1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan sumberdaya perikanan di Indonesia belum optimal dilakukan sampai dengan memanfaatkan limbah hasil pengolahan, padahal limbah tersebut dapat diolah lebih lanjut menjadi berbagai produk yang memiliki nilai ekonomis. Limbah pengolahan ikan seperti kepala, tulang, sisik dan kulit biasanya dibuang dan tidak dimanfaatkan oleh masyarakat atau
industri perikanan, sehingga
berdampak negatif terhadap lingkungan. Dalam usaha pengolahan ikan selalu menghasilkan limbah berupa limbah padat dan limbah cair yang secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan dampak kurang baik terhadap lingkungan karena menimbulkan pencemaran. Limbah padat yang berasal dari industri perikanan cukup besar, pada umumnya berkisar antara 30-50% dari berat total ikan, tergantung jenis ikan yang diolah. Limbah tersebut terdiri dari kepala, ekor, sirip, tulang dan jeroan (Irawan 1995). Jika dilihat dari produksi ikan madidihang tahun 2007 adalah 342.000 ton (DKP 2007), maka limbah padat yang dihasilkan diperkirakan sebesar 102.600 ton. Salah satu unit usaha pengolahan limbah hasil perikanan tradisional di Muara Baru Jakarta, telah lama berupaya untuk mengolah limbah hasil industri perikanan menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi. Potensi limbah tulang ikan madidihang di Muara Baru Jakarta dapat mencapai 2 ton/hari. Limbah tulang ini didapat dari unit usaha pemfiletan tuna di Jakarta.1 Pemanfaatan tulang ikan madidihang selama ini adalah sebagai pakan ternak dan belum ada perusahaan makanan yang memanfaatkannya sebagai suplemen dalam bentuk mineral ke dalam produk. Pemanfaatan tepung tulang ikan tuna dalam produk
pangan
telah
dilakukan
beberapa
peneliti
diantaranya
adalah:
perekayasaan teknologi pengolahan limbah tuna (Ismanadji et al. 2000); produksi tepung tulang ikan tuna (Lestari 2001); pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang
sebagai suplemen dalam pembuatan biskuit (Maulida 2005);
pemanfaatan limbah tulang ikan tuna sebagai sumber kalsium dengan metode hidrolisis protein (Trilaksani et al. 2006). 1
Komunikasi pribadi dengan Kepala Unit Usaha Pengolahan Limbah Tulang Ikan Tuna Muara Baru Jakarta bulan Desember 2007.
19
Tulang ikan banyak mengandung garam mineral seperti kalsium fosfat dan kreatin fosfat, yang berpotensi untuk meningkatkan nutrisi produk pangan (Muchtadi dan Sugiono 1989). Tepung tulang ikan tuna memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi terutama dalam bentuk unsur anorganik yang paling penting di dalam tubuh dan dalam jumlah terbanyak. Kebutuhan kalsium akan terpenuhi bila mengkonsumsi makanan dengan menu seimbang setiap hari (Almatsier 2003). Kalsium dan fosfor bisa didapatkan dari berbagai sumber, namun tidak semua sumber memiliki karakteristik kelarutan kalsium dan fosfor yang sama. Hal ini akan berpengaruh terhadap bioavailabilitas mineral dalam tubuh. Syarat suatu zat gizi bersifat bioavailable adalah dalam bentuk terlarut (soluble) (Santoso et al. 2006; Clydesdale 1988).
Penyebaran fosfor di dalam tubuh
dilakukan dengan bantuan peredaran darah dan cairan antar sel (intracellular fluid). Bentuk fosfor yang diserap oleh usus beragam bergantung pada makanan yang digunakan. Bentuk fosfor yang diserap melalui usus ini terdiri dalam ikatan atau senyawa fosfat anorganik dan organik yang dibebaskan dari makanan setelah mengalami
hidrolisis
selama
proses
pencernaan
yang
berlangsung
dalam tubuh (Piliang dan Djojosoebagio 1991). Solubilitas tepung tulang ikan madidihang digunakan untuk menjelaskan proses fisiko kimia dan fisiologis yang mempengaruhi penyerapan kalsium dalam tubuh sehingga mineral tersebut dapat digunakan oleh tubuh untuk menjalankan fungsi metabolisme. Mineral akan bersifat bioavailable apabila mineral tersebut dalam bentuk mineral terlarut, namun tidak semua mineral terlarut bersifat bioavailable. Kondisi mineral terlarut diperlukan untuk memudahkan penyerapan mineral di dalam tubuh (O’Dell 1984). Solubilitas dalam tepung tulang ikan akan menghasilkan penyerapan kalsium lebih besar, jika tepung tulang difortifikasi ke dalam bahan pangan arginin,
laktosa
lain terutama yang
tinggi
disertai
asupan
kandungan asam amino lisin dan vitamin
D
yang
seimbang
(Trilaksani et al. 2006). Komponen kalsium pada tulang ikan madidihang sangat tinggi, tetapi kandungan lemak dan protein juga cukup tinggi. Lemak tulang ikan berada dalam bentuk lemak sederhana, yaitu trigliserida dari asam lemak. Lemak sederhana ini diklasifikasikan ke dalam lemak netral. Disamping itu terdapat lemak kompleks berupa fosfatida (fosfolipida) dan sterol. Lemak jenis ini dapat terhidrolisis jika
20
dipanaskan dalam alkali. Salah satu upaya untuk menghilangkan lemak atau meminimumkan lemak pada tulang ikan agar produk tidak mudah tengik dan tidak berbau adalah dengan menggunakan asam (Soeparno dan Susana 1984). Disamping itu Yunizal et al. (1982) dalam Nurhayati (1994) melaporkan bahwa asam dapat juga digunakan untuk mempermudah pengeluaran lemak. Pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang yang telah dikurangi kandungan lemak dan protein ditambahkan ke dalam produk makron kenari agar mudah diserap oleh tubuh dan tidak menghasilkan bau tengik. Produk makron kenari merupakan salah satu produk tradisional yang sudah lama dikenal luas oleh masyarakat namun kandungan gizinya selama ini belum diketahui. Salah satu cara untuk mengetahui nilai gizi makron kenari adalah dengan menganalisis komponen gizinya. Sedangkan untuk meningkatkan nilai gizi
makron kenari
adalah dengan penambahan tepung tulang ikan madidihang yang kaya akan kalsium dan fosfor. Makron kenari yang telah menjadi trade mark di kota Ternate sudah dikenal luas oleh masyarakat
karena bentuk dan rasanya yang khas
disamping harganya cukup terjangkau. Potensi makron kenari dalam setahun bisa mencapai 16 ton (Anonim 2001).
1.2. Perumusan Masalah Tulang ikan madidihang merupakan salah satu limbah hasil perikanan yang belum mendapat perhatian dari pemerintah dan industri perikanan. Padahal potensi limbah tulang ini memiliki kandungan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Kandungan mineral terutama kalsium dan fosfor dalam tepung tulang ikan masing-masing sekitar 163,48 mg/g bk dan 6,25 mg/g bk dapat menjadi salah satu sumber mineral yang harganya relatif murah dan penanganan yang sederhana dibanding dengan produk susu dan turunannya yang harganya relatif mahal sehingga sulit dijangkau oleh sebagian masyarakat. Dampak defisiensi kalsium selama ini terjadi karena kurangnya asupan zat gizi kalsium dan fosfor sehingga menyebabkan osteoporosis.
Menurut hasil
survei yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes pada 14 provinsi menunjukkan bahwa masalah osteoporosis di Indonesia telah mencapai tingkat yang perlu diwaspadai yaitu 19,7%. Lima provinsi dengan resiko osteoporosis
21
lebih tinggi adalah Sumatera Selatan (27,7%), Jawa Tengah (24,02%), Yogyakarta (23,5%), Sumatera Utara (22,82%), Jawa Timur (21,42%) dan Kalimantan Timur (10,5%) (Anonim 2002). Potensi tulang ikan yang cukup banyak dan tidak dimanfaatkan oleh nelayan dan industri perikanan dapat diolah dan ditambahkan ke dalam produk makron kenari sehingga produk yang dihasilkan mempunyai kandungan kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Untuk mengetahui kandungan kalsium dan fosfor pada produk makron kenari komersial yang selama ini beredar di pasaran maka dilakukan analisis komponen gizi tersebut sebagai informasi awal. Peningkatan nilai gizi makron kenari dilakukan dengan cara menambahkan tepung tulang ikan madidihang yang kaya akan kalsium dan fosfor ke dalam produk tersebut. Makron kenari formulasi dapat dikonsumsi oleh masyarakat pada semua usia, tetapi dalam jumlah tertentu sesuai dengan standar gizi yang telah ditetapkan agar dapat membantu mengurangi osteoporosis. Tulang ikan madidihang selain memiliki kandungan kalsium dan fosfor yang tinggi juga mempunyai kadar lemak dan protein yang cukup tinggi sehingga dapat mengganggu proses formulasi produk karena menghasilkan penampakan, warna, bau dan rasa yang kurang diterima oleh panelis.
Untuk mengurangi
kandungan lemak dan protein tersebut maka dalam pembuatan tepung tulang dilakukan perebusan tulang ikan madidihang dengan menggunakan air, asam asetat dan asam klorida sebagai media untuk mengurangi kandungan lemak dan protein sebelum ditambahkan ke dalam produk makron kenari.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mempelajari pengaruh media perebusan berbeda yaitu air, asam asetat, asam klorida terhadap karakteristik fisiko-kimia tepung tulang ikan madidihang yang dihasilkan termasuk solubilitas kalsium dan fosfor. 2) Mempelajari penambahan tepung tulang ikan madidihang pada berbagai konsentrasi terhadap karakteristik organoleptik, fisika, kimia makron kenari termasuk nilai gizinya.
22
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai salah satu sumber informasi ilmiah pemanfaatan limbah hasil perikanan yang memiliki kandungan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang ditambahkan ke dalam produk makron kenari dengan harapan menjadi sumber alternatif makanan berkalsium tinggi.
1.4. Hipotesis Penelitian (1) Metode perebusan pada berbagai media berbeda berpengaruh terhadap karakteristik fisiko-kimia tepung tulang ikan madidihang termasuk solubilitas kalsium dan fosfor. (2) Penambahan tepung tulang ikan madidihang dengan berbagai konsentrasi ke dalam
produk
makron
kenari
berpengaruh
terhadap
karakteristik
organoleptik, fisiko-kimia, solubilitas kalsium dan fosfor termasuk nilai gizinya.
1.5. Kerangka Pemikiran Tulang ikan madidihang merupakan salah satu limbah hasil perikanan yang belum mendapat perhatian khusus dari industri perikanan padahal limbah tersebut mengandung mineral khususnya kalsium dan fosfor yang cukup tinggi. Tulang ikan mengandung banyak kalsium dalam bentuk kalsium fosfat sebanyak 14% dari total susunan tulang (Subasinghe 1996). Unsur utama dari tulang ikan adalah kalsium, fosfor dan karbonat, sedangkan yang terdapat dalam jumlah kecil yaitu magnesium, sodium, stronsium, klorida, hidroksida dan sulfat (Halver 1989). Kandungan mineral yang tinggi pada
tulang ikan madidihang dapat
digunakan untuk pemenuhan kebutuhan manusia akan kalsium dan fosfor. Mineral merupakan salah satu unsur gizi yang dapat ditambahkan ke dalam bahan pangan (Piliang dan Djojosoebagio 2006). Untuk menambahkan tepung tulang ikan madidihang kedalam produk makron kenari dilakukan dengan cara pengurangan lemak dan protein,
karena tulang ikan madidihang mempunyai
lemak dan protein cukup tinggi. Tulang ikan madidihang yang mempunyai kadar lemak dan protein yang cukup tinggi sehingga memberikan bau tengik pada produk formulasi.
Salah satu cara untuk mengurangi kandungan lemak dan
protein tersebut adalah
perebusan tulang ikan dengan menggunakan media
23
perebusan berbeda yaitu air, asam asetat dan asam klorida dapat memberikan pengaruh terhadap karakteristik fisik, kimia, solubilitas kalsium dan fosfor termasuk nilai gizi tepung tulang ikan madidihang. Salah satu produk pangan tradisional yang digemari oleh masyarakat Maluku Utara adalah makron kenari. Pembuatan makron kenari yang ditambahkan tepung tulang ikan madidihang memiliki kandungan nilai gizi yang tinggi terutama kalsium dan fosfor sehingga dapat dijadikan sebagai makanan alternatif baru untuk pemenuhan kalsium dan fosfor. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Limbah tulang ikan madidihang
Kandungan kalsium dan fosfor tinggi
Mengurangi lemak dan protein
Air
Asam asetat
Asam klorida
Tepung tulang ikan madidihang
Fortifikasi ke dalam makron kenari
Makron kenari kaya kalsium dan fosfor
o o o o
Meningkatkan nilai tambah (added value) tulang ikan madidihang Sebagai sumber alternatif pemenuhan kebutuhan kalsium dan fosfor Mencegah serta mengurangi pencemaran lingkungan Mengeliminir pembuangan limbah hasil perikanan Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian pemanfaatan tepung tulang ikan madidihang (Thunnus albacares) sebagai sumber kalsium dan fosfor dalam pembuatan makron kenari.
24