1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Selama ini, kegiatan pengawasan kapal perikanan dilakukan di darat dan di laut. Pengawasan langsung di laut terhadap kapal-kapal yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal patroli, baik yang dimiliki Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) maupun bekerjasama dengan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL), dan Polisi Air. Pengawasan di darat yaitu di pelabuhan pangkalan dilakukan oleh petugas pengawas perikanan. Pengawasan kapal perikanan di pelabuhan pangkalan dimulai pada tahun 1994, yaitu dengan dikeluarkannya Surat Keputusan (SK) Dirjen Perikanan Nomor 320 tahun 1994 tentang Penunjukkan Petugas Pengawas Kapal Ikan dan Nomor 420 tahun 1994 tentang Petunjuk Operasional bagi Pengawas Kapal Ikan, selanjutnya diperkuat dan disempurnakan dengan SK Menteri Pertanian Nomor 996 tahun 1999 perihal yang sama. Sejalan dengan perkembangan kebijakan negara Indonesia pada tahun 2000, terbentuk Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan yang salah satu tugas pokok dan fungsi di dalamnya adalah Direktur Jenderal Pengawasan dan Perlindungan yang mempunyai tugas dan fungsi pengawasan kapal perikanan. Sebagai dasar pelaksanaan petugas pengawas perikanan di lapangan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 44/MEN/2001 tentang Pengalihan Pembinaan Teknis Pengawas Perikanan dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap kepada Direktorat Jenderal Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Selanjutnya tahun 2002 dilakukan penyempurnaan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 996 tahun 1999 tentang petunjuk Pelaksanaan Pengawasan Sumberdaya Ikan menjadi Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.02/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan dan Nomor : KEP. 03/MEN/2002 tentang Log Book Penangkapan dan Pengangkutan Ikan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan Surat Keputusan Dirjen Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Nomor : KEP.10/DJ-PSDKP/V/2004 tentang Pedoman Tata Cara Pengisian Log Book Perikanan dan Lembar Laik Operasional Kapal Perikanan.
Beberapa kebijakan tersebut dikeluarkan dengan tujuan sebagai langkah untuk mengurangi pelanggaran yang terjadi di lapangan, sehingga pelaksanaan pengawasan dapat optimal terutama pengawasan terhadap kapal perikanan di pelabuhan pangkalan. Pada umumnya kegiatan penangkapan dimulai dari pelabuhan pangkalan sebagai pusat dimulainya aktivitas kegiatan bagi kapal perikanan yang meliputi pengisian bahan bakar minyak, perbekalan logistik, pendaratan hasil tangkapan, pergantian ABK dan sebagainya. Pengawasan terhadap kapal perikanan dilakukan di pelabuhan pangkalan diharapkan mampu mencegah terjadinya pelanggaran atau kejahatan di bidang perikanan melalui kegiatan pemeriksaan dokumen perizinan, pemeriksaan fisik kapal di lapangan dan alat tangkap serta ikan hasil tangkapan yang dituangkan dalam bentuk surat laik operasi (SLO) sebagai dasar persyaratan penerbitan surat izin berlayar (SIB) dan laporan penangkapan atau Log Book Perikanan (LBP) pada saat melakukan operasi penangkapan ikan di laut wajib diisi dengan benar oleh nakhoda, selanjutnya diserahkan kepada pengawas perikanan pada saat mendarat kembali ke pelabuhan pangkalan. Data dan informasi dari proses pengawasan kapal perikanan selanjutnya dianalisis dan apabila ditemukan adanya indikasi terjadi pelanggaran perikanan dilakukan penyidikan. Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta adalah salah satu pelabuhan terbesar di Indonesia yang termasuk pelabuhan tipe A. Pelabuhan ini merupakan salah satu pelabuhan perikanan yang berskala industri, yaitu industri penangkapan ikan yang mempunyai fasilitas yang lengkap sebagai ujung tombak dalam mengadakan aktivitas penangkapan ikan. Disamping itu pelabuhan ini merupakan pelabuhan pangkalan bagi kapal perikanan dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan sesuai dengan perizinan yang dimilikinya. Sebagai pelabuhan yang strategis dan mempunyai fasilitas yang lengkap, jumlah kapal yang berpangkalan cenderung lebih banyak dibanding dengan pelabuhan yang tidak strategis dan tidak mempunyai fasilitas yang lengkap. Dilain pihak dengan banyaknya jumlah kapal yang berpangkalan akan mendorong terjadinya upayaupaya pelanggaran di bidang perikanan.
2
Menurut data base Ditjen Perikanan Tangkap 2004, bahwa kapal perikanan yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) berjumlah 1.769 unit (sampai dengan Nopember 2004) yang sebagian besar menggunakan alat tangkap long line dengan intensitas keluar masuk kapal di pelabuhan tersebut sekitar 15 kapal perhari. Hal ini diperlukan suatu kinerja pengawas perikanan dalam menerapkan mekanisme kerja pengawasan secara normatif (sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku) agar dapat mencegah terjadinya pelanggaran dan kejahatan perikanan. Namun pada kenyataannya pengawas perikanan belum melakukan pemeriksaan kapal perikanan secara optimal terhadap keluar masuknya kapal perikanan di PPSNZJ, sehingga belum terlihat tingkat ketaatan kapal perikanan terhadap kewajiban sesuai dengan peraturan yang berlaku. Hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menentukan tingkat kinerja pengawas terutama keterbatasan faktor internal dan eksternal. Diantaranya, faktor kecakapan, pengalaman, kemampuan dalam memeriksa kapal perikanan, dan jumlah pengawas yang tidak sebanding dengan jumlah kapal serta lemahnya dukungan hukum, kelembagaan, biaya, sarana prasarana, dan anggaran biaya. Melihat kenyataan di lapangan, bahwa kapal perikanan yang berpangkalan di PPSNZJ cukup banyak dan kinerja pengawas perikanan yang belum optimal, maka tidak menutup kemungkinan pengawas perikanan hanya sebagian melaksanakan tugasnya dan tidak dilakukan pemeriksaan secara keseluruhan, baik dari segi perizinan maupun fisik kapal. Kondisi ini mampu membuka peluangpeluang terjadinya pelanggaran di bidang perikanan, terutama kapal-kapal asing yang masuk ke pelabuhan tanpa melalui prosedur yang berlaku dan tidak menyerahkan dokumen perizinannya serta laporan perjalanan (Log Book Perikanan). Dengan demikian perlu dilakukan suatu analisis kinerja pengawas perikanan dalam melakukan pengawasan terhadap kapal perikanan yang berpangkalan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta dengan harapan dapat mencegah terjadinya pelanggaran di bidang perikanan yang pada akhirnya akan terwujud kelestarian sumberdaya ikan.
3
1.2 Perumusan Permasalahan Pengawas perikanan dalam melaksanakan pengawasan kapal perikanan dimulai sejak kapal menyampaikan laporan kedatangan atau keberangkatan kapal di pelabuhan dengan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap dokumen perizinan kapal perikanan, fisik kapal perikanan, alat penangkapan ikan, peralatan kapal, komposisi ABK, kegiatan dan hasil penangkapan dan atau pengangkutan, ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan atau pelabuhan lapor, penerapan Log Book Perikanan (LBP) dan surat Laik Operasi (SLO) kapal perikanan, penerapan Vessel Monitoring System (VMS). Hal tersebut mempunyai tujuan untuk memastikan bahwa setiap kapal perikanan yang masuk pelabuhan dan membongkar hasil tangkapannya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan telah sesuai dengan ketentuan dan perizinan yang dimilikinya. Disamping itu memastikan bahwa setiap kapal perikanan yang akan keluar pelabuhan untuk melakukan operasi penangkapan ikan telah laik tangkap dan secara teknis adminstrasi telah memenuhi syarat untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Keberhasilan pelaksanaan pengawasan ditentukan oleh tingkat kinerja pengawas perikanan yang merupakan ujung tombak dalam operasional di lapangan. Berdasarkan laporan tahunan pengawasan Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta 2005, data jumlah kapal yang dilakukan pemeriksaan oleh pengawas perikanan selama kurun waktu tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah kapal yang masuk dan keluar PPSNZJ berdasarkan jenis alat tangkap tahun 2005 ALAT TANGKAP
JUMLAH KAPAL (Unit) MASUK 1.606 180 90 63 183 9 2 2.133
Long line Purse seine Gill net Bouke ami Kapal angkut Kapal ekspor Kapal riset JUMLAH
KELUAR
Sumber : Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta, 2006
4
1.635 289 115 133 213 8 2 2.395
Berdasarkan
hasil
pemeriksaan
ditemukan
pelanggaran
terhadap
ketidaksesuaian izin pangkalan sebanyak 102 kapal dengan jenis kapal angkut sebanyak 27 unit, purse seine 37 unit, bouke ami 24 unit, gill net 10 unit dan long line 4 unit kapal. Disamping itu ditemukan juga pelanggaran mengenai kelengkapan Tanda Pelunasan Pungutan Perikanan (TPPP) yang belum melunasi kewajiban membayar Pungutan Perikanan sebanyak 115 kapal. Ditjen PSDKP (2005) mengemukakan bahwa pelanggaran yang terjadi di lapangan sebagian besar memanipulasi ukuran kapal, nama, nomor mesin dan sebagainya terkait fisik kapal, yang merupakan tahap pertama untuk melakukan illegal fishing. Hal ini mengindikasikan bahwa pengawas perikanan di PPSNZJ umumnya hanya melakukan pemeriksaan dokumen perizinan tanpa melakukan pemeriksaan fisik kapal secara optimal. Pelanggaran bersifat administratif seharusnya dapat diangkat sebagai tindak pidana perikanan. Namun pengawas perikanan di PPSNZJ masih dihadapkan pada beberapa permasalahan yang dapat menghambat dalam melaksanakan tugasnya, baik berupa faktor internal maupun eksternal. Beberapa permasalahan faktor internal pengawas perikanan meliputi : 1) Kemampuan
pemeriksaan
dokumen
perizinan
dan
sebagainya
yang
berpengaruh pada ketepatan membedakan keabsahan atau ketidakabsahan serta laik tidaknya kapal perikanan dalam melakukan operasional pemanfaatan sumberdaya perikanan. 2) Kecakapan pengawas perikanan dalam penguasaan bidang pengetahuan dan bidang hukum akan berpengaruh pada penindakan dalam mengambil suatu keputusan hasil pemeriksaan kapal perikanan dan jenis pelanggaran terhadap kewajiban peraturan yang berlaku. 3) Kecepatan dalam kaitannya waktu yang diperlukan untuk pemeriksaan kapal perikanan terhadap ketentuan ketaatan yang harus dipenuhi oleh kapal perikanan sesuai yang berlaku. 4) Kualitas
hasil
pemeriksaan
yang
memungkinkan
peluang
terjadinya
pelanggaran perikanan dan tidak memberikan manfaat terhadap operasional pengawasan. 5) Kesungguhan dalam pemeriksaan kapal perikanan menimbulkan praktek kolusi antara pengawas atau oknum dengan pihak pemanfaat sumberdaya ikan dan hanya berorientasi formalitas legalitas. 5
1) 2) 3)
4) 5)
Beberapa permasalahan faktor eksternal pengawas perikanan meliputi : Ketersediaan anggaran biaya yang mampu menumbuhkan motivasi para pengawas untuk melaksanakan tugas dan fungsinya lebih efektif Sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan pengawasan kapal perikanan yang berpengaruh terhadap efektivitas pengawasan Hukum dan kelembagaan dalam penugasan pengawas perikanan sangat berpengaruh terhadap kewenangan yang dimiliki dalam pelaksanaan pengawasan Jumlah pengawas dibandingkan dengan jumlah kapal yang akan berpengaruh terhadap sistem pelayanan pengawasan yang dilakukan. Dukungan stakeholder dan instansi terkait
Sehubungan dengan permasalahan tersebut di atas, perlu adanya suatu analisis kinerja pengawas perikanan dalam melaksanakan pengawasan kapal perikanan. Hal ini diharapkan dapat memecahkan pola pengawasan di PPSNZJ yang sesuai dan optimal, sehingga akan terwujud ketertiban usaha yang berdampak pada penurunan pelanggaran. 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengoptimalkan pengawasan sumberdaya kelautan dan perikanan, sehingga diharapkan tingkat pelanggaran yang terjadi dapat menurun dan kerugian negara dapat tercegah. Lebih khusus tujuan penilitan ini adalah : 1) Mengevaluasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kinerja pengawas; 2) Mengetahui tingkat kinerja pengawas perikanan dan menentukan cara meningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan praktis maupun akademis sebagai berikut : 1) Bagi kepentingan akademis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti lain tetapi dengan karakteristik dan kondisi sosial ekonomi yang berbeda; 2) Bagi kepentingan praktis, penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi instansi terkait dalam rangka menyusun keputusan pengawas perikanan dalam pembentukan kelembagaan pengawasan; 3) Bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), diharapkan ada jalan keluar cara pengawasan yang optimal di PPSNZJ, yang nantinya cara tersebut dapat diterapkan di pelabuhan perikanan lainnya. 6
1.5 Kerangka Pemikiran Berdasarkan pasal 66 Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa pengawasan perikanan dilakukan oleh Pengawas Perikanan yang bertugas untuk mengawasi tertib pelaksanaan perundangundangan di bidang perikanan. Kegiatan operasional pengawasan diterapkan melalui
konsep
dikembangkan
Monitoring, oleh
Controling
Departemen
dan
Kelautan
Surveilance
dan
(MCS)
yang
Salah
satu
Perikanan.
pengembangan konsep MCS tersebut dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/MEN/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan, Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/03/MEN/2002 tentang Log Book Penangkapan dan Pengangkutan Ikan, dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/29/MEN/2003 tentang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan. Pengawas Perikanan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya diharapkan mengacu pada Standar Operasi dan Prosedur (SOP) Pengawasan kapal perikanan agar operasional pengawasan di lapangan dapat dilaksanakan seoptimal mungkin. Untuk maksud tersebut dikeluarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Nomor KEP/06/DJ-PSDKP/IV/2004 tentang Standar Operasional dan Prosedur Pengawasan Penangkapan dan atau Pengangkutan Ikan. Adapun ruang lingkup standar operasional prosedur tersebut meliputi : 1) Pemeriksaan dokumen perizinan kapal perikanan; 2) Pemeriksaan fisik kapal perikanan; 3) Pemeriksaan alat penangkapan ikan; 4) Pemeriksaan alat bantu penangkapan ikan; 5) Pemeriksaan peralatan lainnya; 6) Pemeriksaan jumlah dan komposisi ABK asing; 7) Pemeriksaan kegiatan dan hasil penangkapan dan pengangkutan ikan; 8) Ketaatan di pelabuhan pangkalan, bongkar muat dan/atau pelabuhan lapor; 9) Pengawasan jalur penangkapan ikan; 10) Pemeriksaan daerah operasi penangkapan dan pengangkutan ikan; 11) Pengawasan penerapan LBP dan SLO kapal perikanan; 12) Pengawasan penerapan Vessel Monitoring System (VMS).
7
Pada kenyataannya pengawas perikanan dalam melaksanakan tugasnya belum dapat optimal sebagaimana diamanatkan oleh SOP tersebut. Hasil pengawasan yang belum optimal sangat dipengaruhi oleh tingkat kinerja pengawas terutama keterbatasan faktor internal dan eksternal, yang meliputi aspek-aspek yang terkait dengan faktor kecakapan, pengalaman, kemampuan dalam memeriksa kapal perikanan, dan jumlah pengawas yang tidak sebanding dengan jumlah kapal serta lemahnya dukungan hukum, kelembagaan, biaya, sarana prasarana, dan anggaran biaya. Oleh karena itu perlu adanya suatu analisis kinerja pengawas perikanan dalam melakukan kegiatan pengawasan kapal perikanan untuk mengetahui seberapa jauh mekanisme kerja pengawasan kapal ikan secara empiris dapat mencapai tingkat kinerja pengawas perikanan dalam mencapai tujuan pengawasan yang dilakukan di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta. Analisis mengenai tingkat kinerja pengawas perikanan dapat dilakukan dengan cara analisis deskriptif dan penghitungan rata-rata bobot nilai setiap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas yang sudah ditentukan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas di bagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Setiap faktor tersebut terdiri dari beberapa subfaktor, dimana setiap subfaktor tersebut diberi bobot nilai yang akan mencerminkan bobot nilai dari faktor tersebut. Bobot nilai tersebut adalah: 1 = tidak baik; 2 = kurang baik; 3 = cukup baik; 4 = baik; 5 = sangat baik. Ratarata yang didapat akan menunjukkan tingkat kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ, yaitu tidak baik, kurang baik, cukup baik, baik, dan sangat baik. Antara faktor internal dan eksternal kemungkinan terdapat korelasi atau hubungan yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ. Hubungan atau korelasi antara faktor yang berpengaruh terhadap kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ dapat diketahui dengan menggunakan metode rank spearman. Metode ini mampu memperlihatkan seberapa besar hubungan keduanya dalam mempengaruhi kineja pengawas perikanan. Peningkatkan kinerja pengawas kapal perikanan di PPSNZJ dianalisis dengan mentode Proses Hierarki Analitik (PHA). Analisis ini dipakai karena sifatnya yang dapat menyederhanakan permasalahan yang kompleks dengan cara membaginya ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil. Dari PHA ini akan diperoleh prioritas program kerja untuk meningkatkan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ. 8
1.6 Hipotesis Kinerja pengawas perikanan dapat mempengaruhi terhadap tingkat pelanggaran oleh kapal perikanan. Diharapkan kinerja pengawas perikanan di PPSNZJ bisa optimal, sehingga pelanggaran oleh kapal perikanan dapat dihindari. Pengelolaan Potensi SDI
Peraturan atau Perundangan
Perizinan Perikanan Pengawasan (MSC) Penegakan Hukum
Ruang Lingkup Pengawasan Standar Operasional dan Prosedur (SOP)
Aktivitas Pengawasan Kapal Perikanan Secara Empiris
Pengawasan Perikanan secara Non Aktif
Faktor-Faktor Kinerja Pengawas (Internal dan Eksternal)
Kinerja Pengawas Optimal
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.
9