1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Sistem kerja industri merupakan sebuah sistem yang melibatkan beberapa pihak sebagai pemangku kepentingan. Pihak-pihak tersebut antara lain pemilik/pengelola, pegawai, pasar dan regulator. Masing-masing pihak secara mendasar memiliki kepentingan yang berbeda, bahkan kadang-kadang saling bertentangan. Pihak pemilik perusahaan berkepentingan agar perusahaan dapat berjalan dengan lancar, efektif dan efisien, biaya operasi rendah dan keuntungan yang tinggi. Pihak pegawai berkepentingan agar pekerjaan ringan, lingkungan kerja nyaman, kesejahteraan memadai dan gaji yang tinggi. Pihak pasar atau konsumen memiliki kepentingan yang lain yakni mendapatkan barang berkualitas, harga murah dan tepat waktu pengiriman. Sedangkan pihak regulator dalam hal ini pemerintah, menghendaki agar sebuah perusahaan dapat memberikan kontribusi kepada pemerintah baik secara ekonomi, lingkungan maupun kepada kehidupan sosial masyarakat terutama masyarakat sekitar perusahaan. Beberapa kasus perancangan sistem kerja industri menghasilkan sistem yang lebih banyak mementingkan salah satu pihak, sementara kepentingan pihak lain kurang diperhatikan. Hal ini akan mendatangkan resiko jangka pendek maupun jangka panjang mulai dari maraknya demo buruh sebagai akibat hubungan industrial yang kurang harmonis sampai dengan penutupan sebuah industri. Buruh merasa diperas tenaganya dengan kompensasi gaji yang kurang memadai. Sementara itu, pihak manajemen juga merasa para buruh bekerja kurang sesuai dengan standar kerja sehingga efektivitas dan efisiensi perusahaan menurun. Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) sering melakukan aksi-aksi protes karena perusahaan kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup dan sosial budaya masyarakat sekitar. Hubungan industrial seperti ini merupakan hubungan industrial yang tidak sehat sehingga pada akhirnya merugikan semua pihak terkait. Jika sampai terjadi gangguan serius apalagi berujung
2
pada penutupan operasi, pemerintah akan dirugikan dengan berkurang atau hilangnya devisa, serta berkurangnya lapangan kerja bagi masyarakat. Perancangan sistem industri harus memperhatikan segala kepentingan, terutama kepentingan besar yaitu keberkelanjutanan sistem itu sendiri. Sebagai sebuah organisasi besar, agroindustri, visi dan misi perusahaan sebagai kerangka pijak operasional harus dipegang teguh baik oleh pemilik maupun pegawai. Pemilik tidak hanya mementingkan margin keuntungan yang besar sesaat saja, tetapi harus berorientasi pada keuntungan jangka panjang dan keberlanjutan usaha tersebut. Sementara itu pegawai/buruh juga tidak hanya menuntut kompensasi dari pekerjaannya saja tanpa memperhatikan kepentingan perusahaan agar terus berkembang dan mampu bertahan dalam segala kondisi perubahan lokal dan global. Seluruh stakeholder harus memiliki pola pikir yang sama yaitu bagaimana menjaga keberlanjutan perusahaan ini sehingga memberikan jaminan kerja jangka panjang. Titik temu dari berbagai kepentingan stakeholder dapat didekati dengan perencanaan sistem kerja dari sudut pandang ergonomi. Secara teoritis, pada pendekatan ergonomi
mikro, perancangan sistem kerja menempatkan manusia,
pelaku kerja, sebagai pusat pertimbangan perancangan. Manusia dengan kemampuan dan keterbatasannya harus dipertimbangkan sejak awal proses perancangan dimulai. Pertimbangan faktor manusia dalam hal ini pegawai dan pemilik dimana masingmasing memiliki kebutuhan yang harus terpenuhi selama proses industri berlangsung. Sesuai dengan definisi ergonomi, sebuah sistem kerja harus dapat menjamin keamanan, kesehatan dan keselamatan kerja, serta terpenuhinya kebutuhan hidup mendasar, akan memberikan dampak terhadap hasil kerja tersebut yaitu meningkatnya efektivitas dan efisiensi industri. Dampak lainnya adalah sedikitnya absensi karyawan, kualitas produk meningkat, kecelakaan kerja berkurang, biaya kesehatan dan asuransi berkurang dan tingkat keluar masuk karyawan (turn-over) juga berkurang. Pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan perusahan dan mengurangi pengeluaran, walaupun pada awalnya perlu investasi ergonomi. Dengan demikian ergonomi yang baik berarti juga ekonomi yang baik.
3
Dalam prakteknya, kajian ergonomi mikro mampu untuk menjelaskan kondisi sistem kerja mencakup karakter individu (kemampuan dan keterbatasannya), kondisi alat/mesin yang dipergunakan, serta kondisi lingkungan fisik tempat kerja. Namun demikian, beberapa kasus di lapangan sering kali berbeda dengan kondisi teoritis. Sebagai contoh, secara empiris kondisi manusia/pekerja dengan usia yang lebih tua yang secara fisiologis memiliki kemampuan yang kurang ternyata beban kerja terukur justru lebih rendah. Hal lain yang sering ditemui adalah kondisi lingkungan fisik kerja yang kurang ergonomis, seharusnya menimbulkan banyak persoalan-persoalan serius dalam kesehatan dan kecelakaan kerja, namun yang ditemui tidak terjadi gangguan yang signifikan. Hal ini terjadi karena kemampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Proses penyesuaian diri dalam sebuah sistem kerja ini terjadi secara terus menerus dan mengikuti konsep autopoiesis (self organizing system). Dengan atau tanpa rekayasa pekerja secara alamiah akan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kondisi kerjanya. Perbedaan kemampuan fisik, perbedaan ketrampilan yang dimiliki dengan yang dituntut pekerjaan, kondisi kerja yang kurang nyaman akan mendorong terjadinya perubahan internal pada diri pekerja tersebut. Dengan demikian perlu kajian yang lebih luas yang mencakup kajian sosio-teknik untuk dapat menjelaskan fenomena di atas. Ranah kajian tersebut berkembang di akhir abad 21 yaitu topik kajian ergonomi makro. Dalam pendekatan ergonomi makro, pusat perhatiannya adalah pendekatan optimisasi sistem kerja dalam kaitannya dengan perilaku organisasi dan psikologi organisasi. Model pengembangan yang ditekankan adalah organization-machine interface technology. Proses perancangan dilakukan penilaian terhadap organisasi dari atas ke bawah menggunakan pendekatan sistem sosio-teknik. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa perancangan level komponen atomistik spesifik tidak dapat dilakukan secara efektif tanpa diawali dengan membuat keputusan ilmiah tentang keseluruhan organisasi, termasuk bagaimana hal tersebut nantinya akan diatur. Jadi perilaku organisasi akan sangat menentukan bagaimana budaya kerja di organisasi/sistem kerja tersebut diatur. Setiap pemangku kepentingan harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan pada level masing-masing, sehingga akan didapatkan
4
sistem kerja yang harmonis, yang dapat menguntungkan semua pihak. Persoalan kondisi kerja mikro yang tidak mungkin dirubah karena tuntutan produksi misalnya, dapat direduksi dengan bagaimana memberikan pelatihan penggunaan alat pelindung diri (APD) sehingga kesehatan dan keselamatan kerja pegawai tetap terjaga. Motivasi kerja juga dapat dikembangkan dengan melaksanakan pelatihan motivasi, pendekatan budaya dan spiritualitas. Perubahan perilaku dan budaya kerja secara menyeluruh sangat mempengaruhi hasil akhir dari efektivitas, efisiensi dan produktifitas kerja dari organisasi tersebut. 1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah Masalah sistem kerja industri gula yang akan diteliti dan dikaji dari sudut pandang ergonomi adalah sebagai berikut: a) Variabilitas kondisi pekerja tebang, angkut dan giling cukup besar. b) Kondisi kerja tebang, angkut dan giling secara umum mencakup beban dan lingkungan kerja kurang ergonomis. c) Persepsi subyektif pekerja dan manajemen terhadap kondisi sistem kerja tidak selalu sesuai dengan konsep ergonomi (mikro). d) Perlu penjelasan fenomena temuan melalui pengembangan konsep ergonomi dengan memperhatikan faktor-faktor makro. Dalam rangka mengembangkan konsep untuk analisis, beberapa hasil spesifik ergonomi juga ditemui di perusahaan sebagai berikut: a) Kondisi sistem kerja yang kurang ergonomis secara fisik (mikro) tidak linier terhadap persepsi karyawan pada saat wawancara awal. b) Keluhan pekerja, tingkat kecelakaan kerja serta turnover minim. c) Adanya keseimbangan baru akibat proses adaptasi pekerja dengan kondisi kerja yang dihadapi yang menyebabkan penyimpangan terhadap konsep ergonomi mikro. Dari beberapa identifikasi masalah tersebut rumusan masalah yang ditentukan adalah bagaimana rumusan konsep ergonomi yang dapat menjelaskan fenomena
5
hubungan kemampuan manusia, tuntutan pekerjaan dan kinerja sistem kerja dengan studi kasus industri gula. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merumuskan prinsip sistem kerja yang mengikuti konsep autopoiesis (self-organizing system) dalam ergonomi sistem kerja dengan studi kasus industri gula. Rumusan konsep tersebut diharapkan dapat menjelaskan perilaku sistem kerja agroindustri gula sebagai sistem kerja yang dinamis sehingga setiap pemangku kepentingan akan mengetahui perilaku sistem yang dihadapi dan mampu beradaptasi terhadap perubahan-perubahan sistem di masa yang akan datang. Dalam rangka menuju tujuan utama tersebut beberapa tujuan antara yang ingin dicapai adalah : a) Mengetahui kondisi lingkungan fisik kerja. b) Mengetahui persepsi pekerja terhadap pekerjaan yang dihadapi c) Mengetahui penyebab perbedaan tingkat kejerihan antara pekerjaan tebang angkut pagi dan siang. d) Mendefinikan hubungan antara tingkat kejerihan (beban kerja yang dirasakan oleh pekerja) dengan pengalaman. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian yang ditetapkan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a) Mengetahui faktor-faktor ergonomi dalam sistem kerja tebang, angkut dan giling. b) Mengetahui beban kerja fisik untuk pekerja. c) Mengetahui persepsi pekerja dan manajemen terhadap kondisi kerja. d) Adanya rumusan konsep interaksi pada sistem kerja berdasarkan pendekatan ergonomi yang dapat menjelaskan fenomena perbedaan persepsi dengan fakta terukur kondisi kerja di lapangan serta fenomena adaptasi pekerja.
6
e) Menjadi masukan bagi pengambil keputusan di industri gula dalam merancang sistem kerja yang lebih ergonomis dan ekonomis. 1.5 Batasan Masalah dan Asumsi-Asumsi Penelitian ini dibatasi untuk ruang lingkup sebagai berikut: a) Sistem kerja yang dikaji adalah sistem kerja di lingkungan industri gula mencakup proses tebang, angkut dan giling. b) Sistem kerja di pabrik pada waktu pabrikasi berjalan diamati dalam rentang waktu 3 sampai 4 jam selama 3 shift per hari kerja. c) Sistem kerja tebang angkut diteliti untuk kerja pagi (08.00-12.00) dan kerja siang (13.00-16.00), dengan kondisi cuaca terang (tidak hujan). d) Penelitian dilakukan pada waktu tidak terjadi gejolak moneter, sosial, politik serta bencana alam yang luar biasa sehingga tidak ada perilaku komponen sistem kerja yang ekstrim.