Teknik Digital Dasar 1
1. SISTEM BILANGAN
Semua sistem bilangan dibatasi oleh apa yang dinamakan Radik atau Basis, yaitu notasi yang menunjukkan banyaknya angka atau digit suatu bilangan tersebut. Misalnya sistem bilangan desimal adalah bilangan yang mempunyai radik = 10. 1.1 Bilangan Desimal Ada beberapa sistem bilangan yang kita kenal, antara lain yang sudah kita kenal dan digunakan setiap hari adalah sistem bilangan desimal. Urutan penulisan sistem bilangan ini adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Sehingga bilangan desimal disebut dengan bilangan yang mempunyai bobot radik 10. Nilai suatu sistem bilangan desimal memiliki karakteristik dimana besarnya nilai bilangan tersebut ditentukan oleh posisi atau tempat bilangan tersebut berada. Sebagai contoh bilangan desimal 369, bilangan ini memiliki bobot nilai yang berbeda. Bilangan 9 menunjukkan satuan (100), angka 6 memiliki bobot nilai (10 1) dan angka 3 menunjukkan bobot nilai ratusan (102). Cara penulisan bilangan desimal yang memiliki radik atau basis 10 dapat dinyatakan seperti berikut: (369)10
300 60 9
(369)10
3 x 10 2
6 x 101
9 x 10 0
sehingga untuk mengetahui nilai bilangan desimal (bobot bilangan) dari suatu bilangan desimal dengan radik yang lainnya secara umum dapat dinyatakan seperti persamaan (3.1) berikut: (N)B
X3 B3
X2 B2
X 1 B1
(N)B
X3 B
X2 . B
X1 . B
X0 B0 X0
(3.1) (3.2)
Contoh: Penulisan dengan menggunakan persamaan (3.1) (N)B
X3 B3
X2 B2
X1 B1
X0 B0
4567(10) = 4.103 + 5.102+ 6.101 + 7.100
First | Semester
2 Teknik Digital Dasar atau dapat dinyatakan juga dengan menggunakan persamaan (3.2) (N)B
X3 B
(N)B
4 . 10
X2 . B
X1 . B
5 .10
X0
6 . 10
7
1.2 Bilangan Biner Berbeda dengan bilangan desimal, bilangan biner hanya menggunakan dua simbol, yaitu 0 dan 1. Bilangan biner dinyatakan dalam radik 2 atau disebut juga dengan sistem bilangan basis 2, dimana setiap biner atau biner digit disebut bit.Tabel 3.1 kolom sebelah kanan memperlihatkan pencacahan bilangan biner dan kolom sebelah kiri memnunjukkan nilai sepadan bilangan desimal. Tabel 3.1. Pencacah Biner dan Desimal Pencacah Desimal
Pencacah Biner 23
22
21
20
8
4
2
1
0
0
1
1
2
1
0
3
1
1
4
1
0
0
5
1
0
1
6
1
1
0
7
1
1
1
8
1
0
0
0
9
1
0
0
1
10
1
0
1
0
11
1
0
1
1
12
1
1
0
0
13
1
1
0
1
14
1
1
1
0
15
1
1
1
1
First | Semester
Teknik Digital Dasar 3 Bilangan biner yang terletak pada kolom sebelah kanan yang dibatasi bilangan 20 biasa disebut bit yang kurang signifikan (LSB, Least Significant Bit), sedangkan kolom sebelah kiri dengan batas bilangan 2 4 dinamakan bit yang paling significant (MSB, Most Significant Bit). 1.2.1 Konversi B iner ke Desimal Konversi bilangan biner basis 2 ke bilangan d esimal basis 10 dapat dilakukan seperti pada tabel 3.2 berikut. Tabel 3.2 Konversi Desimal ke Biner Pangkat
24
23
22
21
20
Nilai
16
8
4
2
1
Biner
1
0
0
0
1
Desimal
16
+
Hasil
1
17
Oleh karena bilangan biner yang memiliki bobot hanya kolom paling kiri dan kolom paling kanan, sehingga hasil konversi ke desimal adalah sebesar 16 + 1 = 17. Tabel 3.3 Konversi Biner ke desimal Pangkat
23
22
21
20
1/21
1/22
1/23
Nilai
8
4
2
1
0,5
0,25
0,125
Biner
1
0
1
0
1
0
1
Desimal
8
+
2
+
0,5
+
0,125
Hasil
10,625
Tabel 3.3 memperlihatkan contoh konversi dari bilangan biner pecahan ke besaran desimal. Biner yang memiliki bobot adalah pada bilangan desimal 8 + 2 + 0,5 + 0,125 = 10,6125.
First | Semester
4 Teknik Digital Dasar 1.2.2 Konversi Desimal ke Biner Berikut cara penyelesaian bagaimana mengkonversi bilangan desimal basis 10 ke bilangan biner basis 2. Pertama (I) bilangan desimal 80 dibagi dengan basis 2 menghasilkan 40 sisa 1. Untuk bilangan biner sisa ini menjadi bit yang kurang signifikan (LSB), sedangkan sisa pembagian pada langkah ketujuh (VII) menjadi bit yang paling signifikan (MSB). Urutan penulisan bilangan biner dimulai dari VII ke I. Tabel 3.4 Konversi Desimal ke Biner
Sehingga didapatkan hasil konversi bilangan desimal 83 ke bilangan biner basis 2 adalah
83(10) = 0 1 0 1 0 0 1 1(2) .
Berikut adalah contoh konversi bilangan desimal pecahan ke bilangan biner. Berbeda dengan penyelesaian bilangan desimal bukan pecahan (tanpa koma), Pertama (I) bilangan desimal 0,84375 dikalikan dengan basis 2 menghasilkan 1,6875. Langkah berikutnya bilangan pecahan dibelakang koma 0,6875 dikalikan bilangan basis 2 sampai akhirnya didapatkan nilai bilangan genap 1,0. Semua bilangan yang terletak didepan koma mulai dari urutan (I) sampai (V) merepresentasikan bilangan biner pecahan.
First | Semester
Teknik Digital Dasar 5 Tabel 3.5. Konversi Desimal ke Biner Pecahan
Sehingga konversi bilangan desimal 0,87375 (10) terhadap bilangan biner adalah = 0,1 1 0 1 1(2) . Berikut adalah contoh konversi bilangan desimal pecahan 5,625 ke bilangan biner basis 2. Berbeda dengan penyelesaian bilangan desimal bukan pecahan (tanpa koma), Pertama (I) bilangan desimal 5 dibagi dengan basis 2 menghasilkan 2 sisa 1, berulang sampai dihasilkan hasil bagi 0. Langkah berikutnya adalah menyelesaikan bilangan desimal pecahan dibelakang koma 0,625 dikalikan dengan basis 2 menghasilkan 1,25, berulang sampai didapatkan nilai bilangan genap 1,0. Penulisan diawali dengan bilangan biner yang terletak didepan koma mulai dari urutan (III) berturut-turut sampai (I), sedangkan untuk bilangan biner pecahan dibelakang koma ditulis mulai dari (I) berturut-turut sampai ke (III). Tabel 3.6. Konversi Desimal ke Biner Pecahan
Sehingga didapatkan hasil konversi bilangan 5,625 (10) = 1 0 1 , 1 0 1(2).
First | Semester
6 Teknik Digital Dasar 1.3 Bilangan Heksadesimal Sistem bilangan heksadesimal memiliki radik 16 dan disebut juga dengan sistem bilangan basis 16. Penulisan simbol bilangan heksadesimal berturut-turut adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, A, B , C, D, E dan F. Notasi huruf A menyatakan nilai bilangan 10, B untuk nilai bilangan 11, C menyatakan nilai bilangan 12, D menunjukkan nilai bilangan 13, E untuk nilai bilangan 14, dan F adalah nilai bilangan 15. Manfaat dari bilangan heksadesimal adalah kegunaannya dalam pengubahan secara langsung dari bilangan biner 4-bit. Tabel 3.7. Pencacah Sistem Bilangan Desimal, Biner, Heksadesimal
Hitungan heksadesimal pada nilai yang lebih tinggi adalah ……38,39. 3A, 3B, 3C, 3D, 3E, 3F, 40,41………………………………………………... .........6F8,6F9,6FA, 6FB,6FC,6FD,6FE,6FF, 700………. Tabel 3.7 memperlihatkan pencacahan sistem bilangan desimal, biner dan heksadesimal. Terlihat jelas bahwa ekivalen-ekivalen heksadesimal
First | Semester
Teknik Digital Dasar 7 memperlihatkan tempat menentukan nilai. Misal 1 dalam 10 16 mempunyai makna/bobot nilai 16 satuan, sedangkan angka 0 mempunyai rnilai nol. 1.3.1 Konversi Heksadesimal ke Desimal Bila kita hendak mengkonversi bilangan heksadesimal ke bilangan desimal, hal penting yang perlu diperhatikan adalah banyaknya bilangan berpangkat
menunjukkan
banyaknya
digit
bilangan
heksadesimal
tersebut. Misal 3 digit bilangan heksadesimal mempunyai 3 buah bilangan berpangkat yaitu 162 , 161 , 160 . Kita ambil contoh nilai heksadesimal 2B6 ke bilangan desimal. Tabel 3.8 memperlihatkan proses perhitungan yang telah pelajari sebelumnya. Bilangan 2 terletak pada posisi kolom 256-an sehingga nilai desimalnya adalah 2 x 256 = 512 (lihat tabel 3.8 baris desimal). Bilangan heksadesimal B yang terletak pada kolom 16-an sehingga nilai desimalnya adalah 16 x 11 = 176. Selanjutnya kolom terakhir paling kanan yang mempunyai bobot 1-an menghasilkan nilai desimal sebesar 1 x 6 = 6. Nilai akhir pencacahan dari heksadesimal 2B6 ke desimal adalah 256 + 176 + 6 = 694(10). Tabel 3.8 Konversi bilangan heksadesimal ke desimal No
Pangkat
162
161
160
I
Nilai-Tempat
256-an
16-an
1-an
II
Heksadesimal
2
B
6
256 x 2 =
16 x 11 =
1x6= 6
512
176
III Desimal IV
512 + 176 + 6 = 694 (10)
Tabel 3.9 berikut memperlihatkan contoh konversi bilangan pecahan heksadesimal ke desimal. Metode penyelesaiannya ad alah sama seperti metode yang digunakan tabel 3.8.
First | Semester
8 Teknik Digital Dasar Tabel 3.9 Konversi bilangan pecahan heksadesimal ke desimal No
Pangkat
162
161
160
I
Nilai-Tempat
256-an
16-an
1-an
II
Heksadesimal
A
3
F
256 x
16 x 3
1 x 15
0,625 x
10 =
= 48
= 15
12 =
III Desimal IV
.
1/16 1 0,625
.
C
2560
0,75
2560 + 48 + 15 + 0,75 = 2623,75 (10)
Langkah pertama adalah bilangan heksadesimal A pada kolom 256-an dikalikan dengan 10 sehinggga didapatkan nilai desimal sebesar 2560. Bilangan heksadesimal 3 pada kolom 16-an menghasilkan nilai desimal sebesar 3 x 16 = 48. Selanjutnya bilangan F menyatakan nilai desimal 1 x 15 = 15. Terakhir bilangan pecahan
heksadesimal adalah 0,625 x
12 = 0,75. sehingga hasil akhir bilangan desimal adalah 2560 + 48 + 15 + 0,75 = 2623,75(10) . 1.3.2 Konversi Desimal ke Heksadesimal Konversi desimal ke heksadesimal bisa dilakukan dengan dua tahapan. Yang pertama adalah melakukan konversi bilangan desimal ke bilangan biner, kemudian dari bilengan biner ke bilangan heksadesimal. Contoh : Konversi bilangan desimal 250 ke bilangan heksadesimal. Tabel 3.10 Konversi Desimal ke Heksadesimal.
First | Semester
Teknik Digital Dasar 9 Maka langkah pertama adalah merubah bilangan deimal 250 ke dalam bilangan biner: 250(10) = 1111.1010
(2)
bilangan
maka
biner
ke
heksadesimal
. Untuk memudahkan konversi deretan
bilangan
biner
dikelompokkan dalam masing-masing 4 bit bilangan biner yang disebut dengan 1 byte. Artinya 1 byte = 4 bit. Byte pertama adalah 1111(2) = F(16) Byte ke dua adalah 1010(1) = A(16) Maka bilangan heksadesimal, 1111.1010 Sehingga 250
(10)
= FA
(2)
= FA
(16)
(16)
1.3.3 Konversi B ilangan Heksa Desimal ke Bilangan Biner Konversi bilangan heks a desimal bisa dilakukan dengan metode shorthand. Metode ini sangat mudah dengan cara masing-masing bit dari bilangan heksa desimal dikonversikan langsung ke dalam bilangan biner 4 bit. Contoh : Bilangan Heksa desimal 9F2 16 dikonversikan ke bilangan biner:
Maka 9F216= 100111110010 2 1.3.4 Konversi B ilangan B iner ke Bilangan Heksadesimal Konversi bilangan biner ke bilangan heksa desimal adalah dengan mengelompokkan bilangan biner masing-masing kelompok terdiri dari empat bit bilangan biner. Bila jumlah bilangan biner belum merupakan kelipatan empat, maka ditambahkan bilangan biner ”0” sehingga lengkap jumlahnya.
Kemudian
masing-masing
kelompok
bilangan
biner
dikonversikan ke dalam bilangan heksadesimal dimulai dari MSB. Maka gabungan bilangan heksadesimal tersebut ekivalen dengan bilangan yang dimaksud.
First | Semester
10 Teknik Digital Dasar Contoh: Bilangan biner 1110100110 2 dikonversikan ke dalam bilangan heksa desimal, maka harus ditambahkan bilangan bilangan biner 0 di depan (MSB) sehingga menjadi 0011 1010 0110
Maka 11101001102= 3A616 1.3.5 Kegunaan Heksadesimal dan Oktal Heksadesimal dan oktal sering dipergunakan dalam sistem digital, karena sistem ini lebih memudahkan dalam sistem konversi dalam biner. Sistem yang dipakai pada komputer adalah pengolahan data 16 bit, 32 bit atau 64 bit. Deretan bit yang panjang akan meny ulitkan dalam sistem konversi. Maka sistem bilangan heksadesimal dan oktal memudahkan pekerjaan konversi tersebut, karena setiap 4 bit (1 by te) biner diwakili oleh bilangan
heksa
desimal
atau
oktal.
Misalkan
bilangan
01101110011001112adalah bisa diwakili dengan 6E6716. Contoh : Konversikan bilangan desimal 378 ke dalam biner 16 bit. Jawab : 378 23 sisa 1010 A 16 16 23 1 sisa 710 716 16 1 0 sisa 110 116 16
Maka 37810 = 17A16 atau ditulis 017A16 Sehingga bisa dengan cepat kita uraikan ke dalam biner menjadi : 37810 = 0000 0001 0111 10102
First | Semester
1
biner
Teknik Digital Dasar 11 1.4 Bilangan Oktal Sistem bilangan oktal sering dipergunakan dalam prinsip kerja digital computer. Bilangan oktal memilikibasis delapan, maksudnya memiliki kemungkinan bilangan 1,2,3,4,5,6 dan 7. Posisi digit pada bilangan oktal adalah : Tabel 3.11 84
83
82
81
80
8-1
8-3
8-3
8-4
8-5
Penghitungan dalam bilangan oktal adalah: 0,1,2,3,4,5,6,7,10,11,12,13,14,15,16,17,20……………65,66,67,70,71…… …….275,276,277,300…….dst. 1.4.1 Konversi Oktal ke Desimal Bilangan oktal bisa dikonversikan dengan mengalikan bilangan oktal dengan angka delapan dipangkatkan dengan posisi pangkat. Contoh : 2268
= 2 x 82 + 2 x 81+ 6 x 80
= 2x64 + 2 x 8 + 6x1 = 128 + 16 + 6 =15010 1.4.2 Konversi B ilangan Desimal ke Bilangan Oktal Bilangan desimal bisa dikonversikan ke dalam bilangan oktal dengan cara yang sama dengan sistem pembagian yang dterapkan pada konversi desimal ke biner, tetapi dengan faktor pembagi 8. Contoh : Bilangan 26610 dikonversikan ke bilangan oktal : Tabel 3.12 Konversi Desimal ke Oktal
Maka hasilnya 26610 = 4128 Sisa pembagian yang pertama disebut dengan Least Significant Digit (LSD) dan sisa pembagian terakhhir disebut Most Significant Digit (MSD).
First | Semester
12 Teknik Digital Dasar 1.4.3 Konversi B ilangan Oktal ke Biner Konversi bilangan oktal ke bilangan biner adalah sangat mudah dengan mengkonversikan masing-masing bilangan oktal ke dalam 3 bit biner. Tabel 3.13 menjunjukkan konversi bilangan oktal ke dalam biner. Tabel 3.13 Konversi bilangan oktal ke dalam biner. Oktal
0
Ekivalen
000
1
2
3
001 010
4
5
6
011 100 101 110
7 111
Biner Dengan demikiankita bisa mengkonversikan bilangan oktal ke biner adalah dengan mengkonversikan masing-masing bit bilangan oktal ke dalam masing-masing 3 bit biner. Contoh : bilangan oktal 4728dikonversikan kebilangan biner :
Maka 4728 = 1001110102 1.4.4 Konversi B ilangan B iner ke Bilangan Oktal Konversi
bilangan
biner
ke
bilangan
oktal
adalah
dengan
mengelompokkan bilangan biner ke dalam 3 bit masing-masing dimulai dari LSB. Kemudian masing-masing kelompok dikonversikan ke dalam bilangan oktal . Contoh : Bilangan biner 100111010 2 dikonversikan ke dalam bilangan oktal : Kelompok 1 = 1002 = 48 Kelompok 2 = 1112 = 78 Kelompok 3 = 0102 = 28 Maka 1001110102 = 4728
First | Semester
Teknik Digital Dasar 13 1.5
Konversi Pecahan
Sistem konversi pecahan bilangan biner, heksa desimal dan oktal me miliki cara yang berbeda dengan bilangan integer. Cara konversi bilangan tersebut dijelaskan pada uraian berikut. 1.5.1 Konversi Pecahan Desimal ke Biner Konversi pecahan bilangan desimal ke biner
adalah dengan cara
mengalikan bilangan pecahan desimal dengan bilangan 2.
Hasilnya
adalah angka pecahan yang lebih besar daripada1 atau lebih kecil daripada 1.Bila
hasilnya peerkalian adalah
>1, maka catat sisa = ”1”.
Sebaliknya bila hasil perkalian < 1, maka catat sisa = ”0”. Kemudia kalikan angka di belakang koma dengan 2, dan lakukan hal serupa. Maka akan didapatkan sederetan angka pecahan seperti pada contoh di bawah. Contoh : Konversikan bilangan pecahan desimal 0,293 10 ke dalam bilengan pecahan biner. Jawab:
Maka hasilnya adalah 0,29310 = 0,010012 1.5.2 Konversi Pecahan Desimal ke Bilangan Pecahan Oktal Dengan cara yang sama
namun factor pengalinyanadalah 8, maka kita
dapat mengkonversikan bilangan pecahan desimal ke dalam bilangan pecahan oktal Contoh : Konversikan bilangan pecahan desimal 0,293 ke dalam bilangan pecahan oktal.
First | Semester
14 Teknik Digital Dasar Jawab :
Maka hasilnya adalah 0,29310 = 0,2268 1.5.3 Konversi B ilangan Pecahan Oktal ke Pecahan Desimal Konversi bilangan pecahan oktal ke bilangan pecahan desimal adalah dengan cara seperti contoh di bawah ini. Contoh : Konversikan bilangan pecahan oktak 0,347 8 ke dalam bilangan pecahan desimal. Jawab : 3 x 82
4 x 81 7 x 8 0 83
192
32 7 512
231 512
0,45110
1.5.4 Konversi B ilangan Pecahan Biner ke Bilangan Pecahan Desimal Konversi bilangan pecahan biner ke dalam bilangan pecahan desimal adalah sama dengan cara konversi bilangan pecahan oktal ke dalam bilangan pecahan desimal di atas. Contoh : Konversikan bilangan pecahan biner 0,1011 2 ke dalam bilangan pecahan desimal. Jawab : 1 x 23
0 x 2 2 1 x 21 1 x 20 24
8 0 2 1 11 16 16
0,687 10
1.5.5 Konversi B ilangan Pecahan antar Base Radix 2,8,16 Ada cara yang cepat dan mudah
konversi bilangan antar bse radix.
Konversikan bentuk bilangan pecahan oktal ke dalam biner. Bila yang dikonversikan adalah sebuah blangan pecahan adalah bentuk oktal, maka kelompokkan bilangan biner dalam masing-masing tiga bit.
Bila akan
dikonversikan ke dalam bilangan heksa desimal, maka kelompokkan ke dalam masing-masing 4 bit. Bila jumlah bit masing-masing ada yang
First | Semester
Teknik Digital Dasar 15 kurang, tambahkan angka ”0” agar cukup. Kemudian konversikan ke dalam bilangan heksa desimal. Contoh : Konversikan bilangan oktal 654,37 8 ke dalam bilangan heksdesimal. Jawab : 654,378 = [ 110 101 100 . 011 111 ]2 654,378 = [ 0001 1010 1100 . 0111 1100 ]2 =[
1
A
C .
7
C ]16
Bila bilangan heksadesimal dikonversikan ke dalam bilangan oktal, maka pertama kali lakukan konversi bilangan heksa desimal tersebut ke dalam bilangan biner. Kelompokkan deretan bilangan biner ke dalammasingmasing kelompok 3 bit. Konversikan masing-masing kelompok ke dalam bilangan oktal. Contoh : Konversikan bilangan heksadesimal AF3,79 1 6 ke dalam bilangan oktal. Jawab: AF3,7916= [1010 1111 0011 . 0111 1001 ]2 = [101 011 110 011 . 011 110 010 ]2 =[ 5
5
6
3
. 3
6
2 ]8
Sehingga AF3,7916 = 5563.3628 Contoh : Konversikan bilangan desimal 194510 ke dalam bilangan biner, Jawab : 1945 :16 = 121 sisa 9 121 : 16 = 7
sisa 9
Maka 1945 10 = [
7
9
9
]16
= [ 0111 1001 1001 ]2
First | Semester
16 Teknik Digital Dasar 1.6 Bilangan Komplemen Untuk menentukan bilangan komplemen dari suatu bilangan tertentu ada tiga cara yaitu : Sign and Magnitude (SAM) Diminished radix (DR) Radix ( R ) 1.6.1 Sign and Magnitude (SAM) Nilai negatip ditandai dengan angka pertama 0 atau (nrad ix -1) pada bilangan tersebut. Contoh untuk bilangan oktal (+) (N)=0 dan (-) (- N)=7 Contoh : Positip N
0657,38
Negatip -N 7657,38 1.6.2 Diminished radix (DR) Pada model diminished radix, bila jumlah angka pada di depan koma adalah m dan jumlah angka di belakang koma adalah k serta R adalah radix , maka bilangan komplemen bisa dicari dengan persamaan 3.3 seperti di bawah : XXXX , XXX m - N (R) Rm
(N) R
k (3.3)
(0,1) Rk
Contoh 1: N=0187,58710 4 N (10) 10
(0817,587)
10
3 (0,1) 10
9812,416 10
Contoh 2 : N = 01101,010112 -N = 100000 - 01101,01011- 0,00001=10010,10100 Maka -N = 10010,101002
First | Semester
Teknik Digital Dasar 17 1.6.3 Radix (2 nd complement) Untuk menentukan bilangan komplemen dari suatu bilangan tertentu ada cara ke tiga adalah model radix (second complement) bila R = radix, jumlah bilangan di depan koma adalah m, maka bisa dituliskan dalam persamaan 3.4 di bawah : (3.4)
- N (R) Rm (N) R
Contoh: N = 7654,37210 4 -N = (10) 10 - (7654,372) 10
-N = 10000 - 7654,372 = 0123,406 Maka -N = 0123,40610 1.7 Sistem Kode Pada umumnya manusia akan lebih mudah menggunakan bilangan desimal dalam sistem penghitungan langsung (tanpa alat pengkode). Berbeda dengan konsep peralatan elektronik seperti (kalkulator),
komputer
dan
alat
komunikasi
mesin hitung
handphone
yang
menggunakan bilangan logika biner 1 dan 0. Peralatan-peralatan tersebut termasuk kelompok perangkat digital yang hanya mengolah data berupa bilangan biner. Untuk
menghubungkan
perhitungan langsung
perhitungan
logika
yang dimengerti
perangkat
digital
dan
manusia, diperlukan sistem
pengkodean dari bilangan biner ke desimal. Sistem pengkodean dari bilangan logika biner menjadi bilangan desimal
lebih dikenal dengan
sebutan BCD (Binary Coded Desimal). 1.7.1 Kode BCD Sifat dari logika biner adalah sukar untuk dipahami secara langsung. Suatu kesulitan, berapakah nilai konversi jika kita hendak merubah bilangan biner 10010110(2) menjadi bilangan desimal?.
First | Semester
18 Teknik Digital Dasar Tabel 3.14 Kode BCD 8421
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, sudah barang tentu diperlukan waktu dan energi yang
tidak sedikit. Untuk mempermudah dalam
meyelesaikan masalah tersebut, diperlukan sistem pengkode BCD atau dikenal juga dengan sebutan BCD 8421. Tabel 3.14 memperlihatkan kode BCD 4bit untuk digit desimal 0 sampai 9. Maksud sistem desimal terkode biner atau kode BCD (Binary Coded Desimal) bertujuan untuk membantu agar supaya konversi biner ke desimal menjadi lebih mudah. Kode B CD ini setiap biner memiliki bobot nilai yang berbeda tergantung posisi bitnya. Untuk bit paling kiri disebut MSB-Most Significant Bit mempunyai nilai desimal 8 dan bit paling rendah berada pada posisi bit paling kiri dengan nilai desimal 1 disebut LSB-Least Significant Bit. Oleh karena itu sistem pengkode ini dinamakan juga dengan sebutan kode BCD 8421. Bilangan 8421 menunjukkan besarnya pembobotan dari masing-masing bilangan biner 4bit. Contoh 1 memperlihatkan pengubahan bilangan desimal 352 basis 10 ke bentuk kode BCD 8421. Desimal BCD
3
5
2
0011
0101
0010
Contoh 2 menyatakan pengubahan BCD 0110 1001 ke bentuk bilangan desimal basis 10.
First | Semester
Teknik Digital Dasar 19 BCD Desimal
0110
1001
.
6
9
.
Contoh 3 memperlihatkan pengubahan bilangan desimal pecahan 53.52 basis 10 ke bentuk BCD 8421. Desimal BCD
5
3
.
5
2
0101
0011
.
0101
0010
Contoh 4 menyatakan pengubahan pecahan BCD 8421 ke bentuk bilangan desimal basis 10. BCD Desimal
0111
0001
.
0000
1000
7
1
.
0
8
Contoh 5 menyatakan pengubahan pecahan BCD 8421 ke bentuk bilangan desimal basis 10 dan ke konversi biner basis 2. BCD Desimal
0101
0101
.
0101
5
4
.
5
Desimal ke biner
First | Semester
20 Teknik Digital Dasar 1.8 Pengertian Besaran Digital Besaran digital adalah besaran yang terdiri dari High dan Low, atau dinyatakan dengan
besaran level tegangan
logika “1” dan “0”. Level high
adalah identik dengan tegangan “5 Volt” atau logika “1”, sedang level low identik dengan tegangan “0 Volt” atau logika “0”. Untuk sistem digital yang menggunakan C-MOS level yang digunakan adalah level tegangan “15 Volt” dan “0 Volt”
Gambar 3.1a. Besaran Digital TTL
Gambar 3.1b. Besaran Digital C-MOS Sebagai gambaran perbedaan besaran digital dan analog adalah seperti penunjukan alat ukur. Alat ukur analog akan menunjukkan besaran analog, sedangkan alat ukur digital akan menunjukkan display angka yang disusun secara digital (7-segment).
Gambar 3.1c Besaran Analog
First | Semester
Gambar 3.1d Besaran Digital
Teknik Digital Dasar 21
Gambar 3.1e Tegangan
Gambar 3.1f Tegangan
Analog
digital
First | Semester
22 Teknik Digital Dasar Lembar Evaluasi 1.
Konversikan bilangan biner di bawah ini ke dalam bilangan okta! a. 101011111001 2 b. 110010110111 2
2.
Konversikan bilangan oktal di bawah ini ke dalam bilangan biner! a. 21708 b. 35718
3.
Konversikan bilangan biner di bawah ini ke dalam bilangan heksa! a. 11011111001011102 b. 01101001100000102 c. 00111100011111012
4.
Konversikan bilangan heksa di bawah ini ke dalam bilangan biner! a. ABCD16 b. 217016 c. B75F16
5.
Konversikan bilangan desimal di bawah ini ke dalam bilangan biner! a. 123410 b. 567010 c. 232110
6.
Konversikan bilangan desimal di bawah ini ke dalam bilangan oktal ! a. 211510 b. 432110 c. 768810 d. 382110
7.
Konversikan bilangan desimal heksa! a. 178010 b. 366610 c. 523010 d. 674410
First | Semester
di bawah ini ke dalam bilangan
Teknik Digital Dasar 23 8.
Konversikan bilangan desimal di bawah ini ke dalam bilangan biner! a. 0.312510 b. 0.6562510 c. 0.3437510 d. 0.14062510
9.
Konversikan bilangan desimal di bawah ini ke dalam bilangan oktal ! a. 0.4941410 b. 0.4062510 c. 0.45110 d. 0.12110
10.
Konversikan bilangan desimal
di bawah ini ke dalam bilangan
heksa! a. 0.30110 b. 0.821310 c. 0.02210 11.
Konversikan bilangan di bawah ini ke dalam bilangan desimal! a. 101.012 b. 723.148 c. A1.5E16
12.
Penjumlahan bilangan biner a. 010110112 + 011010112 b. 10112 + 00112 c. 111111112+ 000000012 d. 110111002 + 101110012
13.
Pengurangan bilangan biner a. 10112 - 00112 b. 110110112 - 011010112 c. 110000002 - 101101012 d. 110111002 - 101110012
14.
Perkalian bilangan biner a. 11001002 x 1012 b. 110012 x 100012 c. 101002 x 101002 First | Semester
24 Teknik Digital Dasar 15.
Pembagian bilangan biner a. 11101002 ÷ 1002 b. 1111101112 ÷ 1012 c. 1101010112 ÷ 10012
First | Semester
Teknik Digital Dasar 25
2. GERBANG DASAR 2.1 Gerbang AND Gerbang dasar AND adalah ekivalen dengan dua buah saklar terbuka yang terpasang seri seperti terlihat pada gambar3.2 di bawah.
Gambar 3.2 Rangkaian listrik ekivalen AND Rangkaian yang terdiri dari dua buah saklar A dan B , sebuah relay dan sebuah lampu. Lampu hanya akan menyala bila saklar A dan B dihubungkan (on). Sebaliknya lampu akan mati bila salah sa tu saklar atau semua saklar diputus (off). Sehingga bisa dirumuskan hanya akan terjadi keluaran “1” bila A=”1” dan B=”1”. Rangkaian listrik : Simbol standar IEC
standar USA
Gambar 3.3 Simbol gerbang AND Fungsi persamaan dari gerbang AND f(A,B) = A
B
(3.5)
First | Semester
26 Teknik Digital Dasar Tabel 3.15 Tabel kebenaran AND B
A
Q=f(A,B)
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
1
1
Diagram masukan-keluaran dari gerbang AND erlihat bahwa pada keluaran akan memiliki logik high “1” bila semua masukan A dan B berlogik “1”
Gambar 3.4 Diagram masukan-keluaran gerbang AND 2.2 Gerbang OR Gerbang dasar OR adalah ekivalen dengan dua buah saklar terbuka yang terpasang parallel / jajar seperti terlihat pada gambar 3.5 di bawah. Rangkaian terdiri dari dua buah saklar yang terpasang secara parallel, sebuah relay dan lampu. Lampu akan menyala bila salah satu atau ke dua saklar A dan B dihubungkan (on). Sebaliknya lampu hanya akan padam bila semua saklar A dan B diputus (off). Maka bisa dirumuskan bahwa akan terjadi keluaran “1” bila salah satu saklar A=”1” atau B=”1”, dan akan terjadi keluaran “0” hanya bila saklar Rangkaian listrik : A=”1” dan B=”1”.
First | Semester
Teknik Digital Dasar 27
Gambar 3.5 Rangkaian listrik ekivalen gerbang OR
Gambar 3.6 simbol gerbang OR Fungsi dari gerbang OR adalah : f(A,B) = A + B
(3.6) Tabel 3.16 Tabel kebenaran OR B
A
Q=f(A,B)
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
Gambar 3.7 Diagram masukan-keluaran gerbang OR
First | Semester
28 Teknik Digital Dasar Diagram masukan-keluaran diperlihatkan seperti gambar di bawah. Pada keluaran A+B hanya akan memiliki logik low “0” bila semua masukan masukannya A dan B memiliki logik “0”. 2.3 Gerbang NOT Gerbang dasar NOT adalah rangkaian pembalik / inverter. Rangkaian ekivalennya adalah sebuah rangkaian listrik seperti gambar 3.8 di bawah. Bila saklar A dihubungkan (on), maka lampu akan mati. Sebaliknya bila saklar A diputus (off), maka lampu akan menyala. Sehingga bisa disimpulkan bahwa akan terjadi keluaran Q=“1” hanya bila masukan A=”0”. Rangkaian listrik :
Gambar 3.8 Rangkaian listrik ekivalen gerbang NOT
Gambar 3.9 Gambar sy mbol gerbang NOT Fungsi persamaan dari gerbang NOT adalah: f(A)= A
(3.7) Tabel 3.17 Tabel kebenaran NOT
First | Semester
A
Q=A
0
1
1
0
Teknik Digital Dasar 29
Gambar 3.10 Diagram masukan-keluaran gerbang NOT Diagram masukan-keluaran dari gerbang NOT seperti ditunjukkan pada gambar 3.10 di bawah. Keluaran akan selalu memiliki kondisi logik yang berlawanan terhadap masukannya. 2.4 Product of Sum (POS) Disain sebuah rangkaian digital yang disesuaikan dengan kebutuhan, perlu adanya analisis rangkaian terlebih dahul. Untuk menentukan persamaan dan skema rangkaian sebuah gerbang atau gabungan dari beberapa gerbang dasar dari sebuah tabel kebenaran bisa dilakukan dengan metoda Prosuct of Sume (POS). Persamaan ditulis bila keluaran persamaan adalah “1” berupa produk dari penjumlahan A,B. Contoh dari tabel kebenaran di bawah (Tabel 3.18), tentukan persamaan dan rangkaian ganbungan dari gerbang-gerbang dasar: Tabel 3.18 Tabel kebenaram POS A
B
F
0
0
1
0
1
0
1
0
0
1
1
1
Persamaan: f(A, B) ( A B)(A B)
(3.8)
Rangkaian logik :
First | Semester
30 Teknik Digital Dasar
Gambar 3.11 Rangkaian logik ( A
B)(A
B)
2.5 Sum of Product (SOP) Metode yang lain untuk menentukan persamaan dan skema rangkaian sebuah gerbang atau gabungan dari beberapa gerbang dasar dari sebuah tabel kebenaran adalah Sum of Product (SOP). Persamaan ditulis bila keluaran adalah “0” berupa penjumlahan dari produk A,B. Contoh dari tabel kebenaran di bawah, tentukan persamaan dan rangkaian gabungan dari gerbang-gerbang dasar , bila A dan B adalah masukan sedangan F adalah keluaran: Tabel 3.19 Tabel kebenaran SOP
Persamaan : f(A, B)
(3.9)
( AB ) (AB)
Gambar 3.12. Rangkaian logic AB) (AB)
First | Semester
Teknik Digital Dasar 31 Lembar Evaluasi
Vcc = 5 VdcVcc = 5 Vdc
A RL
A Q
RL B
A
A
B
B
Q
B
A
0v
Q
B
Q
Q
B
A
0V
Lepas
Lepas
0V
5V
Lepas
Tekan
5V
0V
Tekan
Lepas
5V
5V
Tekan
Tekan
Q
A t A
&
Q
B
B
t Q t
B
A
0
0
0
1
1
0
1
1
Q
First | Semester
32 Teknik Digital Dasar A
Q A
A
B
B
Q
B
Q RL
B
A
0V
Q
B
A
0V
Lepas
0V
5V
5V 5V
Q
B
A
Lepas
Lepas
Lepas
Lepas
Tekan
Lepas
Tekan
0V
Tekan
Lepas
Tekan
Lepas
5V
Tekan
Tekan
Tekan
Tekan
Q
A t A
B
≥1
Q
B t Q t
First | Semester
B
A
Q
0
0
0
0
1
1
1
0
1
1
1
1
Teknik Digital Dasar 33 Vcc
A
A Q
Q
Q
A
A
Q
A
Q
A
0V
Lepas
Lepas
0V
Tekan
Tekan
Q
A A
1
t
Q Q
t
A
Q
0 1
Simpulkan fungsi logika dari gerbang AND! Simpulkan fungsi logika dari gerbang OR! Simpulkan fungsi logika dai gerbang NOT!
First | Semester
34 Teknik Digital Dasar
Dari gambar rangkaian dibawah ini :
A
&
B
&
≥1
1
Isilah tabel kebenaran dibawah ini! B
A
0
0
0
1
1
0
1
1
First | Semester
Q
1
&
Q
Teknik Digital Dasar 35
3. GERBANG KOMBINASIONAL Gerbang kombinasional adalah gerbang yang dibentuk oleh lebih dari satu gerbang dasar. 3.1 Gerbang NAND Gerbang dasar NAND adalah ekivalen dengan dua buah saklar terbuka yang terpasang seri. Akan terjadi keluaran Q=“1 ” hanya bila A=”0” dan B=”0”. Gerbang NAND sama dengan gerbang AND dipasang seri dengan gerbang NOT. Rangkaian listrik :
Gambar 3.13 Rangkaian listrik ekivalen gerbang NAND
Gambar 3.14 Gambar sy mbol gerbang NAND Fungsi persamaan gerbang NAND f(A,B)= A
(3.10)
B
Tabel 3.20 Tabel kebenaran NAND
First | Semester
36 Teknik Digital Dasar
Diagram masukan-keluaran dari gerbang NAND, keluaran memiliki logik “0” hanya bila ke dua masukannya berlogik “1”
Gambar 3.15 Diagram masukan-keluaran gerbang NAND 3.2 Gerbang NOR Gerbang dasar NOR adalah ekivalen dengan dua buah saklar terbuka yang terpasang parallel / jajar.
Gambar 3.16 Rangkaian listrik ekivalen gerbang NOR Akan terjadi keluaran “1” bila semua saklar A=”0” atau B=”0”. Gerbang NOR sama dengan gerbang OR dipasang seri dengan gerbang NOT.
Gambar 3.17 Gerbang NOR
First | Semester
Teknik Digital Dasar 37
Fungsi persamaan gerbang NOR f(A,B)= A
(3.11)
B
Tabel 3.21 Tabel kebenaran NOR
Diagram masukan keluaran seperti terlihat pada gambar di bawah. Keluaran hanya akan memiliki logik „1‟, bila semua masukannya berlogik “0”
Gambar 3.18 Diagram masukan-keluaran gerbang NOR 3.3 Exclusive OR (EX-OR) Gerbang EX-OR sering ditulis dengan X-OR adalah gerbang yang paling sering dipergunakan dalam teknik komputer. Gerbang EX-OR hanya akan memiliki keluaran Q=”1” bila masukan-masukan A dan B memiliki kondisi berbeda. Pada gambar 3.19 yang merupakan gambar rangkaian listrik ekivalen EX-OR diperlihatkan bahwa bila saklar A dan B masing-masing diputus (off), maka lampu akan mati. Bila saklar A dan B masing-masing dihubungkan (on), maka lampu juga mati. Bila saklar A dihubungkan (on) sedangkan saklar B diputus (off), maka lampu akan menyala. Demikian pula sebaliknya bila saklar A diputus (off) dan saklar B dihubungkan (on) First | Semester
38 Teknik Digital Dasar maka lampu akan menyala. Sehingga bisa disimpulkan bahwa lampu akan menyala hanya bila kondisi saklar A dan B berlawanan. Tand a dalam pelunilsa EX-OR adalah dengan tanda
.
Gambar 3.19 Rangkaian listrik ekivalen gerbang EX-OR
Gambar 3.20 Simbol gerbang EX-OR Fungsi persamaan gerbang EX-OR f(A, B)
AB AB
A
(3.12)
B
Tabel 3.22 Tabel kebenaran EX-OR
Diagram masukan keluaran dari gerbang EX-OR seperti terlihat pada gambar di bawah.
First | Semester
Teknik Digital Dasar 39 Keluaran hanya akan memiliki logik “1” bila
masukan-masukannya
memiliki kondisi logik berlawanan.
Gambar 3.21 Diagram masukan-keluaran gerbang EX-OR 3.4 Gerbang EX-NOR (Exlusive-NOR) Pada gambar 3.22 adalah rangkaian listrik ekivalen dengan gerbang EXNOR. Bila saklar A dan B masing-masing dihubungkan (on) atau diputus (off) maka lampu akan menyala. Namun bila saklar A dan B dalam kondisi yang berlawanan, maka lampu akan mati.Sehingga bisa disimpulkan bahwa gerbang EX-NOR hanya akan memiliki keluaran Q=”1” bila masukan-masukan A dan B memiliki kondisi yang sama. Rangkaian listrik :
Gambar 3.22 Rangkaian listrik ekivalen gerbang EX-NOR
First | Semester
40 Teknik Digital Dasar
Gambar 3.23 Simbol gerbang EX-NOR Fungsi persamaan gerbang EX-NOR f(A,B)= AB AB =A B
(3.13)
Tabel 3.23 Tabel kebenaran gerbang EX=NOR
Diagram masukan keluaran dari gerbang EX-NOR seperti terlihat pada gambar di bawah. Keluaran hanya akan memiliki logik “1” bila masukanmasukannya memiliki kondisi logik sama, logik “0” maupun logik “1”.
Gambar 3.24 Diagram masukan-keluaran gerbang EX-NOR
First | Semester
Teknik Digital Dasar 41 Lembar evaluasi
1. Gambarkan simbol dari Gerbang NAND 4 masukan, Persamaan Fungsi, Tabel Kebenaran, Rangkaian Persamaan dan Diagram Pulsa!
2. Gambarkan simbol dari Gerbang NOR 4 masukan, Persamaan Fungsi, Tabel Kebenaran, Rangkaian Persamaan dan Diagram Pulsa!
3. Dari persamaan rangkaian listrik AND, buatlah! a. Simbol gerbang dasar b. Fungsi logika c. Tabel kebenaran d. Diagram pulsa
4. Dari persamaan rangkaian listrik AND, buatlah! a. Simbol gerbang dasar b. Fungsi logika c. Tabel kebenaran d. Diagram pulsa
5. Dari persamaan rangkaian listrik EX – OR , buatlah! e. Simbol gerbang dasar f. Fungsi logika g. Tabel kebenaran h. Diagram pulsa
First | Semester
42 Teknik Digital Dasar 6. Pada persamaan rangkain listrik EX – NOR, buatlah! a. Simbol gerbang dasar b. Fungsi logika c. Tabel kebenaran d. Diagram pulsa
First | Semester
Teknik Digital Dasar 43
4. ALJABAR BOOLE
Untuk
menyelesaikan disain rangkaian digital
tentunya
dibutuhkan
rangkaian yang benar, efektif, sederhana, hemat komponen serta ekivalen gerbang dasar bila terjadi keterbatasan komponen yang tersedia. Untuk itu diperlukan penyelesaian secara matematis guna mencapai tujuantujuan
tersebut
di
atas. Aljabar boole
adalah cara
meyelesaikan
permasalahan dengan penyederhanaan melalui beberapa persamaan sebagai berikut : Postulate 2
x+0= x
(3.14)
x .1= x
(3,15)
x + x‟ = 1
(3.16)
x . x‟ = 0
(3.17)
x+ x= x
(3.18)
x.x =x
(3.19)
x+1= 1
(3.20)
x .0= 0
(3.21)
Theorems 3, involution
(x‟)‟ = x
(3.22)
Postulate 3 Commutative
x+y = y+x
(3.23)
x.y = x.y
(3.24)
x+(y+z)=(x+y)+z
(3.25)
x(yz) = (xy)z
(3.26)
x(y+z) = xy + xz
(3.27)
x+yz = (x+y)(x+z)
(3.28)
(x+y)‟ = x‟y‟
(3.29)
(x.y)‟ = x‟+y‟
(3.30)
x+xy = x
(3.31)
x (x+y) = x
(3.32)
Postulate 5 Theorems 1 Theorems 2
Theorems 4 Associative Postulate 4 Distributive Theorems 5 De Morgan Theorems 6 Absorption
First | Semester
44 Teknik Digital Dasar 4.1 Karnaugh Map Karnaugh map adalah metode untuk mendapatkan persamaan rangkaian digital dari tabel kebenarannya. Aplikasi dari Karnaugh map adalah dengan cara memasukkan data keluaran dari tabel kebenaran ke dalam tabel karnaugh map. Dengan menggunakan metode Sume of Product, maka keluaran yang berlogik “1” dan berdekatan atau berderet ditandai dengantanda hubung. Kemudian tuliskan persamaannya dengan metode SOP. 4.1.1 Karnaugh map dua masukan satu keluaran Tabel sebuah rangkaian yang memiliki dua masukan A,B dan satu keluaran Q: Tabel 3.24 Tabel kebenaran 2 masukan 1 keluaran
Contoh soal 1: Dengan menggunakan Karnaugh map, tentukan persamaan dari data keluaran yang ada pada tabel kebenaran berikut : Tabel 3.25 Tabel kebenaran contoh 1
Maka persamaan rangkaian tersebut adalah : Q = A.B Contoh soal 2 :Dengan menggunakan Karnaugh map, tentukan persamaan dari data keluaran yang ada pada tabel kebenaran berikut :
First | Semester
Teknik Digital Dasar 45 Tabel 3.26 Tabel kebenaran contoh 2
Maka persamaan rangkaian tersebut adalah : Q AB AB A B Bentuk-bentuk lain penyelesaian Karnaugh map adalah sebagai berikut: Tabel 3.27 Tabel kebenaran contoh 3
Persamaan Q = B Contoh lain : bila diketahui data-data seperti pada tabel 3.28, tuliskan persamaan rangkaian tersebut. Tabel 3.28 Tabel kebenaran contoh 4
Persamaan adalah Q = A
First | Semester
46 Teknik Digital Dasar 4.1.2 Karnaugh map tiga masukan satu keluaran Karnaugh map ada yang memiliki tiga buah masukan A,B ,C dan sebuah keluaran Q seperti pada tabel 3.25. Tabel 3.29 Tabel Karnaugh Map 3 masukan 1 keluaran
Contoh 5: Dengan menggunakan Karnaugh map, tentukan persamaan dari data keluaran yang ada pada tabel kebenaran berikut : Tabel 3.30 Tabel kebenaran contoh 5
Persamaan rangkaian adalah Q= A.C
ABC
Bentuk-bentuk karnaugh map yang lain untuk 3 masukan 1 keluaran:
First | Semester
Teknik Digital Dasar 47 Tabel 3.31 Tabel kebenaran contoh 5
Persamaan rangkaian adalah Q = A Contoh 6. Diketahui tabel kebenaran di bawah, cari persamaan rangkaian. Tabel 3.32 Tabel kebenaran contoh 6
Persamaan rangkaian adalah Q = B Contoh 7. Diketahui tabel kebenaran di bawah, cari persamaan rangkaian.
First | Semester
48 Teknik Digital Dasar Tabel 3.33 Tabel kebenaran contoh 7
Persamaan rangkaian adalah Q = B Contoh 8. Diketahui tabel kebenaran di bawah, cari persamaan rangkaian. Tabel 3.34 Tabel kebenaran contoh 8
Persamaan rangkaian adalah Q = B . C
First | Semester
Teknik Digital Dasar 49 4.1.3 Karnaugh Map Empat Masukan A,B,C,D dan Satu Keluaran Q Tabel 3.35 Tabel kebenaran 4 masukan 1 keluaran
Karnaugh map yang memiliki empat buah masukan dan satu buah keluaran adalah seperti pada tabel 3.35 di atas. Karnaugh Map
Aplikasi dari model Karnaugh map 4 masukan 1 keluaran adalah sebagai berikut : Contoh 9. Diketahui tabel kebenaran di bawah, cari persamaan rangkaian.
First | Semester
50 Teknik Digital Dasar Tabel 3.36 Tabel kebenaran 4 masukan 1 keluaran contoh 9
Persamaan adalah : Q = B.D BD 4.1.4 Karnaugh Map L ima Masukan A,B,C,D,E dan Satu Keluaran Q Karnaugh map yang memiliki lima buah masukan dan satu buah keluaran adalah seperti pada Tabel 3.37, table ini merupakan Tabel Kebenaran 5 masukan 1. Karnaugh map harus dipecah menjadi dua bagian, yaitu untuk kondisi masukan A=0 dan A=1. Sehingga Karnaugh map-nya sebagaai berikut: Aplikasi dari model Karnaugh map 5 masukan 1 keluaran adalah sebagai berikut : Contoh10. Diketahui tabel kebenaran (Tabel 3.38), cari persamaan rangkaian.
First | Semester
Teknik Digital Dasar 51 Tabel 3.37 Tabel kebenaran 5 masukan 1
First | Semester
52 Teknik Digital Dasar Tabel 3.38 Tabel kebenaran contoh 10
Maka persamaan total
First | Semester
= C.E B E
Teknik Digital Dasar 53 Lembar evaluasi 1. Apakah yang dimaksud dengan diagram karnaugh ?
2. Berapakah jumlah kotak pada diagram karnaugh apabila dipetakan, jika jumlah kombinasi yang dibentuk oleh variabel masukan = a. 3 variabel
c. 2 variabel
b. 4 variabel
d. 5 variabel
3. Diketahui : Suatu permasalahan yang dapat di tabel kebenaran sebagai berikut : Buatlah penyelesaian aljabar Boole dengan menggunakan diagram karnaugh. a.
B
A
X
0
0
0
b.
C
B
A
X
0
0
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
1
1
1
c.
D
C
B
A
X
1
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
1
1
1
0
1
0
0
1
0
0
0
1
1
0
0
0
1
1
0
1
0
0
1
0
1
0
0
1
1
0
1
0
0
1
0
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
0
1
1
1
1
0
1
1
1
0
1
0
0
0
0
1
0
0
1
0
1
0
1
0
1
1
0
1
1
1
1
1
0
0
0
1
1
0
1
0
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
First | Semester
54 Teknik Digital Dasar 4. Dari tabel kebenaran dibawah ini
: Buatlah fungsi
logika (aljabar
boole) dengan menggunakan diagram karnaugh. serta gambarkan rangkaian logikanya a. D C
B A
X
b. D C B A
Q
0 0
0 0
0
0 0 0 0
0
0 0
0 1
1
0 0 0 1
0
0 0
1 0
0
0 0 1 0
0
0 0
1 1
1
0 0 1 1
0
0 1
0 0
0
0 1 0 0
1
0 1
0 1
0
0 1 0 1
0
0 1
1 0
0
0 1 1 0
1
0 1
1 1
0
0 1 1 1
0
1 0
0 0
1
1 0 0 0
0
1 0
0 1
1
1 0 0 1
1
1 0
1 0
1
1 0 1 0
0
1 0
1 1
1
1 0 1 1
0
1 1
0 0
0
1 1 0 0
1
1 1
0 1
0
1 1 0 1
1
1 1
1 0
0
1 1 1 0
1
1 1
1 1
0
1 1 1 1
0
First | Semester
Teknik Digital Dasar 55
5. DEKODER, MULTIPLEXER, KODE GREY
5.1 Dekoder Rangkaian dekoder diperlukan untuk membangun sebuah rangkaian digital yang memiliki multi masukan multi keluaran (MIMO). Rangkaian decoder adalah
sebuah
black
box
yang
belum diketahui
bentuk
rangkaiannya. Untuk itu diperlukan data tabel kebenaran fungsi untuk didapatkan
persamaan-persamaan
keluarannya.
Dari
persamaan-
persamaan keluaran tersebut dapat direalisasikan dalam bentuk rangkaian digital. Rangkaian decoder dilengkapi dengan fungsi
enable, yang
berfungsi untuk mengaktifkan rangkaian decoder. Hal ini diperlukan karena dalam beberapa sistem diperlukan rangkaian yang terdiri lebih dari satu decoder. Sebagai contoh sebuah rangkaian digital memiliki masukan x1 dan x2 dan keluaran a0 ,a1 ,a2 ,a3 ,a4 .
Gambar 3.25 Blok decoder 2 to 4 Tabel 3.28 Tabel kebenaran da ri rangkaian decoder : X1
X0
A0
A1
A2
A3
0
0
1
0
0
0
0
1
0
1
0
0
1
0
0
0
1
0
1
1
0
0
0
1
Dari tabel kebenaran di atas, didapatkan rangkaian digital berikut:
First | Semester
56 Teknik Digital Dasar
Gambar 3.26 Rangkaian decoder 2 to 4 Decoder 4 masukan dibangun dengan decoder 2 masukan
Gambar 3.27 Rangkaian decoder 4 to 16 5.2 Multiplekser Rangkaian multiplekser adalah rangkaian yang memiliki single masukan multi keluaran (SIMO) atau sebaliknya multi masukan single keluaran (MISO). Sebagai contoh adalah rangkaian digital yang memiliki masukan a0,a1 ,a2 ,a3 dan sebuah keluaran f serta control A,B .
First | Semester
Teknik Digital Dasar 57
Gambar 3.28 Multiplekser Tabel 3.29 Tabel kebenaran multiplekser A
B
f
0
0
a0
0
1
a1
1
0
a2
1
1
a3
Dengan analisis Sume of Product, maka didapatkan persamaan rangkaian multiplekser sebagai berikut: f
a0 A.B a1 A.B a2AB a3 A.B
(3.33)
Dari persamaan di atas bisa direalisasikan dalam rangkaian digital sebagai berikut:
Gambar 3.29 Rangkaian multiplekser dengan SOP Rangkaian multiplekser biasa dipergunakan pada sistem komunikasi seperti komunikasi telepon digital, komunikasi data dsb. First | Semester
58 Teknik Digital Dasar 5.3 Kode grey Untuk
memperbaiki
sistem pengkodean pada
sistem digital
serta
mengeliminasi kesalahan yang terjadi, maka dirancang sebuah sistem kode grey.
Gambar 3.30 Transfer dari system BCD ke kode grey
Gambar 3.31 Transfer dari kode grey ke BCD Normal Sebagai contoh pada gambar 3.31 di atas adalah sebuah data biner 0111 dirubah dalam kode grey menjadi 0100. Pada sistem reproduksi, data kode grey tersebut dikembalikan ke data aslinya menjadi 0111. Tabel 3.30 Tabel kebenaran kode grey
First | Semester
Teknik Digital Dasar 59
Gambar 3.32 Rangkaian kode
Gambar 3.33 Rangkaian
grey
enkoder grey
Gambar 3.34 Piringan BCD
Gambar 3.35 Piringan kode
normal.
grey.
First | Semester
60 Teknik Digital Dasar Lembar evaluasi
1. Buatlah
sebuah
rangkaian
Dekoder
dengan
software
simulasi
(EWB/livewire dll) 2. Buatlah sebuah rangkaian Multiplexer dengan software simulasi (EWB/livewire dll) 3. Buatlah rangkuman dari hasil coba simulasi rangkaian Dekoder dan Multiplexer
First | Semester
Teknik Digital Dasar 61
6. Error Correcting
Pada system komunikasi data sering kali mengalami gangguan pengiriman data. Pada penerima kadang menerima data yang salah yang dikirim dari pemancar / sumber dan data tidak sesuai dengan sumber data. Hal ini disebabkan karena gangguan saluran maupun gangguan fisik lainya. Untuk itu pada penerima harus dilengkapi sebuah rangkaian error correcting yang berfungsi untuk mendeteksi terjadinya kesalahan serta membetulkan data yang diterima sama dengan data yang dikirim dari sumbernya. Sebagai contoh sebuah data terdiri dari 4 bit dikirim bersama dengan bit ke-5 berupa data parity. Tabel 3.31 Data 4 bit dengan parity
Ada 2 macam sistem parity : 1. Even Parity 2. Odd Parity 6.1 Even Parity Pada even parity, jumlah bit “1” harus genap, maka parity dirancang untuk selalu mengkondisikan jumlah bit “1” agar selalu genap.
First | Semester
62 Teknik Digital Dasar Tabel 3.32 Tabel data even parity
Karnaugh Map
Persamaan Even Parity
P
X3
X2
X1
X0
Gambar 3.36a Pemancar even parity
First | Semester
(3.34)
Teknik Digital Dasar 63
Gambar 3.36b Penerima even parity 6.2 Odd Parity Pada system odd parity, jumlah bit “1” harus selalu ganjil. Untuk itu maka parity dirancang untuk selalu mengkondisikan jumlah bit “1” selalu ganjil. Tabel 3.32 Tabel kebenaran odd parity
Karnaugh Map
Persamaan Odd Parity P=X3
X2
X1
X0
(3.35)
First | Semester
64 Teknik Digital Dasar Lembar evaluasi 1. Buatlah sebuah rangkuman materi tentang a.
Even Parity
b.
Odd Parity
2. Buatlah contoh aplikasi dari c.
Even Parity
d.
Odd Parity
First | Semester
Teknik Digital Dasar 65
7. HAMMING CODE
Metode lain untuk memperbaiki sistem komunikasi data adalah dengan menggunakan sistem hamming code. Sebagai contoh adalah sistem komunikasi data yang terdiri dari 11 bit yang mewakili sebuah karakter.
Gambar 3.37 Data 11 bit hamming code Tabel 3.33 Tabel kebenaran hamming code
P1 bit ke 4 =1 I3 P1
I3
I2
I2
I0 (3,37)
I0
P2 bit ke 3 =1 I3
I1
I0
P1 I3
I2
I0
(3.38)
P2 I3
I1 I0
(3.39)
P4 bit ke 2 =1 I2 P4
I2
I1
I0
I1
I0 (3.40)
First | Semester
66 Teknik Digital Dasar
Gambar 3.38 Rangkaian blok pemancar data
Gambar 3.39 Rangkaian blok penerima data Tabel 3.34 Contoh data 1001
Tabel 3.35 Kesalahan pada penerima data 1011
First | Semester
Teknik Digital Dasar 67
Gambar 3.40 Blok hamming code Bila terjadi kesalahan pada penerima data 1011, maka akan terjadi perbedaan pada pemancar dan penerima sebagai berikut:
Kesalahan pada line 1102 = 6. Maka kesalahan terjadi pada line nomor 6.
Gambar 3.41 Terjadi kesalahan pada line ke 6 (1102 )
First | Semester
68 Teknik Digital Dasar Lembar evaluasi 1.
Buatlah sebuah rangkuman tentang hamming code, jeaskan contoh aplikasi dan penerapannya
First | Semester
Teknik Digital Dasar 69
8. RANGKAIAN SEKUENSIAL
Yang dimaksud rangkaian sekuensial adalah kondisi rangkaian bila memiliki masukan X(t+1) yang tergantung dari masukan saat ini dan keluaran sebelumnya.
Gambar 3.42 Gambar blok sekuensial 8.1Present State Next State (PSNS) Pada system presen state next state, kondisi X(t+1) sangat dipengaruhi oleh kondisi set S dan reset R serta X(t). Bila S = 0 dan R = 0, maka X( t+1) = X(t). Pada saat S = 0 dan R = 1, maka kondisi X(t+1)=R dan tidak terpengaruh perubahan X(t). Sedangkan pada saat S = 1 dan R = 0, maka kondisi X(t+1) = S dan tidak terpengaruh prubahan X(t). Sementara pada saat S = 1 dan R = 1, X(t+1) tidak didefinisikan. Tabel 3.36 Tabel kebenaran PSNS
First | Semester
70 Teknik Digital Dasar
Gambar 3.43 Rangkaian PSNS 8.2 S-R flip-flop (bistabel flip-flop) Untuk menyederhanakan PSNS, maka dikembangkan set-reset flip-flop. Pada kondisi S = 0 dan R =0, maka kondisi X(t+1) = X(t). Bila S = 1 dan R = 0, maka kondisi X(t+1) = 1. Bila S = 0 dan R = 1, maka X(t+1)= 0. Bila S = 1 dan R = 1 maka X(t+1) tidak didefinisikan. Tabel 3.37 Tabel kebenaran S-R flip-flop
X(t 1)
Y(t) R(t )
Y(t 1)
X(t)
S(t)
X(t 1)
X(t)
S(t) R(t )
X(t 1) R(t){X(t)
S(t)}
Gambar 3.44 Blok diagram SR flip-flop. 8.3 Clocked S-R FLIP-FLOP Sebuah S-R flip flop adalah rangkaian S-R flip-flop yang dikendalikan oleh clock. Set dan reset akan dikendalikan oleh kondisi clock. Set dan reset akan berfungsi hanya bila kondisi clock adalah high (“1”), sebaliknya set dan reset tidak akan berfungsi atau X(t+1) = X(t) bila kondisi clock adalah low (“0”).
First | Semester
Teknik Digital Dasar 71
Gambar 3.45 Rangkaian clocked S-R flip-flop Persamaan : X(t 1) RC(t){X(t)
Bila
SC(t)}
C = 0, maka X(t 1) X(t) C = 1, maka
X(t 1) RC(t){X(t)
SC(t)}
Clocked S-R flip-flop bisa dikembangkan dengan menggunakan gerbang NAND.
Gambar 3.46 Cloced S-R flip flop dengan gerbang NAND Dari gambar 3.45 tersebut di atas dapat dituliskan persamaan : X(t
1)
S(t) R(t){X(t)}
8.4 RS Flip Flop dengan NOR Pengembangan lebih lanjut dari Set reset flip-flop (RS flip-flop) adalah dengan memasang gerbang NOR pada reset R. Pada gambar 3.47 bila masukan B = “0” (low), maka keluaran X(t+1)=X(t).
Gambar 3.47 RS flip-flop dengan NOR Dari gambar 3.47 bisa dituliskan persamaan :
First | Semester
72 Teknik Digital Dasar S(t)
A(t)
R(t)
A(t) B(t)
X(t 1) R(t){S(t)
Z(t)}
X(t 1) {A(t) B(t)} {A(t) Z(t)} X(t 1) A(t) A(t)Z(t) A(t)B(t) X(t 1) A(t) B(t)Z(t)
B(t)Z(t)
Syarat S.R≠ 1 8.5 JK Flip-Flop Pengembangan dari RS flip flop yang lain adalah JK flip flop. Rangkaian ini memiliki masukan J dan K , kendali clock C dan keluaran X dan X .
Gambar 3.48 JK flip-flop Tabel 3.38 Tabel kebenaran JK flip-flop
Dari tabel 3.38 tersebut di atas bisa dituliskan persamaan JK flip-flop X(t 1) J(t) X(t) K(t)X(t)
8.6 D Flip-Flop Data
flip-flop
(D-flip
flop) adalah sebuah
register yang
berfungsi
mengendalikan atau menyimpan data masukan. Antara masukan J dan K terhubung gergang NOT, sehingga rangkaian ini hanya memiliki sebuah masukan D saja.
First | Semester
Teknik Digital Dasar 73
Gambar 3.49 D-flip-flop Dari gambar 3.49 tersebut di atas maka bisa dituliskan tabel kebenaran D flip-flop seperti di tabel bawah. Tabel 3.39 Tabel kebenaran D flip flop
Persamaan D flip flop: X(t+1) = D(t) 8.7 Toggle Flip-Flop Toggle flip flop dipersiapkan untuk mendisain sebuah counter (pencacah). Masukan J dan K dihubungkan menjadi satu sebagai masukan T. sebuah kendali clock C dan keluaran keluaran X dan X .
Gambar 3.50 T flip-flop.
First | Semester
74 Teknik Digital Dasar Tabel 3.40 Tabel Kebenaran T flip-flop
Dari Tabel 3.40 Tabel Kebenaran bisa dituliskan persamaan T flip-flop seperti persamaan di bawah. X(t+1)=T
X
8.8 Penghitung Naik Asinkron (Asynchron Up Counter) Penghitung naik yang terdiri dari empat bit keluaran Q1, Q2, Q3, Q4. Clock diberi
masukan dari
keluaran
rangkaian sebelumnya
(tidak
serempak). Rangkaian ini akan menghitung “0000” sampai dengan “1111”
Gambar 3.51a Rangkaian penghitung naik asinkron
Gambar 3.51b Penghitung naik asinkron (Asynchron Up Counter)
First | Semester
Teknik Digital Dasar 75 Keluaran rangkaian akan berubah kondisinya hanya bila pulsa pada masukan clock C bergerak dari high (“1”) ke low (“0”), pada kondisi lain maka keluaran akan tetap dipertahankan. 8.9 Penghitung Turun Asinkro (Asynchrony Down Counter) Penghitung turun asinkron yang terdiri dari empat bit keluaran Q1, Q2, Q3, Q4. Rangkaian ini akan menghitung “1111” sampai dengan “0000”
Gambar 3.52a Rangkaian Penghitung turun asinkron
Gambar 3.52a Bentuk pulsa penghitung turun asinkron Keluaran rangkaian akan berubah kondisinya hanya bila pulsa pada masukan clock C bergerak dari high (“1”) ke low (“0”), pada kondisi lain maka keluaran akan tetap dipertahankan namun komposisi keluaran empat buah JK flip-flop akan bergerak dari ”1111” menuju ”0000”. 8.10 Penghitung Naik Sunkron (Synchrony Up Counter) Penghitung naik sinkron yang terdiri dari empat bit keluaran Q 1 , Q2 , Q3 , Q4 . Clock diberi masukan secara serempak (terpasa ng paralel) dan diberi masukan clock secara bersamaan dari sumber clock. Rangkaian ini akan menghitung “0000” sampai dengan “1111”. Sama dengan penghitung First | Semester
76 Teknik Digital Dasar sebelumnya bawa kondisi keluaran akan berubah kondisinya hanya bila ada sinyal masukan pada clock C yang bergerak dari high ke low.
Gambar 3.53a Rangkaian penghitung naik sinkron
Gambar 3.53b Bentukenghitung naik sinkron 8.11 Penghitung Turun Sinkron (Synchrony Down Counter) Kebalikan dari penghitung naik sinkron, penghitung turun sinkron yang terdiri dari empat bit keluaran Q1 , Q2 , Q3 , Q4 . Rangkaian ini akan menghitung “1111” sampai dengan “0000”. Masukan clock diberi masukan secara serempak.
Gambar 3.54a Rangkaian penghitung turun sinkron
First | Semester
Teknik Digital Dasar 77
Gambar 3.54b Bentuk pulsa penghitung turun sinkron Penghitung baik sinkron maupun asinkron bisa didisain sebagai pengitung dari 1 sampai dengan 15 (contoh penghitung sampai dengan 10,8, 6 dsb.) dengan cara memasang gerbang-gerbang dasar tertentu yang inputnya dipasang pada keluaran beberapa
flip-flop
sedngkan
keluarannya
diumpankan ke reset R agar penghitung kembali ke “0”.
First | Semester
78 Teknik Digital Dasar Lembar evaluasi 1.
Simulasikan dengan software simulasi (EWB/livewire) rangkaian2 di bawah ini a.
Present State Next State (PSNS)
b.
S-R flip-flop (bistabel flip-flop)
c.
Clocked S-R FLIP-FLOP
d.
RS Flip Flop dengan NOR
e.
JK Flip-Flop
f.
D Flip-Flop
g.
Toggle Flip-Flop
h.
Penghitung Naik Asinkron (Asynchron Up Counter)
i.
Penghitung Turun Asinkro (Asynchrony Down Counter)
j.
Penghitung Naik Sunkron (Synchrony Up Counter)
k.
Penghitung Turun Sinkron (Synchrony Down Counter)
First | Semester