1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jumlah konsumsi minyak bumi Indonesia sekitar 1,4 juta BOPD (Barrel Oil Per Day), sedangkan produksinya hanya sekitar 810 ribu BOPD (Barrel Oil Per Day). Kesenjangan konsumsi dan produksi ini menimbulkan impor yang cukup besar. Sementara itu subsidi untuk BBM dan listrik sangat besar pada tahun 2013 mencapai lebih dari Rp 300 trilyun. Kondisi subsidi ini sangat memberatkan keuangan Pemerintah. Sebagai negara berkembang, peningkatan kebutuhan energi di Indonesia pertahun sekitar 7%, sedangkan di negara maju hanya sekitar 2,2% (EIA 2013). Ketersediaan energi yang cukup di negara berkembang merupakan faktor yang sangat penting. Akses terhadap layanan energi yang handal dapat mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesehatan masyarakat, sekaligus meningkatkan produktivitas dan daya saing, serta mendorong pertumbuhan ekonomi (AGECC 2010). Sebaliknya, kekurangan penyediaan energi dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi dan menurunnya tingkat kesejahteraan. Kurangnya penyediaan energi menjadi penyebab utama rendahnya tingkat pembangunan ekonomi dan sosial di negara berkembang (Medlock dan Soligo 2001). Selama ini, kebutuhan energi itu dipenuhi dengan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap bahan bakar fosil. Di sisi lain, terjadi ketidakamanan pasokan energi di banyak daerah di Indonesia. Untuk mengatasi hal ini ada dua solusi yang bisa dilakukan, yaitu dari sisi supply dan sisi demand. Dari sisi supply, pasokan energi dapat ditingkatkan dengan mengembangkan energi alternatif seperti bahan bakar nabati, geothermal, surya, angin, hidro dan lain-lain. Sedangkan dari sisi demand, dapat dilakukan dengan langkah konservasi energi yaitu dengan penggunaan energi yang efisien atau demand yang ditekan. Energi menjadi kebutuhan penting yang menopang pertumbuhan ekonomi suatu negara karena energi merupakan penggerak perekonomian dan bahan baku utama bagi aktivitas ekonomi (Khan 2008). Hal ini sesuai dengan penegasan Arbex (2010) bahwa energi adalah input yang esensial untuk pertumbuhan dan pengembangan ekonomi modern. Aktivitas ekonomi menggunakan sumber energi, baik energi terbarukan maupun energi tidak terbarukan. Faktor-faktor produksi lain seperti tenaga kerja dan modal tidak dapat berfungsi tanpa energi. Huang (2008) mengkaji hubungan antara konsumsi energi dan PDB untuk 82 negara dan menemukan bahwa pada negara berpendapatan menengah bawah (lower middle income group) dan negara berpendapatan menengah atas (upper middle income group), pertumbuhan ekonomi menyebabkan konsumsi energi positif, yang berarti semakin tinggi pertumbuhan ekonomi semakin tinggi pula tingkat konsumsi energi. Kajian Indra (2008) terhadap 10 negara Asia Pasifik menunjukkan bahwa tren pergerakan konsumsi minyak bumi cenderung meningkat walaupun harganya juga cenderung meningkat. Pergerakan harga minyak bumi tidak mempengaruhi
2 penurunan konsumsi minyak bumi. Ketika harga minyak bumi turun, tren pergerakan konsumsi minyak bumi meningkat, namun ketika harga minyak bumi naik, hal itu tidak menghalangi Negara-negara tersebut untuk terus meningkatkan konsumsi minyak bumi. Kebijakan energi nasional bertujuan untuk menjamin keamanan pasokan energi dalam mendukung perekonomian nasional. Salah satu strategi pengembangan energi nasional adalah meningkatkan kegiatan diversifikasi energi yang memanfaatan energi terbarukan. Apalagi berdasarkan data potensi energi terbarukan, Indonesia memiliki seluruh jenis energi terbarukan mulai dari angin, surya, mikrohidro, biomasa, panas bumi, energi samudra/panas laut. Sumber energi baru dan terbarukan yang terdiri atas energi air, panas bumi, biomasa, mini/mikro hidro, matahari, dan energi angin juga tersedia dalam jumlah yang cukup melimpah. Tetapi pemanfaatannya dalam kapasitas terpasangmasih jauh lebih kecil dibandingkan dengan sumber daya yang tersedia. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan potensi energi baru dan terbarukan nasional. Tabel 1. Potensi Energi Terbarukan Nasional Sumber Daya
Setara
Tenaga Air
845,00 juta BOE
75,67 GW
Kapasitas Terpasang 6,65 GW
Panas Bumi
219,00 juta BOE
29,04 GW
1,12 GW
Energi Non Fosil
Mini/mikro Hidro
0,77 GW
0,77 GW
0,23 GW
288,50 juta BOE
49,81 GW
0,3 GW
Tenaga Surya
-
4,80 Kwh/m2/hari
0,02 GW
Tenaga Angin
9,29 GW
9,29 GW
0,002 GW
Biomasa
Sumber : Handbook of Energy and Economic Statistic of Indonesia, 2011
Presiden pada tanggal 25 Januari 2006 menetapkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Kebijakan tersebut bertujuan untuk mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri sekaligus untuk menghadapi pengaruh permasalahan krisis energi dunia. Untuk mewujudkan maksud tersebut, pemerintah menargetkan sasaran kebijakan energi nasional berupa terwujudnya bauran energi yang optimal pada tahun 2025, yaitu minyak bumi menjadi kurang dari 20%, gas bumi menjadi lebih dari 30%, batubara menjadi lebih dari 33%, dan total energi baru dan terbarukan menjadi lebih dari 17%. Sasaran di atas dicapai melalui kebijakan penyediaan energi yang (1) menjamin ketersediaan pasokan energi dalam negeri, (2) mengoptimalkan produksi dalam negeri, dan (3) melaksanaan konservasi energi. Sedangkan dari sisi pemanfaatan energi dilakukan (1) efisiensi pemanfaaatan energi, dan (2) diversifikasi energi. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 mengamanatkan target bauran energi tahun 2025 sebesar 17% untuk energi baru dan terbarukan. Sekarang ini proporsi energi baru dan terbarukan baru mencapai sekitar 4,4 %. Jika kita melihat negaranegara Eropa, sebagai contoh negara Denmark yang sekarang ini sudah mencapai 15% untuk porsi Green energy dan ditargetkan menjadi 30% pada tahun 2025, tentu hal ini sulit diterapkan di Indonesia. Muncul permasalahan investasi dan
3 keuangan dalam peningkatan target bauran energi di Indonesia. Hal ini sangat menarik untuk dikupas lebih lanjut karena pada dasarnya kebijakan harga energi pada keekonomiannya menjadi pendorong tercapainya bauran energi yang ditargetkan. Kebijakan Energi Nasional (KEN) disusun oleh Dewan Energi Nasional yang diketuai oleh Presiden Republik Indonesia dengan Ketua Hariannya adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. KEN mengatur kebijakan energi di Indonesia sampai tahun 2050 dan merupakan strategi penggunaan dan pengembangan energi nasional termasuk ketahanan energi nasional. Kebijakan Energi Nasional yang baru sudah disahkan oleh DPR, tetapi belum dapat dilaksanakan karena belum dibuat Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan pelaksanaannya. UU No. 30 Tahun 2007 menyebutkan bahwa Pemerintah Pusat dan Daerah harus mendukung peningkatan energi baru dan terbarukan dan diperbolehkan memberikan insentif.
Gambar 1. Bauran Energi Indonesia Tahun 2006 - 2025 Pihak pengusaha dapat andil dari sisi investasi dan insentif yang berupa Corporate Social Responsibility, sesuai dengan UU No. 40 Tahun 2007 bahwa Perseroan Terbatas yang melakukan eksploitasi Sumber Daya Alam wajib untuk melakukan CSR bagi kepentingan Community Development. Newmont adalah pertambangan emas yang mempunyai kewajiban sesuai UU No. 40 Tahun 2007. Perusahaan yang merupakan Trans National Company (TNC) ini sangat perlu memperhatikan CSR local karena sesuai penelitian di Kamerun bahwa terdapat hubungan antara CSR perusahaan TNC dengan membentuk strategi perusahaan yang sukses (Che 2011). Bekas lahan pertambangannya di Pulau Sumbawa tidak diinginkan menjadi pulau hantu
4 setelah ditinggalkan penambang. Perlu ada studi mengenai Comunity Development dalam bentuk pengembangan Kebun Energi yang dapat menghasilkan biomasa yang ekonomis dan berkelanjutan. Selanjutnya biomasa tersebut dapat diolah menjadi biopelet dan dibuat pilot project untuk menghasilkan listrik. Teknologi Green Energy (Energi Terbarukan atau Renewable Energy) masih sulit bersaing dengan energi konvensional. Tetapi jika diperhitungkan aspek lain, misalnya CDM, maka Renewable Energy menjadi feasible. Tentu perlu dipertimbangkan pula aspek lingkungan yang akan memberikan efek positif. Carbon Development Mechanism ini merupakan bonus dari penggunaan Green Energy.
Gambar 2. Harga Energi Terbarukan Berdasarkan Jenis dan Negara
Perumusan Masalah
Kebijakan energi di Indonesia relatif sudah lengkap dengan adanya Kebijakan Energi Nasional, Undang-Undang Energi Nomor 30 Tahun 2007, Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 31 Tahun 2009 yang mengatur mengenai Feed in Tariff dan merupakan kebijakan harga Green Energy. Peraturan ini tidak dapat digunakan pada seluruh teknologi Green Energy karena tidak sesuai dengan keekonomiannya. Oleh karena itu perlu ada perubahan agar mendorong penggunaan Green Energy. Peraturan Menteri ESDM ini disempurnakan dengan Permen ESDM Nomor 4 Tahun 2012 khusus mengenai biomasa dan Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2013 tentang biomasa dari sampah. Walaupun peraturan mengenai energi baru dan terbarukan sudah cukup lengkap, tetapi regulasi pemerintah masih dirasakan belum mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia sehingga perlu ada
5 peranan kebijakan Pemerintah yang mendorong penggunaan energi baru dan terbarukan. Peraturan Menteri ESDM No.4 Tahun 2012 mengenai Feed in Tarif biomasa memberikan kenaikan harga bagi pengembang, tetapi masih dirasakan kurang mendukung sehingga diperlukan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi Feed in Tariff biomasa tersebut. Pemerintah memainkan peran penting untuk memastikan teknologi yang berkembang, insentif, Feed in Tariff, kemudahan perijinan, memastikan persaingan yang sehat dengan keberpihakan pada industri dalam negeri serta menyediakan fasilitas berbagai riset terkait. Community Development merupakan solusi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lingkungan perusahaan pertambangan dan energi (Hatta 2011). Community Development adalah bagian dari Corporate Social Responsibility (CSR) yang merupakan kegiatan yang diwajibkan untuk perusahaan yang memanfaatkan sumber daya alam di Indonesia bagi kesejahteraan masyarakat di daerah operasi. Model kebijakan pengelolaan lingkungan pertambangan mineral yang berkelanjutan sangat tergantung pada aspek sosial budaya masyarakat sekitar dan tindakan provokasi (Wibisono 2007). Community Development di daerah pertambangan akan mempengaruhi hasil produksi perusahaan pertambangan. Perusahaan pertambangan banyak berpikir tentang lingkungan, keuntungan, dan keberlanjutan yang dalam berbagai arah perseroan disebutkan sebagai Planet, Profit and Sustainability (Gazali 2013). Kaitannya dengan keberlanjutan adalah kemampuan perusahaan untuk dapat tetap mempertahankan eksistensinya, salah satunya dengan menggunakan energi terbarukan dan bersinergi dengan masyarakat (Sitarz 2008). Pulau Sumbawa relatif dekat dengan Pulau Jawa dan sumber alamnya sangat luar biasa, terutama adanya pertambangan emas yang besar. Diharapkan setelah penambangan emas dilaksanakan, bekas lahan pertambangan tidak menjadi daerah yang tidak berguna (Eriyatno 2013). Nusa Tenggara Barat menjadi salah satu tujuan wisata yang ramai dikunjungi. Dengan adanya penambangan emas di Pulau Sumbawa, diharapkan industri pariwisata akan tetap berkembang dan tidak terganggu, sehingga penghijauan kembali bekas lahan pertambangan emas tersebut akan menjadi penting. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, maka dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut : 1) Bagaimana industri Biopelet yang berkelanjutan dapat menjadi solusi dalam pemberdayaan hutan tanaman rakyat? 2) Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kebijakan Feed in Tariff energi yang berbasis Biomasa? 3) Bagaimana industri mengembangkan kebun energi, khususnya dalam sistem rantai pasok industri Biopelet?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
6 1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi Kebijakan Energi Terbarukan yang berbasis Biomasa dari hutan tanaman rakyat. 2) Merancang sistem rantai pasok industri Biopelet dengan pemberdayaan hutan tanaman rakyat yang berkelanjutan. 3) Mengembangkan model kebijakan energi terbarukan yang berbasis industri Biomasa untuk elektrifikasi pedesaan.
Manfaat Penelitian
1) Memberikan masukan kepada pemerintah dalam pengambilan kebijakan mengembangkan energi terbarukan, khususnya Biomasa untuk elektrifikasi pedesaan. 2) Memberikan pendekatan sistem untuk menetapkan kebijakan harga Feed in Tariff Biomasa sebagai sumber Green energy yang akan mendorong tercapainya energy mix tahun 2025 sesuai amanat Perpres 5 Tahun 2006. 3) Memberikan saran untuk meningkatkan Rasio Elektrifikasi yang sekarang ini masih dibawah 78% dan penyediaan listrik di pedesaan. 4) Memberikan disain konversi energi hijau (green energy) yang dikembangkan di seluruh lahan tidur di Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian
Mengingat permasalahan kebijakan pengembangan industri energi terbarukan berbasis biomasa sangat kompleks dan rumit, penelitian ini membatasi pada efektifitas kebijakan internal dan eksternal yang mempengaruhi sistem pengembangan industri energi terbarukan berbasis kayu di Indonesia. Salah satu penunjang energi terbarukan berbasis biomasa kayu adalah Hutan Kemasyarakatan yang merupakan bentuk pengembangan Community Development dengan penanaman hutan sengon. Sumber Energi Terbarukan berbasis biomasayang secara khusus dibahas adalah biopelet berbasis kayu sengon. Selain cepat tumbuhnya, sengon memiliki nilai sosial ekonomi yang sangat membantu masyarakat setempat. Kajian kebijakan akan meliputi Undang-Undang Lingkungan, Undang-Undang Energi yang mencakup kebijakan turunannya berupa Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri. Sistem pembiayaan yang akan dibahas adalah Corporate Social Responsibility (CSR) swasta dan PKBL BUMN. Sumber investasi meliputi Kredit Usaha Kecil dan Menengah, permodalan Ventura/Madani, dan Perbankan.
Kebaruan
Kebaruan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
7 1) Penelitian ini memberikan kebaruan di bidang kebijakan harga Feed in Tariff Biomasa Green Energy di Indonesia yang dapat digunakan sebagai pendukung Peraturan Menteri tentang Feed in Tariff. 2) Penelitian ini dapat dijadikan landasan bentuk Comunity Development dengan membangun industri biopelet dari kebun energi yang berkesinambungan di lahan tidur sesuai dengan kewajiban Comunity Social Responsibility (CSR). 3) Penelitian ini merupakan solusi penghijauan kembali lahan bekas pertambangan sekaligus terobosan strategi pencapaian target bauran energi di Indonesia.
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB