1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan membagi hutan menjadi hutan negara dan hutan hak. Hutan negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah sedangkan hutan hak adalah hutan yang berada pada tanah yang dibebani hak atas tanah. Hutan hak selanjutnya dikenal dengan hutan rakyat yaitu hutan yang tumbuh di atas tanah milik yang dibuktikan dengan alas titel atau sertifikat. Hutan rakyat sudah berkembang di lingkungan masyarakat sejak dahulu yang dilakukan atas inisiatif masyarakat di lahan-lahan milik. Hal ini dapat dilihat dari adanya hutan rakyat tradisional yang diusahakan secara swadaya berupa tanaman sejenis maupun pola tanaman campuran, yang dilatarbelakangi oleh asal mula sistem perladangan berpindah dan kemudian berkembang menjadi pertanian menetap. Pada saat pertanian menetap, masyarakat menanam tanaman pertanian karena memberi hasil jangka pendek dan menanam tanaman kayu-kayuan untuk hasil jangka menengah dan jangka panjang. Pemerintah sejak tahun 1960-an telah mengembangkan hutan rakyat sebagai kegiatan penghijauan untuk mengatasi lahan kritis pada lahan milik masyarakat (Awang et al. 2007). Kegiatan penghijauan adalah upaya memulihkan atau memperbaiki keadaan lahan kritis di luar kawasan hutan melalui kegiatan penanaman dan bangunan konservasi tanah agar dapat berfungsi sebagai media produksi dan sebagai media pengatur tata air yang baik serta upaya mempertahankan
dan
meningkatkan
daya
guna
lahan
sesuai
dengan
peruntukkannya. Kegiatan penghijauan yang dilaksanakan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, penyediaan bahan baku industri dan peningkatan mutu lingkungan. Jenis tanaman yang ditanam adalah tanaman keras, MPTS (Multi Purpose Trees Species) dan buah-buahan (Kemenhut 2010). Keberadaan hutan rakyat di Indonesia sampai saat ini sudah cukup luas dan sudah memberikan hasil produksi kayu yang cukup besar. Luasan dan potensi hutan rakyat yang ada di Indonesia sampai tahun 2004 sudah mencapai 1.568.415,6 ha dengan potensi kayu sebesar 39.416.557,5 m3 dan yang paling
2 luas adalah hutan rakyat yang dilakukan secara swadaya yang mencapai 966.722,3 ha dengan potensi kayu sebesar 33.650.443,1 m3 (Tabel 1). Pemerintah telah melakukan penghijauan di luar kawasan hutan termasuk hutan rakyat seluas 1.785.149 ha sejak tahun 2000 sampai tahun 2004 (Dephut 2006) dan pembuatan hutan rakyat seluas 1.810.601 ha sejak tahun 2004 sampai 2008 (Dephut 2009).
Tabel 1 Potensi dan luas hutan rakyat di Indonesia tahun 2004 No 1 2 3 4 5
Jenis Sumber Dana Hutan rakyat swadaya Hutan rakyat subsidi Hutan rakyat melalui KUHR Hutan rakyat DAK DR Hutan rakyat kegiatan GNRHL Jumlah
Luas (ha) 966.722,3 131.090,5 41.785,9 18.917,9 409.899,0 1.568.415,6
Perkiraan Potensi (m3) 33.650.443,1 4.935.417,5 744.129,9 86.567,0 0,0 39.416.557,5
Sumber : Hindra (2006)
Perkembangan hutan rakyat di Pulau Jawa setiap tahunnya cenderung meningkat. Walaupun ketersediaan lahan mulai menyempit akibat tekanan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi sehingga permintaan lahan untuk perumahan dan lahan pertanian juga semakin tinggi, tetapi kegiatan pengusahaan hutan rakyat masih tetap berkembang.
Tabel 2 Potensi luas hutan rakyat di Jawa-Madura No
Klasifikasi penutupan lahan
1
Hutan lahan kering/primer*) Hutan tanaman*) Perkebunan Pertanian lahan kering*) Pertanian lahan kering campur semak Semak belukar Total
2 3 4 5 6
Periode 20062008 (ha)
Periode 20002003 (ha)
Periode 1990-1993 (ha)
Perubahan (%)
107.706,97
65.961,24
45.572,19
136,34
374.057,31 153.441,62 935.069,26
384.869,50 166.553,30 1.098.215,20
304.461,12 80.322,79 837.379,82
22,86 91,03 11,67
977.796,44
984.066,80
601.042,74
62,68
36.942,46 2.585.014,06
30.946,00 2.730.612,04
32.018,48 1.900.797,14
15,38 35,99
Keterangan : *) Klasifikasi lahan yang tergolong hutan rakyat Sumber : BPKH Wilayah XI Jawa Madura (2009)
Potensi hutan rakyat untuk Pulau Jawa dan Madura menurut Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) Wilayah XI Jawa Madura tahun 2009 mencapai luas 1.416.833,54 ha. Potensi ini diketahui melalui pendekatan GIS dimana klasifikasi penutupan lahan yang masuk kriteria hutan rakyat adalah hutan
3 lahan kering sekunder/primer, hutan tanaman dan pertanian lahan kering. Adapun luas masing-masing setiap kriteria dapat dilihat pada Tabel 2. Hutan rakyat di luar Pulau Jawa masih belum berkembang, sementara ketersediaan lahan cukup luas. Kegiatan hutan rakyat berlangsung secara tradisional dengan jenis tanaman yang ada merupakan tanaman-tanaman yang tumbuh secara alami di lahan-lahan milik rakyat yang dikombinasikan dengan tanaman lain seperti buah-buahan dan tanaman pertanian. Perkembangan hutan rakyat di Propinsi Sumatera Utara tidak secepat yang ada di Jawa. Ada yang dilakukan secara swadaya pada lahan milik, tanah marga dan pekarangan, kegiatan pemerintah dan kerjasama kemitraan. Luas hutan rakyat di Propinsi Sumatera Utara (Hindra 2006) dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan luas hutan rakyat yang dikembangkan oleh pemerintah sejak tahun 2004 sampai tahun 2008 mencapai 40.155 ha (Dephut 2009). Jenis tanaman pada lahan milik rakyat antara lain kopi, aren, pinang, kayu manis, kemiri, cengkeh, durian, mangga, kemenyan, pinus, suren, eukaliptus, pinus, jati putih dan karet.
Tabel 3 Luas hutan rakyat di Propinsi Sumatera Utara No 1 2 3 4 5
Jenis Sumber Dana Hutan rakyat swadaya Hutan rakyat subsidi Hutan rakyat melalui KUHR Hutan rakyat DAK DR Hutan rakyat kegiatan GNRHL Jumlah
Luas (ha) 45.692,10 1.075,00 677,00 280,00 8.480,00 56.204,10
Sumber : Hindra (2006)
Salah satu jenis tanaman hutan rakyat yang berkembang secara tradisional adalah kemiri. Tanaman kemiri merupakan tanaman yang memiliki prospek untuk dikembangkan dalam kegiatan hutan rakyat karena menghasilkan buah dan kayu sehingga memiliki nilai ekonomi tinggi. Buahnya bermanfaat sebagai penyedap makanan (bumbu masak), obat-obatan (pencahar, sariawan, disentri, bisul, merangsang pertumbuhan rambut, obat kulit, obat linu pada pinggang), minyak kemiri digunakan sebagai bahan cat, pernis, sabun, pelapis perahu, minyak lampu, industri batik, kosmetik (Paimin 1994; Sunanto 1994; Winarbowo dan Manoko 2006) dan melindungi kayu dari serangan rayap (Nakayama dan Obsbrink 2010). Kulit biji (cangkang) dapat dimanfaatkan untuk bahan baku obat nyamuk bakar
4 dan arang (Paimin 1994; Wibowo 2007). Ampas pengelolaan minyak dapat digunakan untuk pakan ternak dan pupuk tanaman karena mengandung unsur NPK yang cukup tinggi, sementara kayu kemiri berguna sebagai kayu bakar, bahan baku korek api, sumpit, perabot rumah tangga, papan pengepak, pulp, vinir/kayu lapis (Paimin 1994; Winarbowo dan Manoko 2006). Pohon kemiri juga bermanfaat sebagai tanaman rehabilitasi. Perum Perhutani di Jawa dan Nusa Tenggara Timur menggunakan kemiri sebagai tanaman untuk menghutankan kembali tanah kosong (Djajapertjunda 2003; Koji 2002) dan berfungsi sebagai tanaman konservasi tanah dan air terutama di Daerah Aliran Sungai (DAS) serta daerah bertopografi miring dan curam (Wibowo 2007).
Tabel 4 Luas dan produksi kebun kemiri di Indonesia sejak tahun 1984-2009 Tahun 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996
Luas (ha) 74.736 68.444 84.668 69.632 70.621 85.177 109.806 130.122 135.486 148.024 170.098 178.378 182.587
Produksi (ton) 29.246 56.819 28.852 27.778 24.274 28.497 35.576 36.819 37.926 56.929 64.182 71.240 78.613
Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008*) 2009**)
Luas (ha) 179.621 174.798 193.805 205.532 205.322 212.487 212.677 206.321 196.407 205.454 209.375 209.734 210.198
Produksi (ton) 69.776 66.302 65.394 74.319 77.375 88.481 95.870 94.005 92.667 102.308 102.609 107.116 111.058
Keterangan : *) Angka sementara, **) angka estimasi Sumber : Deptan (2009)
Luas dan produksi tanaman kemiri di Indonesia setiap tahunnya cenderung meningkat. Menurut Deptan (2009), tanaman kemiri yang tumbuh di Indonesia 100% adalah tanaman kemiri yang diusahakan oleh masyarakat dalam bentuk kebun penduduk (perkebunan rakyat). Potensi luas dan produksi tanaman kemiri yang ada di Indonesia sejak tahun 1984 sampai 2009 dapat dilihat pada Tabel 4. Perkembangan tanaman kemiri juga melibatkan sejumlah petani sebagai tenaga kerja yang yang melakukan pengelolaan. Jumlah petani yang terlibat dalam pengelolaan tanaman kemiri di Indonesia untuk tahun 2004 sampai 2009 dapat dilihat pada Tabel 5.
5 Tabel 5 Luas, produksi dan jumlah petani kemiri di Indonesia tahun 2004-2009 Tahun 2004 2005 2006 2007 2008*) 2009**)
Luas (ha) 206.321 209.264 205.455 209.375 209.734 210.198
Produksi (ton) 94.005 92.667 102.308 102.609 107.116 111.058
Jumlah Petani (KK) 348.728 354.293 342.435 362.644 363.248 363.977
Rerata Produksi (kg/ha) 769 766 844 797 802 805
Keterangan : *) Angka sementara, **) angka estimasi Sumber : Deptan (2009)
Tanaman kemiri di Propinsi Sumatera Utara hampir tersebar di semua kabupaten, seperti terlihat pada Tabel 6. Deptan (2009) menyebutkan bahwa luas tanaman kemiri di Propinsi Sumatera Utara pada tahun 2007 mencapai 11.636 ha dengan produksi buah mencapai 13.761 ton, yang melibatkan 15.691 petani. Rerata produktivitas hasil kemiri rakyat adalah 1.498 kg/ha dan rerata kepemilikan luas lahan kemiri sekitar 0,74 ha.
Tabel 6 Luas, produksi dan jumlah petani kemiri tahun 2007 di Sumatera Utara No
Kabupaten
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Deli Serdang Langkat Simalungun Karo Dairi Tapanuli Utara Tapanuli Tengah Nias Nias Selatan Tapanuli Selatan Asahan Mandailing Natal Toba Samosir Humbang Hasundutan Pak-pak Barat Samosir Serdang Bedagai Jumlah
Luas (ha) 857 543 459 2.560 3.518 451 150 194 18 689 13 688 269 581 0 538 108
Produksi (ton) 465 432 786 2.358 7.057 184 116 8 4 738 7 276 106 200 0 926 98
Rerata Produksi (kg/ha) 658 814 1.774 1.384 2.074 767 935 571 500 1.570 500 600 520 623 0 2.086 1.010
Jumlah Petani (KK) 1.742 837 1.154 1.232 4.637 597 876 190 120 766 41 276 654 832 0 973 764
11.636
13.761
1.498
15.691
Sumber : Deptan (2009)
Salah satu kabupaten penghasil kemiri adalah Dairi. BPS (2009) menyebutkan bahwa luas tanaman kemiri pada tahun 2008 mencapai 4.463 ha dengan produksi mencapai 8.273,6 ton. Tanaman kemiri hampir tumbuh di
6 beberapa kecamatan, paling banyak di Kecamatan Tanah Pinem dengan luas 3.846 ha dan produksi buah sampai 6.446 ton. Pada Tabel 7 dapat dilihat sebaran tanaman kemiri rakyat dan produksinya di Kabupaten Dairi pada tahun 2008. Rerata produksi hasil kemiri di Kabupaten Dairi adalah 2.074 kg/ha dan jumlah petani yang mengelolanya mencapai 4.637 KK.
Tabel 7 Sebaran kemiri rakyat di Kabupaten Dairi pada tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kecamatan Sidikalang Sitinjo Berampu Parbuluan Sumbul Silahisabungan Silima Pungga-pungga Lae Parira Siempat Nempu Siempat Nempu Hulu Siempat Nempu Hilir Tigalingga Gunung Sitember Pegagan Hilir Tanah Pinem Jumlah
Luas (ha) 9,50 0 0 23,00 30.00 25,50 47.00 39,00 25,00 82,00 71,00 138,00 97,00 30,00 3.846,00 4.463,00
Produksi Buah (ton) 11,70 0 0 38,00 31,20 39,50 828,00 64,80 19,80 147,60 141,00 260,00 191,00 55,00 6.446,00 8.273,60
Sumber : BPS Kabupaten Dairi (2009)
Pengelolaan kemiri rakyat di Kecamatan Tanah Pinem sudah berlangsung sangat lama, turun temurun dan merupakan salah satu usaha yang dikembangkan menjadi mata pencaharian penduduk sebagai sumber penghasilan. Perkembangan pengelolaan tanaman kemiri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal dalam pengambilan keputusan untuk mengelola atau tidak mengelola. Seorang petani kemiri akan menjual kemirinya dengan kondisi dikupas dan tidak dikupas. Kemiri yang dikupas dijual lebih mahal dari kemiri yang belum dikupas. Untuk kemiri yang tidak dikupas, biasanya dibeli oleh pihak lain untuk kemudian dikupas agar harga jualnya lebih tinggi dari harga belinya. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan tanaman kemiri di Kecamatan Tanah Pinem dapat membuka lapangan pekerjaan bagi pihak lain. Salah satu arah Pembangunan Jangka Panjang Kehutanan tahun 2006-2025 adalah untuk mewujudkan kesejahteraan dan peran aktif masyarakat dalam pengelolaan hutan yang adil dan bertanggung jawab. Strategi yang ditempuh yaitu
7 meningkatkan luasan hutan rakyat yang mandiri dan mendukung fungsi hutan sebagai penyangga kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Target luas hutan rakyat yang akan dibangun sampai tahun 2025 adalah 8 juta ha (Dephut 2006). Widiarti dan Mindawati (2007) menyebutkan bahwa pemilihan jenis pohon yang tepat dalam pengembangan hutan rakyat harus berorientasi pada kecukupan pangan keluarga, kelangsungan hasil dan kelestarian sumberdaya. Sehingga, pemilihan jenis tanaman untuk program pemerintah untuk kepentingan masyarakat pada suatu wilayah harus sesuai dengan kondisi lingkungan wilayah tersebut atau bersifat site spesifik dengan pertimbangan faktor teknis, ekonomis, ekologis dan sosial budaya, agar kegiatan hutan rakyat dapat menjadi pilihan usaha yang produktif dan lestari. Dari penjelasan ini, maka salah satu sasaran pengembangan kegiatan hutan rakyat sebaiknya adalah potensi-potensi tanaman yang sudah ada di daerah yang bisa menjadi pertimbangan untuk dikembangkan dalam meningkatkan pendapatan petani, pendapatan daerah dan mendukung dalam pengelolaan lahan yang sesuai dengan kondisi ekologi. Sehubungan dengan berbagai latar belakang kondisi perkembangan hutan rakyat yang ada dan dengan adanya rencana pemerintah mengembangkan hutan rakyat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, maka dilakukan suatu penelitian tentang pengelolaan tanaman kemiri rakyat yang sudah tumbuh dan berkembang di Kecamatan Tanah Pinem, Kabupaten Dairi.
1.2 Perumusan Masalah Pengelolaan tanaman kemiri rakyat di Kecamatan Tanah Pinem merupakan kegiatan yang sudah turun temurun dan sudah berlangsung sejak dahulu. Keberadaannya yang tetap bertahan sampai sekarang menunjukkan bahwa kemiri telah menjadi komoditi andalan masyarakat sebagai sumber penghasilan. Perkembangan pengelolaan tanaman kemiri rakyat sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal dari masyarakat, dimana faktor-faktor tersebut bersifat mendukung dan menghambat dalam perkembangan pengelolaannya. Davis et al. (2001), LEI (2001) dan Dephut et al. (1997) menyebutkan bahwa pelaksanaan suatu kegiatan pada suatu lahan harus memperhatikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Pengelolaan suatu kegiatan tidak akan berhasil jika
8 hanya didasarkan pada suatu sisi saja, tetapi harus menyeluruh (integratif) sehingga
akan
tercapai
keberlanjutannya
dalam
pelaksanaan
dan
pengembangannya. Kajian tentang keberlanjutan pengelolaan tanaman kemiri rakyat yang ada di Kecamatan Tanah Pinem belum ada, sehingga belum diketahui bagaimana kondisi keberlanjutan pengelolaannya saat ini. Informasi-informasi mengenai kondisi sosial masyarakat, sistem produksi buah dan kayu, pemasaran, analisis finansial, tingkat kesejahteraan penduduk, penyerapan tenaga kerja, kondisi biofisik dan lain-lain diperlukan untuk mengetahui kondisi pengelolaan tanaman kemiri yang ada. Data-data ini diperlukan untuk mengetahui keberlanjutan (sustainability) pengelolaan tanaman kemiri rakyat. Analisis keberlanjutan pengelolaan kemiri rakyat ini akan menjadi masukan dalam upaya pengembangan kegiatan yang sama untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan melalui kegiatan hutan rakyat. Jika pengelolaannya dapat dilakukan secara berkelanjutan dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial, maka kegiatan ini dapat berperan dalam meningkatkan
pendapatan
petani,
peningkatan
kualitas
lingkungan
dan
peningkatan pendapatan pemerintah daerah secara berkesinambungan. Adapun pertanyaan yang ingin dijawab dan dijadikan sebagai permasalahan dalam penelitian adalah 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pengelolaan tanaman kemiri rakyat? 2. Bagaimana keberlanjutan (sustainability) pengelolaan tanaman kemiri rakyat yang ada sekarang?
1.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah 1.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan tanaman kemiri rakyat.
2.
Menganalisis keberlanjutan (sustainability) pengelolaan tanaman kemiri rakyat dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial.
9 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian adalah memberikan masukan bagi pemerintah dalam mengembangkan potensi tanaman rakyat melalui kegiatan hutan rakyat dan sebagai bahan informasi dan referensi bagi pihak-pihak yang ingin mengembangkan usaha tanaman kemiri.
1.5 Kerangka Pemikiran Salah satu jenis tanaman yang ditanam pada hutan rakyat adalah kemiri. Pohon kemiri adalah salah satu tanaman yang memiliki prospek untuk dikembangkan karena bermanfaat dari segi ekologi, ekonomi dan sosial. Tanaman kemiri adalah tanaman yang tumbuh secara alami di alam tetapi dalam perkembangannya menjadi tanaman yang ditanam oleh masyarakat di lahan miliknya karena menghasilkan buah dan kayu. Salah satu daerah yang menghasilkan kemiri adalah Kecamatan Tanah Pinem. Pada tahun 2008, luas tanaman kemiri rakyat di Kecamatan Tanah Pinem mencapai 3.846 ha dengan produksi 6.446 ton (BPS 2009). Pengelolaan kemiri rakyat di Kecamatan Tanah Pinem sudah berlangsung sangat lama, turun temurun dan merupakan salah satu kegiatan yang bertahan menjadi mata pencaharian penduduk sebagai salah satu sumber penghasilan. Pengembangan pengelolaan tanaman kemiri rakyat sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal dari masyarakat, dimana faktor-faktor tersebut ada yang bersifat mendukung maupun menghambat dalam pengembangan pengelolaan kemiri rakyat
yang ada. Sementara dalam perkembangan
keberlanjutan pengelolaannya, terkait dengan aspek ekologi, ekonomi dan sosial (Davis et al. 2001; LEI 2001; Dephut et al. 1997) Penelitian ini hendak melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan tanaman kemiri rakyat dan analisis keberlanjutannya dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Hasil yang diperoleh nantinya dapat menjadi masukan untuk dapat dikembangkan menjadi kegiatan hutan rakyat agar dapat meningkatkan
pendapatan
petani,
peningkatan
kualitas
lingkungan
dan
peningkatan pendapatan pemerintah daerah secara berkesinambungan. Adapun kerangka pemikiran penelitian dapat digambarkan seperti pada Gambar 1.
10 Hutan Rakyat Hutan Rakyat di Prop. Sumut Hutan Rakyat di Kab. Dairi Pengelolaan tanaman kemiri rakyat di Kecamatan Tanah Pinem Identifikasi faktor-faktor internal
Identifikasi faktor-faktor eksternal
Analisis faktor-faktor pengelolaan kemiri rakyat Dapat menjadi alternatif pilihan pengembangan kegiatan RHL di luar kawasan hutan khususnya untuk hutan rakyat
Tercapainya tujuan pengelolaan hutan rakyat yang dapat meningkatkan pendapatan petani, peningkatan kualitas lingkungan dan peningkatan pendapatan pemerintah daerah secara berkesinambungan
Analisis keberlanjutan pengelolaan kemiri rakyat
Aspek Sosial
Gambar 1 Kerangka pemikiran.
Aspek Ekonomi
Aspek Ekologi