1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Berdasarkan data Kementerian Perindustrian Indonesia (Bukhari, 2011), kontribusi industri terhadap PDB Indonesia tahun 2000-2010, sektor tekstil, barang kulit dan alas kaki menduduki posisi keempat terbesar dengan persentase 8,97%. Industri barang dari kulit dan alas kaki saat ini merupakan satu dari empat sektor industri manufaktur Indonesia yang mengalami penguatan; tiga sektor lainnya yakni industri makanan dan minuman, industri pengolahan tembakau, serta industri furnitur dan pengolahan lainnya. Menurut Kementerian Perindustrian Indonesia (Bukhari, 2011), produk kulit merupakan termasuk dalam sepuluh komoditi potensial, dengan negara tujuan ekspor antara lain Hongkong, India, Cina, Vietnam, Jerman, Singapura, Italia, Korea, Malaysia, Thailand, Spanyol, Taiwan, Kamboja, Jepang, Afrika Selatan, Sri Langka, Perancis, Pilipina, Amerika Serikat, Austria. Dengan demikian, sektor industri kulit merupakan industri yang menjanjikan bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor industri kulit sangat potensial untuk dikembangkan agar mampu menjadi salah satu industri yang diunggulkan Indonesia. Industri kulit merupakan salah satu industri kerajinan yang terbukti mampu memberikan sumbangan pada nilai eksport Kabupaten Bantul dan juga memberikan kesempatan kerja dan menjadi gantungan sumber pendapatan bagi berbagai industri rumahan. Dalam laporan tahunan “Bantul Dalam Angka 2010” (BPS Bantul, 2010), sektor industri kulit mampu menyerap tenaga kerja 5.728 orang dalam berbagai skala
unit usaha. Peran industri kulit sangat dirasakan dalam tata kehidupan masyarakat Kabupaten Bantul dikarenakan merupakan industri yang telah turun menurun serta sebarannya yang hampir merata di seluruh wilayah, khususnya di Desa Sabdodadi, Kecamatan Bantul. Sentra Industri kulit Manding merupakan satu satunya sentra penghasil berbagai produk berbahan dasar kulit hewan di Kabupaten Bantul. Produk yang dihasilkan adalah jaket, sepatu, sandal, dompet, wayang, tas, topi, sabuk, gantungan kunci, kipas, serta hiasan kulit lainnya. Produk kulit di Manding tidak hanya menggunakan bahan kulit sebagai bahan kerajinan, tetapi juga memadukan kulit dengan bahan baku lain seperti serat alam pandan, mendong, enceng gondok, agel dan lidi. Masyarakat Manding menggeluti industri kulit sejak tahun 1979, hingga saat ini Manding dikenal sebagai sentra industri kulit di Yogyakarta, yang produknya mampu menembus pasar nasional seperti Jakarta, Solo, Semarang dan Bali, bahkan menembus pasar ekspor seperti Spanyol dan Australia (BPS Bantul, 2011). Persaingan bisnis pada industri kulit dirasa semakin ketat oleh para pelaku industri kulit di Manding. Indikator penurunan daya saing industri kulit di Manding terlihat jelas dengan penurunan jumlah produksi serta jumlah penjualan. Lima dari tiga puluh industri kulit di Manding, Kabupaten Bantul yang ditunjuk sebagai sampel, tercatat mengalami penurunan jumlah produksi dan jumlah penjualan selama lima tahun terakhir. Penurunan jumlah produksi lima industri kulit di Manding terlihat pada Tabel 1, sedangkan Tabel 2 menunjukan penurunan jumlahnya.
Tabel 1 Jumlah produksi tahunan industri kulit di Manding Tahun Industri
2007
2008
2009
2010
1. Sely Kusuma 20.868 21.294 20.280 15.600
2011
Item
12.000 Dompet Koin
2. Dwi Jaya
9.779
9.979
9.504
8.640
7.200 Sepatu Dewasa dan Anak
3. Laras
3.887
3.811
3.629
3.330
3.000 Tas, Jaket
4. Wenys
7.247
6.969
6.900
6.000
4.800 Sepatu Drumband
5. Anda
9.783
9.686
9.225
7.380
6.000 Sabuk, Tas Dompet
Sumber: Olah data hasil kuesioner
Tabel 2 Jumlah penjualan tahunan industri kulit di Manding Industri
Tahun 2007
2008 6
2009 6
2010 6
2011 6
(Rp.10 )
(Rp.10 )
(Rp.10 )
(Rp.10 )
(Rp.106)
1. Sely Kusuma
250.42
255.52
243.36
187.20
144.00
2. Dwi Jaya
335.96
332.64
316.80
288.00
240.00
3. Laras
233.24
228.67
217.78
199.80
180.00
4. Wenys
271.79
261.33
258.75
225.00
180.00
5. Anda
195.66
193.72
184.50
147.60
120.00
Sumber: Olah data hasil kuesioner
Pengusaha industri kulit di Manding sebagian besar berskala industri kecil dan menengah bahkan industri mikro. Persoalan umum yang dihadapi industri kulit di Manding adalah pemasaran, permodalan, serta rendahnya ketrampilan tenaga kerja. Masalah pemasaran disebabkan sempitnya jaringan kerjasama pemasaran, rendahnya tingkat inovasi desain atau model produk, serta masih kurangnya kegiatan promosi yang dilakukan. Masalah modal disebabkan kesukaran dalam administrasi pengajuan pinjaman ke bank, tidak memiliki agunan untuk peminjaman modal, serta tingginya harga bahan baku yang meningkat sesuai dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar. Masalah kurang terampilnya tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang relative rendah, kurangnya pelatihan, serta sifat pasif tenaga kerja dalam berinovasi
dan menarik konsumen. Hal-hal tersebut menyebabkan rendahnya daya saing industri kulit di sentra industri kulit Manding. Persaingan industri kulit sejenis dirasa sangat kuat, industri kulit Manding bersaing dengan industri kulit Cibaduyut, Mojokerto, Tanggulangin, dan Garut memperebutkan segmen pasar yang sama. Secara mutu dan harga produk Manding cukup bersaing, hanya saja model produk kurang bervariasi, promosi sangat minim dan jaringan kerjasama pemasaran yang sempit. Permasalahan ini juga terlihat dari saran konsumen yang banyak menyinggung kurangnya inovasi model produk yang sesuai trend, serta masih minimnya informasi yang didapatkan tentang produkproduk industri kulit Manding di media cetak maupun media internet. Variabel model dan warna terkait dengan pengembangan atau inovasi desain produk menunjukan bahwa variabel model dan warna produk kulit Manding diluar harapan konsumen, sehingga sangat penting untuk diperbaiki. Permasalahan di Manding juga diungkap oleh Tobing (2009) dimana hanya 30% pengrajin yang mendapatkan pinjaman modal dari bank, sedangkan 70% mengandalkan modal sendiri dari hasil penjualan tanah atau ternak. Ini disebabkan administrasi peminjaman modal dibank dirasa rumit, bunga pinjaman dinilai cukup tinggi, serta pengrajin umumnya tidak memiliki agunan untuk peminjaman Hasil survey yang dilakukan dinas perindustrian Kabupaten Bantul kepada seluru pengrajin kulit Manding yang berjumlah 30 orang,diperoleh hasil yaitu 51,1% pengrajin
memiliki
permasalahan
dalam
hal
pemasaran,
28,9%
memiliki
permasalahan permodalan, 20% permasalahan lain-lain. Permasalahan lain-lain umumnya menyangkut kurangnya tenaga kerja terampil. Promosi yang dilakukan pelaku industri kulit Manding masih sangat minimal, yaitu melalui kartu nama, dan terkadang mengikuti pameran yang diselenggarakan Pemerintah daerah Bantul. Media internet masih belum digunakan. Dari segi pendidikan 56 % pengrajin berpendidikan SD 6,6% berpendidikan SLTA 30% berpendidikan SMA dan sisanya berpendidikan diatas SMA.
Penguasaan pengetahuan mengenai pemahaman lingkungan internal dan eksternal merupakan faktor penting untuk mendongkrak daya saing. Pemahaman lingkungan internal adalah menyadari dan mengoptimalkan kekuatan serta meminimalkan kelemahan, serta pemahanan lingkungan eksternal berupa mengetahui dan tahu bagaimana memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman. Solusi untuk mengatasi persoalan ini adalah strategi bersaing yang diformulasikan dari analisis kondisi internal dan eksternal bisnis saat ini yang mampu meningkatkan daya saing industri kulit Manding. Dengan meningkatnya daya saing industri diharapkan dapat meningkatkan jumlah produksi dan jumlah pendapatan pengusaha industri kulit di Manding, sehingga industri kulit di Manding lebih maju.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahan yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah terjadi penurunan jumlah produksi dan penjualan tahunan industri kulit di Manding disebabkan oleh permasalahan pemasaran, permodalan serta rendahnya keterampilan tenaga kerja dalam mengelola bisnis. Masalah pemasaran disebabkan sempitnya jaringan kerjasama pemasaran, rendahnya tingkat inovasi desain produk, serta kurangnya kegiatan promosi. Masalah modal disebabkan kesukaran administrasi pengajuan pinjaman, tidak memiliki agunan pinjaman, serta tingginya harga bahan baku. Masalah kurang terampilnya tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang relative rendah, kurangnya pelatihan, serta sifat pasif tenaga kerja dalam berinovasi dan menarik konsumen. Hal-hal tersebut menyebabkan rendahnya daya saing industri kulit di sentra industri kulit Manding.
1.3.Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : (1) Merumuskan strategi untuk meningkatkan daya saing industri kulit di Manding berdasarkan faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhinya.
(2) Menentukan strategi prioritas dalam meningkatkan daya saing industri kulit di Manding.
1.4.Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah: (1) menganalisis faktor eksternal meliputi faktor ekonomi; faktor sosial, budaya, demografi dan lingkungan; faktor pemerintah dan hukum; faktor teknologi; serta faktor kompetitif. (2) Menganalisis faktor internal meliputi faktor manajemen; faktor pemasaran; faktor akuntansi; faktor produksi; dan faktor pengembangan. (3) Analisis faktor tersebut untuk menentukan peluang; ancaman; kekuatan; dan kelemahan yang dimiliki industri kulit di Manding. (4) Memformulasikan strategi bersaing industri kulit di Manding berdasarkan faktor eksternal dan internal menggunakan analisis SWOT. (5) Menentukan strategi bersaing yang diprioritaskan menggunakan analisis QSPM. (6) Implementasi strategi yang direkomendasikan diluar lingkup penelitian.
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada pengelola Sentra Industri Kulit Manding dalam penentuan strategi peningkatan daya saing, sehingga industri kulit di Manding lebih maju. Indikasi tingkat kemajuan terlihat dari peningkatan jumlah produksi dan peningkatan jumlah penjualan. Penelitian ini juga bermanfaat untuk memberikan masukan mengenai metode atau tata cara menyusun strategi bersaing.