1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bambu merupakan tanaman dari famili rerumputan (Graminae) yang banyak dijumpai dalam kehidupan manusia, termasuk di Indonesia. Secara tradisional bambu dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti bahan bangunan, alat-alat rumah tangga dan kerajinan tangan; sementara bambu yang muda (rebung) dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Bambu sebagai bahan bangunan, banyak dipakai di daerah pedesaan. Penggunaannya antara lain sebagai kolom, kuda-kuda, balok dan rangka atap, juga rangka jembatan. Teknologi yang digunakan adalah pengalaman turun temurun. Mereka mempelajari teknologi tersebut dengan cara melihat, mengamati dan menerapkan pada bangunan yang dibuatnya. Karena bambu pada umumnya digunakan untuk rumah-rumah sederhana di pedesaan, maka timbul opini masyarakat yang menghubungkan bambu dengan kemiskinan, bahkan di India bambu disebut sebagai ‘kayu untuk orang miskin’ (Frick, 2004). Oleh karena itu, orang enggan tinggal di rumah bambu. Di lain pihak, karena keindahannya banyak dibangun vila dan rumah makan yang mengekpose keindahan konstruksi bambu untuk menarik wisatawan terutama wisatawan mancanegara. Hal ini bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara tropis lain, seperti di Kepulauan Hawai di USA; Pulau Hainan di Cina dan di Vietnam (Bambu Living Resort, 2005). Penggunaan bambu sebagai bahan bangunan selama ini sangat kurang dukungan penelitian ilmiah untuk diaplikasikan. Sementara pada saat ini terjadi krisis persediaan kayu, sehingga diharapkan bambu dapat memasuki pasar bahan bangunan menggantikan kayu sebagai bahan bangunan alternatif. Bambu dan produk berbahan bambu seharusnya dapat ditingkatkan sehingga setara dengan bahan bangunan lain. Berbeda dengan kayu yang baru siap ditebang dengan kualitas baik, setelah berumur lebih dari tiga puluh tahun, bambu sebagai bahan bangunan dapat diperoleh pada umur 3 – 5 tahun (Morisco, 2005). Untuk itu, diperlukan penelitian dan pengembangan agar pemanfaatannya menjadi optimal. Di dunia diperkirakan ada sekitar 1200 jenis bambu. Menurut Widjaja (2001) di Indonesia, jenis bambu yang sudah terdata ada 143 jenis, 60 jenis diantaranya tumbuh di Pulau Jawa. Ada beberapa jenis bambu yang biasa digunakan untuk konstruksi diantaranya: bambu
tali (Gigantochloa apus Kurz), bambu petung (Dendrocalamus asper), bambu hitam (Gigantochloa atroviolacea Widjaya), bambu gombong (Gigantochloa pseudoarundinacea Widjaya) dan bambu duri (Bambusa blumeana Schultes). Dari jenis-jenis tersebut, bambu yang mudah didapat adalah bambu tali. Selain di Pulau Jawa, bambu tali juga ditemukan di Sumatera Selatan, Sulawesi Tengah dan Kalimantan Tengah. Bambu tali banyak digunakan untuk bahan bangunan, seperti untuk dinding (anyaman), lantai, langit-langit dan rangka atap. Menurut penelitian Sulthoni (1988) dalam Morisco (2006), bambu tali tidak mudah diserang bubuk sekalipun tidak diawetkan, karena tidak banyak mengandung zat pati. Bentuk bambu yang berupa tabung dengan sekat-sekat yang disebut buku, mempunyai sifat mekanis yang khusus, dimana kekuatan pada daerah buku dan ruas berbeda. Kuat tarik bambu setara dengan kuat tarik baja, sementara kuat geser sejajar seratnya rendah, sehingga mudah pecah. Oleh karena itu, buluh bambu cocok jika digunakan untuk konstruksi rangka batang (Dewi, 2005). Kendala dalam pemanfaatan buluh bambu adalah membuat model sambungan bambu yang cukup kokoh terutama agar dapat menerima tarik;
padahal
pemanfaatan bambu dalam bentuk buluh, mempunyai nilai tambah, yaitu faktor estetika. Salah satu bentuk konstruksi adalah konstruksi rangka batang (truss). Pada konstruksi ini, komponen-komponen batang dihubungkan secara sendi, sehingga beban yang bekerja pada batang hanya gaya aksial tekan dan tarik. Saat ini konstruksi rangka batang, tidak hanya dalam bentuk bidang, seperti kuda-kuda, tetapi telah berkembang rangka batang ruang (space truss) seperti pada Gambar 1.1. Selama ini konstruksi rangka batang ruang dibuat dari bahan logam dalam bentuk pipa, baik pipa baja, ataupun stainless. Berdasarkan bentuk dan kekuatannya, diharapkan bambu dapat menjadi bahan pengganti pipa yang selama ini banyak digunakan. Jika konstruksi rangka batang ruang dapat dibuat dari bambu, maka faktor estetika menjadi nilai tambah, tanpa meninggalkan faktor kekuatan. Selain itu buluh bambu yang kelurusannya terbatas dapat dioptimalkan pemakaiannya, karena pada konstruksi rangka batang ruang, dipergunakan komponen-komponen yang relatif pendek, jika dibandingkan dengan bentangnya. Dalam konstruksi rangka batang ruang ada dua unsur utama, yaitu komponen batang yang menahan beban tarik atau tekan, serta alat sambung yang berfungsi untuk menggabungkan beberapa komponen sedemikian rupa hingga gaya-gaya batang yang timbul dapat berpotongan pada satu titik yang biasa disebut titik buhul. 2
Gambar 1.1. Konstruksi rangka batang ruang Selama ini rangka batang ruang pada umumnya dibuat dari bahan pipa logam, baik besi, baja maupun aluminium dimana ada beberapa alternatif sambungan titik buhul mulai dari sistim las, sambungan pelat dengan baut, serta sambungan bola (ball joint). Mengingat sambungan pada ujung-ujung komponen batang merupakan sambungan sendi, pada umumnya digunakan alat sambung berupa baut. Dengan sambungan ini, konstruksi rangka menjadi konstruksi prefabrikasi yang dapat dibongkar pasang (knock-down). 1.2. Identifikasi Masalah Dalam rangka pemanfaatan bambu tali sebagai komponen pada konstruksi rangka batang ruang, maka perlu diketahui sifat fisik dan mekaniknya sebagai dasar dalam perhitungan kekuatannya. Selama ini sudah banyak penelitian mengenai sifat fisik dan mekanik bambu, termasuk bambu tali, tetapi penelitian tersebut dilakukan dengan mengacu pada standar pengujian kayu yang dimodifikasi. Sementara saat ini sudah ada standar pengujian khusus untuk bambu yaitu ISO 22157-2004, tentang petunjuk pengujian sifat fisik dan mekanik bambu. Dalam pemanfaatan bambu sebagai komponen rangka batang ruang, maka beban yang akan diterima adalah beban tarik dan beban tekan. Dalam menerima gaya tekan, bambu sebagai batang yang langsing perlu diketahui perilakunya menghindari bahaya tekuk.
3
Pemanfaatan bambu untuk konstruksi rangka batang ruang harus juga memperhatikan beberapa kendala seperti kelurusan bambu yang terbatas, bentuk bambu yang mendekati bentuk tabung tirus (taper) dengan diameter yang tidak seragam serta adanya buku yang jaraknya bervariasi. Walaupun begitu bambu sebagai bahan bangunan mempunyai beberapa kelebihan, seperti: nilai estika, kuat tariknya yang cukup tinggi, massa jenis yang kecil dan momen inersianya cukup tinggi. Oleh karena itu, perlu dipelajari cara memanfaatkan bambu untuk konstruksi rangka batang ruang termasuk merencanakan sambungan, sehingga setiap komponen rangka batang ruang dapat menahan beban tarik maupun tekan yang timbul. Selain itu panjang komponen, diameter komponen dan diameter alat sambung serta dimensi sambungan yang akan digunakan harus direncanakan dengan memperhatikan kekuatannya dalam menerima gaya-gaya batang yang timbul. 1.3. Perumusan Masalah Dari beberapa masalah yang ada, penelitian ini dibatasi pada tata cara penggunaan bambu sebagai komponen rangka batang ruang dengan menggunakan alat sambung baut yang dapat menahan beban tarik dan tekan. Untuk menganalisa kelayakan penggunaan buluh bambu sebagai komponen pada konstruksi rangka batang ruang, maka
dirancang beberapa model rangka batang ruang.
Dengan program analisa struktur, model-model tersebut dianalisa untuk mendapatkan besarnya gaya-gaya batang yang timbul. Besar gaya-gaya batang tersebut kemudian dibandingkan dengan kekuatan komponen. Adapun pembagian cakupan penelitian dan tahaptahap pelaksanaannya ditunjukkan dalam diagram alir (flow chart) pada Gambar 1.2. 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan utama penelitian ini untuk mempelajari dan memberikan informasi teknis tentang penggunaan bambu tali sebagai komponen rangka batang ruang sederhana untuk struktur rangka atap. Ukuran rangka batang ruang dibatasi sampai ukuran 4 m x 4 m dengan 4 tumpuan serta 3 m x 4 m dengan tumpuan pada satu bidang. 1.5. Manfaat Penelitian Secara umum, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah dalam pemanfaatan buluh bambu tali sebagai bahan konstruksi pada umumnya dan konstruksi rangka 4
PERUMUSAN MASALAH Pemanfaatan Buluh bambu Tali sebagai komponen pada Konstruksi rangka Batang Ruang Studi Pustaka : -Sifat fisik dan mekanik bambu - model-model sambungan bambu - perhitungan rangka batang ruang
PENELITIAN SIFAT DASAR Bambu Tali > 3 tahun : - pemilahan berdasarkan diameter - pengeringan
Penelitian 1
Pengukuran Sifat fisik dan Mekanik Bambu Tali (Kerapatan, σtr max , σtk max, dan τ )
Analisa Perilaku Tekuk Bambu Tali
Penelitian 2
ANALISA STRUKTUR PERANCANGAN SAMBUNGAN Perenc beberapa model rangka ruang Analisa struktur dgn Program Analisa Struktur Evaluasi gaya-gaya batang terhadap kekuatan komponen
Penelitian 5
• • • • •
Identifikasi kebutuhan Analisa masalah Perancangan konsep Perancangan detail Analisa kekuatan
Penelitian 3
ANALISA KEKUATAN KOMPONEN • Perhitungan kekuatan komponen • Pembuatan komponen • Uji Kekuatan Sambungan
Penelitian 4
INFORMASI TEKNIS PENGGUNAAN BAMBU UNTUK RANGKA BATANG RUANG
Gambar 1.2. Diagram Alir Penelitian
5
batang ruang pada khususnya, yang memenuhi syarat fungsi, kekuatan dan keamanan tanpa meninggalkan faktor estetika. Secara khusus, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada masyarakat untuk : 1. Memanfaatkan bambu sebagai bahan bangunan alternatif untuk konstruksi rangka batang ruang sederhana yang estetis, seperti pergola, entrance, gazebo atau carport. Hal ini, karena selain ringan, juga dapat dilaksanakan secara prefabrikasi, sehingga memudahkan pemasangannya serta dapat dipindahkan jika perlu. 2. Pemanfaatan bambu sebagai komponen konstruksi rangka batang ruang, dengan kekuatan yang optimal sesuai dengan beban yang direncanakan.
1.6. Novelty Penelitian Selama ini pemanfaatan bambu belum dilengkapi dengan data mengenai perilaku tekuk bambu. Penelitian terhadap perilaku tekuk bambu tali memberikan gambaran tentang hubungan tegangan tekuk dengan kelangsingan batang dalam bentuk persamaan logaritma serta memberikan informasi mengenai pola-pola tekuk yang mungkin terjadi, jika tegangan kritisnya dilampaui. Perancangan detail sambungan dilakukan dengan penggunaan dua buah ring sebagai perantara untuk meratakan gaya yang bekerja, baik gaya tarik, maupun gaya tekan. Dimensi sambungan dapat
dianalisa secara mekanika sesuai dengan besarnya gaya batang yang
bekerja. Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian aplikatif dengan menggunakan bambu tali (Gigantochloa apus Kurz) berdiameter sekitar 4 cm dan sekitar 6 cm untuk konstruksi rangka batang ruang dalam bentuk-bentuk modul struktur rangka atap yang spesifik dengan panjang komponen 1 m dan 1,25 m yang selama ini belum pernah dilakukan.
6