3
1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya
hayati maupun non hayati. Letak Indonesia diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia
yang merupakan jalur lalu
lintas pelayaran Internasional.
Sumber daya laut yang terkandung di dalamnya sangat potensial, baik untuk bahan industri kebutuhan pangan dan kebutuhan lainnya. Dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dan luas laut termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia seluas 5.866 juta km2, sangat mungkin bila sektor ini diharapkan menjadi tulang punggung pembangunan Indonesia di masa depan. Berdasarkan letak geografis, negara Indonesia berbatasan dengan 10 negara tetangga yaitu: India, Tailand, Malaysia, Singapura, Philipina, Papua New Guinea (PNG), Timor Leste, Australia dan Vietnam. Halmahera Utara termasuk salah satu Kabupaten yang mempunyai karakteristik wilayah perairan yang memiliki keragaman sumber daya hayati yang bernilai ekonomis tinggi yang sekaligus menjadi lahan pencurian ikan (Illegal fishing) bagi nelayan asing. Dengan profesionalisme
dan sarana
penangkapan yang memadai tentunya akan memudahkan para nelayan asing untuk mengekspoitasi perairan kita, sehingga standing stock kita akan menurun dari waktu ke waktu. Pengelolaan sumber daya ikan secara berkelanjutan di perairan indonesia menjadi sangat berat karena
maraknya praktek-praktek
penangkapan ikan yang oleh dunia internasional disebut sebagai
kegiatan
perikanan yang ilegal , unreported and unregulated (IUU-fishing)
menurut
kamus bahasa inggris-Indonesia
(Echols and Shandily, 2002) kegiatan ilegal
berarti kegiatan melanggar hukum, gelap, tidak syah atau liar.
FAO
mendefinisikan tentang kegiatan ilegal yaitu segala bentuk kegiatan yang melanggar hukum/peraturan yang ada, sedangkan pemahaman unreport dan unregulated dalam konteks hukum perairan di indonesia belumlah didefinisikan secara jelas.
4
Food and Agriculture Organisation ( FAO ) pada tahun 2001 merumuskan satu panduan khusus untuk membantu mengatasi kegiatan
IUU fishing di
samudra dunia, panduan tersebut ( Internasional Plan of Action to Prevent , Determine and Eliminate IUU-fishing ( IPOA-IUU fishing pedoman tersebut bertujuan untuk mencegah, menghambat dan menghilangkan kegiatan IUUfishing dengan perikanan
yang
menyiapkan
langkah-langkah
komprehensip,
pengelolaan sumber daya
terintegrasi,
efektif,
transparan
serta
memperhatikan kelestarian sumber daya bagi negara-negara perikanan dinia. Panduan tersebut disepakati oleh Commite on Fiseries ( COFI ) dari FAO secara konsensus pada tahun 2001. Dokumen dimaksud pada bagian awalnya berisikan pemahaman mengenai arti dan istilah ( Illegal , unreported dan unregullated ). Istilah atau definisi perikanan IUU : 1) Kegiatan perikanan yang termasuk kategori illegal adalah kegiatan penangkapan ikan yang : ( 1 ) Dilakukan oleh kapal-kapal nasional maupun kapal asing di perairan dalam yurisdiksi suatu negara tanpa izin dari negara tersebut ataupun bertentangan dengan hukum dan peraturan yang berlaku di negara tersebut. ( 2 )
Dilakukan oleh kapal-kapal
yang
mengibarkan bendera negara
anggota suatu organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi bertindak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan konserfasi dan pengelolaan yang ditetapkan oleh organisasi regional tersebut, ataupun bertentangan dengan ketentuan hukum internasional yang berllaku lainnya yang relevan; atau ( 3 ) Bertentangan dengan hukum nasional ataupun kewajiban internasional lainnya, termasuk yang dianut oleh negara-negara yang mengatakan kerjasama dengan suatu organisasi pengelolaan perikanan regional terkait. 2) Definisi kegiatan perikanan yang termasuk kategori ( unreported ) mengacu pada kegiatan penangkapan ikan yang ; ( 1 )
Tidak melaporkan atau sengaja memberi data yang salah dalam melaporkan kegiatan pada institusi nasional yang
relevan, yang
5
mana bertentangan dengan hukum dan per-undang-undangan yang berlaku di negara tersebut; atau ( 2 ) Dilakukan dalam wilayah , dimana kegiatan tersebut tidak dilaporkan atau salah dalam melaporkan, sehingga bertentangan dengan prosedur pelaporan diri dari organisasi tersebut. 3) Definisi
yang
termasuk kegiatan
perikanan yang
termasuk kategori
(unregulated ) mengacu pada kegiatan penangkapan ikan yang; ( 1 ) Di area dalam peraturan organisasi pengelolaan perikanan regional oleh kapal tanpa nasionalitas, atau kapal berbendera negara yang tidak menjadi anggota organisasi tersebut, atau oleh suatu entitas perikanan yang tidak sesuai atau bertentangan dengan ketentuan
konservasi
dan
program-program
ketentuan-
pengelolaan
dari
organisasi tersebut; atau ( 2 )
Di area atau terhadap stok yang tiidak diatur pengelolaan dan konservasinya, dimana sifat kegiatan tersebut bertentangan dengan tanggungjawab negara ( bendera ) terhadap ketentuan hukum internasional Beberapa
mengenai kegiatan
konservasi
sumber daya hayati laut.
penangkapan ikan yang tidak di ataur (
unregulated ) diperbolehkan sepanjang tidak melanggar
ketentuan
hukum internasional yang berlaku. IPOA-IUU fishing dipandang sebagai suatu kumpulan instrumen yang berguna untuk menghadapi masalah IUU fishing . Sudah barang tentu tidak semua instrumen tersebut akan sesuai digunakan di berbagai situasi dan ditiap perairan. Oleh karena itu, kehadiran panduan tersebut diharapkan dapat; 1. Membantu negara-negara anggota FAO untuk lebih mengenal berbagai instrumen yang tersedia. 2. Memberi
saran
tentang
instrumen
yang sesuai dengan situasi dan
kondisi perairan tertentu dan kondisi negara. 3. Memberi arahan tentang bagaimana menggunakan instrumen tersebut secara efektif. Panduan
tersebut
menyusun program
menghendaki
penanggulangan
tiap
negara
perikanan
dunia
masalah IUU fishing di wilayahnya
6
sesegera mungkin namun tidak lebih dari diadopsi.
3 tahun sejak dokumen
tersebut
Illegal , Unreported, and Unregulated (IUU fishing) merupakan
permasalahan global (menjadi isu internasional) dalam pembangunan kelautan dan perikanan . Kegiatan IUU fishing
mengakibatkan
kerugian ekonomi,
kerugian sosial, rusaknya terumbu karang, berkurangnya jumlah ikan dunia secara
signifikan dan
menyulitkan upaya negara-negara dalam pengelolaan
sumber daya perikanan di laut yang berada dalam yurisdiksinya. Menurut catatan The Food and Agriculture Organization ( FAO ) jumlah IUU fishing diperkirakan seperempat dari jumlah total penangkapan
ikan
duniadengan kecendrungan
jumlah yang terus meningkat dari sisi kwantitas maupun cakupannya. Pada tahun 1999 FAO telah
merumuskan upaya-upaya penanganan
permasalahan IUU fishing yang dituangkan dalam International Plan of Action (IPOA) dengan tetap mengacu pada Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) disamping itu dunia internasional telah pula menyelenggarakan beberapa konvensi
internasional yang melibatkan negara-negara di dunia dalam upaya
merumuskan aksi penanggulangan IUU fishing . Karena sifatnya yang luas, ketentuan-ketentuan yang dihasilkan dari konvensi tersebut cenderung masih bersifat sektoral dan ketimbang
lebih terfokus pada kepentingan negara-negara
maju
kepentingan negara berkembang. Disamping itu peraturan dan
kebijakan penanggulangan IUU fishing di masing-masing berbeda satu sama lain, sehingga kerapkali memicu terjadinya perbedaan cara pandang dan tindak bagi negara yang Zona Ekonomi Exlusive (ZEE)nya berbatasan langsung. Hasil operasi kapal pengawas P2SDKP pada tahun 2007 telah berhasil melakukan
penangkapan sebanyak 184 kapal dari 2.207 kapal ikan yang
diperiksa oleh kapal pengawas dengan rincian bahwa pada tahun 2007 jumlah Kapal Ikan Asing ( KIA ) mencapai 212 buah kapal, yang ditangkap sebanyak 89 buah kapal, sedangkan untuk Kapal Ikan Indonesia ( KII ) sebanyak 1995 buah dan ditangkap sebanyak perkirakan kerugian
95 buah kapal . Dari hasil tersebut di
negara yang dapat diselamatkan diperkirakan mencapai
Rp, 439,6 miliar. Kerugian negara tersebut terdiri dari Pajak Penghasilan Perikanan ( PHP ) sebesar Rp 34 miliar, subsidi BBM sebesar Rp, 23,8 miliar , sumber daya perikanan yang terselamatkan sebesar Rp 381 miliar. N
ilai
7
sunberdaya ikan tersebut bila dikonversikan dengan 43,208 ton. Produksi
tersebut
bila dimanfaatkan
produk ikan sekitar
diperkirakan
mampu
menyerap sekitar 17, 970 tenaga kerja baik di subsektor perikanan tanggkap, pengolahan, jasa kelautan maupun pendukungnya. Masalah yang berkaitan dengan IUU fishing di indonesia antara lain disebabkan karena adanya kendala-kendala dalam penanganannya, ( Mukhtar, 2008 ) antara lain ; ( 1 ) Lemahnya pengawasan
karena
masih terbatasnya
sarana
dan
prasarana dan fasilitas pengawasan, SDM pengawasan yang belum memadai terutama dari sisi kwantitas, belum lengkapnya peraturan perundang -undangan dibidang perikanan , masih lemahnya koodinasi antar aparat penegak hukum baik pusat maupun daerah, dan belum berkembangnya lembaga pengawasan , penerapan sistem MCS yang belum sempurna. ( 2 ) belum tertibnya perizinan yang tergambar dari adanya pemalsuan izin dan penggandaan izin. ( 3 ) lemahnya Low Enforcement karena wibawa hukum menurun. ( 4 ) ketidakadilan bagi masyarakat. ( 5 ) maraknya pelanggaran dan aktifitas-aktifitas ilegal. Masalah IUU fishing tersebut umumnya terjadi di wilayah-wilayah perbatasan. Kecenderungan masalah tersebut hususnya di wilayah perbatasan disebabkan oleh eksistensi wilayah yang memiliki potensi dsumber daya yang cukup untuk dimanfaatkan . Undang-Ungang Republi k Indonesia Nomor 43 Tahun 2008 pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa kawasan perbatasan adalah
bagian dari wilayah yang
terletak pada sisi dalam sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain , dalam hal batas wilayah negara di darat, kawasan perbatasan berada di kecamatan . mengacu pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang ini wilayah negara yang dimaksudkan di atas adalah suatu unsur negara yang merupakan satu kesatuan wilayah daratan, perairan pedalaman , perairan kepulauan dan laut teritorial beserta dasar laut dan tanah di bawahnya, serta ruang di atasnya, termasuk seluruh sumber kekayaan yang terkandung didalamnya. Batasan ini
8
menunjukkan bahwa kawasan perbatasan tidak hanya meliputi wilayah daratan tetapi juga wilayah perairan yang termasuk dalam teritorial negara. Gambaran uraian singkat di atas masalah di sekitar pulau-pulau terluar, menjadi landasan teoritis tentang IUU fishing, kebijakan regional , nasional maupun internasional tentang IUU fishing untuk mengelola pulaupulau kecil terluar serta gambaran aktifitas illegal fishing tentang
pentingnya
penanganan
pencegahan
dasar kajian
perikanan ilegal di sekitar
perairan kabupaten halmahera utara dan perairan kabupaten pulau morotai. ang dapat dikemas dalam perumusan masalah ini adalah : (1) Terjadinya pencurian
ikan atau illegal fishing di perairan Halmahera
Utara oleh kapal asing. (2) Tidak tersedianya pos pengamanan di sekitar daerah perbatasan. (3) Minimnya sarana pengawasan. 1.2
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini, antara lain:
(1) Mengidentifikasi jenis-jenis pelanggaran illegal fishing. (2)
Mengidentifikasi
daerah dan negara-negara
pelanggar (pelaku illegal
fishing). (3) Menyusun strategi
kebijakan
yang
tepat untuk penanggulangan illegal
fishing di perairan Halmahera Utara. 1.3
Manfaat Penelitian Penelitian
ini
diharapkan
mampu
menghasilkan informasi yang
berguna bagi pengambil kebijakan dalam menangani penanggulangan illegal fishing di Kabupaten Halmahera Utara. 1.4
Hipotesis Intensitas illegal fishing di perairan
trend yang meningkat dari waktu ke waktu.
Halmahera Utara menunjukan
9
1.5
Kerangka Pemikiran Menurut Dahuri (2008), kegiatan penangkapan ikan secara ilegal atau
dikenal dengan illegal fishing telah merugikan Negara sebesar US$ 4 milyar atau setara Rp 38 trilyun. Oleh sebab itu, harus dilakukan penindakan terhadap IUU Fishing agar kegiatan-kegiatan yang sangat merugikan negara tersebut dapat dikurangi. Salah
satu caranya adalah dengan mengidentifikasi jenis-jenis
pelanggaran
illegal fishing, mengidentifikasi daerah dan negara pelanggar
(pelaku illegal fishing), dan kemudian menyusun strategi kebijakan
yang
tepat untuk penanggulangan illegal fishing di perairan Halmahera Utara. Untuk mencapai hal tersebut, maka penelitian ”Analisis Kebijakan Penanggulangan illegal fishing di Kabupaten Halmahera Utara” perlu dilakukan.