1
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang potensi sumberdaya pesisir yang memiliki nilai estetika, memberikan rasa nyaman, dan kepuasan yang tidak didapatkan di tempat asal kita. Dengan demikian, seseorang biasanya melakukan perjalanan (travel) untuk mendapat kepuasan dalam menikmati keindahan alam yang ada di wilayah pesisir dan laut. Perjalanan tersebut merupakan rangkaian bentuk kegiatan wisata dari tempat asal ke tempat tujuan wisata. Menurut Yulianda (2007) wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Keberadaan sumberdaya alam merupakan salah satu faktor pendorong dalam melakukan perjalanan wisata, baik wisata secara domestik maupun wisata Internasional.
Karena
keberadaan
sumberdaya
sangat
penting
dalam
pengembangan kegiatan wisata, maka dapat dipastikan Indonesia merupakan salah satu negara tujuan wisata Internasional karena memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi, ditambah lagi dengan adanya warisan budaya yang beranekaragam. Keanekaragaman sumberdaya alam yang dimiliki negara kita ditunjang oleh kondisi iklim tropis yang relatif stabil sepanjang tahun, yang menyediakan media tumbuh yang baik bagi ekosistem pesisir, khususnya ekosistem terumbu karang (Dahuri, 2003). Salah satu sumberdaya pesisir dan lautan yang populer dikalangan wisatawan adalah terumbu karang. Terumbu karang dan segala kehidupan yang ada di dalamnya merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya. Selain menyediakan habitat berbagai jenis organisme laut yang digunakan untuk kebutuhan pangan, obat-obatan dan bahan baku kosmetik, terumbu karang juga menyediakan panorama bawah laut yang dapat menarik minat wisatawan. Kekayaan sumberdaya alam tersebut, tersebar mulai dari bagian barat, sampai pada kawasan timur Indonesia.
2
Sebagai salah satu wilayah di Kawasan Timur Indonesia (KTI), Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki potensi yang cukup besar untuk pengembangan kegiatan wisata bahari. Potensi tersebut berupa luas laut sekitar 114.876 km2, dengan panjang garis pantai ± 1.740 km dan terdapat 124 buah pulau-pulau kecil. Saat ini jumlah obyek wisata bahari di Provinsi Sulawesi Tenggara diperkirakan mencapai ± 21 obyek wisata yang tersebar di sepuluh Kabupaten dan Kota. Salah satu obyek wisata tersebut adalah obyek wisata Pulau Hari (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sultra, 2003). Kegiatan wisata bahari merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang memanfaatkan sumberdaya alam dan jasa lingkungan pesisir. Pada tahun 2007, sektor pariwisata Indonesia menyumbangkan devisa sebesar 81 triliun rupiah dengan
jumlah
wisatawan
sekitar
4,54
juta
wisatawan
(http://www.mediaindonesia.com). Tingginya jumlah wisatawan tersebut tentunya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Untuk mengantisipasi terjadinya degradasi lingkungan akibat kegiatan wisata bahari, diperlukan konsep pengelolaan wisata secara terpadu dan berkelanjutan yang melibatkan semua unsur terkait. Menurut Dahuri (2004), pengelolaan secara terpadu merupakan bentuk pengelolaan yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumberdaya dan kegiatan pemanfaatan, guna mencapai pembangunan berkelanjutan. Lebih lanjut dikatakan bahwa, pengelolaan secara terpadu, tetap memperhatikan aspek kesesuaian dan daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan menggambarkan kemampuan secara fisik suatu kawasan terhadap kegiatan pemanfaatan. Sementara itu Clark (1996) menyatakan bahwa daya dukung (carrying capacity) adalah suatu cara untuk menyatakan batas-batas penggunaan terhadap sumberdaya. Analisis daya dukung merupakan salah satu pendekatan bahwa alam mempunyai batas maksimum untuk menerima aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kurun waktu tertentu. Ekowisata bahari merupakan konsep kegiatan wisata yang dapat diterapkan untuk menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya pesisir dan laut. Kegiatan ekowisata tidak hanya mengedepankan pengembangan suatu kegiatan wisata, tetapi disisi lain harus memberikan kontribusi yang posisitf
3
terhadap kelestarian lingkungan.
Menurut Yulianda (2007) bahwa ekowisata
bahari merupakan kegiatan wisata pesisir yang dikembangkan dengan pendekatan konservasi laut. Dengan pendekatan konservasi, diharapkan pengembangan ekowisata bahari memenuhi kaidah-kaidah alam, dengan melaksanakan program pembangunan dan pelestarian secara terpadu antara upaya konservasi, dengan melaksanakan program pembangunan yang memperhatikan aspek daya dukung lingkungan (carrying capacity). Selanjutnya Bjork (2000), menyatakan bahwa ekowisata adalah suatu aktivitas, dimana manusia (tourist) melakukan kunjungan ke daerah daerah yang masih bersifat alami dengan mempelajari karakteristik dan menikmati keindahan alam dengan cara tidak memanfaatkan (mengambil) sumberdaya yang ada, tetapi justru memberikan kontribusi terhadap kelestarian lingkungan dan sumberdaya. Berdasarkan uraian tersebut, maka untuk mengembangkan kegiatan wisata bahari saat ini dalam rangka menunjang program pembangunan sektor pariwisata harus dilakukan berdasarkan aspek kesesuaian dan dukungan sumberdaya yang ada.
Untuk mendukung hal tersebut diperlukan suatu konsep pengembangan
wisata bahari yang dapat menjaga keseimbangan program pembangunan dan kelestarian sumberdaya alam atau kegiatan wisata bahari yang ramah lingkungan. 1.2 Permasalahan Perairan Pulau Hari merupakan salah satu tujuan wisata bagi masyarakat Kota Kendari dan sekitarnya. Jenis kegiatan wisata yang dilakukan adalah wisata selam (diving) dan wisata snorkling. Kegiatan tersebut telah berlangsung secara terus menerus dan tidak terkontrol, sehingga diduga akan memberikan dampak negatif terhadap kelestarian ekosistem terumbu karang jika tidak dikelola dengan baik. Sebelum dikeluarkannya undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, perairan Pulau Hari ditetapkan sebagai kawasan wisata bahari oleh Pemerintah Propinsi Sulawesi Tenggara. Akan tetapi dengan masuknya era otonomi daerah pengelolaan wisata Pulau Hari diserahkan ke Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe yang memiliki kewenangan, dan sampai saat ini pengelolaan obyek wisata tersebut tidak dilakukan lagi. Aktivitas wisata yang dilakukan tersebut pada
4
dasarnya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, sampai saat ini belum ada kajian yang menganalisis tingkat kesesuaian wisata yang dilakukan, nilai ekonomi wisata yang dapat diberikan, daya dukung kawasan untuk pengembangan wisata, maupun dukungan sosial terkait dengan kegiatan wisata bahari Pulau Hari. Kajian tersebut sangat penting dilakukan sebagai dasar pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dikawasan tersebut, khususnya pengembangan obyek wisata Pulau Hari. 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengkaji potensi sumberdaya perairan Pulau Hari khususnya komunitas terumbu karang dan ikan karang yang merupakan daya tarik wisata. 2. Mengkaji tingkat kesesuaian dan daya dukung kawasan perairan Pulau Hari sebagai obyek wisata bahari, khususnya wisata selam dan wisata snorkling. 3. Menduga nilai ekonomi kegiatan wisata bahari yang dilakukan. 4. Mengkaji tingkat dukungan sosial terhadap pengembangan kegiatan wisata bahari. 5. Menyusun alternatif pengelolaan untuk pengembangan Pulau Hari sebagai salah daerah tujuan wisata. Hasil penelitian ini
dapat
digunakan
sebagai
bahan
pertimbangan
Pemerintah Daerah Kabupaten Konawe Selatan atau Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam rangka pengelolaan Pulau Hari sebagai kawasan wisata bahari. 1.4
Kerangka Pikir Berdasarkan undang-undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil bahwa wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Wilayah pesisir merupakan daerah yang subur sehingga pembangunan secara fisik banyak dikembangkan di wilayah ini. Aktivitas pembangunan di wilayah pesisir tentunya memberikan tekanan terhadap ekosistem pesisir.
Tekanan tersebut merupakan beban masukan antropogenik
terhadap kawasan perairan pesisir. Beban masukan antropogenik memberikan
5
dampak terhadap kondisi hidrooseanografi, kualitas air dan ekosisitem pesisir. Untuk menghindari kegiatan yang tumpang tindih (incompatibility) seperti yang telah diuraikan, tentunya diperlukan suatu penataan ruang pesisir agar tercipta pembangunan yang berkelanjutan. Penataan ruang wilayah di Indonesia saat ini telah diperkuat dengan dikeluarkannya undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Undang-undang tersebut bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Konsep penataan ruang wilayah pada dasarnya akan melahirkan suatu kebijakan pemanfaatan ruang, yang secara garis besar memuat pembagian wilayah, yakni sebagai kawasan lindung dan kawasan pengembangan. Kawasan lindung atau konservasi merupakan kawasan dengan pemanfaatan terbatas dengan sistem zonasi yang terdiri dari zona inti, zona penyangga
dan
zona
merupakan
kawasan
pemanfaatan. yang
dapat
Sedangkan
dimanfaatkan
kawasan untuk
pengembangan
berbagai
kegiatan
pembangunan. Pengembangan kegiatan wisata bahari dapat dilakukan di kedua kawasan tersebut, baik dikawasan konservasi maupun dikawasan pengembangan. Khusus dikawasan lindung kegiatan wisata bahari menurut Peraturan Pemerintah No 18 tahun 1994 dapat dilakukan sebesar 10 % dari luas zona pemanfaatan dan harus memenuhi
beberapa
persyaratan
yang
telah
ditetapkan.
Dalam
konsep
pembangunan yang berkelanjutan, pengembangan suatu kegiatan selayaknya mempertimbangkan banyak hal termasuk kesesuaian dan kemampuan daya dukung (carriying capacity) lingkungan dan sumberdaya alam. Daya dukung lingkungan dapat diartikan sebagai kemampuan alam untuk mendukung kegiatan di atasnya secara berkelanjutan. Selain daya dukung lingkungan, dukungan sosial juga akan memberikan kontribusi yang positif terhadap pengembangan kegiatan di wilayah pesisir. Dukungan sosial yang dimaksud adalah keterterimaan sosial terhadap kegiatan yang dilakukan. Dalam konteks pengembangan kegiatan wisata bahari, peran serta masyarakat lokal dapat berupa penyediaan jasa pelayanan seperti jasa transportasi, akomodasi dan kebutuhan konsumsi.
6
Beban masukan Antropogenik
Kawasan Konservasi Pola Ruang
Geofisik - Hydrooseanografi - Kualitas air - Ekosistem coral (penutupan,biodiversity, fishing community)
Sosial ekonomi Masyarakat
Wisatawan
Non-Kawasan Konservasi - (Hamparan ekosistem coral, stabilitas, diversity, produktifitas)
Kelayakan
Kesiapan untuk Wisata S1,S2,S3 N
Analisa Daya dukung
Nilai Ekonomi Jasa Pelayanan - Transportasi - Prasarana - Kebutuhan konsumsi
Dukungan Sosial
Gambar 1 Kerangka pikir analisis kesesuaian dan daya dukung ekowisata bahari Pulau Hari.
Optimalisasi
Sasaran target jumlah wisatawan