1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah.
Namun demikian sampai saat ini
kesejahteraan masih belum dapat sepenuhnya dirasakan oleh sebagian besar masyarakat. Disamping itu, seiring dengan pembangunan ekonomi yang semakin berorientasi kepada mekanisme pasar serta adanya pergeseran struktur perekonomian, ketimpangan pembangunan antar wilayah di Indonesia merupakan hal yang sulit dihindari.
Kesenjangan antar daerah terjadi terutama antara
perdesaan dan perkotaan, antara Jawa dan luar Jawa, antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia serta antara kawasan hinterland dengan kawasan perbatasan. Berbagai bentuk kesenjangan yang timbul meliputi kesenjangan tingkat kesejahteraan ekonomi maupun sosial. Kesenjangan yang ada juga diperburuk oleh faktor tidak meratanya potensi sumber daya terutama sumber daya manusia dan sumber daya alam antara daerah yang satu dengan yang lain, serta kebjakan pemerintah yang selama ini terlalu sentralistis baik dalam proses perencanaan maupun pengambilan keputusan. Salah satu ketimpangan pembangunan adalah antara wilayah-wilayah terluar yang merupakan perbatasan dengan negara-negara tetangga dengan wilayah-wilayah dalam. Kondisi sebagian besar wilayah terluar masih sangat jauh dari memadai dibandingkan dengan wilayah lainnya. Permasalahan utama dari ketertinggalan pembangunan di wilayah perbatasan ini adalah arah kebijakan pembangunan kewilayahan yang selama ini cenderung berorientasi ’inward looking’ sehingga seolah-olah kawasan perbatasan hanya menjadi halaman belakang dari pembangunan negara. Akibatnya, wilayah-wilayah perbatasan dianggap bukan merupakan wilayah prioritas pembangunan oleh pemerintah pusat maupun daerah. Sementara itu pulau-pulau kecil yang ada di Indonesia sulit berkembang terutama karena lokasinya sangat terisolir dan sulit dijangkau. Diantaranya banyak yang tidak berpenghuni atau sangat sedikit jumlah penduduknya, serta belum tersentuh oleh pelayanan dasar dari pemerintah.
2
Hal ini tentu menjadi sangat krusial mengingat besarnya tekanan-tekanan dari negara lain terhadap wilayah terluar ini berupa tekanan-tekanan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Masyarakat pada wilayah-wilayah tertentu bahkan lebih mengenal dan berinteraksi dengan masyarakat negara tetangga daripada dengan masyarakat Indonesia sendiri. Apabila hal tersebut dibiarkan bukan tidak mungkin akan mengancam integritas Indonesia sebagai suatu negara dan bangsa. Beberapa kasus sengketa perbatasan menunjukkan betapa kerugian yang cukup besar dialami Indonesia karena kehilangan wilayah-wilayah perbatasan ini seperti lepasnya Sipadan dan Ligitan. Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar terdapat 92 pulau terluar. Potensi sumberdaya alam yang dimiliki sebagian besar wilayah terluar Indonesia tersebut adalah sumberdaya kelautan dan perikanan.
Hal ini dapat dipahami
mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dimana aspek kelautan menjadi sangat dominan. sektor perikanan dan kelautan sangat menungkinkan menjadi basis dan andalan pengembangan ekonomi wilayah perbatasan tersebut. Namun demikian, dalam kenyataannya wilayah-wilayah perbatasan dengan basis perikanan belum banyak berkembang. Terbatasnya akses dari dan ke wilayah tersebut menyebabkan aktifitas perekonomian dan pembangunan pada umumnya belum optimal dilaksanakan. Di sisi lain akses dari wilayah tersebut ke negara tetangga relatif lebih baik. Hal ini menyebabkan interaksi antara masyarakat Indonesia di wilayah terluar tersebut dengan masyarakat negara tetangga lebih intensif dibandingkan dengan masyarakat lain di dalam wilayah Indonesia. Di masa lalu, pembangunan di wilayah terluar ini lebih ditekankan pada pendekatan keamanan semata dan kurang memperhatikan pengintegrasian dengan aspek lainnya. Namun demikian ternyata pendekatan ini mempunyai kelemahan dimana wilayah yang harus diawasi relatif luas sementara jumlah SDM dan peralatan militer relatif terbatas. Oleh karena itu perlu pendekatan pembangunan lain dalam mengawasi wilayah-wilayah terluar tersebut. Satu faktor yang relatif terlupakan di masa yang lalu adalah peran masyarakat setempat dalam menjaga wilayah perbatasan yang justru merupakan garda terdepan ketahanan ―halaman
3
depan negara atau pintu gerbang negara‖ ini.
Inti dari segala kebijakan
pembangunan di daerah perbatasan adalah menyejahterakan hidup masyarakat lokal. Manifestasi dari cita-cita ideal ini harus tercermin dalam berbagai program pembangunan daerah, yang disesuaikan dengan potensi lokal, sebab diskursus tentang isu daerah perbatasan selalu terpaut dengan ―pendekatan keamanaan‖. Konsekuensi
dari
pendekatan
keamanan
yang ditonjolkan
pada
rezim
pemerintahan di masa lalu telah berdampak pada dinegasikannya peningkatan mutu hidup masyarakat di garis terdepan negara, sebagai ujung tombak pertahanan negara itu sendiri. Pendekatan tersebut seyogyanya diubah dengan tidak hanya melalui pendekatan keamanan tetapi lebih dipentingkan melalui pendekatan-pendekatan eknomi dan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perbatasan. Oleh karena itu, program/kegiatan-kegiatan yang mengarah pada pembangkitan aktifitas perekonomian perlu didorong dan dikembangkan di wilayah terluar ini. Fokus terhadap pembangunan prasarana fisik seperti jalan, pasar dan fasilitas umum lainnya, harus diikuti dengan pembangunan manusia yang mampu mengenal dan memanfaatkan potensi lokal untuk perbaikan mutu hidup mereka. Pada wilayah yang mempunyai potensi sumberdaya perikanan yang besar, maka aktifitas perekonomian yang berbasis perikanan menjadi hal yang strategis untuk dilakukan. 1.2 Perumusan Masalah Perairan Propinsi Kalimantan Timur termasuk Kabupaten Nunukan masih mempunyai potensi sumberdaya perikanan laut yang relatif besar. Perairan ini termasuk ke dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI 716 yaitu Laut Sulawesi. Potensi sumberdaya ikan di perairan ini terutama ikan pelagis kecil, pelagis besar dan ikan demersal.
Namun demikian dalam kenyataannya,
pengusahaan perikanan laut belum sepenuhnya memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan produksi perikanan, pengembangan industri, pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap di wilayah ini menghadapi permasalahan yang kompleks. Kompleksitas tersebut terkait dengan
4
pengelolaan perikanan tangkap itu sendiri dan posisi geografis Kabupaten Nunukan yang berbatasan dengan negara lain yaitu Malaysia yang berimplikasi pada kondisi sosial dan politik wilayah Nunukan. Permasalahan-permasalahan perikanan tangkap di wilayah perbatasan dapat dikelompokkan ke dalam : 1.
Bagaimana kondisi pemasaran hasil tangkapan yang berjalan selama ini? Apakah pola pemasaran tersebut telah memberikan keberpihakan kepada nelayan Nunukan untuk mendapatkan keuntungan yang memadai?
2.
Bagaimana kondisi pengusahaan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan?
Bagaimana kondisi sumberdaya ikan, unit penangkapan,
infrastruktur pelabuhan perikanan dan sumberdaya manusia perikanan dalam memberikan kontribusi terhadap peningkatan produksi penangkapan ikan? 3.
Apakah kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap yang ada mampu berjalan secara efektif dan efisien dalam mencapai tujuan pengelolaan perikanan tangkap?
4.
Faktor apa saja di luar perikanan tangkap yang menjadi lingkungan strategis dan dapat mempengaruhi kinerja perikanan tangkap?
5.
Strategi apa yang perlu dilakukan dalam mengembangkan perikanan tangkap di wilayah perbatasan. Mengatasi permasalahan tersebut, perlu ada strategi yang menyeluruh
dengan memperhatikan faktor-faktor penentu keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di perbatasan.
Mengingat karakteristik fisik dan masyarakat
yang relatif unik dibandingkan dengan wilayah lain non perbatasan, maka strategi pengembangan perikanan tangkap perlu mengelaborasikan antara elemen-elemen perikanan tangkap dan elemen-elemen wilayah perbatasan. 1.3 Tujuan Penelitian 1.
Menganalisis pengembangan pemasaran hasil tangkapan ikan
2.
Menganalisis pengembangan produksi penangkapan ikan
3.
Menganalisis pengembangan kelembagaan pengelolaan perikanan tangkap
4.
Menganalisis pengembangan lingkungan strategis pengembangan perikanan tangkap
5
5.
Merumuskan
strategi
pengembangan perikanan tangkap di
wilayah
perbatasan
1.4 Manfaat Penelitian Secara umum penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama bidang pengelolaan perikanan tangkap.
Secara khusus
penelitian ini bermanfaat sebagai masukan bagi pengelolaan dan pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan terutama wilayah Nunukan Kalimantan Timur. 1.5 Kerangka Pikir Penelitian Pembangunan perikanan tangkap di wilayah perbatasan mempunyai nilai strategis yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar wilayah perbatasan Indonesia dengan negara lain berupa perairan laut dimana sumberdaya yang
cukup
dominan
di
wilayah
tersebut
adalah
perikanan
tangkap.
Pengembangan perikanan tangkap di wilayah perbatasan ini perlu memperhatikan empat komponen utama yaitu pengembangan produksi perikanan tangkap, pengembangan pemasaran hasil tangkapan, kelembagaan pengelolaan dan pengembangan lingkungan strategis. 1.5.1 Pengembangan produksi perikanan tangkap Undang-undang no 31 tahun 2004 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara apapun termasuk kegiatan dengan menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, menangani, mengolah dan atau mengawetkannya.
Upaya pengembangan
penangkapan sangat terkait dengan ketersediaan sumberdaya ikan yang ada di perairan tersebut. Dalam konteks penangkapan sebagai suatu bisnis, tentu tidak sembarang ikan yang akan ditangkap tetapi terutama ikan-ikan yang mempunyai mempunyai nilai jual yang tinggi dan tersedia dalam jumlah yang memadai untuk diusahakan. Oleh karena itu, identifikasi komoditas unggulan menjadi sangat penting dilakukan.
6
Tingkat
teknologi
penangkapan
seharusnya
juga
menjadi
bahan
pertimbangan dalam upaya meningkatkan produksi penangkapan ikan. Teknologi penangkapan akan berpengaruh terhadap efisiensi dan efektifitas penangkapan yang dilakukan. Efisiensi mengacu pada penggunaan sumberdaya yang lebih kecil untuk mendapatkan hasil yang sama atau bahkan lebih besar seperti penggunaan modal, sarana penangkapan dan penggunaan sumberdaya manusia. Sedang efektifitas mengacu pada besaran hasil tangkapan yang dapat diperoleh dengan menggunakan alat tangkap tertentu. Penggunaan alat tangkap tertentu dapat dipengaruhi oleh karakteristik sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan, karakteristik daerah penangkapan, jumlah hasil tangkapan yang ingin ditangkap, ketersediaan modal pendukung dan adanya permintaan pasar terhadap komoditas ikan tertentu. Praktek penangkapan ikan illegal (Illegal, Unreported, Unregulated Fishing) menjadi permasalahan penting dalam penanganan perikanan tangkap di wilayah-wilayah perbatasan. Adanya praktek penangkapan seperti ini tidak hanya merugikan secara ekonomi maupun finansial, terlebih lagi akan memberikan ketidakpastian jumlah potensi sumberdaya ikan yang dimiliki. Pada gilirannya hal ini akan menyebabkan terjadinya bias dalam pengambilan kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan yang ada. Infrastruktur pelabuhan perikanan merupakan bagian dari sistem perikanan tangkap. Perannya sangat besar sebagai fishing base dan market base bagi hasil tangkapan yang didaratkan. Sebagai fishing base, pelabuhan perikanan berperan dalam penyediaan bahan perbekalan melaut (es, air, BBM, dll).
Sedangkan
sebagai market base, pelabuhan perikanan merupakan rantai terpenting dalam pendistribusian hasil tangkapan ke wilayah-wilayah pemasaran. UU no 45 tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan
menyatakan
bahwa
Pelabuhan
Perikanan
mempunyai
fungsi
pemerintahan dan pengusahaan guna mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Fungsi-fungsi tersebut berupa pelayanan tambat dan labuh kapal perikanan, pelayanan bongkar muat, pelayanan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan, pemasaran dan
7
distribusi ikan, pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan, tempat pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan, pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan, tempat pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan, pelaksanaan kesyahbandaran, tempat pelaksanaan fungsi karantina ikan, publikasi hasil pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas kapal perikanan, tempat publikasi hasil riset kelautan dan perikanan, pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari dan/atau pengendalian lingkungan. 1.5.2 Pengembangan pemasaran hasil tangkapan Pemasaran dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menciptakan nilai ekonomi suatu barang. Kotler, 2007 mengatakan bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai kepada pihak lain. Pemasaran menjadi penghubung antara produsen dan konsumen. Hasil
tangkapan
ikan
tidak
mempunyai
nilai
ekonomi
sampai
didistribusikan dan dipasarkan kepada konsumen. Aspek pemasaran ini sangat penting dalam pengembangan perikanan tangkap.
Hal ini terkait dengan
karakteristik sumberdaya ikan yang relatif cepat mengalami penurunan mutu . Oleh karena itu hasil tangkapan ini harus segera dipasarkan kepada konsumen untuk dikonsumsi atau menjadi bahan baku industri pengolahan. Disamping itu, pemasaran memainkan peranan yang besar dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para pelakunya terutama nelayan. Hasil tangkapan yang dipasarkan dengan baik akan memberikan keuntungan yang besar kepada nelayan yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan mereka. Namun demikian dalam pelaksanaannya pemasaran hasil tangkapan relatif kompleks terlebih lagi pemasaran hasil tangkapan di wilayah perbatasan. Kompleksitas tersebut pertama berkaitan dengan daerah pemasaran yang tidak hanya pemasaran antar daerah di dalam negeri, tetapi yang lebih memungkinkan adalah pemasaran luar negeri dengan pelaku usaha negara tetangga.
Kedua,
berkaitan dengan pola keterikatan nelayan dengan pihak lain. Sebagian besar
8
nelayan relatif tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk usaha penangkapannya. Oleh karena itu, untuk mengatasi persoalan tersebut, nelayan meminta bantuan permodalan kepada pihak lain yaitu para pemilik modal. Dalam kenyataannya, para nelayan ini tidak mempunyai sumberdaya yang dapat meningkatkan kemampuan tawar mereka dengan para pemilik modal. Akibatnya, usaha penangkapan nelayan sepenuhnya mengikuti pola/kebijakan dari para pemilik modal. Pola-pola interaksi inilah yang perlu diungkap untuk selanjutnya dilakukan intervensi kebijakan apabila terjadi ketidakadilan dalam hubungan tersebut. 1.5.3 Kelembagaan pengelolaan Kelembagaan adalah suatu aturan yang dikenal atau diikuti secara baik oleh anggota masyarakat, yang memberi naungan (liberty) dan meminimalkan hambatan (constraints) bagi individu atau anggota masyarakat. Kelembagaan kadang ditulis secara formal dan ditegakkan oleh aparat pemerintah, tetapi kelembagaan juga tidak ditulis secara formal seperti aturan adat dan norma yang dianut masyarakat. Kelembagaan itu umumnya dapat diprediksi dan cukup stabil serta dapat diaplikasikan pada situasi berulang (Wiratno dan Tarigan, 2002 dalam Yopulalan, 2009).
Aspek kelembagaan ini terkait dua unsur yaitu tata
aturan/peraturan yang menjadi landasan pengelolaan dan organisasi pengelola yang melaksanakan pengelolaan Kompleksitas pengelolaan perikanan tangkap terkait dengan lingkup pengelolaan yang tidak hanya dilakukan oleh lembaga-lembaga yang terkait langsung dengan perikanan tangkap (Kementerian Kelautan dan Perikanan atau Dinas Perikanan dan Kelautan) tetapi juga instansi pemerintah lainnya. Hal ini berimplikasi pada adanya permasalahan sinkronisasi aturan dan kegiatan dan koordinasi antar lembaga terkait. 1.5.4 Pengembangan lingkungan strategis Pengembangan perikanan tangkap di suatu daerah merupakan bagian dari pengembangan perekonomian wilayah secara keseluruhan.
Keberhasilan
perikanan tangkap juga sangat dipengaruhi oleh peran dan keterkaitannya dengan kondisi lingkungan dimana pengelolaan tersebut dilakukan. Lingkungan strategis
9
tersebut terkait dengan kondisi makro ekonomi wilayah secara keseluruhan, infrastruktur wilayah, kondisi masyarakat, aksesibilitas wilayah dan kebijakan pengelolaan wilayah perbatasan. Berdasarkan uraian tersebut diatas, kerangka pemikiran penelitian dapat diskemakan seperti terlihat pada Gambar 1. Ketersediaan Sumberdaya Ikan
Komoditas Unggulan
Teknologi Penangkapan Ikan
Pengembangan Produksi Penangkapan Ikan
Penanganan IUU Fishing
Infrastruktur Pelabuhan Perikanan
Pola Distribusi Hasil Tangkapan Pengembangan Pemasaran Hasil Tangkapan Pola Interaksi Sosial
Tata Aturan dan Kebijakan Pengelolaan Kelembagaan Pengelolaan Organisasi Pengelola
Infrastruktur Perbatasan Pengembangan Lingkungan Strategis Kebijakan Perbatasan
Gambar 1
Kerangka pemikiran penelitian
Pengembangan Perikanan Tangkap di Wilayah Perbatasan