hidupnya. Saat kembali ke Jakarta, “Sukur” memulai karirnya dengan berjualan mie ayam. Sukur kenal dengan seorang pedagang mie ayam di kawasan Jakarta yang tidak jauh dari rumahnya. Awalnya, Sukur hanya iseng-iseng ikut berkeliling menjual mie ayam dengan tukang mie ayam tersebut, namun lama-kelamaan Sukur kadang menggantikan tukang mie ayam tersebut untuk berdagang. Sukur akhirnya berhenti berjualan mie ayam. Selanjutnya “Sukur” menjadi kurir di sebuah perusahaan elektronik. Saat menjadi kurir inilah “Sukur” menikah.
55
Sukur menikah pertamakalinya pada usia 23 tahun. Istrinya bernama “Melati” berasal dari Bogor yang juga satu kampung dengan Sukur. Istrinya merupakan kembang desa di kampungnya. Keluarga besar dari istrinya juga merupakan keluarga yang baik. Dari pernikahan pertama Sukur memiliki 2 orang anak, perempuan dan laki-laki yang saat ini masing-masing duduk di bangku SD dan SMP. Pada pernikahannya yang pertama, Sukur mulai terpengaruh dengan temanteman pergaulannya. Sukur sering pulang larut malam bahkan tidak pulang sama sekali. Hari-harinya hanya diisi dengan minum-minuman keras, pergi ke disko bersama teman-temannya. Hingga akhirnya Sukur tergoda dengan wanita lain. Hal ini menjadi awal kehancuran rumah tangganya. Sang istri mulai tidak tahan dengan perlakuan Sukur, kemudian meminta Sukur untuk menceraikannya. Pada tahun 2009 mereka bercerai. Saat bekerja sebagai kurir, Sukur berkenalan dengan seorang temannya yang bernama “Bos”. Bos merupakan teman satu profesi Sukur di perusahaan yang sama. Dari Bos lah Sukur mulai belajar menjadi sales sticker. Bos yang sudah mulai menjual stiker lebih dulu dari Sukur mengajarkan cara-cara menjual stiker, dari mulai membeli ke agen sampai menjual kembali ke toko-toko kecil. Suatu saat “Sukur” sedang menawarkan produknya di sebuah warung, di sana “Sukur” bertemu dengan perempuan. Seorang janda satu anak yang berasal dari Bogor. Saat itu “Sukur” sudah benar-benar ingin berubah dan berniat untuk membangun rumah tangga kembali. Akhirnya “Sukur” berkenalan dengan perempuan tersebut yang diketahui bernama “Mawar”.
56
Setelah menikah mereka tinggal bersama di rumah kontrakan di kawasan Jakarta Pusat dan tidak jauh dari rumah orang tua “Sukur” Mengingat pekerjaan “Sukur” sebagai sales sticker, sering kali “Sukur” pulang tidak tepat waktu. Kadang dia pulang saat magrib, kadang malam karena tidak tentu mengirim barang kemana-mana dan jaraknya jauh-jauh. Namun sang istri tidak menerima kondisi tersebut. Istrinya juga sangat pencemburu. Sering kali dia marah-marah dan mengungkit-ungkit mantan istri “Sukur” yang bernama “Melati”. Dia selalu beranggapan bahwa “Sukur” akan kembali dengan mantan istrinya tersebut. Pada suatu hari “Sukur” pulang larut malam karena habis mengantar “Bos” ke pabrik untuk ambil barang. Namun sesampainya di rumah, “Mawar” menyambutnya dengan wajah cemberut. Selayaknya seorang suami, “Sukur” meminta istrinya untuk melayaninya. Namun “Mawar” tidak mau, malah ketus terhadapnya dan marah-marah tidak karuan. Kejadian itu berlangsung selama 2 minggu. Akhirnya “Sukur” pergi ke rumah mertuanya dan menanyakan langsung permasalahan rumah tangga mereka kepada mertuanya. Saat itu “Mawar” meminta untuk menceraikannya. Permintaan itupun akhirnya dikabulkan. Setelah bercerai, “Sukur” tinggal sendiri di rumah kontrakan yang sebelumnya dia tempati bersama “Mawar”. Saat itu pula dia merasa terpukul. Dia merasa sangat sedih dan kecewa atas kegagalan rumah tangga yang kedua kalinya.
57
Kehidupan sehari-harinya berjalan seperti biasa. Dia tetap berdagang stiker. Sampai akhirnya “Bos” melihat “Sukur” yang selalu murung. Dari situlah “Bos” yang ternyata sudah lama menjadi pengguna narkoba, mengajak “Sukur” untuk memakai shabu dengan alasan agar pikiran “Sukur” menjadi fresh. Awalnya “Sukur” menolak, namun akhirnya “Sukur” diajak oleh “Bos” ke rumah temannya di mana dia suka mengadakan pesta narkoba. Dari sana akhirnya “Sukur” menjadi pengguna narkoba jenis shabu. Kejadian ini terulang sampai 3 kali. Berikut ini adalah ecomap informan “Sukur” : Gambar 3.2 Ecomap Informan “Sukur”
Ibu Istri 1 Melati “Bos” “SUKUR”
Kakak Tiri “Wowo”
Istri 2 Mawar
Anak 1 dan 2
58
Keterangan : : mempunyai hubungan biasa saja, tidak saling mempengaruhi satu sama lain. : mempunyai hubungan yang sangat kuat, saling memberikan dukungan dan motifasi. :
mempunyai
hubungan
yang
kuat,
dan
sangat
memberikan dukungan, semangat, hal positif kepada “Sukur”. :
mempunyai
hubungan
yang
tidak
baik
serta
memberikan dampak negatif kepada “Sukur”. : mempunyai hubungan yang sangat baik kepada “Sukur”, namun memberikan dampak yang sangat tidak baik. Dan ini harus dihapuskan.
59
2.
Informan “Damar”
Nama
: “Damar” (nama samaran)
Usia
: 50 tahun
Asal
: Kediri
Status
: Duda
Pekerjaan
: Karyawan Swasta
Tindak Pidana : Kekerasan Dalam Rumah Tangga “Damar” merupakan informan yang kedua yang peneliti wawancarai. “Damar” yang berperawakan gemuk dan mempunyai tinggi kurang lebih 165 cm, berkulit sawo matang kecokelatan, potongan rambut seperti TNI dan beruban di sebagian helai rambutnya. Matanya agak belo, hidungnya tidak mancung dan agak besar. Bibirnya agak kehitaman karena “Damar” merupakan perokok aktif sebelum masuk ke lapas juga gigi yang agak kuning. Matanya berwarna keabu-abuan. Di antara ketiga informan ini, “Damar” merupakan yang paling tua, usianya sudah 50 tahun. “Damar” merupakan narapidana yang sudah menjalani masa binaan lebih dari satu tahun dengan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga. Dia dikenakan Pasal 44 ayat 2, Undang-undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dengan hukuman 7 tahun masa tahanan. “Damar” berasal dari suku Jawa. Kedua orang tuanya berasal dari Kediri. Dia pun lahir di Kediri, namun saat dia masih kecil dia harus ikut pindah bersama orang tuanya yang dinas di Jakarta dan menempati rumah dinas yang telah disediakan dari tempat ayahnya bekerja, saat itu ayahnya
60
adalah seorang Pegawai Negeri Sipil. Sebelum menjadi narapidana, kehidupan “Damar” bisa dibilang mewah. Sebelumnya dia bekerja di perusahaan susu dan mempunyai jabatan yang bisa dibilang tinggi. Dia mulai berkarir di sana sejak tahun 1992. “Damar” merupakan duda beranak 1 yang saat ini sedang menjalankan masa belajar di kelas 3 SMA di sebuah sekolah swasta di kawasan Jakarta Timur yang tidak jauh dari rumahnya. Istrinya meninggal pada tahun 2003 karena sakit. Pada tahun 2010, “Damar” bertemu dengan “Hajah” yang saat itu juga menjanda dan mempunyai 2 orang anak. “Hajah” merupakan tetangga satu komplek dengan “Damar”. Hanya berbeda blok saja, namun mereka kerap kali bertemu saat shalat berjamaah di masjid komplek. Sebenarnya “Damar” sudah kenal lama dengan “Hajah”, namun hanya sebatas tetangga, tidak lebih dan tidak mempunyai perasaan apa-apa. Seiring berjalannya waktu mereka semakin dekat hingga akhirnya mereka menikah. Namun pernikahan mereka hanya pernikahan dalam agama saja, tidak dicatat di KUA. Dengan kata lain mereka menikah siri. “Hajah” yang berusia 13 tahun lebih tua dari “Damar” tidak ingin uang pensiunan almarhum suaminya dihentikan karena pernikahan ini, maka karena adalan itu mereka menikah siri. Namun ternyata pernikahan mereka tidak mendapat restu dari adik “Hajah” yang bernama “Tati”. “Tati” merasa derajatnya lebih tinggi dibandingkan dengan “Damar”. Meski diakui bahwa “Hajah” berasal dari
61
keluarga kaya dan kebanyakan dari mereka bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, termasuk almarhum suami “Hajah”. Ketidaksukaan “Tati” semakin besar sehingga dia juga mempengaruhi menantu “Hajah” yang pertama, yang bernama “Jojo” sehingga “Jojo” juga tidak suka dengan “Damar”. Mereka selalu mencari-cari kesalahan “Damar”, bahkan sampai hal sekecil apa pun. Mereka selalu menuduh “Damar” kalau “Damar” tidak menafkahi “Hajah” dengan benar dan tidak sebanding dengan apa yang sudah diberikan alhmarhum suami “Hajah”. Padahal saat itu gaji “Damar” hanya selisih Rp. 20.000 dengan gaji almarhum suaminya yang saat itu bekerja di instansi pemerintahan. Pada suatu saat, “Damar” bertengkar dengan “Hajah”. Namun pertengkaran mereka semakin memanas karena “Tati” dan “Jojo” ikut campur dan membuat kondisi semakin memanas. Hingga “Damar” melakukan kekerasan kepada “Hajah”. Melihat kejadian itu, “Tati” dan “Jojo” melaporkan “Damar” ke Polisi. Mereka menjadikan kejadian ini untuk memisahkan “Damar” dan “Hajah” serta ingin menjebloskan “Damar” ke penjara. Meski sebenarnya permasalahan ini sudah diselesaikan secara kekeluargaan antara “Damar” dan “Hajah”, namun “Tati” dan “Jojo” tetap bersikeras untuk melanjutkan kasusnya hingga tingkat pengadilan hingga akhirnya “Damar” masuk ke damal lapas pada Maret 2013. Hingga pada bulan Juni 2014 “Damar” mendapat kabar bahwa “Hajah” meninggal dunia karena penyakit komplikasi yang dideritanya.
62
Gambar 3.3 Ecomap Informan “Damar”
“Hajah”
“Anak Kandung ”
“Jojo”
“Tati”
“DAMAR”
“Anak Tiri 1”
“Anak Tiri 2”
Keterangan : : mempunyai hubungan yang sangat kuat dan saling memberikan efek positif. Saling ketergantungan antara 1 dengan yang lainnya. :
mempunyai
hubungan
yang
kuat
dan
sangat
memberikan pengaruh positif kepada “Damar”. : mempunyai hubungan yang baik namun biasa-biasa saja. Tidak memberikan efek negatif atau pun positif bagi keduanya. Atau pun hubungan yang spesial. : mempunyai hubungan yang sangat tidak baik. Garis putus-putus menandakan hubungan keduanya tidak akur.
63
3. Informan “Inal” Nama
: “Inal” (nama samaran)
Usia
: 30 tahun
Asal
: Jakarta
Status
: Single
Pekerjaan
: Mahasiswa/Montir
Tindak Pidana : Penyalahgunaan Narkotika Informan yang terakhir peneliti wawancarai adalah “Inal”. “Inal” mempunyai warna kulit yang putih, alisnya tebal. Hidungnya tidak terlalu mancung dan agak kecil. Bibirnya berwarna merah kehitaman karena efek rokok. Giginya tertata rapi namun agak sedikit kuning yang juga disebabkan karena rokok. Wajahnya berbentuk oval dengan jambang yang yang hitam. Rambutnya lurus dan hitam. Perawakannya tidak terlalu besar, namun badannya berisi. Mempunyai tinggi kurang lebih 170an. “Inal” dikenakan Pasal 112 dan 127 Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dengan hukuman 8 tahun masa tahanan. Dia terbukti memiliki shabu seberat 3 gram yang akan diberikan kepada temannya yang juga pengguna narkotika. “Inal” juga terbukti menggukanan narkotika ketika menjalani tes urin. “Inal” merupakan anak kedua dari 4 bersaudara. Kakaknya perempuan yang terpaut usia 3 tahun di atasnya, sedangkan kedua adiknya adalah lakilaki kelahiran tahun 1986 dan 1990. Ibunya seorang ibu rumah tangga berasal dari Bandung, sedangkan ayahnya seorang pria berdarah Arab yang merupakan seorang pemilik agen gas elpiji di kawasan Kemayoran.
64
Pada awalnya, “Inal” merupakan seorang anak yang baik. Dia aktif dalam organisasi remaja masjid di sekitar rumahnya. Dia merupakan seorang yang mudah bergaul. Keluarganya juga sangat harmonis. Saat itu dia belum mengenal apapun. Namun terjadi keterakan dalam keluarganya. Saat itu “Inal” kelas 2 SMK. “Inal” yang yang saat itu mulai merasa tidak nyaman di rumah karena sering melihat orang tuanya berkelahi menjadi sering menginap di rumah temannya yang satu sekolah dengannya. “Inal” jarang pulang bahkan sekalipun pulang hanya untuk mandi dan berganti pakaian saja, setelah itu dia kembali ke rumah temannya yang juga mempunyai bengkel motor. Suatu ketika “Inal” pulang ke rumah dan mendapati ibunya sedang menangis dan ayahnya marah-marah. Keadaan rumah sudah seperti kapal pecah, barang berserakan di mana-mana dan sangat tengang. Kakak dan adik-adiknya hanya bisa menangis melihat keadaan itu. Namun dia cuek saja dan berpura-pura seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Dia hanya bertanya “kenapa nih?” setelah itu dia mengambil beberapa baju miliknya dan meninggalkan rumah. Beberapa hari setelah kejadian itu, orang tua “Inal” memutuskan untuk bercerai. Kakak dan adik-adiknya memutuskan untuk ikut tinggal bersama ibunya di Bekasi, sedangkan “Inal” tetap tinggal bersama dengan ayahnya di Kemayoran. “Inal” memutuskan untuk tinggal di bengkel milik temannya. Seharihari setelah pulang sekolah dia menghabiskan waktu di bengkel. Saat itu penghasilannya sekitar 200.000 – 300.000 perhari, jadi dia merasa tidak
65
perlu pulang ke rumah dan meminta uang kepada ayahnya. Hubungan dia dengan ayahnya pun menjadi renggang karena jarang berkomunikasi. Pergaulannya pun semakin tak terkendali. “Inal” menjadi sering mabuk-mabuk bersama teman-temannya. Sampai akhirnya dia mengenal shabu-shabu dari seorang temannya yang juga sering main ke bengkel tersebut. Kejadian ini sering dilakukan hingga dia sendiri lupa sudah berapa kali menggunakan barang haram tersebut. “Inal” pun masuk ke sebuah universitas swasta di Jakarta. Di kampusnya, dia mendapat banyak teman baru. Dari mulai kalangan menengah ke bawah hingga teman-teman yang berasal dari keluarga kaya. Kehidupannya semakin berantakan. Sejak saat itu dia mulai sering pergi ke tempat klabing, diskotik dan hiburan malam lainnya. Dia mulai menggunakan banyak jenis obat-obatan terlarang. Semua didapat secara gratis dari teman-temannya yang kaya. Selain obat terlarang, dia juga sering melakukan balap liar di kawasan Jakarta. Kadang dia melakukan di Kemayoran, Pramuka, hingga ke bundaran HI. “Inal” menjadi anggota geng motor, dari mulai motor matic, manual, hingga motor-motor besar seperti Ninja. Namun petualangan “Inal” akhirnya berakhir. Saat itu temannya akan mengadakan pesta ulang tahun dengan berpesta shabu. Temannya yang bernama “Joni” meminta tolong kepada “Inal” untuk membelikan barang tersebut, karena “Inal” tahu di mana dia bisa mendapatkan barang tersebut. Namun saat dia mengantarkan barang tersebut ke rumah “Joni”, ternyata di sana sudah ada beberapa orang polisi yang ternyata sudah
66
mengangkap “Joni” lebih dulu. Hingga akhirnya mereka berdua ditangkap dan ditahan di lapas yang sama. Gambar 3.4 Ecomap Informan “Inal”
Temanteman
Kakak dan Adik
“INAL” Ayah
Ibu
Keterangan : : menandakan hubungan yang sangat kuat namun memberikan dampak negatif bagi “Inal”. : menandakan hubungan yang kuat dan memberikan dampak positif bagi keduanya. : menandakan hubungan yang baik dan kuat, serta memberikan dampak positif bagi orang tersebut. : menandakan hubungan yang kurang baik, namun tidak membahayakan bagi “Inal”.
BAB IV PROGRAM REHABILITASI SOSIAL BAGI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I CIPINANG JAKARTA: PERSPEKTIF PEKERJAAN SOSIAL KOREKSIONAL
Pada bab empat ini diuraikan mengenai temuan lapangan yang selanjutnya dianalisa sesuai dengan tinjauan pustaka yang digunakan mengenai program rehabilitasi sosial bagi narapidana, sistem pendampingan serta kendala pelaksanaan program rehabilitasi sosial di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta. Dari hasil temuan lapangan tersebut, peneliti melakukan analisis yang juga dijelaskan dalam bab ini.
B. Proses Penerimaan Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang merupakan tempat di mana narapidana menjalani hukuman atas tindak pidana yang mereka lakukan. Lapas ini adalah salah satu unit pelaksanaan teknis Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam pelaksanaannya, lapas bekerjasama dengan instansi negara dan lembaga hukum lainnya. Seperti Polisi, Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Agung, Rumah Tahanan (Rutan) dan Peradilan Militer (ODMIL/Oditur Militer). Staff Sesi Registrasi, Bapak Komang, menjelaskan tentang proses penerimaan narapidana yang dilakukan Lapas Cipinang sebagai berikut: “Begini, eh, iya kalo di sini kan lapas ya, artinya semua narapidana yang ada di sini emang udah dipastiin kalo mereka itu salah. Sebelum masuk sini itu mereka (narapidana) ikutin prosesnya dulu, biasanya mulai dari penyidik (polisi), trus kejaksaan, jaksa tinggi, setelah itu ke pengadilan
67
68
baru ke sini kalo mereka udah di vonis, udah ditentukan hukumannya apa.”41 Dari wawancara di atas diketahui bahwa untuk bisa sampai ke dalam lapas, narapidana harus melalui proses yang begitu panjang. Orang yang melakukan tindak pidana ditangkap oleh polisi, kemudian mereka menjalani pemeriksaan oleh polisi atau tim penyidik. Setelah penyelidikan selesai, maka narapidana dikirim pada tingkat yang lebih tinggi yaitu Kejaksaan. Pada tingkat ini, narapidana diperiksa kembali apakah perbuatan yang mereka lakukan merupakan tindak pidana atau bukan. Proses ini memerlukan waktu 2 minggu, apabila prosesnya melebihi batas waktu, maka pemeriksaan dilanjutkan pada tingkat yang lebih tinggi yaitu Kejaksaan Tinggi, namun apabila waktu yang digunakan masih kurang maka kasus diangkat pada tingkat Mahkamah Agung. Setelah pemeriksaan selesai dan ditetapkan bersalah, maka selanjutnya narapidana menjalani sidang di pengadilan untuk menentukan hukuman ada yang akan diterimanya. Setelah rangkaian pemeriksaan selesai, narapidana kemudian dikirim ke lapas untuk dibina dengan rangkaian pembinaan yang ada di lembaga pemasyarakatan. Alur penerimaan ini bisa dilihat pada bagan yang terdapat pada lampiran skripsi. “Tergantung mereka beraksinya di mana, kalo di Jakarta ya di lapas di Jakarta, tapi kalo di Jawa Barat, atau di Medan misalnya, itu mereka nanti ditanganinya di sana juga.”42 Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memiliki Kantor Wilayah di setiap Provinsi di Indonesia. Salah satunya adalah Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. Untuk menentukan penempatan narapidana, ditentukan oleh lokasi di
41
Wawancara Pribadi dengan Staff Sesi Registrasi, Bapak Komang, pada tanggal 15 Desember 2014. 42 Ibid.
69
mana mereka (narapidana) melakukan kejahatan dan penyidik yang menangani kasus tersebut. Sistem penerimaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang berjalan dengan normal, tanpa ada pungutan biaya. Namun, penerimaan narapidana di kalangan narapidana sendiri mengalami permasalahan. Ini seperti yang disampaikan oleh informan Damar yang mengatakan sebagai berikut: “Mbak, saya ini masuk lapas udah abis jutaan loh mbak. Bayangin aja, dari awal saya ditangkep polisi itu kan ditahan di sana, sama tahanan sana tuh saya dimintain uang mbak, ya kalo saya engga ngasih ya saya digebukin mbak. Iya sama tahanan sana juga. Belum lagi di rutan, sama kaya gitu juga. Pas masuk sini mbak, baru saya masuk blok tuh mbak ya saya udah dimintain uang. ‘mana sini mana, bayar berapa?’ gitu mbak. Istilahnya kalo di sini itu uang gaul mbak. Apalagi kalo tau kita ni orang ada, abis udah mbak.”43 Dari perkataan Damar di atas dapat diketahui bahwa adanya hukum rimba, yang kuat yang berkuasa. Di kalangan narapidana, bagi mereka yang memiliki uang banyak dialah yang kuat dan berkuasa di antara narapidana lainnya. Adanya pemerasan di kalangan narapidana ini tidak hanya dialami oleh Damar, informan Sukur mengatakan yang sependapat dengan Damar. “Iya, udah bukan rahasia umum lagi kali. Ya pada gitu emang, kan di sini juga ada kaya preman-premannya gitu. Kalo misalnya nih, ada anak baru nih (narapidana yang baru masuk), udah siap-siap aja gitu. Kalo ga dimintain duit ya dipukulin, abis udah. Tapi ga tau sih kayanya petugas sini, tau dah, ada yang tau ada yang engga sih.”44 Dari pernyataan Damar dan Sukur, peneliti mencari tahu lagi kebenaran tentang adanya pemerasan di kalangan narapidana. Sukur mengatakan bahwa ada sebagian petugas lapas yang mengetahui permasalahan ini, namun Sukur tidak memberitahu
siapa
petugas
yang
mengetahuinya.
Selanjutnya
menanyakan persoalan ini kepada Bapak Suwarno. 43 44
Wawancara Pribadi dengan Informan Damar, pada tanggal 19 Januari 2014. Wawancara Pribadi dengan Informan Sukur, pada tanggal 5 Januari 2015.
peneliti
70
“Hmm. Kalo masalah itu ya mungkin memang ada, memang banyak juga yang ngadu ke petugas gitu, ‘Kok saya dimintain uang?’. Ada yang bonyokbonyok (luka lebam) gitu ada, emang biasanya itu yang pada baru masuk sih ya. Tapi saya pikir wajar mungkin namanya mereka baru masuk kan, mungkin berantem-berantem gitu biasa. Tapi abis itu udah sih, ga ada masalah-masalah lagi.”45 Dari wawancara di atas, dapat diketahui bahwa pernyataan dari Damar dan Sukur mengenai pemukulan kerap terjadi di kalangan narapidana itu sendiri. Kejadian ini juga peneliti lihat pada masa penelitian di Lapas Cipinang. Saat itu peneliti melihat ada seorang narapidana yang baru masuk lapas dengan wajah yang memar dan berdarah. Dari pengamatan peneliti, narapidana tersebut merupakan korban pemukulan narapidana yang sudah lama tinggal di dalam lapas.46 Namun petugas tidak mengetahui persis apa yang menjadi penyebab utamanya. Seperti yang dikatakan Bapak Suwarno, petugas menganggap bahwa permasalahan itu wajar terjadi karena narapidana baru memasuki lingkungan yang baru, dan harus beradaptasi dengan orang-orang di dalamnya. Maka terjadilah perkelahian antara narapidana di dalam lapas. “Oh ya boleh. Kita (lapas) juga berhak menerima atau menolak narapidana yang ditahan di sini. Misalnya ada pencuri motor, dia udah babak belur digebukin masa, udah kritis lah kondisinya, kita boleh nolak. Dari pada mati di sini? Kita juga yang repot..”47 Dari wawancara di atas diketahui bahwa tidak semua narapidana bisa diterima oleh lembaga pemasyarakatan. Lembaga pemasyarakatan berhak untuk menolak narapidana yang akan ditahan. Lembaga pemasyarakatan juga melihat kondisi narapidana sebelum menerimanya di dalam lapas, seperti kesehatan narapidana. Narapidana yang kondisinya kritis atau hampir meninggal tidak 45
Wawancara Pribadi dengan Staff Sesi Bimbingan Kemasyarakatan, Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015. 46 Laporan hasil observasi penelitian pada hari Senin, 19 Januari 2015. 47 Wawancara Pribadi dengan Staff Sesi Registrasi, Bapak Komang, pada tanggal 15 Desember 2014.
71
diterima oleh lapas, karena apabila narapidana meninggal di dalam lapas maka akan ada biaya yang dibebankan oleh lapas untuk keperluan jenazah seperti pemandian jenazah, ambulans, agar jenazah tersebut bisa dikembalikan ke keluarganya dengan keadaan layak.
C. Program Pembinaan Narapidana Program pembinaan merupaka program rehabilitasi yang dirancang dan ditujukan bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta. Pembinaan ini dilaksanakan selama narapidana menjalani masa tahanan di lapas. Jenis pembinaan yang dilaksanakan di lapas ada 2 bagian, yaitu pembinaan kemandirian dan pembinaan kepribadian.
1. Pembinaan Kepribadian Pembinaan kepribadian adalah program wajib yang harus diikuti oleh setiap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. Dalam pembinaan kepribadian ini, terdapat dua jenis pembinaan yaitu pembinaan rohani atau yang disebut dengan pembinaan keagamaan dan pembinaan jasmani atau kegiatan olahraga. Seperti yang dijelaskan oleh Staff Bimbingan Kemasyarakatan Lapas Klas I Cipinang, Bapak Suwarno. “iya, jadi pembinaan di sini itu ada dua macam. Pembinaan agama dan pembinaan olahraga, karna yang kita bina itu jiwa dan raga, rohani dan jasmani. Dua-duanya ada di sesi bimbingan kemasyarakatan, dan ini wajib, wajib sebenernya buat narapidana. karna kan kalo mereka mau ajuin bebas bersyarat itu persyaratannya ya harus ikutin pembinaan..” Dari hasil wawancara di atas, lembaga pemasyarakatan mengadakan program wajib yang ditujukan bagi narapidana. Program tersebut
72
merupakan pembinaan rohani dan pembinaan jasmani. Pembinaan ini nantinya akan dijadikan persyaratan apabila narapidana ingin mengajukan Pembebasan Bersyarat atau biasa yang disebut PB. Pembinaan kepribadian ini bertujuan agar narapidana mempunyai kepribadian yang baik dan jiwa raga yang sehat. Seperti yang dipaparkan oleh Kepala Sesi Bimbingan Kemasyarakatan, Bapak Syarpani. “manusia itu ada dua kan, ada rohnya, ada jasadnya.. jadi yang dibina ya harus dua juga, rohnya, kita bina melalui pembinaan keagamaan yang ada di sini ni.. raganya, kita adain olahraga.. jadi biar mereka itu punnya kepribadian yang baik, berubah jadi lebih baik, juga punya badan yang sehat..” Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa narapidana diberikan pembinaan jasmani dan rohani supaya mereka menyadari kesalahannya dan bisa memperbaiki dirinya, sehingga saat mereka keluar dari lembaga pemasyarakatan bisa bersosialisasi di tengah-tengah masyarakat dengan kepribadian yang lebih baik dari sebelumnya, sesuai dengan norma dan nilai-nilai agama.
a. Pembinaan Rohani (Keagamaan) Pembinaan yang pertama yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang adalah pembinaan rohani atau pembinaan keagamaan. Pembinaan ini dilakukan di komplek lapas. Pembinaan keagamaan ditujukan bagi seluruh narapidana. lapas Cipinang menyediakan tempat ibadah bagi semua agama yang ada di Indonesia. Mulai dari Masjid, Gereja dan Wihara. Khusus bagi narapidana yang beragama
73
Islam, kegiatan pembinaan keagamaan dilaksanakan di Masjid Baiturrahman yang ada di komplek Lapas Cipinang. “sebenernya ada pembinaan-pembinaan yang lainnya, tapi yang paling penting itu kan kesadaran mereka. Gimana biar mereka menyadari kesalahannya, sampai benar-benar berubah ya atau taubat gitu, ya salah satunya dengan pembinaan keagamaan ini. Percuma kita kasih program kerja misalnya tapi dalam diri mereka belum sadar apa sih tujuan hidup mereka, kan gitu. Kalo mereka udah sadar, jadi kan mereka lebih taat, lebih iman. Emang keimanan itu kan yang paling penting ya.”48 Dari perkataan di atas diketahui bahwa pembinaan keagamaan merupakan program inti dari semua program yang ada di Lapas Cipinang. Karena agama merupakan landasan bagi manusia, khususnya narapidana. Dengan memberikan pembinaan keagamaan ini diharapkan narapidana menjadi lebih kuat imannya, sehingga mereka lebih memikirkan lagi hukum dosa atau tidaknya suatu perbuatan mereka. Jika pengetahuan agama tidak diajarkan, maka akan sulit merubah perilaku narapidana. Karena agama merupakan pengetahuan yang mengajarkan tentang Tuhan dan tujuan hidup yang sebenarnya.
Sehingga narapidana bisa bertaubat dan memperbaiki
dirinya. Agama juga mengajarkan berbuat kebaikan, apabila seseorang tidak mempunyai pengetahuan agama maka potensi mereka berbuat kesalahan akan lebih besar. Seperti yang telah dituliskan pada BAB II hal 26, bahwa pembinaan mental spiritual bertujuan untuk meningkatkan
keimanan
dan
ketakwaan
melalui
kesadaran
beragama. 49 Usaha ini diperlukan untuk memberikan pengertian agar
48
Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015. Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. 49
74
narapidana dapat menyadari akibat perbuatan yang telah dilakukannya selama ini. Bapak Suwarno menerangkan tentang materi-materi yang diberikan dalam pembinaan keagamaan. “materi-materi yang diajarkan tentunya yang berkaitan dengan keagamaan, seperti Al-Qur’an, Hadits, Fiqh, Nahwusorof. Ya pokoknya yang berkaitan dengan agama, terutama itu tentang Akhlak, Aqidah Akhlak itu loh..” Dari wawancara di atas diketahui bahwa semua materi yang diajarkan kepada narapidana adalah pelajaran-pelajaran tentang agama seperti Fiqh, Al-Qur’an, Hadits, Nahwusorof. Pelajaran seperti ini sebenarnya bisa kita dapati di sekolah-sekolah Islam seperti Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah. Hal ini dapat dilihat pada jadwal pembinaan keagamaan di bawah ini.
75
Namun materi yang ditekankan di sini adalah materi yang berhubungan dengan norma-norma, hukum, nilai-nilai, tentang bagaimana menjalani hidup sesuai dengan ajaran Tuhan yang Maha Esa. Ini jug sesuai dengan pa yang dikatakan oleh Bapak Syarpani. “iya materinya materi-materi keagamaan, terutama tentang akhlaq, hukum-hukum, apa itu haram apa itu halal.. banyak ya.. tapi itu tergantung ustadznya mau kasih materinya seperti apa. Yang penting kita nih sudah memberikan, hmm apa namanya itu, pelajarannya.. apa saja yang harus diajarkan.. nanti materinya terserah ustadznya mau gimana..” “Sama sih, tapi ya kalo dulu kan cuma gitu aja ya, dasardasarnya aja. Kalo di sini tuh lebih, gimana ya, lebih kayanya ngena aja, pas banget sama apa yang dialamin, yang diperbuat. Lebih tentang kehidupan sih, maksudnya kaya gimana sih kita harus berprilaku, kalo kaya gini nanti bakal gimana. Gitu sih. Pokoknya lebih dalem lagi lah.”50 Dari wawancara di atas diketahui bahwa materi-materi yang diajarkan lebih menekankan pada akidah dan akhlaq. Semua materi yang disampaikan kepada narapidana tergantung dengan pengajar atau ustadz. Ustadz-lah yang menyusun dan menentukan materi. Lembaga pemasyarakatan tidak menyusun materi, hanya menentukan pelajaranpelajaran apa saja yang harus diberikan kepada narapidana. metode ini menggunakan pendekatan dari atas atau top down approach seperti yang sudah dijelaskan pada BAB II hal 28, materi pembinaan berasal dari pembina atau paket pembinaan bagi narapidana telah tersedia dari atas, narapidana tidak ikut menentukan jenis pembinaan yang akan dijalaninya.51
50 51
344.
Wawancara Pribadi dengan Informan Inal, pada tanggal 9 Maret 2015. C. I. Harsono Hs, Sistem Baru Pembinaan Narapidana (Jakarta: Djambatan, 1995), h.
76
Materi-materi yang diberikan juga harus berhubungan dengan kehidupan narapidana, kesalahan-kesalahan yang mereka buat. Agar mereka lebih mengerti dan menyadari apa yang sebernarnya mereka lakukan adalah kesalahan dan mereka harus memperbaikinya. Sehingga mereka bisa menghayati kehidupan mereka dan menjadi manusia yang lebih baik. Seperti yang disampaikan oleh Bapak Siddiq, salah satu ustadz yang mengajar di Lapas Cipinang. “Materi tetep kita yang buat. Ga, lapas ngasih tau aja nih, ‘nih apa aja nih yang harus diajarkan’, kan disitu ada fiqh ya, nahwusorop. Tapi tetep kita yang buat materinya. Misalnya hari ini saya mau kasih materi tentang solat, ya sudah, saya yang buat materinya seperti apa, cara menyampaikannya seperti apa. Intinya ya kita kan di sini ajarin buat mereka ini ya (narapidana), jadi lebih ditekankan aja tentang dosa apa ga. Hahaha. Ya tentang hukum-hukum Islam lah, tentang tauhid sih yang paling utama.” Tidak hanya pembinaan keagamaan yang berbentuk ceramah atau materi-materi saja, pembinaan keagamaan juga menyediakan alat musik bagi mereka yang ingin bermain qosidah, marawis dan melantunkan lagu-lagu rohani. Saat itu peneliti melihat kegiatan narapidana yang sedang bermain marawis di halaman Masjid Baiturrahman52, dan hal ini dibenarkan oleh Bapak Suwarno. “ini mbak, mereka nih kalo abis pembinaan biasanya kan kosong tuh, jadi mereka main marawis, qosidah. Biasanya sih nyanyiinnya lagu-lagu Islam. Mungkin kalo pake lagu mereka bisa lebih menghayati lagi kali..” Dari wawancara di atas menunjukkan bahwa pembinaan keagamaan juga menyediakan kelompok marawis atau kegiatan lain selain ceramah yang biasa disampaikan oleh ustadz. Melalui kesenian 52
Laporan hasil observasi penelitian pada hari Senin, 5 Januari 2015.
77
ini diharapkan narapidana bisa lebih memahami dan mengekspresikan keyakinan mereka kepada Tuhan. “oh iya mbak, kita emang suka adain lomba.. biasanya kalo hari-hari besar, 17-an, atau hari jadi lapas, biar pada semangat juga nih wbp-nya.. itu piala buat yang lomba kemarin.. kemarin kita abis ngadain lomba, nanti tinggal dibagikan aja hadiahnya, tuh masih ada yang belum dibungkusin..”53 Dari wawancara di atas diketahui bahwa di sana juga sering diadakan perlombaan seperti lomba adzan, lomba qiro’ah atau MTQ, lomba marawis dan lomba yang berhubungan dengan keagamaan. Perlombaan ini biasanya diadakan pada Hari Ulang Tahun Republik Indonesia 17 Agustus, Hari Ulang Tahun Lembaga Pemasyarakatan dan hari besar lainnya. Saat peneliti berkunjung, lapas baru saja mengadakan perlombaan dan saat itu banyak piala yang disimpan di perpustakaan yang selanjutnya akan diberikan kepada pemenang lomba.54 Dalam hal ini juga peneliti menanyakan langsung kepada Informan Inal. “lomba sering juga sih, kaya lomba azan gitu, lomba baca qur’an, qiro’ah gitu.. biasanya kalo 17-an, hmm.. ulang tahun lapas, ya hari-hari besar gitu sih. Nih kemaren juga abis lomba, tuh pialanya banyak kan? hehehe..”55 Namun dari sekian banyak narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, hanya sekitar 200 orang yang mengikuti kegiatan ini meski pun pembinaan keagamaan ini merupakan program wajib dan menjadi salah satu persyaratan ketika mereka ingin mengajukan Pembebasan Bersyatan, Cuti Bersama, Cuti
53
Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015. Laporan hasil observasi penelitian pada hari Senin, 9 Maret 2015. 55 Wawancara Pribadi dengan Informan Inal, pada tanggal 9 Maret 2015. 54
78
Menjelang Bebas atau asimilasi lainnya. Hal ini peneliti dapat dari pantauan selama menjalani penelitian di Lapas Cipinang. Ini juga diperkuat dengan informasi yang peneliti dapat dari informan. “Berapa ya, ga tentu sih. Ya ga banyak juga. Paling 200-an lah. Itu juga kan ada yang beneran aktif ada yang nanti dateng nanti engga. Tapi ya sekitar segituan lah.”56 “Hmm. sediki, ya 200-an lah. Dikit kan kalo diliat dari keseluruhan? Haha. Gitu sih, pada males.”57 Dari wawancara di atas diketahui bahwa jumlah narapidana yang aktif mengikuti pembinaan keagamaan tidak banyak. Sebagian besar narapidana tidak mengikuti pembinaan dengan alasan malas. Dari 200 orang yang aktif mengikuti pembinaan, masih ada yang tidak konsisten. Mereka sesekali datang mengikuti pembinaan, kemudian tidak datang pada pertemuan berikutnya. “Yang aktif mengikuti pembinaan sih ga banyak ya, dari 2900an cuma sekitar 200 orangan aja sih mbak. Ya gimana kan kita engga bisa maksa ya. Yang penting mereka niat mau ngikutin pembinaan, kan kalo gitu berarti mereka emang mau berubah.”58 Namun dengan jumlah narapidana yang hanya sedikit untuk mengikuti pembinaan keagamaan, Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang tidak bisa berbuat banyak. Lapas tidak memaksakan narapidananya untuk mengikuti pembinaan keagamaan walau sebenarnya kegiatan ini wajib. Lapas hanya mengandalkan kesadaran dan niat dari diri narapidana untuk mengikuti pembinaan keagamaan.
56
Wawancara Pribadi dengan Informan Sukur, pada tanggal 5 Januari 2015. Wawancara Pribadi dengan Informan Inal, pada tanggal 9 Maret 2015. 58 Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015. 57
79
Tenaga pengajar yang menjadi tim pengajar merupakan ustadz, orang-orang yang ahli di bidangnya masing-masing. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta juga bekerjasama dengan beberapa pihak, seperti Kementerian Agama, Istiqlal, Al-Azhar, dan Tim ESQ (Emotional Spiritual Quotient). “Kita di sini ada namanya tamping, itu mereka yang bantuin perugas-petugas di sini. Ya kayak gini nih kan kalo belajar Qur’an, Halaqoh gitu kan mereka (narapidana) juga banyak ya yang lebih pinter dari temen-temennya, itu mereka yang ngajarin.” Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa ada narapidana yang memiliki kemampuan yang lebih baik dari narapidana lainnya, lalu diangkat atau direkrut untuk dijadikan tamping 59 (tahanan pendamping) dan ikut menjadi tenaga pengajar, terutama pada Halaqoh (baca tulis Qur’an, Iqro’ atau Juz ‘Amma). Ini dilakukan untuk membantu ustadz karena memang tim pengajar sangat kurang. Hal ini juga diterapkan karena narapidana lebih nyaman diajarkan dengan temannya sendiri. Tamping ini berguna karena membantu mengerjakan sebagian pekerjaan staff di lembaga pemasyarakatan. Dalam hal ini, tamping ditugaskan di berbagai tempat dan kegiatan di masjid. Menjadi pengurus masjid, menjadi admin di perpustakaan hingga menjadi asisten Ustadz. Para tamping juga diberikan seragam lain yaitu berupa baju koko berwarna putih yang bergambar masjid di dada sebelah kiri berwana biru. 60 Dilihat dari
59
Tamping (tahanan pendamping) adalah sebutan bagi narapidana yang memiliki kemampuan, keahlian, yang dipercaya untuk mengerjakan sebagian tugas di dalam lembaga pemasyarakatan. 60 Laporan hasil observasi penelitian pada hari Senin, 5 Januari 2015.
80
penjelasan ini, maka pembinaan keagamaan ini menerapkan terapi kelompok atau social group work method. Seperti yang sudah dijelaskan pada BAB II hal 33, bahwa terapi kelompok adalah metoda pekerjaan sosial yang menggunakan kelompok sebagai media dalam proses pertolongan profesionalnya 61. “kalau tamping itu kita memang melihat dari keseharian mereka. Terus juga biasnya kita ambil dari pemenangpemenang juara lomba adzan misalnya, MTQ. Kadang ada yang sebelum masuk sini dia ikut marawis di masjid dekat rumahnya, lalu mereka ngajarin temannya yang lain yang ikut marawis di lapas. Seperti mas yang di luar itu kan tadinya dia ikut marawis di rumahnya.”62 Untuk menjadikan narapidana sebagai tamping, biasanya staff lapas melihat keseharian narapidana, apakah narapidana tersebut rajin, benar-benar mengikuti rangkaian kegiatan pembinaan di lapas atau tidak. Kemudian dari perlombaan-perlombaan yang diadakan itu pula biasanya para staff dan pembina (ustadz) melihat kemampuan narapidana. Narapidana yang menjadi juara atau pemenang lomba dan rajin mengikuti kegiatan di lapas inilah yang menjadi sasaran para staff untuk dijadikan tamping. Pernyataan ini juga diperkuat oleh pernyataan informan “Inal” yang mengatakan bahwa: “sebelum saya jadi tamping di sini tuh emang saya rajin ke masjid, saya suka aja kalo di masjid itu tenang kayanya. Terus emang basic-nya saya kan dulu bisa ngaji, ya walau ga pinterpinter amat sih. Terus mungkin staff di sini liat saya rajin, awalnya saya cuma bersih-bersih masjid aja. Pas kebetulan lagi butuh tamping terus staff liat saya bagus, jadi saya ditawarin. Ya Alhamdulillah sekarang saya jadi pengurus di sini.” 63
61
Edi Suharto, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri – Memperkuat Corporate Social Responcibiliy, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 43. 62 Wawancara pribadi dengan Pak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015. 63 Wawancara pribadi dengan informan Inal, pada tanggal 9 Maret 2014.
81
Ini juga diperkuat oleh pernyataan Kepala Seksi Bimbingan Kemasyarakatan yang mengatakan: “pembinaan itu wajib buat seluruh narapidana. Cuma kalau tamping memang kita pilih, kita lihat kemampuan dan keseriusan mereka. Sehingga mereka bisa ajak teman-temannya, mengajarkan teman-temannya. Kita cari yang bisa.”64
b. Pembinaan Jasmani (Olahraga) Selain pembinaan kerohanian atau pembinaan keagamaan, Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang juga mengadakan pembinaan jasmani atau olahraga. Pembinaan ini juga bisa dibilang wajib, karena menurut pihak lapas pembinaan akan menjadi lengkap apabila yang dibina itu rohani dan jasmaninya. Seperti yang dikatakan oleh Pak Suwarno: “iya, jadi pembinaan di sini itu ada dua macam. Pembinaan agama dan pembinaan olahraga, karna yang kita bina itu jiwa dan raga, rohani dan jasmani. Dua-duanya ada di bidang bimbingan kemasyarakatan..”65 Olahraga yang dilakukan di lapas bermacam-macam, mulai dari voli, futsal, bulu tangkis dan tenis meja. Pelaksanaan kegiatan ini dimulai pada pukul 08.00 sampai dengan pukul 09.00, lalu dilanjutkan lagi pada sore hari setelah shalat ashar. Tenaga pengajar yang membina merupakan orang yang juga ahli di bidangnya masingmasing. Dalam hal ini pihak lapas bekerjasama dengan kampus Universitas
Negeri
Jakarta
(UNJ).
Seperti
pada
pembinaan
keagamaan, narapidana yang juga memiliki keahlian lebih dalam
64
Wawancara pribadi dengan Kepala Sesi Bimbingan Kemasyarakatan, Pak Syarpani, pada tanggal 16 Februari 2015. 65 Wawancara pribadi dengan Pak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015.
82
bidang olahraga juga dijadikan tamping yang ikut mengajarkan temantemannya. Seperti halnya dengan pembinaan keagamaan, pembinaan jasmani atau kegiatan olahraga ini juga sering mengadakan perlombaan atau pertandingan. Namun pertandingan ini dilakukan tidak hanya antara narapidana Lapas Cipinang saja, tetapi juga pertandingan antar lapas di Kanwil Jakarta, bahkan antar Kanwil Luar Jakarta. Hal ini peneliti ketahui ketika peneliti berkunjung ke sana dan sedang dilaksanakannya perlombaan antar lapas di Indonesia. 66 Hal ini diperkuat oleh pernyataan Bapak Suwarno. “Iya mbak, ini lagi ada tanding sama Lapas Tangerang. Emang sering ada pertandingan gini. Ya mereka kan butuh hiburan juga, biar semangat juga, kan kalo ada kegiatan seperti ini mereka jadi ‘wah, seru nih. Ikutan ah.’ Atau paling engga jadi tontonan, ya hiburan lah.” Dari pekataan di atas ditegaskan bahwa pertandinganpertandingan yang diadakan bertujuan untuk memberi hiburan dan semangat bagi narapidana, karena yang telah diketahui narapidana malas untuk mengikuti kegiatan yang ada di lapas. Dengan perlombaan atau pertandingan seperti ini diharapkan narapidana tertarik untuk mengikuti kegiatan olahraga.
66
Laporan hasil observasi penelitian pada hari Senin, 2 Februari 2015.
83
2.
Pembinaan Kemandirian a. Pembinaan Kemampuan Intelektual Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta mengadakan pembinaan kemampuan intelektual. Hal ini peneliti dapat dari pernyataan Sukur yang mengatakan sebagai berikut. “Pendidikan,, ehmm.. Ga tau deh tapi kayanya ada sih di dalem.. Iya itu yang kaya sekolah gitu? Iya ada itu, SD, SMP, SMA.. Yang dari Universitas juga ada kayanya sih..” Dari wawancara di atas menerangkan memang benar bahwa Lapas Cipinang mengadakan pembinaan intelektual. Pembinaan intelektual ini dilakukan seperti halnya dengan pendidikan di sekolah, dari mulai SD, SMP dan SMA hingga perguruan tinggi. Hal sama juga peneliti dapat dari pernyataan Inal yang mengatakan sebagai berikut. “Iya ada, ada sebenernya. Cuma saya ga mau ikut aja. Hehehe. Dari SD, SMP, SMA ada sih kaya paket gitu A, B, C. Iya kejar paket. Kalo yang S1-nya itu dari Universitas Bung Karno, tapi Ilmu Hukum aja sih kayanya. Iya itu yang ngajar dari sana, dosen-dosen Universitas Bung Karno gitu.” Pernyataan di atas memberikan keterangan bahwa Lapas Cipinang menyediakan program pendidikan penyetaraan SD, SMP dan SMP melaui paket A, B dan C. Tidak hanya itu, Lapas Cipinang juga menyediakan program pendidikan Strata 1 Ilmu Hukum bagi narapidana yang ingin menimba ilmu dan mempunyai jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untuk pendidikan S1 Lapas Cipinang bekerjasama dengan Universitas Bung Karno, dan yang mengajar di lapas juga merupakan dosen-dosen dari universitas tersebut. Namun saat ini hanya Program Studi Ilmu Hukum saja yang ditawarkan bagi
84
para narapidana. Hal ini dibenarkan oleh pernyataan Bapak Suwarno yang mengatakan sebagai berikut: “Oh ada, ada. Iya memang ada. Kita di sini sebenernya lengkap, udah disediakan buat wbp (warga binaan pemasyarakatan) di sini. Tinggal merekanya aja mau atau engga. Kalo pendidikan sih emang kita ada program paket A, B, C. Kalo mau sampe S1 juga ada, kita kerja sama sama Universitas Bung Karno itu loh. Iya, iya emang disediakan. Tapi iya emang Jurusan Ilmu Hukum aja yang disediain.” Dari keterangan-keterangan di atas dapat diketahui bahwa Lapas Cipinang mengadakan pembinaan kemampuan intelektual, hal ini sesuai dengan pola pembinaan berdasarkan perspektif pekerjaan sosial yang telah dituliskan dalam BAB II hal 21 bahwa pendidikan di penjara memiliki dua tujuan yaitu untuk memperoleh pelatihan akademis formal sebanding dengan sekolah dan yang kedua adalah tujuan asrama dari sosialisasi ulang sikap dan perilaku narapidana. 67 Dan pola pembinaan menurut Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan yang dijelaskan dalam BAB II hal 26 bahwa pembinaan kemampuan intelektual dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun nonformal seperti program kejar paket A atau melanjutkan pendidikannya di sekolah umum.
b. Bimbingan Kerja Selain diadakannya pembinaan intelektual yang memberikan pengetahuan berupa pendidikan seperti layaknya di sekolah, Lembaga 67
Charles Zastrow, Introduction to Social Welfare Institutions : Social Problems, Services and Current Issues (Chicago: The Dersey Press, 1986), h. 294.
85
Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta juga mengadakan bimbingan kerja. “iya ada banyak, kaya saya tadinya kan di konveksi, ngejait ngejait.. sablon juga ada, bengkel.. ya macem-macem lah..”68 “bingker mah di dalem, ada banyak, buat yang mau aja sih.. apa ya,, hmm.. bengkel itu ada, trus garmen ya, ehh ngejait baju ya? Hahaha.. ada deh pokoknya, tapi saya ga ikutan, kan udah jadi pengurus masjid, enakan di sini..”69 Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang menyediakan tempat bimbingan pekerjaan di dalam komplek lapas. Ada bermacam-macam kegiatan kerja di Lapas Cipinang yaitu, pengelolaan kompos dan lingkungan, perkayuan, percetakan dan sablon, bengkel, perikanan, pertanaman dan peternakan, elektronik, menjahit atau konveksi. Sama halnya dengan pembinaan intelektual, bimbingan kerja ini tidak diwajibkan bagi seluruh narapidana. Kegiatan ini ditujukan bagi siapa saja narapidana yang ingin mengikuti bimbingan kerja, namun sebenarnya kegiatan ini disarankan bagi narapidana. Narapidana yang ingin mengikuti bimbingan kerja bisa mendaftarkan diri ke staf sesi bimbingan kerja. Hal ini sesuai dengan sistem pemasyarakatan berdasarkan perspektif pekerjaan sosial yang dituliskan pada BAB II hal 22 bahwa pelatihan kejuruan ini dimaksud untuk melatih narapidana dalam keterampilan pekerjaan yang cocok untuk kapasitas mereka yang akan mempersiapkan mereka untuk bekerja. 70 “bimbingan kerja, bingker ya? Ada di sini mbak, tapi udah beda bidang.. kalo saya ini kan bimpas (bimbingan pemasyarakatan), 68
Wawancara Pribadi dengan Informan Sukur, pada tanggal 5 Januari 2015. Wawancara Pribadi dengan Informan Inal, pada tanggal 9 Maret 2015. 70 Charles Zastrow, Introduction to Social Welfare Institutions: Social Problems, Servicec and Current Issues (Chicago: The Dersey Press, 1996), h. 296. 69
86
kalo bingker itu di bidang kegiatan kerja, sesi bingker (bimbingan kerja).. jadi kalo mau ikut ya ndaftar ke sana.. emang ga wajib.. buat yang mau ikut aja.. tapi sebenarnya emang dianjurkan sih.. karna kan buat mereka juga kalo udah keluar dari sini jadi ada keahlian, pengalaman.”71 Bimbingan kerja di sini diadakan bertujuan agar kelak narapidana yang sudah bebas dan menjalani hidup di luar lapas mempunyai keahlian pekerjaan, sehingga mereka bisa mencari pekerjaan sesuai dengan keahliannya, supaya nantinya mereka bisa memanfaatkan ilmu tersebut dan tidak terjerumus ke jalan yang salah sehingga kesalahan yang sudah dilakukan terulang kembali. Kegiatan ini juga bertujuan agar narapidana mempunyai pekerjaan dan kegiatan selama ada di dalam lapas, sehingga mereka bisa memanfaatkan waktu mereka dengan baik dan kegiatan positif.
c. Pembinaan Berbangsa dan Bernegara Pembinaan berbangsa dan bernegara yang dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta berupa kegiatan pramuka.
Kegiatan
pramuka
yang
diajarkan
di
Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang sama dengan kegiatan pramuka yang dilaksanakan di sekolah atau lembaga kepramukaan pada umumnya seperti baris berbaris, sandi-sandi, semapur, dan lain-lain. Kegiatan ini juga mengajarkan narapidana bagaimana menjadi warga negara yang baik dan taat hukum. Dalam hal ini pihak lapas bekerjasama dengan ABRI, TNI dan Polisi. Kegiatan ini juga menerapkan sistem semi
71
Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015.
87
militer.
Kegiatan pramuka
ini
dipercaya
bisa
meningkatkan
kedisiplinan narapidana. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari senin sampai dengan jum’at. Namun sama halnya dengan pembinaan kemandirian lainnya, kegiatan ini juga tidak diwajibkan bagi seluruh narapidana. Uniknya, narapidana yang mengikuti pramuka biasanya sering dijadikan kepanitian pengamanan apabila sedang ada acara-acara seperti perlombaan atau hari besar. Seperti yang peneliti lihat ketika sedang diadakan pertandingan olahraga, salah satu informan yang mengikuti kegiatan pramuka menjadi panitia pengamanan dengan menggunakan
seragam
pramuka.72
Selain
menjadi
panitia
pengamanan, narapidana yang mengikuti kegiatan pramuka ini juga dijadikan perangkat upacara pengibaran bendera pada 17 Agustus. Hal ini seperti yang dikatakan oleh informan Damar yang mengatakan sebagai berikut: “saya seneng kalo ikut pramuka, emang dari dulu itu saya seneng baris berbaris, PBB, semapur gitu, suka saya.. kalo ada acara juga suka jadi panitia kalo ikut pramuka.. waktu lebaran aja saya jadi panitia, jagain gerbang itu deket portir, kan bisa liat mobil lewat, keliatan jalan raya sedikit aja itu udah seneng banget mbak..” Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Pak Suwarno: “ohh iya, emang kita suka pake narapidana ini, anu yang ikut pramuka, atau tamping gitu kalo jadi panitia.. sering sih yang ikut pramuka, kan mereka juga pake seragam pramuka kalo ditugasin..”
72
Laporan hasil observasi penelitian pada hari Senin, 2 Februari 2015
88
3.
Pembinaan Minat dan Bakat. Selain bimbingan di atas
yang
sudah dijelaskan,
Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta juga mengadakan program kesenian bagi narapidana yang memiliki minat atau bakat dalam bidang kesenian. “...di sini juga ada mbak kegiatan kaligrafi, band juga ada. Kegiatan minat dan bakat..”73 Dari pernyataan di atas diketahui bahwa Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang juga mengadakan kegiatan di luar pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian, kegiatan tersebut dinamakan pembinaan minat dan bakat. Pembinaan minat dan bakat ini bergerak dalam bidang kesenian. Jenis kesenian yang ada di Lapas Cipinang yaitu musik (band) dan kaligrafi, melukis, memahat patung dari kayu atau tanah liat. Termasuk di dalam nya kegiatan marawis yang dilaksanakan di sela-sela pembinaan keagamaan seperti yang peneliti lihat saat berkunjung ke lapas.74 “..kalo kesenian ini kita adainnnya seseuai sama minat mereka aja, mereka maunya apa, kita adain apa. Kaya gini nih, marawis, itu kan ada wbp (warga binaan pemasyarakatan) yang suka, trus bilang ‘pak, adain dong marawis. Nanti saya yang ajarin deh’ gitu ya udah, kita ajuin ke atasa, kalo disetujin ya kita adain.. kaya band-band gitu juga..” Dari wawancara di atas, kegiatan minat dan bakat diadakan karena banyaknya narapidana yang ingin melaksanakan kegiatan tersebut. Narapidana yang memiliki minat tersebut berkemudian mengajukan kepada petugas, mereka mengatakan langsung kepada petugas untuk diadakannya kegiatan tersebut. Kemudian pihak lapas mengadakan kegiatan tersebut. 73 74
Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015. Laporan hasil observasi penelitian pada Senin, 5 Januari 2015.
89
Seperti kegiatan marawis yang dilaksanakan di sela-sela pembinaan keagamaan. Kegiatan marawis sebenarnya bukan program yang diadakan karena materi yang diberikan lapas atau pemerintah pusat, tetapi karena minat dari narapidana sendiri, bahkan ada yang bersedia mengajarkan teman-temannya. Dalam hal ini Lambaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang menerapkan metode pembinaan dengan pendekatan dari bawah atau bottom up approach seperti yang dijelaskan pada BAB II hal 28 bahwa pendekatan pembinaan narapidana dari bawah merupakan suatu cara pembinaan narapidana dengan memperhatikan kebutuhan pembinaan atau kebutuhan belajar narapidana.75 “Lapas kan UPT ya, kita cuma jalani tugas aja.. semuanya udah ada dari atasan, dari pusat. Tapi kalo emang merekanya (narapidana) mau ada kegiatan lain, ya kita dengan senang hati.. karna itu juga kan tandanya ada keinginan dari mereka, mereka sadar, mungkin dengan cara itu mereka mau berubah..”76 Penerapan kebijakan ini dilakukan agar kebutuhan dan hak narapidana terpenuhi. Lembaga pemasyarakatan lebih senang jika kegiatan tersebut diadakan atas dasar keinginan narapidana, karena dengan adanya minat mereka berarti ada kesadaran dari diri mereka untuk berubah walau hanya melakukan kegiatan kesenian. Selama kegiatan tersebut bersifat positif dan tidak menjadikan narapidana menjadi lebih buruk, lembaga pemasyarakatan bersedia mengadakan kegiatan apa saja untuk mendukung narapidana yang benar-benar ingin berubah memperbaiki dirinya. Narapidana yang mengikuti kegiatan musik seperti band dan marawis sering
dijadikan
pengisi
acara
hiburan
pada
acara-acara
yang
75
C. I. Harsono Hs, Sistem Baru Pembinaan Narapidana (Jakarta: Djambatan, 1995), h.
76
Wawancara Pribadi dengan Bapak Syarpani, pada tanggal 16 Februari 2015.
344.
90
diselenggarakan di lapas. Seperti yang peneliti lihat saat berkunjung ke lapas, saat itu lapas sedang mengadakan perayaan menyambut natal dengan mengadakan penampilan band-band lapas. Lapas membuat panggung kecil yang dijadikan tempat penampilan band-band untuk menghibur pengunjung yang sedang menemui narapidana di ruang kunjungan. 77 Hal ini diperkuat dengan pernyataan Bapak Suwarno. “iya mbak, ini band dari sini ini. Ini anak-anak sini yang main. Ini lagi nyambut natal, biasanya eamgn suka dijadiin pengisi acara, kalo ada acara apa gitu biasanya mereka ngisi hiburan.” Tidak hanya itu, narapidana yang mengikuti kegiatan melukis, memahat patung dan kaligrafi juga bisa memamerkan hasil karya mereka. Biasanya hasil karya mereka ditampilkan saat pameran-pameran antar lapas atau perayaan di hari besar. Bahkan karyanya pun bisa dijual, seperti lukisan, kaligrafi, dan patung-patung yang mereka buat. Hal tersebut di atas dibenarkan oleh pernyataan Bapak Syarpani yang mengatakan sebagai berikut: “..kalo yang ikut minat dan bakat itu, kita kasih kesempatan mereka untuk unjuk gigi. Kalo ada acara besar, perayaan-perayaan, itu kan suka ada acara, kita ajak mereka buat isi acara itu. Selain itu juga kita buat pameran-pameran, yang melukis, bikin patung. Siapa tau ada yang suka dengan karya mereka, kan bisa dijual.” D. Kendala Dalam melaksanakan pembinaan, tentunya pihak Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang mendapatkan banyak kendala yang membuat pelaksanaan pembinaan menjadi terhambat.
77
Laporan hasil observasi penelitian pada hari Kamis, 22 Desember 2014.
91
1. Kurangnya Sumber Daya Manusia Kendala dalam melaksanakan pembinaan keagamaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang bermacam-macam, di antaranya kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. “kendala itu.. ya memang ada kendala kita buat jalanin pembinaan ini, yang pertama itu kita kurang orang. Staff kita kan sedikit, apalagi di pembinaan keagamaan ini kita cuma bertiga. Kita juga kan susah buat mengontrol semua wbp (warga binaan pemasyarakatan), apalagi jumlahnya banyak banget. Kita ga bisa pastiin mereka buat ikut pembinaan semua. Susah juga kan kalo kita nyuruh-nyuruh mereka buat ikutin pembinaan, bisa ngamuk nanti..”78 Dari wawancara di atas, Pak Suwarno mengatakan bahwa kendala yang pertama adalah kurangnya sumber daya manusia yang dimiliki lapas. Seperti yang sudah dituliskan di BAB III hal 44-45, jumlah narapidana yang mencapai 2849 jiwa, Lapas Klas I Cipinang merasa terlalu banyak atau over kapasitas. Jumlah narapidana yang tersebut memanglah berbanding jauh dengan jumlah karyawan lapas yang hanya mencapai 306 orang. Hal ini menyebabkan para petugas merasa kesulitan untuk mengajak seluruh narapidana mengikuti semua rangkaian pembinaan yang ada di lapas, termasuk di dalamnya pembinaan keagamaan. Dengan ketimpangan jumlah para karyawan dan narapidana ini menjadi kendala besar yang ada di lapas. Dari perkataan tersebut juga disampaikan bahwa petugas lapas merasa kesulitan dalam mengontrol seluruh narapidana di lapas. Sulit untuk memastikan mereka untuk mengikuti seluruh rangkaian pembinaan yang disediakan lapas. Untuk mencegah terjadinya pemberontakan atau
78
Wawancara pribadi dengan Pak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015.
92
perlawanan dari narapidana, maka petugas lapas tidak memaksakan mereka untuk ikut mengikuti pembinaan yang seharusnya mereka ikuti. Hal sependapat juga dikatakan oleh Bapak Syarpani: “iya emang kami ini kurang personel. Pasti susah juga ya untuk mengawasi mereka. Tapi bagaimana pun juga harus tetap bisa dimaksimalkan. Jangan sampai, karna kekurangan orang ini jadi kendala besar. Harus tetap bisa dikendalikan.”79 Dari wawancara di atas diketahui bahwa sebenarnya Lapas Cipinang memang kekurangan perugas untuk mengontrol seluruh narapidana. Namun dengan kondisi seperti ini seluruh petugas lapas harus kerja maksimal. Sehingga permasalahan kurangnya petugas lapas tidak menjadi masalah yang lebih besar dan tidak terkendali.
2. Kurangnya Kesadaran Narapidana Kendala selanjutnya yaitu kurangnya kesadaran narapidana untuk mau berubah dan mengikuti pembinaan. Seperti yang dikatakan oleh Pak Suwarno: “.. yang kedua itu ya mereka ini kurang. Kurang apa ya, anu, kadang mereka itu ga sadar kalo mereka masuk sini ya karna emang mereka salah, ada juga yang ga terima mereka masuk sini. Kalo ngikut pembinaan gini kan kita ga bisa maksa mereka. Jadi ya memang dari kesadaran mereka aja yang ngikutin pembinaan. Meskipun sedikit yang mau ikut tapi yang penting mereka memang mau berubah..” Dari perkataan di atas kurangnya kesadaran narapidana untuk mengikuti pembinaan menjadi kendala yang kedua. Karena sebagian dari mereka ada yang tidak sadar kalau mereka masuk lapas karena kesalahan mereka, bahkan ada yang menyadari kesalahannya namun tidak terima
79
Wawancara Pribadi dengan Bapak Syarpani, pada tanggal 16 Februari 2015.
93
apabila harus masuk lapas. Sehingga mereka memilih untuk tidak mengikuti pembinaan yang ada di lapas. Hal sependapat juga disampaikan oleh Inal yang mengatakan sebagai berikut: “emang ga dipaksa sih buat ikut ini (pembinaan keagamaan), tapi ya saya kan di sini mau berubah. Buat apa masuk sini ga ngapa-ngapain, ga dapet apa-apa juga. Mending ikut ini kan? Banyak temen saya yang males, lebih milih tidur-tiduran di blok. Cuma ya ga bisa dipaksa, paling saya bilangin aja pelan-pelan..”80 Dari wawancara di atas, Inal mengakui bahwa dia mengikuti pembinaan karena dia benar-benar ingin berubah atau bertaubat selain untuk mengisi waktu yang dihabiskan di dalam lapas. Inal menyadari bahwa dia telah melakukan kesalahan sehingga dia masuk lapas. Namun tidak sedikit juga narapidana yang bermalas-malasan dan lebih memilih untuk tidur di dalam blok mereka. Hal serupa juga dikatakan oleh Bapak Syarpani. “... yang penting itu kan kesadaran mereka. Mereka sadar ga kalo mereka salah? Oh jangan-jangan mereka ini ga mau nih masuk lapas, jadi tidak terima. Karna mungkin dia merasa benar, atau memang dia ini dendam. ‘wah gue masuk lapas nih, sialan.’ Begitu kan? Jadi timbulnya mereka dendam, ga mau ikut pembinaan.”81
E. Indikator Keberhasilan Setelah pembinaan dilakukan di lembaga pemasyarakatan, evaluasi terhadap pelaksanaan program memang dilakukan. Namun hanya pelaksanaannya saja yang dievaluasi, sedangkan tingkat keberhasilan dari program tersebut tidak dievaluasi. “Kalo evaluasi kita adakan, itu setahun sekali. Kan setiap setahun sekali kita buat jadwal baru. Tapi kalo buat mastiin tingkat keberhasilan sih susah ya. Paling kita liat aja, ini kegiatannya berjalan lancar apa engga.”82
80
Wawancara pribadi dengan informan Inal, pada tanggal 28 Oktober 2014. Wawancara Pribadi dengan Bapak Syarpanni, pada tanggal 30 September 2014. 82 Wawancara Prinadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 5 November 2014. 81
94
Evaluasi program pembinaan dilaksanakan setahun sekali saat membuat jadwal pembinaan yang baru. Namun, untuk tingkat keberhasilan pelaksanaan itu sendiri, untuk mengetahui narapidana sudah benar-benar berubah dan bertaubat ini tidak bisa dievaluasi. Karena kesulitan staff untuk mengukur bagaimana tingkat keimanan seseorang, dan juga tidak adanya tenaga profesional yang melaksanakan tugas tersebut seperti psikolog. “Emang ga ada sih ya mbak, kita emang ga punya psikolog. Tapi kalo pertugas yang lagi kuliah lagi jurusan psikologi sih ada.”83 Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang tidak memiliki tenaga profesional yang menangani kepribadian narapidana. seperti yang kita ketahui bahwa psikolog dibutuhkan untuk mengamati tingkah laku dan prilaku seseorang, apalagi yang ditangani saat ini adalah narapidana, orang yang bermasalah dengan hukum. Hal ini juga yang menyulitkan lapas untuk menentukan apakah narapidana tersebut sudah benar-benar berubah atau belum. “paling kita liat aja keseharian mereka. Kan biasanya kalo mereka itu beneran mau berubah, mereka jadi deket sama kita (petugas). Jadi lebih banyak sharing, cerita-cerita tentang masalahnya mereka. Ya kita perhatiin terus sih.” “kalau memastikan orang untuk berubah itu susah ya. Kan ga tau dia beneran berubah apa engga, bisa aja bilangnya berubah, taubat taubat, tapi dalam hatinya kan ga tau. Yaa paling saya tetap jaga komunikasi sama anak binaan sini, biar kalau sudah keluar nanti bisa tetap saya pantau, dia bener berubah apa engga.”84 Selama ini, dalam membuktikan seorang narapidana sudah benar-benar bertaubat dan tidak akan mengulangi kesalahannya lagi hanya melalui pengamatan para petugas. Biasanya narapidana yang benar-benar berubah akan berbuat baik dan terlihat berbeda dari waktu pertama dia masuk ke lapas. Namun 83 84
Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015. Wawancara pribadi dengan Bapak Muhammad Shidiq,pada tanggal 19 Maret 2015.
95
untuk membuktikan apakah
mereka benar-benar tidak akan mengulangi
kesalahannya lagi atau tidak pihak lapas tidak bisa memastikan. Tetapi pengawasan bisa dilakukan oleh para Ustadz atau pengajar dengan tetap menjalin komunikasi dengan narapidana. Seperti yang dilakukan oleh Bapak Shidiq, beliau tetap menjalin komunikasi dengn narapidana-narapidana yang telah keluar, sehingga tetap bisa memantau perubahan serta perkembangan yang ada dalam mantan narapidana tersebut. Dari sekian banyak mantan narapidana yang telah diajarkan oleh beliau, banyak di antaranya yang masih berkomunikasi dan benarbenar bertaubat, namun banyak pula yang hilang kontak sehingga tidak tahu lagi perkembangannya.
F.
Pendampingan Narapidana Dari semua kegiatan yang sudah dijelaskan sebelumnya, Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang mempunyai program-program yang lengkap, yaitu pembinaan kepribadian, pembinaan kemandirian dan juga ada kesenian. Lapas Cipinang memiliki pola pembinaan sesuai dengan perspektif pekerjaan sosial koreksional maupun Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Orangorang yang menjadi pembina, pembimbing atau tenaga pengajar di sana juga merupakan orang yang memiliki keahlian di bidanya masing-masing. Namun dalam perspekti pekerjaan sosial koreksional, lembaga koreksional akan lebih ideal apabila dilengkapi dengan seseorang menjalani fungsi pekerja sosial koreksional seperti yang telah di jelaskan pada BAB II hal 20, fungsi pekerja sosial koreksional adalah untuk mendampingi narapidana selama di dalam
96
lapas. Dalam hal ini peneliti belum menemukan seorang yang bertugas untuk mendampingi narapidana selama di lembaga pemasyarakatan. “Ga ada ya, karna kita ini kan sedikit, sedangkan mereka udah hampir 3000. Kalo dikasih pendamping 1 orang satu harus punya berapa petugas di sini? Lagi pula kan kita ini ngikutin perintah pusat (Kemenkumham), dari pusat engga mengadakan jadi ya engga ada di sini.”85 Dari pernyataan di atas diketahui bahwa Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang tidak menyedikan pendampingan bagi narapidana. Hal ini dikarenakan jumlah petugas yang sedikit dibandingkan dengan jumlah narapidana yang sangat banyak, artinya terjadi ketimpangan yang jauh antara petugas dengan narapidana, sehingga pertugas tidak bisa mengontrol setiap narapidana. tidak adanya pendampingan bagi narapidana juga dikarenakan memang tidak ada aturan dan ketentuan yang berlaku dari Kementerian Hukum dan HAM. “..paling kalo yang ikut pembinaan, itu emang ada walinya. Saya, Solihin sama Pak Sohani, kita bagi-bagi tugas. Kan kalo mereka mau ngurus PB (Pembebasan Bersyarat) itu kan harus ada syaratnya, nanti ditanya juga walinya siapa.” Namun, sistem pendampingan bagi narapidana diadakan di sela-sela kegiatan pembinaan keagamaan. Karena jumlah narapidana yang aktif mengikuti pembinaan keagamaan relatif sedikit maka petugas bisa membagi-bagi tugas mereka untuk memberikan pendampingan. Pendampingan ini juga dilakukan untuk memberikan kesaksian dan kejelasan apabila suatu saat nanti narapidana tersebut ingin mengajukan asimilasi. “paling kalo pendampingan itu ada di Bapas (Balai Pemasyarakatan 86), itu di sana ada itu PK (Pendamping Pemasyarakatan). Kan kalo mereka ini udah keluar dari lapas, mereka urusannya sama Bapas. Itu dari Bapas nanti yang ngontrol.”87 85
Wawancara Pribadi denga Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015. Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan. 87 Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwarno, pada tanggal 2 Maret 2015. 86
97
Selanjutnya Bapak Suwarno menjelaskan bahwa pendampingan narapidana dilakukan di Bapas. Pendampingan tersebut ditujukan bagi narapidana yang sudah keluar dari lembaga pemasyarakatan dan mendapatkan pembebasan bersyarat. Narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat berada di bawah pantauan Bapas dan dibimbing oleh pembimbing pemasyarakatan. Hal ini dibenarkan oleh pernyataan Bapak Syarpani yang mengatakan sebagai berikut: “Iya tidak ada, belum, belum ada. Saat ini memang lapas, seluruh lapas ya yang ada di Indonesia itu belum ada pendamping buat narapidana di sini, termasuk di Lapas Cipinang ini.” “kalo di sini (pembinaan keagamaan) ada, iya saya sama Pak Solihin. Tapi kalo buat yang lain ga ada deh kayanya. Soalnya di blok saya juga saya aja sih yang punya pendamping.88”
88
Wawancara pribadi dengan Informan Inal, pada tanggal 9 Maret 2015.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, maka berikut ini adalah kesimpulannya : 1.
Pola Rehabilitasi Sosial Melalui Pembinaan Pola pembinaan yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Klas
I Cipinang Jakarta dibagi menjadi dua (2), yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian. Pembinaan kepribadian merupakan program inti yang wajib diikuti oleh setiap narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. Pembinaan kemandirian dibagi lagi menjadi dua, yaitu pembinaan rohani (keagamaan) dan pembinaan jasmani (olahraga). Pembinaan kepribadian sendiri wajib diikuti oleh seluruh narapidana yang ada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta. Sedangkan pembinaan yang kedua adalah pembinaan kemandirian. Pembinaan kemandirian terdiri dari beberapa kegiatan, yaitu bimbingan intelektual, bimbingan berbangsa dan bernegara, bimbingan kerja dan kesenian. Berbeda dengan pembinaan kepribadian, bimbingan kemandirian tidak diwajibkan bagi narapidana, hanya narapidana yang berminat saja yang mengikuti rangkaian kegiatan ini.
98
99
2.
Metode Pembinaan Dalam pelaksanaan pembinaan, terdapat dua metode pembinaan yang
diterapkan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, yaitu pendekatan dari atas (top down approach). Jenis pembinaan yang menerapkan metode ini adalah pembinaan kepribadian (pembinaan rohani dan jasmani) dan pembinaan kemandirian (pembinaan interlektual dan pembinaan kejuruan). Pembinaan
ini
sudah
ditetapkan
dan
diadakan
oleh
Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang berdasarkan keputusan pemerintah pusat yaitu Kementerian Hukun dan Hak Asasi Manusia. Sedangkan pendekatan dari bawah (bottom up approach) diterapkan pada pembinaan minat dan bakat. Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang mengadakan pembinaan tersebut karena atas keinginan dan inisiatif narapidana dan bukan kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
3.
Pendampingan Narapidana dalam Menjalani Pembinaan Pendampingan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I
Cipinang masih dikatakan belum ideal karena tidak ada pendampingan narapidana secara menyeluruh. Namun pendampingan narapidana tetap diadakan bagi narapidana yang mengikuti pembinaan keagamaan. Pendampingan ini bertujuan untuk menjadi wali dan saksi saat narapidana mengajukan asimilasi. Pendampingan ini dilakukan oleh petugas lapas, yaitu staff bimbingan kemasyarakatan karena di Lembaga Pemasyarakatan
100
Klas I Cipinang belum ada tenaga ahli seperti pekerja sosial koreksional atau pun psikolog yang bertugas sebagai pendamping narapidana.
B.
Saran 1.
Akademis Dalam penulisan skripsi ini, penulis merasa sedikit kesulitan mencari
referensi tentang teori pekerjaan sosial koreksional. Peneliti berharap Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah memberikan pengetahuan lebih tentang pekerjaan sosial di bidang koreksional. Karena masih sedikit yang mengetahui bahwa pekerja sosial sebenarnya bisa bergerak di bidang koreksional dan memiliki peran yang cukup penting di dalamnya, meskipun itu belum berlaku di Indonesia.
2.
Praktis Sebagai lembaga koreksional yang memberikan pelayanan kepada
orang
yang
bermasalah
dengan
hukum,
diharapkan
Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang bisa memenuhi segala kebutuhan narapidana, tidak hanya berupa sarana yang bisa dinikmati oleh raga mereka, tetapi pelayanan yang juga memberikan sarana bagi kejiwaan mereka. Peneliti berharap Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang mengadakan orang yang ahli dalam menangani tingkah laku narapidana, untuk memudahkan petugas lapas dalam menentukan sejauh mana narapidana itu berubah, apakah benar-benar berubah atau tidak.
101
Dengan demikian, peneliti telah menyusun skripsi yang diharapkan bisa memberikan sumbangan pengetahuan bagi pembaca dan khususnya bagi peneliti sendiri. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, peneliti mengharapkan kritik, saran dan masukan pembaca guna menyempurnakan skripsi ini.
102
DAFTAR PUSTAKA
Adi, Isbandi Rukminto, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial (Pengantar Pada Pengertian dan Beberapa Pokok Bahasan), Jakarta: FISIP UI Press, 2005. Ahmad, Abu, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Semarang: Toha Putra, 1977. Arifin, HM., Pokok-pokok Pikiran Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1985. Badan Penasehat Perkawinan, Perselisihan dan Perceraian BP4, Membina Keluarga Bahagia dan Sejahtera (Jakarta: BP4, 1994) Gerungan, W. A., Psikologi Sosial, Bandung: Reflika Aditama, 2004. Harsono, C. I., Sistem Baru Pembinaan Narapidana, Jakarta: Djambatan, 1995. Http://bambang-rustanto.blogspot.com/2015/03/pekerja-sosial-koreksional.html. Http://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/watermark%20_Statistik_Kriminal_ 2014.pdf. Http://www.kumham-jakarta.info/pelayananpublik/layanan-pas/selayangpandang. Http://lpcipinangsatu.wordpress.com/about-us. Kartono, Dr. Kartini, Patologi Sosial, Jakarta: Rajawali Press, 2005. Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif
(Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009. Ordonasi 10 Desember 1917 Gestichtenreglement (Reglemen Penjara).
103
Panjaitan, Petrus Irwan dan Simorangkir, Pandapotan, Lembaga Pemasyarakatan: Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995. Pidato Prof. Jamhari pada Seminar Nasional: Restorative Justice dalam Sistem Pemasyarakatan Guna Mengatasi Kriminalitas dan Overkapasitas Lapas dan Rutan di Indonesia, (Jakarta: 25 Maret 2015). Poerwandi, E. Kristi, PendekatanKualitatif dalam Penelitian Psikologi ( Jakarta: Fakultas Psikologi Indonesia, 1998). Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung:Alfabeta, 2010. Salam, Prof. Dr. H. Syamsir dan Jaenal Aripin, M. Ag, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006. Suharto, Edi, Pekerjaan Sosial di Dunia Industri - Memperkuat Corporate Social Responcibility, Bandung: Alfabeta, 2009. Suprayogo, Imam dan Tobroni, Metodologi Penelitian Agama, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001. Tim Pengkajian Hukum Tentang Sistem Pembinaan Narapidana Berdasarkan Prinsip Restorative Justice, Tim Kerja Pengkajian Umum, Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI tahun 2012. Undang-undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Undang-undang No. 39 Tahun 2009 tentang Narkotika. Zastrow, Charles, Introduction to Social Welfare Institutions : Social Problems, Services and Current Issues, Chicago : The Dersey Press, 1986.
Transkrip Wawancara Narapidana
Nama
: “Sukur” (Nama Samaran)
Usia
: 38 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Asal
: Jakarta Pusat
Tindak Pidana
: Penyalahgunaan Narkotika
Wawancara ini dilaksanakan pada tanggal 5 Januari 2015 di Perpustakaan Masjid Baiturrahman Lapas Cipinang pada pukul 10.00-11.00 WIB. Pada awalnya, Sukur terlihat kaku dan canggung. Dari ekspresi wajahnya terlihat dia merasa bingung dan menerka-nerka pertanyaan apa yang akan peneliti tanyakan. Namun setelah wawancara berlangsung, Sukur terlihat tenang dan mulai sedikitsedikit tertawa. Bahasa yang dia gunakan adalah Bahasa Indonesia dengan logat Betawi. NO.
1.
PERTANYAAN
JAWABAN
Assalamu’alaikum pak. Maaf
Kum salam,, iya iya gapapa.. hehehe..
nih ganggu waktu bapak.
emang lagi kosong juga.
Sebelumnya saya mau jelasin
Ga, gapapa ko. (sambil menganggukan
dulu nih pak. Saya ini mahasiswi
kepala)
dari UIN Jakarta, saya lagi penelitian di sini tentang pembinaan keagamaan yang ada di sini. Nah, saya harus wawancarain WBSnya juga pak, bapak keberatan ga kalo saya wawancarain? 2.
Bener ya pak? Hehehe.. Ya Sukur. Su-kur. udah, langsung saya mulai aja ya pak. Hmm.. Bapak namanya siapa?
3.
Pak Sukur, udah berapa lama
Mulai ditangkepnya sih tanggal 24
pak masuk sini?
Oktober taun 2012. pas mau lebaran
dua hari saya kenanya. Di bawa ke polisi, trus ditahan disana 2 bulan. Abis dari sana dikirim ke Rutan Salemba itu 4 bulan. Baru ke sini. Ya pas tanggal 3 Mai 2013 lah. 4.
Itu kenapa tuh pak ko bisa
Ya biasa lah, itu narkoba. (Informan
masuk sini?
memelankan suaranya dan agak malu mengakuinya)
5.
Emang gimana tuh pak awalnya,
Ya, jadi gini. Ya awal-awalnya waktu
kok bisa pake itu obat?
itu kan rumah tangga, udah rumah tangga, ada problem ya kan. Ya udah dah akhirnya pecah gini kan sama istri. Emm.. Ya udah, sama istri cerai, ya saya gini kan kerjanya ada bos, katanya nih kata bos ‘lu sumpek bener’ katanya. ‘Ya kan liatin lu bete kan, bete lah..’ Nah, ya kan, coba-coba. Jenis, jenis sabu. Iya, awalnya ga mau saya bu, tapi akhirnya ‘ni ni cobain biar lu ga stress’. Ya udah saya coba kan. Dah tuh.. nagih terus..
6.
Terus kenapa tuh pak ko bisa
Ya kan tadinya saya punya temen. Lagi
sampe sini?
maen temen saya di parkiran. Trus dateng ke rumah saya, minta cariin barang. Udah saya cariin. Tau-tau temen saya datanglah bawa itu, bawa polisi. Disuruh lagi juga dia. Temen saya disuruh beli. Jadi temen saya itu disuruh lagi gitu sama temennya. Nah, temennya temen saya itu yang bawa polisi itu. Tiba-tiba begitu barangnya dikasih, polisi nangkep. (Informan
menjelaskan
dengan
tegas,
dan
matanya fokus kepada peneliti) 7.
Ngomong-ngomong, waktu
Emm.. Bagus. Emang turunan saya
bapak kecil gimana sih pak
emang turunan agama. Orang tua saya
didikan keluarga bapak tentang
sih ya, solat solat, rajin ngaji. Sering
agama gitu?
dinasehatin terus, ya waktu saya masih kecil mah ngaji ya ngaji. Saya nurut sama orang tua saya. Ya sejak rumah tangga aja itu kan, pergaulan lah situ. Ya tetep jalan ibadah tetep. Dulu ya waktu kecil suka ikut lomba-lomba MTQ,
jadi
juaranya
dah.
Udah
ngerasain dulu mah. 3.
Waktu make sabu-sabu itu ada
Yah kalo udah kaya gini mah kaga.
kepikiran berdosa ga sih pak?
Emang dari awal ya udah nolak mulu. Sekali dua kali, tiga kali diajakin emang saya nolak mulu, bos saya diem aja. Cuma pas waktu itu saya diajak masuk, ‘udah pake aja’ gitu kan kata bos saya. Ya udah saya nyicip-nyicip (coba-coba).
4.
Tapi waktu itu bapak masih
Solat, solat saya. Kalo abis make itu
inget solat ga pak?
kan mandi besar saya. Kadang ya Istighfar juga, nyesel gitu.. Cuma ya pas make gitu lagi..
5.
Di sini kegiatan bapak sehari-
Saya disini jadi pendamping bapak-
hari ngapain pak? Rutinitas
bapak sini, petugas sini. Jadi pengurus
bapak dari bangun tidur sampe
masjid. Keluar solat subuh kan keluar
tidur lagi.
blok langsung ke sini sampe Magrib saya pulang. Kadang pulang abis Isya’, sebagian pulang abis Magrib. Di musolah saya kan di blok kadang ga
ada imam, jadi saya yang imamin. Tapi positif saya di situ, di masjid. Abisin waktu gitu aja buat ibadah. 6.
Ibaratnya ada waktu buat
Iya, ya kan kita di sini mau jadi
perbaikin diri ya pak?
berubah dah ibarat kata. Ngapain, kita lama-lama
di
sini
kalo
ga
ada
perubahan. Ambil aja hikmahnya, kita sukurin aja di sini kita masih bisa tobat. 7.
Emang gimana pak alurnya
Ga, kan tadinya saya ikut bingker kan,
bapak bisa ikut pembinaan di
tuh konveksi kaos. Trus saya juga
sini? Daftarnya ke siapa gitu?
sering ke mesjid, ya kan kalo solat Subuh, Zuhur, ya suka lah ke mesijd. Suka ngaji-ngaji juga. Trus waktu itu ada apa namanya, ada tamping gitu sama staff katanya lagi butuh buat pengurus masjid nih. Liat saya kan suka ngaji, bacanya bagus, rajin, ya udah saya di tawarin dah. Tementemen juga bilang sih, ‘lu udah bagus tu ngaji lu, agama lu juga bagus. Udah jadi pengurus masjid aja’ katanya gitu. Tapi emang sebenernya mah harus sih ikut ini, bimbingan agama kan itu kan buat kalo nanti syarat PB (Pembebasan Bersyarat).
8.
Pak, kan dulu bapak sekolahnya
Iya, hampir-hampir sama sih, SDnya
di MTs ya, sama ga materinya
juga SD Islam kan saya.. Kalo di
sama yang diajarin di sini?
rumah juga kan diajarinnya beginian, ya tentang agama lah sama keluarga. Tapi kan dulu mah gitu, males kadang males.. Trus ya paling dasar-dasar aja
lah. Sekarang jadi lebih ngerti lagi aja. Udah punya dasarnya ya tinggal dalemin lagi, ngegali lagi. emang kebanyakan tentang akhlak gitu sih. 9.
Kalo menurut bapak sendiri,
Ya banyak sih ya.. Jadi lebih banyak
manfaat pembinaan di sini apa
tau aja gitu tentang agama. Emang
sih pak?
dulu kan pernah diajarin, cuma di sini lebih banyak lagi taunya, paling dulu taunya halal, haram, ini ga boleh itu ga boleh. Sekarang lebih tau aja gitu, paham lah.. Terus ya dari pada kita ngabisin waktu sia-sia di sini mending ngikutin
kegiatan
ini.
Banyaklah
manfaatnya mah.. Jadi bisa renungin kesalahan juga, kenapa gua kaya gini ya.. Begitu sih.. 10.
Bapak ngerasain ga pak ada
Ya ada sih, klo dulu kan kalo mau
perubahan apa gitu dalam diri
ngapain gitu, ya kaya gitu lah pas make
bapak dari sebelum ngikutin
obat itu paling-paling takutnya gitu
pembinaan ini sampe sekarang
doang, dosa engga dosa engga tapi ya
nih pak?
udah lah belakangan itu mah. Kalo sekarang sih ya lebih mikir gitu, lebih ya kalo mau ngapain gitu pikir-pikir lagi, trus jadi lebih rajin aja gitu solat, sering puasa juga sih.
11.
Pak, kan tadi bapak bilang ini
Ya engga sih, ga ada. Lagian kan di
kan sebenernya harus ya
sini kita udah di hukum, eh masa
narapidana ikut pembinaan
dihukum lagi? Hehehe. Engga lah
agama ini, ada ga sih pak
engga ada. Dibiarin aja, ya gimana kita
hukumannya gitu kalo ga
sadar apa engga nya. Tapi kan gitu,
ngikutin kegiatan?
kan kalo mau ngajuin PB gitu jadi agak lama ngurusinnya. Kan nanti diliat
absennya. 12.
Oh iya iya pak.. Kan bapak
Biasa, jait, jait kaos gitu bikin bikin
bilang katanya sebelum ikut
baju.. Garmen garmen gitu..
pembinaan keagamaan di sini bapak ikut bingker ya? Itu ngapain aja pak? 13.
14.
Itu wajib ga sih pak? Kaya
Engga lah, engga itu kalo yang mau
bimbingan agama gini.
aja.
Dibayar ga pak?
Ya enak banget kalo dibayar mah. Ya kadang
dibayar
sih,
paling
kalo
misalnya seumpama kaos nih kan kita bikin, terus dijualin keluar, ya kalo laku paling dapet 5.000 perak. Tapi kan jarang banget, ga sering. 15.
16.
17.
Selain konveksi, ada lagi ga pak
Iya ada banyak, sablon juga ada,
kegiatan kerja-kerja gitu?
bengkel.. Ya macem-macem lah..
Itu nantinya disalurin ga sih pak
Engga, engga lah.. Kayanya sih engga
kalo udah keluar gitu?
deh..
Kalo pendidikannya di sini ada
Pendidikan,, ehmm.. Ga tau deh tapi
juga ga sih pa?
kayanya ada sih di dalem.. Iya itu yang kaya sekolah gitu? Iya ada itu, SD, SMP, SMA.. Yang dari Universitas juga ada kayanya sih..
18.
16.
17.
Itu dapet ijazah ga pak kalo ikut
Wah,, kurang tau juga deh saya..
itu?
Hahaha..
Itu buat yang mau aja ya pak
Iya itu buat yang mau aja, kalo
kalo yang pendidikan itu?
misalnya mau ya kita daftar ke sana.
Pak, kalo band itu program dari
Itu, band.. Band itu juga dari sini..
sini juga ya?
Cuma ya emang buat yang mau aja sih. Kaya kaligrafi juga ada, trus bikin patung-patung gitu ada..
18.
Pak, di sini ada walinya juga ga
Ada sih, kaya saya sama Pak Mursalin
sih pak buat wbp nya?
gitu? Iya ada.. Tapi ya ga tau sih kalo yang laen.. Paling setau saya sih paling yang ikut ini aja bimbingan agama..
19.
Di sini suka ada konseling gitu
Ohh kalo konseling mah biasanya sih
ga pak?
tergantung
Ustadznya..
Ya
paling
ngobrol-ngobrol gitu, kalo saya mah jarang sih.. Tapi kalo yang laen kayanya sih banyak kali..
Transkrip Wawancara Narapidana
Nama
: “Damar” (Nama Samaran)
Usia
: 50 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Asal
: Jakarta Timur
Tindak Pidana
: Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Wawancara ini dilaksanaka di perpustakaan Masjid Baiturrahman Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang pada tanggal 19 Januari 2014 pada pukul 10.30 – 11.30 WIB.
NO. 1.
PERTANYAAN
JAWABAN
Assalamu’alaikum Pak. Pak, saya
Wa’alaikum salam. Oh iya mbak,
Ilma mahasiswi jurusan
boleh
Kesejahteraan Sosial UIN Jakarta.
keberatan ko.
boleh
mbak,
saya
ga
Saya lagi penelitian di sini pak, bapak bersedia ga kalo saya wawancarain? 2.
Ya udah, kita langsung mulai aja ya
Nama saya Da**** Mar******
pak. Hmm. Bapak namanya siapa ya pak? 3.
Ngomong-ngomong, kenapa tuh pak
Saya itu, bisa dibilang saya ini
bisa masuk sini pak?
kualat ya mbak ya. Dulu waktu belum masuk sini saya pernah lewat sini sama supir saya. supir saya bilang, ‘ini loh pak tempatnya orang-orang jahat’. Saya bilang gini.
Emang
kaya
apa
sih
dalemnya? Ga takut saya kok. Ya sekarang saya di sini, jadi tau di sini tuh kaya apa. 4.
Tapi karna apa emang pak bisa
Emang, dulu itu salah saya. saya
masuk sininya?
akuin saya salah. Istri saya itu baik
banget mba, sabar, dia bisa terima saya. Jadi saya itu nikah sama istri saya sama-sama duda sama janda, istri saya itu keluarganya kaya, jadi ga terima ga suka kalo nikah sama
saya
karyawan
karna biasa,
saya
cuma
sedangkan
almarhum suaminya kan punya jabatan
di
pemerintahan.
Kakaknya dia itu yang paling nentang saya, waktu itu saya berantem sama kakanya itu, sama anaknya istri saya yang pertama juga, itu kaya udah dipengaruhin sama kakaknyanya istri saya. saya kesel terus, yaa.. saya bener-bener nyesel mba.. (informan menangis) terus ya saya dilaporin sama kakaknya itu, padahal istri saya udah maafin saya. Mbak, saya ini masuk lapas udah abis jutaan loh mbak. Bayangin aja, dari awal saya ditangkep polisi itu kan ditahan di sana, sama tahanan sana tuh saya dimintain uang mbak, ya kalo saya engga ngasih ya saya digebukin mbak. Iya sama tahanan sana juga. Belum lagi di rutan, sama kaya gitu juga. Pas masuk sini mbak, baru saya masuk blok tuh mbak ya saya udah dimintain uang. ‘mana sini mana,
bayar
berapa?’
gitu
mbak.
Istilahnya kalo di sini itu uang gaul mbak. Apalagi kalo tau kita ni orang ada, abis udah mbak. 5.
Maksudnya bapak melakukan
Iya, iya saya ga sengaja mbak. Jadi
kekerasan gitu pak?
waktu saya lagi berantem sama kakaknya itu, saya ga sengaja juga, karna dia mau pisahin saya sama kakaknya. Saya udah minta maaf sama istri saya itu, tapi tetep kakaknya itu pake jalur hukum, karena kan suaminya juga hakim, keluarganya ga suka sama saya. setelah ada
kejadian ini
jadi
dimanfaatkan banget. Saya nyesel banget mbak. 6.
Dulu bapak kerja apa pak? Trus
Baik ya mba ya.. saya dulu kerja di
kehidupan bapak tuh gimana?
perusahaan susu, jabatan saya juga tinggi di situ. Saya ga pernah macem-macem.
Kalo
di
sini
kebanyakan orang pake narkoba, saya ga pernah kenal mba, sama narkoba itu saya ga pernah kenal. Orang membunuh, mencuri itu ada, banyak juga. Tapi saya ga kaya gitu. Saya baik. 7.
Bagaimana pemahaman anda tentang
Biasa aja sih mba, dulu emang
agama sebelum mengikuti pembinaan
orang tua saya kan mualaf, jadi
kegamaan di lembaga
saya tau agama juga gitu-gitu aja,
pemasyarakatan?
Cuma shalat, puasa, ya itu aja, shalat juga kadang ketinggal. Tapi emang saya banyak tau itu dari
istri saya. 8.
Mengapa anda ingin mengikuti
Mba, orang masuk lapas ini ya
pembinaan keagamaan?
banyak. Yang mau tambah ancur ya ancur sekalian, mau toubat ya toubat sekalian. Banyak anak-anak sini yang malah jadi ga bener, tapi ya saya ambil hikmahnya aja. Saya ga mau jadi orang ga bener, awalnya saya ga tau apa-apa soal narkoba kan bisa jadi pengedar kalo saya ikutin orang-orang sini, banyak mba yang kaya gitu.
9.
Bagaimana caranya agar bisa
Ikutin aja, kan saya juga ikut
mengikuti pembinaan keagamaan di
pramuka toh, saya daftar aja di sini
sini?
sama tampingnya nih sama mas “Inal”. Terus ya saya ikutin terus pembinaan. kalo pramuka itu kan latihan terus ya apalagi kalo mau ada acara, tapi kalo lagi ga ada acara apa-apa kan kosong, jadi ya saya ikut ke masjid, tapi ya sering sih. Belajar di sini, enak sih mba, jadi tenang aja..
10.
Oh bapak ikut pramuka juga. Emang
Ya engga sih. Kan kalo pembinaan
ga bentrok pak jadwalnya?
agama ini kan setiap hari saya ikut. Tapi kalo pramuka itu kan Cuma latihan-latihan gitu. Ya kalo mau ada acara apa gitu aja saya izin, ga ikut pembinaan agama. Tapi kan ada absennya mbak, saya ga ikut pembinaan nih karna saya latihan pramuka. Jadi ga nganggur.
11.
Sebelum ikut pembinaan agama di
Kalo pembinaan kaya gini sih,
sini sebelumnya bapak pernah ikut
pelajaran-pelajarannya ga pernah.
bimbingan agama ga?
Saya juga malu mba, orang udah tua kaya saya gini kok baru bisa belajar Qur’an. Saya baru bisa membaca itu ya di sini. Paling dulu tau yang umum-umum aja, ga banyak.
12.
Apa manfaat pembinaan keagamaan
Banyak banget mba, saya bener-
yang dapat anda rasakan?
bener ambil hikmahnya aja di sini. Saya mau jadi orang bener, benerbener saya mau bertaubat selama ini saya masih bener-bener kurang tau soal agama. Buat apa sih kita abisin waktu bertahun-tahun di sini kalo ga ada hasilnya, ga ada yang jadi positif. Saya ambil hikmahnya aja. Kalo ga ikutin apa-apa disini malah bikin pusing mba, stress saya kepikiran terus, malah jadi ga bener. Yang ada Cuma nyesel, nyesel, sedih mba..
13.
Selain ikut pembinaan agama sama
Engga ada sih, ya paling ini aja
pramuka bapak ikut kegiatan apa lagi
sama
di sini pak?
kegiatan lain kalo kita mau ikutan.
pramuka.
Tapi
ada
ko
Saya seneng kalo ikut pramuka, emang dari dulu itu saya seneng baris berbaris, PBB, semapur gitu, suka saya.. kalo ada acara juga suka
jadi
panitia
kalo
ikut
pramuka.. waktu lebaran aja saya jadi panitia, jagain gerbang itu
deket portir, kan bisa liat mobil lewat, keliatan jalan raya sedikit aja itu udah seneng banget mbak. 14.
Tapi di sini ada kan ya buat kalo yang
Iya ada mbak, ada di dalem. Itu
mau kerja gitu?
banyak, kaya menjahit, bengkelbengkel gitu juga ada. Tapi saya ga ikutan kan saya udah ikut bimbingan ini toh, terus pramuka juga saya ikut. Kalo ikut itu lagi nanti kebanyakan, capek saya, bingung bagi waktunya.
15.
Tapi itu digaji ga sih pak?
Oh ya ga tau saya mbak, engga kali ya. Kalo digaji juga ya banyak yang ikut.
Transkrip Wawancara Narapidana
Nama
: “Inal” (Nama Samaran)
Usia
: 30 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Asal
: Jakarta Utara
Tindak Pidana
: Penyalahgunaan Narkotika
Wawancara ini dilaksanakan pada tanggal 9 Maret 2015 di perpustakaan masjid yang berada di dalam komplek Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta. Waktu pelaksanaan wawancara ini pada pukul 13.00-14.00 WIB. Informan yang diwawancarai adalah narapidana yang dipilih langsung oleh staff lapas untuk diwawancarai. Informan ini merupakan salah satu pengurus masjid atau bisa juga dikatakan tamping. Peneliti memang sering bertemu dengan informan setiap kali berkunjung ke lapas, karena informan memang sangat aktif di masjid dan setiap hari menghabiskan waktu di dalam perpustakaan masjid yang juga dijadikan sebagai kantor kepengurusan masjid. Pada kunjungan hari ini, peneliti berniat untuk mewawancarai seorang narapidana. Dan Pak Suwarno menunjuk informan ini untuk diwawancarai. NO. 1.
PERTANYAAN
JAWABAN
Assalamu’alaikum mas Inal.
Wa’alaikum salam. Hehehe. Iya, boleh
Saya wawancara ya mas.
boleh. Emang mau nanya apaan nih?
Hehehe. Sering ketemu ga pernah ngobrol nih. 2.
Ya biasalah. Kan mas Inal tau
I**********
kaya yang lainnya tuh yang udah diwawancara. Ya udah, langsung mulai aja ya mas. Mas nama lengkapnya siapa? 3. 4.
Ngomong-ngomong, kenapa nih
Iya, gara-garanya waktu itu ketangkep.
ko bisa masuk sini?
Sabu-sabu. Hehe. Narkoba gitu.
Oh.. Di sini banyak ya yang
Iya, di sini banyaknya kasus narkotika.
kasusnya narkotika?
Tapi yang lain-lain juga banyak, kaya penipuan, pembunuhan gitu juga ada. Tapi kalo yang kaya gitu biasanya jarang ikut kegiatan kaya gini. Di blok saya aja yang aktif pembinaan ya cuma saya,
sama
ada temen tuh satu.
(menunjuk ke luar perpustakaan) 5.
Kok gitu ya? Tapi emang pada
Udah, ya ga tau deh emang pada males
ga diajak?
sih. Hehehe. Malah pada tidur-tidur di blok, ya ga ada kerjaan aja jadinya.
6.
Emang ga dimarahin ya?
Ga sih, ga dimarahin. Didiemin aja. Ya
Bukannya diharusin ikut
paling cuma ditegor aja sih, ‘ayo
bimbingan?
bimbingan bimbingan’ gitu. Tapi kan ga semuanya mau ikut, yang nyadar diri aja.
7.
Oh iya, kalo mas Inal sendiri
Iya, waktu itu kan punya temen. Abis
kenapa tuh, kok bisa make sih?
punya temen, awalnya itu biasa aja lah,
Sabu-sabu..
main yang wajar aja. Dulu tuh kan kerja di bengkel, bengkel motor gitu. Nah pas waktu itu, ga tau kenapa ko tiba-tiba pikiran mumet banget, ga jelas, pusing deh. Itu dari pagi, ngerjain 1 motor ga selesai-selesai. Nah bis itu kan temen gitu bilangin, ‘kenapa lu, lesu amat? Udah sana masuk dulu, minum dulu’ gitu katanya. Pas masuk kan, waduh,, lagi pada make gitu. Ditawarin lah. Awalnya ga mau dong. Tapi ya dari pada puyeng nih pala. Akhirnya make. Nah abis itu, itu tuh, ngerjain 3 motor, selesai 1 jam doang. Iya, abis itu jadi ketagihan. Wah pokoknya kalo belom
make nih, kayanya ga enak gitu. Ga semangat
banget
kerjanya.
Males
bawaannya. 8.
9.
Itu sejak kapan tuh? Pas lagi
Itu SMA kelas 2 deh kalo ga salah. Iya
sekolah apa pas kapan?
iya, SMA kelas 2.
Loh, kok bisa? Emang orang tua
Ga, jadi kan awalnya gini. Dulu tuh
ga tau?
sebenernya ga nakal gitu kan. Orang tua masih utuh. Trus pas udah kelas SMP kelas 3, sekitar 1 SMA deh, udah mulai keliatan sering berantem gitu kan orang tua. Jadi mulai ga betah di rumah, sering pergi-pergian. Nah puncaknya itu kan pas kelas 2 SMA itu. Orang tua kan sering ya berantem, ga taulah ngeributin apa. Dulu tuh saya punya temen deket, udah kaya sodara lah deket banget. Bilang ke dia, ‘gue nginep ya di rumh lu”. Boleh kan sama dia. Lama-lama jadi sering. Itu dia yang punya bengkel itu. Iya akhirnya tinggal di rumah dia, paling pulang cuma ngambil baju, mandi, ya gitu aja sih. Minta uang jajan juga lama-lama udah ga kan, udah ga pernah. Kan kerja di bengkel, udah punya uang sendiri, jadi males mintaminta lagi.
10.
Terus emang bapaknya Mas Inal
Ga, ga pernah. Papah tuh orangnya
ga nanyain gitu kenapa ga
cuek banget. Mau minum-minum di
pulang-pulang?
rumah juga ga bakal di marahin. Waktu itu pernah kan lagi mabok gitu di rumah, eh ketauan sama papah, ‘dasar
kamu nih’ udah gitu doang katanya. 11.
Kalo boleh tau, gimana sih dulu
Sebenernya sih diajarinnya bener sama
waktu mas Inal belum masuk
papah, sama mamah. Kan sekolahnya
sini. Didikan orang tua mas Inal
juga sekolah Islami ya. Sejak orang tua
sendiri gimana?
cerai aja gitu, jadi bandel deh. Jarang pulang juga. Main sama temen-temen kan,
balapan
motor,
trek-trekan.
Apalagi kan papah juga cuek aja, liat saya begini ya terserah saya. Mulai SMA lah saya begitu, kan emang orang tua cerai juga pas saya SMA. Kalo dulu deketnya sama mamah, trus orang tua cerai gitu jadi ilang perhatiannya. 12.
Mas Inal sendiri ikutan
Emang ga dipaksa sih buat ikut ini
bimbingan agama ini karna
(pembinaan keagamaan), tapi ya saya
disuruh atau gimana?
kan di sini mau berubah. Buat apa masuk sini ga ngapa-ngapain, ga dapet apa-apa juga. Mending ikut ini kan? Banyak temen saya yang males, lebih milih tidur-tiduran di blok. Cuma ya ga bisa dipaksa, paling saya bilangin aja pelan-pelan.. Banyak juga loh yang malah jadi lebih pinter
(menjadi
lebih
ahli
dalam
melakukan kejahatan). Kalo misalnya masuk sini cuma karna make sabu apa narkoba apa gitu, nanti keluar dari sini bisa-bisa jadi bandar, apa malah jadi pabrik. Hahaha. 13.
Masa sih? Tapi emang beneran?
Beneran. Serius. Malah ada yang jual juga kan di sini, saya mah udah tau, udah banyak yang kaya gitu. Saya juga
ditawarin tuh sama orang-orang itu, tapi saya ga, ga mau. Padahal untungnya lebih gede loh. Hahaha. (Informan Inal mengecilkan
suaranya
dan
hampir
berbisik). 14.
Oh iya, mas Inal kan tamping ya
Sebelum saya jadi tamping di sini tuh
di sini? Itu gimana sih biar bisa
emang saya rajin ke masjid, saya suka
jadi tamping?
aja kalo di masjid itu tenang kayanya. Terus emang basic-nya saya kan dulu bisa ngaji, ya walau ga pinter-pinter amat sih. Terus mungkin staff di sini liat saya rajin, awalnya saya cuma bersih-bersih masjid aja. Pas kebetulan lagi butuh tamping terus staff liat saya bagus,
jadi
saya
Alhamdulillah
ditawarin.
sekarang
saya
Ya jadi
pengurus di sini. 15.
Mas Inal sebelumnya pernah ga
Ya pernah, kan dulu sekolahnya Islam.
ikut bimbingan apa pelajaran-
Dulu juga saya jadi pengurus masjid sih
pelajaran yang di ajarin di sini
di komplek rumah. Hehehe. Makanya
sebelum masuk sini gitu?
pas tetangga tau saya ditangkep pada kaget, sedih juga sampe ada yang nangis. ‘ya ampun ko bisa sih?’ Begitu. Hehehe.
16.
Tapi materinya sama ga sama
Sama sih, tapi ya kalo dulu kan Cuma
yang diajarin di sini?
gitu aja ya, dasar-dasarnya aja. Kalo di sini tuh lebih, gimana ya, lebih kayanya ngena aja, pas banget sama apa yang dialamin, yang diperbuat. Lebih tentang kehidupan sih, maksudnya kaya gimana sih kita harus berprilaku, kalo kaya gini nanti bakal gimana. Gitu sih. Pokoknya
lebih dalem lagi lah. 17.
Terus kalo menurut mas Inal
Manfaat ada lah. Mungkin kan ada
sendiri nih, manfaat apa sih yang
yang ga terima kenapa masuk sini sih,
bisa diambil dari pembinaan ini
apa lah, malah marah-marah. Kalo saya
nih?
sih ambil hikmahnya aja, saya masuk sini kan karna salah juga, kalo ga salah ga mungkin masuk sini. Apalagi ikut pembinaan gini, jadi lebih paham lagi soal agama, bisa buat bekal pas keluar nanti. Wah pokoknya mah banyak manfaatnya. Saya masuk sini, benerbener mau berubah. Alhamdulillah juga kan jadi tamping, jadi pengurus di sini jadi bisa make fasilitas kantor itu kaya komputer, duduk di ruang AC. Hehehe.
18.
Mas inal ngerasain ga ada
Ya ada, sekarang sih jadi lebih luas aja
perubahan apa sama diri mas
pemikirannya. Kalo dulu kan mikirnya
Inal sendiri?
buat seneng-seneng aja, mau ngapain aja yang penting ga pusing lah pikiran. Bisa happy-happy. Kalo sekarang jadi mikirnya lebih panjang, ‘nanti kalo gue begini, gimana ya ke depannya?’ Trus juga jadi lebih rajin sih ibadahnya, solat, puasa, ya begitu deh.
19.
Oh iya, di sini emang juga ada
Bingker, bimbingan kerja ya? Iya ada di
bingker ya? Bingker tu apa mas?
sini, tapi ga wajib sih. Ya paling kalo
Ada apa aja di sini?
mau aja. Ada banyak sih ya kaya bengkel, bengkel juga ada di sini. Tapi saya ga ikutan. Hehehe. Trus ngejait, ternak juga ada deh kayanya. Itu di dalem sih. Kalo mau ikutan harus daftar dulu. Apa ya, banyak sih.
20.
Kalo ikut bingker itu digaji juga
Ya engga sih, ga digaji. Tapi ya
ga?
lumayan buat ngisi-ngisi waktu kan, dari pada bosen, ya ga? Mungkin kalo ada juga kan ga seberapa ya, kalo digaji mah saya juga mau ikutan, kan enak dapet uang. Hehehe. Tapi ga lah, nanti malah pada betah di penjara. Hahaha.
21.
Terus kalo misalnya udah keluar
Hmm. Engga lah ya. Tetep nyari sendiri
nih, disalurin ga ke perusahaan?
kali. Ga sih setau saya ga ada disalurin-
Jadi langsung dapet kerja gitu.
salurin gitu. Kalo udah bebas mah udah sih kayanya udah ga berhubungan lagi sama lapas.
22.
Oh iya, katanya di sini ada
Iya ada, ada sebenernya. Cuma saya ga
kuliah juga ya buat narapidana?
mau ikut aja. Hehehe. Dari SD, SMP SMA ada sih kaya paket gitu A, B, C. Iya kejar paket. Kalo yang S1-nya itu dari Universitas Bung Karno, tapi Ilmu Hukum aja sih kayanya. Iya itu yan gngajar
dari
sana,
dosen-dosen
Universitas Bung Karno gitu. 23.
Itu kalo ikut paket, terus kuliah,
Dapet, kayanya dapat ya. Kan sama aja
nanti dapet ijazah ga?
kaya penyetaraan gitu. Kalo ga dapet ijazah berarti sama aja dong? Dapet sih ya.
24.
Tapi itu buat yang mau aja ya
Iya itu buat yang mau aja sih.
bingker sama pendidikan?
25.
Di sini ada kegiatan lahin ga
Ada sih, kan ada marawis itu juga.band
selain pembinaan agama sama
juga ada di sana studionya. Terus
bingker gitu?
kaligrafi, ngelukis, ada juga di sini. Tapi ya buat yang pengen aja sih.
26.
Kalo di sini itu ada
Hmm. Ada sih. Kan kalo kita mau
pendampingnya ga sih? Wali
ngajuin PB (pembebasan bersyarat)
gitu buat wbpnya?
gitu, kan harus ada walinya. Nanti dibilangin, nih anak udah berubah, ikut pembinaan. Kalo buat yang lain sih ga tau deh, yang ikut ini aja siih, pembinaan agama ini. Soalya kan ini wajib ya. Biar jelas gitu.
27.
Apakah di sini diadakan
Ada sih, tapi ya ga sering. Engga
konseling bagi narapidana?
ditentuin juga waktunya. Cuma kalo mau cerita aja, nemuin petugas sini. Sama ustadz, ya paling gitu. Ga ditentuin kapan harus ini, itu.
Hasil Observasi Penelitian Jum’at, 5 Desember 2014 Pada hari ini saya pergi ke tempat yang akan saya jadi lokasi penelitian, yaitu Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. Jarak dari rumah ke lokasi ini memang cukup jauh. Pertama kalinya saya berangkat pada pukul 10.00 WIB dengan mengendarai angkutan umum S08 jurusan Lebak Bulus-Bintaro, dan membayar ongkos sebesar Rp. 4.000. Lalu saya berhenti di Stasiun Pondok Ranji dan membeli tiket ketera Commuter Line dengan harga Rp. 2.500 untuk tujuan Jati Negara. Setelah hampir 15 menit saya menunggu, akhirnya kereta datang dan saya menaikinya. Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit, saya sampai di Stasiun Tanah Abang. Untuk mencapai tujuan ke Jati Negara saya harus transit di Stasiun Tanah Abang, lalu naik kereta yang langsung menuju Jati Negara. Kereta dengan tujuan Jati Negara memang agak lama. Hampir sekitar 15 menit sampai 20 menit saya menunggu, baru akhirnya kereta tiba di Stasiun Tanah Abang. Untukngnya pada saat itu kereta tidak terlalu padat, dan saya bisa duduk di dalam kereta. Perjalanan dari Stasiun Tanah Abang sampai dengan Stasiun Jati Negara menghabiskan waktu sekitar 45 menit sampai 50 menit. Karena banyak stasiunstasiun yang dilewati dan kereta harus berhenti di setiap stasiun tersebut. Sesampainya saya di Stasiun Jati Negara, saya memutuskan untuk berjalan kaki menuju Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang, karena saya rasa lokasinya tidak terlalu jauh dengan Stasiun Jati Negara. Padahal banyak angkutan umum yang berlalu lalang, namun saya tidak tahu angkutan mana yang melewati tempat tujuan utama saya, dan saya rasa mampu untuk berjalan kaki saja. Setelah kurang lebih 2 kilo saya berjalan kaki, akhirnya saya sampai di tujuan utama saya, yaitu Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. Dengan perasaan yang senang namun lelah, akhirnya saya memutuskan untuk istirahat sejenak. Saya makan mie ayam yang berjualan di halte depan lapas. Saya melihat jam, dan saat itu sudah pukul 12.00 WIB yang artinya saya harus menunggu sekitar 1 jam lagi untuk bisa memberikan Surat Ijin Penelitian karena saat itu waktunya untuk istirahat.
Pada saat menunggu waktu istirahat, saya melihat-lihat sekeliling lapas dari luar. Ternyata lapasnya memang sangat besar dan terlihat kokoh. Temboknya berwarna abu-abu. Ada gerbang pertama yang juga berwarna abu-abu. Gerbang tersebut selalu terbuka lebar dan di dekat gerbang tersebut ada pos penjagaan. Saya melihat lagi ke dalam dan berdiri di pos tersebut. Setelah memasuki gerbang tersebut, terdapat banyak motor yang terparkir rapi. Saya bisa menyimpulkan bahwa itu adalah tempat parkit motor. Di sisi lainnya juga terdapat tempat parkir mobil. Mungkin bisa dikatakan bahwa itu merupakan halaman parkir Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. Di halaman parkir tersebut, terdapat gerbang ke dua, warnanya abu-abu juga. Berbeda dengan gerbang yang sebelumnya, gerbang ini terlihat tertutup, hanya pintu kecil yang dibuka. Entah apa yang ada di dalamnya, tapi saya rasa itu gerbang menuju para narapidana ditahan. Banyak orang yang berlalu lalang memasuki gerbang tersebut. Dari anak kecil bahkan orang yang sudah tua banyak yang masuk ke gerbang tersebut. Dari yang berdandan paling rapi sampai yang seperti berandalan juga ada. Di antara mereka juga banyak yang membawa bungkusan plastik, di antara plastik-plastik tersebut saya melihat banyaknya makanan yang mereka bawa dan barang lainnya. Saya rasa mereka adalah pada sanak saudara, keluarga atau kerabat yang sekedar ingin berkunjung menemui narapidana yang ada ditahan di dalan sana. Namun saya belum berani untuk masuk ke dalan sana, rasanya takut dan canggung. Setelah lama melihat-lihat, saya menyadari bahwa 1 jam sudah berlalu. Saya menuju gedung utama yang sejajar dengan gerbang ke dua. Saya memasuki gedung tersebut namun tidak ada siapa-siapa di dalamnya dan terlihat sepi. Saya hanya berdiri sambil melihat sekitar, berharap ada seseorang yang bisa saya tanya untuk mengetahui di mana letak kantor kepala lapas. Akhirnya saya menemui petugas lapas dan menanyakan ruang kepala lapas.
gedung utama terlihat dari dalam parkiran
gedung utama terlihat dari luar gerbang
Setelah mendapat petunjuk, saya langsung memasuki ruangan yang ditunjukan. Ruangan tersebut temapt berada di sebelah kanan tangga lantai 2. Di depan ruangan tertulis Kepala Lapas. Dengan perasaan sedikit ragu dan takut, saya memberanikan diri untuk masuk ke dalam. Di dalam saya langsung bertemu dengan ibu sekertaris kepala lapas, namun saya lupa untuk menanyakan namanya. Ibu tersebut berambut pendek, dan memakai kacamata. Beliau juga memakai seragam seperti petugas lapas yang lainnya. Setelah dipersilahkan duduk, saya menjelaskan tujuan saya datang ke Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. Ibu Sekertaris menanggapi positif hal ini. Dia menanyakan berapa lama waktu penelitiannya. Setelah bicara singkat, beliau menerima surat perijinan tersebut dan menyuruh saya untuk datang pada hari Senin.
Setelah menemui beliau, akhirnya urusan saya selesai juga. Saya sangat senang dan gugup mengingat bahwa hari Senin saya akan kembali ke sini. Akhirnya saya memutuskan untuk langsung pulang ke rumah.
Senin, 8 Desember 2014 Pada hari ini saya kembali ke lokasi penelitian. Sesampainya di sana saya langsung menuju ruang sekertaris kepala lapas untuk menemui beliau terkait dengan penelitian yang akan saya laksanakan di sana. Saat menemui beliau saya langsung menanyakan kelanjutan dari perijinan penelitian yang akan saya laksanakan. Beliau menyambut baik dan langsung memberikan ijin pada hari ini juga untuk melakukan penelitian. Lalu beliau memberi tahu saya untuk menemui kepala bagian tata usaha di lantai 1. Segera saya menemuni bapak kepala bagian tata usaha, lalu saya memberikan surat perijinan penelitian yang sudah didisposisi tersebut. Namun sepertinya beliau tidak terlalu menyukai kedatangan saya, mungkin merasa terganggu karena saat saya tiba di ruangannya, beliau terlihat sedang asik main game di laptopnya. Dengan nada yang agak bermalas-malasan beliau melihat dan membacabaca surat perijinan saya. Beliau menanyakan saya dari mana, nama, tempat tinggal, dan beliau juga bertanya mengapa ingin melakukan penelitian di sini, karena sudah banyak sekali mahasiswa yang memilih lokasi tersebut sebagai tempat penilitian, dengan tema yang sama yang saat ini saya ambil, yaitu pembinaan keagamaan. Akhirnya beliau mengijinkan saya untuk melaksanakan penelitian, beliau juga memberitahu tata cara dan peraturan-peraturan selama melaksanakan penelitian di sini. Beliau memanggil salah satu stafnya untuk mengantarkan saya menemui Ka. Bid Bimbingan Kemasyarakatan yang bernama Bapak Syarpani. Tidak lama setelah stafnya datang, saya pun diantar ke sana. Lalu saya diantar untuk menemui Bapak Syarpani. Saya keluar dari gedung utama melalui pintu belakang, setibanya di luar saya melihat banyak bangku yang diduduki oleh banyak orang. Mereka membawa banyak bungkusan plastik, atau tas yang isinya seperti makanan, buah-buahan atau seperti kain yang saya kira
adalah pakaian. Di antara plastik-plastik tersebut ada plastik berwarna putih yang berisi sabun cuci, deterjen, sabun mandi dan pewangi pakaian. Setelah melewati bangku-bangku tersebut, saya memasuki pintu kecil berwarna abu-abu dan bertuliskan PORTIR. Pintu tersebut sangat tertutup dan hanya meniliki pentilasi kecil. Petugas yang mengantarkan saya lalu mengetuk pintu, lalu petugas yang berjaga di dalam melihat melalui pentilasi yang terdapat pada pintu tersebut. Setelah itu kami dipersilahkan masuk. Lalu saya melapor kepada petugas yang berjaga di pintu portir terebut. Saya melaporkan tujuan saya dan meninggalkan KTP (Kartu Tanda Penduduk) untuk bisa masuk ke dalam.
Pintu portir
Di dalam ruangan itu, banyak petugas yang sedang duduk sambil berjaga. Kemudian saya melanjutkan perjalanan. Setelah melewati pintu portir, saya melewati pintu yang kedua, di sana ada petugas yang berjaga. Setelah melewati pintu kedua, saya melewati pintu ketiga dan memasuki taman kecil, setelah melewati pintu ketiga terdapat pintu keempat dan di sana terdapat banyak bangku serta meja, di sana juga terdapat kantin. Saya mengira tempat ini adalah ruang kunjungan. Setelah melewati ruangan itu saya memasuki pintu kelima, sebuah taman kecil yang juga terdapat kantin dan bangku-bangku, sepertinya tempat itu juga merupakan ruang kunjungan. Setelah itu saya melewati pintu keenam, di sana terdapat petugas yang berjaga. Saat memasuki pintu keenam, terdapat
ruangan di sebelah kiri. Lalu saya dibimbing untuk memasuki ruangan yang ada di sebelah kiri, setelah itu menaiki tangga yang ada di ruangan tersebut. Setibanya di atas, saya melihat banyak orang yang sedang duduk di bangku, sepertinya mereka sedang menunggu untuk mengurus sesuatu. Kondisi di lantai dua terlihat seperti bangunan tua, cat putih yang mulai pudar dengan pintu dan jendela berwarna abu-abu. Di lantai dua tersebut terdapat beberapa ruangan lainnya. Lalu saya memasuki ruangan yang bertuliskan Ka. Si. Bimpas, ruangan tersebut adalah ruangan Bapak Syarpani. Observasi ruangan Bapak Syarpani
Luas ruangan Kebersihan Jumlah bangku
+ 3 x 4 m2 Sangat bersih 3 buah (1 bangku milik Ka. Si. Bimpas, 2 bangku untuk tamu yang terletak di sisi meja Ka. Si. Bimpas
Jumlah meja
2 buah (1 meja milik Ka. Si. Bimpas, 1 meja berukuran sedikit lebih kecil berbentuk bulat terletak di antara 2 bangku tamu.
Jumlah lemari
1 buah.
Gambaran ruangan
Sesampainya di ruang Bapak Syarpani, beliau mengetuk pintu dan menemui Pak Syarpani. Setelah beliau meminta izin kepada Pak Syarpani, saya pun dipersilahkan masuk ke dalam. Saya langsung mengutarakan tujuan saya datang ke lapas, lalu beliau menanyakan tema penelitian saya. Setelah saya menjelaskan, beliau memerintahkan seorang staf yang berada di luar ruangan untuk memanggil salah satu stafnya yang bernama Pak Suwarno. Setelah menunggu sekitar 5 menit, Pak Suwarno pun datang dan memasuki rungan. Kemudian Pak Syarpani menjelaskan dan menugaskan Pak Suwarno untuk mendampingi saya selama melaksanakan
penelitian
di
Lapas
Cipinang
Jakarta.
Bapak
Syarpani
memerintahkan Bapak Suwarno untuk menyediakan Perpustakaan Masjid Lapas sebagai lokasi saya selama menjalani penelitian di Lapas Cipinang. Setelah itu saya dan Bapak Suwarno menuju perpustakaan. Dari ruangan Pak Syarpani saya terus memerhatikan jalan menuju perpustakaan. Saat menuruni tangga, kami berbelok ke kiri. Di sana saya menemukan pintu ketujuh. Pintu tersebut tidak terlalu banyak penjaga, hanya sekitar 3-4 orang yang berdiri di dekat pintu dan menanyakan tujuan kami. Setelah melewati pintu ketujuh saya menemui pintu kedelapan. Di pintu tersebut dijaga oleh sekitar 2-3 orang, namun ada 2 orang lain yang tidak memakai seragam petugas lapas pada umumnya dan tampaknya masih sangat muda. Mereka mengenakan seragam berwarna hitam. Setelah melewati pintu tersebut lalu terdapat gerbang kecil ukuran satu pintu. Dari sana sudah terlihat kondisi di dalam lapas. Lalu saya memasuki gerbang tersebut, artinya saya sudah masuk ke dalam komplek lapas yang berisi narapidana. Ketika memasuki gerbang tersebut, tepat di seberang gerbang terdapat lapangan yang letaknya agak menanjak dan dikelilingi pagar. Di sekelilingnya terdapat banyak narapidana yang sedang duduk-duduk sambik bercengkrama. Di antara mereka banyak yang tidak memakai baju, hanya memakai celana panjang atau pendek saja. Sebagian besar dari mereka memiliki tatto di badannya, ada yang di punggung, lengan, kaki, bahkan ada yang hampir di seluruh baguan tubuh. Ketika saya melewati mereka, tidak sedikit dari mereka yang melihat ke arah saya. saya memaklumi hal tersebut karena Lapas Cipinang adalah lapas untuk lakilaki dewasa dan tidak seorang pun wanita yang ada di sana (narapidana) maka
jarang sekali mereka bertemu dengan lawan jenis. Di sisi jalan terdapat 2 kandang ayam yang masing-masing di dalamnya terdapat 1 ekor ayam jantan. Sesampainya di pelataran masjid, saya melihat banyak narapidana yang sedang tidur di teras masjid. Mereka tidur berjajar dengan rapi, namun ada beberapa yang tidak beraturan. Kemudian saya melepaskan alas kaki dan memasuki pagar masjid. Kemudian saya dipersilakan masuk ke perpustakaan yang ada di masjid tersebut. Kondisi Perpustakaan Masjid Baiturrahman
Luas
+ 4x6 m2
Kebersihan
Sangat bersih
Lantai dan tembok
Lantai berwarna hijau dengan tembok berwarna putih
Fasilitas
1 unit AC, 2 unit komputer, 1 unit printer, 4 buah rak buku (dengan bukubuku di dalamnya), 1 sofa panjang dan 2 sofa kecil berwarna hitam, 1 meja beralas kaca berwarna hitam.
Gambar ruang perpustakaan masjid
Setibanya di dalam, saya disuguhkan dengan segelas air mineral lalu Pak Warno menanyakan apa saja yang saya butuhkan selama penelitian di sini. Kemudian saya menjelaskan maksud dan tujuan saya berkunjung ke lapas, dan berbincang-bincang dengan Pak Suwarno. Dari percakapan ini peneliti mendapatkan informasi mengenai sejarah lapas, perbedaan klas pada lapas dan jenis kejahatan yang dilakukan oleh narapidana yang ada di lapas cipinang. Peneliti juga menanyakan jumlah narapidana.
Senin, 15 Desember 2014 Pada hari ini peneliti mengunjungi Lapas Cipinang untuk melakukan penelitian. Saya menunggu Bapak Suwarno di depan pintu portir seperti biasanya, kemudian setelah Pak Suwarno tiba, saya masuk ke dalam lapas. Pada hari ini peneliti mewawancarai Staff Sesi Registrasi yaitu Bapak Komang. Dari wawancara yang dilakukan peneliti mendapat informasi tetang alur penerimaan narapidana di lapas, jumlah narapidana berdasarkan jenis kejahatan. Peneliti juga mendapat informasi bahwa penghuni yang ada di Lapas Cipinang ternyata tidak semua berstatus narapidana, tetapi juga masih ada tahanan. Saat melakukan wawanara dengan Bapak Komang, peneliti melihat dua orang narapidana yang berseragam hitam. Mereka sedang berdiri di depan pintu ruang registrasi. Sepertinya mereka sedang menunggu sesuatu. Kemudian Bapak Komang menyuruh salah satu dari mereka untuk memotokopi data penghuni Lapas Cipinang. Di sisi lain ruangan itu, saya melihat narapidana dengan seragam yang sama sedang sibuk mengetik di komputer. Selama berada di ruang registrasi, peneliti mendengan suara musik yang sepertinya berasal dari ruangan sebelah. Musiknya nyaring dan suara penyanyinya lumayan bagus. Saat peneliti tanyakan kepada Bapak Suwarno ternyata ruangan di samping ruang registrasi merupakan studio musik yang disediakan untuk narapidana yang ingin mengikuti kegiatan musik.
Senin, 22 Desember 2014 Seperti biasanya peneliti mengunjungi Lembaga Pemasyarakatan Klas i Cipinang Jakarta. Peneliti menunggu Bapak Suwarno di luar pintu portir. Seperti biasa, saat Bapak Suwarno tiba peneliti masuk ke dalam lapas. Namun berbeda pada hari biasanya, saat memasuki ruang kunjungan, ruangan tersebut dipenuhi oleh orang-orang yang sedang berkunjung menemui narapidana, dan sangat ramai. Di sana juga terdapat sebuah panggung kecil yang dihiasi pohon natal di sisi kanannya. Pada saat itu pula ada seseorang yang sedang bernyanyi di atas panggung tersebut dan diiringi oleh gitar, bass dan dram layaknya sebuah band. Dari kondisi tersebut terlihat sepertinya mereka sedang memberikan hiburan bagi para pengunjung dan narapidana yang sedang ada di ruang kunjungan tersebut.
Selain itu, peneliti melihat tidak adanya batasan antara pengunjung dengan narapidana untuk bertemu. Mereka bisa langsung bertatap muka, bahkan di antara mereka peneliti melihat ada seorang narapidana sedang berpelukan dengan seorang wanita yang merupakan pengunjung dan mereka terlihat mesra. Di sisi lain ada pula yang sedang duduk berpangku-pangkuan antara laki-laki dan perempuan. Namun hal itu tidak dianggap penting dan diabaikan saja oleh petugas lapas yang sedang bertugas.
Senin, 5 Januari 2015 Pada
hari
ini
saya
kembali
melakukan
penelitian
di
Lembaga
Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta. Sesampainya di lapas, saya menghubungi Bapak Suwarno di depan pintu portir. Tidak lama kemudian Pak Suwarno tiba dan mendampingin saya ke dalam lapas. Pada penelitian kali ini, peneliti mewawancarai seorang narapidana bernama Sukur.
Peneliti
melakukan
wawancara
di
ruang
perpustakaan
Masjid
Baiturrahman. Selama dalam perjalanan menuju perpustakaan, peneliti melihat banyak narapidana yang sedang duduk-duduk sambil berbincang-bincang dengan narapidana lainnya di sekitar lapangan. Lalu sama seperti hari sebelumnya, peneliti melihat narapidana-narapidana sedang tidur-tiduran di pelataran masjid. Ketika peneliti berada di perpustakaan, peneliti bertemu dengan seorang narapidana. Pada awalnya peneliti tidak mengira kalau orang yang dimaksud adalah seorang narapidana. orang tersebut memakai kaos kerah berwarna merah dan celana jeans biru dengan ikat pinggang berwarna cokelat. Kulitnya putih bersih dan rambut disisir rapi ke belakang. Dia juga mengenakan beberapa cincin batu akik di jarinya. Saat peneliti tanya kepada Bapak Suwarno ternyata dia adalah seorang narapidana dengan kasus penipuan. Lalu peneliti melihat ke sekeliling masjid, melihat narapidana-narapidana lainnya. Banyak narapidana yang tidak memakai seragam narapidana yang diberikan oleh lapas yang berwarna oranye. Sedangkan peneliti melihat seragam untuk pengurus masjid (narapidana yang aktif mengikuti kegiatan di masjid) memakai seragam putih dengan logo bergambar masjid berwarna biru di dada sebelah kiri.
Kemudian pada saat peneliti mewawancarai informan Sukur, tepat di depan perpustakaan terdapat sekelompok narapidana sedang memainkan rebana. Mereka menyanyikan lagu-lagu religi seperti sawalat dan lagu-lagu Islam lainnya. Kegiatan ini dipimpin oleh satu orang narapidana yang sepertinya berpengaruh bagi narapidana lainnya. Narapidan tersebut juga terlihat lebih lihai dibandingkan dengan lainnya.
Senin, 19 Januari 2015 Pada penelitian kali ini peneliti mewawancarai seorang narapidana bernama Damar. Saat peneliti baru sampai ke Lapas Cipinang dan hendak menemui Bapak Suwarno, peneliti bertemu dengan seorang narapidana yang sepertinya menjadi korban pemukulan atau kekerasan. Narapidana tersebut berbadan gemuk dengan kulit putih. Matanya sipit dan hidungnya tidak terlalu mancung. Rambutnya botak seperti baru saja dicukur, dan terdapat luka memar hingga mengeluarkan sedikit darah di pipi sebelah kiri. Dia berjalan menaiki tangga menuju ruang sesi pembinaan dengan didampingi oleh seorang petugas lapas. Narapidana tersebut sepertinya merupakan narapidana baru atau penghuni baru Lapas Cipinang, karena dilihat dati potongan rambutnya sepertinya baru saja dicukur botak dan dia masih mengenakan seragam narapidana yang masih baru. Narapidana tersebut berjalan sambil menangis. Sesampainya di depan ruang sesi pembinaan, saya duduk di kursi yang ada di lorong dan mendengarkan keluhan narapidana tersebut. Dari ucapannya peneliti mendapati bahwa dia telah dipukuli oleh narapidana yang sudah lama berada di lapas. Narapidana tersebut juga menunjuk-nunjuk seorang narapidana lainnya yang duduk berhadapan dengan peneliti. Narapidana yang ditunjuk itu berbadan kurus , berkulit hitam dengan kumis agak tebal. Rambutnya melebihi telinga berwarna hitam dan sedikit ikal. Dia terlihat santai dan tidak menghiraukan narapidana yang menunjuk-nunjuk dirinya, namun terlihat wajah marah dan sok jagoan di wajahnya.
Senin, 2 Februari 2014 Seperti biasa peneliti melakukan penelitian di Lapas Cipinang, kali ini peneliti berniat untuk mewawancarai narapidana. Namun ada yang berbeda pada kali ini. Saat peneliti menemui seorang narapidana untuk diwawancarai, narapidana tersebut sudah sangat tua berumur 75 tahun. Dia mengenakan kemeja panjang berwana putih yang sudah lusuh dan kumal sehingga warnanya tersamar menjadi krem kecokelatan. Mengenakan celana kolor yang juga sudah tidak jelas warna aslinya, dia juga mengenakan sarung yang terlihat surah rapuh dan bolongbolong. Saat mewawancarai dirinya, peneliti merasa bingung karena nerapidana tersebut hanya mengatakan iya dan tidak. Dia tidak mengerti apa yang ditanyakan padanya meskipun pertanyaannya sangat sederhana. Narapidana itu terlihat sangat bingung dan tidak mengerti ucapan saya. Dia mengatakan bahwa dia tidak tahu apa-apa soal hukum dan dia masuk ke dalam lapas karena dia dituduh telah menjadi pelaku perkosaan terhadap anak kandungnya sendiri, namun dia tidak mengakui perbuatannya. Tetapi karena dia takut dengan polisi dan mendapatkan pukulan saat diinterogasi maka dia hanya bisa menjawab iya, karena dia takut kepada polisi. Hal ini membuat peneliti menjadi tambah bingung karena peneliti berpikir apakah benar apa yang diucapkan Bapak X ini. Selain itu, peneliti melihat kondisi lapas saat ini sangat ramai. Peneliti melihat keramaian di lapangan, mereka terlihat bersorak-sorak seperti tim sukses. Selain itu, peneliti juga bertemu dengan Kepala Lapas Cipinang, namun peneliti tidak sempat untuk mewawancarai beliau karena beliau terlihat sibuk. Selain itu, Lapas Cipinang juga kedatangan tamu dari lapas lain, ada sekitar 20 orang lakilaki mengenakan seragam olahraga, kaos pendek dan celana pendek, di punggungnya tertulis nomer punggung mereka masing-masing. Saat peneliti tanyakan hal ini pada Bapak Suwarno, ternyata saat ini sedang diadakan finl pertandingan olahraga, dan narapidana yang mengenakan seragam olahraga tadi merupakan narapidana dari lapas lain di luar Kanwil Jakarta. Pada kegiatan ini pula peneliti bertemu dengan Damar, informan yang pernah peneliti wawancarai. Dia mengenakan seraga pramuka lengkap dengan kacu dan topinya, dilengkapi dengan sepatu berwarna hitam. Saat peneliti tanya, dia menjawab bahwa dia sedang menjadi panitia pertandingan olahraga. Dia
bertugas untuk menjaga keamanan dan ketertiban lapas selama pertandingan berlangsung. Dia juga mengatakan bahwa tugas ini kerap dilakukan apabila diadakan acara-acara besar lainnya.
Senin, 9 Maret 2015 Pada hari ini peneliti mewawancarai seorang narapidana yang bernama Inal. Peneliti sering bertemu dengan Inal saat melakukan wawancara. Inal merupakan salah satu narapidana yang aktif dan menjadi pengurus masjid. Selama melakukan wawancara dengan Inal, ada sekitar 4-5 narapidana lainnya yang memasuki ruang perpustakaan dan mencari Inal untuk menanyakan jadwal, buku kehadiran dan menanyakan kedatangan untadz. Paneliti melihat bahwa Inal merupakan orang yang berpengaruh di antara narapidana yang mengikuti pembinaan keagamaann. Selain itu peneliti melihat banyak piala yang diletakkan di atas meja. Di antara piala-piala tersebut ada yang bertuliskan Juara I, II dan III Lomba Azan, Juara I, II, III Lomba MTQ. Saat peneliti tanya kepada Inal, ternyata piala tersebut akan dibagikan kepada pemenang perlombaan yang. Namun peneliti tidak bisa menyaksikan langsung acara pembagian hadiah.
Pertandingan Futsal Lapas Klas I Cipinang vs Lapas Tangerang
Pramuka Lapas Klas I Cipinang