1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan perikanan tangkap adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya nelayan, dan sekaligus menjaga kelestarian sumberdaya ikan serta lingkungannya. Tujuan pembangunan tersebut dewasa ini diperluas cakupannya sehingga termasuk meningkatkan konstribusi sektor perikanan tangkap terhadap perekonomian nasional, baik dalam bentuk penyediaan lapangan kerja, penerimaan devisa melalui ekspor, maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (Renstra DJPT 2010 – 2014). Pembangunan kelautan dan perikanan saat ini menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional dan diharapkan dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal tersebut ditunjang oleh potensi sumberdaya kelautan dan perikanan Indonesia yang sangat besar. Sehingga apabila dikelola dengan baik maka potensi tersebut
dapat
menghasilkan
manfaat
yang
optimum
untuk
tujuan-tujuan
pembangunan di atas. Sejak dibentuk pada tahun 1999, Kementerian Kelautan dan Perikanan (semula Departemen Eksplorasi Laut kemudian menjadi
Departemen
Eksplorasi Laut dan Perikanan, lalu menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan) diharapkan dapat menjadi salah satu Departemen yang dapat menghasilkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) guna mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Pada saat ini, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sub sektor perikanan bersumber dari sumberdaya alam (SDA) dan non sumberdaya alam (non SDA).
PNBP dari SDA yang diperoleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap
(DJPT) disebut sebagai PNBP Perikanan Tangkap.; PNBP jenis ini adalah Pungutan Perikanan yang terdiri dari Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) dan Pungutan Hasil Perikanan (PHP). Adapun PNBP yang berasal dari sumber non SDA adalah tarif imbal jasa Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelabuhan Perikanan dan Balai Pengembangan.
1
Dalam selang periode tahun 2002 – 2010, target PNBP Perikanan Tangkap tiap tahunnya sulit tercapai kecuali pada tahun 2002 (Tabel 1). Pada tahun 2002 – 2005 tingginya pencapaian nilai PNBP yang melebihi Rp 100 milyar disebabkan masih adanya pungutan perikanan asing (PPA).
Namun setelah PPA ditiadakan
karena penerapan konsep usaha perikanan tangkap terpadu maka capaian PNBP cenderung menurun.
Tabel 1. Perkembangan PNBP Perikanan Tangkap dari Sumber Daya Alam Tahun 2002 s/d 2010 TAHUN 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Target (Rp Milyar) 189,0 450,0 400,0 400,0 400,0 200,0 200,0 150,0 150,0
Capaian (Rp Milyar) 204,50 209,53 280,87 272,22 198,80 114,89 77,42 91,74 91,82
(%) 108,20 46,56 70,21 68,06 49,70 57,40 38,70 61,16 61,21
Perolehan PNBP melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT) tersebut terkait dengan pelayanan usaha penangkapan ikan atau perijinan usaha penangkapan ikan. Adapun landasan operasional PNBP tersebut adalah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 12/MEN/2009 tentang Usaha Perikanan Tangkap Alur perijinan usaha penangkapan ikan dan proses perijinan usaha tersebut disajikan dalam Gambar 1.
2
Syarat Administrasi
Memenuhi syarat
SIUP Pemohon
Alokasi SDI Alokasi tersedia
Pemeriksaan Fisik Kapal
SIPI & SIKPI
Memenuhi syarat
Gambar 1. Bagan Proses Perijinan Perikanan Tangkap Apabila seseorang atau badan usaha akan melakukan usaha penangkapan ikan dengan kapal berukuran lebih dari 30 Gross Tonnage (GT) dan atau akan menggunakan tenaga kerja asing, maka yang bersangkutan harus mengajukan permohonan ke Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. Apabila yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan administrasi dan alokasi sumberdaya ikan di lokasi yang dikehendaki masih memungkinkan maka Direktur Jenderal Perikanan Tangkap akan menerbitkan Surat Ijin Usaha Penangkapan Ikan (SIUP).
Setelah dilakukan
pemeriksaan fisik terhadap kapal, mesin dan alat tangkap, dan dinyatakan memenuhi syarat maka selanjutnya Direktur Jenderal Perikanan Tangkap akan mengeluarkan Surat Ijin Penangkapan Ikan dan atau Surat Ijin Kapal Pengangkut Ikan (SIPI/SIKPI). Besarnya nilai Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP) ditentukan oleh hasil perkalian Gross Tonnage (GT) kapal dengan tarif pungutan untuk tiap GT nya. Oleh karena itu penentuan dan penetapan besarnya ukuran kapal (GT) merupakan faktor yang sangat penting dalam perhitungan PNBP dari sector Perikanan Tangkap. Berdasarkan pengukuran dan perhitungan yang dilakukan oleh petugas pemeriksa fisik kapal dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkapdi beberapa daerah, ditemukan adanya perbedaan antara data ukuran spesifikasi yang tercatat dalam Gross Akte dengan hasil pemeriksaan fisik kapal langsung di lapangan. Observasi
3
pandangan mata menunjukkan adanya kapal-kapal ikan yang memiliki ukuran lebih besar dari yang tercantum dalam dokumen resmi (mark down). Pemeriksaan (audit) yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK-RI) pada tahun 2009 di Belawan dan Sibolga (Provinsi Sumatera Utara), Ambon (Provinsi Maluku) dan Bitung (Provinsi Sulawesi Utara) menemukan adanya praktek-praktek markdown tersebut. Hasil pengukuran petugas pemeriksa fisik kapal yang diawasi langsung oleh BPK membuktikan telah terjadi markdown pada sampel kapal ikan yang dokumennya menyatakan berukuran 10 – 30 GT. Seharusnya hasil pemeriksaan fisik kapal harus akurat agar tidak merugikan negara dan pelaku usaha. Jika hasil pengukuran lebih kecil dari ukuran sebenarnya (mark down), baik secara sengaja ataupun tidak sengaja,
maka Negara akan
dirugikan. Sebaliknya jika hasil pengukuran lebih besar dari ukuran sebenarnya (mark up), baik sengaja ataupun tidak sengaja, maka pihak pengusaha akan dirugikan karena harus membayar PNBP dengan lebih besar dari yang seharusnya. Oleh sebab itu fenomena adanya perbedaan hasil pengukuran ulang dengan apa yang tertera dalam dokumen ukuran kapal (Gross Akte) harus diteliti lebih mendalam karena hal ini diperkirakan sangat berpengaruh terhadap besarnya nilai PNBP yang diterima Negara. Penelitian dilakukan di Provinsi Sumatera Utara dengan fokus kota Sibolga dan Medan (Belawan).
Provinsi ini dipilih sebagai lokasi penelitian berdasarkan
pertimbangan tigal hal, yaitu hasil pemeriksaan BPK-RI, pemantauan secara langsung di lapangan oleh peneliti, dan berita dari berbagai pihak tentang dugaan banyaknya kasus markdown. Pada tahun 2009 Provinsiterdapat 37.184 unit perahu/kapal di Provinsi Sumatera Utara, yang terdiri dari 11.540 unit perahu tanpa motor (PTM), 8.263 unit motor tempel, dan kapal motor 17.381 unit. Adapun komposisinya adalah 13.301 unit kapal berukuran < 5 GT, 2.694 unit kapal berukuran 5 – 10 GT , 313 unit kapal berukuran 10 – 20 GT, 384 unit kapal berukuran 20 – 30 GT, 436 unit kapal berukuran 30 – 50 GT, 239 unit kapal berukuran 50 – 100 GT dan 14 unit kapal berukuran 100 – 200 GT. Jenis alat tangkap yang dominan digunakan adalah gill net,
4
pukat udang/fish net, pukat cincin, payang/lampara, dan long line.
Dari jumlah
tersebut, sebagian besar kapal berukuran 10 – 30 GT berpangkalan atau berasal dari Kota Belawan (Medan) dan Sibolga (Laporan Tahunan Dinas Perikanan Provinsi Sumatera Utara, 2009).
1.2 Perumusan Masalah Pemeriksaan fisik kapal penangkap ikan, alat penangkapan ikan dan/atau kapal pengangkut ikan perikanan merupakan salah satu proses yang harus dilakukan Ditjen Perikanan Tangkap untuk melakukan verifikasi and konfirmasi kesamaan fisik kapal penangkap ikan tersebut terhadap surat-surat atau dokumentasi kapal yang diajukan permohonan ijin usaha penangkapan ikannya. Di samping itu, pemeriksaan fisik kapal, mesin dan alat tangkap juga digunakan untuk mengetahui ukuran kapal (GT) yang dapat dijadikan sebagai dasar penetapan besarnya nilai pungutan pengusahaan perikanan yang harus disetorkan pemohon kepada Ditjen Perikanan Tangkap sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Oleh sebab itu
pemeriksaan fisik kapal penangkap ikan, alat penangkapan ikan dan/atau kapal pengangkut ikan perikanan berperan penting tidak saja untuk optimasi PNBP tetapi juga untuk menjamin kelestarian sumberdaya ikan. Pelaksanaan pemeriksaan fisik kapal penangkap ikan, alat penangkapan ikan dan/atau pengangkut ikan, khususnya untuk pengukuran kapal yang akan dijadikan dasar penetapan PNBP masih memiliki kelemahan karena adanya hasil pengukuran yang berbeda di antara data dokumen Surat Ukur (Gross Akte) kapal dan hasil pengukuran kapal yang dilakukan oleh petugas pemeriksa fisik kapal dari Ditjen Perikanan Tangkap. Kesalahan dalam menetapkan ukuran kapal dapat mengakibatkan kerugian Negara karena PNBP yang diterima menjadi lebih kecil. Oleh sebab itu perlu dilakukan kajian lebih mendalam untuk mengetahui sejauh mana kesalahan pengukuran tersebut terjadi, dan mengapa hal tersebut terjadi. Hasil penelitian akan dapat dipergunakan untuk upaya perbaikan pengukuran kapal dan lebih mengoptimalkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Penelitian
tersebut mencakup analisis mengenai sistem pemeriksaan fisik kapal penangkap ikan
5
khususnya pengukuran Gross Tonnage kapal dan faktor-faktor yang mendukung bagi optimasi PNBP serta langkah-langkah strategis untuk pengembangan dan pembinaan ke depan. Adapun kerangka pendekatan masalah adalah seperti tertera pada Gambar 2.
Pengukuran kapal (GT) belum optimal
Identifkasi masalah internal dan eksternal
Analisis Masalah
Efektifitas dan efisiensi pemeriksaan fisik dan dokumen kapal perikanan dan optimasi PNBP
Gambar 2. Kerangka Pendekatan Masalah dalam Penelitian Potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Perikanan di Provinsi Sumatera Utara Sebagaimana tertera dalam Gambar 2, pengukuran ulang GT kapal perikanan yang dilakukan oleh Dit.Jen. Perikanan Tangkap menghasilkan data yang berbeda dengan data yang ada pada gross akte kapal yang mengajukan izin. . Diperkirakan bahwa perbedaan tersebut timbul karena berbagai faktor yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi faktor masalah internal dan faktor masalah eksternal. Analisis masalah perlu dilakukan untuk mengetahui secara lebih rinci rangkaian permasalahan tersebut dan implikasinya jika hal tersebut tidak ditangani.
Analisis
yang dilakukan tersebut akan menghasilkan rekomendasi langkah-langkah aksi yang perlu dilakukan agar masalah yang merugikan negara (yaitu belum optimalnya peroleh PNBP) dapat dihilangkan atau diperkecil.
1.3 Tujuan dan Manfaat 1.3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: (1) Menganalisis sistem dan mekanisme pemeriksaan dan pengukuran GT kapal penangkap ikan;
6
(2) Mengidentifikasi permasalahan yang menyebabkan terjadinya perbedaan data ukuran kapal penangkap ikan antara hasil pengukuran Dit. Jen. Perikanan Tangkap dengan data yang tertera pada dokumen Gross Akte kapal tersebut.; (3) Menghitung potensi hilangnya (potensial loss) PNBP dari perijinan usaha penangkapan ikan akibat perbedaan hasil pengukuran.
1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut: (1) Menyediakan
informasi
obyektif
yang
dapat
dipertimbangkan
untuk
menyempurnakan penerapan kebijakan Pemerintah perihal PNBP yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, khususnya yang berkaitan dengan pemeriksaan dan pengukuran kapal, sebagai upaya optimasi Penerimaan Negara Bukan Pajak. (2) Menyediakan informasi obyektif bagi Pemerintah Daerah dan pihak-pihak lain untuk berpartisipasi menerapkan konsep PNBP secara benar untuk memudahkan penerapan pengelolaan perikanan sehingga tujuan pembangunan perikanan tercapai.
1.4 Hipotesis Berdasarkan latar belakang penelitian dan rumusan permasalahan yang dihadapi maka hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: (1) Terdapat perbedaaan ukuran GT kapal penangkap ikan di antara yang tertulis pada dokumen surat ukur kapal dan ukuran sebenarnya hasil pengukuran ulang. (2) Potensi PNBP dari perikanan tangkap lebih besar dari catatan perolehan selama ini.
1.5 Kerangka Pemikiran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari pungutan perikanan hingga kini belum optimal antara lain disebabkan oleh masalah dalam pelaksanaan pemeriksaan dan pengukuran GT kapal penangkap ikan.
7
Hal tersebut antara lain disebabkan
belum adanya pemahaman yang sama tentang pentingnya data tersebut bagi pengelolaan perikanan walaupun sudah ada formulasi resmi tentang pengukuran GT kapal yang harus diterapkan oleh para petugas yang melakukan pengukuran. Untuk memahami permasalahan secara komprehensif maka perlu dilakukan identifikasi permasalahan baik internal maupun eksternal terhadap mekanisme dan prosedur pemeriksaan dan pengukuran
GT kapal penangkap ikan yang selama ini telah
dilaksanakan. Identifikasi dan analisis dilakukan terhadap: (1) dukungan peraturan perundangan yang melandasinya, (2) dukungan dan keterkaitan dengan mekanisme dan prosedur pemeriksaan dan pengukuran GT kapal secara keseluruhan, (3) dukungan dan keterkaitan sistem teknologi dan sarana/prasarana yang digunakan, (4) dukungan dan keterkaitan pembinaan dan penyiapan sumberdaya manusia, serta dukungan dan keterkaitan dengan instansi terkait lainnya. Dari hasil analisis tersebut diharapkan ditemukan sistem pemeriksaan fisik dan pengukuran GT kapal penangkap ikan yang lebih optimal, efektif, efisien dan akuntabel dalam menunjang perolehan PNBP yang optimum. Adapun alur pemikiran penelitian digambarkan sebagaimana kerangka pemikiran penelitian pada Gambar 3.
8
Permasalahan PNBP belum Optimal/ Pemeriksaan fisik dan pengukuran GT Kapal 1. Pemahaman tentang formula pemeriksaan dan pengukuran GT belum seragam. 2. Petugas kurang teliti 3. Sistem dan prosedur belum berjalan baik 4. Dukungan sarana/teknologi
ANALISIS KONDISI SAAT INI
Dukungan / keterkaitan keterkaitan Peraturan Peraturan perundangan perundangan
Dukungan / keterkaitan Teknologi, dan SDM
Mekanisme dan Prosedur Pemeriksaan fisik dan pengukuran GT Kapal
OPTIMASI PNBP - Efisiensi -Efektif - Akuntabel
Dukungan / keterkaitan Mekanisme dan prosedur pemeriksaan fisik kapal
Dukungan / keterkaitan daerah/instansi terkait
REKOMENDASI
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Penelitian Potensi Penerimaan Negara Bukan Pajak dari Pungutan Perikanan di Provinsi Sumatera Utara
9