1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sektor usaha, dimana masing-masing sektor memberikan kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dengan persentase tertentu seperti disajikan pada Gambar 1. Pertanian merupakan salah satu sektor usaha yang mempunyai peranan strategis, hal tersebut dapat terlihat dari besarnya kontribusi PDB pertanian terhadap PDB nasional seperti disajikan pada Gambar 1 dengan rata-rata kontribusinya pada tahun 2008-2012 adalah sebesar 14% (Kementrian Pertanian 2013). Peranan sektor pertanian juga dapat dilihat secara lebih komprehensif, antara lain: a. sebagai penyedia pangan masyarakat sehingga mampu berperan secara strategis dalam penciptaan ketahanan pangan nasional; b. sektor pertanian menghasilkan bahan baku untuk digunakan sektor industri dan jasa, sehingga merupakan pasar potensial bagi produk-produk sektor industri; c. sektor pertanian dapat menghasilkan atau menghemat devisa yang berasal dari ekspor atau produk subtitusi impor; d. sektor pertanian mampu menyediakan modal bagi pengembangan sektor-sektor lain (Daryanto 2007). 30 Pertanian dan sub sektor Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan
25 20
Listrik, gas, air bersih
15
Konstruksi
10 5 0 2008
2009
2010
2011
2012
Perdagangan, Hotel Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estat, Jasa Perusahaan Jasa-jasa
Gambar 1 Distribusi persentase produk domestik bruto atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha 2008-2012 Sumber: Kementrian Pertanian (2013)
Menurut Kementrian Pertanian, sektor pertanian dibagi menjadi lima sub sektor yaitu tanaman bahan makanan, tanaman perkebunan, peternakan dan hasilnya, kehutanan, dan perikanan. Adapun kontribusi dari masing-masing sub sektor pertanian dalam pembentukan PDB pertanian dapat dilihat pada Gambar 2. Sub sektor peternakan dalam pembentukan PDB pertanian memberikan kontribusi sebesar 12% (Kementrian Pertanian 2013). Selain itu, sub sektor peternakan mempunyai kontribusi terhadap pembangunan perekonomian yang mencakup antara lain penciptaan lapangan kerja, pengurangan angka kemiskinan dan
2
peningkatan pendapatan masyarakat pedesaan (Daryanto 2007). Komoditas peternakan memiliki prospek pasar/peluang bisnis potensial karena didukung oleh kenyataan: 1) jumlah penduduk yang mencapai kurang lebih 220 juta jiwa dengan pertumbuhan 1,4% per tahun merupakan konsumen yang besar; 2) kondisi geografis dan sumber daya alam mendukung usaha dan industri peternakan; 3) meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan gizi (Daryanto 2007). Perikanan 20% Kehutanan 5%
Tanaman Bahan Makanan 49%
Peternakan dan Hasilnya 12% Tanaman Perkebunan 14%
Gambar 2 Rataan distribusi persentase produk domestik bruto sub sektor pertanian 2008-2012 Sumber: Kementrian Pertanian (2013)
Meskipun prospek pasar/peluang bisnis yang demikian besar, sub sektor peternakan menghadapi berbagai permasalahan khususnya peternakan sapi potong. Permasalahan utama yang dihadapi pada peternakan sapi potong adalah rendahnya populasi sapi potong. Sapi potong sebagai penyumbang daging terbesar dari kelompok ruminansia terhadap produksi daging nasional, berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha yang menguntungkan (Achmad 2013). Usaha peternakan sapi potong menurut Direktorat Pembibitan Ternak dapat dikelompokkan ke dalam beberapa aktivitas yang saling terkait, yaitu: 1) pelestarian (konsevasi); 2) pembibitan peningkatan mutu genetik); 3) perkembangbiakan; dan 4) pembesaran (penggemukan). Berdasarkan kebijakan pembangunan bidang ketahanan pangan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 satu dari lima komoditas yang dijadikan komoditas strategis berasal dari sub sektor peternakan yaitu daging sapi. Pemerintah pun mencanangkan program swasembada daging sapi yang ditargetkan dapat dicapai pada tahun 2014. Namun program swasembeda ini seperti masih jauh dari harapan, hal ini ditunjukkan dari data Direktorat Jendral Peternakan dimana jumlah produksi daging sapi diproyeksikan tidak dapat memenuhi jumlah kebutuhan akan daging sapi seperti dapat dilihat pada Tabel 1. Pada Tabel 1 dapat diketahui defisit ketersediaan daging sapi yang terjadi karena rendahnya populasi ternak sapi yang diantaranya disebabkan oleh kurangnya sapi bibit yang baik, tingginya pemotongan betina produktif, kurangnya modal dalam pengembangan usaha, serta belum terlaksananya good breeding practice. Menurut Rianto dan Purbowati (2014) faktor-faktor reproduksi yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan dalam pengembangan populasi ternak sapi di Indonesia adalah sebagai berikut:
3
1. 2. 3. 4. 5.
Umur beranak pertama tinggi Jarak kelahiran panjang Kematian induk dan anak tinggi Masih tingginya pemotongan betina produktif Terbatasnya jumlah inseminator dan rendahnya ketrampilan dalam inseminasi Tabel 1 Proyeksi ketersediaan daging sapi nasional Produksi
Tahun (Ribu ton) 260,73 271,37 372,89 381,91 373,36
2013 2014 2015 2016 2017
Kebutuhan Nasional (Ribu ton) 403,89 423,69 438,96 454,56 473,02
Ketersediaan (Ribu ton) -143,16 -152,32 -66,07 -72,65 -99,66
Persentase Impor terhadap Kebutuhan Nasional (%) 35,45 35,95 15,05 15,98 21,07
Sumber: Dirjen Peternakan, Kementrian Pertanian (Harmini et al. 2011)
Persentase kematian ternak
Kematian pada ternak sapi merupakan salah satu permasalahan ternak sapi potong yang menjadi perhatian karena erat kaitannya dengan populasi ternak sapi. Menurut data Survei Rumah Tangga Peternakan Nasional 2008 Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Peternakan diketahui data kematian sapi potong dapat dilihat pada Lampiran 1 dan khususnya di daerah sentra produksi sapi potong dapat dilihat pada Gambar 3. 4 3 2 1 0 Jawa Timur
Jawa Tengah
Sulawesi Selatan
Aceh
Bali
NTT
NTB
Lampung
Daerah sentra produksi sapi potong
Gambar 3 Data kematian sapi potong Sumber: Survei Rumah Tangga Peternakan Nasional 2008 Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Peternakan (2013)
Selain permasalahan populasi yang masih rendah, dalam pelaksanaannya sub sektor peternakan sapi potong dihadapkan dengan berbagai macam risiko. Menurut Wahyuni (2007) terdapat beberapa risiko yang dihadapi usaha ternak rakyat terutama bagi ternak sapi potong rakyat yaitu 1) harga, 2) penyakit, 3) pakan, 4) pemasaran, 5) pencurian, dan 6) hubungan dengan pedagang, dengan risiko utama yang berbeda-beda bergantung dari wilayah sentra produksinya. Menurut Daryanto (2007) wilayah sentra produksi sapi potong terbagi dibeberapa daerah yaitu: Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Aceh, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Lampung. Mengingat risiko yang
4
dihadapi oleh petani/peternak dalam pengelolaan pertaniannya, pemerintah mengeluarkan Undang-Undang (UU) Republik Indonesia nomor 19 tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani. Menurut UU nomor 19 tahun 2013 perlindungan petani adalah segala upaya untuk membantu petani dalam menghadapi permasalahan kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi, kepastian usaha, risiko harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dan perubahan iklim. Pemberdayaan petani adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan petani untuk melaksanakan usaha tani yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil pertanian, konsolidasi dan jaminan luasan lahan pertanian, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, serta penguatan kelembagaan petani. Secara garis besar UU ini bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan serta kemandirian petani dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan dan kualitas kehidupan petani. Selain itu dalam UU nomor 19 tahun 2013 ini juga berisi mengenai salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam memberikan perlindungan terhadap petani yaitu asuransi pertanian. Dalam UU ini yang dimaksud dengan asuransi pertanian adalah perjanjian antara petani dan pihak perusahaan asuransi untuk mengikatkan diri dalam pertanggungan risiko usaha tani. Sehingga diharapkan petani/peternak tidak lagi khawatir dalam melakukan usahanya karena usaha di bidang pertanian sangat erat hubungannya dengan risiko (Singla dan Sagar 2012). Sebelumnya pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pertanian sudah mulai mencoba melakukan analisis kelayakan penerapan sistem asuransi untuk pertanian sejak tahun 1982-1988 telah tiga kali (1982 1984 1985) dibentuk kelompok kerja (pokja) untuk asuransi pertanian (Nurmanaf dan Sumaryanto 2007). Selanjutnya pada tahun 1999 Kementrian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian kembali membentuk Tim untuk asuransi pertanian. Tim ini pada tahun 2000 telah berhasil melaksanakan kegiatan pilot asuransi tanaman namun demikian kegiatan pilot ini tidak berhasil berkembang menjadi skala besar dan berhenti sampai pada skala pilot saja (Pasaribu et al. 2010). Pada tahun 2008, kembali Kementrian Pertanian mengembangkan model asuransi untuk ternak sapi dan tanaman padi dengan nilai premium mencapai 3.5% dari harga sapi dan biaya input tanaman per musim. Kegiatan pilot dilaksanakan di Jawa, namun program ini juga tidak berlanjut karena tidak adanya ketertarikan pihak asuransi (Pasaribu et al. 2009). Oleh karena itu, saat ini dalam pelaksanaan asuransi pertanian pemerintah bekerjasama dengan perusahaan jasa keuangan milik negara termasuk asuransi sebagai pelaksana yang wajib memiliki unit khusus untuk sektor pertanian per Januari 2014. Asuransi pertanian mempunyai tujuan sebagai berikut: 1) untuk menstabilkan pendapatan petani melalui pengurangan tingkat kerugian/risiko yang dialami petani karena kehilangan hasil; 2) untuk mendorong petani mengadopsi teknologi usaha tani yang dapat meningkatkan produksi dan efisiensi penggunaan sumberdaya; serta 3) untuk mengurangi risiko yang dihadapi lembaga perkreditan pertanian dan memperbaiki akses petani terhadap lembaga perkreditan (Nurmanaf et al. 2007). Asuransi pertanian dalam bentuk asuransi ternak sapi resmi diluncurkan oleh Kementrian Pertanian yang bekerjasama dengan Bank Indonesia pada bulan Oktober 2013. Peluncuran produk asuransi ternak sapi ini telah
5
mendapat izin resmi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menunjuk Konsorsium Asuransi Ternak Sapi (KATS) untuk memasarkannya. KATS ini terdiri dari sejumlah perusahaan asuransi milik negara yang diketuai oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (PT Asuransi Jasindo). Beberapa anggota KATS lainnya adalah PT Asuransi Umum Bumiputera Muda, PT Asuransi Tri Prakarta, dan PT Asuransi Raya. Konsorsium ini yang akan bertugas untuk memasarkan produk khusus asuransi ternak sapi di Indonesia. Premi asuransi ternak seluruhnya berasal dari swadaya peternak dengan premi Rp 300 ribu per ekor per tahun untuk asuransi sapi perah dengan pertanggungan Rp 15 juta, serta Rp 200 ribu per ekor per tahun untuk asuransi sapi potong, dengan pertanggungan Rp 10 juta. Undang-undang yang dikeluarkan pemerintah mengenai asuransi pertanian merupakan salah satu upaya dalam perlindungan petani merupakan kebijakan pemerintah yang menunjukkan keberpihakannya kepada pertanian di Indonesia. Hal ini tentunya merupakan peluang yang sangat besar bagi pertanian khususnya sub sektor peternakan di Indonesia, yang harus dapat dimanfaatkan sebaik mungkin oleh seluruh pihak. Hal ini erat kaitannya dengan peran asuransi ternak sapi yang penting bagi berbagai pihak sebagai berikut: 1) bagi peternak sebagai pendorong tata kelola peternakan yang baik, melindungi dari risiko kerugian, meningkatkan akses peternak terhadap lembaga keuangan; 2) bagi perusahaan asuransi sebagai salah satu produk untuk mengembangkan usahanya; 3) bagi lembaga keuangan sebagai penjamin dalam pemberian kredit modal pada usaha peternakan; 4) bagi pemerintah sebagai alternatif mengurangi impor daging sapi dan sebagai pendukung program swasembada daging sapi. Oleh karena itu, penting untuk dapat melaksanakan pilot project asuransi ternak sapi di Indonesia yang menurut amanat Undang-undang mengharuskan perusahaan milik negara termasuk asuransi untuk mempunyai unit khusus untuk sektor pertanian yang termasuk didalamnya adalah asuransi ternak sapi. Hal ini merupakan momentum yang baik untuk dapat dimanfaatkan agar jasa asuransi di bidang pertanian dapat dikembangkan di Indonesia yang merupakan negara agraris dimana sektor pertanian mempunyai kontribusi dalam perekonomian. PT Asuransi Jasa Indonesia sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melaksanakan asuransi pertanian yang termasuk didalamnya asuransi ternak sapi. Pelaksanaan asuransi ini merupakan suatu peluang yang besar bagi perusahaan guna meningkatkan produktivitas dengan meningkatkan pangsa pasar perusahaan khususnya di sektor pertanian. Asuransi di bidang pertanian merupakan suatu hal baru di beberapa negara berkembang seperti di Indonesia. Oleh karena itu perlu untuk melakukan berbagai upaya agar asuransi di bidang pertanian dapat berkembang dengan baik mengingat produk ini merupakan produk baru di Indonesia. Pada penelitian ini akan dianalisis beberapa upaya dalam pengembangan produk asuransi ternak sapi. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dikaji beberapa upaya dalam mengembangkan produk asuransi ternak sapi. Kajian dimulai dengan melakukan analisis terhadap skema asuransi ternak sapi di Indonesia dan di luar negeri kemudian dilakukan evaluasi terhadap implementasi asuransi ternak sapi di PT Asuransi Jasa Indonesia selama 1 tahun (2012-2013) dan selanjutnya akan dikaji mengenai analisis risiko yang dijamin perusahaan pada asuransi ternak sapi dengan menggunakan framework enterprise risk management berdasarkan ISO 31000 serta pada penelitian ini akan dirancang strategi yang tepat dalam mengembangkan asuransi ternak sapi dengan
6
memperhatikan risiko yang dihadapi oleh perusahaan, sehingga asuransi ternak sapi dapat menambah keberagaman produk perusahaan dan tidak hanya sampai tahap pilot project saja. Isu Strategik Dari uraian latar belakang diatas, maka beberapa isu strategik pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Undang-undang yang dikeluarkan oleh pemerintah tentang perlindungan dan pemberdayaan petani. 2. Asuransi pertanian yang belum berkembang di Indonesia karena tidak ada ketertarikan perusahaan asuransi. 3. Risiko besar yang dihadapi oleh peternak sapi potong yang dijamin oleh perusahaan asuransi. 4. Kepesertaan peternak dalam asuransi ternak sapi di PT Asuransi Jasa Indonesia selama 1 tahun pelaksanaannya. 5. Perusahaan perlu strategi agar asuransi ternak sapi dapat berkembang dengan salah satu indikatornya adalah jumlah kepesertaan.
Masalah Berdasarkan isu strategik tersebut, maka beberapa masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana skema asuransi ternak sapi yang sesuai dengan Undangundang yang dikeluarkan pemerintah mengenai perlindungan dan pemberdayaan petani? 2. Bagaimana asuransi ternak sapi dapat berkembang dan menambah keberagaman produk perusahaan dan tidak hanya sampai tahap pilot project saja? 3. Bagaimana analisis risiko untuk beberapa risiko yang dijamin pada asuransi ternak sapi? 4. Bagaimana strategi yang tepat untuk dapat mengembangkan produk asuransi ternak sapi serta meningkatkan jumlah peserta asuransi ternak sapi? 5. Bagaimana rancangan strategi untuk dapat diimplementasikan perusahaan dalam upaya pengembangan asuransi ternak sapi?
Perumusan Masalah Pada uraian latar belakang diatas dapat dilihat peranan penting sub sektor peternakan khususnya sapi potong, walaupun dalam pengelolaannya menghadapi berbagai permasalahan dan juga risiko. Oleh karena itu pemerintah mengeluarkan UU nomor 19 tahun 2013 mengenai perlindungan dan pemberdayaan petani, dengan salah satu strategi perlindungan petani/peternak yaitu asuransi pertanian yang dalam pelaksanaannya pemerintah bekerjasama dengan perusahaan jasa keuangan milik negara termasuk asuransi yang wajib memiliki unit khusus untuk
7
sektor pertanian. Undang-undang yang dikeluarkan pemerintah mengenai asuransi pertanian merupakan kebijakan pemerintah yang menunjukkan keberpihakannya kepada pertanian di Indonesia. Hal ini merupakan momentum yang baik untuk dapat dimanfaatkan agar jasa asuransi di bidang pertanian dapat dikembangkan di Indonesia yang merupakan negara agraris dimana sektor pertanian mempunyai kontribusi dalam perekonomian. PT Asuransi Jasa Indonesia (Persero) sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melaksanakan asuransi pertanian yang termasuk didalamnya asuransi ternak sapi perlu untuk melakukan pengembangan terhadap produk asuransi ternak sapi mengingat produk ini merupakan produk baru. Beberapa upaya dalam pengembangan dalam produk asuransi ternak sapi dapat dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan analisis terhadap skema asuransi ternak sapi di Indonesia dan di luar negeri kemudian dilakukan evaluasi terhadap implementasi asuransi ternak sapi selama 1 tahun (2012-2013). Hal ini penting untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan asuransi ternak sapi yang telah dilakukan perusahaan serta perbaikan apa saja yang dibutuhkan di masa yang akan datang. Selanjutnya dapat dilakukan analisis risiko terhadap risiko yang dijamin perusahaan pada asuransi ternak sapi dengan menggunakan framework enterprise risk management berdasarkan ISO 31000 Hal ini mengingat sub sektor peternakan menghadapi risiko yang besar, sehingga penting bagi perusahaan untuk melakukan analisis risiko yang dijamin oleh perusahaan untuk mengetahui strategi apa yang dapat diambil oleh perusahaan dalam penanganan risiko. Pada penelitian ini akan dilakukan analisis risiko terhadap risiko yang dijamin perusahaan pada asuransi ternak sapi. Adapun risiko yang dijamin perusahaan dalam asuransi ternak sapi adalah kematian karena penyakit, kematian karena kecelakaan, dan kehilangan. Selain melakukan analisis risiko untuk mengetahui upaya dalam penanganan risiko, pada penelitian ini guna mengembangkan produk asuransi ternak sapi akan dikaji pula mengenai rancangan strategi yang diperlukan oleh perusahaan dalam pengembangan asuransi ternak sapi dengan memperhatikan pada risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Berdasarkan hal tersebut, maka perumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana skema asuransi ternak sapi PT Asuransi Jasa Indonesia? 2. Bagaimana evaluasi implementasi asuransi ternak sapi di PT Asuransi Jasa Indonesia? 3. Bagaimana analisis risiko pada risiko yang dijamin asuransi ternak sapi PT Asuransi Jasa Indonesia? 4. Bagaimana analisis strategi yang sesuai untuk diterapkan dalam pengembangan asuransi ternak sapi PT Asuransi Jasa Indonesia? 5. Bagaimana rancangan implementasi strategi dalam pengembangan asuransi ternak sapi PT Asuransi Jasa Indonesia? Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis skema asuransi ternak sapi PT Asuransi Jasa Indonesia. 2. Mengevaluasi implementasi asuransi ternak sapi di PT Asuransi Jasa Indonesia.
8
3. Menganalisis risiko yang dijamin pada asuransi ternak sapi PT Asuransi Jasa Indonesia. 4. Menentukan strategi yang sesuai untuk diterapkan dalam pengembangan asuransi ternak sapi PT Asuransi Jasa Indonesia. 5. Menentukan rancangan implementasi strategi dalam pengembangan asuransi ternak sapi PT Asuransi Jasa Indonesia.
Manfaat Penelitian Adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Memberikan hasil evaluasi implementasi asuransi ternak sapi selama 1 tahun (2012-2013) kepada pihak manajemen PT Asuransi Jasa Indonesia. 2. Memberkan penilaian risiko terhadap risiko yang ditanggung pada asuransi ternak sapi serta strategi mitigasi risiko kepada pihak manajemen PT Asuransi Jasa Indonesia. 3. Memberikan rekomendasi berupa strategi yang tepat dan rancangan implementasinya dalam pengembangan asuransi ternak sapi kepada pihak manajemen PT Asuransi Jasa Indonesia. 4. Memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu di bidang manajemen risiko, manajemen strategik dan asuransi pertanian.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada lingkup PT Asuransi Jasa Indonesia sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang telah melaksanakan pilot project asuransi ternak sapi selama 1 tahun dimulai pada kuartal II tahun 2013. Disamping itu, penelitian ini hanya difokuskan pada produk asuransi ternak sapi khususnya sapi potong. Analisis risiko yang dilakukan pada penelitian ini dibatasi pada risiko yang ditanggung asuransi ternak sapi PT Asuransi Jasindo. Penelitian ini dilakukan dengan berbagai kajian yang dilakukan untuk merancang dan mengimplementasikan strategi dalam pengembangan asuransi ternak sapi.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Teori
Konsep Risiko Risiko dapat diartikan sebagai suatu kemungkinan kejadian yang merugikan. Sedangkan pengertian dasar risiko menurut Djohanputro (2008) terkait dengan keadaan adanya ketidakpastian dan tingkat ketidakpastian tersebut dapat terukur secara kuantitatif. Menurut Koutur (2008) terdapat 3 unsur penting
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB