10 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
PEMEROLEHAN BAHASA DAN PERANANNYA BAGI PEMBELAJARAN BAHASA INGGRIS DI SEKOLAH DASAR
Oleh: Sri Sukarni Dosen PNS dpk pada Universitas Nusa Tenggara Barat Abstrak: Pemerolehan bahasa adalah penguasaan bahasa yang terjadi karena bahasa tersebut digunakan dalam situasi yang komunikatif dan alami (natural). Proses pemerolehan seperti ini dialami oleh anak-anak ketika mereka belajar bahasa pertama (bahasa ibu). Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut juga dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih cenderung pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri berkesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan yang dimulai dengan ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar dimaksudkan untuk mengenalkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing pertama bagi anak didik dengan tujuan memotivasi siswa agar siap dan percaya diri dalam mempelajari bahasa Inggris di tingkat yang lebih tinggi. Dilihat dari tujuan tersebut maka pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar tidak hanya menekankan pada formal learning tetapi lebih mengarah kepada penggunaan bahasa secara komunikatif dan alami. Kata kunci: pemerolehan bahasa, pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar PENDAHULUAN Pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar telah dimulai sejak pertengahan tahun 1994. Dalam pelaksanaannya di Sekolah Dasar, pengajaran bahasa Inggris diselenggarakan sebagai muatan lokal. Muatan lokal itu sendiri berfungsi memberikan peluang untuk mengembangkan kemampuan siswa yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan, yang dapat berupa bahasa daerah serta pengetahuan tentang berbagai ciri khas lingkungan alam sekitar. Pelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar dimaksudkan untuk memberikan kemampuan memahami keterangan lisan dan tertulis serta ungkapan sederhana. Dimasukkannya muatan lokal pada kurikulum pendidikan dasar menunjukkan adanya suatu usaha untuk memenuhi peningkatan mutu pendidikan. Pelaksanaan penyampaiannya dikaitan dengan lingkungan alam, sosial, budaya dan kebutuhan daerah. Muatan lokal ini juga memberi cukup ruang bagi pengembangan kemampuan peserta didik yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Dasar hukum yang melandasi pengajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar adalah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 39 ayat (3) dinyatakan bahwa isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya bahan kajian mata pelajaran (a). Pendidikan Pancasila (b) Pendidikan Agama (c) Pendidikan Kewarganegaraan (d) Bahasa Indonesia, serta ….. (m). Bahasa Inggris. Sebelum UU tersebut disyahkan, sudah banyak orang tua yang membelajarkan anaknya pada kursus-kursus bahasa Inggris, khususnya pada
program English for Childern. Banyak pula yang mendatangkan tutor bahasa Inggris ke rumah mereka. Kegiatan ini akan menumbuhkan sikap positif terhadap bahasa Inggris, sehingga anggapan bahwa bahasa Inggris sebagai pelajaran “sulit” berangsur-angsur akan hilang. Disamping itu juga berdampak pada pengembangkan keterampilan dasar berbahasa Inggris yang kokoh sehingga para lulusan sekolah menengah akan memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang lebih baik. Pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar dimaksudkan untuk mengenalkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing pertama bagi anak didik dengan tujuan mendorong/memotivasi siswa agar siap dan percaya diri dalam mempelajari bahasa Inggris di tingkat yang lebih tinggi. Dilihat dari tujuan tersebut pembelajaran bahasa Inggris tidak hanya menekankan pada formal learning tetapi lebih mengarah kepada penggunaan bahasa secara komunikatif dan alami. Pengajaran bahasa yang dipergunakan selama ini masih terbatas pada aturan-aturan bahasa. Metode pengajaran bahasa yang hanya menekankan aturanaturan bahasa (formal learning) tidak banyak membantu siswa untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi (berbicara) dalam bahasa yang dipelajari (bahasa sasaran). Hal ini berarti bahwa untuk dapat menggunakan bahasa sasaran, siswa harus belajar dengan cara yang tidak sama seperti belajar bahasa di kelas (formal learning) yaitu belajar bahasa yang berorientasi pada penggunaan tata bahasa saja. Sebagaimana
_____________________________________ Volume 6, No. 4, Juni 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 11 ………………………………………………………………………………………………………… dikemukakan oleh Krashen dan Terrell (1989) yang membedakan pengertian antara language learning (belajar tentang bahasa) dan language acquisition (pemerolehan bahasa). Belajar tentang bahasa ialah belajar tentang aturan-aturan bahasa (tata bahasa) sehingga siswa mempunyai pengetahuan tentang tata bahasa. Pemerolehan bahasa ialah penguasaan bahasa yang terjadi karena bahasa tersebut digunakan dalam situasi yang komunikatif dan alami (natural). Proses pemerolehan seperti ini dialami oleh anak-anak ketika mereka belajar bahasa pertama (bahasa ibu). PEMEROLEHAN BAHASA Pada umumnya orang menyangka bahwa penguasaan atas suatu bahasa akan dengan sendirinya dimiliki oleh setiap orang. Dengan kata lain orang menyangka bahwa penguasaan terhadap bahasa, seolah-olah tidak memerlukan upaya apapun. Sangkaan seperti itu kuranglah tepat. Menurut kenyataan tidak ada satu bahasapun di dunia ini yang tidak dipelajari secara tekun untuk dapat dimiliki. Sekalipun apa yang dimaksud itu adalah bahasa ibunya, yang juga disebut bahasa pertamanya, dengan banyak berlatih dan membetulkan berulang-ulang kesalahan-kesalahan yang ada, barulah bahasa itu menjadi miliknya. Anak-anakpun membutuhkan bahasa sebagaimana orang dewasa membutuhkannya. Dalam perkembangan bahasanya, mula-mula mereka berbicara melalui artikulasi dalam keadaan tidak jelas, akhirnya menguasainya secara baik. Keterampilan motorik berperanan dalam belajar berbahasa pada umumnya, dan dalam melibatkan diri dalam berbicara. Empat faktor berperanan penting dalam mempelajari keterampilan motorik yaitu: 1) kesiapan untuk belajar, 2) kesempatan untuk mempraktekkan, 3) motivasi dan 4) bimbingan (Hastuti, PH,1980). Tentang kesempatan mempraktekkan, tergantung pada kesempatan yang dipergunakan oleh orang tuanya di rumah, dan dalam pergaulan dengan teman-teman sebayanya. Jika pada anak timbul kesukaran untuk dapat memahami bahasa orang lain atau ia sendiri tidak dapat mengutarakan pikiran dan perasaannya, maka akan timbul hambatan dalam berkomunikasi. Setiap anak yang normal pertumbuhan pikirannya belajar bahasa pertama (bahasa ibu) dalam tahun-tahun pertama hidupnya, dan proses ini terjadi hingga kira-kira umur lima tahun. Sesudah itu hingga pubertas (kira-kira umur 12-14 tahun) dan anak itu menginjak dewasa (kira-kira umur 18-20 tahun) anak itu masih tetap belajar bahasanya. Sesudah pubertas keterampilan berbahasa seorang anak tidak banyak kemajuannya, meskipun dalam beberapa hal, umpamanya dalam kosa kata, ia belajar bahasa pertama terus-menerus. Bahasa ini
hanya dikuasai dalam waktu singkat mengikuti perkembangan anak, dan yang kemudian anak-anak dapat berpindah dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain (Jakobovitas, 1970). Proses anak mulai mengenal komunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa pemerolehan bahasa anak, anak lebih cenderung pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa anak dapat dikatakan mempunyai ciri berkesinambungan, memiliki suatu rangkaian kesatuan yang dimulai dengan ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. a. Pemerolehan Bahasa Pertama Selama kurang lebih tigadasawarsa (Bloomfield,1933 dan Chomsky, 1965) dua ahli bahasa Leonard Bloomfield dan Noam Chomsky mendominasi fikiran-fikiran di bidang linguistics (kebahasaan). Karya-karya besar mereka Language (Bloomfield, 1933), dan Aspect of the Theory of Syntax (Chomsky, 1965) diawali dengan analisis language acquisition (pemerolehan bahasa) dengan memperkirakan bahwa persoalan learning (pembelajaran) bahasa pertama dan language description (pemerian bahasa) pada dasarnya sama. Rahasia pembelajaran bahasa berasal dari dua kenyataan yang sangat menentukan dalam pemakaian bahasa oleh manusia; pemakaiannya diatur oleh kaidah dan mempunyai sifat kreatif. Namun ada pula beberapa ciri khas pembelajaran dan pemakaiannya dan harus dilakukan dalam masyarakat yang mempergunakan bahasa. Walaupun semua manusia dilahirkan dengan memiliki alat bicara yang sama, pemanfaatannya untuk mengucapkan bunyi-bunyi yang membentuk bahasa untuk berkomunikasi ditentukan oleh masyarakat bahasa di mana mereka dibesarkan. Sebagain besar anak Indoenesia tumbuh dalam lingkungan kebahasaan yang dialami juga oleh sebagian anak-anak di bagian lain dari dunia ini yang sejak kecil telah mengenal minimal dua bahasa. Mereka dibesarkan dalam lingkungan bahasa pertama yang kerap kali salah satu dari bahasa daerah yang ada di Indonesia. Secara psikologis tidak ada pertentangan diantara bahasa ibu yang bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi karena keduanya dipakai secara berdampingan dan sejak kecil anak-anak Indonesia telah terbiasa merndengar dan memakai bahasa Indonesia. Brooks (1964:41-47) mempertanyakan seberapa banyak anak-anak berbicara. Jawaban yang diperoleh bahwa tingkat produksi lisan anak-anak
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 4, Juni 2012
12 Media Bina Ilmiah sangat melimpah-ruah (prodigious). Bagaimana hal ini berpengaruh terhadap kefasihan dan kelancaran berbicara suatu bahasa, kiranya dapat dimaklumi oleh learner (pembelajar) bahasa kedua atau bahasa asing yang telah dewasa dengan pendekatan komunikatif yang sama sekali mengesampingkan drill (latihan-latihan pengulangan). Untuk hal ini Retmono (1992:6) mengatakan bahwa “…untuk kefasihan dan kelancaran berbahasa, meaningful drill yang tidak berlebihan tetap bermanfaat.” Brooks, dengan merujuk kepada pendapatpendapat Mc. Carthy, Leopold dan Sebeok, serta Gesel (1964:37-38) menyimpulkan bahwa pikiran seorang anak jauh lebih dari keadaan sebagai tabula rasa yang secara pasif menerima begitu saja pola kebahasaan yang “dipaksakan” kepada mereka oleh masyarakat. Sebaliknya mereka adalah pribadipribadi yang kreatif dan aktif, yang dalam waktu yang singkat dapat mempelajari bahasa baru disamping bahasa ibunya, betap “aneh”nyapun bahasa tersebut bagi orang tuanya. Kreatifitas dan kemampuan serta kesadaran akan kaidah akan tercermin karena unsur-unsur fonetik, struktur dan semantik telah menjadi satu. Menurut Wanat (Savignon; 1973:43) tanpa disadari anak telah mengubah bunyi-bunyi yang tidak berarti pada waktu ia bayi menjadi bahasa yang penuh arti dari orang dewasa. Pembelajaran semacam ini (dalam hal bahasa pertama biasanya disebut pemerolehan) berlangsung di dalam masyarakat bahasa yang mengelilingi anak, dan anak dapat menciptakan berpuluh-puluh kalimat setiap jam. Hal ini dikemukakan disini mengingat bahwa bahasa Inggris yang diajarkan kepada murid-murid Sekolah Dasar, pengajarannya dilaksanakan dalam suasana anak-anak yang sebagian besar sudah bilinguals (dwibahasawan). Laporan yang disiapkan atas permintaan Departemen Pendidikan di Inggris pada tahun 1953 menunjukkan bahwa secara tersendiri bilingualism (kedwibahasaan) tidak merupakan keuntungan bagi perkembangan anak yang normal (Brooks,1964:42). Brooks berpendapat bahwa kedwibahasaan mengandung implikasi hadirnya dua perilaku verbal yang sejajar tetapi dapat dibedakan dalam sistem syaraf yang sama. Bagi orang awam, makna kedwibahasan sebenarnya sederhana saja. Seseorang dapat dikatakan menjadi dwibahasawan apabila ia mampu berbahasa dalam dua bahasa tanpa kesulitan setiap saat ia harus menggunakan salah satu bahasa dan selanjutnya beralih ke bahasa lain karena situasi mengharuskan demikian. Hal ini tidak berarti bahwa kemampuan dua bahsa tersebut harus setara dan demikian juga tingkat kefasihannya. Dua kemampuan serta kefasihan berbahasa yang setara, walaupun dalam kenyataan sulit ditemukan, lebih sesuai disebut dengan istilah keseimbangan bahasa
ISSN No. 1978-3787 atau dalam bahasa Inggris disebut istilah dual language command, equilingualism, atau ambilingualism. Hal ini berarti bahwa orang tadi mampu memperhatikan keterampilan sama dalam dua bahasa. Dalam kenyataan, seorang dwibahasawan selalu akan cenderung menggunakan salah satu bahasa yang ia kuasai untuk tujuan tertentu. Preferensi ini mungkin saja berubah dalam proses perkembangannya atau salah satu bahasa lebih dominan dari lainnya; artinya kemampuan salah satu bahasa akan selalu melebihi kemampuan bahasa lainnya. Kemampuan minimal kedwibahasaan dapat digambarkan, sejauh penguasaan bahasa asing itu sendiri, sebagai kemampuan berkomunikasi dengan orang lain melalui bahasa asing. Hal ini berarti bahwa kemampuan tata bunyi, tata bahasa dan kosa kata sesui dengan tingkat umur serta latar belakang si dwibahasawan tersebut. Pengaruh umum kedwibahasaan telah dibuktikan melalui beberapa kajian-kajian. Kajian yang dilakukan oleh Aberrystwyth Coolegiate Faculty of Education pada tahun 1960 (Maryanto,1992:84) yang menunjukkan bahwa 60 persen dari subyek penelitiaanya menunjukkan bahwa dwibahasawan memiliki prestasi akademik di bawah anak berbahasa tunggal, sekitar 30 persen menunjukkan tidak ada perbedaan berarti dan lainnya menunjukkan bahwa prestasi akademik dwibahawan di atas mereka yang berbahasa tunggal. Hasil kajian yang telah dilakukan oleh Peal dan Lambert (Maryanto, 1992:86) menunjukkan bahwa siswa dwibahasawan jauh lebih tinggi daripada siswa berbahasa tunggal dalam perolehan hasil tes verbal maupun non verbal di bidang intelegensi. b. Pemerolehan Bahasa Kedua Jika bahasa kedua mulai diajarkan setelah bahasa pertama dapat digunakan secara otomatik, maka mempelajari bahasa kedua akan jauh lebih mudah. Kecuali itu berdasarkan argumentasi biologik yang dikemukakan oleh Penfield dan Roberts yaitu bahwa cerebral cortex mempunyai plasticity sebelum masa pubertas. Lain halnya dengan orang dewasa, bahwa ia tidak dapat belajar suatu bahasa seperti apa yang dilakukan oleh anak-anak, sebab anak-anak memperlajarinya melalui struktur dan plasticity pada orang dewasa akan hilang setelah masa pubertas. Di pihak lain, anak-anak dapat mempelajari suatu bahasa atau lebih dengan mudahnya, sebab mekanisme tuturan yang corticotholamic pada anakanak masih dalam tahap berkembang. Berdasarkan pendapat tersebut cerebral dominance suatu bahasa ditemukan antara umur anak tiga tahun dan akan lebih kuat lagi mengikuti usia. Jika argument biologik diasosiasikan dengan argumen periode kepekaan dan berdasarkan data,
_____________________________________ Volume 6, No. 4, Juni 2012
http://www.lpsdimataram.com
ISSN No. 1978-3787 Media Bina Ilmiah 13 ………………………………………………………………………………………………………… akan diperoleh kesan bahwa anak-anak mempelajari bahasa-bahasa lebih cepat dan lebih mudah daripada orang dewasa (Luria, 1973). Sebuah contoh klasik yang dikemukakan oleh Noam Chomsky (1959) tentang anak imigran yang sama sekali tidak menemui kesulitan dalam mempelajari bahasa negeri barunya. Keadaan ini berbeda dengan apa yang dialami oleh orang tua mereka yang harus bermotivasi tinggi untuk mempelajarinya, mengalami banyak kesulitan dan sama sekali tidak efektif dalam bahasa baru itu, akhirnya beban menjadi bertambah karena fonologi dan sintaksis yang berbeda-beda dalam bahasa pertama dan kedua. Masalah lain adalah tentang argumen yang didasarkan pada kecepatan pemerolehan, yaitu bahwa anak-anak yang belajar bahasa pertama selalu dalam keadaan lebih terbuka, mendalam, terusmenerus dan ini tidak mungkin dilakukan oleh orang dewasa pada waktu belajar bahasa kedua (Lee,1973). Sebuah faktor yang sering digambarkan yaitu tentang periode yang peka. Dalam hal ini Hastuti PH (1980) mengatakan bahwa anak-anak semasa masih muda, lebih awal mereka belajar bahasa kedua, lebih baik efeknya. Hal ini juga dikemukakakan oleh Loke (1994:144): “…the children metalinguistics awareness is consciously raised.” Oleh karena itu semakin dini mereka diperkenalkan dengan bahasa tersebut, makin baik kemampuannya kelak. Disamping itu pula pemeliharaan pergaulan yang alamis tempat tinggal anak-anak, dengan mudah dapat berkomunikasi, demikian pula bahasa kedua yang sering didengarnya setiap hari sehingga anak cepat belajar bahasa. Perbedaan pokok antara pemerolehan bahasa pertama dan kedua ialah dalam derajat variasi dari tingkat kemampuan yang dicapai oleh pembelajar (learner). Menurut Splosky (Allen & Campbell,1972:403) memang penguasaan bahasa ibu atau bahasa pertama kadang-kadang berbeda dari satu penutur yang lain, tetapi manusia normal mencapai standar minimal dalam paling tidak satu bahasa dan mampu berkomunikasi dalam bahasa tersebut. Sebaliknya dalam pemerolehan bahasa kedua, terutama bahasa asing, variasi penguasaannya terentang dari hampir tidak menguasai sampai kemampuan mirip penutur asli. Hal inilah yang kadang-kadang menjadi persoalan dalam teori pembelajaran bahasa kedua. Beberapa faktor disebut sebagai penentu berhasil tidaknya pembelajaran bahasa kedua. Diantara faktor-faktor tersebut adalah usia pada waktu bahasa tersebut mulai dipelajari, intensitas pengajarannya, kurikulum dan pengelolanya, lingkungan di sekitarnya dan yang tidak kalah pentingnya motivasi untuk mempelajarinya.
Keadaan pemerolehan bahasa pertama dan kedua tidak selalu sama disetiap linguistic community. Di Amerika Serikat misalnya, cukup banyak warga negaranya yang berbahasa ibu bukan bahasa Inggris, walaupun keadaan sekeliling mereka menyebabkan mereka harus berbahasa Inggris. Kelompok etnis Spanyol-Amerika, misalnya masih banyak yang memandang bahasa Spanyol sebagai bahasa ibunya. Dengan demikian, bahasa kedua atau bahasa asing akan mudah dipelajari oleh anak selama lingkungan kebahasaan di sekelilingnya mendukungnya. Dalam penelitian Chomsky (Bambang, 1991:174) ditemukan perbedaan antara tata bahasa anak dan tata bahasa orang dewasa. Diketahui bahwa sejumlah sintaksis bahasa Inggris yang belum dikuasai dengan sempurna pada anak usia sekolah dasar. Pendapat ini didukung oleh pengetahuan mengenai perkembangan kognitif anak. Bila kita menganut pandangan Piaget yaitu bahwa perkembangan bahasa erat kaitannya dengan perkembangan kognitif, maka masih akan terjadi pula perkembangan bahasa pada anak di atas usia 5 tahun. SIMPULAN Proses anak mulai berkomunikasi dengan lingkungannya secara verbal disebut dengan pemerolehan bahasa anak. Pemerolehan bahasa pertama (bahasa ibu) terjadi bila anak yang sejak semula tanpa bahasa kini telah memperoleh satu bahasa. Pada masa perolehan bahasa anak, anak lebih mengarah pada fungsi komunikasi daripada bentuk bahasanya. Pemerolehan bahasa pada anak dapat dikatakan mempunyai ciri berkesinambungan yang bergerak dari ucapan satu kata sederhana menuju gabungan kata yang lebih rumit. Tujuan utama pembelajaran bahasa asing adalah agar memperoleh kemampuan untuk menggunakan bahasa yang dipergunakan sehari-hari yang tepat untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Dengan demikian belajar bahasa harus dibedakan dengan belajar tentang bahasa. Sedangkan pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar bertujuan untuk mengenalkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing pertama bagi anak didik dengan tujuan mendorong/memotivasi siswa agar siap dan percaya diri dalam mempelajari bahasa Inggris di tingkat yang lebih tinggi. Dilihat dari tujuan tersebut pembelajaran bahasa Inggris di Sekolah Dasar tersebut dan selaras dengan definisi pemerolehan bahasa yaitu penguasaan bahasa yang terjadi kareana bahasa tersebut digunakan dalam situasi yang komunikatif dan alami (natural), maka pembelajarannya tidak hanya menekankan pada formal learning tetapi lebih mengarah kepada penggunaan bahasa secara komunikatif dan alami.
_____________________________________ http://www.lpsdimataram.com
Volume 6, No. 4, Juni 2012
14 Media Bina Ilmiah DAFTAR PUSTAKA Allen, Harold B., & Campbell, Russel N (Eds). (1972). Teaching English As A Second Language. New York: Mic-Graw-Hill International Book Company
ISSN No. 1978-3787 Research In Southeast Asia. Volume 25 Number 2. 138-146 Krashen, S.D., & Terrell, T.D (1983). The Natural Approach. New York: pergamon Press
Bambang, Kaswati Purwo (1991). Perkembangan Bahasa Anak: Pragmatik dan Tata Bahasa. PELLBA 4. Jakarta: Lembaga Bahasa Unika ATMA JAYA
Lee, W.R (1973). Thought In Contrastive Linguistics In The Context Of Language Teaching. Monograph Series On Language And Linguistics. Washington DC: Georgetown University Press
Bloomfield, Leonard. (1933). Language. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc
Luria, A.R (1973). The Working Brain. Baltimore: Penguin Books
Brooks, Nelson (1964). Language and Language Learning. New York: Harcout Brace & World, Inc
Maryanto, A. (1992). Penguasaan Bahasa Asing Di Sekolah Dasar. Lembaran Ilmu Pengetahuan No. 2 Tahun XXI-1992. Halaman 77-91
Chomsky, N (1965). Aspect Of The Theory Of Syntax. Cambridge: M.I.T. Press Hastuti P H (1980). Peristiwa Belajar Bahasa Kedua Pada Anak-Anak. Pidato Pengukuhan Dalam Sidang Senat IKIP Yogyakarta pada tanggal 12 Juli 1980. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta Jakobivitas,
LA (1970). Foreign Language Learning: A Psycholinguistics Analysis Of The Issues. Rowley, MA: Newburry House
Retmono, (1992). Pengajaran Bahasa Inggris Di Sekolah Dasar Di Indonesia: Asumsi Dasar, Kemungkinan Pelaksanaan dan Kendala-Kendalanya. Semarang: IKIP Semarang Savignon, Sandra J. (Ed) (1973). Communicative Competence: Theory And Classroom Practice Reading. Manila: AddisonWesley Publishing
Kit-Ken, Loke (1994). Language Processing In Bilingual Children. RELC JOURNAL: A Journal Of Language Teaching And
_____________________________________ Volume 6, No. 4, Juni 2012
http://www.lpsdimataram.com