1
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESI PENELITIAN
1.1
Landasan Teori dan Konsep
1.1.1
Pengertian Pajak Menurut UU KUP No. 28 Tahun 2007 pada pasal 1 angka 1 bahwa secara
garis besar, pajak dapat didefinisikan sebagai pungutan yang dipaksakan oleh pemerintah kepada masyarakat guna mewujudkan cita-cita bersama yaitu kemakmuran masyarakat. Seseorang yang talah membayar kewajiban perpajakannya tidak mendapatkan imbalan secara langsung melainkan melalui perbaikan sarana dan prasarana publik.Di Indonesia pajak memiliki fungsi sebagai alat pengatur dan sebagai sumber keuangan Negara (Siti Resmi, 2012:3).Adapun penjelasannya sebagai berikut. 1. Fungsi pengatur Memiliki arti bahwa dalam pelaksanaan segala kebijakan pemerintah di bidang sosial maupun ekonomi, pajak berperan sebagai pengatur untuk mencapai tujuan tersebut di luar bidang keuangan. 2. Fungsi budgetair (Sumber Keuangan Negara)
Hal ini menunjukkan bahwa segala kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan serta pengeluaran untuk kesejahteraan rakyat dibiayai oleh pajak yang merupakan sumber penerimaan Negara. Terdapat 3 (tiga) cara pemungutan pajak penghasilan yang diterapkan di Indonesia (Lubis, 2011:134), diantaranya Asas Kebangsaan. Pada cara ini sumber penghasilan dan tempat tinggal Wajib Pajak tidak dilihat dalam pemungutan pajak, namun berdasarkan kebangsaan dan kewarganegaraan dari Wajib Pajak yang bersangkutanlah pemungutan pajak dapat dilaksanakan. Selain itu terdapat pula Asas Sumber.Dalam asas ini pemungutan pajak yang dilakukan berdasarkan pendapatan atau penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak dalam suatu Negara tanpa melihat dimana Wajib Pajak itu berasal. Yang terakhir adalah Asas Domisili.Dimana pemungutan pajak pada Asas Domisili didasari oleh tempat tinggal Wajib Pajak. Jika Seseorang telah bertempat tinggal lebih dari 183 hari di Indonesia dan telah memperoleh penghasilan, maka Pemerintah Indonesia berhak mengenakan pajak penghasilan pada orang tersebut. Seseorang yang mendapatkan penghasilan dari Negara lain, kemungkinan besar dapat dikenakan pajak berganda. Untuk menghindari pengenaan pajak berganda, Pemerintah mengadakan suatu perjanjian perpajakan (taxtreaty) dengan Negara lain. Sistem pemungutan pajak yang berlaku diIndonesia terbagi atas 3 (tiga) sistem (Waluyo, 2011:17) yaitu:
1. Official Assessment System Artinya Pemerintah (fiskus) memiliki wewenang penuh dalam menentukan besaran pajak terutang yang dibebankan kepada Wajib Pajak. 2. Self Assessment System Pada
sistem
ini
kewajiban
perpajakan
dalam
hal
mengitung,
memperhitungkan, membayar, dan melapor, Wajib Pajak diberi keleluasan dan kepercayaan untuk melaksanakannya sendiri. 3. Withholding System Sistem ini menjelaskan bahwa pihak ketiga lah yang bertanggung jawab atas pemotongan dan pemungutan besaran pajak terutang yang dibebankan oleh Wajib Pajak. 1.1.2
Pajak Penghasilan Menurut Adi Ratno P, (2014), maksud dari Pajak Penghasilan yaitu suatu
perlakuan perpajakan yang dikenakan kepada Wajib Pajak atas segala pendapatan yang diterima di suatu Negara dalam 1 (satu) periode pajak. Pendapatan yang dimaksud dapat berupa gaji, hadiah, bunga, dan penghasilan berupa laba usaha. Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: a. penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini; b. hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan; c. claba usaha; d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta; e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. bunga
termasuk
premium,
diskonto,
dan
imbalan
karena
jaminan
pengembalian utang; g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. keuntungan selisih kurs mata uang asing;
m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. premi asuransi; o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; q. penghasilan dari usaha berbasis syariah; r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. surplus Bank Indonesia. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 pasal 17 ayat 1 dan 2 mengatur mengenai tarif pajak penghasilan Orang Pribadi dan Badan, yaitu sebagai berikut : 1. Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi: a. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut: -
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak sampai dengan Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 5% (lima persen).
-
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak di atas Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) 15% (lima belas persen).
-
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak di atas Rp. 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 25% (dua puluh lima persen).
-
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak di atas Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 30% (tiga puluh persen).
b. Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen). 2. Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima persen) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25% (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010. 1.1.3
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 1. Maksud dan Tujuan PP 46 Tahun 2013 Maksud dari dikeluarkannya Peraturan Perpajakan melalui PP 46 Tahun 2013
ini adalah : a. Memberikan kemudahan dan penyederhanaan aturan perpajakan. b. Mengedukasi masyarakat untuk tertib beradministrasi. c. Mengedukasi masyarakat untuk transparansi.
d. Memberikan
kesempatan
masyarakat
untuk
berkontribusi
dalam penyelenggaraan Negara. Sedangkan tujuan dari PP 46 Tahun 2013 ini adalah : a. Memudahan bagi masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan. b. Meningkatkan pengetahuan tentang manfaat perpajakan bagi masyarakat. c. Terciptanya
kondisi
kontrol
sosial
dalam
memenuhi
kewajiban
perpajakan. Dari maksud dan tujuan tersebut, hasil yang diharapkan dalam pemberlakuan PP 46 Tahun 2013 ini adalah penerimaan pajak meningkat sehingga kesempatan untuk mensejahterakan masyarakat meningkat. Menurut Alm, Bahl, Murray (1990), semakin rendah tarif pajak, semakin patuh Wajib Pajak, demikian pula semakin besar penghasilan seseorang, semakin patuh. Orang dengan penghasilan tinggi perlu dikenai tarif pajak yang lebih tinggi pula (Booker, 1945). 2. Dasar Hukum Dasar hukum dari dikeluarkannya PP 46 Tahun 2013 ini adalah ada 2 landasan hukum, yaitu : a. Pasal 5 ayat (2) huruf e UU PPh Dengan menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) dapat ditetapkan cara menghitung Pajak Penghasilan yang lebih sederhana dibandingkan dengan
menggunakan UU PPH secara umum. Penyederhanaannya yakni WP hanya menghitung dan membayar pajak berdasarkan peredaran bruto (omset). b. Pasal 17 ayat (7) UU PPh Pada
intinya
penerbitan
untukkesederhanaan
dan
PP
46
pemerataan
Tahun dalam
2013
ditujukan
melaksanakan
terutama kewajiban
perpajakan. 3. Pokok-Pokok Ketentuan PP 46 Tahun 2013 Yang dikenai sebagai objek pajak berdasarkan PP 46 tahun 2013 ini adalah a. Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan peredaran bruto (omset) yang tidak melebihi Rp. 4,8 Miliar dalam 1 tahun pajak. b. Peredaran bruto (omset) merupakan jumlah peredaran bruto (omset) semua gerai/counter/outlet atau sejenisnya baik pusat maupun cabangnya. c. Tarif pajak yang terutang dan harus dibayar adalah 1% dari jumlah peredaran bruto (omset).Usaha dapat meliputi usaha dagang dan jasa, seperti toko/kios/los kelontong, pakaian, elektronik, bengkel, penjahit, warung/rumah makan, salon, dan usaha lainnya. Hal-hal yang dikecualikan, atau tidak dikenai pajak penghasilan atau non objek pajak berdasarkan PP 46 Tahun 2013 adalah :
a. Penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, seperti misalnya dokter, advokat/pengacara, akuntan, notaris, PPAT, arsitek, pemainmusik, pembawa acara, dan sebagaimana dalam penjelasan Pasal 2 ayat (2) PP 46 Tahun 2013. b. Penghasilan dari usaha dagang dan jasa yang dikenai PPh Final (Pasal 4 ayat(2)), seperti misalnya sewa kamar kos, sewa rumah, jasa konstruksi (perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan), PPh usaha migas, dan lain sebagainya yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah. Subjek pajak PP 46 Tahun 2013 ini adalah : a. Orang pribadi b. Badan, tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) Yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omset)yang tidak melebihi Rp. 4,8 Miliar dalam 1 (satu) tahun pajak. Tahun pajak disini adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender, kecuali wajib pajak menggunakantahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender. Non subjek pajak, atau yang tidak dikenai pajak berdasarkan PP 46 Tahun2013 ini adalah : a. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yangmenggunakan
sarana
yang
dapat
dibongkar
pasang
dan
menggunakansebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum.
Misalnya pedagang keliling, pedagang asongan, warung tenda di area kaki-lima, dan sejenisnya. b. Badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang dalam jangka waktu1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp. 4,8 Miliar. c. Orang Pribadi atau Badan yang dimaksud diatas meskipun tidak dikenai PP 46 Tahun 2013, wajib melaksanakan ketentuan perpajakan sesuai dengan UU KUP maupun UU PPh secara umum Masa penyetoran dan pelaporan pajak PP 46 Tahun 2013 adalah a. Penyetoran paling lama tanggal 15 bulan berikutnya. b. SSP berfungsi sekaligus sebagai SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). Jika SSP sudah validasi NTPN tidak perlu lapor SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2). c. Penghasilan yang dibayar berdasarkan PP 46 Tahun 2013 dilaporkan dalamSPT Tahunan PPh pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak finaldan/atau bersifat final. 1.1.4
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Definisi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah menurut UU RI No. 20 Tahun
2008 sebagai berikut : 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usahaperorangan.
2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar. 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan. 1.1.5
Penelitian Sebelumnya Penelitian terdahulu mengenai Pengenaan Peraturan Pemerintah No. 46
Tahun 2013 telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Berikut adalah uraian mengenai beberapa penelitian sebelumnya tersebut. Astri Corry N Ds (2013) meneliti pengaruh penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 terhadap tingkat pertumbuhan wajib pajak UMKM dan penerimaan PPh pasal 4 ayat (2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan wajib pajak meningkat dan dapat meningkatkan potensi penerimaan pajak UMKM dan selama kurun waktu lima bulan sejak ditetapkannya PP No. 46 Tahun 2013 selalu meningkat meskipun masih dalam kategori sangat kurang.
Sehingga hasilnya penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhan wajib pajak UMKM dan penerimaan PPh pasal 4 ayat (2). Eunike (2013) meneliti pemahaman wajib pajak terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang pajak UMKM. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pemahaman wajib pajak masih minim, namun sebagian wajib pajak tidak merasa kesulitan dalam mematuhi PP 46/2013 dan upaya pengenalan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 belum maksimal. Gandhys Resyniar (2013) meneliti tentang persepsi UMKM terhadap perubahan tarif dan dasar perhitungan, kemudahan penyederhanaan, maksud dikeluarkannya PP No. 46 Tahun 2013 sebagai media dalam mengedukasi masyarakat untuk transparansi dalam pembayaran pajak, serta sosialisasi PP No. 46 Tahun 2013 yang dilakukan oleh Fiskus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Mayoritas pelaku UMKM setuju dengan adanya perubahan tarif dan dasar perhitungan. (2) Pelaku UMKM sependapat bahwa adanya kemudahan dan penyederhanaan pajak dapat membantu masyarakat khususnya para pengusaha UMKM dalam membayar pajaknya. (3) Pelaku UMKM berpendapat bahwa maksud yang diusung dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tidak dapat mengedukasi masyarakat untuk transparansi dalam pembayaran pajak. (4) Menurut pelaku UMKM sosialisasi mengenai Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 masih kurang maksimal.
Gede Diatmika (2013) penelitian ini meneliti tentang penerapan akuntansi pajak atas PP No. 46 atas penghasilan dari usaha wajib pajak tentang PPh atas penghasilan dari usaha wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. Hasil penelitian menunjukkan PP No. 46 Tahun 2013 lebih memihak pengusaha yang mempunyai peredaran usaha dibawah 4,8 miliar per tahun untuk menetapkan tariff 1% bersifat final dari pada menerapkan tarif umum yang berlaku sebesar 25%. Dari segi perlakuan akuntansi sebaiknya pengusaha yang tergolong mempunyai karakteristik khusus seperti UMKM menerapkan perlakuan akuntansi pajak yang bersifat final yakni sebesar 1% dari peredaran usaha mereka setiap bulannya. Adi Ratno P (2013) penelitian ini meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam memenuhi kewajiban perpajakan (studi pada wajib pajak pemilik UMKM di KPP Pratama Malang Selatan).Hasil penelitian menunjukkan pemahaman perpajakan memiliki pengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak di KPP Pratama Malang Selatan. Yuliya (2014) penelitian ini meneliti tentang penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun pada usaha mikro kecil dan menengah di kabupaten batang (studi empiris pada Wajib Pajak Orang Pribadi Pelaku UMKM yang terdaftar di KPP Batang. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat peningkatan penerimaan pajak atas PPh terutang pada Wajib Pajak Orang Pribadi pelaku UMKM yang terdaftar di KPP Batang sebelum dan sesudah penerapan PP Nnomor 46 tahun 2013.
Dibawah ini adalah tabel rincian penelitian sebelumnya yang dapat dijadikan pembandingdan dapat dijadikan sember referensi. Tabel 2.1 Daftar Penelitian Terdahulu Nama No.
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Peneliti 1.
Pengaruh Penerapan Peraturan Penerapan
Astri Corry
Peraturan
N Pemerintah No. 46 Tahun 2013 Pemerintah No. 46 Tahun
Ds (2013)
terhadap Tingkat Pertumbuhan 2013 berpengaruh terhadap Wajib
Pajak
UMKM
dan
Penerimaan PPh Pasal 4 ayat
tingkat pertumbuhan wajib pajak
UMKM
dan
penerimaan PPh pasal 4 ayat
(2) (2).
2.
Eunike
Pemahaman
Wajib
Pajak pemahaman wajib pajak
(2013)
Terhadap Peraturan Pemrintah masih
minim,
namun
Nomor 46 tahun 2013 tentang sebagian wajib pajak tidak Pajak UMKM.
merasa kesulitan salam mematuhi PP 46/2013 dan upaya
pengenalan
Peraturan
Pemerintah
Nomor 46 tahun 2013 belum maksimal 3.
Gandhys
Persepsi Pelaku Usaha Mikro (1)
Mayoritas
pelaku
Menengah
Umum UMKM
setuju
dengan
Resyniar(
Kecil
2013)
(UMKM) Terhadap Penerapan adanya perubahan tarif dan PP No. 46 Tahun 2014
dasar perhitungan. (2)
Pelaku
UMKM
sependapat bahwa adanya kemudahan
dan
penyederhanaan pajak dapat membantu
masyarakat
khususnya para pengusaha UMKM dalam membayar pajaknya. (3)
Pelaku
UMKM
berpendapat bahwa maksud yang
diusung
Peraturan
dalam
Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2013 tidak dapat
mengedukasi
masyarakat
untuk
transparansi
dalam
pembayaran pajak. (4) Menurut pelaku UMKM sosialisasi
mengenai
Peraturan
Pemerintah
Nomor
46
Tahun
2013
masih kurang maksimal.
4.
Pajak PP No. 46 \Tahun 2013 lebih
Gede
Penerapan
akuntansi
Diatmika
Atas
No.
(2014)
Penghasilan Dari Usaha Wajib mempunyai peredaran usaha Pajak
PP
Tentang
46
PPh
Atas memihak pengusaha yang
Atas
Penghasilan Dari Usaha Wajib
dibawah 4,8 miliar per tahun untuk menetapkan tariff 1% bersifat
Pajak
Yang
final
dari
pada
Memiliki menerapkan
tariff
umum
Peredaran Bruto Tertentu yang berlaku sebesar 25%. Dari
segi
perlakuan
akuntansi
sebaiknya
pengusaha yang tergolong mempunyai khusu
karakteristik
seperti
UMKM
menerapkan
perlakuan
akuntansi pajak yang bersifat final yakni sebesar 1% dari peredaran
usaha
mereka
setiap bulannya.
5.
Adi Ratno faktor-faktor yang mempengaruhi Pemahaman P (2013)
kepatuhan pemilik usaha mikro, memiliki
perpajakan pengaruh
kecil, dan menengah (UMKM) signifikan dalam
memenuhi
terhadap
kewajiban kepatuhan wajib pajak di
perpajakan (studi pada wajib KPP
Pratama
Malang
pajak pemilik UMKM di KPP Selatan. Pratama Malang Selatan).
6.
Yuliya (2014)
Penerapan Peraturan Pemerintah Hasil
penelitian
Nomor 46 tahun pada Usaha menunjukkan Mikro Kecil dan Menengah di peningkatan
ini terdapat
penerimaan
Kabupaten Batang (studi empiris pajak atas PPh terutang pada pada Wajib Pajak Orang Pribadi Wajib Pajak Orang Pribadi Pelaku UMKM yang terdaftar di pelaku
UMKM
yang
KPP Batang. Hasil penelitian ini terdaftar di KPP Batang menunjukkan
terdapat
PPh sebelum
dan
sesudah
Terutang pada Wajib Pajak Orang penerapan PP Nnomor 46 Pribadi Pelaku UMKM yang tahun 2013. terdaftar di KPP Batang
1.2
Rumusan Hipotesis Penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 ini mulai diberlakukan di
1 Juli 2013, harapan Pemerintah adalah untuk menyederhanakan perhitungan perpajakan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan. Sektor UMKM yang berkontribusi masih rendah di bidang penerimaan pajak negara diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak setelah diberlakukannya Peraturan Pemerintah No.
46 tahun 2013 ini. Walaupun penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013 diberlakukan di pertengahan bulan tetapi melalui proses sosialisasi yang dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama diharapkan para Wajib Pajak yang dalam hal ini para UMKM yang memiliki omzet dibawah 4,8 Miliar ini diharapkan dapat membantu para Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang selama ini kesulitan dalam menghitung kewajiban perpajakannya. Berdasarkan pokok masalah dan kajian pustaka yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini, yaitu : H1 :
Terdapat perbedaan tingkat penerimaan pajak Wajib Pajak Orang Pribadi sebelum dan sesudah dapat meningkatkan penerimaan di KPP Paratama Badung Selatan.Penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013.
H1 :
Terdapat perbedaan tingkat penerimaan pajak Wajib Pajak Badan sebelum dan sesudah dapat meningkatkan penerimaan di KPP Paratama Badung Selatan.Penerapan Peraturan Pemerintah No. 46 tahun 2013.