1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyelenggaraan program jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan negara. Indonesia mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded sosial security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. Di bawah kendali Kementrian Sosial dalam menjalankan fungsi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Kementrian Sosial menunjuk empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam menjalankan fungsi sistem jaminan sosial, keempat BUMN tersebut antara lain; PT Jamsostek selaku badan penyelenggara jaminan ketenagakerjaan, PT Askes selaku penyelenggara jaminan kesehatan masyarakat, PT ASABRI selaku penyelenggara jaminan sosial asuransi bagi para anggota Polri, TNI, dan DEPHAN, dan yang terakhir adalah PT Taspen sebagai penyelenggara jaminan sosial pensiun tenaga kerja. Berangkat dari ketentuan pasal 52 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2004 mengenai batas waktu paling lambat untuk penyesuaian semua ketentuan yang mengatur mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Namun sampai batas waktu yang telah direncanakan (lima tahun sejak UU No. 40 Tahun 2004 diundangkan) amanah undang-undang tersebut tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah dan RUU BPJS pun tidak selesai dirumuskan. DPR RI dan pemerintah mengakhiri pembahasan ini pada sidang Paripurna DPR RI tanggal 28 Oktober 2011. RUU tentang BPJS disetujui dan kemudian disahkan menjadi undang-undang, DPR RI menyampaikan RUU BPJS kepada presiden pada tanggal 7 November 2011. Pemerintah mengundangkan UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS pada tanggal 25 November 2011. Secara garis besar isi dari UU tersebut yang berisi tentang waktu dan tata cara transformasi pada tubuh BPJS seperti yang digambarkan pada Gambar 1.
Gambar 1 Rencana transformasi BPJS Sumber : Dewan Jaminan Sosial Nasional (2011)
2
Dewan Jaminan Sosial Nasioanal (DJSN) sebagai badan pengawas di dalam SJSN sesuai undang-undang menargetkan per 1 Juli 2015 PT Jamsotek resmi menjadi BPJS Ketenagakerjaan dengan menyisakan tiga program utama yaitu mencakup Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM) dan Jaminan Hari Tua (JHT). Sementara itu program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) tidak lagi bagian dari program Jamsostek, namun akan dilimpahkan kepada BPJS bagian Kesehatan. Rencana pemerintah untuk meleburkan PT Taspen dan PT Asabri ke dalam BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2029, walaupun tidak secara rinci dijelaskan di dalam undang-undang. 1 Janurari 2014 PT Jamsostek sudah berganti logo dan nama menjadi BPJS Ketenagakerjaan, namun secara operasional dan berdasarkan isi dari UU 24 Tahun 2011 BPJS Ketenagakerjaan resmi beroperasi pada tanggal 1 Juli 2015. Sebagai perusahaan yang dipaksa bertransformasi PT Jamsostek memiliki tiga fase transisi yang telah disiapkan oleh unit khusus perusahaan, masa transisi ini dikawal oleh Transformation officer yang berada di bawah langsung Direktur Utama, Jamsostek digiring menuju proses transformasi menajdi BPJS Ketenagakerjaan. Seperti yang digambarkan pada Gambar 2 proses transformasi dimulai pada akhir tahun 2012 yaitu fase Rekonsolidasi organisasi (Reconsolidating Organization) yaitu dilakukan untuk membangun konsolidasi di dalam organisasi. Pembangunan kekuatan di dalam organisasi penting dilakukan karena dapat membangun sebuah pijakan dasar yang akan digunakan sebagai titik tolak menuju visi yang telah ditetapkan. Konsolidasi ini juga ditujukan untuk menyamakan persepsi, semangat dan tujuan sehingga tercipta suatu kesatuan yang utuh sehingga dapat memudahkan pencapaian visi.
Gambar 2 Tahapan transformasi BPJS ketenagakerjaan Sumber : Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) Jamsostek (2012)
Pada fase berikutnya adalah fase penyesuaian infrastruktur (Fit-In Infrastructure) yang dilakukan selama tahun 2013, fase ini dilaksanakan untuk melanjutkan konsolidasi organisasi yang telah selesai dilaksanakan pada fase
3
sebelumnya. Dengan organisasi yang telah solid untuk berkerjasama mencapai satu tujuan, maka selanjutnya dibutuhkan pembangunan infrastruktur sebagai landasan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai visi. Pembangunan infrastruktur ini juga dimaksudkan untuk menopang kegiatan proses bisnis yang dilakukan PT Jamostek. Selain itu, pembangunan ini juga ditujukan untuk mempersiapkan transformasi ke BPJS Ketenagakerjaan yang memiliki implikasi semakin luasnya cakupan kepesertaan yang harus dilayani pada 2015 nanti. Fase ketiga adalah Pembangunan keuntungan dan pelayanan yang berkelanjutan (Building Sustainability in Benefit & Service) yang dilakukan mulai tahun 2014 hingga 2017. Tahapan ketiga dalam proses transformasi ini dilakukan setelah pembangunan infrastruktur selesai dilaksanakan. Saat bangunan pendukung untuk proses bisnis telah dibuat, maka selanjutnya perlu dilakukan peningkatan serta perbaikan di sektor manfaat dan pelayanan, sehingga dapat membuat tingkat kepuasan peserta terus meningkat. Kepuasan peserta yang tinggi terhadap manfaat dan layanan dapat berdampak kepada turunnya tingkat peserta yang keluar dari keanggotaan. Hal ini dapat membuat PT Jamsostek memiliki basis peserta yang kuat serta akan semakin menarik minat pekerja non peserta untuk menjadi peserta. Akhirnya proses ini akan menciptakan suatu model bisnis yang berkelanjutan untuk masa depan Jamsostek (BPJS Ketenagakerjaan) sendiri. Hampir sama seperti peran bank sebagai lembaga intermediasi, yang menghimpun dana dalam bentuk tabungan dan menyalurkan dana tersebut kembali dalam bentuk kredit, PT Jamsostek merupakan badan usaha yang menghimpun dana dalam bentuk iuran jaminan sosial tenaga kerja. Dari peran tersebut, jumlah pererta merupakan faktor kunci bagi PT Jamsostek dalam menjalankan bisnisnya, iuran dari para peserta merupakan sumber dana utama bagi PT Jamsostek untuk menjalankan bisnisnya. PT Jamostek sendiri memperoleh penghasilan dari selisih dana iuran dengan jumlah claim peserta. Pendapat PT Jamsostek juga diperoleh dari yield dari portofolio investasi yang dilakukan seperti; investasi pada pasar saham, obligasi, deposito, reksadana, properti dan sukuk. Tercatat pada tahun 2012 yield yang diterima PT Jamsostek sebesar 13.2 triliun rupiah. Terlihat dalam Tabel 1 terjadi lonjakan yang cukup signifikan pada peserta aktif dan dana kelola pada tahun 2013-2014. Lonjakan ini diakibatkan dari selesainya infrastruktur yang dibutuhkan pada akhir tahun 2013 yang dibangun dalam rangka untuk mendukung proses transformasi. Setelah selesainya infrastruktur penunjang untuk melayani peserta di hampir seluruh Kabupaten, maka kehadiran PT Jamsostek makin terasa hingga ke pelosok tanah air. Sosialisasi mengenai transformasi dan manfaat menjadi peserta yang juga berjalan beriringan dengan proses pembangunan infrastruktur, juga akan meningkatkan brand awareness di kalangan pekerja non peserta. Apabila kedua faktor tersebut digabungkan, maka peningkatan jumlah peserta hingga 1.9 juta dalam satu tahun diharapkan bisa dicapai. Sedangkan pada dana kelola, peningkatan pada tahun 2014 terjadi sebagai akibat dari semakin banyaknya peserta aktif yang terdaftar pada tahun tersebut. Tingkat peserta aktif dan dana kelola dapat dikatakan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya, permasalahannya apakah hal ini mampu tercapai di tengah beralihnya dana kelola dari program unggulan JPK ke BPJS Kesehatan.
4
Tabel 1 Data target Jamsostek 2013 – 2017 2013 2014 2015 2016 2017 Penyesuaian Pembangunan keuntungan dan pelayanan yang infrastruktur berkelanjutan Peserta aktif (juta orang) 13.2 15.2 19.7 26.7 37.3 Laba bersih (triliun) 2.2 2.2 2.6 3.4 4.3 Tingkat kepuasan peserta 85% 90% 95% 95% 95% Dana dikelola (triliun) 149.10 182.07 225.25 294.85 419.70 Sumber : Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) Jamsostek (2012) Target
Masalah klasik yang dihadapi oleh PT Jamsostek sendiri adalah masalah rendahnya rasio kepesertaan dengan angkatan kerja di Indonesia. Hal ini akan menjadi persoalan besar dalam proses transformasi PT Jamsostek menuju BPJS Ketenagakerjaan. Terkait dengan hilangnya program unggulan JPK yang beralih menjadi tanggung jawab BPJS Kesehatan membuat PT Jamsostek kehilangan dana iuran dari peserta JPK. Meningkatkan jumlah peserta menjadi cara agar dana yang dihimpun lewat iuran peserta bisa terus tumbuh. Tabel 2 merupakan data kepersertaan perusahaan di pulau Jawa pada tahun 2011, dari data tersebut wilayah DKI Jakarta merupakan wilayah dengan jumlah perusahaan terbesar yang belum mengikuti jaminan sosial ketenagakerjaan ini. Ada sekitar 33 ribu perusahaan baik skala besar, menengah dan kecil yang belum tergerak dalam memberikan jaminan terhadap para pekerjanya. Tabel 2 Kepersertaan Jamsostek dalam hubungan kerja di Indonesia menurut provinsi tahun 2011 Provinsi DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa timur Banten Sumber : PT Jamsostek (Diolah Pusdatinaker)
Perusahaan (Unit) Wajib Terdaftar 34 361 1 286 16 625 592 11 430 263 2 403 29 16 240 1 576 5 899 263
Wilayah DKI Jakarta merupakan wilayah dengan jumlah unit perusahaan terbesar di wilayah pulau Jawa sekaligus merupakan daerah dengan jumlah perusahaan non peserta Jamsostek terbesar. Untuk wilayah DKI Jakarta sendiri, PT Jamsostek memiliki Kantor Wilayah dengan 17 Kantor Cabang yang tersebar di seluruh wilayah DKI Jakarta. Kanwil DKI Jakarta sendiri merupakan Kanwil yang memiliki kantor cabang paling banyak diantara 11 Kanwil yang ada di seluruh Indonesia. Mengetahui bahwa DKI Jakarta merupakan daerah potensial untuk mendongkrak jumlah peserta aktif, maka perlu bagi Jamsostek dalam hal ini Kanwil DKI Jakarta menyusun strategi untuk meningkatkan jumlah peserta aktif. Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa rasio perbandingan antara jumlah perusahaan yang terdaftar dengan perusahaan peserta Jamsostek masih sangat kecil. Terlihat dari 41 361 perusahaan yang terdaftar di wilayah DKI Jakarta hanya 7 174 perusahaan yang mengikuti program Jamsostek. Begitu pula dengan jumlah tenaga kerja yang terdaftar, dari 3.4 juta jiwa hanya 1.38 juta jiwa yang mendapatkan jaminan
5
ketenagakerjaan ini. Hal ini tentunya menjadi perkerjaan rumah besar bagi PT Jamostek Kanwil DKI Jakarta ke depan untuk menyerap semua potensi perusahaan dan tenaga kerja untuk menjadi peserta Jamsostek. PT Jamsostek pada setiap periode (lima tahunan) akan memberikan target-target kepada setiap Kantor Wilayah berdasarkan potensi dan kompetensi masing-masing Kanwil, termasuk di dalamnya ialah target kepersertaan. Tabel 3 Jumlah unit dan tenaga kerja dan kepesertaan Jamsostek bulan November minggu ke II No
Kantor Cabang
Jumlah Perusahaan Tenaga Kerja
Peserta Jamsostek Perusahaan Tenaga Kerja
1 2 3 4
Salemba Grogol Tanjung Priok
4 073 3 712 2 400
250 512 251 575 295 559
789 541 371
Rawamangun
2 276
201 624
361
79 972
5 6 7 8 9
Setiabudi
4 173
356 418
652
133 558
Cilandak Gambir Kebonsirih
4 586 2 870 2 799
298 194 234 079 277 870
936 443 350
138 701 73 407 103 777
Cawang Pluit
1 720 1 951
107 228 124 243
374 311
53 162 54 756
Pulo Gadung Kebayoran Baru
1 503 1 800
119 544 118 439
272 402
61 358 59 718
816 903
37 360 56 258
208 172
17 766 27 627
Gatot Subroto I
2 002
572 140
486
150 223
Gatot Subroto II
1 932
81 922
198
32 809
Gatot Subroto III
1 845
80 739
308
40 440
DKI Jakarta 41 361 3 463 704 Sumber : Data bagian pemasaran Kanwil DKI Jakarta (2013)
7 174
1 383 546
10 11 12 13 14 15 16 17
Cilincing Mangga Dua
128 946 101 457 125 869
PT Jamsostek membagi kepersertaan berdasarkan paket apa yang diambil oleh perusahaan, ada dua kelompok kepersertaan menurut paket yang mereka ambil, yaitu kepersertaan paket A meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian dan Jaminan Hari Tua, sedangkan paket C hanya menyertakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan. Walaupun nantinya JPK akan beralih menjadi wewenang dan tanggung jawab dari BPJS Kesehatan, namun sampai saat ini PT Jamsostek masih berfokus dalam meningkatkan jumlah peserta paket C. Dari data bagian operasional dan pemawasaran Kanwil DKI Jakarta seperti yang tertera pada Tabel 4, rata-rata realisasi target yang dibebankan pusat kepada Kanwil DKI Jakarta hanya sebesar 63.46% pada paket A, sedangkan pada paket C hanya 56.82% pencapaiannya dari beban target yang dibebankan dari pusat. Pencapaian inilah yang menjadi masalah yang dihadapi oleh Jamsostek Kanwil DKI Jakarta, terutama peserta paket A yang akan menjadi fokus PT Jamsostek ke depan.
6
Tabel 4 Jumlah target dan pencapaian PT Jamsostek Kanwil DKI Jakarta Target
Paket A Realisasi
%
Target
Paket C Realisasi
%
786 757 467
538 362 243
68.45 47.82 52.03
505 331 167
251 179 128
49.70 54.08 76.65
381 655 939
243 477 659
63.78 72.82 70.18
248 213 483
118 175 277
47.58 82.16 57.35
460
295
64.13
289
148
51.21
551 401 297 363
270 255 208 169
49.00 63.59 70.03 46.56
137 205 94 287
80 119 103 103
58.39 58.05 10.57 35.89
369 171 139 546 343 301
277 122 122 367 162 261
75.07 71.35 87.77 67.22 47.23 86.71
114 124 61 226 207 82
125 86 50 119 36 47
109.65 69.35 81.97 52.65 17.39 57.32
7 926 5 030 63.46 Kanwil DKI Jakarta Sumber : Data Divisi Pemasaran Kanwil DKI Jakarta (2013)
3 773
2 144
56.82
Kantor Cabang Salemba Grogol Tanjung Priok Rawamangun Setiabudi Cilandak Gambir Kebonsirih Cawang Pluit Pulo Gadung Kebayoran Baru Cilincing Mangga Dua Gatot Subroto I Gatot Subroto II Gatot Subroto III
Adanya gap yang besar antara target awal (beban pusat) dengan pencapaian Kepesertaan PT Jamsostek Kanwil DKI Jakarta saat ini merupakan salah satu bentuk kegagalan manajemen dalam merencanakan strategi dan kegiatan operasional. Hal inilah yang menjadi fokus di dalam penelitian ini, untuk mengidentifikasi proses dari formulasi sampai pada tahap eksekusi strategi di dalam PT Jamsostek Kanwil DKI Jakarta. Hal yang menarik untuk dicermati di dalam kasus ini adalah apakah terjadinya gap tersebut diakibatkan dari kegagalan memformulasikan atau kegagalan dalam merencanakan eksekusi strategi. Formulasi strategi dan implementasi dikategorikan sebagai dua tahapan yang terpisah, implementasi merupakan sebuah proses yang murni aktivitasnya dikerjakan oleh level staf menengah dan bawah sedangkan formulasi merupakan sebuah proses perencanaan yang disusun oleh para top manager. Hasil studi yang dilakukan Kaplan dan Norton (2001) memperlihatkan keberhasilan perusahaan yang memiliki sistem pengelolaan strategi ternyata mempunyai tingkat keberhasilan dalam hal eksekusi strategi mencapai 70%, sebuah angka yang jauh lebih tinggi dari pada perusahaan yang tidak memiliki sistem yaitu hanya 27% saja (Tabel 5). Senada dengan studi yang dilakukan oleh Nohria et al. (2003) yang memeriksa lebih dari 200 praktek manajemen yang diterapkan lebih dari 100 tahun di 160 perusahaan mapan, menunjukan tidak ada satupun konsep manajemen yang dapat ditetapkan sebagai yang paling berhasil meningkatkan kinerja organisasi. Studi tersebut juga mengatakan bahwa hal yang penting bukanlah formulasi strategi semata, melainkan efektivitas implementasi strategi.
7
Tabel 5 Keberhasilan sistem eksekusi strategi Pengelolahan strategi dan kinerja perusahaan yang memiliki sistem Dampak terhadap tingkat keberhasilan eksekusi strategi Sumber : Kaplan dan Norton (2006)
Memiliki sistem (%)
Tidak memiliki sistem (%)
54%
46%
70%
27%
Masalah kegagalan dari sebuah perencanaan strategis adalah sebuah fenomena di seluruh dunia, besarnya hingga 90% dan hanya 10% strategi yang berhasil dilaksanakan (Nohria et al. 2003). Dikatakan bahwa 95% dari organisasi tidak memahami strategi organisasi mereka (Carter dan Pucko, 2010). Studi tersebut juga mengatakan bahwa hal yang penting bukanlah formulasi strategi semata, yang jauh lebih penting adalah efektivitas implementasi strategi tersebut. Sejumlah kegagalan strategi lebih banyak disebabkan oleh kegagalan di dalam pengimplementasian strategi, Koseoglu et al. (2009) menunjukkan bahwa kegagalan rencana strategis dibagi ke dalam empat kategori yaitu proses perencanaan strategi, kualitas strategi, implementasi strategi dan serta struktur dan iklim organisasi. Roth et al. (1999) mengidentifikasi enam faktor yaitu: koordinasi, filosofi manajerial, konfigurasi, formalisasi, sentralisasi, dan mekanisme dalam mengintegrasikan. Beer dan Eisentat (2000) mengatakan ada enam penghambat dalam pengimplementasian strategi yang sering muncul dalam suatu organisasi antara lain ialah gaya kepemimpinan puncak yang beroreantasi top-down, strategi tidak jelas serta konflik prioritas, manajer yang tidak berkerja efektif, komunikasi vertikal yang buruk, koordinasi yang buruk antar fungsi, antar bisnis unit dan antar unit di dalam organisasi, serta yang terakhir adalah kompetensi kepemimpinan dan pengembangan yang lemah dari pimpinan di level menengah atau bawah. Temuan-temuan tersebut memperjelas bahwa literatur telah memberikan penekanan yang berlebihan terhadap formulasi strategi, sementara pada tahap implementasi strategi diberikan perhatian yang minim. Masalah belum tercapainya keseimbangan antara formulasi dan implementasi ini menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi perusahaan. Banyak para praktisi, manajer, konsultan dan bahkan direksi dapat menyusun strategi formulasi yang baik, namun tidak melakukan persiapan optimal pada aktivitas dan program implementasi. Tidak sedikit perusahaan yang berhasil menyusun strategi komprehensif namun terbengkalai dalam eksekusinya. Eksekusi dilakukan pada saat setiap unit dan individu memperoleh target masing-masing, dan mereka bekerja untuk mencapai target tersebut. Dalam rangka mengeksekusi rencana strategis dengan kategori tersebut, menjadi suatu tindakan operasional yang detail, rutin (jangka pendek), dan tersegmentasi pada unit-unit kerja tertentu, membutuhkan suatu upaya yang efektif dan efesien. Kemampuan mengeksekusi strategi dengan baik inilah yang dikiran belum sepenuhnya diterapkan di PT Jamsostek Kanwil DKI Jakarta, dibuktikan dengan tingkat pencapaian target tahun 2013 (Tabel 3) yang jauh dari jumlah potensi yang ada.
8
Perumusan Masalah
Pella (2013) berpendapat bahwa terdapat rentang 70% sampai 90% strategi yang diterapkan perusahaan gagal dalam implementasiannya. Hal yang sama tergambar pada tingkat pencapaian kinerja PT Jamsostek Kanwil DKI Jakarta dalam meningkatkan jumlah peserta. Kenyataan yang sering muncul kemunduruan pencapaian target pencapaian strategi dari pada target awal yang direncanakan, hal ini memperjelas adanya problem manajerial dalam implementasi strategi. Tidak sedikit perusahaan yang berhasil menyusun strategi komprehensif namun terbengkalai dalam eksekusinya. Eksekusi dilakukan pada saat setiap unit dan individu memperoleh target masing-masing, dan mereka bekerja untuk mencapai target tersebut. Dalam rangka mengeksekusi rencana strategis dengan kategori tersebut, menjadi suatu tindakan operasional yang detail, rutin (jangka pendek), dan tersegmentasi pada unit-unit kerja tertentu, membutuhkan suatu upaya yang efektif dan efesien. Disinilah tantangan terbesar bagi manajemen PT Jamsostek Kanwil DKI Jakarta yaitu memastikan strategi yang dijalankan dengan tepat agar tidak menjadikan perencanaan strategi yang tersusun dengan baik namun tidak maksimal dalam eksekusi strateginya. Selain merencanakan strategi dalam meningkatkan peserta, perlu bagi Jamsotek Kanwil DKI Jakarta untuk menyusun proses eksekusi strategi agar implementasi dari formulasi strategi sesuai dengan apa yang diharapkan. Penelitian ini dilaksanakan untuk memformulasikan strategi lalu melanjutkannya pada tahap eksekusi strategi yang diharapkan agar kesenjangan antara target awal dengan pencapaian bisa tercapai sesuai dengan beban target yang dibebankan pusat untuk Kanwil DKI Jakarta. Berdasarkan uraian tersebut maka perumusan masalah yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor eksekusi strategi apa yang menjadi kendala PT Jamsostek Kanwil DKI Jakarta saat ini 2. Faktor eksternal dan internal apa yang mempengaruhi PT Jamsostek Kanwil DKI dalam meningkatkan jumlah peserta 3. Alternatif strategi apa saja dalam meningkatkan peserta aktif pada PT Jamsostek Kanwil DKI Jakarta 4. Stategi alternatif yang mana yang akan menjadi prioritas strategi PT Jamsostek Kanwil DKI Jakarta 5. Bagaimanakah eksekusi strategi PT Jamsostek Kanwil DKI dalam meningkatkan jumlah peserta aktif dalam pelaksanaan rencana kerja
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis kendala eksekusi strategi yang dihadapi PT Jamsostek Kanwil DKI Jakarta
9
2. Menganalisis faktor lingkungan eksternal dan internal yang mempengaruhi PT Jamsostek Kanwil DKI Jakarta dalam meningkatkan jumlah peserta 3. Merumuskan alternatif strategi dalam meningkatkan peserta PT Jamsostek Kanwil DKI Jakarta 4. Menentukan strategi prioritas PT Jamsostek Kanwil DKI Jakarta dalam meningkatkan jumlah peserta aktif 5. Merumuskan rencana eksekusi strategi di PT Jamsostek Kanwil DKI Jakarta dalam meningkatkan jumlah peserta
Manfaat Penelitian
Penelitian perencanaan dan sistem eksekusi strategi Jamsostek Kanwil DKI Jakarta dalam meningkatkan jumlah peserta aktif ini bermanfaat sebagai: 1. Sumbangan pemikiran dan alternatif wawasan bagi perusahaan mengenai perencanaan dan eksekusi strategi dari sudut pandang akademik 2. Upaya memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan manajemen perencanaan dan sistem eksekusi strategi khususnya pada Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang jaminan sosial
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini didisain untuk perencanaan dan eksekusi strategi Jamsostek Kanwil DKI Jakarta dalam meningkatkan jumlah peserta aktif dengan rincian sebagai berikut: 1. Hasil penelitian ini terbatas pada perencanaan dan eksekusi strategi PT Jamsostek Kanwil DKI Jakarta dalam meningkatkan jumlah peserta aktif 2. Objek penelitian langsung adalah kantor pusat PT Jamsostek di Jalan Jendral. Gatot Subroto No. 79. Jakarta Selatan dan PT Jamsostek Kanwil DKI Jakarta, Jalan Jendral. Gatot Subroto No. 71-73 Lt 8 Tower B Menara Jamsostek, Jakarta Selatan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Manajemen Strategik
Banyak literatur mengenai manajemen stratejik menurut para ahli dalam bidang strategi. Menurut Hutabarat dan Huseini (2006) strategi merupakan rencana