1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pulau Bangka yang memiliki luas daratan 1160000 ha (PPTA 1996), sebagian besar terdiri atas dataran rendah dengan beberapa bukit dengan perbedaan iklim yang relatif kecil (Faber 1956), memiliki tipe iklim Af (PT Timah Tbk 1997), dan terletak pada 2o 20’-3o 20’ LU dan 107o 15’-108o 45’ BT (Widagdo et al. 1990). Bangka memiliki rata-rata curah hujan tahunan dalam sembilan tahun terakhir 2408 mm, rata-rata jumlah hari hujan tahunan 200, dan musim kemarau berlangsung dari bulan Mei – Oktober (Stasiun Meteorologi Pangkalpinang 2006). Rata-rata temperatur udara harian dalam sembilan tahun terakhir adalah 26.8 oC (23.8-31.5 oC). Pulau Bangka sebagai pulau penghasil timah terbesar di Indonesia, menyumbang 40 % kebutuhan timah dunia (ASTIRA 2005). Pada tahun 2001 produksi timah mencapai 53000 ton, dimana 18000 ton di antaranya berasal dari penambangan non - konvensional (Bangka Pos 2002a), dan sebagian besar berasal dari penambangan darat (Gambar 1). Pada tahun 2004 produksi timah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung mencapai 88.4 % dari total ekspor atau senilai 24 juta dolar AS (Zulkarnain et al. 2005). Penambangan timah ilegal mendapat publikasi yang negatif karena meninggalkan kerusakan lingkungan (Bangka Pos 2001, 2002a, 2002b, 2002c), termasuk penambangan ulang secara ilegal di sekitar 65 % luas lokasi yang telah direklamasi (Bangka Pos 2004; PT Tambang Timah 2005). Jumlah lahan yang seharusnya direklamasi oleh dua perusahaan tambang besar di Pulau Bangka dan Pulau Belitung sekitar 5800 ha, termasuk lokasi yang ditambang secara ilegal (PT Timah Tbk. 2002; PT Koba Tin 2003; Triswandi D 2003, komunikasi pribadi; PT Tambang Timah 2005). Dampak negatif penambangan timah adalah munculnya lahan terganggu, rusaknya drainase dan habitat alami, dan timbulnya polusi (Lau 1999). Pada tahun 1999 penambangan timah di Pulau Bangka meninggalkan 544 kolam bekas
2
tambang (kolong) seluas 1035 ha (PT Timah – Lembaga Penelitian Universitas Sriwijaya 2000). Angka ini dipastikan meningkat sejalan dengan meningkatnya penambangan ilegal di akhir tahun 1999. Penambangan menurunkan sifat-sifat tanah. Dibandingkan dengan lahan tidak terganggu, kandungan pasir pada tailing timah dapat mencapai 95 %, C-organik kurang dari 2 %, dan KTK (kapasitas tukar kation) kurang dari 1.0 cmol(+) kg-1. Pori air tersedia menjadi sangat rendah dan mencapai 1 % vol (sangat rendah) pada kedalaman 0-20 cm dan permeabilitas mencapai 35 cm jam-1 (sangat cepat) pada kedalaman 0-20 cm (Adimihardja et al. 2002). Temperatur tailing pasir pada kedalaman 3 cm pada jam 12.00-14.00 mencapai 45 oC (Nurtjahya et al. 2007), atau 48.8 oC (Mitchell 1959) pada jam 14.30, atau bahkan mencapai 60-70 oC (Setyowati-Indarto 1998). Mengandalkan suksesi alami untuk merestorasi tailing pasir tanpa campur tangan manusia akan membutuhkan waktu yang lama, waktu dimana tailing timah tetap gundul dan tidak ekonomis (Ang 1994). Setelah dibiarkan tidak terganggu selama dua puluh tahun, peningkatan kesuburan sangat lambat sehingga hanya meningkat seperlima atau kurang dibandingkan lahan tidak ditambang (Mitchell 1959). Sejumlah kecil jenis tanaman eksotik yang dipilih karena sifat-sifatnya, dipergunakan secara meluas pada program rehabilitasi di Pulau Bangka, seperti Acacia mangium Willd. (Fabaceae) sejak tahun 1993 (Nurtjahya 2001), namun praktek ini dinilai kurang mendukung rehabilitasi lahan untuk tujuan restorasi. Adalah kurang bijaksana terus mengandalkan pada sejumlah kecil jenis tanaman untuk upaya rehabilitasi di masa depan (Lamb & Tomlinson 1994). Sejauh ini daftar jenis lokal potensial sebagai kandidat untuk merevegetasi lahan pasca tambang timah di Pulau Bangka belum pernah dilaporkan, walaupun beberapa jenis pohon lokal telah disarankan oleh beberapa kelompok peneliti (Sambas & Suhardjono 1995; van Steenis dalam Whitten et al. 2000). Kondisi lingkungan lahan pasca tambang tidak mendukung pertumbuhan tanaman, sehingga diperlukan pemahaman suksesi sebagai informasi penting bagi perencanaan dan penentuan strategi revegetasi (Leteinturier et al. 1999; Corrêa et al. 2007). Informasi tersebut adalah identifikasi vegetasi yang berperan di setiap tahapan suksesi, penentuan jenis tanaman potensial sebagai calon jenis tanaman
3
revegetasi, dan penentuan lokasi potensial sumber biji bagi revegetasi, di samping penelusuran pustaka dan komunikasi dengan pakar akan jenis-jenis pionir. Hasil kajian suksesi, penelusuran pustaka dan komunikasi pakar mendaftar sebanyak mungkin jenis lokal yang dipilih untuk dipergunakan dalam revegetasi. Tingkat keragaman yang tinggi pada revegetasi diharapkan mempercepat pencapaian keragaman jenis tumbuhan di area revegetasi, sesuai dengan tujuan akhir penelitian yakni restorasi lahan pasca tambang. Kajian suksesi adalah penting dalam merancang satu paket teknik budidaya yang diharapkan memanipulasi lingkungan lahan pasca tambang yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman. Semua informasi ini dibutuhkan untuk mendukung upaya percepatan suksesi alami. Penggabungan beberapa teknik budidaya yakni: kerapatan tanam, model tanam, penanaman mulsa legum penutup tanah (legum cover crops – LCC), penggunaan mulsa sabut kelapa, pemberian top soil, pemberian tanah mineral, pemberian kompos, serta penggunaan pembenah tanah (soil conditioner) kiranya perlu dilakukan untuk menyiasati lingkungan lahan pasca tambang timah yang tidak mendukung pertumbuhan tanaman: miskin hara, porous dan tercekam air, terbuka, dan dalam rangka mendapatkan prosedur revegetasi yang efektif dan sederhana. Evaluasi
keberhasilan
revegetasi
pada
akhir
penelitian
dilakukan
berdasarkan berbagai parameter pertumbuhan dan perbaikan habitat. Di samping itu, potensi mesofauna tanah sebagai indikator keberhasilan revegetasi pun perlu ditelaah untuk memperkaya parameter keberhasilan revegetasi. Penelitian ini terbagi atas dua, yakni penelitian pertama tentang suksesi lahan pasca tambang timah, dan penelitian ke dua tentang revegetasi lahan pasca tambang timah. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian pertama adalah memahami suksesi dan jenis tumbuhan yang berperan di setiap tahapan suksesi. Tujuan penelitian ke dua adalah mengkaji pertumbuhan sepuluh jenis pohon lokal terpilih pada berbagai kerapatan tanam dan perlakuan tanah pada tailing pasir.
4
Manfaat Penelitian
Informasi suksesi lahan pasca tambang timah adalah penting bagi perencanaan dan penentuan strategi revegetasi dalam hal identifikasi jenis pohon lokal potensial, identifikasi lokasi potensial sumber biji dan pemahaman lingkungan lahan pasca tambang timah bagi keberhasilan revegetasi Hasil penelitian ke dua tentang revegetasi lahan pasca tambang timah dengan beragam jenis pohon lokal adalah identifikasi praktek budidaya yang paling mendukung pertumbuhan sepuluh pohon lokal terpilih dan yang paling mendukung
rekolonisasi
alami.
Informasi
tersebut
akan
memperkaya
pengembangan strategi yang efektif dalam penanaman di lahan pasca tambang timah bagi pemulihan hutan kembali dengan beragam jenis pohon lokal dalam waktu sesingkat mungkin dan dengan dana dan tenaga profesional terbatas.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi praktek revegetasi dengan pohon lokal dan yang paling mendukung rekolonisasi alami. Informasi tersebut akan memperkaya pengembangan strategi yang efektif dalam penanaman di lahan pasca tambang timah bagi pemulihan hutan kembali dengan beragam jenis pohon lokal dalam waktu sesingkat mungkin. Tailing timah secara garis besar dibagi menjadi dua bagian besar yakni tailing pasir dan tailing slime. Palaniappan (1974) membagi menjadi tiga yakni tailing pasir, tailing slime, dan tailing campuran pasir dan slime. Dibandingkan dengan tailing slime, dengan kurun waktu yang sama, tailing pasir lebih tidak bervegetasi karena kandungan air dan hara hasil pencucian lebih sedikit dibandingkan pada tailing slime. Penelitian ini memilih tailing pasir sebagai bahan penelitian. Untuk merevegetasi tailing pasir, beberapa hal harus dilakukan yakni pemilihan jenis tanaman yang sesuai di tailing pasir, persiapan lahan, pembenahan tanah, persemaian, penanaman, perawatan, dan pemantauan. Beberapa dari kegiatan-kegiatan tersebut dapat dipertukarkan urutan pengerjaannya tergantung
5
kondisi di lapang termasuk ketersediaan biji, dan dua atau tiga kegiatan dapat dilakukan secara bersama-sama jika keadaan di lapang memungkinkan, misalnya tersedianya bahan dan tenaga. Pemilihan jenis tanaman dapat didekati dari kombinasi beberapa hal, dari penelusuran pustaka (Backer & van den Brink 1965; Sakai et al. 1980; Sambas & Suhardjono 1995; Cheah 1995; van Steenis dalam Whitten et al. 2000; Whitten et al. 2000; Partomihardjo et al. 2004), mengutip pendapat para ahli (Kanzaki M 2004, komunikasi pribadi; Davies SJ 2004, komunikasi pribadi; Dalling J 2004, komunikasi pribadi), pengamatan di lapang, dan percobaan di lapang. Pemilihan jenis ditentukan juga oleh peruntukan lahan yang akan direvegetasi; jenis untuk revegetasi untuk hutan tanaman industri akan berbeda dengan jenis untuk restorasi. Dalam penelitian ini tujuan penelitian diarahkan ke restorasi lahan pasca tambang timah menjadi hutan kembali. Sejumlah jenis tumbuhan yang dipilih diseleksi di pembibitan sebelum dipergunakan sebagai dalam penelitian revegetasi. Untuk memperoleh hasil yang diharapkan, diperlukan contoh proses yang terjadi di alam sebagai cermin. Suksesi di lahan pasca tambang timah, khususnya tailing pasir dipelajari. Pemahaman suksesi memberi gambaran proses yang terjadi dan jenis-jenis tanaman yang berperan dalam proses tersebut. Pemahaman proses tersebut berguna dalam mengidentifikasi identifikasi jenis pohon lokal potensial yang relatif adaptif di tailing pasir, mengidentifikasi lokasi potensial sumber biji, pemahaman lingkungan lahan pasca tambang timah bagi keberhasilan pelaksanaan penanaman di tailing pasir. Mengingat belum pernah ada petak permanen pengamatan suksesi dan untuk memperoleh gambaran suksesi yang terjadi lebih teliti, pemilihan lokasi-lokasi penelitian diupayakan mewakili kurun waktu suksesi dan dari tipe tanah yang sama. Tipe tanah yang sama untuk mengurangi pengaruh tipe tanah terhadap suksesi karena tidak semua tipe tanah dapat ditambang. Tanah regosol dan tanah histosol atau tanah gambut tidak ditambang karena lapisan tanah di bawahnya tidak mengandung cadangan timah. Penambangan timah juga dilakukan berdasarkan peta eksplorasi yang telah dilakukan sejak zaman kolonial dan mengikuti alur cadangan timah di Pulau Bangka.
6
Pemahaman akan berbagai kelompok umur lahan pasca tambang timah berguna dalam merancang strategi revegetasi yang akan dilaksanakan di lahan pasca tambang timah, khususnya di tailing pasir. Identifikasi faktor pembatas di tailing pasir bagi pertumbuhan tanaman berguna dalam memanipulasi keadaan tailing pasir yang mendukung pertumbuhan jenis tanaman terpilih agar dapat tumbuh dengan baik dan sesuai harapan. Memperhatikan sifat-sifat fisika dan kimia tailing pasir dan lingkungan penambangan yang terbuka, cekaman air dan temperatur adalah faktor yang mendapat perhatian. Peningkatan sifat-sifat fisika dan kimia tanah diperlukan untuk membenahi tanah dan tekstur pasir yang porous, dan miskin hara. Perbaikan mikroklimat di sekitar lubang tanam diupayakan untuk mengurangi sebesar mungkin cekaman air dan temperatur bagi tanaman di tailing pasir. Diperlukan paduan beberapa teknik budidaya yang telah dipraktekkan di masyarakat untuk memperbaiki mikroklimat di lingkungan tailing pasir yang terbuka dan panas. Fokus teknik penanaman adalah kerapatan tanam, model tanam, penggunaan mulsa hidup dengan legum penutup tanah, penggunaan mulsa sabut kelapa, penggunaan tepung tailing slime sebagai sumber hara, pengunaan asam humat, top soil sebagai sumber hara dan sumber biji, tanah mineral sebagai sumber hara, dan kompos sebagai sumber bahan organik. Sejumlah jenis lokal terpilih dan dengan satu paket teknik budidaya yang dipilih dan diharapkan mampu memanipulasi lingkungan lahan pasca tambang diharapkan percepatan suksesi di lahan pasca tambang tercapai. Untuk mengevaluasi keberhasilan revegetasi beberapa parameter dipilih untuk mewakili beberapa aspek untuk mendapatkan evaluasi yang teliti. Paduan evaluasi pertumbuhan tanaman di atas permukaan tanah, perubahan sifat-sifat tanah di bawah permukaan tanah, dan populasi fauna tanah, pengukuran temperatur udara, temperatur tanah, dan kelembaban tanah dipilih. Di samping itu, potensi mesofauna tanah sebagai indikator keberhasilan revegetasi pun perlu ditelaah untuk memperkaya parameter keberhasilan revegetasi. Untuk mengetahui sejauh mana manfaat revegetasi dalam mempercepat suksesi alami, dibandingkan hasil revegetasi dengan suksesi alami lahan pasca tambang berumur 0, 7, 11, dan 38 tahun.
7
a
b
c
d
e
f
g
h
Gambar 1 Penambangan timah di darat. (a) penambangan timah skala besar, (b) penambangan non-konventional (TI), (c) penambangan timah terapung di kolam, (d) mendulang timah, (e) kapal keruk darat, (f) area penambangan timah darat, (g) penambangan ilegal di lokasi yang direvegetasi, (h) penambangan timah ilegal di dekat pemakaman. Foto oleh E. Nurtjahya.