1. PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam tahun terakhir ini PT TELKOM mengalami peningkatan jumlah kas sebesar Rp 514 miliar. Peningkatan tersebut terutama dihasilkan dari kegiatan usaha, yaitu Rp 71.105 miliar. Arus kas tersebut diimbangi oleh kas yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan usaha, seperti (i) pembayaran beban, (ii) pendanaan belanja modal untuk infrastruktur termasuk jaringan utama (backbone), serta (iii) pembayaran hutang yang terkait dengan bank maupun bentuk pinjaman lainya, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pada tahun 2012 likuiditas dan sumber permodalan, di luar dari kebutuhan modal kerja dan pembayaran pinjaman dan pajak, tidak ditargetkan untuk memperoleh sumber pendanaan lain. Pada arus kas pendapatan perusahaan masih mengalami penurunan untuk pendapatan telepon kabel tidak bergerak dan penyesuaian tertentu terhadap tarif interkoneksi. Penurunan pendapatan tersebut sebagian dapat dikompensasikan oleh kenaikan bisnis new wave (Lap Tahunan TELKOM 2012). Dengan kondisi bisnis yang demikian, PT TELKOM melakukan antisipasi dengan mengimplementasikan manajemen pengetahuan. Dalam organisasi bisnis pada umumnya terdapat kecenderungan atas keyakinan bahwa pengetahuan dianggap sebagai sumber daya penting yang paling strategis. Pernyataan ini menggambarkan bahwa betapa pentingnya fungsi manajemen pengetahuan dalam sebuah organisasi. Walaupun manajemen pengetahuan merupakan bidang yang relatif baru, subyek ini telah menjadi topik populer yang dibicarakan para eksekutif puncak pada era 1990-an. Manajemen pengetahuan merupakan bagian dari bisnis inti yang sangat penting dan membutuhkan strategi manajemen dalam penerapannya. Rentang pendekatan terhadap manajemen pengetahuan meluas dari teknologi yang merubah informasi menjadi pengetahuan (Salvary 1999) sampai pengetahuan yang merupakan intisari dari proses berpikir yang tidak mudah disimpan (McDermott 1999). Beberapa fungsi kritikal dari manajemen pengetahuan misalnya: mampu mengembangkan sistem dan proses untuk mengambil dan berbagi aset intelektual, meningkatkan penciptaan informasi yang bermanfaat dan bermakna sehingga dapat meningkatkan unjuk kerja perusahaan. Mendasarkan pada beberapa fungsi kritikal dimaksud, manajemen pengetahuan telah diterapkan di beberapa perusahaan. Perhatian terhadap manajemen pengetahuan semakin meningkat, karena manajemen pengetahuan memandang modal intelektual bisa dikelola dan memberikan kerangka kerja untuk membantu perusahaan dalam pemanfaatan sumber daya strategis yang bernilai tersebut. Darroch (2005) perusahaan yang lebih inovatif adalah perusahaan yang mampu mengakuisisi, menyebarkan dan tanggap terhadap pengetahuan. Selain itu manajemen pengetahuan juga akan mendorong peningkatan pembelajaran individu dan tim di dalam organisasi, memaksimumkan nilai intelektual organisasi berdasarkan penyebarannya pada seluruh fungsi dan lokasi yang terpisah di dalam organisasi. Kecenderungan dari perusahaan yang sukses dalam mempertahankan bisnis bukan lagi didasarkan pada sekelompok produk, tetapi lebih menekankan pada sekumpulan pengetahuan
2
dari para karyawannya. Modal intelektual ini merupakan kunci yang akan memberikan keunggulan kompetitif dengan memposisikan pelanggan sebagai targetnya. Manajemen pengetahuan akan mengakumulasi modal intelektual sehingga menciptakan kompetensi inti yang unik dan akhirnya mengarah pada penciptaan hasil yang superior (Muluk 2003). Berkaitan dengan itu disadari bahwa perubahan teknologi yang demikian pesat serta globalisasi yang membawa konsekuensi atas tuntutan peningkatan kemampuan karyawan di suatu perusahaan. Tuntutan peningkatan kemampuan karyawan dimaksud akan membawa pengaruh kepada kelangsungan ataupun kegagalan suatu perusahaan. Di sisi lain agar perusahaan dapat bertahan di dalam industri serta mempertahankan pangsa pasar yang sudah diraih menuntut perusahaan untuk selalu lebih cepat bergerak dalam mengantisipasi pasar dibandingkan dengan para pesaingnya. Di antara beberapa upaya peningkatan daya saing perusahaan dimaksud, maka perusahaan juga tetap dituntut untuk mampu menunjukkan kapasitas beradaptasi yang lebih cepat terhadap perubahan kondisi tuntutan lingkungannya, terus menerus melakukan inovasi dan mengambil keputusan yang tepat untuk menggerakkan perusahaan ke arah tujuan yang diinginkan (Sangkala 2007). Kecepatan dan kelincahan bergerak tentunya didasari dengan suatu perencanaan yang matang serta kesepakatan untuk melaksanakan demi mencapai tujuan perusahaan. Apabila di dalam perusahaan atau organisasi terdapat suatu proses pembelajaran organisasi maka idealnya akan ditemukan adanya transfer pengetahuan di dalam organisasi dimaksud sehingga kebijakan organisasi, struktur organisasi dan proses-proses di dalam organisasi seharusnya juga berjalan secara efektif dan efisien. Tannenbaum (1998) menyatakan bahwa manajemen pengetahuan mencakup berbagi pengetahuan (knowledge sharing). Tanpa berbagi pengetahuan, upaya manajemen pengetahuan akan gagal. Kultur perusahaan, dinamika dan praktik-praktik seperti sistem penggajian dapat mempengaruhi berbagi pengetahuan. Aspek budaya dan sosial dari manajemen pengetahuan merupakan tantangan yang signifikan. Dewasa ini terdapat suatu kecenderungan dari sebagian besar perusahaan untuk peduli kepada manajemen pengetahuan dengan pertimbangan agar tetap dapat menjaga pertumbuhan perusahaan, keunggulan kompetitif serta kemungkinan pengembangannya. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat dan tingkat persaingan yang tinggi dan dinamis, mengharuskan perusahaan untuk melakukan inovasi guna peningkatan dayasaingnya. Perubahan atas persaingan yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk menyesuaikan paradigma dari yang semula mengandalkan resource-based menjadi knowledgebased. Salah satu contoh perusahaan yang telah peduli dan mengupayakan agar manajemen pengetahuan dapat dikelola dengan baik adalah PT. (Persero) Telekomunikasi Indonesia Tbk atau PT. TELKOM. Perusahaan sangat peduli dengan pengembangan teknologi informasi (IT) dalam rangka memperkuat manajemen kualitas, termasuk di dalamnya pengembangan sumber daya manusia, manajemen informasi, peningkatan kualitas layanan dan produk, serta peningkatan inovasi perusahaan.
3
Beberapa pertimbangan PT. TELKOM yang mendasari perlunya pengelolaan manajemen pengetahuan adalah: pertama, bahwa kebijakan perusahaan dalam hal program Pensiun Dini (PENDI) membawa konsekuensi hilangnya atau terbawanya pengetahuan yang melekat kepada karyawan yang melaksanakan program pensiun dimaksud. Jumlah perserta yang mengikuti program PENDI cenderung mengalami peningkatan seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Permohonan pensiun dini (PENDI) PT TELKOM Tahun Jumlah Pemohon (Orang) Jumlah Disetujui (Orang) 2009 1.027 1.014 2010 1.019 946 2011 1.123 1.118 Sumber: HR-Center Area Jakarta (2011) Kedua, dirasakan bahwa program kaderisasi di perusahaan telekomunikasi cukup unik, karena lebih dominan dorongan teknologi, sehingga diperlukan adanya manajemen pengetahuan yang perlu dijaga kesinambungannya. Ketiga, beberapa pekerjaan diserahkan kepada pihak ketiga misalnya: menerapkan IP (Internet Protocol), rehabilitasi dan pembenahan jaringan kabel, pengaturan modem untuk layanan internet, dan pekerjaan lainnya yang mengandung konsekuensi kelangkaan atau hilangnya kompetensi-kompetensi inti dimaksud. Keempat, perusahaan telekomunikasi dengan basis teknologi memerlukan inovasi-inovasi dari para karyawan, dengan demikian pengelolaan manajemen pengetahuan menjadi hal yang cukup kritikal. Kelima, bahwa tingkat persaingan di industri telekomunikasi semakin meningkat sehingga membawa konsekuensi yang relatif besar untuk kemungkinan karyawan keluar dari PT. TELKOM dan selanjutnya masuk ke perusahaan telekomunikasi lainnya. Dalam periode 3 tahun mulai dari tahun 2009-2011 (Tabel 2), terjadi perputaran karyawan (turn over) atau keluar dari PT TELKOM serta mutasi/promosi ke divisi lainnya, khusus di Divisi Enterprise Services (DES) dan Divisi Business Services (DBS) untuk account manager (AM) yang relatif cepat. Pada tahun 2009 terjadi perputaran karyawan sebanyak 3 orang AM pada DES dan 9 orang AM masing-masing 5 orang dari DES serta 4 orang dari DBS. Selain keluar dari perusahaan juga terjadi perpindahan ke divisi lainnya, seperti pada tahun 2010 terdapat 2 orang dari DES dan 9 orang dari DBS berpindah ke Divisi Customer Service serta 51 orang AM menyebar ke anak perusahaan atau pengisian ke pembentukan anak perusahaan di luar negeri (global talent). Dengan adanya program pensiun dini juga mengakibatkan terjadinya kehilangan pengetahuan.
4
Tabel 2. Perkembangan turn over atau mutasi account manager di Divisi Enterprises Services dan Divisi Business Services Tahun 2009 2010 2011
Jumlah (Orang) Turnover (Orang) Mutasi (Orang) 902 3 9 890 62 828 2 8 Sumber: Lesson learnt and success story direktorat EWS (2012) Disamping itu, perusahaan juga telah melakukan antisipasi atas turbulensi lingkungan bisnis dengan melakukan kebijakan transformasi organisasi (TO) dengan maksud agar perusahaan tetap dapat bertahan dalam persaingan dan bahkan mampu meningkatkan daya saing bisnisnya. Transformasi organisasi yang terjadi selama 5 tahun terakhir (Tabel 3), hampir setiap tahun dilakukan transformasi organisasi. Tabel 3. Perkembangan tranformasi organisasi di PT. TELKOM No 1
Tahun 2008
Tranformasi Organisasi Sentralisasi fungsi Human Resource dan Finance Center dan pembentukan Divisi Enterprise Service (DES) Pembentukan Divisi Business Service (DBS)
2
2009
3
2011
Pembentukan Divisi Customer Service
4
2012
Pembentukan CorpU (Corporate University)
5
2013
Keterangan Sebelumnya kedua funsi dimaksud ada di setiap Divisi product owner (PO) dan delivery channel (DC) Pembentukan struktur organisasi DBS fokus SME yang merupakan pecahan dari DES (Corporate) Peleburan dari konsep Kantor Daerah Telekomunikasi dengan fokus pengelolaan pelanggan retil/perumahan Penajaman fokus pendidikan dan pelatihan, semula divisi pelatihan Basis pengelolaan pelanggan secara teritory/area/wilayah
Pembentukan Divisi Telkom Barat dan Divisi Telkom Timur serta ekpansi dan pendirian Telkom di luar negeri Sumber: Data HR-Center Area Jakarta dan berita dari Portal Telkom (2012)
Kondisi ini diamati dari paparan dalam rapat manajemen misalnya: review operational mingguan, evaluasi bisnis bulanan dan rapat ataupun forum berbagi pengalaman antar manajemen dan karyawan yang dilakukan setiap hari Rabu per minggu. Selain itu informasi ini juga diperoleh dari forum semi formal misalnya: e-mail antar karyawan, forum diskusi resmi misalnya notulen pelaksanaan Forum 5C, maupun keluhan yang secara resmi masuk ke Serikat Karyawan.
5
Pelanggan Korporasi adalah pelanggan blue chip yang menyumbangkan kontribusi pendapatan relatif besar atau sekitar Rp 200 juta sampai dengan Rp 600 juta/bulan atas penggunaan layanan jasa telekomunikasi dari PT TELKOM. Pelanggan SME market, adalah pelanggan dengan kontribusi revenue ke PT. TELKOM sekitar Rp 50 juta sampai dengan Rp 200 juta/bulan. Latar belakang pemilihan objek penelitian ini adalah: pertama, bahwa Divisi Enterprise Service dan Divisi Business Sevice adalah merupakan divisi-divisi di struktur organisasi PT. TELKOM dan sebagai kontributor pendapatan terbesar yaitu sekitar 54% dari revenue total PT TELKOM setiap tahun. Kedua, bahwa Divisi Enterprise Service dan Divisi Business Service merupakan divisi-divisi yang tugas utamanya adalah pengelolaan pelanggan korporasi di mana tingkat persaingan di industri telekomunikasi relatif semakin tajam. Ketiga, bahwa tingkat kompetensi karyawan Divisi Enterprise Service dan Divisi Business Service dalam hal ini Account Manager cukup unik dan langka, sehingga dipandang perlu untuk melakukan pemetaan dan inventarisasi kompetensi-kompetensi dimaksud. Untuk mendukung dasar pemikiran penelitian perlu didefinisikan pengertian pengembangan model yang dimaksudkan bahwa di PT. TELKOM relatif banyak pengetahuan yang tersebar tetapi sebagian besar karyawan merasakan adanya kesulitan untuk mendapatkan atau mengakses pengetahuan-pengetahuan tersebut. Kondisi pengelolaan manajemen pengetahuan saat ini ditangani oleh Assistent Vice President (AVP) Knowledge Management berada dibawah Head of Corporate Affair yaitu unit setingkat direktorat yang melaksanakan tugas-tugas corporate support. Model pengelolaan manajemen pengetahuan yang relatif sentralistik dimaksud selanjutnya akan dikembangkan kedalam model yang lebih operasional sehingga manajemen pengetahuan yang lebih terdesentralisasi. Pengertian kemampuan inovasi perusahaan merujuk kepada kajian teoritis basis keunggulan bersaing (Muluk 2008) yaitu: efisiensi, produktivitas, kualitas, adaptasi dan inovasi. Inovasi adalah suatu proses dari pengembangan dan implementasi ide-ide oleh seseorang yang sudah lama berhubungan dengan orang lain dalam kontek kelembagaan/organisasi. Dengan situasi dimaksud terbuka peluang untuk mengembangkan model manajemen pengetahuan di PT. TELKOM. Manajemen pengetahuan yang sudah ada di kantor pusat PT. TELKOM tersebut akan dikembangkan di Direktorat Enterprise dan Wholesale PT. Telekomunikasi Indonesia. Inovasi diharapkan menjadi solusi kreatif, mengembangkan inovasi secara berkelanjutan hanya bisa dilakukan dengan menghargai dan mengelola pengetahuan. Konsep inovasi sebagai basis keunggulan bersaing merupakan konsep yang dianggap penting untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Perumusan Masalah Implementasi sistem manajemen pengetahuan di PT. TELKOM telah dilakukan sejak tahun 2007 PT. TELKOM berdasarkan surat keputusan direksi, seperti: Surat Keputusan Direktur Sumber Daya Manusia Nomor: KR.11/PS000/COP-B0011000/2007 tanggal 23 Februari 2007 tentang Pedoman Pelaksanaan Knowledge Sharing. Dengan kebijakan tersebut pengelolaan pengetahuan melalui aktivitas knowledge sharing atau berbagi pengetahuan belum diterapkan secara efektif. Tata kelola pengetahuan sesuai ketetapan bukan
6
merupakan bagian dari bisnis proses perusahaan, bahkan cenderung sebagai himbauan kepada seluruh karyawan dan manajemen perusahaan. Oleh karena itu, pada tahun selanjutnya ditetapkan kebijakan yang baru untuk merevisi dan mencabut kebijakan sebelumnya mengenai pedoman pelaksanaan knowledge sharing. Kebijakan ditetapkan oleh direksi Human Capital dan General Affairs pada tanggal 09 Juli 2008 nomor: KR.06/PS000/COP-B0011000/2008 mengenai knowledge sharing. Namun dengan kebijakan tersebut, aktivitas berbagi pengetahuan yang diharapkan dapat dilaksanakan secara formal dengan dukungan teknologi informasi di PT TELKOM juga belum menumbuhkan kepedulian untuk berbagi pengetahuan. Banyak kalangan berpendapat bahwa salah satu upaya yang efektif untuk meningkatkan kemampuan inovasi perusahaan adalah melalui pengembangan aktivitas berbagi pengetahuan. Dengan aktivitas tersebut pengetahuan perusahaan dapat disebarkan, dikembangkan serta diimplementasikan guna pencapaian tujuan perusahaan. Berdasarkan pandangan tersebut, untuk pengelolaan pengetahuan perlu dilaksanakan secara formal dan menjadi bagian dari proses bisnis perusahaan. Oleh karena itu, kebijakan mengenai knowledge sharing yang telah ditetapkan terdahulu yang masih berupa keputusan direksi akhirnya dicabut dan diganti dengan Peraturan Perusahaan Perseroan (Persero) PT Telekomunikasi Indonesia Tbk No. PR.203.05/r.00/PS000/COP-B0011000/2011 tanggal 11 Juli 2011 tentang knowledge sharing. Dilihat dari struktur organisasi PT. TELKOM maka pengelolaan manajemen pengetahuan pada awalnya yaitu sejak tahun 2007 dikelola oleh Sekretariat Perusahaan. Pada tahun 2008 PT. TELKOM melakukan transformasi organisasi, maka manajemen pengetahuan berada pada Head of Corporate Affair, yaitu fungsi setingkat direktorat untuk corporate support. Pengelolaan manajemen pengetahuan dilakukan oleh Assistent Vice President Knowledge Management yang secara struktur organisasi berada dibawah Head of Corporate Affair. Transformasi organisasi dimaksud misalnya tentang sentralisasi atas beberapa fungsi yang bukan inti dari bisnis PT TELKOM yaitu fungsi Keuangan dan fungsi Sumber Daya Manusia. Sebelum tahun 2008, kedua fungsi dimaksud masih melekat atau merupakan fungsi pada setiap organisasi mulai dari tataran strategis sampai dengan tataran operasional. Pada pelaksaaan di lapangan sentralisasi kedua fungsi dimaksud dianggap oleh sebagian besar karyawan TELKOM justru menghambat kelancaran pelaksanaan tugas. Hambatan kelancaran tugas misalnya ditemukan dalam bidang keuangan yaitu: percepatan pembayaran kepada fihak ketiga yang semakin lambat, beberapa pekerjaan keuangan masih dilakukan oleh unit operasional yang secara struktur organisasi sudah tidak mempunyai fungsi keuangan. Hambatan yang dirasakan dalam bidang sumber daya manusia misalnya: pengembangan kompetensi, pemenuhan kebutuhan karyawan dan promosi karyawan. Permasalahan lain berkaitan dengan hilangnya kompetensi unik karyawan yang diakibatkan oleh adanya program pensiun dini dimana belum sempat dilakukan inventarisasi atau kodifikasi atas kompetensi-kompetensi yang hilang atau terbawa oleh para peserta pensiun dini tersebut. Keluhan atas hambatan-hambatan dimaksud ditemukan melalui operational review, e-mail antar karyawan serta keluhan yang di alamatkan kepada Serikat Karyawan, dari keluhan-keluhan
7
dimaksud sudah dieskalasi kepada manajemen yang lebih tinggi untuk penyelesaian lebih lanjut. Implementasi kebijakan di level operasional yang dilakukan oleh Divisi Enterprise Service dan Divisi Business Service yang menjadi bagian Direktorat Enterprise dan Wholesale, manajemen pengetahuan relatif belum efektif khususnya di Divisi Business Service. Pengelolaan manajemen pengetahuan yang berada di Divisi Enterprise Service ditangani oleh Manager Quality dan Change yang secara struktural berada di bawah Senior Manager Business Development, sedangkan di Divisi Business Service berada di Manager Business dan Quality yang secara struktural berada di bawah Senior Manager Busines Development dan Quality. Unit kerja Quality dan Change sebagai representasi kebijakan perusahaan lebih banyak melakukan pekerjaan operasional, seperti pengumpulan inovasi karyawan, kajian dan evaluasi proses bisnis, pelaporan sharing knowledge melalui forum 5C, persiapan audit Malcolm Baldridge, ISO, ROSE, Best Unit maupun audit manajemen dan finansial. Terlihat bahwa terdapat permasalahan sentralisasi fungsi di Divisi Enterprise Service dan Divisi Business Service. Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan sentralisasi misalnya pengetahuan penanganan pelanggan untuk penetapan harga, diskon atau strategi pemasaran yang harus dimiliki oleh para Account Manager. Keterlibatan Account Manager dalam perumusan strategi marketing relatif minim, dengan situasi ini sering ditemukan adanya kebijakan yang sulit diterapkan di lapangan. Permasalahan dimaksud dapat diketahui pada saat sharing knowledge atau pelaksanaan forum 5C atau forum budaya perusahaan, yaitu: committment to long term, customer first, co creation win-win partnership, carring meritocracy, colaborative innovation yang dilaksanakan setiap hari Rabu oleh para pimpinan unit kerja di kedua divisi dimaksud. Berdasarkan permasalahan yang ada di tataran strategis (Kantor Pusat PT. TELKOM) dan tataran operasional (Divisi Enterprise Service dan Divisi Business Service) dapat dirumuskan sebagai berikut: (1) Kebijakan perusahaan tentang manajemen pengetahuan dengan tujuan menumbuh-kembangkan budaya knowledge sharing oleh setiap karyawan PT. Telkom. Dari pelaksanaan berbagi pengetahuan diharapkan muncul ide dan inovasi yang selanjutnya diunggah ke sistem IT Telkom (KAMPIUN) di Portal Telkom dengan tujuan agar bisa dibagikan kepada karyawan lain. Saat ini Portal Telkom berfungsi sebagai manajemen basis data, sehingga diperlukan penyesuaian dan pengembangan lebih lanjut agar mampu mengantisipasi turbulensi bisnis. (2) Manajemen pengetahuan bersifat sentralistik di tataran strategis, taktikal bahkan untuk tataran operasional tidak ada pengelolanya. Kondisi ini menyebabkan pelaksanaan knowledge sharing (berbagi pengetahuan) dominan berada di unit atau bagian yang secara rutin melaksanakan kegiatan berbagi pengetahuan (“forum 3S”). Selain itu setiap divisi atau unit kerja melaksanakan forum berbagi pengetahuan dengan topik, cara dan waktu pelaksanaan yang tidak standar sehingga penyebaran pengetahuan sulit teridentifikasi pola maupun mekanismenya.
8
(3) Dengan hilangnya kompetensi inti (knowledge hoarding) karena program pensiun dini, turn over tenaga account manager dan tenaga inti lainnya, rendahnya kepedulian karyawan, sentralisasi beberapa fungsi dan transformasi organisasi yang relatif sering dilakukan Telkom, dengan demikian belum didapatkan adanya pewarisan dan inventarisasi pengetahuan. (4) Dalam perumusan kebijakan perusahaan tentang knowledge sharing belum terlihat adanya keterpaduan dan struktur elemen-elemennya sehingga pada level operasional sulit dilaksanakan karena kebijakan masih normatif dan terpisah dengan proses bisnisnya. Dengan pertimbangan perubahan lingkungan bisnis dan kompetisi yang semakin tajam, disadari bahwa inovasi dapat dijadikan senjata untuk meningkatkan daya saing, maka diperlukan pengembangan model manajemen pengetahuan yang terintegrasi dengan proses bisnis utama Telkom. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model manajemen pengetahuan di PT TELKOM dengan pendekatan sistem guna meningkatkan kemampuan inovasi perusahaan. Dari tujuan umum tersebut dapat diuraikan menjadi beberapa tujuan khusus sebagai berikut: (1) Menganalisis reaksi sistem manajemen pengetahuan terhadap sistem informasi PT TELKOM guna menghadapi turbulensi perubahan lingkungan bisnis. (2) Menginventarisasi dan menganalisis mekanisme penyebaran pengetahuan di dalam organisasi PT TELKOM. (3) Melakukan pengembangan model manajemen pengetahuan di PT TELKOM sebagai upaya meningkatkan kompetensi karyawan serta kemampuan inovasi perusahaan. Manfaat Penelitian Penelitian akademik dalam manajemen pengetahuan di industri telekomunikasi diharapkan dapat memberi masukan bagi para pengambil kebijakan di perusahaan dengan efektif. Selain itu, diharapkan pengembangan model manajemen pengetahuan yang dihasilkan bermanfaat untuk: (a) Meningkatkan kepedulian seluruh stakeholder perusahaan telekomunikasi untuk menerapkan knowledge management sebagai strategi bisnis dan pendorong tumbuh-kembangnya inovasi perusahaan. (b) Melakukan inventarisasi pengetahuan guna menumbuhkan inovasi yang menjadi landasan pengembangan intelektual kapital. Secara spesifik teridentifikasi aspek-aspek pendorong dalam pengelolaan pengetahuan perusahaan. (c) Sebagai landasan dalam penyusunan strategi bisnis dan implementasi kebijakan-kebijakan pengembangan sumber daya manusia dan pemeriksaan intelektual kapital. (d) Menyumbangkan pemikiran di kalangan akademis untuk menggunakan pendekatan soft system methodology dalam kajian kebijakan perusahaan
9
maupun kebijakan publik tentang manajemen pengetahuan di Badan Usaha Miliki Negara (BUMN). Ruang Lingkup Penelitian Berkaitan dengan beberapa permasalahan sentralisasi dan desentralisasi pengetahuan di PT. (Persero) Telekomunikasi Indonesia Terbuka, obyek penelitian yang diambil untuk studi kasus adalah pengelolaan pengetahuan di Direktorat Enterprise dan Wholesales yang merupakan salah satu direktorat di PT. Telkom. Direktorat ini terdiri dari 3 (tiga) divisi yaitu: (1) Divisi Enterprise Services (DES), (2) Divisi Business Services (DBS), serta (3) Divisi Carrier and Interconectin Service (CIS). Studi kasus dilakukan pada Divisi Enterprise Service dan Divisi Business Service karena kedua divisi tersebut fungsinya berkaitan langsung dengan pengelolaan pelanggan sebagai pengguna akhir (end user) di mana tingkat persaingannya cenderung semakin meningkat. Oleh karena itu, diperlukan inovasi perusahaan agar mampu menghadapai persaingan. Untuk Divisi Carrier and Interconnection Service (CIS) tidak dijadikan sebagai objek penelitian karena fungsi dan tugas utamanya adalah pengelolaan pelanggan bukan sebagai pengguna akhir, sehingga produk PT. TELKOM oleh Divisi CIS dapat retailkan oleh institusi tertentu kepada pengguna akhir. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret 2011 sampai dengan Maret 2012 dengan fokus analisis penelitian pada kedua obyek tersebut adalah identifikasi persepsi stakeholder terhadap kebijakan perusahaan tentang implementasi manajemen pengetahuan, identifikasi sumber-sumber pengetahuan yang dapat menumbuhkan inovasi, telaah proses bisnis perusahaan serta inovasi yang dihasilkan. Selain itu, juga dilakukan analisis kebijakan perusahaan terkait manajemen pengetahuan sebagai dasar pengembangan model.
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB