1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bisnis dan masyarakat saling membutuhkan dan melengkapi satu sama lain. Bisnis merupakan bagian dari masyarakat dan masyarakat terlibat dalam keputusan bisnis (Lawrence dan Weber 2011). Kedekatan interaksi antara masyarakat dan bisnis menjadikan terciptanya kelompok yang memiliki kepentingan tertentu yang disebut pemangku kepentingan (stakeholder), yaitu individu atau kelompok dalam masyarakat yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan organisasi bisnis. Post (1988) menyatakan bahwa secara simultan, perusahaan akan menjalankan tiga jenis tanggung jawab berbeda kepada pemangku kepentingan terdiri dari: 1. Tanggung jawab ekonomi (economic responsibilities) yaitu tanggung jawab menjalankan kegiatan ekonomi yang menghasilkan barang dan jasa bagi masyarakat secara menguntungkan 2. Tanggung jawab legal (legal responsibilities) yaitu tanggung jawab untuk mentaati hukum dan peraturan yang berlaku 3. Tanggung jawab sosial (social responsibilities) yaitu tanggung jawab perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau lebih dikenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR) mulai dikembangkan oleh Howard R Bowen pada 1950. CSR menurut Bowen adalah tanggung jawab pelaku bisnis untuk melaksanakan berbagai tindakan yang sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Konsep CSR terus berkembang hingga kemudian pada tahun 1987, The World Commission on Environment and Development (WCED) memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yaitu konsep pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan manusia saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan mereka. Pengenalan konsep pembangunan berkelanjutan memberi dampak pada berkembangnya konsep CSR berdasarkan triple bottom line atau tiga prinsip dasar yaitu profit atau keuntungan perusahaan, people atau kesejahteraan manusia atau masyarakat dan planet atau keberlanjutan lingkungan hidup (Solihin 2008). Sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan menurut Hardinsyah (2010) saat ini CSR hendaknya diarahkan pada dua hal yaitu upaya meminimalkan dampak negatif atau risiko operasi atas kehadiran perusahaan terhadap lingkungan dan pemangku kepentingan (stakeholder) serta meningkatkan kesejahteraan lingkungan dan pemangku kepentingan (stakeholder). Porter dan Kramer (2006) menyatakan bahwa sesuai konsep pembangunan berkelanjutan maka CSR dapat lebih dari sekedar biaya atau perbuatan amal perusahaan namun dapat menjadi peluang, inovasi dan keunggulan kompetitif perusahaan. Jalal dan Darmono (2011) menyatakan bahwa CSR tidak lagi sekedar upaya mengelola dampak negatif atau sebagai cost center namun juga peluang peningkatan keuntungan perusahaan dan pemangku kepentingan atau sebagai profit center. CSR tidak hanya memberikan manfaat bagi stakeholder dan lingkungan namun juga bagi perusahaan.
2
Pelaksanaan CSR di Indonesia merupakan pemenuhan kewajiban hukum berdasar Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT) tahun 2007 pasal 74, Undang-Undang Penanaman Modal (UUPM) Nomor 25 tahun 2007 pasal 15 dan pasal 34 serta Undang-Undang Kesejahteraan Sosial (UUKS) Nomor 11 tahun 2009 pasal 36, pasal 38, pasal 40, pasal 42, pasal 54 dan pasal 55. Pada bidang usaha perkebunan, pelaksanaan CSR berupa kemitraan dengan masyarakat sekitar perkebunan juga diatur dalam Undang-Undang Perkebunan Nomor 18 tahun 2004 pasal 22. Penelitian Prayogo (2013) menyimpulkan bahwa CSR di Indonesia selain merupakan upaya pemenuhan kewajiban hukum juga memberikan manfaat lain bagi perusahaan maupun masyarakat. CSR dapat berdampak pada bisnis yaitu membangun kinerja sosial perusahaan dan meningkatkan citra perusahaan yang dapat mempengaruhi harga saham, serta dapat digunakan sebagai materi pemasaran dalam rangka peningkatan merek perusahaan. Bagi masyarakat, keberhasilan CSR berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sehingga mengurangi kesenjangan ekonomi dan sosial. CSR berdampak sosial ekonomi yaitu meningkatkan legitimasi sosial, tidak hanya dalam bentuk izin beroperasi dari masyarakat (social license to operate) namun juga dukungan dan perlindungan dari masyarakat lokal terhadap aktivitas perusahaan di masa kini dan masa mendatang. Pentingnya peran CSR dalam keberlanjutan bisnis perusahaan menjadikan CSR diadopsi dalam strategi bisnis perusahaan. Andrew (1980) dalam Srivastava et al. (2012) memberikan saran pendekatan yang dapat ditempuh perusahaan dalam menetapkan CSR sebagai strategi bisnis melalui 4 langkah yaitu menetapkan kompetensi organisasi perusahaan, menganalisis tantangan dan peluang dalam industri, menetapkan nilai (value) yang dianut perusahaan dan menetapkan sejauhmana langkah tanggung jawab sosial yang akan dijalankan. Pada konteks penetapan CSR sebagai strategi bisnis perusahaan, terdapat 5 dimensi strategi perusahaan yang menjadi titik kritis kesuksesan penciptaan nilai bagi perusahaan menurut Lee dan Logsdon (1969) dalam Srivastava et al. (2012), yaitu: 1. Sentralitas (centrality) : inisiatif CSR harus sesuai visi dan misi perusahaan 2. Kekhususan (specificity) : strategi inisiatif CSR harus memberikan manfaat spesifik bagi perusahaan 3. Proaktif (proactivity) : inisiatif CSR harus berfokus pada dinamika kepentingan pemangku kepentingan 4. Kesukarelawanan (voluntarism) : keputusan mengenai CSR harus diambil berdasar sikap kesukarelawanan perusahaan 5. Berpandangan kedepan (visibility) : inisiatif strategi CSR harus membentuk citra (image) dan niatan baik (goodwill) perusahaan termasuk memitigasi citra negatif perusahaan dengan menarik perhatian positif media. Porter dan Kramer (2006) menyatakan bahwa pendekatan strategik CSR berdampak terhadap rantai nilai sosial yakni mentransformasikan aktivitas rantai nilai bagi keuntungan masyarakat sembari memperkuat strategi perusahaan. Porter dan Kramer (2006) mengemukakan konsep penciptaan nilai bersama atau Creating Shared Value (CSV) yaitu memadukan strategi perusahaan dan masyarakat dalam satu platform sehingga manfaat dapat diterima bersama (shared value). Konsep shared value ini muncul dari kenyataan adanya hubungan saling
3
mempengaruhi antara rantai nilai perusahaan dan lingkungan sosial atau para pemangku kepentingan. Kesuksesan CSR sebagai strategi bisnis dalam konsep Creating Shared Value atau CSV ditentukan oleh ketepatan pemilihan isu sosial serta ketepatan pengintegrasian inisiatif sosial dalam rantai nilai bisnis perusahaan. Oleh karena itu diperlukan dukungan upaya penelitian dan pengembangan untuk memastikan perusahaan berfokus pada isu sosial yang tepat dan mengintegrasikannya dengan tepat pula sehingga CSR dapat menjadi investasi yang bernilai bagi keunggulan kompetitif perusahaan (Porter dan Kramer 2006). Perusahaan perlu memberikan perhatian pada upaya penelitian dan pengembangan untuk menjadikan CSR sebagai investasi di masa depan. Hal senada diungkapkan oleh Srivastava et al. (2012) bahwa CSR merupakan proses yang terus berkelanjutan dan terus menerus oleh karena itu perusahaan harus selalu memantau lingkungan dalam kaitannya dengan hubungan eksternal dan internalnya. Upaya ini salah satunya dapat diwujudkan melalui evaluasi kinerja implementasi program CSR. Evaluasi atas kinerja implementasi CSR menurut Prayogo (2013) memberikan 3 manfaat yaitu manfaat teknis, bisnis dan sosial. Secara teknis, evaluasi atas kinerja implementasi program CSR diperlukan manajemen untuk melihat seberapa besar capaian yang telah dihasilkan sebagai luaran ataupun sebagai hasil dari program. Secara bisnis, hasil evaluasi program CSR dapat digunakan sebagai kajian obyektif tentang kinerja sosial (social performance) yang bermanfaat bagi pencitraan perusahaan dan bahan pertimbangan calon investor dalam berinvestasi. Secara sosial, evaluasi implementasi program CSR dapat menentukan seberapa besar penerimaan sosial (social legitimacy) oleh pemangku kepentingan (stakeholder) terutama masyarakat sekitar operasional perusahaan atas komitmen, kehadiran dan tindakan perusahaan secara umum. Secara khusus menurut Prayogo (2011) evaluasi terhadap program CSR perlu menekankan pada aspek praktis yaitu menilai capaian kerja serta bagaimana menyempurnakan program selanjutnya. Commonwealth of Australia Department of Finance atau CADF (1989) dalam Paskarina et.al (2007) menyatakan bahwa evaluasi terhadap program dapat dilakukan dengan menilai efektivitas program. Hal senada dinyatakan oleh Prayogo dan Hilarius (2012) yang menyatakan bahwa penggambaran dan pengukuran keberhasilan implementasi program CSR dapat dilihat dari efektivitas program CSR. Evaluasi terhadap kinerja implementasi program CSR perlu dilakukan dengan menganalisis efektivitas implementasi program CSR yang akan memperlihatkan sejauhmana pencapaian kinerja program CSR sekaligus masukan bagi program CSR yang lebih baik pada masa mendatang. Salah satu perusahaan yang menjalankan CSR sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan adalah PT Astra Agro Lestari, Tbk (AALI) yang menjalankan bisnis dibidang perkebunan kelapa sawit dan karet. Pelaksanaan CSR bagi masyarakat sekitar perusahaan merupakan bagian dari strategi bisnis perusahaan sejalan dengan visi dan misi AALI. Visi AALI adalah menjadi perusahaan agribisnis yang paling produktif dan paling inovatif di dunia. Misi AALI adalah menjadi panutan dan berkontribusi untuk pembangunan dan kesejahteraan bangsa. CSR AALI bagi masyarakat lokal disekitar area operasional perkebunan dilaksanakan oleh anak-anak perusahaannya melalui program-program yang berfokus pada bidang ekonomi, pendidikan dan kesehatan bagi masyarakat di sekitar area operasional perkebunan. Ketiga bidang tersebut dipilih karena
4
merupakan kebutuhan mendasar bagi masyarakat di setiap daerah operasional perusahaan. (AALI 2013a). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hendeberg (2009) yang memperlihatkan bahwa pemangku kepentingan yang penting dilibatkan dalam program CSR perusahaan berbasis sumber daya alam di Indonesia adalah masyarakat atau komunitas disekitar area operasional perusahaan. Tanpa adanya dukungan masyarakat atau komunitas disekitar area operasional perusahaan maka perusahaan akan sulit atau tidak memungkinkan untuk menjalankan kegiatan produksinya. Srivastava et al. (2012) menyatakan bahwa CSR menjadi strategi perusahaan ketika CSR dapat memberikan manfaat ekonomis dengan memberikan dukungan pada bisnis inti perusahaan sekaligus berkontribusi pada pemenuhan misi perusahaan dengan bermanfaat bagi perusahaan sekaligus masyarakat. Hal ini diwujudkan oleh AALI dan anak perusahaannya melalui program IGA (Income Generating Activity) berbasis kelapa sawit. Perusahaan melalui program ini berusaha memampukan masyarakat untuk memanfaatkan potensi yang dimilikinya guna meningkatkan pendapatannya. AALI memberikan bantuan berupa pinjaman bibit kelapa sawit, pupuk, pelatihan, pendampingan dan dukungan teknis lainnya yang diperlukan petani peserta program dalam menerapkan teknik pemeliharaan dan pengelolaan bisnis kelapa sawit. (AALI 2013b). Masyarakat petani yang menjadi peserta akan didorong secara bertahap menjadi mandiri dalam mengembangkan dan mengelola perkebunan mereka. Sampai dengan akhir 2012, AALI telah membantu 8.138 KK (Kepala Keluarga) yang tergabung dalam 492 kelompok tani peserta program IGA di berbagai anak perusahaan AALI. AALI telah menyalurkan pinjaman bibit kelapa sawit dan pupuk bernilai lebih dari Rp 45,7 milliar untuk membangun kebun kelapa sawit milik masyarakat seluas total 15.988 hektar di berbagai daerah di Indonesia. Pada kegiatan pendampingan, AALI telah melaksanakan 14.297 satuan pelatihan (satuan dihitung dengan mengalikan jumlah peserta dengan jam pelatihan) selama tahun 2012 bagi peserta program IGA kelapa sawit diseluruh anak perusahaan AALI. Pada pelatihan tersebut petani diajarkan teknis budidaya kelapa sawit yang baik guna mencapai produktivitas optimal. AALI selanjutnya melakukan kemitraan dengan pembelian hasil panen kebun kelapa sawit berupa Tandan Buah Segar (TBS) yang diproduksi masyarakat dalam program IGA. Pada jangka panjang, para peserta program IGA diharapkan akan menikmati peningkatan pendapatan progresif seiring peningkatan produksi kebun kelapa sawit dan disisi lain meningkatkan kekayaan petani karena pertambahan nilai lahan yang menjadi kebun kelapa sawit (AALI 2013b). Pada sisi permodalan, AALI pada tahun 2008 mendirikan LKM (Lembaga Keuangan Mikro) sebagai wadah untuk pemupukan modal komunitas petani kelapa sawit yang dibina oleh perusahaan. AALI telah mendirikan dua unit LKM yang keduanya berlokasi di Sulawesi Barat. LKM diharapkan dapat mendorong kebiasaaan menabung di kalangan masyarakat dan mendorong mereka menggunakan uangnya untuk meningkatkan investasi dan produktivitas daripada untuk hal-hal yang konsumtif. LKM ditargetkan dapat menyediakan pinjaman lunak kepada masyarakat yang membutuhkan dana untuk pengembangan kebun kelapa sawit atau melakukan penanaman kembali di lahan yang telah ada (AALI 2013b).
5
PT Suryaraya Lestari 1 (SRL 1) merupakan salah satu anak perusahaan AALI yang menjalankan program IGA kelapa sawit. SRL 1 bergerak pada bidang usaha perkebunan dan pengolahan kelapa sawit dengan area operasional berada di Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat. Program IGA kelapa sawit SRL 1 dijalankan bagi masyarakat ring 1 dan ring 2 area operasional perkebunan. Ring 1 merupakan desa yang berbatasan langsung dengan area operasional perusahaan, sedangkan ring 2 merupakan desa yang tidak berbatasan langsung dengan area operasional perkebunan. Ring 1 dan ring 2 area operasional perkebunan SRL 1 secara administratif merupakan bagian dari Kabupaten Mamuju Utara dan Kabupaten Mamuju Tengah Provinsi Sulawesi Barat. Pada ring 1 dan ring 2 area operasional SRL 1, program IGA kelapa sawit SRL 1 telah menjangkau petani pada 13 desa, 5 kecamatan dan 2 kabupaten. SRL 1 telah mulai menjalankan program IGA kelapa sawit sejak 2006 sampai saat ini. SRL 1 bersama dengan AALI dan YDBA (Yayasan Dana Bakti Astra) serta dibantu AMV (Astra Mitra Ventura) dan pihak konsultan telah mendirikan Lembaga Keuangan Mikro Mitra Surya Sejahtera (LKM MMS) bagi sarana permodalan petani yang dibina SRL 1 termasuk petani peserta program IGA kelapa sawit. Program IGA kelapa sawit SRL 1 menjadi program IGA kelapa sawit terbaik dalam Astra Friendly Company Award (AFC) 2013 untuk kategori program Income Generating Activity (IGA). SRL 1 telah melaksanakan evaluasi pada aspek teknis dan bisnis program IGA kelapa sawit SRL 1. Evaluasi pada aspek teknis dilakukan dengan melaksanakan penilaian kelas kebun setiap tahun sekali sejak 2008, didasarkan pada aspek fisik kondisi kebun dan tanaman serta manajemen pengelolaan lahan oleh petani peserta program. Hasil evaluasi memperlihatkan bahwa pada 2012 sebanyak 97% dari keseluruhan kebun kelapa sawit peserta IGA berada pada kelas kebun A dan B yaitu baik sekali dan baik. Evaluasi dalam aspek bisnis memperlihatkan pasokan TBS dari petani peserta program IGA kelapa sawit SRL 1 terus mengalami peningkatan. Kebun kelapa sawit peserta IGA kelapa sawit telah mensuplai 23,48% pasokan TBS yang diolah pabrik kelapa sawit SRL 1 selama periode 2012. Jumlah TBS tersebut akan terus meningkat seiring peningkatan usia produktif kelapa sawit dan peningkatan luasan lahan kebun yang telah mampu berproduksi. Peningkatan pasokan TBS penting bagi SRL 1 mengingat SRL 1 telah meningkatkan kapasitas olah pabrik hingga 40 ton TBS/jam dan kebutuhan pasokan TBS tidak mampu lagi dipenuhi hanya dari kebun inti. Evaluasi program IGA kelapa sawit SRL 1 masih perlu dilakukan pada aspek sosial. Menurut Prayogo et al. (2013) CSR perlu dilakukan pada aspek peningkatan kesejahteraan komunitas, peningkatan kemampuan masyarakat lokal untuk mengembangkan diri dan integrasi sosial antara perusahaan dengan masyarakat lokal. Perumusan Masalah Program IGA kelapa sawit SRL 1 sebagai program CSR dibidang ekonomi yang ditujukan bagi masyarakat sekitar area operasional perusahaan diharapkan memberikan manfaat baik bagi SRL 1 maupun bagi peserta program. Evaluasi kinerja implementasi program IGA kelapa sawit SRL 1 pada aspek sosial perlu dilakukan untuk mengetahui pencapaian kinerja program pada aspek sosial yang
6
memperlihatkan penerimaan masyarakat terhadap program dan perusahaan sekaligus sebagai masukan bagi perbaikan program di masa mendatang. Salah satu kriteria evaluasi implementasi program CSR adalah efektivitas program. Prayogo dan Hilarius (2012) menegaskan bahwa pengukuran efektivitas program CSR harus dikembangkan dalam batasan skala program, menggunakan indikator mikro yang relevan dan berfokus kepada kelompok yang lebih terbatas yakni kelompok penerima manfaat program. Menurut Campbell (1989) pengukuran efektivitas program dapat dilakukan dengan mengukur kepuasan terhadap program, keberhasilan program, keberhasilan sasaran, tingkat input dan output serta pencapaian tujuan menyeluruh. Efektivitas implementasi program IGA kelapa sawit SRL 1 yang dijalankan bagi masyarakat sekitar operasional perusahaan dapat diukur dari kepuasan masyarakat sebagai peserta program CSR. Pengukuran kepuasan diperlukan untuk memahami bagaimana penilaian masyarakat terhadap kinerja implementasi program CSR yang dijalankan perusahaan, memberikan pemahaman mengenai apa yang dianggap penting oleh masyarakat untuk dijalankan dalam program CSR serta sejauhmana hal-hal yang dianggap penting oleh masyarakat telah terpenuhi dalam implementasi CSR. Efektivitas implementasi program IGA kelapa sawit SRL 1 juga dapat diukur dari keberhasilan pencapaian tujuan program CSR. Kesejahteraan yang menjadi tujuan program CSR hendaknya tidak hanya dimaknai sebagai peningkatan ekonomi masyarakat namun juga peningkatan kemandirian masyarakat yang terlibat pada program CSR. Menurut Siregar (2007), program CSR merupakan program yang melibatkan semangat sinergi dari semua pihak secara terus menerus dalam membangun dan menciptakan kesejahteraan sekaligus menciptakan perubahan perilaku masyarakat menjadi sehingga program CSR dapat berjalan berkelanjutan. Pada dasarnya program CSR tidak hanya bertujuan meningkatkan kesejahteraan fisik namun juga kemajuan kapasitas manusia yang ditunjukan melalui perubahan perilaku yang positif. Program CSR yang mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi sekaligus perilaku positif masyarakat adalah program CSR yang efektif. Berdasarkan gambaran diatas maka permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana persepsi peserta program terhadap manfaat program IGA kelapa sawit SRL 1? 2. Bagaimana persepsi peserta program terhadap kepentingan dan kinerja program IGA kelapa sawit SRL 1? 3. Bagaimana efektivitas implementasi program IGA kelapa sawit SRL 1 ditinjau dari kepuasan peserta program 4. Bagaimana efektivitas implementasi program IGA kelapa sawit SRL 1 ditinjau dari perubahan taraf hidup dan perilaku peserta program? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis manfaat program IGA kelapa sawit SRL 1 menurut persepsi peserta program 2. Menganalisis kepentingan dan kinerja program IGA kelapa sawit SRL 1 menurut persepsi peserta program
7
3. Menganalisis efektivitas program IGA kelapa sawit SRL 1 ditinjau dari kepuasan peserta program. 4. Menganalisis efektivitas program IGA kelapa sawit SRL 1 ditinjau dari perubahan taraf hidup dan perilaku peserta program. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis pada penelitian ini adalah memberikan kontribusi kepada akademik untuk mendalami: (1) manfaat program CSR ditinjau dari perspektif peserta program; (2) persepsi peserta CSR terhadap kepentingan dan kinerja program CSR; (3) efektivitas implementasi program CSR ditinjau dari kepuasan peserta CSR; (4) efektivitas implementasi program CSR ditinjau dari perubahan taraf hidup dan perilaku peserta program. Manfaat praktis penelitian ini adalah memberikan kontribusi bagi praktisi CSR pada umumnya serta bagi manajemen SRL 1 dan AALI khususnya untuk: (1) mengetahui sejauhmana pencapaian kinerja implementasi program IGA kelapa sawit yang telah dilakukan; (2) memperoleh masukan bagi pengembangan program IGA kelapa sawit maupun program CSR berikutnya.
2 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Teoritis Perkembangan Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) Konsep CSR tidak dapat terlepas dari konteks waktu pada saat konsep ini berkembang serta berbagai faktor yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal. Periode perkembangan konsep CSR dapat dibagi sebagai berikut: A. Perkembangan awal konsep CSR pada era tahun 1950-1960an Howard R. Bowen pada tahun 1950 menerbitkan buku berjudul Social Responsibilities of The Businessman yang menyatakan bahwa para pelaku bisnis memiliki kewajiban untuk mengupayakan suatu kebijakan serta membuat keputusan atau melaksanakan berbagai tindakan yang sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Pendapat Bowen tersebut menjadi dasar bagi pengembangan konsep tanggung jawab sosial (social responsibility) pelaku bisnis atau disebut Corporate Social Responsibility (CSR) (Solihin 2008). Bowen (1950) dalam Solihin (2008) mengemukakan dua premis fundamental. Premis pertama adalah perusahaan dapat bertahan hanya jika mendapat dukungan dari masyarakat, oleh karena itu perilaku perusahaan dan metode yang digunakan perusahaan dalam beroperasi harus sesuai dengan bingkai pedoman yang ditetapkan masyarakat. Perusahaan seperti halnya pemerintah memiliki kontrak sosial yang berisi sejumlah hak dan kewajiban yang akan terus berubah sejalan dengan perubahan kondisi masyarakat. Kontrak sosial tersebut akan menjadi wahana bagi perusahaan untuk menyesuaikan berbagai tujuan perusahaan dengan tujuan masyarakat yang dimanifestasikan dalam bentuk tanggung jawab perusahaan. Premis kedua merupakan premis yang memuat
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB