1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kegiatan penangkapan ikan merupakan aktivitas yang dilakukan untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan, yaitu berbagai jenis ikan untuk memenuhi permintaan sebagai sumber makanan dengan menggunakan berbagai jenis alat tangkap.
Adanya permintaan menyebabkan terjadi siklus ekonomi dimana akan
terjadi keuntungan dan kerugian, sehingga aktivitas penangkapan akan dilakukan dengan meningkatkan produksi untuk meraih keuntungan yang sebesar-sebesarnya oleh pelaku usaha penangkapan ikan. Namun untuk meningkatkan produksi ikan dari kegiatan penangkapan sangat bergantung pada keadaan lokasi penangkapan, dimana lokasi penangkapan juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi. Interaksi dalam proses produksi ikan dari kegiatan penangkapan ikan dapat di dibedakan menjadi 3 faktor utama, yaitu 1) faktor biologi, 2) faktor teknis, dan 3) faktor interaksi alat tangkap dengan sumberdaya ikan (Kenchington 1996). Faktor biologi menyangkut karakter biologis sumberdaya ikan, yaitu distribusi, makanan, dan reproduksi.
Dengan demikian karakter biologi berkaitan dengan
kemampuan produksi ikan yaitu tumbuh dan berkembang menjadi stok untuk perikanan. Distribusi ikan sehubungan dengan kemampuan produksi yaitu ketersediaan ikan pada lokasi penangkapan. Ketersediaan ikan pada suatu wilayah perairan berhubungan dengan struktur biotik ekosistem, yaitu setiap spesies yang menyusun masing-masing komunitas dan ekosistem berbeda sesuai dengan daerah geografiknya. Dimana tiap tingkatan yang menyusun komunitas dan ekosistem dapat saja lebih banyak atau sedikit di bandingkan daerah lainnya, hal ini menunjukkan bahwa spesies yang ekuivalen secara ekologi, secara geografik dapat saling mengganti yang menyebabkan adanya variasi dalam suatu komunitas dan ekosistem (Nybakken 1992; Bakun 1996). Penggunaan istilah stok perikanan digunakan dalam manajemen perikanan dimana model-model produksi perikanan (yield) akan dapat diterapkan bila diaplikasikan (Gulland 1965 dalam Widodo dan Suadi
2006).
Stok memiliki
2
karakteristik produksi yang dikaitkan dengan berbagai model produksi, yaitu 1) jumlah yang dilahirkan dalam suatu tahun tertentu; 2) laju pertumbuhan; 3) laju kematian alami; dan 4) laju kematian penangkapan.
Suatu stok mungkin saja
merupakan suatu bagian dari suatu populasi (Widodo dan Suadi
2006) yang
mempunyai parameter pertumbuhan dan mortalitas yang sama dan menghuni suatu wilayah geografis tertentu. Populasi merupakan unit atau satuan pemijahan dari suatu spesies, dimana dalam suatu kisaran geografi tertentu suatu spesies cenderung membentuk beberapa cluster dari individu-individu dengan aliran gen diantara mereka. Dengan demikian ukuran stok perikanan berkaitan dengan jumlah produksi dari suatu lokasi penangkapan dalam suatu wilayah geografis tertentu. Kemampuan produksi ikan juga berkaitan dengan pemindahan energi dalam rantai makanan dimana ketersediaan makanan berkaitan dengan produktivitas primer. Produktivitas primer berbeda berdasarkan letak geografik, sehingga pada daerah yang produktivitas primer meningkat juga akan menyebabkan kemampuan produksi ikan meningkat. Produktivitas primer juga akan berbeda berdasarkan kedalaman, dimana pada bagian laut dalam produksi ikan lebih rendah dibandingkan perairan yang dangkal (Jennings et al. 2001). Faktor teknis dalam kegiatan penangkapan ikan berkaitan dengan tindakan atau keputusan untuk melakukan aktivitas penangkapan yang menguntungkan. Tindakan atau keputusan dalam melakukan aktivitas akan menyebabkan adanya efisiensi teknis yang berkaitan dengan dimensi alat, upaya penangkapan ikan dan penggunaan teknologi penangkapan ikan.
Keputusan untuk melakukan efisiensi teknis
dipengaruhi oleh 3 komponen yang menyebabkan dinamika armada penangkapan ikan, yaitu 1) investasi, 2) alokasi upaya penangkapan; 3) efisiensi produksi (Hilborn 1985). Efisiensi teknis menyangkut investasi merupakan tindakan melakukan perubahan ukuran kapal dan alat sehingga akan merubah kapasitas penangkapan dari kapal atau alat yang digunakan. Alokasi upaya penangkapan merupakan tindakan memilih lokasi penangkapan ikan yang berkaitan dengan jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan, hari operasi atau frekuensi operasi penangkapan ikan.
3
Sedangkan tindakan dalam efisiensi produksi adalah berkaitan dengan jumlah ABK, biaya operasional penangkapan, dan hubungan upaya penangkapan dengan jumlah tangkapan. Namun demikian dalam efisiensi teknis tindakan nelayan untuk masuk atau keluar dalam suatu perikanan adalah untuk memaksimumkan keuntungan sehingga mencapai batas keuntungan ekonomi dari stok perikanan (maximum economic yield) (Panayotou 1982; Puga et al. 2005). Efisiensi teknis untuk memaksimumkan keuntungan selain faktor internal yang berkaitan dengan dinamika armada penangkapan ikan juga dipengaruhi faktor eksternal, yaitu regulasi atau kebijakan dalam kegiatan penangkapan ikan. Kebijakan yang dibuat pemerintah adalah untuk mengontrol produksi dan upaya penangkapan agar status perikanan pada semua wilayah pengelolaan tetap berkelanjutan. Namun pada umumnya kebijakan pembangunan perikanan di negara berkembang lebih menekankan pada peningkatan produksi yang kemudian berdampak terhadap peningkatan efisiensi teknis, investasi, dan produktivitas. Akibatnya semakin meningkat efektivitas upaya penangkapan dan kapasitas penangkapan yang kemudian menekan sumberdaya ikan sehingga mengarah pada gejala lebih tangkap sebagai dampak dari berkurangnya stok perikanan (Susilowaty et al. 2005). Interaksi alat tangkap dengan ikan yang menjadi tujuan penangkapan merupakan proses produksi ikan yang ditentukan oleh upaya penangkapan dan faktor lingkungan. Upaya penangkapan merupakan tindakan efisiensi teknis yang dilakukan pelaku kegiatan penangkapan ikan, dimana upaya penangkapan adalah ukuran dari jumlah alat tangkap yang beroperasi untuk mendapatkan sejumlah hasil tangkapan atau lama alat tangkap beroperasi oleh berbagai unit penangkapan ikan.
Faktor
lingkungan adalah kondisi oseanografi yang berpengaruh terhadap aktivitas ikan sehubungan dengan fungsi ekologi dan fisiologi. Upaya penangkapan dalam perspektif ekologi adalah proses pemangsaan dimana hewan akan memaksimalkan kapasitas untuk tumbuh, mempertahankan diri, dan reproduksi, sehingga dengan makanan akan diperoleh energi untuk proses tersebut, termasuk energi yang dibutuhkan mencari dan seleksi makanan (Jennings et al. 2001; Gillis 2003; Walters dan Martell
2004).
Perspektif ekologi ini
4
menunjukkan bahwa armada penangkapan akan terdistribusi pada berbagai lokasi penangkapan mengikuti ketersediaan stok perikanan untuk mendapatkan keuntungan ekonomi yang diharapkan. Dengan demikian tindakan efisiensi teknis juga bertujuan untuk memperbesar peluang terjadinya interaksi dengan stok ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Respon sumberdaya ikan terhadap perubahan lingkungan terjadi karena setiap spesies memiliki kebutuhan minimum terhadap berbagai unsur. Apabila terdapat unsur lingkungan yang berkurang, misalnya suhu di bawah kebutuhan spesies, maka spesies akan menghilang (Nybakken 1992). Sumberdaya ikan ekonomis penting tidak akan selalu berada pada keseluruhan wilayah laut walaupun suhu dan faktor lainnya sesuai dengan kebutuhan. Dugaannya adalah mencari lokasi dimana terdapat konsentrasi makanan yang bergantung pada lokasi dan musim, karena pada perairan yang produktivitas primer rendah atau tersebar di kolom perairan akan menyebabkan efisiensi pemindahan dalam tingkatan trofik juga rendah. Konsekuensinya adalah ukuran individu atau spesies akan dengan cepat juga berkurang (Bakun 1996). Produktivitas dan ketersediaan ikan untuk perikanan bervariasi dari tahun ke tahun dengan perubahan kondisi lingkungan laut dan kondisi ini tidak dapat dihindarkan sehingga menjadikan perikanan tangkap sebagai suatu yang sulit diprediksi atau bersifat ketidakpastian. Upaya penangkapan yang tidak terkontrol karena meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, maka perikanan tangkap akan mengalami penurunan produktivitas (Smith 1981; Panayotou 1982; Garcia et al. 1999). Dengan demikian interaksi diantara 3 faktor utama sehubungan dengan produksi ikan dari kegiatan perikanan tangkap menyebabkan ketersediaan ikan untuk perikanan tidak akan sama pada setiap wilayah perairan. Perbedaan kondisi lingkungan laut untuk perairan Indonesia di pengaruhi angin munson dan untuk perairan pantai pengaruh dari daratan, topografi laut dan garis pantai, serta keadaan iklim setempat sangat menonjol (Birowo 1982). Selain itu perbedaan berdasarkan letak geografis dan temporal yang menjadi lokasi penangkapan akan berdampak terhadap jumlah hasil tangkapan.
5
1.2 Perumusan masalah Perairan pantai barat Sulawesi Selatan memanjang dari utara ke selatan dengan 3 tipikal perairan pantai yang berbeda, yaitu: 1) bagian utara adalah perairan pantai terbuka dan relatif dalam; 2) bagian tengah adalah perairan pantai yang berbentuk teluk, 3) bagian selatan adalah perairan pantai yang dangkal dengan gugusan pulau dan terumbu karang (Gambar 1). Perubahan kondisi lingkungan perairan pantai, dominan ditentukan topografi dan garis pantai serta pengaruh daratan (Birowo 1982). Perbedaan kondisi lingkungan perairan pantai akan berpengaruh terhadap ikan pelagis kecil yang hidup di bagian permukaan atau dekat permukaan, karena komposisi dan jumlah spesies yang menyusun dalam suatu ekosistem akan berbeda sesuai dengan daerah geografik (Nybakken 1982). Selain faktor lingkungan kegiatan penangkapan ikan juga dapat berdampak terhadap jumlah ketersediaan ikan pada suatu perairan (Rounsefell 1975). Beberapa hasil penelitian tentang perikanan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan menyimpulkan tingkat pengusahaan ikan pelagis telah mencapai optimum untuk wilayah perairan Sulawesi Selatan. Misalnya penelitian Dwiponggo (1983), Gafa et al. (1993) menggunakan data produksi dan upaya penangkapan tahun 19841988 yang mencakup Selat Makassar dan Laut Flores, menyimpulkan tingkat pemanfaatan untuk kurun waktu tahun 1984-1988 belum melewati maximum sustainable yield (MSY). Hasil kajian stok DKP-LIPI (2001) menyatakan tingkat pemanfaatan ikan pelagis kecil di Selat Makassar-Laut Flores sebesar 55,06%. Nurhakim et al. (2007), menyatakan status perikanan pelagis kecil di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) Selat Makassar-Laut Flores berada pada status moderate. Status moderate adalah keadaan perikanan dimana upaya penangkapan pada tingkat rendah. Namun potensi yang tersedia terbatas untuk penambahan upaya penangkapan (ICCAT secretariat 2007). Penelitian yang dilakukan Pet-Soede (1999) pada perairan Kepulauan Spermonde, perairan pantai barat Sulawesi Selatan bagian selatan menggunakan data tahun 1977-1995 menyimpulkan spesies pelagis kecil memiliki trend produksi yang berbeda, dimana beberapa jenis ikan menunjukkan
6
trend menurun dan lainnya meningkat.
Demikian juga upaya penangkapan,
berdasarkan jenis unit penangkapan menunjukkan trend berbeda. Beberapa hasil penelitian tersebut di atas menunjukkan pemanfaatan ikan pelagis kecil di Selat Makassar telah optimum, sehingga perlu prinsip kehati-hatian untuk meningkatkan pemanfaatan ikan pelagis kecil.
Namun penelitian yang
dilakukan pada lokasi yang spesifik, Kepulauan Spermonde, menunjukkan terdapat perbedaan trend produksi berdasarkan jenis ikan maupun trend upaya penangkapan dari berbagai unit penangkapan. Dengan demikian evaluasi pada kawasan perikanan yang berbeda ekosistem dapat secara spesifik mengklarifikasi kondisi perikanan, karena tekanan terhadap sumberdaya ikan akibat kegiatan penangkapan ditentukan ukuran dari area alat tangkap dalam satuan unit upaya, serta proporsi ikan dalam suatu area yang dapat ditahan alat tangkap (Widodo 2001a).
Selain itu setiap
kawasan perikanan memiliki keunikan sebagaimana perairan pantai barat Sulawesi Selatan. Keunikan perairan dengan ekosistem yang berbeda menyebabkan kondisi biofisik perairan juga berbeda dan berdampak terhadap distribusi ikan. Perubahan kelimpahan ikan di suatu kawasan perairan sebagai akibat dari respons ikan terhadap perubahan kondisi lingkungan laut (Laevastu dan Hayes 1981; Sundermeyer et al. 2005; Amri et al. 2006; Brander 2007). Respons ikan terhadap perubahan lingkungan menyebabkan ikan tidak berada dalam suatu kawasan yang sempit tapi tersebar luas secara terbatas di setiap kawasan perairan.
Kegiatan
penangkapan ikan membutuhkan informasi distribusi ikan untuk mengefisienkan waktu operasi penangkapan ikan. Namun distribusi ikan hanya dapat diklarifikasi dengan perubahan lingkungan laut. Perubahan lingkungan laut berkaitan dengan iklim, misalnya untuk perairan Indonesia yang secara tetap dalam setahun bergantian pengaruh munson. Evaluasi kelimpahan ikan berdasarkan kegiatan penangkapan ikan maupun perubahan lingkungan laut dibutuhkan untuk tindakan pengelolaan perikanan tangkap. Melakukan evaluasi dalam suatu kawasan perikanan membutuhkan data runut waktu yang panjang, sehingga dapat menilai berbagai perubahan, baik upaya penangkapan ikan maupun kondisi lingkungan laut. Evaluasi tersebut merupakan
7
input untuk identifikasi pengelolaan perikanan tangkap. Data yang dibutuhkan untuk melakukan evaluasi, baik perikanan tangkap maupun oseanografi, saat ini banyak tersedia yang dikeluarkan oleh pemerintah. Namun data yang tersedia masih kurang dimanfaatkan, khususnya untuk mengevaluasi perikanan tangkap di perairan pantai barat Sulawesi Selatan.
Keterangan: Bagian utara, perairan pantai terbuka (garis merah); bagian tengah, perairan teluk (garis ungu); dan bagian selatan, perairan dangkal dengan gugusan pulau (garis hijau). Gambar 1
Karakteristik perairan pantai barat Sulawesi Selatan.
8
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dinamika hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan dalam hubungannya dengan faktor lingkungan dan upaya penangkapan. Tujuan umum ini akan dijawab melalui tujuan khusus penelitian dengan, (1) Mengkaji pola upaya penangkapan ikan pelagis kecil dengan memperhatikan kebijakan perikanan pada ekosistem yang berbeda. (2) Mengkaji pola produksi ikan pelagis kecil pada ekosistem yang berbeda. (3) Menentukan pola distribusi dan kelimpahan ikan pelagis kecil melalui analisis
produksi,
produktivitas,
dan
densitas
ikan
dengan
memperhatikan suhu permukaan laut dan klorofil. (4) Menentukan parameter statistik yang sesuai berdasarkan korelasi antara
suhu
permukaan
laut
dan klorofil
dengan
produksi,
produktivitas, dan densitas ikan dengan memperhatikan skala waktu. Manfaat dari penelitian ini, sebagai berikut: (1) Sebagai acuan untuk mengidentifikasi dan tindakan pengelolaan perikanan tangkap berdasarkan perbedaan ekosistem di perairan pantai barat Sulawesi Selatan. (2) Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengevaluasi distribusi ikan pelagis kecil guna menentukan daerah potensi penangkapan ikan oleh berbagai pihak yang berkepentingan. (3) Sebagai acuan pengembangan ilmu dan teknologi perikanan tangkap. 1.4 Hipotesis Dinamika hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan dipengaruhi oleh 2 faktor utama, yaitu: 1) perubahan upaya penangkapan dan 2) perubahan kondisi oseanografi. Dengan demikian hipotesis dalam penelitian ini, sebagai berikut: (1) Jumlah upaya penangkapan dari berbagai jenis unit penangkapan ikan pelagis kecil menentukan produksi maupun produktivitas.
9
(2) Produksi dan produktivitas penangkapan berbeda pada kondisi ekosistem yang berbeda dan menentukan status perikanan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan. (3) Perbedaan skala waktu menentukan keberadaan dan kelimpahan ikan pada ekosistem yang berbeda dengan memperhatikan suhu permukaan laut dan klorofil. (4) Tidak semua parameter statistik memiliki korelasi yang signifikan dengan produksi, produktivitas, dan densitas ikan. 1.5 Kerangka Pemikiran Sebagai salah satu perikanan utama di perairan pantai barat Sulawesi Selatan, perikanan pelagis kecil merupakan sumber mata pencaharian dan pendapatan bagi pelaku usaha perikanan tangkap. Namun ikan pelagis kecil akan mengalami kemunduran kemampuan produksi jika tidak terjadi keseimbangan antara upaya penangkapan dengan kemampuan untuk pulih (resilience) dari sumberdaya ikan pelagis kecil. Kemunduran kemampuan produksi ikan pelagis kecil dapat menyebabkan ketersediaan untuk perikanan berkurang.
Ketersediaan ikan untuk
perikanan merupakan komponen utama dalam kegiatan perikanan tangkap, sehingga berkurangnya ketersediaan ikan akibat kegiatan perikanan tangkap perlu diketahui untuk menunjang tindakan pengelolaan perikanan tangkap. Perairan pantai barat Sulawesi Selatan memiliki kondisi perairan pantai yang berbeda, sehingga kondisi biofisik perairan juga berbeda. Distrubusi ikan pelagis kecil dipengaruhi oleh perubahan kondisi lingkungan, sehingga ikan pelagis kecil tidak berada pada suatu area yang sempit namun tersebar luas secara terbatas pada suatu kawasan perikanan. Distribusi ikan menyebabkan ketersediaan ikan untuk perikanan akan berbeda pada setiap perairan yang berbeda ekosistem. Ketersediaan ikan untuk perikanan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi, namun terdapat 2 faktor utama, yaitu: 1) upaya penangkapan dari kegiatan perikanan tangkap, dan 2) perubahan lingkungan laut atau kondisi oseanografi. Perubahan ketersediaan ikan akibat peningkatan upaya penangkapan tidak terjadi seketika namun dipengaruhi perubahan yang terjadi sebelumnya. Hal ini disebabkan
10
perkembangan atau pertumbuhan perikanan tangkap tergantung pada permintaan dan keuntungan secara ekonomi yang diperoleh pelaku kegiatan perikanan tangkap. Dengan demikian perubahan dalam kegiatan perikanan tangkap dapat diketahui dari data runut waktu yang relatif panjang agar dapat diklarifikasi dengan perubahan upaya penangkapan, produksi dan produktivitas . Demikian juga dengan perubahan kondisi oseanografi (Gambar 2). Perubahan kondisi oseanografi terjadi karena perubahan iklim dan musim akibat interaksi atmosfir dan lautan. Perairan Indonesia dipengaruhi angin munson yang bertiup berbeda arah secara tetap sepanjang tahun (Nontji 1987; Birowo 1992). Perubahan angin munson berdampak terhadap sirkulasi massa air yang menyebabkan perubahan kondisi oseanografi di perairan pantai barat Sulawesi Selatan, selain aliran utama Selat Makassar yang mengalir dari utara ke selatan. Ketergantungan terhadap kondisi lingkungan, maka keberadaan ikan pelagis kecil dapat diketahui dengan mengklarifikasi perubahan kondisi oseanografi terhadap aspek perikanan (produksi, produktivitas, dan densitas ikan) menggunakan korelasi spasial. Analisis perubahan upaya penangkapan dan kondisi oseanografi terhadap ketersediaan ikan di perairan pantai barat Sulawesi Selatan dilakukan dengan mempertimbangkan perbedaan ekosisitim yang ada.
Hal ini penting karena
perbedaan ekosistem juga berdampak terhadap ketersediaan dalam struktur komunitas sebagai fungsi ekologi ikan pelagis kecil. Selain itu analisis berdasarkan perbedaan ekosistem akan menjelaskan perbedaan status perikanan tangkap.
11
Perbedaan ekosistim di perairan pantai barat Sulawesi Selatan
Informasi aspek perikanan pelagis kecil dan kondisi oseanografi, perairan pantai barat Sulawesi Selatan
Evaluasi
Data statistik perikanan tangkap
Data kondisi oseanografi
Produksi ikan pelagis kecil
Suhu permukaan laut (SPL)
Upaya penangkapan ikan pelagis kecil
Pola upaya penangkapan ikan pelagis kecil
Analisis
Pola produksi ikan pelagis kecil
Konsentrasi klorofil
Pola distribusi ikan pelagis kecil berdasarkan SPL dan klorofil melalui analisis produksi, produktivitas, dan densitas ikan.
Dinamika hasil tangkapan ikan pelagis kecil di perairan pantai barat Sulawesi Selatan
Gambar 2 Kerangka pikir penelitian.
Pola kelimpahan ikan pelagis kecil berdasarkan SPL dan klorofil melalui analisis produksi, produktivitas, dan densitas ikan.