1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Intensifikasi pertanian di lahan yang selama ini digunakan untuk pertanian
tradisional, ladang berpindah atau bentuk pertanian extensif lainnya membutuhkan pengetahuan yang cukup mengenai sifat- sifat tanah (fisik, kimia, biologi) serta faktor – faktor lahan lain yang diperlukan. Dengan demikian penggunaan lahan yang tepat adalah langkah pertama dalam praktek pertanian modern, penerapan teknik konservasi tanah dan air yang memadai, dan perencanaan penggunaan lahan yang baik. Penggunaan lahan yang tepat adalah langkah pertama dalam praktek pertanian modern, penerapan teknik konservasi tanah dan air yang memadai dan perencanaan penggunaan lahan/tata ruang yang baik. Penggunaan lahan yang tepat adalah salah satu bagian dari konservasi tanah dan air yang merupakan penempatan setiap bidang tanah pada penggunaan yang sesuai dengan kemampuannya dan memperlakukannya sesuai syarat – syarat yang diperlukan, sehingga tanah tersebut tidak rusak dan dapat menjamin produktivitas yang tinggi secara lestari. (Sinukaban, 2008). Sesuai dengan yang diamanatkan oleh GBHN, salah satu sasaran pertanian adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia terutama petani, lebih khusus lagi adalah petani miskin. Untuk menerapkan strategi apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani miskin tersebut maka kita harus melihat faktor – faktor apa yang menyebabkan petani tersebut miskin. Dari beberapa penelitian terungkap bahwa petani miskin terutama disebabkan oleh : produktifitas pertanian yang rendah, lahannya sempit, harga hasil pertaniannya rendah, dan kesempatan di luar usaha tani yang rendah. Produktifitas pertanian yang rendah tersebut dapat disebabkan oleh suatu kombinasi faktor – faktor berikut ; lahan tidak subur atau miskin, lahan sudah tererosi berat, pemakaian pupuk tidak memadai, sistem pengelolaannya kurang sesuai dan memadai, kurangnya ketrampilan petani, dan jenis tanaman yang ditanam tidak sesuai dengan keadaan biofisik daerah. (Sinukaban, 2007)
1
Berdasarkan Sensus Pertanian 1993 di Jawa Barat, lebih dari 87 persen rumah tangga petani pengguna lahan adalah petani tanaman pangan, 32 persen mengusahakan tanaman perkebunan, 26 persen ternak, dan 24 persen tanaman hortikultura. Komposisi tersebut menggambarkan bahwa mayoritas kegiatan pertanian yang menggunakan lahan dan sumber daya lain yang terkait dengan keberadaan lahan, secara berurutan adalah tanaman pangan, perkebunan, ternak dan hortikultura. Dengan demikian, permasalahan agraria dapat diidentifikasi berdasarkan pola-pola penggunaan lahan tersebut (Auhadilla, 2009). Berdasarkan intensitas jenis penggunaan lahannya terdapat 90 persen lahan di Jawa digunakan untuk pertanian tanaman pangan dan dengan 84 persen untuk seluruh wilayah di luar Jawa. Sementara luar Jawa didominasi oleh usahatani perkebunan, yaitu sebesar 43 persen dibandingkan 22 persen di Jawa (Sumaryanto et.al, 2002). Oleh karena itu, identifikasi permasalahan agraria pun tidak dapat dilakukan dengan menyamaratakan kondisi, tapi perlu dibedakan antara Jawa dan Luar Jawa. Pembangunan nasional akan timpang kalau daerah/perdesaan tidak dibangun, urbanisasi tidak akan bisa ditekan, dan pada akhirnya kesenjangan desa dan kota semakin melebar. Lebih dari 83 persen kabupaten/kota di Indonesia ekonominya berbasis kepada pertanian. Agroindustri perdesaan akan sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi perdesaan terutama dalam penyerapan tenaga kerja Dalam tahun 1993-2003 jumlah petani gurem (dengan luas
garapan
kurang dari 0,5 ha) meningkat dari 10,8 juta KK menjadi 13,7 juta KK (meningkat 2,6% per tahun). Hal ini menunjukkan terjadinya marjinalisasi pertanian sebagai akibat langsung dari kepadatan penduduk. Sementara itu luas lahan semakin berkurang dan perkembangan kesempatan kerja di luar pertanian terbatas. Jumlah rumah tangga petani (RTP) menurut Sensus Pertanian (SP) 2003 mencapai 25,58 juta RTP. Sekitar 40 persen RTP tergolong tidak mampu dan 20 persen diantaranya dikepalai oleh perempuan. Pada daerah dimana tingkat migrasi tenaga kerja laki - laki tinggi, beban kerja sektor pertanian bergeser kepada tenaga kerja perempuan dan kelompok lanjut usia
2
Pokok-pokok permasalahan yang muncul di bidang pertanian pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan berkisar pada persoalan penguasaan tanah, konversi lahan, perubahan hubungan kerja dan kelembagaan karena introduksi teknologi, yang semuanya ini akan berujung pada perubahan kesejahteraan masyarakat tani. Permasalahan-permasalahan tersebut adalah butirbutir utama yang akan dibahas dalam penelitian ini. Pada sisi lain, masyarakat tani sangat tergantung pada kepemilikan lahan dan sumberdaya lahan.
Perekonomian masyarakat tani tergantung pada hasil
panen dan kegiatan pertanian lain yang memanfaatkan luasan sumberdaya lahan. Oleh sebab itu, lahan merupakan sumberdaya yang memegang peranan penting bagi kelangsungan hidup masyarakat tani desa. Banyak ragam aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat tani yang memanfaatkan sumberdaya lahan antara lain tanaman pangan, pertanian tanaman perkebunan, ternak, dan tanaman hortikultura. Aktivitas pertanian ini melahirkan turunan kegiatan pertanian lain seperti perdagangan hasil panen, pengolahan hasil panen dan jasa perdagangan. Kompleksitas kegiatan pertanian yang ditandai dengan pemanfaatan sumberdaya lahan secara destruktif, menjadi salah satu faktor yang mendorong melemahnya daya dukung lingkungan. Rendahnya daya dukung lahan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, ketergantungan pangan dan kebutuhan pokok lain dan fungsi lainnya akan semakin menurun.
1.2
Perumusan Masalah Permasalahan pemanfaatan sumberdaya lahan tidak bisa dilepaskan dari
konsepsi pembangunan berkelanjutan.
Sejalan dengan konsep pembangunan
berkelanjutan, upaya pembatasan dalam pemanfaatan sumberdaya lahan yang disesuaikan dengan kapasitas asimilasi lahan tersebut yang sering dikenal dengan konsep daya dukung. Potensi sumberdaya lahan yang beraneka ragam tidak hanya dapat dinikmati manfaatnya oleh masyarakat tani. Keberadaannya secara rantai makanan merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi kondisi lahan. Dan itu artinya akan sangat mempengaruhi produksifitas lahan. Ketika pemanfaatan terhadap sumberdaya lahan berlebih dan bahkan menimbulkan kerusakan, maka
3
fungsi ekologis dari sumberdaya akan berkurang dan bahkan dalam kondisi yang parah akan hilang.
Tentu hal tersebut juga akan mengurangi pendapatan
masyarakat yang hidupnya sangat bergantung dari sumberdaya tersebut. Untuk itu setiap pemanfaatan, perlu ditekankan agar memperhatikan kapasitas pemanfaatan sumberdaya sehingga masih memungkinkan untuk pulih dan memproduksi kembali. Artinya, setiap pemanfaatan hendaknya tidak melebih daya dukung lahan. Akhirnya, kondisi sumberdaya akan sangat menentukan kualitas hidup masyarakat sekitar. Pemanfaatan terhadap sumberdaya lahan terkadang bukan hanya berasal dari penduduk setempat, tetapi sebagai open acces property sehingga lahan beserta sumberdaya hayati di dalamnya dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh siapa saja. Pada konteks seperti itu, sering ditemukan kondisi yang bertolak belakang antara sumberdaya lahan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang mendiami desa tersebut. Kerusakan sumber daya lahan berdampak kepada menurunnya fungsi ekosistem.
Pada kondisi seperti ini, masyarakat setempat yang banyak
menggantungkan hidupnya dari keberadaaan sumberdaya lahan yang sudah mengalami kerusakan akan terpengaruh, setidaknya akan mengalami penurunan kesejahteraan sebagai akibat menurunnya produksfitas lahan dan hasil pertanian lainnya. Banyak ditemukan di beberapa desa, kondisi sumberdaya lahan terlihat masih bagus, namun masyarakat desa tersebut berada dalam kondisi miskin. Artinya, kondisi objektif sumberdaya lahan yang melimpah pada satu sisi, tetapi kesenjangan ekonomi dan kemiskinan pada sisi lain. Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi dapat disebabkan oleh kerusakan lingkungan yang menyebabkan berkurangnya fungsi ekosistem, namun tidak menutup kemungkinan adanya pengaruh faktor lain yang lebih bersifat eksternal. Untuk itu perlu melakukan kajian keterkaitan antara daya dukung lingkungan dan tingkat kesejahteraan. Penggunaan lahan yang tidak cocok dengan kemampuannya seyogyanya direkomendasikan
perubahan
penggunaannya
atau
dimasukkan
teknologi
tambahan sesuai dengan syarat – syarat yang diperlukan sehingga lahan tidak rusak dan dapat digunakan secara lestari (Sinukaban, 2008). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka fokus penelitian ini adalah mengkaji hubungan antara daya dukung sumberdaya lahan serta
kaitannya
4
dengan tingkat kesejahteraan masyarakat desa. Selanjutnya sejumlah pertanyaan akan diajukan untuk menjawab permasalahan tersebut antara lain : •
Berapa besar Daya Dukung Lahan Desa Ciarutuen Ilir?
•
Seberapa besar ketergantungan masyarakat desa terhadap luasan sumberdaya lahan?
•
Apakah tingkat kesejahteraan masyarakat hanya ditentukan oleh pemanfaatan sumberadaya yang memperhatikan konsep daya dukung atau ada faktor lain yang mempengaruhi ?
1.3.
Tujuan Penelitian Mengetahui daya dukung lahan desa Ciarutuen Ilir melalui bentuk
wilayahnya, letak sumberdaya lahan, sifat iklim dan keadaan fisik alam, keadaan kependudukan, serta tingkat perkembangan ekonomi dan tekhnologinya dengan melalui pendekatan penghitungan daya dukung lahan pertanian tanaman pangan. Selanjutnya dari daya dukung lahan yang ditemui akan dicari hubungannya dengan faktor – faktor yang diduga mempengaruhi daya dukung lahan di desa tersebut. 1.4
Kegunaan Penelitian 1) Mengetahui tingkat pendayagunaan lahan suatu desa. 2) Menjadi
dasar
pertimbangan
dalam
melaksanakan
kegiatan
pembangunan di desa dalam rangka mengurangi degradasi lahan, kerusakan lingkungan dan kesejahteraan petani. 3) Mengetahui produktivitas lahan pertanian per kapita untuk memenuhi kebutuhan pangan.
5