20
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Unsur iklim radiasi surya di daerah tropis lebih berpengaruh terhadap produksi jarak dibandingkan dengan suhu udara. Secara teoritis, tanaman penghasil minyak seperti jarak pagar untuk berproduksi tinggi memerlukan lama penyinaran yang lebih panjang dibandingkan tanaman penghasil karbohidrat. Radiasi sangat diperlukan untuk fotosintesis yang menghasilkan berat kering tanaman. Berat kering tanaman tersebut berkorelasi dengan jumlah radiasi yang diintersepsi selama pertumbuhan. Ini berarti mengedepankan pengumpulan dan penyimpanan energi matahari yang dapat diperbaharui melalui tumbuhan hijau dan dikenal sebagai energi hijau (green energy) atau Bahan Bakar Nabati (BBN) dengan penekanan pada budi daya energi (energy farming) bukan berburu energi (energy hunting) seperti halnya dilakukan pada pengolahan BBM. Untuk mengubah sebanyak mungkin radiasi yang diintersepsi tanaman menjadi biomassa dan hasil diperlukan efisiensi penggunaan radiasi surya yang tinggi. Efisiensi penggunaan radiasi surya (RUE) adalah faktor konversi antara total radiasi intersepsi kanopi tanaman dan dikaitkan dengan karbondioksida yang difiksasi atau biomassa yang dihasilkan. Faktor ini telah dipergunakan untuk mempelajari pertumbuhan, analisis varietas tanaman dan lingkungan. RUE telah menjadi komponen yang berguna dalam model pertumbuhan tanaman dan hasilnya (Arkebauer, 1992). Selain RUE, ketersediaan air penting dalam memenuhi evapotranspirasi yang merupakan faktor pendorong aliran massa air, perkolasi dan rembesan untuk menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang tinggi. Kebutuhan air bervariasi menurut umur, varietas, tipe tanah, topografi dan lain-lain. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman hanya berlangsung optimal apabila tersedia unsur-unsur hara makro dan mikro. Nitrogen adalah unsur hara makro yang banyak dibutuhkan tanaman penghasil minyak dan pertumbuhan tanaman relatif peka terhadap kekurangan nitrogen yang dapat mengakibatkan penurunan hasil panen dan kualitas biji.
21
1.1.1. Pemodelan Tanaman Jarak Pagar Analisis sistem adalah studi tentang sistem dan atau organisasi dengan menggunakan azas ilmiah yang menghasilkan suatu konsepsi atau model. Model dapat berupa konsepsi mental yang bersifat kuantitatif dan kualitatif, hubungan empirik dengan penggunaan teknik statistik dan hubungan mekanistik dengan persamaan matematik, atau dapat dinyatakan sebagai representasi sederhana dari sistem yang kompleks (Haan, 1977; Hartrisari, 2007). Handoko (1994) mengemukakan bahwa model dapat dipergunakan untuk (1) pemahaman proses (2) prediksi, dan (3) keperluan manajemen. Kajian hubungan antara iklim, air dan tanah terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak yang terintegrasi belum banyak dilakukan, khususnya model mekanistik. Model pertumbuhan tanaman mekanistik mempunyai banyak penggunaan potensial untuk manajemen tanaman (Bannayan et al. 2003). Model simulasi tanaman merupakan penyederhanaan dari analisis sistem sebagai suatu metode pendekatan masalah secara integral. Model simulasi tanaman juga alat analisis dan sintesis hasil penelitian lapang yang mempunyai kemampuan memprediksi. Oleh karena itu, aplikasi model ini dapat dipergunakan dalam perencanaan di wilayah pengembangan baik skala nasional, regional bahkan lebih luas (Travasso & Delecolle, 1995; Supit, 1997) dan juga dapat sebagai dasar acuan pengelolaan tanaman jarak di wilayah sentra produksinya. Ketepatan pengambilan keputusan dalam mengelola pertanaman jarak memerlukan suatu model yang dapat menduga produksi dari data yang tersedia. Untuk maksud tersebut maka perlu diperhatikan pengaruh sifat genetis, kultur teknis dan keadaan lingkungan fisik tanaman terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman jarak. Pemodelan
tanaman
merupakan
pendekatan
kuantitatif
untuk
memprediksi pertumbuhan, perkembangan dan hasil tanaman, koefisien genetik tanaman dan peubah yang berhubungan dengan faktor lingkungan (Monteith, 1996). Aplikasi model simulasi tanaman telah dikembangkan selama dua dekade dengan memanfaatkan simulasi komputer dan menurut Sirotenko (2001) meskipun dengan segala keterbatasan, namun mempunyai prospek yang besar
22
sebagai solusi untuk menjelaskan berbagai masalah pada perkembangan tanaman, prediksi hasil, kajian iklim dan tanah, serta kajian perubahan iklim. Pemodelan hasil tanaman dengan kondisi defisit air dapat menjelaskan perilaku tanaman pada kondisi lapangan umumnya, karena kapasitas pertukaran gas dari daun dan RUE tergantung pada pengaruh fisiologis defisit air tanah. Oleh karena itu, menurut Arkebauer et al. (1994) perhitungan neraca air tanah harian, sebagai konsekuensi kandungan air tanah dapat dihubungkan langsung dengan RUE, pertumbuhan tanaman dan hasil. Beberapa model yang berhasil dibuat dalam menyimulasikan pertumbuhan tanaman adalah model kedelai, jagung (Muchow & Sinclair, 1986; 1991) dan gandum (Amir & Sinclair, 1991; Handoko 1992). Pemodelan tanaman penghasil bio-pelumas pada jarak (Ricinus communis L.) telah dilakukan oleh Djufry (2005), tetapi model ini belum mengintegrasikan neraca nitrogen yang memodelkan dinamika nitrogen pada tanah dan tanaman. Hasil panen ditentukan oleh produksi biomassa atau bahan kering tanaman yang merupakan perwujudan akhir hasil fotosintesis. Thornley (1976) menyatakan bahwa produksi bahan kering berasal dari aliran asimilat yang jumlahnya tergantung pada radiasi datang dan luas daun aktif berfotosintesis. Model simulasi untuk menduga hasil tanaman setidaknya harus bertitik-tolak dari peubah genetik dan cuaca (Penning de Vries et al. 1989; Messina et al. 2006). Peubah genetik yang digunakan adalah fenologi, laju pertumbuhan potensial dan tipe daun, sedangkan peubah cuaca adalah radiasi surya, suhu udara, curah hujan, kelembapan udara, kecepatan angin dan diasumsikan bahwa air dan atmosfir (CO2) tidak menjadi kendala. Dalam beberapa hal, model simulasi tanaman lebih unggul dibandingkan hasil penelitian agronomi di lapangan khususnya dalam penghematan waktu dan biaya. Model yang absah dapat membantu pengambilan keputusan agronomis seperti waktu tanam, kerapatan tanaman, waktu dan laju pemupukan nitrogen, irigasi dan analisis resiko (Handoko, 1992 & 1993).
23
3.3.1.1. Struktur Model. Model simulasi tanaman jarak pagar yang dibangun terdiri dari empat sub-model dan disusun untuk kondisi iklim di Indonesia. Sub-model tersebut adalah (1) perkembangan, (2) pertumbuhan, (3) neraca air, dan (4) neraca nitrogen. Model ini mempunyai resolusi harian yang memerlukan masukan berupa unsur cuaca harian radiasi surya, suhu, kelembapan, kecepatan angin, dan curah hujan. Model ini memerlukan data awal berupa kadar air tanah, sifat fisik tanah dan parameter tanaman. Sub model neraca nitrogen merupakan sub model pengembangan yang ditambahkan dari model yang telah dikembangkan oleh Djufry (2005). Submodel perkembangan menyimulasikan perkembangan dari saat tanam sampai panen. Laju perkembangan diperhitungkan berdasarkan konsep heat unit dengan menggunakan data suhu harian dan waktu (Baskerville & Emin, 1969; Andrewartha & Birch, 1973; Allen, 1976; Zalom et al. 1983). Parameter perkembangan tanaman diturunkan dari percobaan lapang. Submodel pertumbuhan menyimulasikan produksi biomassa tanaman berdasarkan efisiensi penggunaan radiasi surya (Monteith, 1977; Gallagher & Biscoe, 1978; Sinclair, 1991), faktor ketersediaan air yang dihitung berdasarkan nisbah antara transpirasi aktual dan maksimumnya, serta ketersediaan nitrogen. Dalam submodel ini, respirasi dihitung dari fungsi suhu udara dan biomassa masing-masing organ. Potensi hasil biji jarak ditentukan oleh jumlah biji yang dihitung dari biomassa saat bunga mekar atau anthesis. Submodel neraca air menyimulasikan komponen-komponen neraca air yang mencakup kadar air tanah, transpirasi, evaporasi, intersepsi tajuk dan perkolasi. Evapotranspirasi potensial dihitung menurut Penman (1948) dan digunakan untuk menurunkan transpirasi aktual dan evaporasi aktual. Laju perkolasi dihitung menggunakan dengan metode jungkitan (tipping bucket method) (Ritchie, 1972). Submodel neraca nitrogen menyimulasikan pertumbuhan tanaman dengan sumber utama nitrogen yang berasal berbagai lapisan tanah. Penyerapan nitrogen oleh tanaman kemudian dibagi ke organ-organ tanaman. Sumber kedua merupakan mobilisasi selama pelayuan (senescence). Sesudah pembungaan
24
nitrogen dimobilisasi dari daun dan batang yang merupakan sumber utama untuk akumulasi nitrogen oleh biji. Jika kebutuhan nitrogen tidak dapat dipenuhi melalui mobilisasi, maka tanaman mengambil nitrogen dari tanah tergantung dari kebutuhan, persediaan tanah (NO3-), kadar air dan keberadaan akar pada masing-masing lapisan. 1.1.2. Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Peningkatan aktivitas transportasi dan industri akan memperbesar kebutuhan bahan bakar minyak. Indonesia adalah produsen dan pengimpor bahan bakar minyak karena kebutuhan dalam negeri lebih besar dibandingkan produksinya. Cadangan minyak Indonesia diperkirakan hanya cukup untuk 18 tahun mendatang (Prihandana & Hendroko, 2007). Industri yang bermunculan akan mempertemukan antara kekurangan suplai bahan makanan dengan harga CPO/soya oil yang tinggi, dan juga perdebatan antara tanaman untuk makanan atau minyak, sehingga memerlukan inisiatif dalam teknologi budidaya tanaman dan sumber bahan seperti makanan yang kompetitif dan kesemuanya itu akan mengubah nilai ekonomi dari bio-energi. Jadi, perlu dikembangkan energi alternatif
yang
bersifat
ramah
lingkungan
(environmental
friendly),
berkelanjutan (sustainable) dan dapat diperbaharui (renewable). Kebijakan utama pengembangan energi nasional diarahkan pada tiga hal, yaitu kebijakan harga, diversifikasi dan konservasi energi. Kebijakan harga energi dimaksudkan untuk menerapkan harga energi sesuai dengan mekanisme pasar. Diversifikasi energi adalah pemanfaatan energi alternatif yang salah satunya menggunakan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang dapat diperoleh di Indonesia. Banyak jenis sumber nabati yang bisa diolah menjadi BBN, mulai dari buah atau biji (misal jarak pagar dan kelapa sawit), batang (tebu), bahkan sampai
ke
jenis
umbi-umbian
(ubi
kayu)
yang
ketersediaannya
berkesinambungan. Kebijakan koservasi energi dimaksudkan untuk efisiensi atau konservasi pemakaian energi. Tim Nasional Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Percepatan Pengurangan Kemiskinan dan Pengangguran telah merekomendasi empat komoditas utama penghasil BBN, yakni kelapa sawit dan jarak pagar sebagai
25
penghasil biodiesel, serta tebu dan singkong sebagai penghasil bioetanol (Prihandana & Hendroko, 2007). Oleh karena kelapa sawit berfungsi juga sebagai subsitusi minyak makan (edible oil), maka peluang jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel lebih terbuka. Dengan demikian, pemanfaatan jarak pagar sebagai bahan baku biodiesel tidak mengganggu kebutuhan minyak makan nasional, industri oleokimia dan ekspor CPO. Jadi, minyak jarak (CJO) cocok untuk substitusi CPO dalam penggunaan non-pangan sebagai bahan baku biodiesel dibandingkan CPO dan tetes tebu. Minyak biji jarak telah diterima secara luas dan disarankan digunakan secara komersial sebagai sumber bahan bakar (Takeda, 1982; Banerji et al. 1985; Martin & Mayeux, 1985). Kandungan minyak dalam biji jarak pagar sebesar 48.5% dengan nilai kalori sebesar 41.77 kJ/g. Nilai tersebut mirip dengan nilai kalori standar untuk minyak diesel yaitu sebesar 42.24 kJ/g. Selama ini, di Indonesia jarak pagar tidak dikembangkan sebagai bahan bakar alternatif pengganti minyak solar dan minyak tanah karena secara komersial tidak bisa bersaing dengan BBM solar dan minyak tanah yang relatif murah karena disubsidi pemerintah. Namun, negara yang miskin sumberdaya BBM, jarak pagar telah lama dikembangkan sebagai pengganti solar dan minyak tanah, sehingga informasi tentang teknologi budidayanya telah tersedia. Pada saat harga BBM meningkat dan masa yang akan datang menikmati BBM murah kecil peluangnya, maka semua pihak perlu mencari bahan bakar alternatif, khususnya yang terbarukan. Jadi, yang dipandang potensial dari kelompok tanaman adalah jarak pagar karena memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan sumber nabati lainnya yang menurut Mahmud (2006), antara lain: (1) relatif mudah dibudidayakan oleh petani kecil, dapat ditanam sebagai batas kebun, dapat ditanam secara monokultur atau campuran, cocok di daerah beriklim kering, dapat ditanam sebagai tanaman konservasi lahan, dapat tumbuh di lahan marjinal, dan juga dapat ditanam di pekarangan atau sekitar rumah sehingga basis sumber bahan bakunya dapat sangat luas, (2) pengolahan minyak jarak kasar atau untuk kebutuhan rumah tangga pengganti minyak tanah dan untuk pembakaran tungku atau boiler sangat sederhana sehingga mudah dilakukan sampai ke pelosok oleh petani. Pengolahan bahan bakar motor
26
pengganti minyak solar juga tidak memerlukan teknologi tinggi sehingga biaya investasinya relatif lebih murah. Tujuan pengembangan jarak pagar dari hulu sampai hilir secara nasional adalah untuk menyediakan energi alternatif dalam jangka panjang dan menyediakan sumber tambahan pendapatan serta membuka lapangan kerja baru dalam jangka pendek. Untuk mendukung pengembangan BBN pemerintah telah mengeluarkan Perpres No.5 tahun 2006 dan Inpres No.1 tahun 2006, sedang untuk organisasinya dibentuk Tim Nasional berdasarkan Kepres No.10 tahun 2006. Strategi penyediaan energi alternatif tahun 2010 sebesar 720 000 kilo liter/tahun atau sekitar 2% dari kebutuhan solar nasional. Kebutuhan tersebut akan terpenuhi kalau luas lahan jarak pagar bertambah tiap tahun dan pada tahun 2011 mencapai 2 juta ha. BUMN yang bersedia untuk menjadi bapak angkat dan menyerap produk dalam negeri adalah Pertamina dan PLN. Untuk menunjang penyediaan BBN di pedesaan, pemerintah telah mengembangkan program desa mandiri energi (DME) dengan dukungan dari berbagai pihak seperti Departemen Perindustrian, BRI, BUMN Agro, PLN, dan Pertamina (Hamdi, 2007). Jarak pagar (Jatropha) tumbuh liar atau sebagai tanaman Pagar sehingga dinamakan jarak pagar serta dikenal sebagai purging nut (kacang pencahar) atau physic nut (kacang urus-urus). Jatropha berasal dari Amerika Selatan (Brazil) dan tumbuh di semua wilayah tropis dan subtropis pada lintang antara 28ºLU sampai 30ºLS (Gambar 1.1). Di Indonesia terdapat berbagai jenis tanaman jarak seperti jarak kepyar (Ricinus communis L.), jarak Bali (Jatropha podagrica L.), jarak ulung (Jatropha gossypifolia L.) dan jarak pagar (Jatropha curcas L).
Gambar 1. Sabuk distribusi Jatropha curcas L. (sumber: The Jatropha system_http_www.jatropha.de, 2008).
27
Jarak di pulau Jawa dan Madura banyak ditanam dengan nama berbeda misalnya, nawaih nawas (Aceh), jarak kosta (Sunda), jarak gundul, jarak Cina, jarak pagar (Jawa), paku kare (Timor), peleng kaliki (Bugis), dan lain-lain (Hariyadi, 2005; Hambali et al. 2006). Jarak tumbuh baik di wilayah kering tropika, dengan ketinggian tempat antara 0 - 500 m di atas permukaan laut (Heller, 1996; Jøker & Jepsen, 2003) dan masih dapat bertahan terhadap frost ringan pada ketinggian mendekati 1 700 m (Heller, 1996). Karakteristik tanaman jarak pagar dapat menggugurkan daunnya untuk mengurangi transpirasi (Nyamai & Omuodo, 2007) dan perakarannya kokoh, sehingga cocok menjadi tanaman konservasi. Di samping itu, tanaman ini dapat menyimpan air pada daun dan akarnya selama musim kering (Prihandana & Hendroko, 2007) dan juga memiliki adaptasi yang sangat baik dan luas di wilayah-wilayah yang kering dan semi kering (Heller, 1996). Berikutnya, tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah marginal, sehingga mengurangi persaingan ruang bagi tanaman makanan lainnya. Jarak adalah tumbuhan tahunan (perennial) yang toleran terhadap musim kering panjang. Di Nicaragua pembungaannya cenderung menjadi tidak tetap (episodik) dan responsif terhadap variasi curah hujan (Aker, 1997). Curah hujan yang sesuai adalah 625 mm/tahun dengan rentang antara 300 – 2 380 mm/tahun. Curah hujan yang diperlukan termasuk sedikit di antara tanaman yang potensial sebagai bahan baku biodiesel. Curah hujan untuk kelapa sawit sebagai contoh memerlukan sekitar 2 000 - 2 500 mm per tahun (Risza, 2005). Lagi pula, jarak pagar dapat tumbuh pada periode kekeringan yang panjang (Gübjtza et al. 1999; Nyamai & Omuodo, 2007). Penyebaran jarak menurut curah hujan masih bervariasi antara lain dari 450 – 2 380 mm (Jones & Miller, 1992), antara 300 – 1 000 mm/tahun (Heller, 1996), minimal 250 mm dan pertumbuhan terbaik antara 900 – 1 200 mm (Becker & Makkar, 1999). Rata-rata suhu udara tahunan di atas 20°C dengan kisaran yang sesuai antara 20º - 28ºC (Heller, 1996; 11 – 38°C (Rivaie et al. 2006). Wilayah dengan suhu di atas 35ºC atau di bawah 15ºC akan menghambat pertumbuhan serta mengurangi kadar minyak dalam biji dan mengubah
28
komposisinya. Jarak pagar tidak tahan cuaca yang dingin dan tidak peka terhadap panjang hari (ICRAF, 2003). Jarak dapat tumbuh pada berbagai jenis tekstur dan jenis tanah, baik tanah berbatu, berpasir, maupun berlempung atau tanah liat. Selanjutnya, tanah harus memiliki draenase baik, tidak tergenang dan pH tanah 5.0 – 6.5. Defisiensi unsur hara menyebabkan pertumbuhan dan reproduksi jarak akan berhenti dan bentuk tanaman menjadi kecil (Aker, 1997), akan tetapi dapat beradaptasi di tanah yang tidak begitu subur atau tanah bergaram (Nyamai & Omuodo, 2007). 1.1.3. Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Jarak Pagar Periode perkecambahan (emergence) memerlukan waktu sekitar 10 hari. Setelah biji terpisah, radicula muncul dan empat akar samping dibentuk. Setelah daun pertama berkembang, cotyledon terangkat, jatuh, pertumbuhan menjadi sympodial. Di Thailand, penyemaian dalam bulan Mei, ketinggian sekitar 1 m dicapai dalam waktu 5 bulan (Sukarin et al. 1987). Untuk wilayah equator basah, pembungaan terjadi sepanjang tahun. Perkembangan buah memerlukan 90 hari sampai biji masak. Pertumbuhan tanaman berkaitan dengan musim hujan. Pertumbuhan vegetatif terjadi selama musim hujan dan sedikit peningkatannya pada musim kering. Bahan tanam dapat berasal dari stek cabang atau batang, maupun benih dan dimungkinkan penyediaan bibit dengan teknik kultur jaringan. Jika menggunakan stek dipilih cabang atau batang yang telah cukup berkayu. Benih dipilih dari biji yang telah cukup tua yaitu diambil dari buah yang telah masak biasanya berwarna hitam. Saat ini, di Indonesia sumber benih selain mengandalkan pengumpulkan bahan tanaman dari petani juga dari Kebun Induk Jarak Pagar (KIJP). Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan melakukan eksplorasi di 10 propinsi dan menanam hasil eksplorasi tersebut di 3 kebun induk, yaitu K.P. Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, untuk mewakili wilayah iklim sangat kering; K.P. Muktiharjo, Pati, Jawa Tengah, mewakili wilayah iklim sedang; dan K.P. Pakuwon, Sukabumi, Jawa Barat, mewakili wilayah iklim basah. Komposit tanaman yang terpilih dijadikan sebagai benih sumber,
29
sehingga diperoleh tiga populasi masing-masing IP-1A (dari Asembagus), IP1M (dari Muktiharjo) dan IP-1P (dari Pakuwon) (Puslitbangbun, 2006). Penanaman dengan jarak tanam 3.0 m x 3.0 m (populasi 1.100 pohon/ha), 2.0 m x 3.0 m (populasi 1 600 pohon/ha), 2.0 m x 2.0 m (populasi 2 500 pohon/ha) atau 1.5 m x 2.0 m (populasi 3 300 pohon/ha). Pada areal yang miring digunakan sistem kontur dengan jarak dalam barisan 1.5 m. Lubang tanam dibuat dengan ukuran 40 cm x 40 cm x 40 cm (Hambali et al. 2006). Jarak tanam yang lebar menyebabkan tanaman dapat berbuah lebih banyak, paling tidak dalam 2 tahun. Sementara itu, pada jarak tanam yang lebih rapat harus dilakukan penjarangan. Tanaman jarak pagar yang mempunyai sifat unggul agar mampu berproduksi secara maksimal disepanjang tahun pada dasarnya sangat memerlukan ketersediaan air dan nutrisi. Nutrisi dan air yang cukup pada jarak pagar akan memacu pembentukan premordia bunga dan buah secara normal sehingga tanaman jarak pagar siap dipanen setiap 4-7 hari sekali. Tanaman jarak pagar dalam lingkungan yang kering masih mampu membentuk premordia bunga dan buah secara baik walaupun jumlah kapsul yang terbentuk menurun akibat gangguan penyerbukan kurang sempurna. Tanaman jarak pagar mulai berbunga setelah umur 3 – 4 bulan, sedangkan pembentukan buah mulai pada umur 4 – 5 bulan. Pemanenan dilakukan jika buah telah masak, dicirikan kulit buah berwarna kuning dan kemudian mulai mengering. Biasanya buah masak setelah berumur 5 – 6 bulan. Tanaman jarak pagar merupakan tanaman tahunan yang dapat hidup lebih dari 20 tahun dengan pemeliharan yang optimal (Hambali et al. 2006). Panen pertama 6 – 8 bulan setelah tanam dengan produktivitas 0.5 – 1.0 ton biji kering per hektar per tahun kemudian meningkat secara gradual dan stabil sekitar 5.0 ton pada tahun ke 5 setelah tanam. Biji berwarna hitam dengan ukuran panjang 2 cm dan tebal 1 cm. Menurut Puslibangbun (2006) populasi IP1P (dari KIJP Pakuwon) yang direkomendasikan untuk daerah beriklim basah mempunyai potensi produksi sebesar 0.25-0.30 ton pada tahun pertama, 4-5 ton pada tahun kelima, dengan pemeliharaan yang optimal.
30
Hasil penelitian Balittas (Yeyen et al. 2006) menunjukkan bahwa panen buah pada tingkat 4 buah masak, memberikan hasil minyak tertinggi yaitu 30.32% untuk buah berwarna kuning dan 31.47% untuk buah hitam sedang buah pada tingkat 3 buah tua dengan kulit berwarna hijau tua dan biji berwarna hitam kandungan minyaknya hanya 20.70%. Cara pemanenan dengan memetik buah yang telah masak dengan tangan atau gunting. Apabila setiap hektar terdiri atas 2 500 tanaman jarak pagar unggul yang sudah dewasa umur 4 tahun setelah tanam dengan kondisi syarat tumbuh tanah dan iklim dan pemeliharaan yang optimal maka setiap pohon memiliki 40 cabang, setiap cabang mempunyai 3 tandan buah per tahun, setiap tandan menghasilkan 10 - 15 buah per tandan sekitar 30 - 45 biji. Dalam kondisi yang demikian, jumlah biji yang akan dihasilkan dari luasan 1 ha adalah 2 500 tanaman x 40 cabang x 3 tandan x (10 - 15) buah x 3 biji = 9 000 000 – 13 500 000 biji. Apabila 1 kg terdiri atas 2 000 biji kering maka produksi jarak pagar per hektar per tahun adalah 4.5 – 6.75 ton biji kering. Jika rendemen minyak sebesar 35 % maka setiap hektar lahan dapat diperoleh 1.6 – 2.4 ton minyak/ha/tahun (Mahmud, 2006). 1.1.4. Neraca Air dan Kebutuhan Air Tanaman Air merupakan komponen utama dalam pertumbuhan tanaman, karena berfungsi dalam berbagai proses fisiologi tanaman. Kekurangan air pada tanaman menyebabkan indeks luas daun (ILD) kecil, daun menggulung dan stomata menutup, sehingga secara fisiologis dapat menurunkan laju fotosintesis dan mobilitas unsur hara sehingga hasil akan berkurang. Untuk mencukupi kebutuhan air tanaman, maka penanaman dilakukan pada awal atau selama musim penghujan sehingga kebutuhan air bagi tanaman cukup tersedia. Bibit yang ditanam dipilih yang sehat dan cukup kuat serta tinggi bibit sekitar 25 cm dengan diameter 1 – 2.5 cm (Pranowo, 2006). Saat penanaman tanah di sekitar batang tanaman dipadatkan dan permukaannya dibuat agak cembung. Jika di dataran tinggi lebih dari 700 m dpl faktor pembatasnya radiasi matahari, maka pada dataran rendah kurang dari 700 m dpl pembatasnya
31
ketersediaan air tanah. Biasanya iklim yang lebih kering akan meningkatkan kadar minyak dalam biji. Jarak pagar memang tahan terhadap kekeringan, tetapi bukan berarti akan dapat tumbuh dan berproduksi tinggi bila kecukupan air tidak terpenuhi. Jarak pagar punya mekanisme untuk bertahan hidup pada kondisi kekurangan air dengan menggugurkan daun (stagnan) dan meminimalkan atau menghentikan aktifitas tumbuh dan berkembang dalam jangka waktu yang cukup lama, termasuk aktifitas reproduksi, akibatnya produktifitas akan turun drastis. Fenomena buah kopong pada jarak pagar akan dijumpai pada musim kemarau apabila pada fase pengisian polong terjadi kekurangan nutrisi esensial dan air (Purlani, 2007). Ini berarti perlu pengkajian yang mendalam tentang penyesuaian antara nutrisi pada kondisi lahan kering yang pengairannya tergantung pada air hujan. Produksi akan menurun sampai 37-59% bila tanaman tidak diairi hanya 1-2 kali (pengairan saat kandungan air tanah 35-50% mulai umur 120-180 hari), apabila menggunakan IP-1A, dan 17-31% pada IP-1P. Penurunan tersebut akan semakin besar dengan umur panen semakin bertambah, terutama pada musim kemarau. Penurunan hasil yang lebih rendah pada IP-1P menunjukkan bahwa komposit tersebut dapat ditanam mulai daerah yang tidak berkecukupan air (wilayah kering) sampai daerah dengan berkecukupan air (wilayah basah) (Riajaya et al. 2007). 1.1.5. Neraca Nitrogen Nitrogen merupakan unsur hara yang banyak dibutuhkan tanaman dan tanaman relatif peka terhadap kekurangan nitrogen. Bentuk nitrogen dari dalam tanah yang diserap oleh tanaman adalah nitrat (NO3-) dan amonium (NH4+) (Marschner, 1995). Bentuk nitrat biasanya yang lebih banyak diserap dibandingkan dengan amonium. Nitrat diasimilasikan ke bentuk amonium dalam tanah oleh enzim nitrat dan nitrit reduktase. Reduksi nitrat ini berlangsung pada akar dan tajuk (Dubey & Pessarakli, 1995). Beberapa penulis seperti Li (1995) dan McIntyre (1997) menjelaskan bahwa peran nitrat pada pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh
32
waktu dan metode pemupukan, kombinasi efek osmotik dalam pengambilan air dan efek hara pada sintesis protein. Weiss (2000) menjelaskan untuk menghasilkan 1 700 kg/ha biji jarak, terangkut unsur hara makro 50 kg N, 20 kg P dan 16 kg K, sedangkan untuk menghasilkan biji jarak sebanyak 2 500 kg/ha unsur hara yang diserap sekitar 80 kg N, 18 kg P, 32 kg K, 12 kg Ca, dan 10 kg Mg/ha. Jarak pagar memiliki daya adaptasi yang sangat lebar, tetapi harus dibedakan antara “berproduksi baik” dan “tumbuh baik”. Untuk mencapai produktivitas optimal sesuai potensi genetiknya, tanaman jarak juga memerlukan pupuk. Jenis dan dosis pupuk yang diperlukan disesuaikan dengan tingkat kesuburan tanah setempat. Pupuk N diberikan pada saat tanam dan umur 28 hari setelah tanam (HST), sedangkan pupuk P, K, Ca dan Mg diberikan saat tanam. Perkiraan dosis pemupukan pada tahun ke-1 adalah 2x20 gram Urea, 2x20 gram SP36, 2x30 gram KCl, dan 2x5 gram Kieserit per pohon per tahun (Hambali et al. 2006). Dosis tersebut terus meningkat setiap tahunnya. Pemberian pupuk organik disarankan untuk memperbaiki struktur tanah. Pemberian pupuk N dengan dosis 150 kg, P dengan dosis 100 kg/ha dan K dengan dosis 100 kg/ha memberikan produksi biji kering tertinggi sebesar 867 g/tanaman sedang tanaman yang tidak dilakukan pemupukan hanya memberikan produksi biji kering sebesar 546 g/tanaman. Pemupukan N dengan dosis 150 kg, P dengan dosis 100 kg/ha dan K dengan dosis 100 kg/ha memberikan berat 100 biji kering meningkat menjadi 74.32 g/100 biji dibanding dengan tanaman yang tidak dipupuk sebesar 73.65 g/100 biji kering (Puslitbangbun, 2008). Pemberian pupuk juga dapat meningkatkan kandungan minyak biji jarak, dari hasil analisis menunjukan bahwa kandungan minyak pada perlakuan pemupukan dengan Pupuk N 150 kg/ha, P 50 kg/ha dan pemupukan K dengan dosis 100 kg K tertinggi sebesar 34.63% sedang tanaman yang tidak dilakukan pemupukan hanya 29.94% (Puslitbangbun, 2008).
33
1.1. Tujuan Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk menetapkan parameter efisiensi penggunaan radiasi surya jarak pagar, kemudian menggunakannya untuk model simulasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman bersama-sama dengan parameter ketersediaan air dan nitrogen.
1.2. Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah pemodelan yang berbasis parameter efisiensi penggunaan radiasi surya, ketersediaan air dan nitrogen dapat menyimulasikan pertumbuhan dan produksi biji jarak pagar.
1.3. Manfaat Penelitian Manfaat model ini adalah menilai potensi besaran produksi biji suatu wilayah dalam pengembangan jarak pagar berdasarkan data cuaca historis atau bangkitan (generate) serta tindak agronomis yang akan diterapkan.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian Penanaman jarak pagar dianjurkan untuk lahan marginal dan kebutuhan airnya relatif sedikit, oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada pemanfaatan air hujan di lahan kering untuk produksi tanaman jarak. Menurut Sukarin et al. (1987) dan Aker (1997) variabilitas iklim curah hujan mengendalikan penggunaan air pada kondisi air yang terbatas dalam produksi jarak pagar. Jarak pagar merupakan tanaman yang dapat menyimpan air pada daun dan akarnya selama musim kering (Prihandana & Hendroko, 2007) dan termasuk tanaman succulent yang daunnya menutup di musim kering, jadi tanaman ini memiliki adaptasi yang sangat baik dan luas di wilayah-wilayah kering dan semi kering (Heller, 1996). Namun, kekeringan dapat membatasi nitrogen (N) yang dapat diserap tanaman, melalui pengurangan laju mineralisasi N. Hujan yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kehilangan N dari tanah melalui pencucian dan denitrifiksasi. Pada tanah alkalin tinggi, N dapat hilang karena volatisasi
34
(Matthews, 2002). Variabilitas iklim juga mempengaruhi efisiensi penggunaan radiasi (RUE) dan pengaruh defisit air tanah dapat dihubungkan secara langsung dengan RUE, pertumbuhan tanaman dan hasil (Demetriades-Shah et al. 1992; Arkebauer et al. 1994). RUE juga bervariasi menurut umur dan nitrogen daun spesifik (SLN) (Muchow & Davis, 1988; Sinclair & Horie, 1989). Tanaman jarak memerlukan nitrogen dalam jumlah besar dibandingkan dengan unsur hara lainnya. Komponen minyak jarak pagar yang terbesar adalah trigliserida yang mengandung asam lemak oleat dan linoleat yang melibatkan banyak nitrogen. Ketersediaan nitrogen tergantung pada perubahan antara bahan organik dan ketersediaan, ini penentu utama dari vigor tanaman dan karena dari permintaan dan penggunaan air. Dalam variabilitas suplai air, peningkatan tingkat suplai nitrogen dapat berakibat positif atau negatif pada hasil (Taylor et al. 1988). Tanaman tergantung pada pelepasan nitrogen dari dekomposisi bahan organik untuk menyediakan mineral nitrogen yang dapat diambil dari dalam tanah (Seligman et al. 1986). Dalam
keperluan
praktis,
permasalahan
yang
muncul
adalah
menyesuaikan suplai nitrogen dengan curah hujan dan terhadap hasil potensial. Ini berarti, tanaman tidak dapat merespon terhadap suplai nitrogen cukup kalau kebasahan melebihi dari kondisi iklim normal. Dalam kondisi iklim kering yang melebihi dari kondisi iklim normal, keperluan nitrogen rendah, dan pada tingkat tinggi dapat menekan hasil pada kondisi air terbatas. Situasi ini muncul karena nitrogen menstimulasi pertumbuhan awal dan meningkatkan penggunaan air selama fase vegetatif sehingga air tidak cukup pada saat pengisian biji (Storrier, 1962). Tanaman jarak pagar dikenal sebagai tanaman yang rakus unsur hara, dengan demikian setelah panen raya perlu diberikan pemupukan dengan dosis yang sesuai untuk menggantikan hara yang telah digunakan. Air yang merupakan media transportasi nutrisi dari tanah ke seluruh organ tanaman, juga merupakan faktor penentu pada pengisian biji. Kekurangan transportasi nutrisi (P dan K) karena kekurangan air pada saat proses pengisian biji diduga akan menghasilkan biji yang kopong (unfilled seeds) (Heliyanto, 2007; Purlani, 2007).
35
Biomassa yang dihasikan menurut prinsip fisiologi tanaman adalah proposional dengan akumulasi radiasi yang diintersepsi oleh tanaman dan juga proposional dengan sejumlah air yang ditranspirasikan selama periode pertumbuhan tanaman (Purcell, 2006). Oleh karena itu, dalam laporan ini sistematika dibagi secara bertahap dalam beberapa sub judul dengan maksud memberikan keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian berikutnya. Bagian 1 memberikan gambaran umum penelitian secara keseluruhan dan juga dijelaskan tentang tujuan, hipotesis, manfaat, dan ruang lingkup penelitian. Bagian 2 menjelaskan hubungan antara biomassa dengan akumulasi radiasi surya yang diintersepsi tanaman yang diistilahkan sebagai efisiensi penggunaan radiasi (RUE). Selain itu juga dijelaskan hasil penelitian tentang fase perkembangan tanaman, kandungan air tanah, neraca air, nitrogen tanah, dan keragaan tanaman jarak pagar yang ditanam pada lahan kering tadah hujan di bawah kondisi pemupukan nitrogen dan kerapatan populasi. Bagian 3 menjelaskan hubungan antara biomassa dengan penggunaan air oleh tanaman yang diistilahkan sebagai efisiensi penggunaan air (WUE). Dalam bagian ini juga diberikan hasil penelitian lainnya seperti kandungan air tanaman, nitrogen tanah dan keragaan tanaman jarak pagar yang juga ditanam pada lahan kering tadah hujan di bawah kondisi pemupukan nitrogen dan kerapatan populasi. Bagian 4 menfokuskan pada tahapan rinci penyusunan model. Model yang dibangun berdasarkan model mekanistik sehingga dapat menjelaskan perubahan proses dari waktu ke waktu dalam sistem yang dimodelkan sesuai dengan perubahan waktu. Dalam bagian ini juga dijelaskan pemanfaatan data percobaan pertama yang telah dibahas pada bagian 2 untuk parameterisasi dan kalibrasi model. Setelah itu juga dijelaskan pemanfaatan data percobaan kedua yang dibahas pada bagian 3 untuk keperluan validasi model. Kemudian pada bagian ini juga didemonstrasikan aplikasi model untuk pemahaman proses, prediksi dan pengambilan keputusan dengan beberapa skenario sebagai masukan model mulai dari tindak agronomis pemupukan, pengaruh pengurangan radiasi surya sampai pada dampak perubahan iklim terhadap produksi jarak pagar.