1
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 13.466 dan garis pantai sepanjang 95.18 km, memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa lingkungan perairan laut yang besar seperti: terumbu karang, mangrove, dan pantai. Berdasarkan kondisi tersebut, pengembangan wisata bahari merupakan salah satu pilihan yang paling strategis dari segi ekonomi, sehingga potensi wisata bahari ini akan memiliki daya saing tinggi dibandingkan dengan potensi serupa di negara-negara lainnya. Pembangunan wisata bahari merupakan salah satu pilihan yang paling strategis dengan konsep pengembangan wisata berkelanjutan (sustainable tourism development) sebagaimana menjadi pedoman pengembangan pariwisata oleh United Nation World Tourism Organization (UNWTO) yang mengandung arti bahwa pembangunan pariwisata harus dapat turut serta menjaga kesinambungan pembangunan dan pelestarian sumberdaya alam, sekaligus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi komunitas setempat. Pembangunan wisata bahari pada prinsipnya adalah merubah bentuk kegiatan dari daratan ke bahari dan merubah pola fikir dari wisata massal (mass tourism) menjadi wisata yang berkualitas (quality tourism), dari wisata dengan pendapatan yang sebesar-besarnya (high income) menjadi wisata dengan pemerataan pendapatan bagi semua stakeholder ( rational income distribution to the people) dan dari memanfaatkan lingkungan menjadi mendayagunakan lingkungan. Dari sisi permintaan, wisata bahari Indonesia sangat potensial untuk dikembangkan.
Survey
wisatawan
mancanegara
(wisman)
tahun
2008
menunjukkan bahwa kunjungan wisman untuk tujuan wisata alam yang berhubungan dengan pantai mencapai 25,33%
dari seluruh responden yang
disurvey (Hermantoro, 2009) dan hasil penelitian Passenger Exit Survey (2005) in Firdaus (2006) menunjukkan bahwa tempat-tempat yang diminati wisatawan untuk dikunjungi adalah objek wisata pantai (30,5%). Begitu pula, semangat untuk lebih memperhatikan pengembangan wisata bahari tercantum dalam visi dan misi wisata bahari. Visi ”Indonesia dalam 10 Tahun menjadi tujuan wisata bahari terkemuka di kawasan Asia Pasifik” yang dijabarkan dalam misi berupa:
2 (1) memberikan pelayanan terbaik bagi wisatawan di alam kebaharian Indonesia, (2) menciptakan iklim kondusif bagi investasi industri wisata bahari, (3) menciptakan keterpaduan pengembangan wisata bahari yang berkelanjutan, dan (4) mengembangkan produk wisata bahari dengan pola kemitraan diantara pelaku wisata bahari. Pengalokasian kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi kawasan pengembangan wisata bahari yang berbasis konservasi dan masyarakat, merupakan wujud nyata upaya pengelolaan sumberdaya alam demi keberlanjutan pemanfaatannya. Pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan salah satu pendekatan terkini dalam sebahagian besar programprogram pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil. Pengembangan wisata bahari dapat dianggap sebagai manifestasi keinginan masyarakat untuk mempertahankan keberadaan sumberdaya alam pesisir dan laut bagi pemenuhan kebutuhannya untuk dapat dimanfaatkan secara lestari, kebutuhan untuk menikmati keindahan alam, dan kebutuhan untuk melindungi hak sebagai pemilik sumberdaya dari pengguna luar. Pengembangan wisata bahari sebagai daerah tujuan wisata (destinasi) unggulan di Kota Makassar sebagai ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan sangatlah prospektif mengingat Kota Makassar berada di ibu kota provinsi dan terletak di pesisir pantai bagian selatan Pulau Sulawesi yang mempunyai 11 pulau-pulau kecil antara lain: Pulau Kayangan, Pulau Samalona, Pulau Kodingarengkeke, dan Pulau Lanyukang, dengan luas keseluruhan 178,5 ha atau 1,1% dari luas kawasan daratan, memiliki hamparan terumbu karang dan lamun, panorama pantai dan laut yang indah, serta kaya akan keragaman potensi sumberdaya pulau-pulau kecil pendukung kegiatan pemanfaatan jasa-jasa pariwisata. Selain itu, jarak antara satu pulau dengan yang lainnya sangat dekat dan berada pada satu gugusan Kepulauan Spermonde. Keberadaan pulau-pulau kecil juga di tunjang oleh keberadaan ekosistem terumbu karang dan keindahan alam di sekelilingnya serta terdapatnya berbagai obyek wisata yang telah ada. Potensi alam yang menarik juga ditunjang oleh kekhasan Kebudayaan masyarakat setempat dan kemudahan aksesibilitas ke lokasi wisata bahari.
3 Kondisi yang sama terjadi di kawasan pesisir Kota Makassar yang memiliki arti strategis untuk pengembangan wisata bahari karena berbatasan langsung dengan Selat Makassar, sehingga memiliki potensi sumberdaya alam (pantai berpasir, mangrove) dan jasa-jasa lingkungan yang berpotensi untuk pengembangan wisata bahari seperti potensi wisata pantai, wisata mangrove, wisata budaya, dan wisata sejarah yang beragam, menarik dan cukup terkenal. Jenis wisata yang dikembangkan saat ini di kawasan pesisir dan laut Kota Makassar secara langsung adalah: wisata Pantai Losari, Pantai Akkarena, Pantai Tanjung Bunga, dengan kegiatan wisata seperti berperahu, berenang, sky air, memancing serta olahraga pantai, berjemur, dan piknik menikmati atmosfer laut. Wisata theme park dan out bound yang ada disini adalah di Trans Studio dan Pantai Akkarena. Wisata sejarah dan budaya yaitu Benteng Rotterdam, Benteng Sombaopu, Taman Miniatur Sulawesi-Selatan, dan Pelabuhan Rakyat Paotereq (DKP Kota Makassar 2010; Dinas Pariwisata Kota Makassar, 2010). Pengembangan wisata bahari di Kota Makassar ditunjang pula oleh kedudukan Kota Makassar sebagai water front city yang merupakan pintu gerbang Indonesia bagian timur. Kondisi ini, menempatkan posisi Kota Makassar berada di garis depan sebagai penyambut kedatangan wisatawan dari mancanegara maupun nusantara dan merupakan tempat diselenggarakannya berbagai kegiatan seperti bisnis, seminar, lokakarya dan festival bahari (Debora, 2003). Keberadaan dari potensi pesisir dan pulau-pulau kecil ini sebagai daerah tujuan wisata unggulan untuk pengembangan wisata bahari merupakan asset yang sangat berharga bagi pendapatan daerah. Apabila dikaitkan dengan UndangUndang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, maka pengembangan wisata bahari diharapkan menjadi sumber pemasukan bagi pemerintah daerah Kota Makassar. Sektor pertanian yang menjadi tulang punggung perekonomian Kota Makassar dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan, sedangkan sektor di luar pertanian masih belum mampu menggantikan perannya sebagai sumber penghidupan utama penduduk Kota Makassar.
4 Beragamnya sumberdaya yang terdapat di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar, maka sangat berpotensi untuk pengembangan wisata bahari. Namun hal tersebut belum dapat diubah menjadi kekuatan ekonomi riil, karena pengelolaannya belum dilakukan secara berkesinambungan. Selain itu, kerjasama yang kongkrit antara pihak pengelola kawasan wisata dengan instansi daerah terkait serta pihak-pihak swasta sebagai investor belum optimal. Kegiatan wisata yang dikembangkan belum sesuai dengan potensi sumberdaya dan daya dukung kawasan. Masalah utama pulau-pulau kecil adalah terbatasnya ketersediaan air minum, rendahnya kondisi sosial ekonomi penduduk, isolasi daerah, ancaman bencana alam, keterbatasan infrastruktur dan kelembagaan, serta pembuangan limbah cair dan padat akibat pengembangan industri wisata yang tak terencana. Dalam rangka menghindari terjadinya degradasi dan disfungsi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Kota Makassar akibat tingginya aktivitas wisata yang telah berkembang selama hampir sepuluh tahun, maka perlu dilakukan suatu kajian pengembangan wisata bahari secara terpadu, terencana dan berkelanjutan dengan melibatkan semua komponen stakeholder yang berkepentingan di kawasan pulau-pulau kecil dan kawasan pesisir sehingga dapat memanfaatkan asset yang ada secara optimal. Pengembangan wisata bahari di kawasan ini dapat berdampak positif bagi masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu, saat ini sangat perlu dilakukan penelitian pengembangan dan keberlanjutan wisata bahari. Penelitian pengembangan dan keberlanjutan wisata bahari ini menganalisis kesesuaian pemanfaatan dengan potensi dan daya dukung kawasan yang diintegrasikan dengan status keberlanjutan dan strategi pengembangan. Sehingga, pengembangan wisata bahari di Kota Makassar diharapkan tidak hanya dapat mempertahankan dan memperbaiki kualitas lingkungan, tetapi juga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Kota Makassar secara partisipatif dan menjaga keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Adanya kondisi ini diharapkan tercapai keberlanjutan pengembangan wisata bahari Kota Makassar menjadi daerah tujuan wisata bahari unggulan dalam pengembangan wisata bahari.
5 1.2
Perumusan Masalah Pengembangan wisata bahari dengan mengandalkan potensi alam yang ada
di kota Makassar belum bisa memberikan kontribusi yang signifikan karena belum dikelola secara serius dan professional sehingga belum dapat memberikan kesejahteraan pada masyarakat yang tinggal di kawasan tersebut. Pengelolaan wisata bahari yang dilaksanakan saat ini, relatif belum ada keterpaduan antar berbagai sektor sehingga terjadi konflik pemanfaatan oleh berbagai pihak yang berkepentingan. Begitu pula, kebijakan pengembangan wisata bahari belum terfokus dan belum mempertimbangkan aspek sosial dan ekologi secara terpadu. Perkembangan jumlah wisatawan pada kawasan-kawasan wisata di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar telah mengakibatkan berbagai dampak yang sangat merugikan antara lain: pencemaran air, banyak terjadi akumulasi sampah, kerusakan terumbu karang, memburuknya nilai-nilai sosial budaya masyarakat setempat, dan terjadi kemacetan lalulintas di daerahdaerah wisata pada setiap hari libur. Keterbelakangan kehidupan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil juga disebabkan oleh minimnya ketersediaan sarana dan prasarana serta infrastruktur yang memadai. Lemahnya kemampuan lembaga organisasi ekonomi masyarakar pesisir dan pulau-pulau kecil juga berpengaruh terhadap rendahnya kesejahteraan masyarakat serta kurangnya sarana dan prasarana air bersih, perhubungan, penerangan, dan komunikasi di pulau-pulau kecil. Pengembangan kegiatan wisata maupun penyediaan penunjang kepariwisataan khususnya di pulau-pulau kecil, berdampak pada lingkungan fisik, sosial, budaya dan ekonomi pulau-pulau kecil tersebut. Upaya peningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pulaupulau kecil selama ini belum melibatkan masyarakat setempat baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, hingga tahap evaluasi, dalam program pembangunan.
Ketidakterlibatan
masyarakat
dalam
pembangunan
akan
membentuk sikap negatif terhadap program yang akan dilaksanakan. Di lain pihak, pengembangan wisata bahari harus bermanfaat secara ekologis dan ekonomis, baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat lokal.
6 Sementara itu, peraturan-peraturan yang sudah ada yang terkait dengan pengelolaan pulau-pulau kecil, belum tentu bisa langsung diterapkan sama untuk setiap pulau-pulau kecil. Setiap pulau memiliki karakteristik yang khas, demikian juga dengan kegiatan wisata yang sangat beragam jenis dan skalanya. Oleh karena itu, diperlukan pertimbangan–pertimbangan khusus dalam pengembangan kegiatan wisata bahari di putau-pulau kecil. Perlu ditentukan pulau-pulau kecil mana dan dengan karakteristik seperti apa yang dapat dikembangkan. Selain itu juga perlu ditentukan peruntukan kegiatan wisata bahari seperti apa yang sesuai, dengan pembangunan sarana dan prasarana yang juga harus direncanakan dengan cermat. Segenap kendala tersebut di atas, bukan berarti pesisir dan khususnya pulau-pulau kecil tidak dapat dibangun atau dikembangkan, melainkan pola pembangunannya harus mengikuti kaidah-kaidah ekologis, tingkat pembangunan secara keseluruhan tidak boleh melebihi daya dukung (carrying capacity) suatu pulau dan dampak negatif pembangunan hendaknya ditekan seminimal mungkin sesuai dengan kemampuan ekosistem pesisir dan pulaunya. Selain itu, setiap kegiatan pembangunan yang akan dikembangkan di suatu pulau seyogyanya memenuhi skala ekonomi yang optimal dan menguntungkan serta sesuai dengan budaya lokal. Upaya
meminimalkan
dampak
negatif
yang
ditimbulkan
pengembangan wisata bahari, beberapa langkah dapat ditempuh
akibat
antara lain
pengalokasian berbagai kegiatan wisata bahari dengan mempertimbangkan kesesuaian kawasan untuk peruntukan kegiatan wisata bahari dan kemampuan daya dukung dari kawasan untuk menyediakan lahan dan sumberdaya bagi setiap kegiatan pembangunan. Oleh karenanya, pemanfaatan pesisir dan pulau-pulau kecil untuk berbagai peruntukan kegiatan wisata bahari harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan secara lestari dan berkelanjutan. Berdasarkan uraian di atas, secara umum permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1.
Bagaimana agar potensi pesisir dan pulau-pulau kecil di Kota Makassar dapat dikembangkan sebagai wisata bahari.
7 2.
Bagaimana agar pengembangan wisata bahari sesuai dengan potensi yang ada serta sesuai dengan daya dukung wisata bahari.
3.
Bagaimana pengembangan wisata bahari di pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar dapat dikelola secara berkelanjutan (sustainable developmet) dan seseuai dengan aspirasi masyarakat lokal.
4.
Bagaimana agar kebijakan pembangunan kawasan pesisir dan pulaupulau kecil di Kota Makassar dapat menunjang pengembangan wisata bahari.
1.3 Tujuan Penelitian 1.
Menilik potensi dan kondisi kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar untuk pengembangan wisata bahari.
2.
Mengevaluasi kesesuaian dan daya dukung kawasan wisata pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar dalam pengembangan wisata bahari.
3.
Mengevaluasi keberlanjutan pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar.
4.
Merumuskan strategi kebijakan pengembangan wisata bahari di Kota Makassar.
1. 4 Manfaat Penelitian 1.
Memberikan informasi tentang kondisi sumberdaya, tingkat kesesuaian dan daya dukung kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dalam pengembangan wisata bahari.
2.
Pemerintah daerah: sebagai pedoman dalam penyusunan perencanaan pengembangan wisata bahari secara berkelanjutan.
3.
Masyarakat (stakeholder): memberikan kontribusi hasil pemikiran secara ilmiah bagi masyarakat yang akan menginvestasikan modalnya dalam pengembangan wisata bahari secara berkelanjutan di pesisir dan pulau-pulau kecil.
4.
llmu pengetahuan dan teknologi: sebagai bahan rujukan dan pengkajian lebih lanjut pengembangan wisata bahari di kawasan pesisir dan pulaupulau kecil.
8 1.5 Kebaruan Wisata non ekowisata (industri wisata) dengan ekowisata dianalisis secara holistik yang memadukan daya dukung kawasan wisata bahari dengan daya dukung infrastruktur/kebutuhan ruang dalam pengembangan wisata bahari. Konsep kebaruannya adalah memadukan konsep ekowisata dengan konsep wisata non ekowisata (industri wisata) dalam satu sistem manajemen yang saling menguatkan antara pengelolaan ekowisata dengan pengelolaan wisata non ekowisata dalam mengembangkan sektor wisata bahari di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan menggunakan analisis daya dukung kawasan (DDK) yang berorientasi pada daya dukung ekologi dan kebutuhan ruang. Tingkat kesesuaian dan daya dukung wisata bahari diintegrasikan dengan status keberlanjutan pengembangan wisata bahari, serta memberikan arahan strategi kebijakan pengembangan, sehingga pengelolaan ekowisata di pulau-pulau kecil dapat berimbang dan saling memperkuat dengan pengelolaan non ekowisata di wilayah pesisir.
1.6 Kerangka Pemikiran Pembuatan arahan kebijakan pengembangan kawasan wisata bahari di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar, dibutuhkan data-data biofisik kawasan serta kondisi sosial dan ekonomi masyarakat setempat. Beberapa analisis yang digunakan meliputi: analisis potensi kawasan, analisis kesesuaian pemanfaatan, analisis daya dukung kawasan, analisis keberlanjutan wisata bahari, dan analisis kebijakan. Melalui serangkaian analisis tersebut, maka didapatkan arahan kebijakan pengembangan wisata bahari di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar menjadi kawasan wisata bahari berkelanjutan. Program atau kebijakan pengembangan didasarkan atas kesesuaian dan daya dukung kawasan. Kesesuaian kawasan dianalisis dari beberapa peta tematik seperti rencana tata ruang kawasan (RTRW) dan produk tata ruang lainnya, land use, land suitability dan geologi lingkungan. Keberlanjutan wisata bahari dianalisis dengan menggunakan Raffish. Analisis kebijakan dilakukan dengan menggunakan analisis AWOT, yang merupakan gabungan antara analisis AHP dan SWOT. Adanya analisis-analisis tersebut, maka rekomendasi pengembangan wisata bahari di
9 wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar dapat dilihat dari berbagai aspek yang diperlukan guna pembangunan yang optimal dan berkelanjutan (Gambar 1).
Pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil Kota Makassar
Potensi dan kondisi kawasan : - Ekologi - Amenity - Ekonomi
Kebijakan Pemkot Kota Makassar
-
-
-ik)_ -
Zona wisata pesisir
Zona wisata PPK Pengembangan Wisata Bahari
Analisis Kesesuaian lahan Analisis Daya Dukung Kesesuaian dan Daya Dukung Kawasan
Analisis RAPFISH Keberlanjutan Wisata Bahari
Analisis AWOT
Strategi Pengembangan Wisata Bahari
Pengembangan Wisata Bahari Secara Berkelanjutan
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian