1. PENDAHULUAN
1.1.LATAR BELAKANG Pada ASEAN Summit bulan Januari 2007 di Cebu, Filipina, para pemimpin ASEAN setuju untuk mempercepat integrasi perekonomian dan membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community) menjadi tahun 2015.
MEA bertujuan untuk
menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang ditandai dengan bebasnya aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan perpindahan barang modal secara lebih bebas. MEA juga diinspirasikan akan berwujud suatu area perekonomian yang sangat kompetitif, suatu kawasan dengan pembangunan ekonomi yang mampu berintegrasi secara penuh dengan perekonomian global (Roadmap for ASEAN Economic Community, 2009). Untuk mencapai tujuan tersebut, cetak biru (blueprint) MEA diluncurkan pada KTT ASEAN KE -13 di Singapura pada November 2007. Cetak biru ini dimaksudkan sebagai peta jalan (roadmap) yang memang dibutuhkan untuk mengimplementasikan MEA pada 2015 Apabila MEA terwujud pada tahun 2015, maka dapat dipastikan akan terbuka kesempatan kerja seluas-luasnya bagi warga negara ASEAN. Dan bagi tenaga kerja terdidik di wilayah ASEAN, rencana penerapan MEA memberi peluang namun juga tantangan. Dikatakan peluang karena seorang tenaga kerja yang tinggal di salah satu negara ASEAN akan punya kesempatan bekerja di sembilan negara ASEAN lain. Sebagai contoh orang dari Indonesia mempunyai peluang bekerja di Singapura, Malaysia, Vietnam, Brunei dan negara ASEAN lain. Dengan jumlah sumber daya manusia yang paling besar di ASEAN (http://www.tempo.co/read/news/2011/07/14/173346495/Penduduk-Indonesia-MasukPeringkat-4-Dunia), Indonesia memiliki potensi yang besar untuk memanfaatkan integrasi di sektor tenaga kerja terdidik ini. Di lain sisi, Indonesia juga akan menghadapi ancaman. Orang dari negara ASEAN lain akan bisa datang ke Indonesia untuk mencari peluang kerja di Indonesia. Artinya peluang kerja yang ada di Indonesia akan diperebutkan oleh lebih banyak orang. Sejauh mana orang Indonesia dapat bersaing di negeri orang atau di negeri sendiri sangat tergantung pada kualitas SDM. Berbicara tentang kualitas, maka sangat terkait dengan kompetensi yang dimiliki para tenaga kerja Indonesia. Kompetensi yang dimiliki para tenaga kerja umumnya diperoleh dari pengembangan kemampuan khusus dalam bidang tertentu melalui pendidikan di universitas. 1
Melalui universitas diharapkan seorang calon tenaga kerja memiliki kompetensi yang memadai. Hal ini menunjukan bahwa pada dasarnya pendidikan di universitas memiliki peran yang cukup penting dalam menciptakan lulusan yang memiliki kompetensi tinggi. Namun tidak serta merta hal ini menjadi tanggung jawab dari sekolah atau perguruan tinggi semata, niat dan motivasi dari para mahasiswa merupakan modal utama dalam mengembangkan diri mereka sendiri. Hal ini semakin dipertegas oleh Spencer dan Spencer (1993) dalam Yuniarsih (2008:23) yang menyatakan bahwa untuk membentuk kompetensi seseorang perlu adanya sebuah motif (Motive). Motive adalah apa yang secara konsisten dipikirkan atau keinginankeinginan yang mendorong perilaku seseorang yang mengarah dan dipilih terhadap kegiatan atau tujuan tertentu. Dan dalam hal ini pemberlakuan MEA seharusnya bisa menjadi sebuah Motive bagi para mahasiswa untuk mulai menyiapkan diri menghadapi MEA nantinya. Dan sebagai gambaran kepada para mahasiswa tentang tantangan-tantangan yang akan mereka hadapi nantinya. Terkait
dengan
kualitas
tenaga
kerja
Indonesia,
penelitian
sebelumnya
memperlihatkan bahwa tenaga kerja Indonesia masih kalah dalam hal kualitas dengan negara ASEAN lainnya. Primasanto (2010) menyebutkan bahwa Indonesia lebih banyak mengirimkan tenaga kerja tidak terampil, sedangkan Filipina lebih banyak mengirimkan tenaga kerja terampil untuk bekerja di luar negeri. Data survey dari United Nation Development Program (UNDP) tahun 2011 tentang Human Development Index, Indonesia berada pada posisi 124 dari 187 negara. Posisi Indonesia masih kalah apabila dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura (26), Brunei (33) Malaysia (61), Thailand (103), dan filipina (112). Walaupun posisi Indonesia hanya lebih baik dari Vietnam (128), Laos (138), kamboja (139), Myanmar (149). Hal ini menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia menghadapi ancaman dengan akan diberlakukannya AEC. Namun apabila melihat trend perkembangan HDI Indonesia dari tahun 1980 – 2011 memperlihatkan trend yang terus meningkat (Grafik 1.1). Artinya secara umum kualitas sumber daya manusia Indonesia terus mengalami peningkatan.
2
Grafik 1.1. Trend Perkembangan HDI di Indonesia (Tahun 1980-2011)
Sumber : UNDP
1.2.MASALAH PENELITIAN Bagi tenaga kerja Indonesia pemberlakuan MEA menjadi tantangan tersendiri. Bagi mahasiswa yang kini sedang studi hal ini seharusnya mendorong mahasiswa belajar dengan baik mempersiapkan semua kemampuan agar tidak kalah bersaing dengan tenaga kerja dari negara lain. Bagaimana kesadaran mahasiswa Indonesia sebagai calon tenaga kerja menghadapi MEA tentu menarik untuk dikaji.
1.3.PERSOALAN PENELITIAN Persoalan penelitian : 1. Apakah mahasiswa UKSW memahami implikasi pemberlakuan MEA? 2. Apakah mahasiswa UKSW merasa perlu meningkatkan kesiapan dalam menghadapi MEA?
3
2. TELAAH TEORITIS 2.1. PERSEPSI Kotler (2000) menjelaskan persepsi sebagai proses bagaimana seseorang menyeleksi, mengatur dan menginterpretasikan masukan-masukan informasi untuk menciptakan gambaran keseluruhan yang berarti. Mangkunegara (dalam Arindita, 2002) berpendapat bahwa persepsi adalah suatu proses pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi mecakup penafsiran obyek, penerimaan stimulus (Input), pengorganisasian stimulus, dan penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap. Terkait dengan pemberlakuan MEA, persepsi mahasiswa terhadap pemberlakuan MEA diharapkan akan memberikan gambaran sejauh mana implementasi MEA dipahami oleh mahasiswa sehingga dapat dijadikan salah satu acuan pemerintah dalam menentukan kebijakan-kebijakan terkait MEA yang bersinggungan langsung dengan mahasiswa khususnya dan masyarakat umumnya.
2.1. TEORI INTEGRASI EKONOMI Jovanovic (2006) mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai sebuah proses di mana sekelompok negara berupaya untuk meningkatkan tingkat kemakmurannya. Pelkman (2003) mendefinisikan integrasi ekonomi sebagai integrasi yang ditandai oleh penghapusan hambatan-hambatan ekonomi (economic frontier) antara dua atau lebih ekonomi atau negara. Hambatan-hambatan ekonomi tersebut meliputi semua pembatasan yang menyebabkan mobilitas barang, jasa, faktor produksi, dan juga aliran komunikasi, secara aktual maupun potensial relatif rendah. Salvatore (2007:340) menguraikan ada beberapa jenis integrasi ekonomi : 1) Pengaturan Perdagangan Preferensial (Preferential Trade Arragements) dibentuk oleh negara-negara yang sepakat menurunkan hambatan-hambatan perdagangan di antara mereka dan membedakannya dengan negara-negara yang bukan anggota. 2) Kawasan perdagangan bebas (free trade area) di mana semua hambatan perdagangan tarif diantara negara-negara anggota dihilangkan sepenuhnya, namun masing-masing negara anggota masih berhak menentukan sendiri apakah mempertahankan atau 4
menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan yang diterapkan terhadap negaranegara non-anggota. 3) Persekutuan Pabean (Customs Union) mewajibkan semua negara anggota untuk tidak hanya menghilangkan semua bentuk hambatan perdagangan di antara mereka, namun juga menyeragamkan kebijakan perdagangan mereka terhadap negara lain nonanggota 4) Pasaran bersama (Common Market) yaitu suatu bentuk integrasi di mana bukan hanya perdagangan barang saja yang dibebaskan namun arus faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal juga dibebaskan dari semua hambatan. 5) Uni Ekonomi (Economic Union) yaitu dengan menyeragamkan kebijakan-kebijakan moneter dan fiskal dari masing-masing negara anggota di dalam suatu kawasan atau bagi negara-negara yang melakukan kesepakatan.
2.2. DAMPAK INTEGRASI EKONOMI Menurut Krugman (1993) integrasi ekonomi dapat berdampak pada penurunan kesejahteraan hidup masyarakat apabila terdapat negara yang secara ekonomi kuat menerapkan tarif yang tinggi terhadap negara lain. Menurut Meir (1995) integrasi ekonomi di suatu kawasan akan menghasilkan beberapa manfaat bagi negara yang melakukan integrasi, seperti: mendorong berkembangnya industri lokal, peningkatan manfaat perdagangan melalui perbaikan terms of trade, dan mendorong efisiensi ekonomi di suatu kawasan ekonomi. Menurut Suarez (2000) pembentukan integrasi ekonomi di suatu kawasan ditujukan untuk alokasi sumber daya yang lebih efisien, mendorong persaingan, dan meningkatkan skala ekonomi dalam produksi dan distribusi diantara negara anggota. Fajnzylber dan Fernandes (2004) berpendapat bahwa integrasi ekonomi memiliki dampak yang berbeda terhadap negara-negara berkembang. Untuk Brazil, integrasi ekonomi meningkatkan permintaan terhadap
skilled-labor,
sedangkan untuk China
integrasi ekonomi justru menurunkan permintaan terhadap skilled-labor. Firdausy (2004) berpendapat bahwa melalui integrasi dan globalisasi diasumsikan setiap negara dapat memperkuat dan memperluas perekonomiannya, meningkatkan 5
kesejahteraan, dan mencapai pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Dasar pertimbangan dari harapan ini karena integrasi ekonomi berarti tidak ada hambatan keluar masuk barang dan jasa serta modal dari suatu negara ke negara lain, sehingga harga barang dan jasa menjadi semakin murah dan tersedia secara memadai di suatu negara. Juga dengan integrasi ekonomi, arus tenaga kerja dari suatu negara ke negara lain dapat menjadi mudah, sehingga tidak akan terjadi kesenjangan antara supply dan demand tenaga kerja di suatu negara. Dengan adanya integrasi ekonomi, maka arus barang, jasa dan uang akan menjadi lebih mudah dibandingkan tanpa integrasi ekonomi. Namun khusus untuk arus tenaga kerja, integrasi ekonomi tidak secara linear akan mendorong arus migrasi. Hayase (2003) dalam Firdausy ((2004), secara tegas menyatakan bahwa arus migrasi tidak secara sederhana dapat terjadi dengan adanya kesepakatan dalam perdagangan dan investasi di Asia Timur. Arus migrasi ke suatu negara juga dipengaruhi oleh faktor sosial, demografi, budaya dan politik. Bahkan menurutnya, banyak fakta menunjukkan besar kecilnya arus migrasi tidak berkaitan dengan adanya integrasi ekonomi. Singkatnya, pengaruh integrasi ekonomi terhadap arus migrasi tenaga kerja nyaris tidak akan terjadi dalam jangka pendek. Bagi Indonesia peluang terjadinya migrasi tenaga kerja ini berpotensi menguntungkan mengingat tingkat pengangguran Indonesia relatif lebih tinggi dari negara ASEAN lainnya. Data dari Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengungkapkan tingkat pengangguran terbuka usia muda antara 15 hingga 29 tahun di Indonesia mencapai 19,9 persen. Sementara Srilangka 17,9 persen dan Filipina 16,2 persen. Data tersebut membuat Indonesia menyandang gelar sebagai negara dengan pengangguran
usia
muda
tertinggi
di
Asia
Pasifik
(http://www.tempo.co/read/news/2012/04/11/090396328/Penganggur-Muda-IndonesiaTertinggi-di-Asia). Melihat pada kondisi tenaga kerja Indonesia saat ini, Indonesia baru mampu menyediakan lebih banyak tenaga kerja untuk sektor informal. Hingga sekarang sektor ini masih menjadi tulang punggung penyerapan tenaga kerja Indonesia. Hasil survei Badan Pusat Statistik Februari 2010 memperlihatkan, 68,58% (73,67 juta) dari 116 juta angkatan kerja Indonesia di Indonesia pada 2010 terserap di sektor informal. Sisanya, 31,42% 6
(33,74
juta)
masuk
sektor
Indonesia.com/edisicetak/content/view/390667/50/).
formal
(http://www.seputar‐
Tingginya penyerapan di sektor
informal memperlihatkan betapa sebenarnya masih cukup rendah kualitas tenaga kerja Indonesia. Data BPS pada Februari 2012, pekerja pada jenjang pendidikan SD ke bawah masih tetap mendominasi yaitu sebesar 55,5 juta orang (49,21 persen), sedangkan pekerja dengan pendidikan diploma sekitar 3,1 juta orang (2,77 persen) dan pekerja dengan pendidikan universitas hanya sebesar 7,2 juta orang (6,43 persen). Rendahnya tingkat pendidikan pada tenaga kerja mengakibatkan sulitnya bagi kelompok masyarakat ini untuk mendapatkan pekerjaan formal dengan tingkat keterjaminan yang relatif lebih baik terutama dalam bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya. Potret ini tentunya menjadi kegelisahan yang cukup mengganggu dalam menyongsong pasar tunggal ASEAN, saat arus liberalisasi jasa termasuk jasa profesi baik skillful labor maupun semiskilled labor akan semakin deras mendekati tahun 2015. Dengan kondisi seperti ini sudah seharunya perlu peningkatan dalam hal kualitas dari para tenaga kerja itu sendiri. Peran serta pemerintah dalam meningkatkan kualitas para pekerja ini sangat diharapkan. Pemerintah sendiri telah menyiapkan 3 strategi dalam meningkatkan
kualitas
tenaga
kerja
Indonesia.
(http://menteri.depnakertrans.go.id/?show=news&news_id=828)
Muhaimin mengatakan
Iskandar dalam
meningkatkan kompetensi kerja pemerintah menerapkan 3 strategi yaitu peningkatan standar kompetensi kerja, lembaga pendidikan dan pelatihan profesi yang berbasis kompetensi dan sistem dan kelembagaan sertifikasi yang independen terpercaya dan menjamin mutu. Namun keberhasilan dari strategi ini tidak menjamin kualitas tenaga kerja akan meningkat. Kesadaran dari diri sendiri untuk mengubah diri dari para pekerja sendirilah yang paling dibutuhkan dalam peningkatan kualitas mereka agar sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan oleh para penyedia kerja.
2.3. KOMPETENSI KERJA Kompetensi menurut SK Mendiknas NO.045/U/2002 adalah perangkat tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu. 7
Menurut Widarno (2007) kompetensi memiliki tiga tingkatan, (1) kompetensi Utama, yaitu kemampuan seseorang untuk menampilkan kinerja yang memadai pada suatu kondisi pekerjaan yang memuaskan, (2) kompetensi pendukung, yaitu kemampuan seseorang yang dapat mendukung kompetensi utama, dan (3) kompetensi lain, yaitu kemampuan seseorang yang berbeda dengan kompetensi utama dan pendukung namun membantu meningkatkan kualitas hidup. Kompetensi ini pada akhirnya akan menentukan daya saing dari tenaga kerja Indonesia, apakah mampu bersaing dengan tenaga kerja asing lainnya. Spencer dan spencer (1993: 9-11) dalam Yuniarsih (2008:23) menyatakan bahwa Karakteristik kompetensi diklasifikasin dalam 2 jenis, yakni hard skill dan soft skill. Hard skill merupakan kompetensi individu yang dapat diamati dan mudah dikembangkan, misalnya pengetahuan (Knowledege) dan ketrampilan (skill). Sedangkan Softskill adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas fisik dan mental tertentu yang hanya dapat dinilai secara kualitatif melalui observasi perilaku, misalnya self concept, traits dan motive. Paul dan Murdoch (1992) menjelaskan bahwa dalam menghadapi dunia kerja, seorang lulusan perguruan tinggi harus dilengkapi dengan kualifikasi softskills berikut ini agar dapat bertahan dan unggul dalam kompetisi: Pengetahuan umum dan penguasaan bahasa Inggris. Keterampilan komunikasi meliputi penguasaan komputer dan internet, presentasi audiovisual, dan alat-alat komunikasi lain. Keterampilan personal meliputi kemandirian, kemampuan komunikasi dan kemampuan mendengar, keberanian, semangat dan kemampuan kerjasama dalam tim, inisiatif, dan keterbukaan (etos kerja). Fleksibilitas dan motivasi untuk maju yaitu kemampuan beradaptasi sesuai perubahan waktu dan lingkungan serta keinginan untuk maju sebagai pimpinan. Selain itu, menurut Mulyatiningsih (2009), pada umumnya sekolah/universitas hanya mengejar target untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi profesional saja dan mengabaikan kompetensi kepribadian dan sosial (softskill). Padahal dalam dunia kerja, softskill memiliki kedudukan yang sama pentingnya dengan hardskill. Orang yang memiliki kepribadian baik, bermotivasi tinggi, percaya diri, ulet, tekun, displin, 8
bertanggung jawab dan mampu mengendalikan stress akan memiliki daya tahan yang lebih unggul dalam bekerja.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis, sumber, dan metode pengumpulan data Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif deskriptif. Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer. Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode penyebaran kuesioner. Data primer penelitian ini diperoleh dari kuesioner yang diisi para mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana yang masih aktif berkuliah. 3.2. Populasi dan sampel Teknik pengambilan sampel adalah nonprobability sampling dengan metode judgmental sampling yang merupakan teknik pengambilan sampel dimana elemen populasi dipilih dengan menggunakan dasar pertimbangan tertentu yaitu dengan kriteria yang sudah mengetahui tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN. Pada awal proses pengumpulan data primer, peneliti menyebar 100 kuesioner ke mahasiswa dari setiap fakultas yang ada di UKSW, dan dalam penyebaran kuesioner tersebut peneliti dibantu oleh beberapa enumerator. Dari 100 kuesioner tersebut, hanya 96 kuesioner yang kembali dan hanya 19 responden saja yang mampu menjawab seluruh pertanyaan dalam kuesioner yang disebar. Sebanyak 77 responden tidak mengetahui tentang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Kemudian peneliti menyebar lagi 100 kuesioner, namun kali ini peneliti menekankan kepada mahasiswa yang tahu dan cukup paham tentang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dari 100 kuesioner yang disebar, peneliti berhasil menemukan 94 responden yang tahu dan cukup memahami tentang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN tersebut. Hasil akhir yang diperoleh ada 113 kuesioner yang memenuhi kriteria untuk diolah dan di analisis.
3.3. Instrumen pengukuran Data dikumpulkan melalui kuesioner dengan memberikan pertanyaan kepada responden mengenai persepsi mereka terhadap pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Penelitian ini menggunakan skala likert dengan menggunakan 5 titik. Kategori penelitian 9
yakni : “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “netral”, “setuju”, dan “sangat setuju” dengan menggunakan nilai 1 sd 5. Dan pada penelitian ini penulis menggunakan teknik analisa deskriptif. Tabel. 3.1 Indikator empirik dan pengukuran variabel Variabel
Definisi operasional
Pengetahuan tentang MEA ASEAN sebagai pasar
Indikator empiric
tunggal dan berbasis produksi tunggal yang
Pengetahuan tentang negara anggota ASEAN
didukung dengan elemen
Pengetahuan tentang MEA
aliran bebas barang, jasa,
Sumber informasi MEA
investasi, tenaga kerja
Pro dan kontra terhadap
terdidik dan arus modal.
pemberlakuan MEA
Implikasi pemberlakuan
Pemberlakuan MEA akan
Implikasi MEA
MEA
memberikan peluang
Peluang dan tantangan
maupun tantangan bagi Indonesia, khususnya bagi
memperoleh pekerjaan
tenaga kerja terdidik
Kompetensi kerja
tenaga
Indonesia
dan
asing
Kesesuaian gaji tenaga kerja
Kesiapan diri menghadapi
Kesiapan diri mahasiswa
Etos kerja tenaga kerja
Kemampuan berbahasa
MEA
Inggris.
Kemampuan penguasaan teknologi informasi.
10
Etos kerja
4. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dari 200 kuesioner yang disebar, hanya ada 113 orang yang mengetahui tentang Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dari 113 responden inipun peneliti cukup bersusah payah menemukan mereka. Ini menunjukkan bahwa masih sangat banyak orang yang belum mengetahui tentang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN ini. Apabila mahasiwa sebagai kelompok terdidik penerus bangsa saja masih banyak yang belum mengetahui, apalagi masyarakat secara umum. Hal ini bisa disebabkan karena masih kurang gencarnya pemerintah dalam mensosialisasikan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN kepada masyarakat luas. Disinilah yang menjadi tantangan terberat pemerintah sebagai pengambil keputusan dalam menjalankan kebijakan negara untuk mensejaterahkan rakyat. Dari jumlah tersebut 47 responden adalah laki-laki (41,59%) dan 66 responden (58,40) wanita. Hal ini dikarenakan kebanyakan enumerator yang membantu dalam penyebaran kuesioner penelitian ini adalah wanita. Fakultas yang mendominasi responden adalah Fakultas Ekonomika dan Bisnis sebesar 26 orang (23%) disusul Fakultas Teknologi Informasi sebesar 22 orang (19,47%) karena sebagian besar enumerator berasal dari kedua fakultas ini. Sebagian besar responden berpersepsi sebagai mahasiswa yang aktif maupun sangat aktif dalam berorganisasi baik di lingkungan internal kampus (LK) maupun di lingkungan eksternal kampus sebanyak 66 orang (58,4%). Dilihat dari hasil studi, sebagian besar responden merasa hasil studinya tergolong memuaskan (62%). Sementara terkait keaktifan mahasiswa mengakses informasi sebanyak 54 responden (47,8%) merupakan mahasiswa yang sering maupun sangat sering mengakses informasi. Hal ini sesuai dengan latar belakang mereka yang kebanyakan merupakan aktifis mahasiswa yang sering mencari informasi-informasi terbaru. Tabel 4.1 Karakteristik responden No. Karakteristik
Sub karakteristik
Frekuensi Persentasi
1.
Pria
47
41,59%
Wanita
66
58,40%
FBS
6
5,30%
FKIP
12
10,61%
FSM
1
0,88%
2.
Jenis Kelamin
Fakultas
11
3.
4.
5.
Keaktifan Organisasi
Hasil Studi
Keaktifan mengakses informasi
4.1. PENGETAHUAN
FEB
26
23%
FH
13
11,50%
FISKOM
11
9,73%
FB
2
1,77%
FPB
5
4,42%
FTEK
3
2,65%
FTI
22
19,47%
FTEO
5
4,42%
FPSI
6
5,31%
FSP
1
0,88%
Sangat Aktif
29
25,7%
Aktif
37
32,7%
Netral (Biasa-biasa saja)
43
38.1%
Tidak aktif
4
3,5%
Sangat tidak aktif
0
0%
Sangat Memuaskan
12
10,6%
Memuaskan
70
62%
Netral (Biasa-biasa saja)
27
23,9%
Tidak memuaskan
4
3,5
Sangat Tidak memuaskan
0
0%
Sangat sering
12
10,6%
Sering
54
47,8%
Netral(Biasa-biasa saja)
38
33,6%
Tidak sering
9
8%
Sangat tidak sering
0
0%
DAN
MASYARAKAT
TENTANG
NEGARA
ASEAN
EKONOMI ASEAN Sebelum membahas lebih jauh tentang MEA, peneliti ingin mengetahui apakah responden tahu tentang negara anggota ASEAN? Sebagian besar responden (51.3%) mengetahui seluruh negara anggota penuh ASEAN selain Indonesia. Sementara responden yang mengetahui separuh negara ASEAN sebanyak 16 orang (14.16%). Dan hanya 9 responden (7.96%) yang tahu 1 negara ASEAN.
12
Tabel 4.2 Jumlah negara ASEAN selain Indonesia yang diketahui Jumlah negara ASEAN 9 Negara 8 Negara 7 Negara 6 Negara 5 Negara 4 Negara 3 Negara 2 Negara 1 Negara
Frekuensi Persent 58 51.33% 8 7.08% 10 8.85% 2 1.77% 16 14.16% 7 6.19% 2 1.77% 1 0.88% 9 7.96%
Dari keseluruhan negara anggota ASEAN selain Indonesia, negara Singapure merupakan negara yang paling banyak diketahui oleh responden (85.90%). Sedangkan negara yang paling tidak diketahui adalah Laos (71.70%). Tabel 4.3 Persepsi negara ASEAN yang paling diketahui selain Indonesia NEGARA Singapure Malaysia Bruney darusalam Myanmar Filipina Vietnam Thailand Kamboja Laos
FREKUENSI 97 96 93 89 85 84 83 81 81
PERSENTASE (%) 85.80% 84.90% 82.30% 78.80% 75.20% 74.40% 73.50% 71.70% 71.70%
4.1.1. PENGETAHUAN TENTANG MEA Dari 113 responden diatas masih belum memahami secara mendalam aspek utama dalam MEA yakni 5 elemen pokok dalam pilar utama pelaksanaan MEA. Sebagian besar 13
responden (27.4%) mengetahui dengan berjalannya MEA akan terjadi arus bebas barang dan jasa saja. Kemudian yang mengetahui MEA akan terjadi arus bebas tenaga kerja saja hanya 10 orang responden (8.8%). Sedangkan yang mengetahui dengan berjalannya MEA akan terjadi arus bebas investasi dan modal saja hanya 13 responden (11.5%). Dan responden yang mengetahui kelima elemen pokok MEA hanya 18 responden (15.1%). Hasil ini menunjukkan sebagian besar responden belum memahami keseluruhan tentang pelaksanaan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN, mereka hanya mengetahui beberapa elemen utama yang menjadi tujuan pelaksanaan MEA ini. Tabel 4.4 Persepsi pengetahuan tentang 5 elemen pokok MEA
Valid
Arus bebas Barang & Jasa
Frequency
Percent
31
27.4
Arus bebas barang, jasa & 6
5.3
tenaga kerja Arus bebas barang, jasa, 18
15.9
tenaga kerja, investasi dan modal Arus bebas barang, jasa, 25
22.1
investasi dan modal Arus bebas tenaga kerja
10
Arus bebas tenaga kerja, 9
8.8 8.0
investasi dan modal Arus bebas investasi dan 13
11.5
modal
Total
113
100.0
Hal ini bisa saja disebabkan sumber informasi yang diperoleh responden tidak terlalu menjelaskan secara mendetail tentang MEA. Sebanyak 6 responden memperoleh informasi hanya melalui koran, 6 responden melalui televisi, 1 responden melalui radio, 22 responden melalui internet dan hanya 2 responden mengetahui melalui perkuliahan saja, itupun yang mengambil jurusan BI. Padahal melalui perkulihan mahasiswa dapat memperoleh informasi yang lebih mendetail tentang tantangan mereka kedepan. 14
Tabel 4.5 Sumber informasi Masyarakat Ekonomi ASEAN
Koran N
Televisi
Radio
Internet
Kuliah
1 Sumber 6
7
1
22
2
2 Sumber 5
40
2
X*
1
3 Sumber 18
X
2
X
2
4 Sumber X
X
X
X
0
*X = Semua responden memilih sumber informasi tersebut bersama dengan sumber lainnya. Selain dari ke 38 orang yang memperoleh informasi hanya dari 1 sumber, sebanyak 48 orang memperoleh informasi dari dua sumber sekaligus, 23 orang memperoleh informasi dari tiga sumber sekaligus dan hanya 4 orang yang memperoleh informasi dari empat sumber sekaligus. Dengan demikian akumulasi dari semua sumber tersebut menempatkan internet sebagai sumber informasi terbanyak, yakni sebanyak 97 responden, kemudian televisi sebanyak 74 responden, koran sebanyak 33 responden, radio sebanyak 9 orang dan dari perkuliahan sebanyak 5 orang.
4.2. TANGGAPAN RESPONDEN TERHADAP PENERAPAN MEA Dalam sebuah kebijakan selalu ada pihak pro dan kontra, demikian pula dengan kebijakan mengenai MEA ini. Hasilnya (tabel 4.6) menunjukkan bahwa sebagian besar responden (63.7%) setuju dengan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Mereka berpendapat bahwa berjalannya MEA akan memajukan perekonomian nasional dan membawa dampak positif pada kesejahteraan masyarakat. Tabel 4.6 Pro dan kontra MEA
Valid
Frequency
Percent
Setuju
72
63.7
Tidak setuju
41
36.3
Total
113
100.0
15
Selain itu, beberapa alasan yang diutarakan oleh responden: Indonesia sudah siap bersaing dengan negara ASEAN Lapangan kerja semakin banyak Meningkatkan daya saing Indonesia di mata dunia Memaksimalkan potensi-potensi Indonesia Mempererat hubungan antar negara ASEAN Sedangkan responden yang menyatakan tidak setuju dengan pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN berpendapat bahwa Indonesia masih belum siap untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN tersebut. Hal ini dikarenakan infrastruktur di Indonesia masih belum memadai dan kualitas sumber daya manusia Indonesia masih rendah. Pendapat responden ini sejalan dengan fakta berdasarkan laporan AEC Scorecard yang disiapkan Sekretariat ASEAN, tingkat implementasi Indonesia terhadap AEC blueprint mencapai 80,37% dari 107 indikator yang menempatkan Indonesia pada urutan ketujuh dari 10 negara ASEAN (Dependag: Menuju AEC 2015). Angka ini masih jauh dari Singapura yang telah mengimplementasikan AEC blueprint hingga 93,52% yang membuat Singapura menjadi negara yang paling siap dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN. Dari data ini bisa dilihat bahwa Indonesia belum maksimal dalam mempersiapkan diri. Selain alasan diatas, beberapa alasan lain yang diutarakan oleh responden adalah : Korupsi yang masih sangat banyak Teroris yang terus melakukan teror Daerah yang masih belum tertata baik Apabila dilihat dari jenis kelamin, sebagian besar responden perempuan (56,9%) menyatakan setuju dengan pemberlakuan MEA. Sedangkan sisanya menyatakan tidak setuju dengan rencana pemberlakuan MEA. Angka ini lebih tinggi daripada persentasi responden laki-laki yang hanya 43,1% yang setuju dengan pemberlakuan MEA. Hal ini menunjukan bahwa responden perempuan terlihat lebih berani menghadapi MEA dibandingkan dengan responden laki-laki.
16
Tabel 4.7 Jenis kelamin*pro dan kontra MEA No.10 Setuju No.2
L
Count
16
47
43,1%
39,0%
41,6%
41
25
66
56,9%
61,0%
58,4%
72
41
113
100,0%
100,0%
100,0%
Count % within No.10
Total
Count % within No.10
Total
31
% within No.10 P
Tidak setuju
Apabila dilihat dari keaktifan berorganisasi, hasilnya menunjukan bahwa penolakan terhadap MEA paling banyak berasal dari responden yang aktif berorganisasi. Hal ini dikarenakan responden yang aktif berorganisasi cenderung lebih aktif mencari informasi terkait dengan kebijakan-kenijakan pemerintah dan mengkritisinya. Dan saat ini beberapa diantara mereka menilai bahwa kebijakan pemerintah dalam menyiapkan SDM Indonesia menghadapi MEA masih belum maksimal sehingga perlu ditingkatkan lagi sebelum memasuki MEA.
Tabel 4.8 Keaktifan berorganisasi*pro dan kontra MEA No.10 Setuju No.3
Tidak aktif
Count % within No.10
Netral
Count % within No.10
Aktif
Count % within No.10
Sangat aktif
Count % within No.10
Total
Count % within No.10
Tidak setuju
Total
3
1
4
4,2%
2,4%
3,5%
25
13
38
34,7%
31,7%
33,6%
25
17
42
34,7%
41,5%
37,2%
19
10
29
26,4%
24,4%
25,7%
72
41
113
100,0%
100,0%
100,0%
Lantas apakah pemberlakuan MEA ini akan menguntungkan Indonesia? Peneliti mencoba bertanya kepada responden dan hasilnya (tabel 4.7) menunjukkan bahwa sebagian besar 17
responden (46.9%) sangat setuju bahwa pemberlakuan MEA nantinya akan sangat menguntungkan bagi Indonesia. Sejalan dengan pendapat-pendapat diatas (tabel 4.6), responden mengharapkan MEA akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tabel 4.9 Persepsi MEA akan menguntungkan Indonesia Frequency Valid
Sangat Tidak setuju
Percent
11
9.7
6
5.3
Netral
13
11.5
Setuju
30
26.5
Sangat setuju
53
46.9
113
100.0
Tidak setuju
Total
Salah satu harapan terbesar dalam mensejahterakan masyarakat adalah dengan mengurangi tingkat pengangguran. Dengan berkurangnnya pengangguran kesejahteraan hidup yang didambakan masyarakat dapat tercapai. Dan MEA memberikan peluang besar dalam mencapai hal itu. Tenaga kerja dapat mencari pekerjaan di negara ASEAN lain yang menjanjikan kesejahteraan hidup yang lebih baik. Dengan iming-iming meningkatkan kesejahteraan hidup, pelaksanaan MEA akan mendorong para pekerja untuk mencari pekerjaan dinegara lain yang mereka rasa lebih menjanjikan dari negara mereka sendiri. Lantas bagaimana tanggapan responden tentang hal ini? Menurut responden negara mana sajakah yang dirasa cocok untuk dijadikan tempat bekerja nantinya? Singapure menjadi pilihan terbanyak diantara negara-negara lainnya (tabel 4.8). Hampir seluruh responden memilih Singapure sebagai negara tujuan utama (84.96%). Hal tersebut adalah wajar, melihat Singapure sebagai negara dengan ekonomi terkuat di ASEAN. Kemudian disusul oleh Malaysia dan Thailand sebagai pilihan lainnya. Negara ASEAN lainnya ternyata kurang diminati oleh responden, hal ini dapat dilihat pada rendahnya pilihan dari responden untuk negara-negara tersebut. Tabel 4.10 Persepsi negara ASEAN tujuan bekerja No. Negara 1 Singapure 2 Malaysia
Frekuensi Persentase (%) 96 84.96% 33 29.20% 18
3 4 5 6 7 8 9
Thailand Filipina Vietnam Bruney Laos Kamboja Myanmar
32 6 5 4 3 2 0
28.32% 5.31% 4.42% 3.54% 2.65% 1.77% 0.00%
Alasan dari para responden memilih ketiga negara tersebut adalah karena gaji(73.45%) yang tinggi (tabel 4.9). Responden merasa bahwa bekerja di negara-negara tersebut menjanjikan kesejahteraan hidup yang lebih baik. Tabel 4.11 Alasan ingin bekerja di negara-negara ASEAN Alasan Gaji yang lebih tinggi Kapasitas (potensi) anda akan dimanfaatkan Kebudayaan negara tersebut Peraturan (undang-undang) yang berlaku di negara tersebut Alasan lain…
Frekuensi Persentase 83 73.45% 32 28.32% 22 19.47% 12 10.62% 4 3.54%
Selain karena alasan gaji, responden merasa apabila bekerja dinegara-negara tersebut kapasitas mereka dimanfaatkan secara maksimal. Artinya bahwa negara-negara tersebut menghormati hak dan tanggungjawab dari para pekerjanya. Alasan lainnya adalah karena kebudayaan negara-negara tersebut tidak terlalu jauh berbeda dengan Indonesia sehingga akan mudah untuk beradaptasi. Selain itu, peraturan yang berlaku dinegara-negara tersebut yang dirasa cukup ketat melindungi hak-hak dan keamanan warganya juga menjadi pilihan para responden. Alasan lain yang dipilih oleh 4 responden lainnya, yakni karena perekonomian negara-negara tersebut lebih maju dari Indonesia (3), dan karena politik negara-negara tersebut stabil (1). Selain negara-negara anggota ASEAN yang menjadi tujuan para pekerja Indonesia, peneliti juga menanyakan tentang negara-negara anggota ASEAN lain yang warganya akan datang dan mencari pekerjaan di Indonesia. Hal ini menarik karena Indonesia sebagai salah satu
negara
besar
di
ASEAN 19
memiliki
PDB
terbesar
(http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_ASEAN_countries_by_GDP_(nominal)) di kawasan ini tentu merupakan magnet besar bagi pekerja asing. Hasilnya (tabel 4.10) menunjukkan bahwa negara yang pekerjanya akan datang ke Indonesia paling banyak berasal dari Malaysia (55.75%). Hasil ini sesuai dengan kenyataan dilapangan bahwa sebagian besar tenaga kerja asing dari ASEAN yang bekerja di Indonesia saat ini berasal dari Malaysia (survey tenaga kerja asing Bank Indonesia 2009). Kemudian disusul Singapure, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Responden tidak memilih negara-negara yang memiliki PDB jauh lebih rendah dari Indonesia seperti Laos, Kamboja, Brunei dan Myanmar namun cenderung memilih negara yang letak geografisnya paling dekat dengan Indonesia. Tabel 4.12 Persepsi warga dari negara ASEAN yang akan bekerja di Indonesia No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Negara Malaysia Singapure Thailand Vietnam Filipina Laos Myanmar Kamboja Brunei
Frekuensi 63 38 33 23 13 11 11 3 0
Persentase (%) 55.75% 33.63% 29.20% 20.35% 11.50% 9.73% 9.73% 2.65% 0.00%
Alasan dari para responden dalam memilih negara-negara tersebut karena mereka beranggapan para tenaga kerja asing mengejar gaji yang lebih tinggi di Indonesia. Tabel 4.13 Alasan pekerja ASEAN datang ke Indonesia Alasan Frekuensi Persentase (%) Gaji yang lebih tinggi 49 43.36% Kapasitas mereka akan dimanfaatkan di Indonesia 44 38.94% Kebudayaan negara tersebut hampir sama 28 24.78% Peraturan (undang-undang) yang berlaku di Indonesia 9 7.96% Alasan lainnya… 4 3.54% 20
Selain karena gaji, alasan kapasitas mereka akan dimanfaatkan juga menjadi pilihan responden. Menurut penilaian responden para pekerja asing tersebut akan lebih dimanfaatkan kemampuan mereka apabila bekerja di Indonesia dibandingkan di negara asal mereka. Selain itu faktor kebudayaan yang mirip juga menurut responden berperan dalam mendatangkan tenaga kerja ASEAN ke Indonesia. Sementara alasan lain yang dipaparkan adalah karena politik Indonesia yang cukup stabil menyebabkan pekerja asing datang ke Indonesia. Selain itu ekonomi Indonesia yang lebih baik dari negara asal mereka (3.54%) menjadi alasan mereka mencari kerja di Indonesia. Dengan semakin banyaknya tenaga kerja asing yang akan datang ke Indonesia tentu akan semakin memperketat persaingan dalam mencari pekerjaan. Sejalan dengan hal ini, responden (45,1%) setuju bahwa pemberlakuan MEA akan menyebabkan lapangan pekerjaan semakin sulit untuk didapat. Tabel 4.14 Persepsi responden bahwa lapangan pekerjaan sulit didapat Frequency Valid
Sangat Tidak setuju
Percent
1
.9
Tidak setuju
12
10.6
Netral
17
15.0
Setuju
51
45.1
Sangat setuju
32
28.3
113
100.0
Total
Dengan datangnya para pekerja dari ASEAN tentu saja akan membawa dampak pada peluang memperoleh pekerjaan dari pekerja Indonesia baik dalam negeri maupun diluar negeri. Tantangan terbesarnya adalah kualitas yang dimiliki para pekerja Indonesia apakah mampu bersaing dengan pekerja asing. Berbicara tentang daya saing, dengan hanya memiliki 10,3 juta tenaga kerja berpendidikan tinggi (Berita Resmi Statistik 2012) tentu akan sangat susah untuk dapat bersaing dengan negara ASEAN lain. Berdasarkan survei Asian Productivity Organization 2004,
dari
setiap
1.000
tenaga
kerja Indonesia hanya 4,3 persen yang terampil
dibandingkan dengan Filipina (8,3 persen), Malaysia (32,6 persen), dan Singapura (34,7 persen) (http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/31/1448290/Tak.Benahi.Kualitas.Kita.Kalah.Bersa 21
ing). Berangkat dari sini bisa dikatakan bahwa masih banyak potensi yang bisa dimaksimalkan oleh Indonesia. Pemerintah sendiri melalui Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) akan meningkatkan jumlah tenaga
kerja
terdidik hingga
40%
(http://bisnis.vivanews.com/news/read/24386-
porsi_tenaga_kerja_terdidik_formal_ditambah. 8 September 2011).
Upaya
ini
bisa
dilakukan dengan mendorong tenaga kerja Indonesia yang belum memiliki keahlian untuk ditingkatkan kualitas dan kapasitas nya sehingga memenuhi kriteria tenaga kerja terdidik, atau, dengan cara mendorong tenaga kerja terdidik Indonesia untuk memanfaatkan akses di negara-negara ASEAN dengan bekerja di luar negeri.
4.3. TANGGAPAN RESPONDEN TERHADAP KOMPETENSI, GAJI, DAN ETOS KERJA TENAGA KERJA TERAMPIL INDONESIA Peneliti mencoba mencari tahu pandangan responden tentang kompetensi tenaga kerja dengan membandingkan kompetensi yang dimiliki tenaga kerja Indonesia dengan tenaga kerja ASEAN lainnya. Hasilnya (tabel 4.13) menunjukkan responden masih ragu-ragu (40.7%) dalam membandingkan apakah tenaga kerja Indonesia lebih berkompeten dibandingkan dengan tenaga kerja dari negara ASEAN lainnya. Keragu-raguan dari para responden ini bisa saja disebabkan tidak adanya pembandingan yang bisa digunakan oleh responden dalam mengukur kompetensi para pekerja. Tabel 4.15 Persepsi responden bahwa Tenaga kerja Indonesia lebih baik dari tenaga kerja asing Valid
Frequency
Percent
Sangat Tidak setuju
3
2.7
Tidak setuju
20
17.7
Netral (Ragu-ragu)
46
40.7
Setuju
29
25.7
Sangat setuju
15
13.3
Total
113
100.0
Hal yang tidak jauh berbeda ditemukan saat menanyakan tentang kemungkinan perusahaan Indonesia akan memilih tenaga kerja Indonesia apabila memiliki kompetensi dan 22
bersedia digaji sama dengan tenaga kerja asing. Hasilnya (tabel 4.14) menunjukkan bahwa sebagian responden (43.4%) beranggapan sebaiknya perusahaan di Indonesia tetap memilih tenaga kerja Indonesia untuk dipekerjakan dibandingkan dengan tenaga kerja asing.
Tabel 4.16 Persepsi perusahaan di Indonesia memilih pekerja Indonesia Frequency Valid
Percent
Sangat Tidak setuju
1
.9
Tidak setuju
3
2.7
Netral
39
34.5
Setuju
49
43.4
Sangat setuju
21
18.6
113
100.0
Total
Sama halnya ketika peneliti menanyakan tentang kemungkinan perusahaan di Indoensia akan memilih tenaga kerja Indonesia apabila tenaga kerja asing memiliki kompetensi yang tinggi namun meminta gaji yang sama dibandingkan dengan tenaga kerja Indonesia. Hasilnya (tabel 4.15) menunjukkan responden masih ragu-ragu (42.5%) dalam membandingkan. Tabel 4.17 Persepsi perusahaan di Indonesia memilih tenaga kerja Indonesia (2) Frequency Valid
Sangat Tidak setuju
Percent
4
3.5
Tidak setuju
12
10.6
Netral
48
42.5
Setuju
34
30.1
Sangat setuju
15
13.3
113
100.0
Total
Kemudian peneliti mencoba membandingkan lagi kemungkinan perusahaan di Indonesia akan memilih tenaga kerja Indonesia apabila tenaga kerja asing memiliki kompetensi yang sama dengan tenaga kerja Indonesia namun meminta gaji yang lebih murah dibandingkan dengan tenaga kerja Indonesia. Hasilnya (tabel 4.16) menunjukkan bahwa 23
sebagian besar responden setuju (46.9%) bahwa perusahaan di Indonesia lebih baik mempekerjakan tenaga kerja Indonesia. Tabel 4.18 Persepsi perusahaan di Indonesia memilih tenaga kerja Indonesia (3) Frequency Valid
Sangat Tidak setuju
Percent
6
5.3
Tidak setuju
21
18.6
Netral
18
15.9
Setuju
53
46.9
Sangat setuju
15
13.3
113
100.0
Total
Dari keempat pernyataan diatas (tabel 4.14 s/d tabel 4.16) menunjukkan bahwa sebagian besar responden beranggapan perusahaan Indonesia maupun perusahaan asing yang ada di Indonesia lebih memilih mempekerjakan tenaga kerja Indonesia dibandingkan tenaga kerja asing walaupun tenaga kerja asing tersebut memiliki kompetensi dan meminta gaji yang bersaing dengan tenaga kerja lokal. Hal ini bisa saja didasari harapan atau keinginan dari para responden agar perusahaan-perusahaan lokal lebih mengutamakan kejahteraan masyarakat Indonesia dengan mempekerjakan para tenaga kerja lokal dibandingkan tenaga kerja asing. Karena dengan memanfaatkan para tenaga kerja lokal akan membawa dampak positif bagi perekonomian Indonesia. Namun tenaga kerja lokal juga akan membawa dampak negatif apabila terjadi
konflik antara perusahaan dan pekerja lokal khususnya dengan serikat
pekerja. Namun kenyataan berbeda ditemukan dari perusahaan asing yang berpotensi besar untuk membuka pabriknya di Indonesia, seperti perusahaan besar RIM produsen perangkat telepon genggam BlackBerry, dan perusahaan Bosch produsen peralatan rumah tangga asal Jerman. Kedua perusahaan ini memiliki pasar yang sangat besar di Indonesia, jauh lebih besar dari Malaysia. Namun keduanya lebih memilih untuk membuka pabrik di Malaysia ketimbang di Indonesia. Hal yang sangat disayangkan, mengingat apabila keduanya membuka pabrik di Indonesia akan membawa dampak positif yang sangat besar dalam investasi dan peluang kerja di Indonesia. Alasan mereka membuka pabrik di Malaysia adalah karena
infrastruktur
fisik
dan
SDM
yang
jauh
lebih
baik
dari
Indonesia
(Fokus.news.viva.co.id/news/read/245399-nikmati-pasar-ri--asing-malah-pilih-malaysia). 24
Fakta ini secara langsung menunjukkan bahwa pada dasarnya kualitas dari tenaga kerja Indonesia masih kalah dibandingkan dengan negara tetangga. Untuk itulah perlu peningkatan kompetensi dari tenaga kerja Indonesia agar mampu bersaing dengan tenaga kerja asing lainnya. Hal ini sedikit bertolak belakang dengan fakta bahwa para mahasiswa masih menganggap kompetensi para pekerja Indonesia setara dengan kompetensi tenaga kerja asing (tabel 4.17). Para responden menganggap tenaga kerja asing tidak selalu lebih baik daripada tenaga kerja lokal, kompetensi diantara keduanya bisa bersaing. Tabel 4.19 Persepsi Tenaga kerja asing selalu lebih berkualitas dari tenaga kerja lokal Frequency Valid
Percent
Sangat Tidak setuju
27
23.9
Tidak setuju
22
19.5
Netral
37
32.7
Setuju
22
19.5
5
4.4
113
100.0
Sangat setuju Total
Namun hal ini berbeda dengan fakta bahwa sebagian besar tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia menduduki posisi-posisi yang strategis. Data dari Bank Indonesia (laporan survey tenaga kerja asing di Indonesia tahun 2009) yang mensurvey para tenaga kerja asing di Indonesia yang mayoritas berpendidikan Strata 1 (S1) yang memiliki pengalaman kerja antara kurang dari 1 tahun hingga lebih dari 1 tahun menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja asing yang ada di Indonesia bekerja sebagai profesional/teknisi (tabel 4.18). Rata-rata gaji yang diterima oleh para tenaga kerja asing tersebut sangat tinggi apabila dibandingkan dengan tenaga kerja lokal. Tabel 4.20 Sebaran jumlah TKA menurut level jabatan (Orang) Periode
2005
2006
2007
2008
2009
Konsultan
15,537
21,466
3,449
3,109
3,303
Direktur
7,341
6,975
3,392
3,822
4,025
Komisaris
0
9
283
325
373
25
Manajer
2,581
2,572
6,479
8,162
8,438
Profesional
8
515
15,080
14,437
15,894
Supervisor
2
569
3,194
2,984
2,825
Teknisi
329
898
3,572
9,640
11,368
Total
25,798
33,004
35,449
42,479
46,226
Sumber : Kemenakertrans Terjadi pergeseran jabatan yang cukup signifikan dalam konsultan dan profesional. Hal ini disebabkan karena banyak konsultan yang kemudian direkrut perusahaannya untuk dijadikan profesional. Selain itu, peningkatan juga terjadi pada level jabatan teknisi yang semakin meningkat. Hal ini menindikasikan kebutuhan akan tenaga kerja yang terampil dalam bidang teknisi semakin banyak di Indonesia. Hal ini juga menunjukkan bahwa kualitas tenaga kerja terampil dalam bidang teknisi Indonesia masih kalah bersaing dengan tenaga kerja asing. Dari survey Bank Indonesia ini pula diketahui bahwa sebagian besar TKA menerima gaji yang berkisar antara Rp25 juta – Rp50 juta (Grafik 4.1). Kelompok terbesar berikutnya adalah TKA yang bergaji Rp10 juta – Rp25 juta (23%) dan diikuti oleh kisaran gaji antara Rp50 juta – Rp75 juta (17%). Selain menerima gaji para TKA tersebut juga menyatakan menerima tunjangan jabatan (compensation salary) yang sebagian besar berkisar antara Rp10 juta – Rp25 juta (27%).
Sumber : Bank Indonesia Gaji dari para tenaga kerja asing ini tidak jauh berbeda dengan gaji yang diterima para tenaga kerja lokal. Rata-rata tenaga kerja lokal menerima gaji berkisar antara 3.000.000 26
hingga 100.000 dengan pengalaman kerja antara 1 hingga lebih dari 10 tahun (Employment Outlook and Salary guide 2010-2011). Hal ini sejalan dengan tanggapan para responden yang menilai gaji tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia seharusnya setara dengan gaji para pekerja asing ini. Tabel 4.21 Persepsi gaji tenaga kerja Indonesi lebih rendah dari gaji tenaga kerja asing Frequency Valid
Sangat Tidak setuju
Percent
1
.9
Tidak setuju
40
35.4
Netral
32
28.3
Setuju
26
23.0
Sangat setuju
14
12.4
113
100.0
Total
Hal ini semakin didukung dengan tanggapan dari para responden yang menyatakan bahwa gaji dari para tenaga kerja Indonesia akan dapat bersaing dengan tenaga kerja ASEAN lainnya saat MEA berlangsung. Ini terlihat dari sebagian besar responden (53.1%) yang menyatakan sangat setuju dengan pernyataan tersebut (Tabel 4.20). Tabel 4.22 Persepsi gaji tenaga kerja Indonesia akan dapat bersaing dengan tenaga kerja ASEAN lainnya Frequency Valid
Percent
Sangat Tidak setuju
1
.9
Tidak setuju
5
4.4
Netral
31
27.4
Setuju
60
53.1
Sangat setuju Total
16
14.2
113
100.0
Dengan kondisi seperti ini, dapatkah tenaga kerja Indonesia bersaing dengan tenaga kerja asing? Peneliti mencoba bertanya lagi kepada responden. Dan hasilnya (tabel 4.21) sebagian besar responden (41.6%) sangat setuju bahwa kompetensi tenaga kerja Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Para responden memiliki keyakinan besar bahwa kompetensi tenaga kerja Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Rasa percaya
27
diri yang tinggi ini bisa dijadikan modal untuk bersaing nantinya. namun, rasa percaya diri yang terlalu tinggi juga tidak baik jika tidak didukung oleh kompetensi nyata. Tabel 4.23 Persepsi kompetensi tenaga kerja Indonesia mampu bersaing dengan tenaga kerja asing Frequency Valid
Percent
Sangat Tidak setuju
7
6.2
Tidak setuju
3
2.7
Netral
14
12.4
Setuju
42
37.2
Sangat setuju
47
41.6
113
100.0
Total
Hal ini sedikit berbeda dengan tanggapan responden tentang etos kerja tenaga kerja Indonesia. Etos kerja sebagai salah satu bagian dalam meningkatkan produktifitas para pekerja menjadi salah satu modal penting dalam meningkatkan produktifitas sebuah organisasi/perusahaan. Peneliti mencoba membandingkan etos kerja tenaga kerja Indonesia apabila dibandingkan dengan tenaga kerja asing saat ini, khususnya dari ASEAN. Hasilnya (tabel 4.22) menunjukkan bahwa sebagian besar responden (48.7%) masih ragu-ragu bahwa etos kerja tenaga kerja Indonesia saat ini mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Tabel 4.24 Persepsi bahwa etos kerja tenaga kerja Indonesia lebih baik dibandingkan tenaga kerja asing Frequency Valid
Percent
Sangat Tidak setuju
10
8.8
Tidak setuju
15
13.3
Netral
55
48.7
Setuju
21
18.6
Sangat setuju
12
10.6
113
100.0
Total
Namun, responden memiliki harapan positif untuk peningkatan kemampuan tenaga kerja Indonesia menjelang pemberlakuan MEA. Responden menilai etos kerja dari tenaga kerja Indonesia nantinya akan mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. tabel 4.23 28
menunjukkan bahwa sebagian besar responden setuju bahwa nantinya tenaga kerja Indonesia akan mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. Hal ini menunjukkan tingkat keyakinan responden yang tinggi bahwa akan ada peningkatan etos kerja tenaga kerja Indonesia menjelang MEA. Dengan tingginya tingkat keyakinan ini, bisa menjadi salah satu motivasi mereka menyiapkan diri menghadapi tantangan MEA nantinya. Tabel 4.25 Persepsi tenaga kerja Indonesia akan mampu bersaing dengan tenaga kerja asing Frequency Valid
Percent
Sangat Tidak setuju
1
.9
Tidak setuju
5
4.4
Netral
31
27.4
Setuju
60
53.1
Sangat setuju
16
14.2
113
100.0
Total
4.4. KESIAPAN MENGAHADAPI TANTANGAN MEA Peneliti mencari tahu apakah para responden merasa yakin dengan kompetensi yang mereka miliki setelah lulus dari UKSW tidak mampu bersaing dengan lulusan perguruan tinggi ASEAN lainnya. Hasilnya (tabel 4.24) menunjukkan bahwa responden setuju (52.2%) bahwa kompetensi lulusan UKSW masih belum mampu bersaing dengan lulusan perguruan tinggi ASEAN lainnya. Hal ini jelas menunjukkan bahwa para responden masih merasa bahwa UKSW belum mampu menciptakan lulusan yang mampu bersaing di dunia kerja internasional. Mereka merasa kompetensi yang mereka dapat dari UKSW saat ini belum dapat memenuhi tuntutan kerja sesuai standar internasional. Namun tidak semua responden mendukung hal ini, sebanyak 19 responden (16.8%) menilai lulusan UKSW sudah mampu bersaing dengan tenaga lulusan universitas ASEAN lainnya. Hal ini bisa saja didasari pada penilaian mereka akan output UKSW yang saat ini sudah banyak yang sukses dan memiliki posisi-posisi penting di lembaga atau kantor mereka.
29
Tabel 4.26 Persepsi tentang kompetensi lulusan UKSW saat ini tidak mampu bersaing dengan tenaga lulusan universitas ASEAN lainnya Frequency Valid
Sangat Tidak setuju
Percent
7
6.2
Tidak setuju
19
16.8
Netral
14
12.4
Setuju
59
52.2
Sangat setuju
14
12.4
113
100.0
Total
Hal ini berarti para responden tersebut perlu untuk melakukan update kompetensi sendiri sesuai dengan apa yang mereka harapkan guna memenuhi kompetensi pendukung maupun kompetensi lain. Karena pada dasarnya perkuliahan hanya menyumbang 20% skill (hard skill) yang dibutuhkan di dunia kerja. Sedangkan 80% lainnya disumbang oleh softskill yang diperoleh diluar perkuliahan (KKM UKSW, 2007). Sejalan dengan penelitian yang dilakukan National Association of Colleges and Employers (NACE), umumnya pengguna tenaga kerja membutuhkan keahlian kerja berupa 82% soft skills dan selebihnya 18% hard skills (Widarmo,2007). Apabila dilihat lebih jauh lagi, terdapat keterkaitan antara mahasiswa yang merasa memiliki hasil studi yang memuaskan dengan mahasiswa yang merasa belum memiliki kompetensi untuk bersaing dengan lulusan universitas asing lainnya.
Tabel 4.27 Hasil studi memuaskan*kompetensi setelah lulus Count No.29 Sangat Tidak setuju No.4
Total
Tidak setuju
Setuju
Sangat setuju
Total
Tidak setuju
1
1
1
1
0
4
Netral
3
3
2
15
7
30
Setuju
3
15
9
34
5
66
Sangat setuju
0
0
2
9
2
13
7
19
14
59
14
113
30
Netral
Hasilnya menunjukan sebuah ironi bahwa ternyata mahasiswa yang setuju merasa hasil studinya memuaskan ternyata merasa belum memiliki kompetensi yang mampu bersaing dengan lulusan universtias asing. Berbicara tentang softskill, peneliti mencoba mencari tahu sejauh mana kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris dari para responden. Hasilnya (tabel 4.28) menunjukkan bahwa sebagian besar responden (39.8%) merasa memiliki kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris yang bagus. Tabel 4.28 Persepsi kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris Frequency Valid
Sangat tidak bagus
Percent
4
3.5
Tidak bagus
15
13.3
Netral
27
23.9
Bagus
45
39.8
Sangat bagus
22
19.5
113
100.0
Total
Selain kemampuan berbicara dalam bahasa Inggris, hardskill lain yang penting adalah kemampuan menulis dalam bahasa Inggris. Dari hasil penelitian (tabel 4.29) menunjukkan bahwa persepsi responden tentang kemampuan menulis dalam bahasa Inggris dari responden juga tergolong bagus (47.8%). Hal ini menunjukkan bahwa responden menilai diri mereka memiliki kemampuan berbahasa inggris yang bagus. Tabel 4.29 Persepsi kemampuan menulis dalam bahasa Inggris Frequency Valid
Sangat tidak bagus
1
.9
Tidak bagus
8
7.1
Netral
35
31.0
Bagus
54
47.8
Sangat bagus
15
13.3
113
100.0
Total
31
Percent
Selain bahasa Inggris, softskill yang dirasa perlu adalah kemampuan penguasaan TI. Hasil penelitian (tabel 4.27) menunjukkan bahwa sebagian besar responden (50.4%) merasa memiliki kemampuan penguasaan TI yang bagus. Tabel 4.30 Persepsi kemampuan penguasaan TI Frequency Valid
Tidak bagus
Percent
2
1.8
Netral
37
32.7
Bagus
57
50.4
Sangat bagus
17
15.0
113
100.0
Total
Selain itu peneliti mencoba mencari tahu tentang softskill yang dirasa oleh responden akan berguna dalam bersaing di dunia kerja bagi mereka nantinya. Dan hasilnya (tabel 4.28) menunjukkan bahwa responden merasa perlu mengembangkan softkill lainnya. Sebagian besar responden (34.5%) merasa perlu meningkatkan kemampuan berbahasa mereka selain bahasa Inggris. Mereka merasa dunia kerja internasional saat ini memerlukan tenaga kerja yang mampu berbahasa lebih dari 1 bahasa internasional. Tabel 4.31 Persepsi kompetensi tambahan yang dibutuhkan mahasiswa UKSW Kompetensi tambahan Bahasa Disiplin Komunikasi Teamwork Rajin, tekun Komitmen Wawasan umum
Frekuensi Percent 39 34.51% 27 23.89% 17 15.04% 10 8.85% 8 7.08% 9 7.96% 3 2.65%
Dilihat dari hardskill, hardskill yang dimiliki responden saat ini masih kurang. Hal ini terlihat dari ketidakyakinan diri dari para responden sendiri akan kompetensi yang mereka miliki ketika lulus dari UKSW nantinya. Namun apabila dilihat dari softskill, sebagian besar
32
responden menilai diri mereka sudah memiliki softskill yang cukup untuk bersaing dengan lulusan universitas ASEAN lainnya. Dengan beragam tantangan yang akan dihadapi mahasiswa UKSW dan kompetensi yang mereka miliki saat ini, memberikan sedikit gambaran tentang untung rugi yang akan diterima para mahasiswa nantinya. Peneliti mencoba mencari tahu tentang hal ini, peneliti mencoba mencari tahu apakah pemberlakuan MEA akan menguntungkan mereka dengan kompetensi mereka saat ini. Hasilnya (tabel 4.29) menunjukkan bahwa responden setuju (33.6%) pemberlakuan MEA akan menguntungkan bagi mereka. Walaupun cukup banyak yang masih ragu-ragu (30.1%) bahwa hal ini akan membawa keuntungan bagi mereka. Tabel 4.32 Persepsi pemberlakuan MEA menguntungkan mahasiswa Frequency Valid
Percent
Sangat Tidak setuju
20
17.7
Tidak setuju
12
10.6
Netral
34
30.1
Setuju
38
33.6
9
8.0
113
100.0
Sangat setuju Total
4.5. PENGETAHUAN DAN KESIAPAN MAHASISWA MENGHADAPI MEA Responden masih banyak yang belum mengetahui tentang pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN ini. Dan dari 113 responden yang tahu tentang MEA, belum mengetahui secara mendalam tentang pelaksanaan MEA, terutama tentang elemen-elemen pokok yang menjadi pilar utama pelaksanaan MEA ini. Padahal didalam elemen-elemen itu terdapat elemen tentang arus bebas tenaga kerja terampil, yang mana para mahasiswa terkait didalamnya. Para mahasiswa yang nantinya akan menjadi tenaga kerja terampil akan bersaing dengan tenaga kerja terampil dari negara ASEAN lainnya saat MEA berlangsung. Ini menunjukkan masih lemahnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah dalam mensosialisasikan tentang pelaksanaan MEA ini sendiri. Bahkan untuk lingkungan pemerintah daerah (pemda) sendiri sampai saat ini masih banyak yang belum tahu tentang MEA
ini 33
(http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/06/09/189018/SosialisasiAEC-2015-Belum-Sampai-Pemda). Apabila hal ini masih tidak diperhatikan, maka bukan hal yang mustahil apabila lulusan universitas-universitas di Indonesia belum siap bersaing dengan lulusan universitis-universitas ASEAN lainnya karena kompetensi dan kesiapan kita yang masih kurang. Berbicara tentang kompetensi, apabila dilihat pada persepsi tentang kesiapan diri dari responden, responden memiliki keyakinan diri akan kemampuan berbahasa Inggris, penguasaan TI dan etos kerja yang bagus menurut mereka. Dengan melihat pada persepsi tentang kompetensi (hardskill dan softskill) responden ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan responden merasa kompetensi mereka sudah mampu bersaing dengan kompetensi tenaga kerja asing lainnya. Secara keseluruhan responden memahami dampak dari pemberlakuan MEA dan sudah mulai menyiapkan diri menghadapi MEA ini. Dengan tingkat kesiapan responden yang cukup tinggi, tidak menutup kemungkinan bagi mereka untuk pergi bekerja di negara ASEAN lainnya.
5. PENUTUP
5.1. KESIMPULAN Dalam penelitian tentang “persepsi mahasiswa terhadap pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN” ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Masih banyak mahasiswa yang belum mengetahui tentang pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN yang akan mulai berjalan pada tahun 2015 mendatang. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat. Dan dari mahasiswa yang mengetahui tentang MEA mendapat informasi tersebut melalui internet. Padahal masih banyak media yang dapat digunakan untuk mensosialisasikannya. Selain dari pemerintah, sosialisasi sebenarnya dapat pula dilakukan melalui lembaga-lembaga pendidikan yang merupakan penghasil tenaga kerja. Lembaga-lembaga pendidikan khususnya pendidikan tinggi seperti universitas contohnya, berpotensi berpotensi besar untuk membantu pemerintah melakukan sosialisasi terhadap MEA. 34
2. Mahasiswa yang mengetahui tentang pemberlakuan MEA pada tahun 2015, sudah memahami implikasi yang akan mereka hadapi ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN berjalan. Namun, gambaran yang dimiliki para mahasiswa tentang dampak pelaksanaan MEA masih sangat jauh dari kenyataan yang saat ini terjadi. Hal ini disebabkan karena masih kurangnya informasi mereka tentang kondisi tenaga kerja Indonesia maupun tenaga kerja asing. 3. Mahasiswa yang mengetahui tentang pelaksanaan MEA sudah memiliki kesadaran untuk meningkatkan kompetensi mereka agar dapat bersaing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN nantinya. Mahasiswa sudah cukup menyiapkan diri dalam menghadapi MEA dengan membekali diri sesuai dengan tuntutan dunia kerja. Namun mahasiswa masih belum memiliki gambaran dalam menilai kompetensi mereka dibandingkan dengan tenaga kerja asing.
5.2. IMPLIKASI TEORITIS Sejalan dengan pendapat Paul dan Murdoch (1992), dalam menghadapi dunia kerja, seorang lulusan perguruan tinggi harus dilengkapi dengan kualifikasi softskills. Dalam penelitian ini, responden merasa sudah memiliki kompetensi softskill yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja.
5.3. IMPLIKASI TERAPAN Berdasarkan kesimpulan diatas, berikut akan dijelaskan mengenai implikasi terapan dari analisis dan bahasan analisis dari penelitian yang dilakukan; 1.
Hasil penelitian tentang pengetahuan Masyarakat Ekonomi ASEAN menunjukkan bahwa mahasiswa belum memahami secara mendalam tentang pelaksanaan MEA. Padahal dengan mengetahui konsep yang diusung dalam MEA akan memberikan gambaran yang lebih jelas kepada mereka tentang peluang dan tantangan yang akan mereka hadapi nantinya.
2.
Masih kurangnya pengetahuan mahasiswa tentang pelaksanaan MEA menunjukkan masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah kepada masyarakatnya. Mahasiswa yang merupakan agen perubahan (Agent of Change) saja masih belum memahami tentang MEA, apalagi masyarakat pada umumnya. Untuk itulah pemerintah 35
perlu meningkatkan sosialisasi tentang MEA kepada masyarakat. Khususnya tentang apa yang perlu mereka siapkan dalam menghadapi MEA nantinya. 3.
Mahasiswa sudah memiliki kesadaran untuk meningkatkan kompetensi mereka, sehingga perlu didukung. Untuk itulah peran serta universitas sebagai pencetak tenaga kerja sangat diharapkan mampu mewujudkan hal tersebut dengan lebih menekankan pada kualitas lulusan yang sesuai dengan tuntutan para penyedia kerja.
5.4. KETERBATASAN PENELITIAN & PENELITIAN MENDATANG Keterbatasan dari penelitian ini adalah obyek yang hanya tentang mahasiswa yang mengetahui tentang pemberlakuan MEA saja, sedangkan mahasiswa yang tidak mengetahui tentang MEA tidak dilibatkan secara langsung dan diteliti lebih mendalam motif penyebabnya. Selain itu obyek penelitian yang hanya sekitar mahasiswa UKSW saja. Obyek penelitian yang masih bisa diperluas lagi dengan melibatkan elemen mahasiswa dari luar UKSW seperti dari STIE AMA, STAIN, akan semakin memperkaya penelitian ini. Selain mahasiswa, penelitian inipun bisa diperluas lagi dengan melibatkan elemen dosen, pengusaha, karyawan, hingga masyarakat umum.
36
REFERENSI Uma, Sekaran. 2006. Research Methods for Business. Edisi 4, Jilid 1 & 2.Salemba empat.Jakarta Yuniarsih, Tjutju, & Suwatno., 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia : Teori, Aplikasi dan Isu Penelitian. Bandung. Alfabete Salvatore, D., 2007. International Economic. 9th Edition. Jakarta. John Wiley & Sons. Kotler, Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Jakarta. Bumi Aksara. Laporan Survey Tenaga Kerja Asing di Indonesia tahun 2009. Bank Indonesia. Jakarta. Employment Outlook and Salary Guide Indonesia 2010-2011 : A tools for workplace planing. Kelly Service. 2010 Universitas Kristen Satya Wacana. 2007. Pedoman Kredit Keaktifan Mahasiswa. Salatiga Outlook Ekonomi Indonesia 2008 - 2012, Edisi Januari 2008. Roadmap for an ASEAN Community 2009 -2015. Surat Keputusan Mendiknas No. 045/U/2002 tentang kurikulum berbasis kompetensi UNDP : Human Development Report 2011 Fajnzylber, P.R., dan A.M. Fernandes, 2004, International Economic Activities and the Demand for Skilled Labor: Evidence from Brazil and China, Social Science Research Network. Firdausy, Carunia, 2004, Liberalisasi perdagangan dan investasi di era globalisasi, PPE,LIPI. JAKARTA. Jovanovic, F., 2006, Integration, disintegration and trade in Europe: Evaluation of trade Relation during the 1990s, Working Paper No. 20.
37
Krugman, P.R. 1993. Free Trade: A Loss (Theoritical) Nerve (The Narrow and Broad 106 JESP Vol. 1, No. 2, 2009 Agreements for Free Trade. American Economic Review. Vol.83, No.2, pp. 362-365 Meier, G.M., 1995, Leading Issues In Economic Development. New York: Oxford Unversity Press. Mulyatiningsih, E. 2009. Analisis Kompetensi. Direktorak PSMK dan Universitas Negeri Yogyakarta. Primasanto, T.A., 2010. Pengiriman Tenaga Kerja terampil Indonesi Ke Luar Negeri : Pelajaran dari Filipina. Jurnal Diplomasi Vol.2 No.1 . Ridwan, 2009, Dampak Integrasi Ekonomi terhadap Investasi di Kawasan ASEAN: Analisis Model Integrasi. Srikandini, Annisa., 2004,. Pasar Tunggal Asean 2015: Diplomasi Indonesia Dan Penguatan Kapasitas Tenaga Kerja Terdidik Suarez, M.D.L.C., 2001, Trace Creation and Trade Diversion For Mercosur. Disertation. Boston University Widarno, b., 2007. Profil dan Kompetensi Sarjana Akuntansi. Jurnal ekonomi dan kewirausahaan Vol.7 no. 2. http://ditjenkpi.depdag.go.id/Umum/Setditjen/Buku%20Menuju%20ASEAN%20EC ONOMIC%20COMMUNITY%202015.pdf (Diunduh 12 Desember 2011) http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_ASEAN_countries_by_GDP_(nominal) (Diunduh 9 Agustus 2012) http://edukasi.kompas.com/read/2011/03/31/1448290/Tak.Benahi.Kualitas.Kita.Kalah .Bersaing (Diunduh 3 Desember 2011) (http://menteri.depnakertrans.go.id/?show=news&news_id=828) (diunduh 23 Mei 2012)
38
http://bisnis.vivanews.com/news/read/24386porsi_tenaga_kerja_terdidik_formal_ditambah. 8 September 2011 (Diunduh 4 Mei 2012) http://www.asean.org/publications/RoadmapASEANCommunity.pdf (diunduh 30 November 2011) http://www.seputar-Indonesia.com/edisicetak/content/view/395290/ (Diunduh 2 September 2012) http://www.seputar-Indonesia.com/edisicetak/content/view/390667/50/ (Diunduh 9 Juli 2012) http://www.bps.go.id/brs_file/naker_07mei12.pdf (Diunduh 13 Juni 2012) http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2012/06/09/189018/Sosialisas i-AEC-2015-Belum-Sampai-Pemda (Diunduh 11 Agustus 2012) http://fokus.news.viva.co.id/news/read/245399-nikmati-pasar-ri--asing-malah-pilihmalaysia (Diunduh 9 April 2012) http://www.kemlu.go.id/Documents/Kerjasama%20Ekonomi%20ASEAN.doc. (Diunduh 20 Juli 2012) http://www.tempo.co/read/news/2012/04/11/090396328/Penganggur-MudaIndonesia-Tertinggi-di-Asia (Diunduh 4 Agustus 2012) http://disnakertransduk.jatimprov.go.id/ketenagakerjaan/563-pergeseran-kualitassoftskill-di-dunia-kerja (Diunduh 21 Mei 2012) http://www.tempo.co/read/news/2011/07/14/173346495/Penduduk-Indonesia-MasukPeringkat-4-Dunia (diunduh 12 Juni 2012)
39